• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Efek Virgin Coconut Oil (VCO) Terhadap Berat Badan Dan Penurunan Kadar Gula Darah (KGD) Tikus Putih Diabetes yang Diinduksi Sterptozotocin (STZ)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Efek Virgin Coconut Oil (VCO) Terhadap Berat Badan Dan Penurunan Kadar Gula Darah (KGD) Tikus Putih Diabetes yang Diinduksi Sterptozotocin (STZ)"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

UJI EFEK

VIRGIN COCONUT OIL

(VCO)

TERHADAP BERAT BADAN DAN PENURUNAN

KADAR GULA DARAH (KGD) TIKUS PUTIH

DIABETES YANG DIINDUKSI STREPTOZOTOCIN

(STZ)

TESIS

Oleh

AFRIADI

057014001

PROGRAM MAGISTER FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

UJI EFEK VIRGIN COCONUT OIL (VCO)

TERHADAP BERAT BADAN DAN PENURUNAN KADAR GULA

DARAH (KGD)

TIKUS PUTIH DIABETES YANG DIINDUKSI STREPTOZOTOCIN

(STZ)

TESIS

Untuk memperoleh Gelar Magister Sains

dalam Program Studi Magister Farmasi

pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Oleh

AFRIADI

057014001

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul : Uji Efek Virgin Coconut Oil (VCO) Terhadap Berat Badan Dan Penurunan Kadar Gula Darah (KGD) Tikus Putih

Diabetes yang Diinduksi Sterptozotocin (STZ)

Pemrasaran : Afriadi

NIM : 057014001

Program Studi : Ilmu Farmasi

Menyetujui, Komisi Pembimbing :

Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. Ketua

dr. Dharma Lindarto, SpPD KEMD. Anggota

Ketua Progarm Studi,

Prof. Dr. Urip Harahap, Apt.

Dekan,

(4)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat kepada

kita semua sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis sebagai syarat untuk

mendapatkan gelar Magister pada Program Magister Ilmu Farmasi, Fakultas

Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibunda Rosna

Taher dan istri tercinta Ernoviya, juga Kakak dan Abang yang telah memberikan

semangat, motivasi dan bantuan baik materil maupun moril sehingga penulis

dapat menyelesaikan tesis ini untuk mendapatkan gelas magister.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada

:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara yang telah membantu penulis memberikan

masukkan dalam tesis juga urusan administrasi di Program Magister Ilmu

Farmasi.

2. Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. Ketua Program Doktor dan Magister

Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan dan sebagai dosen pembimbing

yang telah membimbing penulis hingga dapat menyelesaikan tesis ini.

3. Bapak dr. Dharma Lindarto, SpPD., KEMD, sebagai dosen pembimbing yang

telah membimbing penulis hingga dapat menyelesaikan tesis ini.

4. Teman-teman yang telah memberikan semangat, motivasi sehingga penulis

(5)

Penulis sadar masih banyak kekurangan dalam tesis namun dengan rendah hati

kami berharap tesis ini dapat jadi pedoman bagi peneliti yang ingin melakukan

penelitian tentang vco maupun diabetes.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih atas kritik dan saran agar tesis

ini menjadi lebih baik.

Medan, Juli 2010

Penulis

(6)

Abstrak

Indonesia memiliki sumber daya alam yang potensial untuk

dikembangkan, terutama tumbuhan-tumbuhan karena bebarapa diantaranya

berkhasiat sebagai obat untuk penyakit degenaratif seperti halnya diabetes

melitus. Virgin Coconut Oil (VCO) yang berasal dari kelapa hijau diduga dapat

menurunkan kadar gula darah pada penderita diabetes melitus.

Telah dilakukan pengujian efek VCO dengan dosis bervariasi terhadap

kadar gula darah (KGD) dan berat badan pada tikus putih diabetes melitus yang

diinduksi streptozotosin (STZ). Metode yang digunakan adalah metode

eksperimental di laboratorium dengan desain rancangan acak lengkap (RAL).

Data dianalisis secara Anava (analisis variansi) dan dilanjutkan dengan uji beda

rata-rata duncan menggunakan program Statistical and Product Service Solution

(SPSS).

Berdasarkan hasil penelitian VCO dosis 2,0 ml/kg bb menurunkan kadar

gula darah (KGD) lebih kecil dibandingkan dengan VCO dosis 4,0 ml/kg bb

sedang VCO dosis 801 ml/kg bb menunjukkan penurunan KGD yang tidak

berbeda nyata dengan glibenklamid 1 mg/kg bb. Pengaruh pada berat badan tikus

yang diberi VCO menunjukkan peningkatan sesuai dengan dosis VCO.Ini

mengisyaratkan bahwa VCO yang diuji berkemampuan menurunkan kadar gula

darah dan meningkatkan berat badan pada tikus putih diabetes yang diinduksi

(7)

Abstract

Indonesia is endowed with rich natural potensial for development,

especially the plants some or them have the medical efficacy for degenerative

disease treatment such as diabetes mellitus. Virgin coconut oil (VCO) derivated

from coconut has been assumed to decrease the concentration of glucose in blood

with diabetes mellitus.

The study of VCO effect in various dosage on conentration of blood

glucose and body weight of rat with streptozotocin (STZ) induced diabetes

mellitus has been conducted. The method used was experimental method in

laboratory by randomized complete design. The data was analyzed by Anava

(Analysis of Varians) and continued with mean variance test of Dancan by using

the Statistical and Product Service Solution(SPSS)program.

The result of this research showed,2.0 ml/kg bw of VCO decrease the

concentration of blood glucose less than 4.0 ml/kg bw of VCO, where 8.0 ml/kg

bw of VCO the insignificant decrease in concentration of blood glucose with 1

mg/kg bw of glibenklamid.The observation of body weight of rat was also

conducted high dosage of VCO administered to rat showed the increasing of body

weight of mice.That result indicated that VCO was effective for decreasing blood

glucose concentration and increasing body weight in STZ induced diabetes

(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR iv

ABSTRAK vi

ABSTRACT vii

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Kerangka Pikir Penelitian 3

1.3 Perumusan Masalah 4

1.4 Hipotesis 4

1.5 Tujuan Penelitian 4

1.6 Manfaat Penelitian 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1 Uraian Tumbuhan 6

2.1.1 Morfologi Tumbuhan 6

2.1.2 Sistematika Tumbuhan 7

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman

Kepala 7

2.1.3.1 Keadaan Iklim 7

2.1.3.1 Keadaan Tanah 8

(9)

2.3 Kandungan Kimia Minyak Kelapa 13

2.4 Manfaat Minyak Kelapa 14

2.5 Insulin 15

2.6 Diabetes Melitus 16

2.6.1 Defenisi 16

2.6.2 Klasifikasi 16

2.6.3 Diagnosis Diabetes Melitus 22

2.6.4 Diabetes Melitus pada Hewan 23

2.6.5 Efek Akut Diabetes Melitus 27

2.6.6 Komplikasi Diabetes Melitus 28

2.6.7 Obat Antidiabetes Oral 29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 31

3.1 Alat-alat 32

3.2 Bahan-bahan 32

3.2.1 Bahan Uji 32

3.2.2 Bahan Kimia 32

3.2.3 Hewan Percobaan 32

3.3 Penyediaan Bahan Uji 32

3.4 Pembuatan VCO 32

3.5 Penyiapan Penginduksi, Bahan Uji dan Obat Pembanding untuk

Pengujian Farmakologi 33

3.6 Prosedur Kerja Untuk Pengujian Farmakologi 34

3.7 Pembedahan Hewan Uji 35

3.8 Pembuatan Preparat Pankreas pada Tikus Putih 35

(10)

3.10 Analisis Data 39

3.11 Definisi Operasional 39

BAB IV HASIL PEMBAHASAN 40

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 48

5.1 Kesimpulan 48

5.2 Saran 48

DAFTAR PUSTAKA 49

LAMPIRAN 51

(11)

Tabel 2.2 Komposisi asam lemak minyak kelapa 14

Tabel 3.1 Matriks rancangan percobaan 31

Tabel 4.1 Perubahan KGD tikus diabetes yang diinduksi STZ (purata ±

SEM) 40

Tabel 4.2 Uji beda rata-rata lanjutan Duncan pada hari ke 3 42

Tabel 4.3 Uji beda rata-rata lanjutan Duncan pada hari ke 6 43

Tabel 4.4 Perubahan berat badan sebelum dan setelah pemberian STZ 46

(12)

Gambar 1.1 Skema yang mengambarkan kerangka pikir penelitian 4

Gambar 2.1 Mediasi insulin dalam proses uptake glukosa 21

Gambar 2.2 Sturuktur Kimia Aloksan 23

Gambar 2.3 Struktur Kimia Streptozotocin 26

Gambar 3.1 Alat glukotes 36

Gambar 3.2 Petunjuk penggunaan alat 38

Gambar 4.1 Diagram yang menunjukkan keadaan KGD selama 6 hari 41

Gambar 4.2 Hubungan antara berat badan dan kadar gula darah 47

(13)

Lampiran 1 Gambar buah kelapa hijau (Cocos nucifera) 51

Lampiran 2 Data Pengukuran Berat Badan dan KGD pada diabetes

dengan

perlakuan yang berbeda 52

Lampiran 3 Data Perubahan KGD 54

Lampiran 4 Analisa statistik nilai KGD pada tikus diabetes yang diberi

masing-masing perlakuan 55

Lampiran 5 Berat tikus putih sehat sebagai kontrol normal 64

Lampiran 6 Tabel komversi dosis 65

(14)

Abstrak

Indonesia memiliki sumber daya alam yang potensial untuk

dikembangkan, terutama tumbuhan-tumbuhan karena bebarapa diantaranya

berkhasiat sebagai obat untuk penyakit degenaratif seperti halnya diabetes

melitus. Virgin Coconut Oil (VCO) yang berasal dari kelapa hijau diduga dapat

menurunkan kadar gula darah pada penderita diabetes melitus.

