GAMBARAN STATUS NUTRISI PADA PASIEN KANKER DI POLI PENYAKIT DALAM DIVISI HEMATO-ONKOLOGI MEDIK RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PADA BULAN SEPTEMBER-NOVEMBER 2014
Oleh :
BUKHARI MUSLIM SIREGAR 110100187
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
GAMBARAN STATUS NUTRISI PADA PASIEN KANKER DI POLI PENYAKIT DALAM DIVISI HEMATO-ONKOLOGI MEDIK RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PADA BULAN SEPTEMBER-NOVEMBER 2014
KARYA TULIS ILMIAH Oleh :
BUKHARI MUSLIM SIREGAR NIM : 110100187
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
Gambaran Status Nutrisi pada Pasien Kanker di Poli Penyakit Dalam Divisi Hemato-Onkologi Medik RSUP H. Adam Malik pada Bulan
September – November 2014
Nama : BUKHARI MUSLIM SIREGAR NIM : 110100187
Pembimbing Penguji I
(dr.Savita Handayani, Sp.PD) (dr. Mutiara Indah Sari, M. Kes NIP. 196805291997032001 NIP. 197310152001122002
)
Penguji II
NIP. 197409132003122001 (dr. Sri Amelia, M.Kes)
Medan, 5 Januari 2015 Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
NIP. 195402201980111001
ABSTRAK
Nutrisi merupakan bagian yang penting pada penatalaksanaan kanker, baik pada pasien yang sedang menjalani terapi, pemulihan dari terapi, pada keadaan remisi maupun untuk mencegah kekambuhan. Status nutrisi pada pasien kanker diketahui berhubungan dengan respon terapi, prognosis dan kualitas hidup. Oleh karena itu, diperlukan gambaran status nutrisi pada pasien kanker dengan tepat agar membantu proses penatalaksanaan pasien kanker dengan tepat.
Penelitian ini menggunakan metode potong lintang (cross-sectional study) yang bersifat deskriptif. Penelitian ini dilakukan di Poli Penyakit Dalam divisi Hemato-Onkologi Medik RSUP H.Adam Malik Medan selama Bulan September-November 2014. Populasi terjangkau meliputi pasien kanker yang berobat reguler dari Bulan September-November 2014. Sampel diambil secara total sampling. Data penelitian ini merupakan data primer. Data diperoleh berdasarkan kuesioner
Subjective Global Assessment (SGA). Variabel meliputi riwayat fisik dan
pemeriksaan fisik. Riwayat fisik pasien didapat dengan cara melakukan wawancara langsung kepada pasien sesuai kuesioner SGA Sedangkan, pemeriksaan fisik didapat dengan melakukan pemeriksaan fisik langsung terhadap pasien sesuai kuesioner SGA. Kemudian, data dianalisis secara statistik dengan software SPSS statistic 17.0 .
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran status nutrisi pasien kanker di Poli Penyakit Dalam divisi Hemato-Onkologi Medik RSUP H.Adam Malik.
Usia rata-rata dari 94 pasien kanker yang ikut dalam penelitian ini adalah 49,30 (SD 10,771) tahun. Rata-rata indeks massa tubuh pasien adalah 19,333 (2,41863). Dari 94 sampel, didapat 10 orang (10,6%) dengan SGA A (nutrisi baik), 53 orang (56,4%) dengan SGA B (sedang/ curiga malnutrisi), & 31 orang (33%) dengan SGA C (nutrisi buruk). Prevalensi dari SGA C yang terdiagnosa oleh kuesioner SGA dikategorikan ke dalam kelompok seperti berikut: 30 pasien pada kelompok underweight dan 1 pasien pada kelompok normoweight.
Terdapat 31 orang di Poli Penyakit Dalam divisi Hemato-Onkologi Medik dengan status nutrisi SGA C, dimana distribusi nya lebih cenderung kepada penderita keganasan yang memiliki karakteristik usia lanjut dan indeks massa tubuh dibawah normal.
ABSTRACT
Nutrition is an important part in the management of cancer, both in patients who are undergoing treatment, recovery of therapy, the state of remission as well as to prevent recurrence. Nutritional status in cancer patients is known to be associated with response to therapy, prognosis and quality of life. Therefore, the necessary overview of nutritional status in patients with cancer correctly in order to help the process of proper management of patients with cancer.
This study is a cross-sectional (cross-sectional) descriptive study. This research was conducted in Poly of Internal Medicine at Division of Medical Hemato-Oncology RSUP H.Adam Malik Medan by September-November 2014. The affordable population includes regular treatment of cancer patients by September-November 2014. Samples were taken by total sampling. The data of this study is primary data. Data were obtained by Subjective Global Assessment (SGA) questionnaire. Variables include the physical history and physical examination. Physical history of the patient is obtained by interviewing the patient directly to the appropriate questionnaire SGA. Meanwhile, physical examination is obtained by direct physical examination of the patient as SGA questionnaire. Then, the data were statistically analyzed with SPSS statistical software 17.0.
This study aims to describe the nutritional status of cancer patients in Poly of Internal Medicine at Division of Medical Hemato-Oncology RSUP H.Adam Malik Medan.
The average of age of 94 patients with cancer who participated in this study was 49.30 (SD 10.771) years. The average of body mass index of patients was 19.333 (2.41863). Of the 94 samples, there are 10 persons (10.6%) with SGA A (good nutrition), 53 persons (56.4%) with SGA B (medium / suspicious malnutrition), and 31 (33%) with SGA C (poor nutrition). The prevalence of SGA C diagnosed by SGA questionnaire is categorized into the following groups: 30 patients in the underweight and 1 patient in normoweight.
There are 31 patients in Poly of Internal Medicine at Division of Medical Hemato-Oncology with nutritional status of SGA C, where its distribution is more likely to patients with malignancies that have the characteristics of advanced age and underweight body mass index.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
berkah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan KTI
(Karya Tulis Ilmiah) ini yang berjudul “Gambaran Status Nutrisi pada Pasien Kanker di Poli Penyakit Dalam Divisi Hemato-Onkologi Medik RSUP H. Adam Malik Medan pada Bulan September - November 2014”. Karya tulis ilmiah ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan untuk
memperoleh gelar Sarjana Kedoteran Universitas Sumatera Utara. Pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. dr. Gontar A Siregar, Sp. PD-KGEH selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
2. Dosen – dosen Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat / Ilmu Kedokteran
Komunitas (IKM / IKK ) Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3. Dr.Savita Handayani, Sp.PD selaku dosen pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan petunjuk, saran dan
bimbingan kepada penulis sehingga karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan.
4. Dr. Mutiara Indah Sari, M. Kes selaku dosen penguji I serta dr. Cut Aria Arina,
Sp.S selaku dosen penguji II yang telah bersedia menguji, memberikan
masukan, dan saran kepada penulis.
5. Kepada kedua orang tua penulis Bapak Ir. H. Amru Siregar, MT dan Ibu
Salmah yang telah banyak memberikan semangat dan motivasi dalam
menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
6. Komisi Etik dan Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara yang telah menyetujui pelaksanaan penelitian ini.
7. Bidang Penelitian dan Pengembangan Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam
Malik Medan yang telah memberikan izin melakukan penelitian.
8. Dr. Savita Handayani, Sp.PD selaku ketua departemen Penyakit Dalam divisi
9. Kepadan Teman – teman seperjuangan yang telah banyak memberika masukan
serta dukungan yang sangat membantu dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah
ini.
Demikian ucapan terima kasih ini disampaikan. Semoga Karya Tulis
Ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca dan penulis mengharapkan saran dan kritik
dari pembaca.
Medan, 12 Desember 2014
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN………... i
LEMBAR PENGESAHAN...………... ... ii
ABSTRAK ………... iii
ABSTRACT ………... iv
KATA PENGANTAR ………...………... v
DAFTAR ISI ………...……….………... vii
DAFTAR TABEL... ix
DAFTAR GAMBAR ...……….………... x
DAFTAR SINGKATAN………...……….………... xi
DAFTAR LAMPIRAN ………..………... xii
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1.Latar Belakang ... 1
1.2.Rumusan Masalah ... 3
1.3.Tujuan Penelitian ... 4
1.4.Manfaat Penelitian ... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………... 5
2.1. Definisi Kanker……….. 5
2.2. Etiologi Kanker ... 6
2.3. Penatalaksanaan Kanker serta Hubungannya dengan Asupan Nutrisi ……….. 7
a. Radioterapi ... 7
b. Kemoterapi ... 7
c. Pembedahan ... 8
2.4. Peran Nutrisi pada Penatalaksanaan Kanker ... 8
2.5. Malnutrisi pada Pasien Kanker ... 9
2.6. Anoreksia ... 10
2.7. Perubahan Metabolisme ... 11
a. Perubahan Metabolisme Karbohidrat ... 13
c. Perubahan Metabolisme Lemak ... 15
2.8. Terapi Nutrisi ... 16
2.8.1. Penilaian Status Nutrisi ... 17
2.9. Kebutuhan Nutrisi ... 18
2.10. Cara Pemberian Nutrisi ... 19
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 21
3.1. Kerangka Konsep Penelitian... 21
3.2. Defenisi Operasional... 21
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 24
4.1. Jenis Penelitian ... 24
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 24
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 24
4.3.1. Populasi Target ... 24
4.3.2. Populasi Terjangkau ... 24
4.3.3. Kriteria Inklusi ... 24
4.3.4. Kriteria Eksklusi ... 25
4.3.5. Subjek yang Diteliti ... 25
4.3.6. Besar Sampel ... 25
4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 25
4.5. Pengolahan dan Analisis Data ... 26
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 26
5.1. Hasil Penelitian ... 26
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 26
5.1.2. Karakteristik Individu dan Hasil ... 26
5.1.3. Tabel Tabulasi Silang ... 29
5.2. Pembahasan ... 32
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 34
DAFTAR PUSTAKA ... 35
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
2.1 Perbedaan antara gangguan metabolisme akibat starvasi & kaheksia kanker.11
2.2 Perubahan metabolisme pada pasien kanker………...15
3.1 Definisi Operasional ………...21
5.1 Distribusi frekuensi sampel menurut umur ……….………...27
5.2 Distribusi frekuensi sampel menurut jenis kelamin………28
5.3 Distribusi frekuensi sampel menurut IMT……….….…...……….28
5.4 Distribusi frekuensi sampel menurut SGA………..………29
5.5 Tabulasi silang kelompok umur dan SGA………...…29
5.6 Tabulasi silang jenis kelamin dan SGA………..………….30
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
2.1. Jaras ATP-ubiquitiin dependent……….15
DAFTAR SINGKATAN
BMI : Body Mass Index.
