ANALISA EKONOMI PENGARUH PENAMBAHAN IMBUHAN PAKAN (Bio Mos) KEDALAM SEMAK BUNGA PUTIH (Chromolaena odorata)
TERHADAP BROILER
SKRIPSI
Oleh :
TARUNA WIJAYA P. 050306024
DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISA EKONOMI PENGARUH PENAMBAHAN IMBUHAN PAKAN (Bio Mos) KEDALAM SEMAK BUNGA PUTIH (Chromolaena odorata)
TERHADAP BROILER
SKRIPSI
Oleh :
TARUNA WIJAYA P. 050306024
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Meraih Gelar Sarjana Di Departemen Peternakan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan.
DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Penelitian : Analisa Ekonomi Pengaruh Penambahan Imbuhan Pakan (Bio Mos) Kedalam Semak Bunga Putih (Chromolaena Odorata) Terhadap Broiler.
Nama : Taruna Wijaya P.
NIM : 050306024.
Departemen : Peternakan.
Program Studi : Ilmu Produksi Ternak.
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
(Ir. Armyn Hakim Daulay, MBA) (Prof. Dr. Ir. Sayed Umar, MS)
Ketua Anggota
Diketahui Oleh :
( Prof. Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP ) Ketua Departemen
ABSTRACT
TARUNA WIJAYA PINEM: The Influence of Economic Analysis into the feed additive Shrubs White Flower (Chromolaena odorata) on Broilers. ARMYN HAKIM DAULAY under the guidance of the father as chairman of the commission Daulay supervisor and father of Sayed Omar as a member of the supervising committee.
This study aims to determine the level of leaf powder using a white flower bush (Chromolaena odorata) with the addition of Feed Supplement (Bio-Mos) is economically used in broiler rations. The design used in this research is descriptive method. The result showed the highest total production costs are treated on R0 (Rp 2. 256. 155, -) and total production costs the lowest in the treatment of R3 (Rp 2. 016. 377, -). The highest total production output in treatment R1 (Rp 2. 292 864, -) and total production was lowest on treatment R0 (Rp 2. 218 688, -). The highest earnings total at R3 treatment (Rp 202. 823, -) and losses on treatment R0 (Rp 37. 467, -). The mean Income Over Feed Cost (IOFC), the highest for the treatment of R3 (Rp 7. 233, 556, -) and averaging the lowest in treatment R0 (Rp 4. 817, 979, -). The conclusion from this study indicate that the addition of feed additive (Bio-Mos) into a white flower bush leaf powder as an ingredient of cattle feed in this study is more economical because it can reduce production costs. While the use of a white flower bush leaf powder without penembahan feed supplement (Bio-Mos) on the diet did not provide an economic advantage in broiler rations.
ABSTRAK
TARUNA WIJAYA PINEM: Analisa Ekonomi Pengaruh Penambahan Imbuhan Pakan kedalam Semak Bunga Putih (ChromolaenaOdorata) Terhadap Broiler. Dibawah bimbingan bapak ARMYN HAKIM DAULAY sebagai ketua komisi pembimbing dan bapak SAYED UMAR sebagai anggota komisi pembimbing.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penggunaan tepung daun semak bunga putih (Chromolaena odorata) dengan penambahan Imbuhan Pakan (Bio Mos) yang ekonomis digunakan dalam ransum broiler. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Dari hasil penelitian menunjukkan total biaya produksi tertinggi terdapat pada perlakuan R0 (Rp. 2.
256. 155,-) dan total biaya produksi terendah pada perlakuan R3 (Rp. 2. 016.
377,-). Total hasil produksi tertinggi pada perlakuan R1 (Rp. 2. 292.864,-) dan total
hasil produksi terendah pada perlakuan R0 (Rp. 2. 218.688,-). Total laba tertinggi
pada perlakuan R3 (Rp. 202. 823,-) dan kerugian pada perlakuan R0 (Rp. 37.
467,-). Rataan Income Over Feed Cost (IOFC) tertinggi pada perlakuan R3 (Rp. 7. 233,
556,-) dan rataan terendah pada perlakuan R0 (Rp. 4. 817, 979,-). Kesimpulan dari
penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan Imbuhan pakan (Bio Mos) kedalam tepung daun semak bunga putih sebagai bahan pakan ternak pada penelitian ini lebih ekonomis karena dapat mengurangi biaya produksi. Sementara penggunaan tepung daun semak bunga putih tanpa penembahan imbuhan pakan (Bio Mos) dalam ransum tidak memberikan keuntungan secara ekonomis dalam ransum broiler.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.
Adapun judul dari skripsi ini adalah “Analisa Ekonomi Pengaruh Penambahan Imbuhan Pakan (Bio Mos) Kedalam Semak Bunga Putih (Chromolaena Odorata ) Terhadap Broiler” yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Departemen Peternakan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Ir. Armyn Hakim Daulay, MBA. selaku Ketua Komisi Pembimbing dan
Bapak Prof. Dr. Ir. Sayed Umar, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing yang
telah banyak meluangkan waktu, pikiran, tenaga dan dorongan maupun
memberikan informasi yang berharga bagi penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dalam penyempurnaan
skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan berharap skripsi ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Maret 2010
RIWAYAT HIDUP
Taruna Wijaya P, lahir di Lingga, Sumatera Utara, 10 February 1987.
Merupakan anak ke tiga dari empat bersaudara, anak kandung dari bapak D.
Pinem dan ibu R. br Sinulingga.
Tahun 2005 penulis lulus dari SMU Negri 1, Kaban jahe dan pada tahun
yang sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur
ujian tertulis Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Penulis memilih program studi
Ilmu Produksi Ternak, Departemen Peternakan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan
Mahasiswa Departemen Peternakan bidang Penelitian dan Pengembangan.
Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di peternakan domba
pada tanggal 22 Juni-22 Juli tahun 2008 di Desa Suka Jadi Kecamatan Tanjung
Beringin Kabupaten Langkat Sumatera Utara dan penulis melaksanakan penelitian
Skripsi pada bulan Oktober tahun 2009 hingga bulan November tahun 2009 di
Unit Penelitian dan Latihan Departemen Peternakan Fakultas Pertanian
DAFTAR ISI
Hipotesis Penelitian... 3
Kegunaan penelitian... 3
TINJAUAN PUSTAKA ... 4
Ayam broiler ... 4
Kebutuhan nutrisi ayam broiler... 5
Pertambahan bobot badan broiler... 6
Konversi ransum ... 6
Ransum broiler ... 7
Biosuplemen (Bio Mos) ... 8
Probiotik dan prebiotik ... 9
Bungkil inti sawit ... 11
Semak Bunga Putih (Chromolaena Odorata)... 16
Analisa ekonomi ... 18
Total biaya produksi ... 18
Total hasil produksi ... 19
Laba/rugi ... 20
Income Over Feed Cost (IOFC) ... 21
BAHAN DAN METODE PENELITIAN... 22
Tempat dan waktu penelitian ... 22
Bahan ... 22
Alat... 22
Metode penelitian... 23
Parameter penelitian... 24
Pelaksanaan penelitian ... 27
KESIMPULAN DAN SARAN ... 38 Kesimpulan ... 38 Saran ... 38
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Karakteristik dan Nilai Nutrisi Bungkil Inti Sawit ... 15
Tabel 2.2. Komposisi dan Ketersediaan Asam Amino Pada BIS ... 16
Tabel 2.3. Kandungan Nutrisi pada Chromolaena odorata ... 18
Tabel 4.1. Asumsi analisa Ekonomi dengan skala 100 ekor broiler ... 31
Tabel 4.4. Rataan Income Over Feed Cost (IOFC) ... 32
DAFTAR GAMBAR
No. Hal
1. Grafik total biaya produksi ... 28
2. Grafik total hasil produksi ... 32
3. Grafik laba/rugi ... 34
4. Grafik Income Over Feed Cost (IOFC) ... 36
ABSTRACT
TARUNA WIJAYA PINEM: The Influence of Economic Analysis into the feed additive Shrubs White Flower (Chromolaena odorata) on Broilers. ARMYN HAKIM DAULAY under the guidance of the father as chairman of the commission Daulay supervisor and father of Sayed Omar as a member of the supervising committee.
This study aims to determine the level of leaf powder using a white flower bush (Chromolaena odorata) with the addition of Feed Supplement (Bio-Mos) is economically used in broiler rations. The design used in this research is descriptive method. The result showed the highest total production costs are treated on R0 (Rp 2. 256. 155, -) and total production costs the lowest in the treatment of R3 (Rp 2. 016. 377, -). The highest total production output in treatment R1 (Rp 2. 292 864, -) and total production was lowest on treatment R0 (Rp 2. 218 688, -). The highest earnings total at R3 treatment (Rp 202. 823, -) and losses on treatment R0 (Rp 37. 467, -). The mean Income Over Feed Cost (IOFC), the highest for the treatment of R3 (Rp 7. 233, 556, -) and averaging the lowest in treatment R0 (Rp 4. 817, 979, -). The conclusion from this study indicate that the addition of feed additive (Bio-Mos) into a white flower bush leaf powder as an ingredient of cattle feed in this study is more economical because it can reduce production costs. While the use of a white flower bush leaf powder without penembahan feed supplement (Bio-Mos) on the diet did not provide an economic advantage in broiler rations.
