• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Asma Pada Anak Usia 6-7 Tahun Di Semarang Dengan Analisis Regresi Logistik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penentuan Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Asma Pada Anak Usia 6-7 Tahun Di Semarang Dengan Analisis Regresi Logistik"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

RINGKASAN

DALE HABIBY. Penentuan Faktor Risiko yang Mempengaruhi Asma pada Anak Usia 6-7 Tahun di Semarang dengan Analisis Regresi Logistik. Dibimbing oleh Bunawan Sunarlim dan Aam Alamudi.

Dalam 30 tahun terakhir terjadi peningkatan prevalensi asma terutama di negara-negara maju. Di Indonesia, penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner ISAAC (International Study on Asthma and Allergy in Children) tahun 1995 menunjukkan, prevalensi asma masih 2.1%, yang meningkat tahun 2003 menjadi 5.2%. Kenaikan ini tentu saja perlu upaya pencegahan agar prevalensi asma tetap rendah. Penyebab asma belum diketahui secara pasti sehingga pengobatan asma sampai sejauh ini baru pada tahap mengendalikan gejala. Maka sangat penting untuk lebih fokus pada mencari faktor risiko yang berperan terhadap terjadinya asma. Penelitian ini menggunakan data hasil survei yang telah dilakukan oleh mahasiswa FK UNDIP RS DR Kariadi Semarang. Mengingat peubah respon (status asma) yang digunakan bersifat biner (dikhotom), maka digunakan regresi logistik untuk menganalisis faktor risiko asma.

(2)

PENENTUAN FAKTOR RISIKO YANG

MEMPENGARUHI ASMA PADA ANAK USIA 6-7 TAHUN

DI SEMARANG DENGAN ANALISIS REGRESI LOGISTIK

DALE HABIBY

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

RINGKASAN

DALE HABIBY. Penentuan Faktor Risiko yang Mempengaruhi Asma pada Anak Usia 6-7 Tahun di Semarang dengan Analisis Regresi Logistik. Dibimbing oleh Bunawan Sunarlim dan Aam Alamudi.

Dalam 30 tahun terakhir terjadi peningkatan prevalensi asma terutama di negara-negara maju. Di Indonesia, penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner ISAAC (International Study on Asthma and Allergy in Children) tahun 1995 menunjukkan, prevalensi asma masih 2.1%, yang meningkat tahun 2003 menjadi 5.2%. Kenaikan ini tentu saja perlu upaya pencegahan agar prevalensi asma tetap rendah. Penyebab asma belum diketahui secara pasti sehingga pengobatan asma sampai sejauh ini baru pada tahap mengendalikan gejala. Maka sangat penting untuk lebih fokus pada mencari faktor risiko yang berperan terhadap terjadinya asma. Penelitian ini menggunakan data hasil survei yang telah dilakukan oleh mahasiswa FK UNDIP RS DR Kariadi Semarang. Mengingat peubah respon (status asma) yang digunakan bersifat biner (dikhotom), maka digunakan regresi logistik untuk menganalisis faktor risiko asma.

(4)

PENENTUAN FAKTOR RISIKO YANG

MEMPENGARUHI ASMA PADA ANAK USIA 6-7 TAHUN

DI SEMARANG DENGAN ANALISIS REGRESI LOGISTIK

DALE HABIBY

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada Departemen Statistika

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul : Penentuan Faktor Risiko yang Mempengaruhi Asma pada Anak Usia 6-7 Tahun di Semarang dengan Analisis Regresi Logistik

Nama : Dale Habiby NRP : G03400015

Menyetujui,

Pembimbing I

Ir. Bunawan Sunarlim, MS NIP. 130.367.088

Pembimbing II

Ir. Aam Alamudi, MSi NIP. 131.950.980

Mengetahui,

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S NIP. 131.473.999

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari Ayah Solichin dan Ibu Sri Redjeki. Tahun 2000 penulis lulus dari SMU Negeri 4 Semarang, dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dengan memilih Departemen Statistika, Falkultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

(7)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini yang berjudul ”Penentuan Faktor Risiko yang Mempengaruhi Asma pada Anak Usia 6-7 Tahun di Semarang dengan Analisis Regresi Logistik. Dengan penuh hormat penulis menyatakan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ir. Bunawan Sunarlim, MS selaku pembimbing pertama dan Ir. Aam Alamudi, MSi selaku pembimbing kedua atas segala bantuan, saran, serta kesediaannya telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis, berdiskusi dengan penulis, dan memberikan banyak masukkan kepada penulis.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ayah, Bunda, dan seluruh keluargaku. Terima kasih atas segala doa, kasih sayang, dan pengorbanan yang telah diberikan kepada penulis selama ini

2. dr. Yetty Movieta Nency, SpA yang telah memberikan bimbingan, arahan, motivasi, dan saran selama pelaksanaan penelitian.

3. Arie Wijayanto (terima kasih atas pinjaman motor dan printernya), Sumarno, Koko, Genta (terima kasih atas sumbangan musik tiap pagi, sore, dan malam), Mas Andree, Riverside Boys, anak-anak SB atas-bawah, Mas Heru (terima kasih atas Doanya).

4. Anak-anak Vilbar, terima kasih atas bantuan untuk kelancaran penulis. 5. Rekan RiverSoft (Jhonie ), terima kasih atas proyek perdanaku.

6. Tidak lupa kepada Komar, Syamsul, Dudi, Firman, Ali, Didik, Paras, Ivan, Heni, Farid dan seluruh temen-temen Statistika 37, terima kasih atas kebersamaannya.

7. Anak nongkrong Semarang: Gufron, Sulis, Hazil, terima kasih atas kebersamaan dengan penulis selama berada di Semarang.

8. Kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam segala hal, yang tidak dapat penulis cantumkan satu persatu.

Terlepas dari segala kekurangan yang ada, semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2005

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 1

TINJAUAN PUSTAKA ... 1

Alergi ... 1

Regresi Logistik ... 1

BAHAN DAN METODE... 3

Bahan ... 3

Metode ... 4

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 4

Deskripsi Responden... 4

Analisis Regresi Logistik ... 5

KESIMPULAN ... 8

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Tabel 1. Karakteristik murid SD di Semarang ... 4

2. Tabel 2. Hasil analisis regresi logistik model penuh ... 5

3. Tabel 3. Hasil analisis regresi logistik model terreduksi dengan lima peubah bebas ... 6

4. Tabel 4. Hasil analisis regresi logistik model terreduksi dengan empat peubah bebas ... 6

5. Tabel 5. Nilai odds rasio regresi logistik ... 7

DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Gambar 1. Grafik Prevalensi asma anak usia 6-7 tahun di Semarang ... 4

(10)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peningkatan teknologi dan sosial ekonomi akhir-akhir ini berdampak terhadap prevalensi serta derajat beratnya penyakit asma pada beberapa negara di dunia. Walaupun penanggulangannya dengan pengobatan anti alergi telah dilakukan dengan efektif.

Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, angka prevalensinya bervariasi secara mencolok di berbagai negara. Hal ini disebabkan karena pendekatan diagnosa yang berbeda, sehingga hasilnya sulit dibandingkan. Untuk mengatasi hal ini telah banyak dilakukan penelitian prevalensi asma dan alergi dengan menggunakan kuesener standar internasional atau yang dikenal International Study Ashma and Allergies in Childhood (ISAAC). Dari penelitian yang telah dilakukan, kebanyakan digunakan untuk mengukur besarnya angka prevalensi di berbagai negara. Sehingga faktor-faktor yang bertanggung jawab terhadap masalah tersebut masih belum jelas.

Penelitian ini mendefinisikan anak yang terserang asma, yaitu anak yang pernah mengalami mengi atau nafas berbunyi “ngik” dan telah diketahui oleh orang tuanya bahwa anak tersebut terkena asma, sedangkan anak yang tidak terkena asma adalah anak yang tidak pernah mengalami mengi dan telah diketahui oleh orang tuanya bahwa anak tersebut tidak pernah menderita asma.

Karena peubah respon dikhotom, maka pada penelitian ini digunakan analisis regresi logistik. Diharapkan dengan metode ini dapat diperoleh dengan jelas faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan prevalansi asma pada anak usia 6-7 tahun di Semarang.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasikan faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko alergi asma pada anak usia 6-7 tahun di Semarang.

TINJAUAN PUSTAKA

Alergi

Bilamana organisme atau agen yang berbahaya memasuki tubuh manusia, segera terjadi serangkaian mekanisme pertahanan agar individu itu terlindung dari kerusakan yang mungkin terjadi. Mekanisme pertahanan ini

mempunyai kemampuan untuk mengenali dan menghadapi berbagai unsur asing dari tubuh namun tidak sampai menyerang unsur-unsur tubuh pokok. Jika individu mengulangi kontaknya dengan alergen yang atau serupa akan menyebabkan terjadinya reaksi pelepasan substansi oleh sel tubuh khusus yang menimbulkan gejala dan penyakit yang khas seperti asma, eksim, rhinitis, dan sebagainya. Reaksi inilah yang menyebabkan alergi pada manusia.

Alergi disebabkan oleh anti bodi IgE yang secara spesifik melekatkan dirinya pada sel mast (sel darah putih yang bersirkulasi). Sel mast dalam tubuh manusia ditemukan di paru-paru, saluran pernafasan atas, saluran pencernaan, dan kulit. Sel mast mengandung butiran histamin yang ketika dilepaskan dari sel ini mampu menghasilkan reaksi alergi serta menimbulkan gejala yang spesifik. Pelepasan histamin pada paru-paru akan mengakibatkan reaksi penegangan atau pengerutan saluran pernafasan dan meningkatnya produksi lendir yang dikeluarkan dalam saluran tersebut. Penyempitan ini bisa mengakibatkan salah satu atau gabungan dari berbagai gejala mulai dari batuk, sesak, napas pendek, tersengal-sengal hingga nafas yang berbunyi ”ngik-ngik”. Gejala ini dikenal dengan asma. Di hidung, histamin dapat menyebabkan jumlah mukus yang berlebihan yang bisa menyumbat, menimbulkan pembengkakan lapisan, rasa gatal dan bersin berkali-kali, gejala alergi seperti ini dikenal dengan nama rhinitis. Di kulit, histamin menyebabkan bercak-bercak merah membengkak dan sangat gatal, gejala alergi ini dikenal dengan nama eksim.

