• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pelayanan Kesehatan Bernuansa Islami Di Puskesmas Kota Langsa Tahun 2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Pelayanan Kesehatan Bernuansa Islami Di Puskesmas Kota Langsa Tahun 2008"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PELAYANAN KESEHATAN BERNUANSA ISLAMI

DI PUSKESMAS KOTA LANGSA

TAHUN 2008

T E S I S

Oleh

RUDI HARTONO ZAKARIA

067012054/AKK

S

E K O L AH

P A

S C

A S A R JA NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ANALISIS PELAYANAN KESEHATAN BERNUANSA ISLAMI

DI PUSKESMAS KOTA LANGSA

TAHUN 2008

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

RUDI HARTONO ZAKARIA

067012054/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis: : ANALISIS PELAYANAN KESEHATAN BERNUANSA ISLAMI DI PUSKESMAS KOTA LANGSA TAHUN 2008 Nama Mahasiswa : Rudi Hartono Zakaria

Nomor Pokok : 067012054

Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. dr. Aznan Lelo, Sp.FK, PhD) Ketua

(Drs. Eddy Syahrial, MS) Anggota

Ketua Program Studi,

(Dr. Drs. Surya Utama, MS)

Direktur,

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal: 02 Februari 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Azan Lelo, Sp.FK, Phd Anggota : 1. Drs. Eddy Syahrial, MS

(5)

PERNYATAAN

ANALISIS PELAYANAN KESEHATAN BERNUANSA ISLAMI

DI PUSKESMAS KOTA LANGSA

TAHUN 2008

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, Februari 2009 Penulis

(6)

ABSTRAK

Proporsi kunjungan pasien ke Puskesmas di Kota Langsa sebelum penerapan pelayanan kesehatan bernuansa Islami sebesar 53%, meningkat menjadi 63% setelah penerapan pelayanan kesehatan bernuansa Islami. Hal ini menunjukkan peningkatan kunjungan pasien ke puskesmas masih rendah hanya mengalami peningkatan 10%, sehingga diindikasikan masyarakat masih belum memanfaatkan pelayanan kesehatan di puskesmas. Pelayanan kesehatan bernuansa Islami merupakan salah satu bentuk kebijakan yang diterapkan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebagai salah satu bentuk pemberlakuan syariat Islam di NAD termasuk di Kota Langsa.

Penelitian ini merupakan survai dengan pendekatan explanatory research

bertujuan untuk menganalisis pengaruh perilaku petugas kesehatan, perilaku antar petugas kesehatan dan perilaku pemimpin puskesmas terhadap pelayanan kesehatan bernuansa Islami di Kota Langsa. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang berobat ke puskesmas di Kota Langsa dengan jumlah sampel sebanyak 151 orang. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Pengumpulan data melalui wawancara berpedoman pada kuesioner. Analisis data menggunakan uji regresi logistik pada taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh signifikan perilaku petugas puskesmas dan perilaku antar petugas puskesmas terhadap pelayanan kesehatan bernuansa Islami. Variabel perilaku pemimpin puskemas tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap pelayanan kesehatan bernuansa Islami. Variabel perilaku petugas puskesmas merupakan variabel paling berpengaruh signifikan terhadap pelayanan kesehatan bernuansa Islami di Kota Langsa.

Disarankan perlu peningkatan perilaku petugas puskesmas ke arah yang lebih Islami, sehingga kualitas pelayanan kesehatan dapat meningkat dan kunjungan masyarakat akan lebih meningkat, serta perlu penelitian lanjutan bersifat kualitatif tentang pelayanan kesehatan bernuansa Islami di Kota Langsa

(7)

ABSTRACT

The proportion of patient who visit puskesmas in Langsa city before the implementation of health service with Islamic nuance was 53%, increase to 63% after the implementation of Islamic nuance. However, the increase in patient visit to

puskesmas until 10%, but it was still insufficient. It could be indicated that the people did not utilize to health service of puskesmas. Islamic nuance health service is one of the policy forms applied in NAD province as one of putting law into effect in NAD province includin Langsa city.

This research is a survey with an explanatory research. Its purpose is to analyze the influence of the attitude of puskesmas staff, the attitude among

puskesmas staff, and the attitude head of puskesmas on an Islamic nuance service.

The population is people who visit for the treatmens to Puskesmas Langsa city. The samples are 151 patient, taken by using purposive sampling. The data were collected from the interviews which are based on questioners. The date were analyzed through logistic regression test with a reliability coefficient of 95%.

The result of this study shows that there are two variabels which have significant influence on Islamic nuance. They are Puskesmas staff attitude and the attitude among the puskesmas staff. There is no influence of variable attitude of the head of puskesmas on Islamic nuance service. A variable of the attitude of puskesmas

staff is the most influence on the health service with an Islamic nuance significantly in the puskesmas, langsa city.

It is suggested to increase the attitude of puskesmas staff on the health service with an Islamic nuance, so that the quality of the health service can increase and visiting of the patients for the treatments to puskesmas will be more increase. Then, there would be more following researches qualitatively on the health service with an Islami nuance in Langsa city, the Province of Nanggroe Aceh Darussalam as the forms of execution of Islamic Law.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat Rahmat dan KaruniaNya

penulis telah dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Analisis Pelaksanaan

Pelayanan Kesehatan Bernuansa Islami di Kota Langsa Tahun 2008”. Dalam

menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai

pihak.

Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan

penghargaan kepada Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K) selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara dan Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc

selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah

menyediakan fasilitas perkuliahan.

Kepada Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Ketua Program Studi, Ibu

Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Administrasi dan

Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah

memberikan bimbingan dan motivasi serta arahan dalam perkuliahan dan

penyelesaian tesis.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak

Prof. dr. Aznan Lelo, Sp.FK, Ph.D, dan Drs. Eddy Syahrial, MS selaku Komisi

Pembimbing, yang telah banyak membantu dan meluangkan waktu dan pikiran serta

(9)

kasih juga kepada Bapak Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes, dan Bapak Nurman

Achmad, S.Sos. M.Soc, Sc selaku Dosen Pembanding yang telah memberikan

masukan, kritikan dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan tesis ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasis kepada Ibu Dr. Hj. Dahniar, M.Kes

selaku Kepala Dinas Kesehatan Kota Langsa yang telah memberikan izin untuk

melakukan penelitian, dukungan dan bimbingan selama melakukan penelitian.

Selanjutnya penulis mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan

kepada isteri tercinta Ainayati Daoed, SE dan Ananda Rasendriya Rudi yang telah

ikhlas memberikan semangat dan doanya selama menempuh perkuliahan di sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara sampai selesai.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan dan

kelemahan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis

harapkan demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, Februari 2009

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Rudi Hartono Zakaria yang dilahirkan di Medan tanggal 05

September 1973 beragama Islam dan sudah menikah serta dikarunia seorang putra.

Penulis beralamat di Jalan Panglima Polem No. 56 Kota Langsa.

Penulis menamatkan Sekolah Dasar di SD Ikal Medan tahun 1986, pada

tahun 1989 menamatkan Sekolah Menengah Pertama di SMPN 16 Medan, tahun

1992 menamatkan Sekolah Menengah Umum di SMUN 11 Medan, dan pada tahun

1998 penulis menamatkan kuliah di Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Penulis memulai karir sejak tahun 1999 menjadi Dokter Gigi di Puskesmas

Singkil, Aceh Singkil, kemudian tahun 2001 menjadi Kepala Puskesmas

di Puskesmas Grong-grong Kabupaten Aceh Pidie, dan pada tahun 2006 sampai

sekarang penulis bekerja sebagai Kepala Puskesmas di Puskesmas Langsa Barat Kota

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian... 7

1.4 Hipotesis Penelitian... 8

1.5 Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 10

2.1 Budaya Organisasi dan Persepsi ... 10

2.2 Budaya Islami... 14

2.3 Indikator Nilai dan Perilaku Organisasi Islami ... 16

2.4 Landasan Teoritis ... 27

2.5 Kerangka Konsep ... 28

BAB 3 METODE PENELITIAN... 29

3.1. Jenis Penelitian ... 29

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

3.3. Populasi dan Sampel ... 29

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 31

3.5. Definisi Operasional dan Variabel Penelitian ... 33

3.6. Metode Pengukuran ... 37

3.7. Analisis Data ... 38

BAB 4 HASIL PENELITIAN... 40

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 40

4.2 Analisis Univariat... 41

4.3 Analisis Bivariat... 50

(12)