COP : Cardiac Output Pressure. CRP : C- Reactive Protein.
IL : Interleukin.
MEP : Malnutrisi Energi Protein.
NKF-K/DOQI : National Kidney Foundation’s Dialysis Outcomes Quality Initiative.
NHNES : the National Health a2nd Nutrition Examination Survey. PJK : Penyakit Jantung Koroner.
RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat.
SGA : Subjective Global Assessment. VCES : Volume Cairan Ekstraseluler.
VP : Volume Plasma.
LAMPIRAN
Nomor Judul
Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup Peneliti
Lampiran 2 Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian
Lampiran 3 Surat Persetujuan Menjadi Responden / Subjek
Penelitian
Lampiran 4 Formulir kuesioner SGA
Lampiran 5 Gambaran Karakteristik Subjek Penelitian
Lampiran 6 Output Komputerisasi Hasil Penelitian
Lampiran 7 Surat Izin Penelitian
Lampiran 8 Surat Persetujuan Komisi Etik Tentang Penelitian Bidang
ABSTRAK
Nutrisi merupakan bagian yang penting pada penatalaksanaan kanker, baik pada pasien yang sedang menjalani terapi, pemulihan dari terapi, pada keadaan remisi maupun untuk mencegah kekambuhan. Status nutrisi pada pasien kanker diketahui berhubungan dengan respon terapi, prognosis dan kualitas hidup. Oleh karena itu, diperlukan gambaran status nutrisi pada pasien kanker dengan tepat agar membantu proses penatalaksanaan pasien kanker dengan tepat.
Penelitian ini menggunakan metode potong lintang (cross-sectional study) yang bersifat deskriptif. Penelitian ini dilakukan di Poli Penyakit Dalam divisi Hemato-Onkologi Medik RSUP H.Adam Malik Medan selama Bulan September-November 2014. Populasi terjangkau meliputi pasien kanker yang berobat reguler dari Bulan September-November 2014. Sampel diambil secara total sampling. Data penelitian ini merupakan data primer. Data diperoleh berdasarkan kuesioner
Subjective Global Assessment (SGA). Variabel meliputi riwayat fisik dan
pemeriksaan fisik. Riwayat fisik pasien didapat dengan cara melakukan wawancara langsung kepada pasien sesuai kuesioner SGA Sedangkan, pemeriksaan fisik didapat dengan melakukan pemeriksaan fisik langsung terhadap pasien sesuai kuesioner SGA. Kemudian, data dianalisis secara statistik dengan software SPSS statistic 17.0 .
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran status nutrisi pasien kanker di Poli Penyakit Dalam divisi Hemato-Onkologi Medik RSUP H.Adam Malik.
Usia rata-rata dari 94 pasien kanker yang ikut dalam penelitian ini adalah 49,30 (SD 10,771) tahun. Rata-rata indeks massa tubuh pasien adalah 19,333 (2,41863). Dari 94 sampel, didapat 10 orang (10,6%) dengan SGA A (nutrisi baik), 53 orang (56,4%) dengan SGA B (sedang/ curiga malnutrisi), & 31 orang (33%) dengan SGA C (nutrisi buruk). Prevalensi dari SGA C yang terdiagnosa oleh kuesioner SGA dikategorikan ke dalam kelompok seperti berikut: 30 pasien pada kelompok underweight dan 1 pasien pada kelompok normoweight.
Terdapat 31 orang di Poli Penyakit Dalam divisi Hemato-Onkologi Medik dengan status nutrisi SGA C, dimana distribusi nya lebih cenderung kepada penderita keganasan yang memiliki karakteristik usia lanjut dan indeks massa tubuh dibawah normal.
ABSTRACT
Nutrition is an important part in the management of cancer, both in patients who are undergoing treatment, recovery of therapy, the state of remission as well as to prevent recurrence. Nutritional status in cancer patients is known to be associated with response to therapy, prognosis and quality of life. Therefore, the necessary overview of nutritional status in patients with cancer correctly in order to help the process of proper management of patients with cancer.
This study is a cross-sectional (cross-sectional) descriptive study. This research was conducted in Poly of Internal Medicine at Division of Medical Hemato-Oncology RSUP H.Adam Malik Medan by September-November 2014. The affordable population includes regular treatment of cancer patients by September-November 2014. Samples were taken by total sampling. The data of this study is primary data. Data were obtained by Subjective Global Assessment (SGA) questionnaire. Variables include the physical history and physical examination. Physical history of the patient is obtained by interviewing the patient directly to the appropriate questionnaire SGA. Meanwhile, physical examination is obtained by direct physical examination of the patient as SGA questionnaire. Then, the data were statistically analyzed with SPSS statistical software 17.0.
This study aims to describe the nutritional status of cancer patients in Poly of Internal Medicine at Division of Medical Hemato-Oncology RSUP H.Adam Malik Medan.
The average of age of 94 patients with cancer who participated in this study was 49.30 (SD 10.771) years. The average of body mass index of patients was 19.333 (2.41863). Of the 94 samples, there are 10 persons (10.6%) with SGA A (good nutrition), 53 persons (56.4%) with SGA B (medium / suspicious malnutrition), and 31 (33%) with SGA C (poor nutrition). The prevalence of SGA C diagnosed by SGA questionnaire is categorized into the following groups: 30 patients in the underweight and 1 patient in normoweight.
There are 31 patients in Poly of Internal Medicine at Division of Medical Hemato-Oncology with nutritional status of SGA C, where its distribution is more likely to patients with malignancies that have the characteristics of advanced age and underweight body mass index.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kanker adalah penyakit akibat pertumbuhan tidak normal dari sel-sel
jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Dalam perkembangannya, sel-sel
kanker ini dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya sehingga dapat menyebabkan
kematian (WHO,2014).
Kanker sering dikenal oleh masyarakat sebagai tumor, padahal tidak semua
tumor adalah kanker. Tumor adalah segala benjolan tidak normal atau abnormal.
Tumor dibagi dalam 2 golongan, yaitu tumor jinak dan tumor ganas. Kanker
adalah istilah umum untuk semua jenis tumor ganas (WHO,2014).
Kanker atau tumor ganas adalah pertumbuhan sel/jaringan yang tidak
terkendali, terus bertumbuh/bertambah, immortal (tidak dapat mati). Sel kanker
dapat menyusup ke jaringan sekitar dan dapat membentuk anak sebar (WHO
2014).
Kanker adalah penyebab kematian kedua di Amerika Serikat, mengikuti
penyakit jantung. Ada banyak penyebab kanker termasuk genetik dan
faktor-faktor lingkungan. Meskipun banyak diketahui mengenai pencegahan dan terapi
kanker, masih banyak pertanyaan yang belum terjawab (Peckenpaugh, 2005).
Akhir-akhir ini insiden kanker sebagai salah satu jenis penyakit tidak
menular semakin meningkat. Menurut WHO jumlah penderita kanker di dunia
setiap tahun bertambah sekitar 7 juta orang, dan dua per tiga diantaranya berada di
negara-negara yang sedang berkembang. Jika tidak dikendalikan, diperkirakan 26
juta orang akan menderita kanker dan 17 juta meninggal karena kanker pada tahun
2030. Ironisnya, kejadian ini akan terjadi lebih cepat di negara miskin dan
berkembang (WHO, 2007).
Di Indonesia, tiap tahun diperkirakan terdapat 100 penderita baru per
penderita kanker baru setiap tahunnya. Sejalan dengan itu, data empiris juga
menunjukkan bahwa kematian akibat kanker dari tahun ke tahun terus meningkat.
Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007, sekitar 5,7 % kematian semua umur
disebabkan oleh kanker ganas. Menurut Prof. Tjandra Yoga, di Indonesia
prevalensi tumor/kanker adalah 4,3 per 1000 penduduk. Kanker merupakan
penyebab kematian nomor 7 (5,7%) setelah stroke, TB, hipertensi, cedera,
perinatal, dan DM (WHO, 2007).