ABSTRAK
TARUNA WIJAYA PINEM: Analisa Ekonomi Pengaruh Penambahan Imbuhan Pakan kedalam Semak Bunga Putih (ChromolaenaOdorata) Terhadap Broiler. Dibawah bimbingan bapak ARMYN HAKIM DAULAY sebagai ketua komisi pembimbing dan bapak SAYED UMAR sebagai anggota komisi pembimbing.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penggunaan tepung daun semak bunga putih (Chromolaena odorata) dengan penambahan Imbuhan Pakan (Bio Mos) yang ekonomis digunakan dalam ransum broiler. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Dari hasil penelitian menunjukkan total biaya produksi tertinggi terdapat pada perlakuan R0 (Rp. 2.
256. 155,-) dan total biaya produksi terendah pada perlakuan R3 (Rp. 2. 016.
377,-). Total hasil produksi tertinggi pada perlakuan R1 (Rp. 2. 292.864,-) dan total
hasil produksi terendah pada perlakuan R0 (Rp. 2. 218.688,-). Total laba tertinggi
pada perlakuan R3 (Rp. 202. 823,-) dan kerugian pada perlakuan R0 (Rp. 37.
467,-). Rataan Income Over Feed Cost (IOFC) tertinggi pada perlakuan R3 (Rp. 7. 233,
556,-) dan rataan terendah pada perlakuan R0 (Rp. 4. 817, 979,-). Kesimpulan dari
penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan Imbuhan pakan (Bio Mos) kedalam tepung daun semak bunga putih sebagai bahan pakan ternak pada penelitian ini lebih ekonomis karena dapat mengurangi biaya produksi. Sementara penggunaan tepung daun semak bunga putih tanpa penembahan imbuhan pakan (Bio Mos) dalam ransum tidak memberikan keuntungan secara ekonomis dalam ransum broiler.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Seiring dengan kemajuan teknologi dan meningkatnya jumlah penduduk
sekarang ini, maka tingkat kesadaran masyarakat akan kebutuhan protein hewani
makin meningkat. Peternakan merupakan sektor penyumbang terbesar dalam
penyediaan kebutuhan pangan khususnya kebutuhan protein hewani. Ternak
unggas berperanan besar dalam memproduksi protein hewani yang dibutuhkan
manusia. Salah satu sumber protein hewani yang diminati masyarakat adalah
ayam pedaging (broiler), karena harganya lebih terjangkau dibandingkan dengan
ternak besar seperti sapi dan kambing.
Namun pada saat sekarang usaha ternak ayam pedaging belum dapat
memberikan keuntungan yang maksimal bagi peternak, hal ini disebabkan
tingginya harga ransum. Pada peternakan ayam pedaging biaya ransum dapat
mencapai 70%-80% dari total biaya produksi. Jadi apabila biaya ransum dapat
ditekan berarti dapat meningkatkan efisiensi biaya produksi.
Selama ini negara kita masih mengimpor bahan baku ransum dari negara
lain seperti bungkil kedelai, tepung ikan dan sebagian jagung. Hal inilah yang
menjadi salah satu penyebab harga bahan baku ransum mahal karena sebagian
besar bahan baku penyusun ransum belum dapat disediakan (disuplai) dari dalam
negeri sehingga turun naiknya harga ransum unggas ditentukan oleh harga bahan
baku yang diimpor.
Untuk itu kita harus mencari bahan baku pengganti penyusun ransum
mengganggu keseimbangan zat gizi yang terkandung dalam ransum serta tidak
bersaing dengan manusia dalam pemerolehan bahan tersebut. Sehubungan dengan
hal tersebut, pemanfaatan semak bunga putih (Chromolaena odorata) merupakan
salah satu solusinya.
Semak bunga putih (Chromolaena odorata) merupakan salah satu gulma
bagi tanaman karena mengganggu pertumbuhan tanaman pangan dalam perebutan
unsur hara tanah. Semak bunga putih (Chromolaena odorata) ini mudah didapat
karena dapat tumbuh dimana saja. Semak bunga putih (Chromolaena odorata)
banyak sekali dijumpai didaerah hutan, misalnya: di Sibolangit, Berastagi dan
lain-lain. Semak bunga putih (Chromolaena odorata) sebagai tanaman
pengganggu, namun sebenarnya dapat memberi manfaat bagi peternak karena
tanaman ini memiliki kandungan protein tinggi dan serat kasar yang rendah dan
cocok diberikan kepada unggas sebagai bahan penyusun ransum.
Penambahan biosuplemen (Bio Mos) kedalam tepung daun semak bunga
putih (Chromolaena odorata) dapat meningkatkan kadar protein dan energi serta
menurunkan kandungan serat kasar. Pemberian tepung semak bunga putih
dicampur dengan bahan pakan lain dengan persentase yang berbeda dalam ransum
sehingga dapat dilihat bagaimana palatibilitas konsumsi, pertambahan bobot
badan maupun konversi ransumnya terhadap ayam broiler.
Sampai sekarang ini bahan baku yang berasal dari tepung ikan, bungkil
kedelai yang harganya mahal belum dapat digeser atau disubstitusikan dengan
bahan baku lain yang murah harganya, mudah didapat dan tidak mengganggu
pertumbuhan ternak. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian tentang bahan
dialam serta tidak banyak membutuhkan biaya dalam pengolahannya menjadi
bahan baku ransum.
Tujuan Penelitian
Mengetahui tingkat penggunaan tepung daun semak bunga putih
(Chromolaena odorata) dengan penambahan Biosuplemen (Bio Mos) yang
ekonomis digunakan dalam ransum broiler.
Hipotesis Penelitian
Penambahan Biosuplemen (Bio Mos) kedalam tepung daun semak bunga
putih (Chromolaena odorata) sebagai bahan pakan berpengaruh terhadap
pendapatan ternak Broiler.
Kegunaan Penelitian
- Sebagai syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana pada Departemen
Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.
- Sebagai sumber informasi bagi peternak dalam mengembangkan usaha
ternak ayam broiler.
- Sebagai bahan informasi bagi peneliti dan peternak broiler mengenai
penambahan biosuplemen ke dalam tepung daun semak bunga putih
TINJAUAN PUSTAKA
Ayam Broiler
Broiler adalah istilah untuk menyebutkan strain ayam hasil budidaya
teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu
pertumbuhan yang cepat, konversi pakan yang baik dan dapat dipotong pada usia
yang relatif muda sehingga sirkulasi pemeliharaannya lebih cepat dan efisien serta
menghasilkan daging yang berkualitas baik (Murtidjo, 1992).
Karakteristik Arbor Arcres CP 707 yang dihasilkan PT. Charoen
Phokphand antara lain :
Berat badan 8 minggu : 2,1 Kg
Konsumsi ransum : 4,4 Kg
Konversi ransum : 2,2
Berat bersih : 74%
Daya hidup : 98%
Warna kulit : Kuning
Warna bulu : Putih
(Rasyaf, 2000).
Hardjoswaro dan Rukminasih (2000) menyatakan bahwa ayam broiler
dapat digolongkan kedalam kelompok unggas penghasil daging artinya dipelihara
khusus untuk menghasilkan daging. Umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
kerangka tubuh besar, pertumbuhan badan cepat, pertumbuhan bulu yang cepat,
lebih efisien dalam mengubah ransum menjadi daging.
Kebutuhan Nutrisi Ayam Broiler
Kebutuhan protein hidup pokok secara praktis didefenisikan sebagai
jumlah protein endogen ditambah dengan protein cadangan (protein reserves)
untuk pembentukan antibodi, enzim, hormon serta untuk mempertahankan
jaringan bulu dan bobot badan tetap. Metoda pengukurannya adalah dengan, (1)
mengukur besarnya retensi nitrogen yang diperlukan untuk protein cadangan pada
keadaan tidak berproduksi, dan rontok bulu atau (molting); (2) mengukur nitrogen
endogen. Keduanya diukur pada saat kebutuhan energi metabolis basal terpenuhi.
Tahap pertama memerlukan ransum yang diketahui tepat kandungan nitrogennya
dan tahap kedua ransumnya bebas protein (Amrullah, 2003).
Nilai energi neto dari bahan makanan merupakan nilai yang tinggi, akan
tetapi sayang, nilai ini tidak tetap. Nilai ini berbeda untuk setiap penggunaan
bahan makanan. Jadi kita mempunyai energi neto untuk hidup pokok dan
mempunyai energi neto yang berbeda untuk produksi, meskipun yang akhir ini
bergantung kepada tujuannya, apakah untuk produksi jaringan tubuh atau telur. Ini
sangat bervariasi dengan kecepatan pertumbuhan, keaktifan hewan, dan
temperatur lingkungan. Determinasi energi produktif memerlukan formulasi
ransum yang hati-hati, data konsumsi dan pertambahan berat badan, dan analisa
secara terperinci dari ransum dan karkas. Pertambahan berat badan saja yang
diketahui tidak cukup karena disebabkan oleh variasi-variasi dalam komposisi
karkas (Wahju, 1991).
