SEJARAH PEMERINTAHAN KABUPATEN DAIRI (1964-2005) SKRIPSI SARJANA
DIKERJAKAN O
L E H
RISMAWATI APRITA SITUMORANG (060706038)
Pembimbing
Dra. Ratna, M.S Nip 131415907
DEPARTEMEN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Lembar Pengesahan Pembimbing Skripsi
SEJARAH PEMERINTAHAN KABUPATEN DAIRI (1964-2005) SKRIPSI SARJANA
DIKERJAKAN O
L E H
Rismawati Aprita Situmorang 060706038
Pembimbing
Dra. Ratna, M.S NIP 131415907
Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian
Fakultas Sastra USU Medan, untuk melengkapi Salah satu syarat ujian Sarjana Sastra
Dalam bidang Ilmu Sejarah
DEPARTEMEN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Lembar Pengesahan Pembimbing Skripsi
SEJARAH PEMERINTAHAN KABUPATEN DAIRI (1964-2005) Yang diajukan oleh
Nama : Rismawati Aprita Situmorang Nim : 060706038
Telah disetujui untuk diujikan dalam ujian skripsi oleh
Pembimbing
Dra. Ratna, M.S Tanggal, NIP 131415907
Ketua Departemen Ilmu Sejarah
Dra. Fitriaty Harahap, S.U Tanggal, Nip 195406031983032001
DEPARTEMEN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Lembar Persetujuan Ketua Departemen
DISETUJUI OLEH
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
DEPARTEMEN ILMU SEJARAH Ketua Departemen
Dra. Fitriaty Harahap S.U Nip 195406031983032001
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
senantiasa memberikan karunia tidak terhingga berupa bimbingan, kekuatan,
petunjuk, serta pertolongan kepada penulis yang telah melimpahkan raahmat dan
hidayahNya sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan, meskipun banyak
hambatan dan tantangan.
Skripsi ini yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan
Sarjana Sastra tidak akan terselesaikan tanpa bantuan, kerjasama, dan dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, inilah saat yang tepat bagi penulis untuk
mengungkapkan rasa terima kasih kepada :
1. Kedua orang tuaku, ayahanda tersayang Bidan Situmorang dan ibunda tercinta
Ruminta Lumban Batu yang telah mendidik, membesarkan, merawat,
mendoakan, dan membimbing ananda dari lahir sampai saat ini, walau sering
ananda membuat kalian sedih dan kecewa. Semoga dengan skripsi inilah
ananda dapat membalas seluruh curahan kasih sayang serta pengorbanan
ayahanda dan ibunda.
2. Bapak Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara beserta staf dan
pegawainya, yang memberikan bantuan selama penulis mengikuti perkuliahan
di Fakultas Sastra.
3. Ibu Dra. Fitriaty Harahap S.U dan Dra. Nurhabsyah M.SI, selaku ketua dan
membantu serta memberikan pengajaran yang berharga bagi penulis selama
dalam perkuliahan.
4. Alm. Bapak Drs. Indera M.Hum dan Drs. Timbun Ritonga selaku Dosen Wali
penulis yang telah memberikan dorongan dan semangat selama kuliah hingga
terselesainya skripsi ini.
5. Ibu Dra. Ratna M.SI, selaku dosen pembimbing dalam penulisan skripsi ini
yang telah begitu banyak memberikan dorongan, semangat, masukkan, dan
telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis. Budi baik yang ibu
berikan akan selalu penulis ingat. Hanya Tuhan yang dapat membalasnya.
Amin.
6. Seluruh bapak ibu dosen Departemen Ilmu Sejarah yang telah banyak
membantu penulis mulai masa kuliah hingga dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Bapak Drs. Abdinar J. Tamba, selaku Kepala Sub Bagian kelembagaan dan
Ketatalaksanaan Kantor Bupati Dairi dan seluruh pegawai yang telah
memberikan bantuan kepada penulis selama melakukan penelitian.
8. Seluruh bapak ibu dosen Departemen Ilmu Sejarah yang telah banyak
membantu penulis mulai masa kuliah hingga dalam penyelesaian skripsi ini.
9. Sahabat-Sahabat seperjuanganku stambuk 06 Desmika, Sancani, Kariani, Eva,
Derni, Friyanti, Calvin, Ramlan, Jhondato, dan terkhususnya Erliana Barus
yang selalu bersama belajar, bermain, dan memberikan semangat dan motivasi
10. Kepada abangku Binsar Tohap Situmorang dan adik-adikku Erlince
Situmorang dan Benny Luansa Situmorang yang tidak pernah lelah
memberikan doa dan dukungannya kepada penulis.
11. Keluargaku yang ada di Sumbul dan Sidikalang, Pak Tua dan Mak Tua Ugus
terkhususnya Pak Uda dan Mak Uda Lisbet yang telah memberikan penulis
tempat berteduh, semangat, dan bantuan selama penulis melakukan penelitian
di lapangan. Semoga Allah dapat membalas kebaikan kalian semua dan
sekeluarga.
12. Seluruh informan yang membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
13. Terima kasih khusus dan special penulis ucapkan kepada yang paling penulis
sayangi dan kasihi Janro Cornelis Saragih, yang selama ini telah menjadi
kekasih, teman, sahabat, abang dalam memberikan dukungan kepada penulis.
Semoga apa yang selama ini kita cita-citakan akan terkabul. Amin.
Akhirnya untuk semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak
seluruhnya disebutkan dalam penyusunan skripsi ini, saya ucapkan terima kasih.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua kebaikan yang telah diberikan
dengan balasan yang berlipat ganda. Penulis juga mengharapkan semoga tulisan ini
bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, Desember 2010
Penulis
ABSTRAK
Judul penelitian “ Sejarah Pemerintahan Kabupaten Dairi 1964-2005 ”.
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah pertama, mengetahui bentuk
pemerintah Kabupaten Dairi sebelum tahun 1964, kedua, mengetahui perkembangan
Kabupaten Dairi masa pelaksanaan pembangunan (1964-2005). Manfaat dalam
penulisan ini, diantaranya menambah literature kepustakaan di Departemen Ilmu
Sejarah, sebagai sarana informasi, dan bahan perbandingan. Metode yang digunakan
dalam penulisan ini adalah metode sejarah, yaitu heuristik (pengumpulan data), kritik
sumber, interpretasi (menyimpulkan data yang ada), dan yang terakhir adalah
historiografi (penulisan).
Kabupaten Dairi diresmikan menjadi sebuah kabupaten otonomi daerah pada
tanggal 2 Mei 1964. Mulai awal dimekarkan Kabupaten Dairi terdiri dari 8 kecamatan
dan hingga tahun 2005 Kabupaten Dairi terdiri atas 15 kecamatan, 8 kelurahan, dan
148 desa. Wilayah Kabupaten Dairi berjarak 153 km dari pusat pemerintahan
Sumatera Utara. Mayoritas masyarakat Kabupaten Dairi bekerja sebagai petani
dengan suku yang mendiami adalah Suku Batak Toba dan mayoritas beragama
Kristen.
Dalam masa pelaksanaan pembangunan, Kabupaten Dairi terus berupaya
melakukan peningkatan di berbagai sektor, yaitu sektor pendidikan, pertanian,
industri dan pariwisata, dan sarana prasarana transportasi dan kesehatan. Kabupaten
Dairi dikenal hingga ke luar daerah karena aroma kopinya yang mempunyai ciri dan
kenikmatan khas bagi setiap orang yang meminumnya. Di samping itu Kabupaten
Dairi juga mengandalkan pariwisata TWI Sitinjo untuk menarik perhatian para turis
DAFTAR ISI
UCAPAN TERIMA KASIH
ABSTRAK ……… i
DAFTAR ISI ……… ii
DAFTAR TABEL ………... v
BAB I PENDAHULUAN ……… 1
1.1 Latar Belakang ………. 1
1.2 Rumusan Masalah ……… 4
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ……… 5
1.4 Tinjauan Pustaka ……….. 6
1.5 Metode penelitian ………. 8
BAB II GAMBARAN UMUM KABUPATEN DAIRI ………... 10
2.1 Letak Geografi dan Keadaan Alam ………. 10
2.2 Komposisi Penduduk ……….. 12
2.3 Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat ………. 18
2.3.1 Kehidupan Sosial Masyarakat ……… 18
2.3.2 Kehidupan Ekonomi Masyarakat ………... 21
3.2 Dairi Masa Pejajahan Belanda ………. 26
3.3 Dairi Masa Pendudukan Jepang ………... 28
3.4 Dairi Pasca Kemerdekaan ……… 30
BAB IV PEMERINTAHAN KABUPATEN DAIRI DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN 1964-2005 ……….... 39
4.1 Struktur Organisasi Pemerintahan Dairi ……… 39
4.2 Sistem dan Penyelenggaraan Pemerintahan Dairi ………. 45
4.3 Kejasama dan Koordinasi Pemerintahan Dairi ……….... 51
4.4 Pelaksanaan Pembangunan ………... 54
4.4.1 Sektor Pendidikan ………... 55
4.4.2 Sektor Perindustrian Dan Pariwisata ………... 61
4.4.3 Sektor Pertanian ……….. 66
4.4.4 Sektor Sarana Dan Prasarana: ………. 71
4.4.4.1 Transportasi ……… 71
4.4.4.2 Kesehatan ……….…. 73
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………...…….… 77
5.1 Kesimpulan ……….…….. 77
DAFTAR PUSTAKA ……… 80 DAFTAR INFORMAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Dairi Tahun 2005.
Tabel 2 Jumlah Penduduk di Kabupaten Dairi Tahun 1971, 1985, 2000, dan 2005.
Tabel 3 Persentase Penduduk Menurut Suku di Kabupaten Dairi Tahun 2000.
