• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEDOMAN PELAYANAN ICCU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEDOMAN PELAYANAN ICCU"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

PEDOMAN PELAYANAN

INTENSIVE CORONARY CARE UNIT (ICCU)

RSUD PASAR MINGGU

RSUD PASAR MINGGU

(2)

PEDOMAN PELAYANAN INTENSIVE CORONARY CARE UNIT (ICCU) DI RSUD PASAR MINGGU

Sistematika penyusunan pedoman pelayanan ini meliputi berbagai sub pembahasan, meliputi : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Ruang Lingkup C. Batasan Operasional D. Landasan Hukum E. Pengorganisasian BAB II STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi sumber daya manusia B. Distribusi ketenagaan

BAB III STANDAR FASILITAS A. Denah ruang B. Standar fasilitas

BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN A. Pendaftaran

B. Informed consent

C. Aturan Kerjasama Multidisipliner D. Sistem Rujukan

BAB V LOGISTIK

BAB VI KESELAMATAN PASIEN A. Pengertian

B. Tujuan

C. Tata laksana keselamatan pasien BAB VII KESELAMATAN KERJA

BAB VIII PENGENDALIAN MUTU BAB IX PENUTUP

(3)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Di dunia, penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan penyebab kematian nomor satu saat ini. Diperkirakan akan semakin banyak orang yang meninggal karena penyakit jantung dan pembululh darah dibandingkan penyakit lainnya.Dari survei yang dilakukan oleh World Health Organization (WHO) pad tahun 2004,diperkirakan sebanyak 17,1 juta orang meninggal (29,1% dari jumlah kematian total) karena penyakit jantung danpembuluh darah.Dari kematian 17,1 juta orang tersebut diperkirakan 7,2 juta kematian disebabkan oleh penyakit jantung koroner.Pada tahun 2030,WHO memperkirakan akan terjadi 23,6 juta kematian karena penyakit jantung dan pembuluh darah.Asia Tenggara juga diprediksi merupakan daerah yang mengalami peningkatan tajam angka kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah.

Manifestasi komplikasi penyakit jantung dan pembuluh darah yang paling sering diketahui bersifat fatal adalah kejadian henti jantung mendadak.Sampai saat ini kejadian henti jantung mendadak merupakan penyebab kematian tertinggi di Amerika dan Kanada. Walaupun angka insiden belum diketahui secara pasti, Pusat Pengendalian Pencegahan dan Kontrol Penyakit Amerika Serikat memperkirakan sekitar 330.000 orang meninggal karena penyakit jantung koroner di luar rumah sakit atau ruang gawat darurat. 250.000 diantaranya meninggal di luar rumah sakit. Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, hanya disebutkan prevalensi nasional penyakit jantung sebesar 7,2%, namun angka kejadian henti jantung mendadak belum didapatkan.

(4)

RSUD Pasar Minggu sebagai salah satu penyedia pelayanan kesehatan yang mempunyai fungsi rujukan harus dapat memberikan pelayanan ICCU yang profesional dan berkualitas dengan mengedepankan keselamatan pasien. Pada perawatan pasien ICCU dilaksanakan dengan melibatkan berbagai tenaga profesional yang terdiri dari multidisiplin ilmu yang bekerjasama dalam tim. Selain itu diperlukan juga dukungan sarana dan prasarana serta peralatan juga diperlukan dalam rangka meningkatkan pelayanan ICCU. Dengan tersedianya pelayanan ICCU di RSUD Pasar Minggu diharapkan dapat mengurangi angka kematian yang disebabkan penyakit jantung dan pembuluh darah.

B. Ruang Lingkup a. Pengertian

Ruangan Intensive Coronary Care Unit (ICCU) adalah unit pelayanan rawat inap di rumah sakit yang memberikan perawatan khusus pada pasien yang memerlukan perawatan yang intensif akibat mengalami gangguan jantung dan pembuluh darah dengan melibatkan tenaga kesehatan terlatih serta didukung dengan kelengkapan peralatan khusus pula.

b. Ruang Lingkup

Ruang pelayanan ICCU melayani pasien-pasien yang berpenyakit jantung dan pembuluh darah dengan kondisi kritis yang memerlukan perawatan,pengobatan, pengawasan dan penanganan khusus.

c. Tujuan Pelayanan

1. Mencegah terjadinya kematian akibat gangguan jantung dan pembuluh darah

2. Mencegah terjadinya penyulit

3. Menerima rujukan dari level lebih rendah dan melakukan rujukan ke level yang lebih tinggi

4. Mengoptimalkan kemampuan fungsi organ tubuh pasien khususnya jantung dan pembuluh darah

5. Mengurangi angka kematian pasien kritis akibat gangguan jantung dan pembulluh darah serta mempercepat proses penyembuhan pasien

(5)

Standar klasifikasi Pelayanan ICCU di RSUD Pasar Minggu sesuai dengan Rumah Sakit Tipe B Non Pendidikan

C. Batasan Operasional a. Indikasi Umum

Pasien yang dirawat di ICCU adalah:

1. Pasien yang memerlukan intervensi Medis segera oleh tim Intensive Coronary Care

2. Pasien yang memerlukan pengelolaan fungsi sistem organ tubuh terutama kardiovaskular secara terkoordinasi dan berkelanjutan sehingga dapat dilakukan pengawasan yang konstan dengan metode terapi titrasi

3. Pasien sakit kritis yang memerlukan pemantauan kontinyu dan tindakan segera untuk mencegah timbulnya dekompensasi fisiologis.

b. Indikasi Masuk dan Keluar ICCU

1. Kriteria Masuk:

 Pasien Proritas 1(Satu):

Pasien dengan penyakit atau gangguan akut pada organ vital yang memerlukan terapi intensif dan agresif seperti gagal nafas akut, gangguan atau gagal sirkulasi akibat gangguan kardiovaskular, misalnya pasca operasi jantung.Terapi tidak terbatas.

 Pasien Prioritas 2 (Dua):

Pasien yang memerlukan pemantauan canggih di ICCU,sebab sangat beresiko terancam gangguan pada sistem organ vital bila tidak mendapatkan terapi intensif segera,misalnya pasien pasca bedah dengan komplikasi penyakit jantung. Terapi juga tidak terbatas.

 Pasien Prioritas 3 (Tiga):

Pasien dalam keadaan sakit kritis dan tidak stabil yang mempunyai harapan kecil untuk penyembuhan(prognosa jelek) dan pengelolaan di ICCU hanya untuk mengatasi masalah akutnya saja dan tidak sampai melakukan intubasi atau

(6)

resusitasi jantung paru,misalnya pasien dengan keganasan metastatik disertai penyulit infeksi.  Pengecualian

Pasien yang tergolong di sini, atas pertimbangan luar biasa dan persetujuan Kepala ICCU bisa masuk ICCU dengan catatan sewaktu-waktu bisa dikeluarkan dari ICCU agar bisa digunakan oleh pasien prioritas 1(satu), 2(dua) dan 3(tiga). Pasien yang tergolong ini adalah :

 * Pasien memenuhi kriteria masuk tapi menolak tunjangan hidup,termasuk pasien dengan perintah DNR (Do Not Rususcitate)

 * Pasien dalam keadaan vegetatif permanen

 *Pasien yang sudah dipastikan mati batang otak namun hanya untuk kepentingan donor organ

2. Kriteria Keluar

Prioritas pasien dipindahkan dari ICCU berdasarkan pertimbangan medis oleh Kepala ICCU (intensivist) dan tim yang merawat pasien. Indikasi keluar ICCU antara lain sebagai berikut:

 Penyakit atau keadaan pasien telah membaik dan cukup stabil

 Terapi dan perawatan intensif tidak memberi hasil pada pasien.

 Pasien sudah tidak menggunakan ventilator lagi  Pasien mengalami mati batang otak

 Pasien mengalami gagal napas stadium akhir  Pasien/keluarga menolak dirawat lebih lanjut di

ICCU (pulang Paksa)

D. Landasan Hukum

Dalam pelayanan ICCU di RSUD Pasar Minggu memiliki landasan hukum sebagai berikut :

1. UU no. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan 2. UU no. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah

(7)

3. UU no. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah 4. UU no. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah Pusat dan Propinsi 5. UU no. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

6. UU no. 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran 7. PP no. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

8. Keputusan Menteri Kesehatan no.1778 tahun 2010 tentang Pedoman Penyelenggaran Pelayanan ICU di Rumah Sakit

9. Peraturan Menteri Kesehatan no.269 tahun 2010 tentang Rekam Medis

10.Peraturan Menteri Kesehatan no.290 tahun 2010 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran

E. Pengorganisasian

Struktur organisasi Pelayanan ICCU Sekunder RSUD Pasar Minggu perlu dibuat dan dipahami dengan tujuan mengoptimalkan pelayanan sesuai dengan petunjuk teknis uang diberikan oleh pemerintah pusat. Dalam rangka menyelenggarakan pelayanan ICCU sekunder perlu ditata pengorganisasian pelayanan dengan tugas dan wewenang yang jelas dan terinci baik secara administratif maupun secara teknis.

