• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerjasama Lembaga Pemerintah Daerah dengan DPRD dalam Pembuatan Peraturan Daerah di Kabupaten Dairi Tahun 2009-2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kerjasama Lembaga Pemerintah Daerah dengan DPRD dalam Pembuatan Peraturan Daerah di Kabupaten Dairi Tahun 2009-2014"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

KERJASAMA LEMBAGA PEMERINTAH DAERAH DENGAN DPRD DALAM PEMBUATAN PERATURAN DAERAH DI KABUPATEN DAIRI

TAHUN 2009-2014

HANDOKO P.G HUTASOIT (10906054)

Dosen Pembimbing : Drs. Tony P Situmorang, Msi

   

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

HANDOKO P.G HUTASOIT (100906054) 

Kerjasama Lembaga Pemerintah Daerah dengan DPRD dalam Pembuatan Peraturan Daerah di Kabupaten Dairi Tahun 2009-2014.

Rincian isi skripsi, 103 halaman, 24 buku, 1 gambar, 1 bagan, 3 tabel, 1 jurnal, 4 peraturan perundang-undangan, 1 situs internet, serta 2 kutipan wawancara.  

 

ABSTRAK 

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengatahui apa saja yang menjadi proses  yang dilalui oleh lembaga pemerintah daerah dan DPRD Kabupaten Dairi dalam  

pembuatan peraturan daerah dan bagaimana proses kerjasama serta masalah yang  dihadapi kedua lembaga pemerintahan daerah tersebut dalam pembuatan perturan   daerah. peraturan daerah merupakan suatu kebijakan publik yang dibentuk oleh  lembaga pemerintahan daerah yang bertujuan untuk mendorong ataupun menciptakan  produk hukum demi kesejahteraan masyarakat di daerah. perturan daerah dibentuk  harus berlandaskan kepentingan rakyat dan menjawab permasalah yang teradi dalam  masyarakat tersebut. Dalam hal ini, penelitian ini dikhususkan pada pembuatan 

peraturan daerah yang sesuai dengan apa yang terjadi di Kabupaten Dairi oleh lembaga  DPRD dan pemerintah Kabupaten dairi sepanjang Tahun 2009‐2014. 

Penelitian ini termasuk jenis penelitian yang bersifat deskriptif dengan 

menggunakan metode analisis kualitatif. Pada penelitian ini juga, penulis menggunakan  teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan data primer dan data sekunder.  Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara (interview) yang ditujukan  kepada anggota DPRD Kabupaten Dairi dan staf pemerintah Kabupaten Dairi. Selain itu,  data primer ini juga didapatkan melalui pengumpulan data‐data dari hasil pembuatan  Peraturan Daerah oleh DPRD dan Pemerintah Daerah. Sedangkan pengumpulan data  sekunder dilakukan dengan mencari data dan informasi melalui buku, internet, dan  jurnal‐jurnal yang berkaitan dengan masalah penelitian. 

(3)

 

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE

HANDOKO P.G HUTASOIT (100906054) 

Cooperation Institute of Local Government with DPRD of Regional Rule Making in Dairi  secondary data. Primary data were collected through interviews (interviews) addressed  to DPRD and government staff Dairi Dairi. In addition, primary data was also obtained by  collecting data from the making of regulations enumerated by DPRD and Local 

Government. While the secondary data collection is done by searching the data and  information through books, the internet, and journals related to the research problem. 

(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan karuniaNya yang telah dianugerahkan kepada penulis, sehingga mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kerjasama Lembaga Pemerintah Daerah dengan DPRD dalam Pembuatan Peraturan Daerah di Kabupaten Dairi Tahun2009-2014”.

Secara khusus penulis menyampaikan rasa terimakasih, hormat dan kasih sayang yang tidak terhingga kepada kedua orang tua saya tercinta, Bapak Hasudungan Hutasoit dan Ibunda Desima Sianturi, S.Pd, atas segala dukungan secara materi dan moral yang tidak akan bisa tergantikan oleh apapun yang telah membesarkan, menyayangi, dan mendoakan penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada saudara-saudara saya Harris L.C Hutasoit, Handayani Hutasoit, Hardion Hutasoit dan Hartauli Hutasoit yang telah memberi dukungan moral dan doanya selama ini.

(5)

awal hingga akhir penyelesaian skripsi ini. Ucapan terimakasih ini penulis tujukan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU Medan.

2. Bapak Drs. Zakaria, M.SP, Pembantu Dekan I Bidang Akademik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU.

3. Ibu Dra.T. Irmayani, M.Si, Ketua Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU.

4. Bapak Drs. Tony P.Situmorang, M.Si, sebagai dosen pengajar dan dosen pembimbing penulis, yang selama ini telah membimbing serta memberi masukan-masukan positif, motivasi dan ilmunya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan maksimal. Ucapan terimakasih yang tidak terhingga terucap dari rasa ikhlas penulis, doa saya agar apa yang telah diberikannya dibalaskan dengan keberkahan oleh Tuhan Yang Maha Esa. 5. Kepada seluruh dosen Departemen Ilmu Politik yang telah memberikan

pengajaran selama proses perkuliahaan. Juga terima kasih kepada Kak Ema dan Pak Burhan yang membantu penulis dalam urusan administratif kampus.

(6)

7. Buat kawan satu kost penulis yang juga sama-sama berjuang dalam menyelesaikan skripsi, semoga harapan-harapan kita dapat terwujud.

8. Buat Hula-hula Chanra, Ivander Sitinjak, Andreas, Basa, Hotlam, Susi, Elisabet, Frank dan kawan-kawan stambuk 2010 Departemen Ilmu Politik yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu, sukses buat semua.

9. Buat rekan-rekan Ikatan Mahasiswa Dairi yang telah membantu penulis dalam berorganisasi, membentuk karakter diri dan mengajari bagaimana cara memanagemen waktu. Semoga organisasi kita semakin maju, kreatif dan terus berkarya dalam memajukan pendidikan di kabupaten Dairi.

10. Kepada bung-bung di FMN Fisis USU yang menginspiratif penulis dalam kehidupan sebagai mahasiswa. Semoga apa yang kita perjuangkan dapat tercapai dan jangan berhenti memperjuangkan apa yang menjadi permasalahan di negeri ini terutama dalam dunia pendidikan dan lapangan pekerjaan.

11. Kepada narasumber wawancara penulis Bapak Sabam Sibarani, S.Sos dan Bapak Leonard S. Samosir yang telah sangat berkontribusi atas penulisan skripsi ini hingga selesai, semoga sebagai wakil rakyat mampu menjadi inspiratif dan teladan bagi masyarakat terutama kaum muda yang ingin terlibat dalam perpolitikan.

(7)

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi perbaikan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih atas semua bantuan dan dukungan dari semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini dan kiranya skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan wawasan kita.

Medan, Juni 2014

(8)
(9)

1.7.2 Lokasi Penelitian ...      28 

BAB III KERJASAMA LEMBAGA PEMERINTAH DAERAH DENGAN DPRD DALAM PEMBUATAN PERATURAN DAERAH TAHUN 2009-2014 3.1 Proses Pembuatan Peraturan Daerah di Kabupaten Dairi ... 64

3.1.1 Proses Pembuatan Rancangan Peraturan Daerah ... 67

3.1.2 Proses Pembahasan di DPRD ... 74

3.1.3 Proses Pengesahan dan Pengundangan ... 78

3.1.4   Peraturan Daerah yang  Terbentuk Tahun 2009‐2014....  80 

3.2 Analisis Terhadap Kerjasama Lembaga Pemerintah daerah dengan DPRD dan Faktor yang Mempenarui Pembuatan Peraturan daerah ... 82

(10)

3.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Kurangnya Produktivitas Lembaga Pemerintahan Daerah

dalam Pembuatan Perda ... 86

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan ... 95 4.2 Saran ... 98

DAFTAR PUSTAKA ... 100

DAFTAR LAMPIRAN:

Lampiran 1.    wawancara  peneliti  dengan  Bapak  Leonard  S.  Samosir.  BA  (anggota DPRD Kabupaten Dairi) pada hari Rabu tanggal 16 Maret  2014, Pukul 10.30 Wib 

 

Lampiran 2.   Pedoman Wawancara wawancara peneliti dengan Bapak Sabam    Sibarani. S.Sos (anggota DPRD Kabupaten Dairi) pada hari Rabu  tanggal 16 Maret 2014, Pukul 10.30 Wib 

 

Lampiran 3.   Daftar Peraturan Daerah Yang di bentuk Tahun 2009‐2014  Lampiran 4.   Salah satu Peraturan Daerah Kabupaten Dairi Perda No. 07 Tahun 

2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah  Kabupaten Dairi Tahun 2009‐2014 

Lampiran 5.  susunan Fraksi dan alat kelengkapan DPRD Kabupaten Dairi Periode  2009‐20014. 

 

(11)

DAFTAR TABEL 

                  Halaman 

TABEL 1.1  Perolehan Kursi DPRD Kabupaten Dairi Tahun 2009‐2014 ...      6  TABEL 2.1      Penduduk dan kepadatan penduduk menurut kecamatan...    53  TABEL 3.1      Peraturan Daerah Yang Dibentuk Tahun 2009‐2014...     82 

 

 

(12)

DAFTAR GAMBAR 

            Halaman 

Gambar 2.1  Peta Wilayah Administrasi Pemerintahan Daerah Kabupaten  

  Dairi  ...   63   

(13)

DAFTAR BAGAN 

            Halaman 

(14)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

HANDOKO P.G HUTASOIT (100906054) 

Kerjasama Lembaga Pemerintah Daerah dengan DPRD dalam Pembuatan Peraturan Daerah di Kabupaten Dairi Tahun 2009-2014.

