• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Tempat Tumbuh Alami Palahlar Gunung (Dipterocarpus retusus BI) di Kawasan Hutan Lindung Gunung Cakrabuana Kabupaten Sumedang Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Tempat Tumbuh Alami Palahlar Gunung (Dipterocarpus retusus BI) di Kawasan Hutan Lindung Gunung Cakrabuana Kabupaten Sumedang Jawa Barat"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN TEMPAT TUMBUH ALAMI

PALAHLAR GUNUNG (Dipterocnrpus retusus BI)

DI

KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG CAKRABUANA

KABUPATEN SUMEDANG JAWA BARAT

ANDITA I'IIADIASTORO

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(2)

RINGKASAN

Andita Pradiastoro. E01499064. Kajian Tempat Tumb!rh Alami i'alahlar

G u n u n g (Dipterocarplrs retusus BI) d i Kawasan Hutan Lindung Gunung

C a k r a b u a n a Kabupaten Sumedang J a w a Barat

Kawasan hutan lindung Gunung Cakrabuana terniasuk tipe ekosisten~ hutan

hujan tropika tengah, dengan ketinggian berkisar antara 1000 - 1700 meter dpl, yang

didalamnya terdapat berbagai jenis vegetasi, salah satunya adalah jenis Dipieroccrrpus

reiusus BI. Penelitian ini bertujuan untuk niengkaji pola penyebaran jenis

Dip/erocar~>zr.s ~ L ' / I I S U . Y BI dan mengkaji keberadaan jenis Diplerocur,>us reiustrs B1 berdasarkan ketinggian dan kelerengan tempat. jenis dan sifat-sifat fisik tanah (khususnya tekstur dan kemasaman tanah).

Untuk mengetahui komposisi dan struktur vegetasi telah dilakukan analisis vegezasi dengan menggunakan metode gabungan antara metode jalur dengan metode petak ganda. Jumlah jalur yang dibuat sebanyak tiga jalur. Di dalam jalur tersebut dibagi-bagi lagi menjadi petak-petak berukuran 20 x 100 n~ dengan interval tiap-tiap petak adalah 100 11'1. Dari setiap petak berukuran 20 x 100 m tersebut dibagi lagi ke

dalam sub petak-sub petak yang berukuran 20 x 20 m. Masing-masing jalur

diletakkan dari ketinggian 1000 sampai dengan ketinggian 1600 nl dpl, dengan jarak tiap-tiap jalur adalah 500 m. Pembuatan jalur dilakukan dengan cara memotong konturltegak lurus terhadap ketinggian. Penetapan jalur dilakukan secara .sy.stemofic sampling ~ v i i h rcrtdom siart. Dari masing-masing sub petak tersebut kemudian dibagi

kedalan~ plot-plot pengamatan yang berbentuk biljur sangkar dengan ukuran masing-

masing adalah 2 x 2 m untuk pengamatan vegetasi tingkat semai, 5 x 5 m untuk

pengamatan vegetasi tingkat pancang, 10 x 10 m untuk pengamatan vegetasi tingkat

tiang dan 20 x 20 m untuk pengamatan tingkat pohon.

Untuk mengetahui keadaan profil hutan, petak-petak yang berukuran 20 x

100 m pada tiap jalur tersebut diambil satu petak (petak yang tidak terdapat jenis

Dipferocarpus retusus BI, petak yang terdapat sedikit jenis Dipterocarpus retuslcs B1

dan petak yang terdapat banyak jenis Diplerocurpu.~ retzisus BI). Untuk kepentingan

analisis ordinasi, niaka ke-I8 petak'tersebut digabung dengan ketentuan bahwa jalur 1

merupakan petak 1 sampai petak 6, jalur 2 mempakan petak 7 sampai petak 12 dan

jalur 3 merupakan petak 13 sampai petak 18.

Data iingkungan yang diukur di lapangan adalah data suhu, kelembaban, topografi (meliputi ketinggian dan kelerengan tempat), dan data tanah (jenis dan sifat tanah). Contoh tanah diambil pada setiap petak pengamatan, dengan masing-masing petak pengamatan diambil sebanyak lima sampel dari setiap sub petak. Pengambilan

sampel tanah dari setiap sub petak tersebut dilakukan secara acak, kemudian,

,

dicampurkan. Setiap sampel tanah yang dianbil berkedalamm 1 - 20 cm dm. > 20

cm. Analisis contoh tanah meliputi jenis, tekstur dan pH tanah.

