• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Hakim Pengawas dalam Pemberesan Harta Pailit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peranan Hakim Pengawas dalam Pemberesan Harta Pailit"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN HAKIM PENGAWAS DALAM PEMBERESAN HARTA PAILIT

TESIS

OLEH

RAMADHAN PUTRA GAYO 097005039/HK BISNIS

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Telah diuji pada

Tanggal 25 November 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA

: Prof. Dr. Sunarmi, SH.M.Hum

Anggota

: Dr. Dedi. Harianto, SH.M.Hum

: Prof. Dr. Suhaidi, SH.MH

: Dr. Mahmul Siregar, SH.M.Hum

(3)

Peranan Hakim Pengawas dalam Pemberesan Harta Pailit

Pailit merupakan suatu keadaan dimana suatu debitor tidak mampu untuk melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para kreditornya. Kepailitan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya sitaan terpisah atau eksekusi terpisah oleh kreditur dan menggantikannya dengan mengadakan sitaan bersama sehingga kekayaan debitur dapat dibagikan kepada semua kreditor sesuai dengan hak masing-masing. Dalam kasus kepailitan yang pernah terjadi, Kurator tidak sepenuhnya bebas dalam melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Kurator senantiasa berada dibawah pengawasan Hakim Pengawas. Tugas Hakim Pengawas adalah mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit yang menjadi tugas Kurator (yang dilakukan oleh Kurator). Hakim Pengawas menilai sejauh manakah pelaksanaan tugas pengurusan dan pemberesan harta pailit yang dilaksanakan oleh Kurator dapat dipertanggung jawabkan kepada debitur dan kreditur. Dalam kondisi inilah diperlukan peran Hakim Pengawas oleh karenanya Kurator menyampaikan laporan kepada Hakim Pengawas mengenai keadaan harta pailit dan pelaksanaan tugasnya setiap tiga bulan. Permasalahan yang diangkat dalam tesis ini yaitu bagaimana akibat hukum putusan pailit terhadap harta kekayaan debitur, bagaimana tugas dan kewenangan Hakim Pengawas dalam kepailitan, bagaimana hambatan Hakim Pengawas setelah putusan pailit.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif, yaitu penelitian terhadap bahan pustaka atau data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum skunder dan bahan hukum tersier. Teknik Pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research), yaitu melalui penelusuran dokumen-dokumen maupun buku-buku ilmiah untuk mendapatkan landasan teoritis berupa bahan hukum positif yang sesuai dengan objek yang akan diteliti. Alat Pengumpulan data yang dipergunakan di dalam penelitian ini adalah dokumen. Teknik analisis data yang dipakai adalah teknik analisis kualitatif.

1

Mahasiswa Program Studi magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2

Dosen Pembimbing I pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.

3

Dosen Pembimbing II pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.

4

(4)

Undang-Undang Kepailitan sebenarnya sudah mengatur mengenai masalah pertanggungjawaban tugas dan wewenang Hakim Pengawas secara tegas dan lengkap. Namun pada saat implementasi di lapangan sering kali berbenturan dengan kepentingan para pihak yang terlibat di dalamnya. Sehingga Hakim Pengawas tidak bisa menjalankan tugasnya secara kompeten dan professional. Sebaiknya Hakim Pengawas dalam menjalankan tugasnya dalam pemberesan harta pailit dilakukan secara professional dalam artian Hakim Pengawas haruslah orang yang mengerti UU Kepailitan secara profesional. Logikanya, Hakim Pengawas harusnya lebih tahu dari kurator dan lebih kapabel dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit. Sebaiknya juga Hakim Pengawas bersifat independen dalam artian bebas dari intervensi atau campur pihak debitur pailit ataupun kreditur dalam mengambil keputusan.

Kata Kunci: Kepailitan

(5)

ABSTRACT

The term can be found in the treasury bankrupt Dutch, French, Latin and English. In French, the term means failite strike or in traffic jams in doing pembayaraan. People who strike or freezes or stops paying its debts referred to as le faili. In Dutch the term used failit that has a double meaning as an adjective. While in English the term used to fail, and in the Latin term used failire. Bankruptcy is a situation where a debtor is unable to make payments on the debts from its creditors. The state can not afford the usual difficulties caused by the financial condition (financial distress) of business debtors who have suffered a setback. While bankruptcy is a court decision that resulted in a general confiscation of all property the debtor bankrupt, either existing or to be there in the future. The main purpose of bankruptcy is to divide the wealth among the creditors of the debtor by the Curator. Bankruptcy is intended to avoid foreclosure separate or separate execution by creditors and replace it with encumbrances held together so that wealth can be distributed to all the debtor's creditors in accordance with their respective rights. In a bankruptcy case that has ever happened, the Curator is not completely free in making management and settlement of the bankruptcy estate. Curator always be under the supervision of the Supervisory Judge. Supervisory Judge task is to oversee the management and settlement of the bankruptcy estate who became Curator task (which is done by the Receiver). Supervisory Judge to assess the extent to which the implementation of task management and settlement of the bankruptcy estate held by the Curator accountable to the debtor and creditor. In this condition takes the role of the Supervisory Judge Curator therefore submit a report to the Supervisory Judge of the state of the bankruptcy estate and the execution of their duties every three months. The importance of the task of the Supervisory Judge in the settlement of the bankruptcy estate, the study discusses the role of the implementation of the Implementation Supervisory Judge bankruptcy decision, correspondence between the provisions of the Act with the implementation of the duties and authority of the Supervisory Judge, the position of judge of the Panel of Judges pemgawas examiner, the breaker case and how the shape of the Supervisory Judge liability after completing the task and authority as a Judge

The research method used in this research is normative legal research methods. Normative legal research, is research on library materials or secondary data, consisting of primary legal materials, legal materials secondary and tertiary legal materials. Data collection techniques used in this study is library research (library research), namely through the search of documents and scientific books to get the theoretical foundation of positive legal materials according to the objects to be studied. Data collection tools used in this study is a document or library materials that consist of primary legal materials. Data analysis technique used is the qualitative analysis

(6)

techniques, where after all the data collected, it is done processing, analyzing, and the construction of the data thoroughly, systematically to explain the relationship between various types of data. Furthermore, all data is selected and processed, then analyzed descriptively. so in addition to illustrate and disclose, is expected to provide solutions for problems in this study.

In principle, the Supervisory Judge is representative of the court that oversees the management and settlement of the bankruptcy estate by the Curator. Appointment of the Supervisory Judge in conjunction with the bankruptcy declaration saying. In principle, the scope of the task of the Supervisory Judge is not limited just to give approval or permission to the Curator, but also authorized to give instructions to the Curator to do or not do something in connection with the bankruptcy estate, as well as the Supervisory Judge shall be heard by the Commercial Court before taking a decision regarding the handling or settlement of the bankruptcy estate. Furthermore, after the appointment, Judge Supervisory authorities received a copy of the decision of the bankruptcy petition (PPP), which contains a complete legal reasoning underlying the decision of the judges within a period of at least 3 (three) days after the date of adjudication. Supervisory Judge fundamental duty is to oversee the management and settlement of the bankruptcy estate.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadir Tuhan Yang Maha Esa karena hanya dengan rahmat dan hidayatnya, saya sebagai penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini yang berjudul Peranan Hakim Pengawas dalam Pemberesan Harta Pailit.

Tesis ini berjudul Peranan Hakim Pengawas dalam Pemberesan Harta Pailit yang merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Dengan segala keterbatasan, penulis berharap kiranya penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi pembaca sekalian.

Penulis yakin dengan pepatah yang mengatakan “tiada gading yang tak retak” artinya bahwa tiada manusia yang luput dari kesalahan yang diperbuatnya, oleh karena itu penulis akan dengan senang hati menerima saran dan kritikan yang bersifat konstruktif dan edukatif demi kesempurnaan penulisan tesis yang penulis buat ini.

(8)

1. Bapak, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc, (CTM), SP.A(K), selaku Rektor atas kesempatan menjadi mahasiswa pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas kesempatan menjadi mahasiswa pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum selaku Komisi Pembimbing Pertama Penulis. 4. Bapak Dr. Dedi Harianto, SH, M.Hum selaku Pembimbing Kedua Penulis.

5. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara dan sekaligus sebagai Komisi Pembimbing Ketiga penulis atas kesempatan yang telah diberikan untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Sarjana Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum selaku Komisi Penguji Penulis. 7. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum selaku Komisi Penguji Penulis.