Rincian isi skripsi, 103 halaman, 24 buku, 1 gambar, 1 bagan, 3 tabel, 1 jurnal, 4 peraturan perundang-undangan, 1 situs internet, serta 2 kutipan wawancara.  

 

ABSTRAK 

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengatahui apa saja yang menjadi proses  yang dilalui oleh lembaga pemerintah daerah dan DPRD Kabupaten Dairi dalam  

pembuatan peraturan daerah dan bagaimana proses kerjasama serta masalah yang  dihadapi kedua lembaga pemerintahan daerah tersebut dalam pembuatan perturan   daerah. peraturan daerah merupakan suatu kebijakan publik yang dibentuk oleh  lembaga pemerintahan daerah yang bertujuan untuk mendorong ataupun menciptakan  produk hukum demi kesejahteraan masyarakat di daerah. perturan daerah dibentuk  harus berlandaskan kepentingan rakyat dan menjawab permasalah yang teradi dalam  masyarakat tersebut. Dalam hal ini, penelitian ini dikhususkan pada pembuatan 

peraturan daerah yang sesuai dengan apa yang terjadi di Kabupaten Dairi oleh lembaga  DPRD dan pemerintah Kabupaten dairi sepanjang Tahun 2009‐2014. 

Penelitian ini termasuk jenis penelitian yang bersifat deskriptif dengan 

menggunakan metode analisis kualitatif. Pada penelitian ini juga, penulis menggunakan  teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan data primer dan data sekunder.  Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara (interview) yang ditujukan  kepada anggota DPRD Kabupaten Dairi dan staf pemerintah Kabupaten Dairi. Selain itu,  data primer ini juga didapatkan melalui pengumpulan data‐data dari hasil pembuatan  Peraturan Daerah oleh DPRD dan Pemerintah Daerah. Sedangkan pengumpulan data  sekunder dilakukan dengan mencari data dan informasi melalui buku, internet, dan  jurnal‐jurnal yang berkaitan dengan masalah penelitian. 

(15)

 

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE

HANDOKO P.G HUTASOIT (100906054) 

Cooperation Institute of Local Government with DPRD of Regional Rule Making in Dairi  secondary data. Primary data were collected through interviews (interviews) addressed  to DPRD and government staff Dairi Dairi. In addition, primary data was also obtained by  collecting data from the making of regulations enumerated by DPRD and Local 

Government. While the secondary data collection is done by searching the data and  information through books, the internet, and journals related to the research problem. 

(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem Demokrasi diberbagai negara di dunia menerapkan konsep trias

politica sebagai pelengkap dalam pemerintahan. Baik demokrasi dan konsep trias

politica merupakan dua hal saling mendukung satu dengan yang lainnya. Dalam

perkembanganan pemikirannya, konsep teori Trias Politica itu adalah sebuah doktrin tentang pembagian kekuasaan (Distribution of power). Baik pemisahan kekuasaan (saparation of power) maupun pembagian kekuasaan (distribution of

power) mempunyai argumentasi yang didasarkan kepada kontekstualitas yang

berbeda.1

Pemisahan kekuasaan ataupun pembagian kekuasaan seperti yang dijelaskan sebelumnya memang memiliki perbedaan, namun penggunaan salah satu konsep

Trias Politica tersebut bertujuan untuk menciptakan sebuah pemerintahan yang

baik (good governance). seperti halnya di Indonesia, Menurut Undang-Undang dasar 1945 disimpulkan bahwa Indonesia menganut sistem Trias Politica.

Sejarah mencatat bahwa teori ini dikemukakan oleh Jhon Locke (1632-1704) dan Montesquieu (1689-1755).

Konsep Trias Politica yang menyatakan adanya pemisahan kekuasaan negara menjadi kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif dan kekuasaan yudikatif

      

1 

(17)

tentunya memiliki tugas dan fungsi pokok yang berbeda. Posisi setiap kekuasaan negara tersebut sejajar dan sama kuat dalam menjalankan roda pemerintahan. Namun walaupun memiliki tugas masing-masing, setiap elemen pemerintahan tersebut harus tetap saling terhubung dan saling membutuhkan agar tidak ada ketimpangan diantara ketiganya yang dapat mengganggu kestabilan negara.

Setelah 68 tahun Negara Republik Indonesia merdeka, demokrasi sebagai sebagai sistem politik di Indonesia masih jauh dari harapan dan cita-cita bangsa yang tertuang dari UUD 1945. Dipandang dari sudut perkembangan demokrasi sejarah Indonesia dapat dibagi kedalam empat masa, yaitu2:

1. Masa Republik Indonesia I (1945-1959), yaitu masa demokrasi (Konstitusional) yang menonjolkan peranan parlemen serta partai-partai yang karena itu dinamakan demokrasi parlementer.

2. Masa Republik Indonesia II (1959-1965), yaitu masa demokrasi terpimpin yang dalam banyak aspek telah menyimpang dari demokrasi konstitusional yang secara formal merupakan landasannya, dan menunjukkan beberapa aspek demokrasi rakyat.

3. Masa Republlik Indonesia III (1965-1998), yaitu masa demokrasi pancasila yang merupakan demokrasi konstitusional yang menonjolkan sistem presidensial.

      

2 

(18)

4. Masa Republik Indonesia IV (1998-sekarang), yaitu masa reeformasi yang menginginkan tegaknya demokrasi di Indonesia sebagai koreksi terhadap praktek-praktek politik yang terjadi pada masa republik Indonesia III.

Dari antara periode tersebut, demokrasi yang lebih baik iyalah yang dimulai sejak runtuhnya rezim Orde baru dan digantikan dengan Era Reformasi. Banyak perubahan fenomena politik yang terjadi dalam sistem politik di Indonesia. Salah satunya adalah sistem sentralisasi yang digantikan dengan sistem disentralisasi. Demokratisasi dan aktivitas-aktivitas politik sudah lebih terbuka, bukan hanya di pemerintahan pusat. Daerah-daerah yang dulunya berada dibawah komando pusat kini diharapkan harus mampu berdiri sendiri dalam membangun daerahnya masing-masing tanpa campur tangan pusat yang berlebihan.

(19)

rancangan undang-undang, dan dewan perwakilan rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang (pasal 20).3

Otonomi daerah menjadi salah satu dampak sistem disentralisasi merupakan suatu fenomena yang sangat mempengaruhhi perpolitikan di Negara Indonesia. Perubahan masa sentralisasi yang sangat identik dengan masa pemerintahan Orde Baru secara spontan digantikan oleh sistem disentralisasi yang dianggap paling tepat untuk membantu pembangunan disetiap daerah. Setiap aparat pemerintahan baik itu legislatif, yudikatif dan eksekutif di daerah tingkat I maupun II kini sudah lebih memiliki tanggungjawab. Jika dilihat dari sejarah perjalan Otonomi daerah tersebut, titik berat otonomi daerah tingkat II (kabupaten dan kotamadya) yang merupakan amanah pasal 11 ayat 1 UU No.5 tahun 1974 belum terwujud.4 Kebijakan disentraliasi (politik dan fiskal) kemudian berlanjut dengan dikeluarkannya UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah.

Kemampuan dari setiap daerah untuk menentukan arah jalannya pemerintahan tentunya harus didukung oleh kemampuan dari setiap aparat yang mengambil bagian dalam pemerintahan. Posisi legislatif, eksekutif dan yudikatif daerah harus berada pada jalur yang tepat agar tidak terjadi penyimpangan kekuasaan dalam lembaga pemerintahan tersebut. Hubungan dari setiap lembaga

      

3 

Ni’matul Huda,2006. Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hal  166‐167. 

4 

(20)

harus benar-benar tetap terjaga agar mampu saling mendukung dalam pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing lembaga. Fungsi pemerintah sebagai pembentuk dan pelaksana kebijakan publik diantaranya adalah dengan mengeluarkan Peraturan Daerah (perda). Pembuatan perda ini sendiri yang menjadi

Jika kita mengarah pada pemerintahan di daerah Kabupaten Dairi, proses pembangunan masih kurang menunjukkan perkembangan dari tahun ketahun. Peraturan Daerah yang menjadi diskusi panjang antar lembaga pemerintahan yang sangat penting terutama bagi lembaga Pemerintah Daerah dan DPRD. Peran kedua lembaga ini tidak lepas dari kepentingan-kepentingan politik di daerah Kabupaten Dairi. Pemilihan kepalah daerah yang pada Pilkada tahun 2008 yang memenangkan pasangan KRA.Jhonni Sitohang Adinegoro dan Irwansyah Pasi yang merupakan usungan partai Golongan Karya (Golkar). Sebagai kepala daerah atau yang menduduki jabatan tertinggi dalam eksekutif di daerah tigkat 2, bupati memiliki wewenang untuk mengajukan rancangan Peraturan Daerah.

