Diabetes melitus menurut Canadian Diabetes Association (2013), adalah
suatu penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia akibat kerusakan
pada sekresi insulin, kerja insulin yang kurang sempurna, atau dapat disebabkan
oleh keduanya. Gejala yang dialami oleh penderita diabetes melitus seperti
poliuri, polidipsi, polifagi, kadang disertai penurunan berat badan dan pandangan
kabur (American Diabetes Association, 2008). Pengelolaan penyakit diabetes
melitus memerlukan penanganan yang tepat untuk memperkecil risiko komplikasi
makrovaskular (angina, stroke, gagal jantung) maupun mikrovaskular (diabetes
retinopati, gangguan pada ginjal, diabetes neuropati) (Litwak et al, 2013). Terapi
non farmakologi untuk penyakit diabetes melitus dilakukan dengan perubahan
gaya hidup seperti mengurangi kebutuhan kalori, lemak jenuh, diet tinggi serat,
dan melakukan olahraga minimal 2 jam setiap minggu (Canadian Diabetes
Association, 2013).
Jumlah penderita diabetes melitus mengalami peningkatan setiap tahun.
Berdasarkan data dari International Diabetes Federation, pada tahun 2013
Indonesia berada di peringkat ke-7 setelah China, India, USA, Brazil, Persekutuan
Rusia, Mexico dengan jumlah penderita diabetes melitus (umur 20 – 79 tahun)
sebanyak 8,5 juta jiwa. Jumlah penderita diabetes di seluruh dunia khususnya
diabetes melitus tipe 2 akan mengalami peningkatan sebanyak 55% pada tahun
2035. Peningkatan jumlah penderita diabetes signifikan terjadi pada negara
berkembang (International Diabetes Federation, 2013). Tingginya angka
prevalensi diabetes melitus menjadi dasar dikembangkannya berbagai penelitian
mengenai terapi diabetes, baik dengan mengembangkan terapi yang telah ada
sebelumnya atau terapi baru dalam pengobatan diabetes.
Gambas (Luffa acutangula L) atau disebut juga Oyong tergolong ke dalam keluarga cucurbitaceae. Gambas diduga memiliki potensi sebagai antidiabetes
karena kandungan cucurbitacin yang terdapat dalam bagian buahnya (Pimple, et
al 2011). Cucurbitacin termasuk golongan saponin dan termasuk ke dalam jenis triterpenoid (Mohan & Sanjay, 2010). Saponin adalah senyawa glikosida yang
mempunyai bobot molekul tinggi yang terdistribusi dalam tanaman serta terdiri
dari triterpenoid dan steroid (Sharma & Paliwal, 2013). Penelitian terhadap biji
gambas menunjukkan bahwa pemberian infusa biji gambas dalam bentuk tunggal
maupun kombinasi biji gambas dengan glibenklamid maupun metformin
menunjukkan penurunan kadar glukosa darah yang lebih besar dibanding
glibenklamid maupun metformin yang digunakan tunggal (Herowati, et al, 2013).
Dalam penelitian ini menggunakan metode penyarian infusa untuk
memperoleh kandungan kimia dari buah gambas yaitu berupa saponin. Pemilihan
metode penyarian infusa berdasarkan sifat saponin yang dapat larut dalam pelarut
air (Pandey & Tripathi, 2014).Berdasarkan hal tersebut, akan dilakukan penelitian
mengenai efek antidiabetes dari infusa buah gambas dengan menggunakan hewan
uji berupa tikus putih yang telah dibuat hiperglikemia dengan diinduksi aloksan
secara intraperitoneal.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, masalah yang akan diteliti adalah
apakah infusa buah gambas (Luffa acutangula L) dapat menurunkan kadar glukosa darah pada tikus putih yang diinduksi aloksan ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek penurunan kadar glukosa
darah dari infusa buah gambas pada tikus putih yang diinduksi aloksan.