Telah dilakukan pengujian efek VCO dengan dosis bervariasi terhadap

kadar gula darah (KGD) dan berat badan pada tikus putih diabetes melitus yang

diinduksi streptozotosin (STZ). Metode yang digunakan adalah metode

eksperimental di laboratorium dengan desain rancangan acak lengkap (RAL).

Data dianalisis secara Anava (analisis variansi) dan dilanjutkan dengan uji beda

rata-rata duncan menggunakan program Statistical and Product Service Solution

(SPSS).

Berdasarkan hasil penelitian VCO dosis 2,0 ml/kg bb menurunkan kadar

gula darah (KGD) lebih kecil dibandingkan dengan VCO dosis 4,0 ml/kg bb

sedang VCO dosis 801 ml/kg bb menunjukkan penurunan KGD yang tidak

berbeda nyata dengan glibenklamid 1 mg/kg bb. Pengaruh pada berat badan tikus

yang diberi VCO menunjukkan peningkatan sesuai dengan dosis VCO.Ini

mengisyaratkan bahwa VCO yang diuji berkemampuan menurunkan kadar gula

darah dan meningkatkan berat badan pada tikus putih diabetes yang diinduksi

(15)

Abstract

Indonesia is endowed with rich natural potensial for development,

especially the plants some or them have the medical efficacy for degenerative

disease treatment such as diabetes mellitus. Virgin coconut oil (VCO) derivated

from coconut has been assumed to decrease the concentration of glucose in blood

with diabetes mellitus.

The study of VCO effect in various dosage on conentration of blood

glucose and body weight of rat with streptozotocin (STZ) induced diabetes

mellitus has been conducted. The method used was experimental method in

laboratory by randomized complete design. The data was analyzed by Anava

(Analysis of Varians) and continued with mean variance test of Dancan by using

the Statistical and Product Service Solution(SPSS)program.

The result of this research showed,2.0 ml/kg bw of VCO decrease the

concentration of blood glucose less than 4.0 ml/kg bw of VCO, where 8.0 ml/kg

bw of VCO the insignificant decrease in concentration of blood glucose with 1

mg/kg bw of glibenklamid.The observation of body weight of rat was also

conducted high dosage of VCO administered to rat showed the increasing of body

weight of mice.That result indicated that VCO was effective for decreasing blood

glucose concentration and increasing body weight in STZ induced diabetes

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil tanaman obat yang

potensial dengan keanekaragaman hayati yang dimilikinya. Pada hutan tropika di

Indonesia, tumbuh subur sekitar 30.000 spesies tumbuhan berbunga dan

diperkirakan sekitar 3.689 spesies di antarannya merupakan tumbuhan obat. Dari

sejumlah tanaman obat tersebut menurut Dirjen POM baru sebanyak 283 spesies

tumbuhan obat yang sudah digunakan dalam industri obat tradisional

(Djauhariya dan Hernani, 2004). Ini menunjukkan bahwa masih banyak tumbuhan

obat yang berpotensi untuk dikembangkan.

Sebagian besar tumbuhan telah banyak menarik perhatian ilmuan untuk

diteliti lebih lanjut terutama tumbuhan yang bermanfaat untuk pengobatan

berbagai penyakit, terutama penyakit degenaratif seperti halnya diabetes mellitus

(Djauhariya dan Hernani, 2004).

Diabetes adalah suatu penyakit akibat gangguan produksi atau penggunaan

insulin. Insulin adalah hormon yang diperlukan untuk mengubah gula, karbohidrat

dan zat makanan lain menjadi energi yang digunakan untuk proses hidup. Sampai

saat ini penyebab diabetes masih merupakan misteri, walaupun faktor genetik,

kegemukan dan kurangnya olah raga memiliki peranan penting (ADA, 2008).

Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah

pada kesehatan masyarakat, termasuk dalam urutan keempat prioritas penelitian

nasional untuk penyakit degeneratif setelah penyakit kardiovaskular,

(17)

Kasus penyakit diabetes mellitus sekarang ini banyak terjadi di Indonesia

maupun di negara lain. Menurut penelitian diabetes di Surabaya dan hasil analis

data dari poliklinik diabetes di seluruh Indonesia, diperkirakan jumlah penderita

diabetes di Indonesia pada tahun 1994 adalah 2,5 juta jiwa. Pada tahun 2000

penderita meningkat menjadi 4 juta jiwa. Pada tahun yang sama paling sedikit 240

juta penduduk dunia menderita diabetes (Ribawan dan Hernani, 2004). Di negara

lain seperti Amerika Serikat sekitar 5-10% dari penderita diabetes penduduk tipe 1

selebihnya adalah tipe 2 (ADA, 2008). Sekarang sudah banyak obat-obatan untuk

diabetes melitus terlebih obat hipoglikemik, tetapi karena penggunaannya terus

menerus untuk menjaga kadar gula darah agar terkontrol, tentu banyak biaya yang

dikeluarkan dan ini menjadi beban bagi penderita, sehingga perlu dicari obat

alternatif lain bagi penderita diabetes, yaitu obat yang berasal dari tumbuhan.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, perlu dilakukan penelitian tumbuhan

yang memiliki khasiat hipoglikemik. Salah satu jenis tanaman obat yang

berpotensi dan sudah dikembangkan adalah kelapa. Kelapa sangat populer di

masyarakat karena memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia. Beragam

manfaat tersebut diperoleh dari daging buah, air, sabut, tempurung, daun dan

batangnya. Bagian terpenting dari kelapa adalah buahnya karena bagian tersebut

dapat diolah menjadi berbagai produk seperti kopra, dessicated coconut, santan

kelapa dan minyak kelapa (Alamsyah, 2005).

Minyak kelapa pada umumnya dibagi menjadi 2 (dua) kategori utama

yaitu RBD (Refined, Bleached and Deodorized) dan Virgin. Perbedaannya adalah

pada proses pembuatan dan pemilihan buahnya yang mempengaruhi kualitas,

(18)

coconut oil (VCO) merupakan salah satu hasil olahan dari buah kelapa (Cocos nucifera) yang diperoleh melalui pendinginan tanpa penambahan bahan kimia.

Pada masyarakat, umumnya minyak kelapa sering digunakan untuk

menggoreng, melembutkan rambut dan menyembuhkan berbagai penyakit

misalnya diabetes mellitus, kolesterol, penyakit jantung, influensa, luka bakar,

antikerut, dan penuaan dini (Sutarmi, dkk., 2005).

Berdasarkan hal di atas maka peneliti merasa perlu dan tertarik

melakukan penelitian sesuai dengan bidang kefarmasian, yaitu untuk mengetahui

pengaruh VCO terhadap besarnya penurunan kadar gula darah akibat pemberian

Streptozotocin (STZ). Hasil tersebut diharapkan akan memberi informasi ilmiah

untuk menjadikan VCO sebagai salah satu alternatif pengobatan diabetes melitus

yang banyak dialami masyarakat.

1.2 Kerangka Pikir Penelitian

Kerangka penelitian ini terdiri dari 2 variabel yaitu variabel bebas dan

variabel terikat ditunjukkan pada Gambar 1.1.

Variabel bebas Variabel Terikat Parameter

STZ/kontrol

(19)

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, maka rumusan

permasalahan penelitian adalah:

a. apakah VCO menurunkan kadar gula darah tikus putih yang diinduksi

STZ.?

b. apakah VCO meningkatkan berat badan tikus diabetes yang diinduksi

STZ.?

c. apakah ada perbedaan efek pemberian VCO dengan glibenklamid?

1.4 Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka hipotesis penelitian adalah:

a. VCO dapat menurunkan kadar gula darah tikus putih yang diinduksi STZ.

b. VCO dapat meningkatkan berat badan tikus diabetes yang diinduksi STZ.

c. tidak ada perbedaan efek diabetes yang VCO dengan glibenklamid.

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan hipotesis di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk:

a. mengetahui efek penurunan kadar gula darah tikus putih yang diinduksi

STZ oleh VCO

b. mengetahui efek VCO terhadap peningkatan berat badan tikus diabetes

yang diinduksi STZ.

c. mengetahui perbedaan efek penurunan kadar gula darah antara VCO

dengan glibenklamid.

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini diharapkan:

a. sebagai bahan pertimbangan bahwa VCO dapat digunakan sebagai obat

(20)

b. menunjang program pemerintah dalam pengembangan obat tradisional

sehingga dapat diikutsertakan dalam pelayanan kesehatan masyarakat

c. menambah inventaris obat antidiabetes yang mudah didapat dengan harga

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Uraian tumbuhan terdiri dari morfologi tumbuhan, sistematika,

faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman kelapa.

2.2 Morfologi Tumbuhan

a. Batang

Batang tumbuhan tegak lurus ke atas sesuai dengan arah sinar matahari,

tidak bercabang dan tidak berkambium. Di ujung batang terdapat titik tumbuh

yang berfungsi membentuk daun, batang dan bunga. Tinggi pohon kelapa

bergantung pada faktor iklim, kesuburan tanah serta lingkungan lahan.

b. Akar

Tanaman kelapa berakar serabut dan membutuhkan banyak unsur hara

makro C, H, O, N, S, P, K, Ca, Mg maupun unsur mikro seperti Cl.

c. Daun

Daun kelapa berbentuk memanjang dan bertulang sejajar dan tumbuh

lebih cepat pada musim hujan.

d. Bunga

Bunga kelapa merupakan bunga berkarang dikenal dengan sebutan

mayang. Bunga jantan dan betina terdapat dalam satu pohon, bunga betina terletak

di pangkal cabang dan bunga jantan di ujung cabang.

e. Buah

(22)

dibuahi, bunga betina mulai tumbuh menjadi buah kira-kira 3-4 minggu setelah

mayang terbuka. Buah mencapai ukuran maksimum pada usia 9-10 bulan

(Wahyuni, 2000).