(9)

Selanjutnya penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua tercinta Ayah H,Tarmizi, SH Ibu penulis Hj,Nurhayati, Spd. Merekalah yang telah menggiring penulis menyongsong masa depan yang lebih baik yang hanya terealisasikan yang tidak lain dan tidak bukan karena ada sabar, doa, restu yang orang tua penulis curahkan yang tidak terpudarkan masa dan tergantikan zaman. Merekalah yang selama hidup penulis telah memberikan kasih sayang yang tulus dalam membesarkan dan mendidik serta memberi semangat dan nasehat, sehingga penulis menjadi kuat dan tabah dalam menjalani kehidupan ini. Merekalah yang telah menghantarkan penulis dalam usaha mencapai kemantapan hidup guna menjadi putri kebanggaan mereka. Oleh karena itu penulis berdoa semoga Allah Swt senantiasa memberikan perlindungannya, memberikan kebahagiaan, kesehatan serta umur yang panjang.

2. Adik Eqlima Elfira, Skep,Ns, Dewi Kartini, Budi Putra Gayo semoga senantiasa dalam lindungan Allah Swt dan senantiasa dimudahkan segala cita-citanya.

3. Rekan-rekan mahasiswa seperjuangan pada Program Studi magister Ilmu Hukum Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Semua Pihak yang tak mampu penulis sebutkan satu persatu.

(10)

menyadari bahwa adanya ketidaksempurnaan tesis ini. Oleh karena itu penulis berharap adanya kritikan dan saran dari semua pihak.

Medan, November 2011 Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Ramadhan Putra Gayo

Tempat/Tanggal Lahir : Medan/07 Juni 1985

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Agama : Islam

Pendidikan : 1. SD Negeri 060915 (1991-1997)

2. SLTP Negeri 41 Medan (1997-2000)

3. SMU K Bhayangkari 1 Medan (2000-2003)

4. S-1 Fakutas Hukum UMSU (2003-2008)

5. S-2 Magister Ilmu Hukum USU (2009-2011)

(12)

DAFTAR ISI

ABSTRAK………..………….…….……… i

ABSTRACT………..……..……. iii

KATA PENGANTAR……….. v

RIWAYAT HIDUP……….. ix

DAFTAR ISI ... … x

BAB I : PENDAHULUAN... 1

A.Latar Belakang... 1

B.Perumusan Masalah... 10

C.Tujuan Penelitian... 11

D.Manfaat Penelitian... 11

E. Keaslian Penelitian... 12

F. Kerangka Teori dan Konsep... 12

1. Kerangka Teori... . 12

2. Kerangka Konsep... 19

G. Metode Penelitian... 21

1. Sifat Penelitian... 23

2. Metode Pendekatan... 24

3. Sumber Data... 25

4. Teknik Pengumpulan Data... 26

5. Metode Data... 26

BAB II : AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT TERHADAP HARTA KEKAYAAN DEBITUR... 28

A.Akibat Kepailitan Secara Umum... 28

(13)

Debitur Pailit ……….. 29

3. Akibat Kepailitan Terhadap Seluruh Perikatan yang dibuat Debitur Pailit... 30

4. Akibat Kepailitan Terhadap Seluruh Perbuatan Hukum Debitur Yang Dilakukan Sebelum Putusan Pernyataan Pailit Diucapkan ……….. 30

B.Akibat Kepailitan Secara Khusus... 33

1. Akibat Kepailitan Terhadap Perjanjian Timbal Balik... 33

2. Akibat Kepailitan Terhadap Berbagai Jenis Perjanjian... 35

3. Akibat Kepailitan Terhadap Hak Jaminan dan Hak Istimewa ………. 41

C.Akibat Kepailitan Terhadap Kewenangan Berbuat Debitur Pailit Dalam Bidang Hukum Harta Kekayaan... 46

BAB III : TUGAS DAN KEWENANGAN HAKIM PENGAWAS KEPAILITAN... 53

A.Pengaturan Tentang Hakim Pengawas Didalam UU Kepailitan ………. 53

1. Perizinan oleh Hakim Pengawas Kepada Kurator... 54

2. Penetapan dari Hakim Pengawas... 56

3. Persetujuan Dari Hakim Pengawas... 59

4. Pemberian Usul Oleh Hakim Pengawas... 59

5. Pemberian Perintah Oleh Hakim Pengawas... 60

B.Perlawanan Terhadap Tindakan Hakim Pengawas... 61

C.Independensi Hakim Pengawas Di Dalam Pemberesan Pengurusan Harta Pailit... 63

D.Tugas dan Kewenangan Hakim Pengawas Pada Pelaksanaan Putusan Pailit... 67

(14)

2. Penggolongan Hakim Niaga... 68

3. Proses Penunjukan dan Pengangkatan Hakim Pengawas... 68

4. Tugas dan Kewenangan Hakim Pengawas Pada Pelaksanaan Putusan Pailit Pengadilan Niaga... 70

BAB IV : HAMBATAN HAKIM PENGAWAS SETELAH PUTUSAN PAILIT ……… 73

A.Proses Permohonan dan Putusan Pernyataan Pailit... 73

1. Tahap Pendaftaran Permohonan Pernyataan Pailit... 73

2. Tahap Pemanggilan Para Pihak... 75

3. Tahap Persidangan Atas Permohonan Pernyataan Pailit... 76

4. Tahap Putusan Atas Permohonan Pernyataan Pailit... 77

B.Upaya Hukum Atas Putusan Pernyataan Pailit... 78

1. Kasasi Atas Putusan Pernyataan Pailit... 78

2. Peninjauan Kembali (PK) Atas Putusan Pernyataan Pailit Yang Telah Mempunyai Kekuatan Hukum Tetap... 82

C.Hambatan-Hambatan Dalam Pelaksanaan Peranan Hakim Pengawas………..……… 87

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN... 91

A.Kesimpulan... 91

B.Saran... 94

(15)

Peranan Hakim Pengawas dalam Pemberesan Harta Pailit

Pailit merupakan suatu keadaan dimana suatu debitor tidak mampu untuk melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para kreditornya. Kepailitan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya sitaan terpisah atau eksekusi terpisah oleh kreditur dan menggantikannya dengan mengadakan sitaan bersama sehingga kekayaan debitur dapat dibagikan kepada semua kreditor sesuai dengan hak masing-masing. Dalam kasus kepailitan yang pernah terjadi, Kurator tidak sepenuhnya bebas dalam melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Kurator senantiasa berada dibawah pengawasan Hakim Pengawas. Tugas Hakim Pengawas adalah mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit yang menjadi tugas Kurator (yang dilakukan oleh Kurator). Hakim Pengawas menilai sejauh manakah pelaksanaan tugas pengurusan dan pemberesan harta pailit yang dilaksanakan oleh Kurator dapat dipertanggung jawabkan kepada debitur dan kreditur. Dalam kondisi inilah diperlukan peran Hakim Pengawas oleh karenanya Kurator menyampaikan laporan kepada Hakim Pengawas mengenai keadaan harta pailit dan pelaksanaan tugasnya setiap tiga bulan. Permasalahan yang diangkat dalam tesis ini yaitu bagaimana akibat hukum putusan pailit terhadap harta kekayaan debitur, bagaimana tugas dan kewenangan Hakim Pengawas dalam kepailitan, bagaimana hambatan Hakim Pengawas setelah putusan pailit.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif, yaitu penelitian terhadap bahan pustaka atau data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum skunder dan bahan hukum tersier. Teknik Pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research), yaitu melalui penelusuran dokumen-dokumen maupun buku-buku ilmiah untuk mendapatkan landasan teoritis berupa bahan hukum positif yang sesuai dengan objek yang akan diteliti. Alat Pengumpulan data yang dipergunakan di dalam penelitian ini adalah dokumen. Teknik analisis data yang dipakai adalah teknik analisis kualitatif.

1

Mahasiswa Program Studi magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2

Dosen Pembimbing I pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.

3

Dosen Pembimbing II pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.

4

(16)

Undang-Undang Kepailitan sebenarnya sudah mengatur mengenai masalah pertanggungjawaban tugas dan wewenang Hakim Pengawas secara tegas dan lengkap. Namun pada saat implementasi di lapangan sering kali berbenturan dengan kepentingan para pihak yang terlibat di dalamnya. Sehingga Hakim Pengawas tidak bisa menjalankan tugasnya secara kompeten dan professional. Sebaiknya Hakim Pengawas dalam menjalankan tugasnya dalam pemberesan harta pailit dilakukan secara professional dalam artian Hakim Pengawas haruslah orang yang mengerti UU Kepailitan secara profesional. Logikanya, Hakim Pengawas harusnya lebih tahu dari kurator dan lebih kapabel dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit. Sebaiknya juga Hakim Pengawas bersifat independen dalam artian bebas dari intervensi atau campur pihak debitur pailit ataupun kreditur dalam mengambil keputusan.