Protein berguna untuk membentuk jaringan tubuh, memperbaiki jaringan
yang rusak, untuk keperluan berproduksi dan kelebihannya akan diubah menjadi
Karbohidrat berguna sebagai sumber energi melakukan aktivitas tubuh, misalnya:
berjalan, tahan terhadap dingin dan penyakit. Sumber karbohidrat adalah jagung,
bungkil kedelai dan kedelai dan lain-lain. Fungsi lemak adalah adalah sumber
energi, pelarut vitamin A, D, E, dan K. Sumber lemak adalah bekatul, bungkil
kacang dan lain-lain. Mineral berguna untuk pertumbuhan, pembentukan tulang,
metabolisme. Mineral adalah Ca, NaCl, Fe, Mg dan P. Sumber mineral adalah
kapur, tepung kerang (AAK, 1982).
Pertambahan bobot badan
Pertumbuhan murni menurut Anggorodi (1979) adalah pertambahan dalam
bentuk dan bobot jaringan-jaringan tubuh seperti urat daging, tulang, jantung, otak
dan semua jaringan tubuh lainnya (kecuali lemak). Kemampuan ternak mengubah
zat-zat nutrisi ditunjukkan dengan pertambahan bobot badan. Pertambahan bobot
badan merupakan salah satu kriteria yang digunakan untuk mengukur
pertumbuhan.
Tillman et al (1986) menyatakan bahwa pertumbuhan umumnya
dinyatakan dengan pengukuran kenaikan bobot badan yang dengan mudah
dilakukan dengan penimbangan berulang-ulang dan diketengahkan dengan
pertumbuhan badan tiap hari, tiap minggu, atau tiap waktu lainya.
Konversi ransum
Konversi ransum (Feed Converse Ratio) adalah perbandingan jumlah konsumsi
ransum pada satu minggu dengan pertambahan bobot badan yang dicapai pada
minggu itu, bila rasio kecil berarti pertambahan bobot badan ayam memuaskan
ayam, tahap produksi, kadar energi dalam ransum, dan temperatur lingkungan
(Rasyaf, 2000).
Indeks konversi ransum hanya akan naik bila hubungan antara jumlah
energi dalam formula dan kadar protein telah disesuaikan secara teknis.
Perbandingan tersebut bervariasi dalam hubunganya terhadap sejumlah fraktor,
seperti umur hewan, bangsa, derajat masak dini, daya produksi dan suhu. Nilai
protein dalam ransum tergantung dari asam amino pembatas (methionin plus
sistin). Terpisah dari fungsi gizinya, methionin mengambil bagian dalam
metabolisme lemak dalam hati (Anggorodi, 1985).
Kemampuan ayam broiler mengubah ransum menjadi bobot hidup jauh
lebih cepat dibandingkan dengan ayam kampung. Bahkan kemampuannya
menyamai ternak poikilothermik seperti ikan emas. Nilai konversi makanannya
sewaktu dipanen sekarang ini sudah mencapai nilai dibawah 2. Nilai ini berarti
bahwa jika mortalitas normal sekelompok ayam broiler hanya memerlukan
ransum kurang dari 2 untuk menghasilkan 1 kg bobot hidup (Amrullah, 2003).
Ransum ayam broiler
Ransum merupakan kumpulan bahan makanan yang layak dimakan oleh
ayam dan telah disusun mengikuti aturan tertentu. Aturan itu meliputi nilai
kebutuhan gizi bagi ayam dan nilai kandungan gizi dari bahan makanan yang
digunakan. Penyamaan nilai gizi yang ada di dalam bahan makanan yang
digunakan dengan nilai gizi yang dibutuhkan ayam dinamakan tehnik penyusunan
ransum (Rasyaf, 2004).
Berapa persentase bahan dapat dimasukkan ke dalam ransum ditentukan
dengan pati dan energi metabolismenya tinggi serta kandungan proteinnya
mendekati 10% dapat dipakai dalam jumlah lebih banyak. Bahan lain setelah zat
anti nutrisinya dihilangkan, pemakaiannya dapat ditingkatkan. Bahan ransum
sumber energi umumnya dapat digunakan lebih dari 10% hingga 70%. Bahan
sumber protein pemakaiannya dalam ransum tentu lebih rendah jika kebutuhan
protein kurang dari 20% (Amrullah, 2003).
Energi yang umum digunakan dalam pakan unggas adalah energi
metabolisme. Tinggi rendahnya energi metabolisme dalam pakan ternak unggas
akan mempengaruhi banyak sedikitnya ayam mengkonsumsi pakan. Pakan yang
energinya semakin tinggi semakin sedikit dikonsumsi demikian sebaliknya bila
energi pakan rendah akan dikonsumsi semakin banyak untuk memenuhi
kebutuhannya (Murtidjo, 1992).
Bio Mos (Mannanoligosakarida)
Bio Mos merupakan pakan tambahan (feed additive) bagi ternak unggas.
Bio Mos dibuat melalui proses bioteknologi dengan menggunakan bahan pilihan
yang diubah oleh mikroorganisme sehingga dihasilkan berbagai enzim
(proteolitik, amilolitik, lipolitik, dan selolitik) yang dapat memecah ikatan zat
makanan menjadi bentuk yang lebih sederhana, yang mudah diserap oleh tubuh
hewan ternak sehingga meningkatkan nilai metabolisme energi (ME). Enzim dan
mikroorganisme yang terkandung didalam bio Mos sangat aktif mencerna pakan
dan diubah menjadi bentuk energi potensial yang sangat dibutuhkan untuk
pertumbuhan dan produksi. Bio Mos dapat meningkatkan nafsu makan dan
kesehatan ternak, sehingga lebih efesien dalam pakan dan meningkatkan produksi
jumlah pemberian pakan yang sama dapat meningkatkan daging yang lebih
banyak dalam waktu yang lebih cepat (singkat) (Perdana, 2008).
Kandungan Bio Mos adalah sebagai berikut:
1. Bio Mos mengandung mikroorganisme yang tidak aktif selama tidak
diberikan pada ternak.
2. Bio Mos mengandung protease, amylase, selulase, dan lipase yang
berguna untuk memecahkan ikatan pada zat makanan menjadi bentuk yang
lebih sederhana sehingga mudah dicerna dan diserap oleh tubuh ternak.
3. Bio Mos mengandung mineral terlarut dalam bentuk ion aktif yang sangat
membantu proses pencernaan secara enzimatis.
4. Bio Mos mengandung berbagai jenis vitamin (terutama vitamin B6 dan
B12) dan hormon alami.
(Perdana, 2008)
Probiotik dan Prebiotik
Kata probiotik berasal dari bahasa yunani yang artinya adalah “untuk
hidup” dan pertama kali istilah probiotik digunakan oleh Lilley dan Still Well
pada tahun 1965 untuk menjelaskan substansi yang dihasilkan oleh suatu
organisme yang merangsang pertumbuhan organisme lain. Probiotik didefinisikan
juga sebagai organisme yang memberikan kontribusi terhadap keseimbangan
mikroba dalam usus. Menurut Crawford (1979) probiotik adalah kultur dari suatu
mikroorganisme hidup yang dimasukkan pada ternak melalui pencampuran dalam
ransum untuk menjamin ketersedian populasi bagi organisme di dalam usus.
lingkungan tertentu serta menghasilkan respons optimum dalam jarak dosis
tertentu.
Matthews (1988) mendefinisikan probiotik sebagai mikroorganisme hidup
dalam bentuk cair yang mengandung media tempat tumbuh dan produksi
metabolisme. Fuller (1989) mendefinisikan probiotik adalah suatu mikrobial
hidup yang diberikan sebagai biosuplemen pakan, memberikan keuntungan bagi
induk semang dengan cara memperbaiki keseimbangan populasi mikroba usus.
Haddadin et al (1996) menyatakan bahwa probiotik adalah organisme beserta
substansinya yang dapat mendukung keseimbangan mikro-flora dalam saluran
pencernaan.
Prebiotik adalah nondigestible food ingredient yang mempunyai pengaruh
baik terhadap inang dengan memicu aktivitas, pertumbuhan yang selektif, atau
keduanya terhadap satu jenis atau lebih bakteri penghuni kolon. Prebiotik pada
umumnya adalah karbohidrat yang tidak dicerna dan tidak diserap, biasanya
dalam bentuk oligosakarida dan serat pangan (Gibson and Roberfroid, 1995).
Gibson and Roberfroid (1995) juga menyatakan food ingredient yang
diklasifikasikan sebagai prebiotik harus: (1) tidak dihidrolisa dan tidak diserap di
bagian atas traktus gastrointestinal sehingga dapat mencapai kolon tanpa
mengalami perubahan struktur dan tidak diekskresikan dalam feces, (2) subtrat
yang selektif untuk satu atau sejumlah mikroflora yang menguntungkan dalam
kolon, jadi memicu pertumbuhan bakteria, dan (3) mampu merubah mikroflora
Prebiotik merupakan nutrisi yang sesuai bagi bakteri baik, tapi tidak cocok bagi
bakteri jahat, sehingga bisa meningkatkan bakteri baik dalam usus. Kombinasi
probiotik dan prebiotik untuk meningkatkan kesehatan tubuh disebut sinbiotik
(Daud et al., 2007).