Uraian tugas masing-masing personil tim adalah sebagai berikut:  Kepala ICCU

Tugas Pokok :

a. Menyelenggarakan upaya pelayanan ICCU sesuai dengan kemampuan ketenagaan yang ada

b. Menyelenggarakan dan

melaksanakan kerjasama lintas program dan lintas sektoral dengan berbagi disiplin dan sektor terkait Uraian Tugas:

a. Merencanakan/membuat rencana kerja kebutuhan tim setiap tahunnya

b. Menyelenggarakan pelayanan ICCU berdasarkan rencana

kebutuhan ketenagaan,sesuai kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh direktur RS

(8)

c. Menyelenggarakan pendidikan,pelatihan, penelitian serta pengembangan ilmu

d. Menyelenggarakan rujukan baik di dalam maupun ke an dari luar RS

e. Memyelenggarakan kerja sama denan tim/SMF (Staf Medik Fungsional) lain di RS serta hubungan lintas program dan lintas sektoral melalui direktur RS

f. Bertanggung jawab atas laporan berkala pelayanan ICCU

g. Bertanggung jawab atas penyelenggaran pelayanan ICCU di RS h. Bertanggung jawab kepada direktur RS melalui direktur pelayanan

medis

i. Mengadakan supervisi dan pembinaan pelayanan ICCU di RS  Koordinator Pelayanan

Tugas Pokok

a. Menyediakan kelengkapan fasilitas,sarana dan prasarana sesuai dg kegiatan yang ada,pengaturan SDM yang dibutuhkan sehingga kegiatan pelayanan ICCU berjalan lancar

b. Menyelenggarakan upaya pelayanan ICU serta melaksanakan rujukan ke dan dari SMF lain bila perlu

Uraian Tugas

a. Merencanakan/membuat rencana kerja serta rencana kebutuhan ICCU setiap tahunnya

b. Menyediakan kelangkapan pelayanan ICCU berdasarkan kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh ketua tim pelayanan ICCU

c. Menyediakan kelengkapan tugas pendidikan, latihan dan penelitian seta pengembangan sesuai kebijakan tim

d. Menyelenggarakan kerjasama dengan SMF di RS

e. Bertanggung jawab kepada kepaa ICCU atas penyelenggaraan pelayanan ICCU di RS

Dokter Intensivist/Dokter Spesialis / Dokter Umum

Tugas pokok :

Melaksanakan pelayanan ICCU dan membantu pelaksanaan pendidikan serta penelitian

Uraian Tugas:

a. Bertindak sebagai anggota tim di pelayanan ICCU

b. Melaksanakan re-evaluasi pasien dan menentukan program selanjutnya

(9)

c. Mengirim kembali dan menyampaikan jawaban konsultatif kepada dokter pengirim

d. Bertanggung jawab atas pelaksanaan program pelayanan ICCU kepada koordinator pelayanan ICCU

e. Membantu pelaksanaan pendidikan da pelatihan tenaga medis dan tenaga perawat di lingkungan pelayanan ICCU

f. Bekerjasama dengan semua pihak dalam membantu penelitian dan pengembangan ilmu kedokteran intensif

Perawat

Tugas pokok:

Mengelola pelayanan dan asuhan keperawatan secara komprehensif meliputi pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, tindakan keperawaratan serta evaluasi pada pasien ICCU

Uraian tugas:

a. Bertindak sebagai anggota tim ICCU di semua jenis pelayanan b. .Melaksanakan semua program perawatan, sesuai dengan

rencana kekperawatan yang disepakati oleh tim

c. Melaksanakan reevaluasi pasien dengan mengusulkan program keperawatan selanjutnya bagi pasien

d. Bertanggung jawab atas pelaksanaan program perawatan ICCU kepada koordinator pelayanan ICCU

e. Melaksanakan pelatihan bagi tenaga perawat di lingkungan pelayananan ICCU

 Koordinator admisnistrasi dan keuangan Tugas Pokok:

Melaksanakan tata persuratan dan kearsipan, rumah tangga dan kebendaharaan yang baik serta sistem dokumentasi dan pelaporan pelayanan ICCU

Uraian tugas:

a. Menjawab surat surat masuk

b. Membantu kepala ICCU dalam membuat surat laporan hasil kegiatan dan keuangan secara berkala

c. Mengatur kebutuhan dan kegitaan kerumahtanggaan sehari hari. d. Pemeliharaan saran dan kebutuhan untuk kelancaran pelayanan e. Membuat laporan berkala mengaenai barang rusak, mutasi barang

dll.

(10)

STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia

N

O NAMA JABATAN

KUALIFIKASI

KEBUTUHAN

PENDIDIKAN SERTIFIKASI PENGALAMANKERJA

1. Kepala ICCU

Intensivist / dr spesialis anestesi/dr spesialis jantung dan pembuluh darah

KIC(Konsultan

Intensive Care) Minimal 1 tahun 1

2. Staf Medis Dr.spesialis/dokter jaga 24 jam(standby)

ALS/ACLS/FCCS (Fundamental Critical Care Support) Minimal 1 tahun 4

3. Perawat D3 keperawatan sdh pelatihan Kardiologi Dasar dan ICU

Pelatihan Kardiologi Dasar da ICU min 3 bulan(min 50% dari jumlah seluruh perawat merupakan perawat terlatih dan bersertifikat

Kardiologi Dasar dan ICU)

Minimal kerja 1 tahun perawat : pasienPerbandingan = 1:1

4. Tenaga Non Kesehatan Min SMA/sederajat

Tenaga administasi yang mampu operasikan komputer/Tenaga pekarya/Tenaga kebersihan

Minimal kerja 1 tahun kebutuhanSesuai

B. Distribusi Ketenagaan

a. Dokter Intensivist/dr spesialis jantung dan pembuluh darah Harus memenuhi Standar Kompetensi sebagai berikut:

 Terdidik dan bersertifikat KIC(Konsultan Intensive Care)

 Menunjang kualitas pelayanan ICU dan menggunakan sumber daya secara efisien

 Mendarmabaktikan lebih dari 50% waktu profesinya dalam pelayanan ICU

 Bersedia berpartisipasi dalam satu unit yang memberikan pelayanan 24 jam/7 hari/seminggu

 Mampu melakukan prosedur Critical Care yaitu: a. Sampel darah arteri

b. Mempertahankan jalan napas: intubasi trakheal, trakheostomi,ventilasi mekanis

(11)

c. Resusitasi Jantung Paru d. Pipa Thorakostomi

Mampu melakukan dua peran utama: a. Pengelolaan pasien:

Berperan sebagai pemimpin tim,menggabungkan dan melakukan layanan pada pasien berpenyakit kompleks atau cedera termasuk gagal sistem multi organ

b. Manajemen Unit

Berpartisipasi aktif dalam aktivitas:

- Triage,alokasi tempat tidur dan rencana pengeluaran pasien - Supervisi terhadap pelaksanaan kebijakan kebijakan unit - Perbaikan kualitas yang berkelanjutan

b. Dokter

 Dokter spesialis yang dapat memberikan pelayanan setiap diperlukan

 Dokter jaga 24 jam dengan kemampuan ALS/ACLS/FCCS  Perbandingan dokter : pasien = 4 : 6-8 bed

c. Perawat

Ruang ICU harus memiliki jumlah yang cukup dan lebih dari 50% harus sudah pelatihan ICU minimal 3 bulan. Jumlah perawat ICU ditentukan berdasarkan jumlah tempat tidur dan ketersediaan ventilasi mekanik. Perbandingan perawat : pasien yang menggunakan ventilasi mekanik adalah 1:1,sedangkan perbandingan perawat : pasien yang eidak menggunakan ventilasi mekanik adalah 1:2.

BAB III

STANDAR FASILITAS

A. DENAH RUANG B. STANDAR FASILITAS

Instalasi ICCU merupakan instalasi untuk perawatan pasien gangguan jantung dan pembuluh darah dengan keadaan belum stabil sehingga memerlukan pemantauan ketat secara intensif dan indakan

(12)

segera.Instalasi ICCU merupakan unit pelayanan khusus penyakit jantung dan pembuluh darah yang menyediakan pelayanan yang komprehensif dan berkesinambungan selama 24 jam.

Kebutuhan Ruang,Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas No . Nama Ruangan Fungsi Besaran Ruang/Luas an Kebutuhan Fasilitas 1. Loker/Ru ang Ganti

Tempat ganti pakaian dan meletakkan sepatu untuk

petugas,disediakan juga untuk pengunjung

Sesuai kebutuhan Loker 2. Ruang Perawat Ruang istirahat perawat Sesuai kebutuhan Sofa,lemari, meja,kursi 3. Ruang Kepala Perawat

Ruang kerja dan istirahat kepala perawat

Sesuai kebutuhan

Sofa,lemari, meja,kursi

4. R. Dokter Ruang dokter terdiri dari 2 bagian: ruang kerja dan ruang istirahat Sesuai kebutuhan Sofa,lemari, meja,kursi,wastafel,toilet 5. Daerah Rawat Pasien

ICCU: Ruang tempat tidur berfungsi utk merawat pasien lebih dari 24 jam dg pemantauan terus menerus. Kamar yang memerlukan kekhususan teknis sbg ruang ICCU dg memiliki pembatas fisik per pasien, dinding

Min 16m2, belum termasuk ruang antara Ventilator,troley emergensi(laringoskop, ETT, sungkup,OPA, spuit,selang suction,obat2an emergensi), syringe pump,infus pump, tensi meter,EKG,Kapnografi,te rmperatur,kateter vena sentra, monitor,bed khusus

(13)

serta bukaan pintu dan jendela denga ruang ICCU lainnya dan harus memiliki ruang antara,karena suasana di dalam ruangan harus tenang

ICU,defibrilator,O2 sentral, suction central, mesin HD,alat drainase thorax,mobile X-ray,echocardiografi 6. Central Monitorig / Nurse station Ruang untuk melakukan perencanaan,pengorga nisasian,asuhan dan pelayanan keperawatan selama 24 jam,pengaturan jadwal,dokumentasi sampa evaluasi( bisa menggunakan

pembatas fisik tembus pandang )

4-16 m2 Kursi,meja, lemari obet,lemari barang habis pakai,komputer,printer,E KG monitoring system

7. Gudang alat medis

Ruang penyimpanan alat medis yang setiap saat dibutuhkan Alat yg tersimpan di sini harus dalam kondisi siap pakai dan sdh steril.