Kata Kunci: Kepailitan

(17)

ABSTRACT

The term can be found in the treasury bankrupt Dutch, French, Latin and English. In French, the term means failite strike or in traffic jams in doing pembayaraan. People who strike or freezes or stops paying its debts referred to as le faili. In Dutch the term used failit that has a double meaning as an adjective. While in English the term used to fail, and in the Latin term used failire. Bankruptcy is a situation where a debtor is unable to make payments on the debts from its creditors. The state can not afford the usual difficulties caused by the financial condition (financial distress) of business debtors who have suffered a setback. While bankruptcy is a court decision that resulted in a general confiscation of all property the debtor bankrupt, either existing or to be there in the future. The main purpose of bankruptcy is to divide the wealth among the creditors of the debtor by the Curator. Bankruptcy is intended to avoid foreclosure separate or separate execution by creditors and replace it with encumbrances held together so that wealth can be distributed to all the debtor's creditors in accordance with their respective rights. In a bankruptcy case that has ever happened, the Curator is not completely free in making management and settlement of the bankruptcy estate. Curator always be under the supervision of the Supervisory Judge. Supervisory Judge task is to oversee the management and settlement of the bankruptcy estate who became Curator task (which is done by the Receiver). Supervisory Judge to assess the extent to which the implementation of task management and settlement of the bankruptcy estate held by the Curator accountable to the debtor and creditor. In this condition takes the role of the Supervisory Judge Curator therefore submit a report to the Supervisory Judge of the state of the bankruptcy estate and the execution of their duties every three months. The importance of the task of the Supervisory Judge in the settlement of the bankruptcy estate, the study discusses the role of the implementation of the Implementation Supervisory Judge bankruptcy decision, correspondence between the provisions of the Act with the implementation of the duties and authority of the Supervisory Judge, the position of judge of the Panel of Judges pemgawas examiner, the breaker case and how the shape of the Supervisory Judge liability after completing the task and authority as a Judge

The research method used in this research is normative legal research methods. Normative legal research, is research on library materials or secondary data, consisting of primary legal materials, legal materials secondary and tertiary legal materials. Data collection techniques used in this study is library research (library research), namely through the search of documents and scientific books to get the theoretical foundation of positive legal materials according to the objects to be studied. Data collection tools used in this study is a document or library materials that consist of primary legal materials. Data analysis technique used is the qualitative analysis

(18)

techniques, where after all the data collected, it is done processing, analyzing, and the construction of the data thoroughly, systematically to explain the relationship between various types of data. Furthermore, all data is selected and processed, then analyzed descriptively. so in addition to illustrate and disclose, is expected to provide solutions for problems in this study.

In principle, the Supervisory Judge is representative of the court that oversees the management and settlement of the bankruptcy estate by the Curator. Appointment of the Supervisory Judge in conjunction with the bankruptcy declaration saying. In principle, the scope of the task of the Supervisory Judge is not limited just to give approval or permission to the Curator, but also authorized to give instructions to the Curator to do or not do something in connection with the bankruptcy estate, as well as the Supervisory Judge shall be heard by the Commercial Court before taking a decision regarding the handling or settlement of the bankruptcy estate. Furthermore, after the appointment, Judge Supervisory authorities received a copy of the decision of the bankruptcy petition (PPP), which contains a complete legal reasoning underlying the decision of the judges within a period of at least 3 (three) days after the date of adjudication. Supervisory Judge fundamental duty is to oversee the management and settlement of the bankruptcy estate.

(19)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar belakang

Istilah pailit dapat dijumpai dalam perbendaharaan Bahasa Belanda, Perancis, Latin dan Inggris. Dalam bahasa Perancis, istilah failite artinya pemogokan atau kemacetan dalam kemacetan dalam melakukan pembayaraan. Orang yang mogok atau macet atau berhenti membayar utangnya disebut dengan le faili. Didalam Bahasa Belanda dipergunakan istilah failit yang mempunyai arti ganda yaitu sebagai sifat. Sedangkan dalam Bahasa Inggris dipergunakan istilah to fail, dan di dalam Bahasa Latin dipergunakan istilah failire.5

Di negara-negara yang berbahasa Inggris, pengertian pailit dan kepailitan dipergunakan istilah bankrupt dan bankrupycy. Terhadap perusahaan-perusahaan debitor yang berada dalam keadaan tidak membayar utang-utangnya disebut dengan

insolvensi.6

5

Sunarmi, Hukum Kepailitan, (Medan: USU Press, 2009), hal. 20.

Pailit merupakan suatu keadaan dimana suatu debitor tidak mampu untuk melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para kreditornya. Keadaan tidak mampu membayar lazimnya disebabkan karena kesulitan kondisi keuangan (financial distress) dari usaha debitor yang telah mengalami kemunduran. Sedangkan kepailitan merupakan putusan pengadilan yang mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan debitor pailit, baik yang telah ada maupun yang akan ada dikemudian hari. Pengurusan dan pemberesan kepailitan dilakukan oleh Kurator

6

(20)

dibawah pengawasan Hakim Pengawas dengan tujuan utama menggunakan hasil penjualan harta kekayaan tersebut secara proposional (prorate parte) dan sesuai dengan stuktur kreditor.7

Pada tanggal 20 April 1998 Pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Tentang Kepailitan yang kemudian telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menjadi Undang-Undang, yaitu UU No. 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang tentang Kepailitan tanggal 9 september 1998 .

Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 bukanlah mengganti peraturan kepailitan yang berlaku, yaitu Failitssement Verordering Staatblad Tahun 1905 No. 217 juncto

Staatblads Tahun 1906 No. 308., tetapi sekedar mengubah dan menambah. Dengan

diundangkannya Perpu No. 1 Tahun 1998 tersebut, yang kemudian disahkan oleh DPR dengan mengundangkan Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tersebut. Akhirnya pengajuan permohonan-permohonan pernyataan pailit mulai mengalir ke Pengadilan Niaga dan bermunculan lah berbagai putusan pengadilan mengenai perkara kepailitan.

Tujuan utama kepailitan adalah untuk melakukan pembagian antara para kreditur atas kekayaan debitur oleh Kurator. Kepailitan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya sitaan terpisah atau eksekusi terpisah oleh kreditur dan

7

(21)

menggantikannya dengan mengadakan sitaan bersama sehingga kekayaan debitur dapat dibagikan kepada semua kreditor sesuai dengan hak masing-masing.

Lembaga kepailitan pada dasarnya merupakan suatu lembaga yang memberikan suatu solusi terhadap para pihak apabila debitur dalam keadaan berhenti membayar lembaga kepailitan pada dasarnya mempunyai dua fungsi sekaligus yaitu:8

1. Kepailitan sebagai lembaga pemberi jaminan kepada kreditur bahwa debitur tidak akan berbuat curang. Dan tetap bertanggung jawab terhadap semua hutang-hutangnya kepada semua kreditor.

2. Kepailitan sebagai lembambaga yang juga memberi perlindungan kepada kreditur terhadap kemungkinan eksekusi masal oleh krediturnya. Jadi keberadaan ketentuan tentang kepailitan baik sebagai suatu lembaga atau sebagai suatu upaya hukum khusus merupakan satu rangkain konsep yang taat asas sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata.

Akibat hukum pernyataan pailit, mengakibatkan debitur demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang dimasukkan dalam kepailitan, terhitung sejak pernyataan putusan kepailitan. Dengan ditiadakannya hak debitur secara hukum untuk mengurus kekayaanya, maka oleh Undang-Undang kepailitan ditetapkan bahwa terhitung sejak tanggal putusan pernyataan pailit ditetapkan, Kurator berwenang melaksanakan tugas pengurus dan atau pemberesan atas harta pailit, meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau Peninjauan Kembali. Kurator tersebut ditunjuk bersamaan dengan Hakim Pengawas pada saat putusan pernyataan pailit dibacakan.

Dengan demikian jelaslah, bahwa akibat hukum bagi debitur setelah dinyatakan pailit adalah ia tidak boleh lagi mengurus harta kekayaan atau perusahaan

8

(22)

debitur pailit tersebut adalah Kurator. Untuk mencegah dan mengawasi tugas seorang Kurator, pengadilan menunjuk seorang Hakim Pengawas, yang mengawasi perjalanan proses kepailitan.

