• Tidak ada hasil yang ditemukan

Effectivity of activated charcoal as adsorbent for wastewater treatment

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Effectivity of activated charcoal as adsorbent for wastewater treatment"

Copied!
274
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS ARANG AKTIF

SEBAGAI ADSORBEN PADA PENGOLAHAN

AIR LIMBAH

ALFI RUMIDATUL

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Efektivitas Arang aktif sebagai Adsorben Pada Pengolahan Air Limbah adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, September 2006

Alfi Rumidatul

(3)

ABSTRAK

ALFI RUMIDATUL. Efektivitas Arang Aktif Sebagai Adsorben pada Pengolahan Air Limbah. Dibimbing oleh KURNIA SOFYAN sebagai ketua dan GUSTAN PARI sebagai anggota.

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mencari kondisi yang optimum dalam pembuatan arang aktif dengan retort kapasitas 100 kg dan mengaplikasikan arang aktif yang mempunyai kualitas terbaik sebagai adsorben pada pengolahan air limbah. Bahan baku yang digunakan adalah serbuk gergaji, kayu Mangium (Acacia mangium) dan tempurung kelapa (Coconus nucifera). Kondisi proses aktivasi arang adalah suhu aktivasi 700 ºC, waktu steam 1, 2 dan 3 jam serta tanpa steam sebagai kontrol. Peningkatan mutu arang aktif dilakukan dengan menggunakan larutan H3PO4 5 %. Pengkajian perubahan pola struktur

dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer infra merah, difraksi sinar –X dan mikroskop elektron.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas arang aktif terbaik diperoleh dari kayu Mangium (Acacia mangium) yang direndam dengan H3PO4 5 % tanpa

diaktivasi dengan uap H2O yang menghasilkan rendemen 40,54 %; kadar air 5,25

%; kadar abu 2,31 %; kadar zat terbang 7,01 %; dan kadar karbon terikat 90,69 %.

Sifat lainnya yaitu daya serap iod 657,20 mg/g; metanol 7,13 %; CCl4 8,39 %;

CHCl3 13,24 %; formaldehida 6,57 % dan benzene 7,13 %. Derajat kristalinitas

58,23 %; tinggi lapisan aromatik (Lc) 4,02 nm; lebar lapisan aromatik (La) 4,22 nm; jumlah lapisan aromatik (N) 10,84 dan jarak lapisan aromatik (d) 0,21 nm serta diameter pori 0,14 – 0,35 µm.

(4)

Committee Chairman, and GUSTAN PARI as the Committee Member.

The main purpose of this research was to study the optimum condition for production activated charcoal in a retort with 100 kg capacity and to apply the best activated charcoal as adsorbent for wastewater treatment. The raw materials used in this research were wood sawdust, mangium wood (Acacia mangium) and coconut shell. The charcoal was activated using the condition : activating temperature at 700 ºC continued by steaming with H2O for 1, 2, 3 hours and

without steaming as a control. In Order to improve the qualities of the activated charcoal, further activation was conducted using H3PO4 solution at 5 %

concentration. The possible changes in structure were evaluated using Infrared Spectrophotometry, X-ray Difraction and Scanning Electron Microscope.

The results showed that the best quality of activated charcoal was achieved by Acacia mangium by soaking in H3PO4 5 % solution without steaming. The

yield of activated charcoal was 40,54 %; moisture content 5,25 %; ash content 2,31 %; volatile matter 7,01 %; fixed carbon 90,69 %. Adsorptive capacity of iodine was 657,20 mg/g; metanol 7,13 %; CCl4 8,39 %; CHCl3 13,24 %;

formaldehida 6,57 % and benzene 7,13 %. Degree of crystalinity 58,23 %; height of aromatic layers (Lc) 4,02 nm; width of aromatic layers (La) 4,22 nm; number of aromatic layers (N) 10,84 and distance of aromatic layers (d) 0,21 nm with pore diameter of 0,14 – 0,35 µm.

(5)

©

Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006 Hak cipta dilindungi

(6)

ALFI RUMIDATUL

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Teknologi Hasil Hutan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Judul Tesis : Efektivitas Arang Aktif Sebagai Adsorben pada Pengolahan Air Limbah

Nama : Alfi Rumidatul NIM : E051030261

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Kurnia Sofyan Dr. Gustan Pari, MS, APU

Ketua Anggota

Diketahui,

Plh. Ketua Program Studi Ilmu Dekan Sekolah Pascasarjana Pengetahuan Kehutanan

Dr.Ir. Imam Wahyudi, MS Prof. Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(8)

akhirnya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ya ng berjudul “Efektivitas Arang Aktif Sebagai Adsorben pada Pengolahan Air Limbah” ini dapat diselesaikan antara lain berkat bantuan dan sumbangan pemikiran dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi- tingginya, khususnya kepada Prof. Dr. Ir. Kurnia Sofyan, selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Gustan Pari, MS, APU selaku anggota komisi pembimbing, serta teknisi Laboratorium Pengolahan Kimia Hasil Hutan dan Energi Biomassa. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada suami, anak-anakku, ibu serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga semua yang disajikan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan keilmuan khususnya di bidang Teknologi Hasil Hutan.

Bogor, September 2006

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lamongan tanggal 21 november 1974 sebagai anak pertama dari 2 (dua) bersaudara dari pasangan M. Afandi (almarhum) dan Hj. Arumiyati.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Alun-alun II Lamongan tahun 1987, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 di Lamongan tahun 1990 dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 2 di Lamongan tahun 1993. Pada tahun 1993 penulis melanjutkan pendidikan tinggi Strata-1 (S1) di Jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Winaya Mukti Bandung dan lulus tahun 1998.

(10)

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 2

Perumusan dan Pemecahan Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 5

Hipotesis Penelitian ... 6

Manfaat Penelitian ... 6

Kerangka Pemikiran ... 6

TINJAUAN PUSTAKA ... 8

Pengertian Arang dan Arang Aktif ... 8

Pembuatan Arang Aktif ... 9

Sifat dan Struktur Arang Aktif ... 12

Adsorpsi ... 16

Kegunaan Arang Aktif ... 19

Pencemaran Air ... 21

Limbah ... 26

BAHAN DAN METOD E ... 29

Waktu dan Tempat Penelitian ... 29

Bahan dan Alat ... 29

Metode Penelitian ... 30

Pembuatan Arang ... 30

Pembuatan Arang Aktif ... 32

Karakterisasi Pola struktur Arang ... 33

Karakterisasi Struktur Arang Aktif ... 35

Peningkatan Mutu Arang Aktif ... 35

Aplikasi Arang Aktif ... 35

Diagram Alir Penelitian ... 36

Prosedur Penetapan Mutu Arang Aktif ... 38

Analisis Kualitas Air ... 46

(11)

EFEKTIVITAS ARANG AKTIF

SEBAGAI ADSORBEN PADA PENGOLAHAN

AIR LIMBAH

ALFI RUMIDATUL

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Efektivitas Arang aktif sebagai Adsorben Pada Pengolahan Air Limbah adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, September 2006

Alfi Rumidatul

(13)

ABSTRAK

ALFI RUMIDATUL. Efektivitas Arang Aktif Sebagai Adsorben pada Pengolahan Air Limbah. Dibimbing oleh KURNIA SOFYAN sebagai ketua dan GUSTAN PARI sebagai anggota.

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mencari kondisi yang optimum dalam pembuatan arang aktif dengan retort kapasitas 100 kg dan mengaplikasikan arang aktif yang mempunyai kualitas terbaik sebagai adsorben pada pengolahan air limbah. Bahan baku yang digunakan adalah serbuk gergaji, kayu Mangium (Acacia mangium) dan tempurung kelapa (Coconus nucifera). Kondisi proses aktivasi arang adalah suhu aktivasi 700 ºC, waktu steam 1, 2 dan 3 jam serta tanpa steam sebagai kontrol. Peningkatan mutu arang aktif dilakukan dengan menggunakan larutan H3PO4 5 %. Pengkajian perubahan pola struktur

dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer infra merah, difraksi sinar –X dan mikroskop elektron.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas arang aktif terbaik diperoleh dari kayu Mangium (Acacia mangium) yang direndam dengan H3PO4 5 % tanpa

diaktivasi dengan uap H2O yang menghasilkan rendemen 40,54 %; kadar air 5,25

%; kadar abu 2,31 %; kadar zat terbang 7,01 %; dan kadar karbon terikat 90,69 %.

Sifat lainnya yaitu daya serap iod 657,20 mg/g; metanol 7,13 %; CCl4 8,39 %;

CHCl3 13,24 %; formaldehida 6,57 % dan benzene 7,13 %. Derajat kristalinitas

58,23 %; tinggi lapisan aromatik (Lc) 4,02 nm; lebar lapisan aromatik (La) 4,22 nm; jumlah lapisan aromatik (N) 10,84 dan jarak lapisan aromatik (d) 0,21 nm serta diameter pori 0,14 – 0,35 µm.

(14)

Committee Chairman, and GUSTAN PARI as the Committee Member.

The main purpose of this research was to study the optimum condition for production activated charcoal in a retort with 100 kg capacity and to apply the best activated charcoal as adsorbent for wastewater treatment. The raw materials used in this research were wood sawdust, mangium wood (Acacia mangium) and coconut shell. The charcoal was activated using the condition : activating temperature at 700 ºC continued by steaming with H2O for 1, 2, 3 hours and

without steaming as a control. In Order to improve the qualities of the activated charcoal, further activation was conducted using H3PO4 solution at 5 %

concentration. The possible changes in structure were evaluated using Infrared Spectrophotometry, X-ray Difraction and Scanning Electron Microscope.