Regresi Logistik

Model regresi logistik pada dasarnya adalah model regresi linier yang diterapkan untuk peubah respon biner, nominal, maupun ordinal.

Perbedaan yang lain tercermin pada pemilihan model parametrik dan asumsi-asumsi yang mendasari kedua model. Walaupun demikian prinsip–prinsip pendugaan yang digunakan analisis model regresi logistik sama dengan analisis model regresi linier (Hosmer and Lemeshow, 1989).

Dalam regresi logistik dapat diekspresikan nilai respon Y yang ditentukan oleh variabel x adalah:

ε

π +

= (x)

Y

(11)

Y =0 maka nilai å=-ð(x) dengan peluang 1-ð(x). Maka nilai å memiliki distribusi dengan rataan 0 dan ragam ð(x)(1- ð(x)), dan nilai respon Y akan mengikuti sebaran Bernoulli dengan fungsi peluang:

(

)

y y

y Y

P( = )=π 1−π 1−

dengan Y=0 atau Y=1 dan

π

adalah peluang terjadinya Y=1.

Jika kejadian peubah respon Y berjumlah n, peluang setiap kejadian sama dan setiap kejadian saling bebas dengan yang lain maka Y akan mengikuti sebaran Binomial.

Nilai harapan bersyarat untuk peubah respon Y jika x diketahui, ditunjukkan oleh

) ( ) | 1

(Y x x

p = =π . Maka bentuk model regresi logistik dapat dituliskan sebagai:

( ) ( )x x x g g e e + = 1 ) (

π

Dalam model regresi logistik diperlukan suatu fungsi penghubung logit agar nilai dugaan berada dalam selang [0,1]. Transformasi logit sebagai fungsi dari π(x) adalah sebagai berikut:

p px

x

g β β β

π π = + + + − = .... ) ( 1 ) ( ln )

( 0 1 1

x x x

Jika terhadap p peubah bebas dengan peubah ke-j merupakan peubah kategori dengan k nilai, maka diperlukan peubah boneka sebanyak k-1. Sehingga model transformasi logitnya menjadi:

= + + + + = j k u p p ju

juD x

x g 1 1 1 0 ... )

(x β β β β

dimana:

Xj =peubah bebas ke-j dengan tingkatan kj Kj-1 =peubah boneka

Bju =koefisien peubah boneka u =1,2,….,kj-1

Pendugaan Parameter

Pendugaan parameter dalam model regresi logistik dilakukan dengan menggunakan metode kemungkinan maksimum yaitu dengan menurunkan fungsi kepekatan peluang bersama. Di mana fungsi kepekatan peluang bersamanya ditunjukkan dengan persamaan sebagai berikut:

) | ( ) (

1 i i

n

i f Y y x

l =Π =

=

β

Untuk menduga nilai β dilakukan dengan memaksimumkan nilai logaritma l

( )

β .

)] ( ln[ ) (β l β

L =

{

(

) (

)

}

= − − + = n i i i i

i x y x

y 1 ) ( 1 ln 1 ) (

lnπ π

Nilai dugaan β dapat diperoleh dengan melakukan turunan pertama L

( )

β terhadap

β=0.

Pengujian Parameter

Pengujian terhadap parameter-parameter model dilakukan untuk memeriksa kebaikan model. Uji statistik yang dilakukan adalah dengan menggunakan statistik uji G. Statistik uji G adalah uji rasio kemungkinan maksimum (likelihood ratio test) yang digunakan untuk menguji peranan peubah bebas secara serentak. Rumus umum untuk uji G adalah (Hosmer and Lemeshow, 1989).       − = 1 0 ln 2 L L G dimana

Lo = Nilai likelihood tanpa peubah bebas L1 = Nilai likelihood model penuh dengan hipotesis sebagai berikut:

H0 = â1 = â2 = … = âp

H1 = minimal ada satu nilai âi tidak sama dengan 0

dimana i=1,2,…,p.

Statistik G akan mengikuti mengikuti sebaran ÷2

dengan derajat bebas p. Kriteria keputusan yang diambil adalah, jika G > ÷2

p(á) maka hipotesis nol ditolak.

Uji G juga dapat digunakan untuk memeriksa apakah nilai yang diduga dengan peubah di dalam model lebih baik jika dibandingkan dengan model terreduksi (Hosmer and Lemeshow, 1989).

(12)

dimana j ^

β

merupakan penduga

β

j

) (

^ ^

j

E

S β merupakan penduga galat baku

dari j

^

β . Uji Wald melakukan pengujian terhadap hipotesis :

Ho : âj = 0 H1 : âj

0 dimana j = 1,2,…, p

Uji Wald mengikuti sebaran normal baku dengan kaidah keputusan menolak Ho jika |W| > Zá/2 (Hosmer and Lemeshow, 1989).

Interpretasi Koefisien

Dalam regresi logistik interpretasi koefisien menggunakan rasio odds. Rasio odds adalah suatu alat untuk mengukur asosiasi, sebagaimana menduga seberapa mirip, dekat, memiliki ciri peubah respon (atau tidak mirip, jauh, tidak memilki ciri) untuk suatu hasil pendugaan itu hadir untuk x=1 dibandingkan dengan sesuatu hadir untuk x=0. Dimana x=0 adalah peubah kategori yang menjadi referensinya.

Rasio odds tidak membutuhkan peubah yang menyebar normal dan juga hubungan antar peubah tidak terjadi homocedastic. Dalam model regresi logistik, rasio odds didefinisikan sebagai berikut:

     

= ∧

i

i β

ψ exp

dimana

β

i adalah koefisien dari model regresi logistik. Rasio odds memiliki selang kepercayaan sebagai berikut (Hosmer and Lemeshow, 1989):

( )

 

± ×

i

i Z SEβ

βˆ α ˆ ˆ

exp

2 1

BAHAN DAN METODE

Bahan

Data yang digunakan adalah data hasil survei penelitian alergi anak SD pada bulan Juni 2003 yang diperoleh dari dr. Yetty Movieta Nency, SpA mahasiswa Kedokteran UNDIP Semarang yang sedang melakukan penelitian tentang asma. Satuan unit contoh pada survei ini adalah murid Sekolah Dasar

dari berbagai kecamatan di Semarang yang memenuhi kriteria inklusi, yaitu murid Sekolah Dasar usia 6-7 tahun, mendapat ijin dari orang tua, dan orang tua bersedia mengisi kuesioner penelitian. Jumlah murid yang dianalisis dalam penelitian ini sebanyak 1070 murid Sekolah Dasar.

Peubah yang diamati adalah keberadaan asma (Y=1 jika terdapat alergi asma, dan Y=0 jika tidak ada alergi asma). Peubah-peubah bebas yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Peubah rancangan jenis kelamin (JK) Jenis Kelamin (1)

Laki-laki 1

Perempuan 0

2. Peubah rancangan jenis serangga (SRG)

Jenis Serangga (1) (2) (3)

Lainnya 1 0 0

Tungou 0 1 0

Lalat 0 0 1

Kecoa 0 0 0

3. Peubah rancangan tingkat pendidikan ibu (PDDK_IBU)

Tingkat Pendidikan Ibu (1) (2) (3) Sekolah Dasar 1 0 0 SMP atau sejenisnya 0 1 0 SMU atau sejenisnya 0 0 1 Perguruan Tinggi 0 0 0

4. Peubah rancangan frekuensi bus/truk yang melintas di depan rumah. (BUS/TRUK)

Frekuensi bus/truk (1) (2) (3) Hampir sepanjang hari 1 0 0 Sering sekali 0 1 0

Jarang 0 0 1

Tidak pernah 0 0 0

5. Peubah rancangan pemberian asi pada anak. (ASI)

Pemberian asi (1)

Ya 1

Tidak 0

6. Peubah rancangan memelihara kucing/anjing (HEWAN)

Memelihara kucing/anjing (1)

Pernah 1

(13)

7. Peubah rancangan tempat tidur (TMP_TDR) Tempat tidur (1) (2)

Kasur 1 0

Lainnya 0 1

Busa 0 0

8. Peubah rancangan alat pembersih yang digunakan di rumah (ALAT).

Alat pembersih di rumah (1) (2)

Sapu 1 0

Penyedot debu 0 1

Dilap/ dipel 0 0

9. Peubah rancangan riwayat alergi Orang tua (RIWAYAT)

Riwayat alergi (1) (2) (3)

Ibu 1 0 0

Ayah 0 1 0

Keduanya 0 0 1

Tidak keduanya 0 0 0

10. Peubah rancangan pernah menderita Rhinitis (RHINITIS).

Rhinitis (1)

Ya 1

Tidak 0

11. Peubah rancangan pernah menderita Eksim (EKSIM)

Eksim (1)

Ya 1

Tidak 0

Metode

Dalam melakukan analisis data pada penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu: 1.Analisis eksploratif pada data yang akan

digunakan.

2.Pendugaan parameter dengan membuat model regresi logistik.

3.Pengujian parameter secara serentak dengan menggunakan Uji-G dan statistika Uji-Wald untuk melihat pengaruh masing-masing peubah bebas terhadap peubah respon. 4.Mereduksi peubah-peubah bebas yang tidak

signifikan terhadap peubah respon.

5.Lakukan kembali langkah pada no.2 untuk mendapatkan model yang lebih baik dengan peubah bebas yang signifikan berpengaruh terhadap peubah respon.

6.Interpretasi koefisien model regresi logistik Software yang digunakan dalam penelitian ini adalah SAS 8 dan SPSS 11.5.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Rerponden

Persentase jumlah penderita alergi asma di Semarang dapat dilihat pada Gambar 1. Dari data survei terdapat 9.25% anak-anak di Semarang terserang alergi asma dan 90.75% tidak terserang alergi asma.