Indonesia telah lama memiliki peraturan Perundang-Undangan yang mengatur mengenai masalah kepailitan. Namun, berbeda pada pelaksanaanya, masalah kepailitan belum terlalu banyak muncul ke permukaan. Berbeda pada waktu terjadinya krisis moneter pada Tahun 1997 yang melanda Indonesia. Pada saat krisis moneter melanda Indonesia, International Monetary Fund (IMF) sebagai pihak yang dimintakan bantuan keuangannya oleh Pemerintah Indonesia mensyaratkan untuk mengubah peraturan kepailitan. Pada peraturan kepailitan disebutkan mengenai tujuan dari kepailitan, yaitu untuk mempergunakan harta kekayaan milik debitur yang diperkirakan sudah tidak cukup untuk membayar seluruh utang-utangnya secara adil merata dan berimbang yang dilaksanakan oleh Kurator dan dibawah pengawasan seorang Hakim Pengawas.9

Dalam kondisi krisis seperti yang dialami oleh Indonesia pada saat itu bila persyaratan insolvensi di terapkan maka akan sulit untuk membuat debitur Indonesia dinyatakan pailit. Logika adalah krisis moneter sebenarnya tidak membuat debitor Indonesia dalam keadaan insolven karena kehilangan pangsa pasar (market share) atau pendapatan dalam bentuk rupiah. Krisis moneter menyebabkan debitor tidak lagi mampu membayar utang karena adanya perbedaan kurs yang mengakibatkan utang

9

(23)

dalam mata uang asing tidak terbayarkan dengan pendapatan dalam mata uang rupiah. Menghadapi kesulitan finansial yang dihadapi oleh kreditor dalam membayar utangnya, maka bagaimanapun kaidah hukum tidak mungkin dilepaskan dari hal-hal yang seyogyanya diaturnya tadi telah berubah sedemikian rupa, tentu saja dituntut perubahan hukum untuk menyesuaikan diri agar hukum masih efektif dalam pengaturannya.10

Hukum positif (peraturan Perundang-Undangan) merupakan repsentasi kedaulatan rakyat yang mempunyai legitimasi sebagai hukum yang mengikat. Oleh sebab itu, hakim tidak boleh mengambil putusan yang bertentangan dan menyimpang dari apa yang telah diatur oleh hukum positif dan hakim tidak dapat menggali hukum apabila hukum tersebut telah diatur dalam hukum positif. Keadilan semacam ini adalah keadilan dalam arti legalitas, yang berhubungan bukan dengan isi tata hukum positif melainkan dengan penerapannya.

11

Dalam kasus kepailitan yang pernah terjadi, Kurator tidak sepenuhnya bebas dalam melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Kurator senantiasa berada dibawah pengawasan Hakim Pengawas. Tugas Hakim Pengawas adalah mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit yang menjadi tugas Kurator (yang dilakukan oleh Kurator). Hakim Pengawas menilai sejauh manakah pelaksanaan tugas pengurusan dan pemberesan harta pailit yang dilaksanakan oleh Kurator dapat dipertanggung jawabkan kepada debitur dan kreditur. Dalam kondisi inilah

10

Achmad Ali, Menguat Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosois Dan Sosiologis), (Jakarta: Toko Gunung Agung Tbk, 2002, hal. 14.

(24)

diperlukan peran Hakim Pengawas oleh karenanya Kurator menyampaikan laporan kepada Hakim Pengawas mengenai keadaan harta pailit dan pelaksanaan tugasnya setiap tiga bulan.12

Mengingat beratnya tugas yang diemban oleh Kurator dalam melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit, maka seorang Kurator harus selalu berhubungan dengan Hakim Pengawas untuk melakukan konsultasi atau sekedar mendapat masukan. Hal ini dilakukan untuk mencapai tujuan keberhasilan dari suatu pernyataan pailit, karenanya Hakim Pengawas dan Kurator harus saling berhubungan sebagai mitra kerja.

13

Dalam melaksanakan tugas, baik Hakim Pengawas maupun Kurator harus sama-sama saling mengetahui tugas keduanya, sehingga keduanya saling memahami kapankah harus berhubungan. Kerja sama yang harmonis sangat diperlukan, terlebih dahulu apabila menemui debitur atau kreditur yang kurang mendukung kelancaran penyelesaian perkara. Kenyataan di lapangan, meskipun komunikasi Hakim Pengawas dan Kurator kurang lancar, Hakim Pengawas seringkali ragu untuk secara tegas dan langsung membantu tugas Kurator, misalnya menindak debitor yang tidak kooperatif.14

Hubungan Kurator dan Hakim Pengawas layaknya bersifat kolegial. Keduanya harus bekerja sama dalam penanganan perkara. Memang Kurator harus meminta persetujuan Hakim Pengawas dalam beberapa hal, hal ini kadang disalah

12

Imran Nating, Peran Dan Tanggung Jawab Kurator Dalam Pengurusan Dan Pemberesan Harta Pailit, (Jakarta: raja grafindo persada, 2004 ), hal. 102.

13

Ibid, hal. 102.

(25)

artikan sebagai hubungan sub ordinasi. Tugas Hakim Pengawas ini adalah mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit seperti yang diatur dalam lampiran Pasal 63 UUK 1998 jo Pasal 65 UUK 2004, dan sebelum memutuskan sesuatu yang ada sangkut pautnya dengan pengurusan dan pemberesan harta pailit, Pengadilan Niaga wajib mendengar nasehat terlebih dahulu dari Hakim Pengawas.15

Selain itu juga berwenang untuk mendengar saksi-saksi dan memerintahkan para ahli untuk menyelidikinya. Para saksi ini akan dipanggil oleh Hakim Pengawas, dan apabila ada yang tidak datang menghadap atau menolak memberikan kesaksiannya, maka bagi mereka berlaku ketentuan Hukum Acara Perdata (lihat Pasal 140, 141, 148, HIR atau Pasal 166, 167, dan 176 Rbg) yaitu :

16

1. Saksi dihukum untuk membayar segala biaya yang telah dikeluarkan untuk pemanggilan saksi-saksi tersebut.

2. Ia harus dipangil sekali lagi atas biaya sendiri.

3. Saksi dibawa polisi menghadap pengadilan untuk memenuhi kewajibannya. 4. Apabila seseorang saksi datang di persidangan tetapi enggan memberi

keterangan, memerintahkan supaya saksi ditahan dalam penjara dengan biaya dari pihak itu, sampai saksi bersedia memenuhi kewajibannya (Pasal 65 ayat (3) UUK).

Atas permintaan yang berkepentingan, ketua pengadilan boleh merintahkan supaya saksi ditahan dalam penjara dengan biaya dari pihak itu, sampai saksi bersedia memenuhi kewajibannya (Pasal 65 ayat (3) UUK). Apabila saksi mempunyai tempat kedudukan hukum di luar hukum pengadilan yang menetapkan putusan pernyataan pailit, Hakim Pengawas dapat melimpahkan mendengarkan keterangan saksi kepada

15

Ibid, hal. 126.

16

(26)

pengadilan yang wilayah hukumnya meliputi tempat kedudukannya hukum saksi (Pasal 67 ayat (4) UUK 2004).

Dari tugas-tugas dan kewenangannya Hakim Pengawas tersebut diatas, barangkali secara ringkas dapat disimpulkan sebagai berikut :17

1. Memimpin rapat vertifikasi.

2. Mengawasi tindakan dari Kurator dalam melaksanakan tugasnya , memberi nasehat dan peringatan kepada Kurator atas pelaksanaan tugas tersebut . 3. Menyetujui atau menolak daftar-daftar tagihan yang di ajukan oleh para

kreditur .

4. Meneruskan tagihan-tagiahan yang tidak diselesaikannya dalam rapat verifikasi kepada hakim Pengadilan Niaga yang memutus perkara itu. 5. Mendengar saksi-saksi dan para ahli atas segala hal yang berkaitan dengan

kepailitan (misalnya tentang keadaan budel, prilaku pailit dan sebagainaya).

6. Memberikan izin atau menolak permohonan si pailit untuk berpergian (meninggalkan tempat) kediamannya.

Pentingnya tugas Hakim Pengawas dalam pemberesan harta pailit, maka penelitian ini membahas mengenai bentuk pelaksanaan dari peranan Hakim Pengawas pada pelaksaan putusan pailit, kesesuaian antara ketentuan Undang-Undang dengan penerapan tugas dan kewenangan Hakim Pengawas, kedudukan hakim pemgawas terhadap Majelis Hakim pemeriksa, pemutus perkara dan bagaimana bentuk pertanggung jawaban Hakim Pengawas setelah menyelesaikan tugas dan wewenang sebagai Hakim Pengawas.