Angka kesembuhan secara keseluruhan pada pasien dengan keganasan
melebihi 70% dan diperkirakan mencapai 85% pada tahun 2010 di negara-negara
industri. Namun, 85% pada pasien yang berada pada negara-negara berkembang,
dimana akses untuk mendapatkan perawatan yang memadai sangat terbatas, status
kesehatan sering sekali dipengaruhi oleh penyakit-penyakit infeksi dan malnutrisi.
Selain dari faktor-faktor lain yang mempengaruhi (perbedaan definisi mengenai
status nutrisi, metode pengukuran status gizi yang bervariasi), dikatakan bahwa
prevalensi kejadian malnutrisi pada saat diagnosa mencapai 50% pada pasien
dengan keganasan di negara-negara berkembang (Harmoko,2010).
Nutrisi merupakan bagian yang penting pada penatalaksanaan kanker, baik
pada pasien yang sedang menjalani terapi, pemulihan dari terapi, pada keadaan
remisi maupun untuk mencegah kekambuhan. Status nutrisi pada pasien kanker
diketahui berhubungan dengan respon terapi, prognosis dan kualitas hidup.
Kurang lebih 30-87% pasien kanker mengalami malnutrisi sebelum menjalani
terapi. Insiden malnutrisi tersebut bervariasi tergantung pada asal kanker,
misalnya pada pasien dengan kanker pankreas dan gaster mengalami malnutrisi
sampai 85%, 66% pada kanker paru, dan 35% pada kanker payudara
(Sutandyo,2009).
Hariani (2006) dalam Triharini (2009) menjelaskan status nutrisi juga dapat
mempengaruhi hasil dari pengobatan kemoterapi. Penderita dengan malnutrisi
sering tidak dapat mentoleransi terapi termasuk kemoterapi dan lebih mempunyai
kecenderungan mengalami lebih banyak efek samping terhadap terapi kanker.
Triharini, (2009) tentang status nutrisi dan psikologis pada pasien kanker
gastrointestinal, didapatkan hasil bahwa status nutrisi yang buruk dan kecemasan
dapat mempengaruhi beratnya efek samping treatment kanker.
Penilaian status gizi pada pasien yang menderita keganasan sangat penting
untuk diidentifikasi sehingga dapat dilakukan penanganan malnutrisi dan juga
untuk memastikan penyediaan nutrisi yang tepat untuk meningkatkan
penyembuhan dan kesehatan jangka panjang pasien. Berat badan menjadi terlalu
rendah atau berlebih mempunyai hubungan dengan penanganan yang baik dan
mortalitas. Perubahan dalam metabolisme nutrisi dan komposisi tubuh pada
pasien yang mengalami keganasan terjadi sebagai hasil dari penyakit keganasan
itu sendiri dan terapi yang dilakukan (Harmoko,2010)..
Status gizi pasien yang menderita keganasan dapat mempengaruhi
perjalanan penyakit, efek dari pengobatan, kualitas hidup dan kelangsungan hidup
penderita sehingga pengetahuan mengenai status gizi pada pasien yang menderita
keganasan sangat penting untuk diketahui (Sutandyo,2009).
Menurut Ottery (1994) dalam J Bauer et,al.(2002) yang merupakan elemen
essensial dari sebuah program tatalaksana nutrisi untuk pasien kanker adalah
identifikasi dini terhadap pasien pada keadaan risiko tinggi untuk menentukan
tingkat defisit, intervensi nutrisi yang tepat. Pendekatan komprihensif terhadap
tatalaksana nutrisi dapat memberikan perbaikan dalam status nutrisi, kualitas
hidup, kepuasan pasien dan hasil terapi kanker.
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti status gizi pasien yang
menderita keganasan hematologi di Poli Penyakit Dalam divisi Hemato-Onkologi
Medik RSUP H. Adam Malik Medan. Sebagaimana juga diketahui bahwa RSUP
H. Adam Malik Medan merupakan rumah sakit rujukan utama di Provinsi
1.2. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas dapat disimpulkan satu pertanyaan pada
penelitian ini, yaitu: “ Bagaimanakah gambaran status nutrisi pada pasien kanker
di Poli Penyakit Dalam divisi Hemato-Onkologi Medik RSUP H. Adam Malik
pada Bulan September – November 2014 ? “
1.3.Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran status nutrisi
pasien kanker di poli Penyakit Dalam divisi Hemato-Onkologi Medik RSUP
H.Adam Malik pada Bulan September – November 2014.
1.4. Manfaat Penelitian
a) Bagi Rumah Sakit, hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pihak
manajemen rumah sakit untuk lebih memperhatikan status nutrisi pasien
dengan memberikan edukasi tentang nutrisi kepada pasien keganasan baik
rawat inap dan rawat jalan.
b) Bagi dokter, hasil penelitian ini memberikan gambaran status nutrisi pada
pasien keganasan, kemudian diharapkan agar dapat membantu penatalaksanaan
malnutrisi serta edukasi pada pasien .
c) Bagi masyarakat, hasil penelitian ini memberi informasi pada masyarakat
bahwa pola asupan nutrisi yang baik dapat membantu proses pengobatan dan
merupakan masalah kesehatan yang perlu dikonsultasikan dengan tenaga medis
agar mendapat penanganan yang tepat.
d) Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan untuk menjadi pembelajaran
mengenai gambaran status nutrisi pada pasien yang mengalami keganasan serta
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Kanker
Kanker adalah suatu ciri kelainan dari pertumbuhan tak terkontrol sel
normal tubuh dan penyebaran sel – sel abnormal yang berlanjut untuk membelah
terus-menerus sampai mereka membentuk massa jaringan yang dikenal dengan
istilah tumor. Sebuah tumor ganas mengganggu fungsi tubuh dan merebut paksa asupan makanan dan suplai darah dari sel-sel normal. Kanker berkembang di
berbagai macam tempat dan membutuhkan metode manajemen yang berbeda
pula. Oncology adalah studi dan sumber pengetahuan tentang tumor (Peckenpaugh, 2005).
Menurut Hanahan dan Weinberg dalam Bambang (2009) terdapat enam
perubahan fisiologik mendasar yang secara bersama-sama memungkinkan tumbuh
dan berkembangnya sel-sel ganas, perubahan-perubahan sebagai berikut :
a. Mandiri dalam hal sinyal-sinyal pertumbuhan.
b. Tidak sensitif terhadap sinyal-sinyal penghambat pertumbuhan
(anti-pertumbuhan).
c. Mampu menghindar dari apoptosis (programmed cell death).
d. Berkemampuan replikasi yang tak terbatas.
e. Kemampuan angiogenesis yang berkesinambungan.
f. Mampu menyusup ke jaringan lain dan bermetastasis.
Setiap perubahan fisiologik di atas tidak terdapat pada sel-sel asal sel-sel ganas
2.2. Etiologi Kanker
A. Aspek selular dan molekuler
1) Translokasi kromosom
Pewarisan bakat ganas ini, atau yang biasa disebut dengan istilah fenotip,
memberi petunjuk kuat pada kita bahwa kelainan mendasar sifat ganas ini berada
pada gen sel kanker tersebut. Berbagai kajian petanda genetik, seperti translokasi
9;22 yang menghasilkan kromosom Philadelphia pada leukimia
granulositik/mieloid kronik, menunjukkan bahwa sel-sel kanker ini berasal dari
satu sel yang kemudian membentuk satu klompok sel yang homogen, yang
disebut sebagai klon (clone).
2) Mutasi somatik proto-onkogen menjadi onkogen
Di samping sifat ganas yang berasal dari translokasi kromosom, sifat ganas
juga dapat berasal dari gen yang secara normal terdapat di dalam sel. Gen-gen
semacam ini disebut sebagai proto-onkogen, yang kemudian oleh karena mutasi
somatik berubah menjadi onkogen. Onkogen ini lah yang kemudian mengubah
perangai sel dari normal menjadi sel kanker. Contoh dari proto-onkogen ini adalah
H-ras (rat sarcoma-associated sequence, Harvey ) yang pertama kali ditemukan gen virus penyebab sarkoma pada tikus oleh Harvey.
3) Infeksi virus
Proses onkogenesis juga dapat terjadi oleh virus melalui beberapa cara,
tergantung jenis virusnya, transforming retroviruses, nontransforming retroviruses dan virus DNA. Transforming retrovirus menginsersi provirus pada sisi hulu suatu proto-onkogen sel pejamu. Dalam proses replikasi virus berikutnya
terjadi penggabungan proto-onkogen sel pejamu ke dalam genom virus.
Selanjutnya ekspresi proto-onkogen dikendalikan sepenuhnya oleh virus yang
infeksi nya bersifat menetap ini. Mekanisme onkogenesis non-transforming
retroviruses terjadi oleh karena virus-virus dalam kelompok ini menginsersi
provirus berdekatan dengan proto-onkogen sel pejamu dan provirus ini berperan
promoter dan enhancer berperan penting dalam proses transkripsi suatu gen. Onkogen pada virus DNA memang berasal dari virus itu sendiri, onkogen pada
virus ini memang dibutuhkan secara hakiki oleh virus ini untuk replikasi dan
mentransformasi sel pejamu. Virus DNA menghasilkan protein-protein yang dapat
memaksa sel pejamu memasuki fase S siklus sel (Karsono,2009).