Sesuai kebutuhan Ventilator,mesin HD,Mobile X-Ray dll 8. Gudang bersih Tempat penyimpanan instrumen dan barang habis pakai yang diperlukan untuk kegiatan di ruang ICCU temasuk barang steril

Seuai kebutuhan Lemari 9. Gudang kotor / Spoelhoo Fasilitas untuk membuang kotoran bekas pelayanan

4-6 m2 Kloset leher angsa,keran air bersih(zinc),ket: bibir kloset 80-100 cm dari

(14)

k terutama berupa cairan. permukaan lantai 10. Ruang tunggu keluarga pasien

Tempat keluarga atau pengantar pasien men unggu

Sesuai kebutuhan

Tempat duduk, televisi

11. Ruang Administr asi Ruang untuk menyelenggarakan kegiatan administrasi khususnya pelayanan pendaftaran dan rekam medis internal pasien di ICCU

3-5

m2/petugas

Meja kerja, lemari berkas arsip,

telepom/intercom,komput er,printer dan ATK lainnya 12. Janitor/R. Cleaning Service Ruangan tepat penyimpanan barang dan peralatan untuk kebersihan ruangan,ada area basah 4-6m2 Lemari/rak 13. Toilet (petugas dan pengunju ng) KM/WC @ KM/WC pria dan wanita luas 2-3 m2 Kloset duduk/jongkok 14 R.Penyim panan silinder /gasmedik Ruang tempat penyimpanan gas medis cadangan

4-8 m2 Tabung Gas Medis

15. R.Parkir brankar

Tempat parkir brankar selama tidak diperlukan

2-6 m2 brankar

Persyaratan Khusus

1. Letak bangunan instalasi ICCU harus berdekatan dengan instalasi bedak sentral, Instalasi gawat darurat,laboratorium dan instalasi radiologi

2. Harus bebas dari gelomBang elektromagnetik dan tahan terhadap getaran

(15)

4. Temperatur ruangan harus terjaga tetap dingin 5. Aliran listrik tidak boleh terputus

6. Harus tersedia pengatur kelembaban udara

7. Sirkulasi udara yang dikondisikan seluaruhanya udara segar

8. Ruang perawat disrankan menggunakan pembatas fisisk transparan utnuk kurangi kontaminasi terhadap perawat

9. Perli disediakan titik grounding untuk peralatan elektrostatik 10.Tersedia Alirann gas Medis (O2,udara bertekanandan suction) 11. Pintu kedap asap dan tidak mudah terbakar

12.Terdapat pintu evakuasi yang luas dengan fasilitas ramp apabila letak ICCU tidak di lantai dasar

13.Ruang ICCU sebaiknya kedap api

14.Pertemuan dinding lantai tidak boleh berbentuk sudut/harus melengkung agar pembersihan mudah dan tidak menjadi sarang debu atau kotoran.

BAB IV

TATALAKSANA PELAYANAN

A. ALUR PELAYANAN

Pasien yang memerlukan pelayanan ICU dapat berasal dari : 1. Pasien dari IGD

2. Pasien dari HCU

3. Pasien dari kamar operasi atau kamar tindakan lain seperti kamar bersalin, ruang endoskopi, ruang hemodialisa

4. Pasien dari ruang rawat inap

B. INFORMED CONSENT

Informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang efektif antara dokter dengan pasien dan bertemunya pikiran tentang apa yang akan dan apa yang tidak akan dilakukan tehadap pasien. Definisi operasionalnya adalah

(16)

suatu pernyataan sepihak dari orang yang berhak( yaitu pasien,keluarga atau walinya) yang isinya berupa ijin atau persetujuan kepada dokter untuk melakukan tindakan medik sesudah orang yang berhak tersebut diberi informasi. Sebelum masuk ke ICCU,pasien dan keluarganya harus mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang dasar pertimbangan mengapa pasien harus mendapatkan perawatan di ICCU, serta berbagai macam tindakan kedokteran yang mungkin akan dilakukan selama pasien dirawat di ICCU dan yang penting juga adalah penjelasan tentang prognosa penyakit yang diderita pasien.Penjelasan tersebut diberikan oleh Kepala ICCU atau dokter jaga yang bertugas. Setelah mendapatkan penjelasan tersebut, pasien dan atau keluarganya bisa menerima atau tidak menerima.Pernyataan pasien dan atau keluarganya (baik bisa menerima atau tidak bisa menerima) harus dinyatakan dalam formulir yang ditandatangani (informed consent).

B. ATURAN KERJASAMA MULTIDISIPLINER

Dasar pengelolaan pasien ICCU adalah pendekatan multidisiplin dari beberapa disiplin ilmu terkait yang dapat memberikan kontribusina sesuai dengan bidang keahliannya dan bekerjasama dalam tim yang dipimpin oleh seorang dokter intensivis/dokter spesialis anestesiologi sebagai kepala ICCU dan sebagai ketua tim.

Tim intensive care tersebut minimal terdiri dari:

1. Intensivis/dokter spesialis anestesiologi atau dokter yang berkompeten dalam ilmu kedikteran intensive care dengan level ICCU

2. Perawat intensive care 3. Dokter ahli mikrobiologi klinik 4. Ahli farmasi klinik

5. Dietesion,Ahli Nutrisi Klinik/Ahli Gizi Klinik 6. Fisioterapis

7. Tenaga lain sesuai klasifikasi ICCU

Tim Multidisiplin mempunya 5 (lima) karakteristik:

1. Staf medis dan keperawatan yang purna waktu dengan otoritas dan tanggung jawab penuh terhadap manajemen ICCU

(17)

2. Staf medis,keperawatan,farmasi klinik,farmakologi klinik,gizi klinik dan mikrobiologi klinik berkolaborasi pada pendekatan multidisipliner

3. Mempergunakan standar,protokol atau guideline untuk memastikan pelayanan yang konsisten baik oleh dokter,perawat mapun staf yang lain

4. Memiliki dedikasi untuk melakukan koordinasi dan komunikasi bagi seluruh manajemen ICCU

5. Menekankan pada pelayanan yang sudah tersertifikasi, pendidikan, penelitian, masalah etik dan pengutamaan pasien

Sistem kerja tim diatur sebagai berikut:

1. Sebelum masuk ICCU , dokter primer yang merawat pasien melakukan evaluasi pasien sesuai bidangnya dan memberi pandangan atau usulan terapi

2. Ketua tim melakukan evaluasi menyeluruh,mengambil kesimpulan,memberi instruksi terapi dan tindakan secara tertulis dengan mempertimbangkan usulan anggota tim lainnya

3. Ketua tim berkonsultasi pada konsultan lain dengan mempertimbangkan usulan-usulan anggota tim dan memberikan perintah baik tertulis dalam status ICCU maupun lisan

4. Untuk menghindari kesimpangsiuran/tumpang tindih pelaksanaan pengelolaan pasien, maka perintah yang dijalankan oleh petugas hanya yang berasal dari ketua tim saja(single management) 5. Setiap dokter primer dapat mengusulkan agar pasiennya bisa

dirawat di ICCU dengan syarat sesuai dengan indikasi masuk yang benar.

Mengingat keterbatasan ketersediaan fasilitas di ICCU,maka berlaku asas prioritas dan keputusan akhir merupakan kewenangan penuh Kepala ICCU.

C. SISTEM RUJUKAN

Rujukan adalah penyelenggaraan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas/wewenang dan tanggung jawab secara timbal balik baik horisontal maupun vertikal terhadap kasus penyakit atau masalah penyakit atau permasalahan kesehatan karena adanya keterbatasan dalam memberikan pelayanan yang dibutuhkan oleh pasien.

(18)

1. Rujukan Eksternal:

Rujukan antar fasilitas pelayanan kesehatan:  Rujukan Vertikal:

Rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan dengan tingkatan berbeda

 Rujukan Horisontal:

Rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang memiliki kemampuan lebih tinggi dalam tingkatan yang sama. 2. Rujukan Internal :

Rujukan di dalam fasilitas kesehatan dari tenaga kesehatan ke tenaga kesehatan.

Ruang lingkup rujukan, terdiri dari:

1. Rujukan kasus penyakit atau masalah penyakit 2. Rujukan masalah permasalahan kesehatan

Setiap rumah sakit mempunyai kewajiban untuk merujuk pasien memerlukan pelayanan di luar kemampuan pelayanan rumah sakit. Rumah sakit penerima rujukan harus mampu menjamin bahwa pasien yang dirujuk tersebut mendapatkan penanganan segera.

Rujukan balik ke fasilitas pelayanan kesehatan yang merujuk harus dilakukan segera setelah alasan rujukan ke RS sudah tertangani.Oleh karena itu , rujukan merupakan proses timbal balik yang meliputi kerjasama, koordinasi dan transfer informasi di antara fasilitas kesehatan.

Tujuan dilakukannya rujukan adalah :

1. Membutuhkan pendapat dari ahli lain (second opinion) 2. Memerlukan pemeriksaan yang tidak tersedia di rumah sakit 3. Memerlukan intervensi medis di luar kemampuan rumah sakit 4. Memerlukan penatalaksanaan bersama denga ahli lainnya 5. Memerlukan perawatan dan pemantauan lanjutan

BAB VI

(19)

A. Pengertian

Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi : assessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan

B. Tujuan

1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit

2. Meningkatnya akutanbilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat 3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan di rumah sakit

4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan.