Tabel 4 Persentase Penduduk Menurut Agama di Kabupaten Dairi Tahun 2000.
Tabel 5 Daftar Nama Bupati Kabupaten Dairi (1964-2005).
Tabel 6 Jumlah Sekolah Dasar (SD) di Kabupaten Dairi Tahun 1985, 1993, dan 2005.
Tabel 7 Jumlah Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SMTP) di Kabupaten Dairi
Tahun 1985, 1993, dan 2005.
Tabel 8 Jumlah Sekolah Menengah Tingkat Atas (SMTA) di Kabupaten Dairi Tahun
1985, 1993, dan 2005.
Tabel 9 Jumlah Jenjang Pendidikan di Kabupaten Dairi Tahun 2005.
Tabel 10 Jumlah Perusahaan Industri, Tenaga Kerja, dan Jenis Usaha Tahun 2005.
Tabel 11 Jenis Penggunaan Lahan di Kabupaten Dairi Tahun 2005.
Tabel 12 Kondisi Jalan di Kabupaten Dairi Sampai Tahun 2005 (km).
Tabel 13 Fasilitas Kesehatan Menurut Kecamatan di Kabupaten Dairi Tahun 1985.
Tabel 14 Fasilitas Kesehatan Menurut Kecamatan di Kabupaten Dairi Tahun 2005.
Tebel 15 Jumlah Pasien Masuk dan Keluar di RSUD Sidikalang Tahun 1998, 1999,
ABSTRAK
Judul penelitian “ Sejarah Pemerintahan Kabupaten Dairi 1964-2005 ”.
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah pertama, mengetahui bentuk
pemerintah Kabupaten Dairi sebelum tahun 1964, kedua, mengetahui perkembangan
Kabupaten Dairi masa pelaksanaan pembangunan (1964-2005). Manfaat dalam
penulisan ini, diantaranya menambah literature kepustakaan di Departemen Ilmu
Sejarah, sebagai sarana informasi, dan bahan perbandingan. Metode yang digunakan
dalam penulisan ini adalah metode sejarah, yaitu heuristik (pengumpulan data), kritik
sumber, interpretasi (menyimpulkan data yang ada), dan yang terakhir adalah
historiografi (penulisan).
Kabupaten Dairi diresmikan menjadi sebuah kabupaten otonomi daerah pada
tanggal 2 Mei 1964. Mulai awal dimekarkan Kabupaten Dairi terdiri dari 8 kecamatan
dan hingga tahun 2005 Kabupaten Dairi terdiri atas 15 kecamatan, 8 kelurahan, dan
148 desa. Wilayah Kabupaten Dairi berjarak 153 km dari pusat pemerintahan
Sumatera Utara. Mayoritas masyarakat Kabupaten Dairi bekerja sebagai petani
dengan suku yang mendiami adalah Suku Batak Toba dan mayoritas beragama
Kristen.
Dalam masa pelaksanaan pembangunan, Kabupaten Dairi terus berupaya
melakukan peningkatan di berbagai sektor, yaitu sektor pendidikan, pertanian,
industri dan pariwisata, dan sarana prasarana transportasi dan kesehatan. Kabupaten
Dairi dikenal hingga ke luar daerah karena aroma kopinya yang mempunyai ciri dan
kenikmatan khas bagi setiap orang yang meminumnya. Di samping itu Kabupaten
Dairi juga mengandalkan pariwisata TWI Sitinjo untuk menarik perhatian para turis
BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang Masalah
Awal pembentukan pemerintah daerah di Indonesia tidak terlepas dari praktek
politik penjajahan Belanda yang ingin menguasai secara keseluruhan bangsa
Indonesia. Dalam menanamkan kekuasannya Belanda menggunakan berbagai macam
cara, salah satu diantaranya adalah membagi tanah Indonesia atas beberapa daerah
dengan alasan untuk menguasai kembali wilayah Hindia Belanda yang tujuannya
adalah menghancurkan wilayah Republik Indonesia1
Sumatera yang pada waktu itu sudah dijadikan wilayah kekuasaan Belanda,
dibagi atas keresidenan yang masing-masing keresidenan itu adalah Sumatera Timur,
Sumatera Tengah, dan Sumatera Selatan
.
Sistem pemerintahan daerah otonom pertama kalinya diperkenalkan oleh
penjajah Belanda melalui Undang-Undang Desentralisasi 1903 (Desentralisatie Wet
1903, Staatsblaad 1903 No.329) yang berisikan bahwa Jawa dan Madura dijadikan
daerah otonom yaitu gewest (propinsi), regenschap (kabupaten), dan staadgemeente
(kotapraja) yang setiap daerah otonom ini dibentuk dewan perwakilan.
2
1
Suprayitno, Mencoba (Lagi) Menjadi Indonesia, Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia, 2001, hal.1.
2
Bappeda Sumatera Utara, Sumatera Utara Membangun, Medan: Percetakan Offset Sakti, 1976, hal.43.
yang disetiap keresidenan di bawah
kekuasaan seorang residen. Dalam hal ini Dairi menjadi wilayah onder afdeling yang
di bawah kekuasaan seorang kontrulir berkebangsaan Belanda dan dibantu oleh
Daerah onder-afdeling Dairi ini merupakan bagian dari Keresidenan Batak
Landen yang berpusat di Tarutung karena daerah ini dianggap oleh pemerintah
Belanda sebagai bagian dari daerah tempat bermukimnya orang-orang batak3
Setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945
tata pemerintahan daerah Indonesia diatur kembali sesuai dengan amanat yang
terkandung dalam Pasal 18 UUD 1945 yaitu perlunya mengatur pemerintahan daerah.
Daerah Indonesia dibagi berdasarkan atas daerah besar (propinsi) dan daerah kecil
(kabupaten/kota dan desa)
.
Namun ketika jatuhnya Belanda atas pendudukan Jepang pada dasarnya tidak
mengalami perubahan yang signifikan dalam susunan pemerintahan di Dairi, hanya
saja nama-nama pemerintahan yang dulunya sudah dibuat oleh Belanda diganti
dengan bahasa Jepang. Sistem pemerintahan Dairi yang dibuat oleh jepang bersifat
militerisme, yang pada masa itu Jepang sangat berfokus pada Perang Asia Timur
Raya.
4
Adapun daerah Dairi di awal kemerdekaan ditetapkan menjadi salah satu
kabupaten yang berada dalam lingkup Propinsi Sumatera Utara sebelum memisahkan , yang bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan
dengan undang-undang. Artinya wilayah administratif Indonesia yang luas ini terbagi
atas beberapa propinsi, wilayah propinsi terdiri dari beberapa kabupaten/kotamadya,
wilayah kabupaten/kotamadya terdiri dari beberapa kecamatan, yang selanjutnya
wilayah kecamatan dalam kabupaten terdiri dari beberapa desa dan kelurahan.
3
Daerah-daerah Batak Landen yaitu Afdeling Silindung, Afdeling Toba,
Onder-Afdeling Samosir, Onder-Onder-Afdeling Dairi, dan Onder-Onder-Afdeling Barus.
4
diri dari Tapanuli Utara. Awal Dairi memisahkan diri dari Tapanuli Utara
dikarenakan pecahnya Pemberontakan Rakyat Revolusioner Indonesia (PRRI) pada
tahun 1958. Pemberontakan ini membuat hubungan antara pemerintah Tarutung
dengan Dairi terputus. Maka untuk menghindari kevakuman jalannya pemerintahan
di Dairi Gubernur Sumatera Utara ulung Sitepu mengambil kebijakan yaitu dengan
menetapkan Dairi sebagai Daerah Tingkat II dengan ibukotanya Sidikalang. Daerah
ini berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan aturan
yang terdapat dalam Peraturan Pengganti Undang-Undang (PERPU)5
Setelah berpisah dari Tapanuli Utara daerah Dairi dibagi atas 8 kecamatan
yaitu Kecamatan Sidikalang, Sumbul, Tigalingga, Tanah Pinem, Salak, Kerajaan,
Silima Pungga-Pungga, dan Siempat Nempu. Dalam pelaksanaan pembangunan,
maka sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan semakin bertambahnya
tugas aparatur pemerintahan maka pemerintah Dairi mengambil kebijakan dengan
mengusulkan penambahan 4 kecamatan lagi dari 8 kecamatan yang sudah ada
sebelumnya, ke Tingkat I Sumatera Utara yaitu Parbuluan, Pegagan Hilir, Siempat
Nempu, Hulu, dan Siempat Nempu Hilir yang diresmikan pada 25 Mei 1985.
Kemudian seiring dengan semakin berkembangnya daerah Kabupaten Dairi pada
tahun 2005 pemekarannya menjadi 15 kecamatan telah dimekarkan, yaitu Kecamatan
Sidikalang, Sumbul, Tigalingga, Tanah Pinem, Silima Pungga-Pungga, Siempat No. 4 Tahun
1964 yang diresmikan pada 2 Mei 1964 di Gedung Nasional Sidikalang.