Pelaksanaan putusan Pengadilan Niaga memerlukan peran dari Hakim Pengawas dan Kurator. Pada proses berperkara pada Pengadilan Niaga, proses pengajuan perkara berbentuk permohonan bukan gugatan. Namun, untuk putusan

17

(27)

yang dikeluarkan atas permohonan tersebut adalah putusan dan bukan penetapan. Putusan Pengadilan Niaga terdiri dari dua macam yaitu putusan atas permohonan pernyataan pailit dan putusan permohonan penundaan pembayaran utang. Pada Undang-Undang kepailitan yang berlaku pada saat ini, pengaturan mengenai tugas dan wewenang dari Hakim Pengawas telah diatur dalam beberapa Pasal, walaupun tidak terletak pada suatu bagian yang khusus dan tersebar pada beberapa bagian dalam Undang-Undang kepailitan.

Pengangkatan Hakim Pengawas dan Kurator dimaksudkan sebagai pelaksana dari putusan pailit yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim dalam perkara permohonan pernyataan pailit. Permasalahan dalam tesis ini adalah mengenai peranan dan sejauh mana pelaksanaan tugas Hakim Pengawas dapat dipertanggung jawabkan, serta kendala yang dihadapi. Undang-Undang kepailitan mengatur bahwa Hakim Pengawas bertanggung jawab dalam mengatasi pengurusan dan pemberesan harta pailit yang dilaksanakan Kurator agar tidak menyalahgunakan kewenangannya.

(28)

Namun dalam pelaksanaan tugasnya Hakim Pengawas tidak didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai. Hendaknya pada UUK yang akan datang pengaturan mengenai Hakim Pengawas disusun dengan batasan yang jelas termasuk dengan menyesuaikannya dengan tahap-tahap dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit, serta jika perlu adanya sanksi bagi Hakim Pengawas memiliki andil yang besar dalam penyelesaian kepailitan pasca putusan secara adil cepat, terbuka, dan efektif guna melindungi kepentingan debitur pailit, para kreditur dan pihak lain yang terkait.

Permasalahan yang ada bahwa di dalam Undang-Undang kepailitan tersebut, tidak ada satu pun Pasal yang mengatur mengenai masalah pertangung jawaban dari pelaksanaan tugas dan wewenang Hakim Pengawas. Melalui penulisan ini, dapat diketahui mengenai peranan Hakim Pengawas pada pelaksanaan suatu putusan pailit Pengadilan Niaga, dan bagaimana bentuk pelaksanaan dari tugas dan wewenang Hakim Pengawas tersebut.

B.Perumusan masalah

Sejalan dengan hal-hal tersebut diatas, maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

(29)

C.Tujuan penelitian

1. Untuk mengetahui akibat hukum putusan pailit terhadap harta kekayaan debitur.

2. Untuk mengetahui tugas dan kewenangan Hakim Pengawas dalam kepailitan.

3. Untuk mengetahui hambatan Hakim Pengawas setelah putusan pailit. D.Manfaat penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat teoritis dan praktis. Adapun kedua manfaat tersebut adalah sebagai berikut :

1. Secara teoritis

Mamfaat penelitian ini yang bersifat teoritis diharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran di bidang hukum dalam hal peranan Hakim Pengawas dalam pemberesan harta pailit. Penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai langkah awal bagi pengembangan dan penelitian yang lebih lanjut.

2. Secara praktis

(30)

Niaga dengan tuntutan agar debitornya dinyatakan pailit dalam menyelesaikan utang piutang antara debitor dan kreditor. Selain itu, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan doktrin hukum bagi perkembangan ilmu hukum di Indonesia khususnya kepailitan.

E.Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi dan penelusuran yang dilakukan oleh peneliti terhadap hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan di lingkungan Universitas Sumatera Utara, maka diketahui bahwa belum ada penelitian yang serupa dengan apa yang menjadi dan ruang lingkup penelitian ini, yaitu mengenai peranan Hakim Pengawas terhadap pemberesan harta pailit.

Oleh karena itu penulis berkeyakinan bahwa penelitian yang penulis lakukan ini jelas dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, karena senantiasa memperhatikan ketentuan-ketentuan atau etika penelitian yang harus dijunjung tinggi bagi peneliti atau akademisi.

F. Kerangka Teori Dan Kerangka Konsepsional 1. Kerangka teori

Kerangka teori merupakan pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan, pandangan teoritis, yang mungkin ia setujui atau pun tidak di setujuinya dan ini merupakan masukan eksternal bagi pembaca.18

18

(31)

Di dalam penelitian diperlukan adanya kerangka teoritis sebagaimana yang dikemukakan oleh Ronny H. Soemitro bahwa untuk memberikan landasan yang mantap pada umumnya setiap penelitian haruslah selalu disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis.19

Kerangka teori merupakan kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, si penulis mengenai suatu kasus ataupun permasalahan (problem), yang bagi si pembaca menjadi bahan perbandingan, pasangan teoritis, yang mungkin ia setujui ataupun tidak disetujuinya dan ini merupakan masukan eksternal bagi pembaca.20

Menurut Kaelan M,S landasan teori pada suatu penelitian merupakan dasar-dasar operasional penelitian. Landasan teori dalam suatu penelitian adalah bersifat strategis artinya memberikan realisasi pelaksanaan penelitian.21

a. Teori tersebut berguna untuk mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau di uji kebenarannya.

Oleh sebab itu, kerangka teoritis bagi suatu penelitian mempunyai kegunaan sebagai berikut :

b. Teori sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta mengembangkan definisi-definisi. c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtiar dari pada hal-hal yang diteliti.

19

Ronny H. Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Ghalia, 1982), hal. 37.

20

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hal. 80.

21

(32)

d. Teori memberikan kemungkinan pada prediksinya fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.22

Apabila di tinjau secara teoritis, lahirnya Undang–Undang Kepailitan dan PKPU, adalah sebagai konsekwensi dari keadaan krisis ekonomi dan moneter di Indonesia yang pada akhirnya juga menimbulkan krisis sosial dan politik dimana terjadi euphoria reformasi segala bidang, maka untuk mengantisipasi adanya kecenderungan dunia usaha yang bangkrut pemerintah menertibkan Undang–Undang Kepailitan menjadi suatu daerah hukum positif dalam sistem Perundang–Undangan di Indonesia.

Dalam kepailitan seluruh harta benda debitor di peruntukan bagi pembayaran tagihan–tagihan kreditor maka jika harta bendanya itu tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban atas semua tanggungan itu, tentu harta benda itu harus dibagi di antara para kreditor menurut perbandingan tagihan mereka masing – masing.23

22

Soerjono soekanto, pengantar penelitian hukum (Jakarta : UI Press, 1986), hal. 21.

Pembagian harta kekayaan pailit ini dimaksudkan untuk menjamin kepentingan para kreditor. Hukum yang memberikan perlindungan terhadap kreditor dari kreditor lainnya berupaya mencegah salah satu kreditor memperoleh lebih banyak dari kreditor lainnya dalam pembagian harta kekayaan, sedangkan perlindungan dari kreditor yang tidak jujur diperoleh dengan mewajibkan debitor mengungkap secara penuh maupun secara priodik. Sementara itu, apabila debitor berada dalam keadaan

23

(33)

susah dapat ditolong maka debitor dimungkinkan untuk dapat di keluarkan secara terhormat dari permasalahan utangnya.24

Andrew Keay dan Michael Murray meninjau hukum kepailitan dari sifatnya sebagai hukum yang memaksa dan berlaku secara kolektif yaitu : “ A Collective process in that individual creditors are not able to enfoce their debts independently of

the other creditors.25

Dalam kepailitan dan PKPU, Hakim Pengawas memiliki peranan yang sangat penting dalam kepailitan. Peranan itu mulai berlaku setelah diucapkan putusan pernyataan pailit. Hakim Pengawas mengawasi pekerjaan Kurator dalam rangka melakukan tugas pengurusan dan pemberesan. Tindakan pengawasan yang dilakukan Hakim Pengawas dituangkan dalam bentuk penetapan atau berita acara rapat. Penetapan tersebut bersifat final and biding dan dapat dilaksanakan terlebih dahulu, kecuali Undang–Undang menentukan lain. Penetapan tersebut sebagai dasar Kurator dalam menjalankan tugas–tugasnya mengurus dan membebaskan harta debitor pailit.26

Dalam pemberesan dan pengurusan harta pailit, sebaiknya Hakim Pengawas mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit secara arif, bijaksana dan cermat. Dalam artian tidaklah boleh merugikan salah satu pihak, apakah itu debitor atau kreditor dalam pemberesan dan pengurusan harta pailit. Teori mengenai keadilan

24

Zulkarnain Sitompul, Pola Penyelesaian Utang Tantangan Bagi Pemaharuan UU Kepailitan, Makalah disampaikan dalam lokakarya Mengenai Tantangan Perubahan UU Kepailitan, Medan 7 Desember 2001, Kerjasama FH UI, Pascasarjana USU dan University of sout Carolina.