(3)

sebanyak 81 jenis tumbuhan yang seluruhnya tergolong ke dalam 34 suku. Untuk tingkat semai ditemukan sebanyak 47 jenis: untuk tingkat pancang sebanyak 61 jenis, untuk tingkat tiang sebanyak 53 jenis dan untuk tingkat poll011 sebanyak 50 jenis. Vegetasi tingkat semai didoniinasi oleh jenis Quercus sunrlaicu BI (INP = 43,74 %),

vegetasi tingkat pancang dan tiank didorninasi oleh jenis Acernena ncun~inaiissima

M. r!. P (!NP = 42,88 % nntuk p8-!ca-~g dan 57,54 % untuk tiang) dan vegetasi tingkat pohon didominasi oleh jenis Schin~ci u~ulicllii Korth (INP = 63,43 %). Jenis

Dipteroca,pu.s refusus BI rne~npunyai INP sebesar 1,67 % untuk semai, 4,78 % untuk

pancang, 7,47 % untuk tiang dan 20,56 % untuk pobon.

Pola dominansi jenis di kawasan hutan lindung Gunung Cakrabuana ini lebih dipusatkan pada banyak jenis, dibuktikan dengan tingginya tingkat keanekaraganian jenis disana. Deniikian pula dengan tingkat kemerataan dan kekayaan jenis yang cukup besar.

Stratilikasi tajuk terdiri atas tiga strata, yaitu strata A (tinggi polion 30 meter keatas); strata B (tinggi pohon 20 - 30 meter) dan strata C (tinggi pohon 4 - 20 meter). Secara keseluruhan jumlah individu pohon pada strata B paling banyak

apabila dibandingkan dengan strati C dan strata A. Pola penyebaran jenis

Di[~terocurpus ~ ~ I U S U S B1 di hutan lindung Gunung Cakrabuana adalah mengelompok, dimana jenis ini cocok tumbuh pada jenis tanah latosol, tekstur tanah geluh debuan dan lempung, kernasaman tanah kategori masam sampai cukup masam

dengan ketinggian tempat antara 1000 - 1225 m dpl dengan kelerengan sebesar 4 -

I00 %.

Berdasarkan hasil analisis keragarnan dipeluleh bahwa hubungan antara faktor lingkungan fisik (ketinggian tempat, tekstur dan pH tanah) dengan kerapatan jenis Palahlar Gunung adalah sangat nyata. Hal ini berarti terdapat hubungan yang

erat a~itara faktor lingkungan fisik (ketinggian tempat, tekstur dan pH tanah) dengan

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : KAJIAN TEMPAT TUMBUH ALAMI PALAHLAR GUNUNG

(Diptcrocarprrs rctusus B1) DI KAWASAN HUTAN LINDUNG

GUNUNG CAKRABUANA KABUPATEN SUMEDANG JAWA BARAT

Nama : Andita Pradiastoro

NRP : E01499064

Fakultas : Kehutanan

Departemen : Manajemen Hutan

Program Studi : Budidaya Hutan

Menyetujui, Dosen Pembimbing

NIP. 131878499

(5)

KAJIAN TEMPAT TUMBUH ALAMI

PALAHLAR GUNUNG (Dipterocurpus refusus BI)

DI KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG CAKRABUANA

KABUPATEN SUMEDANG JAWA BARAT

ANDITA PRADIASTORO

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

RIWAYAT HIIIUP

Penulis dilahirkan di Semarang pada tarlggal 31 Oktober 1980, sebagai anak

kedua dari tiga bersaudara keluarga Udi Suprapto dan Iierudiati. Pendidikan penulis

dimulai dari TK Baiturrahman Semarang pada tahun 1986 dan menlasuki jenjang

Sekolah Dasar pada tahun 1987 di SD Negeri Trangkil 1 Semarang. Lulus SD pada

tahun 1993 dan melanjutkan ke Sekolah Menengall Pe~tama (SMI') Negeri 4

Semarang. Penulis masuk ke Sekolall Meuengah Ulnum (SMU) Negeri 4 Senlarang

pada tahun 1996, nlengambil jurusan IPA dan lulus pada taliun 1999.

Tahun 1999 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur

Undangan Seleksi Masuk IPB pada jurusan Manajemen I-lutan Fakultas Kehutanan.

Pada tahun 2002 penulis memilih Program Studi Budidaya I-lutan.

Penulis menulis skripsi tugas akhir dengan judul "Kajian Tempat

Tumbuh Alami I'alahlar Gunung (Dipterocarpus retusus BI) di Kawasan Hutan Lindung Gunung Cakrabuana Kabupaten Sumedang Jawa Barat" sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kehutanan dari Fakultas Kehutanan

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat

dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan. Slialawat dan s a l a n ~ senantiasa tercurah kepada jut~jungan kita Nabi

besar Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya sampai akhir

zarnan.