5
M. Solly Lubis, Perkembangan Garis Politik dan Perundang-Undangan Mengenai
Pemerintahan di Daerah di Indonesia dan Garis Besar Pelaksanaannya di Sumatera Utara, Medan:
Nempu, Parbuluan, Siempat Nempu Hilir, Siempat Nempu Hulu, Pegagan Hilir,
Gunung Sitember, Berampu, Lae Parira yang diresmikan pada 13 Pebruari 2001 yang
kemudian disusul oleh Kecamatan Silahisabungan pada 14 Juli 2004, dan Sitinjo pada
14 Pebruari 2005.
Dari uraian di atas maka penulis mengangkat judul mengenai “Sejarah
Pemerintahan Kabupaten Dairi (1964-2005)”. Tahun 1964 sebagai periode awal dari
penelitian ini yang merupakan awal pembentukan Kabupaten Dairi. Tahun 2005
sebagai akhir dari penelitian ini bahwa selama kurun waktu 41 tahun telah terjadi
perubahan, baik dari struktur pemerintahannya maupun infrastruktur pembangunan
daerah Kabupaten Dairi, seperti dengan bertambahnya jumlah kecamatan tahun 1964
yaitu 8 kecamatan menjadi 15 kecamatan di tahun 2005, meningkatnya jumlah
gedung sekolah maupun perguruan tinggi dan fasilitas kesehatan menurut kecamatan
di Kabupaten Dairi, berubahnya sistem pengerjaan pertanian dari tenaga manusia ke
tenaga mesin, dan meningkatnya pendapatan ekonomi masyarakat akibat dari sektor
pariwisata yang ada di Kabupaten Dairi. Penelitian ini akan diuraikan secara umum
dan kronologis yang menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan pemerintahan,
pendidikan, penduduk, pariwisata, dan sarana prasarana yang disesuaikan dengan
kebijakan-kebijakan pemerintah daerah pada waktu itu.
I.2 Rumusan Masalah
Di dalam suatu penulisan, rumusan masalah sangat penting sebab akan
memperoleh data yang relevan6
1. Bagaimana bentuk pemerintahan Kabupaten Dairi sebelum 1964 ?
. Inilah yang akan menjadi landasan dalam penulisan
nantinya pada bab-bab selanjutnya.
Berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas ada beberapa pokok permasalahan
yang akan dikaji, yaitu:
2. Bagaimana pemerintahan Kabupaten Dairi masa pelaksanaan pembangunan
1964-2005 ?
I.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian yang dirumuskan secara umum merupakan cara untuk
memperoleh gambaran secara umum dari objek yang akan diteliti, dimana hasil yang
diperoleh dapat dipergunakan sebagai bahan untuk menyempurnakan perencanaan
dasar dari perumusan masalah7
2. Mengetahui bentuk pemerintahan Kabupaten Dairi sebelum tahun 1964 . Adapun tujuan dari penelitian ini, adalah :
3. Mengetahui perkembangan pemerintahan Kabupaten Dairi masa pelaksanaan
pembangunan dari tahun 1964-2005.
Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah :
1. Menambah literatur kepustakaan yang dapat dimanfaatkan bagi
pengembangan dunia ilmu pengetahuan, khususnya Ilmu Sejarah dalam
penelitian Sejarah Pemerintahan
6
J. Supranto, Metode Riset, Jakarta: Fakultas Ekonomi UI, 1986, hal.18.
7
2. Sebagai suatu sarana informasi bagi pihak yang berkepentingan dalam
penelitian lebih lanjut mengenai Sejarah Kabupaten Dairi, baik itu bagi
pemerintah maupun masyarakat
3. Sebagai suatu bahan perbandingan dalam penilaian, sudah sejauh mana
tingkat keberhasilan pemerintah, maupun perkembangan-perkembangan yang
terjadi di Kabupaten Dairi.
I.4 Tinjauan Pustaka
Dalam melakukan penelitian, kepustakaan sangat penting bagi penelitian yang
dikaji. Dalam penelitian ini, penulis membuat penuntun ataupun acuan yaitu berupa
literatur kepustakaan yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan.
Menurut P. J. Suwarno, dalam bukunya Sejarah Birokrasi: Pemerintahan
Indonesia Dahulu dan Sekarang (1989), menjelaskan bahwa faktor jaman, kultur, dan
sosialitas memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan birokrasi
pemerintahan dari suatu negara kebangsaan yang sedang berkembang. Setiap daerah
memiliki birokrasi pemerintahan yang berbeda dalam menjalankan kekuasaannya
mulai dari pemerintahan dahulu hingga sekarang. Misalnya, Indonesia jaman
tradisional, penjajahan, hingga Indonesia merdeka. Jadi, Birokrasi Pemerintahan
Daerah Republik Indonesia bermula dari birokrasi pemerintahan daerah yang
dimodernisasikan oleh Belanda tetapi belum tuntas dan akhirnya sampai ke birokrasi
pemerintahan daerah yang polanya masih tetap seperti pola yang diciptakan oleh
Belanda, tetapi pelaksanaannya merata ke seluruh wilayah Indonesia. Dari buku ini
masa penjajahan, yang mana Dairi dulunya masih sebagai salah satu onder afdeling di
Sumatera Utara. Namun sejalan perkembangannya, Dairi sekarang menjadi daerah
otonom.
Menurut Hanif Nurcholis, dalam bukunya Teori dan Praktik : Pemerintahan
dan Otonomi Daerah (2007), menjelaskan bahwa dalam Negara Indonesia di bentuk
pemerintahan daerah, pemerintahan Daerah terdiri atas daerah besar dan daerah kecil,
Pemerintah daerah harus bersendikan demokrasi yaitu adanya permusyawaratan
dalam perwakilan rakyat daerah, dan daerah-daerah swapraja dan kesatuan
masyarakat hokum pribumi yang memiliki susunan asli harus diperhatikan untuk
dijadikan pemerintah daerah yang bersifat istimewa setelah dilakukan pembaharuan,
yaitu dengan mengadopsi sistem demokrasi dalam sistem pemerintahannya. Menurut
penulis, buku ini dapat dikaitkan dengan pemerintahan Dairi bahwa di dalam Daerah
Tingkat II Dairi terdapat daerah-daerah kecil/kecamatan yang terdiri dari 15
kecamatan yang semua kecamatan ini di bawah pemerintahan Kabupaten Dairi.
Wahyudi, dkk dalam bukunya Etnis Pakpak Dalam Fenomena Pemekaran
Wilayah: Mempertanyakan Partisipasi Politik perempuan Dalam Masyarakat Adat
(2002), mengungkapkan bagaimana kedudukan perempuan dalam pengambilan
keputusan khususnya mengenai pemekaran wilayah kabupaten Dairi dan Pakpak.
Disini dapat dilihat dengan sistem kekerabatan patrilineal yang diperhitungkan
berdasarkan garis keturunan laki-laki yang mana setiap pengambilan keputusan
biasanya diutamakan oleh pihak laki-laki sedangkan perempuan selalu
dibelakangkan. Artinya dalam proses perencanaan pemekaran hingga tahap-tahap
melibatkan kaum perempuan. Buku ini dapat membantu kita mengetahui bagaimana
sistem patrilineal diterapkan dalam kehidupan masyarakat batak khususnya di
Kabupaten Dairi dan Pakpak Barat. Sistem ini membuat kedudukan perempuan selalu
dinomor duakan dalam setiap pengambilan keputusan dalam masyarakat adat. Buku
ini penulis jadikan sebagai acuan untuk dapat memberikan informasi mengenai
masalah pemekaran wilayah Kabupaten Dairi, yang mana dalam pemekaran ini
terdapat masalah mengenai kedudukan perempuan dalam partisipasinya dalam
pemekaran Kabupaten Dairi.
I.5 Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan suatu cara atau teknik yang dilakukan sebagai
upaya memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip guna mewujudkan kebenaran dari
suatu permasalahan yang ada. Penelitian yang dilakukan adalah berupa penelitian
sejarah (historis).
Untuk mendapatkan hasil penulisan yang berdasarkan penelitian sejarah,
maka penelitian ini diupayakan untuk membuat suatu tulisan sejarah (historiografi).
Langkah-langkah yang ditempuh untuk menghasilkan tulisan sejarah ini adalah
dengan mengikuti metode sejarah yang mencakup heuristik, kritik, interprestasi, dan
historiografi8
Langkah pertama heuristik, yaitu usaha penulis untuk memilih objek dan
mengumpulkan sumber atau informasi mengenai penelitian. Dalam melaksanakan .
langkah ini, maka penulis melakukan pengumpulan sumber, melalui studi
kepustakaan (library research), yaitu mengumpulkan sumber tertulis dalam bentuk
buku-buku dan bahan tulisan yang di dapat dari perpustakaan USU, Perpustakaan
Daerah Sidikalang dan Arsip Pemerintah Kabupaten Dairi. Kemudian melalui studi
lapangan (field research) dilakukan teknik wawancara pada orang-orang yang terlibat
langsung pada permasalahan, seperti pegawai pemerintahan, tokoh-tokoh adat,
maupun pimpinan lembaga lain yang dapat memberikan informasi terhadap judul
penelitian ini.
Langkah kedua memberikan kritik intern dan ekstern untuk menghasilkan
suatu fakta atau data yang original dan otentik. Kritik intern dilakukan untuk menilai
kelayakan data yang diperoleh dan dipergunakan untuk menentukan keabsahan suatu
data tersebut, sedangkan kritik ekstern dipergunakan untuk menilai sejauh mana
tingkat obyektifitas dari data tersebut.
Langkah ketiga ialah interprestasi, yaitu menghubungkan fakta yang telah ada
untuk menganalisa permasalahan sehingga menemukan jawaban dari semua
permasalahan yang ada.
Langkah keempat ialah historiografi atau penulisan sejarah, ini merupakan
langkah terakhir yaitu merangkum dan menuliskan seluruh hasil penelitian menjadi
BAB II
GAMBARAN UMUM
2.1 Letak Geografis dan Keadaan Alam
Kabupaten Dairi merupakan salah satu kabupaten dari 18 kabupaten9 yang
ada di Provinsi Sumatera Utara. Wilayah Kabupaten Dairi yang beribukotakan
Sidikalang memiliki luas wilayah 3.146,10 km2 yaitu sekitar 4,39 % dari luas
Provinsi Sumatera Utara (7.160.000 ha). Kabupaten Dairi terletak di sebelah Barat
Laut Provinsi Sumatera Utara10
9
18 kabupaten ini yaitu Kabupaten Nias, Mandailing Natal, Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Toba Samosir, Labuhan Batu, Asahan, Simalungun, Dairi, Karo, Deli Serdang, Nias Selatan, Humbang Hasundutan, Pakpak Barat, Samosir, dan Serdang Bedagai.
