PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP TAYANGAN “STAND UP COMEDY” (Studi Deskriptif Persepsi Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya USU Terhadap Tayangan
“Stand Up Comedy” di Metro TV)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1)
Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Disusun Oleh : IDHAM SYAFUTRA
100922004
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh : Nama : IDHAM SYAFUTRA
NIM : 100922004
Departemen : Ilmu Komunikasi
Judul Skripsi : Persepsi Mahasiswa Terhadap Tayangan “Stand Up Comedy”
(Studi Deskriptif Persepsi Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya USU Terhadap Tayangan “Stand Up Comedy” di Metro TV)
Medan, Mei 2012
Dosen Pembimbing Ketua Departemen
Yovita Sabarani Sitepu, M.Si
NIP. NIP. 19620828 198601 2 001
Drs. Fatma Wardy Lubis, M.A
Dekan Dekan FISIP USU
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Skripsi Departemen Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, oleh :
Nama : IDHAM SYAFUTRA
NIM : 100922004
Judul Skripsi : Persepsi Mahasiswa Terhadap Tayangan “Stand Up Comedy”
(Studi Deskriptif Persepsi Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya USU
Terhadap Tayangan “Stand Up Comedy” di Metro TV)
Yang dilaksanakan pada :
Hari/ Tanggal :
Pukul :
Tempat :
Tim Penguji
Ketua Penguji : ( )
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul Persepsi Mahasiswa Terhadap Tayangan “Stand Up Comedy” (Studi Deskriptif Persepsi Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya USU Terhadap Tayangan “Stand Up Comedy”). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran secara umum isi tayangan dan konsep “Stand Up Comedy” dan untuk mengetahui bagaimana persepsi mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya USU terhadap tayangan “Stand Up Comedy”.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori komunikasi massa dan teori retorika dan public speaking yang menjelaskan bagaimana cara berbicara didepan audiens dan bagaimana cara penyampaian pesan kepada audiens, sehingga audiens menerima pesan dengan baik dan memberikan respon yang positif terhadap komunikator yang dalam hal ini kepada “comic” (sebutan bagi komunikator dalam acara “Stand Up Comedy”) terhadap mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya USU. Dengan demikian dapat menimbulkan respon berupa persepsi bahwa tayangan ini memperoleh penilaian yang positif dari mahasisa Fakultas Ilmu Budaya USU. Responden menilai tayangan ini memberikan hiburan yang mereka butuhkan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah dengan menggambarkan atau melukiskan subjek atau objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 482 orang. Untuk menghitung jumlah sampel dari data populasi yang ada digunakan rumus Taroyamane dengan presisi 10% dengan tingkat kepercayaan 90%, sehingga jumlah sampel yang diperoleh sebanyak 83 orang, dan teknik penarikan sampel dilakukan secara purposive sampling.
Teknik pengumpulan data menggunakan penelitian kepustakaan, dengan mempelajari dan mengumpulkan data dari literature, buku-buku, serta sumber yang relevan dan mendukung serta penelitian lapangan untuk memperoleh data di lokasi penelitian melalui kuesioner. Data yang diperoleh dianalisis dengan bentuk analisis tabel tunggal dan analisis tabel silang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah total responden dalam hal ini adalah mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya USU memberikan pernyataan positif terhadap
tayangan “Stand Up Comedy”. Cara penyampaian joke atau lelucon dan kata-kata serta
gesture oleh para masing comic yang membuat audiens merasa terhibur dengan materi
lawakan yang disampaikan oleh comic terhadap berbagai fenomena-fenomena sosial yang
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulisan skripsi ini berjudul Persepsi Mahasiswa Terhadap Tayangan “Stand Up Comedy”,
yang merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan program
sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Penulis
menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam penulisan skripsi ini mengingat
terbatasnya waktu, pengetahuan, dan kemampuan penulis. Oleh karena itu, dengan hati yang
tulus dan ikhlas penulis menerima kritikan dan saran yang membangun dari pembaca yang
nantinya berguna dalam penggunaannya.
Dalam menyelesaikan skripsi, penulis banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari
berbagai pihak. Pertama sekali penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada kedua orang tua saya, walaupun salah satu diantaranya sudah meninggal dunia, yaitu
ayah saya (Alm) Muchlis dan Ibunda saya Melli yang selalu memberikan dukungan moril
dan materil dan yang tak kalah pentingnya adalah doa restu mereka agar penulis kelak
menjadi orang yang sukses dan berguna bagi Agama dan Bangsa. Dan tak lupa pula ucapan
terima kasih yang sebesarnya juga kepada Om Selamat, M dan Tante saya Tetty yang
membantu saya baik dalam hal moril dan juga materil, sehingga penulis dapat menjadi saat
sekarang ini dan dapat menjadi pribadi yang tegar.
Dengan segala kerendahan hati, tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Drs. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
2. Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi dan
Ibu Dra. Dayana, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi.
3. Ibu Rusni, M.A selaku dosen wali. Terima kasih atas segala masukkan, motivasinya
dan dukungannya.
4. Kak Yovita Sabarani Sitepu, M.Si, sebagai dosen pembimbing yang dengan penuh
kasih sayang dan perhatian yang lebih kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
skripsi ini. Hanya dua kata yang bisa penulis ucapkan sebagai mewakili betapa
hebatnya kak yovita sebagai dosen pembimbing penulis, yaitu “Luar Biasa”.
5. Kak Maya, Kak Icut, dan Kak Ros, yang telah membantu segala sesuatu yang
berhubungan dengan proses administrasi perkuliahan penulis.
6. Kak Hanim dan Kak Puan, yang telah memberikan ilmu-ilmunya dalam bidang
praktek audio-visual.
7. Kepada adik penulis Reza dan Dina, yang telah memberikan dukungannya kepada
penulis.
8. Kepada sahabat penulis indra dan rudi, terima kasih atas dukungan dan spiritnya
kepada penulis dalam mengerjakan skripsi.
9. Kepada semua sahabat penulis, baik teman di lingkungan rumah, kampus, dan
teman-teman lainnya yang tidak bisa penulis sebut satu persatu namanya. Yang jelas penulis
sangat beruntung mempunyai sahabat seperti kalian semua.
10.Kepada bang Udin, bang Ujang, atas bantuan pinjaman buku-buku pendukungnya.
11.Kepada kak Fitriyani yang telah membantu penulis dalam mengurus surat izin
penelitian.
12.Terima kasih juga untuk orang terdekat saya Sarah Annisa atas beribu dukungannya,
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besaranya kepada semua
pihak yang telah membantu penulis sehingga skripsi ini selesai. Harapan penulis semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya. Penulis memohon maaf serta
menerima kritikan dan saran yang bersifat membangun.