4.5 Analisis Multivariat... 54

BAB 5 PEMBAHASAN... 57

5.1. Pelayanan Kesehatan Bernuansa Islami di Puskemas... 57

5.2. Pengaruh Perilaku Petugas terhadap Pelayanan Kesehatan di Puskesmas ... 60

5.3. Pengaruh Perilaku Antar Petugas terhadap Pelayanan Kesehatan di Puskesmas ... 63

5.4. Pengaruh Perilaku Pemimpin Petugas terhadap Pelayanan Kesehatan di Puskesmas ... 65

5.5. Keterbatasan Penelitian ... 66

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 67

6.1 Kesimpulan ... 67

6.2 Saran ... 68

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 32

4.1 Distribusi Karakteristik Responden ... 42

4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Variabel Perilaku

Petugas Puskesmas... 43

4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Perilaku Petugas

Puskesmas ... 44

4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Pemenuhan Skor Indikator

Perilaku Petugas Puskesmas Bernuansa Islami... 44

4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Variabel Perilaku Antar

Petugas Puskesmas... 45

4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Perilaku Antar Petugas

Puskesmas ... 46

4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Pemenuhan Skor Indikator

Perilaku Antar Petugas Puskesmas Bernuansa Islami ... 46

4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Variabel Perilaku

Pemimpin Puskesmas... 47

4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Perilaku Pemimpin

Petugas Puskesmas ... 48

4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Pemenuhan Skor Indikator

Perilaku Pemimpin Puskesmas Bernuansa Islami... 48

4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Variabel Pelayanan

Kesehatan Bernuansa Islami di Puskesmas Kota Langsa ... 49

4.12. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Pelayanan Kesehatan

Bernuansa Islami di Puskesmas Kota Langsa... 50

4.13. Tabulasi Silang antara Perilaku Petugas Kesehatan dengan

Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Kota Langsa... 51

4.14. Tabulasi Silang antara Perilaku Antar Petugas Kesehatan dengan

(14)

4.15. Tabulasi Silang antara Perilaku Pemimpin Puskesmas dengan

Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Kota Langsa... 52

4.16. Hasil Observasi terhadap Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan

Bernuansa Islami di Puskesmas se-Kota Langsa ... 53

4.17. Hasil Uji Regresi Logistik... 55

4.18. Nilai Probabilitas Masyarakat Memanfaatkan Pelayanan Kesehatan

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 72

2. Hasil Pengolahan Data Penelitian ... 76

3. Photo Penelitian ... 93

4. Surat Permohonan Izin Penelitian ... 95

(17)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tuntutan reformasi total kebijakan pembangunan meluruskan kembali arah

pembangunan Nasional yang telah terbentuk selama tiga dasawarsa terakhir ini tak

terkecuali hal tersebut terjadi pula pada bidang kesehatan, di mana dirasakan masih

rendahnya derajat kesehatan masyarakat bila dibandingkan dengan negara-negara

di ASEAN serta adanya ketimpangan hasil pembangunan antar daerah yang tidak

berimbang (Depkes RI, 2001).

Undang-Undang No. 22 Tahun 2002 tentang Otonomi Daerah telah

memberikan peluang yang sebesar-besarnya kepada daerah untuk menetapkan

kebijakan pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan daerah serta menggali seluruh

potensi yang ada pada kehidupan masyarakat itu sendiri (Badan Komunikasi dan

Informasi Nasional, 2000).

Dengan dilaksanakannya otonomi daerah maka Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam menetapkan 4 (empat) pilar pembangunan yaitu penyelesaian konflik

Aceh, pelaksanaan Keistimewaan Aceh, pembangunan wilayah perbatasan dan

daerah terisolir serta pemberdayaan ekonomi rakyat (Kanwil Dep-Kes Prov. DI Aceh,

(18)

Sejalan dengan kebijakan 4 (empat) pilar pembangunan tersebut dilakukan

upaya peningkatan mutu dan pemerataan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan

di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dengan cara pendekatan-pendekatan spesifik

seperti pelayanan kesehatan yang bersendi pada Budaya Islami dapat dikembangkan

sebagai model pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Hal ini diartikan sebagai

penampilan (performance) pelayanan kesehatan yang mengandung kaidah-kaidah

keagamaan (Budaya Islami) yang menjadi pedoman perilaku (akhlak) bagi petugas

yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat (Adnanputra, 1999).

Pelayanan Kesehatan Bernuansa Islami (PKNI) dicanangkan oleh Gubernur

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada tanggal 25 April 1998/28 Dzulhijjah 1418

H telah pula didukung oleh Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nanggroe Aceh

Darussalam, momen ini merupakan titik awal untuk merubah sikap dan mutu

pelayanan kesehatan. Penetapan hal tersebut juga sejalan dengan Undang-Undang

No. 44 Tahun 2002 tentang Keistimewaan Nanggroe Aceh Darussalam, yaitu seluruh

masyarakat Nanggroe Aceh Darussalam mayoritas beragama Islam (BPS Kota

Langsa, 2004).

Upaya kesehatan di Indonesia diarahkan untuk meningkatkan mutu dan

kemudahan pelayanan kesehatan yang makin terjangkau oleh seluruh lapisan

masyarakat dalam rangka meningkatkan status derajat kesehatan masyarakat.

Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan dapat diukur melalui

penurunan angka kesakitan dan angka kematian, peningkatan pelayanan kesehatan

(19)

dijangkau oleh masyarakat, penyediaan tenaga kesehatan yang mencukupi,

peningkatan status gizi, terutama pada bayi, balita, ibu hamil dan menyusui serta

peningkatan mutu lingkungan yang sehat.

Beberapa indikator kesehatan untuk menentukan derajat kesehatan masyarakat

di suatu negara adalah Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan

Status Gizi Masyarakat. Secara nasional pada tahun 2006 AKI 307/100.000 kelahiran

hidup. AKB 35/100.000 kelahiran hidup dan gizi kurang sebesar 27,5% dan gizi

buruk 8,5%. Di Provinsi Nanggroe Darussalam, indikator tersebut menunjukkan AKI

sebesar 373/100.000 kelahiran hidup, AKB 21/1000 kelahiran hidup dan status gizi

kurang 34,3% serta gizi buruk sebesar 9,4% dengan jumlah penduduk Nanggroe

Aceh Darussalam adalah 4.031.589 jiwa. Pada tahun 2019 diharapkan AKI, AKB dan

status gizi masyarakat akan menurun sampai 80/100.000 kelahiran hidup.

Berdasarkan upaya pelayanan kesehatan ini untuk Provinsi NAD belum memberikan

hasil yang memuaskan (Profil Dinkes NAD, 2007).

Untuk mencapai target tersebut diperlukan suatu strategi yang handal dan

peran serta segenap lapisan masyarakat. Salah satu faktor yang langsung dapat

diupayakan adalah meningkatkan sikap dan mutu pelayanan puskesmas sebagai unit

organisasi pelayanan kesehatan terdepan yang mempunyai misi sebagai pusat

pengembangan pelayanan kesehatan, melaksanakan pembinaan dan pelayanan

kesehatan secara menyeluruh serta terpadu untuk masyarakat yang tinggal di suatu

(20)

Mafrawi (2004) menyatakan bahwa situasi keamanan yang tidak kondusif

sebelum diberlakukannya MoU tahun 2006 menyebabkan mutu pelayanan kesehatan

cenderung semakin menurun. Keluhan terhadap mutu pelayanan kesehatan sering kali

dimunculkan oleh masyarakat dengan berbagai macam cara antara lain adalah sebagai

berikut: (a) Adanya perasaan tidak puas dinyatakan secara tertulis lewat surat yang

dilayangkan ke media massa seperti surat kabar, radio, kotak saran dan sebagainya,

(b) Perasaan tidak puas dinyatakan dalam bentuk kemarahan sesaat di depan petugas

pelayanan kesehatan, dan (c) perasaan tidak puas dinyatakan dalam bentuk perbuatan,

misalnya adanya kecenderungan untuk tidak berobat ulang pada institusi pelayanan

tersebut.

Saat ini upaya untuk menjalankan Syariat Islam di Provinsi NAD meningkat

pesat dalam berbagai aspek kehidupan, misalnya dalam bidang hukum ditunjukkan

dengan adanya pelaksanaan hukuman cambuk bagi yang meminum khammar

(minuman yang mengandung alkohol), judi (maishir), sedangkan dalam bidang

kesehatan puskesmas yang ada di Kota Langsa sudah menjalankan pelayanan

kesehatan yang bernuansa Islami. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pembagian

ruang antara pasien pria dan wanita untuk pelayanan dan penampilan petugas dengan

cara berpakaian secara Islami misalnya memakai jilbab bagi wanita, serta sikap

petugas yang mencerminkan sikap Islami misalnya sopan, santun, ramah dan lain-

lain (Al Yasa, 2005).

Dalam pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan seharusnya masyarakat Aceh

(21)

dengan Islam, sementara Islam adalah damai, baik dan santun serta Aceh merupakan

daerah Istimewa. Namun di NAD belum ada satu pun rumah sakit yang berani

memberikan nama rumah sakitnya dengan nama Islam sementara di Medan yang

tidak menyebut daerahnya sebagai daerah Islam tetapi berani menyatakan Islam

dalam label rumah sakit yang ada di Medan Seperti Rumah Sakit Islam Malahayati

dan Al Qadri (Alam Syah, 2002).