The results showed that the best quality of activated charcoal was achieved by Acacia mangium by soaking in H3PO4 5 % solution without steaming. The

yield of activated charcoal was 40,54 %; moisture content 5,25 %; ash content 2,31 %; volatile matter 7,01 %; fixed carbon 90,69 %. Adsorptive capacity of iodine was 657,20 mg/g; metanol 7,13 %; CCl4 8,39 %; CHCl3 13,24 %;

formaldehida 6,57 % and benzene 7,13 %. Degree of crystalinity 58,23 %; height of aromatic layers (Lc) 4,02 nm; width of aromatic layers (La) 4,22 nm; number of aromatic layers (N) 10,84 and distance of aromatic layers (d) 0,21 nm with pore diameter of 0,14 – 0,35 µm.

(15)

©

Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006 Hak cipta dilindungi

(16)

ALFI RUMIDATUL

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Teknologi Hasil Hutan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(17)

Judul Tesis : Efektivitas Arang Aktif Sebagai Adsorben pada Pengolahan Air Limbah

Nama : Alfi Rumidatul NIM : E051030261

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Kurnia Sofyan Dr. Gustan Pari, MS, APU

Ketua Anggota

Diketahui,

Plh. Ketua Program Studi Ilmu Dekan Sekolah Pascasarjana Pengetahuan Kehutanan

Dr.Ir. Imam Wahyudi, MS Prof. Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(18)

akhirnya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ya ng berjudul “Efektivitas Arang Aktif Sebagai Adsorben pada Pengolahan Air Limbah” ini dapat diselesaikan antara lain berkat bantuan dan sumbangan pemikiran dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi- tingginya, khususnya kepada Prof. Dr. Ir. Kurnia Sofyan, selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Gustan Pari, MS, APU selaku anggota komisi pembimbing, serta teknisi Laboratorium Pengolahan Kimia Hasil Hutan dan Energi Biomassa. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada suami, anak-anakku, ibu serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga semua yang disajikan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan keilmuan khususnya di bidang Teknologi Hasil Hutan.

Bogor, September 2006

(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lamongan tanggal 21 november 1974 sebagai anak pertama dari 2 (dua) bersaudara dari pasangan M. Afandi (almarhum) dan Hj. Arumiyati.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Alun-alun II Lamongan tahun 1987, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 di Lamongan tahun 1990 dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 2 di Lamongan tahun 1993. Pada tahun 1993 penulis melanjutkan pendidikan tinggi Strata-1 (S1) di Jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Winaya Mukti Bandung dan lulus tahun 1998.

(20)

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 2

Perumusan dan Pemecahan Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 5

Hipotesis Penelitian ... 6

Manfaat Penelitian ... 6

Kerangka Pemikiran ... 6

TINJAUAN PUSTAKA ... 8

Pengertian Arang dan Arang Aktif ... 8

Pembuatan Arang Aktif ... 9

Sifat dan Struktur Arang Aktif ... 12

Adsorpsi ... 16

Kegunaan Arang Aktif ... 19

Pencemaran Air ... 21

Limbah ... 26

BAHAN DAN METOD E ... 29

Waktu dan Tempat Penelitian ... 29

Bahan dan Alat ... 29

Metode Penelitian ... 30

Pembuatan Arang ... 30

Pembuatan Arang Aktif ... 32

Karakterisasi Pola struktur Arang ... 33

Karakterisasi Struktur Arang Aktif ... 35

Peningkatan Mutu Arang Aktif ... 35

Aplikasi Arang Aktif ... 35

Diagram Alir Penelitian ... 36

Prosedur Penetapan Mutu Arang Aktif ... 38

Analisis Kualitas Air ... 46

(21)

Halaman

HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 48

Analisis Struktur ……… 48

Identifikasi Gugus Fungsi pada Serbuk Gergaji …………. 48

Identifikasi Gugus Fungsi pada Kayu Mangium ... 49

Identifikasi Gugus Fungsi pada Tempurung Kelapa ... 50

Identifikasi Pola Struktur Kristalit Serbuk Gergaji ... 52

Identifikasi Pola Struktur Kristalit Tempurung Kelapa ... 58

Identifikasi Pola Struktur Kristalit Kayu Mangium ... 59

Pengaruh Lama Aktivasi Terhadap Mutu Arang Aktif ... 61

Rendemen ... 61

Kadar Air ... 62

Kadar Zat Terbang ... 64

Kadar Abu ... 67

Kadar Karbon Terikat ... 69

Daya Serap Iodium ... 72

Daya Serap Metanol ... 75

Daya Serap CCl4 ... 77

Daya Serap CHCl3 ... 78

Daya Serap Formaldehida ... 80

Daya Serap Benzena ... 82

Peningkatan Mutu Arang Aktif ... 84

Identifikasi Gugus Fungsi Arang Aktif ... 85

Identifikasi Pola Struktur Kristalit Arang Aktif ... 86

Identifikasi Topografi Permukaan Pori Arang Aktif ... 87

Mutu Arang Aktif ... 87

Aplikasi Arang Aktif Sebagai Adsorben pada Air Limbah ... 90

Limbah Rumah Tangga ... 90

Limbah Rumah Sakit ... 93

Limbah Industri Pelapisan Nikel ... 96

SIMPULAN DAN SARAN ... 100

Simpulan ... 100

Saran ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 102

(22)

1. Penggunaan Arang Aktif dalam Industri 2. Beberapa Jenis Pencemar dan Sumbernya

3. Bilangan Gelombang Serapan IR Serbuk Gergaji 4. Bilangan Gelombang Serapan IR Kayu Mangium 5. Bilangan Gelombang Serapan IR Te mpurung Kelapa

6. Derajat Kristalin (X), Sudut Difraksi (?), Jarak antar Lapisan (d), tinggi (Lc) dan lebar (La) antar lapisan serta jumlah (N) lapisan aromatik serbuk gergaji

7. Derajat Kristalin (X), Sudut Difraksi (?), Jarak antar Lapisan (d), tinggi (Lc) dan lebar (La) antar lapisan serta jumlah (N) lapisan aromatik kayu Mangium

8. Derajat Kristalin (X), Sudut Difraksi (?), Jarak antar Lapisan (d), tinggi (Lc) dan lebar (La) antar lapisan serta jumlah (N) lapisan aromatik tempurung kelapa

9. Identifikasi Pola Struktur Permukaan Pori Serbuk Gergaji 10. Identifikasi Pola Struktur Permukaan Pori tempurung kelapa 11. Identifikasi Pola Struktur Permukaan Pori Kayu Mangium 12. Rendemen Arang aktif Serbuk Gergaji, Acacia mangium dan Tempurung Kelapa pada Suhu 700 °C dengan Waktu Aktivasi 3 jam

13. Hasil Analisa Kadar Air (%) Arang Aktif

14. Hasil Analisa Kadar Zat Terbang (%) Arang Aktif 15. Hasil Analisa Kadar Abu (%) Arang Aktif

(23)

Halaman

18. Perbandingan Mutu Arang Aktif Acacia mangium yang Diaktivasi dengan H2O dan H3PO4 5 %

19. Perubahan Kualitas Limbah Rumah Tangga Sebelum dan Sesudah Perlakuan Arang Aktif

20. Perubahan Kualitas Limbah Rumah Sakit Sebelum dan Sesudah Perlakuan Arang Aktif

(24)

1. Kerangka Pemikiran

2. Pengaruh Ukuran Pori pada Penyerapan Fasa Cair 3. Kiln Drum Hasil Modifikasi

4. Kiln Semi Kontinyu Type P3THH

5. Retort untuk Aktivasi Arang Kapasitas 100 Kg (0,6 m3) 6. Skema Tinggi Lapisan (Lc), Jumlah Lapisan (N) dan Lebar Lapisan (La) Aromatik

7. Diagram Alir Penelitian

8. Spektrum Serapan IR Serbuk Gergaji Kayu Campuran (a) Bahan baku, (b) Arang dan (c) Arang Aktif

9. Spektrum Serapan IR Kayu Mangium (Acacia mangium) (a) Bahan baku, (b) Arang dan (c) Arang Aktif

10. Spektrum Serapan IR Tempurung Kelapa (Cocos nucifera) (a) Bahan baku, (b) Arang dan (c) Arang Aktif

11. Difraktogram XRD Serbuk Gergaji Kayu Campuran 12. Difraktogram XRD Kayu Mangium (Acacia mangium) 13. Difraktogram XRD Tempurung Kelapa (Cocos nucifera) 14. Topografi Permukaan (a) Bahan Baku, (b) Arang dan (c) Arang Aktif Serbuk Gergaji Kayu Campuran Dengan Pembesaran 2000 Kali

(25)

Halaman

16. Topografi Permukaan (a) Bahan Baku, (b) Arang dan (c) Arang Aktif Tempurung Kelapa (Cocos nucifera) Dengan Pembesaran 2000 Kali

17. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Air Arang Aktif 18. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Zat Terbang Arang Aktif

19. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Abu Arang Aktif 20. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Karbon Terikat Arang Aktif

21. Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Serap Iodium Arang Aktif

22. Histogram Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Serap Metanol

23. Histogram Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Serap CCl4

24. Histogram Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Serap CHCl3

25. Histogram Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Serap Formaldehida

26. Histogram Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Serap Benzen

27. Spektrum Serapan IR Arang Aktif Acacia mangium yang Diaktivasi dengan H3PO4 5 %

28. Difraktogram XRD Arang Aktif Acacia mangium yang Diaktivasi dengan H3PO4 5 %

29. Topografi Permukaan Arang Aktif yang Diaktivasi dengan H3PO4 5 %

(26)