Medan, April 2012
Penulis,
DAFTAR ISI
I.5.6 Retorika dan Public Speaking ... 12
I.5.7 Persepsi ... 13
II.2.1 Ciri-Ciri Komunikasi Massa ... 25
II.2.2 Fungsi Komunikasi Massa ... 26
II.3 Model Teori S-M-C-R ... 28
II.4 Televisi ... 29
II.4.1 Sejarah Televisi ... 29
II.4.2 Perkembangan Televisi di Indonesia ... 30
II.4.3 Daya Tarik Televisi ... 30
II.6.1 Latar Belakang dan Asal Mula Retorika Dan Public Speaking ... 35
II.6.3 Kredibilitas komunikator dalam menyampaikan pesan... 42
II.7 Persepsi ... 44
II.7.1 Definisi Persepsi ... 44
II.7.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi ... 45
II.7.3 Proses Persepsi ... 47
BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Metodologi Penelitian ... 50
III.1.1 Metode Penelitian ... 50
III.1.2 Lokasi Penelitian ... 50
III.1.3 Waktu Penelitian ... 50
III.1.4 Populasi dan Sampel ... 50
III.1.5 Teknik Penarikan Sampel ... 52
III.1.6 Teknik Pengumpulan Data ... 53
III.1.7 Teknik Pengolahan Data ... 53
III.1.8 Teknik Analisis Data ... 54
III.2 Deskripsi Isi Tayangan ... 55
III.3.3 Waktu Penelitian ... 58
III.3.4 Populasi dan Sampel ... 58
III.3.5 Teknik Penarikan Sampel ... 60
III.3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 61
III.3.7 Teknik Pengolahan Data ... 61
III.3.8 Teknik Analisis Data ... 62
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 58
IV.1.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian ... 58
IV.1.2 Universitas Sumatera Utara ... 58
IV.1.3 Visi-Misi Universitas Sumatera Utara ... 59
IV.1.4 Fakultas Ilmu Budaya USU ... 59
IV.1.5 Visi-Misi Fakultas Ilmu Budaya USU ... 63
IV.2 Teknik Pengumpulan Data ... 65
IV.3 Teknik Pengolahan Data ... 66
IV.4 Teknik Analisis Data... 66
IV.5 Analisis Tabel Tunggal ... 67
IV.5.1 Karakteristik Responden... 68
IV.5.2 Persepsi Mahasiswa ... 72
IV.5.3 Tayangan “Stand Up Comedy” ... 83
IV.6 Analisis Tabel Silang ... 92
IV.7 Pembahasan ... 96
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan ... 99
V.2 Saran ... 99
DAFTAR GAMBAR
Halaman
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Operasional Variabel ... 17
Tabel 2 Aktivitas Hiburan ... 34
Tabel 3 Data Jumlah Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya USU ... 51
Tabel 4 Jenis Kelamin Responden ... 68
Tabel 5 Usia Responden... 69
Tabel 6 Jenis Acara yang Paling Disenangi Responden ... 70
Tabel 7 Durasi Menonton Responden... 71
Tabel 8 Selalu Menonton Setiap Episode Tayangan “Stand Up Comedy” ... 72
Tabel 9 Tayangan “Stand Up Comedy” Merupakan Jenis Acara Hiburan ... 73
Tabel 10 Pernah Menonton Sebelumnya Tayangan seperti “Stand Up Comedy” ... 74
Tabel 11 Tayangan “Stand Up Comedy” Membuat Tertawa dan Terhibur ... 75
Tabel 12 Tayangan “Stand Up Comedy” Memberikan Informasi Mengenai Fenomena Sosial Yang Terjadi di Lingku ngan Sekitar ... 76
Tabel 13 Tayangan “Stand Up Comedy” Memberikan Pengetahuan dan Menambah Wawasan ... 77
Tabel 14 Mempelajari Apa yang Baik/Buruk Dalam Kehidupan Sosial Melalui Tayangan “Stand Up Comedy” ... 78
Tabel 15 Menyukai Tayangan “Stand Up Comedy” ... 79
Tabel 16 Jam Tayang Acara “Stand Up Comedy” ... 80
Tabel 17 Hari Penayangan Acara “Stand Up Comedy” ... 81
Tabel 18 Durasi Jam Tayang “Stand Up Comedy” ... 82
Tabel 19 Penayangan Acara “Stand Up Comedy” Seminggu Sekali ... 83
Tabel 20 Mengetahui Nama-Nama Comic yang Tampil ... 84
Tabel 21 Kredibilitas Comic yang Tampil ... 85
Tabel 22 Keahlian Comic Dalam Menyampaikan Lawakannya ... 86
Tabel 23 Body Language Para Comic yang Tampil ... 87
Tabel 24 Penggunaan Kata-Kata yang Disampaikan Comic ... 88
Tabel 25 Ucapan Comic Ketika Menyampaikan Joke Lawakannya ... 89
Tabel 26 Tema yang Disampaikan Merupakan Fenomena Sosial Yang Aktual ... 90
Tabel 27 Tema yang Disampaikan Merupakan Fenomena Sosial Yang Faktual... 91
Tabel 28 Settingan Studio “Stand Up Comedy” ... 92
Tabel 29 Hubungan Antara Tayangan “Stand Up Comedy” Membuat Responden Tertawa dan Terhibur Terhadap Keahlian Para comic Dalam Menyampaikan Lawakannya ... 93
Tabel 30 Hubungan Antara Tayangan “Stand Up Comedy” Dapat Memberikan Pengetahuan dan Menambah Wawasan Terhadap Tema yang Disampaikan Oleh Para Comic MerupakanFenomena Sosial Yang Faktual di Masyarakat ... 94
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul Persepsi Mahasiswa Terhadap Tayangan “Stand Up Comedy” (Studi Deskriptif Persepsi Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya USU Terhadap Tayangan “Stand Up Comedy”). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran secara umum isi tayangan dan konsep “Stand Up Comedy” dan untuk mengetahui bagaimana persepsi mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya USU terhadap tayangan “Stand Up Comedy”.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori komunikasi massa dan teori retorika dan public speaking yang menjelaskan bagaimana cara berbicara didepan audiens dan bagaimana cara penyampaian pesan kepada audiens, sehingga audiens menerima pesan dengan baik dan memberikan respon yang positif terhadap komunikator yang dalam hal ini kepada “comic” (sebutan bagi komunikator dalam acara “Stand Up Comedy”) terhadap mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya USU. Dengan demikian dapat menimbulkan respon berupa persepsi bahwa tayangan ini memperoleh penilaian yang positif dari mahasisa Fakultas Ilmu Budaya USU. Responden menilai tayangan ini memberikan hiburan yang mereka butuhkan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah dengan menggambarkan atau melukiskan subjek atau objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 482 orang. Untuk menghitung jumlah sampel dari data populasi yang ada digunakan rumus Taroyamane dengan presisi 10% dengan tingkat kepercayaan 90%, sehingga jumlah sampel yang diperoleh sebanyak 83 orang, dan teknik penarikan sampel dilakukan secara purposive sampling.
Teknik pengumpulan data menggunakan penelitian kepustakaan, dengan mempelajari dan mengumpulkan data dari literature, buku-buku, serta sumber yang relevan dan mendukung serta penelitian lapangan untuk memperoleh data di lokasi penelitian melalui kuesioner. Data yang diperoleh dianalisis dengan bentuk analisis tabel tunggal dan analisis tabel silang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah total responden dalam hal ini adalah mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya USU memberikan pernyataan positif terhadap
tayangan “Stand Up Comedy”. Cara penyampaian joke atau lelucon dan kata-kata serta
gesture oleh para masing comic yang membuat audiens merasa terhibur dengan materi
lawakan yang disampaikan oleh comic terhadap berbagai fenomena-fenomena sosial yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah
Televisi sebagai media massa memiliki fungsi sebagai penyampai informasi. Program
televisi seperti news, entertainment, bahkan acara komedi mampu memberikan informasi
yang sekiranya diperlukan oleh khalayak. Fungsi lain dari televisi adalah sebagai hiburan.
Kehadiran program-program televisi yang menghibur sangat diperlukan untuk melepas stres
dan kejenuhan sejenak setelah seharian beraktivitas. Setidaknya hiburan itu dapat
menyegarkan pikiran dari permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam kehidupan
sehari-hari.
Pada dasarnya fungsi televisi sama seperti dengan fungsi media massa lainnya (surat
kabar, dan radio siaran), yaitu memberi informasi, mendidik, menghibur dan membujuk.
Tetapi pada kenyataannya fungsi menghiburlah yang lebih dominan pada media televisi,
sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi
UNPAD, yang menyatakan bahwa pada umumnya tujuan utama khalayak menonton televisi
adalah untuk memperoleh hiburan, dan selebihnya memperoleh informasi (Ardianto, 2004
:128).
Televisi saat ini merupakan media massa yang sangat dominan pengunaannya di
kalangan masyarakat Indonesia. Sebagian besar penduduk di negara-negara berkembang
mengenal dan memanfaatkan televisi sebagai sarana hiburan, informasi, edukasi, dan lain
sebagainya. Televisi tidak membatasi diri hanya untuk konsumsi kalangan tertentu saja
namun telah menjangkau konsumen dari semua kalangan masyarakat tak terkecuali remaja
dan anak-anak.
Semakin tertarik khalayak terhadap tayangan televisi, semakin produktif pula televisi
dimanjakan sehingga makin betah menonton televisi berjam-jam dalam sehari. Jika dulu
kebanyakan orang hanya menonton satu jam acara saja, tetapi sekarang program-program
unggulan televisi ditayangkan secara berkelanjutan sehingga khalayak mampu menghabiskan
waktu lima sampai enam jam bahkan ada yang sepuluh jam nonstop hanya untuk menonton
televisi saja.
Dunia komunikasi massa melalui media massa seperti televisi telah mengantarkan
khalayak pada perubahan peradaban yang cepat. Televisi saat ini seakan-akan menjadi alat
pemenuhan kebutuhan dan keinginan khalayak yang dapat memberikan serta menciptakan
budaya massa baru.
Tayangan program televisi seperti talk show, reality show, entertainment, sinetron
dan acara komedi pun turut serta mengatur dan mengubah life style khalayak luas. Informasi
yang diberikan televisi seperti program berita tentang politik, budaya, ekonomi dan sosial
khalayak dianggap hanya sebagai hiburan dan permainan publik belaka. Kenyataan
didalamnya yang telah diubah dengan “sesuatu” yang bersifat maya. Namun tidak sedikit
juga pemerhati acara-acara di televisi yang “sehat” menemukan dampak yang positif dari
tayangan televisi tersebut. Televisi sebagai sarana edukasi dan informasi mampu membuka
wawasan berpikir khalayak untuk menerima dan mengetahui kejadian yang berada di
lingkungan masyarkat (Kuswandi, 1996 :94).