10
Bappeda Kabupaten Dairi, 2005.
. Jarak dari Medan ke Sidikalang sebagai pusat
pemerintahan Kabupaten Dairi yaitu sekitar 153 km dapat ditempuh dengan angkutan
umum selama lebih kurang empat jam. Sebagai ibukota Kabupaten Dairi, Sidikalang
merupakan pusat pemerintahan, pusat pasar, pusat pendidikan, pusat kesehatan dan
pusat aktifitas lainnya.
Kabupaten Dairi sebagian besar terdiri dari dataran tinggi dan berbukit-bukit
yang menempati titik koordinat antara 98000' - 98030' BT dan 2015' - 3000' LU.
Sebagian besar tanahnya didapati gunung-gunung dan bukit-bukit dengan kemiringan
yang bervariasi sehingga hal ini membuat iklim di Dairi ialah iklim hujan tropis. Pada
umumnya Kabupaten Dairi berada pada ketinggian rata-rata 700-1.250 m di atas
Angin laut berhembus kencang dari arah Barat menuju Timur sewaktu
menjelang musim dingin yang mengakibatkan musim hujan, angin Barat berhembus
dengan kecepatan sedang dari arah Timur menuju arah Barat sewaktu menjelang
musim kering/kemarau. Musim hujan sangat berpengaruh pada masyarakat Dairi
karena aliran hujan sangat bermanfaat bagi pengairan di sawah-sawah masyarakat.
Adapun musim hujan tersebut biasanya terjadi pada bulan Januari, April, Mei,
September, November, dan Desember setiap tahunnya.
Kabupaten Dairi memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara (Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam) dan Kabupaten Tanah Karo
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Pakpak Barat
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Selatan (Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam)11
Dalam hal ini Kabupaten Dairi memiliki kesempatan untuk berinteraksi dan
berkembang lebih baik lagi jika dilihat dari letak geografisnya yang merupakan
pertemuan jalur lalu lintas dari dan ke beberapa kota di luar Kabupaten Dairi yaitu
Kabupaten Karo, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Aceh Selatan, dan Kabupaten
Aceh Tenggara.
Di Kabupaten Dairi terdapat sungai-sungai yang jumlahnya cukup banyak dan
biasanya dipergunakan oleh masyarakat Dairi untuk irigasi, sebagian besar sudah
dimanfaatkan menjadi pengairan sawah, perikanan, dan kebutuhan air minum.
Adapun sungai terbesar dan terpanjang di Dairi, antara lain :
1. Sungai Lae Renun yang terbentang dari Kecamatan Sumbul, Tigalingga dan
Kecamatan Tanah Pinem yang selanjutnya menuju Aceh Tenggara.
2. Sungai Lae Kombih terbentang di Kecamatan Kerajaan dan Kecamatan Salak
yamg selanjutnya mengalir menuju Aceh Selatan.
3. Sungai Lae Sinendang yang terbentang di Kecamatan Sumbul dan bermuara
ke Lae Renun.
4. Lae Ordi terbentang dari Kecamatan Salak mengalir menuju Aceh Selatan.
5. Sungai Lae Simbelin yang terbentang dari Kecamatan Sidikalang menuju
perbatasan Kecamatan Siempat Nempu dan Kecamatan Silima
Pungga-Pungga yang kemudian mengalir ke Provinsi Aceh12
2.2 Komposisi Penduduk
Wilayah Kabupaten Dairi hingga tahun 2005 terbagi atas 15 kecamatan yaitu
Kecamatan Sidikalang, Kecamatan Berampu, Kecamatan Parbuluan, Kecamatan
Sumbul, Kecamatan Gunung Sitember, Kecamatan Silima Pungga-Pungga,
Kecamatan Nempu, Kecamatan Nempu Hulu, Kecamatan Nempu Hilir, Kecamatan
Tigalingga, Kecamatan Pegagan Hilir, Kecamatan Lae Parira, Kecamatan Tanah
Pinem, Kecamatan Silahisabungan, dan Kecamatan Sitinjo. .
Adapun jumlah penduduk menurut kecamatan di Kabupaten Dairi dapat
dilihat dari tabel di bawah ini :
12
Tabel 1
Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Dairi 2005
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Dairi, Kabupaten Dairi Dalam Angka, 2005.
Dari tabel di atas terlihat bahwa Kabupaten Dairi memiliki 15 kecamatan dan
148 desa/kelurahan13
13
Badan Pusat Statistik Kabupaten Dairi, Kabupaten Dairi Dalam Angka, Tahun 2005.
. Masing-masing kecamatan yang ada di Dairi memiliki jumlah
penduduk yang berbeda. Di Kecamatan Sidikalang misalnya yang terdiri 13
No Kecamatan Desa/kelurahan Jumlah penduduk
desa/kelurahan yaitu 54.684 jiwa memiliki jumlah penduduk terbanyak, sedangkan di
Kecamatan Sitinjo untuk jumlah penduduknya masih belum dapat dipastikan karena
daerah ini baru dimekarkan tahun 2005.
Penduduk merupakan persyaratan utama bagi terbentuknya suatu daerah
pemerintahan yang berbentuk kabupaten atau kotamadya. Perkembangan penduduk
tidak terlepas dari tingkat kelahiran dan tingkat migrasi penduduk. Dua hal inilah
yang turut mempengaruhi perkembangan jumlah penduduk di Kabupaten Dairi.
Penduduk Kabupaten Dairi yang tediri dari beraneka ragam etnik itu setiap tahun
jumlahnya mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari tabel jumlah penduduk
di bawah ini :
Tabel 2
Jumlah Penduduk di Kabupaten Dairi Tahun 1971, 1985, 2000, dan 2005.
No Tahun Jumlah
1 1971 179.247 jiwa
2 1985 271.888 jiwa
3 2000 307.766 jiwa
4 2005 276.489 jiwa
Sumber: Benjamin Tibalan M, “Pemilihan Umum 1971 di Kabupaten Dairi: Legalitas Moral dan Pelaksanaan Orde Pembangunan”, Skripsi S1, Medan: Jurusan Sejarah Fakultas Sastra USU, 1996 dan Buku Statistik Tahunan: Kabupaten Dairi Dalam Angka, 1985, 2000 dan 2005.
Dari tabel di atas jelas terlihat bahwa berdasarkan hasil sensus yang dilakukan
Kabupaten Dairi. Di tahun 1971 jumlah penduduk hanya berkisar 179.247 jiwa jika
dibandingkan dengan tahun 2000 jumlah penduduk meningkat hingga 307.766 jiwa.
Hal ini dikarenakan pada tahun 1971 jumlah kecamatan di Kabupaten Dairi sebanyak
8 kecamatan. Tahun 2005 mengalami penurunan menjadi 276.489 jiwa akibat dari
jumlah kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah kelahiran, meskipun
jumlah kecamatan sebanyak 15 kecamatan14
Suku asli di Kabupaten Dairi ini adalah Suku Pakpak, sedangkan suku-suku
lainnya seperti Toba dan Karo merupakan suku pendatang. Namun meskipun Suku
Pakpak merupakan suku asli di Kabupaten Dairi tetapi suku mayoritas yang
mendiami wilayah ini adalah suku Toba. Hal ini disebabkan oleh adanya migrasi
orang Batak Toba ke berbagai wilayah termasuk ke Kabupaten Dairi. Adapun .
Di 15 kecamatan yang ada di Kabupaten Dairi menetap bermacam-macam
suku sehingga menunjukkan keberagaman suku. Adapun suku yang ada di Kabupaten
Dairi ini antara lain Karo, Toba, Pakpak, Simalungun, Mandailing, Jawa, Aceh, dan
Nias. Secara geografis dan administratif pemerintahan Kabupaten Dairi tampak
dihuni oleh kelompok suku yang seolah-olah membentuk kelompok masyarakatnya
sendiri. Pengelompokkan ini misalnya terlihat jelas pada Suku Karo yang dulu
mayoritas penduduknya berdiam di daerah Tanah Pinem dan Tigalingga, atau
sekarang lebih dikenal dengan sebutan Kampung Karo, sedangkan pada suku lain
belum dapat terlihat dengan jelas.
14
persentase dari jumlah masing-masing suku tersebut dapat dilihat dari tabel di bawah
ini:
Tabel 3
Persentase Penduduk Menurut Suku di Kabupaten Dairi, Tahun 2005. No Suku Keterangan (o/o)
1. Karo 15,11
2 Batak Toba 30,15
3 Pakpak 18,42
4 Simalungun 9,53
5 Mandailing 9,10
6 Jawa 8,22
7 Aceh 6,09
8 Nias 3,38
Jumlah/Total 100,00
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Dairi, Kabupaten Dairi Dalam Angka, Tahun 2005.
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa Suku Batak Toba memiliki tingkat
persentase yang lebih tinggi dibandingkan dengan suku-suku yang lain yaitu 30,15 o/o,
meskipun suku asli dari Kabupaten Dairi adalah Suku Pakpak. Seperti yang telah
disebutkan di atas, hal ini dipengaruhi banyaknya Suku Batak Toba yang berimigrasi
dan mendiami wilayah Kabupaten Dairi.
Beraneka suku menggambarkan beragamnya agama yang dianut oleh
masyarakat Kabupaten Dairi. Ada beberapa agama yang dianut oleh masyarakat
Kabupaten Dairi seperti Islam, Kristen Protestan, Katolik, dan Budha.
lain. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Kabupaten Dairi merupakan
masyarakat yang terbuka dan mempunyai toleransi yang tinggi. Adapun persentase
penduduk yang menganut agama tersebut di atas tertera pada tabel di bawah ini :
Tabel 4
Persentase Penduduk Menurut Agama di Kabupaten Dairi Tahun 2005 No Agama Keterangan (o/o)
1 Kristen Protestan 64,53
2 Katolik 15,07
3 Islam 20,28
4 Budha 0,12
Jumlah/Total 100,00
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Dairi, Kabupaten Dairi Dalam Angka, 2005.