25

Andrew Keay and Michael Murray, Insolvenci : Personal corporate Law & Practice, (Sadney: Law Book Company, 2002), hal. 5.

26

(34)

sangatlah sinkron dengan penulisan tesis ini. Dengan adanya rasa keadilan yang dikedepankan, maka Hakim Pengawas dapat menjalankan tugas tidak berat sebelah, sehingga tidak akan merugikan salah satu pihak.

Teori mengenai keadilan ini menurut Aristoteles ialah perlakuan yang sama bagi mereka yang sederajat di depan hukum, tetap menjadi urusan tatanan politik untuk menentukan siapa yang harus diperlakukan sama atau sebaliknya.27 Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Satjipto Rahardjo, dalam pembuatan hukum fungsinya sebagai pengatur kehidupan bersama manusia, oleh karena itu hukum harus melibatkan aktifitas dengan kualitas yang berbeda-beda. Pembuatan hukum merupakan awal dari bergulirnya proses pengaturan tersebut, ia merupakan momentum yang dimiliki keadaan tanpa hukum dengan keadaan yang diatur oleh hukum. Dia juga mengatakan hukum sebagai perwujudan nilai-nilai yang mengandung arti, bahwa kehadirannya adalah untuk melindungi dan memajukan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.28

Teori keadilan melahirkan teori kemanfaatan, Teori hukum tentang kemanfaatan yang berasal dari Jeremy Bentham yang menerapkan salah satu prinsip dari aliran utilitarianisme ke dalam lingkungan hukum, yaitu: manusia akan bertindak untuk mendapatkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan mengurangi penderitaan. Bentham selanjutnya berpendapat bahwa pembentuk undang-undang hendaknya

27

Lawrence. M. Friedman, American Law an Introduction, Terjemahan Wisma Bhakti,

(Jakarta: PT. Tata Nusa, 2001), hal. 4.

28

(35)

dapat melahirkan undang-undang yang dapat mencerminkan keadilan bagi semua individu. Dengan berpegang pada prinsip tersebut di atas, perundangan itu hendaknya dapat memberikan kebahagiaan yang terbesar bagi sebagian besar masyarakat (the greates happiness for the greatest number).29

karena teori kemanfaatan merupakan rasionalisme dari keadilan, bila keadilan telah tercapai otomatis akan memberikan manfaat bagi para pihak. Dalam hal kewenangan Hakim Pengawas diharapkan dapat memberikan kemanfaatan baik bagi kreditur maupun debitur itu dalam hal pemberesan dan pengurusan harta pailit dalam kepailitan.

Jadi yang diutamakan dalam teori Jeremy Bentham adalah mewujudkan kebahagian yang sebesar-besarnya.

Dengan demikian jelas mengapa sejak berabad-abad telah ada peraturan kepailitan, karena dirasakan perlu untuk mengatur hak-hak dan kewajiban debitor yang tidak dapat membayar utang-utangnya serta hak-hak dan kewajiban para kreditor. Dari kesimpulan ini dapat dipahami mengapa masalah kepailitan selalu di hubungkan dengan kepentingan para kreditor, khususnya tentang tata cara dan hak kreditor untuk memperoleh kembali pembayaran piutangnya dari seorang debitor yang dinyatakan pailit. Dari uraian tersebut tergambar sangatlah bahwa Hakim Pengawas memiliki andil yang cukup besar dalam pemberesan dan pengurusan harta pailit dalam kepailitan.

29

(36)

R. Soekardono menyebutkan bahwa kepailitan adalah penyitaan umum atas harta kekayaan si pailit bagi kepentingan semua penagihnya, dalam artian secara kolektif memaksimalkan kesejateraan kelompok,30

Thomas H. Jackson dan Robert E. Scott dalam teori “creditor’s”bargain yang menyatakan bahwa tujuan utama dari kepailitan untuk memaksimalkan kesejahteraan kelompok secara bersama-sama.

sehingga teori yang dikemukakan oleh thomas H. Jackson dan Robert E. Scott mengenai teori “creditor’bargain”

sangat berkenaan dengan penulisan tesis ini.

31

Dimana teori ini kemudian dikenal dengan teori

creditor wealth maximization yang merupakan teori yang paling menonjol dan paling banyak di anut dalam hukum kepailitan. Jackson merumuskan hukum kepailitan dari perspektif ekonomi sebagai “An Acillary, Pararel System Of Debt – Collection Law,

sedangkan keadaan pailit adalah suatu cara melaksanakan suatu putusan tentang apa yang akan dilakukan terhadap harta debitor.32

30

Sunarmi, Ibid., hal. 21.

Bagaimana pun para kreditor akan setuju kepada sistem kolektif kecuali jika ada suatu sistem yang mengikat semua kreditor lain. Untuk mengijinkan debitor membuat perjanjian dengan kreditor lain yang akan memilih ke luar dari pada kerangka penyelesaian. Hal ini akan menghancurkan keuntungan suatu proses kolektif. Landasan teori pada suatu penelitian adalah merupakan dasar-dasar operasional penelitian.

31

Thomas H. Jackson Dan Robert E. Scott, On The Nature Of Bankruptcy ; An Essay On Bankruptcy Sharing And The Creditor’s Bargain, 75, VA, L, REV, 155, (1989), hal. 1.

32

(37)

Hal-hal yang telah diuraikan di atas maka dapat menjawab permasalahan yang diajukan dipergunakan pendekatan dengan kerangka teori. Kerangka berfikir menjadi konsep keadilan dan perlindungan yang seimbang terhadap kepentingan kreditor dan debitor dalam hukum kepailitan sebagai paradigma filosofis. Selanjutnya paradigma yang bersifat konstan ini di interaksikan dengan potensi yang yang dimiliki Indonesia dan perkembangan situasi dan kondisi yang berupa kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam hukum kepailitan baik dari segi subtansi maupun dalam praktek serta kondisi perdagangan nasional dan global.

2. Kerangka konsepsional

Dalam penelitian ini untuk menemukan atau mendapatkan pengertian atau penafsiran dalam tesis ini, maka berikut ini adalah definisi operasional sebagai batasan tentang objek yang diteliti:

a. Kepailitan adalah suatu sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya di lakukannya oleh Kurator di bawah pengawasan sebagai mana diatur dalam Undang-Undang ini.33

33

Pasal 1 Ayat (1) UU No. 37. Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

(38)

Pasal 1 butir 1 ini secara tegas menyatakan bahwa “kepailitan adalah sita umum, bukan sita individual”, karena itu disyaratkan dalam UUK bahwa untuk mengajukan permohonan pailit harus memiliki 2 (dua) atau lebih kreditor. Seorang kreditor yang hanya memiliki 1 (satu) kreditor tidak dapat dinyatakan pailit karena hal ini melanggar prinsip sita. Apabila hanya satu kreditor maka yang berlaku adalah sita individual, dan penuntutannya melalui gatan perdata biasa, bukan melalui permohonan pailit.34

b. Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat di tagih di muka pengadilan.35

c. Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat di tagih di muka pengadilan.36

d. Utang adalah kewajiban yang dinyatakan dalam atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang uang rupiah atau asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontiniu, yang timbul karena perjanjian atau Undang-Undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor.37

34

Sunarmi, Op. Cit, hal. 29

35

Pasal 1 Ayat (2) UU No. 37. Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

36

Pasal 1 Ayat (3) UU No. 37. Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

37

(39)

e. Kurator adalah balai harta peninggalan atau perseorangan yang diangkat oleh pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitor pailit di bawah pengawas sesuai dengan Undang-Undang.38

f. Hakim Pengawas adalah hakim yang di tunjuk oleh pengadilan dalam putusan pailit atau putusan penundaan kewajiban pembayaran utang.39

g. Pemberesan harta pailit adalah jika dalam rapat pencocokan piutang tidak ditawarkan rencana perdamaian, rencana perdamaian tidak diterima, atau pengesahan perdamaian telah ditolak berdasarkan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, demi hukum harta pailit berada dalam keadaan insolven.

40

G.Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, yaitu dengan mengkaji/menganalisis data sekunder yang berupa bahan-bahan primer dan bahan hukum sekunder dengan memahami hukum sebagai seperangkat peraturan atau norma-norma positif di dalam sistem Perundang-Undangan yang mengatur mengenai kehidupan manusia.41

38

Pasal 1 Ayat (5) UU No. 37. Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

39

Pasal 1 Ayat (8) UU No. 37. Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

40

Pasal 178 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan. 41

Soerjono Soekanto Dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,

(40)

Penelitian hukum normatif merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka. Penelitian hukum normatif atau kepustakaan ini mencakup:42

1. Penelitian terhadap asas-asas hukum . 2. Penelitian terhadap sistematika hukum.

3. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal. 4. Perbandingan hukum.