Fuller (1992) menyatakan bahwa probiotik efektif bila mampu bertahan
dengan baik dalam beberapa kondisi lingkungan dan tetap hidup dalam beberapa
kemasan. Karakteristik probiotik yang efektif adalah dapat dikemas bentuk hidup
dalam skala industri, stabil dan hidup pada kurun waktu penyimpanan lama dan
kondisi lapangan, bisa bertahan hidup di dalam usus dan menguntungkan bagi
ternak. Menurut Lesson and Summer (1996) probiotik diklasifikasikan dalam dua
tipe, yaitu kultur mikrobial hidup sebagai contoh adalah probiotik starbio dan
produk mikrobial fermentasi, contohnya adalah kultur yeast (Saccharomyces
cerevisiae), Aspergillus niger, A.Oryzae dan Lactobacillus acidophilus.
Bungkil inti sawit
Protein dan asam amino pada bungkil inti sawit (BIS)
Pada BIS terdapat 14-21% protein kasar terlihat pada (Tabel 1). Tingkatan
ini adalah terlalu rendah untuk digunakan dalam awal pertumbuhan pada broiler,
tetapi protein cukup untuk pertumbuhan unggas yang sudah dewasa. Nwokolo et
al 1976 menytakan bahwa rata-rata ketersediaan dari asam amino untuk unggas
adalah 63.3% untuk glisin sekitar 93.2% yang rendah adalah valin dan methinonin
pada BIS, valin dan metionin sebaiknya diperoleh dari sumber lain, Pada
Pengaruh Pemberian BIS terhadap pertumbuhan Broiler
Penggunaan BIS menunjukkan bahwa sebanyak 20% bisa diberikan
kepada ayam pedaging tanpa ada pengaruh negatif (Yeong, 1980) dan
(Hutagalung, 1980). Onwudike, 1986 juga meneliti bahwa penggunaan BIS
terhadap pertumbuhan, 28%-35% bisa diberikan yang tidak memberikan pengaruh
negatif. Dan dapat juga diberikan sampai 40% BIS diberikan pada broiler ketika
metionin dan lisin telah ditambahkan. Menurut Panigrahi dan Powell, 1991;
Sundu at al 2004a. Asam amino dan energi yang metabolisme adalah dua
pertimbangan yang penting di dalam pertumbuhan unggas, terutama untuk pakan
yang berserat tinggi seperti BIS.
Kandungan Karbohidrat dan Energi pada BIS
Kandungan karbohidrat pada BIS dinyatakan oleh Knudsen (1997). bahwa
total karbohidrat dari BIS, tidak termasuk lignin, akan berbuat 50%, dimana hanya
2.4% menjadi bobot molekular yang rendah dan 1.1% adalah mudah dicerna
sisanya 42% adalah dalam wujud sukar dicerna yaitu polisakarida. Itu adalah,
81% dari karbohidrat yang terdapat pada BIS adalah sukar dicerna.
Pengaruh Bungkil Inti Sawit Terhadap Kesehatan Ayam
Pencernaan unggas terdapat zat karbohidrat, karbohidrat yang siap dicerna
seperti pati dan gula dan sukar dicernakan oligosakarida dan tidak dapat
dicernakan polysakarida banyak yang mempelajari tentang karbohidrat yang sukar
dicerna didalam pencernaan ayam. karbohidrat di dalam tubuh unggas tidak saja
dikenali sebagai sumber energi tetapi juga mempunyai keuntungan yang
Oligosakarida menjadi unsur yang baik untuk menggantikan zat pembunuh
kuman untuk menghalangi kolonisasi bakteri pathogen di dalam pencernaan
ayam. Oligosakarida, frukto-sakarida (Waldroup et al, 1993) dan
mannan-oligosakarida (Fernandez et al, 2000). Pada dasarnya manfaat
mannan-oligosakarida (MOS) (Lyons, 2002) atau mannose (Oyofo et al., 1989) adalah
untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh ternak. Bio MOS diperoleh dari ragi,
telah terbukti dari 92% ternak yang telah diteliti (Lyons, 2002).
Kandungan -mannan di dalam BIS menyerupai manan dari ragi yang
berfungsi untuk meningkatkan kekebalan tubuh. Hal itu dapat diartikan bahwa
pada saluran pencernaan unggas mengalami proses hidrolisis yang lebih
sederhana. Baik manno-oligosakarida maupun mannosa, melalui pencernaan
fisik dalam tembolok unggas akan dihidrolisis oleh asam. Menurut Allen et al.,
(1997) penggunaan BIS sebagai sumber mannosa bagian karbohidrat. Beberapa
peneliti melaporkan berhasil menggunakan BIS untuk meningkatkan sistem
kekebalan tubuh ayam (Fernandez et al., 2000 dan 2002).
Allen et al, (1997) penambahan 25 gram BIS/Kg mengurangi tingkat
derajat koloni bakteri Salmonella pada saluran pencernaan ayam pedaging.
Unggas terbebas dari infeksi/peradangan Salmonella pada umur tiga minggu,
unggas yang tidak diberi MOS akan terinfeksi oleh Salmonella. Efektifitas
penggunaan BIS pada ayam pedaging untuk menekan populasi Salmonella dalam
tubuh ternak yang menggunakan mannan komersil mannanoligosakarida (MOS).
Menurut (Fernandez et al, 2002) untuk membandingkan berbagai level mannan
mendasarkan karbohidrat yang dapat bertindak sebagai prebiotik (mannosa,
populasi yang lebih sedikit dan bayak akan mempengaruhi populasi salmonellae
non-patogen yang diamati di dalam tubuh unggas yang diberi MOS dan BIS.
Penyakit yang disebabakan oleh virus tidak dapat bekerja dengan baik. Menurut
Zulkifli et al., (2003) meneliti bahwa penyakit Newcastle desease dapat
menyerang sel darah ayam berdasarkan kebutuhan ayam pedaging yang diberi
pakan BIS berdasarkan hasil penelitian. Newcastle desease dapat menyerang sel
unggas yang diberi BIS.
Mekanisme pada sistem kekebalan yang berkaitan dengan komposisi BIS
masih belum diketahui. Mungkin saja melalui beberapa level pemberian mannosa,
baik β-mannan maupun Mos, di dalam BIS adalah hasil fermentasi didalam
caecum yang berkaitan dengan sisitem pencernaan. Ini mempunyai efek yang
menguntungkan di dalam meningkatkan pertumbuhan bakteri non-fhatogen. Hal
diatas menunjukkan bahwa mannosa yang terdapat dalam BIS dapat
meningkatkan pertumbuhan bakteri non-phatogen seperti Bifidiobacterium sp
(Fernandez et al., 2002). Salah satu produk fermentasi didalam caecum adalah
suatu konsentrasi asam laktat ditingkatkan (Wang dan Gibson, 1993;
Okumura et al., 1994) dan ini mencegah pertumbuhan spesies patogen seperti
Salmonella. Kemampuan BIS untuk mengurangi populasi bakteri patogen didalam
saluran pencernaan telah terbukti pada ayam (Fernandez et al., 2002).
Mekanisme kerja MOS di dalam saluran pencernaan unggas yaitu dengan
menekan pertumbuhan Salmonella sp. Mannanoligosakarida telah dilaporkan
mempunyai sel yang peka terhadap rangsangan yang dapat memutuskan serabut
E. coli dan Salmonella sp sehingga dapat menghilangkan bakteri tertentu yang
Maka kolonisasi mikroba di dalam organ badan berkurang dalam saluran
pencernaan. Pemanfaatan mannan dapat menurunkan enzim dan menurunkan
β-mannan di dalam manno-oligosakarida dan mannosa bisa memaksimalkan BIS
sebagai prebiotik. Manno-oligosakarida adalah produksi unggas yang diperoleh
dari pakan suplemen BIS yang mana mannan menurunkan kerja enzim. ini akan
membuat suatu hal positif besar berdampak pada ayam pedaging pada situasi
yang tidak baik. ia berspekulasi bahwa β-mannan dapat larut dari BIS bertindak
seperti suatu penyebab alergi makanan untuk mempengaruhi kekebalan ayam
pedaging.
Tabel 2.1. Karakteristik dan Nilai Nutrisi Bungkil Inti Sawit
Kandungan Zat Komposisi
Bahan kering(%) 94 a
Protein kasar(%) 14-21a b c
Gros energi ( K Cal/Kg) 4,998 a
Serat kasar(%) 21-23 a d
Lipid (%) 8-17 a d
Kadar Abu % 3-6 a d
Berat Jenis (gr/cm3) 0,67
Sumber : a). Sundu et al., 2005c b). Nwokolo et al., 1976 c). Onwudike, 1986
Tabel 2.2. Komposisi dan Ketersediaan Asam Amino Pada BIS
Semak Bunga Putih (Chromolaena odorata)
Menurut Marthen (2007), potensi Chromolaena odorata sebagai pakan
ternak adalah sebagai berikut:
1. Kandungan proteinnya cukup tinggi (21-36%) sebagai pakan ternak, setara
dengan dengan daun lamtoro, turi, dan gamal.