2.1.2 Sistematika Tumbuhan

Sistematika tumbuhan kelapa (Suhardiman, 1999)

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

Bangsa : Palmales

Suku : Palmae

Genus : Cocos

Spesies : Cocos nucifera

Tanaman kelapa merupakan tanaman asli daerah tropis dan dapat dijumpai

di seluruh wilayah Indonesia. Kelapa dapat tumbuh dan berkembang dengan baik

bila ditanam di tempat yang sesuai dengan syarat tumbuh tanaman kelapa. Faktor

iklim dan tanah merupakan faktor paling dominan dalam pertumbuhan kelapa.

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman Kelapa

2.1.3.1 Keadaan Iklim

a. Suhu

Tanaman kelapa tumbuh dengan baik pada suhu antara 27-280C. Pada

suhu di bawah 200C dan di atas 300C pertumbuhan tanaman kelapa tidak baik dan

(23)

b. Curah hujan

Tanaman kelapa dengan baik pada curah hujan 1.000-2.250 mm per

tahun. Untuk mendapatkan hasil yang baik curah hujan yang dikehendaki adalah

1.500-2.000 mm per tahun yang tersebar merata sepanjang tahun. Tanaman kelapa

tidak akan tumbuh dan berkembang bila ditanam di daerah dengan curah hujan

tidak merata. Apabila curah hujan lebih dari 50 mm per tahun maka produksi

kelapa akan rendah.

c. Sinar matahari

Tanaman kelapa akan tumbuh baik dan produktif bila intensitas

penyinaran matahari tinggi. Jumlah penyinaran yang dibutuhkan tidak kurang dari

2000 jam/tahun

d. Kelembaban

Kelembaban yang dibutuhkan kelapa agar tumbuh baik dan produktif

adalah 70-80% dengan kelembaban minimum 65%.

e. Ketinggian tempat

Ketinggian tanah yang cocok untuk tanaman kelapa adalah 0-600 M di

atas permukaan laut dan yang terbaik adalah kurang dari 400 M di atas permukaan

laut.

2.1.3.2 Keadaan Tanah

Kelapa dapat tumbuh subur pada pH 5-8, dan tumbuh optimum pada pH

5,5-6,5. Tanah yang mengandung fosfor dan kalium sangat baik bagi pertumbuhan

kelapa. Di pesisir pantai, pohon kelapa dapat tumbuh dengan baik dan produktif

meski pun kandungan NaCl tinggi karena ada infiltrasi dari air laut. Hal ini

disebabkan air yang bergerak banyak mengandung oksigen yang penting untuk

(24)

2.2 VCO

VCO merupakan minyak yang berasal dari buah kelapa (Cocos nucifera)

tua segar yang diolah pada suhu rendah (<600C), dimasak dan dijaga warnanya

tidak boleh sampai coklat tua. Selain itu dilakukan juga proses pemutihan dan

hidrogenasi sehingga menghasilkan minyak murni. Proses tersebut dikenal dengan

sebutan minyak perawan (Virgin Coconut Oil) atau ada juga yang menamainya

minyak dara (Sutarmi dan Rozaline, 2005).

Banyak cara yang dilakukan untuk menghasilkan minyak VCO. Umumnya

terdiri dari proses vakum pada suhu 600C, fermentasi, enzimatis dan pendinginan.

a. Proses vakum pada suhu 600C

i. Daging buah kelapa tua segar dicungkil

ii. Daging buah kelapa dicuci sampai bersih

iii. Daging buah kelapa diparut

iv. Hasil parutan dimasukkan kedalam mesin pemeras tanpa air

(menghasilkan santan)

v. Santan dimasukkan kedalam alat vakum pada suhu 600C

vi. Biarkan beberapa jam sampai terbentuk minyak

vii. Minyak disaring

viii. Minyak siap dikemas dan digunakan

b. Proses fermentasi

i. Daging buah kelapa tua segar dicungkil

ii. Daging buah kelapa dicuci sampai bersih

iii. Daging buah kelapa diparut

iv. Hasil parutan dimasukkan kedalam mesin pemeras tanpa air

(25)

v. Santan dimasukkan kedalam tabung fermentasi, biarkan selama 12 jam

pada suhu 300-350C. Setelah 12 jam akan terbentuk 4 lapisan yaitu

endapan tepung, air, blondo dan minyak.

vi. Kran tabung fermentasi dibuka untuk memisahkan lapisan-lapisan

tersebut.

vii. Lapisan minyak yang diperoleh dimasukkan kedalam galon air mineral

(posisi galon terbalik dan ujungnya diberi kran). Diamkan beberapa jam

akan terbentuk 2 lapisan yaitu blondo dan minyak. Pada tahap ini

minyak yang dihasilkan adalah VCO, tetapi kadar airnya masih tinggi.

viii. VCO dimasukkan kedalam mesin vakum selama 4 jam pada suhu 600C,

tujuannya mengurangi kadar air dalam VCO kemudian disaring.

ix. VCO sudah dapat dikemas dan digunakan.

c. Proses enzimatis

i. Daging buah kelapa tua segar dicungkil

ii. Daging buah kelapa dicuci sampai bersih

iii. Daging buah kelapa diparut

iv. Hasil parutan dimasukkan kedalam mesin pemeras tanpa air

(menghasilkan santan)

v. Hasil perasan (santan) dicampur dengan enzim. Pada proses ini dapat

menggunakan enzim yang barasal dari nenas (anannase) atau pepaya

(papain). Biarkan beberapa jam, lalu timbul 3 lapisan yaitu minyak,

blondo dan air

vi. Minyak disaring menggunakan penyaring ukuran 400 mes dan saringan

1 mikron.

(26)

d. Proses pendinginan terdiri atas 2 cara pembuatan yaitu :

Cara mixer

i. Daging buah kelapa tua segar dicungkil

ii. Daging buah kelapa dicuci sampai bersih

iii. Daging buah kelapa diparut

iv. Hasil parutan dimasukkan ke dalam mesin pemeras tanpa air

(menghasilkan santan)

v. Santan didinginkan pada suhu 1-100C

vi. Mixer sampai terbentuk gumpalan

vii. Gumpalan dipanaskan pada suhu 450C (selama 60 menit) sapai

gumpalan mencair. Setelah mencair akan terbentuk 3 lapisan yaitu

minyak, blondo dan air, lalu lapisan minyak diambil

viii. Minyak di vakum pada suhu 600C untuk mengurangi kadar air dalam

minyak

ix. Minyak disaring menggunakan penyaring ukuran 400 mes dan 1

mikron

x. Minyak siap dikemas dan digunakan

Cara sentrifugal

i. Daging buah kelapa tua segar dicungkil

ii. Daging buah kelapa dicuci sampai bersih

iii. Daging buah kelapa diparut

iv. Hasil parutan dimasukkan ke dalam mesin pemeras tanpa air

(menghasilkan santan)

v. Santan didinginkan pada suhu 1-100C

(27)

vii. Wadah yang berisi santan dimasukkan kedalam alat setrifugal terbentuk

4 lapisan yaitu tepung, air, blondo dan minyak, lalu lapisan minyak

diambil

viii. Minyak divakum pada suhu 600C untuk mengurangi kadar air dalam

minyak

ix. Minyak disaring menggunakan penyaring ukuran 400 mes dan 1 mikron

x. Minyak siap dikemas dan digunakan

Masing- masing proses tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan :

a. Proses vakum pada suhu 600C

Kelebihan proses ini, adalah kadar air yang dikandung minyak sedikit

dan rasanya segar dan jernih.

Kekurangan proses ini, adalah warnanya sedikit kuning dan waktu yang

dibutuhkan untuk menghasilkan minyak lama yaitu 24-48 jam.

b. Proses fermentasi

Kelebihan proses ini, adalah minyak yang dihasilkan lebih banyak.

Menurut berbagai penelitian kadar asam laurat paling tinggi diperoleh

dengan proses ini (46-55%). Selain menghasilkan lemak berantai

sedang, keberadaan vitamin E dan enzim-enzim yang terkandung dalam

daging buah kelapa dapat tetap dipertahankan. Cara ini paling mudah

diterapkan ditingkat rumah tangga.

Kekurangan proses ini, adalah terbawanya banyak enzim kedalam

minyak, prose dari kelapa sampai diolah menjadi minyak membutuhkan

(28)

c. Proses enzimatis

Kelebihan proses ini, adalah prosesnya lebih cepat dibandingkan dengan

proses fermentasi.

Kekurangan proses ini, adalah cara ini dapat mengeluarkan

enzim-enzim yang terkandung dalam minyak kelapa.

d. Proses pendinginan

Kelebihan proses ini, adalah waktu yang singkat untuk membuat

minyak, rasa manis dan aroma segar seperti air kelapa muda.

Kekurangan proses ini, adalah diperlukan investasi yang cukup besar

karena harga alat pendukung masih mahal (Sutarmi dan Rozaline,

2005).

2.3 Kandungan Kimia Minyak Kelapa

Secara kimiawi minyak kelapa terbentuk dari rantai karbon, hidrogen dan

oksigen yang disebut asam lemak. Asam lemak digabung oleh satu molekul

gliserol membentuk gliserida. Gliserida yang terdapat pada minyak dan lemak

adalah trigliserida (lipida). Diperlukan tiga molekul asam lemak yang dikombinasi

dengan satu molekul trigliserida (Kuncoro dan Maloedyn, 2005).