B. Aspek gaya hidup
Menurut Bernard (2004) dalam Peckenpaugh (2005), berdasarkan pada bukti
epidemiologi, penelitian hewan, dan beberapa bukti dengan manusia, beberapa
faktor sangat kuat hubungannya terhadap risiko kanker.:
(1) Merokok
(2) Jarang berolahraga
(3) Makanan tinggi lemak
(4) Makanan mengandung gula
Faktor ini mempengaruhi resistensi insulin dan menyebabkan hiperinsulinemia
yang akhirnya menyebabkan stimulasi pada pertumbuhan sel tumor.
2.3. Penatalaksanaan Kanker serta Hubungannya dengan Asupan Nutrisi
A. Radioterapi
Pada umumnya, pelaksanaan radioterapi terdiri dari lima kali terapi per
minggu dalam waktu enam minggu. Masalah nutrisi dapat timbul tergantung pada
lokasi dan ukuran lokasi terapi. Radiasi pada area kepala dan leher, khususnya
pada lidah, palatum, dan nasofaring, menyebabkan banyak masalah nutrisi. Reaksi
berupa sensasi terbakar pada tenggorokan, hilangnya selera makan, perubahan
rasa dan sakit pada mulut (Thomas,1988).
B. Kemoterapi
Sejumlah obat yang digunakan tunggal atau dalam kombinasi pada
beberapa obat yang diberikan sepanjang satu periode pekan. Mual dan muntah
adalah efek samping pada umumnya yang mempangaruhi kemampuan pasien
untuk makan. Bergantung pada dosis dan durasi terapi, efek samping lainnya
dapat terjadi seperti perubahan rasa , mulut kering, stomatitis, mucositis,
oesophagitis, dan malabsorbsi. Dampak dari ini semua sangat mempengaruhi
asupan makanan pasien kanker (Adiwijono,2009).
C. Pembedahan
Seperti halnya efek metabolik umumnya pada pembedahan, pasien yang
mengalami bedah untuk tatalaksan kanker memiliki masalah nutrisi yang jauh
lebih spesifik (Thomas,1988).
1. Pengangkatan secara bedah dari pada tumor dapat sering melibatkan
pengangkatan sejumlah jaringan jaringan sekitar untuk menurunkan
kemungkinan penyebaran keganasan. Pembedahan umum pada area
manapun pada saluran pencernaan akan menyebabkan masalah pada
kemampuan pasien untuk makan dan bisa menjadi malabsorpsi.
2. Pengangkatan bedah pada tumor kepala dan leher dapat menyebabkan
pemberian makan secara enteral dalam jangka waktu yang lama dan
kemungkinan hanya menerima makanan yang cair selamanya.
3. Oseofagektomi, gastrectomi total maupun parsial dapat masalah tertentu
2.4. Peran Nutrisi pada Penatalaksanan Kanker
Nutrisi merupakan bagian yang penting pada pelaksanaan kanker, baik pada
pasien yang sedang menjalani terapi, pemulihan dari terapi, pada keadaan remisi
maupun untuk mencegah kekambuhan. Status nutrisi pada pasien kanker diketahui
berhubungan dengan respon terapi, prognosis dan kualitas hidup. Kurang lebih
30-87% pasien kanker mengalami malnutrisi sebelum menjalani terapi. Insiden
malnutrisi tersebut bervariasi tergantung pada asal kanker, misalnya pada pasien
dengan kanker pankreas dan gaster mengalami malnutrisi sampai 85%, 66% pada
kanker paru, dan 35% pada kanker payudara (Reksodiputro,2009).
Pasien kanker mempunyai risiko yang tinggi mengalami malnutrisi yang
dikenal sebagai kaheksia . Kaheksia kanker merupakan masalah klinik yang
paling sering dijumpai terutama pada pasien kanker stadium lanjut, dan memberi
dampak negatif terhadap prognosis. Malnutrisi pada pasien kanker bukan hanya
disebabkan oleh penurunan asupan makanan saja tetapi juga karena tidak adanya
respons adaptasi terhadap starvasi seperti pada orang normal, sehingga terjadi
perubahan metabolisme (Reksodiputro,2009).
Penyebab kaheksia kanker belum dapat dipastikan, diperkirakan
multifaktorial. Di samping anoreksia, peningkatan keluaran energi, perubahan
metabolisme, jenis dan lokasi tumor yang mengganggu saluran pencernaan dan
jenis terapi kanker diperkirakan mempunyai peran dalam terjadinya kaheksia
kanker. Selain itu saat ini telah ditemukan adanya peranan berbagai sitokin
terhadap kejadian anoreksia dan berbagai gangguan metabolisme yang kemudian
mendasari kejadian kaheksia kanker (Harsal,2009).
Malnutrisi pada pasien kanker juga merupakan yang berpengaruh pada
keberhasilan terapi medik termasuk radiasi dan kemoterapi. Selain mempengaruhi
hasil pengobatan, malnutrisi atau kaheksia tidak jarang menyebabkan kematian.
Asupan nutrisi yang adekuat pada pasien kanker sulit dicapai, oleh karena itu
terapi nutrisi yang adekuat baik jumlah, komposisi maupun cara pemberian yang
2.5. MALNUTRISI PADA PASIEN KANKER
Malnutrisi pada pasien kanker atau kaheksia kanker merupakan sindrom
yang ditandai dengan penurunan berat badan, anoreksia, asthenia, dan anemia.
Berbagai faktor malnutrisi kanker yang dikenal sebagai kaheksia telah lama
dilaporkan, namun belum dapat dipastikan dan diduga penyebabnya multifaktorial
yaitu menurunnya asupan nutrisi dan perubahan metabolisme di dalam tubuh.
Menurunnya asupan nutrisi terjadi akibat menurunnya asupan makanan per oral
(karena anoreksia, mual muntah, perubahan persepsi rasa dan bau), efek lokal dari
tumor (odinofagi, disfagi, obstruksi gaster/intestinal, malabsorbsi, early satiety),
faktor psikologis (depresi, ansietas), dan efek samping terapi (Gupta, Vashi,
Lammersfeld, Braun, 2011).
Dahulu, pandangan klasik menyatakan bahwa kaheksia kanker terjadi
akibat ketidakseimbangan energi, yaitu menurunnya asupan makanan dan
meningkatnya konsumsi energi. Namun kini pandangan yang lebih modern
menitikberatkan pada peran sitokin yang menyebabkan terjadinya anoreksia dan
perubahan metabolisme lemak, protein, dan karbohidrat. Sitokin yang berperan
dapat diproduksi dari tubuh (IL-1, IL-6, TNFα, IFNϒ) dan dapat berasal dari sel kanker (PIF/proteolysis-introducing factor, LMF /lipid mobilizing factor) (Gupta,
Vashi, Lammersfeld, Braun, 2011.
2.6. ANOREKSIA
Anoreksia adalah menurunnya keinginan untuk makanan dan merupakan
salah satu gejala paling sering pada kaheksia kanker. Penyebab dan mekanisme
anoreksia pada kanker sangat kompleks dan multifaktorial, bisa terjadi karena
perubahan rasa kecap yang menyebabkan pasien menolak makanan tertentu, stres
psikologis, efek samping, terapi kanker maupun terjadi karena peran sitokin dalam
regulasi makanan di hipotalamus melalui jaras anoreksigenik dan oroksigenik
yang melibatkan leptin dan neuropeptida Y (Gupta, Vashi, Lammersfeld, Braun,
Leptin adalah hormon yang disekresikan oleh jaringan adiposa yang
berperan menstimulasi respon starvasi. Jika kadar leptin di otak rendah, maka
akan meningkatkan aktivitas sinyal oroksigenik di hipotalamus yang akan
menstimulasi keinginan untuk makan dan mensupresi energy expenditure serta
menurunkan sinyal anoreksigenik. Sedangkan neuropeptida Y adalah peptida yang
paling poten dalam menstimulasi keinginan makan dan terkait dengan jaras
oroksigenik lainnya (seperti galanin, peptida opioid, melanin-concentrating
hormone/MCH, oreksin, dan agouti-related peptida/AGRP) (Gupta, Vashi,
Lammersfeld, Braun, 2011).
Pada kaheksia kanker, peran sitokin dapat menstimulasi jaras anoreksigenik
dalam jangka panjang. Interleukin-1, IL-6 dan TNFα dapat menstimulasi pelepasan leptin sehingga meningkatkan aktivitas jaras anoreksigenik. Selain itu
beberapa sitokin dapat menembus blood brain barrier dan menginhibisi pula jaras oroksigenik. Serotonin juga mempunyai efek dalam terjadinya anoreksia pada
kanker. Peningkatan level triptofan (prekursor serotonin) di plasma dan otak serta
peningkatan level triptofan (prekursor serotonin) di plasma dan otak serta
peningkatan IL-1 dapat meningkatkan aktivitas serotonergik (Gupta, Vashi,
Lammersfeld, Braun, 2011).