C. Tata Laksana Keselamatan Pasien

Program keselamatan pasien (patient safety) dikelola oleh Panitia KPRS (Keselamatan Pasien Rumah Sakit). Sesuai sistematika program yang telah ditetapkan oleh panitia KPRS, maka tatalaksana bidang Keselamatan Pasien mengacu pada hal tersebut dengan metode dan uraian sebagai berikut :

1. Tujuh (7) Standar Keselamatan Pasien yaitu : 1. Hak pasien;

2. Mendidik pasien dan keluarga;

3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan;

4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien;

5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien; 6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien;

7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.

(20)

1. Bangun kesadaran akan Nilai Keselamatan pasien 2. Pimpin dan dukung seluruh Karyawan

3. Integrasikan aktivitas pengelolaan Risisko 4. Kembangkan sistem pelaporan

5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien

6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien 7. Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien

Sedangkan aplikasi program ”Patient Safety” pada pelayanan di Unit Hemodialisa meliputi 9 (sembilan) solusi Keselamatan Pasien Rumah Sakit, yaitu :

1. Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip ( Look-alike, Sound-alike medication names);

2. Pastikan identifikasi pasien;

3. Komunikasi secara benar saat serah terima pasien;

4. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar; 5. Kendalikan cairan elektrolit pekat;

6. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan; 7. Hindari salah kateter dan salah sambung slang;

8. Gunakan alat injeksi sekali pakai;

9. Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial.

BAB VII

KESELAMATAN KERJA

Pengelolaan sistem Keselamatan Kerja di Instalasi ICU RSUD Pasar Minggu mengacu pada buku “Pedoman Umum Keselamatan Kerja, Kebakaran, dan Kewaspadaan Bencana“ yang disusun oleh K3 (Keselamatan Kerja Karyawan) RSUD Pasar Minggu, sedangkan uraian hal dimaksud adalah sebagai berikut :

(21)

Di dalam Pedoman Pelaksanaan Keselamatan Kerja ini dicakup pedoman pelaksanaan tentang Keselamatan Kerja itu sendiri, Keselamatan Kerja dan Keselamatan Rumah Sakit.

A. Keselamatan Kerja

Pengendalian Bahaya di Rumah Sakit

Risiko bahaya yang terjadi di rumah sakit adalah akibat faktor-faktor lingkungan kerja yang bersumber dari bahan-bahan yang dipergunakan dalam suatu proses produksi, hasil produksi, sisa produksi serta peralatan dan sarana dalam melakukan pekerjaan serta keadaan cuaca ditempat kerja.

Faktor-faktor lingkungan kerja di Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Minggu terdiri dari faktor fisik, faktor kimia, faktor biologi, faktor psikologi dan faktor ergonomik. Faktor-faktor lingkungan kerja yang nilainya melampaui Nilai Ambang Batas (NAB), maka kemungkinan dapat mengakibatkan gangguan kenyamanan kerja, gangguan kesehatan bahkan dapat mengakibatkan penyakit akibat kerja.

a. Faktor Fisik di lingkungan Rumah Sakit

Faktor-faktor fisik yang biasanya terjadi di lingkungan kerja rumah sakit adalah ; 1) Iklim kerja

Iklim Kerja, adalah keadaan lingkungan kerja yang merupakan perpaduan antara parameter-parameter suhu udara, kelembaban udara, suhu radiasi, kecepatan gerakan udara dan panas metabolisme sebagai hasil aktivitas dari seseorang. Bila melampaui Nilai Ambang Batas (NAB) sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor. KEP - 51/MEN/1999 tanggal 16 April 1999 dan Keputusan Dirjen PPM & PLP No.HK.00.06.64.44, maka akan mengakibatkan berbagai kelainan fisik dan fisiologis.

Pengendalian bahaya fisik akibat iklim kerja dilakukan sebagai berikut: a) Terhadap lingkungan kerja

(1) Menyempurnakan sistem ventilasi

(2) Terhadap permukaan yang mempunyai suhu permukaan tinggi memperkecil panas radiasi

(22)

(3) Menyediakan tempat istirahat yang cukup

(4) Memberikan warna yang cerah pada peralatan yang memberikan sumber panas

(5) Memasang shielding (penyekat) antara sumber panas dan tenaga kerja

b) Terhadap tenaga kerja

(1) Memberikan air minum dekat tempat kerja yang memenuhi syarat artinya cukup dan mudah dicapai dari lokasi kerja

(2) Pada lingkungan kerja yang mempunyai suhu radiasi rendah dianjurkan dengan pakaian kerja ringan, sedang untuk radiasi tinggi dianjurkan dengan pakaian kerja dengan tertutup seluruh permukaan kulit dan berwarna putih (3) Dihindari bagi tenaga kerja yang harus bekerja dilingkungan panas

apabila berbadan gemuk sekali dan menderita penyakit cardio-vasculer

c) Terhadap lingkungan kerja yang bersuhu dingin

(1) Disediakan intermediate room dengan perubahan suhu yang tidak terlalu besar sebelum masuk ke tempat kerja bersuhu dingin

(2) Mencegah pengeluaran panas dari tubuh dengan pakaian pelindung (3) Memperbesar E req dengan menaikan metabolisme melalui

pem-berian makanan tambahan dan dalam hal-hal tertentu meningkatkan aktivitas

2) Kebisingan

Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki yang dapat menimbulkan bising mengganggu (annoyance noise), yaitu kebisingan yang tidak menghi-langkan daya dengar, tetapi mengganggu konsentrasi/ketenangan. Biasanya tingkat kebisingan rendah dan suaranya tidak keras. Sedangkan bising yang menyebabkan kehilangan daya dengar, yaitu kebisingan yang menyebabkan ketulian pada tingkat kebisingan yang tinggi. Nilai Ambang Batas Kebisingan (NAB) telah diatur dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-51/MEN/1999 dan Keputusan Dirjen PPM & PLP No.HK.00.06.64.44.

(23)

Kebisingan dapat menyebabkan berbagai pengaruh terhadap tenaga kerja seperti : a) Gangguan Fisiologis b) Gangguan Tidur c) Gangguan Komunikasi d) Gangguan Psikologis e) Gangguan Pendengaran

Pengendalian bahaya fisik akibat kebisingan

Pengendalian terhadap bahaya kebisingan pada prinsipnya adalah mengu-rangi tingkat dan atau lamanya pemaparan, secara garis besar usaha-usaha yang dapat ditempuh dengan cara :

a) Pengendalian secara teknis

(1) Mengurangi kebisingan pada sumbernya, misalnya memasang pere-dam pada tempat-tempat sumber bising

(2) Merawat mesin-mesin secara teratur

(3) Fondasi mesin harus baik, dijaga agar baut dan sambungan tidak ada yang goyang

b) Pengendalian secara administratif

Pengaturan secara administratif dilakukan dengan mengatur waktu pemaparan yaitu tidak berada dilingkuan kerja yang mempunyai kebisingan dengan intensitas melampaui Nilai Ambang Batas (NAB)

c) Pengendalian secara medis

(1) Pemeriksaan sebelum bekerja (2) Pemeriksaan berkala

d) Penggunaan alat pelindung diri

(1) Ear muff (tutup telinga) (2) Ear plug (sumbat telinga) 3) Pencahayaan

(24)

Intensitas pencahayaan yang cukup dan distribusinya merata serta tidak menimbulkan kesilauan, dapat terlaksana kalau perencanaan atau design dari pemasangan lampu ruangan kerja. Intensitas cahaya dinyatakan dalam satuan “Lux” yaitu satuan penerangan atau pencahayaan per m2 nya jatuh arus cahaya sebesar satu lumen. Standart intensitas pencahayaan di tempat kerja diatur dalam Peraturan Menteri Perburuan (PMP No.7 th 1964) tentang syarat-syarat kebersihan di tempat kerja dan intensitas pencahayaan dan Keputusan Dirjen PPM & PLP No.HK.00.06.64.44.

Penerangan yang buruk dapat mengakibatkan :

a) Kelelahan mata dengan akibat berkurangnya daya dan efisiensi kerja b) Keluhan pegal-pegal didaerah mata dan sakit kepala disekitar mata c) Kerusakan indra mata

d)Meningkatnya terjadinya kecelakaan

Pengendalian bahaya fisik akibat Intensitas cahaya

a) Membersihkan secara rutin instalasi penerangan termasuk lampunya

b) Secepatnya mengganti dan memperbaiki instalasi penerangan dan lampu-lampu yang rusak

c) Jika memakai penerangan alami atau sinar matahari diupayakan agar jendela tempat jalannya masuk sinar matahari tidak terhalang atau tertutup

d) Penambahan penerangan lokal apabila penerangan umum tidak mencukupi untuk jenis pekerjaan-pekerjaan tertentu

4) Getaran

Getaran adalah merupakan salah satu faktor fisik dan biasanya terjadi karena mesin-mesin atau alat-alat mekanis lainnya yang dijalankan dengan suatu motor dapat menghasilkan suatu getaran yang akan diteruskan ke tubuh tenaga kerja yang mengoperasikannya.

Nilai Ambang Batas (NAB) intensitas getaran telah ditetapkan dengan keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-51 /MEN/1999, Keputusan Dirjen PPM & PLP No. HK.00.06.64.44 dan menurut Internasional Standar Organisation

(25)

(ISO,1979) batas aman bagi kesehatan, yaitu getaran paling kecil yang dapat mengganggu kesehatan adalah 14 mm/detik.