Prevalensi Asma pada Anak Usia 6-7 Tahun di Semarang

90.75

tidak asma

asma

9.25

Gambar 1. Grafik Prevalensi Asma anak usia 6-7 tahun di Semarang

Prevalensi alergi asma di Semarang adalah sebesar 9.25%. Prevalensi ini masih tergolong lebih kecil jika dibandingkan dengan di kota besar seperti Jakarta yang dilaporkan mengalami peningkatan dari 16.4% (tahun 1991) menjadi 17.8% (tahun 1996) untuk penyakit asma (Kartasasmita, 2003).

Tabel 1. Karakteristik murid SD di Semarang

Faktor Risiko Jumlah Persentase

(%)

1. Jenis Kelamin • Laki-laki • Permpuan

546 524

51.03 48.97 2. Jenis serangga

• Tungou • Lalat • Kecoa • Lainnya

3 816 201 50

0.28 76.26 18.79 4.67 3. Pendidikan Ibu

• SD • SLTP • SLTA • Perguruan

Tinggi

191 119 403 357

17.9 11.1 37.7 33.4

4. Frek bus/truk • Sepanjang

hari • Sering • Jarang • Tidak pernah

102

240 60 668

9.53

(14)

Faktor Risiko Jumlah Persentase (%)

5. Pemberian ASI • Ya • Tidak 950 120 88.79 11.21 6. Memelihara kucing/anjing • Pernah • Tidak pernah

123 947

11.5 88.5 7. Tempat tidur

• Kasur • Busa • Lainnya 649 312 109 60.65 29.16 10.19 8. Alat pembersih

di rumah • Sapu

• Penyedot debu • Dilap/dipel 867 47 156 81.03 4.39 14.58 9. Riwayat alergi

pada orang tua • Ibu

• Ayah • Ibu dan ayah • Keduanya tidak pernah alergi 141 305 84 540 13.18 28.5 7.85 50.47

10. Pernah menderita Rhinitis

• Pernah • Tidak pernah

123 947

11.5 88.5 11. Pernah menderita

Eksim • Pernah • Tidak pernah

110 960

10.28 89.72

Pada kelompok anak laki-laki, persentase yang menderita alergi asma lebih tinggi yaitu sebanyak 53 (9.71%) anak, sedangkan pada kelompok anak perempuan sebesar 46 ( 8.78%) anak (Lampiran 1).

Pendidikan ibu pada sebagian besar dari responden adalah SLTA. Kebanyakan dari responden yang terserang asma memiliki orang tua yang berpendidikan SLTA ke atas. Pemberian asi waktu masih bayi terlihat lebih besar yaitu sebanyak 950 (88.79%) anak, sedangkan yang menggunakan susu buatan sebesar 120 (11.21%) anak. Dari hasil tabulasi silang antara status asma dengan faktor pemberian asi, secara umum terlihat bahwa persentase anak yang tidak diberi asi cenderung untuk menderita asma. Pada penggunaan tempat tidur sebagian besar responden menggunakan kasur yaitu sebesar 649 (60.65%) responden. Pada hasil tabulasi silang berdasarkan status asma terlihat bahwa responden cenderung menderita asma apabila

menggunakan tempat tidur dari kasur. Selain itu menurut riwayat alergi yang pernah dijumpai pada kedua orang tua menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki orang tua yang tidak dijumpai alergi, yaitu sebanyak 540 (50.47%). Dari hasil tabulasi silang responden yang menderita asma lebih banyak dijumpai apabila kedua orang tuanya pernah mengalami alergi.

Analisis Regresi Logistik

Pendugaan parameter pada model penuh menghasilkan nilai Statistik-G sebesar 133.074 dengan nilai p=0.000. Model penuh dapat diterima secara statistik karena nilai p lebih kecil dari taraf nyata á=0.05. Berarti model yang dibangun layak atau minimal ada satu âi yang tidak sama dengan nol.

Berdasarkan uji Wald dari model logistik yang terlihat pada Tabel 2, peubah jenis kelamin, pendidikan terakhir ibu, tingkat seringnya bus atau truk yang melintas di depan rumah, memelihara binatang (kucing atau anjing), cara membersihkan debu di rumah, pernah menderita eksim menghasilkan nilai-p yang lebih besar dari á=0.05. Hal ini menunjukkan bahwa peubah-peubah tersebut tidak berpengaruh nyata secara statistik, sedangkan peubah-peubah yang signifikan berpengaruh nyata pada taraf á=0.05 adalah peubah pemberian asi, jenis serangga utama yang sering dijumpai di rumah, riwayat alergi pada orang tua, tempat tidur yang dipakai, dan pernah menderita alergi rhinitis.

Tabel 2. Hasil analisis regresi logistik model penuh

Peubah B Wald Nilai p Konstanta 3.699 31.890 0.000

Jenis Kelamin

JK (1) -0.100 0.177 0.674

Pendidikan ibu

PDDK_IBU (1) 0.382 1.149 0.284

PDDK_IBU (2) -0.422 0.730 0.393

PDDK_IBU (3) 0.218 0.551 0.458

Polutan Bus/truk

BUS/TRUK (1) 0.415 1.200 0.273

BUS/TRUK (2) 0.434 2.476 0.116

BUS/TRUK (3) 0.398 0.652 0.419

Pemberian Asi

ASI (1) -0.676 4.658 0.031*

Jenis serangga

SRG (1) -1.309 2.713 0.100

SRG (2) 0.788 0.365 0.545

(15)

Memelihara binatang

HEWAN(1) 0.358 1.105 0.293

Tempat tidur

TMP_TDR (1) 0.775 4.378 0.036*

TMP_TDR (2) 0.199 0.465 0.496

Alat pembersih

ALAT (1) 0.619 2.671 0.102

ALAT (2) -1.206 1.203 0.273

Riwayat alergi ortu

RIWAYAT (1) 1.826 23.436 0.000*

RIWAYAT (2) 1.530 20.140 0.000*

RIWAYAT (3) 2.905 58.401 0.000*

Pernah rhinitis

RHINITIS (1) 1.048 13.335 0.000*

Pernah eksim

EKSIM (1) 0.327 1.013 0.314

Statistik-G=133.074 Nilai – p=0.000 Log-Likelihood=-263.384

Pereduksian peubah penjelas dari model penuh dapat dilakukan selama nilai Statistik G model tersebut masih lebih kecil dari nilai Khi-kuadrat dengan derajat bebas sebesar jumlah peubah-peubah bebas yang tidak direduksi dari model sebelumnya.

Untuk mereduksi peubah peubah boneka harus dilakukan untuk seluruh kategori yang termasuk dalam peubah bebas induknya, tidak dapat dilakukan untuk satu kategori saja (Hosmer and Lemeshow, 1989). Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah masalah keberartian atau ketidakberartian peubah tersebut dari bidang keilmuan yang sedang diteliti.

Peubah yang akan direduksi dari model penuh adalah jenis kelamin, tingkat pendidikan ibu, Seringnya bus atau truk melintas di depan rumah, pernah memelihara binatang (kucing atau anjing), cara membersihkan debu di rumah, pernah menderita alergi eksim. Adapun peubah yang lain tidak direduksi, karena peubah boneka yang lain dalam peubah induknya sebagian besar masih nyata secara statistik.

Dilihat dari hasil uji wald yang kurang dari á=0.05 pada Tabel 3 terdapat lima peubah

yang nyata secara statistik. Model di bawah memiliki nilai statistik-G sebesar 155.593 dan nilai p=0.000 sehingga model ini dapat diterima secara statistik.

Tabel 3. Hasil analisis regresi logistik model terreduksi tahap ke-I

Peubah B Wald Nilai-p Konstanta 2.844 44.071 0.000*

Asi

ASI (1) -0.689 5.249 0.022*

Jenis serangga

SRG (1) -1.121 2.106 0.147

SRG (2) 0.765 0.337 0.561

SRG (3) -0.597 5.47 0.019*

Tempat tidur

TMP_TDR (1) 0.588 2.908 0.088

TMP_TDR (2) 0.066 0.066 0.797

Riwayat alergi ortu

RIWAYAT (1) 1.892 26.105 0.000*

RIWAYAT (2) 1.565 21.504 0.000*

RIWAYAT (3) 2.920 61.492 0.000*

Pernah rhinitis

RHINITIS (1) -1.045 14.739 0.000*

Statistik G =155.593 Nilai-p=0.000 Log-Likelihood=272.125

Kebaikan model reduksi terhadap model penuh dilakukan dengan menguji kembali dengan statistik G. Nilai uji Statistik G yang digunakan untuk membandingkan model pada Tabel 2 dan Tabel 3 adalah

G =-2( -272.125-(-263.384) ) =17.482

dimana, dengan derajat bebas sebelas, memiliki nilai p sebesar 0.094. Karena nilai p lebih besar dari nilai á=0.05, dapat disimpulkan bahwa

peubah jenis kelamin, tingkat pendidikan ibu, seringnya bus atau truk melintas di depan rumah, pernah memelihara kucing atau anjing, cara membersihkan debu di rumah, pernah menderita alergi eksim dapat dikeluarkan dari model penuh.

Pada model tereduksi di atas masih terdapat satu peubah boneka yang tidak nyata secara statistik, yaitu peubah tempat tidur. Oleh karena itu dibuat lagi model regresi logistik dengan mengeluarkan peubah boneka tempat tidur.

Tabel 4 di bawah menghasil nilai statistik uji G=112.836 dengan nilai p=0.000 menunjukkan bahwa ada peubah bebas yang berperan nyata terhadap peubah respon. Dari uji parsial wald didapat bahwa lima peubah bebas, yaitu pemberian asi, jenis serangga utama, riwayat alergi pada ibu dan ayah, dan pernah menderita rhinitis nyata secara statistik.