(21)

Tabel. 1.1

Perolehan kursi DPRD Kabupaten Dairi

Tahun 2009-2014

No Nama partai Perolehan kursi

1. PNKB 1

2 PPRN 2

3 P.Barnas 1

4 PAN 2

5 PDK 4

6 Pelopor 1

7 GOLKAR 4

8 PDS 1

9 PNBKI 1

10 PDIP 4

11 P. Patriot 1 12 P. Demokrat 4

13 PKDI 1

14 P. Merdeka 1 15 P. Buruh 2

(Sumber: adaptasi dari data DPRD Kabupaten Dairi)

(22)

akan terjadinya interpensi kepentingan. Ketika tarik menarik kepentingan mulai berbicara dalam perjalanan perpolitikan, tentunya akan mempengaruhi kinerja masing-masing lembaga. Jika melihat kinerja lembaga legislatif, DPRD Kabupaten Dairi dalam hal pembuatan Praturan Daerah masih tergolong kurang produktif. Dari hasil diskusi dengan salah satu anggota DPRD Kabupaten Dairi, beliau mengatakan bahwa pembuatan peraturan Dearah merupakan tugas dari DPRD, namun rancangan usulan perda yang akan dibuat ada yang berasal dari lembaga eksekutif dan dari lembaga legislatif sendiri. Namun jika kita berbicara mengenai pembangunan, sumber pendaanaan yang digunakan secara langsung berasal dari APBD daerah. Sehingga sebagai lembaga yang memiliki fungsi

budgeting, DPRD memiliki peran yang juga sangat penting dalam penyusuna

Perda tersebut.

(23)

dalam pembuatan peraturan daerah lainnya. Secara sgkat perda No.07 Tahun 2009 iini berisiskan tentang motto kerja pemerintahan dan rencana pembangunan infrastuktur yang akan dijalankan oleh lembaga eksekutif.

Ketertarikan peneliti untuk mengangkat pembahasan mengenai kerjasama yang terjadi antara lembaga Pemerintah Daerah Kabupaten Dairi dengan DPRD Kabupaten Dairi dalam hal pembuatan peraturan daerah. supaya kita sebagai masyarakat mengetahui dan mengerti kinerja dari setiap lembaga pemerintahan. Karena kita ketahui bersama masyarakat yang merupakan objek dari kebijakan publik yang di tetapkan oleh pemerintah baik itu peraturan daerah dan peraturan-peraturan lainnya. Dengan demikian lembaga Pemerintahan Kanupaten Dairi dan DPRD Kabupaten Dairi sebagai aparatur pemerintahan Daerah mampu bekerjasama dalam pembuatan Peraturan daerah tujuan akhirnya adalah mensejahterakan rakyatnya dengan menjalankan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (good governance).

1.2 Rumusan masalah

(24)

dijawab atau dicari jalan pemecahannya.5 Masalah peneliitian harus tampak dan dirasakan sebagai suatu tantangan bagi peneliti untuk dipecahkan dengan mempergunakan keahlian atau kemapuan profesonalnya, yang tidak mungkin diselesaikan oleh semua orang, khususnya orang-orang diluar disiplin ilmu yang berkenaan dengan masalah tersebut.6

Oleh sebab itu, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana proses kerjasama yang terjadi antara Pemerintah Daerah

dengan DPRD Kabupaten Dairi dalam pembuatan Peraturan daerah?”

2. Apa saja yang masalah yang terjadi dalam pembuatan Peraturan

Daerah di Kabupaten Dairi?

1.3 Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah berfungsi untuk untuk membatasi pembahasan yang diangkat dalam sebuah karya ilmiah/penelitian agar tidak melebar dan tetap pada jalur permasalahan yang akan diteliti. Yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini adalah objek penelitian yang dilakukan fokus pada kerjasama yang melibatkan lembaga Pemerintah Daerah dan DPRD Kabupaten Dairi dalam proses pembuatan Peraturan Daerah sebagai salah satu contoh dari peraturan Daerah yang telah dibentuk yakni No.07 tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kbupaten Dairi Tahun 2009-2014 di Kabupaten Dairi.

      

5 Husni Usman dan Pramono, 2000. Metodologi Penelitian Sosial. Bandung: Bumi Aksara. Hal.26  6 

(25)

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai atau didapatkan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui tahap-tahap pembuatan Peraturan daerah di

Pemerintahan Daerah tingkat II (dua).

2. Untuk mengetahui peran dan proses kerjasama yang terjadi antara lembaga Pemerinta Daerah dan DPRD dalam pembuatan Peraturan Daerah.

3. Untuk mengetahui masalah-masalah yang dihadapi oleh lembaga Pemerintah Daerah dan DPRD dalam membuat Peraturan Daerah.

1.5 Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini, manfaat yang akan diperoleh adalah sebagai berikut: 1. Secara akademis penelitian ini bermanfaat sebagai penambah

referensi bagi para mahasiswa, khususnya Departemen Ilmu Politik – FISIP USU

2. Bagi penulis penelitian ini sangat bermanfaat dalam mengembangkan kemampuan berfikir dan menulis karya ilmiah di bidang politik dengan melihat fenomena politik yang terjadi.

(26)

1.6 Kerangka teori

Sebagai penelitian yang baik dan benar, landasan teori merupakan suatu yang sangat penting dalam penulisan karya ilmiah. Fungsi dari teori ini sendiri digunakan sebagai suatu landasan berpikir dalam menganalisis sebuah fenomena yang sedang diteliti. Teori merupakan serangkaian asumsi, konsep dan kontruksi defensi dan proposis untuk menerangkan sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antara konsep. Dengan kata lain, teori adalah hubungan suatu konsep dengan konsep lainnya untuk menjelaskan fenomena tertentu.7 Dalam penelitian ini, teori yang digunakan adalah sebagai berikut:

1.6.1 Teori kebijakan Publik

Kebijakan publik adalah keputusan atau peraturan yang dibuat oleh yang berwenang untuk mengatasi masalah publik, sehingga diharapakan tujuan organisasi dapat dicapai dengan baik. Ciri-ciri utama kebijakan publik adalah suatu peraturan dan ketentuan yang diharapkan dapat mengatasi masalah publik. Cochran dan Malone mengemukakan: Public policy is the study of goverments decision and actions designed to del with mtter of public concern”.

Dari pengertian yang dikemukakan sebelumnya, maka keputusan menteri, keputusan Direktoral Jendral, Keputusan Direktur Depertemen dan peraturan Daerah sekalipun pada dasarnya adalah merupakan Public Policy. Dye mendefenisiskan kebijakan publik sebagai apa yang dilakukan oleh pemerintah, bagaimana mengerjakannya, mengapa perlu dikerjakan dan perbedaan apa yang

      

7 

(27)

dibuat. Dye seperti yang dikutip oleh Winarno berpandangan lebih luas dalam merumuskan pengertiankebijakan, yaitu sebagai pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (whatever goverments choose to do or

not to do).8

kebijakan publik merupakan proses penggunaan kewenangan negara yang

bereksperimen terhadap nasib orang banyak. Dari pemaknaan tersebut, para ilmuwan

cenderung melakukan simplifikasi terhadap teori kebijakan publik sehingga

mengakibatkan permasalahan di level implementasi. Para ilmuwan telah banyak

melakukan pemaknaan terhadap kebijakan publik tersebut namun sebagian besar

proses itu bias ilmuwan dan justru dimanfaatkan sebagai instrumen bagi kenyamanan

penguasa.

Setidaknya terdapat empat lapis pemaknaan dari kebijakan publik. Yang

pertama adalah memahami kebijakan publik sebagai decision making. Kedua,

kebijakan dimaknai sebagai serangkaian fase kerja pejabat publik. Ketiga, kebijakan

publik bisa berupa ‘intervensi’ sosio kultural dengan mendayagunakan berbagai

instrumen untuk mengatasi persoalan publik. Sedangkan lapis pemaknaan yang paling

dalam adalah bagaimana memahami kebijakan publik sebagai interaksi negara

dengan rakyatnya dalam rangka mengatasi persoalan publik.

Melalui keempat lapis pemaknaan di atas, tulisan ini akan mencoba melakukan

klasifikasi terhadap pemaknaan yang telah banyak dilakukan para ilmuwan dalam

teori-teori kebijakan publiknya. Klasifikasi tersebut akan menunjukkan bahwa

      

8 

(28)

sebagian besar ilmuwan masih banyak yang justru mereduksi esensi kebijakan publik

sebatas pada lapis pemaknaan yang sempit.

a. Kebijakan Publik sebagai Suatu bentuk Decision Making

Erwan Agus purwanto (1997) dalam tesisnya berpendapat bahwa kebijakan

publik selalu berhubungan dengan keputusan-keputusan pemerintah yang sangat

berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat melalui instrumen-instrumen kebijakan

yang dimiliki oleh pemerintah berupa hukum, pelayanan, transfer dana, pajak dan

anggaran-anggaran.9

Graham Allison(1971) dalam Lele (1999), Kebijakan publik merupakan hasil

kompetisi dari berbagai entitas atau departemen yang ada dalam suatu negara dengan

lembaga-lembaga pemerintahan sebagai aktor utamanya yang terikat oleh konteks,

peran, kepentingan, dan kapasitas organisasionalnya.10

Menurut Carl Friedrich, kebijakan publik adalah suatu arah tindakan yang

diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu

yang memberikan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap

kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai

suatu tujuan atau merealisasikan suatu sasaran atau maksud tertentu.11Dalam hal ini,

pemerintah berhak memberi hambatan dan kesempatan terhadap kebijakan tersebut.