2.7. PERUBAHAN METABOLISME
Metabolisme berkaitan erat degan metabolisme karbohidrat, protein, dan
lemak. Pada pasien kanker metabolisme zat tersebut mengalami perubahan dan
berpengaruh pada terjadinya penurunan berat badan. Hipermetabolisme sering
terjadi pada pasien kanker, peningkatan metabolisme ini sampai 50% lebih tinggi
dibanding pasien bukan kanker. Tetapi peningkatan metabolisme tersebut tidak
terjadi pada semua pasien kanker. Beberapa penelitian melaporkan peningkatan
metabolisme ini berhubungan dengan penurunan status gizi dan jenis serta besar
tumor. Peningkatan metabolisme pada kanker kemungkinan akibat tubuh tidak
kecepatan metabolisme menurun selama starvasi sebagai proses adaptasi normal
tetapi pada pasien kanker proses tersebut tidak terjadi. Perbedaan antara gangguan
metabolisme akibat starvasi dan kaheksia kanker dapat di lihat pada Tabel 2.1.
Dalam perubahan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak pada pasien
kanker secara singkat dapat dilihat pada Tabel 2.2. (Sutandyo,2009).
Tabel 2.1. Perbedaan antara gangguan metabolisme akibat
starvasi dan kaheksia kanker(Sutandyo,2009)
Starvasi Kaheksia kanker
Metabolisme basal N/ N/ /
Peran mediator - +++
Ureagenesis hati + +++
Balans nitrogen negatif + +++
Glukoneogenesis + +++
Proteolisis
Sintesis protein hati
+
+
+++
Tabel 2.2. Perubahan metabolisme pada pasien kanker (Sutandyo,2009)
A. Perubahan Metabolisme Karbohidrat
Perubahan metabolisme karbohidrat yang sering terjadi adalah intoleransi
glukosa, diduga akibat dari peningkatan resistensi insulin dan pelepasan insulin
yang tidak adekuat. Peningkatan resistensi insulin sepertinya dimediasi oleh
sitokin seperti TNFα melalui fosforilasi reseptor insulin dan substrat reseptor
insulin serta menurunkan ekspresi transporter glukosa (GLUT-4). Gangguan
metabolisme karbohidrat yang lain yaitu terdapat peningkatan asam laktat. Sel
kanker sangat membutuhkan glukosa sebagi sumber energi. Berbeda dengan sel
normal, sel tumor mendapatkan energi dari metabolisme anaerob melalui siklus
kori dan asam laktat sebagai produk akhir. Siklus kori merupakan siklus tidak
efisien, karena untk sintesa 1 molekul glukosa dibutuhkan 6 molekul ATP, dan
hanya 2 moleku ATP yang dihasilkan (Sutandyo,2009).
Protein Karbohidrat Lemak
Turn over Intoleransi
Glukosa
Lipolisis
Sintesis di otot Resistensi
Insulin
Lipogenesis
Proteolisis di otot Gangguan
sekrei insulin
Hiperlipidemia
Sintesis di hati Produksi
glukosa
Asam lemak
bebas
Asam amino tidak normal Aktivitas
siklus kori
Aktivitas
lipoprotein
B. Perubahan Metabolisme Protein
Metabolisme protein pada pasien kanker yaitu terjadi peningkatan protein
turn-over, peningkatan sintesi protein di hati, penurunan sintesis protein di otot
skelet dan peningkatan pemecahan protein otot yang berakibat terjadinya wasting.
Deplesi massa otot skelet merupakan perubahan yang paling penting pada
kaheksia kanker. Massa otot dapat berkurang sekitar 75% ketika terjadi
kehilangan berat badan sebesar 30% dan keadaan tersebut sangat dekat dengan
kematian (Sutandyo,2009).
Degradasi protein pada otot akan melepaskan beberapa asam amino,
khususnya alanin dan glutamin. Glutamin merupakan asam amino yang paling
besar jumlahnya dan mempunyai beberapa fungsi. Salah satu fungsi penting
glutamin adalah dipergunakan sel untuk membelah diri. Sel tumor bnyak
mempergunakan glutamin dan berkompetisi dengan sel normal. Dari beberapa
penelitian pada kanker, terjadi penurunan glutamin baik pada sirkulasi maupun
pada otot. Penurunan glutamin akan mempengaruhi fungsi organ terutama
peningkatan permeabilitas di usus (Sutandyo,2009).
Mekanisme yang mendasari terjadinya degradasi protein ada 4 jaras yaitu
lisosomal, capases, ��2+ dependent, dan ATP-ubiquitin-dependent. Semua jaras
tersebut mungkin terlibat dalam patogenesis degradasi protein otot pada kakesia
kanker, namun jaras ATP-ubiquitin-dependent yang diketahui paling berperan.
Pada jaras ini, protein akan berikatan dengan sebuah protein kecil, ubiquitin, dan
terdegradasi di proteosom serta membutuhkan sedikitnya 6 ATP sebagai energi
Gambar 2.1. Jaras ATP-ubiquitin dependent (Sutandyo,2009).
C. Perubahan Metabolisme Lemak
Pada kaheksia kanker terjadi deplesi jaringan lemak paling besar yaitu sekitar
85% baik melalui peningkatan lipolisis atau penurunan lipogenesis. Perubahan
metabolisme lemak terjadi melalui peningkatan mobilisasi lipid, penurunan
lipogenesis, dan penurunan aktivitas lipoprotein lipase (LPL). Beberapa penelitian
menemukan adanya penurunan level LPL yang penting untuk sintesis trigliserid,
namun penelitian yang lain menemukan tidak ada perubahan pada total enzim
LPL. Pada penelitian selanjutnya menemukan adanya peningkatan relatif level
mRNA untuk hormone-sensitive lipase yang terlibat pada siklus kaskade lipolitik dependen AMP (Sutandyo,2009).
Pasien kanker mengalami turn-over gliserol dan asam lemak yang tinggi, dan
peningkatan mobilisasi lipid sering terjadi bahkan sebelum terjadi penurunan berat
badan. Terdapat bebrapa bukti bahwa peningkatan mobilisasi asam lemak
merupakan bagian dari peningkatan aktivitas reseptor adrenergik-β. Pasien kanker yang mengalami kehilangan berat badan juga mengalami peningkatan level
katekolamin di urin dan plasma, peningkatan denyut jantung dan penigkatan
Peran dari sitokin TNF-α, IL-6, IL-1α, IFN-ϒ adalah menghambat enzim LPL, sehingga lipogenesis juga terhambat. Beberapa penelitian juga menemukan
bahwa TNFα dapat secara langsung menstimulasi lipolisis dengan cara
mengaktivasi mitogen-activated protein kinase (MEK) dan extracellular
signal-releated kinase (ERK) serta dengan peningkatan AMP siklik intraselular.
Sedangkan LMF (lipid mobilizing factor) yang ditemukan pada urin penderita
kaheksia kanker, secara langsung menstimulasi lipolisis melaluti interaksi dengan
[image:31.595.162.471.325.553.2]adenilat siklase pada proses dependen GTP (Gambar 2.2.) (Sutandyo,2009).
Gambar 2.2. Proses sinstesis dan pemecahan lipid di jaringan lemak
2.8. TERAPI NUTRISI
Tujuan terapi nutrisi :
• Mempertahankan atau memperbaiki status gizi
• Mengurangi gejala sindrom kaheksia kanker
• Mencegah komplikasi lebih lanjut yaitu deplesi sistem imun, infeksi, atau sepsis akibat malnutrisi
• Mamanuhi kecukupan mikronutrien (Reksodiputro,2009).
2.8.1. Penilaian Status Nutrisi
Penilaian status nutrisi pada pasien kanker perlu dilakukan selain untuk
mengetahui status pasien juga agar intervensi nutrisi dapat diberikan secara
adekuat. Terdapat beberapa faktor penilaian nutrisi yang spesifik untuk pasien
kanker, yaitu kehilangan berat badan yang tidak dikehendaki (involutary weight
loss), perbandingan berat badan aktual dengan berat badan sebelum sakit atau
berat badan ideal, anoreksia dan asupan makanan, pengukuran antropometri,
biomarker biokimia dan seluler (Reksodiputro,2009).
A. Anamnesis
Kehilangan berat badan yang tidak dikehendaki merupakan indikator kunci
adanya malnutrisi pada pasien kanker. Laju kehilangan berat badan juga sangat
penting. Pasien harus selalu ditanyakan berat badannya biasanya sebelum sakit,
jika ditemukan adanya kehilangan berat badan yang tidak dikehendaki atau jika
ada penurunan nafsu makan dari biasanya. Jika terjadi kehilangan berat badan
lebih dari 5% dari berat badan biasanya (sebelum sakit) dalam 6 bulan, maka
harus selalu dicurigai adanya kaheksia terutama jika disertai dengan muscle
wasting. Sedangkan jika kehilangan berat badan yang tidak dikehendaki sebanyak
10% menunjukkan adanya malnutrisi berat dan sindrom kaheksia-anoreksia mulai
ditegakkan (Reksodiputro,2009).