Tabel 4. Hasil analisis regresi logistik model tereduksi dengan lima peubah bebas

Peubah B Wald Nilai-p Konstanta 2.766 44.045 0.000

Asi

ASI (1) -0.679 5.153 0.023*

Jenis serangga

SRG (1) -1.181 2.357 0.125

SRG (2) 0.691 0.277 0.598

(16)

Riwayat alergi ortu

RIWAYAT (1) 1.882 26.081 0.000*

RIWAYAT (2) 1.554 21.266 0.000*

RIWAYAT (3) 2.904 61.259 0.000*

Pernah rhinitis

RHINITIS (1) 1.083 16.008 0.000*

Statistik G =112.836 Nilai-p =0.000 Log-Likelihood =273.503

Untuk menguji kebaikan model reduksi pada Tabel 4 dilakukan dengan menguji kembali nilai statistik G. Nilai uji statistik G untuk membandingkan model pada Tabel 3 dan 4 adalah

G =-2( -273.503 - (-272.125) ) = 2.756

Nilai p dengan derajat bebas dua sebesar 0.252. Hasil uji statistik G yang memiliki nilai p lebih besar dari á=0.05, peubah tempat tidur

pada Tabel 3 dapat dikeluarkan dari model. Hasil reduksi dari model penuh diperoleh peubah-peubah yang dapat menerangkan kejadian asma pada anak usia 6-7 tahun. Berdasarkan hasil pengujian secara parsial dari model regresi logistik menunjukkan bahwa kejadian asma pada anak usia 6-7 tahun di Semarang dipengaruhi oleh faktor lingkungan (serangga), faktor makanan (pemberian asi waktu bayi), faktor genetik (riwayat alergi pada orang tua), dan keterkaitan antar alergi (rhinitis).

Interpretasi Koefisien Rasio Odds

Setelah melakukan pengujian model guna memilih model regresi logistik terbaik, selanjutnya dilakukan dengan melihat nilai rasio odds dan selang kepercayaan setiap peubah yang telah di uji secara statistik.

Hasil regresi logistik pada Tabel 5 menunjukkan bahwa untuk peubah asi, anak yang diberi waktu masih bayi memiliki faktor risiko lebih kecil terkena asma, yaitu sebesar 0.507 kali bila dibandingkan dengan anak yang tidak diberi asi waktu masih bayi. Pengertian yang setara bahwa anak yang diberi susu buatan selain asi 1.97 kali lebih berisiko terkena asma dibandingkan dengan anak yang diberi asi waktu masih bayi. Bayi yang diberi susu buatan (selain asi) lebih mudah terserang infeksi virus pada saluran pernafasan selama tahun pertama dari pada bayi yang disusui ibunya dengan asi. Infeksi virus ini cenderung menyebabkan iritasi terus menerus dan menetap di dalam jalan udara selama berbulan bulan (Jon Kuzemko, 1992).

Selang kepercayaan 95% untuk peubah pemberian asi yaitu antara 0.282 sampai dengan 0.911. Selang di atas mempunyai arti dengan keyakinan 95% bahwa anak yang diberi susu buatan selain asi 1.1 sampai 3.54 kali lebih berisiko terserang asma dibandingkan dengan anak yang diberi asi waktu masih bayi.

Tabel 5. Nilai odds rasio regresi logistik Rasio SK 95 % Peubah

Odds Lower Upper Asi

ASI (1) 0.507 0.282 0.911 Jenis serangga

SRG (1) 0.307 0.068 1.387 SRG (2) 1.995 0.153 26.07 SRG (3) 0.558 0.339 0.917 Riwayat alergi ortu

RIWAYAT(1) 6.568 3.19 13.52 RIWAYAT(2) 4.73 2.44 9.16 RIWAYAT(3) 18.23 8.82 37.76 Pernah rhinitis

RHINITIS (1) 2.955 1.738 5.023

Peubah riwayat alergi pada orang tua menunjukkan peranan yang signifikan dalam mempengaruhi kecenderungan anak terkena asma. Terlihat bahwa anak yang dilahirkan dari ibu yang pernah mengalami alergi, maka anak tersebut akan memiliki risiko 6.56 kali terkena asma bila dibandingkan dengan anak yang dilahirkan dari orang tua yang keduanya tidak pernah mengalami alergi. Selang kepercayaan 95% untuk peubah ini adalah antara 3.19 sampai 13.52. Untuk riwayat alergi pada ayah, dapat dilihat bahwa anak yang dilahirkan dari ayah yang pernah mengalami alergi memiliki risiko 4.73 kali terkena asma dengan selang kepercayaan 95% yaitu antara 2.44 sampai 9.16. Sedangkan pada anak yang kedua orang tuanya pernah mengalami alergi akan memiliki risiko 18.23 terkena asma. Dari nilai rasio odd tersebut dapat dilihat bahwa riwayat alergi pada ibu lebih berpengaruh terhadap risiko munculnya asma pada anaknya jika dibandingkan dengan riwayat alergi pada ayah. Risiko terkena asma akan semakin besar apabila kedua orang tuanya pernah mengalami alergi.

(17)

merupakan penghasil alergen yang berasal dari kotoran, liur, telur, dan kutikula atau serpihan kulitnya.

Dari dua jenis alergi yang diduga memiliki hubungan dengan asma, ternyata hanya rhinitis yang berpengaruh terhadap risiko terkena asma. Nilai rasio odd pada Tabel 5 menunjukkan bahwa anak yang pernah menderita rhinitis cenderung untuk terkena asma sebesar 3.18 kali jika dibandingkan dengan anak yang tidak pernah menderita rhinitis dengan selang kepercayaan 95% antara 1.88 sampai 5.36. Adanya hubungan antara asma dan rhinitis kemungkinan disebabkan karena kedua jenis alergi tersebut sama-sama menyerang pada saluran pernapasan. Perbedaannya hanya tempat pernapasan yang didapati alergi tersebut. Rhinitis menyerang pada membran mukus hidung, sedangkan asma menyerang saluran pernafasan pada paru-paru. Ada suatu kemungkinan bahwa anak yang terkena asma sebelumnya memang pernah menderita rhinitis.

KESIMPULAN

Hasil analisis regresi logistik menunjukkan beberapa faktor risiko yang secara signifikan dapat mempengaruhi munculnya asma pada anak usia 6–7 tahun adalah faktor genetik, yaitu riwayat alergi yang ada pada orang tua. Anak yang dilahirkan dari ibu yang pernah mengalami alergi memiliki risiko terserang asma 6.57 kali jika dibandingkan dengan anak dari kedua orang tua yang tidak pernah mengalami alergi, sedangkan riwayat alergi yang didapat dari ayah memiliki risiko terserang asma sebesar 4.73 kali. Risiko munculnya asma akan semakin meningkat jika kedua orang tua pernah mengalami alergi yaitu sebesar 18.23 kali jika dibandingkan dengan kedua orang tua yang tidak pernah mengalami alergi. Anak yang waktu masih bayi diberikan asi memiliki risiko sebesar 0.507 kali terserang asma dibandingkan dengan bayi yang diberi susu buatan. Anak yang pernah menderita rhinitis memiliki kemungkinan besar terserang asma sebesar 2.96 kali bila dibandingkan dengan anak yang tidak pernah menderita rhinitis. Faktor lain yang berpengaruh terhadap munculnya asma adalah keberadaan serangga kecoa sebagai alergen pemicu asma yang memiliki risiko sebesar 1.8 jika dibandingkan dengan serangga lalat. Faktor yang paling berpengaruh terhadap asma adalah riwayat alergi orang tua, karena memiliki nilai rasio

odds paling besar dan berhubungan dengan penyakit keturunan (genetik).

DAFTAR PUSTAKA

Alam, C. M. 2001. Model Pendugaan

Kebangkrutan Bank di Bursa Efek Jakarta. Skripsi. Departemen Statistika FMIPA IPB, Bogor.

Baratawidjaja, K.G.1992. Mengenal Alergi. Djambatan, Jakarta

Hadibroto, I. dan Syamsir Alam. 2005. Yang Perlu Diketahui Tentang Asma. Gramedia, Jakarta.

Hosmer, D.W. Jr and Stanley

Lemeshow.1989. Applied Logistic

Regression. John Wiley & Sons, New York.

ISAAC. 2000, International Study Of Asthma And Allergy In Childhood. Pase Three Manual, London.

Kuzemko, J. 1989. Alergikah Anak Anda. Binarupa Aksara, Jakarta.

Lau YI,Karlberj. 1998, Prevalence & Risk Factor Of Childhood Asthma, Rhinitis Eczema In Hongkong. Health Service Comette Report, Hongkong.

McCullagh, P. and J.A. Neilder. 1983. General Linier Model. Chapman, London

Perdana, M. I. 2003. Penerapan Regresi Logistik dalam Masalah Epidemi Demam Berdarah Dengue. Skripsi. Departemen Statistika FMIPA IPB, Bogor.