Aktif 2 % dan (d) Perlakuan Arang Aktif 3 %

(27)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Rekapitulasi Data Mutu Arang dan Arang Aktif 2. Daya Serap Arang dan Arang Aktif terhadap Metanol 3. Daya Serap Arang dan Arang Aktif terhadap CCl4

4. Daya Serap Arang dan Arang Aktif terhadap CHCl3

5. Daya Serap Arang dan Arang Aktif terhadap Formaldehida

6. Daya Serap Arang dan Arang Aktif terhadap Benzen 7. Hasil Analisis Statistik untuk Kadar Air Arang Aktif 8. Hasil Analisis Statistik untuk Kadar Zat Terbang Arang Aktif

9. Hasil Analisis Statistik untuk Kadar AbuArang Aktif 10.Hasil Analisis Statistik untuk Kadar Karbon Terikat Arang Aktif

11.Hasil Analisis Statistik untuk Daya Serap Iodium Arang Aktif

(28)

Pada era industrialisasi di Indonesia, kebutuhan arang aktif semakin meningkat. Peningkatan tersebut disebabkan karena banyak industri yang dibangun, baik industri pangan maupun non pangan yang menggunakan arang aktif dalam proses produksinya. Sebagian besar kebutuhan arang aktif di Indonesia masih diimpor, karena mutu arang aktif domestik masih rendah. Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan industri arang aktif di Indonesia adalah proses pembuatan yang dapat menghasilkan arang aktif berkualitas tinggi.

Arang aktif dapat dibuat dari bahan yang mengandung karbon baik bahan organik maupun anorganik. Beberapa bahan baku yang digunakan antara lain kayu, tempurung kelapa, limbah batubara dan limbah pengolahan kayu maupun limbah pertanian seperti kulit buah kopi, sabut buah coklat, sekam padi, jerami, tongkol dan pelepah jagung. Bahkan dari bahan polimer seperti poliakrilonitril, rayon dan resin fenol (Asano et al. 1999).

(29)

2

efektif bila digunakan untuk menyerap senyawa yang berdiameter makropori, sehingga perlu dicari alternatif bahan baku lain seperti kayu.

Menurut Pari dan Hendra (2000), sekitar 300 industri penggergajian kayu dan 2.505 industri kecil membutuhkan log 15,6 juta m3 dan limbah yang dihasilkan sebanyak 7,8 juta m3 termasuk serbuk gergajian kayu 0,78 juta m3, belum lagi ditambah limbah pengolahan industri kayu hasil illegal logging. Dengan demikian akan terjadi penumpukan beribu-ribu meter kubik limbah yang jika tidak dimanfaatkan dengan baik, merupakan pemborosan terhadap kayu. Oleh karena itu mengingat potensi limbah penggergajian kayu cukup besar, maka salah satu alternatif adalah mengolah limbah tersebut menjadi arang aktif.

Perkembangan teknologi dan industri juga mendorong peluang yang cukup besar terhadap arang aktif karena arang aktif merupakan suatu produk yang dihasilkan dari modifikasi karbonisasi yang sudah lama dikenal sejak perang dunia kedua dan mempunyai banyak kegunaan. Diantaranya adalah untuk menyerap gas pada masker, filter pada rokok, penjernih air, industri makanan, industri kimia dan industri lainnya. Penggunaan arang aktif terus berkembang hingga digunakan untuk menyerap gas-gas organik dari polutan gas pada bahan bangunan seperti gas aldehida dan heksan yang dikeluarkan dari cat dan perekat, karena gas- gas tersebut dapat menyebabkan penyakit alergi, paru-paru dan gangguan pada pernafasan (Asano et al. 1999).

(30)

tersebut tidak dilakukan pengolahan maka akan menimbulkan pencemaran air yang menyebabkan penurunan kualitas air. Oleh karena itu maka air limbah tersebut harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan. Salah satu usaha untuk mengolah air limbah tersebut adalah menggunakan arang aktif yang dapat berfungsi sebagai adsorben bahan pencemar (polutan) yang terdapat pada air limbah.

Perumusan dan Pemecahan Masalah

Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta makhluk hidup yang lain.

(31)

4

Berdasarkan pertimbangan di atas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai kemampuan arang aktif untuk mengadsorpsi bahan pencemar (polutan) air limbah dengan menggunakan bahan baku kayu mangium (Acacia mangium

Willd) dengan pertimbangan antara lain di lapangan tersedia dalam jumlah yang banyak, pemanfaatannya belum maksimal dan untuk industri tertentu kebutuhan arang aktif dari kayu masih impor. Dalam penelitian ini juga digunakan serbuk gergaji kayu campuran karena harganya murah juga sekaligus dapat mengurangi dampak buruk ke lingkungan karena serbuk kayu gergajian merupakan limbah pada industri kayu. Disamping itu juga menggunakan bahan baku tempurung kelapa karena industri arang aktif di Indonesia bahan baku utamanya adalah tempurung kelapa.

Berbeda dengan pembuatan arang, pembuatan arang aktif belum dikenal baik oleh masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah proses aktivasi pada suhu tinggi dengan tujuan untuk menghilangkan tar, cairan destilat atau deposit yang menutupi pori-pori arang. Dengan cara ini luas permukaan pori menjadi lebih besar, sehingga dapat meningkatkan daya serap pori tersebut.

(32)

Penelitian pembuatan arang aktif skala laboratorium (retort kapasitas 500 gram) telah banyak dilakukan, diantaranya untuk mengetahui pengaruh penggunaan jenis bahan kimia, suhu aktivasi dan pengaruh penggunaan jenis kayu serta jenis lain. Sedangkan penelitian pembuatan arang aktif skala industri kecil (retort kapasitas 100 kg) belum pernah dilakukan, disamping itu juga belum diketahui komponen mana dari kayu yang berperan dalam pembentukan pori.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian secara lebih mendalam mengenai pembuatan arang aktif skala industri kecil (retort kapasitas 100 kg) dengan cara kombinasi fisika dan kimia yaitu menggunakan uap H2O dan H3PO4 5 %. Selanjutnya arang aktif yang diperoleh

diuji kemampuannya sebagai adsorben pada pengolahan air limbah.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui pola struktur dan karakter arang aktif dari bahan biomasa yang berbeda.

2. Mencari kondisi pembuatan arang aktif skala industri kecil (retort kapasitas 100 kg) yang optimum sebagai adsorben pada pengolahan air limbah.

3. Menguji tingkat efektivitas arang aktif yang dihasilkan sebagai adsorben pada pengolahan air limbah.

(33)

6

Hipotesis Penelitian

Hipotesis dari penelitian ini adalah :

1. Pola struktur arang aktif berbeda untuk setiap jenis bahan baku.

2. Terdapat pengaruh waktu aktivasi terhadap struktur dan kualitas arang aktif. 3. Arang aktif yang dibuat dari serbuk gergaji kayu campuran, kayu Acacia

mangium dan tempurung kelapa memiliki kemampuan sebagai adsorben pada pengolahan air limbah.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan arang aktif dalam skala industri kecil terutama dalam peningkatan mutu dan arang aktif yang dihasilkan dapat bermanfaat sebagai adsorben pada pengolahan air limbah.

Kerangka Pemikiran

(34)

Arang adalah suatu bahan padat yang berpori dan merupakan hasil pembakaran dari bahan yang mengandung karbon melalui proses pirolisis. Sebagian dari pori-porinya masih tertutup dengan hidrokarbon, ter dan senyawa organik lain. Komponennya terdiri dari karbon terikat (fixed carbon), abu, air, nitrogen dan sulfur (Djatmiko dkk, 1985).

Proses pirolisis terdiri dari dua tingkat yaitu pirolisis primer dan pirolisis sekunder. Pirolisis primer adalah proses pirolisis yang terjadi pada suhu 150 - 300°C (proses lambat) dan pada suhu 300 - 400°C (proses cepat). Hasil dari proses primer lambat adalah arang, H2O, CO dan CO2. Sedangkan hasil pirolisis

primer cepat adalah arang, gas, H2O dan uap. Pirolisis sekunder adalah proses

pirolisis yang terjadi pada gas-gas hasil dan terjadi pada suhu lebih dari 600°C dan hasil prosesnya adalah CO, H2 dan hidrokarbon. Umumnya proses pirolisis

sekunder ini digunakan untuk gasifikasi (Alvarez et al. 1998; Agustina, 2002 dalam Pari, 2004).

(35)

9

Roy (1993) mendefinisikan arang aktif adalah arang yang telah mengalami proses aktivasi untuk meningkatkan luas permukaan melalui pembukaan pori-pori sehingga daya adsorpsi dapat ditingkatkan. Definisi lain mengatakan arang aktif adalah arang yang sudah diaktifkan, sehingga pori-porinya terbuka dan permukaannya bertambah luas sekitar 300 sampai 2000 m2/g. Permukaan arang aktif yang semakin meluas ini menyebabkan daya adsorpsinya terhadap gas atau cairan makin tinggi (Kirk dan Othmer, 1964). Daya adsorpsi arang aktif yang tinggi disebabkan jumlah pori-pori yang besar (Lenntech, 2004).