Pengaruh dari getaran adalah: a) Menggangu kenyamanan kerja b) Mempercepat terjadinya kelelahan c) Membahayakan kesehatan

Pengendalian bahaya fisik akibat Getaran a) Isolasi sumber getaran

b) Bila mungkin pekerjaan dilaksanakan secara remote kontrol

c) Mengurangi waktu pemaparan terhadap getaran, diselingi dengan waktu istirahat yang cukup

d) Melengkapi peralatan mekanis yang dapat menahan atau menyerap getaran e) Merawat mesin secara rutin

5) Gelombang Radiasi

Radiasi dapat ditimbulkan oleh peralatan-peralatan dengan kemajuan tek-nologi yang sangat pesat sekarang ini. Radiasi gelombang elektromagnetik terdiri dari radiasi yang mengion dan radiasi yang tidak mengion, seperti gelom-bang-gelombang mikro, sinar laser, sinar tampak (termasuk sinar dari layar monitor), sinar infra red, sinar ultra violet.

Nilai Ambang Batas (NAB) telah diatur menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-51/MEN/1999 tanggal 16 April 1999 dan . Pengaruh dari pada radiasi adalah:

a) Menyebabkan kemandulan b) Menyebabkan mutasi gen

c) Menyebabkan berbagai penyakit mata d) Menyebabkan iritasi kulit

(26)

Pengendalian bahaya fisik akibat Radiasi a) Isolasi sumber radiasi

b) Bila mungkin pekerjaan dilaksanakan secara remote kontrol

c) Mengurangi waktu pemaparan terhadap radiasi, diselingi waktu istirahat yang cukup

d) Menggunakan alat pelindung diri

e) Merawat mesin secara rutin dan Pemberian makanan tambahan

b. Faktor Kimia di lingkungan Rumah sakit

Pada dasarnya bahan kimia berpotensi untuk menimbulkan kecelakaan atau penyakit. Bahan kimia penyebab kecelakaan pada umumnya bersifat mudah terbakar (flammable); atau mudah meledak (eksplosive); atau cepat bereaksi dengan bahan lain (reaktif); atau berupa senyawa asam yang kuat dan pekat (korosif) atau senyawa basa kuat (kaustik); atau bisa juga berupa “gas asphyxiant” yaitu gas yang sangat banyak memenuhi suatu ruangan membuat kadar oksigen menjadi sangat rendah (kurang dari 9 %) sehingga orang sulit bernapas dan lemas.

Bahan kimia yang dapat menimbulkan penyakit umumnya bersifat irritant terhadap kulit/mata dan sistem pernapasan; atau menyebabkan radang/ infeksi; atau menimbulkan efek sistemik yaitu tidak menimbulkan efek lansung pada bagian tubuh yang terpapar(kulit,mata atau saluran pernapasan) melainkan memberi efek pada organ-organ yang berada di dalam tubuh, seperti system syaraf pusat (SSP), ginjal, alveoli, darah, janin dll. Nilai Ambang Batas (NAB) Faktor Kimia di udara Lingkungan Kerja telah diatur dengan Surat Edaran Menteri Tenaga Nomor : SE – 01 /MEN/1997 tanggal 16 Oktober 1997. Faktor kimia dilingkungan kerja rumah sakit terdapat banyak diruang ruang seperti :

1) Laboratorium (bahan kimia, gas untuk pemeriksaan) 2) Ruang Operasi (Gas Anastesi,cairan pencuci hama dll) 3) Ruang Intensive Care (Cairan anti septic, Gas dll)

4) Bagian Pemeliharaan Sarana (Cat, Gas untuk mengelas, Cairan pembersih alat) 5) Bagian Farmasi (bahan kimia, obat dll)

(27)

6) Ruang Sterilisasi (Gas, Cairan anti septic dll)

7) Ruang Pencucian (Bahan kimia untuk mencuci) Pengendalian bahaya kimia

1) Mengetahui Material Safety Data Sheets (MSDS) dari setiap material atau bahan. 2) Tempat penyimpanan bahan-bahan kimia harus dikelompokan dan disimpan dengan baik. Ruang penyimpanan sebaiknya terbuat dari bahan tahan api, mempunyai ventilasi yang cukup baik untuk mencegah terjadinya akumulasi gas-gas yang berbahaya. Suhu ruang penyimpanan juga harus disesuaikan, setiap kali harus diamati apakah kondisi ruang penyimpanan selalu bersih, tidak ada bocoran atau tumpahan zat kimia.

3) Material Handling yang baik yaitu membawa atau memindahkan bahan kimia dari suatu tempat ke tempat lain harus dilakukan dengan hati-hati, karena dapat menimbulkan bahaya bila sampai terjatuh atau tumpah.

4) Ruang tempat kerja harus mempunyai sistem ventilasi yang cukup dimana aliran udara masuk dan keluar cukup bersih. Penerangan dan suhu ruang kerja juga harus diperhatikan.

5) Pemantauan secara berkala konsentrasi gas di ruangan yang dapat memapar pekerja

6) Sebelum bekerja dengan bahan-bahan kimia, terlebih dahulu para pekerja harus diberikan pelatihan yang memadai agar dapat bekerja sesuai dengan Standart Operating Prosedur (SOP) yang berlaku.

7) Penggunaan alat pelindung diri

8) Pemeriksaan pra kerja, pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus terhadap pekerja

c. Faktor-faktor Biologis di lingkungan Rumah sakit

Dalam lingkungan rumah sakit terdapat berbagai macam penyakit yang di sebabkan oleh agent biologi atau Mikro organisme.

(28)

1) Kelompok Bakteri , misalnya: Streptococcus, Salmonella, Staphylococcus,Legionella Pneumophilla

2) Kelompok Virus, misalnya: HIV, HBV

3) Kelompok Jamur, misalnya: Blastomycetes, Actinomycetes 4) Kelompok Parasit, misalnya: Ancylostoma, Ascaris

5) Kelompok Ricketsia dan Chlamydia, misalnya: LGV, Psittacosis

Cara penularan penyakit dari seseorang kepada orang lain dapat terjadi dengan berbagai cara, misalnya:

1) Melalui saluran pernapasan 2) Melalui kontak kulit

3) Melalui saluran pencernaan 4) Melalui peredaran darah

Bagian-bagian tubuh penderita yang dapat menjadi sumber penularan antara lain adalah : Urine, Tinja, Keringat, dan Sputum

Pengendalian bahaya biologi

1) Peningkatan pengetahuan dan kepedulian petugas kesehatan terhadap penyakit infeksi rumah sakit (PIRS),Protap untuk setiap pekerjaan dan tindakan

2) Prosedur pengelolaan spesimen (darah, urine, tinja, sputum, dan lainnya)

3) Sterilisasi, desinfeksi, dekontaminasi peralatan medis, meja, lantai dan sebagainya

4) Isolasi pasien (penyakit khusus) 5) Sanitasi lingkungan Rumah Sakit

6) Pemeriksaan kesehatan berkala untuk petugas 7) Melaksanakan pengelolaan limbah rumah sakit 8) Pelatihan pengendalian Infeksi Rumah Sakit 9) Penggunaan alat pelindung diri

(29)

2. Pedoman Praktis Ergonomik

Jumlah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang terus meningkat diakibatkan oleh kurangnya perhatian terhadap masalah ergonomi di lingkungan pekerjaan. Pedoman Praktis Ergonomik dapat digunakan untuk mencari solusi prak-tis bagi peningkatan kondisi kerja dari sudut pandang ergonomi.

Hal ini bertujuan untuk menyediakan alat yang tepat untuk meningkatkan kondisi lingkungan kerja, mencapai tingkat efisiensi serta tingkat keselamatan dan kese-hatan Kerja yang lebih baik.

Pedoman praktis ergonomik mencakup semua masalah aspek utama dari ergonomi yang diperlukan di tempat kerja yang meliputi :

a. Penyimpanan dan Penanganan Material b. Pencahayaan di Tempat Kerja

c. Bangunan dan Lingkungannya d. Bahaya-bahaya Lingkungan Kerja e. Fasilitas Umum

f. Peralatan Pelindung Diri

Hal-hal tersebut di atas sangat bermanfaat dalam mengatasi masalah ergono-mi sesuai situasi yang ada di lingkungan kerja setempat.

a. Penyimpanan dan Penanganan Material

1) Jalur pengangkutan harus bebas hambatan dengan rambu-rambu yang jelas 2) Gang dan Koridor agar cukup lebar sehingga memungkinkan dilakukannya

transportasi dua arah.

3) Jalur transportasi agar dalam kondisi yang baik, tidak licin dan bebas rintangan.

4) Buatlah “Jembatan” (turunan/tanjakan) dengan sudut kelandaian antara 5 – 8 % pada batas permukaan lantai yang berbeda pada jalur/jalan di ruang kerja. 5) Sempurnakan tata letak tempat kerja agar mengurangi gerakan material yang

(30)

6) Gunakan kereta dorong atau alat lain yang beroda untuk mengangkut material.

7) Gunakan rak beroda untuk mengurangi pekerjaan memuat maupun mem-bongkar.

8) Di tempat kerja, gunakan rak bersekat-sekat yang dapat menampung lebih banyak barang, agar mengurangi jumlah barang yang harus di pindah-pindahkan.

9) Gunakan alat bantu mekanis untuk mengangkat, menurunkan maupun memindahkan benda-benda yang berat.

10)Kurangi penanganan barang / material, dengan cara menggunakan alat-alat bantu.

11) Mengangkat / membawa barang yang berat, bagi barang menjadi beberapa bagian yang lebih ringan yang ditempatkan dalam kemasan, kotak, nampan dan lain-lain.