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa agama Kristen Protestan memiliki
tingkat persentase yang lebih tinggi yaitu 64,53 o/o. Dengan kata lain, masyarakat
Kabupaten Dairi mayoritas memeluk agama Kristen Protestan.
2.3 Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat 2.3.1 Kehidupan Sosial.
Manusia merupakan mahluk sosial yang hidup bermasyarakat sehingga dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia harus hidup saling tolong menolong sesama
manusia dalam masyarakat15
15
Abdul Syani, Sosiologi dan Perubahan Masyarakat, Jakarta: Pustaka Jaya, 1985, hal. 14-15.
. Seperti halnya daerah-daerah lain di Indonesia, Dairi
gotong-royong. Masyarakat Dairi menerapkan gotong royong dalam kehidupan
sehari-harinya misalnya dalam membangun infrastruktur desa seperti membangun bak
umum.
Aktifitas gotong royong dalam masyarakat Kabupaten Dairi biasanya
diakomodir oleh kepala camat/lurah dan perangkat-perangkat desa lainnya. Para
perangkat desa atau camat biasanya lebih dahulu membuat pengumuman sebelum
dilakukannya gotong royong. Apabila ada gotong royong biasanya setiap anggota
masyarakat yang memiliki keinginan untuk menyumbangkan sebagian rejekinya
maka ia akan menyediakan makanan dan minuman kecil untuk masyarakat tersebut.
Salah satu contoh aktifitas gotong royong yang diadakan oleh masyarakat
Dairi yakni dalam pengadaan air ke desa-desa yang ada di Dairi dan membuat bak
umum untuk digunakan oleh masyarakat Dairi sebagai tempat untuk menampung air
dan menyuci pakaian. Hingga sekarang ini dapat dilihat di beberapa desa di
Kabupaten Dairi, misalnya Desa Jumala Kecamatan Sumbul. Masyarakat Dairi
bersama-sama mengelola dan merawat fasilitas-fasilitas umum seperti bak umum.
Gotong royong juga dilakukan dalam pekerjaan lain seperti membersihkan desa dan
membangun fasilitas sungai sebagai tempat menyuci pakaian sebelum masuknya
PAM ke rumah-rumah dan adanya bak-bak umum.
Aktifitas gotong royong yang dilakukan masyarakat Dairi secara spontanitas
yang bersifat kekeluargaan terlihat apabila ada masyarakat yang mengalami musibah
kemalangan. Masyarakat Dairi akan memberikan bantuan berupa materi ataupun
tenaga. Dalam hal ini masyarakat Dairi tidak pernah memandang agama, suku
keluarga yang seharusnya saling membantu. Hal seperti ini menyebabkan masyarakat
Dairi dapat hidup berdampingan secara rukun, meskipun konflik-konflik kecil ada
juga terjadi antar sesama tetangga.
Demikian juga apabila salah satu dari warganya yang baru mendapatkan
kehadiran seorang anak di tengah-tengah keluargannya, maka Etnik Pakpak
umumnya dan masyarakat Dairi khususnya, terutama kaum ibu akan datang ke rumah
tersebut untuk memberikan ucapan selamat. Biasanya pada waktu berkunjung mereka
membawa beras dan telur yang dimasukan ke dalam sebuah wadah yang terbuat dari
anyaman daun-daunan yang lajim disebut dengan Tandok. Beras ini ditujukan untuk
anak yang dilahirkan dengan harapan anak tersebut cepat besar.
Selain itu apabila salah satu masyarakat Dairi mengadakan upacara
pernikahan, maka semua tetangga akan menghadiri pesta tersebut untuk mengsukuri
ucapan selamat. Masyarakat Dairi juga akan membantu si penyelenggara pesta dalam
hal tenaga untuk mempersiapkan acara tersebut dan juga dalam hal dana karena
biasanya pada saat pesta diadakan setiap keluarga akan memberikan sumbangan
sukarela yang lajim disebut oleh orang Toba yaitu Papungu Tuppak.
Masyarakat Kabupaten Dairi yang mayoritas etnik Toba dapat hidup
berdampingan secara damai dengan etnik pendatang lainnya. Hal ini menunjukkan
bahwa masyarakat Kabupaten Dairi merupakan masyarakat yang terbuka dan
memiliki rasa toleransi yang cukup tinggi. Hubungan yang erat dan saling memiliki
antara masyarakat Kabupaten Dairi tercermin dalam kehidupan sehari-hari.
Suku asli Kabupaten Dairi dan suku pendatang dapat hidup berdampingan
mendukung keharmonisan dalam kehidupan sehari-hari. Adanya pernikahan ini
menyebabkan terjalinnya hubungan kekeluargaan antara satu sama lain sehingga
timbul rasa saling memiliki dan menghormati.
Aktifitas gotong royong yang bersifat ekonomi di Kabupaten Dairi akan
terlihat dalam kehidupan masyarakat petani. Dalam suku Toba kegiatan gotong
royong yang dilakukan untuk kegiatan pertanian disebut marsiadapari. Kelompok ini
pada dasarnya berasaskan kekeluargaan. Kelompok marsiadapari biasanya bekerja di
ladang ataupun di sawah secara berkelompok. Mereka terlebih dahulu mengerjakan
sawah yang perlu dikerjakan lalu kemudian sawah berikutnya hingga seluruh sawah
atau ladang setiap anggota kelompok selesai dikerjakan. Namun akibat
perkembangan teknologi dan dorongan ekonomi yang semakin meningkat
mengakibatkan rasa kebersaman antara mereka semakin berkurang.
2.3.2 Kehidupan Ekonomi
Upaya manusia untuk memenuhi kebutuhannya sudah berlangsung sejak
manusia itu ada. Banyak hal yang menjadi pendorong terhadap usaha memenuhi
kebutuhan tersebut, diantaranya dorongan yang bersifat alamiah, baik untuk
mempertahankan diri, mengembangkan diri maupun untuk mempertahankan
kelompok. Selain itu dorongan yang bersifat sosial juga ikut berperan karena manusia
itu adalah mahluk sosial yang ingin hidup berkelompok.
Pada umumnya wilayah Kabupaten Dairi memiliki potensi di bidang
pertanian. Areal tanah yang cukup luas untuk dikembangkan sehingga tidak menutup
kemungkinan sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Di
dikembangkan sebagai daerah pertanian. Memang kegiatan pertanian telah digeluti
oleh masyarakat Dairi sejak zaman dahulu kala. Usaha mengolah tanah merupakan
salah satu hal yang diwariskan secara turun-temurun oleh nenek moyang mereka.
Bagi mereka bertani dapat memberikan keuntungan dalam pemenuhan kebutuhan
hidup mereka.
Usaha pertanian yang dikembangkan oleh masyarakat Dairi, antara lain :
1. Tanaman bahan pangan/makanan yaitu padi, jagung, ubi rambat, ketela pohon,
kacang tanah, kacang kedelai, dan kacang hijau. Tanaman padi di wilayah Dairi,
sebagian besar diusahakan masyarakat dalam bentuk sistem perladangan (tanah
kering), sedangkan selebihnya dalam bentuk tanah persawahan (tanah basah).
2. Tanaman sayur-sayuran seperti cabe, kentang, tomat, buncis, terung, bayam, dan
sayur-sayuran lainnya berkembang sangat baik di Kabupaten Dairi. Tanaman
bawang merah dan bawang putih dapat berkembang dengan baik di kawasan
Kecamatan Sumbul tepatnya di Desa Silalahi II dan Desa Paropo yang terletak di
pinggiran Danau Toba. Hal ini disebabkan oleh kondisi tanah dan alamnya yang
dingin dan sejuk.
3. Tanaman perdagangan ekspor seperti kopi, kelapa, kemenyan, cengkeh,
tembakau, jahe, dan nilam, yang juga dikembangkan oleh petani Dairi mampu
meningkatkan perekonomian masyarakat Kabupaten Dairi.
4. Tanaman buah-buahan, yang menonjol dari Kabupaten Dairi yaitu Durian. Buah
pemasok durian di Dairi berada di daerah Kecamatan Tigalingga. Buah-buahan
lainnya antara lain adalah nenas, pepaya, jeruk, jambu air, alpokat, dan pisang16
Dengan mengandalkan tanaman-tanaman di atas maka masyarakat Dairi dapat
memenuhi kebutuhan materil keluarganya, walaupun sebagian tanaman memiliki
musim panen yang lama, seperti padi, kopi, dan durian.
Selain bertani, beternak juga merupakan salah satu sumber mata pencaharian
masyarakat Dairi. Umumnya mereka beternak babi di belakang pekarangan rumah.
Bagi mereka beternak babi dapat memberikan penghasilan yang memadai sebagai
usaha sampingan mereka. Biasanya ternak ini dijual ke pasar-pasar terdekat ketika
hari pekan tiba, namun ada juga yang menjualnya kepada individu yang
membutuhkan. Bukan hanya ternak saja yang mereka jual tetapi hasil panen tanaman
mereka juga. Kegiatan ini menunjukkan bahwa secara tidak langsung masyarakat
Kabupaten Dairi selain bertani dan beternak, mata pencaharian masyarakat Dairi
lainnya adalah berdagang.
.