Sedangkan menurut Sudrajat dan Salim (1994), arang aktif adalah arang yang konfigurasi atom karbonnya dibebaskan dari ikatan dengan unsur lain, serta rongga atau pori dibersihkan dari senyawa lain atau kotoran sehingga permukaan dan pusat aktif menjadi luas atau daya adsorpsi terhadap cairan dan gas akan meningkat.

Pembuatan Arang Aktif

Arang aktif dapat dibuat dari semua bahan yang mengandung karbon, baik organik maupun anorganik asal bahan tersebut memiliki struktur berpori (Sudrajat dan Salim, 1994). Arang aktif dapat dibuat dari arang biasa yang berasal dari tumbuhan, ataupun barang tambang. Bahan-bahan tersebut adalah berbagai jenis kayu, serbuk gergaji, sekam padi, dan batu bara (Pari, 1995).

(36)

meningkatkan porositas arang. Menurut Cheremisinoff dan Ellerbusch (1978) dalam Pari (1995), pada kedua proses tersebut terjadi tahap-tahap sebagai berikut :

1. Dehidrasi yaitu proses menghilangkan air

2. Karbonisasi yaitu proses penguraian selulosa organik menjadi unsur karbon, serta mengeluarkan senyawa-senyawa non karbon

3. Aktivasi yaitu proses pembentukan dan penyusunan karbon sehingga pori-pori menjadi lebih besar

Pada prinsipnya arang aktif dapat dibuat dengan dua cara, yaitu cara kimia dan cara fisika. Pada pembuatan arang aktif, mutu yang dihasilkan sangat tergantung dari bahan baku yang digunakan, bahan pengaktif, suhu dan cara pengaktifannya (Hartoyo et al. 1990).

1. Pembuatan Arang Aktif secara Kimia

Prinsipnya yaitu perendaman arang dengan senyawa kimia sebelum dipanaskan. Pada proses pengaktifan secara kimia, arang direndam dalam larutan pengaktifasi selama 24 jam lalu ditiriskan dan dipanaskan pada suhu 600 - 900°C selama 1 – 2 jam. Pada suhu tinggi ini bahan pengaktif akan masuk di antara sela-sela lapisan heksagonal dan sela-selanjutnya membuka permukaan yang tertutup. Bahan kimia yang dapat digunakan antara lain H3PO4, NH4Cl, AlCl3, HNO3,

KOH, NaOH, KMnO4, SO3, H2SO4 dan K2S (Kienle, 1986).

(37)

11

mengikat kembali sisa-sisa bahan kimia yang menempel pada permukaan arang dan kandungan abu yang terdapat dalam arang aktif. Hasil penelitian Botha (1992) dalam Pari (2004) yang membuat arang aktif dari batubara, lalu mengekstrak arang aktif tersebut dengan HCl 0,5 M menghasilkan arang aktif yang struktur mikroporinya lebih besar.

2. Pembuatan Arang Aktif secara Fisika

Prinsipnya adalah pemberian uap air atau gas CO2 kepada arang yang telah

dipanaskan. Arang yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam tungku aktivasi lalu dipanaskan pada suhu 800 - 1000°C. Selama pemanasan ke dalamnya dialirkan uap air atau gas CO2. Pada suhu dibawah 800°C, aksi oksidasi uap air

ataupun gas CO2 berlangsung sangat lambat, sedangkan pada suhu diatas 1000°C

akan menyebabkan kerusakan susunan kisi-kisi heksagonal. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

C + H2O CO + H2 ?H = + 117 kJ

C + 2H2O CO2 + 2H2 ?H = + 75 kJ

C + CO2 2CO ?H = + 157 kJ

Reaksi yang terjadi adalah endoterm, sehingga aktivasi yang terjadi menjadi kurang efektif akibat panas yang terbentuk menjadi berkurang. Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan membakar gas- gas yang terbentuk (Kienle, 1986).

CO + ½O2 CO2 ?H = -285 kJ

(38)

Selama pengaktifan dengan gas- gas pengoksidasi, lapisan- lapisan karbon kristalit yang tidak beratur akan mengalami pergeseran yang menyebabkan permukaan kristalit atau celah menjadi terbuka sehingga gas-gas pengaktif yang lembam dapat mendorong residu-residu hidrokarbon seperti senyawa ter, fenol, metanol dan senyawa lain yang menempel pada permukaan arang. Cara yang sangat efektif untuk mendesak residu-residu tersebut adalah dengan mengalirkan gas pengoksidasi pada permukaan materi karbon (Pari, 1996).

Sifat dan Struktur Arang Aktif

Arang aktif adalah padatan amorf yang mempunyai luas permukaan dan jumlah pori yang sangat banyak (Baker et al. 1997). Arang aktif berbentuk kristal mikro, karbon non grafit, yang pori-porinya telah mengalami proses pengembangan kemampuan untuk menjerap gas dan uap dari campuran gas dan zat-zat yang tidak terlarut atau terdispersi dalam cairan (Roy, 1985). Tiap-tiap kristal, biasanya terdiri dari 3 atau 4 lapisan atom karbon dengan sekitar 20 – 30 atom karbon heksagonal pada tiap lapisan (Jankowska et al. 1991).

Selanjutnya Hartoyo (1974) mengemukakan bahwa sifat fisik arang aktif dibagi dua macam :

(39)

13

digunakan. Arang aktif berbentuk amorf, yang terdiri dari unsur karbon. Karbon ini terdiri dari pelat-pelat dasar yang atom karbonnya terikat secara kovalen dalam suatu kisi heksago nal mirip dengan grafit. Pelat-pelat ini terkumpul satu sama lain membentuk kristal-kristal dengan susunan tidak beraturan dan jarak antar pelatnya acak.

Semua arang aktif memiliki struktur pori, biasanya dengan sejumlah hidrogen dan oksigen yang terikat secara kimia. Arang aktif biasanya mengandung ± 2 % mineral yang biasanya ditunjukkan oleh kadar abu atau residu pembakaran (Kienle dkk, 1996).

Penyelidikan dengan sinar-X menunjukkan bahwa arang aktif berbentuk kristal yang sangat kecil mirip dengan struktur grafit. Grafit terdiri dari sejumlah pelat yang tersusun secara paralel dan masing- masing pelat mempunyai sistem heksagonal dengan enam atom karbon. Daerah kristalin hanya pada ketebalan 0,7 sampai 1,1 nm, lebih kecil dibanding grafit yang teramati. Hal ini berarti bahwa tiap-tiap kristalin biasanya hanya tiga atau empat lapis atom dengan 20 sampai 30 karbon heksagon pada masing- masing lapisan (Kienle dkk, 1996).

(40)

1. Makropori

Makropori didefinisikan sebagai ukuran pori arang aktif yang mempunyai diameter lebih besar dari 250 A° dengan volume sebanyak 0,8 mL/g dan permukaan spesifik antara 0,5 – 2 m2/g.

2. Mesopori

Pori-pori arang aktif yang diameternya berkisar antara 50 – 250 A° dengan volume 0,1 mL/g dan permukaan spesifik antara 20 – 70 m2/g.

3. Mikropori

Pori arang aktif dengan ukuran diameter lebih kecil dari 50 A° dan terbagi atas tiga bagian yaitu :

a. Maksi mikropori

Maksi mikropori merupakan pori dengan diameter pori antara 25 – 50 A°, dapat digunakan untuk menyerap pigmen tanaman dan sangat baik untuk adsorpsi molase.

b. Mesi mikropori

Diameter pori dari mesi mikropori adalah antara 15 – 25 A°, yang sangat baik untuk menyerap zat warna terutama metilen biru.

c. Mini mikropori

Diameter pori mini mikropori lebih kecil dari 15 A°, dan dapat digunakan dengan baik untuk penyerapan yodium dan fenol.

(41)

15

daya serap arang aktif yang terjadi. Pori-pori dengan bentuk silinder lebih mudah tertutup yang menyebabkan tidak aktifnya bagian permukaan dari arang aktif tersebut. Bila arang aktif digunakan untuk penjernihan air, lebih banyak dibutuhkan pori-pori yang terbuka karena air sebagian besar mengandung macam- macam partikel. Pengaruh dari ukuran pori untuk penyerapan fasa cair dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini (Beukens et al. 1985).

Gambar 2. Pengaruh Ukuran Pori pada Penyerapan Fasa Cair

Keterangan : 1. Daerah yang memungkinkan pelarut dan bahan yang akan diserap dapat masuk.

2. Daerah yang memungkinkan pelarut dan bahan yang lebih kecil yang akan diserap dapat masuk.

(42)

Adsorpsi

Adsorpsi adalah suatu peristiwa fisik atau kimia pada permukaan yang dipengaruhi oleh suatu reaksi kimia antara adsorben dan adsorbat. Adsorben adalah padatan atau cairan yang mengadsorpsi sedang adsorbat adalah padatan, cairan atau gas yang diadsorpsi. Jadi proses adsorpsi dapat terjadi antara padatan dengan padatan, gas dengan padatan, gas dengan cairan dan cairan dengan padatan (Ketaren, 1986).

Sedangkan menurut Setyaningsih (1995), adsorpsi adalah proses terjadinya perpindahan massa adsorbat dari fasa gerak (fluida pembawa adsorbat) ke permukaan adsorben. Adsorpsi terjadi karena adanya gaya tarik menarik antara molekul adsorbat dengan tempat-tempat aktif di permukaan adsorben. Adsorpsi merupakan peristiwa terjadinya perubahan kepekatan dari molekul, ion atau atom antara permukaan dua fase.