12)Buatkan pegangan khusus pada semua barang dalam kemasan atau kotak, dan lain-lain yang akan diangkat maupun dibawa, atau tentukan bagian yang dapat dijadikan pegangan.

13)Bila memindahkan barang secara manual (tanpa alat), usahakan sesedikit mungkin gerakan meninggikan atau merendahkan dari posisi ketinggian semula

14)Bila memindahkan benda-benda yang berat, lakukan secara mendatar dengan didorong atau ditarik, jangan diangkat maupun diturunkan

15)Sewaktu mengerjakan benda/barang, membawa, mengangkat dan sebagai-nya hindari gerakan membungkuk maupun memutar pinggang

16)Benda yang kita bawa agar selalu dirapatkan pada badan kita

17)Lakukan gerakan mengangkat dan menurunkan barang secara perlahan-lahan, dan hindarkan gerakan memutar pinggang ataupun membungkukkan badan

18)Bila kita mengangkat beban/benda panjang, tumpukan sebagian beban berat di atas bahu (dipikul), agar terjaga keseimbangan tubuh

(31)

19)Untuk menghindari kelelahan dan cedera tubuh, bagi mereka yang melaku-kan pekerjaan mengangkat beban berat, seyogyanya diselingi dengan pekerjaan-pekerjaan ringan

20)Sediakan dan tempatkan bak sampah pada posisi yang memudahkan penggu-naannya

21)Jalur-jalur keluar bangunan (untuk keadaan darurat), agar diberi tanda/ga-ris/tulisan yang jelas, serta harus bersih dari benda-benda yang dapat menghambat.

b. Pencahayaan di tempat kerja

1) Tingkatkan pemanfaatan cahaya alami di siang hari

2) Jika ruang kerja memerlukan penambahan cahaya, berikan cat berwarna lembut pada dinding dan plafon

3) Penerangan harus selalu dinyalakan di mana para pekerja berada, misalnya di gang-gang, tangga dan lain-lain

4) Nyalakan lampu penerangan yang mencukupi bagi para pekerja agar mereka dapat bakerja lebih efisien dan nyaman setiap saat

5) Sediakan penerangan khusus di tempat kerja untuk maksud pekerjaan pengawasan dan agar pekerja dapat melaksanakan pekerjaannya lebih teliti 6) Untuk mengurangi cahaya yang menyilaukan secara langsung, pindahkan

sumber cahaya atau pasang pelindung

7) Hilangkan permukaan-permukaan yang memantulkan cahaya dari sekitar tempat kerja untuk menghindarkan sinar pantulan yang menyilaukan

8) Pilihlah sistem pencahayaan yang memadai untuk pekerjaan yang memerlukan pengamatan dari jarak yang dekat serta dilakukan secara berulang-ulang

9) Bersihkan selalu jendela-jendela dan rawat selalu sumber-sumber penerangan

c. Bangunan dan Lingkungannya

(32)

2) Lindungi tempat kerja dari hawa panas dan dingin yang berlebihan dari luar ruangan

3) Pasanglah lapis penyekat atau isolasi pada sumber panas dan sumber dingin 4) Pasanglah sistem pengaturan udara yang memadai sehingga para pekerja

dapat melaksanakan tugasnya dengan aman dan efisien

5) Perbanyak penggunaaan sistem ventilasi alami untuk meningkatkan kenyamanan udara di dalam ruang kerja

6) Tingkatkan fungsi dan perawatan sistem ventilasi untuk memastikan tersedianya udara bersih di ruang kerja

d. Pengendalian Bahan-Bahan dan Subtansi yang Berbahaya

1) Pasangkan sekat atau penutup pada bagian-bagian dari mesin-mesin yang memiliki tingkat kebisingan yang tinggi

2) Untuk mengurangi kebisingan, rawatlah mesin mesin dan peralatannya yang terkait secara teratur

3) Pastikan bahwa faktor kebisingan ditempat kerja tidak mempengaruhi faktor komunikasi, keselamatan serta efisiensi kerja

4) Kurangi fakor getaran yang dapat mempengaruhi pekerja dalam usaha meningkatkan keselamatan, kesehatan dan efisiensi kerja

5) Pilihlah lampu tangan yang sudah terisolasi dengan baik dari bahaya sengatan listrik maupun panas

6) Pastikan bahwa kabel-kabel yang menghubungkan peralatan dan lampu-lampu berada dalam kondisi aman

7) Lindungi para pekerja dari bahaya bahan-bahan kimia sedemikian rupa sehingga mereka dapat melaksanakan tugasnya dengan aman dan efisien,diberikan label khusus dan penandaan yang terlihat jelas.

e. Fasilitas Umum

1) Sediakan dan lakukan perawatan yang baik, termasuk mengganti dan mencuci berbagai fasilitas sanitasi yang ada, agar kerapian maupun kebersihan dan kesehatan terjaga

(33)

2) Sediakan fasilitas air minum, ruang makan, dan ruang istirahat dengan kondisi yang baik dan nyaman untuk para pengguna

3) Tingkatkan fasilitas kesejahteraan dan pelayanan, sejalan dengan usaha peningkatan kinerja para pekerja

4) Sediakan tempat/ruangan khusus bagi para pekerja untuk mengadakan rapat, pertemuan, dan program pelatihan

5) Beri tanda-tanda yang jelas pada ruang/area di mana di tempat tersebut diharuskan menggunakan alat pelindung diri

6) Sediakan alat pelindung diri yang memadai dan mampu melindungi para karyawan sesuai dengan peruntukannya

7) Jika bahaya di ruang kerja tidak dapat dihilangkan dengan cara lain, maka gunakan dan pilih alat pelindung diri yang cocok dan mudah perawatannya bagi pekerja yang menggunakannya

8) Pastikan bahwa pekerja yang perlu menggunakan alat pelindung diri secara teratur, harus mengikuti petunjuk penggunaaan yang tepat, proses adaptasi serta pelatihan pemakaian

9) Pastikan bahwa semua orang dapat menggunakan alat pelindung diri bila diperlukan

10) Pastikan bahwa alat pelindung diri dapat diterima oleh semua pekerja

11) Sediakan bahan-bahan pembersih dan fasilitas perawatan alat pelindung diri, serta lakukan program perawatan secara teratur

12) Sediakan tempat yang memadai untuk menyimpan alat-alat pelindung diri 13) Berikan tugas dan tanggung jawab kepada petugas untuk melaksanakan

perawatan dan kebersihan secara rutin

3. Keamanan Pasien

Untuk menjamin keamanan pasien selama menjalani pengobatan di Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Minggu perlu dilengkapi dengan adanya perlengkapan keamanan bagi pasien, antara lain:

(34)

Perlunya pegangan sepanjang tangga dan dinding dimaksudkan agar pasien, termasuk keluarga dan karyawan dapat berpegangan saat menaiki atau menuruni tangga, dan bagi pasien yang dalam kondisi lemah, apabila tidak menggunakan kursi roda, dapat berjalan dengan berpegangan pada dinding.

b. Toilet dilengkapi pegangan dan bel

Pegangan di toilet pasien untuk membantu pasien yang kondisinya lemah agar tidak terjatuh saat berada dalam toilet. Bel di toilet ditujukan untuk memudah-kan pasien meminta pertolongan apabila terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan saat berada dalam toilet.

c. Pintu dapat dibuka dari luar

Pintu toilet di ruang perawatan hendaknya dapat dibuka dari luar agar apabila terjadi sesuatu kondisi darurat misalnya pasien terjatuh di depan pintu, petugas dapat segera memberikan pertolongan tanpa terhalang oleh tubuh pasien.

d. Tempat tidur dilengkapi penahan pada tepinya

Penahan pada tepi tempat tidur pasien dengan jarak terali lebih kecil dari kepala anak +/- 10 cm, agar pasien tidak mudah terjatuh dari tempat tidur dan mencegah terjadinya kecelakaan pada anak-anak.

e. Sumber listrik mempunyai penutup/pengaman

Untuk mencegah/mengurangi bahaya yang mungkin timbul dari sumber listrik terutama diruangan rawat inap.

f. Sumber air panas mempunyai kendali otomatis

Untuk mencegah terjadinya luka bakaroleh air panas, seluruh sumber air panas perlu memiliki kendali otomatis.

g. Pemasokan oksigen yang cukup pada tempat-tempat penting

Ketersediaan oksigen di semua ruang perawatan, IGD, ICU dan Bedah harus selalu terjamin. Untuk itu harus dilakukan pengecekan dan pemeliharaan rutin terhadap perlengkapan ini.

(35)

Disetiap ruang perawatan harus tersedia emergency suction yang selalu siap pakai dan dapat dipergunakan setiap saat.

i. Kamar dilengkapi dengan bel yang mudah dijangkau dan lampu darurat

Setiap kamar perawatan dilengkapi dengan bel yang letaknya mudah dijangkau serta lampu darurat yang otomatis menyala ketika dibutuhkan. j. Penandaan/label pada pasien (gelang)dan penandaan gambar dan warna pada tempat tidur pasien dengan kondisi tertentu

4. Penanggulangan Kecelakaan Kerja

Penanggulangan kecelakaan akibat kerja, merupakan pertolongan pertama yang harus segera diberikan kepada tenaga kerja yang menderita kecelakaan atau penyakit mendadak ditempat kerja.