Di samping bertani, beternak, dan berdagang, sebahagian masyarakat
Kabupaten Dairi juga memiliki mata pencaharian lain seperti usaha jasa dan menjadi
pegawai di kantor-kantor baik milik swasta ataupun pemerintah. Usaha jasa yang
dilakukan adalah sebagai supir, kuli bangunan, tukang jahit dan sebagainya. Tidak
jarang masyarakat Dairi memiliki pekerjaan lebih dari satu, misalnya seorang yang
bekerja sebagai pegawai di kantor juga bekerja sebagai petani. Akan tetapi bagi
mereka ini merupakan pekerjaan sampingan yang dikerjakan apabila ada waktu luang
16
atau setelah pulang dari bekerja17. Namun bagi mereka yang sudah menekuni
pekerjaan bertani secara turun temurun, bertani adalah pekerjaan yang menyenangkan
karena dengan bertani pun mereka dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka
dan dapat hidup sukses. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa masyarakat
Kabupaten Dairi memiliki mata pencaharian yang sangat beragam.
Ekonomi Kabupaten Dairi merupakan tiang utama di dalam membina atau
membentuk masyarakat untuk membangkitkan dan merangsang kehidupannya
terutama bagi petani, seperti sistem bercocok tanam tanaman keras (holtikultura).
Dengan adanya kegiatan tersebut mengakibatkan timbulnya perluasan areal pertanian
yang juga turut terlibat dalam perkembangan daerah.
17
BAB III
PEMERINTAH KABUPATEN DAIRI SEBELUM TAHUN 1964
3.1 Dairi Masa Pemerintahan Tradisional
Pemerintahan tradisional tidak terlepas dengan hukum-hukum adat yang
berlaku dan dipegang teguh oleh masyarakat itu sendiri, serta raja-raja adat atau
tokoh-tokoh adat yang memimpin jalannya pemerintahan di daerah tersebut. Raja
memiliki kekuasaan penuh terhadap daerah maupun rakyatnya yang selalu tunduk
dan patuh terhadap perintah rajanya. Raja selalu menunjukkan
kharisma/kewibawaannya ketika mereka berinteraksi dengan bawahannya, rakyatnya,
bahkan dengan kerajaan lain. Hal ini dapat dilihat pada sistem pemerintahan di
Kerajaan Dairi yang telah ada jauh sebelum kedatangan Belanda yaitu sekitar tahun
1852-1942, ketika itu belum dikenal dengan sebutan wilayah/daerah otonom18
a. Raja Ekuten, sebagai pemimpin satu suak (wilayah) yang terdiri dari beberapa
suku/kuta/kampung. Raja Ekuten disebut juga sebagai Takal Aur yang merupakan
kepala negeri.
.
Sistem pemerintahan pada masa itu dikendalikan oleh seorang raja yang
disebut raja ekuten/takal aur/kampung/suak dan pertaki. Kepemimpinan pada masa
ini diangkat berlandaskan pada primus interparis yaitu Siapa Yang Kuat Dia Yang
Berkuasa.
Adapun struktur pemerintahan teradisional masyarakat Dairi pada masa itu
sebagai berikut :
18
b. Pertaki, sebagai pemimpin satu kampung, ia berada setingkat di bawah raja
ekuten dan tugasnya membantu raja ekuten dalam memimpin pemerintahan.
c. Sulung Silima, merupakan jabatan terendah di pemerintahan pada saat itu yang
tugasnya sebagai pembantu pertaki untuk mengontrol setiap kuta (kampung) yang
kemudian akan dilaporkan terlebih dahulu kapada pertaki. Biasanya sulung silima
terdapat di setiap kuta. Sulung Silima terdiri dari : perisang-isang, perekur-ekur,
pertulan tengah, perpunca ndiadep, dan perbetekken19
Sesuai dengan struktur organisasi pemerintahan di atas, maka Dairi terbagi ke
dalam 5 suak/aur, yaitu :
.
1. Suak/Aur Simsim, yang dalam administratif pemerintahan berada di tiga
kecamatan Kabupaten Dairi yakni Kecamatan Salak, Kerajaan, dan Sitelu Tali
Urang Jehe. Marga yang berasal dari Suak Simsim adalah Marga Berutu, Bancin,
Padang, Solin, Sinamo, Manik, Cibro, Banurera, Boangmanalu, Lembeng,
Sitakar, Kebeaken, Tinendung, Kebeaken, Munte, dan Bancin.
2. Suak/Aur Keppas, yang dalam administratif pemerintahan berada di Kecamatan
Sidikalang, Silima Pungga-Pungga, Bunturaja, Parbuluan, Kutabuluh, dan Lae
Parira. Marga-marga yang berasal dari suak ini adalah Marga Ujung, Bintang,
Bako, Kudadiri, Berampu, Pasi, Maha, Angkat, Kaloko, dan Saraan.
3. Suak/Aur Pegagan, yang administratif pemerintahan berada di Kecamatan
Sumbul, Pegagan Hilir, dan Tigalingga. Marga-marga yang berasal dari suak ini,
antara lain Marga Lingga, Matanari, Manik Siketang, maibang, dan munte.
19
4. Suak/Aur Kelasen, suak ini berbeda dengan ketiga tersebut di atas karena Suak
Kelasen berada di wilayah pemerintahan Tapanuli Utara Kecamatan Parlilitan dan
Tapanuli Tengah di Kecamatan Manduamas. Marga-marga yang berasal dari
Suak Kelasen, antara lain Marga Tinambunen, Tumanggor, Maharaja,
Pinayungen, Turuten, Anakampun, Marbun, Kesogihen, Sikettang, Meka, Ceun,
dan Mungkur.
5. Suak/Aur Boang, administratif pemerintahan berada di Simpang Kanan, Simpang
Kiri, Gelombang Runding, dan Singkil (sekarang masuk wilayah Provinsi Aceh).
Marga-marga yang berasal dari daerah ini adalah Marga Sambo, Saran, Penarik,
Bancin, Berutu, dan Boangmanalu20
3.2 Dairi Masa Pendudukan Belanda
Ketika kekuatan Belanda masuk ke wilayah Dairi pada tahun 1948 pola, dan
struktur pemerintahan di Dairi ikut mengalami perubahan. Daerah Dairi digabung
dalam Keresidenan Tapanuli yang berkedudukan di Sibolga, sedangkan Dairi sendiri
ditetapkan menjadi satu dengan Onder Afdeling Tarutung, yang dipimpin oleh
seorang controleur berkebangsaan Belanda (Controleur Der Dairi) dan dibantu oleh
seorang demang dari penduduk pribumi (Demang Der Dairi). .
Daerah onder-afdeling ini merupakan bagian dari wilayah penerintahan
Afdeling Batak Landen yang dipimpin oleh Asisten Residen Batak Landen yang
berpusat di Tarutung. Afdeling Batak Landen dipecah ke dalam 5 onder afdeling.
Pemecahan ini dimaksud mengingat Afdeling Batak Landen yang terlalu luas. Adapun
20
kelima onder-afdeling tersebut adalah : Onder-Afdeling Silindung, Onder-Afdeling
Toba, Onder-Afdeling Samosir, Onder-Afdeling Dairi, dan Onder-Afdeling Barus.
Selama penjajahan Belanda, Dairi mengalami penyusutan wilayah yang cukup
luas dengan tujuan untuk membatasi serta menutup hubungan dengan wilayah Dairi
lainnya, seperti :
1. Tongging menjadi wilayah Tanah Karo
2. Mandumas dan Barus menjadi wilayah Tapanuli Utara
3. Sienem Kodem (Kecamatan Parlilitan)
4. Simpang Kanan, Simpang Kiri, Lipat Kajang, Gelombang, dan Runding
menjadi wilayah Aceh Selatan
Selanjutnya untuk mempermudah penguasaan terhadap Dairi, Belanda juga
membagi lagi kelima suak/aur menjadi tiga bagian. Pembagian suak ini dilakukan
berdasarkan administrasi pemerintahan dan letak geografisnya. Ketiga bagian puak
itu, antara lain :
1. Onder-Afdeling Pakpak Dairi, terdiri dari Pegagan, Kepas, dan Simsim.
2. Kalasan dimasukkan ke dalam Onder-Afdeling Barus.
3. Boang dimasukkan pada Onder-Afdeling Singkil yang merupakan bagian dari
Residensi Aceh.
Setelah pembagian ini kedudukan raja ekuten dan setingkat di bawahnya
hilang begitu saja akibat dari sistem yang mengacu pada pembagian wilayah yang
maka untuk kelancaran pemerintahan Hindia Belanda membagi onder-afdeling
menjadi tiga onder-distrik, yaitu :
1. Onder Distrik van Pakpak, meliputi tujuh Kenegerian, yakni : Kenegerian Sitelu
Nempu, Kenegerian Siempat Nempu Hulu, Kenegerian Siempat nempu,
Kenegerian Silima Pungga-Pungga, Kenegerian Pegagan Hulu, Kenegerian
Parbuluan, dan Kenegerian Silalahi Paropo.
2. Onder Distrik van Simsim, meliputi enam Kenegerian, yakni : Kenegerian
Kerajaan, Kenegerian Siempat Rube, Kenegerian Mahala Majanggut, Kenegerian
Sitelu Tali Urang Jehe, Kenegerian Salak, dan Kenegerian Ulu Merah dan Salak
Pananggalan.
3. Kenegerian van Karo Kampung, meliputi lima Kenegerian, yakni : Kenegerian
Lingga (Tigalingga), Kenegerian Tanah Pinem, Kenegerian Pegagan Hilir,
Kenegerian Juhar Kedupan Manik, dan Kenegerian Lau Juhar.
3.3 Dairi Masa Pendudukan Jepang
Setelah jatuhnya Hindia Belanda atas pendudukan Jepang pada 23 Maret
1942, maka pemerintahan Belanda digantikan oleh militerisme Jepang. Niat Jepang
untuk menguasai wilayah Asia Pasifik tampak pada semboyan yang berbunyi Dai
Nippon yang artinya delapan penjuru dunia. Disamping itu akibat dari berhasilnya
politik pembaharuan mereka yaitu Restorasi Meiji, maka Jepang mulai menguasai
negara dan pulau-pulau kecil di sekeliling Jepang dan Tiongkok.