Walstra (2003) mendefinisikan adsorpsi sebagai proses difusi suatu komponen pada suatu permukaan atau antar partikel. Komponen yang terserap disebut adsorbat dan bahan yang dapat menyerap disebut adsorben. Adsorben dapat berupa padatan atau cairan. Adsorbat terlarut dalam cairan atau berada dalam gas.

(43)

17

proses adsorpsi dapat menghilangkan warna (Kadirvelu et al. 2003) dan logam (Rossi et al. 2003).

Cheremisinoff dan Ellerbusch (1978) dalam Pari (1995) mengatakan bahwa ada dua metode adsorpsi yaitu adsorpsi secara fisik (physisorption) dan adsorpsi secara kimia (chemisorption). Adsorpsi secara fisik terjadi karena perbedaan energi atau gaya tarik menarik elektrik (gaya Van der Waals) sehingga molekul-molekul adsorbat secara fisik terikat pada molekul-molekul adsorben. Jenis adsorpsi ini umumnya adalah lapisan ganda (multi layer) dalam hal ini tiap lapisan molekul terbentuk di atas lapisan- lapisan yang proporsional dengan konsentrasi kontaminan. Makin besar konsentrasi kontaminan dalam suatu larutan maka makin banyak lapisan molekul yang terbentuk pada adsorben. Adsorpsi fisik ini bersifat dapat balik (reversible) yang berarti atom-atom atau ion- ion yang terikat dapat dilepaskan kembali dengan bantuan pelarut tertentu yang sesuai dengan sifat ion yang diikat. Sedangkan adsorpsi secara kimia, ikatan yang terjadi adalah ikatan kimia yang kuat dan bersifat tidak dapat balik (irreversible) karena pada pembentukannya diperlukan energi pengaktifan sehingga untuk melepaskannya diperlukan pula energi yang besarnya relatif sama dengan energi pembentukan.

(44)

dasar, yaitu : zat terjerap pada bagian luar, zat bergerak menuju pori-pori arang dan zat terjerap ke dinding bagian dalam dari arang.

Menurut Azah dan Rudyanto (1984) daya serap arang aktif dapat terjadi karena (1) adanya pori-pori mikro yang sangat banyak yang dapat menimbulkan gejala kapiler yang menyebabkan timbulnya daya serap (2) permukaan yang luas dari arang aktif (3) pada kondisi bervariasi hanya sebagian permukaan yang mempunyai daya serap, hal ini karena permukaan arang aktif bersifat heterogen, penyerapannya hanya terjadi peda permukaan yang aktif saja.

Suatu zat dapat digunakan sebagai adsorben untuk tujuan pemisahan bila mempunyai daya adsorpsi selektif, berpori (mempunyai luas permukaan per satuan massa yang besar) dan mempunyai daya ikat yang kuat terhadap zat yang hendak dipisahkan secara fisik maupun kimia (Setyaningsih, 1995).

Kirk dan Othmer (1957) dalam Pari (1995) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi arang aktif antara lain adalah :

1. Karakteristik fisis dan kimia adsorben, seperti luas permukaan, ukuran pori dan komposisi kimia permukaan arang aktif.

2. Karakteristik fisis dan kimia adsorbat, seperti ukuran molekul, kepolaran molekul dan komposisi kimianya.

3. Konsentrasi adsorbat dalam fasa cair.

4. Karakteristik fasa cair, yaitu pH dan temperatur. 5. Lamanya proses adsorpsi berlangsung.

(45)

19

aplikasi penghilangan satu jenis ion, arang aktif sering dipertanggungjawabkan mempunyai perilaku sebagai penukar kation. Dalam kasus ini, adsorpsi tergantung pada tekstur karbon, dan akan meningkat dengan meningkatnya pH, jumlah permukaan dan konsentrasi larutan.

Kegunaan Arang Aktif

Ada dua macam jenis arang aktif yang dibedakan menurut fungsinya (Setyaningsih, 1995) :

1. Arang penjerap gas (gas adsorbent carbon)

Jenis arang ini digunakan untuk menjerap kotoran berupa gas. Pori-pori yang terdapat pada arang jenis ini adalah mikropori yang menyebabkan molekul gas akan mampu melewatinya, tapi molekul dari cairan tidak bisa melewatinya. Karbon jenis ini dapat ditemui pada karbon tempurung kelapa.

2. Arang fasa cair (liquid-phase carbon)

Arang jenis ini digunakan untuk menjerap kotoran/zat yang tidak diinginkan dari cairan atau larutan. Jenis pori-pori dari karbon ini adalah makropori yang memungkinkan molekul besar untuk masuk. Arang jenis ini biasanya berasal dari batubara dan selulosa.

(46)

Sudrajat dan Salim (1994) mengemukakan bahwa arang aktif dapat memurnikan produk yang dihasilkan industri dan juga berguna untuk mendapatkan kembali zat-zat berharga dari campurannya serta sebagai obat.

Tabel 1. Penggunaan Arang Aktif dalam Industri

No. Tujuan Pemakaian

Untuk Gas

1. Pemurnian gas Desulfurisasi, menghilangkan gas beracun, bau busuk dan asap

2. Pengolahan LNG Desulfurisasi dan penyaringan berbagai bahan mentah serta reaksi

3. Katalistaor Katalisator reaksi/pengangkut vinil klorida dan vinil asetat

4. Lain-lain Menghilangkan bau pada kamar pendingin Untuk Cairan

1. Industri obat dan makanan Menyaring dan menghilangkan warna 2. Minuman ringan dan keras Menghilangkan warna dan bau

3. Kimia perminyakan Penyulingan bahan mentah, zat perantara

4. Pembersih air Menyaring/menghilangkan warna, bau zat pencemar dalam air, sebagai alat pelindung dan penukar resin dalam alat penyulingan air

5. Pembersih air buangan Mengatur dan membersihkan air buangan dari pencemar, warna, bau dan logam berat

6. Penambakan udang dan benur Pemurnian, penghilangan bau dan warna

7. Pelarut yang digunakan kembali Penarikan kembali berbagai pelarut, sisa metanol, etil asetat dan lain-lain

Lain-lain

1. Pengolahan pulp Pemurnian dan penghilangan bau 2. Pengolahan pupuk Pemurnian

3. Pengolahan emas Pemurnian 4. Penyaringan minyak makan dan

glukosa

Menghilangkan warna, bau dan rasa tidak enak

(Sumber : PDII LIPI, 2004)

Kemampuan arang aktif sebagai bahan penyerap tidak sama antara satu dengan yang lainnya, karena suatu penyerapan belum tentu baik untuk proses penyerapan lainnya. Perbedaan ukuran partikel pori dan tingkat aktivasi dapat mempengaruhi optimalisasi penggunaan arang aktif (Bikerman, 1958 dalam Pari, 2004).

(47)

21

fenol poliaromatik hidrokarbon, menyerap substansi halogenasi, bau, rasa, produk-produk fermentasi dan substansi non polar yang tidak larut dalam air (Lenntech, 2004). Kemampuan arang aktif sebagai adsorben terhadap ion logam telah dibuktikan antara lain oleh Kadirvelu et al. (2001) serta Kadirvelu dan Namasivayam (2003).

Kadirvelu et al. (2001) telah membuktikan kemampuan arang aktif sebagai adsorben terhadap logam Hg, Pb, Cd, Ni, Cu dalam limbah cair industri radiator, pelapisan nikel dan pelapisan tembaga. Kemampuan arang aktif sebagai penghilang logam tersebut dipengaruhi oleh pH dan konsentrasi karbon. Kenaikan kadar karbon menaikkan persen adsorpsi ion logam. Sedangkan Kadirvelu dan Namasivayam (2003) mempelajari proses adsorpsi logam Cd(II) menggunakan arang aktif dari limbah padat pertanian.

Dalam proses penjernihan air, arang aktif selain mengadsorpsi logam- logam seperti besi, tembaga, nikel, juga dapat menghilangkan bau, warna dan rasa yang terdapat dalam larutan atau buangan air. Karena arang aktif lebih bersifat non polar, maka komponen non polar dengan berat molekul tinggi (4 sampai 20 atom karbon) yang terdapat dalam air buangan pabrik dapat diadsorpsi oleh arang aktif (Buekens et al. 1985).

Pencemaran Air

(48)

berfungsi sesuai dengan peruntukannya (Peraturan Pemerintah, 2001). Pencemaran air diakibatkan oleh masuknya bahan pencemar (polutan) yang dapat berupa gas, bahan-bahan terlarut dan partikulat. Pencemar memasuki badan air dengan berbagai cara, misalnya melalui atmosfer, tanah, limpasan (run off) pertanian, limbah domestik dan perkotaan, pembuangan limbah industri dan lain-lain (Effendi, 2003).

Parameter kualitas air dibagi menjadi empat kelompok, yaitu (1) sifat fisik, (2) sifat kimiawi, (3) sifat mikrobiologis dan (4) sifat radioaktif. Parameter fisik antara lain warna, bau dan rasa, padatan tersuspensi, daya hantar listrik dan kecerahan. Parameter kimiawi air dibagi menjadi dua yaitu (a) organik dan (b) anorganik. Parameter bakteriologis mencakup bakteri koliform total, koliform tinja, patogen dan virus. Parameter radioaktivitas mencakup zarah beta, 90Sr dan

226

Ra (Daryanto, 1995) Sumber Pencemar

(49)

23

Davis dan Cornwell (1991) mengemukakan beberapa jenis pencemar dan sumbernya dalam Tabel 2.