Penilaian terhadap pola diet berupa asupan makanan dan minuman terakhir,
asupan sebelumnya, dan segala perubahan yang terjadi. Informasi ini bisa di
dan penurunan nafsu makan. Untuk mendapatkan data ini secara kuantitatif dapat
dengan cara menanyakan nafsu makan mereka berdasarkan skor 0-7 (0= tidak ada
nafsu makan, 1= nafsu makan sangat kecil, 2= nafsu makan kecil, 3= nafsu makan
cukup, 4= nafsu makan baik, 5= nafsu makan sangat baik, 6= nafsu makan luar
biasa, 7= selalu lapar) (Reksodiputro,2009).
B. Pemriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik secara umum dan pemeriksaan antropometri dilakukan
keseluruhan meliputi berat badan, tinggi badan, tebal lemak subkutis, wasting jaringan, edema atau asites, tanda-tanda defisiensi vitamin dan mineral, serta
status fungsional pasien. Harus diperhatikan apabila ditemukan adanya muscle
wasting dan hilangnya jaringan lemak merupakan tanda lanjut dari malnutrisi
(Reksodiputro,2009).
C. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium meliputi albumin, prealbumin, transferin, imbang
nitrogen 24 jam, kadar Fe, pemeriksaan sistem imun yaitu limfosit total, fungsi
hati dan ginjal, kadar elektrolit, dan mineral serum. Pemeriksaan C reactive
protein (CRP) serum sebagai data dasar dapat mengidentifikasikan pasien yang
mengalami penurunan status nutrisi. Hal ini berhubungan dengan adanya respon
inflamasi aktif dan dikenali sebagai prekursor kaheksia (Reksodiputro,2009).
2.9. KEBUTUHAN NUTRISI
Nutrisi yang diberikan harus berdasarkan kebutuhan nutrisi secara individual
baik jumlah maupun komposisinya. Kebutuhan nutrisi pasien kanker sangat
individual dan berubah-ubah dari waktu kewaktu selama perjalanan penyakit serta
tergantung dari terapi yang dijalankan (Peckenpaugh, 2005).
A. Kebutuhan Energi
Kebutuhan energi dapat ditentukan dengan menghitung keluaran energi basal
dimultiplikasikan dengan faktor aktivitas dan faktor stres. Secara umum
dianjurkan kebutuhan energi dan protein sama dengan stress sedang, untk tumor
solid sekitar 0-20%. Metode lain untuk menghitung energi dengan cara yang lebih
mudah dan praktis untuk digunakan diklinik adalah sebagai berikut: untuk
mempertahankan status gizi, asupan kalori dianjurkan25-35 kal/kgBB sedangkan
untuk menggantikan cadangan tubuh dianjurkan 40-50 kal/kgBB (Peckenpaugh,
2005).
B. Kebutuhan Protein
Sebagian besar pasien kanker mempunyai imbang nitrogen yang negative.
Oleh karena itu dukungan nutrisi harus dapat memenuhi kebutuhan sintesa protein
dan menurunkan degradasi protein. Kebutuhan protein untuk pasien kanker
dengan adanya peningkatan kebutuhan atau pasien dengan hipermetabolisme atau
wasting yang berat dianjurkan 1,5-2 gr/kgBB (Peckenpaugh, 2005). C. Kebutuhan Lemak
Sedangkan kebutuhan lemak dapat diberikan antara 30-50% dari kebutuhan
kalori total (Peckenpaugh, 2005).
2.10. CARA PEMBERIAN NUTRISI
Terapi nutrisi tergantung dari kondisi pasien, status nutrisi, dan lokasi
tiumor serta insikasi terapi untuk pasien. Strategi dukungan nutrisi tergantung dari
masalah nutrisi yang dihadapi dan derajat deplesi (Sutandyo,2009).
A. Nutrisi Oral
Bila memungkinkan nutrisi secara oral merupakan pilihan utama untuk
dukungan nutrisi. Namun pada pasien kanker yang mengalami anoreksia, mual
perubahan rasa kecap dan disfagia pemberian makanan per oral dapat menjadi
masalah dan perlu perhatian khusus. Sebagian besar pasien dapat mentoleransi
makanan pasien dianjurkan mengkonsumsi makanan atau minuman berkalori
tinggi. Pada pasien dengan gangguan menelan, makanan dapat diberikan dalam
bentuk lunak atau cair dengan suhu kamar atau dingin (Sutandyo,2009).
B. Nutrisi Enteral
Bila asupan nutrisi melalui oral tidak adekuat, maka pemberian nutrisi
dilakukan dengan cara lain. Pasien kanker dengan fungsi saluran cerna yang
masih baik, pemberian nutrisi enteral bisa melalui nasogastrik, lambung,
duodenum, atau jejunum teragantung lokasi kanker, dan pemberiannya dapat
dilakukan secara bolus, intermitten, atau kontinu. Nutrisi enteral berguna untuk
menormalkan fungsi usus, lebih murah, kurang invasive dan kurang risiko
dibanding parenteral (Sutandyo,2009).
C. Nutrisi Parenteral
Pemberian nutrisi parenteral pada pasien kanker memberikan risiko namun
pada keadaan tertentu cara pemberian nutrisi ini perlu dipertimbangkan. Nutrisi
parenteral dipertimbangkan bila fungsi saluran cerna tidak dapat digunakan atau
jika terapi nutrisi enteral tidak dapat mencapai nutrisi yang adekuat. Nutrisi
parenteral juga diperlukan untuk pasien yang tidak dapat mentolerir penggunaan
saluran cerna akibat mual, muntah, obstruksi dan malabsorpsi. Pasien kanker yang
mendapat nutrisi parenteral perlu dipantau dengan ketat untuk mencegah
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep dalam penelitian ini dijelaskan dalam skema berikut :
[image:36.595.100.549.305.725.2]3.2.Definisi Operasional
Tabel 3.1. Defenisi Operasional
VARIABEL ALAT UKUR CARA
UKUR
HASIL UKUR SKALA
UKUR Riwayat
Asupan Nutrisi
Kuesioner SGA Wawancara Kategori :
Nutrisi baik;
Malnutrisi ringan atau dicurigai malnutrisi; dan
Malnutrisi buruk.
Nominal
Pemeriksaan Fisik
Kuesioner SGA dan Alat Ukur Smic timbangan dan tinggi badan milik Poli PD HOM.
Pemeriksaan fisik
langsung
Nutrisi baik
Malnutrisi ringan
Malnutrisi sedang
Malnutrisi buruk
Nominal Riwayat Asupan Nutrisi
sesuai kuesioner SGA
Pemeriksaan Fisik sesuai kuesioner SGA
1. Subjective Global Assessment (SGA) merupakan alat bantu untuk menentukan status nutrisi pasien. Alat ini sudah banyak digunakan oleh para
ahli dan peneliti dalam hal menentukan gambaran status pada sebagian besar
pasien penderita penyakit kronis. SGA merupakan metode yang simpel untuk
menilai status nutrisi yang akan peneliti lakukan dengan cara wawancara
dengan pasien dan pemeriksaan fisik. Kemudian peneliti menetapkan pasien
tersebut ke dalam 3 kelompok antara lain:
a) SGA-A yang menyatakan status nutrisi pasien baik,
b) SGA-B yang menyatakan status nutrisi pasien sedang/ curiga mengalami
malnutrisi, dan
c) SGA-C yang menyatakan status nutrisi pasien buruk.
2. Riwayat fisik adalah riwayat dari segala hal yang mempengaruhi kecukupan
nutrisi pasien (perubahan berat badan, perubahan asupan makanan, gejala
gastrointestinal, kapasitas fungsional, penyakit dan hubungannya terhadap
kebutuhan asupan nutrisi diagnosis primer).
3. Pemeriksaan fisik adalah pengukuran ketebalan lemak subkutaneus, lapisan
otot, terdapat oedem dan ascites atau tidak.
Hasil pengukuran riwayat fisik dan pemeriksaan fisik akan diakumulasi dan
ditentukan klasifikasinya, berdasarkan 3 kelompok seperti berikut :
a) Nutrisi baik;
b) Sedang atau diduga malnutrisi; dan
c) Malnutrisi berat.
4. Pengkuran berat badan dan tinggi badan dilakukan untuk menghitung indeks
massa tubuh (IMT). IMT dikalkulasi dengan cara berat badan dibagi tinggi
badan kuadrat (kg/�2). Pengukuran ini dilakukan pada pasien sebelum
akan ditabulasi silang dengan SGA untuk melihat kelompok IMT manakah
yang lebih cenderung untuk mengalami malnutrisi.
[image:38.595.135.490.214.382.2]Klasifikasi kategori BMI sesuai rekomendasi WHO 2000:
Tabel 3.2. Kategori BMI Asia.
Kategori BMI (kg/m2) BMI Asia (kg/m2)
Underweight < 18,5 < 18,5
Normoweight 18,5-24,9 18,5 – 22,9
Overweight ≥ 25 ≥ 23
Pre-obese 25,0 - 29,9 23,0 - 24,9
Obese I 30,0 - 34,9 25,0 - 29,9
Obese II 35,0 - 39,9 ≥ 30
Obese III ≥ 40
5. Umur pada pasien keganasan dibagi dalam beberapa kelas dengan panjang
kelas 5 tahun. Umur pada sampel didapatkan dengan wawancara dan
kemudian dimasukkan sesuai kelompok umurnya. Kelompok umur tersebut
akan ditabulasi silang dengan SGA untuk melihat kelompok umur manakah
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode potong lintang (cross sectional study) yang bersifat deskriptif.