Komponen minyak kelapa terdiri dari asam lemak jenuh (90%) dan asam

lemak tak jenuh (10%). Dalam minyak kelapa murni terdapat MCFA (medium

chain fatty acid). MCFA merupakan komponen asam lemak berantai sedang yang memiliki banyak fungsi, antara lain mampu merangsang produksi insulin sehingga

proses metabolisme glukosa dapat berjalan normal. Selain itu MCFA juga

bermanfaat dalam mengubah protein menjadi sumber energi. Minyak kelapa

murni juga mengandung asam laurat dan asam lemak jenuh berantai pendek,

(29)

nutrisi makanan menjadi energi. Fungsi lain dari zat ini antara lain sebagai

antivirus antiprotozoa (Sutarmi dan Rozaline, 2005).

Tabel 2.2. Komposisi asam lemak minyak kelapa

No. Jenis Uji Satuan Persyaratan Mutu

1

Air dan senyawa yang menguap Bilangan iod

Asam lemak bebas (dihitung sebagai asam laurat) 6.7 Asam stearat (C18) 6.8 Asam oleat (C18 : 1) 6.9 Asam linoleat (C18 : 2) 6.10 Asam linolenat (C18:3) Cemaran mikroba

7.1 Angka lempeng total Cemaran Logam :

8.1 Timbal (Pb) 8.2 Tembaga (Cu) 8.3 Besi (Fe) 8.4 Cadmium (Cd) Cemaran Arsen (As)

%

Khas kelapa segar,tidak tengik Normal, khas minyak kelapa Tidak berwarna hingga kuning pucat

Catatan:ND = No detection (tidak terdeteksi)

Dikutip dari Badan Standardisasi Nasional (2008), Minyak kelapavirgin (VCO)

2.4 Manfaat Minyak Kelapa

VCO mampu mengatasi penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus,

jantung, kegemukan dan kolesterol. Diabetes mellitus di Indonesia dikenal dengan

nama kencing manis. Kencing manis adalah glikosuria (glukosa dalam urin)

(30)

Dalam kondisi ini produksi insulin atau enzim menurun sehingga metabolisme

terganggu. Hal ini menyebabkan glukosa tidak bisa masuk kedalam sel-sel

sehingga konsentrasi glukosa darah meningkat. Timbunan glukosa tersebut tidak

dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan energi dan akhirnya dibuang bersama

urin.

Insulin berfungsi mengubah glukosa menjadi energi sel dengan cara

mentransfer glukosa ke darah dalam sel-sel yang membutuhkan. Selain itu insulin

juga mengubah glukosa menjadi energi cadangan (glikogen dan lemak).

Kandungan MCFA (medium chain fatty acid) dalam VCO mampu

merangsang produksi insulin yaitu hormon pengangkut zat gula ke dalam sel-sel

tubuh. Selain itu VCO juga dapat menembus dinding usus tanpa bantuan enzim

sehingga sel mampu menghasilkan energi lebih cepat (Sutarmi dan Rozaline,

2005).

2.5 Insulin

Insulin merupakan salah satu hormon dalam tubuh manusia yang

dihasilkan oleh sel ß pulau langerhans yang terdapat dalam kelenjar pankreas.

Hormon ini menurunkan kadar glukosa, asam lemak, dan asam amino dalam

darah (Sheerwood, 1996).

Peranan insulin dalam pengaturan kadar glukosa darah tidak lepas dari

pengaruh faktor lainnya juga, seperti (a) hati berperan sebagai glukostat, (b)

kelenjar pankreas sebagai penghasil hormon lain selain insulin yaitu glukagon, (c)

kelenjar adenohipofisis mensekresi hormon-hormon yang bersifat diabetogenik

seperti ACTH, GH, TSH; (d) kelenjar adrenal yang mensekresi hormon epinefrin

dari bagian medula dan glukokortikoid dari bagian kortek-nya, (e) kelenjar tiroid

(31)

(f) kerja fisik atau exercise yang bersifat memperkuat efek insulin terhadap metabolisme karbohidrat.

2.6 Diabetes Mellitus

2.6.1 Definisi

Diabetes adalah suatu penyakit yang ditandai bahwa tubuh tidak dapat

menghasilkan atau terjadi gangguan dalam penggunaan insulin (ADA, 2008).

2.6.2 Klasifikasi

Tipe utama penyakit diabetes adalah sebagai berikut:

a. Diabetes mellitus tipe 1

Diabetes tipe 1 atau insulin dependent diabetes mellitus (IDDM) adalah

diabetes mellitus yang selalu membutuhkan terapi insulin dari luar untuk

pengaturan aktivitas. Diabetes tipe 1 adalah kondisi yang ditandai oleh tingginya

level glukosa darah yang disebabkan oleh ketidakcukupan atau ketiadaan hormon

insulin, sehingga gula darah tidak dapat masuk ke dalam sel untuk digunakan

sebagai energi. Kondisi ini hanya bisa diobati dengan pemberian insulin. Pada saat

didiagnosa hanya sedikit sel β sehat yang memproduksi insulin. Kerusakan sel β

secara agresif menyebabkan penyakit nampak dalam beberapa bulan pada anak

yang masih muda, meskipun ada juga proses yang akan berlanjut dalam beberapa

tahun, bahkan pada beberapa kasus ada yang berlanjut lebih dari 10 tahun..

Diabetes tipe 1 diperkirakan 5-10% diderita oleh penduduk Amerika. Diabetes

mellitus jenis ini paling sering terdapat pada anak-anak dan dewasa muda.

Pemberian insulin sangat penting untuk merubah glukosa, karbohidrat dan zat

makanan lainnya untuk dijadikan energi. Pemberian insulin eksogen terutama

tidak hanya untuk menurunkan kadar glukosa plasma melainkan juga untuk

(32)

Komplikasi penyakit yang dapat terjadi pada diabetes tipe 1 adalah:

i. Penyakit jantung, orang yang menderita diabetes harus berhati – hati

kemungkinan akan mengalami penyakit jantung dan pembuluh darah.

Diabetes dapat meningkatkan resiko serangan jantung, strok, dan

komplikasi yang erat hubungannya dengan sistem sirkulasi.

ii. Nefropati, diabetes dapat menyebabkan kerusakan ginjal, tidak hanya

menyebabkan gagal fungsi ginjal namun juga akan kehilangan

kemampuan untuk menyaring produk – produk sampah dalam darah,

hal ini yang disebut dengan nefropati.

iii. Komplikasi pada mata, diabetes dapat menyebabkan permasalahan

pada mata dan bahkan dapat terjadi kebutaan. Penderita diabetes

memiliki resiko kebutaan yang lebih besar dari orang normal tanpa

diabetes. Pengetahuan dan pengobatan secara dini dapat

menyelamatkan mata dari kebutaan.

iv. Diabetes neuropati dan kerusakan sel saraf, salah satu komplikasi yang

paling umum diderita pasien diabetes adalah neuropati. Neuropati

merupakan kerusakan sel saraf yang berkelanjutan dan menyebar ke

seluruh tubuh, yaitu yang menghubungkan spinal cord dengan otot,

kulit, pembuluh darah dan organ-organ lainnya.

v. Komplikasi pada kaki, penderita diabetes dapat mengalami

permasalahan pada kaki. Permasalahan pada kaki sering terjadi ketika

terjadi kerusakan saraf kaki atau sedikitnya aliran darah yang masuk.

vi. Komplikasi pada kulit, sekitar satu dari tiga penderita diabetes akan

pernah mengalami kelainan kulit akibat dari diabetes selama hidup

(33)

adanya kelainan pada kulit dan hal ini dapat segera dicegah jika

penanganannya sedini mengkin.

vii. Depresi, semangat hidup turun, sedih dan hidup seperti tidak punya

harapan. Perasaan ini akan dialami selama 2 sampai 3 minggu bahkan

lebih pada tingkat depresi yang lebih serius (ADA, 2008).

b. Diabetes melitus tipe 2

Diabetes tipe 2 sering juga disebut noninsulin dependent diabetes mellitus

(NIDDM), sebab tidak membutuhkan penambahan hormon insulin untuk mempertahankan keseimbangan glukosa darah. Diabetes tipe 2 merupakan akibat

lemahnya kemampuan pankreas mensekresikan insulin, selain itu juga lemahnya

aksi insulin, menjadi penyebab menurunnya sensitivitas insulin. Penurunan

sensitivitas insulin terjadi pada pintu masuk di permukaan sel tubuh yang

dinamakan reseptor insulin. Reseptor insulin akan memberikan signal pada

transporter glukosa untuk memungkinkan lewatnya glukosa yang dibawa oleh

hormon insulin masuk ke dalam sel. Di dalam mitokondria, gula kemudian akan

digunakan untuk menghasilkan energi yang diperlukan untuk melangsungkan

fungsi setiap sel tubuh.

Penyebab terjadinya penurunan sensitivitas insulin adalah karena

peningkatan kebutuhan sekresi insulin untuk mempertahankan kadar glukosa

darah. Meningkatnya sekresi insulin akan menginduksi kegagalan sel β pankreas

menghasilkan insulin. Orang obesitas dan kurang olah raga mempunyai resiko

terhadap penyakit diabetes tipe 2, dengan gejala penurunan sensitivitas insulin

yang ditandai dengan : (a) jumlah insulin di dalam darahnya meningkat lebih

tinggi dibandingkan dengan orang normal, (b) penyuntikan insulin tidak dapat

(34)

Menurut Media Informasi Peresepan Rasional bagi Tenaga Kesehatan

Indonesia (2001) pada penderita diabetes tipe 2, terdapat tiga kemungkinan

kondisi abnormal. Pertama, mutlak kekurangan insulin dalam arti sekresi hormon

insulin berkurang karena kerusakan sel-sel β pankreas. Kedua, relatif kekurangan

insulin karena sekresi insulin tidak mencukupi dengan adanya kebutuhan

metabolisme yang meningkat (misalnya pada pasien yang kelebihan berat badan).