Pertolongan pertama tersebut dimaksudkan untuk memberikan perawatan darurat pada korban, sebelum pertolongan yang lebih mantap dapat diberikan oleh dokter atau petugas kesehatan lainnya, dengan tujuan:

(1) Menyelamatkan nyawa korban; (2) Meringankan penderitaan korban;

(3) Mencegah cedera/penyakit menjadi lebih parah; (4) Mempertahankan daya tahan korban;

(5) Mencarikan pertolongan lebih lanjut.

a. Hal-hal pokok yang penting dalam penanggulangan Kecelakaan Kerja

Tindakan-tindakan yang penting adalah: (1) Tidak boleh panik;

(2) Memperhatikan nafas korban;

(3) Bila pernafasan berhenti, segera dilakukan pernafasan buatan (dari mulut ke mulut);

(36)

(5) Dilakukan dengan menekan tempat pendarahan kuat-kuat dengan tangan, dengan menggunakan sapu tangan atau kain yang bersih

(6) Memperhatikan tanda-tanda “Shock”.

(7) Jangan memindahkan korban secara terburu-buru, harus diatasi dulu keadaan-keadaan yang membahayakan korban, seperti: perdarahan, patah tulang, nafas hilang, denyut jantung berhenti, dan lain sebagainya.

b. Pencegahan Kecelakaan Kerja dengan pemakaian Alat Pelindung Diri

Alat pelindung diri (APD) adalah alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang dalam pekerjaan, yang fungsinya mengisolasi tenaga kerja dari bahaya di tempat kerja. APD dipakai setelah usaha rekayasa (engineering) dan cara kerja yang aman (work practice) telah maksimum. Namun pemakaian APD bukanlah pengganti dari kedua usaha tersebut.

Sebagai usaha terakhir dalam usaha melindungi tenaga kerja, APD haruslah enak dipakai, tidak mengganggu kerja dan memberikan perlindungan yang efektif terhadap bahaya.

Kelemahan penggunaan APD

Kemampuan perlindungan yang tidak sempurna karena: (1) Memakai APD yang tak tepat;

(2) Cara pemakaian APD yang salah;

(3) APD tidak memenuhi persyaratan yang diperlukan;

Sering APD tak dipakai karena tidak enak/kurang nyaman, karena itu adalah penting dalam pemeliharaan dan kontrol terhadap APD, sehingga fungsi APD tetap baik, misalnya ;

(1) APD yang sangat sensitif terhadap perubahan tertentu;

(2) APD yang mempunyai masa kerja tertentu seperti kanister, filter dan cartridge; (3) APD dapat menularkan penyakit, bila digunakan bergantian;

c. Pencatatan dan Pelaporan Kecelakaan Kerja di lingkungan Rumah Sakit

Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit memuat komitmen dan tekad dalam melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja, dengan

(37)

kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan secara menyeluruh yang bersifat umum dan operasional. Kebijakan tersebut dibuat, disosialisasikan kepada semua pekerja agar prinsip-prinsip keselamatan dan kesehatan kerja dilaksanakan secara efektif dan menjadi bagian dalam melaksanakan tugas sehari-hari. Keterkaitan dalam upaya pengendalian keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit selain pengendalian teknis juga perlu memperhatikan pengendalian administratif, dimana salah satu hal yang perlu mendapat perhatian adalah sistem pencatatan dan pelaporan kecelakaan kerja, yaitu:Pencatatan peristiwa kecelakaan kerja

1) Pelaporan peristiwa kecelakaan kerja

2) Penyelidikan peristiwa kecelakaan kerja ; dan 3) Penanggulangan peristiwa kecelakaan kerja

Pengisian formulir tersebut harus berdasarkan fakta yang sebenar-benarnya agar tidak terjadi kesalahan dalam upaya penyelidikan dan cara penanggulang-annya.

5. Penanganan Limbah dan Bahan Berbahaya

Rumah sakit dengan berbagai kegiatannya yang menggunakan bahan berba-haya dan menghasilkan limbah yang saat ini mulai disadari dapat menimbulkan gangguan kesehatan akibat bahan yang terkandung di dalamnya dan menjadi mata rantai penyebaran penyakit, selain itu juga dapat menjadi sumber pencemaran lingkungan udara, air dan tanah.

Sampah rumah sakit dapat digolongkan berdasarkan jenis unit penghasil dan jenis pengelolaannya, secara garis besar limbah padat rumah sakit digolongkan menjadi sampah medis dan sampah non medis.

(1) Limbah padat medis biasanya dihasilkan oleh Ruang Pasien, Ruang Tindakan/ Pengobatan, Ruang Bedah, Ruang Perawatan termasuk dressing kotor, verband, kateter, swab, plaster, dll.

(2) Limbah padat non medis dihasilkan oleh Ruang Administrasi, Ruang Gizi, Ruang Diklat, dll.

(38)

(1) Memudahkan bagi penghasil untuk pembuangan sampah (sesuai jenis warna kantong)

(2) Mencegah terkontaminasinya limbah padat non medis dari limbah padat medis (3) Memudahkan pengelola sampah dalam mengenali sampah didalamnya

tergolong medis atau bukan

(4) Memperkecil biaya operasional pengelolaan limbah padat

a. Limbah Berbahaya dan Sejenisnya 1) Limbah benda tajam

Limbah benda tajam adalah limbah yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau atau menusuk kulit.

Limbah benda tajam mempunyai potensi dan dapat menyebabkan cidera melalui sobekan atau tusukan. Limbah benda tajam mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi dan beracun, bahan citotoksik atau radioaktif.

Secara umum, jarum disposible tidak dipisahkan dari syringe atau perlengkapan lain setelah digunakan. Cliping, bending atau breaking jarum-jarum untuk membuatnya tidak bisa digunakan sangat disarankan karena akan menyebabkan accidental inoculation. Prosedur tersebut dalam beberapa hal perlu diperhatikan kemungkinan dihasilkannya aerosol. Menutup jarum dengan kap dalam keadaan tertentu barangkali bisa diterima, misalnya dalam penggunaan bahan radioaktif dan untuk pengumpulan gas darah.

Limbah golongan ini ditempatkan dalam kontainer yang tahan tusukan dan diberi label dengan benar untuk menghindari kemungkinan cidera saat proses pengumpulan dan pengangkutan limbah tersebut. Dan pada proses akhir dimusnahkan dengan incinerator.

2) Limbah infeksius

Limbah infeksius memiliki pengertian ;

a) Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan insentif)

(39)

b) Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan ruang perawatan / isolasi penyakit menular

Limbah golongan ini ditempatkan dalam kantong kuning dan pada proses akhir dimusnahkan dengan incinerator Rumah Sakit atau oleh pihak ketiga yang sudah diakui oleh pemerintah.

3) Limbah jaringan tubuh

Cairan tubuh, terutama darah dan cairan yang terkontaminasi berat oleh darah, bila dalam jumlah kecil, dan bila mungkin diencerkan, sehingga dapat dibuang ke dalam sistem saluran pengolahan air limbah.

4) Limbah citotoksik

Limbah citotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontami-nasi dengan obat citotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi citotoksik.

Untuk menghapus tumpahan yang tidak disengaja, perlu disediakan absorben yang tepat. Bahan pembersih hendaknya selalu tersedia dalam ruang peracikan terapi citotoksik, bahan yang cocok untuk itu, antara lain: sawdust, granula absorpsi, atau pembersih lainnya.

Limbah golongan ini ditempatkan dalam kantong ungu dan pada proses akhir dimusnahkan dengan incinerator Rumah Sakit atau oleh pihak ketiga yang sudah diakui oleh pemerintah.

Sedangkan limbah dengan kandungan obat citotoksik rendah, seperti ; tinja , urine dan muntahan, dapat dibuang secara aman ke dalam saluran air kotor. Namun harus hati-hati dalam menangani limbah tersebut dan harus diencer-kan dengan benar.

5) Limbah farmasi

Limbah farmasi berasal dari ; a) Obat-obatan kadaluarsa

b) Obat-obatan yang terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang terkontaminasi

(40)

c) Obat-obatan yang dikembalikan oleh pasien atau dibuang oleh masyarakat d) Obat-obatan yang tidak diperlukan oleh institusi yang bersangkutan

e) Limbah yang dihasilkan selama produksi obat-obatan

Metode pembuangan tergantung pada komposisi kimia limbah. Namun, prinsip – prinsip berikut hendaknya dapat dijadikan pertimbangan.

d) Limbah farmasi hendaknya diwadahi dengan kontainer non reaktif

e) Bilamana memungkinkan, cairan yang tidak mudah terbakar (larutan anti-biotik) hendaknya dierap dengan sawdust dikemas dengan kantong plastik dan dibakar dengan incenerator

f) Bila proses penguapan dilakukan untuk membuang limbah farmasi hendaknya dilakukan di tempat terbuka jauh dari api, motor elektrik, atau intake conditioner. Proses penguapan dapat menimbulkan pencemaran udara karena itu metode ini hendaknya hanya digunakan untuk limbah farmasi dengan sifat racun rendah. Bahan ditempatkan dalam wadah non reaktif yang mempunyai bidang permukaan luas.

g) Umumnya limbah farmasi harus dibuang melalui incenerator. Secara umum, tidak disarankan untuk membuangnya ke dalam saluran air kotor.

6) Limbah bahan kimia

Limbah dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan medis, vete-rinari, laboratorium, proses sterilisasi dan riset. Pembuangan limbah kimia ke dalam saluran air kotor dapat menimbulkan korosi atau berupa ledakan. Reklamasi dan daur ulang bahan kimia berbahaya dan beracun (B3) dapat diupayakan bila secar teknis dan ekonomis memungkinkan. Disarankan untuk berkonsultasi dengan instansi berwenang untuk mendapat petunjuk lebih lanjut. Mercuri banyak digunakan dalam penyerapan restorasi amalgam. Limbah mercuri amalgam tidak boleh dibakar dengan incenerator karena akan menghasilkan emisi yang beracun. Terlepas dari produksi limbah kimia, prosedur pengamanan adalah yang terpenting (good housekeeping). Disarankan untuk berkonsultasi dengan instansi berwenang untuk mendapat petunjuk lebih lanjut.