D. Tinjauan Pustaka 1. Tanaman Gambas (Luffa acutangula L)
a. Klasifikasi
Ordo : Cucurbitales Famili : Cucurbitaceae Genus : Luffa
Spesies : Luffa acutangula (Dashora, et al, 2013).
b. Nama lain : Ribbed gourd (English), Turai, Satputia (Hindi), Gantali,
Kosataki, Ksweda (Sanskrit), Turiya (Punjabi), Hire-valli
(Kanada) (Dashora, et al, 2013).
Nama daerah : Oyong, Emes, Kacur, Kimput (Sastroamidjojo, 2001).
c. Deskripsi tanaman
Daun tanaman gambas memiliki bentuk bergigi tidak teratur dan terdiri
dari 5-7 ruang. Buah dari tanaman gambas berbentuk gada atau silinder. Bagian
buah terbagi dalam 3 ruang. Pada buah gambas yang tua, bagian dalamnya
terdapat jaringan seperti jala yang berserabut banyak (Sastroamidjojo, 2001).
d. Kandungan kimia
Gambas memiliki kandungan kimia berupa karbohidrat, karoten, lemak,
protein, asam amino, alanin, arginin, glisin, cystin, asam glutamat, hidroksiprolin,
leusin, serin, triptopan, flavonoid, saponin. Pada bagian bijinya mengandung
minyak seperti palmitat, stearat, asam miristat (Jyothi, et al., 2010). Berdasarkan
hasil penelitian, buah gambas mengandung cucurbitacin B dan E serta asam
oleanalic. Cucurbitacin termasuk golongan saponin dan termasuk kedalam jenis
triterpenoid (Mohan & Sanjay, 2010).
e. Kegunaan di masyarakat
Bagian tanaman gambas yang dapat digunakan yaitu buah, biji, akar, dan
daun. Rebusan buah gambas yang ditambah garam dapat digunakan untuk
melancarkan sistem pencernaan. Biji gambas yang mengandung minyak banyak
digunakan untuk perawatan kulit. Daun dari tanaman gambas dapat digunakan
untuk mengobati penyakit disentri, sedangkan bagian akarnya digunakan untuk
2. Diabetes Melitus
a. Definisi
Diabetes melitus menurut Dipiro et al (2008) merupakan gangguan
metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia dan abnormalitas metabolisme dari
karbohidrat, lemak, dan protein yang dapat menghasilkan komplikasi kronis
[image:4.612.137.506.238.313.2]termasuk mikrovaskular, makrovaskular, dan gangguan neuropati.
Tabel 1. Klasifikasi kadar glukosa darah
Kelompok Glukosa darah puasa Glukosa darah postprandial
Normal <100 mg/dL (5,6 mmol/L) <140 mg/dL (7,8mmol/L)
Pradiabetes 100-125 mg/dL (5,6-6,9 mmol/L) 140-199 mg/dL (7,8-11,1 mmol/L)
Diabetes ≥126 mg/dL (7,0mmol/L) ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L)
Sumber : Dipiro, et al, 2008
b. Klasifikasi diabetes melitus
1) Diabetes melitus tipe 1
Diabetes melitus tipe 1 atau insulin dependent diabetes melitus merupakan penyakit autoimun yang disebabkan karena kerusakan sel β pankreas sehingga
produksi insulin terganggu (Canadian Diabetes Association, 2013). Menurut
Greenstein & Wood (2010) diabetes melitus tipe 1 sering diderita oleh anak dan
dewasa muda. Pasien pendeita diabetes melitus tipe 1 harus menggunakan insulin
parenteral dan menjalankan diet yang ketat. Tujuan terapi adalah mempertahankan
kadar glukosa darah sedekat mungkin dengan nilai normal, yang bervariasi sekitar
4-9 mmol/L Pasien dengan diabetes melitus tipe 1 memiliki risiko timbulnya
komplikasi mikrovaskular (retinopati, nefropati, neuropati).
2) Diabetes melitus tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 atau non insulin dependent diabetes melitus adalah suatu kondisi dimana pankreas mampu memproduksi insulin secara normal tetapi
terjadi resistensi insulin sehingga menyebabkan kadar glukosa darah meningkat.