Sejak masuknya kekuasaan Jepang dibentuklah pasukan Kolone Kelima
Jepang yang dikenal dengan nama fujiwara kikan (barisan F) yang bertugas untuk
diterima oleh Indonesia mengingat janji Jepang dalam kemakmuran bersama Asia
Timur Raya. Sejak itu berdiri badan-badan pemerintahan Jepang, di Jawa dikenal
dengan nama batavia tokubetsu syico (Pemimpin Kota Istimewa Batavia) yaitu
kotapraja.
Di Sumatera pemerintah militer Jepang membentuk 10 syu (keresidenan)
yang terdiri atas bunsyu (sub keresidenan). Keresidenan itu antara lain Aceh,
Sumatera Timur, Sumatera Barat, Riau, Bengkulu, Jambi, Palembang, Lampung, dan
Bangka Beliton21
1. Demang diganti menjadi guntyo .
Pada masa pendudukan Jepang pada dasarnya hampir tidak mengalami
perubahan yang prinsipil dalam sususan pemerintahan di Dairi. Hal ini disebabkan
perhatian Jepang yang lebih terpusat pada Perang Asia Timur Raya. Hanya saja
istilah dan nama-nama jabatan yang dibuat oleh pemerintahan Belanda dulu diganti
menurut istilah dan nama-nama Jepang, di antaranya :
2. Asisten demang diganti dengan huku-guntyo
3. Kepala negeri diganti dengan bun-dantyo
4. Kepala kampung diganti dengan kuntyo
5. Keresidenan diganti menjadi syuu dan residen disebut Syuu-tyo
6. Kabupaten diganti menjadi ken dan bupati disebut ken-tyo
7. Kewedanan diganti menjadi gun dan wedana disebut gun-tyo
8. Kecamatan diganti menjadi son dan camat disebut son-tyo
21
Hal yang menarik pada masa pemerintahan Jepang adalah wilayah provinsi
dihapus dan wilayah keresidenan menjadi pemerintahan daerah yang tertinggi. Hal ini
berarti pembagian onder-distrik yang dibuat oleh Belanda masih dipakai pada masa
kekuasaan Jepang.
Secara umum pemerintahan Bala Tentara Jepang membagi wilayah Indonesia
ke dalam 3 bagian, yaitu :
1. Daerah yang meliputi Jawa, berada di bawah kekuasaan angkatan darat yang
berkedudukan di Jakarta.
2. Daerah yang meliputi pulau Sumatera, berada di bawah kekuasaan angkatan darat
yang berkedudukan di Tebing Tinggi.
3. Daerah-daerah lainnya berada di bawah kekuasaan angkatan laut yang
berkedudukan di Makasar.
3.4 Dairi Pasca Kemerdekaan
Setelah kemerdekaan diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945, maka pasal 18
UUD 1945 menghendaki dibentuknya undang-undang yang mengatur tentang
pemerintahan daerah sehingga sebelum undang-undang tersebut dibentuk oleh Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia dalam rapatnya tanggal 19 Agustus 1945
menetapkan daerah Republik Indonesia untuk sementara dibagi atas 8 provinsi yang
masing-masing dikepalai oleh seorang gubernur. Daerah provinsi dibagi dalam
keresidenan yang dikepalai seorang residen. Gubernur dan residen dibantu oleh
maka di Dairi dibentuk KND untuk mengatur Pemerintah dalam mengisi
kemerdekaan dengan susunan sebagai berikut :
Ketua umum : Jonathan Ompu Tording Sitohang
Ketua I : Djauli Manik
Ketua II : Noeh Hasibuan
Ketua III : Raja Elias Ujung
Sekretaris I : Tengku Lahuami
Sekretaris II : Gr. Gindo Muhammad Arifin
Bendahara I : Mula Batubara
Bendahara II : St. Stepanus Sianturi22
Untuk melengkapi dan menampung aspirasi rakyat Dairi dipilih anggota
komisi sebanyak 35 orang yang tersebar di daerah Dairi dan di setiap kewedanan
dibentuk pula Pembantu KND. Tugas utama dari KND, yaitu mempersiapkan Dairi merupakan salah satu wilayah yang merupakan gabungan dari beberapa
daerah kerajaan yang diperintah oleh raja secara turun-temurunan dengan sistem
otokrasi. Dengan dicetuskannya proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945,
maka rakyat yang dulunya tidak dibenarkan buka suara terhadap apa yang dikatakan
penguasa, kini telah sadar dan berkeinginan agar segera diadakan perubahan dalam
sistem pemerintahan, yaitu digantikannya sistem otokrasi dengan sistem demokrasi.
22
pemilihan Dewan Negeri, menyelesaikan pemilihan kepala kampung, dan
membentuk pemerintahan dan badan perjuangan.
Agresi Militer Belanda sangat mempengaruhi jalannya pemerintahan
Republik Indonesia dan mengganggu ketentraman bangsa Indonesia, maka aparat
pemerintah perlu distabilkan guna mencegah provokasi dari Belanda. Pemerintah
pusat maupun pemerintah daerah tetap waspada menghadapi setiap perundingan yang
diadakan dan disetujui oleh kedua belah pihak antara Indonesia dengan Belanda23
Berdasarkan surat Residen Tapanuli No. 1256 tanggal 12 September 1947,
maka ditetapkanlah Paulus Manurung sebagai Kepala Daerah Tingkat II pertama di
Kabupaten Dairi yang berkedudukan di Sidikalang terhitung mulai 1 Oktober 1947. .
Pada tanggal 6 Juli 1947, Agreasi Militer Belanda I telah menduduki
Sumatera Timur sehingga masyarakat Dairi yang ada di Sumatera Timur mengungsi
kembali ke Dairi. Demikian juga halnya dengan masyarakat asal Tapanuli yang ada di
Sumatera Timur kembali ke daerahnya. Untuk melancarkan pemerintahan serta
menghadapi perang melawan Agresi Belanda, maka Residen Tapanuli Dr. Ferdinan
Lumbang Tobing selaku Gubernur Militer Sumatera Timur dan Tapanuli menetapkan
Residen Tapanuli menjadi empat kabupaten, yaitu Kabupaten Dairi, Kabupaten Toba
Samosir, Kabupaten Humbang, dan Kabupaten Silindung.
23
Oleh sebab itu 1 Oktober 1947 ditetapkan menjadi hari jadi Kabupaten Dairi
24
Untuk menyusun strategi melawan Agresi Militer Belanda, maka Mayor
Slamat Ginting selaku Komandan Sektor III sub Teritorium VII memanggil Gading
Barklomeus Pinem dan J. S Meliala ke Kampung Jandi Tanah Karo. Berdasarkan dengan mempunyai tiga wilayah kewedanan, yaitu :
1. Kewedanan Sidikalang, terdiri dari Kecamatan Sidikalang dipimpin oleh Camat
Tahir Ujung; dan Kecamatan Sumbul dipimpin oleh Camat Mangaraja Lumban
Tobing. Sebagai wedana diangkat Jonathan Ompu Tording.
2. Kewedanan Simsim, yaitu Kecamatan Kerajaan dipimpin oleh Kisaran Massy
Maha; dan Kecamatan Salak dipimpin oleh Camat Poli Karpus Panggabean.
Kewedanaan ini dipimpin Jonathan Ompu Tording.
3. Kewedanan Karo Kampung, meliputi Kecamatan Tigalingga dipimpin oleh Camat
Ngapit David Tarigan; dan Kecamatan Tanah Pinem dipimpin oleh Camat
Johannes Pinem. Kewedanaan ini dipimpin oleh Gading Barklomeus Pinem.
Menjelang Agresi Militer Belanda II pada 23 Desember 1948, maka hampir
seluruh wilayah Indonesia dapat dikuasai kembali oleh Belanda, demikian juga
halnya di Dairi. Pada tanggal 23 Desember 1948 Belanda telah berhasil menduduki
Kota Sidikalang dan Tigalingga sehingga saat itu Kepala Daerah Tingkat II Dairi
Paulus Manurung menyerah, sedangkan sebagian masyarakat serta pegawai
pemerintahan mengungsi dari Kota Sidikalang ke untuk menghindari serangan
Belanda.
24
Surat Perintah Komandan Sektor III sub Teritorium VII tanggal 11 Januari 1949
Nomor 2/PM/1949 diangkatlah G. B Pinem sebagai Kepala Pemerintahan Militer di
Dairi dan J. S Meliala sebagai sekretarisnya.
Untuk lebih menyempurnakan Pemerintahan Militer menghadapi Agresi
Belanda, maka Dairi dimekarkan dari enam kecamatan menjadi dua belas kecamatan,
diantaranya Kecamatan Sidikalang, Kecamatan Sumbul, Kecamatan Parbuluan,
Kecamatan Silalahi Paropo, Kecamatan Pegagan Hilir, Kecamatan Tigalingga,
Kecamatan Gunung Sitember, Kecamatan Tanah Pinem, Kecamatan Silima
Pungga-Pungga, Kecamatan Siempat Nempu, Kecamatan Kerajaan, dan Kecamatan Salak.
Setelah penyerahan kedaulatan wilayah Indonesia oleh Belanda, maka
Pemerintahan Militer Dairi kembali kepemerintahan sipil dan Jonathan Ompu
Tording Sitohang diangkat menjadi Kepala Pemerintahan Dairi pada tanggal 10
Desember 1949. Sejak itu pula daerah Dairi diciutkan dari 12 kecamatan menjadi 8
kecamatan dengan tujuan agar Belanda lebih mudah mengontrol Dairi.
1. Kecamatan Sidikalang ibukotanya Sidikalang, dipimpin Asisten Wedena M.
Bakkara.