Adanya hubungan timbal balik antara penyedia, penyelenggara dan penerima

pelayanan kesehatan menjadi begitu penting, karena disatu sisi terutama pihak

pengguna pelayanan menghendaki pelayanan kesehatan yang baik, tersedianya semua

fasilitas kesehatan, cepat, tanggap terhadap keluhan dan murah, sementara disisi lain

pihak penyelenggara pelayanan (petugas) mempersepsikan mutu pelayanan kesehatan

sebagai pekerjaan yang harus dikerjakan sesuai dengan prosedur dan aturan. Oleh

karena itu pelayanan kesehatan sebaiknya mempunyai standard ukuran baku yang

harus dipenuhi oleh semua tenaga medis dan petugas kesehatan lainnya agar dapat

memberikan pelayanan yang sesuai dengan tuntutan pasien.

Mutu layanan kesehatan seyogianya dikaitkan dengan tuntutan pemakai jasa

untuk memenuhi kesempurnaan pelayanan kesehatan yang pada hakekatnya sebagai

Needs (kebutuhan) and Demands (tuntutan) sehingga menimbulkan rasa kepuasaan

pada setiap diri pasien akan pelayanan kesehatan. Selain itu rasa puas juga

dipengaruhi oleh profesionalisme dan standard pelayanan (Azwar, 1996).

Tuntutan untuk memberikan pelayanan kesehatan bermutu sesuai dengan

(22)

diyakini oleh masyarakat Aceh nampaknya masih harus ditingkatkan. Hal ini dapat

dilihat dari pemanfaatan sarana kesehatan yang ada di masing-masing puskesmas

yang ada di Kota Langsa tahun 2007. Di Puskesmas Langsa Barat dapat diperoleh

proporsi kunjungan sebanyak 75,5%, Langsa Timur sebesar 49,4%, Seuriget sebesar

83,9% dan Langsa Kota sebesar 42,7%. Sehingga di dapat rata-rata proporsi

kunjungan pada tahun 2007 sebesar 63% sedangkan sebelum diterapkan pelayanan

kesehatan bernuansa Islami pada tahun 2007 proporsi kunjungan sebesar 53%. Hal ini

dapat dikatakan bahwa masyarakat masih banyak yang belum mau menggunakan

sarana kesehatan yang tersedia meskipun sarana yang tersedia sudah memadai (Profil

Dinkes Kota Langsa).

Berbagai literatur disebutkan bahwa mutu layanan kesehatan sebenarnya

merupakan bentuk penampilan (performance) dari pelayanan kesehatan itu sendiri.

Secara umum dikatakan bahwa semakin sempurna penampilan pelayanan kesehatan,

makin sempurna pula mutu layanan kesehatannya (output) (Ilyas, Yaslis, 2001).

Tuntutan akan mutu pelayanan kesehatan yang spesifik daerah juga

merupakan salah satu hal yang dihasilkan pada Rapat Kerja Kesehatan Daerah

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2002 Rakerkesda tersebut

merekomendasikan untuk mewujudkan ‘Pelayanan Kesehatan yang Bernuansa

Islami’ yang pada tahap selanjutnya akan menjadi ‘Pelayanan Kesehatan yang Islami’

sesuai dengan visi Dinas Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yaitu ‘Aceh

(23)

Fenomena-fenomena di atas mendasari keinginan penulis untuk melakukan

analisis Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Bernuansa Islami di Puskesmas Kota

Langsa tahun 2008.

1.2. Rumusan Masalah

Pelayanan Kesehatan Bernuansa Islami di Provinsi NAD didasarkan telah

dicanangkan oleh Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam pada tanggal 25 April 1998

dan telah diberlakukan Syariat Islami sebagai pelaksanaan dari keistimewaan Aceh

serta menindaklanjuti hasil Rakerkesda Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tahun

2002 tentang Pelayanan Kesehatan yang Islami agar mampu mengakomodir

keinginanan seluruh lapisan masyarakat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam baik

dari golongan mayoritas yaitu masyarakat muslim maupun golongan minoritas yakni

Kristen dan Budha

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, peneliti tertarik untuk meneliti

perilaku petugas kesehatan, perilaku antar petugas kesehatan dan perilaku pemimpin

puskesmas terhadap Pelayanan Kesehatan bernuansa Islami yang diterapkan pada

puskesmas di Kota Langsa dilihat dari perspektif masyarakat.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh perilaku petugas

(24)

pelayanan kesehatan bernuansa Islami pada Puskesmas di Kota Langsa dilihat dari

perspektif masyarakat.

1.4. Hipotesis Penelitian

Perilaku petugas kesehatan, perilaku antar petugas kesehatan dan perilaku

pemimpin puskesmas berpengaruh terhadap pelayanan kesehatan bernuansa Islami

pada puskesmas di Kota Langsa.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan Dinas Kesehatan mengenai pengembangan pelayanan kesehatan

bernuansa Islami dalam pelayanan kesehatan di Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam khususnya di Kota Langsa yang penduduknya tidak semuanya

beragama Islam.

2. Sebagai bahan masukan untuk Dinas Kesehatan dalam rangka meningkatkan

kualitas pelayanan kesehatan yang spesifik dan Islami sesuai dengan

keistimewaan Aceh.

3. Memberikan gambaran komprehensif tentang Budaya Islami dalam pelayanan

kesehatan, sehingga diharapkan dapat dilaksanakan dan menjadi bahan evaluasi

dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kesehatan di Kota Langsa.

4. Memberikan masukan bagi pelaksana program di institusi kesehatan masyarakat

dalam hal perencanaan, pelaksanaan kegiataan, monitoring dan evaluasi program

(25)

5. Sebagai informasi bagi pengambilan keputusan dalam menetapkan kebijaksanaan

pelayanan kesehatan di masa yang akan datang.

(26)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Budaya Organisasi dan Persepsi

Budaya organisasi sering juga disebut budaya kerja atau budaya perusahaan

(Corporate Culture). Budaya kerja disamakan dengan budaya organisasi karena

budaya sebuah organisasi tidak dapat dipisahkan dengan kinerja (performance)

sumber daya manusia (SDM) di dalamnya.

Menurut Kotter (1997) istilah Budaya organisasi sebenarnya bermula dari

ilmu antropologi sosial. Asal katanya adalah Budaya (culture). The Webster’s

Dictionary mengartikan budaya sebagai pelatihan dan pengembangan cara berpikir,

struktur sosial, agama, intelektual, kesenian dan berbagai dimensi lainnya yang

menjadi karakteristik masyarakat tertentu (Alamsyah, 2002).

Pengertian tentang budaya organisasi yang terdapat dalam khazanah literatur

perilaku organisasi sangatlah bervariasi (Vecchio, 1995). Dalam bukunya tentang

budaya organisasi Widjayatunggal (2002) mengumpulkan ada 11 susunan redaksional

yang berupaya mendefinisikan budaya organisasi. Dari susunan redaksional yang

berbeda-beda itu, tetap terdapat ditemukan adanya kesepakatan yang luas di kalangan

para ahli perilaku organisasi bahwa budaya organisasi diyakini mengacu satu hal

yang penting yaitu pada sistem nilai bersama (shared values) yang dianut oleh

(27)

Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau

hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.

Menurut Rachmat (1998), persepsi adalah suatu proses tentang petunjuk-petunjuk

inderawi (sensory) dan pengalaman masa lampau yang relevan diorganisasikan untuk

memberikan kepada kita gambaran yang terstruktur dan bermakna pada suatu situasi

tertentu. Senada dengan hal tersebut Gibson (1994) menjelaskan bahwa persepsi

adalah proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh seorang individu.

Dikarenakan persepsi bertautan dengan cara mendapatkan pengetahuan

khusus tentang kejadian pada saat tertentu, maka persepsi terjadi kapan saja stimulus

menggerakkan indera. Dalam hal ini persepsi diartikan sebagai proses mengetahui

atau mengenali obyek dan kejadian obyektif dengan bantuan indera Sebagai cara

pandang, persepsi timbul karena adanya respon terhadap stimulus. Stimulus yang

diterima seseorang sangat komplek, stimulus masuk ke dalam otak, kernudian

diartikan, ditafsirkan serta diberi makna melalui proses yang rumit baru kemudian

dihasilkan persepsi (Gibson, 1986).

Dalam hal ini, persepsi mencakup penerimaan stimulus (inputs),

pengorga-nisasian stimulus dan penerjemahan atau penafsiran stimulus yang telah diorganisasi

dengan cara yang dapat mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap, sehingga

orang dapat cenderung menafsirkan perilaku orang lain sesuai dengan keadaannya

sendiri (Gibson, 1986). Stoner (1986) mengatakan bahwa persepsi peran adalah

kejelasan peran dalam arti bahwa seorang pegawai memahami dan menyetujui apa

(28)

Makin banyak kita merubah peran dalam arti menanggapi harapan dari

berbagai orang terutama mengambil inisiatif dalam mencanangkan peran itu secara

kreatif, maka peran tersebut semakin efektif. Efektifitas peran ini oleh Pareek (1985)

disebut sebagai daya guna peran. Daya guna peran mempunyai 10 dimensi (Pareek,

1985) makin banyak dimensi ini terdapat di dalam suatu peran, maka daya guna peran

itu semakin tinggi. Sepuluh dimensi itu meliputi:

1) Integrasi diri dan peran yaitu: integrasi antar pengalaman, pendidikan dan

ketrampilan yang ada pada diri seseorang dengan perannya dalam organisasi.