Televisi cenderung persuasif dengan segala program tayangan yang makin bervariatif.
Ini tidak mengherankan mengingat televisi menjalankan perannya sebagai komunikator.
Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa feedback khalayak sebagai komunikan juga
penting bagi perkembangan informasi dan pemaketan program televisi itu sendiri. Ini terbukti
dengan maraknya saluran interaktif dalam acara-acara televisi seperti program acara
entertainment atau hiburan seperti komedi. Hal ini menandakan antara televisi dan khalayak
Entertainment atau acara hiburan merupakan bagian dari fungsi televisi sebagai media
hiburan dalam merealisasikan program acara hiburan, seperti komedi. Hiburan yang disajikan
bertujuan untuk menghibur khalayak melalui sifatnya yang dapat mengalihkan perhatian dan
meredakan khalayak dari ketegangan-ketegangan sosial sehingga menjadi sarana relaksasi.
Saat ini, stasiun televisi banyak yang menyajikan acara hiburan berupa komedi yang
bertujuan untuk menghibur pemirsa televisi yang menonton acara tersebut. Komedi adalah
program acara hiburan seperti halnya program acara humor. Sebagian besar acara televisi di
Indonesia diisi dengan tayangan humor seperti baru-baru ini tayangan “Stand Up Comedy”
di Metro TV.
Tayangan “Stand Up Comedy” yang akhir-akhir ini menjadi ramai di perbincangkan
oleh pemirsa, khususnya bagi kalangan mahasiswa. Tayangan “Stand Up Comedy”
merupakan tayangan komedi dalam bentuk dan penampilan yang berbeda dari acara
komedi-komedi lainya yang pernah ada, dan menjadi salah acara komedi-komedi yang digemari.
Tayangan “Stand Up Comedy” di tayangkan di Metro TV setiap hari rabu pukul 22.30
– 23.00 WIB. Dalam acara tersebut menampilkan tiga orang “comic” (sebutan bagi orang
yang ber stand up comedy) setiap minggunya.
Acara “Stand Up Comedy” menampilkan suatu bentuk komedi dalam bentuk stand up
(berdiri) yang menceritakan sebuah cerita humor kepada audiensnya. Lelucon pendek yang
disebut “bit”, yang merupakan apa yang biasanya disebut monolog, rutin, dan bertindak.
Beberapa stand up comedian menggunakan alat peraga, musik, dan yang lainnya untuk
meningkatkan aksi mereka.
Dalam sejarahnya, “Stand Up Comedy” muncul pada abad ke 18 di Eropa dan di
Amerika. Di sana pelaku komedian ini biasa disebut dengan "stand up comic" atau secara
singkat disebut dengan comic. Para comic ini biasanya memberikan beragam cerita humor,
cenderung umum dengan berbagai macam sajian gerakan dan gaya. Beberapa comic pun
bahkan menggunakan alat peraga untuk meningkatkan performa mereka di atas panggung.
“Stand Up Comedy” biasanya dilakukan di kafe, bar, universitas dan teater.
Dalam “Stand Up Comedy”, seorang comic seharusnya memiliki konsep atau materi
sebagai bahan lelucon. Dan tak mustahil jika terdapat lelucon yang berbau cabul, rasis dan
vulgar di “Stand Up Comedy”. Mereka biasanya membuat script dan catatan-catatan kecil
dalam rangka untuk mempermudah mereka dalam berkomedi.
“Stand up comedy” sendiri merupakan sebuah bentuk seni yang terbuka yang di
tujukan untuk mendapatkan tertawa langsung dari penonton (audiens). Tidak seperti bentuk
komedi lainnya dalam komedi yang berstruktur, terorganisir, dan dikendalikan dalam suatu
naskah. Dalam “Stand Up Comedy”, umpan balik dari audiens sangat penting untuk
menangkap aksi dan respon dari “comic” tersebut.
“Stand Up Comedy” ini juga merupakan salah satu acara yang cukup menarik dan
cukup memberikan pengaruh pada audiensnya untuk berpikir lebih kritis. Acara “Stand Up
Comedy” kerap memberikan audiensnya info sekaligus membuat audiensnya tertawa di setiap
lelucon kritikan yang diucapkan. Isi dari lawakkan “Stand Up Comedy” ini lebih bermutu dan
cerdas karena berupa kritikan-kritikan terhadap hal apa saja yang menjadi materi joke
lawakan seorang comic. Hanya saja terkadang cara penyampaiannya sedikit kasar, bebas dan
agak sedikit vulgar, tapi justru dengan seperti itu audiens dapat menangkap pesan yang
disampaikan dari sang comic dan dapat membuat audiensnya tertawa. Durasi yang
dibutuhkan oleh masing-masing comic dalam menyampaikan “joke” dan lawakannya adalah
± 6 (enam) menit, dan dalam setiap episode tersebut diisi oleh 3 orang comic.
Berikut nama para comic yang sering tampil di stand up komedi seperti Radhitya
Dika, Ryan Adriandhy, Soleh Solihun,
End,
dan Ramon P,
Dengan hadirnya tayangan “Stand Up Comedy” ini di tengah-tengah masyarakat,
dapat membuat variasi dari sebuah paradigma komedi yang bersifat konseptual menjadi dan
komedi yang dinamis dan cerdas. Sehingga audiens yang menonton “Stand Up Comedy” ini
dapat menambah pengetahuan dan memiliki wawasan baru yang didapat audiens.
Tommy beans.
Tayangan entertainment “Stand Up Comedy” merupakan suatu acara komedi yang
cerdas dan menghibur yang diharapkan dari tayangan tersebut dapat menambah wawasan dan
menjadi alternatif sarana menghibur diri bagi audiensnya, khususnya para mahasiswa yang
merupakan kalangan yang cerdas (smart) dan intelektual yang selalu ingin menambah
wawasannya dan sekaligus sebagai cara menenangkan diri (relaxasi) dalam aktivitas
kesehariannya melalui tayangan hiburan yang smart pula seperti tayangan “Stand Up
Comedy”.
Mahasiswa adalah kalangan intelektual yang penuh bakat dan potensi yang sedang
belajar di perguruan tinggi, mahasiswa tidak hanya mempunyai status, tetapi ia juga berjuang
keras untuk menyelesaikan studinya (Bertens, 2004:11). Mahasiswa merupakan khalayak
yang membutuhkan segala yang berhubungan dengan penambahan informasi dan juga
hiburan sebagai pemenuhan kebutuhannya. Mahasiswa akan mencari sumber hiburan yang
seperti apa yang di inginkan yang dapat menghibur dan sekaligus menambah wawasan
pengetahuannya.
Dalam penelitian ini peneliti tertarik meneliti Tayangan entertainment “Stand Up
Comedy” terhadap persepsi mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya USU, karena tayangan “Stand
sangat berkaitan dengan apa yang dipraktekkan oleh mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya USU
dalam melakukan kegiatan-kegiatan kampus seperti : berteater, baca puisi, berpidato, dan
banyak lagi kegiatan-kegiatan kampus yang berhubungan dengan seni berbicara didepan
umum dan beretorika. Atas dasar ini lah peneliti memilih mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya
USU sebagai objek penelitian peneliti untuk mengetahui bagaimana persepsi mahasiswa
Fakultas Ilmu Budaya USU terhadap tayangan “Stand Up Comedy” di Metro TV.
I.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka peneliti
mengajukan perumusan masalah sebagai berikut :
“Bagaimanakah Persepsi Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Terhadap Tayangan
“Stand Up Comedy” di Metro TV?”
I.3 Pembatasan Masalah
Untuk menghindari pembahasan masalah yang terlalu luas sehingga dapat
mengaburkan penelitian, maka penulis membatasi masalah yang akan diteliti. Adapun
pembatasan masalah tersebut adalah sebagai berikut :
1. Penelitian ini bersifat deskriptif, yang hanya memaparkan
suatu situasi atau peristiwa secara sistematis.
2. Penelitian ini menganalisis persepsi mahasiswa Fakultas
Ilmu Budaya USU terhadap tayangan entertainment “Stand Up Comedy” di Metro
TV.
3. Objek penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Ilmu
Budaya USU stambuk 2009 yang masih aktif kuliah dan yang pernah menonton
4. Penelitian ini akan dilakukan mulai bulan maret 2012,
dengan lama penelitian yang akan disesuaikan dengan tingkat kebutuhan.
I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian I.4.1 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui gambaran secara umum isi tayangan dan konsep “Stand Up
Comedy” di Metro TV.
2. Untuk mengetahui persepsi mahasiswa terhadap tayangan entertainment “Stand Up
Comedy” di Metro TV.
I.4.2 Manfaat Penelitian
1. Secara akademik, penelitian ini diharapkan dapat memperluas dan memperkaya bahan
referensi, bahan penelitian serta sumber bacaan di lingkungan FISIP USU khususnya
bagi Departemen Ilmu Komunikasi.
2. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan penulis dan
mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU.
3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak-pihak
yang terkait dalam penelitian ini.
I.5 Kerangka Teori
Teori merupakan faktor yang sangat penting dalam proses penelitian. Teori atau
paradigma teori digunakan untuk menuntun peneliti menemukan masalah penelitian,
menemukan hipotesis, menemukan konsep-konsep, menemukan metodologi, dan menemukan
alat-alat analisis data. Karena itu sangat penting teori dibicarakan dalam setiap pembahasan
merupakan suatu keharusan setiap peneliti untuk memahami teori dan mengerti
kedudukannya dalam teori (Bungin, 2005:25).
Kerlinger juga menyebutkan bahwa teori merupakan himpunan konstruk (konsep),
definisi dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan
menjabarkan relasi diantara variabel untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut
(Rakhmat, 2004:6). Teori merupakan asumsi,konstruk,definisi, dan proposisi untuk
menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan
antar konsep. Dengan adanya kerangka teori akan mudah mempermudah peneliti dalam
menganalisis masalah.
I.5.1 Komunikasi
Komunikasi mengandung makna bersama-sama (common). Istilah komunikasi berasal
dari bahasa latin yaitu communication yang berarti pemberitahuan atau pertukaran. Para ahli
mendefinisikan menurut sudut pandang mereka masing-masing. Diantaranya adalah menurut
Gode (Arifin 1988) memberi penjelasan tentang komunikasi sebagai berikut; komunikasi
adalah suatu proses yang membuat kebersamaan bagi dua atau lebih yang semula monopoli
oleh satu atau beberapa orang (Arifin, 1998:15).
Shannon dan Weaver (Wiryanto, 2004:7) mendefinisikan bahwa komunikasi adalah
bentuk interaksi manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain, sengaja atau tidak
sengaja dan tidak terbatas pada bentuk komunikasi verbal, tetapi juga dalam ekspresi muka,
lukisan, seni, dan teknologi (Wiryanto, 2004:7). Rumusan komunikasi yang sangat dikenal
orang adalah rumusan yang dibuat oleh Harold Laswell. Menurut Laswell komunikasi adalah
: “who says what in which channel to whom with what effect”. Jadi, jika dipilah-pilahkan
• Siapa yang mengatakan
komunikator (communicator)
• Apa yang dikatakan pesan
(message)
• Media apa yang digunakan
media (channel)
• Kepada siapa pesan disampaikan komunikan
(communicant/receiver)
• Akibat yang terjadi efek
(effect)
I.5.2 Komunikasi Massa
Komunikasi massa (mass communication) adalah komunikasi yang menggunakan
media massa, baik cetak (surat kabar, majalah) atau elektronik (radio, televisi) yang dikelola
oleh suatu lembaga atau orang yang tersebar yang dilembagakan, yang ditujukan kepada
kepada sejumlah besar orang yang tersebar di banyak tempat, anonym, dan heterogen.
Pesan-pesannya bersifat umum, disampaikan secara cepat, serentak, selintas, khususnya media
elektronik (Mulyana, 2002:75). Ciri komunikasi massa ditentukan oleh sifat unsur-unsur yang
dicakupnya, yakni sifat komunikator dan sifat efek. Fungsi komunikasi massa bagi
masyarakat menurut Alexis S Tan (Nurudin, 2004:63) adalah :
1. To inform (memberi informasi)
2. To educate (mendidik)
3. To persuade (mempersuasi)
Sebagaimana diketahui komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa.
Jadi membahas komunikasi massa tidak akan lepas dari media massa sebagai media utama
dalam proses komunikasi itu sendiri.
I.5.3 Model Teori S-M-C-R
Model teori S-M-C-R adalah singkatan dari istilah-istilah S singkatan dari source
yang berarti sumber atau komunikator, M singkatan dari message yang berarti pesan, C
singkatan dari channel yang berarti saluran atau media, sedangkan R singkatan dari receiver
yang berarti penerima atau komunikan.
Komponen tersebut menurut Edward Sappir mengandung dua pengertian, yakni primer
dan sekunder. Media sebagai saluran primer adalah lambing, misalnya bahasa, kial (gesture),
gambar atau warna, yaitu lambang-lambang yang dipergunakan khusus dalam komunikasi
tatap muka (face to face communication), sedangkan media sekunder adalah media yang
berwujud, baik media massa misalnya, surat kabar, radio, televisi, maupun media massa
lainnya seperti surat, telepon, atau poster.
Jadi komunikator pada komunikasi tatap muka hanya menggunakan satu media, misalnya
bahasa, sedangkan pada komunikasi bermedia seorang komunikasi bermedia adalah seorang
komunikator seperti wartawan, penyiar, atau reporter menggunakan dua media, yakni media
primer dan media sekunder, jelasnya bahasa dan sarankan yang ia operasikan. Secara
sederhana, teori ini mengemukakan bahwa proses komunikasi akan terjadi apabila seseorang
menyampaikan pesan melalui saluran kepada komunikan.
I.5.4 Televisi
Televisi sebagai media komunikasi massa, berasal dari dua suku kata, yaitu “tele”
bahasa latin. Jadi, kata televisi berarti suatu sistem penyajian gambar berikut suaranya dari
suatu tempat yang berjarak jauh. Fungsi televisi sama dengan fungsi media massa lainnya
yaitu memberi informasi, mendidik, membujuk, dan menghibur. Tetapi fungsi menghibur
lebih dominan pada mdia televisi. Umumnya tujuan khalayak menonton televisi adalah untuk
memperoleh informasi dan hiburan (J.B Wahyudi, 1985:28).
I.5.5 Hiburan
Hiburan merupakan sarana pemenuhan kebutuhan masyarakat. Hiburan diartikan
sebagai semua macam atau jenis keramaian, pertunjukan atau permainan atau segala bentuk
usaha yang dapat dinikmati oleh setiap orang dengan nama dan dalam bentuk apapun, dimana
untuk menonton atau mempergunakan fasilitas yang ada. Dengan demikian dimaksudkan
disini adalah pengertian hiburan yang luas, yang dapat menimbulkan perasaan senang,
terhibur atau hal-hal yang menyenangkan bagi diri manusia dalam bentuk :
1. Keramaian, antara lain pasar malam, pesta dansa, taman rekreasi, tempat tempat wisata
dan yang sejenis.
2. Pertunjukan, antara lain bioskop, wayang kabaret, sirkus, sandiwara, pertunjukan
pertunjukan di Rumah Makan, Rumah Minum, Bar, Kelab Malam, varrete, lawak,
sulap, pertunjukan ketangkasan mengemudi, ketangkasan berkuda, menonton acara
hiburan di televisi dan yang sejenis.
3. Permainan, antara lain menembak, melempar, sepeda air, pusat hiburan (bola sodok
permainan mesin keping), kereta pesiar, selancar, bola gelinding (bowling), komedi
putar dan yang sejenis.
4. Bentuk usaha yang dapat dinikmati serta dapat menimbulkan rasa terhibur bagi setiap
olah raga, penjagaan dan peningkatan kesehatan, usaha pemandian umum, atau bentuk
usaha lain
Hiburan juga tidak dapat dipungkiri bahwa hiburan memang tidak pernah lepas dari
kehidupan kita sehari-hari. Selama ini hiburan seringkali diartikan secara sempit, seperti nonton
film atau nonton konser. Tetapi sebenarnya, perlu dipahami bahwa arti hiburan itu sendiri
sebetulnya luas. Misalnya, datang ke bioskop untuk menonton film, itu juga sudah termasuk
hiburan, mendengar musik di radio tape di rumah, pergi ke restoran dan makan bersama
teman-teman, juga menonton acara hiburan di televisi, asalkan sifatnya bisa menghibur dan dapat
dikatakan sebagai hiburan.
Hiburan juga dapat diartikan sebagai salah satu aktivitas yang bisa kita lakukan. Artinya,
hiburan juga bisa membantu kita memberi semangat sebelum kita mengerjakan kembali aktivitas
kita sehari-hari. Hiburan tidak dapat dipungkiri bahwa hiburan memang tidak pernah lepas dari
kehidupan sehari-hari. Menonton acara komedi dapat dikatakan sebagai aktivitas hiburan yang
paling banyak penggemarnya. Dunia hiburan pada saat ini masih didominasi oleh acara-acara
komedi, Menonton acara-acara komedi adalah salah satu sarana hiburan yang dapat melepas lelah
setelah beraktifitas.