Jumlah penderita diabetes melitus tipe 2 lebih banyak dari diabetes melitus tipe 1,
hal ini disebabkan karena gejala diabetes melitus tipe 2 baru terlihat setelah
Federation, 2013). Penderita diabetes melitus tipe 2 disarankan untuk melakukan
modifikasi gaya hidup seperti mengubah pola makan yang bertujuan untuk
mencapai kadar glukosa darah normal serta melakukan olahraga teratur sesuai
kemampuan penderita, hal ini dapat membantu meningkatkan sensitivitas insulin
dan mengurangi kadar glukosa darah (Greenstein & Wood, 2010).
3) Diabetes gestasional
Menurut Greenstein & Wood (2010) pasien dengan diabetes tipe 2 dapat
mengalami diabetes gestasional selama kehamilan, biasanya dengan hiperglikemia
asimtomatik yang terdiagnosis pada pemeriksaan rutin. Kontrol glikemik yang
baik perlu dilakukan untuk mencegah komplikasi pada bayi yang baru lahir. Jika
perubahan pola makan dan gaya hidup tidak dijalankan setelah kehamilan,
sebagian besar wanita (>75%) dengan diabetes gestasional akan menderita
diabetes tipe 2 di masa depan.
4) Diabetes melitus tipe khusus lain
Diabetes melitus tipe khusus lain bisa disebabkan kelainan genetik sel beta
yang dikenal sebagai MODY. Maturity onset diabetes of the young (MODY)
merupakan subtipe penyakit diabetes yang diturunkan dengan pola autosomal
dominan.Selain itu diabetes melitus tipe khusus lain bisa disebabkan karena
penyakit endokrin (seperti Chusing syndrome, akromegali), induksi obat seperti
glukokortikoid, niacin), kelainan kerja insulin, dan infeksi (Price & Wilson,
2005).
c. Gejala diabetes melitus
Gejala diabetes melitus tipe 1 menurut International Diabetes Federation
(2013) meliputi rasa haus yang abnormal sehingga mendorong untuk banyak
minum (polidipsi), mulut kering, mudah lelah, penurunan berat badan tanpa sebab
yang jelas, frekuensi berkemih meningkat (poliuri), polifagi, dan pandangan
kabur. Diabetes melitus tipe 2 sering tanpa gejala sehingga penderita tidak
menyadarinya. Faktor resiko diabetes melitus tipe 2 meliputi obesitas, mempunyai
faktor keturunan DM, mempunyai riwayat diabetes gestasional, dan hipertensi
3. Pengobatan diabetes melitus meliputi:
a. Insulin
Insulin menurut Greenstein & Wood (2010) merupakan protein yang
terdiri dari 2 rantai, yaitu rantai A yang terdiri dari 21 asam amino dan rantai B
yang terdiri dari 30 asam amino, dan terhubung dengan 2 jembatan disulfida.
Insulin disekresi oleh sel β pulau langerhans.
Berdasarkan masa kerjanya, insulin dibagi menjadi 3 yaitu :
1) Insulin masa kerja pendek digunakan untuk mengontrol hiperglikemia post
prandial dan pasien dengan ketoasidosis diabetik. Insulin masa kerja pendek
mencapai kerja maksimal dalam waktu beberapa menit hingga 6 jam setelah
penyuntikan.
2) Insulin masa kerja sedang digunakan untuk pengontrolan harian pada pasien
diabetes. Insulin masa kerja sedang mencapai kerja maksimal antara 6 sampai 8
jam setelah penyuntikan.
3) Insulin masa kerja panjang mencapai kerja maksimal antara 14 sampai 20 jam
setelah pemberian dan jarang digunakan untuk pemakaian rutin pada penderita
diabetes (Price & Wilson, 2005).
b. Obat antidiabetik oral
1) Golongan sulfonilurea
Mekanisme kerja sulfonilurea yaitu sel β meningkatkan sekresi insulin
dengan mengeblok kanal K+ yang menyebabkan depolarisasi dan terbukanya
kanal Ca++ sehingga masuknya Ca++ menyebabkan peningkatan sekresi insulin.