2) Produktifitas yaitu: mengambil inisiatif untuk memulai suatu kegiatan.

3) Kreatifitas yaitu: suatu peluang untuk mencoba cara-cara baru dalam

memecahkan persoalan atau suatu peluang untuk berbuat kreatif.

4) Konfrontasi yaitu: mau menghadapi persoalan dan memperoleh pemecahan yang

sesuai, jadi tidak menghindari suatu persoalan dalam menghadapi tugas.

5) Pertumbuhan pribadi yaitu: suatu faktor efektif yang menyumbang kepada

kemajuan peranan atau persepsi bahwa peran itu memberikan peluang untuk

tumbuh dan berkembang.

6) Hubungan antara peran yaitu: terdapatnya usaha bersama untuk memahami

masalah dan menemukan penyelesaian.

7) Hubungan saling bantu yaitu: orang-orang yang menjalankan suatu peran tertentu

merasa memperoleh bantuan dari suatu sumber dalam organisasi sesuai dengan

(29)

8) Kesentralan yaitu: jira orang-orang yang memegang peranan tertentu dalam

organisasi menganggap peran mereka merupakan pusat dari organisasi itu.

9) Pengaruh yaitu: perasaan seseorang pemegang peran dapat menggunakan

pengaruh dan perannya.

10)Superordinasi yaitu: seseorang yang yang menjalankan peran yang tertentu

merasakan pekerjaannya merupakan sebagian dari peran organisasinya.

Hubungan antara daya guna peran dan perilaku manajerial tentang kinerja

berdasarkan penelitian Sen (1982) dalam Pareek (1985) mengatakan bahwa

orang-orang dengan daya guna peran yang tinggi cenderung menggunakan kebutuhan

mereka secara lebih efektif selama bekerja dalam organisasi. Selanjutnya Sarlito

(1993) berpendapat prestasi adalah kemampuan untuk mengkoordinasikan

pengamatan meliputi kemampuan untuk membeda-bedakan, kemampuan untuk

mengelompokan, kemampuan untuk memfokuskan dan sebagainya. Beberapa hal

yang menyebabkan perbedaan dalam persepsi antara lain perhatian, harapan

seseorang akan rangsangan yang timbul kebutuhan sistem nilai dan ciri

kepribadiannya sehingga setiap orang mempunyai prestasi berbeda-beda terhadap

suatu rangsangan.

Adapun proses pembentukan persepsi-persepsi individu dalam organisasi

diawali dengan adanya stimulus. Setelah mendapat stimulus, pada tahap selanjutnya

terjadi seleksi yang berinteraksi dengan "interpretation", begitu juga berinteraksi

dengan "closure". Proses seleksi terjadi pada saat seseorang memperoleh informasi,

(30)

dianggap penting dan tidak penting. Proses closure terjadi ketika hasil seleksi tersebut

akan disusun menjadi satu kesatuan yang berurutan dan bermakna, sedangkan

interpretasi berlangsung ketika yang bersangkutan memberi tafsiran atau makna

terhadap informasi tersebut secara menyeluruh (Rahmat, 1991).

Menurut Rakhmat (1998) yang mengutip pendapat Asngari (1984) pada fase

interpretasi ini, pengalaman masa silam atau dahulu memegang peranan yang

penting. Faktor-faktor fungsional yang menentukan persepsi seseorang berasal dari

kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain termasuk yang kita sebut sebagai

faktor-faktor personal. Persepsi meliputi juga kognisi (pengetahuan), yang mencakup

penafsiran objek, tanda dan orang dari sudut pengalaman yang bersangkutan (Gibson,

1986).

2.2. Budaya Islami

Menurut Koentjaraningrat (1985), wujud kebudayaan terdiri dari 3 (tiga)

unsur yaitu wujud ideal, wujud kelakuan dan wujud fisik. Pranata kelakuan berpola

terdiri dari sistem norma dan kelakuan, peralatan dan personil yang melaksanakan

kelakuan berpola.

Menurut Dr. Abd. Hadi W.M (2002), Islam adalah agama yang penuh

keterbukaan. Sejak lama unsur kebudayaan dari luar mendapat ruang gerak yang

leluasa di dalam tradisi pemikiran dan kreativitas umat Islam.

Menurut K.H Toto Asmara (2002) Budaya Islami berarti mengaktualisasikan

(31)

kebahagian bagi alam semesta. Kita harus mampu menunjukkan kepada dunia bahwa

Islam yang kita yakini benar, tercermin dari perilaku budaya kita yang memberikan

nilai tambah bagi lingkungan sekitar kita. Sumber inspirasi Budaya Islami adalah

Al-Quran dan Hadist yang diikat dalam satu kata yaitu akhlaq.

Menurut K.H. Toto Asmara (2002), penghayatan terhadap nilai/makna hidup,

agama, pengalaman dan pendidikan harus diarahkan untuk menciptakan sikap kerja

profesional, sedangkan apresiasi nilai yang bersifat aplikatif akan membuahkan

akhlakul karimah. Garis singgung keduanya merupakan kinerja actual (performance)

yang harus dikembangkan sedemikian rupa, sehingga jaraknya semakin berhimpitan.

Sehingga dalam budaya kerja Islam akan lahir sosok pribadi yang memiliki dua aspek

yang saling terkait yaitu profesionalisme dan akhlak.

Menurut Yusuf Qardhawi (2001), Budaya Islam adalah kebudayaan yang

merepresentasi jati diri ummat, falsafah dan pandangan globalnya tentang alam

wujud, pengetahuan dan nilai-nilai. Karakteristik Budaya Islam antara lain:

1. Rabaniyah : Kebudayaan yang terpadu dengan aspek ketuhanan.

2. Akhlaqiyah : Unsur akhlak (moral) memiliki tempat yang sangat luas dan

pengaruh yang mendalam dalam kebudayaan.

3. Insaniyah : Kebudayaan yang memberikan penghormatan terhadap manusia,

pemeliharaan terhadap fitrah manusia, kemuliaan manusia dan hak-hak manusia

(32)

4. Al-Alamiyah : Kebudayaan yang bersifat universal dan berorientasi untuk

seluruh dunia, terbuka untuk seluruh komunitas umat manusia, tidak menutup

diri dan tidak fanatik melawan komunitas lain.

5. At-Tasamuh : Kebudayaan yang bersifat toleransi, meskipun unsur agama sangat

menonjol dan dominan di dalamnya.

6. Keberagaman : Kebudayaan yang luas lagi beragam, yang di dalamnya ada

agama dengan berbagai cabang ilmu pengetahuan.

7. Al-Wasathiyah : Kebudayaan yang merepresentasikan jalan pertengahan antara

keberlebihan berbagai umat dan pengabaian mereka.

8. At-Takamul : Kebudayaan yang bersifat saling menyempurnakan antara satu

bagian dengan bagian lainnya.

9. Al-I’tizaz bi Adz-Dzat : Budaya yang bangga dengan kepribadian dan

keistimewaannya, dengan sumber-sumbernya yang rabbani, tujuan-tujuan

kemanusiaannya, orientasinya yang mendunia dan celupan moralnya sehingga

enggan lebur ke dalam kebudyaan lain dan kehilangan karakteristik dan elemen

pembentuknya.

2.3. Indikator Nilai dan Perilaku Organisasi Islami 2.3.1. Perilaku Petugas Kesehatan

Perilaku Individual merupakan manifestasi hubungan seseorang manusia

(33)

perilaku ini merupakan bagian dari manajemen diri (self management) yaitu

bagaimana seseorang individu mengatur dirinya sendiri dalam meraih kesuksesan.

Ada beberapa nilai dan perilaku individual dalam Al Quran dan Hadist yang

relevan dalam membentuk budaya organisasi Islami antara lain:

1. Ikhlas dalam Setiap Pekerjaan

Ikhlas adalah memurnikan amal perbuatan kita dari perhatian orang lain.

Ikhlas sangat penting bagi setiap amal perbuatan karena Allah tidak akan menerima

amalan hamba sebesar apapun tanpa disadari ke-Ikhlasan kepada-Nya. Amalan yang

ikhlas adalah amalan yang semata-mata mengharap keridhaan dan balasan Allah.

(Qudamah, 1997; As-Syarif, 2002). Allah berfirman:

Dan tidaklah mereka disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan

memurnikan ketaatan (mukhlis) kepadanya dalam menjalankan agama” (Al-Bayyinah: 5).

2. Murooqobah

Murooqobah adalah merasakan adanya pengawasan dari Allah ketika

melakukan sesuatu pekerjaan. Murooqobah adalah manifestasi adanya supervisi

langsung dari Allah SWT. Inilah sebenarnya supervisi yang hakiki dan tidak pernah

salah. Sungguh luar biasa jika ada petugas kesehatan memiliki nilai yang mulia ini,

tidak akan pernah ada kecurangan dan kebohongan karena setiap petugas yakin

bahwa Allah melihat-Nya dan pasti akan membalas-Nya dengan setimpal (Qudamah,

(34)

3. Muhaasabah

Muhaasabah adalah senantiasa melakukan introspeksi diri dengan hisab

(perhitungan-perhitungan). Dengan introspeksi diri seseorang dapat mengetahui

kekurangan dirinya, termasuk dalam kategori ini adalah mendengarkan kritik dan

saran orang lain (Gymnastiar, 2000).

