HASIL PENELITIAN
Perbedaan Higiene Sayuran yang Dijual di Pasar Tradisional
dengan Pasar Modern
Oleh:
GITA A/P KARUPPIAH
070100234
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
Perbedaan Higiene Sayuran yang Dijual di Pasar Tradisional dengan Pasar Modern
Nama : Gita a/p Karuppiah NIM : 070100234
Pembimbing Penguji
(dr. Lambok Siahaan, MKT) (dr. Datten Bangun, Msc, Sp.FK)
(dr. Rina Amelia)
Medan, 12 Desember 2010 Universitas Sumatera Utara
Fakultas kedokteran Dekan
HALAMAN PERSETUJUAN
Laporan Hasil Penelitian dengan Judul :
PERBEDAAN HIGIENE SAYURAN YANG DIJUAL DI PASAR TRADISIONAL DENGAN PASAR MODERN
Yang dipersiapkan oleh :
GITA A/P KARUPPIAH 070 100 234
Laporan Hasil Penelitian ini telah diperiksa dan disetujui untuk dilanjutkan ke Seminar Hasil Penelitian.
Medan, 26 November 2010
Disetujui, Dosen Pembimbing
ABSTRAK
Konsumsi sayur selada yang tidak higiene yaitu tanpa dicuci terlebih dahulu akan menyebabkan kontaminasi parasit. Oleh sebab itu kesadaran tentang pentingnya higiene pada sayur selada sebaiknya dimiliki baik oleh pengusaha maupun pembeli. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan di antara higiene sayuran yang dijual di pasar tradisional dengan pasar modern.
Penelitian ini dilakukan dengan cara cross sectional yang bersifat analitik. Sampel sayur selada diperoleh dari 20 pasar tradisional dan 20 pasar modern yang kemudian diperiksa di laboratorium dengan menggunakan metode sentrifugasi dan pewarnaan lugol. Data diolah dengan program SPSS versi 17,0.
Dari penelitian ini diketahui bahwa secara keseluruhan, sayur selada dari pasar tradisional dan pasar modern menunjukkan hasil positif kontaminasi parasit yaitu masing-masing 34 sampel positif (85.0%) dan 18 sampel positif (90.0%). Dan dari segi perlakuan yaitu dengan mencuci sayur selada sebelum ia dijual menunjukkan hasil yang sama dengan kontaminasi parasit.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan pada sayur selada yang dijual di pasar tradisional dengan pasar modern. Hanya dengan mengamalkan perlakuan mencuci sayur selada sebelum ia dijual dapat mengatasi kontaminasi parasit.
ABSTRACT
Consuming not hygienic lettuce which is not cleaned previously will cause parasite contamination. Therefore awareness of the importance of hygiene in lettuce should be owned by the seller or buyer. This research was conducted to know the higiene difference between lettuce sold in traditional markets with the modern markets.
This research is performed in an analytical cross sectional manner. Samples of lettuce were obtained from 20 traditional markets and 20 modern markets are then examined in the laboratory using centrifugation method and lugol staining. Data were analysed using the SPSS version 17,0 programme.
From the research done, it is known that lettuce from the traditional market and modern market showed a positive result of parasite contamination of each 34 positive samples (85.0%) and 18 positive samples (90.0%). And in terms of processing like washing the lettuce prior to selling showed similar result with the parasit contamination condition.
Based on the results of this study, it can be concluded that there is no difference between the lettuce sold in traditional markets and modern markets. Only with the proper processing like washing the lettuce prior to selling will overcome the parasite contamination.
Keywords: Difference, parasite contamination, traditional markets, modern
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah yang berjudul “ Perbedaan Higiene Sayuran yang Dijual di Pasar
Tradisional dengan Pasar Modern ” berhasil diselesaikan.
Di dalam penulisan Hasil Karya Tulis Ilmiah ini ternyata penulis mendapat
banyak bantuan baik dari segi moril, materiil dan spiritual dari berbagai pihak.
Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada :
1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar A.
Siregar, Sp. PD. KGEH atas izin penelitian yang telah diberikan.
2. dr.LAMBOK SIAHAAN, MKT selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bantuan, bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
3. Dosen-dosen mata kuliah Community Research Program yang sudi
membantu sewaktu penulis mengalami kesulitan dalam proses penyusunan
Hasil Karya Tulis Ilmiah ini.
4. Keluargaku tercinta yang senantiasa memberi motivasi kepada penulis baik
bersifat materi maupun non materi.
5. Teman-teman penulis yang ikut memberi ide dan saling memberi motivasi
sehingga dapat selesaikan tepat pada waktunya.
Penulis berharap semoga karya tulis ilmiah ini bermanfaat bagi semua
pihak.Demikian dan terima kasih.
Medan, 26 November 2010
DAFTAR ISI
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………4
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL……..14
3.1. Kerangka Konsep Penelitian………..14
3.2. Definisi Operasional....………..15
3.3. Hipotesis…………..………..16
BAB 4 METODE PENELITIAN………...17
4.1. Rancangan Penelitian..………17
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian………..17
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian………...17
4.4. Metode Pengumpulan Data………...18
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……….19
5.1. Hasil Penelitian……...……….19
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian……….19
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel………...19
5.1.3. Hasil Analisa Data…..……....……….………... 19
5.2. Pembahasan………...………..……….22
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN………...24
6.1. Kesimpulan………..………...24
6.2. Saran………...………24
DAFTAR PUSTAKA………..25
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi jenis pasar yang mengikuti penelitian 19 Tabel 5.2 Frekuensi hasil uji penemuan parasit berdasarkan pasar 20
Tabel 5.3 Frekuensi hasil perlakuan yaitu dengan mencuci sayur 21 selada sebelum ia dijual di pasar
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul
1 Daftar riwayat hidup 2 Ethical clearance 3 Uji Chi Square
ABSTRAK
Konsumsi sayur selada yang tidak higiene yaitu tanpa dicuci terlebih dahulu akan menyebabkan kontaminasi parasit. Oleh sebab itu kesadaran tentang pentingnya higiene pada sayur selada sebaiknya dimiliki baik oleh pengusaha maupun pembeli. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan di antara higiene sayuran yang dijual di pasar tradisional dengan pasar modern.
Penelitian ini dilakukan dengan cara cross sectional yang bersifat analitik. Sampel sayur selada diperoleh dari 20 pasar tradisional dan 20 pasar modern yang kemudian diperiksa di laboratorium dengan menggunakan metode sentrifugasi dan pewarnaan lugol. Data diolah dengan program SPSS versi 17,0.
Dari penelitian ini diketahui bahwa secara keseluruhan, sayur selada dari pasar tradisional dan pasar modern menunjukkan hasil positif kontaminasi parasit yaitu masing-masing 34 sampel positif (85.0%) dan 18 sampel positif (90.0%). Dan dari segi perlakuan yaitu dengan mencuci sayur selada sebelum ia dijual menunjukkan hasil yang sama dengan kontaminasi parasit.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan pada sayur selada yang dijual di pasar tradisional dengan pasar modern. Hanya dengan mengamalkan perlakuan mencuci sayur selada sebelum ia dijual dapat mengatasi kontaminasi parasit.
ABSTRACT
Consuming not hygienic lettuce which is not cleaned previously will cause parasite contamination. Therefore awareness of the importance of hygiene in lettuce should be owned by the seller or buyer. This research was conducted to know the higiene difference between lettuce sold in traditional markets with the modern markets.
This research is performed in an analytical cross sectional manner. Samples of lettuce were obtained from 20 traditional markets and 20 modern markets are then examined in the laboratory using centrifugation method and lugol staining. Data were analysed using the SPSS version 17,0 programme.
From the research done, it is known that lettuce from the traditional market and modern market showed a positive result of parasite contamination of each 34 positive samples (85.0%) and 18 positive samples (90.0%). And in terms of processing like washing the lettuce prior to selling showed similar result with the parasit contamination condition.
Based on the results of this study, it can be concluded that there is no difference between the lettuce sold in traditional markets and modern markets. Only with the proper processing like washing the lettuce prior to selling will overcome the parasite contamination.
Keywords: Difference, parasite contamination, traditional markets, modern
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Di Indonesia masih banyak penyakit yang merupakan masalah kesehatan,
salah satu diantaranya ialah cacing perut yang ditularkan melalui tanah yaitu
disebut juga sebagai Soil Transmitted Helminths (STH). Spesies cacingan STH
antara lain Ascaris lumbricoides (cacing gelang), Trichuris trichiura (cacing
cambuk), Ancylostoma duodenale dan Necator americanus (cacing tambang).
Cacingan ini dapat mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi,
kecerdasan dan produktifitas penderitanya sehingga secara ekonomi banyak
menyebabkan kerugian, karena menyebabkan kehilangan karbohidrat dan protein
serta kehilangan darah, sehingga menurunkan kualitas sumber daya manusia
(Yulionto, 2007; Gandahusada, 2000).
Prevalensi cacingan di Indonesia pada umumnya masih sangat tinggi,
terutama pada golongan penduduk yang kurang mampu mempunyai risiko tinggi
terjangkit penyakit ini. Dalam rangka menuju Indonesia Sehat 2010,
Pembangunan Kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
pembangunan nasional, pembangunan tersebut mempunyai tujuan untuk
mewujudkan manusia yang sehat, produktif dan mempunyai daya saing yang
tinggi (Depkes, 2003). Salah satu ciri bangsa yang maju adalah bangsa yang
mempunyai derajat kesehatan yang tinggi dengan mutu kehidupan yang
berkualitas (Surat Keputusan Menkes, 2006).
Kebiasaan hidup kurang higienis dan pupuk kotoran hewan/ manusia yang
digunakan pada perkebunan dapat meningkatkan food borne illnesses. Infeksi
parasit terutama parasit cacing merupakan masalah kesehatan masyarakat.
Penyakit infeksi ini bisa menyebabkan morbiditas. Penyakit cacingan tersebar
luas, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Angka infeksi tinggi, tetapi intensitas
Makanan instan atau makanan siap saji (junk food) yang kurang akan
kandungan serat, memicu meningkatkan berbagai penyakit degeneratif. Maka
masyarakat memilih lalapan (sayuran mentah) sebagai pola makan alternatif
untuk menyeimbangkan konsumsi makanan sehari-hari. Kebiasaan makan
sayuran mentah ini, sudah mentradisi di suku-suku tertentu di Indonesia sehingga
kelihatannya sulit diubah. Namun, dari segi keamanannya, lalapan mentah
beresiko terkontaminasi pestisida atau telur cacingan. Kontaminasi cacingan
dapat terjadi terutama pada sayuran yang menjalar di permukaan tanah atau
ketinggiaannya dekat dengan tanah. Para petani seringkali menggunakan pupuk
organik berupa humus atau kotoran ternak (bahkan kotoran manusia) untuk
meningkatkan kesuburan tanah (Astawan, 2010).
Kurangnya prosedur kebersihan dapat menyebabkan berbagai penyakit,
seperti sakit perut, diare, dan keracunan makanan. Oleh karena itu, kualitas dan
sarana pengolahan makanan lalapan harus selalu dijaga dan mendapatkan
perhatian serta pengawasan sehingga dengan adanya perhatian dan pengawasan
ini dapat meningkatkan kualitas higienitas dan sanitasi. Dari pengamatan yang
dilakukan oleh Federal Centers for Disease bahwa di Amerika Serikat terdapat
76 juta orang menderita foodborne illness setiap tahun. Terlebih lagi didasari
dengan kelalaian manusia dan ketidakpedulian pengolah makanan tentang
higienitas dari makanan (Scharff, 2010).
Meski sejauh ini belum dilaporkan adanya kasus orang yang keracunan
atau meninggal gara-gara mengkonsumsi lalapan mentah, tapi tak ada salahnya
kita lebih memerhatikan keamanan pangan yang dikonsumsi (Astawan, 2010).
Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian tentang higiene
1.2 Rumusan Masalah
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan di
antara higiene sayuran yang dijual di pasar tradisional dengan pasar modern.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui higiene sayuran yang dijual di pasar tradisional dan pasar
modern.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui adanya kontaminasi telur cacing pada sayuran.
2. Mengetahui adanya perlakuan pada sayuran sebelum sayuran dijual di pasar
tradisional dan pasar modern.
1.4Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:
1. Bagi masyarakat: faham tentang bahaya memakan sayuran tanpa dibersihkan
terlebih dahulu.
2. Bagi pengusaha: dapat meningkatkan tahap higiene sayuran.
3. Bagi Petugas Kesehatan Masyarakat: mengetahui derajat higiene sayuran
yang dijual di pasar tradisional dengan pasar modern sehingga dapat
merencanakan suatu strategi pelayanan kesehatan untuk meningkatkannya.
4. Bagi peneliti: dapat mengembangkan kemampuan di bidang penelitian serta
mengasah kemampuan analisis penelitian sekaligus menambah ilmu melalui
penelitian tentang topik penelitian.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Higiene
Menurut Brownell (1986) dalam Jie (2009), higine adalah cara orang
memelihara dan melindungi kesehatan. Menurut Gosh (1986) dalam Jie (2009),
higiene adalah suatu ilmu kesehatan yang mencakup seluruh faktor yang
membantu/mendorong adanya kehidupan yang sehat baik perorangan maupun
melalui masyarakat. Menurut Prescott (1986) dalam Jie (2009), higiene
menyangkut dua aspek yaitu yang menyangkut individu (personal hygiene) dan
yang menyangkut lingkungan (environment). Secara umumnya, higiene adalah
seluruh kondisi atau tindakan untuk meningkatkan kesehatan. Higiene adalah
ilmu yang berkaitan dengan pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan.
Pengertian higiene saat ini terkait teknologi mengacu kepada kebersihan. Higiene
juga mencakup usaha perawatan kesehatan diri (higiene personal), yang
mencakup juga perlindungan kesehatan akibat pekerjaan (Akhirany, 2004).
Higiene sayuran adalah semua kondisi dan tindakan untuk menjamin keamanan
dan kelayakan sayuran pada semua tahap dalam rantai makanan (Deptan, 2009;
CAC, 2003). Sanitasi adalah usaha pencegahan penyakit dengan cara
menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan
rantai perpindahan penyakit tersebut. Terkait makanan, sanitasi didefinisikan
sebagai penerapan atau pemeliharaan kondisi yang mampu mencegah terjadinya
pencemaran (kontaminasi) makanan atau terjadinya penyakit yang disebabkan
oleh makanan (foodborne illness atau foodborne disease) (Prabu, 2008).
Keamanan pangan (food safety) adalah jaminan agar makanan tidak
membahayakan konsumen pada saat disiapkan dan atau dimakan menurut
penggunaannya. Sedangkan kelayakan pangan (food suitability) adalah jaminan
agar makanan dapat diterima untuk konsumsi manusia menurut penggunaannya
2.2 Sayuran Mentah (lalapan)
Sayuran adalah salah satu bahan makanan yang merupakan sumber
protein dan mineral bagi tubuh manusia. Sebelum dimakan umumnya sayuran
dimasak lebih dahulu. Selama sayuran dimasak dengan panas yang cukup tidak
ada masalah. Masalah timbul bila sayuran dimakan tanpa dimasak lebih dahulu.
Dalam hal ini, bersama sayuran biasa ikut bakteri, virus atau parasit patogen yang
cepat atau lambat akan menimbulkan penyakit (Djaafar dan Rahayu, 2005).
Sayuran mentah (lalapan) nilai gizinya lebih baik daripada sayuran
matang, tapi lebih berisiko tertular bakteri penyakit.
Cacingan merupakan parasit manusia dan hewan yang sifatnya merugikan,
manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar daripada
nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Diantara
nematoda usus tedapat sejumlah spesies yang ditularkan melalui tanah dan
disebut Soil Transmitted Helminths yang terpenting adalah Ascaris lumbricoides, Secara garis besar, lalapan
dibedakan atas lalapan mentah dan lalapan matang. Jenis sayuran yang umum
dipakai sebagai lalapan mentah adalah selada, daun kemangi, daun poh-pohan,
daun jambu mete, kenikir, terong bulat, kacang panjang, tomat, mentimun dan
kol. Untuk lalapan matang, umumnya menggunakan bahan wortel, labu siam,
kacang panjang, buncis, kecipir, daun singkong, bayam, kangkung, paria (pare)
dan kol. Faktor utama yang perlu dicurigai dalam mengkonsumsi lalapan mentah
adalah kontaminasi cacing berbahaya. Untuk meningkatkan kesuburan tanah
sebagai media tempat tumbuh sayuran, petani sering menggunakan pupuk kotoran
manusia. Terutama sayuran yang menjalar di permukaan tanah atau yang
ketinggiannya dekat dengan tanah. Pencemaran sayuran oleh telur cacing telah
dilaporkan beberapa kali di Jakarta baik pada sayuran yang dijual di pasar
maupun sayuran di kebun (Astawan, 2010).
Necator americanus, Ancylostoma duodenale, Trichuris trichiura (Gandahusada,
2000).
a) Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)
Pada stadium dewasa hidup di rongga usus halus, cacing betina dapat
bertelur yang terdiri dari telur yang dibuahi dan telur yang tidak dibuahi. Dalam
lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi tumbuh menjadi bentuk infektif dalam
waktu kurang lebih 3 minggu. Bentuk infektif ini bila tertelan manusia, akan
menetas menjadi larva di usus halus, larva tersebut menembus dinding usus
menuju pembuluh darah atau saluran limfa dan di alirkan ke jantung lalu
mengikuti aliran darah ke paru-paru menembus dinding pembuluh darah, lalu
melalui dinding alveolus masuk rongga alveolus, kemudian naik ke trachea
melalui bronchiolus dan broncus. Dari trachea larva menuju ke faring, sehingga
menimbulkan rangsangan batuk, kemudian tertelan masuk ke dalam esofagus lalu
menuju ke usus halus, tumbuh menjadi cacing dewasa. Proses tersebut
memerlukan waktu kurang lebih 2 bulan sejak tertelan sampai menjadi cacing
dewasa (Gandahusada, 2000; Muslim, 2005).
Gangguan yang dapat disebabkan oleh larva yang masuk ke paru-paru
adalah perdarahan pada dinding alveolus yang disebut Sindroma loeffler.
Gangguan yang disebabkan oleh cacing dewasa biasanya ringan. Kadang-kadang
penderita mengalami gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang,
diare dan konstipasi. Pada infeksi berat, terutama pada anak-anak dapat terjadi
gangguan penyerapan makanan (Malabsorbtion). Keadaan yang serius, bila
cacing menggumpal dalam usus sehingga terjadi penyumbatan pada usus
(Gandahusada, 2000; Muslim, 2005).
Gejala penyakit cacingan memang tidak nyata dan sering dikacaukan
dengan penyakit-penyakit lain. Pada permulaan mungkin ada batuk-batuk dan
eosinofelia. Orang (anak) yang menderita cacingan biasanya lesu, tidak bergairah,
lumbricoides perutnya nampak buncit (karena jumlah cacing dan perut kembung),
biasanya matanya pucat dan kotor seperti sakit mata (rembes), dan seperti batuk
pilek. Perut sering sakit, diare, dan nafsu makan kurang. Telur cacing gelang
keluar bersama tinja pada tempat yang lembab dan tidak terkena sinar matahari,
telur tersebut tumbuh menjadi infektif. Infeksi cacing gelang terjadi bila telur
yang infektif masuk melalui mulut bersama makanan atau minuman dan dapat
pula melalui tangan yang kotor (Gandahusada, 2000; Muslim, 2005).
b) Cacing Tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale)
Daur hidup cacing tambang adalah sebagai berikut, telur cacing akan
keluar bersama tinja, setelah 1-1,5 hari dalam tanah, telur tersebut menetas
menjadi larva rabditiform. Dalam waktu sekitar 3 hari larva tumbuh menjadi
larva filariform yang dapat menembus kulit. Setelah menembus kulit, larva ikut
aliran darah ke jantung terus ke paru-paru. Di paru-paru menembus pembuluh
darah masuk ke bronchus lalu ke trachea dan laring. Dari laring, larva ikut
tertelan dan masuk ke dalam usus halus dan menjadi cacing dewasa. Infeksi
terjadi bila larva filariform menembus kulit atau ikut tertelan bersama makanan
(Gandahusada, 2000; Muslim, 2005).
Cacing tambang hidup dalam rongga usus halus tapi melekat dengan
giginya pada dinding usus dan menghisap darah. Infeksi cacing tambang
menyebabkan kehilangan darah secara perlahan-lahan sehingga penderita
mengalami kekurangan darah (anemia) akibatnya dapat menurunkan gairah kerja
serta menurunkan produktifitas (Gandahusada, 2000; Muslim, 2005).
Gejala klinik karena infeksi cacing tambang antara lain lesu, tidak
bergairah, konsentrasi belajar kurang, pucat, rentan terhadap penyakit, prestasi
kerja menurun, dan anemia (anemia hipokrom micrositer). Di samping itu juga
c) Cacing Cambuk (Trichuris trichiura)
Cacing dewasa hidup di kolon asendens dengan bagian anteriornya masuk
ke dalam mukosa usus. Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja,
telur menjadi matang (berisi larva dan infektif) dalam waktu 3–6 minggu di
dalam tanah yang lembab dan teduh. Telur matang ialah telur yang berisi larva
dan merupakan bentuk infektif. Cara infeksi langsung terjadi bila telur yang
matang tertelan oleh manusia (hospes), kemudian larva akan keluar dari dinding
telur dan masuk ke dalam usus halus sesudah menjadi dewasa cacing turun ke
usus bagian distal dan masuk ke kolon asendens dan sekum. Masa pertumbuhan
mulai tertelan sampai menjadi cacing dewasa betina dan siap bertelur sekitar
30-90 hari (Gandahusada, 2000; Muslim, 2005).
Infeksi cacing cambuk yang ringan biasanya tidak memberikan gejala
klinis yang jelas atau sama sekali tanpa gejala. Sedangkan infeksi cacing cambuk
yang berat dan menahun terutama pada anak menimbulkan gejala seperti diare,
disenteri, anemia, berat badan menurun dan kadang-kadang terjadi prolapsus
rektum (Gandahusada, 2000; Muslim, 2005).
Yang penting untuk penyebaran penyakit adalah kontaminasi tanah
dengan tinja. Telur tumbuh di tanah liat, tempat lembab, dan teduh dengan suhu
optimum kira 30 derajat celcius. Di berbagai negeri pemakaian tinja sebagi
pupuk kebun merupakan sumber infeksi. Frekuensi di Indonesia masih sangat
tinggi. Di beberapa daerah pedesaan di Indonesia frekuensinya berkisar antara
30-90 %. Di daerah yang sangat endemik infeksi dapat dicegah dengan
pengobatan penderita trikuriasis, pembuatan jamban yang baik dan pendidikan
tentang sanitasi dan kebersihan perorangan, terutama anak. Mencuci tangan
sebelum makan, mencuci dengan baik sayuran yang dimakan mentah adalah
penting apalagi di negera-negera yang memakai tinja sebagai pupuk
2.4 Pasar
Pasar dalam arti sempit adalah tempat permintaan dan penawaran
bertemu, dalam hal ini lebih condong ke arah pasar tradisional. Sedangkan dalam
arti luas adalah proses transaksi antara permintaan dan penawaran, dalam hal ini
lebih condong ke arah pasar modern. Permintaan dan penawaran dapat berupa
barang atau jasa. Sedangkan secara umum pasar merupakan tempat pertemuan
antara penjual dan pembeli. Pasar tradisional, pasar modern, bursa kerja, bursa
efek adalah contoh pasar (Lilananda, 2009; Arobaya, 2010).
Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli
serta ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung dan
biasanya ada proses tawar-menawar, bangunan biasanya terdiri dari kios-kios atau
gerai, los dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola
pasar. Kebanyakan menjual kebutuhan sehari-hari seperti bahan-bahan makanan
berupa ikan, buah, sayur-sayuran, telur, daging, kain, pakaian barang elektronik,
jasa dan lain-lain. Selain itu, ada pula yang menjual kue-kue dan barang-barang
lainnya. Pasar seperti ini masih banyak ditemukan di Indonesia, dan umumnya
terletak dekat kawasan perumahan agar memudahkan pembeli untuk mencapai
pasar. Beberapa pasar tradisional yang "legendaris" antara lain adalah pasar
Beringharjo di Jogja, pasar Klewer di Solo, pasar Johar di Semarang
Pasar modern
(Arifin,
2007; Setiawan et al, 2008).
tidak banyak berbeda dari pasar tradisional, namun pasar
jenis ini penjual dan pembeli tidak bertransakasi secara langsung melainkan
pembeli melihat label harga yang tercantum dalam barang (barcode), berada
dalam
dilayani oleh pramuniaga. Barang-barang yang dijual, selain bahan makanan
makanan seperti, buah, sayuran, daging; sebagian besar barang lainnya yang
dijual adalah barang yang dapat bertahan lama. Contoh dari pasar modern
adalah
Pasar dapat dikategorikan dalam beberapa hal. Yaitu menurut jenisnya,
jenis barang yang dijual, lokasi pasar, hari, luas jangkauan dan wujud. Pasar
menurut jenisnya (Lilananda, 2009)
a) Pasar Konsumsi menjual barang-barang untuk keperluan konsumsi. Misalnya
menjual beras, sandal, lukisan. Contohnya adalah Pasar Mergan di Malang,
Pasar Kramat Jati.
:
b) Pasar Faktor Produksi menjual barang-barang untuk keperluan produksi.
Misalnya menjual mesin-mesin untuk memproduksi, lahan untuk pabrik.
Pasar menurut jenis barang yang dijual dapat dibagi menjadi pasar ikan, pasar
buah. Pasar menurut lokasi misalnya Pasar Kebayoran yang berlokasi di
Kebayoran Lama. Pasar menurut hari dinamakan sesuai hari pasar itu dibuka.
Misalnya Pasar Rabu dibuka khusus hari Rabu. Pasar menurut luas
jangkauan (Lilananda, 2009)
a) Pasar Daerah membeli dan menjual produk dalam satu daerah produk itu
dihasilkan. Bisa juga dikatakan pasar daerah melayani permintaan dan
penawaran dalam satu daerah. :
b) Pasar Lokal kayak gaber membeli dan menjual produk dalam satu kota tempat
produk itu dihasilkan. Bisa juga dikatakan pasar lokal melayani permintaan
dan penawaran dalam satu kota.
c) Pasar Nasional membeli dan menjual produknya yaitu jembut dalam satu
negara tempat produk itu dihasilkan. Bisa juga dikatakan pasar nasional
melayani permintaan dan penjualan dari dalam negeri.
d) Pasar Internasional membeli dan menjual produk dari beberapa negara. Bisa
juga dikatakan luas jangkauannya di seluruh dunia.
Pasar menurut wujud (Lilananda, 2009)
a) Pasar Konkret adalah pasar yang lokasinya dapat dilihat dengan kasat mata.
dibeli juga dapat dilihat dengan kasat mata. Konsumen dan produsen juga
dapat dengan mudah dibedakan.
b) Pasar Abstrak adalah pasar yang lokasinya tidak dapat dilihat dengan kasat
mata. Konsumen dan produsen tidak bertemu secara langsung. Biasanya
dapat melalui internet, pemesanan telepon. Barang yang diperjual belikan
tidak dapat dilihat dengan kasat mata, tapi pada umumnya melalui brosur,
rekomendasi. Kita juga tidak dapat melihat konsumen dan produsen
bersamaan, atau bisa dikatakan sulit membedakan produsen dan konsumen
sekaligus.
Beberapa pasar tradisional di Kota Medan (Lilananda, 2009):
a)
b) Pasar Petisah menjadi acuan berbelanja yang murah dan berkualitas.
merupakan salah satu pasar tradisional tua di Medan yang sudah
ada sejak zaman kolonial. Menyediakan beragam kebutuhan pokok dan sayur
mayur.
c)
d)
yang terletak di Jalan Beruang.
e)
merupakan salah satu pasar tradisonal yang cukup tua
dan menjadi trade mark Kota Medan. Terletak di persimpangan Jalan
Sisingamangaraja dan Jalan Sakti Lubis.
f)
yang terletak di Jalan Thamrin yang bersebelahan dengan
Thamrin Plaza.
Beberapa pasar modern di Kota Medan (Lilananda, 2009):
merupakan pasar yang terkenal sebagai tempat
perdagangan pakaian bekas dan menjadi lokasi favorit baru para pemburu
pakaian bekas setelah Pasar Simalingkar dan Jalan Pancing.
a) Brastagi plaza
b) Hypermarket
d) Carrefour
e) Supermarket
Modernisasi pasar ,atau pusat perbelanjaan modern, menjanjikan suasana
belanja yang jauh lebih nyaman dan higienis sehingga menarik
masyarakat untuk meninggalkan pasar tradisional yang kumuh dan kotor. Berdasarkan data dari Pemerintah Kota Medan (2010) dicatatkan 15 mall/
plaza/ hypermarket, 14 supermarket, 29 pasar swalayan, dan 55 pasar tradisional.
Terdapat pengelompokan dan jenis barang di pasar menurut kebersihan,
yaitu (Lilananda, 2009):
a) Kelompok bersih (kelompok jasa, kelompok warung, toko).
b) Kelompok kotor, tidak bau (kelompok hasil bumi, buah-buahan).
c) Kelompok kotor dan berbau (kelompok sayur dan bumbu).
d) Kelompok kotor, bau, basah (kelompok kelapa).
e) Kelompok bau, basah, kotor, dan busuk (kelompok ikan basah dan daging).
Biasanya kelompok bersih diletakan di depan dan kelompok kotor, bau,
basah, dan busuk di belakang. Pengelompokan ini bertujuan agar tidak
tercampur baur dan juga agar pembeli tidak kebingungan mencari barang. Salah
satu hal yang paling mendasar yang membedakan antara pasar tradisional dan
modern adalah transaksi yang dilakukan dimana pelakunya antara orang per
orang. Dan barang yang biasa diperjualbelikan adalah barang kebutuhan pokok
(Lilananda, 2009).
Citra atau image pasar tradisional pada saat ini identik sebagai area
perbelanjaan yang kumuh dan kotor dengan sebuah kelebihan yang cukup penting
yaitu harga yang sangat murah. Dengan kelebihan tersebut otomatis pasar
tradisional menjadi tempat favorit bagi seluruh masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain sebagai produsen kebutuhan sehari-hari,
selama ini pasar tradisional telah banyak memberi lapangan pekerjaan dan
Apalagi ditambah dengan kenyataan bahwa pemerintah kurang membatasi
perkembangan pusat perbelanjaan modern (Lilananda, 2009).
Makanan yang dikonsumsi hendaknya memenuhi kriteria bahwa makanan
tersebut layak untuk dimakan dan tidak menimbulkan penyakit, diantaranya
(Prabu, 2008):
a) Berada dalam derajat kematangan yang dikehendaki
b) Bebas dari pencemaran di setiap tahap produksi dan penanganan
selanjutnya.
c) Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai akibat dari
pengaruh enzym, aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit dan
kerusakan-kerusakan karena tekanan, pemasakan dan pengeringan.
d) Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan penyakit yang
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan
antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian
yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2002).
Gambar 3.1 Kerangka konsep penelitian
Variabel Bebas
Kontaminasi Telur Cacing
(pupuk kotoran manusia)
Variabel Terikat
Higiene Sayuran
Variabel Pengganggu
Perlakuan
3.2 DEFINISI OPERASIONAL
1. Sayuran adalah makanan yang kaya dengan manfaat. Sayuran terbagi dua
yaitu sayuran mentah (lalapan) dan sayuran matang (sudah dimasak).
Sayuran mentah memiliki nilai gizi yang lebih baik dari sayuran matang.
Tetapi lebih beresiko tertular telur dan larva cacing penyakit. Sewaktu
membeli, pedagangnya telah diwawancara untuk mengetahui ada tidaknya
perlakuan (pengolahan) sebelum sayuran itu dijual.
2. Sayuran dikatakan terkontaminasi cacing apabila ditemukan telur dan larva
cacing gelang, cacing cambuk, dan cacing tambang pada sayuran. Sampel
sayuran yang telah diguna pada penelitian ini adalah sayur selada.
Pemeriksaan laboratorium yang telah digunakan untuk memeriksa
kontaminasi telur cacing parasit adalah dengan teknik senrifugasi (Hadidjaja,
1994). Cara pemeriksaan sampel adalah seperti berikut:
a) Merendam dan menyikat sayur selada ke dalam cairan NaOH 0,2%
sebanyak 1liter dalam beker glass 1000 ml selama 30menit.
b) Sayur selada dikeluarkan lembar demi lembar dari dalam larutan.
c) Menyaring air rendaman, kemudian dimasukkan ke dalam beker glass lain
dan didiamkan selama kurang lebih 1jam.
d) Air yang ada di permukaan beker glass dibuang, air bagian bawah beker
glass beserta endapannya diambil dengan volume 10-15ml menggunakan
pipet, dimasukkan ke dalam tabung ependorf.
e) Air endapan disentrifugasi dengan kecepatan 1500 putaran per menit
selama 5menit.
f) Air pada bagian atas ependorf dibuang, endapan diambil menggunakan
pipet Pasteur dan teteskan di atas kaca objek yang sebelumnya diberi
lugol.
g) Kaca objek ditutup dengan kaca penutup, kemudian diperiksa dibawah
3. Pasar tradisional adalah tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai
dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung dan biasanya ada
proses tawar-menawar; Terdiri dari kios-kios atau gerai yang dibuka oleh
penjual; Kebanyakan menjual kebutuhan sehari-hari; Umumnya terletak
dekat kawasan permukiman masyarakat agar memudahkan pembeli untuk
mencapai pasar; Para pedagang saling berebut dalam menarik perhatian para
langganannya untuk mencari keuntungan sebanyak mungkin.
4. Pasar modern adalah tempat dimana penjual dan pembeli tidak bertransaksi
secara langsung melainkan pembeli melihat label harga yang tercantum dalam
barang sehingga tidak dapat ditawar lagi (fixed price); Berada dalam suatu
bangunan modern; Barang yang dijual selalunya dapat bertahan lama dan
bervariasi; Pelayanan dilakukan secara mandiri.
3.3 HIPOTESIS
Tidak ada perbedaan pada higiene sayuran yang dijual di pasar tradisional
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan secara
cross sectional. Survey cross sectional adalah suatu penelitian untuk
mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek dengan
cara pendekatan, observasi dan pengumpulan data sekaligus pada suatu saat
“Point time approach” (Notoatmodjo, 2002).
4.2 Lokasi dan waktu penelitian 4.2.1 Lokasi penelitian
Penelitian ini telah dilakukan di pasar tradisional dan pasar modern
sekitar Kota Medan, Propinsi Sumatera Utara.
4.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini telah berlangsung selama 6 bulan, mulai dari peneliti
menentukan judul, menyusun proposal hingga seminar hasil yang berlangsung
dari bulan Februari 2010 hingga November 2010.
4.3 Populasi dan sampel penelitian 4.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasar tradisional dan pasar
modern yang menjual sayur selada di Kota Medan tahun 2010.
4.3.2 Sampel
Dalam menentukan besarnya sampel, digunakan metode pengambilan
4.4 Metode pengumpulan data
Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan
mengambil sampel sayur selada dari 20 pasar tradisional (masing-masing 2
sampel) dan 20 pasar modern (masing-masing 1 sampel) dengan menggunakan
wadah plastik. Selanjutnya sampel diperiksa di Laboratorium Departemen
Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
4.5 Pengolahan dan Analisa Data
Hasil dari pemeriksaan laboratorium telah dimasukkan ke dalam tabel
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian 5.1.1. Lokasi Penelitian
Lokasi bagi penelitian ini merupakan pasar tradisional dan pasar modern
yang menjual sayur selada sekitar Kota Medan. Terdapat 55 pasar tradisional dan
58 pasar modern di Kota Medan. Sampel bagi penelitian ini dipilih berdasarkan
metode cluster sampling. Sebanyak 20 pasar tradisional dan 20 pasar modern
telah mengikuti penelitian ini.
5.1.2. Karakteristik Sampel
Sampel bagi penelitian ini adalah sayur selada yang dibeli dari pasar
tradisional dan pasar modern. Sebanyak 60 sampel sayur selada telah mengikuti
penelitian ini yaitu 40 sampel dari pasar tradisional dan 20 sampel dari pasar
modern. Sayur selada yang diperiksa mempuyai karakteristik segar dan tidak
kotor secara fisik.
5.1.3. Hasil Analisa Data
Jenis pasar yang mengikuti penelitian ini serta jumlahnya dapat dilihat
pada tabel dibawah yaitu pasar tradisional dan pasar modern. Sampel sayur
selada diambil dari 20 pasar tradisional (50%) dan 20 pasar modern (50%).
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi jenis pasar yang mengikuti penelitian
Jenis pasar N %
Tradisional 20 50.0
Modern 20 50.0
Higiene sayur selada dapat dilihat dari segi kontaminasi parasit. Sayur
selada dikatakan tidak higiene apabila ditemukan parasit. Tabel di bawah
menunjukkan frekuensi hasil uji penemuan parasit dari kedua-dua pasar. Pasar
tradisional menunjukkan hasil positif kontaminasi parasit pada 34 sampel (85.0%)
dan hasil negatif pada 6 sampel (15.0%) dari jumlah 40 sampel. Manakala pasar
modern pula menunjukkan hasil positif kontaminasi parasit pada 18 sampel
(90.0%) dan hasil negatif pada 2 sampel (10.0%) dari jumlah 20 sampel.
Tabel 5.2 Frekuensi hasil uji penemuan parasit berdasarkan pasar
Pasar
Penemuan parasit
(+) % (-) % Total
Tradisional 34 85.0 6 15.0 40 100.0%
Modern 18 90.0 2 10.0 20 100.0%
Tabel frekuensi hasil uji penemuan parasit berdasarkan pasar
menunjukkan tidak ada perbandingan higiene pada sayur selada yang dijual di
pasar trdisional dengan pasar modern. Hal ini dibukt ikan melalui uji chi square
yang memberikan nilai χ² hitung = 0.29, df = 1 dengan nilai kemaknaan 5%.
Tabel chi square menunjukkan, χ² table = 3,481. Keputusannya adalah nilai χ²
hitung < χ² table, maka Ho gagal ditolak.
Sampel pada penelitian ini dapat memilki higienitas tinggi dengan
perlakuan mencuci sayur selada sebelum ia dijual. Tabel di bawah ini
menunjukkan frekuensi hasil perlakuan yaitu mencuci sayur selada sebelum ia
dijual di pasar tradisional dan pasar modern. Pengusaha dari pasar tradisional
dengan jawaban ada mencuci sayur selada sebelum ia dijual menunjukkan hasil 6
sampel (15.0%) dan dengan jawaban tidak ada pula menunjukkan 34 sampel
pula menunjukkan hasil 2 sampel (10.0%) dan dengan jawaban tidak ada pula
menunjukkan 18 sampel (90.0%) dari total 20 sampel.
Tabel 5.3 Frekuensi hasil perlakuan yaitu dengan mencuci sayur selada sebelum ia dijual di pasar
Pasar
Perlakuan mencuci sayur selada sebelum ia dijual Ada % Tidak ada % Total
Tradisional 6 15.0 34 85.0 40 100.0%
Modern 2 10.0 18 90.0 20 100.0%
Frekuensi hasil jenis parasit berdasarkan pasar dapat dilihat pada tabel di
bawah ini. Pasar tradisonal menunjukkan parasit free living jantan dan betina
Strongyloides menduduki tempat teratas dengan frekuensi 14 sampel (35.0%).
Jenis parasit kedua terbanyak yang ditemui pada sayur selada pasar tradisional
adalah larva Rhabditiform Strongyloides dengan frekuensi 12 sampel (30.0%).
Tempat seterusnya diduduki oleh telur hookworm dan diikuti dengan telur
toxocora dengan frekuensi enam sampel (15.0%) dan dua sampel (5.0%)
masing-masing. Manakala enam sampel (15.0%) menunjukkan hasil negatif bagi
kontaminasi parasit.
Pasar modern pula, didahului dengan parasit jenis larva Rhabditiform
Strongyloides dengan frekuensi tujuh sampel (35.0%). Jenis parasit kedua
terbanyak yang ditemui pada sayur selada pasar modern adalah parasit free living
jantan dan betina Strongyloides dengan frekuensi enam sampel (30.0%). Tempat
seterusnya diduduki oleh telur hookworm dan diikuti dengan telur toxocora
dengan frekuensi empat sampel (20.0%) dan satu sampel (5.0%) masing-masing.
Manakala dua sampel (10.0%) menunjukkan hasil negatif bagi kontaminasi
Tabel 5.4 Frekuensi hasil jenis parasit berdasarkan pasar
Berdasarkan hasil penelitian yang telah disajikan diatas dapat dilakukan
pembahasan seperti berikut. Secara umumnya pengusaha memberikan barangan
yang berkualitas dan bebas dari kontaminan kepada pembelinya tidak kira pasar
tradisional maupun pasar modern. Tetapi hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa 34 sampel (85.0%) dari 40 sampel pasar tradisional menunjukkan hasil
positif kontaminasi parasit, dan 18 sampel (90.0%) dari 20 sampel pasar modern
menujukkan hasil positif bagi kontaminasi parasit. Hal ini bertentangan dengan
pendapat Sinaga dan Pariman (2004), yang mengatakan bahwa barang yang dijual
di pasar modern mempunyai kualitas yang relatif lebih terjamin dari pasar
tradisional karena melalui penyeleksian terlebih dahulu secara ketat sehingga
barang yang tidak memenuhi persyaratan klasifikasi akan ditolak. Ini bermakna
tidak ada perbedaan higiene pada sayur selada yang dijual di pasar tradisional
dengan pasar modern.
Hal ini kemungkinan disebabkan karena kurangnya perhatian dari
pengusaha sayur selada dari kedua pasar tradisional dan pasar modern dalam
membekalkan yang berkualitas dan aman bagi pembelinya. Tetapi pengusaha
kontaminasi parasit. Menurut Astawan (2010), kontaminasi cacingan dapat
terjadi terutama pada sayuran yang menjalar di permukaan tanah karena para
petani seringkali menggunakan pupuk kotoran ternak(bahkan kotoran manusia)
untuk meningkatkan kesuburan tanah. Tetapi dengan menjaga kualitas dan sarana
pengolahan makanan lalapan dapat meningkatkan kualitas higienitas (Scharff,
2010).
Berdasarkan hasil wawancara pada tabel 5.3 dapat dikatakan bahwa
dengan tidak mencuci sayur selada sebelum dijual dapat meningkatkan angka
kejadian kontaminasi parasit. Hal ini sesuai dengan Gandahusada (2000), yang
mengatakan kebiasaan memakan lalapan tanpa dibersihkan terlebih dahulu dapat
meningkatkan food borne illnesses. Kesemua pengusaha pasar tradisional dengan
pasar modern yang ada mengamalkan perlakuan mencuci sayur selada sebelum ia
dijual menunjukkan hasil negatif bagi kontaminasi parasit. Hal ini sesuai dengan
Prabu (2008), yang mengatakan bahwa penerapan atau pemeliharaan kondisi yang
mampu mencegah terjadinya kontaminasi makanan atau terjadinya penyakit yang
disebabkan oleh makanan (foodborne illness atau foodborne disease).
Hasil pada tabel 5.4 menunjukkan parasit jenis strongyloides jantan dan
betina yang free living ditemui paling banyak di pasar tradisional. Manakala bagi
pasar modern pula parasit yang paling banyak ditemui merupakan jenis larva
rhabditiform strongyloides. Hal ini mungkin karena lokasi dan lingkungan
berkembang biak setiap parasit berbeda.
Keterbatasan pada penelitian ini adalah wawancara tidak dilakukan
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa kesimpulan diantaranya ialah,
1. Sayur selada yang terkontaminasi parasit dari pasar tradisional adalah
sebanyak 34 sampel (85.0%).
2. Sayur selada yang terkontaminasi parasit dari pasar modern adalah sebanyak
18 sampel (90.0%).
3. Hasil menunjukkan perbedaan higiene pada sayur selada yang dijual di pasar
tradisional dengan pasar modern tidak bermakna.
4. Penelitian ini menunjukkan bahwa dengan mengamalkan perlakuan seperti
mencuci sayur selada sebelum ia dijual dapat menurunkan angka kejadian
kontaminasi parasit.
6.2 Saran
Bedasarkan hasil penelitian ini, terdapat beberapa saran diantaranya ialah,
1. Kepada pengusaha sayuran agar melakukan perlakuan/ pengolahan sebelum
sayuran dijual kepada pembeli dalam upaya membekalkan sayuran yang
berkualitas bagi pembeli.
2. Kepada pembeli agar dapat mencuci dan memasak terlebih dahulu sayuran
yang dibeli dari pasar sebelum mengkonsumsinya sebagai langkah untuk
mencegah infeksi parasit.
3. Diharapkan pada penelitian selanjutnya untuk mengadakan penelitian yang
DAFTAR PUSTAKA
Akhirany, N., 2004. Pedoman Pengawasan Biosecurity and Hygiene Terhadap
Produk Unggas. Available
from : disnaksulsel.info/index.php?option=com_docman&task=doc_download& gid=14
Arifin, H., 2007. Pasar Tradisional Versus Modern. Available
from:
[Accessed 01 Mei 2010]
Maret 2010]
Arobaya, A.Y., 2010. Pasar Tradisional Versus Modern. Available from: 30 Maret 2010]
Astawan, M., 2010. Kandungan Gizi Aneka Bahan Makanan. Available from: http://www.ruangkeluarga.com /kesehatan/lalapan-sayuran-mentah-juga mengandung-bahaya-20100310-530.html
Codex Alimentarius Commission(CAC), 2003. Recommended International Code of
Practice General Principles of Food Hygiene. Available from:
[Accessed 03 Mei 2010]
[Accessed 26 April 2010]
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2003. Indonesia Sehat 2010 dan
Pedoman Penetapan Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/ Kota. Available
from:
Departemen Pertanian, 2009. Konsep Pedoman Sanitasi dan Hygiene Agroindustri
Perdesaan. Available
Djaafar, T.F., dan Rahayu, S., 2005. Cemaran Mikroba pada Produk Pertanian,
Penyakit yang Ditimbulkan dan Pencegahannya. Available
Gandahusada, S., 2000. Parasitologi Kedokteran edisi ke 3. Jakarta: EGC, 34-67.
Hadidjaja, P., 1994. Penuntun Laboratorium Parasitologi Kedokteran. Available from:
Jie, A., 2009. Pengertian Hygiene dan Sanitasi. [Accessed 14 Maret 2010]
Available from:
Lilananda, 2009. Pasar Tradisional. Available from:
Muslim, H.M., 2005. Parasitologi untuk Keperawatan. Available from:
Notoatmodjo, S., 2002. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta, 68-74.
Pemerintah Kota Medan, 2010. Perdagangan dan Jasa. Available
from: [Accessed 13
maret 2010]
Prabu, P., 2008. Higiene dan Sanitasi Makanan. Available
from:
Scharff, R., 2010. Food Poisoning Illnesses Cost Americans Billions. Available from:
Setiawan, I., Suciawati, Hasanah, L., dan Edi, 2008. Wawasan Sosial Ilmu
Pengetahuan Sosial SMP/MTs. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen
Pendidikan Nasional, 197-208.
Koperasi dan UKM. Jakarta : Tidak Diterbitkan. Available from
Sinaga, Pariaman. 2004. Makalah Pasar Modern VS Pasar Tradisional. Kementerian
Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 424/MENKES/SK/VI, 2006. Pedoman
Pengendalian Cacingan. Available
from: 07 Maret 2010]
Yulianto, E., 2007. Skripsi : Hubungan Higiene Sanitasi dengan Kejadian Penyakit
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Gita A/P Karuppiah
Tempat/ Tanggal Lahir : Selangor/ 08 September 1986
Agama : Hindu
Alamat : No.11A, Bendahara Villa, Kuala Selangor
Riwayat Pendidikan : 1. SRKT Vageesar
2. SMK Sultan Abdul Aziz
3. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Riwayat Pelatihan : 1. Persatuan Bulan Sabit Merah
Riwayat Organisasi : 1. Ahli Persatuan Kebangsaan Pelajar-pelajar Malaysia
Indonesia Cawangan Medan (PKPMI)
PT 39 + Tidak ada Free living Ss
PT 40 + Tidak ada Larva Ss
Pasar Modern Hasil Perlakuan/ Pengolahan sebelum dijual
Ho= Tidak ada perbedaan higiene antara sayur selada yang dijual di pasar
tradisional dengan pasar modern
b. Uji statistic:uji chi square (type independency)
c. Nilai kemaknaan 5%
d. Perhitungan
χ² = Σ (O-E) E
Nilai observasi : 34 6 18 2
Tabel : 2x2 df = (b-1)(k-1) = 1
Nilai ekspektasi:
Sel Nilai Observasi Perhintungan
Nilai Ekspektasi
dibandingkan antara χ² hitung dengan χ² table
f. Keputusan
Frequencies: Pasar Tradisional
Statistics
Kontaminasi STH Perlakuan sebelum dijual
N Valid 40 40
Missing 0 0
Frequency Table
Kontaminasi STH
Valid Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
- 6 15.0 15.0 15.0
+ 34 85.0 85.0 100.0
Total 40 100.0 100.0
Perlakuan sebelum dijual
Valid Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
ada 6 15.0 15.0 15.0
tidak 34 85.0 85.0 100.0
Total 40 100.0 100.0
Frequencies: Pasar Modern
Statistics
Kontaminasi STH Perlakuan sebelum dijual
N Valid 20 20
Missing 0 0
Frequency Table
Kontaminasi STH
Valid Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
- 2 10.0 10.0 10.0
+ 18 90.0 90.0 100.0
Perlakuan sebelum dijual
Valid Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
ada 2 10.0 10.0 10.0
Pasar Tradisional Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
* Kontaminasi STH 40 100.0% 0 .0% 40 100.0%
Pasar Tradisional * Kontaminasi STH Crosstabulation
PT 8 0 1 1
PT 9 0 1 1
Total 6 34 40
2. Perlakuan/ pengolahan sebelum dijual
Case Processing Summary
Cases
Pasar Tradisional Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
* Perlakuan sebelum dijual
40 100.0% 0 .0% 40 100.0%
Pasar Tradisional * Perlakuan sebelum dijual Crosstabulation
Crosstabs: Pasar Modern
1. Kontaminasi STH
Case Processing Summary
Cases
Pasar Modern Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
* Kontaminasi STH 20 100.0% 0 .0% 20 100.0%
Pasar Modern * Kontaminasi STH Crosstabulation
PM 7 1 0 1
PM 8 0 1 1
PM 9 0 1 1
Total 2 18 20
2. Perlakuan/ pengolahan sebelum dijual
Case Processing Summary
Pasar Modern * Perlakuan sebelum dijual Crosstabulation
PM 20 0 1 1
PM 3 0 1 1
PM 4 0 1 1
PM 5 0 1 1
PM 6 0 1 1
PM 7 1 0 1
PM 8 0 1 1
PM 9 0 1 1