(18)

Lampiran 1

Tabulasi Silang Status Asma Menurut Faktor Risikonya

Status Asma

Asma Tidak Asma Faktor Risiko

Jumlah Persentase Jumlah Persentase

Jumlah Persentase

Laki-laki 53 9.71 493 90.29 546

51.03

Jenis Kelamin

Perempuan 46 8.78 478 91.22 524

48.97 Lainnya

2 4 48 96 50

4.67 Tungou

1 33.33 2 66.67 3

0.28 Lalat

65 7.97 751 92.03 816

76.26

Jenis Serangga

Kecoa

31 15.42 170 84.58 201

18.79 SLTA <

29 9.35 281 90.65 310

28.97

Pendidikan Ibu

SLTA >

70 9.21 690 90.79 760

71.03 Hampir

sepanjang hari 12 11.8 90 88.2 102

9.53 Sering sekali

31 12.9 209 87.1 240

22.43 Jarang

6 10 54 90 60

5.61 Frek. Bus/Truk Melintas di depan rumah Tidak pernah

50 7.5 618 92.5 668

62.43 Ya

80 8.4 870 91.6 950

88.79

Pemberian asi

Tidak

19 15.8 101 84.2 120

11.21 Ya

14 11.38 109 88.62 123

11.50

Memelihara Kucing/Anjing

Tidak

85 8.98 862 91.02 947

88.50 kasur

54 8.32 595 91.68 649

60.65 Lainnya

30 9.62 282 90.38 312

29.16

Tempat tidur

busa

15 13.76 94 86.24 109

10.19 Sapu

88 10.15 779 89.85 867

81.03 Penyedot debu

1 2.13 46 97.87 47

4.39

Alat Pembersih yang dipakai

Dilap / dipel

10 6.41 146 93.59 156

14.58

Ibu 23 16.3 118 83.7 141

13.18

Ayah 36 11.8 269 88.2 305

28.50

Ibu dan Ayah 27 32.1 57 67.9 84

7.85

Riwayat Alergi

Keduanya tidak 13 2.4 527 97.6 540

50.47

Ya 18 16.36 92 83.64 110

10.28

Menderita Eksim

Tidak 81 8.44 879 91.56 960

89.72

Ya 27 21.95 96 78.05 123

11.50

Menderita Rinithis

Tidak 72 7.6 875 92.4 947

(19)
(20)

PENENTUAN FAKTOR RISIKO YANG

MEMPENGARUHI ASMA PADA ANAK USIA 6-7 TAHUN

DI SEMARANG DENGAN ANALISIS REGRESI LOGISTIK

DALE HABIBY

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(21)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peningkatan teknologi dan sosial ekonomi akhir-akhir ini berdampak terhadap prevalensi serta derajat beratnya penyakit asma pada beberapa negara di dunia. Walaupun penanggulangannya dengan pengobatan anti alergi telah dilakukan dengan efektif.

Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, angka prevalensinya bervariasi secara mencolok di berbagai negara. Hal ini disebabkan karena pendekatan diagnosa yang berbeda, sehingga hasilnya sulit dibandingkan. Untuk mengatasi hal ini telah banyak dilakukan penelitian prevalensi asma dan alergi dengan menggunakan kuesener standar internasional atau yang dikenal International Study Ashma and Allergies in Childhood (ISAAC). Dari penelitian yang telah dilakukan, kebanyakan digunakan untuk mengukur besarnya angka prevalensi di berbagai negara. Sehingga faktor-faktor yang bertanggung jawab terhadap masalah tersebut masih belum jelas.

Penelitian ini mendefinisikan anak yang terserang asma, yaitu anak yang pernah mengalami mengi atau nafas berbunyi “ngik” dan telah diketahui oleh orang tuanya bahwa anak tersebut terkena asma, sedangkan anak yang tidak terkena asma adalah anak yang tidak pernah mengalami mengi dan telah diketahui oleh orang tuanya bahwa anak tersebut tidak pernah menderita asma.

Karena peubah respon dikhotom, maka pada penelitian ini digunakan analisis regresi logistik. Diharapkan dengan metode ini dapat diperoleh dengan jelas faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan prevalansi asma pada anak usia 6-7 tahun di Semarang.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasikan faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko alergi asma pada anak usia 6-7 tahun di Semarang.

TINJAUAN PUSTAKA

Alergi

Bilamana organisme atau agen yang berbahaya memasuki tubuh manusia, segera terjadi serangkaian mekanisme pertahanan agar individu itu terlindung dari kerusakan yang mungkin terjadi. Mekanisme pertahanan ini

mempunyai kemampuan untuk mengenali dan menghadapi berbagai unsur asing dari tubuh namun tidak sampai menyerang unsur-unsur tubuh pokok. Jika individu mengulangi kontaknya dengan alergen yang atau serupa akan menyebabkan terjadinya reaksi pelepasan substansi oleh sel tubuh khusus yang menimbulkan gejala dan penyakit yang khas seperti asma, eksim, rhinitis, dan sebagainya. Reaksi inilah yang menyebabkan alergi pada manusia.

Alergi disebabkan oleh anti bodi IgE yang secara spesifik melekatkan dirinya pada sel mast (sel darah putih yang bersirkulasi). Sel mast dalam tubuh manusia ditemukan di paru-paru, saluran pernafasan atas, saluran pencernaan, dan kulit. Sel mast mengandung butiran histamin yang ketika dilepaskan dari sel ini mampu menghasilkan reaksi alergi serta menimbulkan gejala yang spesifik. Pelepasan histamin pada paru-paru akan mengakibatkan reaksi penegangan atau pengerutan saluran pernafasan dan meningkatnya produksi lendir yang dikeluarkan dalam saluran tersebut. Penyempitan ini bisa mengakibatkan salah satu atau gabungan dari berbagai gejala mulai dari batuk, sesak, napas pendek, tersengal-sengal hingga nafas yang berbunyi ”ngik-ngik”. Gejala ini dikenal dengan asma. Di hidung, histamin dapat menyebabkan jumlah mukus yang berlebihan yang bisa menyumbat, menimbulkan pembengkakan lapisan, rasa gatal dan bersin berkali-kali, gejala alergi seperti ini dikenal dengan nama rhinitis. Di kulit, histamin menyebabkan bercak-bercak merah membengkak dan sangat gatal, gejala alergi ini dikenal dengan nama eksim.

Regresi Logistik

Model regresi logistik pada dasarnya adalah model regresi linier yang diterapkan untuk peubah respon biner, nominal, maupun ordinal.

Perbedaan yang lain tercermin pada pemilihan model parametrik dan asumsi-asumsi yang mendasari kedua model. Walaupun demikian prinsip–prinsip pendugaan yang digunakan analisis model regresi logistik sama dengan analisis model regresi linier (Hosmer and Lemeshow, 1989).

Dalam regresi logistik dapat diekspresikan nilai respon Y yang ditentukan oleh variabel x adalah:

ε

π +

= (x)

Y

(22)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peningkatan teknologi dan sosial ekonomi akhir-akhir ini berdampak terhadap prevalensi serta derajat beratnya penyakit asma pada beberapa negara di dunia. Walaupun penanggulangannya dengan pengobatan anti alergi telah dilakukan dengan efektif.

Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, angka prevalensinya bervariasi secara mencolok di berbagai negara. Hal ini disebabkan karena pendekatan diagnosa yang berbeda, sehingga hasilnya sulit dibandingkan. Untuk mengatasi hal ini telah banyak dilakukan penelitian prevalensi asma dan alergi dengan menggunakan kuesener standar internasional atau yang dikenal International Study Ashma and Allergies in Childhood (ISAAC). Dari penelitian yang telah dilakukan, kebanyakan digunakan untuk mengukur besarnya angka prevalensi di berbagai negara. Sehingga faktor-faktor yang bertanggung jawab terhadap masalah tersebut masih belum jelas.

Penelitian ini mendefinisikan anak yang terserang asma, yaitu anak yang pernah mengalami mengi atau nafas berbunyi “ngik” dan telah diketahui oleh orang tuanya bahwa anak tersebut terkena asma, sedangkan anak yang tidak terkena asma adalah anak yang tidak pernah mengalami mengi dan telah diketahui oleh orang tuanya bahwa anak tersebut tidak pernah menderita asma.

Karena peubah respon dikhotom, maka pada penelitian ini digunakan analisis regresi logistik. Diharapkan dengan metode ini dapat diperoleh dengan jelas faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan prevalansi asma pada anak usia 6-7 tahun di Semarang.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasikan faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko alergi asma pada anak usia 6-7 tahun di Semarang.

TINJAUAN PUSTAKA

Alergi

Bilamana organisme atau agen yang berbahaya memasuki tubuh manusia, segera terjadi serangkaian mekanisme pertahanan agar individu itu terlindung dari kerusakan yang mungkin terjadi. Mekanisme pertahanan ini

mempunyai kemampuan untuk mengenali dan menghadapi berbagai unsur asing dari tubuh namun tidak sampai menyerang unsur-unsur tubuh pokok. Jika individu mengulangi kontaknya dengan alergen yang atau serupa akan menyebabkan terjadinya reaksi pelepasan substansi oleh sel tubuh khusus yang menimbulkan gejala dan penyakit yang khas seperti asma, eksim, rhinitis, dan sebagainya. Reaksi inilah yang menyebabkan alergi pada manusia.

Alergi disebabkan oleh anti bodi IgE yang secara spesifik melekatkan dirinya pada sel mast (sel darah putih yang bersirkulasi). Sel mast dalam tubuh manusia ditemukan di paru-paru, saluran pernafasan atas, saluran pencernaan, dan kulit. Sel mast mengandung butiran histamin yang ketika dilepaskan dari sel ini mampu menghasilkan reaksi alergi serta menimbulkan gejala yang spesifik. Pelepasan histamin pada paru-paru akan mengakibatkan reaksi penegangan atau pengerutan saluran pernafasan dan meningkatnya produksi lendir yang dikeluarkan dalam saluran tersebut. Penyempitan ini bisa mengakibatkan salah satu atau gabungan dari berbagai gejala mulai dari batuk, sesak, napas pendek, tersengal-sengal hingga nafas yang berbunyi ”ngik-ngik”. Gejala ini dikenal dengan asma. Di hidung, histamin dapat menyebabkan jumlah mukus yang berlebihan yang bisa menyumbat, menimbulkan pembengkakan lapisan, rasa gatal dan bersin berkali-kali, gejala alergi seperti ini dikenal dengan nama rhinitis. Di kulit, histamin menyebabkan bercak-bercak merah membengkak dan sangat gatal, gejala alergi ini dikenal dengan nama eksim.

Regresi Logistik

Model regresi logistik pada dasarnya adalah model regresi linier yang diterapkan untuk peubah respon biner, nominal, maupun ordinal.

Perbedaan yang lain tercermin pada pemilihan model parametrik dan asumsi-asumsi yang mendasari kedua model. Walaupun demikian prinsip–prinsip pendugaan yang digunakan analisis model regresi logistik sama dengan analisis model regresi linier (Hosmer and Lemeshow, 1989).