4. Mujaahadah

Mujaahadah dalam konteks perilaku adalah bersungguh-sungguh berjuang

mengendalikan diri. Mujaahadah merupakan sebuah kerelaan untuk memaksa diri

melakukan sebuah amalan yang diridhoi Allah dan tidak ada kata manja untuk

ketaatan. Anggota organisasi sangat meresapi makna mujaahadah ini maka ia akan

bekerja dengan giat. Setiap ada dorongan untuk malas pasti akan dilawannya sekuat

tenaga, begitu juga jika ada dorongan untuk melakukan sebuah kelalaian pasti akan

menumpas niat itu di dalam hatinya sebelum niat jelek itu menjadi tekat yang

sungguh-sungguh mengendalikan dirinya untuk ditunjuk keluar baginya (As Syarif,

2002).

5. Sabar

Sabar merupakan akhlak Islami yang paling dan menjadi keharusan seorang

hamba. Secara Bahasa, sabar berarti memenjarakan atau menahan. Secara istilah,

sabar adalah menahan diri dari keluh kesah, menahan lisan dari keluhan dan menahan

anggota tubuh dari hal yang merusak. Sabar dapat berkaitan dengan fisik dan psikis

(As Syarif, 2002). Jika dilihat dari pengertian di atas dalam manajemen modern, salah

(35)

dalam menghadapi permasalahan, tantangan dan hambatan yang menghadangnya.

Adversity Quotient dapat disamakan sa’atus shadrin yang merupakan manifestasi

psikis dari sabar. Dalam konteks perilaku organisasi, tentu masalah ini menjadi

teramat penting karena ketahanan organisasi menghadapi permasalahan tentu sangat

tergantung ketahanan individu dalam menghadapi permasalahan (Qudamah, 1997).

6. Kerja Ihsan (Optimal)

Ihsan adalah optimalisasi hasil kerja dengan jalan melakukan pekerjaan sebaik

mungkin, bahkan sesempurna mungkin dan menghasilkan pekerjaan yang terbaik

(Kosasih, 1999).

7. Tawadlu’

Tawadlu’ adalah kerendahan hati (Al Jauziyah, 1998). Ini adalah akhlak

orang-orang yang beriman. Tidaklah seorang berakhlak dengan-Nya kecuali Allah

pasti akan menambahkan kemuliaan kepada-Nya. Namanya akan harum di tengah-

tengah manusia. Sebaliknya, tidaklah seseorang berpisah denganNya kecuali akan

ditimpa kehinaan, dimusuhi, dibenci dan dijauhi orang lain (As Syarif, 2002). Bentuk

tawadlu’ yang nyata dalam perilaku organisasi adalah tidak meremehkan orang lain

(tidak cuek). Orang yang tawadlu’ akan senantiasa memandang orang lain lebih baik

dari dirinya. Budaya tawadlu’ juga kelihatan dari tidak adanya penghormatan yang

(36)

8. Berpenampilan Fisik Sederhana/Islami

Seorang muslim adalah manusia istimewa yang senantiasa memperhatikan

setiap perilaku dan perbuatan dalam berpakaian dan setiap aspek kepribadian-Nya.

Islam selalu menekankan umatnya agar selalu berpenampilan baik bersih sehingga

setiap orang yang melihatnya akan merasa senang, termasuk dalam masalah ini

penampilan ruang kerja atau tempat pelayanan kepada masyarakat seperti rumah

sakit, puskesmas, tempat ini harus senantiasa menjaga kebersihan dan keindahan serta

mengikuti prosedur sterilitas yang standard (Tahhan, 2001).

9. Cinta Bersih

Agama Islam telah memperhatikan seluruh urusan yang dialami dan dihadapi

pemeluknya ditengah-tengah kehidupan. Di samping itu ia berusaha kerasa

membangun pribadi muslim yang sempurna aqidahnya, cemerlang akal pikirannya,

bersih jiwa, mulia akhlaknya, supel dalam pergaulan Islam juga bersikeras

membangun fisik, suci badan, bersih pakaiannya dan semerbak baunya dan indah

posturnya. Sesungguhnya Islam telah mensyariatkan kebersihan dengan format mandi

atau wudhu sebagai suatu pengantar/permulaan ibadah yang terpenting dan yang

sering diulang-ulang dalam waktu sehari semalam yaitu shalat yang mengukuhkan

keutamaan menyempurnakan wudhu dan mandi beserta seluruh anggota tubuhnya.

10. Rasa Bahagia

Melayani atau menolong seseorang merupakan bentuk kesadaran dan

kepeduliannya terhadap nilai kemanusiaan. Lihatlah teladan yang dicontohkan

(37)

betapa besar perhatian beliau terhadap manusia, bahkan makhluk lainnya (Tasmara,

2002). Sikap toleran dan lemah lembut secara otomatis menimbulkan penampilan

yang selalu ceria, penuh gembira, murah senyum. Diantara prinsip-prinsip pelayanan

tersebut di atas, antara lain sebagai berikut:

a. Melayani itu ibadah dan karenanya harus ada rasa cinta dan semangat yang

membara di dalam hati pada setiap tindakan pelayanan.

b. Memberi dahulu dan akan menerima ROSE (Return on Service Excellent).

c. Mengerti orang lain terlebih dahulu sebelum ingin dimengerti.

d. Bahagiakan orang lain terlebih dahulu, kelak akan anda akan menerima

kebahagiaan melebihi apa yang akan diharapkan.

e. Menghargai orang lain sebagaimana diri anda ingin dihargai.

f. Lakukanlah empati yang sangat mendalam dan tumbuhkan sinergi.

2.3.2. Perilaku Antar Petugas Kesehatan

Organisasi merupakan kumpulan orang-orang yang ingin mencapai tujuan

bersama. Sebagai kumpulan orang, organisasi mengharuskan adanya interaksi antar

individu di dalamnya. Islam sebagai agama sempurna sangat menghargai adanya

keselarasan dan persatuan dalam tubuh organisasi yang dilandasi oleh kebenaran.

Kerjasama yang harmoni ini tidak dapat muncul kecuali merupakan buah dari

dilaksanakannya akhlak yang baik dan Islam telah mengaturnya. Ada beberapa

akhlak antar individu yang diajarkan oleh Islam antara lain adalah sebagai berikut:

(38)

Islam adalah agama nasehat. Dalam surat HR. Muslim dan Qs. Al Ashr secara

jelas mengetengahkan janji Allah bahwa jika sebuah organisasi ingin beruntung di

dunia dan akhirat, maka harus tercipta sebuah budaya untuk saling menasehati. Setiap

organisasi apapun jabatan mereka senantiasa rindu terhadap nasehat-nasehat baik

berupa kritik ataupun teguran dianggap sebagai cermin sosial untuk memperbaiki

kualitas diri. Kunci bagi terciptanya iklim menasehati tentunya adalah keterbukaan.

Simbol-simbol ketidaksamaan antar manusia harus dikikis habis karena memang

hanya ketakwaanlah yang dapat membedakan kedudukan seseorang di mata Allah.

2. Ta’awun (Kerjasama/teamwork)

Ta’awun adalah tolong menolong atau bekerjasama. Islam menghendaki

adanya tolong menolong dalam menghadapi beban berat dan krisis yang dihadapi.

Islam adalah agama yang menjunjung tinggi solidaritas dalam kebenaran dan

kebaikan. Dengan menerapkan ta’awun ini, organisasi Islam dapat menjadi satu

kekuatan yang pasif untuk mencapai tujuan yang telah disepakati bersama. Jadi

konsep ta’awun ini sebenarnya adalah konsep kerjasama dalam Islam. Organisasi

dalam Islam harus memiliki semangat kerjasama yang tinggi dan harmoni yang hebat

karena kita semua pasti sepakat bahwa tubuh kita adalah sebuah model kerjasama tim

dan harmoni yang paling hebat. Allah telah menciptakan tubuh manusia dalam bentuk

yang sebaik-baiknya termasuk dalam menjaga kerja sama dan harmoni adalah selalu

mengadakan upaya islah (mendamaikan) atau meredam setiap konflik yang terjadi

agar tidak menjurus kepada permusuhan dan kehancuran organisasi (Tasmara, 2001).

(39)

Ghibah dalam Islam adalah menyebut-nyebut orang lain yang tidak ada disisi

kita dengan perkataan yang membuatnya tidak suka jika mendengarnya baik

menyangkut kekurangan fisik, perangai, keturunan, pakaian dan lain-lain (Qudamah,

1997).