5. Sejarah hukum.

Penelitian hukum normatif dapat disebut juga sebagai penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma.43 Penelitian normatif selalu mengambil isu dari hukum sebagai sistem norma yang digunakan untuk memberikan justifikasi preskriptif tentang suatu peristiwa hukum. Penelitian dilakukan dengan maksud memberikan argumentasi hukum sebagai dasar penentu apakah suatu peristiwa sudah benar atau salah serta bagaimana sebaiknya peristiwa itu menurut hukum.44

Adapun data yang digunakan dalam menyusun penulisan ini diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research), sebagai suatu teknik pengumpulan data dengan memanfaatkan berbagai literatur berupa aspek-aspek hukum di Indonesia, peraturan perundang-undangan, buku-buku, karya ilmiah, bahan kuliah, putusan pengadilan, serta sumber data sekunder lain yang dibahas oleh penulis. Digunakan

42

Ibid. hal. 14.

43

Mukti fajar nur dewata, uianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal. 34.

44

(41)

pendekatan yuridis normatif karena masalah yang diteliti berkisar mengenai keterkaitan peraturan.

Metode yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif yang merupakan prosedur penelitian untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.45 Logika keilmuan yang juga dalam penelitian hukum normatif dibangun berdasarkan disipin ilmiah dan cara-cara kerja ilmu hukum normatif, yaitu ilmu hukum yang objeknya hukumnya itu sendiri.

1. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat Setelah data terkumpul dan dirasa telah cukup lengkap, maka tahap selanjutnya adalah mengolah dan menganalisis data. Teknik analisis data yang dipakai adalah teknik analisis kualitatif, dimana setelah semua data terkumpul, maka dilakukan pengolahan, penganalisisan dan pengkonstruksian data secara menyeluruh, sistematis dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis data. Selanjutnya semua data diseleksi dan diolah, kemudian dianalisis secara deskriptif.46

Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema. Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini dikumpulkan dan kemudian diedit dengan mengelompokan, menyusun secara sistematis, dan analisis secara kualitatif

45

Jhonny ibrahim, Teori Dan Metodologi Penelitian Normatif, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007), hal. 57.

46

(42)

selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan dengan menggunakan logika berfikir deduktif ke induktif.47

2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan kualitatif yang digunakan adalah pendekatan aspek-aspek hukum yang di Indonesia atau aspek Perundang-Undangan (statue approach). Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Penelitian ini mengunakan pendekatan tersebut karena yang akan diteliti adalah berbagai aspek hukum dan aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian. Analisa hukum hukum yang dihasilkan oleh suatu penelitian hukum normatif yang menggunakan pendekatan aspek-aspek hukum di Indonesia dan Perundang-Undangan, akan menghasilkan penelitian yang akurat. Serta digunakan juga pendekatan konseptual yang beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang bekembang didalam ilmu hukum akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang di hadapi. Pemahaman akan pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin tersebut merupakan sandaran bagi peneliti dalam membangun suatu argumentasi hukum dalam memecahkan isu yang di hadapi. Pendekatan tersebut melakukan pengkajian dari segi aspek-aspek hukum di Indonesia

47

(43)

dan peraturan Perundang-Undangan berdasarkan konsep-konsep hukum dan asas-asas hukum.

3. Sumber Data

Sumber-sumber data dalam penelitian dapat dibedakan menjadi sumber-sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder, yang digunakan dalam penelitian ini. Data dalam penelitian ini diperoleh dengan cara mengumpulkan data primer dan data sekunder.

a. Data sekunder48

1. Bahan Hukum Primer, yaitu peraturan Perundang-Undangan di bidang hukum kepailitan yaitu Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang, dan KUH Perdata.

, data yang di kumpulkan melalui studi pustaka dengan mempelajari :

2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan pakar hukum serta bahan dokumen-dokumen lainya yang berkaitan dengan Peranan Hakim Pengawas Dalam Pemberesan Harta Pailit Dalam Kepailitan.

3. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder,

48

(44)

seperti kamus umum, kamus hukum, jurnal atau surat kabar sepanjang memuat informasi yang relevan dengan materi penelitian ini.49

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang akan di gunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder melalui pengkajian terhadap, peraturan, peraturan Perundang-Undangan, literatur, tulisan-tulisan pakar hukum, bahan kuliah, dan putusan-putusan pengadilan yang berkaitan dengan penelitian ini.

5. Analis Data

Pengolahan, analisis dan konstruksi data penelitian hukum normatif dapat dilakukan dengan cara menganalisis terhadap kaidah hukum dan kemudian mengkonstruksi dengan cara memasukkan pasal-pasal keadaan kategori-kategori atas dasar pengertian-pengertian dasar dari sistem hukum tersebut. Data yang diperoleh melalui studi kepustakaan, peraturan Perundang-Undangan, putusan-putusan, pengadilan dan menganalisis berdasarkan metode kualitatif, yaitu dengan melakukan.50

a. Menemukan konsep-konsep yang terkandung dalam bahan-bahan hukum (konseptualisasi) yang dilakukan dengan cara memberikan interpretasi terhadap bahan hukum tersebut.

:

49

Soerjono Soekanto Dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1985), hal. 23.

50

(45)

b. Mengelompokan konsep-konsep hukum Indonesia atau peraturan-peraturan yang sejenis atau berkaitan dengan asas legalitas.

(46)

BAB II

AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT TERHADAP HARTA KEKAYAAN DEBITUR

A. Akibat Kepailitan Secara Umum

1. Akibat kepailitan terhadap harta kekayaan debitur pailit

Dengan dijatuhkannya putusan pailit oleh Pengadilan Niaga, debitur demi hukum kehilangan haknya untuk berbuat sesuatu terhadap penguasaan dan pengurusan harta kekayaan yang termasuk dalam kepailitan terhitung sejak tanggal kepailitan itu. Kepailitan mengakibatkan seluruh harta kekayaan debitur serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan berada dalam sitaan umum sejak saat putusan pernyataan pailit di ucapkan, kecuali51

a. Benda termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh debitur sehubungan dengan, pekerjaannya perlengkapannya, alat-alat medis yang dipergunakan untuk kesehatan, tempat tidur dan perlengkapannya yang dipergunakan oleh debitur dan keluarganya, yang terdapat ditempat itu yang diatur dalam Pasal 22a UU No.37 Tahun 2004.

:

b. Segala sesuatu yang diperoleh debitur dari perkerjaannya sendiri sebagai penggajian dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pensiun, uang tunggu tunjangan, sejauh yang ditentukan oleh Hakim Pengawas. yang diatur dalam Pasal 22 b UU No.37 Tahun 2004.

c. Atau uang yang diberikan kepada debitur untuk memenuhi suatu kewajiban memberikan nafkah menurut Undang-Undang. yang diatur dalam Pasal 22c UU No.37 Tahun 2004.

Tanggal putusan tersebut dihitung sejak pukul 00,00 waktu setempat. Sejak tanggal putusan pernyataan palit tersebut diucapkan, debitur pailit demi hukum tidak mempunyai kewenangan lagi untuk menguasai dan menggurus harta kekayaannya.

51

(47)

2. Akibat Kepailitan Terhadap Pasangan (Suami Istri) Debitur Pailit

Debitur pailit yang pada saat dinyatakan pailit sudah terikat dalam suatu perkawinan yang sah dan adanya persatuan harta, kepailitannya juga dapat memberikan akibat hukum terhadap pasangan (suami istri).52 Pasal 23 UUK menentukan bahwa apabila seseorang dinyatakan pailit, maka yang pailit tersebut termasuk juga istri atau suaminya yang kawin atas dasar persatuan harta. Ketentuan pasal ini membawa konsekuensi yang cukup berat terhadap harta kekayaan suami istri yang kawin dalam persatuan harta. Artinya bahwa seluruh harta istri atau suami yang termasuk dalam persatuan harta perkawinan juga terkena sita kepailitan dan otomatis masuk dalam boedel pailit.53 Dalam hal suami atau istri yang dinyatakan pailit, istri atau suami berhak mengambil kembali semua benda bergerak atau tidak bergerak yang merupakan harta bawaan dari istri atau suami dan hartanya diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan. Jika benda milik istri atau suami telah dijual oleh istri atau suami dan harganya belum dibayar atau uang hasil penjualan belum tercampur dalam harta pailit maka istri atau suami berhak mengambil kembali uang hasil penjualan tersebut yang diatur di dalam buku ke III KUH Perdata dan UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Pasal 25, Pasal 26 dan Pasal 27 UU No.37 Tahun 2004 Tentang kepailitan dan PKPU.