Tabel 2. Beberapa Jenis Pencemar dan Sumbernya

Sumber Tertentu (Point Source)

Sumber Tak Tentu (Non Point Source)

1. Limbah yang dapat menurunkan kadar oksigen 7. Bahan organik yang toksik 8. Pencemaran panas

Sumber : Davis dan Cornwell, 1991

Bahan Pencemar (Polutan)

Bahan pencemar (polutan) adalah bahan-bahan yang bersifat asing bagi alam atau bahan yang berasal dari alam itu sendiri yang memasuki suatu tatanan ekosistem sehingga mengganggu peruntukan ekosistem tersebut. Berdasarkan cara masuknya ke dalam ke dalam lingkungan, polutan dikelompokkan menjadi dua, yaitu polutan alamiah dan polutan antropogenik. Polutan alamiah adalah polutan yang memasuki suatu lingkungan (misalnya badan air) secara alami, misalnya akibat letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir dan fenomena alam yang lain. Polutan yang memasuki suatu ekosistem secara alamiah sukar dikendalikan.

(50)

Berdasarkan sifat toksiknya, polutan/pencemar dibedakan menjadi dua (Jeffries dan Mills, 1996) :

1. Polutan tak toksik

Polutan tak toksik biasanya telah berada pada ekosistem secara alami. Sifat destruktif pencemar ini muncul apabila berada dalam jumlah yang berlebihan sehingga dapat mengganggu kesetimbangan ekosistem melalui perubahan proses fisika kimia perairan. Polutan tak toksik terdiri atas bahan-bahan tersuspensi dan nutrien.

2. Polutan toksik

Polutan toksik dapat mengakibatkan kematian (lethal) maupun bukan kematian (sub-lethal), misalnya terganggunya pertumbuhan, tingkah laku dan karakteristik morfologi berbagai organisme akuatik. Polutan toksik ini biasanya berupa bukan bahan alami, misalnya pestisida, detergen dan bahan artifisial lainnya. Mason (1993) mengelompokkan pencemar toksik menjadi lima yaitu : a. Logam (metals), meliputi : timbal, nikel, kadmium, zinc, copper dan merkuri b. Senyawa organik, meliputi pestisida organoklorin, herbisida, PCB, hidrokarbon

alifatik berklor, pelarut, surfaktan, hidrokarbon petroleum, aromatik polinuklir, dibenzodioksin berklor, senyawa organometalik, fenol dan formaldehida.

c. Gas, misalnya klorin dan amonia

(51)

25

Jenis-jenis Pencemar

Polutan yang memasuki perairan terdiri atas campuran berbagai jenis polutan. Jika di perairan terdapat lebih dari dua jenis polutan maka kombina si pengaruh yang ditimbulkan oleh beberapa jenis polutan tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga (Effendi, 2003) :

1. Additive : pengaruh yang ditimbulkan oleh beberapa jenis polutan merupakan penjumlahan dari pengaruh masing- masing polutan. Misalnya, pengaruh kombinasi zinc dan kadmium terhadap ikan.

2. Synergism : pengaruh yang ditimbulkan oleh beberapa jenis polutan lebih besar daripada penjumlahan pengaruh dari masing- masing polutan. Misalnya, pengaruh kombinasi copper dan klorin atau pengaruh kombinasi copper dan surfaktan.

3. Antagonism : pengaruh yang ditimbulkan oleh beberapa jenis polutan saling mengganggu sehingga pengaruh secara kumulatif lebih kecil atau kemungkinan hilang. Misalnya, pengaruh kombinasi kalsium dan timbal atau zinc atau aluminium.

(52)

masuk ke dalam air biasanya merupakan kombinasi dari beberapa jenis pencemar yang saling berinteraksi.

Limbah

Yang dimaksud dengan limbah atau benda/zat buangan yang kotor adalah benda/zat yang mengandung berbagai zat yang bersifat membahayakan kehidupan manusia atau hewan dan umumnya muncul karena hasil perbuatan manusia termasuk dari industrialisasi (Daryanto, 1995).

Sumber Air Limbah

Daryanto (1995) menyebutkan bahwa biasanya air limbah dapat diperoleh dari berbagai sumber, antara lain :

(1). Air limbah rumah tangga

Sumber utama air limbah rumah tangga dari masyarakat adalah berasal dari perumahan dan daerah perdagangan, sumber lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah daerah perkantoran atau lembaga serta fasilitas rekreasi. Air limbah rumah tangga dapat dibedakan atas air limbah rumah tangga dari :

- Daerah pemukiman penduduk

- Daerah perdagangan/pasar/tempat usaha/hotel dan lain- lain - Daerah kelembagaan (kantor-kantor pemerintahan dan swasta) - daerah rekreasi

(2). Air limbah industri

(53)

27

(3). Air limbah rembesan dan tambahan

Apabila turun hujan di suatu daerah, maka air yang turun secara cepat akan mengalir masuk ke dalam saluran pengering atau saluran air hujan. Apabila saluran ini tidak mampu menampungnya, maka limpahan air hujan akan digabung dengan saluran air limbah, dengan demikian akan merupakan tambahan yang sangat besar.

Karakteristik Air Limbah

Hindarko (2003) menyatakan bahwa melebihi suatu karakteristik tertentu, buangan air limbah ke sungai, danau, laut dan lain- lain, akan menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Oleh karena itu, pemerintah melalui Departemen Kesehatan telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) mengenai baku mutu air limbah yang dibuang ke badan air.

(54)

Selanjutnya menurut Hindarko (2003), karakteristik fisik air limbah meliputi jumlah zat padat terlarut, bau, suhu, berat jenis dan warna. Karakteristik kimiawi air limbah meliputi bahan organik dalam air limbah (protein, karbohidrat, lemak dan minyak, surfaktan, peptisida), senyawa anorganik dalam air limbah (pH, alkalinitas, klor, nitrogen, phospor, logam berat dan senyawa beracun). Sedangkan karakteristik biologis dari air limbah meliputi jamur, ganggang, organisme pathogenik.

Pengolahan Air Limbah

Pengolahan air limbah dapat dibedakan dalam tiga jenis yaitu secara fisika, kimia dan biologi. Ketiga jenis proses ini bertujuan mengubah sifat buangan kedalam bentuk yang lebih mudah diterima seperti sifat racun berkurang, konsentrasi lebih rendah, volume berkurang dan sebagainya (Daryanto, 1995).

Secara lebih spesifik, ketiga cara pengolahan air limbah adalah sebagai berikut :

1. Pengolahan secara fisika : pengayakan, pengendapan, penjernihan, pengadukan cepat, penyaringan, evaporasi dan destilasi, stripper dan proses osmosis

2. Pengolahan secara kimia : netralisasi, presipitasi, koagulasi dan flokulasi, oksidasi dan reduksi serta desinfeksi.

(55)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - April 2006 bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Energi Biomassa, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan

Bahan baku untuk arang yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk gergaji kayu campuran, kayu akasia (Acacia mangium Willd) dan tempurung kelapa (Coconus nucifera). Bahan kimia yang digunakan antara lain H3PO4,

yodium, Na2S2O3, larutan kanji, metanol, karbon tetraklorida (CCl4), kloroform

(CHCl3), formaldehida, benzena serta bahan untuk aplikasi adalah air limbah

industri pelapisan nikel, limbah rumah sakit dan limbah rumah tangga.

Alat

(56)

Metode Penelitian

Pembuatan Arang

1. Pembuatan Arang Kayu Mangium (Acacia mangium) dan Tempurung Kelapa (Coconus nucifera)

Kayu Mangium (Acacia mangium) dan tempurung kelapa (Coconus nucifera) diarangkan dalam kiln drum hasil modifikasi yang terbuat dari drum bekas pakai (Gambar 3). Kiln drum terdiri dari 4 bagian yaitu badan drum yang dibuka salah satu ujungnya, tutup kiln atas, cerobong asap dan lubang- lubang udara pada bagian bawah drum, lubang- lubang udara pada bagian bawah drum juga berfungsi sebagai tempat pembakaran pertama. Kayu Mangium (Acacia mangium) dipotong-potong dengan ukuran panjang maksimum 20 cm dan tempurung kelapa (Coconus nucifera) dimasukkan ke dalam kiln drum pada bagian atas dan ditata sedemikian rupa, kemudian dinyalakan dengan cara membakar bagian lubang udara dengan umpan bakar ranting- ranting kayu. Sesudah bahan baku menyala dan diperkirakan tidak akan padam maka kiln ditutup dan cerobong asap dipasang.

(57)

31

Gambar 3. Kiln Drum Hasil Modifikasi Spesifikasi :

1. Type : silinder

2. Tinggi kiln : 90 cm

3. Diameter : 55 cm

4. Tinggi cerobong : 40 cm 5. Diameter cerobong : 10 cm 6. Diameter lubang uadara : 2,5 cm

2. Pembuatan Arang dari Serbuk Gergaji Kayu Campuran

(58)

Gambar 4. Kiln Semi Kontinyu Type P3THH Spesifikasi :

1. Type : kubus (120 x 100 cm)

2. Tinggi pengarangan : 30 cm 3. Tinggi ruang pembakaran : 130 cm 4. Tinggi leher cerobong : 70 cm 5. Tinggi cerobong : 146 cm 6. Diameter cerobong : 50 cm

Pembuatan Arang Aktif

(59)

33

Gambar 5. Retort Untuk Aktivasi Arang Kapasitas 100 Kg (0,6 m3)

Karakterisasi Pola Struktur Arang

(60)

(d) dan jumlah lapisan (N) aromatik dilakukan menurut Kercher (2003) dalam Pari (2004) dengan perhitungan sebagai berikut :

Bagian kristalin x 100 % Derajat kristalinitas (X) =

Bagian kristalin + bagian amorf Jarak antar lapisan aromatik (d002): ? = 2 d sin ?