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Poli Penyakit Dalam divisi Hemato-Onkologi Medik
RSUP H. Adam Malik Medan karena merupakan rumah sakit rujukan di Sumatera
Utara. Penelitian ini dilakukan pada Bulan September – November 2014.
4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi target
Populasi target penelitian ini adalah pasien yang menjalani pengobatan kanker
reguler di Poli Penyakit Dalam divisi Hemato-Onkologi Medik RSUP H.
Adam Malik Medan.
4.3.2. Populasi terjangkau
Populasi terjangkau penelitian ini adalah pasien yang menjalani pengobatan
kanker reguler di Poli Penyakit Dalam divisi Hemato-Onkologi Medik RSUP
H. Adam Malik Medan dari bulan September – November 2014.
4.3.3. Kriteria inklusi
1. Pasien yang menjalani pengobatan kanker secara reguler di Poli Penyakit
Dalam divisi HOM.
3. Pasien setuju ikut dalam penelitian ini.
4.3.4. Kriteria eksklusi
1. Mengalami depresi berat.
2. Pasien menolak dilakukan wawancara dan pemeriksaan fisik.
4.3.5. Subjek yang diteliti
Semua populasi terjangkau yang masuk kriteria inklusi.
4.3.6. Besar sampel
Metode pengambilan sampel yang diambil adalah total sampling, sehingga jumlah minimal sampel yang diambil tidak bisa ditentukan.
4.4. Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer
adalah data penelitian yang didapatkan secara langsung dari pasien. Pada variabel
riwayat fisik, saya dapatkan dengan melakukan wawancara langsung kepada
pasien sesuai kuesioner. Sedangkan variable pemeriksaan fisik, saya dapatkan
dengan melakukan pemeriksaan fisik langsung sesuai kuesioner SGA.
4.5. Pengolahan dan Analisa Data
Data hasil penelitian akan dianalisis secara statistik dengan menggunakan
software SPSS Statistics 17.0 dengan membuat tabel distribusi frekuensi. Analisa data menggunakan analisis statistik deskriptif untuk melihat gambaran status gizi
pada pasien yang menjalani pengobatan reguler di RSUP. H. Adam Malik Medan
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Poli Penyakit Dalam divisi Hemato-Onkologi
Medik lantai 3 gedung RSUP H. Adam Malik Medan yang berada di jalan Bunga
Lau Nomor 17 Medan, Sumatera Utara.
5.1.2. Karakteristik Individu dan Hasil
Dalam penelitian ini, sampel yang didapat yaitu pasien penderita
keganasan solid dan liquid yang dirujuk ke Poli Penyakit Dalam divisi
Hemato-Onkologi Medik RSUP H. Adam Malik Medan pada Bulan September -
November 2014 yang berjumlah 94 orang. Dari keseluruhan sampel, gambaran
karakteristik sampel yang dapat diamati meliputi: umur, jenis kelamin, berat
badan, tinggi badan, dan indeks massa tubuh serta status nutrisi menurut
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Sampel menurut Umur
Umur (tahun) Frekuensi Persentase (%) Mean (SD) Modus
11-15 3 3.2
16-20 1 1.1
21-25 0 0
26-30 2 2.1
31-35 1 1.1
36-40
6 6.4 49.30 (10.771) 54
41-45 8 8.5
46-50 21 22.3
51-55 25 26.6
56-60 21 22.3
61-65
6 6.4
Total 94 100.0
Ditinjau dari segi umur, rata-rata umur sampel yang berjumlah 94 orang
adalah 49,30 tahun (SD 10.771), sedangkan modus atau data terbanyak dijumpai
pada sampel dengan rentang umur antara 51-55 (54) tahun yang berjumlah 25
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Sampel menurut Jenis Kelamin Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
Laki-laki 59 62.8
Perempuan 35 37.2
Total 94 100.0
Pada distribusi frekuensi menurut jenis kelamin, semua sampel yang
berjumlah 94 orang (100%) terbagi atas 59 orang (62,8%) sampel dengan jenis
kelamin laki-laki dan 35 orang (37.2%) sampel dengan jenis kelamin perempuan.
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Sampel menurut Indeks Massa Tubuh Indeks Massa Tubuh Frekuensi Persentase
(%)
Mean (SD) Modus
Underweight (<18,5) 38 40.4
Normoweight (18,5 – 22,9) 50 53.2
Preobese (23,0 – 24,9) 2 2.1 19.33(2.41) 18,93
Obese I (25,0 – 29,9) 3 3.2
Obese II (>30) 1 1,1
Total 94 100.0
Pada distribusi frekuensi menurut indeks massa tubuh, sampel dibagi
[image:43.595.101.517.417.587.2]Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Sampel menurut Subjective Global Assessment
Subjective Global Assessment Frekuensi Persentase (%)
SGA A (status nutrisi baik) 10 10.6
SGA B (status nutrisi sedang) 53 56.4
SGA C (status nutrisi buruk) 31 33.0
Total 94 100.0
Pada distribusi frekuensi menurut subjective global assessment, sampel
dibagi atas tiga kategori, antara lain : 10 orang (10,6%) dengan SGA A (status
nutrisi baik), 53 orang (56,4%) dengan SGA B (status nutrisi sedang/ curiga
malnutrisi), dan 31 orang (33,0%) dengan SGA C (status nutrisi buruk/
5.1.3. Tabel Tabulasi Silang
Tabel 5.5 Tabulasi silang antara kelompok umur dan status nutrisi berdasarkan Subjective Global Assessment
Range umur (tahun)
Subjective Global Assessment
Total
SGA A
(status
nutrisi
baik)
SGA B (status
nutrisi sedang/
curiga
malnutrisi)
SGA C (status
nutrisi buruk/
malnutrisi)
11-15 0(0%) 3(5,66%) 0(0%) 3(3,19%)
16-20 0(0%) 0(0%) 1(3,22%) 1(1,06%)
21-25 0(0%) 0(0%) 0(0%) 0(0%)
26-30 0(0%) 2(3,77%) 0(0%) 2(2,12%)
31-35 0(0%) 1(1,88%) 0(0%) 1(1,06%)
36-40 1(10%) 4(7,54%) 1(3,22%) 6(6,38%)
41-45 1(10%) 6(11,32%) 1(3,22%) 8(8,51%)
46-50 4(40%) 6(11,32%) 7(22,58%) 17(18,08%)
51-55 3(30%) 14(26,41%) 3(9,677%) 20(21,27%)
56-60 1(10%) 13(24,52%) 12(38,70%) 26(27,65%)
61-65 0(0%) 4(7,54%) 6(19,35%) 10(10,6%)
Total 10(100%) 53(100%) 31(100%) 94(100%)
Pada tabel tabulasi silang antara kelompok umur dan status nutrisi
berdasarkan Subjective Global Assessment diatas, didapatkan frekuensi terbanyak
untuk kategori SGA A sebanyak 4 orang pada kelompok 46-50 tahun, kategori
SGA B sebanyak 14 orang pada kelompok umur 51-55 tahun, dan kategori SGA
Tabel 5.6 Tabulasi silang antara jenis kelamin dan status nutrisi berdasarkan Subjective Global Assessment
Jenis Kelamin
Subjective Global Assessment
Total
SGA A
(status
nutrisi
baik)
SGA B (status
nutrisi sedang/
curiga
malnutrisi)
SGA C (status
nutrisi buruk/
malnutrisi)
Laki-laki 5(50%) 32(60,37%) 22(70,96%) 59(62,76%)
Perempuan 5(50%) 21(39,62%) 9(29,03%) 35(37,23%)
Total 10(100%) 53(56,4%) 31(33,0%) 94(100%)
Pada tabel tabulasi silang antara jenis kelamin dan status nutrisi
berdasarkan Subjective Global Assessment diatas, dari 59 sampel laki-laki didapatkan 5 sampel pada kategori SGA A, 32 sampel pada kategori SGA B, dan
22 sampel pada kategori SGA C, sedangkan dari 35 sampel perempuan
didapatkan 5 sampel pada kategori SGA A, 21 sampel pada kategori SGA B, dan
Tabel 5.7 Tabulasi silang antara indeks massa tubuh/ body mass index dan status nutrisi berdasarkan Subjective Global Assessment
Indeks massa tubuh (kg/��)
Subjective Global Assessment
Total
SGA A
(status nutrisi
baik)
SGA B (status
nutrisi sedang/
curiga
malnutrisi)
SGA C (status
nutrisi buruk/
malnutrisi)
Underweight 0 8(15,09%) 30(96,77%) 38(40,42%)
Normoweight 10(100%) 39(73,58%) 1(3,22%) 50(53,191%)
Preobese 0 2(3,77%) 0(0%) 2(2,127%)
Obese 1 0 3(5,66%) 0(0%) 3(3,191%)
Obese 2 0 1(1,88%) 0(0%) 1(1,06%)
10(100%) 53(100%) 31(100%) 94(100%)
Pada tabel tabulasi silang antara indeks massa tubuh dan status nutrisi
berdasarkan Subjective Global Assessment diatas, didapatkan frekuensi terbanyak untuk semua kategori SGA A dan SGA B terdapat pada kelompok normoweight, sedangkan pada kategori SGA C terdapat pada kelompok underweight. Dan jumlahnya masing – masing sebanyak SGA A berjumlah 10 orang, SGA B
5.2 Pembahasan
Subjective Global Assessment (SGA) merupakan suatu metode semi
kuantitatif untuk menentukan status nutrisi, SGA juga sering digunakan pada
pasien kanker baik untuk penelitian maupun untuk praktek klinis. Pada penelitian
ini, ditinjau dari kelompok umur pada tabel 5.1 didapatkan kelompok umur 51-55
tahun merupakan modus atau data terbanyak pada penelitian ini dengan jumlah 25
pasien dan mean untuk penelitian ini dengan rata-rata 49.30 (10.771). Pernyataan
ini kurang sesuai jika dibandingkan dengan penelitian Sanchez-Lara et al (2012) di Mexico yang menyatakan bahwa kelompok umur 56 – 65 tahun merupakan
kelompok umur yang merupakan media pada penelitian mereka dengan rata-rata
60,5 tahun (12,5). Ini kemungkinan dikarenakan perbedaan geografis, pola hidup,
dan pemahaman serta tingkat pengetahuan.