Ketiga, resisten terhadap insulin dan hiperinsulinemia karena penggunaan insulin

yang kurang sempurna. Gejala-gejala yang sering muncul pada diabetes tipe 2

adalah cepat lelah; sering kencing; sering lapar dan sering haus; penglihatan

menjadi kabur; lambatnya penyembuhan penyakit kulit, gusi dan infeksi saluran

kencing; terasa gatal pada bagian kelamin; mati rasa pada kaki atau tungkai; dan

penyakit jantung. Obesitas atau kelebihan simpanan lemak sering mengiringi atau

mendahului terjadinya penyakit diabetes tipe 2.

Pada penderita diabetes mellitus tipe sering 2 ditemukan penurunan sensitivitas

insulin. Penurunan sensitivitas insulin adalah kelainan metabolik yang dicirikan

oleh menurunnya sensitivitas jaringan terhadap insulin. Menurut NDIC (2006)

penurunan sensitivitas insulin adalah kondisi diam yang meningkatkan rantai

perkembangan penyakit diabetes mellitus dan penyakit jantung. Penurunan

sensitivitas insulin terjadi ketika jaringan gagal merespon insulin secara normal.

Diabetes tipe 2 sering disertai oleh penurunan sensitivitas insulin pada organ

sasaran yang mengakibatkan penurunan responsivitas, baik terhadap insulin

endogenus maupun eksogenus (Rimbawan dan Siagian 2004). Penurunan

sensitivitas insulin mungkin terjadi pada banyak tahapan dalam aksi biologi

insulin, dari awal telah terjadi pengikatan permukaan sel reseptor pada proses

(35)

Penurunan sensitivitas insulin biasanya paling banyak ditemukan pada kegemukan

dengan polycystic ovary syndrome (PCOS) pada wanita (65%), tetapi dapat juga

ditemukan pada 20 persen dari lean PCOS pada wanita (Dale et al., 1998). Orang

dengan diabetes tipe 2 mempunyai banyak insulin dalam tubuhnya, tetapi respon

tubuhnya terhadap insulin dalam keadaan yang tidak normal dan mengalami

penurunan sensitivitas insulin, artinya tubuh resisten terhadap insulin dalam

keadaan normal.

Proses uptake glukosa yang dimediasi oleh insulin ditunjukkan pada

Gambar 2.1. Insulin yang diproduksi sel β pankreas akan menempati reseptornya,

yang kemudian akan menghasilkan signal transduction pada transporter glucose

untuk dapat melakukan penyerapan glukosa, sehingga glukosa yang tersebar

dalam darah akan masuk ke dalam sel.

Menurut Rimbawan dan Siagian (2004) penurunan sensitivitas insulin

pada penderita diabetes tipe 2 dapat disebabkan oleh kerusakan signal

transduction. Kerusakan ini dapat dimulai dari insulin abnormal sampai kerusakan penerima insulin pada pengangkut glukosa.

Hubungan langsung antara penurunan sensitivitas insulin dan kegemukan

telah diketahui dengan baik, dan kegemukan adalah salah satu faktor penting

untuk memprediksi diabetes tipe 2.

Kegemukan berhubungan dengan lemahnya signal insulin, dan pola

tertentu dari penyimpanan lemak (misalnya penyimpanan lemak dalam perut)

lebih berhubungan dengan penurunan sensitivitas insulin. Meskipun otot rangka

biasanya dianggap sebagai jaringan utama yang menggunakan glukosa,

(36)

Gambar 2.1 Mediasi insulin dalam proses uptake glukosa dikutip dari Cartailler(2004)

Diabetes dapat terjadi pada semua orang tanpa melihat umur dan ras,

namun ada beberapa kelompok memiliki resiko menderita diabetes tipe 2 yang

lebih besar dari pada yang lain yaitu Afrika, Amerika, dan Asia Amerika/Pasifik

(ADA, 2008).

Diabetes tipe 2 sering kali dijumpai pada pria maupun wanita berusia di

atas 40 tahun yang memiliki kelebihan berat badan. Sampai saat ini, diabetes tipe

2 dikenal sebagai serangan diabetes bagi orang dewasa, karena kasus tersebut

tidak dijumpai pada anak-anak. Diabetes tipe 2 dapat menjadi pintu gerbang bagi

berbagai penyakit yang dapat mengancam kehidupan, resiko terbesarnya adalah

meningkatnya resiko kemungkinan berkembangnya penyakit jantung koroner

(PJK) (D’Adamo and Whitney, 2007).

c. Diabetes pada masa kehamilan

Diabetes pada masa kehamilan di alami sekitar 4% pada semua wanita

hamil, sekitar 135.000 kasus di Amerika setiap tahunnya. Pada pasien-pasien ini

(37)

d. Pra-diabetes

Pra-diabetes merupakan suatu kondisi yang terjadi ketika kadar glukosa

darah seseorang lebih tinggi dari normalnya, tetapi tidak sampai didiagnosis

sebagai diabetes tipe 2. Ada sekitar 54 juta orang Amerika menderita pra-diabetes,

dan sekitar 20,8 juta orang menjadi menderita diabetes (ADA, 2008).

2.6.3 Diagnosis Diabetes Mellitus

Diagnosis diabetes mellitus dapat ditegakkan dengan cara mengaitkan

simptom-simptom klasik dengan hiperglikemia yang jelas, atau dengan kriteria

diagnostik yang spesifik pada pasien asimptomatik. Penapisan (skrining) harus

dilakukan pada pasien dengan riwayat keluarga yang jelas menderita diabetes

mellitus, dengan obesitas yang bermakna, dengan infeksi kulit, genital atau

tractus urinarus yang kumat-kumatan; atau dengan riwayat kehamilan yang menunjukkan diabetes mellitus pada kehamilan, prematuritas, atau berat badan

bayi lebih dari 4,5 kg. Pada pasien dengan kadar glukosa plasma lebih dari 160

mg/dl atau kadar gula darah puasa di atas 115 mg/dl adalah indikasi untuk

melakukan pemeriksaan diagnostik dan tindakan lanjut yang ketat.

a. Pasien-Pasien Simptomatik

Apabila seorang pasien ditemukan gejala-gejala berupa poliuria (sering

berkemih) bersama-sama dengan polidipsia (rasa haus yang berlebihan) dan

penurunan berat badan serta kadar glukosa plasma yang lebih dari 200 mg/dl

maka pasien itu sudah dapat dianggap menderita diabetes tanpa perlu

(38)

b. Pasien-Pasien Asimptomatik

Pemeriksaan diagnostik hendaknya dilakukan apabila hasil pemeriksaan

penapisan rutin abnormal atau bila terdapat kecurigaan yang kuat bahwa

pasien menderita diabetes mellitus.

i. Kadar glukosa plasma puasa

Penderita dikatakan diabetes mellitus bila kadar glukosa plasma puasanya

lebih dari 140 mg/dl, yang dapat ditunjukkan pada sedikitnya dua kali

pemeriksaan.

ii. Uji toleransi glukosa oral

Pasien diberi glukosa 75 g pada pagi hari setelah puasa semalaman.

Hasil uji yang normal menunjukkan:

a. Kadar glukosa plasma kurang dari 115 mg/dl

b. Kadar glukosa plasma 2 jam

sesudah minum glukosa tidak lebih dari 140 gg/dl dan tidak ada kadar

glukosa yang melebihi 200 mg/dl. Nilai di antara normal dan diabetes

mellitus menunjukkan toleransi glukosa yang terganggu (Woodley dan

Whelan, 1995).

2.6.4 Diabetes Mellitus pada Hewan

Keadaan diabetes dapat diinduksi pada hewan dengan cara

pankreatektomi, uji toleransi glukosa dan secara kimia menggunakan diabetagon

seperti streptozotocin dan aloksan (Marzoeki, 1993). Kadar gula darah normal

pada tikus adalah 50-135 mg/dl (Carvalho, 2003).

Aloksan (2,4,5,6-tetraoksipirimidin; 5,6-dioksiurasil) merupakan senyawa

hidrofilik dan tidak stabil (Gambar 2.2). Waktu paro pada suhu 37°C dan pH

(39)

diabetogenik, aloksan dapat digunakan secara intravena, intraperitoneal dan

subkutan. Dosis intravena yang digunakan biasanya 65 mg/kg BB, sedangkan

intraperitoneal dan subkutan adalah 2-3 kalinya (Agung, 2006).