I.5.6 Retorika dan Public Speaking
Retorika atau dalam bahasa Inggris rhetoric bersumber dari perkataan
Latin rhetorica yang berarti ilmu bicara. Cleanth Brooks dan Robert Penn Warren dalam
bukunya, Modern Rhetoric, mendefinisikan retorika sebagi the art of using language
effectively atau seni penggunaan bahasa secara efektif. Kedua pengertian tersebut
menunjukkan bahwa retorika mempunyai pengertian sempit: mengenai bicara, dan pengertian
luas: penggunaan bahasa, bisa lisan, dapat juga tulisan. Oleh karena itu, ada sementara orang
yang beranggapan bahwa retorika tidak hanya berarti pidato didepan umum, tetapi juga
termasuk seni menulis.
Kedua pengertian atau anggapan tersebut benar sebab kedua-duanya berkisar pada
penggunaan bahasa. Misalnya ialah bagaimana menggunakan bahasa sebagai lambang
komunikasi itu, apakah komunikasi tatap muka atau komunikasi media. Pada akhirnya,
apabila ditinjau dari ilmu komunikasi, bahasa sebagai lambang dalam proses komunikasi itu
tidak berdiri sendiri, tetapi bertautan dengan komponen-komponen komuniksi lainnya:
komunikator yang menggunakan bahasa itu, pesan yang dibawakan oleh bahasa itu, yang
akan meneruskan bahasa itu, komunikan yang dituju oleh bahasa itu, dan efek yang
diharapkan dari komunikan dengan menggunakan bahasa itu.
Sebagai cikal bakal ilmu komunikasi, retorika mempunyai sejarah yang panjang. Para
ahli berpendapat bahwa retorika sudah ada sejak manusia ada. Akan tetapi, retorika sebagai
seni bicara yang dipelajari dimulai pada abad ke 5 SM. Ketika kaum Sofis di Yunani
mengembara dari tempat yang satu ke tempat yang lain untuk mengajarkan pengetahuan
mengenai politik dan pemerintahan dengan penekanan terutama pada kemampuan berpidato.
1.5.7 Persepsi
Persepsi pada dasarnya merupakan suatu proses yang terdiri dalam pengamatan
seseorang terhadap sesuatu informasi yang disamapaikan oleh orang lain yang sedang saling
berkomunikasi, berhubungan, atau bekerjasama, jadi setiap orang tidak terlepas dari proses
persepsi. Persepsi dianggap lebih mendalam jika dibandingkan dengan opini. Hal ini sejalan
dengan apa yang dikemukakan oleh Le Bouef yang mengatakan bahwa “Persepsi adalah
pemahaman kita terhadap apa yang kita alami. Penafsiran kita terhadap apa yang kita lihat
keadaan, serta psikologi yang benar-benar sama. Bagi setiap orang, apa yang di
persepsikannya itulah kenyataannya”.
Menurut Mc Mahon (Adi, 1994:55), persepsi diartikan sebagai proses
menginterpretasikan ransangan (input) dengan menggunakan alat penerima informasi
(sensory information). Mergen, King & Robinson (Adi, 1994:55), persepsi menunjuk pada
bagaimana kita melihat, mendengar, merasakan, mengecap, dan mencium dunia sekitar kita.
Dengan kata lain, persepsi dapat pula didefinisikan sebagai sesuatu yang dialami oleh
manusia.
William James (Adi, 1994:55), menambahkan bahwa persepsi terbentuk atas dasar
data-data yang kita peroleh atau pengolahan ingatan (memory) kita diolah kembali
berdasarkan pengalaman yang kita miliki. Menurut Hindle & Thomas (dikutip dari Adi,
1994:58) memberikan definisi bahwa persepsi diartikan sebagai suatu proses dimana
seseorang menerima, memilih atau menafsirkan informasi.
Kimbal Young mengatakan, “Persepsi adalah sesuatu yang menunjukkan aktivitas
merasakan, menginterpretasikan dan memahami objek baik fisik maupun sosial” (Walgito,
1986:89). Definisi ini menekankan bahwa persepsi akan timbul setelah seseorang atau
sekelompok orang terlebih dahulu merasakan kehadiran suatu objek dan setelah dirasakan
akan menginterpretasikan objek yang dirasakan tersebut.
Persepsi seseorang tidaklah timbul begitu saja. Tentu ada faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Faktor-faktor inilah yang menyebabkan mengapa dua orang yang melihat
sesuatu mungkin memberi interpretasi yang berbeda tentang apa yang dilihatnya itu. Secara
umum terdapat tiga faktor yang dapat mempengaruhu persepsi seseorang, yaitu:
1. Diri orang yang bersangkutan
tentang apa yang dilihatnya itu, ia dipengaruhi oleh karakteristik individu yang turut
mempengaruhi seperti sikap, motif,kepentingan, minat pengalaman dan harapannya.
2. Sasaran persepsi tersebut.
Sasaran itu mungkin berupa orang, benda, atau peristiwa. Sifat-sifat sasaran itu
biasanya berpengaruh terhadap persepsi orang melihatnya. Dengan kata lain, gerakan,
suara, ukuran, tindak-tanduk dan ciri-ciri lain dari sasaran persepsi itu turut
menentukan cara pandang orang melihatnya.
3. Faktor situasi. Persepsi harus
dapat dilihat secara kontekstual yang berarti dalam situasi mana persepsi itu timbul
perlu pula mendapat perhatian. Situasi merupakan faktor yang turut berperan dalam
pertumbuhan persepsi seseorang (Siagian,1989:101).
Jalaluddin rakhmat dalam bukunya, Psikologi Komunikasi (2005), mengungkapkan
bahwa persepsi dipengaruhi oleh faktor struktural yang berasal dari sifat stimuli fisik dan
efek-efek saraf yang ditimbulkan pada system saraf individu dan faktor fungsional yang
berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, dan hal-hal lain yang termasuk faktor
personal.
Dala Sobur (2003:446), dijelaskan bahwa dalam persespi terdapat tiga komponen
utama, yaitu :
1. Seleksi, adalah proses
penyaringan oleh indera terhadap ransangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat
banyak atau sedikit.
2. Interpretasi, yaitu proses
mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Sejalan
dengan pendapat Renan Khasali, menurut Sobur interpretasi dipengaruhi oleh
kepribadian dan kecerdasan. Interpretasi juga bergantung pada kemampuan seseorang
untuk mengadakan pengkategorian informasi yang diterimanya, yaitu proses
mereduksi informasi yang kompleks menjadi sederhana.
3. Reaksi, yaitu persepsi yang
kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi.
I.6 Kerangka Konsep
Kerangka sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat kritis
dan memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai. Konsep adalah generalisasi
dari sekelompok fenomena tertentu, sehingga dapat dipakai untuk menggambarkan berbagai
berbagai fenomena yang sama. Kerangka konsep dari suatu gejala sosial yang memadai
diperlukan untuk menyelesaikan masalah penelitian dengan cara yang jelas dan dapat diuji,
karena itu variabel-variabel yang penting harus didefinisikan dengan jelas, setidaknya
beberapa variabel yang harus didefinisikan secara operasional untuk memungkinkan
dalil-dalil yang dapat diuji. Adapun konsep yang akan dijelaskan dalam penelitian ini yaitu
persepsi mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya USU terhadap tayangan Stand Up Comedy di
I.8 Operasional Variabel
Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan di atas, maka
dibuat operasional variabel yang berfungsi untuk kesamaan dan kesesuaian penelitian ini,
yaitu :
No
Tabel 1
Variabel Penelitian Indikator
Mahasiswa
- Sistem nilai yang dianut
3. Reaksi
Definisi operasional merupakan suatu petunjuk pelaksanaan mengenai cara-cara untuk
mengukur variabel-variabel. Adapun yang menjadi definisi operasional dalam penelitian ini
1. Variabel Persepsi Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya USU
a. Seleksi : Yaitu proses penyaringan pemenuhan hiburan yang
diterima oleh mahasiswa setelah menonton tayangan “Stand Up Comedy” di Metro
TV.
b. Interpretasi : Yaitu proses pengorganisasian acara hiburan yang
disukai oleh mahasiswa. Dalam hal ini tayangan “Stand Up Comedy” di Metro TV.
c. Reaksi : Yaitu tingkah laku atau perubahan sikap setelah menonton
tayangan “Stand Up Comedy” di Metro TV.
2. Variabel Tayangan Stand Up Comedy
a. Waktu penayangan, jadwal penayangan suatu program
acara. Waktu penayangan Stand Up Comedy yaitu setiap hari Rabu pukul 22.30-23.00
WIB.
b. Frekuensi Menonton, tingkat keseringan audiens menonton
acara Stand Up Comedy.
c. Kredibitas Comic, yaitu seberapa piawainya seorang comic
dalam berstand up comedy hingga audiens terpukau dengan penampilan comic
tersebut.
d. Tema Pilihan, merupakan materi yang di bawakan oleh
seorang comic mengenai tema fenomena sosial yang terjadi di sekitar.
e. Setting acara, merupakan lokasi, bentuk panggung dan
3. Karakteristik Responden
a. Jenis Kelamin : Jenis kelamin dari responden (pria/wanita).
b. Usia : Usia responden
c. Jurusan : jurusan bidang akademis mahasiswa
BAB II
URAIAN TEORITIS II.1 Komunikasi
Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari bahasa
latin, yaitu communicatio dan bersumber dari kata communis yang berarti sama, sama disini
maksudnya adalah sama makna (Effendy, 2003:9), jadi, kalau ada dua orang terlibat
komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau
berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang diperbicarakan. Kesamaan
bahasa yang dipergunakan dalam percakapan itu belum tentu menimbulkan kesamaan makna.
Dengan kata lain, mengerti bahasanya saja belum tentu mengerti makna yang dibawakan oleh
bahasa itu. Jelas bahwa perbincangan kedua orang tadi dapat dikatakan komunikatif apabila
kedua-duanya selain mengerti bahasa yang digunakan, juga mengerti makna dari bahan yang
diperbincangkan.
Pengertian komunikasi yang dipaparkan diatas sifatnya sariah (memiliki makna yang
sama), dalam arti kata bahwa komunikasi itu minimal harus mengandung kesamaan makna
antara dua pihak yang terlibat. Dikatakan minimal karena kegiatan komunikasi tidak hanya
informatif, yakni agar orang lain mengerti, tetapi juga persuasif, yaitu agar orang lain
bersedia menerima paham atau keyakinan, melakukan kegiatan atau perbuatan, dan lain-lain
(Effendy, 2003:9).
Dari uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa sebuah komunikasi yang efektif
adalah komunikasi yang berhasil melahirkan kebersamaan (commonness); kesepahaman
antara sumber (source) dengan penerima (audiens/receiver). Sebuah komunikasi akan
benar-benar efektif apabila audiens menerima pesan, pengertian, dan lain-lain yang sama seperti
Wilbur Schram menampilkan apa yang ia sebut “The Condition of success in
communication”, (Effendy, 2003) yakni kondisi yang harus dipenuhi jika kita menginginkan
agar suatu pesan membangkitkan tanggapan yang kita kehendaki. Kondisi tersebut dapat
dirumuskan sebagai berikut (Effendy, 2003:36) :
1. Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga dapat menarik
perhatian komunikan.
2. Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman yang sama
antara komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama mengerti.
3. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan menyarankan
beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut.
4. Pesan harus menyampaikan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi yang layak
bagi situasi kelompok di mana komunikan berada pada saat ia digerakkan untuk
memberikan tanggapan yang dikehendaki.
Harold D. Laswell menyebutkan hal yang menyebabkan manusia berkomunikasi,
yaitu : (Werner J. Severin & James, 2005:146)
1. Hasrat manusia untuk mengontrol lingkungannya
2. Upaya manusia untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya
3. Upaya untuk melakukan transformasi warisan sosial
Jika dilihat dari definisi komunikasi yang telah diuraikan sebelumnya, maka pada
dasarnya komunikasi dapat dilihat dari berbagai dimensi yakni sebagai proses, sebagai
simbolik, sebagai sistem dan sebagai multi-dimensional. Maka tidak heran bila komunikasi
juga mempunyai tujuan yang sangat universal. Tujuan dari sebuah proses komunikasi yaitu :
1. Untuk mengubah sikap (to change the attitude)
2. Untuk mengubah persepsi, pendapat dan pandangan (to change the perception)
4. Untuk mengubah masyarakat (to change the society)
Harold D Laswell dalam karyanya “The Structure and Fuction of Communication in
Society” mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi adalah menjawab
pertanyaan sebagai berikut : Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?
(Darwanto, 2007:10). Paradigma Laswell diatas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi
lima unsur sebagai pertanyaan yang diajukan itu, yaitu :
1. Komunikator
2. Pesan
3. Media
4. Komunikan
5. Efek
Jadi berdasarkan paradigma Laswell tersebut, komunikasi adalah proses penyampaian
pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.
II.1.1 Proses Komunikasi
Proses komunikasi pada hakekatnya adalah proses penyampaian pikiran (gagasan,
persepsi, informasi) atau perasaan (keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kemarahan, dan lain
sebagainya) oleh seorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Proses komunikasi
terbagi menjadi dua tahap, yakni secara primer dan sekunder (Effendy,2003:11).
a. Proses Komunikasi Secara Primer
Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan
seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang atau simbol sebagai media.
Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, isyarat, gambar,
warna, dan lain sebagainya yang secara langsung mampu menerjemahkan pikiran atau
dalam komunikasi karena hanya bahasa lah yang mampu “menerjemahkan”pikiran seseorang
kepada orang lain, apakah itu berbentuk ide, informasi, atau persepsi.
Wilbur Schramm, seorang ahli komunikasi dalam karyanya “Communication
Research in United States” mengatakan bahwa komunikasi akan berhasil apabila pesan yang
akan disampaikan oleh komunikator sesuai dengan kerangka acuan (frame of reference),
yakni panduan pengalaman dan pengertian (collection of experiences and meanings) yang
diperoleh komunikan (Effendy, 2003:13).
b. Proses Komunikasi Secara Sekunder
Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang
kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah
memakai lambang sebagai media utama.
Pentingnya peranan media sekunder dalam proses komunikasi disebabkan oleh
efisiensinya dalam mencapai komunikan. Surat kabar, radio, atau televisi misalnya
merupakan media yang efisien dalam mencapai komunikan dalam jumlah yang cukup
banyak. Karena proses komunikasi sekunder ini adalah sambungan dari komunikasi primer
untuk menembus ruang dan waktu, maka dalam menata lambang-lambang untuk
memformulasikan isi pesan komunikasi. Komunikator harus mempertimbangkan ciri-ciri atau
sifat media yang akan digunakan. Hal ini didasari oleh pertimbangan mengenai siapa
komunikan yang akan dituju. Komunikan media surat, poster, atau papan pengumuman akan
berbeda dengan komunikan surat kabar, radio, televisi dan film. Dengan demikian proses
komunikasi secara sekunder itu menggunakan media yang dapat dikalsifikasikan sebagai
II.2 Komunikasi Massa
Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa (media
cetak dan elektronik). Antara lain media elektronik (televisi, radio), media cetak (surat kabar,
majalah, tabloid), buku dan film. Dengan demikian media massa adalah alat-alat dalam
komunikasi yang bisa menyebarkan pesan secara serempak, cepat, kepada audiens yang luas
dan heterogen. Bahkan media massa mampu menyebarkan pesan pada waktu yang serempak
(Ardianto, 2004:2).
Definisi komunikasi masssa yang paling sederhana dikemukakan oleh Bittner, yaitu : Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah
besar orang (mass communication is messages communicated through a mass medium to a
large number of people). Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi massa itu harus menggunakan media massa (Ardianto, 2004:3).
Definisi komunikasi massa yang lebih rinci dikemukakan oleh ahli komunikasi lain,
yaitu Gebner, komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi
dan lembaga dari arus pesan yang berkesinambungan serta paling luas dimiliki orang dalam
masyarakat industri (Ardianto, 2004:4). Sementara itu, menurut Jay Black dan Frederick C,
disebutkan bahwa komunikasi massa adalah sebuah proses dimana pesan-pesan yang
diproduksi secara massa/ tidak sedikit itu disebarkan kepada massa penerima pesan yang
luas, anonim, dan heterogen (Nurudin, 2004:12). Luas disini berarti lebih besar dari pada
sekedar kumpulan orang yang berdekatan secara fisik, sedangkan anonim berarti individu
yang menerima pesan cenderung asing satu sama lain, dan heterogen berarti pesan yang
dikirimkan kepada orang-orang dari berbagai macam status, pekerjaan, dan jabatan dengan
karakteristik yang berbeda satu sama lain dan bukan penerima pesan yang homogen.
Berdasarkan pengertian tentang komunikasi massa yang sudah dikemukakan oleh
para ahli komunikasi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi massa adalah
penyampaian informasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak (komunikan) heterogen
dan anonim sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak.
II.2.1 Ciri-Ciri Komunikasi Massa
Melalui definisi-definisi komunikasi massa tersebut, kita dapat mengetahui cirri-ciri
komunikasi massa. Menurut Nurudin dalam bukunya Pengantar Komunikasi Massa
(2006:19-32), ciri-ciri dari komunikasi massa adalah :
1. Komunikator dalam Komunikasi Massa Melembaga
Komunikator dalam komunikasi massa bukan satu orang, tetapi kumpulan orang. Artinya gabungan antar berbagai macam unsur dan bekerja sama satu sama lain dalam sebuah lembaga.