2. Produksi protein kasar dapat mencapai 15 ton/ha/tahun.
3. Memiliki keseimbangan asam amino yang baik untuk ternak monogastrik.
4. Degradibilitas efektif dalam rumen lebih dari 80%.
5. Palatabilitas lebih baik dari gamal.
6. Penelitian dari Afrika menunjukan adanya senyawa antihelmintik.
7. Potensi pertumbuhan cepat.
Cepat bertumbuh dengan laju 1,5-2,5 cm/hari dan membentuk semak yang
mampu mencapai tinggi sampai 3 meter. Tumbuhan ini memiliki banyak cabang
Pertumbuhan cepat menyebar karena produksi biji sangat tinggi (>93.000
biji/pohon/tahun), tahan pemangkasan, renggutan, api, panas dan bila kekurangan
air, maka daun mengering dan gugur tetapi bonggol tetap hidup.
Klasifikasi chromolaena odorata :
Dunia : plantae (tanam-tanaman)
Bagian : magnoliophyta
Kelas : magnoliopsi
Golongan : asterales
Rumpun : asteraceae
Suku : eupatorieae
Macam : chromolaena
Jenis : odorata
(Pink, 2004)
Chromolaena odorata lazim disebut Eupatorium merupakan tumbuhan
perdu berkayu tahunan. Di perkebunan karet umumnya tumbuh jarang, tetapi di
kawasan utara (Aceh) dan kawasan selatan (Labuhan Batu) sering tumbuh rapat
dan dominan. Gulma ini mempunyai ciri khas: daun berbentuk segi tiga
mempunyai tiga tulang nyata terlihat dan bila diremas terasa bau yang sangat
menyengat, percabangan berhadapan, perbungaan majemuk yang dari jauh terlihat
berwarna putih kotor. Eupatorium adalah gulma yang tangguh karena batangnya
keras berkayu dan perakarannya kuat dan dalam. Selain itu Eupotarium
menghasilkan biji yang banyak dan mudah tersebar dengan bantuan angin karena
pada areal kebun yang tidak diusahakan, disemak-semak, ditepi hutan, dan
lain-lain (Nasution, 1987).
Tabel 2.3. Kandungan Nutrisi Chromolaena odorata
Nutrisi %
Protein kasar 18-36
Lemak kasar 1.01
Serat kasar 11.67
Kadar abu 3.63
Nitrogen free extract 65.03
Sumber : Marthen (2007)
Analisa Ekonomi
Analisa usaha ternak merupakan kegiatan yang sangat penting bagi suatu
usaha ternak komersial. Melalui analisa usaha ini dapat dicari langkah pemecahan
berbagai kendala yang mungkin akan dihadapi. Analisis usaha peternakan
bertujuan mencari titik tolak untuk memperbaiki kendala yang dihadapi. Hasil
analisa ini dapat digunakan untuk merencanakan perluasan usaha baik menambah
cabang usaha atau memperbesar skala usaha. Berdasarkan data tersebut dapat
diukur keuntungan usaha dan tersedianya dana yang riil untuk periode
selanjutnya. Gambaran mengenai usaha ternak yang memiliki prospek cerah dapat
dilihat dari analisis usahanya. Analisis dapat juga memberikan informasi lengkap
tentang modal yang diperlukan, penggunaan modal, besar biaya untuk bibit
(bakalan), pakan dan kandang, lamanya modal kembali dan tingkat keuntungan
yang diperoleh (Suharno dan Nazaruddin, 1994).
Total Biaya Produksi
Biaya produksi merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk
dapat diketahui, maka keadaan harga persatuan produksi akan mudah
diperhitungkan. Untuk menghitung keadaan harga persatuan produksi haruslah
diketahui terlebih dahulu jumlah seluruh biaya yang dikeluarkan dibagi dengan
banyaknya produksi daging yang dihasilkan akan menghasilkan angka atau nilai
biaya persatuan produksi (Sudarmono, 2003).
Biaya produksi dalam pengertian ekonomi produksi dibagi atas biaya tetap
dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang harus dikeluarkan ada atau
tidak ada ayam di kandang, biaya ini harus tetap keluar. Misalnya: gaji pegawai
bulanan, penyusutan, bunga atas modal, pajak bumi dan bangunan, dan lain-lain.
Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan bertalian dengan jumlah
produksi ayam pedaging yang dijalankan. Semakin banyak ayam akan semakin
besar pula biaya variabel secara total. Misalnya: biaya untuk makanan, biaya
pemeliharaan, biaya tenaga kerja harian dan lain-lain (Rasyaf,1995).
Menurut (Lipsey et al., 1995) biaya tetap adalah jumlah biaya yang
dibutuhkan untuk menghasilkan jumlah output tertentu sedangkan biaya yang
berkaitan langsung dengan output yang bertambah besar dengan meningkatnya
produksi dan berkurang dengan menurunnya produksi disebut biaya variable.
Total Hasil Produksi
Pendapatan usaha merupakan seluruh penerimaan yang diperoleh oleh
suatu usaha peternakan, baik yang berupa hasil pokok (penjualan ayam pedaging,
baik itu hidup atau karkas) maupun hasil samping (penjualan kotoran ayam dan
alas “litter” ) (Rasyaf,1995).
Napitupulu dan Pawitra (1990) melaporkan pendapatan adalah penciptaan
Penilaian kuantitas pendapatan menghasilkan penerimaan penjualan. Dengan
demikian pendapatan ini dapat ditentukan secara pasti.
Laba/Rugi
Laba merupakan ukuran yang membedakan antara apa yang perusahaan
masukkan untuk membuat dan menjual produk dengan apa yang diterimanya.
Perhitungan laba jelas untuk banyak keputusan manejemen. Jika laba konsisten
positif, perusahaan dapat tetap berada dalam bisnis tersebut, tetapi jika mengalami
kerugian perusahaan dapat mencari produk yang lain yang akan diolah yang dapat
mendatangkan keuntungan (Hansen dan Mowen, 2001).
Keuntungan yang optimal juga dapat diperoleh dengan peningkatan produktifitas
ternak, lingkungan dan peternak itu sendiri. Meningkatkan produktifitas ternak
dengan cara memperhatikan rencana pengembangan ternak disamping
mengendalikan suasana kandang, makanan, parasit dan penyakit, pergerakan
perkawinan dan pengetahuan tentang ternak itu sendiri (Edey et all., 1981).
Income Over Feed Cost (IOFC)
Income Over Feed Cost (IOFC) adalah selisih dari total pendapatan dengan total biaya pakan digunakan selama usaha penggemukan ternak. Income
Over Feed Cost merupakan barometer untuk melihat seberapa besar biaya pakan
yang merupakan biaya terbesar dalam usaha penggemukan ternak. Income Over
Feed Cost diperoleh dengan menghitung selisih pendapatan usaha peternakan
dikurangi biaya pakan. Pendapatan merupakan perkalian antara produksi
peternakan atau pertambahan bobot badan akibat perlakuan dengan harga jual
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak, Jln. Prof.
Dr. A. Sofyan No.3 Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara Medan. Penelitian berlangsung selama 6 minggu dimulai dari
bulan Oktober sampai November 2009.
Bahan dan Alat Bahan
100 ekor DOC (Day Old Chick) strain Abror Acress-CP 707, ransum yang
terdiri dari tepung jagung, bungkil kedelai, bungkil inti sawit, Dekalsium
Phosphat, tepung daun semak bunga putih (Chromolaena odorata), tepung ikan,
top mix, Bio Mos, dan minyak nabati (minyak kelapa sawit), Air minum yang
diberikan secara ad libitum, obat-obatan, vitamin, vaksin (ND dan Gumboro),
rodalon, gula merah.
Alat
Kandang sebanyak 20 buah, berukuran 100 cm x 100 cm x 50 cm setiap
kandang berisi masing-masing 5 ekor DOC, tempat pakan dan minum sebanyak
20 buah, timbangan Salter dengan skala 5 kg dengan ketelitian 0,01 gr, alat
penerangan dan pemanas berupa lampu pijar 40 watt sebanyak 20 buah, toples
untuk fermentasi tepung daun semak bunga putih, sprayer untuk menyemprotkan
Metode Penelitian
Adapun metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif.
Dengan perlakuan penambahan biosuplemen (Bio Mos) ke dalam tepung daun
Semak Bunga Putih (Chromolaena odorata) yaitu:
R0= Ransum tanpa penambahan biosuplemen kedalam tepung daun Chromolaena
odorata 10%.
R1= Ransum dengan penambahan biosuplemen kedalam tepung daun
Chromolaena odorata 10%.
R2= Ransum dengan penambahan biosuplemen kedalam tepung daun
Chromolaena odorata 15%.
R3= Ransum dengan penambahan biosuplemen kedalam tepung daun
Chromolaena odorata 20%.