(41)

Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset radionucleida. Limbah ini dapat berasal dari antara lain; tindakan kedokteran nuklir, radioimmunoassay & bac-teriologis (baik cair, padat maupun gas).

Hal-hal yang harus dipenuhi secara umum dalam penanganan dan pembuangan limbah golongan ini adalah personil harus sesedikit mungkin memperoleh paparan radiasi. Kepala Pengamanan Radiasi harus bertanggung jawab untuk penanganan yang aman, penyimpanan dan pembuangan limbah radioaktif. Pejabat ini harus bertanggung jawab untuk semua urusan pengamanan radioaktif dan mencari petunjuk, bila diperlukan unit yang menghasilkan limbah radioaktif hendaknya menetapkan area khusus untuk penyimpanan limbah radioaktif , yang harus dikemas dengan benar. Tempat khusus tersebut hendaknya diamankan dan hanya digunakan untuk tujuan itu.

8) Limbah plastik

Masalah yang ditimbulkan oleh limbah plastik adalah terutama karena jumlah penggunaan yang meningkat secara cepat seiring dengan penggunaan barang medis disposable seperti syringe dan selang. Penggunaan plastik lain seperti pada tempat makanan, kantong obat, peralatan dll juga memberi kontribusi meningkatnya jumlah limbah plastik. Terhadap limbah ini barangkali perlu dilakukan tindakan tertentu sesuai dengan salah satu golongan limbah di atas jika terkontaminasi bahan berbahaya.

Apabila pemisahan dilakukan dengan baik, bahan plastik tidak terkontaminasi dapat dibuang melalui pelayanan pengangkutan sampah kota/umum.

Dalam pembuangan limbah plastik hendaknya memperhatikan aspek berikut: a) Pembakaran beberapa jenis plastik akan menghasilkan emisi udara yang

berbahaya. Misalnya pembakaran plastik yang mengandung PVC (Poly Vynil Chlorida) akan menghasilkan hidrogen chlorida, sementara itu pembakaran plastik yang mengandung nitrogen seperti plastik formaldehida urea akan menghasilkan oksida nitrogen.

b) Keseimbangan campuran antara limbah plastik dan non plastik untuk pembakaran dengan incinerator akan membantu pencapaian pembakaran sempurna dan mengurangi biaya operasi incenerator

(42)

c) Pembakaran terbuka sejumlah besar limbah plastik tidak diperbolehkan karena akan menghasilkan pemaparan pada operator dan masyarakat umum. d) Komposisi kimia limbah beracun sesuai dengan kemajuan tehnologi sehingga produk racun potensial dari pembakaran mungkin juga berubah. Karena itu perlu dilakukan updating dan peninjauan kembali strategi penanganan limbah plastik ini

e) Tampaknya limbah plastik yang dihasilkan dari unit pelayanan kesehatan akan meningkat. Volume yang begitu besar memerlukan pertimbangan dalam pemisahan sampah dan untuk sampah plastik setelah aman sebaiknya diupayakan daur ulang.

b. Prosedur Penanganan dan Penampungan 1) Pemisahan dan Pengurangan

Dalam pengembangan strategi pengelolaan limbah, alur limbah harus di-identifikasikan dan dipilah-pilah. Reduksi keseluruhan volume limbah, hendak-nya merupakan proses yang kontinue. Pilah-pilah dan reduksi volume limbah klinis dan yang sejenis merupakan persyaratan keamanan yang penting untuk petugas pembuang sampah, petugas emergency dan masyarakat.

Pemilahan dan reduksi volume limbah hendaknya mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut ;

a) Kelancaran penanganan dan penampungan limbah

b) Pengurangan jumlah limbah yang memerlukan perlakuan khusus, dengan pemisahan limbah B3 dan non B3

c) Diusahakan sedapat mungkin menggunakan bahan kimia Non B3

d) Pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai jenis limbah untuk mengurangi biaya, tenaga kerja dan pembuangan.

Pemisahan limbah berbahaya dari semua limbah pada tempat penghasil adalah kunci pembuangan yang baik. Dengan limbah berada dalam kantong atau kontainer yang sama untuk penyimpanan, pengangkutan dan pembuangan akan mengurangi kemungkinan kesalahan petugas dalam penanganannya.

(43)

Sarana penampungan harus memadai, letak pada lokasi yang tepat, aman dan hygienis. Standarisasi kantong pada limbah klinis dapat dilakukan dengan pembedaan warna maupun dengan label, hal ini diperlukan agar menghindari kesalahan petugas dalam pengelolaan.

Keseragaman standar kantong & kontainer limbah memberikan keuntungan sebagai berikut:

Mengurangi biaya dan waktu pelatihan staf yang dimutasikan antar instasni/unit Meningkatkan keamanan secara umum, baik pada pekerjaan di lingkungan

rumah sakit maupun pada penanganan limbah di luar rumah sakit. Pengurangan biaya produksi kantong & kontainer

3) Pengangkutan

Dalam strategi pembuangan limbah rumah sakit hendaknya memasukkan prosedur pengangkutan limbah internal dan eksternal. Pengangkutan internal biasanya berawal dari titik penampungan ke onsite incinerator Rumah Sakit atau oleh pihak ketiga yang sudah diakui oleh pemerintah.

Peralatan tersebut harus diberi label dan dibersihkan secara reguler dan hanya digunakan untuk mengangkut sampah . Setiap petugas hendaknya diberi APD (alat pelindung diri) khusus.

Pengangkutan sampah klinins dan yang sejenis ke tempat pembuangan di luar memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan harus diikuti oleh seluruh petugas yang terlibat. Prosedur tersebut harus memenuhi peraturan angkutan lokal. Bila limbah klinis dan yang sejenis diangkut dengan kontainer khusus, kuat dan tidak bocor. Kontainer harus mudah ditangani dan harus mudah dibersihkan.

4) Pemusnahan

Incinerator digunakan untuk melakukan proses pembakaran yang dilaksana-kan dalam ruang ganda incinerator yang mempunyai medilaksana-kanisme pemantauan secara ketat dan pengendalian parameter pembakaran. Limbah yang combustible dapat dibakar bila incinerator yang tepat tersedia, bila tidak justru akan merusak dinding ruang incinerator. Residu dari incinerator/abu bisa dibuang langsung ke landfill, namun tidak untuk residu yang mengandung logam berat.

(44)

6.Pengelolaan Jasa dan Barang Berbahaya

Barang berbahaya dan beracun (B3) adalah bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.

Yang termasuk kategori bahan berbahaya dan beracun adalah: a. Memancarkan radiasi

Bahan yang memancarkan gelombang elektromagnetik atau partikel radioaktif yang mampu mengionkan secara langsung atau tidak langsung materi bahan yang dilaluinya, misalnya: Ir192, I131, Tc99, Sa153, sinar X, sinar alfa, sinar beta, sinar gamma, dll

Mudah meledak

Bahan yang mudah membebaskan panas dengan cepat tanpa disertai pengim-bangan kehilangan panas, sehingga kecepatan reaksi, peningkatan suhu dan tekanan meningkat pesat dan dapat menimbulkan peledakan. Bahan mudah meledak apabila terkena panas, gesekan atau bantingan dapat menimbulkan ledakan.

c. Mudah menyala atau terbakar

Bahan yang mudah membebaskan panas dengan cepat disertai dengan pengim-bangan kehilangan panas, sehingga tercapai kecepatan reaksi yang menimbulkan nyala. Bahan mudah menyala atau terbakar mempunyai titik nyala (flash ponit) rendah (210C)

d. Oksidator

Bahan yang mempunyai sifat aktif mengoksidasikan sehingga terjadi reaksi oksidasi, mengakibatkan reaksi eksothermis (keluar panas)

e. Racun

Bahan yang bersifat beracun bagi manusia atau lingkungan yang dapat menye-babkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan kulit atau mulut.

Referensi

Dokumen terkait

Padahal bercak noda yang tampak jelas akan menunjukkan R f yang akurat dan sebenarnya dan menunjukkan kandungan suatu senyawa (tiap senyawa memiliki nila R f yang

Strategi desain yang digunakan pada extreme sport center di gedung PIT STOP ini ingin menitik beratkan pada kegiatan zona aman dan zona bahaya.. Kegiatan dalam olahraga

Dalam penelitian ini definsi operasionalnya sebagai berikut : Takut akan kesuksesan ( fear of successs ) merupakan perasaan takut akan konsekuensi-konsekuensi negatif yang

Michele et al., melakukan studi elektrofisiologi dengan merekam dan memetakan fokus ektopi didalam dinding atrium pada 45 pasien yang menderita AF refrakter. Pada hasil

Cara meluruskan diri ke depan (bila berbanjar) sebagai berikut: Meluruskan lengan kanannya ke depan, tangan digenggam, punggung tangan menghadap ke atas dan mengambil

Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa variabel ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap variabel manajemen laba, karena hasil sampel dalam penelitian

Media animasi dapat digunakan untuk menjelaskan materi yang secara nyata tidak dapat dilihat oleh mata menjadi lebih menarik dan konkret, animasi dapat meniru atau

Hasil penelitian menyimpulkan: Pertama, Menurut Hukum positif di Indonesia, pertimbangan hakim Pengadilan Agama Bangkalan yang menerima permohonan isbat nikah pernikahan