Skripsi dengan judul "Kajian Tempat Tumbuh Alarni Palahlar Gunung

(Diptcrocarprrs rdlcsus UI) di Kawasan Hutan Lindung Gunung Cakrabuana

Kabupaten Sumedang Jawa Barat" ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk meniperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kcpada :

1 . Papa, Mama, Mas Dita, De' Fifien dan keluarga di Yogya yang telah rnemberi

semangat, dorongan dan doa yang tulus serta segala limpahan cinta dan kasih

sayangnya.

2. Bapak Dr. Ir. Istomo. MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak

memberikan bantuan dan bitnbingan selarna penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Ir. Rita Kartikasari, M.Sc selaku dosen penguji wakil dari Departemen

Tcknologi Nasil Hutan dan Bapak Ir. Edhi Sandra, M.Si selaku dosen penguji

wakil dari Departemen Ko~iservasi Sumberdaya I-lutan.

4. Adm. KI'H Sumedang beserla jajarannya yang telah niemberikan izin

penelitian kcpada pcnulis.

5. Bapak Samhadi, Bapak Nana, Bapak Deni, Bapak Yayil, Ridwdn Sugiar.to, S.

Hut dan Danang Mumo atas bantuannya selama di lapangan

6 . Teman-teman satu bimbingan, Indra Bimbim dan Abuh Dedi yang telah

niemberikan motivasi, semangat dan dorongan.

7. Asyisanti, S. Nut atas dorongan, semangat, motivasi, cinta dan kasih

(8)

I

8. Keluarga besar Alaska dan Holliwood, Andrian, Wawan, Eka Gepenk, Fuad,

Panca, Deni. Catur, Windyo, Wisnu, Bono, Nugie, Robby dan Koko atas

kebersamaanliya selama ini.

9. Wahyu Itnnung atas pinjaman monitomya, Didit Oreo atas pinjaman CPU dan

printernya.

10. Rekan-rekan Fahutan Angkatan 36 atas kebersamaan, kerjasama dan

kekompakannya selania ini.

1 1. S e ~ n u a pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu-

persatu.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalanl

skripsi ini. Oleh karena Itu masukan, kritik dan saran yang membangun dari semua

pihak akan sangat menibantu dalan~ rangka penyempumaan penelitian ini. Akhir kata

penulis berharap semoga skripsi ini bernianfaat bagi semua pihak.

Bogor, Juli 2004

(9)

DAFTAR IS1

KATA PENGANTAR DAFTAR IS1

...

DAFTAR T.413SL

DAFTAR GAMBAR

...

vi

. .

...

DAFTAR LAMI'IRAN V I I

1

.

PENDAHULUAN

A

.

Latar Belakang ... 1 . .

B

.

?'u.juan I'enel~t~an ... 2

11

.

TIN.JAUAN PUSTAKA

A

.

Keterangan Mengenai Jenis Palahlar Gunung (Dip~erocurpus

re/u.sus BI)

...

3

...

. .

A 1 Keterangan Botanis 3

A.2. Penyebaran dan Tempat Tumbuh

...

4 3 Kegunaan

...

5

...

B

.

I-Iubungan Antara Vegetasi dengan Faktor-faktor Lingkungan 6

...

C

.

I-lubungan Antara Vegetasi dengan Keadaan Tanah 7

...

D

.

Penyebaran Vegetasi 10

E

.

Konlposisi dan Struktur Vegetas'

...

1 1

...

F . Ordinasi Kornunitas 14

I11

.

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A . Letak ... 16 B . Status dan Luas

...

16

...

C

.

Topografi 17

D . Tanah

...

17 E

.

lklim

...

17

IV

.

METODOLOCI PENELITIAN

. .

A

.

Waktu dan Lokasi Penel~t~an

...

19

...

B

.

Bahan dan Alat 19

.

C Data yang Dikumpulkan

...

20

.

.

.

D Prosedur P e n e l ~ t ~ a n

...

20

...

D.1. Penetapan Pengambilan Contoh 20

.

.

/

...

D.2. Pengamb~lan Data Lapangan 24

...

D.2.1. Analisis Vegetasi

.

24

.

...

D.2.2. Stratifikasl Taluk 24

...

D.2.3. Pengambilan Contoh Tanah 25

...

(10)

. .

...

...

D.3. A n a l ~ s ~ s Data

.

;; 26

.

D.3.1. Anal~sls Vegetasi ... 26 D.3.2. lndeks Dominansi Jenis

...

27

...

D.3.3. lndeks Keanekaragaman Jenis 27

D.3.4. lndeks Ke~iierataa~i Jenis

...

27

...

D.3.5. !r?rleks Kekilyaan i e n i s 28

D.3.6. Pola Penyebaran

.

...

2 s

.

...

D.3.7. