• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Cendawan Mikoriza Arbuskular Dan Naungan Terhadap Pertumbuhan Bibit Gaharu (Aquilaria malaccensis)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Cendawan Mikoriza Arbuskular Dan Naungan Terhadap Pertumbuhan Bibit Gaharu (Aquilaria malaccensis)"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULAR DAN

NAUNGAN TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT GAHARU

(Aquilaria malaccensis)

SKRIPSI

Oleh: Curiani Marbun 061202005/ Budidaya Hutan

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Pengaruh Cendawan Mikoriza Arbuskular dan Naungan Terhadap Pertumbuhan Bibit Gaharu (Aquilaria

malaccensis).

Nama : Curiani Marbun

NIM : 061202005

Departemen : Kehutanan P. Studi : Budidaya Hutan

Disetujui Oleh :

Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing

Dr. Delvian, SP., MP Dr. Deni Elfiati, SP.,MP Ketua Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi Kehutanan

(3)

ABSTRAK

CURIANI MARBUN. Pengaruh Cendawan Mikoriza Arbuskula dan Naungan Terhadap Pertumbuhan Bibit Gaharu, dibimbing oleh DELVIAN dan DENI ELFIATI.

Pemanfaatan cendawan mikoriza arbuskula sebagai media tumbuh membantu tanaman gaharu untuk menyerap nutrisi. Pemakaian naungan yang tepat dan sesuai diharapkan dapat memperbesar keberhasilan pembibitan gaharu. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh cendawan mikoriza arbuskula dan naungan terhadap pertumbuhan bibit gaharu (Aquilaria malaccensis). Penelitian ini mengunakan rancangan petak terbagi factorial dengan 2 faktor, mikoriza (0,5,10 dan 15 g per tanaman) dan tingkat naungan (N1, N2 dan N3). Hasil penelitian menunjukkan tidak ada interaksi antara tingkat naungan dan dosis mikoriza. Namun, perlakuan dosis mikoriza dan tingkat naungan memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi bibit gaharu.

(4)

ABSTRACT

CURIANI MARBUN. Influence of arbuscular mycorrhizal fungus and Shade on Seedling Growth Aquilaria malaccensis, guided by DELVIAN and DENI ELFIATI.

Utilization of arbuscular mycorrhizal fungus as aloe plant growing medium helps to absorb nutrients. Use the right and appropriate shade is expected to enlarge the breeding success of aloes. This research aims to study the effect of arbuscular mycorrhizal fungus and shade on seedling growth gaharu (Aquilaria malaccensis). This research design was divided plots factorial with 2 factors, mycorrhizal (0,5,10 and 15 g per plant) and the level of shade (N1, N2 and N3). The results showed no interaction between shade and the dose level mycorrhizal. However, the treatment dose and the level of mycorrhizal shade of high impact to

Aquilaria malaccensi seeds.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Aek Nauli, Kabupaten Samosir pada tanggal 8 Februari 1988 dari ayah Efendi Marbun dan ibu Nurmaya Sinaga. Penulis merupakan anak kedua dari enam bersaudara.

Penulis memulai pendidikan di SD Negeri 173730 Simbolon dan lulus tahun 2000 kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Budi Mulia Pangururan dan lulus tahun 2003. Pada tahun 2006, penulis menyelesaikan pendidikan di SMA St. Petrus Medan dan pada tahun yang sama diterima masuk di Program Studi Budidaya Hutan, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara (USU) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Penulis mengikuti kegiatan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Taman Nasional Gunung Leuser Tangkahan dan di Pulau Sembilan pada tahun 2008 dan melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten KPH Serang pada Bulan Juni - Juli 2010.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan anugrahNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Cendawan Mikoriza Arbuskula dan Naungan Terhadap Pertumbuhan Bibit Gaharu (Aquilaria malaccensis).

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan pernyataan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Dr. Delvian, SP.,MP dan Dr. Deni Elfiati, SP.,MP selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian, sampai pada akhir ujian.

Disamping itu, penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua staff pengajar dan pegawai di Departemen Kehutanan, serta semua rekan mahasiswa yang tidak dapat disebutkan satu per satu di sini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.

(7)

DAFTAR ISI Tinjauan botanis tanaman gaharu ... 4

Syarat tumbuh ... 5

Karakteristik gaharu ... 6

Cendawan mikoriza arbuskula ... 6

Interaksi mikoriza dengan tanaman ... 9

(8)

Interaksi intensitas cahaya dan mikoriza terhadap tanaman ... 14

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 15

Bahan dan Alat ... 15

Metode Penelitian ... 16

Pelaksanaan Penelitian ... 18

Pemeliharaan ... 21

Parameter Pengamatan ... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil……….. ... 25

Pembahasan ... 34

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 38

Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39

(9)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam... 25

2. Rataan pengaruh naungan dan mikoriza terhadap tinggi tanaman (cm) ... 25

3. Rataan pengaruh naungan dan mikoriza terhadap diameter tanaman (mm) ... 27

4. Rataan pengaruh naungan dan mikoriza terhadap jumlah daun (helai) ... 29

5. Rataan pengaruh naungan dan mikoriza terhadap berat kering tanaman (gr) ... 31

6. Rataan pengaruh naungan dan mikoriza terhadap rasio tajuk akar (gr) ... 32

(10)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Pengaruh naungan terhadap pertumbuhan tinggi ... 28

2. Pengaruh mikoriza terhadap pertumbuhan tinggi ... 28

3. Pengaruh naungan terhadap pertumbuhan diameter ... 30

4. Pengaruh mikoriza terhadap pertumbuhan diameter ... 30

5. Pengaruh naungan terhadap pertambahan jumlah daun ... 32

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Rataan tinggi tanaman (cm) dan sidik ragam pada bibit gaharu ... 42

2. Rataan diameter tanaman (mm) dan sidik ragam pada bibit gaharu ... 43

3. Rataan jumlah daun bibit (helai) dan sidik ragam pada bibit gaharu ... 44

4. Rataan berat kering total tanaman (gr) dan sidik ragam pada bibit gaharu ... 45

5. Rataan rasio tajuk akar tanaman (gram) dan sidik ragam pada bibit gaharu ... 46

6. Rataan persen kolonisasi mikoriza dan sidik ragam pada bibit gaharu ... 47

7. Persen hidup tanaman ... 48

8. Lay out rancangan petak terbagi / Split Plot dengan 2 faktor (naungan dan pemberian mikoriza) dan ulangan sebanyak 3 kali ... 49

9. Kriteria penilaian sifat kimia tanah ... 51

10. Perbedaan tinggi, diameter, jumlah daun pada interaksi antara naungan dengan mikoriza ... 52

11. Akar yang terinfeksi CMA ... 54

(12)

ABSTRAK

CURIANI MARBUN. Pengaruh Cendawan Mikoriza Arbuskula dan Naungan Terhadap Pertumbuhan Bibit Gaharu, dibimbing oleh DELVIAN dan DENI ELFIATI.

Pemanfaatan cendawan mikoriza arbuskula sebagai media tumbuh membantu tanaman gaharu untuk menyerap nutrisi. Pemakaian naungan yang tepat dan sesuai diharapkan dapat memperbesar keberhasilan pembibitan gaharu. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh cendawan mikoriza arbuskula dan naungan terhadap pertumbuhan bibit gaharu (Aquilaria malaccensis). Penelitian ini mengunakan rancangan petak terbagi factorial dengan 2 faktor, mikoriza (0,5,10 dan 15 g per tanaman) dan tingkat naungan (N1, N2 dan N3). Hasil penelitian menunjukkan tidak ada interaksi antara tingkat naungan dan dosis mikoriza. Namun, perlakuan dosis mikoriza dan tingkat naungan memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi bibit gaharu.

(13)

ABSTRACT

CURIANI MARBUN. Influence of arbuscular mycorrhizal fungus and Shade on Seedling Growth Aquilaria malaccensis, guided by DELVIAN and DENI ELFIATI.

Utilization of arbuscular mycorrhizal fungus as aloe plant growing medium helps to absorb nutrients. Use the right and appropriate shade is expected to enlarge the breeding success of aloes. This research aims to study the effect of arbuscular mycorrhizal fungus and shade on seedling growth gaharu (Aquilaria malaccensis). This research design was divided plots factorial with 2 factors, mycorrhizal (0,5,10 and 15 g per plant) and the level of shade (N1, N2 and N3). The results showed no interaction between shade and the dose level mycorrhizal. However, the treatment dose and the level of mycorrhizal shade of high impact to

Aquilaria malaccensi seeds.

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman gaharu (Aquilaria malaccensis) merupakan tanaman hutan yang menghasilkan hasil hutan non kayu yang bernilai ekonomi tinggi. Tanaman ini dapat memproduksi gubal gaharu yang aromanya harum yang mengandung damar wangi (aromatic resin) sebagai akibat adanya serangan jamur. Gubal gaharu sebagai komoditi elit bermanfaat untuk keperluan industri parfum, kosmetik, tasbih dan obat-obatan. Untuk mendukung kelestarian sumberdaya dan produksi gaharu, secara teknis perlu didukung oleh upaya pembudidayaan

(Anwar dan Hartal, 2007).

Pembudidayaan tanaman gaharu dapat didukung dengan penggunaan cendawan mikoriza arbuskula (CMA) yang banyak memberikan keuntungan bagi pertumbuhan bibit. Peranan mikoriza secara spesifik dalam membantu pertumbuhan tanaman antara lain membantu memperbaiki nutrisi tanaman, sebagai pelindung hayati, serta membantu meningkatkan resistensi tanaman terhadap kekeringan (Hanafiah et al., 2003).

(15)

Menurut Irwanto (2006), untuk mendukung pertumbuhan gaharu dengan baik, kondisi lingkungan juga perlu diperhatikan seperti kondisi cahaya. Cahaya merupakan faktor penting terhadap berlangsungnya fotosintesis, sementara fotosintesis merupakan proses yang menjadi kunci dapat berlangsungnya proses metabolisme yang lain di dalam tanaman. Setiap tanaman atau jenis pohon mempunyai toleransi yang berlainan terhadap cahaya matahari. Ada tanaman yang tumbuh baik ditempat terbuka sebaliknya ada beberapa tanaman yang dapat tumbuh dengan baik pada tempat teduh/bernaungan. Ada pula tanaman yang memerlukan intensitas cahaya yang berbeda sepanjang periode hidupnya.

Banyak spesies memerlukan naungan pada awal pertumbuhannya, walaupun dengan bertambahnya umur naungan dapat dikurangi secara bertahap. Gaharu merupakan jenis tanaman yang tidak tahan cahaya matahari langsung (semitoleran) pada fase pertumbuhan awal (vegetatif). Beberapa spesies yang berbeda mungkin tidak memerlukan naungan dan yang lain mungkin memerlukan naungan mulai awal pertumbuhannya. Pengaturan naungan sangat penting untuk menghasilkan bibit-bibit yang berkualitas. Naungan berhubungan erat dengan temperatur dan evaporasi. Oleh karena adanya naungan, evaporasi dari semai dapat dikurangi (Irwanto, 2006).

(16)

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh dosis mikoriza dan tingkat naungan yang berbeda terhadap pertumbuhan bibit gaharu (Aquilaria malaccensis).

Hipotesis Penelitian

1. Terjadi perbedaan pertumbuhan bibit gaharu pada pemberian dosis mikoriza dan tingkat naungan yang berbeda

2. Perbedaan dosis mikoriza memberikan pengaruh yang berbeda tehadap pertumbuhan bibit gaharu.

3. Perbedaan tingkat naungan memberikan pengaruh yang berbeda tehadap pertumbuhan bibit gaharu.

Manfaat Penelitian

1. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai bahan informasi dan masukan mengenai dosis mikoriza yang baik untuk bibit gaharu.

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Botanis Tanaman Gaharu

Tumbuhan penghasil gaharu menurut Sumarna (2002) secara botanis memiliki susunan tata nama sebagai berikut

Kingdom : Plantae Divisi : Termatophta Sub-Divisi : Angiospermae Klas : Dikotiledonae Ordo : Myrtales Famili : Thymeleaceae Genus : Aquilaria

Spesies : Aquilaria malaccensis Lamk

(18)

Syarat Tumbuh

Secara ekologis sebaran tumbuh pohon penghasil gaharu di Indonesia, dapat dijumpai di berbagai wilayah hutan Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua dan Nusa Tenggara, pada daerah ketinggian antara 0-2400 mdpl, tipe iklim A atau B dengan parameter suhu udara antara 280 – 340 C, berkelembaban anatara 80 – 90 % serta tumbuh pada daerah bercurah hujan antara 1.000 – 2.000 mm/tahun (Sumarna, 2009).

Tanaman gaharu memiliki tempat tumbuh dengan variasi kondisi struktur dan tekstur tanah berlempung, lempung berpasir dan berbatuan, liat yang tergolong podlosik merah kuning dengan kondisi remah, baik pada lahan dengan kesuburan tinggi, sedang hingga lahan-lahan ekstrim pada tanah dengan solum yang dalam dan tidak dijumpai tumbuh pada lahan terendam air secara permanen (Sumarna, 2009).

(19)

Karakteristik Gaharu

Secara umum pohon penghasil gaharu merupakan tumbuhan tingkat tinggi berkayu. Namun, gaharu pun dapat dihasilkan oleh tumbuhan liana dan perdu. Kualitas gaharu yang terbentuk berbeda sesuai jenis pohon penghasilnya. Perbedaan ini dapat terjadi pada bentuk, ciri, sifat, dan aroma keharumannya yang dapat diketahui setelah gaharu dibakar (Sumarna, 2002).

Volume produksi dan kualitas gaharu secara umum ditentukan oleh kinerja mikroba penyakit pembentuk gaharu (inokulan), umur pohon, dan masa inkubasi. Sementara warna gaharu yang terkandung dalam kayu akan berbeda sesuai masa produksi, yaitu hitam, cokelat, cokelat merah, merah, kuning bergaris hitam, dan putih kekuningan (Sumarna, 2002).

Batang tanaman dari kelompok Aquilaria malaccensis, dapat mencapai tinggi 35-40 m, diameter sekitar 60 cm, dan berkayu keras. Kulit batangya licin berwarna putih atau keputih-putihan. Daun lonjong memanjang dengan panjang 5-8 cm, lebar 3-4 cm, berujung runcing, dan berwarna hijau mengilat. Bunga berada di ujung ranting atau ketiak atas dan bawah daun. Buah berada dalam polong berbentuk bulat telur ataiu lonjong, berukuran panjang sekitar 5 cm, dan lebar 3 cm. Biji bulat atau bulat telur yang ditutupi bulu-bulu halus berwarna kemerahan (Sumarna, 2002).

Cendawan Mikoriza Arbuskula

(20)

arbuskula. Vesikel merupakan ujung hifa berbentuk bulat, berfungsi sebagai organ penyimpanan, sedangkan arbuskula merupakan hifa yang struktur dan fungsinya sama dengan houstoria dan terletak di dalam sel tanaman.

Cendawan Mikoriza Arbuskula termasuk kelompok endomikoriza yaitu suatu cendawan tanah yang bersifat simbiotik obligat dengan akar tanaman yang telah diketahui mempunyai pengaruh yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman, karena dapat meningkatkan serapan hara. Struktur yang terbentuk akibat kerjasama yang saling menguntungkan antara cendawan mikoriza dengan akar tanaman, mempunyai kemampuan untuk meningkatkan masukan air dan hara dari tanah ke dalam jaringan tanaman (Anwarudin et al., 2007).

Mekanisme hubungan antara CMA dengan akar tanaman adalah sebagai berikut, spora CMA berkecambah dan menginfeksi akar tanaman, kemudian di dalam jaringan akar CMA ini tumbuh dan berkembang membentuk hifa-hifa yang panjang dan bercabang. Jaringan hifa ini memiliki jangkauan yang jauh lebih luas daripada jangkauan akar tanaman itu sendiri. Hifa CMA yang jangkauannya lebih luas ini selanjutnya berperan sebagai akar tanaman dalam menyerap air dan hara dari dalam tanah (Anwarudin et al., 2007).

Menurut Dephut (2006), Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa bibit bermikoriza memiliki pertumbuhan yang lebih optimal daripada bibit non mikoriza. Kelebihan bibit bermikoriza antara lain:

1. Bibit bermikoriza lebih tahan terhadap kekeringan, bibit yang bermikoriza akarnya diselimuti oleh hifa-hifa eksternal yang menyebar luas disekitar zona rhizosfer.

(21)

3. Bibit bermikoriza memiliki efisiensi dalam penyerapan unsur fosfor 4. Bibit bermikoriza memiliki pertumbuhan yang lebih cepat.

Menurut Suhardi (1989), bahwa pertumbuhan mikoriza sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti:

1. Suhu

Semakin tinggi suhu semakin besar terbentuknya koloni dan meningkatnya produksi spora. Schenk dan Schroder (1974) dalam Suhardi (1989) mendapatkan bahwa suhu terbaik untuk perkembangan arbuskula yakni pada suhu 300 C tetapi untuk perkembangan bagi vesikel pada suhu 350 C sedangkan untuk kolonisasi miselia pada suhu 280 C - 340 C. Suhu dari tanah juga sangat berpengaruh terhadap terbentuknya koloni akar dan kemampuan membentuk spora dan mungkin berpengaruh terhadap kemampuan hidup alat-alat perkembangbiakan dari CMA. Suhu tanah berpengaruh langsung terhadap perkecambahan dari spora dan pertumbuhan akar.

2. Kesuburan tanah

(22)

3. pH tanah

Daya adaptasi masing-masing spesies CMA terhadap pH tanah berbeda-beda, misalnya untuk Glomus mosseae biasanya pada tanah alkali dapat berkecambah dengan baik pada pH 6-9. Sedangkan untuk Gigaspora coralloidea dan Gigaspora heterogama dapat berkecambah dengan baik pada pH 4-6. Masih sukar diketahui bagaimana pH mempengaruhi perkecambahan. Di dalam tanah kandungan nutrisi yang lain sangat kecil pengaruhnya terhadap perkecambahan spora. Sehingga pH diperkirakan yang mempengaruhi tersedianya nutrisi dan bukan yang menyebabkan terhambatnya perkecambahan spora.

Interaksi Mikoriza dengan Tanaman

Menurut Kilham (1994) dalam Musfal (2008), hubungan CMA dengan tanaman inangnya adalah saling menguntungkan baik bagi tanaman pangan, pertanian, kehutanan maupun tanaman penghijauan. Bagi tanaman inang adanya asosiasi ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi pertumbuhanya baik secara langsung maupun tidak. Secara tidak langsung CMA dapat memperbaiki struktur tanah, meningkatkan kelarutan hara, dan proses pelapukan bahan induk. Sedangkan secara langsung CMA dapat meningkatkan serapan air, hara dan melindungi tanaman dari serangan patogen akar dan unsur-unsur yang bersifat toksis (Musfal, 2008).

(23)

diameter dan berat kering total masing-masing 192 %, 178 % dan 403 % bila dibandingkan dengan kontrol.

Menurut Suhardi (1989), Beberapa pengaruh CMA terhadap pertumbuhan tanaman antara lain

1. Menambah penyerapan nutrisi

a. Mengurangi jarak nutrisi yang memasuki akar tanaman

b. Meningkatkan rata-rata penyerapan nutrisi dan konsentrasi pada permukaan penyerapan.

c. Merubah secara kimia sifat-sifat nutrisi sehingga memudahkan penyerapan nutrisi tersebut kedalam akar tanaman.

2. Pengaruh yang bersifat nonnutrisi a. Hambatan pertumbuhan

Kadang-kadang inokulasi dengan CMA dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan, dan ini terjadi pada saat inokulasi terdapat juga jenis patogen yang terbawa seperti Pytium dan Fusarium. Ini juga terjadi apabila tanah yang dipergunakan untuk media ternyata kurang steril.

b. Rangsangan pertumbuhan

(24)

Menurut Abbot dan Robson (1984) dalam Tanjung (2009), akar yang bermikoriza dapat meningkatkan kapasitas pengambilan hara karena waktu hidup akar yang dikolonisasi diperpanjang dan derajat percabangan serta diameter akar diperbesar, sehingga luas permukaan absorpsi akar diperluas. Hal ini didukung oleh Imas et al., (1989) dalam Tanjung (2009) yang menyatakan, bahwa CMA dapat meningkatkan produksi hormon pertumbuhan seperti auksin, sitokinin dan gibberelin bagi tanaman inangnya. Auksin berfungsi memperlambat proses penuaan akar sehingga fungsi akar sebagai penyerap unsur hara dan air akan bertahan lebih lama.

Bibit bermikoriza lebih tahan kering daripada bibit yang tidak bermikoriza. Kekeringan yang menyebabkan rusaknya jaringan korteks, kemudian matinya perakaran, pengaruhnya tidak akan permanen pada akar yang bermikoriza. Akar bermikoriza akan cepat pulih kembali setelah periode kekurangan air berlalu. Hifa cendawan masih mampu menyerap air pada pori-pori tanah pada saat akar bibit sudah tidak mampu lagi. Selain itu penyebaran hifa di dalam tanah sangat luas, sehingga dapat memanen air relatif lebih banyak (Santoso, 2006).

(25)

Hetrick (1984) dalam Delvian (2005) menyimpulkan bahwa kolonisasi akar dan produksi spora dipengaruhi oleh dua faktor yaitu: spesies cendawan dan lingkungan. Faktor spesies cendawan dibedakan menjadi faktor kerapatan inokulum dan persaingan antar spesies cendawan. Peningkatan kadar inokulum dapat meningkatkan persentase kolonisasi akar sampai titik optimum tertentu.

Menurut Abbot dan Robson (1984) dalam Tanjung (2009), setidaknya ada empat faktor yang berhubungan dengan keefektifan dari suatu spesies CMA, yaitu:

1. Kemampuan CMA untuk membentuk hifa yang ekstensif dan penyebaran hifa yang baik di dalam tanah,

2. Kemampuan CMA untuk membentuk infeksi yang ekstensif pada seluruh sistem perakaran yang berkembang dari suatu tanaman,

3. Kemampuan dari hifa CMA untuk menyerap fosfor dari larutan tanah, dan 4. Umur dari mekanisme transpor sepanjang hifa ke dalam akar tanaman.

Pengaruh Cahaya terhadap Pertumbuhan Tanaman

(26)

Menurut hasil penelitian Irwanto (2006), perbedaan naungan memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Hal ini berkaitan langsung dengan intensitas, kualitas dan lama penyinaran cahaya yang diterima untuk tanaman melaksanakan proses fotosintesis. Seperti yang dikemukan oleh Daniel et al (1992) dalam Irwanto (2006) bahwa cahaya langsung berpengaruh pada pertumbuhan pohon melalui intensitas, kualitas dan lama penyinaran.

Hasil penelitian Muin (2006), pertumbuhan anakan ramin lebih lambat di bawah intensitas cahaya yang rendah (di bawah naungan) dan intensitas cahaya yang tinggi (di tempat yang terbuka), menunjukkan bahwa anakan ramin tidak menyukai intensitas cahaya yang rendah atau sangat tinggi. Jika intensitas cahaya yang diterima rendah atau tinggi, maka perubahan yang terjadi bisa dalam hal proses fisiologis dan perubahan morfologis terutama pada bagian daun.

Hasil penelitian Zubaidi (2008) menunjukkan pertumbuhan bibit gaharu (Gyrinops verstegii) yang baik dapat terjadi jika dapat ternaungi setidaknya sampai 50% intensitas sinar matahari sehingga temperatur sekitar tanaman juga lebih rendah. Convention on international trade in endangered species of wild

fauna and flora (CITES) (2003) menegaskan bahwa tanaman gaharu merupakan

tanaman naungan (understorey plant).

(27)

lebih baik. Sedangkan pada tingkat naungan yang lebih rendah diduga bibit mengalami tekanan suhu tinggi yang mengganggu proses metabolismenya.

Interaksi Intensitas Cahaya dan Mikoriza terhadap Tanaman

Cendawan Mikoriza Arbuskula dapat ditemukan hampir pada sebagian besar tanah dan pada umumnya tidak mempunyai inang spesifik. Namun tingkat populasi dan komposisi jenis sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh karakteristik tanaman dan sejumlah faktor lingkungan seperti suhu, pH, kelembaban tanah, kandungan fosfor dan nitrogen. Suhu terbaik untuk perkembangan CMA adalah pada suhu 300 C - 350 C, tetapi untuk kolonisasi miselia yang terbaik adalah pada suhu 280 C - 340 C (Suhardi, 1989).

Faktor lingkungan terutama intensitas cahaya dan suhu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan CMA serta keberhasilan simbiosisnya dengan inang Brundrett (1991) dalam Delvian (2006). Intensitas cahaya matahari yang tinggi akan meningkatkan suhu tanah, selanjutnya suhu tanah akan mempengaruhi kapasitas dan derajad perkembangan CMA dalam menginfeksi akar tanaman. Dari hasil penelitian Suhardi (1989) diketahui bahwa pembentukan dan perkembangan cendawan mikoriza yang optimum terjadi pada suhu tanah 30

0

C.

(28)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Laboratorium Biologi Tanah Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian di laksanakan dari bulan September 2010 sampai Januari 2011.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit gaharu (Aquilaria

malaccensis) umur 2 bulan, semai gaharu berasal dari daerah Tanjung Morawa,

topsoil diambil dari daerah asal semai gaharu, Cendawan Mikoriza Arbuskula

(CMA) yang diperoleh dari Laboratorium Bioteknologi Hutan Pusat Penelitian Bioteknologi (RPB) IPB Bogor, polibag ukuran 2 kg, kertas label, air sebagai pelarut dan penyiraman tanaman. Bahan yang digunakan untuk pengamatan kolonisasi CMA adalah akar tanaman inang, larutan KOH 10%, larutan HCl 2%, larutan staining, larutan destaining.

(29)

Metode Penelitian

Penelitian ini disusun secara faktorial dalam Rancangan Petak Terbagi (RPT) yang terdiri atas dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah tingkat naungan dengan 3 taraf perlakuan yaitu:

N1 = Naungan 70% N2 = Naungan 40% N3 = Naungan 10%

Bahan naungan yang digunakan adalah bilah-bilah kayu dengan lebar 5 cm. Untuk mendapatkan tingkat naungan yang diinginkan maka jarak antar bilah kayu diatur dengan menggunakan rumus (Delvian, 2006).

n

I = --- 100% n + r

dimana I = intensitas cahaya (%) yang diinginkan; n = jarak antar bilah kayu (cm) dan r = lebar kayu (cm).

Faktor Kedua adalah faktor pemberian mikoriza dengan 4 taraf perlakuan yaitu:

M0 = Tanpa mikoriza (kontrol)

(30)

N1/M3 (Naungan 70%) : Mikoriza 15 g/tanaman) N2/M0 (Naungan 40%) : Tanpa Mikoriza) N2/M1 (Naungan 40%) : Mikoriza 5 g/tanaman) N2/M2 (Naungan 40%) : Mikoriza 10 g/tanaman) N2/M3 (Naungan 40%) : Mikoriza 15 g/tanaman) N3/M0 (Naungan 10%) : Tanpa Mikoriza)

N3/M1 (Naungan 10%) : Mikoriza 5 g/tanaman) N3/M2 (Naungan 10%) : Mikoriza 10 g/tanaman) N3/M3 (Naungan 10%) : Mikoriza 15 g/tanaman)

Jumlah kombinasi perlakuan tersebut adalah 3 x 4 = 12 perlakuan Jumlah tanaman per satu perlakuan = 3 tanaman

Jumlah ulangan = 3 unit

Jumlah tanaman keseluruhan = 108 tanaman

Model linier Rancangan Petak Terbagi dengan 2 faktor yang digunakan dalam percobaan ini adalah:

Yijk = µ + Ni + єn + Mj + (NM) ij + єm

(NM)ij = Pengaruh interaksi taraf ke-i dari faktor naungan dan taraf ke-j dari faktor mikoriza

(31)

Єm = Pengaruh (galad percobaan) taraf ke- j dari faktor mikoriza

Jika hasil analisis sidik ragam menunjukkan Hitung lebih besar dari F-Tabel maka perlakuan dikatakan berbeda nyata dan dilanjutkan analisis sidik ragam dengan menggunakan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5% (Gomes dan Gomes, 1995).

Pelaksanaan Penelitian Penyiapan lahan

Lahan percobaan Fakultas Pertanian dibersihkan dari gulma dan sisa-sisa tanaman yang mengganggu. Setelah itu dibuat naungan dengan menggunakan bilah-bilah kayu yang sesuai dengan perlakuan.

Penyiapan media tanam

Media yang digunakan adalah topsoil 100% diambil dari daerah asal semai gaharu. Tanah terlebih dahulu dikeringanginkan selama 1-3 hari kemudian tanah diayak dengan menggunakan ayakan berukuran 10 mesh setelah itu tanah dianalisis. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah Departemen Ilmu tanah Fakultas Pertanian. Analisis tanah meliputi analisis pH, C-organik dan P-tersedia.

Berikut diuraikan prosedur analisis contoh tanah menurut Institut Pertanian Bogor (1997) yang meliputi analisis pH, C-organik dan P-tersedia. Pengujian kandungan bahan organik:

1. Ditimbang 0,5 gram tanah kering udara yang telah diayak dengan ayakan 70 mesh

(32)

3. Ditambahkan 20 ml H2SO4 pekat

4. Digoncang selama 25 menit 5. Didiamkan selama 30 menit

6.Ditambahkan 200 ml air 10 ml H3PO4 85%

7. Ditambahkan 20 tetes defenilamin 8. Diguncang hingga warna biru tua

9. Dititrasi dengan FeSO4 0,5 N dari luret jadi warna hijau.

10. Dihitung kandungan bahan organik dengan rumus

1. Dimasukkan 10 gram tanah kebotol kocok 2. Ditambahkan air dengan perbandingan 1 : 2,5

3. Dikocok mengunakan shaker atau tangan selama 10 menit 4. Diukur pH tanah dengan menggunakan pH meter

Penetapan P- tersedia

1. Ditimbang 2 gram contoh tanah dan tempatkan pada segelas erlenmeyer 250 cc

2. Ditambahkan larutan Bray 1 sebanyak 20 ml, dan digoncang pada shaker selama 30 menit

3. Disaring dengan kertas saring Whatman No. 42

4. Pipet filtrat sebanyak 5 ml dan ditempatkan pada tabung reaksi

(33)

6. Diukur transmitan pada spectronic dengan panjang gelombang 600 nm 7. Pada saat yang bersamaan pipet juga masing-masing 5 ml larutan standar

P 0 – 0,5 – 1,0 – 2,0 – 3,0 – 4,0 dan 5,0 ppm P ke tabung reaksi, kemudian ditambahkan 10 ml pereaksi fosfat B

8. Diukur juga Transmitran standar pada spectronik dengan panjang gelombang yang sama yaitu 600 nm

9. Perhitungan:

Pavl (ppm) = Pelarut x 20/2 x faktor pengencer (bila ada)

Penyiapan bahan tanaman

Bibit tanaman gaharu yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Langkat. Bibit dibawa dari lokasi pembibitan ke lokasi penelitian. Sebelumnya dilakukan penyeleksian agar didapat bibit yang benar-benar seragam dari segi umur, keadaan fisik dan kesehatan bibit. Tinggi bibit antara 15,5 cm – 22,13 cm, diameter bibit antara 1,83 mm – 3,16 mm dan jumlah daun berkisar antara 6-16 helai.

Penanaman bibit dan inokulasi CMA

(34)

Pemeliharaan Tanaman a. Penyiraman

Penyiraman bibit dilakukan dengan menggunakan gembor, tetapi disesuaikan dengan kondisi dilapangan. Jika media masih lembab, maka tidak perlu disiram karena akan menyebabkan busuk akar.

b. Penyiangan

Untuk menghindari persaingan antara gulma dan tanaman, maka dilakukan penyiangan. Penyiangan dilakukan secara manual dengan mencabut gulma yang berada pada polibag.

Pengamatan Parameter

Sebelum dilakukan pengamatan parameter, dilakukan terlebih dahulu pengambilan data awal tiap parameter. Jadi data yang diperoleh pada saat pengukuran parameter dikurangi terhadap data awal.

Pengamatan dilakukan 2 minggu setelah tanam (2 MST), selama 12 minggu dan parameter yang diamati antara lain adalah:

Tinggi bibit (cm)

Tinggi semai diukur mulai dari pangkal batang dipermukaan tanah sampai titik tumbuh terkahir. Pengukuran tinggi digunakan dengan menggunakan mistar atau rol.

Diameter bibit (mm)

(35)

Jumlah daun (helai)

Pengamatan jumlah daun semai dilakukan setiap 2 minggu sekali selama 12 minggu, setelah bibt ditanam pada media sesuai dengan perlakuan masing-masing.

Persen hidup semai (%)

Penghitungan persen hidup semai dilakukan tiap perlakuan dengan rumus jumlah bibit yang hidup dibagi jumlah bibit seluruhnya kemudian dipersenkan, persen hidup semai di hitung pada akhir pengamatan.

Berat kering tanaman (gr)

Kegiatan ini dilakukan pada akhir pengamatan yaitu pada saat tanaman berumur ± 12 MST maka dilakukan pemotongan batang dan akar. Untuk mendapat bobot kering atas tanaman, bagian batang dan daun dicuci dengan air dan dibiarkan kering. Kemudian dimasukkan kedalam amplop yang telah diberi lobang dan label sesuai dengan perlakuan. Kemudian diovenkan selama kurang lebih 48 jam dengan suhu 600 C- 800 C sampai berat kering tanaman konstan. Untuk mendapat bobot kering bagian bawah tanaman maka dilakukan pemotongan bagian akar tanaman. Untuk kegiatan lanjutan sama seperti perhitungan bobot kering bagian atas tanaman.

Rasio tajuk akar (gr)

Rasio tajuk akar diperoleh dengan cara membagi berat kering tajuk dengan berat kering akar yaitu:

Rasio tajuk akar = Berat kering tajuk

(36)

Persen kolonisasi mikoriza (%)

Perhitungan persentase kolonisasi akar menggunakan metode panjang slide dari Giovanetti dan Mosse (1980). Kolonisasi akar ditandai dengan adanya hifa, vesikula dan arbuskula atau salah satu dari ketiganya.Setiap bidang pandang (field of view) mikroskop yang menunjukkan tanda kolonisasi akar diberi tanda (+) dan yang yang tidak diberi simbol (-). Pengamatan kolonisasi CMA pada akar tanaman sampel dapat dilakukan melalui teknik pewarnaan (staining akar), Karena karakteristik anatomi yang menyatakan ada tidaknya infeksi CMA tidak dapat dilihat secara langsung. Metode yang digunakan dalam pewarnaan akar sampel adalah metode pewarnaan Kormanik dan Mc. Graw (1982) dalam Delvian (2003), yang secara lengkap sebagai berikut:

- Dipilih akar segar dan dicuci dengan air mengalir sampai bersih, sampel akar direndam dalam larutan KOH 10% selama 12 jam.

- Larutan KOH kemudian dibuang dan akar dicuci pada air mengalir selama 5-10 menit.

- Sampel akar direndam dalam larutan HCl 2% selama 30 menit dan pada proses ini akar akan berwarna pucat atau putih. Larutan HCl 2% kemudian dibuang dengan mengalirkanya secara perlahan-lahan.

- Akar sampel direndam dalam larutan staining selama 24 jam

- Larutan staining kemudian diganti dengan larutan destaining untuk proses pengurangan warna. Selanjutnya pengamatan untuk mengetahui persentase kolonisasi CMA pada akar siap dilakukan.

(37)

diambil potongan-potongan akar yang telah diwarnai dengan ± 1 cm sebanyak 10 potongan akar dan disusun pada kaca preparat kemudian diamati dengan mikroskop binokuler

Persentase kolonisasi akar dihitung dengan rumus: ∑ bidang pandang (+)

% kolonisasi = x 100%

(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Analisis Sidik Ragam

Parameter Perlakuan

Mikoriza Naungan Mikoriza x Naungan

Pertambahan tinggi tanaman * * tn

Pertambahan diameter tanaman tn tn tn

Pertambahan jumlah daun tanaman tn tn tn

Berat kering total tanaman tn tn tn

Rasio tajuk akar tanaman tn tn tn

Persen kolonisasi mikoriza tn tn tn

Pertambahan tinggi tanaman

Hasil sidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa interaksi antara naungan dan mikoriza memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap pertambahan tinggi. Untuk pengaruh perlakuan tunggal naungan dan mikoriza memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan tinggi. Rata-rata perhitungan tinggi tanaman disajikan pada Tabel 1.

Tabel 2. Rataan pengaruh naungan dan mikoriza terhadap tinggi tanaman (cm) Perlakuan

(39)

sebesar 1,13 cm. Rataan tertinggi pengaruh dosis mikoriza terhadap tinggi bibit terdapat pada M1 yaitu sebesar 2,07 cm dan terendah pada M0 yaitu sebesar 1,09 cm. Pengaruh naungan dan dosis mikoriza terhadap pertumbuhan tinggi bibit dari minggu 1 sampai minggu ke-12 disajikan pada Gambar 1 dan 2.

Gambar 1. Pengaruh naungan terhadap pertambahan tinggi

Gambar 1 tampak bahwa pengaruh naungan untuk setiap pengamatan pertambahan tinggi tanaman menunjukkan kecenderungan yang berbeda. Naungan 40 % memberikan pertambahan tinggi tanaman yang lebih tinggi, sedangkan naungan 70 % memberikan pertambahan tinggi yang terendah.

Gambar 2. Pengaruh dosis mikoriza terhadap pertambahan tinggi

(40)

Gambar 2 tampak bahwa pengaruh dosis mikoriza untuk setiap pengamatan pertambahan tinggi tanaman menunjukkan kecenderungan yang berbeda. Perlakuan M1 memberikan pertambahan tinggi tanaman yang lebih tinggi, sedangkan perlakuan M0 memberikan pertambahan tinggi tanaman terendah

Diameter tanaman

Hasil sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa interaksi antara naungan dan mikoriza tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap diameter tanaman. Demikian juga untuk pengaruh perlakuan naungan dan mikoriza tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan diameter tanaman. Rata-rata perhitungan diameter tanaman disajikan pada Tabel 2.

Tabel 3. Rataan pengaruh naungan dan mikoriza terhadap diameter tanaman (mm) Perlakuan

(41)

Gambar 3. Pengaruh naungan terhadap pertambahan diameter tanaman

Gambar 3 tampak bahwa pengaruh naungan untuk setiap pengamatan pertambahan diameter tanaman menunjukkan kecenderungan yang sama. Naungan 10% memberikan pertambahan tinggi tanaman yang lebih tinggi, sedangkan naungan 70 % memberikan pertambahan diameter yang terendah.

Gambar 4. Pengaruh mikoriza terhadap pertambahan diameter tanaman

Gambar 4 tampak bahwa pengaruh mikoriza untuk setiap pengamatan pertambahan diameter tanaman menunjukkan kecenderungan yang sama.

(42)

Perlakuan M2 memberikan pertambahan tinggi tanaman yang lebih tinggi, sedangkan perlakuan M3 memberikan pertambahan diameter tanaman yang terendah.

Pertambahan jumlah daun tanaman

Hasil sidik ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa interaksi antara naungan dan mikoriza tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun. Demikian juga untuk pengaruh perlakuan naungan dan mikoriza tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan jumlah daun tanaman. Rata-rata perhitungan jumlah daun tanaman disajikan pada Tabel 3.

Tabel 4. Rataan pengaruh naungan dan mikoriza terhadap jumlah daun (helai) Perlakuan

(43)

Gambar 5. Pengaruh naungan terhadap pertambahan jumlah daun

Gambar 5 tampak bahwa pengaruh naungan untuk setiap pengamatan pertambahan jumlah daun tanaman menunjukkan kecenderungan yang sama. Perlakuan naungan 70% memberikan pertambahan jumlah daun tanaman yang lebih tinggi, sedangkan perlakuan naungan 40% memberikan pertambahan tinggi tanaman yang terendah.

Gambar 6. Pengaruh mikoriza terhadap pertambahan jumlah daun

Gambar 6 tampak bahwa pengaruh mikoriza untuk setiap pengamatan pertambahan jumlah daun tanaman menunjukkan kecenderungan yang sama.

(44)

Perlakuan M1 memberikan pertambahan jumlah daun tanaman yang lebih tinggi, sedangkan perlakuan M2 memberikan pertambahan tinggi tanaman yang terendah.

Berat kering total tanaman

Hasil sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa interaksi antara naungan dan mikoriza tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap berat kering tanaman. Untuk pengaruh perlakuan naungan dan mikoriza tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan berat kering tanaman. Rata-rata perhitungan berat kering tanaman disajikan pada Tabel 4.

Tabel 5. Rataan pengaruh naungan dan mikoriza terhadap berat kering total tanaman (gr)

(45)

Rasio tajuk akar tanaman

Hasil sidik ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa interaksi antara naungan dan mikoriza tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap ratio tajuk akar tanaman. Untuk perlakuan tunggal dosis mikoriza dan naungan juga tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap rasio tajuk akar tanaman. Rata-rata perhitungan ratio tajuk akar tanaman disajikan pada Tabel 5.

Tabel 6. Rataan pengaruh naungan dan mikoriza terhadap rasio tajuk akar tanaman (gr)

Rataan tertinggi pengaruh naungan terhadap ratio tajuk akar tanaman terdapat pada naungan 40% yaitu sebesar 1,21 gr dan terendah pada naungan 70% yaitu sebesar 1,03 gr. Rataan tertinggi pengaruh dosis mikoriza terhadap ratio tajuk akar tanaman terdapat pada M1 yaitu sebesar 1,21 gr dan terendah pada M0 yaitu sebesar 1,06 gr.

Persen Hidup Bibit (%)

(46)

Persen kolonisasi mikoriza (%)

Hasil sidik ragam (Lampiran 7) menunjukkan bahwa interaksi antara naungan dan mikoriza tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap persen kolonisasi mikoriza. Untuk perlakuan tunggal dosis mikoriza dan naungan juga tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap persen kolonisasi mikoriza. Rata-rata perhitungan persen kolonisasi mikoriza disajikan pada Tabel 6.

Tabel 7. Rataan pengaruh naungan dan mikoriza terhadap persen kolonisasi mikoriza (%)

(47)

Pembahasan

Pengaruh dosis mikoriza

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan faktor pemberian mikoriza hanya berpengaruh nyata pada pertambahan tinggi tanaman. Rataan tertinggi diperoleh pada M1 dan terendah pada M0. Pertambahan tinggi tanaman berhubungan dengan peran mikoriza yang mampu meningkatkan penyerapan unsur hara yang terkandung pada tanah. Pada tanah kritis cendawan mikoriza arbuskula bekerja dengan aktif. Setiadi (2001) menyatakan bahwa secara fisik mikoriza mampu membentuk hifa eksternal yang dapat memperluas serapan air dan unsur hara. Hifa-hifa yang terbentuk memiliki ukuran yang lebih halus dari bulu-bulu akar yang memungkinkan hifa bisa masuk kedalam pori-pori tanah dan menyerap air yang juga membawa unsur hara yang mudah larut. Menurut Fakuara (1988), hifa eksternal yang berhubungan dengan tanah dan struktur infeksi seperti arbuskula dalam akar menjamin adanya perluasan penyerapan unsur-unsur hara dalam tanah dan peningkatan transfer hara khususnya P ke tumbuhan. Hanafiah et

al., (2003) menyatakan bahwa salah satu peran mikoriza adalah membantu

memperbaiki nutrisi tanaman dengan meningkatkan serapan hara terutama fosfor (P), dimana unsur P merupakan unsur hara penting dalam pertumbuhan tanaman.

(48)

memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tanaman gaharu adalah bahwa pada media tanam yang digunakan telah terdapat mikoriza yang

indegenuous (mikoriza lokal). Berdasarkan hasil kolonisasi mikoriza pada media

kontrol (mikoriza 0 gr) didapatkan kolonisasi yang tinggi yaitu 50,77 %. Berdasarkan pendapat Setiadi (2001) mikoriza ini bersifat kosmopolitan artinya mikoriza ini tersebar dan dapat ditemukan pada sebagian besar tanah atau ekosistem dan kondisi iklim mulai dari padang pasir sampai antartika. Umumnya mikoriza tidak mempunyai inang yang spesifik. Sesuai dengan pendapat Rao (1994), pada tanah dengan jumlah nutrisi yang rendah terutama P dan N atau yang dikenal dengan tanah kritis terdapat mikoriza. Apabila tanah tersebut digunakan untuk media tanam maka mikoriza yang terdapat pada tanah tersebut akan menjadi pesaing bagi FMA yang diinokulasi. Selanjutnya Suhardi (1989) menambahkan bahwa penyebaran mikoriza dengan inokulasi agak berkurang pada tanah yang sudah bermikoriza, tetapi meningkat pada tanah yang tidak bermikoriza.

(49)

Pengaruh Naungan

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 1), menunjukkan faktor tingkat naungan hanya berpengaruh nyata pada pertambahan tinggi tanaman. Rataan tertinggi diperoleh pada tingkat naungan 40% dan terendah pada tingkat naungan 70%. Hasil penelitian yang diperoleh bahwa respon tanaman gaharu berbeda-beda terhadap perlakuan naungan. Hal ini berkaitan langsung dengan intensitas, kualitas dan lama penyinaran cahaya yang diterima untuk tanaman melaksanakan proses fotosintesis. Seperti yang dikemukan oleh Daniel et al., (1992) bahwa cahaya langsung berpengaruh pada pertumbuhan pohon melalui intensitas, kualitas dan lama penyinaran. Hasil penelitian menunjukkan tingkat naungan yang memberikan pertumbuhan baik pada tinggi tanaman berkisar 40 %. Sesuai dengan pernyataan Zubaidi (2008) pertumbuhan bibit gaharu yang baik dapat terjadi jika dapat ternaungi setidaknya 50% - 60% intensitas sinar matahari sehingga temperatur sekitar tanaman juga lebih rendah.

Kepekaan tumbuhan terhadap cahaya merupakan salah satu faktor penting dalam pertumbuhannya. Convention on international trade in endangered species

of wild fauna and flora (CITES) (2003) menegaskan bahwa tanaman gaharu

merupakan tanaman naungan (understorey plant). Sesuai dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa keadaan paling buruk dialami oleh tanaman dengan intensitas cahaya 90 %.

(50)

demikian berarti pada kondisi ini CMA juga dapat berkembang dengan baik. Suhardi (1989) menyatakan suhu terbaik untuk perkembangan CMA adalah pada suhu 300 C - 350 C. Sedangkan pada tingkat naungan yang lebih rendah diduga bibit mengalami tekanan suhu tinggi yang mengganggu proses metabolismenya.

(51)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Tidak terdapat pengaruh interaksi antara naungan dan dosis mikoriza terhadap pertumbuhan bibit gaharu.

2. Dosis mikoriza hanya mempengaruhi tinggi bibit pada dosis 5 gram per bibit.

3. Intensitas cahaya hanya mempengaruhi tinggi bibit pada tingkat naungan

40 %.

Saran

(52)

DAFTAR PUSTAKA

Anwar. G dan Hartal, 2007. Teknologi peningkatan kualitas kayu gubal gaharu (Aquilaria malaccensis lamk.) Di kawasan pesisir bengkulu dengan inokulasi jamur penginduksi resin. Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu.

Anwarudin, M.J.S, Irwan W., dan Yusri H. 2007. Pemanfaatan Cendawan Mikoriza Arbuskula untuk Memacu Pertumbuhan Bibit Manggis. Sumber Sinar Tani.http://www.litbang.deptan.go.id/artikel/ [8/04/2010:08.30] As-syakur, A. 2007. Mikoriza. http://mbojo.word press.com/2007/03/16/mikoriza/

[diakses September, 2010, 19:20]

CITES, 2003. Review of Significant Trade Aquilaria malaccensis (November 2003). CITES Document No. PC14 Doc. 9.2.2, Annex 2

Daniel T. W, J.A. Helms and F.S. Baker, 1992. Prinsip-Prinsip Silvikultur (Terjemahan). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Delvian. 2003. Keanekaragaman dan Potensi Pemanfaatan Cendawan Mikoriza Arbuskula di Hutan Pantai. Disertasi Doktor. IPB Bogor

Delvian. 2005. Respon Pertumbuhan dan Perkembangan Cendawan Mikoriza Arbuskula dan Tanaman Terhadap Salinitas Tanah. Fakultas Pertanian. Universitas Sumateta Utara. Medan.

Delvian. 2006. Pengaruh cendawan mikoriza arbuskula dan naungan Terhadap Pertumbuhan Bibit Kayu Manis(Cinnamomum burmanii BL). Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian USU.

Delvian. 2006. Peronema Forest Science Journal. Volume 2 No. 1

Dephut. 2006. Booklet Teknik Produksi Bibit Bermikoriza. Balai Perbenihan Tanaman Hutan Jawa dan Madura. Jawa Barat.

Fakuara, M.Y. 1998. Mikoriza, Teori dan Praktek. Institut Pertanian Bogor. Bogor Gomez, K. A. dan A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian

Pertanian. Edisi Kedua. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

(53)

Husna, 2007. Mycorrhiza Application to Support Growth of Teak in Muna. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Fakultas Pertanian Unhalu.

Irwanto, 2006. Pengaruh perbedaan naungan terhadap Pertumbuhan semai Shorea sp di persemaian [Tesis]. Sekolah pascasarjana UGM Jurusan ilmu-ilmu pertanian. Program studi ilmu kehutanan. Yogyakarta

Mayerni, R. dan Hervani. D. 2008. Pengaruh Jamur Mikoriza Arbuskula Terhadap Pertumbuhan Tanaman Selasih (Ocimum santcum L). Fakultas Pertanian, Universitas Andalas.

Muin, A. 2006. (Study on Arbuscular Mycorrhizal Fungi and Light Intensity to the Natural Regeneration of Ramin (Gonystylus bancanus). Jurnal Manajemn Hutan Tropika Vol XII.

Musfal. 2008. Efektifitas Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) Terhadap Pemberian Pupuk Spesifik Lokasi Tanaman Jagung pada Tanah Inceptisol [Tesis]. Sekolah Pascasarjana. Universitas Sumatera Utara.

Rao, N.S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Edisi Kedua. UI Press. Jakarta

Santoso, E., Turjaman, M., Irianto,SB. Ragil. 2006. Aplikasi Mikoriza Untuk Meningkatkan Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Terdegradasi. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam Bogor.

Sarwono, H. 1987. Ilmu Tanah. Edisi Pertama. Penerbit PT Mediatama. Surabaya Sasli, I. 2004. Peranan mikoriza vesikula arbuskula (mva) Dalam peningkatan

resistensi tanaman Terhadap cekaman kekeringan. Makalah Pribadi. Pengantar ke Falsafah Sains. Sekolah Pasca Sarjana. IPB.

Setiadi, Y. 2001. Status Penelitian dan Pemanfaatan Cendawan Mikoriza Arbuskula dan Rhizobium untuk Merehabilitasi Lahan Terdegradasi. Seminar Nasional Mikoriza. 15-16 November 1999. Bogor

Siarudin, M dan Suhaendah, E. 2007. Uji pengaruh mikoriza dan cuka kayu terhadap Pertumbuhan lima provenan sengon di pesemaian Effect of mycorrhizae and wood vinegar on the growth of five Provenances albizian at nursery. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Kehutanan Ciamis.

Sumarna, Y. 2002. Budidaya Gaharu Cetakan pertama. Penebar Swadaya. Jakarta Sumarna, Y 2009. Budidaya dan Rekayasa Produksi Cetakan pertama. Penebar

Swadaya. Jakarta.

(54)

Tanjung, A.F. 2009. Pengaruh Konsentrasi NaCl Terhadap Perkecambahan Spora Fungi Mikoriza Arbuskula [Tesis]. Sekolah Pascasarjana. Universitas Sumatera Utara.

Yusnaini. S 2009. Keberadaan Mikoriza Vesikular Arbuskular pada Pertanaman Jagung yang Diberi Pupuk Organik dan Inorganik Jangka Panjang. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Zubaidi. A. 2008. Pertumbuhan Bibit Gaharu Pada Beberapa Jenis Naungan. Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian Universitas Mataram.

(55)

Lampiran 1. Rataan pertambahan tinggi tanaman (cm) dan sidik ragam pada bibit gaharu

a. Rataan pertambahan tinggi tanaman (cm) pada tanaman gaharu Perlakuan

b. Sidik ragam rataan tinggi

(56)

Lampiran 2. Rataan pertambahan diameter tanaman (mm) dan sidik ragam pada bibit gaharu

a. Rataan pertambahan diameter tanaman (mm)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

b. Sidik ragam rataan diameter

(57)

Lampiran 3. Rataan pertambahan jumlah daun (helai) dan sidik ragam pada bibit gaharu

a. Rataan pertambahan jumlah daun (helai)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

b. Sidik ragam rataan jumlah daun (helai)

(58)

Lampiran 4. Rataan berat kering tanaman (gram) dan sidik ragam pada bibit gaharu

a. Rataan berat kering tanaman (gr)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

b. Sidik ragam rataan berat kering tanaman (gr)

(59)

Lampiran 5. Rataan rasio tajuk tanaman (gram) dan sidik ragam pada bibit gaharu a. Rataan rasio tajuk tanaman (gr)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

b. Sidik ragam rasio tajuk akar (gr)

(60)

Lampiran 6. Rataan persen kolonisasi (%) dan sidik ragam pada bibit gaharu a. Rataan persen kolonisasi (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

b. Sidik ragam persen kolonisasi (%)

(61)

Lampiran 7. Persen hidup bibit (%)

∑ bibit yang hidup

% hidup bibit = x 100% ∑ bibit keseluruhan

108

% hidup bibit = x 100% 108

(62)

Lampiran 8. Lay out rancangan petak terbagi (RPT) dengan 2 faktor (naungan dan pemberian mikoriza ) dan ulangan sebanyak 3 kali.

(63)

Keterangan

N1 : Naungan 70 % M0 : 0 (kontrol) g/polibag N2 : Naungan 40 % M1 : 5 g/polibag N3 : Naungan 10 M2 : 10 g/polibag

M3 : 15 g/polibag

N1M2 2

N2M0 3 N3M0 2

N2M2 3 N1M0 1

N3M3 2

N1M3 3

N2M2 1 N3M1 1

N1M3 3

N2M3 3

(64)

Lampiran 9. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah

Sifat/unsur kimia

tanah Nilai Kriteria

pH tanah

≤ 4 Sangat masam

4-5 Masam

5-6 Kemasaman sedang

6-7 Sedikit masam

7 Netral

7-8 Sedikit basa

8-9 Kebasaan sedang

(65)

Lampiran 10. Perbedaan tinggi, diameter, jumlah daun pada interaksi antara naungan dengan mikoriza.

Dosis Mikoriza (0) gram

Dosis Mikoriza (5) gram

(66)

Dosis Mikoriza (15) gram

Naungan 70% (0,5,10,15)

(67)
(68)

Lampiran 11. Akar yang terinfeksi CMA

Hifa

(69)

Gambar

Tabel 2. Rataan pengaruh naungan dan mikoriza terhadap tinggi tanaman (cm)
Gambar 1. Pengaruh naungan terhadap pertambahan tinggi
Tabel 3. Rataan pengaruh naungan dan mikoriza terhadap diameter tanaman (mm)
Gambar 3. Pengaruh naungan terhadap pertambahan diameter tanaman
+6

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian selama bulan April sampai dengan Oktober 2017 menunjukkan total coliform pada 8 Sungai pengamatan yang dilakukan di Sungai Provinsi Lampung

17 Pada umumnya para orientalis yang berjasa dalam bidang ini, adalah para orientalis yang giat dalam kerja penerjemahan dan hanya membatasi kajian pada deskripsi,

Kesimpulan yang diperoleh dari kegiatan PkM pembangunan jaringan internet di UMKM Total Reklame dan Gali Kreatifitas Fiber, meliputi (1) jaringan internet dibangun dengan

Sebagaimana dipahami bahwa fokus penelitian ini adalah bagaimana bentuk komunikasi interpersonal Badan Wakaf Indonesia Wilayah Sumatera Utara Dalam Mengatasi Sengketa

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh Chemsketch dalam penulisan struktur kimia pada metode resitasi terhadap

Dari hasil pengamatan dan wawancara peneliti bahwa di dalam kehidupan nelayan kepulauan Balang Lompo dapat diketahui sebelumnya bahwa dalam sistem bagi hasil dianngap tidak adil, dan

Keluhan MSDs merupakan keluhan yang berkaitan erat dengan umur, dimana tulang mencapai kematangan optimum (puncak massa tulang) pada umur antara 25 – 30 tahun, tetapi

Berdasarkan pada rumusan masalah, tinjauan, serta tinjauan pustaka yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan hipotesis dugaan sementara (hipotesis) yang dipakai