Ghibah sebenarnya merupakan manifestasi dari adanya sumbatan yang besar

jalur komunikasi organisasi tersebut. Karyawan atau anggota organisasi tidak

memiliki saluran yang jelas dan berdaya guna untuk menampung keluhan-keluhan

akibat keluhan maupun ketidakpuasan itu keluar dalam bentuk ghibah yang tercela

dalam agama.

4. As – samaah/Toleransi

Toleransi adalah kerelaan hati karena kemuliaan dan kedermawanan,

kelapangan dada karena kebersihan dan ketaqwaan, kelemahlembutan karena

kemudahan, muka ceria karena kegembiraan, rendah diri dihadapan kaum muslimin

bukan karena kehinaan, mudah dalam berhubungan sosial tanpa penipuan dan

kelalaian, terikat dan tunduk kepada agama Allah SWT tanpa ada rasa keberatan.

5. Silaturrahmi

Bersilaturrahmi berarti membuka peluang dan sekaligus mengikat

simpul-simpul informasi dan menggerakkan kehidupan. Etika silaturrahmi antara lain adalah

mengunjungi kerabat dekat secara kontinu, menginspeksi kondisi mereka dan

membahagiakan mereka untuk mencari ridha Allah Ta’ala, menjauhi pemutusan

kerabat dan menyibukkan diri dengan urusan keduniaan serta bekerja sama sehingga

(40)

kejahatan dengan kejahatan, pemutusan hubungan dengan pemutusan hubungan atau

menunggu kunjungan mereka atas setiap kunjungan.

6. As – salam

Salam merupakan amalan baik dalam Islam. Islam telah menjadikan salam

sebagai penghormatan antara sesama muslim dan anjuran untuk menyebarkannya

bagi muslim yang bertemu dengan muslim yang lain baik ketika sendirian ataupun

bersama-sama, baik mengenal ataupun tidak.

2.3.3. Perilaku Pimpinan Petugas Kesehatan

Organisasi adalah sebuah entitas sosial (Al Kiyan Al Ijtima’I) yang

di dalamnya berhubungan antara satu bagian dengan bagian yang lain dan antara satu

orang dengan orang yang lain. Dalam menata satu hubungan sudah pasti dituntut

adanya seorang pemimpin yang melaksanakan, memadu dan membawa organisasi ke

arah pencapaian sasaran. Islam adalah agama yang sangat tegas memerintahkan

adanya sosok kepemimpinan walaupun dalam entitas yang sangat sederhana

sekalipun. Islam memiliki konsep yang agung tentang kepemimpinan dan perilaku

manajerial (tanzim) pokok-pokoknya antara lain adalah sebagai berikut:

1. Berlaku Adil

Adil adalah asas kepemimpinan yang sangat mendasar agar kepemimpinan

dapat berlaku efektif. Adil merupakan salah satu sifat Allah yang agung dan seorang

(41)

itu dalam menjalankan roda kepemimpinannya. Seorang pemimpin harus selalu

menjaga keadilan pada setiap kondisi antara lain:

1) Dalam memberikan penghargaan (reward) dan hukuman (punishment).

2) Dalam pelaksanaan tugas, keadilan dalam melaksanakan tugas berarti menempati

struktur organisasi dan piramida kepemimpinan yang telah disepakati.

3) Dalam berinteraksi dengan bawahannya, keadilan ini janganlah pandangannya

terhadap anggota merupakan keputusan final yang tidak dapat direvisi.

2. Memberikan Keteladanan (Qudwah Hasanah/Leadership by Example)

Inilah model kepemimpinan khas Rasulullah SAW. Para sahabat melihat jiwa

kesatria sejati dalam diri beliau sehingga kerja mereka meningkat walaupun

penderitaan dan kesulitan menghadang. Kisah ini melahirkan sebuah prinsip

kepemimpinan dan Islam yaitu “barang siapa menginginkan jerih payah dan kerja

yang serius dari bawahannya maka ia harus menjadi contoh yang pertama dalam

pekerjaannya”

3. Tabligh (Komunikasi Efektif)

Seorang pemimpin haruslah memiliki kecakapan komunikasi terhadap

bawahan maupun kepada pihak lain kapanpun diperlukan. Bentuk komunikasi dapat

berupa pengarahan jika berkaitan dengan bawahan atau sebuah bentuk negosiasi

dengan pihak lain. Dalam Islam ada beberapa etika komunikasi yang harus diikuti

oleh seorang pemimpin antara lain adalah mendengarkan terlebih dahulu, tidak

tergesa-gesa menggunakan wewenang, menyimak pembicaraan dengan penuh

(42)

yang mengungkapkan kebenaran dengan baik serta menampung keluhan bawahan,

gemar berdialog untuk memecahkan masalah, tidak puas hanya dengan memberikan

nasehat satu arah sekali pertemuan saja.

Inti dari kecakapan komunikasi seorang pemimpin adalah mampu

mengkomunikasikan idenya dengan baik kepada pihak lain dan bersedia menjadi

pendengar yang baik bagi bawahannya (Mahdi, 2001).

4. Mampu Menumbuhkan Iklim Ats Tsiqoh (Saling Percaya, Kasih Sayang dan

Cinta Antar Anggota)

Pemimpin dalam Islam harus menciptakan suasana kondusif kepada bawahan

untuk melaksanakan pekerjaannya. Ia dapat menciptakan kehangatan hubungan antar

sesama anggota organisasi, mengikat orang dan kohesivitas organisasi dengan cinta

dan kasih sayang, dapat menanamkan bahwa setiap orang dalam organisasi adalah

saudara sehingga tercipta esprit de corps yang tinggi. Termasuk dalam hal ini adalah

emerbrika fasilitas kerja yang nyaman dan lengkap sesuai dengan keperluan bawahan

(Mahdi, 2001).

5. Memiliki Sifat Al Udywiyah (Interaksi dengan Bawahan)

Pemimpin harus membina keakraban sedekat-dekatnya kepada bawahan. Dia

memiliki tingkat inteaksi dan kerjasama yang tinggi dengan bawahan. Pemimpin

dalam Islam harus membaur dengan bawahan atau biasa disebut dalam manajemen

modern dengan management by walking around (MBWA) bukannya menjaga jarak.

Hal ini tampak dari kunjungan informal pemimpin kepada bawahan dan diadakannya

(43)

dapat juga menggali masukan dari bawahan dan seorang pemimpin dalam Islam harus

menerima masukan itu dengan lapang dada (Madhi, 2001).

2.4. Landasan Teoritis

Istilah Budaya organisasi sebenarnya bermula dari ilmu antropologi sosial.

Asal katanya adalah Budaya (culture). The Webster’s Dictionary mengartikan budaya

sebagai pelatihan dan pengembangan cara berpikir, struktur sosial, agama, intelektual,

kesenian dan berbagai dimensi lainnya yang menjadi karakteristik masyarakat

tertentu (Kotter, 1997) dalam Alamsyah (2002). Menurut Dr. Abd. Hadi W.M (2002),

Islam adalah agama yang penuh keterbukaan. Sejak lama unsur kebudayaan dari luar

mendapat ruang gerak yang leluasa di dalam tradisi pemikiran dan kreativitas umat

Islam.

Budaya organisasi atau budaya korporat Islami adalah budaya organisasi yang

berintikan nilai-nilai yang disepakati dalam Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan

hadist Rasulullah SAW, kemudian dijabarkan melalui struktur berlandaskan konsep

pelimpahan wewenang yang bersumber dari Allah dengan keterampilan yang pantas

sebagai khalifah Allah fil ardl (Adnanputra, 1999).

2.5. Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori, maka kerangka konsep dalam penelitian ini

(44)

Perilaku Petugas Puskesmas

1. Ikhlas

2. Murooqobah

3. Muhaasabah

4. Mujaahadah

5. Sabar dan Ihsan

6. Tawadh’u

7. Cinta bersih

Perilaku Antar Petugas Puskesmas 1. Budaya menasehati

2. Ta’awun

3. Tidak ghibah

4. As-samaah

5. Sillaturahmi

6. As-salam

Pelayanan Kesehatan di Puskemas 1. Bernuansa Islami

2. Tidak bernuansa Islami

Evaluasi Kebijakan Konsep Pelayanan Kesehatan Bernuansa Islami Perilaku Pemimpin Puskesmas

1. Adil

2. Qudwah hasanah

3. Tabliqh

4. Ats tsiqoh

[image:44.612.93.562.127.517.2]

5. At takayyuf.

(45)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survai dengan pendekatan explanatory

research untuk menganalisis pelaksanaan pelayanan kesehatan bernuansa Islami

di Kota Langsa.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di 4 (empat) puskesmas yang ada di Kota Langsa

pada tahun 2008, dengan pertimbangan secara keseluruhan sudah memberlakukan

konsep kebijakan pelayanan kesehatan bernuansa Islami. Penelitian ini membutuhkan

waktu selama 10 (sepuluh) bulan terhitung bulan Maret sampai dengan Desember

2008.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh warga masyarakat yang

berkunjung berobat ke puskesmas yang ada di Kota Langsa khususnya yang

beragama Islam. Besar sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan

rumus, sebagai berikut (Sastroasmoro, 2002).