Pada tabel 5.2, sampel ditinjau berdasarkan jenis kelamin, didapatkan jenis
kelamin laki-laki merupakan modus pada penelitian ini sebanyak 59 orang
(62.8%) , pernyataan tersebut sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh van der
Meij et al (2011) di Amsterdam yang menyatakan bahwa 51% sampel merupakan laki-laki dalam penelitian mereka.
Pada tabel 5.3, sampel ditinjau berdasarkan indeks massa tubuh,
didapatkan modus atau data terbanyak dijumpai pada kelompok normoweight menurut BMI Asia dengan rata-rata 19.33 kg/ �2 (2.41863). Pernyataan ini
kurang sesuai jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya oleh Habibe Sahin
et al (2009) di Pakistan yang menyatakan bahwa modus atau data terbanyak
dijumpai pada kelompok pre-obese dengan rata-rata 24,24 kg/m² (0,63).
Pada tabel 5.5, sampel ditinjau dari kelompok umur tertentu yang dilihat
status nutrisinya berdasarkan SGA, didapatkan kelompok umur 51 - 60 tahun
merupakan modus untuk SGA B dan SGA C, ini mungkin dikarenakan kelompok
yang telah dikemukakan A. Vidal et al (2008) yang menyatakan makin meningkatnya umur, maka makin meningkat pula risiko terjadinya malnutrisi.
Pada tabel 5.6 didapatkan bahwa jenis kelamin laki laki lebih cenderung
untuk mengalami malnutrisi dibandingkan perempuan, pernyataan ini kurang
sesuai dengan yang telah dikemukakan Kamyar A. Vidal et al (2008) bahwa wanita mempunyai risiko yang lebih untuk menjadi malnutrisi dibandingkan
laki-laki. Hal ini mungkin karena modus sampel dari penelitian ini adalah laki – laki .
Pada tabel 5.7, sampel ditinjau berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) dan
status nutrisinya, didapatkan modus dari ketiga kelompok SGA, baik SGA A,
SGA B, dan SGA C berada pada kelompok indeks massa tubuh normoweight, ini kemungkinan dikarenakan 53,2% sampel merupakan pasien dengan indeks massa
tubuh pada kelompok normoweight. Akan tetapi, pada kelompok pre-obese, obese 1, dan obese 2 juga terdapat pasien dengan SGA B, namun, tidak ditemukan pada golongan SGA C pernyataan ini sesuai dengan yang telah dikemukakan Habibe
Sahin (2009) di Pakistan dalam penelitiannya bahwa tidak ada standar emas untuk
menentukan status nutrisi pada pasien kanker, SGA merupakan metode yang
direkomendasikan oleh NKF-K/ DOQI, namun, tetap ada kemungkinan bahwa
pasien didiagnosa berdasarkan SGA sebagai status nutrisi buruk tapi parameter
status nutrisi lainnya tidak begitu buruk.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan SGA sebagai parameter
menentukan status nutrisi, dari 94 sampel, didapatkan 56,4% sampel dengan status
nutrisi sedang/ curiga malnutrisi dan 33,0% sampel dengan status nutrisi buruk,
pernyataan ini didukung penelitian sebelumnya oleh Habibe Sahin et al (2009) di Pakistan, namun, dijumpai hasil yang tidak sama, didapatkan 37,4% sampel
dengan status nutrisi sedang/ curiga malnutrisi dan 15,3% sampel dengan status
nutrisi buruk. Hal ini,mungkin karena jumlah pasien yang paling banyak menjadi
responden adalah pasien yang sudah dalam keadaan stabil dalam menjalani terapi
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini didapat bahwa dari 94 sampel, 10 orang (10.6%)
dengan SGA A (status nutrisi baik), 53 orang (56.4%) dengan SGA B (status
nutrisi sedang/ curiga malnutrisi), dan 31 orang (33.0%) dengan SGA C (status
nutrisi buruk/ malnutrisi). Dari hasil ini terlihat bahwa distribusi status nutrisi
SGA C lebih cenderung kepada penderita keganasan yang memiliki karakteristik
usia lanjut dan IMT yang di bawah normal.
6.2. Saran
1. Saran untuk dokter dan tenaga kesehatan lain, agar melakukan
penatalaksanaan dan edukasi yang lebih baik terhadap pasien kanker
khususnya mengenai nutrisi pasien kanker supaya status nutrisi pasien
menjadi lebih baik.
2. Saran untuk penelitian selanjutnya, diharapkan jumlah sampel yang
diambil lebih banyak lagi dari pasien kanker di setiap divisi dan
departemen dan menggunakan metode objektif digabungkan dengan
metode subjektif yang digunakan peneliti pada penelitian ini sehingga
cukup representatif untuk menggambarkan keadaan nutrisi pasien kanker
di RSUP H. Adam Malik Medan secara menyeluruh.
3. Saran untuk pihak rumah sakit, kepada instalasi gizi untuk menyiapkan
DAFTAR PUSTAKA
Adiwijono, 2009. Teknik-Teknik Pemberian Kemoterapi. Dalam: Sudoyo A.W., B. Setiyohadi, I. Alwi, dan M.Simadibrata K., 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi V. Interna Publishing : Jakarta.
Bauer, J., Capra, S., Ferguson, M., 2002. Use of the scored Patient-Generated
Subjective Global Assessment (PG-SGA) as a nutrition assessment tool
in patient with cancer. European Journal of Clinical Nutrition, 2002; 56: 779-785.
Gupta, D., Vashi, P.G., Lammersfeld C.A., Braun, D.P., 2011. Role of Nutritional
Status in Predicting theLength of Stay in Cancer: A Systematic Review
of the Epidemiological Literature. Cancer Treatment Centers of America _ at Midwestern Regional Medical Center, Zion, Ill. , USA, 2011;59:96–106.
Harmoko, B., 2010. Gambaran Status Nutrisi pada Pasien yang Menjalani
Hemodialisis Berkala di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.
Artikel Penelitian, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara :
Medan.
Harsal, A., 2009. Penatalaksanaan Pasien Kanker Terminal dan Perawatan di
Karsono, B., 2009. Aspek Seluler dan Molekular Kanker. Dalam: Sudoyo A.W., B. Setiyohadi, I. Alwi, dan M.Simadibrata K., 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi V. Interna Publishing : Jakarta.
Peckenpaugh, 2005. Nutrition Essentials and Diet Therapy. 10th ed. USA: SAUNDERS ELSEVIER.
Reksodiputro, A. H., 2009. Pengobatan Suportif pada Pasien Knaker. Dalam: Sudoyo A.W., B. Setiyohadi, I. Alwi, dan M.Simadibrata K., 2009.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi V. Interna Publishing : Jakarta.
Sutandyo, N., 2009. Terapi Nutrisi pada Pasien Kanker. Dalam: Sudoyo A.W., B. Setiyohadi, I. Alwi, dan M.Simadibrata K., 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi V. Interna Publishing : Jakarta.
Sahin, H. et al, 2009. The Diversity of Nutritional Status in Cancer: New Insights. Artikel Penelitian, University of Oncology Medicine: Pakistan.
Sanchez-Lara, K. et al, 2012. Association of Nutrition Parameters Including Bioelectrical Impedance and Systemic Inflammatory Response with Quality of Life and Prognosis in Patients with Advanced Non – Small
Departement of Medical Oncology, Instito Nacional de Cancerologia:
Mexico.
Van der Meij, B. S. et al, 2011. Nutrition during Trimodality Treatment in Stage III Non – Small Cell Lung Cancer (Not Only Important for Underweight Patients). Artikel Penelitian, Departement of Nutritional and Dietetics: Amsterdam.
Vidal, A. et al, 2008. Prevalencia de malnutricion en los Servicos Medicos Y
Quirurgicos de un Hospital Universitario. Artikel Penelitian,
University Hospital: Espana.
Thomas, B., 1988. Manual of Dietetic Practice. 1st ed. Australia: Blackwell Scientific Publications.
World Health Organization, 2007. The World Health Organization’s FIGHT
AGAINST CANCER: strategies that prevent, cure and care. Available