Dalam regresi logistik dapat diekspresikan nilai respon Y yang ditentukan oleh variabel x adalah:

ε

π +

= (x)

Y

(23)

Y =0 maka nilai å=-ð(x) dengan peluang 1-ð(x). Maka nilai å memiliki distribusi dengan rataan 0 dan ragam ð(x)(1- ð(x)), dan nilai respon Y akan mengikuti sebaran Bernoulli dengan fungsi peluang:

(

)

y y

y Y

P( = )=π 1−π 1−

dengan Y=0 atau Y=1 dan

π

adalah peluang terjadinya Y=1.

Jika kejadian peubah respon Y berjumlah n, peluang setiap kejadian sama dan setiap kejadian saling bebas dengan yang lain maka Y akan mengikuti sebaran Binomial.

Nilai harapan bersyarat untuk peubah respon Y jika x diketahui, ditunjukkan oleh

) ( ) | 1

(Y x x

p = =π . Maka bentuk model regresi logistik dapat dituliskan sebagai:

( ) ( )x x x g g e e + = 1 ) (

π

Dalam model regresi logistik diperlukan suatu fungsi penghubung logit agar nilai dugaan berada dalam selang [0,1]. Transformasi logit sebagai fungsi dari π(x) adalah sebagai berikut:

p px

x

g β β β

π π = + + + − = .... ) ( 1 ) ( ln )

( 0 1 1

x x x

Jika terhadap p peubah bebas dengan peubah ke-j merupakan peubah kategori dengan k nilai, maka diperlukan peubah boneka sebanyak k-1. Sehingga model transformasi logitnya menjadi:

= + + + + = j k u p p ju

juD x

x g 1 1 1 0 ... )

(x β β β β

dimana:

Xj =peubah bebas ke-j dengan tingkatan kj Kj-1 =peubah boneka

Bju =koefisien peubah boneka u =1,2,….,kj-1

Pendugaan Parameter

Pendugaan parameter dalam model regresi logistik dilakukan dengan menggunakan metode kemungkinan maksimum yaitu dengan menurunkan fungsi kepekatan peluang bersama. Di mana fungsi kepekatan peluang bersamanya ditunjukkan dengan persamaan sebagai berikut:

) | ( ) (

1 i i

n

i f Y y x

l =Π =

=

β

Untuk menduga nilai β dilakukan dengan memaksimumkan nilai logaritma l

( )

β .

)] ( ln[ ) (β l β

L =

{

(

) (

)

}

= − − + = n i i i i

i x y x

y 1 ) ( 1 ln 1 ) (

lnπ π

Nilai dugaan β dapat diperoleh dengan melakukan turunan pertama L

( )

β terhadap

β=0.

Pengujian Parameter

Pengujian terhadap parameter-parameter model dilakukan untuk memeriksa kebaikan model. Uji statistik yang dilakukan adalah dengan menggunakan statistik uji G. Statistik uji G adalah uji rasio kemungkinan maksimum (likelihood ratio test) yang digunakan untuk menguji peranan peubah bebas secara serentak. Rumus umum untuk uji G adalah (Hosmer and Lemeshow, 1989).       − = 1 0 ln 2 L L G dimana

Lo = Nilai likelihood tanpa peubah bebas L1 = Nilai likelihood model penuh dengan hipotesis sebagai berikut:

H0 = â1 = â2 = … = âp

H1 = minimal ada satu nilai âi tidak sama dengan 0

dimana i=1,2,…,p.

Statistik G akan mengikuti mengikuti sebaran ÷2

dengan derajat bebas p. Kriteria keputusan yang diambil adalah, jika G > ÷2

p(á) maka hipotesis nol ditolak.

Uji G juga dapat digunakan untuk memeriksa apakah nilai yang diduga dengan peubah di dalam model lebih baik jika dibandingkan dengan model terreduksi (Hosmer and Lemeshow, 1989).

(24)

dimana j ^

β

merupakan penduga

β

j

) (

^ ^

j

E

S β merupakan penduga galat baku

dari j

^

β . Uji Wald melakukan pengujian terhadap hipotesis :

Ho : âj = 0 H1 : âj

0 dimana j = 1,2,…, p

Uji Wald mengikuti sebaran normal baku dengan kaidah keputusan menolak Ho jika |W| > Zá/2 (Hosmer and Lemeshow, 1989).

Interpretasi Koefisien

Dalam regresi logistik interpretasi koefisien menggunakan rasio odds. Rasio odds adalah suatu alat untuk mengukur asosiasi, sebagaimana menduga seberapa mirip, dekat, memiliki ciri peubah respon (atau tidak mirip, jauh, tidak memilki ciri) untuk suatu hasil pendugaan itu hadir untuk x=1 dibandingkan dengan sesuatu hadir untuk x=0. Dimana x=0 adalah peubah kategori yang menjadi referensinya.

Rasio odds tidak membutuhkan peubah yang menyebar normal dan juga hubungan antar peubah tidak terjadi homocedastic. Dalam model regresi logistik, rasio odds didefinisikan sebagai berikut:

     

= ∧

i

i β

ψ exp

dimana

β

i adalah koefisien dari model regresi logistik. Rasio odds memiliki selang kepercayaan sebagai berikut (Hosmer and Lemeshow, 1989):

( )

 

± ×

i

i Z SEβ

βˆ α ˆ ˆ

exp

2 1

BAHAN DAN METODE

Bahan

Data yang digunakan adalah data hasil survei penelitian alergi anak SD pada bulan Juni 2003 yang diperoleh dari dr. Yetty Movieta Nency, SpA mahasiswa Kedokteran UNDIP Semarang yang sedang melakukan penelitian tentang asma. Satuan unit contoh pada survei ini adalah murid Sekolah Dasar

dari berbagai kecamatan di Semarang yang memenuhi kriteria inklusi, yaitu murid Sekolah Dasar usia 6-7 tahun, mendapat ijin dari orang tua, dan orang tua bersedia mengisi kuesioner penelitian. Jumlah murid yang dianalisis dalam penelitian ini sebanyak 1070 murid Sekolah Dasar.

Peubah yang diamati adalah keberadaan asma (Y=1 jika terdapat alergi asma, dan Y=0 jika tidak ada alergi asma). Peubah-peubah bebas yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Peubah rancangan jenis kelamin (JK) Jenis Kelamin (1)

Laki-laki 1

Perempuan 0

2. Peubah rancangan jenis serangga (SRG)

Jenis Serangga (1) (2) (3)

Lainnya 1 0 0

Tungou 0 1 0

Lalat 0 0 1

Kecoa 0 0 0

3. Peubah rancangan tingkat pendidikan ibu (PDDK_IBU)

Tingkat Pendidikan Ibu (1) (2) (3) Sekolah Dasar 1 0 0 SMP atau sejenisnya 0 1 0 SMU atau sejenisnya 0 0 1 Perguruan Tinggi 0 0 0

4. Peubah rancangan frekuensi bus/truk yang melintas di depan rumah. (BUS/TRUK)

Frekuensi bus/truk (1) (2) (3) Hampir sepanjang hari 1 0 0 Sering sekali 0 1 0

Jarang 0 0 1

Tidak pernah 0 0 0

5. Peubah rancangan pemberian asi pada anak. (ASI)

Pemberian asi (1)

Ya 1

Tidak 0

6. Peubah rancangan memelihara kucing/anjing (HEWAN)

Memelihara kucing/anjing (1)

Pernah 1

(25)

dimana j ^

β

merupakan penduga

β

j

) (

^ ^

j

E

S β merupakan penduga galat baku

dari j

^

β . Uji Wald melakukan pengujian terhadap hipotesis :

Ho : âj = 0 H1 : âj

0 dimana j = 1,2,…, p

Uji Wald mengikuti sebaran normal baku dengan kaidah keputusan menolak Ho jika |W| > Zá/2 (Hosmer and Lemeshow, 1989).

Interpretasi Koefisien

Dalam regresi logistik interpretasi koefisien menggunakan rasio odds. Rasio odds adalah suatu alat untuk mengukur asosiasi, sebagaimana menduga seberapa mirip, dekat, memiliki ciri peubah respon (atau tidak mirip, jauh, tidak memilki ciri) untuk suatu hasil pendugaan itu hadir untuk x=1 dibandingkan dengan sesuatu hadir untuk x=0. Dimana x=0 adalah peubah kategori yang menjadi referensinya.

Rasio odds tidak membutuhkan peubah yang menyebar normal dan juga hubungan antar peubah tidak terjadi homocedastic. Dalam model regresi logistik, rasio odds didefinisikan sebagai berikut:

     

= ∧

i

i β

ψ exp

dimana

β

i adalah koefisien dari model regresi logistik. Rasio odds memiliki selang kepercayaan sebagai berikut (Hosmer and Lemeshow, 1989):

( )

 

± ×

i

i Z SEβ

βˆ α ˆ ˆ

exp

2 1

BAHAN DAN METODE

Bahan

Data yang digunakan adalah data hasil survei penelitian alergi anak SD pada bulan Juni 2003 yang diperoleh dari dr. Yetty Movieta Nency, SpA mahasiswa Kedokteran UNDIP Semarang yang sedang melakukan penelitian tentang asma. Satuan unit contoh pada survei ini adalah murid Sekolah Dasar

dari berbagai kecamatan di Semarang yang memenuhi kriteria inklusi, yaitu murid Sekolah Dasar usia 6-7 tahun, mendapat ijin dari orang tua, dan orang tua bersedia mengisi kuesioner penelitian. Jumlah murid yang dianalisis dalam penelitian ini sebanyak 1070 murid Sekolah Dasar.