Ulangan yang didapat berasal dari rumus:
t(n-1)≥15
4(n-1)≥15
4n-4≥15
4n≥19
n≥4,75
n ≈ 5
Dengan susunan sebagai berikut :
R01 R02 R03 R04 R05
R11 R12 R13 R14 R15
R21 R22 R23 R24 R25
Model matematika percobaan yang digunakan adalah :
Yij = µ + γi + εij
Dimana :
i = 1, 2, 3, . . . .i = perlakuan
j = 1, 2, 3, . . . .i = ulangan
Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i ulangan ke j
µ = nilai tengah umum
i = pengaruh perlakuan ke-i
εij = efek galat percobaan pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j
Parameter Penelitian
1. Total Biaya Produksi
Total Biaya Produksi atau total pengeluaran yaitu biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk, yang diperoleh dengan cara
menghitung :
Biaya bibit
Biaya pakan
Biaya obat-obatan
Biaya sewa lahan
Biaya perbaikan dan peralatan kandang
Biaya penyusutan kandang
Biaya fumigasi
2. Total Hasil Produksi
Total Hasil Produksi atau total penerimaan yaitu seluruh produk yang
Harga jual ayam
Penjualan kotoran ayam
3. Laba/rugi
Keuntungan (laba) suatu usaha dapat diperoleh dengan cara menghitung
K = TR-TC, dimana K = Keuntungan, TR = Total penerimaan, TC = Total
pengeluaran.
4. Income Over Feed Cost (IOFC)
Income Over Feed Cost (IOFC) diperoleh dengn cara menghitung selisih
pendapatan usaha peternakan dikurangi dengan biaya pakan. Pendapatan
merupakan perkalian antara produksi peternakan atau pertambahan bobot badan
akibat perlakuan (dalam Kg hidup) dengan harga jual, sedangkan biaya pakan
adalah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan pertambahan bobot badan
Asumsi untuk menghitung besarnya pendapatan dan pengeluaran.
Asumsi-asumsi untuk menentukan besarnya biaya dan pendapatan/
penjualan pada pemeliharaan ini adalah sebagai berikut:
a. Biaya bibit per ekor Rp. 3. 800,-
b. Total biaya obat-obatan adalah sebesar Rp. 85.500,- dengan rincian
sebagai berikut:
- Vaksin (ND dan Gumboro) = Rp. 15.000,-
- Vitachick = Rp. 19.000,-
- Koleridin = Rp. 8.000,-
- Rodalon = Rp. 43.500,-
Jadi, biaya obat-obatan/ekor adalah sebesar Rp. 855,-
c. Sewa kandang
Sewa kandang per periode (42 hari) per 100 ekor adalah sebesar Rp.
250.000,- maka diperoleh biaya sebesar Rp.59,52,-/ekor/hari.
d. Tenaga kerja
Tenaga kerja selama 42 hari, berdasarkan UMRP Sumut (Upah Minimum
Regional Propinsi Sumatera Utara) yaitu sebesar Rp. 1.020.000,-/bulan.
Dengan asumsi bahwa 1 orang tenaga kerja dapat menangani 5.000 ekor
ayam.
e. Total biaya fumigasi adalah sebesar Rp.17.500,- dengan rincian sebagai
berikut:
- Formalin ( 0,5 liter) = Rp.15.000,-
-Tenaga fumigasi ( 1 orang 1/2 jam) = Rp.
f. Penjualan feses 12 karung (ukuran 25 kg), Rp. 6000,-/karung.
Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan kandang
Kandang yang digunakan adalah sistem baterai, dibuat berbentuk
panggung, terdiri dari 20 unit dan setiap unit diisi 5 ekor DOC. Satu minggu
sebelum ayam dimasukkan, kandang terlebih dahulu didesinfektan dengan
disemprot Formalin Pada minggu pertama sampai dengan minggu kedua, kandang
menggunakan kertas koran sebagai alas kandang untuk mencegah udara yang
terlalu dingin dari bawah kandang, begitu juga dengan tempat pakan, pada minggu
pertama sampai dengan minggu kedua tempat pakan menggunakan piring bulat
untuk mempermudah DOC makan dan agar ransum tidak tumpah. Untuk minggu
ketiga dan seterusnya kertas koran tidak dipergunakan lagi, dan tempat pakan
diganti dengan botol bekas air mineral, yang dilobangi dengan solder.
2. Random ayam
Sebelum DOC dimasukkan kedalam kandang, dilakukan pemilihan secara
acak yang bertujuan memperkecil nilai keragaman dan dilakukan penimbangan
bobot badan awal dari masing-masing DOC dan ditempatkan sebanyak 5 ekor per
plot.
3. Pemeliharaan
Ransum dan air minum diberikan secara ad-libitum, Penerangan diatur
4. Penyusunan Ransum
Ransum disusun sesuai dengan perlakuan yang akan diteliti. Penyusunan
ransum dilakukan seminggu sekali dengan tujuan untuk menjaga kualitas ransum.
5. Analisa Data
Data yang diperoleh dari setiap pengamatan dianalisa sesuai dengan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Total Biaya Produksi
Total biaya produksi diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh biaya
yang dikeluarkan untuk menjalankan proses produksi. Total biaya yang
diperlukan selama penelitian dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.2 Total biaya produksi dengan asumsi analisis usaha dengan skala 5000 ekor ayam selama 42 hari.
No Rincian Perlakuan
R0 R1 R2 R3
1 Biaya Bibit 19.000.000,- 19.000.000,- 19.000.000,- 19.000.000,-
2 Biaya Ransum 74.732.750,- 73.109.600,- 68.030.950,- 62.743.850,-
3 Obat-obatan 4.275.000,- 4.275.000,- 4.275.000,- 4.275.000,-
4 Sewa kandang 12.500.000,- 12.500.000,- 12.500.000,- 12.500.000,-
5 Biaya Tenaga Kerja 1.425.000,- 1.425.000,- 1.425.000,- 1.425.000,-
6 Biaya Fumigasi 875.000,- 875.000,- 875.000,- 875.000,-
Total A 112.807.750,- 111.184.600,- 106.105.950,- 100.818.850,-
Hasil perbandingan antara pemeliharaan pada skala laboratorium/skala
kecil dan skala usaha terlihat pada tabel 4.1 dan tabel 4.2 Dimana terdapat
perbedaan komponen biaya produksi dari kedua tabel tersebut, misalnya biaya
tenaga kerja. Pada pemeliharaan skala laboratorium (dari tabel 4.1) yaitu, biaya
tenaga kerja lebih rendah daripada skala usaha pemeliharaan 5000 ekor. Hal ini
disebabkan oleh jumlah ayam yang dipelihara lebih sedikit yaitu hanya 100 ekor
ayam, sedangkan seorang tenaga kerja dapat menangani sampai 5000 ekor ayam.
Pada tabel 4.2 dapat dilihat perbedaan biaya tenaga kerja yang sewajarnya,
bardasarkan Upah Minimum Regional Propinsi (UMRP) dengan asumsi bahwa
seorang tenaga kerja dapat menangani 5000 ekor ayam. Selain biaya tenaga kerja,
berdasarkan biaya yang diperkirakan pada penelitian, biaya sewa kandang pada
pemeliharaan skala laboratorium lebih mahal jika dibandingkan dengan di
lapangan, yaitu hanya 500/ekor/periode.
Pada tabel 4.1 dapat dilihat bahwa masing-masing komponen biaya yang
paling tinggi adalah biaya ransum. Masing-masing perlakuan adalah R0 sebesar
Rp. 1. 494. 655,- ;R1 sebesar Rp. 1. 462. 192,- ; R2 sebesar Rp. 1. 360. 619,- ; R3
adalah pada perlakuan R0 (ransum basal tanpa penambahan Bio Mos kedalam
tepung Chromolaena odorata). Sementara biaya ransum yang terendah adalah
pada perlakuan R3 (ransum yang disusun sendiri dengan penembahan Bio Mos
kedalam tepung Chromolaena odorata). Hal ini disebabkan karena penggunaan
tepung Chromolaena odorata yang ditambah Bio Mos lebih banyak ditambahkan
kedalam ransum sehingga dapat menekan penggunaan bahan pakan yang lain
yang harganya lebih mahal dibandingkan harga Chromolaena odorata yaitu
sebelum penambahan Bio Mos Rp. 525,42,- /kg dan sesudah penambahan Bio
Mos Rp. 555,42,-/kg. Harga ransum R0 yaitu Rp. 3.827,-/kg dan R3 yaitu Rp.
3.208,-/kg sehingga selisih harga ransum pada perlakuan R0 dan R3 yaitu Rp.
619,-.
Sementara itu biaya obat–obatan diperoleh dari harga obat–obatan yang
diberikan selama penelitian. Obat- obatan yang diberikan adalah: Vaksin (ND dan
Gumboro), Vitachick, Koleridin dan Rodalon, total biayanya sebesar Rp.85.500,-
maka biaya keseluruhan obat–obatan untuk tiap ekor perlakuan adalah Rp. 855,
Biaya penambahan Bio Mos kedalam tepung Cromolaena odorata yaitu sebesar
Rp.30,-/kg tepung Cromolaena odorata dengan harga Bio Mos yaitu Rp.
30.000,-/liter sehingga harga tepung Chromolaena odorata setelah ditambah Bio Mos
adalah Rp. 555,42,-.
Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa dari segi harga, ransum tanpa
penambahan Bio Mos R0 (ransum kontrol) kedalam tepung Chromolaena odorata
harganya lebih mahal yaitu Rp.3.827,- dibandingkan dengan ransum R1, R2 dan
R3. Hal ini disebabkan oleh penambahan Bio Mos yang dapat meningkatkan
lain yang harganya lebih mahal. Dengan penggunaan bahan bungkil inti sawit
sebagai bahan pakan dapat menggantikan bungkil kelapa dan dedak halus yang
harganya lebih mahal daripada bungkil inti sawit, seperti pernyataan (Yeong,
1980) yang menyatakan bahwa penggunaan bungkil inti sawit menunjukkan
bahwa sebanyak 20% bisa diberikan kepada ayam pedaging tanpa ada pengaruh
negatif.