Aloksan secara cepat dapat mencapai pankreas, aksinya diawali oleh

pengambilan yang cepat oleh sel β Langerhans. Pembentukan oksigen reaktif

merupakan faktor utama pada kerusakan sel tersebut. Pembentukan oksigen

reaktif diawali dengan proses reduksi aloksan dalam sel β Langerhans. Aloksan

mempunyai aktivitas tinggi terhadap senyawa seluler yang mengandung gugus

SH, glutation tereduksi (GSH), sistein dan senyawa sulfhidril terikat protein

(misalnya SH-containing enzyme). Hasil dari proses reduksi aloksan adalah asam

dialurat, yang kemudian mengalami reoksidasi menjadi aloksan, menentukan

siklus redoks untuk membangkitkan radikal superoksida. Reaksi antara aloksan

dengan asam dialurat merupakan proses yang diperantarai oleh radikal aloksan

intermediet (HA˙). Radikal superoksida dapat membebaskan ion ferri dari

ferinitin, dan mereduksi menjadi ion ferro. Selain itu, ion ferri juga dapat

direduksi oleh radikal aloksan. Radikal superoksida mengalami dismutasi menjadi

hidrogen peroksida, berjalan spontan dan kemungkinan dikatalisis oleh

superoksida dismutase. Salah satu target dari oksigen reaktif adalah DNA pulau

Langerhans pankreas. Kerusakan DNA tersebut menstimulasi poly

ADP-ribosylation, proses yang terlibat pada DNA repair. Adanya ion ferro dan hidrogen peroksida membentuk radikal hidroksi yang sangat reaktif melalui reaksi

(40)

Gambar 2.2 Struktur kimia aloksan (Agung, 2006)

Faktor lain selain pembentukan oksigen reaktif adalah gangguan pada

homeostatis kalsium intraseluler. Aloksan dapat meningkatkan konsentrasi ion

kalsium bebas sitosolik pada sel β Langerhans pankreas. Efek tersebut diikuti oleh

beberapa kejadian : influks kalsium dari cairan ekstraseluler, mobilisasi kalsium

dari simpanannya secara berlebihan, dan eliminasinya yang terbatas dari

sitoplasma. Influks kalsium akibat aloksan tersebut mengkaibatkan depolarisasi

sel β Langerhans, lebih lanjut membuka kanal kalsium tergantung voltase dan

semakin menambah masuknya ion kalsium ke sel. Pada kondisi tersebut,

konsentrasi insulin meningkat sangat cepat, dan secara signifikan mengakibatkan

gangguan pada sensitivitas insulin perifer dalam waktu singkat. Selain kedua

faktor tersebut di atas, aloksan juga diduga berperan dalam penghambatan

glukokinase dalam proses metabolisme energi (Agung, 2006).

Streptozotosin (STZ) atau 2-deoksi-2-[3-(metil-3-nitrosoureido)-D-gluko

piranose] diperoleh dari Streptomyces achromogenes dapat digunakan untuk

menginduksi baik DM tipe 1 maupun tipe 2 pada hewan uji. Struktur kimia

streptozotosin ditunjukkan pada Gambar 2.3. Dosis yang digunakan untuk

(41)

intraperitoneal adalah lebih dari 40 mg/kg BB. STZ juga dapat diberikan secara

berulang, untuk menginduksi DM tipe 1 yang diperantarai aktivasi sistem imun.

Untuk menginduksi DM tipe 2, STZ diberikan intravena atau intraperitoneal

dengan dosis 100 mg/kg BB pada tikus yang berumur 2 hari kelahiran, pada 8-10

minggu tikus tersebut mengalami gangguan respon terhadap glukosa dan

sensitivitas sel β terhadap glukosa. Di lain pihak, sel α dan δ tidak dipengaruhi

secara signifikan oleh pemberian streptozotosin pada neonatal tersebut sehingga

tidak membawa dampak pada perubahan glukagon dan somatostatin.

Patofisiologis tersebut identik pada DM tipe II (Agung, 2006).

STZ menembus sel β Langerhans melalui tansporter glukosa GLUT 2.

Aksi STZ intraseluler menghasikan perubahan DNA sel β pankreas. Alkilasi DNA

oleh STZ melalui gugus nitrosourea mengakibatkan kerusakan pada sel β

pankreas. STZ merupakan donor NO yang mempunyai kontribusi terhadap

kerusakan sel tersebut melalui peningkatan aktivitas guanil siklase dan

pembentukan cGMP. NO dihasilkan sewaktu STZ mengalami metabolisme dalam

sel. Selain itu STZ juga mampu membangkitkan oksigen reaktif yang mempunyai

peran tinggi dalam kerusakan sel β pankreas. Pembentukan anion superoksida

karena aksi STZ dalam mitokondria dan peningkatan aktivitas xantin oksidase.

Dalam hal ini, STZ menghambat siklus Krebs dan menurunkan konsumsi oksigen

mitokondria. Produksi ATP mitokondria yang terbatas selanjutnya mengakibatkan

(42)

Gambar 2.3 Struktur kimia streptozotosin (Agung, 2006)

2.6.5 Efek Akut Diabetes Mellitus

Ketika kadar glukosa darah meninggi ke tingkat ketika jumlah glukosa

yang difiltrasi melebihi kapasitas sel-sel tubulus melakukan reabsorbsi, glukosa

akan terdapat dalam urin (glukosuria). Glukosa dalam urin menimbulkan efek

osmotik yang menarik H2O bersamanya, menimbulkan diuresis osmotik yang

ditandai oleh poliuria (sering berkemih). Cairan yang berlebihan keluar dari tubuh

menyebabkan dehidrasi, yang pada gilirannya akan menyebabkan kegagalan

sirkulasi perifer karena volume darah turun secara signifikan. Kegagalan sirkulasi,

apabila tidak diperbaiki, dapat menyebabkan kematian karena aliran darah ke otak

turun atau menimbulkan gagal ginjal sekunder akibat tekanan filtrasi yang tidak

adekuat. Selain itu, sel-sel kehilangan air karena tubuh mengalami dehidrasi

akibat perpindahan osmotik air dari dalam sel ke cairan ekstrasel yang hipertonik.

Sel-sel otak sangat peka terhadap penciutan, sehingga timbul gangguan fungsi

sistem saraf. Gejala khas lain pada diabetes mellitus adalah polidipsia (rasa haus

berlebihan), yang sebenarnya merupakan mekanisme kompensasi untuk mengatasi

dehidrasi (Sheerwood, 1996). Oleh karena terjadi defisiensi glukosa intrasel,

nafsu makan (appetite) meningkat, sehingga timbul polifagia (pemasukan

makanan berlebihan). Akan tetapi, walaupun terjadi peningkatan pemasukan

makanan, berat tubuh menurun secara progresif akibat defisiensi insulin pada

metabolisme lemak dan protein. Sintesis trigliserida menurun saat lipolisis

meningkat, sehingga terjadi mobilisasi besar-besaran asam lemak dari simpanan

trigliserida. Peningkatan asam lemak dalam darah digunakan oleh sel sebagai

(43)

pengeluaran berlebihan badan keton mencakup beberapa asam seperti asam

asetoasetat yang berasal dari penguraian tidak sempurna lemak oleh hati, ketosis

ini menyebabkan asidosis metabolik progresif. Asidosis menekan fungsi otak dan,

apabila cukup parah, dapat menyebabkan koma diabetes dan kematian

(Sheerwood, 1996).

Tindakan kompensasi untuk asidosis metabolik adalah peningkatan

ventilasi untuk meningkatkan pengeluaran CO2 pembentuk asam. Ekshalasi salah

satu badan keton, yaitu aseton menyebabkan nafas berbau buah. kadang-kadang

karena bau ini seorang pasien kolaps akibat koma diabetes secara salah disangka

orang yang lewat sebagai peminum anggur yang pingsan karena kebanyakan

minum. Orang dengan diabetes tipe 1 jauh lebih rentan mengalami ketosis

daripada pengidap diabetes tipe 2 (Sheerwood, 1996).

Efek tidak adanya insulin pada metabolisme protein, menyebabkan

pergeseran ke arah katabolisme protein. Penguraian protein-protein otot

menyebabkan otot rangka lisut dan melemah dan pada diabetes anak, penurunan

pertumbuhan keseluruhan. Penurunan asupan asam amino disertai peningkatan

penguraian protein meyebabkan peningkatan asam amino dalam darah.

Peningkatan asam amino dalam sirkulasi darah dapat digunakan untuk

glukoneogenesis, yang semakin memperparah hiperglikemia (Sheerwood, 1996).

2.6.6 Komplikasi Diabetes Mellitus

Komplikasi-komplikasi diabetes mellitus dapat dibagi menjadi dua

kategori:

a. Komplikasi Metabolik Akut, misal Seperti ketoasidosis diabetik dan

(44)

b. Komplikasi-komplikasi Vaskular Jangka Panjang, melibatkan

pembuluh-pembuluh kecil (mikroangiopati) dan pembuluh-pembuluh-pembuluh-pembuluh sedang dan besar

(makroangiopati). Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang

menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopati diabetik), glomerulus ginjal

(nefropati diabetik), otot-otot dan kulit. Makroangiopati diabetik mempunyai

gambaran histopatologik berupa arteriosklerosis (Price dan Wilson, 1995).

2.6.7 Obat Antidiabetes Oral

a. Sulfonilurea: tolbutamida, klorpropamida, tolazamida (Tolinase),

glibenklamida, glikazida, glipizida, dan glikidon. Empat obat terakhir

dinamakan obat-obat generasi kedua, yang daya kerjanya atas dasar 10-100

kali lebih kuat daripada obat pertama yang termasuk obat-obat generasi ke-1.

Sulfonilurea menstimulasi sel ß dari pulau Langerhans, sehingga sekresi

insulin ditingkatkan. Di samping itu kepekaan sel-sel ß bagi kadar glukosa

darah juga diperbesar melalui pengaruhnya atas protein transpor glukosa. Obat

ini hanya efektif pada penderita diabetes mellitus tipe 2 yang tidak begitu

berat, yang sel-sel β-nya masih bekerja cukup baik. Ada indikasi bahwa

obat-obat ini juga memperbaiki organ tujuan bagi insulin dan menurunkan absorbsi

insulin oleh hati.

b. Biguanida : metformin. Berbeda dengan sulfonilurea, obat-obat ini tidak

menstimulasi pelepasan insulin dan tidak menurunkan kadar gula darah pada

orang sehat. Zat ini juga menekan nafsu makan (efek anorexia) hingga berat

badan tidak meningkat, sehingga layak diberikan pada penderita yang

overweight. Penderita ini biasanya mengalami resistensi insulin, sehingga

(45)

c. Glukosidase-inhibitors: akarbose dan mignitol. Obat-obat ini termasuk

kelompok obat-obat baru, yang berdasarkan persaingan inhibisi enzim ά

-glukosidase di mukosa duodenum, sehingga reaksi penguraian di/polisakarida

menjadi monosakarida dihambat. Dengan demikian glukosa dilepaskan lebih

lambat dan absorbsinya dalam darah juga kurang cepat, lebih rendah dan

merata, sehingga memuncaknya kadar gula darah dihindarkan. Kerja ini mirip

dengan efek dari makanan yang kaya akan serat gizi.

d. Thiazolidindion : troglitazon adalah kelompok obat baru yang pada tahun

1996 dipasarkan di AS dan Inggris. Kegiatan farmakologisnya luas dan berupa

penurunan kadar glukosa dengan jalan meningkatkan kepekaan bagi insulin

dari otot, jaringan lemak dan hati. Sebagai efeknya penyerapan glukosa ke

dalam jaringan lemak dan otot meningkat. Begitu juga menurunkan kadar

trigliserida/asam lemak bebas dan mengurangi glukoneogenesis dalam hati.