Peubah yang diamati adalah keberadaan asma (Y=1 jika terdapat alergi asma, dan Y=0 jika tidak ada alergi asma). Peubah-peubah bebas yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Peubah rancangan jenis kelamin (JK) Jenis Kelamin (1)

Laki-laki 1

Perempuan 0

2. Peubah rancangan jenis serangga (SRG)

Jenis Serangga (1) (2) (3)

Lainnya 1 0 0

Tungou 0 1 0

Lalat 0 0 1

Kecoa 0 0 0

3. Peubah rancangan tingkat pendidikan ibu (PDDK_IBU)

Tingkat Pendidikan Ibu (1) (2) (3) Sekolah Dasar 1 0 0 SMP atau sejenisnya 0 1 0 SMU atau sejenisnya 0 0 1 Perguruan Tinggi 0 0 0

4. Peubah rancangan frekuensi bus/truk yang melintas di depan rumah. (BUS/TRUK)

Frekuensi bus/truk (1) (2) (3) Hampir sepanjang hari 1 0 0 Sering sekali 0 1 0

Jarang 0 0 1

Tidak pernah 0 0 0

5. Peubah rancangan pemberian asi pada anak. (ASI)

Pemberian asi (1)

Ya 1

Tidak 0

6. Peubah rancangan memelihara kucing/anjing (HEWAN)

Memelihara kucing/anjing (1)

Pernah 1

(26)

7. Peubah rancangan tempat tidur (TMP_TDR) Tempat tidur (1) (2)

Kasur 1 0

Lainnya 0 1

Busa 0 0

8. Peubah rancangan alat pembersih yang digunakan di rumah (ALAT).

Alat pembersih di rumah (1) (2)

Sapu 1 0

Penyedot debu 0 1

Dilap/ dipel 0 0

9. Peubah rancangan riwayat alergi Orang tua (RIWAYAT)

Riwayat alergi (1) (2) (3)

Ibu 1 0 0

Ayah 0 1 0

Keduanya 0 0 1

Tidak keduanya 0 0 0

10. Peubah rancangan pernah menderita Rhinitis (RHINITIS).

Rhinitis (1)

Ya 1

Tidak 0

11. Peubah rancangan pernah menderita Eksim (EKSIM)

Eksim (1)

Ya 1

Tidak 0

Metode

Dalam melakukan analisis data pada penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu: 1.Analisis eksploratif pada data yang akan

digunakan.

2.Pendugaan parameter dengan membuat model regresi logistik.

3.Pengujian parameter secara serentak dengan menggunakan Uji-G dan statistika Uji-Wald untuk melihat pengaruh masing-masing peubah bebas terhadap peubah respon. 4.Mereduksi peubah-peubah bebas yang tidak

signifikan terhadap peubah respon.

5.Lakukan kembali langkah pada no.2 untuk mendapatkan model yang lebih baik dengan peubah bebas yang signifikan berpengaruh terhadap peubah respon.

6.Interpretasi koefisien model regresi logistik Software yang digunakan dalam penelitian ini adalah SAS 8 dan SPSS 11.5.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Rerponden

Persentase jumlah penderita alergi asma di Semarang dapat dilihat pada Gambar 1. Dari data survei terdapat 9.25% anak-anak di Semarang terserang alergi asma dan 90.75% tidak terserang alergi asma.

Prevalensi Asma pada Anak Usia 6-7 Tahun di Semarang

90.75

tidak asma

asma

9.25

Gambar 1. Grafik Prevalensi Asma anak usia 6-7 tahun di Semarang

Prevalensi alergi asma di Semarang adalah sebesar 9.25%. Prevalensi ini masih tergolong lebih kecil jika dibandingkan dengan di kota besar seperti Jakarta yang dilaporkan mengalami peningkatan dari 16.4% (tahun 1991) menjadi 17.8% (tahun 1996) untuk penyakit asma (Kartasasmita, 2003).

Tabel 1. Karakteristik murid SD di Semarang

Faktor Risiko Jumlah Persentase

(%)

1. Jenis Kelamin • Laki-laki • Permpuan

546 524

51.03 48.97 2. Jenis serangga

• Tungou • Lalat • Kecoa • Lainnya

3 816 201 50

0.28 76.26 18.79 4.67 3. Pendidikan Ibu

• SD • SLTP • SLTA • Perguruan

Tinggi

191 119 403 357

17.9 11.1 37.7 33.4

4. Frek bus/truk • Sepanjang

hari • Sering • Jarang • Tidak pernah

102

240 60 668

9.53

(27)

7. Peubah rancangan tempat tidur (TMP_TDR) Tempat tidur (1) (2)

Kasur 1 0

Lainnya 0 1

Busa 0 0

8. Peubah rancangan alat pembersih yang digunakan di rumah (ALAT).

Alat pembersih di rumah (1) (2)

Sapu 1 0

Penyedot debu 0 1

Dilap/ dipel 0 0

9. Peubah rancangan riwayat alergi Orang tua (RIWAYAT)

Riwayat alergi (1) (2) (3)

Ibu 1 0 0

Ayah 0 1 0

Keduanya 0 0 1

Tidak keduanya 0 0 0

10. Peubah rancangan pernah menderita Rhinitis (RHINITIS).

Rhinitis (1)

Ya 1

Tidak 0

11. Peubah rancangan pernah menderita Eksim (EKSIM)

Eksim (1)

Ya 1

Tidak 0

Metode

Dalam melakukan analisis data pada penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu: 1.Analisis eksploratif pada data yang akan

digunakan.

2.Pendugaan parameter dengan membuat model regresi logistik.

3.Pengujian parameter secara serentak dengan menggunakan Uji-G dan statistika Uji-Wald untuk melihat pengaruh masing-masing peubah bebas terhadap peubah respon. 4.Mereduksi peubah-peubah bebas yang tidak

signifikan terhadap peubah respon.

5.Lakukan kembali langkah pada no.2 untuk mendapatkan model yang lebih baik dengan peubah bebas yang signifikan berpengaruh terhadap peubah respon.

6.Interpretasi koefisien model regresi logistik Software yang digunakan dalam penelitian ini adalah SAS 8 dan SPSS 11.5.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Rerponden

Persentase jumlah penderita alergi asma di Semarang dapat dilihat pada Gambar 1. Dari data survei terdapat 9.25% anak-anak di Semarang terserang alergi asma dan 90.75% tidak terserang alergi asma.

Prevalensi Asma pada Anak Usia 6-7 Tahun di Semarang

90.75

tidak asma

asma

9.25

Gambar 1. Grafik Prevalensi Asma anak usia 6-7 tahun di Semarang

Prevalensi alergi asma di Semarang adalah sebesar 9.25%. Prevalensi ini masih tergolong lebih kecil jika dibandingkan dengan di kota besar seperti Jakarta yang dilaporkan mengalami peningkatan dari 16.4% (tahun 1991) menjadi 17.8% (tahun 1996) untuk penyakit asma (Kartasasmita, 2003).

Tabel 1. Karakteristik murid SD di Semarang

Faktor Risiko Jumlah Persentase

(%)

1. Jenis Kelamin • Laki-laki • Permpuan

546 524

51.03 48.97 2. Jenis serangga

• Tungou • Lalat • Kecoa • Lainnya

3 816 201 50

0.28 76.26 18.79 4.67 3. Pendidikan Ibu

• SD • SLTP • SLTA • Perguruan

Tinggi

191 119 403 357

17.9 11.1 37.7 33.4

4. Frek bus/truk • Sepanjang

hari • Sering • Jarang • Tidak pernah

102

240 60 668

9.53

(28)

Faktor Risiko Jumlah Persentase (%)

5. Pemberian ASI • Ya • Tidak 950 120 88.79 11.21 6. Memelihara kucing/anjing • Pernah • Tidak pernah

123 947

11.5 88.5 7. Tempat tidur

• Kasur • Busa • Lainnya 649 312 109 60.65 29.16 10.19 8. Alat pembersih

di rumah • Sapu

• Penyedot debu • Dilap/dipel 867 47 156 81.03 4.39 14.58 9. Riwayat alergi

pada orang tua • Ibu

• Ayah • Ibu dan ayah • Keduanya tidak pernah alergi 141 305 84 540 13.18 28.5 7.85 50.47

10. Pernah menderita Rhinitis

• Pernah • Tidak pernah

123 947

11.5 88.5 11. Pernah menderita

Eksim • Pernah • Tidak pernah

110 960

10.28 89.72

Pada kelompok anak laki-laki, persentase yang menderita alergi asma lebih tinggi yaitu sebanyak 53 (9.71%) anak, sedangkan pada kelompok anak perempuan sebesar 46 ( 8.78%) anak (Lampiran 1).

Pendidikan ibu pada sebagian besar dari responden adalah SLTA. Kebanyakan dari responden yang terserang asma memiliki orang tua yang berpendidikan SLTA ke atas. Pemberian asi waktu masih bayi terlihat lebih besar yaitu sebanyak 950 (88.79%) anak, sedangkan yang menggunakan susu buatan sebesar 120 (11.21%) anak. Dari hasil tabulasi silang antara status asma dengan faktor pemberian asi, secara umum terlihat bahwa persentase anak yang tidak diberi asi cenderung untuk menderita asma. Pada penggunaan tempat tidur sebagian besar responden menggunakan kasur yaitu sebesar 649 (60.65%) responden. Pada hasil tabulasi silang berdasarkan status asma terlihat bahwa responden cenderung menderita asma apabila

menggunakan tempat tidur dari kasur. Selain itu menurut riwayat alergi yang pernah dijumpai pada kedua orang tua menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki orang tua yang tidak dijumpai alergi, yaitu sebanyak 540 (50.47%). Dari hasil tabulasi silang responden yang menderita asma lebih banyak dijumpai apabila kedua orang tuanya pernah mengalami alergi.

Analisis Regresi Logistik

Pendugaan parameter pada model penuh menghasilkan nilai Statistik-G sebesar 133.074 dengan nilai p=0.000. Model penuh dapat diterima secara statistik karena nilai p lebih kecil dari taraf nyata á=0.05. Berarti model yang dibangun layak atau minimal ada satu âi yang tidak sama dengan nol.

Berdasarkan uji Wald dari model logistik yang terlihat pada Tabel 2, peubah jenis kelamin, pendidikan terakhir ibu, tingkat seringnya bus atau truk yang melintas di depan rumah, memelihara binatang (kucing atau anjing), cara membersihkan debu di rumah, pernah menderita eksim menghasilkan nilai-p yang lebih besar dari á=0.05. Hal ini menunjukkan bahwa peubah-peubah tersebut tidak berpengaruh nyata secara statistik, sedangkan peubah-peubah yang signifikan berpengaruh nyata pada taraf á=0.05 adalah peubah pemberian asi, jenis serangga utama yang sering dijumpai di rumah, riwayat alergi pada orang tua, tempat tidur yang dipakai, dan pernah menderita alergi rhinitis.