Pemerintah masih bisa dikatakan otoritatif meskipun kebijakan tersebut memiliki

      

9 

Safrina, Dian. Skripsi: Studi Formulasi Kebijakan.Studi Kasus: Penentuan Harga Crude Palm Oil di Sumatra Utara. Jurusan Administrasi Negara, UGM: 2003. hal.19 

10 Ibid, Hal.22  11  

(29)

tujuan dan sasaran demi kepentingan masyarakat. Kebijakan publik merupakan

arahan-arahan yang bersifat otoritatif untuk melaksanakan tindakan-tindakan

pemerintahan di dalam yurisdiksi nasional, regional, dan local.

William N. Dunn merumuskan kebijaksanaan publik sebagai berikut:

Kebijaksanaan Publik (Public Policy) adalah pedoman yang berisi nilai-nilai dan

norma-norma yang mempunyai kewenangan untuk mendukung tindakan-tindakan

pemerintah dalam wilayah yurisdiksinya. Konsep kebijaksanaan publik menurut

David Easton sebagai berikut: Alokasi nilai yang otoritatif untuk seluruh masyarakat

akan tetapi hanya pemerintahlah yang dapat berbuat secara otoritatif untuk seluruh

masyarakat, dan semuanya yang dipilih oleh pemerintah untuk dikerjakan atau untuk

tidak dikerjakan adalah hasil-hasil dari alokasi nilai-nilai tersebut.Meskipun definisi

ini bisa juga diklasifikasikan dalam pemaknaan kebijakan sebagai bentuk intervensi,

namun nuansa kebijakan yang dipilih pemerintah untuk dikerjakan maupun tidak

dikerjakan masih kental dalam definisi ini.

b. Kebijakan Publik sebagai Serangkaian Fase Kerja Pejabat Publik

Randall B. Ripley menganjurkan agar kebijakan publik dilihat sebagai suatu

proses dan melihat proses tersebut dalam suatu model sederhana untuk dapat

memahami konstelasi antar aktor dan interaksi yang terjadi di dalamnya.James, A.

Anderson, “…….a purposive course of action followed by an actor or set of actors in

dealing with a problem or matter concern.” (serangkaian tindakan yang mempunyai

(30)

pelaku guna memecahkan suatu masalah.12Dalam konteks definisi ini, seorang atau

sekelompok pelaku bisa disamakan dengan pemerintah atau pejabat publik.

Selanjutnya, Anderson mengatakan bahwa public policies are those policies

developed by governmental bodies and official (kebijakan negara adalah

kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dikembangkan oleh badan dan pejabat-pejabat

pemerintah).

Charles O’Jones, istilah kebijakan (policy term) digunakan dalam praktek

sehari-hari namun digunakan untuk menggantikan kegiatan atau keputusan yang

sangat berbeda. Istilah ini sering dipertukarkan dengan tujuan (goals), standard,

proposal, dan grand design.

12

William Jenkins, kebijakan publik adalah sebuah

rangkaian yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang aktor politik atau

sekelompok aktor politik berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara

untuk mencapainya dalam suatu situasi dimana keputusan itu pada prinsipnya masih

berada dalam batas-batas kewenangan kekuasaan daripada aktor tersebut. Woll

(1966), kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan

masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang

mempengaruhi kehidupan masyarakat.13

      

12 

Anderson, James, Public Policy‐making, Second edition, Holt, Rinehart and Winston: 1979  dalam Islamy, Irfan, Prinsip‐Prinsip Perumusan Kebijakan Negara, Cetakan 12, Bumi Aksara,  Jakarta:2003. Hal, 37 

13

Tangkilisan, DrsHessel Nogi S, 2003. Kebijakan Publik yang Membumi. Yogyakarta: Lukman  Offset YPAPI, hal.2  

(31)

c.Kebijakan Publik sebagai Proses Intervensi Sosio Kultural

Sulit mengklasifikasikan beberapa definisi dalam kelompok ini karena proses

intervensi yang dilakukan pemerintah dalam pemecahan masalah sosial yang terlihat

dari kata kunci dalam beberapa definisi dan teori masih sangat tergantung pada

keputusan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan. Proses

intervensi lebih banyak menjadi salah satu bentuk pemaknaan kebijakan dalam

klasifikasi administratif atau berbentuk decision making. Seperti halnya definisi dari

Easton, kebijakan publik dimaknai sebagai alokasi nilai unutk seluruh masyarakat,

namun dalam hal ini, pemerintah masih bersifat otoritatif terhadap kebijakan tersebut.

d. Kebijakan Publik sebagai Interaksi Negara dan Rakyatnya

John Erik Lane (1995) dalam Lele (1999) membagi wacana kebijakan publik ke

dalam beberapa model pendekatan, yaitu (1) pendekatan demografik yang melihat

adanya pengaruh lingkungan terhadap proses kebijakan. (2) model inkremental yang

melihat formulasi kebijakan sebagai kombinasi variabel internal dan eksternal dengan

tekanan pada perubahan gradual dari kondisi status quo. (3) model rasional. (4) model

garbage can dan (5) model collective choice aksentuasinya lebih diberikan pada

proses atau mekanisme perumusan kebijakan.14

Pendekatan dalam memahami kebijakan publik yang diungkapkan di sini,

selain memaknai kebijakan publik sebagai mekanisme dan proses yang bersifat

teknokratis, pendekatan tersebut juga berusaha unutk menjelaskan relasi atau

      

14 

(32)

kombinasi faktor internal, dalam arti pemerintah dan faktor eksternal yaitu

masyarakat. Dari pendekatan tersebut, bisa dilihat bagaimana pemerintah mencoba

keluar dari sifat otoritatifnya dan berusaha untuk berinteraksi dengan masyarakat.

Fauzi Ismail, dkk dalam bukunya menyatakan bahwa kebijakan publik adalah bentuk

menyatu dari ruh negara, dan kebijakan publik adalah bentuk konkret dari proses

persentuhan negara dengan rakyatnya. Kebijakan publik yang transparan dan

partisipatif akan menghasilkan pemerintahan yang baik. Paradigma kebijakan publik

yang kaku dan tidak responsif akan menghasilkan wajah negara yang kaku dan tidak

responsif. Demikian pula sebaliknya, paradigma kebijakan publik yang luwes dan

responsif akan menghasilkan wajah negara yang luwes dan responsif pula.

e. Definisi yang cenderung bias dan tidak dapat dikelompokkan dalam keempat lapis pemaknaan.

Robert Eyestone memberi makna kebijakan publik sebagai hubungan suatu unit

pemerintah dengan lingkungannya.Definisi ini cenderung bias karena Robert dalam

definisinya tidak memberikan penjelasan tentang pengertian “hubungan” dan

lingkungan yang dimaksud. Hubungan tersebut bisa dimaknai sebagai hubungan yang

interventif atau hubungan yang bersifat interaktif dengan lingkungan, yaitu

masyarakat. Definisi ini sangat luas cakupannya sehingga apa yang dimaksud dengan

kebijakan publik tersebut bisa meliputi banyak hal.

Chief J. O Udoji (1981), kebijakan publik merupakan suatu tindakan bersanksi

yang mengarah pada suatu tujuan tertentu yang diarahkan pada suatu masalah atau

(33)

besar warga masyarakat.

Tindakan bersanksi di sini bisa dilakukan pemerintah

dengan otoritas dan kewenangannya, namun definisi ini tidak dengan konkret

menjelaskan baik aktor maupun proses dalam pembuatan kebijakan tersebut.

Kebijakan publik adalah membangun masyarakat secara terarah melalui pemakaian

kekuasaan (doelbewuste vormgeving aan de samenleving door middle van

machtsuitoefening). 15 Definisi ini tidak menjelaskan bagaimana membangun

masyarakat yang terarah apakah dengan intervensi atau dengan interaksi antara

penerintah dengan masyarakat.

Dari klasifikasi beberapa definisi yang dikemukaan para ilmuwan di atas,

terlihat bahwa pemaknaan kebijakan publik masih didominasi dan terbatas pada

pemaknaan dalam level administratif dan teknokrtis. Kebijakan publik masih berada

dalam lingkup otoritas negara. Beberapa definisi di atas tidak ada yang bisa

dikelompokkan dalam lapis pemaknaan ketiga yang memaknai kebijakan publik

sebagai intervensi soaio kultural dengan mendayagunakan berbagai instrumen unutk

mengatasi persoalan publik. Selain itu, terdapat beberapa definisi yang bias sehingga

sulit unutk menentukan tujuan dan sasaran di level implementasi.

Permasalahan kebijakan publik ternyata tidak hanya berada dalam level implementasi

tetapi juga pada level teori. Pemerintah cenderung masih menggunakan

kewenangannya secara penuh dalam menentukan kebijakan publik tanpa adanya

      

15 

(34)

interaksi dan proses diagnosis terhadap permasalahn-permasalahan dan konflik dalam

masyarakat.