Sulfonilurea digunakan untuk pengobatan diabetes melitus tipe 2. Penggunaan
obat golongan sulfonilurea pada ibu menyusui, pasien yang mengalami
ketoasidosis, insufisiensi ginjal, lansia sebaiknya dihindari. Efek samping dari
golongan sulfonilurea meliputi hipoglikemia, gangguan pencernaan, nausea,
anemia (Priyanto, 2009).
Sulfonilurea terdiri dari 2 generasi, generasi 1 meliputi tolbutamid,
tolazamid, dan klorpropamid sedangkan generasi 2 terdiri dari glibenklamid,
lansia dan pasien yang mengalami infusiensi ginjal karena dapat menimbulkan
risiko hipoglikemia jangka panjang, sebagai gantinya dapat digunakan
sulfonilurea jangka pendek seperti glikuidon (Badan POM, 2009).
2) Golongan biguanid
Mekanisme kerja biguanid menurut Schunack, et al (1990) yaitu biguanid
mengakibatkan penurunan absorpsi glukosa di usus, penghambatan rantai
respirasi sehingga menghasilkan pengurangan sintesis ATP yang menyebabkan
penguraian anaerobik glukosa meningkat. Asam piruvat yang dihasilkan sebagai
produk akhir glikolisis direduksi menjadi asam laktat. Terjadi penghambatan
proses metabolisme oksidatif menyebabkan peningkatan jumlah asam laktat.
Biguanid tidak menimbulkan efek samping berupa hipoglikemia karena
tidak merangsang sekresi insulin. Biguanid menimbulkan gangguan lambung dan
diare, pada awal penggunaan sehingga lebih baik diminum bersama makanan.
Contoh obat golongan biguanid adalah metformin (Priyanto, 2009).
3) Golongan Tiazolidinedion (Glitazon)
Yang termasuk dalam golongan tiazolidinedion meliputi rosiglitazon,
pioglitazon. Tiazolidinedion memiliki efek samping menaikkan berat badan,
anemia, edema, dan retensi cairan sehingga dikontraindikasikan pada pasien gagal
jantung (Badan POM, 2009).
4) Golongan Meglitinid
Mekanisme kerja golongan meglitinid sama seperti golongan sulfonilurea
yaitu merangsang sekresi insulin dengan memblok kanal K+ di sel β pankreas.
Contoh golongan meglitinid yaitu repaglinid, nateglinid (Priyanto, 2009).
5) α-glukosidase inhibitor
Contoh dari golongan α-glukosidase inhibitor adalah acarbose. Mekanisme
kerja golongan obat ini dengan menghambat enzim α glukosidase sehingga
menurunkan penyerapan glukosa (Priyanto, 2009). Enzim α glukosidase
digunakan mengubah polisakarida, oligosakarida, dan sukrosa menjadi glukosa.
Hanya karbohidrat dalam bentuk glukosa dan fruktosa yang dapat diabsorpsi.
Efek samping dari acarbose yaitu diare dan gangguan gastrointestinal (Badan
E. Landasan Teori
Gambas (Luffa acutangula L) termasuk kedalam famili cucurbitaceae. Beberapa tanaman yang termasuk kedalam famili cucurbitaceae telah banyak
diteliti memiliki aktivitas antidiabetes. Cucurbitacin merupakan senyawa kimia yang bertanggung jawab terhadap aktivitas antidiabetes (Pimple, et al, 2011).
Berdasarkan hasil penelitian, buah gambas mengandung cucurbitacin B dan E
serta asam oleanalic (Mohan & Sanjay, 2010).
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pemberian ekstrak metanol
buah gambas pada tikus yang diinduksi streptozotocin menunjukkan bahwa
ekstrak metanol buah gambas dengan dosis 400 mg/kgBB mampu menurunkan
kadar glukosa darah (Pimple, et al, 2011).
Penelitian terhadap biji gambas menunjukkan bahwa pemberian infus biji
gambas dalam bentuk tunggal maupun kombinasi biji gambas dengan
glibenklamid maupun metformin menunjukkan penurunan kadar glukosa darah
yang lebih besar dibanding glibenklamid maupun metformin yang digunakan
tunggal (Herowati, et al, 2013).