Tabel 2. Hasil analisis regresi logistik model penuh

Peubah B Wald Nilai p Konstanta 3.699 31.890 0.000

Jenis Kelamin

JK (1) -0.100 0.177 0.674

Pendidikan ibu

PDDK_IBU (1) 0.382 1.149 0.284

PDDK_IBU (2) -0.422 0.730 0.393

PDDK_IBU (3) 0.218 0.551 0.458

Polutan Bus/truk

BUS/TRUK (1) 0.415 1.200 0.273

BUS/TRUK (2) 0.434 2.476 0.116

BUS/TRUK (3) 0.398 0.652 0.419

Pemberian Asi

ASI (1) -0.676 4.658 0.031*

Jenis serangga

SRG (1) -1.309 2.713 0.100

SRG (2) 0.788 0.365 0.545

(29)

Memelihara binatang

HEWAN(1) 0.358 1.105 0.293

Tempat tidur

TMP_TDR (1) 0.775 4.378 0.036*

TMP_TDR (2) 0.199 0.465 0.496

Alat pembersih

ALAT (1) 0.619 2.671 0.102

ALAT (2) -1.206 1.203 0.273

Riwayat alergi ortu

RIWAYAT (1) 1.826 23.436 0.000*

RIWAYAT (2) 1.530 20.140 0.000*

RIWAYAT (3) 2.905 58.401 0.000*

Pernah rhinitis

RHINITIS (1) 1.048 13.335 0.000*

Pernah eksim

EKSIM (1) 0.327 1.013 0.314

Statistik-G=133.074 Nilai – p=0.000 Log-Likelihood=-263.384

Pereduksian peubah penjelas dari model penuh dapat dilakukan selama nilai Statistik G model tersebut masih lebih kecil dari nilai Khi-kuadrat dengan derajat bebas sebesar jumlah peubah-peubah bebas yang tidak direduksi dari model sebelumnya.

Untuk mereduksi peubah peubah boneka harus dilakukan untuk seluruh kategori yang termasuk dalam peubah bebas induknya, tidak dapat dilakukan untuk satu kategori saja (Hosmer and Lemeshow, 1989). Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah masalah keberartian atau ketidakberartian peubah tersebut dari bidang keilmuan yang sedang diteliti.

Peubah yang akan direduksi dari model penuh adalah jenis kelamin, tingkat pendidikan ibu, Seringnya bus atau truk melintas di depan rumah, pernah memelihara binatang (kucing atau anjing), cara membersihkan debu di rumah, pernah menderita alergi eksim. Adapun peubah yang lain tidak direduksi, karena peubah boneka yang lain dalam peubah induknya sebagian besar masih nyata secara statistik.

Dilihat dari hasil uji wald yang kurang dari á=0.05 pada Tabel 3 terdapat lima peubah

yang nyata secara statistik. Model di bawah memiliki nilai statistik-G sebesar 155.593 dan nilai p=0.000 sehingga model ini dapat diterima secara statistik.

Tabel 3. Hasil analisis regresi logistik model terreduksi tahap ke-I

Peubah B Wald Nilai-p Konstanta 2.844 44.071 0.000*

Asi

ASI (1) -0.689 5.249 0.022*

Jenis serangga

SRG (1) -1.121 2.106 0.147

SRG (2) 0.765 0.337 0.561

SRG (3) -0.597 5.47 0.019*

Tempat tidur

TMP_TDR (1) 0.588 2.908 0.088

TMP_TDR (2) 0.066 0.066 0.797

Riwayat alergi ortu

RIWAYAT (1) 1.892 26.105 0.000*

RIWAYAT (2) 1.565 21.504 0.000*

RIWAYAT (3) 2.920 61.492 0.000*

Pernah rhinitis

RHINITIS (1) -1.045 14.739 0.000*

Statistik G =155.593 Nilai-p=0.000 Log-Likelihood=272.125

Kebaikan model reduksi terhadap model penuh dilakukan dengan menguji kembali dengan statistik G. Nilai uji Statistik G yang digunakan untuk membandingkan model pada Tabel 2 dan Tabel 3 adalah

G =-2( -272.125-(-263.384) ) =17.482

dimana, dengan derajat bebas sebelas, memiliki nilai p sebesar 0.094. Karena nilai p lebih besar dari nilai á=0.05, dapat disimpulkan bahwa

peubah jenis kelamin, tingkat pendidikan ibu, seringnya bus atau truk melintas di depan rumah, pernah memelihara kucing atau anjing, cara membersihkan debu di rumah, pernah menderita alergi eksim dapat dikeluarkan dari model penuh.

Pada model tereduksi di atas masih terdapat satu peubah boneka yang tidak nyata secara statistik, yaitu peubah tempat tidur. Oleh karena itu dibuat lagi model regresi logistik dengan mengeluarkan peubah boneka tempat tidur.

Tabel 4 di bawah menghasil nilai statistik uji G=112.836 dengan nilai p=0.000 menunjukkan bahwa ada peubah bebas yang berperan nyata terhadap peubah respon. Dari uji parsial wald didapat bahwa lima peubah bebas, yaitu pemberian asi, jenis serangga utama, riwayat alergi pada ibu dan ayah, dan pernah menderita rhinitis nyata secara statistik.

Tabel 4. Hasil analisis regresi logistik model tereduksi dengan lima peubah bebas

Peubah B Wald Nilai-p Konstanta 2.766 44.045 0.000

Asi

ASI (1) -0.679 5.153 0.023*

Jenis serangga

SRG (1) -1.181 2.357 0.125

SRG (2) 0.691 0.277 0.598

(30)

Riwayat alergi ortu

RIWAYAT (1) 1.882 26.081 0.000*

RIWAYAT (2) 1.554 21.266 0.000*

RIWAYAT (3) 2.904 61.259 0.000*

Pernah rhinitis

RHINITIS (1) 1.083 16.008 0.000*

Statistik G =112.836 Nilai-p =0.000 Log-Likelihood =273.503

Untuk menguji kebaikan model reduksi pada Tabel 4 dilakukan dengan menguji kembali nilai statistik G. Nilai uji statistik G untuk membandingkan model pada Tabel 3 dan 4 adalah

G =-2( -273.503 - (-272.125) ) = 2.756

Nilai p dengan derajat bebas dua sebesar 0.252. Hasil uji statistik G yang memiliki nilai p lebih besar dari á=0.05, peubah tempat tidur

pada Tabel 3 dapat dikeluarkan dari model. Hasil reduksi dari model penuh diperoleh peubah-peubah yang dapat menerangkan kejadian asma pada anak usia 6-7 tahun. Berdasarkan hasil pengujian secara parsial dari model regresi logistik menunjukkan bahwa kejadian asma pada anak usia 6-7 tahun di Semarang dipengaruhi oleh faktor lingkungan (serangga), faktor makanan (pemberian asi waktu bayi), faktor genetik (riwayat alergi pada orang tua), dan keterkaitan antar alergi (rhinitis).

Interpretasi Koefisien Rasio Odds

Setelah melakukan pengujian model guna memilih model regresi logistik terbaik, selanjutnya dilakukan dengan melihat nilai rasio odds dan selang kepercayaan setiap peubah yang telah di uji secara statistik.

Hasil regresi logistik pada Tabel 5 menunjukkan bahwa untuk peubah asi, anak yang diberi waktu masih bayi memiliki faktor risiko lebih kecil terkena asma, yaitu sebesar 0.507 kali bila dibandingkan dengan anak yang tidak diberi asi waktu masih bayi. Pengertian yang setara bahwa anak yang diberi susu buatan selain asi 1.97 kali lebih berisiko terkena asma dibandingkan dengan anak yang diberi asi waktu masih bayi. Bayi yang diberi susu buatan (selain asi) lebih mudah terserang infeksi virus pada saluran pernafasan selama tahun pertama dari pada bayi yang disusui ibunya dengan asi. Infeksi virus ini cenderung menyebabkan iritasi terus menerus dan menetap di dalam jalan udara selama berbulan bulan (Jon Kuzemko, 1992).

[image:30.612.327.508.177.334.2]

Selang kepercayaan 95% untuk peubah pemberian asi yaitu antara 0.282 sampai dengan 0.911. Selang di atas mempunyai arti dengan keyakinan 95% bahwa anak yang diberi susu bu

Gambar

Gambar 1. Grafik Prevalensi Asma anak usia                    6-7 tahun di Semarang
Tabel 2. Hasil analisis regresi logistik model                penuh
Tabel 2 dan Tabel 3 adalah
Tabel 5. Nilai odds rasio regresi logistik
+6

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan terakhir dengan status periodontal masyarakat kampung nelayan Jala

Penambahan minyak/lemak dalam produk sosis masih diperlukan karena lemak pada daging kurang dapat membentuk produk sosis dengan palatabilitas yang baik, sehingga

21.1 Anda mesti menyelesaikan semua aduan, tuntutan dan pertikaian secara langsung dengan Pedagang yang Dibenarkan atau Rangkai Niaga Tunai yang Dibenarkan, dan

Inhibitor daun teh dan inhibitor daun jambu dapat menghambat laju korosi lebih baik karena inhibitor tersebut memiliki daya rekat pada permukaan material yang lebih baik dibanding

Apakah yang akan berlaku kepada saiz audio apabila kadar sampel dinaikkan dari 22 kHz kepada 44 kHz untuk audio yang mempunyai kedalaman 16-bit. Azif ingin memuatkan

sebuah gerakan baru dan membentuk jaringan yang luas melalui media sosial juga. Faktor-faktor pembentuk dari gerakan sosial juga dijelaskan pada penelitian

Dari hasil pembahasan diatas merupakan hasil penelitian yang diperoleh dari data data yang telah dianalisis kemudian diolah menjadi konsep dalam proses perencanaan

[r]