2. Kecamatan Sumbul ibukotanya Sumbul, dipimpin oleh Asisten Wedena
Bonipasius Simangunsong.
3. Kecamatan Salak ibukotanya Salak, dipimpin oleh Asisten Wedena Poli
Karpus Panggabean.
4. Kecamatan Kerajaan ibukotanya Sukaramai, dipimpin oleh Asisten Wedena
5. Kecamatan Silima Pungga-Pungga ibukotanya Parongil, dipimpin oleh
Asisten Wedena Alex Sitorus.
6. Kecamatan Siempat Nempu ibukotanya Buntu Raja, dipimpin oleh Asisten
Wedena Urbanus Rajagukguk.
7. Kecamatan Tigalingga ibukotanya Tigalingga, dipimpin oleh Asisten Wedena
Gayur Silaen.
8. Kecamatan Tanah Pinem ibukotanya Kuta Buluh, dipimpin oleh Asisten
Wedena Ngapid David Tarigan.
Setelah situasi dan kondisi Indonesia kembali normal dari pergolakan Agresi
Militer serta dengan adanya pengakuan kedaulatan tahun 1948, maka sesuai
ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 yaitu Undang-Undang Pokok
tentang Pemerintahan Daerah yang sebenarnya telah mulai berlaku sejak diumumkan
pada 1 April 1950 bahwa semua kabupaten yang dibentuk sejak Agresi Militer I dan
Agresi Militer II harus kembali dilebur mengingat situasi dan kondisi yang belum
stabil, sehingga Kabupaten Dairi harus menjadi bagian dari Kabupaten Tapanuli
Utara, yang mana struktur pemerintahan Kabupaten Dairi serta pemulihan keamanan
tetap terdiri dari 8 kecamatan, kewedanan dihapus, kenegerian dan kampung berjalan
sebagaimana mestinya.
Rupanya peleburan ini menimbulkan rasa tidak senang dari masyarakat Dairi
karena mereka merasa bahwa Dairi memiliki kebudayaan sendiri sebagai salah satu
melakukan hubungan lalu lintas dan ekonomi dengan Kota Medan dari pada ke
Tapanuli Utara.
Akibat dari peleburan ini maka masyarakat Dairi dan tokoh masyarakat
berjuang dalam satu tekad meminta kepada pemerintah pusat, melalui Provinsi
Sumatera Utara, agar keinginan menjadi Daerah Otonom Tingkat II Dairi segera
disetujui dengan berdasarkan pada Undang-Undang. Aspirasi dan keinginan
masyarakat Dairi untuk memperjuangkan daerahnya sebagai kabupaten yang
berotonom tetap tumbuh dan berkembang sejak tahun 1958.
Ketika timbulnya peristiwa Pemberontakan Rakyat Revolusioner Indonesia
(PRRI) pada 1958 mengakibatkan terputusnya hubungan antara Sidikalang
ibukotanya Dairi dengan Tarutung sebagai ibukotanya Tapanuli Utara yang pada saat
itu Daerah Tapanuli merupakan salah satu daerah yang terkena pemberontakan
sehingga jalannya pemerintahan menjadi lambat. Maka untuk menjaga kevakuman
jalannya pemerintahan Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara, Ulung Sitepu,
mengeluarkan Surat Perintah Nomor 656/UPS/1958 tanggal 28 Agustus 1958 dengan
menetapkan daerah Dairi menjadi wilayah administratif yaitu coordinator-schaap,
yang secara langsung berurusan dengan Provinsi Sumatera Utara. Untuk mengisi
coordinator-schaap di Kabupaten Dairi ditunjuk Nasib Nasution sebagai pimpinan
(Pati pada Kantor Gubernur Sumatera Utara).
Berkat kemauan masyarakat Dairi yang menginginkan Daerah Dairi menjadi
Otonomi Daerah Tingkat II, maka pada tahun 1958 diutuslah dua orang putra Dairi
yaitu Dairi Solin dan S. P Bintang ke Jakarta untuk menyampaikan keinginan itu agar
dalam bentuk melakukan musyawarah di Sidikalang mengenai sikap tegas terhadap
PRRI, menarik sebagian rakyat Dairi kepangkuan TNI yang sah, dan membentuk
Panitia Permanen Penuntut Kabupaten Dairi. Akhirnya pertimbangan persetujuan
otonomi daerah diproses dengan melakukan pertemuan terhadap beberapa pejabat
daerah, seperti Dr. F. Lumban Tobing, Ketua Dewan Nasional (R. Abd. Gani),
Kepala Infeksi Umum Sekolah Menengah Atas (Hutahuruk), dan Menteri Dalam
Negeri (Sanusi Hardjadinata).
Untuk mendapatkan persetujuan ini rakyat Dairi harus sabar menunggu
keputusan dari pemerintah pusat karena untuk merubah ataupun menyetujui suatu
daerah menjadi kabupaten tentunya harus mempunyai landasan hukum secara yuridis
formal dengan berdasarkan pada pasal 18 UUD 1945, bahwa pembagian wilayah
Negara Indonesia ditentukan atas dasar besar dan kecilnya susunan
pemerintahannya25
25
Bappeda Sumatera Utara, Sumatera Utara Membangun, Medan: Percetakan Offset Sakti, 1976, hal.350.
.
Maka atas pertimbangan di atas dan karena tuntutan rakyat Dairi telah sampai
ke pusat, maka Menteri Dalam Negeri Sanusi Hardjadinata mengadakan kunjungan
sekaligus meninjau daerah Dairi secara langsung. Di Sidikalang Sanusi Hardjadinata
mengadakan pertemuan dengan seluruh rakyat dan para pajabat Dairi Rambia Muda
Aritonang dan P.R Talaumbanua di depan Gedung Nasional Sidikalang. Dalam
pertemuan itu Sanusi Hardjadinata memberikan harapan bahwa pemerintah merestui
Akhirnya pertimbangan persetujuan otonomi daerah Dairi diproses kembali
setelah Sanusi Hardjadinata kembali ke Jakarta. Melalui Sidang DPR Republik
Indonesia dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1964 Tanggal 13 Februari 1964 tentang pembentukan Kabupaten Daerah
Tingkat II Dairi yang berlaku surut sejak 1 Januari 196426
Dairi resmi menjadi sebuah Kabupaten Daerah Tingkat II Dairi dengan
ibukotanya Sidikalang. Peresmian ini dilakukan oleh Gubernur KDH Provinsi
Sumatera Utara Ulung Sitepu pada 2 Mei 1964 di Gedung Nasional Sidikalang.
Kemudian berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1964 tentang wilayah
kecamatan di Kabupaten Dairi, maka Dairi pada saat pembentukannya dibagi atas 8
kecamatan
, yaitu bahwa Kabupaten
Dairi menjadi daerah otonomi yang terpisah dari Tapanuli Utara serta berhak
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
27
26
Lihat Lampiran II
27
Bappeda Sumatera Utara, loc.cit.
, yaitu Kecamatan Sidikalang ibukotanya Sidikalang, Kecamatan Sumbul
ibukotanya Sumbul, Kecamatan Tigalingga ibukotanya Tigalingga, Kecamatan Tanah
Pinem ibukotanya Kutabulu, Kecamatan Salak ibukotanya Salak, Kecamatan
Kerajaan ibukotanya Sukarame, Kecamatan Silima Pungga-Pungga ibukotanya
BAB IV
PEMERINTAHAN KABUPATEN DAIRI MASA PELAKSANAAN
PEMBANGUNAN (1964-2005)
4.1 Struktur Organisasi Pemerintahan Dairi
Dalam upaya peningkatan tugas dan tanggung jawab di segala bidang demi
tercapainya pembangunan, memperlancar administrasi pemerintahan, meningkatkan
koordinasi sistem kerja pemerintahan, maka dibentuk susunan/struktur organisasi
dalam tata kerja pemerintahan. Susunan organisasi ini dibentuk berdasarkan bakat
dan kemampuan yang dimilikinya. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada bagan berikut
Bupati dan Wakil Bupati
Pada awal berdirinya Kabupaten Dairi sistem pemilihan kepala daerah
ditetapkan dan diberhentikan oleh Residen Tapanuli Utara,mengingat pada masa itu
Dairi masih dalam keadaan pemberontakan PRRI. Pemilihan ini hanya berlangsung
sampai masa Kepala Pemerintahan Militer Gading Barkholomeus Pinem. Bupati
Mayor Raja Nembah Maha adalah Bupati Dairi pertama yang dipilih berdasarkan
hasil pemilihan Badan Legislatif DPRD Dairi, selanjutnya pemilihan ini dilakukan
secara demokratis yaitu pemilhan umum (1971) mulai dari Letkol Pol. V. I. Silalahi
hingga masa periode I Bupati Dr. M. P. Tumanggor sedangkan periode II dipilih
langsung oleh Badan Legislatif DPRD Dairi.
Sebagai kepala daerah bupati berfungsi sebagai kordinator dari pelaksanaan
tugas masing-masing departemen sebagai mana yang terdapat pada penetapan
Presiden No.6/1959 yang kemudian disempurnakan dalam UU No.5/1965 serta UU
No.5/1974, mengenai tugas dan kedudukan kepala daerah28
28
R. Joeniarto, S.H, Perkembangan Pemerintahan Lokal, Bandung: Penerbit Alumni, 1976, hal.150.
. Maka dari itu tugas dan
wewenang bupati adalah : (a) memimpin penyelenggaraan pemerintah daerah
berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama dewan perwakilan rakyat daerah
(DPRD); (b) mengajukan rancangan peraturan daerah (PERDA); (c) menetapkan
PERDA yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD; (d) menyusun dan
mengajukan rancangan PERDA tetap anggaran pendapatan belanja daerah (APBD)
kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama; (e) mengupayakan