52

Ibid., hal. 108.

53

(48)

3. Akibat kepailitan terhadap seluruh perikatan yang dibuat debitur pailit Semua perikatan debitur yang terbit sesudah putusan pernyataan pailit, tidak lagi dapat membayar dari harta pailit54, kecuali perikatan tersebut menguntungkan harta pailit (Pasal 26 UUK). Tuntutan mengenai hak dan kewajiban yang menyangkut harta pailit harus diajukan oleh atau Kurator. Dalam hal tuntutan tersebut diajukan atau diteruskan oleh atau terhadap debitur pailit maka apabila tuntutan tersebut mengakibatkan suatu penghukuman terhadap debitur pailit, penghukuman tersebut tidak mempunyai akibat hukum terhadap harta pailit (Pasal 26 UUK). Dengan demikian, putusan pernyataan pailit berakibat bahwa segala penetapan pelaksanaan

pengadilan terhadap setiap bagian dari kekayaan debitor yang telah dimulai sebelum

kepailitan harus dihentikan seketika dan sejak itu tidak ada putusan yang dapat

dilaksanakan termasuk atau juga dengan menyandera debitor. Pihak-pihak yang

terkait dalam pengurusan harta pailit dalam penguasaan dan pengurusan harta pailit

yang terlibat tidak hanya Kurator, tetapi masih terdapat pihak-pihak lain yang

terlibat adalah Hakim Pengawas, kurator dan panitia kreditor.

4. Akibat kepailitan terhadap seluruh perbuatan hukum debitur yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan

Dalam Pasal 41 ayat (1) UU Kepailitan dinyatakan secara tegas bahwa untuk kepentingan harta pailit, segala perbuatan hukum debitur yang telah dinyatakan pailit, yang merugikan kepentingan kreditor, yang dilakukan sebelum putusan pernyataan

54

(49)

pailit diucapkan, dapat dimintai pembatalan oleh kreditor kepada pengadilan. Kemudian Pasal 42 UU Kepailitan diberikan batasan yang jelas mengenai perbuatan hukum debitur tersebut antara lain :55

a. Bahwa perbuatan hukum tersebut dilakukan dalam jangka waktu 1 Tahun sebelum putusan pernyataan pailit.

b. Bahwa perbuatan hukum tersebut tidak wajib dilakukan debitur, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya.

c. Bahwa debitur dan pihak dengan siapa perbuatan tersebut dilakukan dianggap mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor.

d. Bahwa perbuatan hukum itu dapat berupa :

1) Merupakan perjanjian dimana kewajiban debitur jauh melebihi kewajiban pihak dengan siapa perjanjian itu dibuat.

2) Merupakan pembayaran atas atau pemberian jaminan untuk utang yang belum jatuh tempo dan atau belum atau tidak dapat ditagih

3) Merupakan perbuatan hukum yang dilakukan oleh debitur perorangan, dengan atau kepentingan :

a) Suami atau isteri, anak angkat atau keluarganya sampai derajat ke tiga.

b) Suatu badan hukum dimana debitur atau pihak sebagaimana dimaksud pada angka 1, adalah anggota direksi atau pengurus atau apabila pihak tersebut, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, ikut serata secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan badan hukum tersebut lebih dari 50 % dari modal disetor atau dalam pengadilan badan hukum tersebut.

4) Merupakan perbuatan hukum yang dilakukan oleh debitur yang merupakan badan hukum, dengan atau untuk kepentingan :

a) Anggota direksi atau pengurus dari debitur, suami isteri, anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga dari anggota direksi atau pengurus tersebut.

b) Perorangan, baik sendiri atau bersama-sama dengan suami atau istri, anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga, yang ikut serta secara langsung dalam kepemilikan pada debitur lebih dari 50% dari modal disetor atau dalam pengadilan badan hukum tersebut. c) Perorangan yang suami atau istri, anak angkat, atau keluarganya

sampai derajat ke tiga, ikut serta secara langsung atau tidak

55

(50)

langsung dalam kepemiikan pada debitur lebih dari 50% dari modal disetor atau dalam pengadilan badan hukum tersebut.

5) Merupakan perbuatan hukum yang dilakukan oleh debitur yang merupakan badan hukum dengan atau untuk kepentingan badan hukum lainya, apabila :

a) Perorangan anggota direksi atau pengurus pada kedua badan usaha tersebut adalah oarang yang sama.

b) Suami atau istri, anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga dari perorangan anggota direksi atau pengurus pada badan hukum lainnya, atau sebaliknya.

c) Perorangan anggota direksi atau pengurus, atau anggota badan pengawas pada debitur, atau suami atau istri, anak angkat atau keluarga sampai derajat ketiga, baik sendiri atau bersama-sama, ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan badan hukum lainya lebih dari 50% dari modal disetor atau dalam pengadilan badan hukum tersebut, atau sebaliknya.

d) Debitur adalah anggota direksi atau pengurus pada badan hukum lainnya atau sebaliknya.

e) Badan hukum yang sama, atau perorangan yang sama baik bersama atau tidak dengan suami atau istrinya, atau para anak angkatnya dan keluarganya sampai derajat ketiga ikut serta secara langsung dalam kedua badan hukum tersebut paling kurang sebesar 50% dari modal yang disetor.

6) Dilakukan oleh Debitur yang merupakan badan hukum dengan atau terhadap badan hukum lain dalam satu grup dimana debitur adalah anggotanya;

7) Ketentuan dalam huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f berlaku mutatis mutandis dalam hal dilakukan debitur dengan atau untuk kepentingan: a) Anggota pengurus dari suatu badan hukum, suami atau istri, anak

angkat atau keluarga sampai derajat ketiga dari anggota pengurus tersebut;

b) Perorangan, baik sendiri maupun bersama-sama dengan suami atau istri, anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga yang ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam pengendalian badan hukum tersebut.

(51)

melakukan perbuatan hukum dengan debitur apabila perbuatan hukum debitur tersebut dilakukan dalam jangka waktu 1 Tahun (sebelum putusan pernyataan pailit) merugikan kepentingan kreditor, maka debitur dan pihak ketiga wajib membuktikan bahwa perbuatan hukum tersebut wajib dilakukan oleh mereka dan perbuatan hukum tersebut tidak merugikan harta pailit.

Berbeda, apabila perbuatan hukum yang dilakukan debitur dengan pihak ketiga dalam jangka waktu lebih dari 1 tahun sebelum putusan pernyataan pailit, dimana Kurator menilai bahwa perbuatan hukum tersebut merugikan kepentingan kreditor atau harta pailit, maka yang wajib membuktikan adalah Kurator

B.Akibat Kepailitan Secara Khusus

1. Akibat Kepailitan terhadap Perjanjian Timbal Balik

Menurut Subekti menerjemahkan istilah overeenkomst dari Bahasa Belanda ke dalam Bahasa Indonesia, yang artinya “Perjanjian”. Pasal 1313 KUH Perdata memberikan definisi perjanjian, yaitu suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.56

56

Pasal 1313 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Diterjemahkan Oleh R. Subekti Dan R. Tjitrosudibio, Cet. 33 (Jakarta : Pradnya Paramita, 2003).

Referensi

Dokumen terkait

Instalasi CSSD melayani semua unit di rumah sakit yang membutuhkan kondisi steril, mulai dari proses perencanaan, penerimaan barang, pencucian, pengemasan &

Dari kegiatan pembelajaran yang diuraikan tersebut, maka hasil belajar siswa pada pelaksanaan tindakan siklus 1 mengalami peningkatan dari observasi awal yang hanya 21

1) Mengetahui Material Safety Data Sheets (MSDS) dari setiap material atau bahan. 2) Tempat penyimpanan bahan-bahan kimia harus dikelompokan dan disimpan dengan

dari beberapa pendapat, kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh seorang karyawan baik dengan standar yang telah ditentukan. Di samping itu kinerja seseorang

Larva masuk tubuh domba melalui mulut, termakan bersama rumput, kemudian larva masuk kedalam abomasum dan hidup di bagian mukosa, berkembang menjadi cacing dewasa, siap kawin

Selain itu, perhitungan harga pokok produksinya pun masih belum tepat karena biaya bahan baku langsung belum dihitung berdasarkan standar yang spesifik dan

Principal (Funholder/ programmer) Provider (Institution) Agent Principal HRH-team Agent Contract Level (1) Contract Level (2) Adverse Selection Moral Hazard

ABSTRAK: Pada zaman yang telah modern ini masyarakatnya mulai melupakan budaya setempat dan lebih condong kepada budaya luar dengan alasan budaya setempat sudah ketinggalan zaman