Total biaya produksi untuk masing-masing perlakuan R0 sebesar Rp. 2.
256. 155,- R1 sebesar Rp. 2. 223.692,- R2 sebesar Rp. 2. 122. 119,- dan R3
sebesar Rp. 2. 016. 377,-. Biaya produksi yang tertinggi adalah pada perlakuan R0
dan yang terendah pada perlakuan R3. Hal ini sudah dapat diketahui dari biaya
ransum (pakan), sebab pada pemeliharaan ayam pedaging, biaya pakan mencapai
60-70% dari total biaya produksi (Rasyaf, 1995).
Total Hasil Produksi
Total hasil produksi diperoleh dari hasil penjualan ayam dan juga
penjualan feses ayam. Total hasil produksi dari setiap perlakuan dapat dilihat
pada tabel 4.3.
Table 4.3 Total hasil produksi dari analisis usaha dengan skala 100 ekor ayam selama 42 hari.
No Rincian Perlakuan
R0 R1 R2 R3
1 Penjualan Ayam 2.146. 688,- 2.220.864,- 2.159.680,- 2.147.200,-
2 Penjualan Feses Ayam 72. 000,- 72. 000,- 72. 000,- 72. 000,-
2180000
Gambar 4.2 grafik Total Hasil Produksi
Tabel 4.4 Total hasil produksi dengan asumsi analisis usaha dengan skala 5000 ekor ayam selama 42 hari.
No Rincian Perlakuan
R0 R1 R2 R3
1. Penjualan Ayam 10.7334.400 11.1043.200 107.984.000 107.360.000
2. Penjualan Feses Ayam 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000
Total B 110.934.400 114.643.200 111.584.000 110.960.000
Pada tabel 4.3 dapat dilihat bahwa total penghasilan (output) untuk
masing-masing perlakuan R0 adalah sebesar Rp. 2. 218.688,- R1 sebesar Rp. 2.
292.864,- R2 sebesar Rp. 2.231.680,- dan R3 sebesar Rp. 2.219.200,-. Penghasilan
(output) yang tertinggi adalah pada perlakuan R1 dan yang terendah adalah pada
perlakuan R3.
Perbedaan penghasilan (output) ini disebabkan karena adanya perbedaan
bobot jual ayam, sehingga nilai pendapatan dari penjualan ayam berbeda pada
setiap perlakuan. Hal ini dapat dilihat dari perlakuan R0, dimana biaya
produksinya tertinggi tetapi nilai hasil produksinya paling rendah. Hal ini
Chromolaena odorata sehingga pertambahan bobot badannya lebih rendah dari
perlakuan ransum yang dengan penambahan Bio Mos kedalam tepung
Cromolaena odorata sehingga harga jualnya juga rendah. Oleh karena itu, total
hasil produksi tidak dapat mengimbangi nilai total biaya produksi. Hal ini
didukung oleh Napitupulu dan Prawitra (1990) yang menyatakan bahwa
pendapatan adalah penciptaan barang-barang yang efektif sesuatu periode yang
berkaitan dengan penerimaan penilaian kuantitas menghasilkan penerimaan
penjualan. Penerimaan dari suatu proses produksi dapat dihitung dengan
mengalikan jumlah produksi yang dihasilkan dengan harga jual produksi tersebut.
Pada perlakuan R1 diperoleh bobot jual yang lebih tinggi dibandingkan
pada perlakuan R0, R2, dan R3, hal ini diduga mungkin karena pengaruh
penambahan Bio Mos kedalam tepung Cromolaena odorata yang dapat memecah
ikatan zat makanan menjadi bentuk yang lebih sederhana, yang mudah diserap
oleh tubuh hewah ternak sehingga meningkatkan nilai metabolisme energi
sehingga nilai bobot jualnya lebih tinggi. Sementara pada ransum R2 dan R3
bobot jualnya lebih rendah daripada R1 mungkin disebabkan karena penggunaan
tepung Cromolaena odorata yang lebih tinggi daripada R2 dan R3 yang
menyebabkan nilai serat kasarnya juga lebih tinggi sehinnga nilai kecernaannya
rendah. Pada ransum R0 penggunaan tepung Cromolaena odorata tanpa
penambahan Bio Mos mengandung nilai protein yang lebih rendah daripada
setelah penambahan Bio Mos, hal ini juga menyebabkan bobot jual R0 lebih
rendah dari perlakuan yang lainnya. Penyebab yang lain mungkin juga karena
faktor dari lingkungan, perubahan temperatur yang tidak tetap pada saat
Laba/rugi
Analisis laba rugi adalah untuk mengetahui apakah suatu usaha laba atau
rugi. Laba rugi dalam penelitian ini diperoleh dari selisih antara total hasil
produksi dengan total biaya produksi. Besarnya laba rugi dapat dilihat pada tabel
4.5.
Tabel 4.5 Total Laba/rugi dari analisis usaha dengan skala 100 ekor ayam selama 42 hari.
No Rincian Perlakuan
R0 R1 R2 R3
1 Total Hasil Produksi 2. 218.688,- 2. 292.864,- 2.231.680,- 2.219.200,- 2 Total Biaya Produksi 2. 256. 155,- 2. 223.692,- 2. 122. 119,- 2. 016. 377,-
Hasil B-A - 37.467,- 69.172,- 109.561,- 202.823,-
-50000 0 50000 100000 150000 200000 250000
R0 R1 R2 R3
Perlakuan Biaya
Tabel 4.6 Total Laba/rugi dengan asumsi analisis usaha dengan skala 5000 ekor ayam selama 42 hari.
No Rincian Perlakuan
R0 R1 R2 R3
1. Total Hasil Produksi 110.934.400- 114.643.200,- 111.584.000- 110.960.000,-
2. Total Biaya Produksi 112.807.750,- 111.184.600,- 106.105.950,- 100.818.850,-
Total B-A - 1.873.350,- 3.458.600,- 5.478.050,- 10.141.150,-
Keuntungan yang diperoleh pada penelitian ini adalah sebagai berikut: R1
sebesar Rp. 69.172,- ; R2 sebesar Rp. 109.561,- ; R3 sebesar Rp. 202.823,-,
sementara itu pada perlakuan R0 (ransum kontrol) mengalami kerugian sebesar
Rp. 37.467,-. Hal ini disebabkan karena harga ransum R0 lebih mahal daripada
harga ransum R1, R2 dan R3 dan bobot jual R0 juga lebih rendah dari bobot jual
perlakuan yang lain. Keuntungan jauh lebih besar pada skala 5000 ekor yaitu pada
tabel 4.6 keuntungan tertinggi diperoleh pada perlakuan R3 dan teredah pada
perlakuan R1. Biaya produksi pada R0 lebih tinggi namun total hasil produksi
yang diperoleh paling rendah sehingga menyebabkan kerugian. Hal ini disebabkan
karena pertambahan bobot badan yang dicapai lebih rendah. Sementara
keuntungan yang diperoleh dari R3 lebih besar karena harga ransum per kg lebih
rendah dari harga ransum perlakuan yang lain yaitu sebesar Rp. 3.253,- dan bobot
jual yang diperoleh juga tidak terlalu rendah. Seperti yang dikemukakan oleh
Kasmir dan Jakfar (2003) bahwa laporan laba/rugi (Balance sheet) adalah laporan
yang menunjukkan jumlah pendapatan yang diperoleh dan biaya-biaya yang
dikeluarkan dalam satu periode tertentu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
penambahan Bio Mos kedalam tepung Cromolaena odorata yang digunakan
Income Over Feed Cost (IOFC)
Income Over Feed Cost (IOFC), diperoleh dengan menghitung selisih
pendapatan usaha dikurangi dengan biaya ransum selama produksi. Dan rataan
IOFC dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 4.7 Rataan IOFC selama penelitian (Rp/ekor) dari analisis usaha dengan skala 100 ekor ayam selama 42 hari.
Ulangan
Perlakuan
1 2 3 4 5 Total Rataan
R0 4676,1169 4846,9584 4937,1553 4727,3062 4902,3596 24089,8964 4817,97928
R1 5958,9625 5812,1534 5782,9812 5900,5432 5881,1053 29335,7456 5867,14912
R2 6341,4911 6445,3867 6295,6981 5983,019 6266,3763 31331,9712 6266,39424
R3 7253,6245 7287,2513 7355,3822 6901,9239 7369,6019 36167,7838 7233,55676
Total 24230,195 24391,7498 24371,2168 23512,7923 24419,4431 120925,397 24185,0794
Rataan 6057,54875 6097,93745 6092,8042 5878,19808 6104,86078 30231,34925 6046,26985
0
Gambar 4.7 grafik Income Over Feed Cost (IOFC)
Pada tabel 4.7 diatas menunjukkan bahwa rataan Income Over Feed Cost
rataan terendah terdapat pada perlakuan R0 yaitu sebesar Rp. 4817,97,-. Hal ini
menunjukkan bahwa nilai selisih Income Over Feed Cost (IOFC) antara R0 dan
R3 adalah besar. Hal ini disebabkan karena perbedaan harga ransum per kg setiap
perlakuan dan pertambahan bobot badan selama penelitian. Menurut
Prawirokusumo (1990) income over feed cost dipengaruhi oleh besarnya
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penambahan Biosuplemen (Bio Mos) kedalam tepung daun Chromolaena
odorata sebagai bahan pakan ternak pada penelitian ini lebih ekonomis karena
dapat mengurangi biaya produksi (pada perlakuan R1, R2 dan R3). Sementara
Penggunaan tepung Cromolaena odorata tanpa penambahan Biosuplemen (Bio
Mos) dalam ransum tidak memberikan keuntungan secara ekonomis.