Tinggi lapisan aromatik (Lc) pada ? 24-25: Lc(002) = K ? / ß cos ?

Lebar lapisan aromatik (La) pada ? 43: La(100) = K ? / ß cos ?

Jumlah lapisan aromatik (N): N = Lc / d

? = 0,15406 nm (panjang gelombang dari radiasi sinar Cu) ß = intensitas ½ tinggi dan lebar intensitas difraksi (radian ?) K = tetapan untuk lembaran graphene (0,89)

? = sudut difraksi X = derajat kristalinitas

(61)

35

Karakterisasi Struktur Arang Aktif

Untuk membuat arang aktif, proses aktivasi dilakukan dengan cara mengalirkan uap H2O selama 1 jam, 2 jam dan 3 jam. Arang aktif yang dihasilkan

dikarakterisasi dengan menggunakan FTIR, XRD dan SEM. Selain itu dilakukan uji mutu terhadap arang aktif yang dihasilkan berdasarkan SNI (1995) yang meliputi penetapan rendemen, kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, kadar karbon, daya serap terhadap iodin, benzena, metanol, khloroform (CHCl3), karbon

tetraklorida (CCl4) dan formaldehida.

Peningkatan Mutu Arang Aktif

Untuk meningkatkan kualitas arang aktif, proses aktivasi dilakukan dengan cara kombinasi fisika dan kimia yaitu menggunakan larutan H3PO4 5 % pada

arang aktif yang memiliki daya serap terhadap iodin tertinggi, hasil dari uji kualitas arang aktif. Arang aktif yang dihasilkan dikarakterisasi dengan menggunakan FTIR, XRD dan SEM. Selain itu dilakukan uji mutu terhadap arang aktif yang dihasilkan berdasarkan SNI (1995) yang meliputi penetapan rendemen, kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, kadar karbon, daya serap terhadap iodin, benzena, metanol, khloroform (CHCl3), karbon tetraklorida (CCl4) dan

formaldehida.

Aplikasi Arang Aktif

(62)

sakit dan industri pelapisan nikel dengan cara mencampurkan arang aktif pada ketiga air limbah tersebut dengan konsentrasi masing- masing 0, 1, 2 dan 3 %.

Pengolahan terhadap air limbah ini dilakukan dengan cara menambahkan arang aktif masing- masing sebanyak 0, 1, 2 dan 3 gram ke dalam air limbah dengan volume 100 mL dalam gelas piala. Kemudian campuran tersebut diaduk sampai homogen dengan menggunakan shaker dan disaring. Air hasil saringan tersebut kemudian dianalisa kualitasnya.

Diagram Alir Penelitian

Kegiatan penelitian tersebut di atas dapat digambarkan pada diagram alir seperti tertera pada Gambar 7. Bahan baku serbuk gergaji kayu campuran, kayu

Acacia mangium dan tempurung kelapa diarangkan. Kemudian diuji pola strukturnya dengan FTIR, XRD dan SEM. Arang yang diperoleh kemudian dibuat arang aktif dengan menggunakan H2O sebagai aktivator dengan lama aktivasi 1, 2

dan 3 jam. Setelah dilakukan pengkajian dengan FTIR, XRD dan SEM akan didapatkan struktur dan mutu arang aktif yang terbaik. Apabila hasilnya belum memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI, 1995), maka dilakukan peningkatan mutu arang aktif dengan menggunakan larutan H3PO4 5 % sebagai aktivator.

(63)

38

Prosedur Penetapan Mutu Arang Aktif (SNI 1995)

Penetapan Rendemen

Arang aktif yang diperoleh terlebih dahulu dibersihkan, kemudian ditimbang. Perbandingan yang dihitung adalah perbandingan bobot bahan baku sebelum dan setelah melalui aktivasi.

Berat arang aktif

Rendemen (%) = x 100 % Berat bahan baku

Penetapan Kadar Air

Contoh sebanyak 2 gram (bobot kering udara) dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah diketahui bobot keringnya, kemudian dimasukkan ke dalam oven pada suhu 105 °C selama 3 jam. Setelah itu, didinginkan dalam eksikator dan selanjutnya ditimbang sampai bobotnya tetap.

Berat (sebelum – sesudah) dikeringkan

Kadar air (%) = x 100 % Berat sesudah dikeringkan

Penetapan Zat Mudah Menguap

Contoh kering sebanyak 2 gram dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah diketahui bobot keringnya. Kemudian contoh dipanaskan dalam tanur pada suhu 950°C selama 10 menit. Selanjutnya cawan didinginkan dalam desikator selama 1 jam dan ditimbang. Cawan ditutup serapat mungkin (bila perlu diikat dengan kawat) selama pemanasan dan hindari pembakaran contoh. Jika contoh terbakar maka pengerjaan diulang.

Berat contoh yang hilang

(64)

Penetapan Kadar Abu

Contoh sebanyak 2 gram dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah diketahui bobot keringnya, kemudian ditempatkan dalam tanur listrik pada suhu 750°C selama 6 jam. Setelah itu didinginkan dalam desikator selama satu jam dan selanjutnya ditimbang hingga bobotnya tetap.

Berat sisa contoh Kadar Abu (%) = x 100 % Berat contoh awal

Penetapan Kadar Karbon Terikat

Karbon dalam arang adalah zat yang terdapat pada fraksi padat hasil pirolisis selain abu (zat anorganik) dan zat- zat atsiri yang masih terdapat pada pori-pori arang. Definisi ini hanya berupa pendekatan.

Kadar Karbon Terikat (%) = 100 % - (kadar abu + kadar zat mudah menguap)

Penetapan Daya Serap terhadap Iodium

Contoh kering sebanyak 0,2 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Kemudian ditambahkan 25 mL larutan iodium 0.1 N dan dikocok selama 25 menit pada suhu kamar, larutan langsung disaring. Selanjutnya 10 mL contoh diambil dan dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0.1 N sampai didapatkan larutan berwarna

kuning muda lalu ditambahkan beberapa tetes larutan kanji 1% sebagai indikator. Kemudian titrasi dilakukan kembali sampai warna biru tepat hilang.

[10 – (mL x N Na2S2O3)] x 126.93 x fp

Daya Serap Iodium (mg/g) =

(65)

40

Pene tapan Daya Serap terhadap Gas

Satu gram contoh kering dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah diketahui bobot keringnya. Cawan yang berisi contoh tersebut kemudian dimasukkan ke dalam desikator yang telah dijenuhkan dengan uap benzena, metanol, kloroform, CCl4 dan formaldehida kemudian diinkubasi selama 24 jam

pada suhu 19 - 20°C agar tercapai kesetimbangan adsorpsi. Sebelum ditimbang contoh dibiarkan selama 5 menit untuk mengeluarkan uap yang menempel pada permukaan kaca cawan petri untuk mengurangi kesalahan positif.

Berat uap yang terserap Daya Serap Gas (%) = x 100 % Berat contoh awal

Prosedur Pe netapan Kualitas Air Limbah (Standard Methods for The Examination of Water and Wastewater/SMEWW, 1998)

Penetapan pH

Derajat keasaman (pH) diukur dengan menggunakan pH meter, dimana pH meter harus dikalibrasi terlebih dahulu sebelum digunakan. Pada pH meter dipasang elektroda gelas kemudian dicelupkan ke dalam larutan penyangga yang mendekati pH contoh. Selanjutnya bersihkan elektroda dengan air suling, kemudian celupkan ke dalam contoh yang akan diperiksa. Derajat keasaman (pH) dapat langsung dibaca dari skala atau digital alat pH meter.

Penetapan Biological Oxygen Demand (BOD)

(66)

berisi benda uji ke dalam lemari pengeram bersuhu 20 ºC selama 5 hari. Selanjutnya periksa kadar oksigen terlarut pada lima hari dan hitung BOD dengan rumus berikut :

(Xo – X5) – (Bo – B5) (1 – P)

BOD =

P Dimana :

Xo = oksigen terlarut sampel pada saat t = 0 (mg O2/L)

X5 = oksigen terlarut sampel pada saat t = 5 hari (mg O2/L)

Bo = oksigen terlarut blanko pada saat t = 0 (mg O2/L)

B5 = oksigen terlarut blanko pada saat t = 5 hari (mg O2/L)

P = pengenceran

Penetapan Chemical Oxygen Demand (COD)

Pipet 5 mL larutan campuran kalium dikromat merkuri sulfat dan masukkan ke dalam benda uji. Tambahkan 10 mL larutan campuran asam sulfat perak sulfat, aduk campuran di dalam tabung kemudian tutup. Ulangi cara tersebut terhadap 10 mL air suling untuk blanko. Kemudian masukkan ke dalam oven pada suhu 150 ºC selama 2 jam, lalu pindahkan campuran dari tabung ke dalam labu erlenmeyer 100 mL dan bilas dengan 10 mL air suling. Tambahkan 2 mL asam sulfat pekat, 3 tetes indikator feroin lalu titrasi dengan larutan fero amonium sulfat 0,0025 N sampai terjadi perubahan warna hijau menjadi merah coklat.