Zat ini tidak mendorong pankreas untuk meningkatkan pelepasan insulin

seperti sulfonilurea.

e. Miglitinida : repaglinida (novonorm)

Kelompok obat terbaru ini (ditemukan pada tahun 1999) bekerja menurut

suatu mekanisme khusus, yakni mencetuskan pelepasan insulin dari pankreas

segera setelah makan. Miglitinida harus diminum tepat sebelum makan dan

karena reabsorbsinya cepat, maka mencapai kadar puncak dalam 1 jam.

Insulin yang dilepaskan kadar glukosa darah secukupnya. Ekskresinya juga

cepat sekali, dalam waktu 1 jam sudah dikeluarkan dari tubuh (Tjay dan

Rahardja, 2002).

(46)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

VCO yang diperoleh dimaksudkan untuk mengetahui efek hipoglikemik

dan mengamati langsung praparat histologi pankreas tikus diabetes yang diinduksi

STZ.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental

di laboratorium dengan kondisi lingkungan yang homogen pada percobaan,

meliputi tikus putih galur wistar, kelamin jantan, kondisi kandang dan makanan.

desain rancangan digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL). Data

dianalisis dengan Anava (analisis variansi) dan dilanjutkan dengan uji beda

rata-rata Duncan menggunakan program Statistical and Product Service Solution

(SPSS). Model rancangan acak lengkap (RAL) dan matriks percobaan ditunjukkan pada Tabel 3.1

Tabel 3.1 Matriks rancangan percobaan

Pengulangan Perlakuan

1 2 3 4 5 6 Total

K K1 K2 K3 K4 K5 K6 6

V1 V11 V12 V13 V14 V15 V16 6

V2 V21 V22 V23 V24 V25 V26 6

V3 V31 V32 V33 V34 V35 V36 6

G G1 G2 G3 G4 G5 G6 6

Keterangan :K= Kontrol Negatif (CMC 0,5%); V1 = VCO dosis 2 ml/kg bb; V2 =VCO dosis 4 ml/kg bb;V3=VCO dosis 8 ml/kg bb;G=Glibenklamid

(47)

Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu penyediaan sampel,

penyediaan sedian uji, pengujian efek hipoglikemik dan uji preparat histologi

pankreas.

3.1 Alat - alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas

laboratorium, neraca listrik (Chyo JP2-600), neraca hewan (Presica Geniweigher,

GW–1500), aluminium foil, mortir dan stamfer, kandang tikus, oral sonde, spuit 1

ml (Terumo), spuit 3 ml (Terumo), glukometer (Accutrend-Roche), kertas saring,

alat bedah. Mikrotum, mikroskop, dan kamera digital.

3.2 Bahan - bahan

3.2.1 Bahan Uji

Buah kelapa (Cocos nucifera).

3.2.2 Bahan Kimia

Etanol 96% (E-Merck), aqua pro injeksi, asam sitrat (E-Merck), natrium

sitrat (E-Merck), Streptozotocin, Glibenklamid, glucocard test Accutrend II.

3.2.3 Hewan Percobaan

Hewan yang digunakan adalah tikus putih jantan dengan berat badan 150 –

200 gram sebanyak 30 ekor. Sebelum percobaan dimulai terlebih dahulu tikus

dipelihara selama 2 minggu dalam kandang yang baik untuk menyesuaikan

lingkungannya (Ditjen POM, 1979).

(48)

Sampel yang digunakan adalah daging kelapa tua segar. Pengambilan

sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan sampel

buah kelapa yang lain. Sampel diambil dari Teluk Kijing, propinsi Jambi.

3.4 Pembuatan VCO

Kulit kelapa tua segar dikupas, kemudian dibelah dua dan di cuci sampai

bersih. Selanjutnya diparut, parutan yang diperoleh segera (tidak lebih dari 20

menit) dicampurkan dengan air bersih dengan perbandingan 3 (tiga) biji kelapa : 1

(satu) liter air bersih, lalu diperas dengan kain kasa. Hasilnya disebut santan, di

tempatkan dalam wadah transparan kemudian di mikser dengan waktu ± 10 menit

untuk 1 (satu) liter santan. Hasil mikser didiamkan selama 8 jam.

Hasil pendiaman santan yang dimikser akan terbentuk 3 (tiga) lapisan, yaitu

lapisan atas: blondo, Lapisan tengah: VCO, dan lapisan bawah: air. Lapisan VCO

diambil dan disaring 2 (dua) kali dengan kertas saring, sehingga diperoleh VCO

murni dan disimpan dalam wadah tertutup.

3.5Penyiapan Penginduksi, Bahan Uji dan Obat Pembanding untuk Pengujian Farmakologi

3.5.1 Pembuatan Larutan Asam Sitrat 0,1 M

Ditimbang 2,1 g asam sitrat dilarutkan dalam akuades hingga 100 ml

3.5.2 Pembautan Larutan Natrium Sitrat 0,1 M

Ditimbang 2,9 g natrium sitrat dilarutkan dalam akuades 100 ml.

3.5.3 Pembuatan Larutan Dapar Sitrat pH 4,5

Diambil 26,75 ml larutan asam sitrat dan 34,25 ml larutan natrium sitrat,

lalu dicukupkan dengan akuades hingga 100 ml.

(49)

Ditimbang 335,7 mg serbuk streptozotocin, dilarutkan seperlunya dalam

larutan dapar sitrat pH 4,5.

3.5.5 Pembuatan Suspensi CMC 0,5%

Sebanyak 0,5 g CMC ditaburkan dalam lumpang yang berisi 25 ml akuades

panas. Didiamkan 15 menit hingga diperoleh massa yang transparan, setelah

dikembangkan, digerus lalu diencerkan dengan sedikit air. Kemudian dimasukkan

dalam erlenmeyer yang telah dikalibrasi 100 ml. Volumenya dicukupkan dengan

akuades hingga 100 ml.

3.5.6 Pembuatan Suspensi Glibenklamid 0,02% dalam Larutan CMC 0,5%

Sebanyak 20 mg glibenklamid digerus, dan ditambahkan larutan CMC 0,5%

sedikit demi sedikit sambil digerus terus lalu diencerkan dengan sedikit air.

Kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang telah dikalibrasi 100 ml,

dicukupkan dengan akuades hingga 100 ml.

3.6 Prosedur Kerja Untuk Pengujian Farmakologi

Tikus dipuasakan (tidak makan tapi tetap minum) selama lebih kurang 18

jam. Kemudian berat badan ditimbang dan diukur kadar gula darah puasa.

Diberikan secara intravena (iv) Larutan streptozotocin 40 mg/kg bb. Lalu diukur

kadar gula darah tikus pada hari ke-3 dan ke-7. Pada hari ke-7, hewan yang

memiliki kadar gula darah (KGD) lebih tinggi dari 250 mg/dl dipisahkan dan

dijadikan sebagai hewan uji. Hewan yang KGD lebih rendah dari 250 mg/dl

diinduksi kembali.

Kemudian masing – masing tikus diberi:

Kelompok 1 : Tanpa pemberian glibenklamid dan bahan uji

Kelompok 2 : Sediaan VCO dosis 2 ml/kg bb (per oral).

(50)

Kelompok 4 : Sediaan VCO dosis 8 ml/kg bb (per oral).

Kelompok 5 : Larutan glibenklamid dosis 1 mg/kg bb (per oral).

lalu diukur kadar gula darah tikus pada hari ke-3 dan ke-6. Pada hari ke-6, hewan

uji dilakukan pembedahan dan bagian organ pankreas dilakukan uji preparat

histologi di Fakultas Kedokteran USU. Diamati luas pankreas pada

masing-masing perlakuan

.

3.7 Pembedahan Hewan Uji

Hewan uji dimatikan dengan cara dislokasi leher. Hewan yang telah mati

dipasung di atas papan fiksasi dengan perut mengarah ke atas. Pemotongan

dilakukan pada bagian kulit perut secara menyilang sampai terlihat bagian organ

bagian dalam perut tikus. Selanjutnya diambil organ pankreas tikus, lalu disimpan

dalam wadah khusus yang berisi larutan fisiologis.

3.8 Pembuatan Preparat Pankreas pada Tikus Putih

Setelah pankreas dikeluarkan dari tubuh tikus putih maka dilakukan

pembuatan preparat pankreas dengan langkah sebagai berikut:

a. sampel pankreas yang telah diambil lalu di fiksasi dengan larutan formalin

10% selama 3-4 jam

b. setelah itu dilakukan dehidrasi dengan aseton sebanyak 3 kali,

masing-masing selama 2 jam

c. dilakukan cleaning (pembersihan) dengan menggunakan toluen sebanyak

3 kali, masing-masing selama 1-2 jam

d. dilakukan proses embedding yaitu perendaman sampel di paraffin cair

(51)

e. lalu dilakukan proses pencetakan blok paraffin

f. tahap cutting (pemotongan) blok paraffin yaitu:

i. menggunakan alat mikrotom sehingga menghasilkan lembaran yang

ketebalannya 2 µm

ii. lembaran tersebut diletakkan di penangas air yang suhunya 30 0C

iii. lembaran yang telah direndam dalam penangas dilengketkan pada

objek glas

iv. lalu sampel tersebut dipanaskan di oven selama 2-3 menit

g. pewarnaan (staining)

Sebelum pewarnaan, sampel yang telah dipanaskan di oven lalu direndam

dalam xylol sebanyak 3 kali masing-masing selama 5-10 menit.