) (

)

0

2 0

0 (

P P

Q P Z Q P Z

a

a a a

n

− +

(46)

2 2 ) 53 , 0 63 , 0 ( ) 37 , 0 63 , 0 842 , 0 47 , 0 53 , 0 645 , 1 ( − × + × = n =

n 150,6 ∞ 151 orang

Keterangan:

n = Besar sampel

Z = Tingkat kepercayaan peneliti 90% Zß = Selisih tingkat kepercayaan

P0 = Proporsi kunjungan 10 tahun yang lalu Pa = Proporsi kunjungan sekarang

Maka jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 151 responden

yang diambil secara purposive sampling berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi:

1. Kriteria Inklusi, yaitu:

a. Responden beragama Islam.

b. Berdomisili di Kota Langsa.

c. Merupakan pasien dengan kunjungan yang kedua kali.

2. Kriteria Ekslusi, yaitu:

a. Responden beragama non Muslim.

b. Tidak berdomisili tetap di Kota Langsa.

c. Pasien dengan kunjungan pertama kali.

Responden dalam penelitian ini melakukan penilaian terhadap pelaksanaan

pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh petugas puskesmas maupun penilaian dari

fasilitas dan kondisi infrastruktur apakah sudah bernuansa Islami atau tidak bernuansa

Islami.

(47)

3.4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data meliputi data primer yang diperoleh melalui

wawancara langsung dengan responden berpedoman pada kuesioner, dan observasi

(pengamatan) langsung, dan data sekunder yang diperoleh dari catatan dan dokumen

puskesmas di Kota Langsa.

3.4.1. Uji Validitas Data

Kuesioner tersebut perlu dilakukan uji validitas dan reliabilitas alat ukur dan

diuji cobakan pada 30 pasien yang berobat ke Puskesmas Kota Langsa. Validitas alat

ukur adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan

sesuatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa

yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara

tepat.

Uji validitas instrumen penelitian yang digunakan adalah validitas konstruk

dengan mengetahui nilai total setiap item pada analisis reability yang tercantum pada

nilai correlation corrected item. Suatu pertanyaan dikatakan valid atau bermakna

sebagai alat pengumpul data bila korelasi hasil hitung (r–hitung) lebih besar dari

angka kritik nilai korelasi (r-tabel), pada taraf signifikansi 95% (Riduwan, 2005).

Nilai r-Tabel dalam penelitian ini untuk sampel pengujian 30 orang (df=n-1;

df=30-1=29) adalah sebesar 0,576, maka ketentuan dikatakan valid, jika:

1. Nilai r-Hitung variabel ≥0,567dikatakan valid.

(48)

3.4.2. Uji Reliabilitas

Uji Reliabilitas bertujuan untuk melihat bahwa sesuatu instrumen cukup dapat

dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut

sudah baik. Apabila datanya memang benar dan sesuai kenyataan, maka berapa

kalipun diambil tetap akan sama. Teknik yang dipakai untuk menguji menguji

kuesioner penelitian, adalah adalah teknik Alpha Cronbach yaitu dengan menguji

coba instrumen kepada sekelompok responden pada satu kali pengukuran, juga pada

taraf 95% (Riduwan, 2005).

Nilai r-Tabel dalam penelitian ini untuk sampel pengujian 30 orang (df=n-1;

df=30-1=29) adalah sebesar 0,576, maka ketentuan dikatakan Realibel, jika:

1. Nilai r-Hitung variabel ≥0,567dikatakan realibel.

2. Nilai r-Hitung variabel <0,567 dikatakan tidak realibel.

[image:48.612.115.534.376.687.2]

Hasil uji reabilitas dan validitas dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Item Pertanyaan Nilai

Corrected Item Total Nilai Alpha Cronbach Keterangan

1. Variabel Perilaku Petugas Puskesmas

Perilaku Petugas 1 Perilaku Petugas 2 Perilaku Petugas 3 Perilaku Petugas 4 Perilaku Petugas 5 Perilaku Petugas 6 Perilaku Petugas 7 Perilaku Petugas 8 Perilaku Petugas 9 Perilaku Petugas 10

0,9199 0,8914 0,8910 0,8958 0,8411 0,8840 0,9779 0,9779 0,8840 0,8807 0,9803

(49)
[image:49.612.109.541.136.502.2]

Tabel 3.1. Lanjutan

Item Pertanyaan Nilai

Corrected Item Total

Nilai Alpha Cronbach

Keterangan

2. Variabel Perilaku Antar Petugas Puskesmas

Perilaku Antar Petugas 1 Perilaku Antar Petugas 2 Perilaku Antar Petugas 3 Perilaku Antar Petugas 4 Perilaku Antar Petugas 5 Perilaku Antar Petugas 6

0,9194 0,9408 0,9330 0,9242 0,9421 0,8538 0,9754

Valid dan Relialibel Valid dan Relialibel Valid dan Relialibel Valid dan Relialibel Valid dan Relialibel Valid dan Relialibel

3. Variabel Pemimpin Puskesmas

Pemimpin Puskesmas 1 Pemimpin Puskesmas 2 Pemimpin Puskesmas 3 Pemimpin Puskesmas 4 Pemimpin Puskesmas 5

0,8598 0,7983 0,8340 0,7178 0,8533 0,9281

Valid dan Relialibel Valid dan Relialibel Valid dan Relialibel Valid dan Relialibel Valid dan Relialibel

4. Variabel Pelayanan Kesehatan Bernuansa Islami

Pelayanan Kesehatan 1 Pelayanan Kesehatan 2 Pelayanan Kesehatan 3 Pelayanan Kesehatan 4 Pelayanan Kesehatan 5

0,9247 0,8920 0,9005 0,9779 0,9767 0,9767

Valid dan Relialibel Valid dan Relialibel Valid dan Relialibel Valid dan Relialibel Valid dan Relialibel

3.5. Definisi Operasional dan Variabel penelitian 3.5.1. Variabel Independen

1. Perilaku Petugas Kesehatan adalah perilaku yang berasal dari dalam diri

petugas kesehatan mengenai persepsi terhadap keyakinan, ucapan dan tindakan

petugas kesehatan dalam menjalankan aktifitasnya ketika bekerja sebagai

(50)

a) Ikhlas adalah persepsi tentang perilaku petugas dalam melakukan

pekerjaan secara tulus hanya mengharap ridha Allah semata tanpa

bergantung pada perhatian orang lain.

b) Murooqobah adalah persepsi tentang perilaku petugas dalam merasakan

adanya pengawasan dari Allah ketika melakukan suatu pekerjaan

walaupun atasan tidak ada ditempat.

c) Muhaasabah adalah persepsi tentang perilaku petugas untuk senantiasa

melakukan introspeksi diri terhadap pekerjaan dan meminta masukan dari

orang lain.

d) Mujaahadah adalah persepsi tentang perilaku petugas untuk bersungguh-

sungguh melakukan pekerjaan dengan baik.

e) Sabar adalah persepsi tentang perilaku petugas untuk menahan diri dari

keluh kesah, menahan diri dari keluhan dan menahan tubuh dari hal yang

merusak.

f) Ihsan adalah persepsi tentang perilaku petugas dalam optimalisasi hasil

kerja dengan cara yang baik dan menghasilkan keluaran sebaik mungkin.

g) Tawadlu’ adalah persepsi tentang perilaku petugas yang selalu bekerja

dengan rendah hati dan tidak merendahkan manusia/profesi.

h) Berpenampilan fisik sederhana adalah persepsi tentang perilaku petugas

dalam berpakaian yang sesuai aturan Islam serta menyesuaikan diri

(51)

i) Cinta bersih adalah persepsi tentang perilaku petugas yang dalam

melaksanakan tugas selalu menjaga kebersihan diri dan lingkungannya.

2. Perilaku antar petugas kesehatan adalah persepsi tentang perilaku petugas yang

berasal dari lingkungan masyarakat di mana petugas kesehatan tersebut

bersosialisasi dengan masyarakat lainnya mengenai persepsi terhadap keyakinan,

ucapan dan tindakan masyarakat, meliputi:

a) Budaya Menasehati adalah persepsi tentang perilaku petugas yang berasal dari lingkungan masyarakat di mana petugas kesehatan tersebut bersosialisasi dengan masyarakat lainnya mengenai persepsi terhadap keyakinan, ucapan dan tindakan masyarakat.

b) Ta’awun adalah persepsi tentang perilaku petugas dalam kerja sama

yang terjalin di dalam puskesmas.

c) Ghibah adalah persepsi tentang perilaku petugas yang tidak

membicarakan kesalahan orang lain tanpa sepengetahuan yang

bersangkutan.

d) As-samaah adalah persepsi tentang perilaku petugas yang memiliki sifat

kerelaan hati dalam kemuliaan dan kedermawanan yang tidak

membedakan, ras dan agama.

e) Silaturrahmi adalah persepsi tentang perilaku petugas yang selalu menjaga

hubungan ukhuwah insaniyah antar sesama petugas dan orang yang

(52)

f) As-salam adalah persepsi tentang perilaku petugas yang memiliki sikap

gemar memberi salam kepada orang yang dijumpai.