Dengan demikian, komunikator dalam komunikasi massa setidak-tidaknya mempunyai ciri sebagai berikut : (1) kumpulan individu, (2) dalam komunikasi individu-individu itu terbatasi perannya dengan sistem dalam media massa, (3) pesan yang disebarkan atas nama media yang bersangkutan dan bukan atas nama pribadi unsur-unsur yang terlibat, (4) apa yang dikemukakan oleh komunikator biasanya untuk mencapai keuntungan atau mendapatkan laba secara ekonomis.
2. Komunikasi dalam Komunikasi Massa Bersifat Heterogen
Komunikan dalam komunikasi massa sifatnya heterogen/ beragam. Herbert Blumer
pernah memberikan cirri tentang karakteristik audiens/ komunikan sebagai berikut :
(Nurudin, 2006:38).
a. Audiens dalam komunikasi massa sangatlah heterogen. Artinya Audiens mempunyai heterogenitas komposisi atau susunan.
b. Berisi individu-individu yang tidak tahu atau mengenal satu sama lain.
c. Mereka tidak mempunyai kepemimpinan atau organisasi formal.
3. Pesannya Bersifat Umum
Pesan-pesan dalam komunikasi massa tidak ditujukan kepada kepada khalayak yang plural. Oleh karena itu, pesan-pesan yang dikemukakan pun tidak boleh bersifat khusus. Khusus disini, artinya pesan memang tidak disengaja untuk golongan tertentu.
4. Komunikasinya Berlangsung Satu Arah
Pada media massa, komunikasi hanya berjalan satu arah. Hal ini dikarenakan media massa adalah lembaga dan komunikasi dalam media massa adalah sebuah proses.
5. Komunikasi Massa Menimbulkan Keserempakan
Salah satu ciri komunikasi massa selanjutnya adalah keserempakan dalam proses penyebaran pesannya. Serempak berarti khalayak bisa menikmati media massa tersebut secara bersamaan.
6. Komunikasi Massa Mengandalkan Peralatan Teknis
Televisi disebut media massa yang kita bayangkan saat ini tidak terlepas dari pemancar. Apalagi dewasa ini telah terjadi revolusi komunikasi massa dengan perantaraan satelit. Peran satelit akan memudahkan proses pemancaran pesan yang dilakukan media elektronik seperti televisi. Bahkan saat ini sudah sering televisi melakukan siaran langsung (live) dan bukan siaran yang direkam (recorded).
Gatekeeper adalah orang yang sangat berperan dalam penyebaran informasi melalui
media massa. Gatekeeper ini berfungsi sebagai orang yang ikut menambah atau
mengurangi, menyederhanakan, mengemas agar semua informasi yang disebarkan lebih mudah dipahami.
Gatekeeper sangat menentukan berkualitas atau tidaknya informasi yang akan disebarkan. Baik buruknya dampak pesan yang disebarkan pun tergantung pada fungsi penapisan informasi atau pemalangan pintu ini.
II.2.2 Fungsi Komunikasi Massa
Disamping memiliki ciri-ciri khusus, komunikasi massa juga mempunyai fungsi bagi
masyarakat. Adapun fungsi komunikasi massa menurut Dominick yang dikutip Ardianto dkk
dalam bukunya “Komunikasi Massa dan Pengantar Komunikasi Massa” (2004:16-17) adalah
sebagai berikut :
a. Surveillance (Pengawasan)
Fungsi pengawasan komunikasi massa dibagi dalam bentuk (1) pengawasan
peringatan; (2) pengawasan instrumental. Fungsi pengawasan peringatan terjadi
ketika media massa menginformasikan tentang ancaman dari angin topan, meletusnya
gunung berapi, kondisi efek yang memprihatinkan, tayangan inflasi atau adanya
serangan militer. Peringatan ini dapat serta merta menjadi ancaman. Sebuah stasiun
televisi mengelola program untuk menayangkan sebuah peringatan. Sebuah surat
kabar secara berkala memuat bahaya polusi udara dan pengangguran. Kendati banyak
informasi yang menjadi peringatan dan ancaman serius bagi masyarakat yang dimuat
oleh media, banyak pula orang yang tidak mengetahui tentang ancaman tersebut.
Sedangkan fungsi pengawasan instrumental adalah penyampaian atau
penyebaran informasi yang memiliki kegunaan atau dapat membantu khalayak dalam
kehidupan sehari-hari. Berita tentang film apa yang sedang dimainkan di bioskop,
bagaimana harga-harga saham di bursa efek, produk-produk baru, ide-ide tentang
b. Interpretation (Penafsiran)
Fungsi penafsiran hampir mirip dengan fungsi pengawasan. Media massa
tidak hanya memasok fakta dan data, tetapi juga memberikan penafsiran terhadap
kejadian-kejadian penting. Organisasi atau industri media memilih dan memutuskan
peristiwa-peristiwa yang dimuat atau ditayangkan. Tujuan penafsiran media ingin
mengajak para pembaca atau pemirsa untuk memperluas wawasan dan membahasnya
lebih lanjut dalam komunikasi antarpribadi atau komunikasi kelompok.
c. Lingkage (Pertalian)
Media massa dapat menyatukan anggota masyarakat yang beragam, sehingga
membentuk lingkage (pertalian) berdasarkan kepentingan dan minat yang sama
tentang sesuatu.
d. Transmission of Values (Penyebaran Nilai-Nilai)
Fungsi penyebaran nilai tidak kentara. Fungsi ini juga disebut sosialisasi.
Sosialisasi mengacu kepada cara, dimana individu mengadopsi prilaku dan nilai
kelompok. Media massa yang mewakili gambaran masyarakat itu ditonton, didengar,
dan dibaca. Media massa memperlihatkan kepada kita bagaimana mereka bertindak
dan apa yang diharapkan mereka. Dengan perkataan lain, media mewakili kita dengan
model peran yang kita amati dan harapan untuk menirunya.
Televisi sangat berpotensi untuk terjadinya sosialisasi (penyebaran nilai-nilai)
pada anak muda, terutama anak-anak yang telah melampaui usia 16 tahun, yang
banyak menghabiskan banyak waktunya menonton televisi dibandingkan kegiatan
lainnya, kecuali tidur. Beberapa pengamat memperingatkan kemungkinan terjadinya
disfungsi jika televisi menjadikan salurannya terutama untuk sosialisasi (penyebaran
membentuk sosialisasi bagi anak muda yang menontonnya, yang membuat anak muda
berpikir bahwa metode kekerasan adalah wajar dalam memecahkan persoalan hidup.
e. Entertainment (Hiburan)
Penyiaran drama, tarian, kesenian, sastra, music, olah raga, permainan, melalui
isyarat-isyarat, lambing-lambang, suara, dan gambar, bertujuan untuk menciptakan
kesenangan yang bersifat hiburan. Melalui berbagai macam program acara yang
ditayangkan televisi, khalayak dapat memperoleh hiburan yang dikehendakinya.
Fungsi menghibur dari komunikasi massa tidak lain tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan pikiran khalayak, karena dengan melihat berita-berita ringan
atau melihat tayangan-tayangan hiburan di televisi dapat membuat pikiran khalayak
segar kembali.
II.3 Model Teori S-M-C-R
Model teori S-M-C-R adalah singkatan dari istilah-istilah S singkatan dari source
yang berarti sumber atau komunikator, M singkatan dari message yang berarti pesan, C
singkatan dari channel yang berarti saluran atau media, sedangkan R singkatan dari receiver
yang berarti penerima atau komunikan.
Komponen tersebut menurut Edward Sappir mengandung dua pengertian, yakni primer
dan sekunder. Media sebagai saluran primer adalah lambing, misalnya bahasa, kial (gesture),
gambar atau warna, yaitu lambang-lambang yang dipergunakan khusus dalam komunikasi
tatap muka (face to face communication), sedangkan media sekunder adalah media yang
berwujud, baik media massa misalnya, surat kabar, radio, televisi, maupun media massa
lainnya seperti surat, telepon, atau poster.
Jadi komunikator pada komunikasi tatap muka hanya menggunakan satu media, misalnya
komunikator seperti wartawan, penyiar, atau reporter menggunakan dua media, yakni media
primer dan media sekunder, jelasnya bahasa dan sarankan yang ia operasikan. Secara
sederhana, teori ini mengemukakan bahwa proses komunikasi akan terjadi apabila seseorang
menyampaikan pesan melalui saluran kepada komunikan.
II.4 TELEVISI
II.4.1 Sejarah Televisi
Pada hakikatnya, media televisi lahir karena perkembangan teknologi. Bermula dari
ditemukannya electrische teleskop sebagai perwujudan gagasan seorang mahasiswa dari
Berlin (Jerman Timur) yang bernama Paul Nipkov, menemukan sistem penyaluran sinyal
gambar, untuk mengirim gambar melalui udara dari suatu tempat ke tempat yang lain. Sistem
ini dianggap praktis, sehingga diadakan percobaan pemancaran serta penerimaan sinyal
televisi tersebut. Hal ini terjadi antara tahun 1883-1884. Akhirnya Nipkov diakui sebagai
‘Bapak’ televisi (Werner J. Severin & James, 2005:420).