1.6.2 Teori Trias Politica

Konsep Trias Politica ini sendiri adalah bagian dari perkembangan dari teori kekuasaan. Penerapan Trias Politica adalah sebuah ide bahwa sebuah pemerintahan berdaulat harus dipisahkan antara dua atau lebih kesatuan kuat yang bebas, mencegah satu orang atau kelompok mendapatkan kuasa yang terlalu banyak. Pemisahan kekuasaan juga merupakan suatu prinsip normatif bahwa kekuasaan-kekuasaan itu sebaiknya tidak diserahkan kepada orang yang sama, untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa. Doktrin ini pertama sekali dikemukakan oleh John Locke (1632-1755) dan Montesque (1689-1755) dan pada taraf itu ditafsirkan sebagai pemisahan kekuasaan. 16

a. Jhon locke (1632-1755)

Jhon Locke merupakan seorang filsuf berkebangsaan Ingris yang lahir pada 29 Agustus 1632, di Wringthon sebuah desa di Somerset utara, Ingris Barat dekat Bristol Ingris dengan keadaan keadaan di negeri ini masa itu tragis dan Ironis, sebab negara Eropa abad XVII dilanda perang agama kaum Katolik dengan Protestan.17 sangat berpengaruh dalam perkembangan ilmu politik maupun sosial melalui karya-karya yang telah dibuatnya. Keterlibatannya dalam memberi sumbangsi pemikiran akan teori asal mula negara menjadikannya salah satu ahli       

16 

Miriam Budiardjo, Op.cit. hal. 282  17 

(35)

terbesar dalam 4 ilmuan yang mengemukakan teori kontrak sosial (the contract

social theory). Selain dalam teori kontrak sosial, Jhon locke juga memberi

sumbangsi pemikiran dalam konsep pemisahan kekuasaan (separation of powers).

Pada dasarnya Jhon Locke memisahkan kekuasaann menjadi tiga bagian yang memiliki tugas masing-masing. Kekuasaan lembaga tersebut secara langsung maupun tidak langsung harus berdiri sendiri. Menurut Jhon Locke, kekuasaan dibagi menjadi lembaga eksekutif (eksekutif power), lembaga legslatif (legislatif

power) dan lembaga federatif (federatif power).

Pemisahan kekuasaan (separation of powers) yang dikemukakan oleh Jhon Locke tersebut memliki fungsi-funsi yang secara umum yaitu;

1. lembaga legislatif yang berfungsi sebagai pembuat undang-undang maupun peraturan funda mental negara yang menjadi dasar pelaksaanaan kinerja lembaga eksekutif. Bidang legislatif tidak dapat dialihkan kepada siapa pun atau lembaga apa pun, sebab kekuasaan legislatif adalah manifestasi pendelegasian rakyat kepada negara.18 Legislatif sebagai lembaga perwakilan rakyat diyakini sebagai lembaga yang memiliki wewenang untuk menyusun aturan-aturan pemerintah sebagai wujud kedaulatan tertinggi berada ditangan rakyat. Undang-undang yang telah dibuat selanjutnya akan menjadi landasan lembaga eksekutif dalam melakukan tugasnya sebagai lembaga yang menjalankan roda

      

(36)

pemerintahan. Oleh sebab itu, lembaga legislatif harus benar-benar melakukan tugasnya dengan mengatas namakan rakyat dan diharapkan tidak ikut serta menekan kepentingan rakyat. Dimana lembaga legislatif dapat dikatakan sebagai penghubung antara kepentingan rakyat dengan penguasa.

2. Lembaga eksekutif yang berfungsi sebagai pelaksana undang-undang yang telah dbentuk oleh lembaga Legislatif. Dalam pemahaman Jhon Locke, sebagai lembaga pelaksana undang-undang dan peraturan-peraturan yang di bentuk lembaga legislatif, eksekutif secara langsung juga memiliki fungsi sebagai badan pengawas ataupun peradilan. Locke memandang mengadili itu sebagai uitvoering, yang termasuk pelaksanaan undang-undang.19 Lembaga eksekutif dapat dikatakan sebagai lembaga yang sangat sentral posisinya dalam roda pemerintahan. Meskipun kinerja lembaga ini diawasi oleh lembaga lain, lembaga eksekutif masih memiliki wewenang (authority) untuk memutuskan langkah apa yang akan dilakukan dalam menjalankan pemerintahan.

3. Lembaga federatif, yakni kekuasaan yang terkait dengan masalah hubungan luar negeri, mementukan perang, perdamaian, liga dan aliansi antarnegara serta transaksi dengan negara asing. Locke tidak memasukkan kekuasaan federatif ke dalam kekuasaan eksekutif dengan alasan praktis. Untuk menjaga agar kekuasaan dapat berjalan dengan baik,maka

masing-      

19  

(37)

masing lembaga ataui nstitusi negara harus dipegang oleh orang-orang yang berbeda.20 Kekuasaan federatif ini dirasa penting karena dipengaruhi oleh keadaan poliitik antarbangsa yang sangat rawan akan peperangan. Panasnya hubungan antarnegara mempengaruhi pemikiran Jhon locke untuk membagi kekuasaan federatif sebagai satu lembaga yang fokus mengurus hubungan negara dengan negara lain baik itu dalam hal kerjasama maupun peperangan.

b. Montesquieu (1689-1755)

Charles Louis de Secondant Baron de Montesquieu yang lebih dikenal dengan Montesquieu, lahir di Bordeux, Prancis, tahun 1689. Beliau merupakan tokoh yang selanjutnya mengembangkan teori Trias Politica yang sebelumnya dikemukakan oleh Jhon Locke. Meskipun tetap membagi kekuasaan menjadi 3 lembaga yang terpisah, Jhon Locke dan Montesquieu tetap memiliki pandangan yang berbeda. Sebagaimana yang telah dikemukakan Jhon Locke, pemisahan kekuasaan versi Montesqueiu yakni kekuasaan Legislatif dan eksekutif tetap ada. Namun yang menjadi pembeda yakni penggantian kekuasaan federatif menjadi yudikatif. Montesquieu sendiri mengemukakan bahwa pembagian kekuasaan

(distribution of powers) bukan berarti pemisahan kekuasaan secara mutlak

(separation of powers), sebab masih adanya saling pengaruh antar badan-badan

yang mengendalikan masing-masing pilar suprastruktur politik tersebut. 21

      

20  

Firdaus Syam, op.cit. Hal. 137  21  Ibid, 

(38)

Penerapan pembagian kekuasaan ini yang kemudian diterapkan di negara Amerika serikat.

Secara teoritis, fungsi dari lembaga-lembaga suprastruktur politik legislatif dan eksekutif yang dikemukakan oleh Jhon Locke masih memiliki kesamaan, hanya saja lembaga ketiga yakni yudkatif. Berikut penjelasan dari konsep Trias

Politica menurut pandangan Montesquieu:

1. Lembaga legslatif, merupakan lembaga yang menjadi lambang keterlibatan rakyat dalam suatu negara. Untuk menjaga kekuasaan yang sifatnya obsolut dan hanya menguntungkan pihak penguasa, dibutuhkan suatu lembaga yang berperan sebagai mediator raktyat dengan penguasa, sebagai komunikator serta agregator aspirasi dari kepentingan orang banyak. Lembaga legislatif ini diyakini akan menjadi sebagai dewan rakyat yang masing-masing memiliki veto atas lainnya. Mereka bukanlah wakil-wakil rakyat sebagaimana yang kita pahami pada masa sekarang ini. 2. Lembaga eksekutif, merupakan lembaga yang menjalankan roda

(39)

masih diberi porsi untuk memberikan rancangan terhadap lembaga eksekutif. Dalam hal ini, kebijakan luar negeri berada dalam wewenang kekuasaan eksekutif.

3. Lembaga yudikatif, merupakan lembaga yang memegang wewenang sebagai fungsi peradilan atas pelangaran undang-undangan. Terutama adanya lembaga yudikatif yang dtekankan oleh Montesquieu, karena disinila letaknya kemerdekaan ndividu dan hak asasi manusia dijamin dan dipertaruhkan.22 Kekuasaan yudikatif penting dan harus dipisahkan dari dua kekuasaan lainnya juga untuk menghindari adanya kesewenang-wenangan penguasa. Kekuasaan ini lah yang selanjutnya akan bertugas untuk menegakkan hukum yang telah disepakati.

Pemikiran dari Montesquieu ini kemudian banyak diadopsi di negara-negara demokrasi di dunia. Meski memiliki perbedaan penerapan disetiap negara-negara, baik pemisahan kekuasaan (separation of powers) ataupun pembagian kekuasaan

(distribution of powers) tujuannya tetap untuk menciptakan suatu pemerintahan

yang baik (good governance). Sebagai contoh yang menerapkan teori Trias

Politica ini sendiri adalah indonesia dan Amerika serikat.

1.6.3 Teori Otonomi Daerah

Salah satu perbedaan yang paling menonjol dalam sistem pemerintahan indonesia setelah runtuhnya kekuasaan rezim Orde Baru adalah penerapan

      

22  

(40)

otonomi daerah. Sistem sentralistik Soeharto digantikan dengan sistem disentralistik. Sebagai salah satu pilar yang dirancang untuk mendukung pembangunan daerah, sistem otonomi daerah memiliki landasan hukum yang tertuang dalam pasal 18 UUD 1945 yang menyangkut tentang pemerintahan lokal. Pemerintah daerah sebagai implikasi prinsip disentralsasi, dipahami terkait dengan seberapa besar dan luas pendelegasian kewenangan pemerintah pusat kepada daerah demi berbagai alasan dan pertimbangan. Semakin besar kewenangan yang diberikan kepada daerah, semakin besar pula peluang daerah dapat menggali potensi yang ada untuk pembangunan daerah sesuai dengan kehendak masyarakat.23

Hakikat otonomi daerah adalah disentralsasi atau proses pendemokrasian pemerintahan dengan keterlibatan langsung warga masyarakat sehingga meskipun itu menggunakan pendekatan lembaga perwakilan sebagai personifikasi. Penerapan otonomi daerah yang sekarang ini berlangsung untuk mendekatkan masyarakat dengan pemerintahnya. Walaupun disebut sebagai langkah pendemokrasian dalam pemerintahan lokal, penerapan otonomi daerah masih banyak mengalami kedala seperti rendahnya tingkat pendidikan dan rendahnya kualita hidup menjadikan pendemokrasian jalannya pemerintahan lokal sangat rawan akan masuknya kepentingan-kepentingan elit politik semata.