3. Perilaku Pemimpin Petugas Kesehatan adalah persepsi tentang perilaku

pimpinan petugas yang berasal dari luar diri petugas kesehatan atau orang lain

mengenai persepsi terhadap keyakinan, ucapan dan tindakan petugas kesehatan

dalam menjalankan aktifitasnya, meliputi:

a. Adil adalah persepsi tentang perilaku pimpinan di setiap level

memberikan teguran dan penghargaan dengan pertimbangan objektif tanpa

memberikan keistimewaan pada pihak tertentu.

b. Qudwah Hasanah adalah persepsi tentang perilaku pimpinan di level

dapat menjadi panutan dengan memberikan contoh baik.

c. Tabliqh adalah persepsi tentang perilaku pimpinan di setiap level dapat

mengkomunikasikan ide dengan baik dan senantiasa mensosialisasikan

programnya kebawahan.

d. Ats Tsiqoh adalah persepsi tentang perilaku pimpinan di setiap level dapat

menumbuhkan kehangatan hubungan, saling percaya dan rasa bangga

sebagai anggota organisasi serta memberikan fasilitas kerja yang

memadai.

e. Al-udywiyah adalah persepsi tentang perilaku pimpinan di setiap level

(53)

3.5.2. Variabel Dependen

Pelayanan kesehatan adalah penilaian atau pandangan masyarakat terhadap

pelayanan yang diberikan di puskesmas dilihat dari aspek kondisi fisik dan tampilan

dari petugas puskesmas yang dikategorikan bernuansa Islami atau tidak bernuansa

Islami.

3.6. Metode Pengukuran

Pengukuran variabel independen didasarkan pada skala ordinal, terdiri dari:

a. Variabel perilaku petugas puskesmas didasarkan pada 10 (sepuluh) pertanyaan

dengan alternatif penilaian dari nilai 0-10, dengan ketentuan jika responden

menilai 0-5 dikategorikan “tidak dilakukan”, dan jika responden menilai 6-10

dikategorikan “dilakukan dengan baik”. Kemudian variabel perilaku petugas

puskesmas dikategorikan menjadi:

1) Bernuansa Islami, jika responden memperoleh nilai 51-100.

2) Tidak Bernuansa Islami, jika responden memperoleh nilai 0-50.

b. Variabel perilaku antar petugas puskesmas didasarkan pada 6 (enam) pertanyaan

dengan alternatif penilaian dari nilai 0-10, dengan ketentuan jika responden

menilai 0-5 dikategorikan “tidak dilakukan”, dan jika responden menilai 6-10

dikategorikan “dilakukan dengan baik”. Kemudian variabel perilaku petugas

puskesmas dikategorikan menjadi:

1) Bernuansa Islami, jika responden memperoleh nilai 31-60.

(54)

c. Variabel perilaku pemimpin puskesmas didasarkan pada 5 (lima) pertanyaan

dengan alternatif penilaian dari nilai 0-10, dengan ketentuan jika responden

menilai 0-5 dikategorikan “tidak dilakukan”, dan jika responden menilai 6-10

dikategorikan “dilakukan dengan baik”. Kemudian variabel perilaku petugas

puskesmas dikategorikan menjadi:

1) Bernuansa Islami, jika responden memperoleh nilai 26-50.

2) Tidak Bernuansa Islami, jika responden memperoleh nilai 0-25.

Pengukuran variabel pelayanan kesehatan puskesmas berdasarkan persepsi

pasien terhadap pelayanan yang diberikan di puskesmas yang didasarkan pada skala

ordinal dari 5 (lima) pertanyaan dengan dengan alternatif penilaian dari nilai 0-10,

dengan ketentuan jika responden menilai 0-5 dikategorikan “tidak dilakukan”, dan

jika responden menilai 6-10 dikategorikan “dilakukan dengan baik”. Kemudian

variabel perilaku petugas puskesmas dikategorikan menjadi:

1) Bernuansa Islami, jika responden memperoleh nilai 26-50.

2) Tidak Bernuansa Islami, jika responden memperoleh nilai 0-25.

3.7. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini mencakup beberapa analisis, yaitu:

1. Analisis Univariat, yaitu analisis univariatdilakukan dengan mendiskripsikan

besarnya persentase pada seluruh variabel penelitian dan disajikan dalam

(55)

2. Analisis Bivariat, yaitu kelanjutan dari analisis univariat dengan cara

melakukan tabulasi silang antara variabel dependen dengan dependen dan

menggunakan uji chi square pada taraf kepercayaan 95%. Uji Chi Square ini

juga digunakan sebagai uji kandidat atas variabel independen (p. 0,25)

untuk diikut sertakan dalam uji multivariat (multipleregresi logistic).

3. Untuk melihat pengaruh beberapa variabel independen terhadap pelayanan

kesehatan bernuansa Islami dilakukan dengan uji multiple regresi logistic.

Regresi logistik ganda digunakan untuk melihat pengaruh satu atau beberapa

variabel independen terhadap pelayanan kesehatan bernuansa Islami. Uji

regresi logistik ganda dapat digunakan apabila variabel dependennya

dikotomus (bineri) dan variabel independennya diharapkan dalam klasifikasi

bineri juga. Dalam analisa regresi logistik ganda ini digunakan metode seleksi

forward stepwise. Model persamaan regresi logistik ganda yang juga dapat

digunakan untuk peramalan probabilitas individu untuk dapat memanfaatkan

pelayanan kesehatan puskesmas adalah:

i i

i x x

p

y =β +β + +β

⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ − ≡ ... 1 1

ln 0 1 1

Di mana: p = probabilitas pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas

(

) ... ( 0 11 1 1 i ix x e

p β +β + +β

+

= )

i

β = 0, 1, 2,…., n adalah parameter model regresi logistik.

i

(56)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kota Langsa merupakan salah satu kota yang ada di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Secara administratif berbatasan dengan wilayah:

(1) Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Bayeun Kabupaten Aceh Timur

dan Selat Malaka.

(2) Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Manyak Payed Kabupaten Aceh

Tamiang.

(3) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Birem Bayeun Kabupaten Aceh

Timur dan Kecamatan Manyak Payed Kabupaten Aceh Tamiang.

(4) Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Birem Bayeun Kabupaten Aceh

Timur.

Jumlah penduduk Kota Langsa Tahun 2008 sebanyak 130.189 jiwa yang

terdiri dari laki-laki sebanyak 65.115 jiwa, dan perempuan sebanyak 65.074 jiwa.

Berdasarkan luas wilayah, Kota Langsa mempunyai luas 162,41 Km2 dengan jumlah

kelurahan sebanyak 51 kelurahan, dan jumlah rumah tangga sebanyak 27.871 RT.

Berdasarkan analisis situasi derajat kesehatan di Kota Langsa selama tahun

2007, diketahui angka kematian bayi di Kota Langsa sebanyak 34 orang (10,3 per

1000 kelahiran hidup), angka kematian balita 2 orang (0,18 per 1000 kelahiran

(57)

kelahiran hidup. Hal tersebut menunjukkan secara umum derajat kesehatan

masyarakat di Kota Langsa masih menjadi masalah kesehatan masyarakat.

Berdasarkan angka kesakitan, diketahui jumlah penyakit terbanyak yang

dilaporkan oleh puskesmas se Kota Langsa adalah penyakit infeksi saluran

pernafasan akut yaitu sebanyak 9.763 kasus (22,30%), dan kasus diare sebanyak

3.684 kasus (23,8 per 1000 penduduk), selain itu masih ditemukan 50 kasus balita

dengan status gizi buruk (1,3%), masih ada 16 bayi berat lahir rendah (BBLR).

4.2. Analisis Univariat a. Karakteristik Responden

Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur maksimum responden adalah

umur 25 tahun dan maksimum 67 tahun, sehingga dapat

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Tabel 3.1. Lanjutan
Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Responden
+7

Referensi

Dokumen terkait

Puskesmas sebagai salah satu pelayanan kesehatan masyarakat mempunyai tugas pokok memberi pembinaan kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan dasar. Hasil survey tim QA

Sistem informasi pelayanan kesehatan di Puskesmas Jatihandap masih bersifat manual, petugas mengalami kesulitan dalam pembuatan laporan karena masih melihat

publik untuk pelayanan kesehatan dasar puskesmas di wilayah kerja Dinas. Kesehatan

Persepsi Masyarakat Tentang Mutu Pelayanan Kesehatan Terhadap Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2016 sebagai

Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya

Tujuan dari pembuatan sistem informasi pelayanan kesehatan ini untuk membantu kinerja petugas dan dokter pada puskesmas, seperti pencarian data pasien, menambahkan

Tujuan dari pembuatan sistem informasi pelayanan kesehatan ini untuk membantu kinerja petugas dan dokter pada puskesmas, seperti pencarian data pasien, menambahkan

Dari hasil penelitian tentang Kualitas Pelayanan Kesehatan Pada Puskesmas Rowosari, Kecamatan Tembalang Kota Semarang secara umum pelayanan yang diberikan oleh