Televisi sudah mulai dapat dinikmati oleh publik Amerika Serikat pada tahun 1939,
yaitu ketika berlangsungnya World’s Fair di New York Amerika Serikat, tetapi Perang Dunia
II telah menyebabkan kegiatan dalam bidang televisi itu terhenti. Baru setelah itu, tahun 1946
kegiatan dalam bidang televisi dimulai lagi. Pada waktu itu diseluruh Amerika Serikat hanya
terdapat beberapa buah pemancar saja, tetapi kemudian teknologi berkembang dengan pesat,
jumlah pemancar TV meningkat dengan hebatnya. Tahun 1948 merupakan tahun penting
dalam dunia pertelevisian, karena pada tahun tersebut ada perubahan dari televisi eksperimen
ke televisi komersial di Amerika.
Seperti halnya dengan media massa lain, televisi pun tidak dapat dimonopili oleh
Amerika Serikat saja. Sewaktu Amerika giat mengembangkan media massa itu,
dari waktu ke waktu media ini memiliki dampak terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari.
Menurut Skormis dalam bukunya “Television and Society :An Incuest and Agenda”,
dibandingkan dengan media massa lainnya (radio, surat kabar, majalah, buku, dan
sebagainya). Televisi tampaknya mempunyai sifat istimewa. Televisi merupakan gabungan
dari media dengar dan gambar yang bisa bersifat informatif, hiburan, dan pendidikan, atau
bahkan gabungan dari ketiga unsur tersebut. Informasi yang disampaikan oleh televisi, akan
mudah dimengerti karena jelas terdengar secara audio dan terlihat secara visual (Kuswandi,
1996:8).
II.4.2 Perkembangan Televisi di Indonesia
Media televisi di Indonesia bukan lagi sebagai barang mewah. Kini media layar kaca
tersebut sudah menjadi salah satu barang kebutuhan pokok bagi kehidupan masyarakat untuk
mendpatkan informasi. Dengan kata lain, informasi sudah merupakan bagian dari hak
manusia untuk aktualisasi diri. Kegiatan penyiaran televisi di Indonesia dimulai pada tanggal
24 Agustus 1962, bertepatan dengan dilangsungkannya pembukaan pesta olah raga se-Asia
IV atau Asean Games di Senayan. Sejak itu pula Televisi Republik Indonesia yang disingkat
TVRI dipergunakan sebagai panggilan status sampai sekarang. Selama tahun 1962-1963
TVRI berada di udara rata-rata satu jam sehari dengan segala kesederhanaannya.
TVRI yang berada di bawah Departemen Penerangan, kini siarannya sudah dapat
menjangkau hampir seluruh rakyat Indonesia. Sejak tahun 1989 TVRI mendapat saingan dari
stasiun TV lainnya, yakni (RCTI) Rajawali Citra Televisi Indonesia yang bersifat komersial.
Kemudian secara berturut-turut berdiri stasiun televisi (SCTV) Surya Citra Televisi
Indonesia, (TPI) Televisi Pendidikan Indonesia dan (ANTV) Andalas Televisi (Ardianto,
2004:127). Dengan kehadiran RCTI, SCTV, dan TPI yang sekarang sudah mengganti nama
baik dalam hal mutu siarannya maupun waktu penayangannya. Untuk lebih meningkatkan
mutu siarannya pada pertengahan tahun 1993, RCTI telah mengudara secara nasional dan
membangun beberapa stasiun transmisi di berbagai kota besar di Indonesia, seperti : Jakarta,
Bandung, Surabaya, Medan, Batam, dan daerah-daerah lain. Kemudian stasiun televisi swasta
bertambah lagi dengan kehadiran Indosiar, Trans TV, Trans 7, Global TV, Metro TV, dan TV
One.
II.4.3 Daya Tarik Televisi
Televisi mempunyai daya tarik yang kuat. Jika radio mempunyai daya tarik yang kuat
disebabkan unsur kata-kata, music, dan sound effect, maka TV selain ketiga unsur tersebut
juga memiliki unsur visual berupa gambar, dan gambar ini bukan gambar mati, melainkan
gambar hidup yang mampu menimbulkan kesan mendalam pada pemirsa. Daya tarik ini
selain melebihi radio, juga melebihi film bioskop, sebab segalanya dapat dinikmati di rumah
dengan aman dan nyaman. Selain itu, TV juga dapat menyajikan berbagai program lainnya
yang cukup variatif dan menarik untuk dinikmati masyarakat (Effendy, 2002:177).
II.4.4 Keunggulan Televisi.
Menurut dr. A Alatas Fahmi dalam bukunya ”Bersama Televisi Merenda Wajah
Bangsa” (1997: 30-31), televisi sebagai media komunikasi modern memiliki
keunggulan-keunggulan yang dapat dilihat dari dua sisi, yaitu :
a. Keunggulan pragmatis.
Keunggulan ini lebih menyangkut aspek isi yang disajikan oleh televisi yakni meliputi :
• Menyangkut isi dan bentuk, media televisi meskipun direkayasa mampu membedakan
• Menyangkut hubungan dengan khalayaknya, media televisi mempunyai khalayak
yang tetap, memerlukan keterlibatan tanpa perhatian sepenuhnya dan intim.
• Media televisi memiliki tokoh berwatak sedang media lain memiliki bintang yang
direkayasa.
b. Keunggulan teknologis.
Keunggulan ini menyangkut aspek kemampuan teknologi komunikasi meliputi :
• Mampu menjangkau wilayah yang sangat luas dalam waktu bersamaan, sehingga
dapat menghantarkan secara langsung suatu peristiwa di suatu tempat ke berbagai
tempat lain yang berjarak sangat jauh.
• Mampu menciptakan suasana yang bersamaan di berbagai wilayah jangkauannya dan
mendorong khalayaknya memperoleh informasi dan melakukan interaksi secara
langsung.
Televisi juga mempunyai keunggulan untuk menghidupkan imajinasi khalayak keluar
ke dunia nyata. Melalui program-program siaran yang ditayangkan, media televisi mampu
memunculkan fantasi dari angan-angan khalayak secara nyata dan kontekstual. Ini
membuktikan bahwa sebagai salah satu bentuk media massa, televisi mempunyai pengaruh
yang kuat terhadap pemirsanya (Bungin, 2001:53).
II.5 Hiburan
II.5.1 Pengertian hiburan
Hiburan disini diartikan sebagai pemenuhan hiburan di masyarakat. Hiburan diartikan
sebagai semua macam atau jenis keramaian, pertunjukan atau permainan atau segala bentuk
usaha yang dapat dinikmati oleh setiap orang dengan nama dan dalam bentuk apapun, dimana
Pengertian hiburan mencakup hal luas, yang dapat menimbulkan perasaan senang,
terhibur atau hal-hal yang menyenangkan bagi diri manusia dalam bentuk :keramaian,
pertunjukan, permainan, bentuk usaha yang dapat dinikmati serta dapat menimbulkan rasa
terhibur bagi setiap orang (http://jakarta.go.id).
Tidak dapat dipungkiri bahwa hiburan memang tidak pernah lepas dari kehidupan kita
sehari-hari. Selama ini hiburan seringkali diartikan secara sempit, seperti nonton film atau
nonton konser, asalkan sifatnya bisa menghibur dan dapat dikatakan sebagai hiburan.
Hiburan juga dapat diartikan sebagai salah satu aktivitas yang bisa kita lalukan.
Artinya, hiburan juga bisa membantu kita member semangat sebelum kita mengerjakan
kembali aktivitas sehari-hari.
Saat ini dunia hiburan di televisi lebih banyak didominasi oleh hiburan yang bersifat
komedi. Acara komedi merupakan salah satu sarana hiburan yang dapat melepas rasa jenuh
khalayak dalam aktivitasnya sehari-hari. Seperti halnya tayangan “Stand Up Comedy” di
Metro TV merupakan tayangan komedi yang bersifat menghibur sekaligus memberikan
penambahan pengetahuan wawasan kepada audiensnya.
II.5.2 Fungsi Hiburan
Fungsi hiburan pada zaman ini untuk media elektronik menduduki posisi yang paling
tinggi dibandingkan dengan fungsi-fungsi yang lain. Masalahnya, masyarakat kita masih
menjadikan televisi sebagai media hiburan sekaligus sarana untuk berkumpul bersama
keluarga.
Dalam sebuah keluarga, televisi bisa sebagai perekat keintiman keluarga itu sendiri,
karena masing-masing anggota keluarga mempunyai kesibukan sendiri-sendiri, misalnya
suami dan istri kerja seharian, sedangkan anak-anak sekolah. Setelah kelelahan dengan