COD (mg O2/L) = { (A – B) x N x 800 } x p

Dimana :

A = mL larutan fero amonium sulfat untuk titrasi blanko B = mL larutan fero amonium sulfat untuk titrasi benda uji N = kenormalan larutan fero amonium sulfat

(67)

42

Penetapan Kadmium (Cd)

Kadmium ditentukan dengan mengukur 100 mL contoh yang telah diasamkan ke dalam gelas piala 125 mL, tambahkan 5 mL HCl pada tiap contoh. Panaskan contoh di atas penangas listrik dalam ruangan asam sampai isi larutan berkurang 15-20 mL. Kemudian dinginkan dan saring contoh dengan kertas saring ke dalam labu takar 100 mL, kemudian encerkan sampai tanda batas. Salurkan masing- masing contoh dan catat pembacaan instrumen spektrofotometer serapan atom pada 228,8 nm.

Cd (mg/L) = (1000 / volume contoh) x berat kadmium dalam contoh

Penetapan Kromium Total (Cr)

Kromium total ditentukan dengan mengukur 100 mL contoh yang telah diasamkan ke dalam gelas piala 125 mL, tambahkan 5 mL HCl pada tiap contoh. Panaskan contoh di atas penangas listrik dalam ruangan asam sampai isi larutan berkurang 15-20 mL. Kemudian dinginkan dan saring contoh dengan kertas saring. Pipet 10 mL contoh masukkan ke dalam 50 mL gelas piala dan tambahkan 1 mL 8-hydroxyquinoline. Salurkan masing- masing contoh dan tetapkan serapan spektrofotometer yang bekerja pada panjang gelombang 540 nm.

Penetapan Seng (Zn)

(68)

berkurang 15-20 mL. Kemudian dinginkan dan saring contoh dengan kertas saring. Salurkan HNO3 setiap kali penentuan antara contoh-contoh.

Penetapan Timbal (Pb)

Timbal ditentukan dengan mengukur 100 mL contoh yang telah diasamkan ke dalam gelas piala 125 mL, tambahkan 5 mL HCl pada tiap contoh. Panaskan contoh di atas penangas listrik dalam ruangan asam sampai isi larutan berkurang 15-20 mL. Kemudian dinginkan dan saring contoh dengan kertas saring ke dalam labu takar 100 mL dan cuci kertas saring 2 atau 3 kali dengan air kemudian encerkan sampai tanda batas. Salurkan HNO3 setiap kali penentuan antara

contoh-contoh dan catat pembacaan instrumen spektrofotometri serapan atom pada panjang gelombang 283 nm.

Penetapan Nikel (Ni)

Kocok contoh air sampai bercampur rata. Pipet 50 mL contoh air sampel masukkan ke dalam labu takar 100 mL. Tambah 10 mL larutan amonium sitrat, 5 mL larutan iodium dan 20 mL larutan amoniakal dimetilgiloksim. Encerken dengan air sampai tanda batas, kocok dan diamkan selama 10 menit. Pindahkan ke dalam kuvet pada alat spektrofotometer dan ukur serapan warna pada panjang gelombang 530 nm.

Penetapan Tembaga (Cu)

Kocok contoh air sampai bercampur rata. Pipet 100 mL contoh air sampel masukkan ke dalam corong pemisah 250 mL. Netralkan larutan contoh dengan penambahan HCl atau NH4OH. Kemudian tambahkan 5 mL larutan hidroksilamin

(69)

44

dalam kuvet dan tetapkan serapan spektrofotometer pada panjang gelombang 484 nm.

Penetapan Amoniak (NH3)

Dengan menggunakan pipet, pindahkan sampel sebesar 50 mL ke dalam labu takar 50 mL. Kemudian tambahkan 2 mL reagen Nessler ke dalam larutan tersebut. Kocoklah sampel dengan cara membalik-balik sampel ke dalam labu takarnya paling sedikit 6 kali. Biarkan reaksi berjalan paling cepat 10 menit. Dengan menggunakan spektrofotometer, ukurlah panjang gelombang standar pada 400-425 nm blanko.

Penetapan Phosphat (PO4)

Pipet 50 mL sampel tuang ke dalam erlenmeyer 250 mL dan tambah 1 tetes indikator fenolftalein. Kalau larutan berwarna merah, tambah larutan asam tetes demi tetes sampai warna merah tersebut hilang. Lalu tambah 1 mL lagi dari larutan asam tersebut, serta 0,4 g (NH4)2S2O8. Letakkan gelas erlenmeyer pada

penangas listrik selama 30 menit atau volume larutan berkurang menjadi kira-kira 10 mL. Dinginkan, lalu tambah air suling sampai volume menjadi kira-kira 30 mL, tambah 1 tetes indikator fenolftalein dan netralkan dengan NaOH 1 N sampai warnanya kemerah- meraha n.

Penetapan Total Suspended Solid (TSS)

(70)

aluminium sebagai penyangga. Lalu keringkan dalam oven selama 1 jam pada suhu 103 – 105 ºC, kemudian dinginkan dalam desikator. Selanjutnya lakukan penimbangan sampai diperoleh berat konstan.

(A – B) x 1000 TSS (mg/L) =

Volume contoh uji

dimana A = berat kertas saring + residu kering B = berat kertas saring

Penetapan Minyak dan Lemak

Pindahkan contoh uji ke corong pemisah, bilas botol contoh uji dengan 30 mL pelarut organik dan tambahkan pelarut pencuci. Kocok dengan kuat selama 2 menit. Biarkan lapisan memisah, keluarkan lapisan air. Keluarkan lapisan pelarut melalui corong yang telah dipasang kertas saring dan 10 g Na2SO4 anhidrat. Jika

tidak dapat diperoleh lapisan pelarut yang jernih dan terdapat emulsi lebih dari 5 mL, lakukan sentrifugasi selama 5 menit. Gabungkan lapisan air dan emulsi sisa atau padatan dalam corong pisah kemudian ekstraksi 2 kali dengan pelarut 30 mL tiap kalinya. Gabungkan ekstrak dalam labu destilasi dengan tambahan 10 – 20 mL pelarut. Destilasi pelarut dalam penangas air pada suhu 85 ºC, lalu dinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian timbang sampai diperoleh berat tetap.

(A – B) x 1000 Kadar minyak- lemak (mg/L) =

Volume contoh uji

(71)

46

Analisis Kualitas Limbah

Pemeriksaan kualitas air limbah dilakukan berdasarkan metode analisis yang telah baku pada Standard Methods for The Examination of Water and Wastewater (1998). Analisis dan pengukuran dilakukan di Laboratorium Air Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung.

Parameter yang dianalisa pada air limbah industri pelapisan nikel mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51/MENLH/1995 tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri meliputi Total Suspended Solid (TSS), kromium total, tembaga, seng, nikel, kadmium, timbal dan pH (Peraturan Perundang-undangan Kementerian Lingkungan Hidup, 2005).

Parameter yang dianalisa pada air limbah rumah sakit mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 58/MENLH/1995 tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan rumah sakit meliputi parameter kimia (pH, BOD5, COD, TSS, NH3 bebas, PO4) dan parameter mikrobiologik (MPN-kuman

golongan koli/100 mL) (Peraturan Perundang-undangan Kementerian Lingkungan Hidup, 2005).

(72)

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Untuk mengetahui pengaruh jenis bahan baku dan lama aktivasi terhadap mutu arang aktif dilakukan perhitungan statistik dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial yang dilanjutkan dengan uji sidik regresi serta uji Duncan. Model umum yang digunakan adalah (Sudjana, 1992) :

Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ijk + Sijk Dimana :

Yijk = Nilai respon yang diamati µ = Nilai rata-rata

Ai = Pengaruh bahan baku dari taraf ke- i Bj = Pengaruh waktu aktivasi dari taraf ke-j

ABijk = Pengaruh interaksi antara bahan baku taraf ke-i dengan waktu aktivasi taraf ke-j pada ulangan ke-k

Sijk = Pengaruh galat

Gambar

Gambar 2. Pengaruh Ukuran Pori pada Penyerapan Fasa Cair
Tabel 2. Beberapa Jenis Pencemar dan Sumbernya
Gambar 3. Kiln Drum Hasil Modifikasi
Gambar 4. Kiln Semi Kontinyu Type P3THH
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang sebelumnya juga dilakukan oleh Sitorus (2010) juga menyatakan hasil yang sama dimana dalam penelitiannya mengenai indikasi manajemen laba antara

HUMMER H2 Tahun 2008 Warna Hitam, Body Mulus, Terawat, Pajak Panjang, Siap Pakai.. W Hitam Mulus Mesin Halus

Hasil pengukuran IFT ini kemudian diplot dalam satu grafik untuk mendapatkan persamaan garis yang terbentuk dengan melihat koefisien korelasi (R) dari

Keterangan: PS = Propotional Shift DS = Differential Shift Hasil analisis PDRB dengan migas menunjukkan bahwa terdapat empat sektor yang masuk kedalam kuadran I,

Penjadwalan Gain Kendali Adaptif : Salah satu jenis sistem kendali adaptif, dimana gain dari sistem kendali berubah sesuai dengan jadwal atau kondisi yang telah ditetapkan

Tabel 4.10 Perhitungan HPP Nasi goreng strawberry Tabel 4.11 Perhitungan HPP Spagetty saus strawberry Tabel 4.12 Perhitungan HPP Salmon saus strawberry Tabel 4.13 Perhitungan

Hasil dan pembahasan proses pembuatan model animasi 3D dari gedung Fakultas Teknik Unsrat ini menjelaskan tentang proses produksi yaitu mulai dari memodelkan

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap keputusan pembelian properti residensial di perumahan Bukit Cimanggu City Kota