Saran
Disarankan melakukan penelitian dengan penambahan Biosuplemen (Bio
Mos) kedalam bahan pakan agar membuat level penggunaan yang berbeda
sehingga dapat terlihat batas level yang terbaik dan dapat diperoleh keuntungan
DAFTAR PUSTAKA
AAK, 1982. Pedoman Beternak Ayam Negeri. Kanisius, Yogyakarta.
Agus. A. 1990. Analisis Pulang Pokok. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Allen, V.M., Fernandez ., F.Hinton, M. H. 1997. Evaluation of The Influence of Supplementing the Diet with Mannose or Palm Kernel meal on Salmonella Colonisation in Poultry. British Poultry Science 38:485-488
Amrullah, I. K. 2003. Manajemen Ternak Ayam Broiler. IPB-Press, Bogor.
Anggorodi, R., 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Anggorodi, R., 1985. Ilmu Makanan Ternak Unggas.UI-Press, Jakarta.
Crawford, J.S., 1979. Probiotics in animal nutrition. Arkansas Nutr. Conf: 45-55.
Daud, M., W.G. Piliang and I.P. Kompiang. 2007. Persentase dan Kualitas Karkas Ayam Pedaging yang Diberi Probiotik dan Prebiotik dalam Ransum. JITV 12(3): 167-174.
Donald, Mc.P., Edward, A.R., Green Halg, J.F.D, and Morgan, A.C., 1995.
Animal Nutrition. Fifth Editing, Ohn Wiley & Sons Inc, New York.
Edey, T. N., A. C. Bray R. S Copland and T., Oshea, 1981. Alamat Course Manual in Tropical Sheep and Goat Production. University of Brawijaya Malang, Indonesia.
Fernandez, F., Hintaon, M. and Van Gils, B. 2000. Evoluation of The Effect of Mannan oligosaccharides on the Competitive Exclution of Salmonella Enteriditis Colonization in Broiler Chicks. Avian Phatology 29:575-581.
Fernandez, F., Hintaon, M. and Van Gils, B. 2002. Dietary Mannan oligosaccharides and their Effect on Chicken caecal Microflora in Relation to salmonella Enteriditis. Avian Phatology 31:49-58.
Fuller, R. 1989. History and development of probiotics. In: Probiotics The Scientific Basis. Fuller. (Ed). Chapman & Hall. London, New York, Tokyo, Melbourne, Madras.
Gibson, G. R., and Roberfroid, M. B. 1995. Dietary Modulation of The Human Colonic Microbiota : Introducing The Concept of Prebiotics. Journal of Nutrition 125, 1401-1412.
Haddadin, M. S. Y..,SM. Abdulrahim, E. A. R. Hashlamoun and R.K. Robinson. 1996. The Effect of Lactobacillus Achidhophilus on the Production and Chemical Composition of hen Eggs. Poultry Sci 75: 491-494.
Hansen dan Mowen. 2001. Manejemen Biaya. Salemba Empat Patria, Jakarta.
Hardjosworo, P.S. dan Rukmiasih, M.S., 2000. Meningkatkan Prodduksi Daging Unggas. Penebar Swadaya. Yogyakarta.
Hutagalung, R. I. 1980. Availability of Feedstuffs for Farm Animals. Proceedings First Asia-Australasia Animal Science Congress, Abstract No, 40:15.
Kasmir dan Jakfar, 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
Knudsen, K. E. B. 1997. Carbohydrate and Lignin Contents of Plant Materials Used in Animal Feeding. Animal Feed Science Technology 67:319-338.
Lesson, S. and J. D. Summer. 1996. Comercial Poultry Nutrition. 2nd Ed. University Book. University Guelph. Guelph, Ontario, Canada.
Lipsey, R., P. Courant, D. Purvis dan P. Steiner, 1995. Pengantar Mikroekonomi. Jilid I. Binarupa Aksara, Jakarta.
Lyons, T.P. 2002. Navigating from Niche Markets to Mainstream: A Feed Industry Kakumei. Proceedings of Alltech’s 16th Annual Asia Pacific lecture Tour, pp:1-16.
Marthen, L.M., 2007. Pemanfaatan Semak Bunga Putih (chromolaena odorata) Untuk Peningkatan Produksi Tanaman Dan Ternak. Fakultas Peternakan, Universitas Nusa Cendana Kupang NTT.
Matthews, A. 1988. Product evolution at work. Feed management. 39: 11-19
Murtidjo, B. A., 1992. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Kanisius. Yogyakarta.
Napitupulu, S dan Pawitra B., 1990. Biaya Produksi. Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia, Jakarta.
NRC. 1994. Nutrient Requirements of poultry. National academy Press, Washington, DC.
Nwokolo, E. N., Bragg, D. B. and Saben, H. S. 1976 The Availability of amino acids From Farm Kernel, Soybean, Cotton Seed Meal for the Growing Chick. Poultry Science 55:2300-2304.
Okumura, J., Furuse, M,. Kawamura, T., Toyosima, K.,Sugawara, M., Suzuki, T., Seo, G. and Soga, H. 1994. Effects of glucooligosaccharides and bacteria on egg production rate and caecal bacteria population in the chicken. Japanese Poultry Science 31: 189-194.
Onwudike, O. C. 1986. Palm Kernel as a feed for Poultry 2. Diets Containing Palm Kernel Meal for Starter and Grower Pullets. Animal Feed Science and Technology 16: 187-194
Oyofo, B.A., Deloach, J.R., Corrier, D.F., Norman, J.O., Ziprin, R.L. and Mollenhauser, H.H. 1989. Effects Carbohydrates on Salmonella cyhimurium, colonisation in Broiler chickens Avian Diseases 33:531-534.
Panigrahi, S. And Powell, C. J. 1991. Effect of High inclusion of Palm Kernel Meal in Broiler chick Diets, Animal Feed Science and Technology 34:37-47.
Perdana, O., 2008. Biosuplemen Biosa Unggas. Cv Osa Perdana, Bandung.
Pink, A., 2004. Gardening for the Million Project Gutenberg Literary Archive Foundation.
Prawirokusumo, S.,1990. Ilmu Gizi Komparatif. BPFE, Yogyakarta.
Rasyaf, M., 1993. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta.
Rasyaf, M., 1994. Makanan Ayam Broiler. Kanisius, Yogyakarta.
Rasyaf, M., 1995. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta.
Rasyaf, M., 2000. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta.
Rasyaf, M., 2004. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta.
Rony, S., 1990. Biaya Produksi. Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia, Jakarta
Sembiring, P., 2006. Biokonversi Limbah Pabrik Minyak Inti Sawit Dengan
Sudarmono, A.S., 2003. Pedoman Pemeliharaan Ayam Ras Petelur. Kanisius, Yogyakarta.
Sue, T. H. 2001. Quality and characteristics of Malaysian palm kernel. Palm oil developments 34: 1-3.
Suharno, B dan Nazaruddin, 1994. Ternak Komersial. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sundu, B., Kumar, A. And Dingle, J. 2005c. Compariron of Feeding values of palmkernel meal and copra meal for broiler. Recent advances in animal nutrition australia 15:16a.
Nwokolo, E.N., Bragg, D. B. And Saben, H.S. 1976. The availability of amino acids from palm kernel, soybean, cotton seed and rape seed meal for the growing chick. Poultry science 55: 2300-2304.
Tillman. A. D., H. Hartadi, S., Reksohadiprojo, S., Prawirokusumo, S., Lepdosoekojo., 1986. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Fakultas Peternakan, UGM-Press, Yogyakarta.
Wahyu, J ,. 1991., Ilmu Nutrisi Unggas. UGM-Press, Yogyakarta.
Waldroup, A.L., Skinner, J.T., Hierholzer, R.E. and Waldroup, P.W. 1993. An Evalution of Fructooligosaccharide in Diets For Broiler Chickens and Effects on Salmonellae Contamination of Carcasses. Poultry Science 72:643-650.
Wang, X and Gibson, G. R. 1993. Effects of in-Fermentation of Oligofructose and Inulin By Bacteria Growing In the Human Large Intestine Journal of Applied Bacteriology 75:373-380.
Yeong, S. W. 1980. The Nutritive Value of Falm Oil by-Product for Poultry. Proceedings First Asia Australasia animal Science Congress, Abstract No, 45:17.
Yeong, S. W. 1983. Amino Acid Availability of Palm Kernel Cake. Palm Oil Sludge and Sludge Fermented Product (Prolima) in Studies with Chickens. Mardi Research Bulletin 11: 84-88.