UUD 1945 pasal 18 merupakan rujukan yang menjadi sumber hukum pemerintahan daerah. Meskipun demikian, penjelasan mengenai pemerintahan       

23  

(41)

daerah yang utuh, lengkap dan jelas tidak banyak diperoleh dari rujukan undang-undang tersebut. Setidatidaknya ada 6 pokok pikiran yang mengenai pemerintahan daerah tersebut, yakni24:

1. Wilayah RI akan dibagi kedalam provinsi yang kemudian akan dibagi lagi menjadi daerah-daerah yang lebih kecil.

2. Daerah-daerah itu tidak bersifat sebagai staat.

3. Daerah-daerah itu dapat berupa daerah otonom atau administrasi belaka. 4. Daerah itu mempunyai pemerintahan.

5. Dalam membagi wilayah Indonesia serta menentukan bentuk dan struktur pemerintahannya harus dilakukan berdasarkan UU.

6. Pembagian wilayah dan penentuan struktur pemerintahan tersebut diatas terutama didaerah-daerah otonom, dilakukan dengan mengingat sistem pemusyawaratan dalam pemerintahan negara dan hak asal-usul daerah yang bersifat istimewa.

Meninjau ke dalam sejarah perjalanan Bangsa Indonesia, Undang-Undang otonomi daerah yang di dalamnya juga terkait tentang pemerintahan daerah telah diamandemen sebanyak 8 kali perubahan. Perubahan itu sendiri secara kronologis dapat diliha sebagai berikut25:

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948       

24 Ibid. 

Hal. 138  25 

(42)

3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 4. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1959 5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 7. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

Secara hukum perundang-undangan, otonomi daerah itu sendiri dapat dilihat pada pasal 1 ayat 5 mengatakan bahwa “otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur da mengurus sendiri urusan peerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai peraturan perundang-undangan. Dan menurut pasal 1ayat 6 menyatakan “ Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendirir berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.”26 Oleh sebab itu, otonomi daerah merupakan suatu langkah yang dapat diartkan sebagai penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepemrintahan daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan pada kehendak dan aspirasi masyarakat dalam roda pemerintahan. Walaupun demikian, bukan berarti hubungan pusat dan daerah sudah tertutup ataupun ditiadakan oleh

Undang-      

26  

(43)

undang. Hanya saja pemerintah lokal akan bekerja dengan sendiri tanpa ada interpensi yang berlebihan dari pusat.

1.7. Metodologi Penelitian 1.7.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menerapkan metode kualitatif deskriptif yang bersifat analisis terhadap suatu gejala atau fenomena yang kemudian disinkronkan dengan teori yang digunakan dalam penelitian. Pendekatan Kualitatif diartikan sebagai pendekatan yang menghasilkan data, tulisan, dan tingkah laku yang didapat dari yang diamati.27 Dengan demikian penelitian ini akan memberikan analisa dan gambaran yang lebih riil atau detail mengenai suatu gejala atau fenomena tersebut yaitu, relasi kekuasaan yang terjadi dantara kekuasaan legislatif dan kekuasaan eksekutif dalam hal pembuatan Peraturan Daerah khususnya peraturan daerah No. 07 tahun 2009.

1.7.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan pada lembaga DPRD di Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara yang beralamat di Jln. Sisingamangaraja No.170, Sidikalang, Dairi, Sumatera Utara. Selain itu, untuk mengakuratkan analisis peneliti dilakukan juga penelitian ke kantor Bupati Kabupaten Dairi yang beralamat di Jln. Sisingamangaraja No. 127 Sidikalang, Dairi, Sumatera Utara.

       27

(44)

1.7.3 Teknik Pengumpulan Data

Data merupakan instrumen penelitian yang harus dimiliki setiap penelitian ilmiah. Data ini menunjukkan kualitas atau mutu dari sesuatu yang ada, berupa keadaan, proses, kejadian/peristiwa dan lain-lain yang dinyatakan dalam bentuk perkataan.28 Dalam melakukan penelitian, data sangat dibutuhkan sebagai acuan dan untuk menjamin keakuratan analisis penelitian tersebut. Maka peneliti dalam hal ini melakukan teknik pengumpulan data dengan cara pengumpulan data primer dan data sekunder.29 Berikut akan diuraikan maksud dari pengumpulan data tersebut :

1. Data Primer

Pengumpulan data primer dalam penelitian ini adalah melalui wawancara

(interview). Wawancara dilakukan dengan bertanya langsung kepada informan

ataupun narasumber yang dianggap sesuai dengan objek penelitian, serta melakukan tanya jawab secara mendalam terkait permasalahan yang ingin diteliti kepada informan atau narasumber dalam objek penelitian ini. Dalam hal ini, peneliti mengambil informan yaitu anggota DPRD Kabupaten Dairi yang terlibat langsung dalam pembuatan perda tersebut dan beberapa aparat lembaga eksekutif baik kepala daerah maupun jajarannya yang memiliki pengetahuan dan terlibat dalam penyusunan rancangan hingga pengesahan Peraturan Daerah No.07 Tahun 2009 tersebut.

      

28  Hadari Nawawi dan Martini Hadari. Op.cit . hal. 49  29

Muhammad Idrus. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif.

(45)

2. Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini adalah mencari data dan informasi melalui buku, internet, jurnal dan lainnya yang berkaitan dengan masalah penelitian. Data-data tersebut hanya sebagai acuan untuk penulis memiliki gambaran terhadap konsep yang akan dituliskan dalam penelitian ilmiah ini. Selain itu, penulis juga mencari informasi dan referensi tambahan melalui buku-buku terkait lembaga Legislatif (DPRD), seperti tata tertib lembaga Legislatif, masa reses DPRD, maupun artikel-artikel dari majalah atau koran, dan sebagainya yang bisa membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

1.7.4 Teknik Analisa Data

(46)

1.8 Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dari penelitian ini, maka penulisan dilakukan secara terperinci dan sistematis sebagai salah satu syarat penelitian ilmiah. Penelitian ini terdiri atas 4 bab, yaitu :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : PROFIL DPRD KABUPATEN DAIRI PERIODE 2009-2014 DAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN DAIRI PERIODE 2008-20013

Bab ini akan menguraikan profil dari lembaga DPRD dan profil pemerintahan lembaga eksekutif kabupaten Dairi. Yang dimaksud dengan pemerintahan kabupaten Dairi lebih mengarah pada Profil tentang kepala daerah sebagai lembaga eksekutif dengan menyertakan struktur organisasinya.

BAB III: PROSES KERJASAMA LEMBAGA PEMERIINTAH DAERAH DAN DPRD DALAM PEMBUATAN PERATURAN DAERAH

(47)

BAB IV : PENUTUP

(48)

BAB II

PROFIL DPRD KABUPATEN DAIRI PERIODE 2009-2014 DAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAIRI PERIODE 2008-2013

2.1 Profil DPRD Kabupaten Dairi

DPRD Kabupaten Dairi merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang bekerja sebagai mitra pemerintah daerah Kabupaten Dairi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. DPRD Kabupaten Dairi terdiri dari calon-calon legislatif yang berhasil dalam pemilihan umum legislatif yang berasal dari 15 partai yang memperoleh suara terbanyak. Sebagai anggota badan legisslatif, setiap anggota DPRD Kabupaten Dairi diatur dalam oleh peraturan-peraturan yang telah dibuat sebelumnya yakni Keputusan Dewn Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Dairi Nomor 41 Tahun 2005 Tentang Kode Etik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Dairi. Dikeluarkannya Keputusan mengenai Kode etik DPRD bertujuan untuk menjaga kehormatan,martabat dan kredabilitas Pimpinan Alat Kelengkapan dan Anggota DPRD dalam Melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang serta haknya sebagai anggota.

DPRD kabupaten Dairi memiliki 3 fungsi yakni:

- Fungsi legislasi diwujudkan dalam membentuk peraturan daerah bersama kepala daerah

(49)

- Fungsi pengawasan diwujudkan dalam mengawasi pelaksanaan peraturan daerah dan APBD.

Sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, dan peraturan pemerintah nomor 16 tahun 2010 tentang pedoman penyusunan peraturan DPRD menyebutkan bahwa DPRD terdiri atas :

a. Fraksi-fraksi b. Alat kelengkapan c. Sekretariat

2.1.1 Fraksi – Fraksi DPRD Kabupaten Dairi

Fraksi merupakan suatu bagian struktur lembaga DPR/DPRD sebagai wadah yang menyatukan anggota DPRD yang berasal dari suatu partai politik atau lebih yang disebut sebagai fraksi gabungan. Hal ini dapat dilihat sebagai perpanjangan partai politik dalam lembaga legislatif tersebut. dalam Peraturan DPRD Kabbupaten Dairi Nomor 170/12/Tahun 2010 Tentang peraturan tata tertib DPRD Kabupaten dairi dijelaskan bahwa untuk mengoptimalkan pelaksanaan fungsi, tugas , dan wewenang DPRD sejak hak dan kewajiban anggota DPRD, dibentuk fraksi seagai wadah perhimpunan.30

DPRD Kabupaten Dairi terdiri dari 6 fraksi yakni Fraksi Golongan Karya, Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Demokrat, Fraksi PDK, Fraksi Rakyat bersatu, dan

      

30 

(50)

Fraksi PAN. Dari keenam fraksi tersebut setiap fraksi terdiri dari beberapa partai kecuali fraksi PDK. Fraksi Golkar terdiri dari 3 partai yakni Partai Golkar, Partai Merdeka dan Partai BURUH; Fraksi Perjuangan terdiri dari partai PDI-Perjuangan dan PBNKI ; Fraksi Rakyat Bersatu terdiri dari PPRN, PKPB, Partai Pelopor dan PKDI; Fraksi Partai Anak Nasionalis yang terdiri dari PAN dan Partai Patriot ; yang terakhir adalah Fraksi PDK yang disebut sebagai fraksi murni.

Daftar anggota-anggota setiap Fraksi dalam komposisi DPRD Kabupaten Dairi adalah sebagai berikut :

1. Fraksi Golongan Karya - Sabam Sibarani, S.Sos - Togar Simorangkir - Saut Marta Ujung - Leonard S. Samosir, BA - Cipta Karo-karo, ST - Martini R. Sitinjak, R.O - Jusrianda Nainggolan 2. Fraksi PDI – Perjuangan

(51)

3. Fraksi Demokrat

- Harry R. Napitupulu, SE - Pinto Padang

- Martua Nahampun - Dapotan Silalahi 4. Fraksi PDK

- Rasiden Damanik, SE - Pendi Purba

- Drs. Saulus Sinaga - Mangasa Sinaga 5. Fraksi Rakyat Bersatu

- Dahlan Sianturi, SE

- Pisser Agustinus Simamora - Suranta Sonder Sembiring - Lumban Panjaitan,SH - Binsar Sinaga, SE 6. Fraksi PAN

(52)

2.1.2 Alat kelengkapan DPRD kabupaten Dairi

Alat kelengkapan DPRD Kabupaten Dairi terdiri dari Pimpinan DPRD, Komisi, Badan Musyawarah, Badan Legislasi, Badan Anggaran, badan Kehormatan dan alat kelengkapan lainnya yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna. Kepemimpina lembaga Alat kelengkapan bersifat kolektif dan kolegial. Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya Alat kelengkapan yang disebut sebelumnya bekerja sama dengan sekretariat DPRD.

2.1.2.1Pimpinan DPRD

Pemilihan Pimpinan ketua DPRD Kabupaten Dairi ditentukan berdasarkan urutan perolehan suara terbanyak. Menurut Peraturan No 170/12/tahun 2010 pasal 36 ayat, pimpinan DPRD kabupaten Dairi terdiri dari 1 ketua dan 2 wakil ketua. Penentuan anggota DPRD yang berhak menjadi pimpinnan DPRD sebagaimana disebutkan dalam Peraturan tersebut ialah anggota yang berasal dari partai politik yang memperoleh suara terbanyak dan berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara partai politik yang lebih luas secara berjenjang.

Pimpinan DPRD mempunyai tugas31:

a. Memimpin sidang DPRD dan menyimpulkan hasil sidang untuk diambil Keputusan;

b. Menyusun rencana kerja pimpinan dan mengadakan pembagian kerja antara ketua dan wakil ketua;

      

31 

(53)

c. Melakukan koordinasi dalam upaya mensinergikan pelaksanaan agenda dan materi kegiatan dan alat kelengkapan DPRD;

d. Menjadi juru bicara DPRD;

e. Melaksanakan dan memasyarakatkan keputusan DPRD;

f. Mewakili DPRD dalam berhubungan dengan lembga/instansi lainnya;

g. Mengadakan konsultasi dengan kepala daerah dan pimpinan lembaga/instansi lainnya sesuai dengan keputusan DPRD;

h. Mewakili DPRD di pengadilan;

i. Melaksanakan keputusan DPRD berkenaan dengan penetapan sanksi atau rehabilitasi anggota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

j. Menyusun rencana anggaran DPRD bersama sekretariat DPRD yang pengesahannya dilakukan dalam rapat paripurna; dan

k. Menyampaikan laporan kinerja pimpinan DPRD dalam rapat paripurna DPRD yang khusus diadakan untuk itu.

(54)

2.1.2.2Komisi DPRD Kabupaten Dairi

Komisi merupakan perangkat lembaga legislatif yang merupakan alat kelengkapan yang bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD. Komisi DPRD memiliki tugas sebagai berikut:

a. Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. Melakukan pembahasan terhadap Rancangan Peraturan Daerah, dan Rancangan Keputusan DPRD;

c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan APBD sesuai dengan ruang lingkup tugas komisi.

d. Membantu Pimpinan DPRD untuk mengupayakan penyelesaian masalah yang disampaikan oleh Kepala Daerah dan/atau masyarakat kepada DPRD;

e. Menerima, menampung dan membahas serta menindaklanjuti aspirasi masyarakat;

f. Memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah; g. Melakukan kunjungan kerja komisi yang bersangkutan atas

persetujuan Pimpinan DPRD;

h. Mengadakan rapat kerja dan rapat dengar pendapat;

(55)

j. Memberikanlaporan tertulis kepada Pimpinan DPRD tentang hasil pelaksanaan tugas komisi;

Pembagian Komsisi Di DPRD Kabupaten Dairi ada 3 yakni:

 Komisi A

Komisi A merupakan perangkat DPRD yang menangani bidang pemerintahan yang meliputi Pemerintahan umum, kepegawaian/aparatur, hukum/perundang-undangan dan HAM, penerangan/pers, kependudukan, pertahanan, perizinan, ketertiban, kehakiman, kejaksaan, kepolisian, Hankam, maritim, Kesbang dan Linmas, organisasi masyarakat dan Imigrasi.

Adapun SKPD yang menjadi mitra kerja dari komisi A ini adalah Asisten Pemerintahan, BKPPD, Inspektorat Kabupaten Dairi, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemdes, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Kantor Pertanahan, Kantor Kesbangpol dan Linmas, Kantor satuan polisi pamong praja, Kantor perpustakaan, arsip dan dokumentasi, bagian pemerintahan umum, bagian hukum, bagian humas dan bagian Ortala.

Dalam susunan keanggotaannya, komisi A terdiri dari 8 anggota DPRD Kabupaten Dairi yaitu;

- Mangasa Sinaga

(56)

- Derama Ginting - Harry R Napitupulu

 Komisi B

Komisi B merupakan perangkat DPRD Kabupaten Dairi yang menangani bidang perekonomian dan pembangunan yang meliputi perdagangan, perindustrian, pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan, kehutanan, pengadaan pangan, logistik, koperasi, pariswisata, pekerjaan umum, tata kota, pertamanan, kebersihan, perhubungan, pertambangan dan energi, perumahan rakyat dan lingkungan hidup.

Adapun SKPPD yang menjadi mitra kerja dari komisi B adalah Asisten administrasi pembangunan, BAPPEDA, Dinas Perindagkop, Dinas Pertanian, Dinas kehutanan dan Perkebunan, Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air, Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika, Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga, Dinas Pertambangan dan Energi, Kantor Lingkungan Hidup, Kantor Pertahanan Pangan dan Bagian pembangunan.

Dalam susunan keanggotaannya komisi B DPRD Kabupaten Dairi terdiri dari 10 anggota, yakni;

(57)

- Togar Simorangkir - Suranta S. Sembiring - Lumban Panjaitan, SH - Darwin Sitanggang

- Resoalon Lumban Gaol, SE - Ir. Togar Pasaribu

 Komisi C

Komisi C merupakan perangkat DPRD kabupaten Dairi yang menangani bidang bidang keuangan dan kesejahteraan rakyat meliputi keuangan daerah, perpajakan, retribusi, perbankan, perusahaan patungan, dunia usaha, penanaman modal, ketenagakerjaan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, kepemudaan dan olahraga, agama, kebudayaan sosial, kesehatan, kelurga berencana, pemeberdayaan perempuan dan transmigrasi.

(58)

Dalam susunan keanggotaan Komisi C DPRD Kabupaten Dairi terdiri dari 10 orang yakni:

- Sabam Sibarani, S.Sos - Cipta Karo-Karo, ST - Martini S. Sitinjak - Martua Nahampun - Drs. Saulus Sinaga - Pendi Purba

- Pisser A. Simamora - Binsar Sinaga

- Fredi H. Sihombing, SS - Lamhot E. Munthe

2.1.2.3Badan Anggaran DPRD Kabupaten Dairi Susunan personil badan aggaran DPRD kabupaten dairi - Delphi Masdiana Ujung, SH. Msi (Ketua)

- - Drs, Wesli P. Manullang, Msi (sekretaris) Anggota

- Ir. Benpa Hisar Nababan - Suparto Gultom

(59)

- Mangasa Sinaga - Pendi Purba - Freddy H Sihombing - Dahlan Sianturi - Suranta S Sembiring - Binsar Sinaga

2.1.2.4Badan Musyawarah DPRD Kabupaten Dairi

Susunan personil badan musyawarah DPRD kabupaten yakni tahun 2013-2014 yakni:

- Delphi Masdiana Ujung, SH. Msi (Ketua) - Drs. Wesli P. Manullang, Msi (Sekretris )

Anggota

- Suparto Gultom - Ir, Benpa Hisar Nababan - Saut Martua Ujung - Martini R. Sitinjak, R.O - Cipta Karo-Karo - Resoalon Lumban Gaol,SE - Derama Ginting - Pinto Padang

- Dapotan Silalahi - Rasiden Damanik - Lumban Panjaitan, SH - Pisser A. Simamora - Drs. Saulus Sinaga - Agus Ujung, SH - Darwin Sitanggang

2.1.2.5Badan Legislasi DPRD Kabupaten Dairi

Susunan personil Badan Legislasi DPRD Kabupaten Dairi tahun 2013-2014 adalah:

(60)

Anggota

- Saut Martua Ujung - Martini R. Sitinjak

- Cipta Karo-Karo - Resoalon Lumban Gaol, SE - Ir. Togar Pasaribu - Harry R. Napitupulu

- Martua Nahampun - Drs. Saulus Sinaga - Pendi Purba - Pisser A. Simamora - Lumban Panjaitan, SH - Freddi H. Sihombing

2.1.3 Sekretariat DPRD Kabupaten Dairi

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Dairi Nomor 03 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD Kabupaten Dairi (Lembaran Daerah Kabupaten Dairi Tahun 2008 Nomor 03 Tambahan Lembaran Daerah Nomor 126) pada Bab II Pasal 44 berbunyi “Bahwa Sekretariat DPRD mempunyai tugas Memberikan Pelayanan kepada Anggota DPRD”.

Peraturan Daerah Kabupaten Dairi Nomor 03 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD Kabupaten Dairi menyatakan bahwa DPRD kabupaten Dairi sebagai lembaga legislatif dipimpin oleh seorang Sekretraris DPRD (Eselon II/b). Sekretariat DPRD dibantu oleh 2 (dua) orang Kepala Bagian (Eselon III/a) dan 6 (enam) Orang Kasubbag (Eselon IV/a) yaitu:

(61)

2. Kepala Bagian Umum ES/III/a 1 orang

a. Kepala Sub Bagian TU dan Perlengkapan ES/IV/a 1 orang b. Kepala Sub Bagian Keuangan ES/IV/a 1 orang

c. Kepala Sub Bagian Program dan Pelaporan ES/IV/a 1 orang 3. Kepala Bagian Persidangan dan Rapat-rapat ES/III/a 1 orang

a. Kepala Sub Bagian Persidangan ES/IV/a 1 orang

b. Kepala Sub Bagian Rapat-rapat dan Risalah ES/IV/a 1 orang c. Kepala Sub Bagian Protokoler dan Hubungan Antar Lembaga ES/IV/a 1orang

4. Bendahara Pengeluaran 1 orang

5. Pembantu Bendahara Pengeluaran 1 orang 6. Operator Komputer 3 orang

7. Pemegang Barang 1 orang 8. Pengurus Barang 1 orang 9. Unsur Staff 12 orang 10. Tenaga Honorer 5 orang

sehingga pegawai sekretaria DPRD Kabupaten Dairi berJumlah 31 orang.

2.1.3.1Fungsi Sekretariat DPRD

1.Penyelenggaraan Administrasi Kesekretariatan DPRD. 2.Penyelenggaraan Administrasi Keuangan DPRD 3.Penyelenggaraan Rapat-rapat DPRD.

(62)

5.Penyediaan dan Pengoordinasian Tenaga Ahli yang diperlukan oleh DPRD.

2.1.3.2 VISI Sekretariat DPRD

Visi Sekretariat DPRD Kabupaten Dairi adalah "Terwujudnya pelayanan prima terhadap Pimpinan dan Anggota DPRD Kabupaten Dairi". Hakekat yang terkandung dalam visi dimaksud sebagai berikut :

1. Pelayanan yang cepat dan tepat waktu; 2. Sarana dan Prasarana tersedia;

3. Disiplin Aparatur meningkat;

4. Peningkatan Kapasitas Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah;

2.1.3.3 MISI Sekretariat DPRD

Misi Sekretariat DPRD Kabupaten Dairi dalam mewujudkan Visinya adalah : 1. Meningkatkan pelayanan terhadap Anggota DPRD;

2. Meningkatnya sarana dan prasarana kebutuhan Anggota DPRD; 3. Meningkatnya disiplin aparatur untuk pelayanan kerja;

(63)

  Bagan 2.1

struktur Organisasi Sekretariat DPRD Kabupaten Dairi

Sumber : adaptasi dari data Sekertariat DPRD

Bupati  DPRD Kabupaten 

Dairi

Sekretariat Daerah  K b D i i

Sekretariat DPRD 

Bagian Umum

Subbagian Tata Usaha  dan Perlengkapan

Bagian Persidangan  Rapat‐Rapat 

Subbagian  Persidangan 

Subbagian  Keuangan

Subbagian Rapat‐ Rapat dan Risalah 

Subbagian Program  dan Pelaporan

Subbagian Protokoler  dan Hubungan Antara 

(64)

2.2 Profil Pemerintah Daerah Kabupaten Dairi 2.2.1 sejarah perjalanan Pemerintahan Daerah

Pemerintahan di Dairi telah ada jauh sebelum kedatangan penjajahan Belanda. Walaupun saat itu belum dikenal sebutan Wilayah/Daerah Otonomi, tetapi kehadiran sebuah pemerintahan pada zaman tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dengan adanya pengakuan terhadap Raja-raja Adat. Pemerintahan masa itu dikendalikan oleh Raja Ekuten/Takal Aur/Kampung/Suak dan Pertaki sebagai raja-raja adat merangkap sebagai Kepala Pemerintahan. Selama penjajahan Belanda inilah Daerah Dairi mengalami sangat banyak penyusutan wilayah, karena politik penjajahan kolonial Belanda yang membatasi serta menutup hubungan dengan wilayah-wilayah Dairi lainnya yaitu :

1. Tongging, menjadi wilayah Tanah Karo;

2. Manduamas dan Barus, menjadi wilayah Tapanuli Tengah; 3. Sienem Koden (Parlilitan), menjadi wilayah Tapanuli Utara;

4. Simpang Kanan, Simpang Kiri, Lipat Kajang, Gelombang, Runding dan Singkil menjadi wilayah Aceh.

(65)

Jepang pada dasarnya tidak terdapat perubahan prisipil dalam susunan Pemerintahan di Dairi.

dikeluarkannya Undang-Undang darurat yaitu Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang (PERPU) Nomor. 4 tahun 1964 tanggal 13 Pebruari 1964 tentang pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Dairi dan pemilihan Bupati yang Defenitif, maka diangkatlah Rambio Muda Aritonang sebagai pejabat Bupati KDH Dairi setelah beliau selesai menyusun Anggota DPRD sebanyak 20 orang, dilanjutkan dengan pemilihan Bupati.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1964 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Dairi, yang berlaku surat mulai tanggal 1 Januari 1964, maka wilayah Kabupaten Dairi pada saat pembentukannya terdiri dari 8 (delapan) Kecamatan yaitu:

a. Kecamatan Sidikalang, ibukotanya Sidikalang; b. Kecamatan Sumbul, ibukotanya Sumbul; c. Kecamatan Tigalingga, ibukotanya Tigalingga; d. Kecamatan Tanah Pinem, ibukotanya Kutabuluh; e. Kecamatan Salak, ibukotanya Salak;

f. Kecamatan Kerajaan, ibukotanya Sukarame;

Gambar

Tabel. 1.1
Tabel 2.1.
Gambar 2.1 Peta Wilayah Administrasi Pemerintahan Derah Kabupaten Dairi
Tabel 3.1

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan untuk mengamati persentase karkas dan daging puyuh pada kepadatan kandang yang berbeda sehingga dapat digunakan untuk menentukan kepadatan kandang

NEW ZEALAND adalah negara yang sangat cantik, dengan pemandangan alam yang mempesona, serta Negara yang sangat aman dan nyaman untuk tinggal, sekolah dan wisata, penduduk

Perusahaan harus mempertimbangkan peranan unik yang dimainkan penjualan tatap muka (personal selling) dalam bauran promosi untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dengan

Hubungan antara sisi graving dock gate dan struktur graving dock yang dijadikan kondisi batas dalam pemodelan software analisa elemem hingga terdapat pada Tabel 3.23. Oleh

Pemahaman yang memadai tentang indikator pembangunan akan mengakibatkan semakin terarahnya penyelenggaraan pembangunan (termasuk di dalamnya kegiatan perencanaan,

Misalnya, ketika orang menemukan seorang pria yang tergeletak, tidak sadarkan diri di jalan,dengan botol minuman keras yang kosong di sampingnya akan cenderung kurang

Sifat-sifat keremajaan ini (seperti, emosi yang tidak stabil, belum mempunyai kemampuan yang matang untuk menyelesaikan konflik-konflik yang dihadapi, serta belum mempunyai