Selanjutnya dilakukan pencucian/pembilasan dengan menggunakan,

alkohol 90% selama 5-10 menit, lalu alkohol 80% selama 5-10 menit, lalu

alkohol 70% selama 5-10 menit. Setelah itu dilakukan proses pewarnaan

dengan menggunakan larutan haemotoxylin selama 2-3 menit dilanjutkan

dengan larutan Eosin selama 2-3 menit. Kemudian sampel tersebut

dicuci/dibilas menggunakan alkohol 70% selama 5-10 menit, lalu alkohol

80% selama 5-10 menit, dan kemudian alkohol 90% selama 5-10 menit.

h. sampel dikeringkan pada suhu kamar selama 3-5 menit

i. lalu ditutup dengan objek glass.

j. lalu diamati di bawah mikroskop

(52)

Alat glukotes ini terdiri dari beberapa perangkat. Perangkat alat glukotest ini

ditunjukkan pada Gambar 3.1 dan cara penggunaan ditunjukkan pada Gambar 3.2.

Keterangan : 1. Glukotes

2. Strip

3. Kalibrasi

4. Alat Penusuk

Gambar 3.1 :Alat Glukotes

4 3

2

1

Gambar 3.1 : Alat Glukotes

3.9.1 Prosedur Penggunaan

a. Dimasukkan strip kalibrasi ke dalam

tempat masuknya strip. Pada layar akan

tampak nomor seri strip.

b. Dibuka bungkus strip sampai garis

tanda.

c. Dimasukkan strip kedalam alat.

(53)

d. Pada layar akan muncul nomor seri dan

kadar gula darah pada pengukuran

terakhir secara bergantian.

e. Darah disentuhkan ke ujung strip sampai

penuh.

f. Kadar gula darah akan tampak pada

layar setelah 30 detik.

(54)

(Anonim, 2001).

3.9.2 Prinsip Pengukuran

Sampel darah akan masuk kedalam tes strip melalui aksi kapiler. Glukosa

yang ada pada darah akan bereaksi dengan glukosa oksidase dan kalium

ferisianida yang ada dalam strip dan dihasilkan kalium ferosianida. Kalium

ferosianida yang dihasilkan sebanding dengan konsentrasi glukosa yang ada pada

sampel darah. Oksidasi kalium ferosianida akan menghasilkan muatan listrik yang

akan diubah oleh alat glukotes untuk ditampilkan sebagai konsentrasi glukosa

pada layar.

Glukosa oksidase

β–D–glukosa + kalium ferisianida asam glukonat + kalium ferosianida

oksidasi

Kalium ferosianida kalium ferisianida + e-

(Anonim, 2001).

3.10 Analisis Data

Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan

acak lengkap, menggunakan perhitungan statistik ANAVA dengan uji rata – rata

lanjutan Duncan dengan taraf kepercayaan 95%.

3.11 Definisi Operasional

a. Bahan uji adalah suspensi Glibenklamid 1 mg/kg berat badan; VCO dosis 2;

4 dan 8 ml/kg berat badan yang diberikan kepada tikus diabetes secara

(55)

b. Pengukuran kadar gula darah (KGD) adalah ± 4 jam setelah pemberian

bahan uji pada hari yang telah ditentukan.

c. H1 adalah menunjukkan hari pada saat pemberian bahan uji pertama kali

pada tikus diabetes.

d. H3 adalah menunjukkan hari ke-3 pada saat pemberian bahan uji pada tikus

diabetes.

e. H6 adalah menunjukkan hari ke-6 pada saat pemberian bahan uji pada tikus

diabetes

f. Pengukuran berat badan tikus setelah H6 sebelum dilakukan pembedahan.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dosis VCO ditentukan berdasarkan pada penggunaannya secara empiris di

masyarakat yaitu 45 ml (3 x 1 sendok makan) per hari, selanjutnya dikonversikan

ke dosis tikus yaitu 0,81 ml/200 gram berat badan setara dengan 4 ml/kg berat

badan (Laurence & Bacharach, 1864). Variasi dosis yang dibuat adalah 2; 4 dan 8

ml/kg bb. Pengamatan perubahan kadar gula darah (KGD) selama 6 hari dengan

pemberian VCO setiap hari sesuai dosis masing-masing.

Hasil penelitian kenaikan KGD pada tikus diabetes yang diamati selama 6

hari ditunjukkan pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.1.

Tabel 4.1 Perubahan KGD tikus diabetes yang diinduksi STZ (Rerata ± SEM)

Pengamatan Nama perlakuan

Normal H1 H3 H6

Kontrol negatif 162.9 ± 24.7 405 ± 122 567 ± 61 547 ± 63

VCO 2 ml/kgbb 174.0 ± 22.0 382 ± 69 543 ± 64 433 ± 30

VCO 4 ml/kgbb 192.2 ± 18.8 431 ± 137 434,5 ± 131 288 ± 77

(56)

Glibenklamid 1 mg/kgbb 164.6 ± 20.4 387 ± 103 352 ± 104 187 ± 101

Keterangan :setiap kelompok perlakuan menggunakan 6 ekor tikus

40

Gambar 4.1:Diagram yang menunjukkan keadaan KGD selama 6 hari dengan

pemberian VCO, glibenklamid dan kontrol negatif (CMC 0,5%)

P<0,05

Diagram di atas menunjukkan KGD tikus diabetes yang diinduksi STZ

dengan setiap kelompok yang terdiri dari 6 ekor. Berdasarkan grafik di atas

nampak bahwa pada hari pertama (H1) masing-masing kelompok pemberian VCO

(57)

di atas 250 mg/dl, ini menunjukkan bahwa hewan yang digunakan telah

memenuhi persyaratan sebagai hewan uji. KGD tikus diabetes nampak tidak

berbeda, hal ini didukung dari analisis statistik Anava bahwa pada hari pertama

terjadi peningkatan KGD semua kelompok perlakuan tidak berbeda nyata. Respon

KGD terhadap dosis STZ 40 mg/kg bb yang diberikan, nampak adanya respon

yang seragam pada hewan percobaan.

Pada hari ketiga (H3) nampak bahwa kelompok kontrol negatif tikus

diabetes tanpa pemberian VCO dan glibenklamid dan kelompok tikus diabetes

dengan pemberian VCO dosis 2 ml/kg bb menunjukkan peningkatan KGD, ini

mengisyaratkan bahwa pada hari ketiga masih terjadi kerusakan sel β sehingga

KGD terus mengalami peningkatan, sedangkan pemberian VCO dosis 2 ml/kg bb

terjadi penurunan dibanding kontrol negatif (Gambar 4.1 dan Tabel 4.2) namun

tidak menunjukkan perbesaran yang signifikan. Artinya ketersediaan hayati VCO

yang terabsorpsi dalam darah belum dapat memberikan efek penurunan KGD

yang signifikan.

Kelompok tikus diabetes dengan pemberian VCO dosis 4; 8 ml/kg bb dan

glibenklamid 1 mg/kg bb mengalami penurunan KGD yang berbeda nyata

(Gambar 4.1 dan Tabel 4.2). Ketersediaan hayati VCO pada dosis 4 dan 8 ml/kg

bb yang terabsorpsi telah dapat menurunkan KGD pada tikus diabetes (Tabel

4.2).

Tabel 4.2 Uji beda rata-rata lanjutan Duncan pada hari ke-3

α = 0,05

Perlakuan N

1 2

Glibenklamid 1 mg/kg bb 6 352,33

VCO 8 ml/kg bb 6 401,67

VCO 4 ml/kg bb 6 434,50

VCO 2 ml/kg bb 6 543,17

Gambar

Gambar 1.1 Skema yang menggambarkan kerangka pikir penelitian
Gambar 2.1 Mediasi insulin dalam proses uptake glukosa dikutip dari            Cartailler(2004)
Gambar 2.2 Struktur kimia aloksan (Agung, 2006)
Tabel 3.1 Matriks rancangan percobaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Infusa buah gambas ( Luffa acutangula L) dapat menurunkan kadar glukosa darah pada tikus putih yang

Untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak bawang putih ( Allium sativum ) terhadap kadar gula darah pada mencit diabetes yang diinduksi Aloksan dibandingkan dengan

L) dengan obat anti hiperglikemik oral terhadap penurunan kadar gula darah pada. tikus jantan putih yang

Tujuan penelitian ini adalah membuktikan bahwa pemberian ekstrak Phaseolus Lunnatus L oral menurunkan kadar gula darah post prandial pada tikus putih jantan diabetes

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kadar glukosa darah pada tikus Wistar diabetes melitus yang diinduksi aloksan setelah pemberian

Kesimpulan penelitian ini adalah pemberian aspartam pada tikus diabetes melitus diinduksi aloksan dapat menyebabkan penurunan kadar glukosa darah yang bermakna.. Kata

Ada hubungan antara peningkatan konsentrasi ekstrak etanol kulit batang kayu manis ( Cinnamomum burmanii ) dengan penurunan kadar gula darah tikus putih jantan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian bubuk kayu manis (Cinnamon burmani) terhadap kadar gula darah pada tikus diabetes yang diinduksi alloxan.. BAHAN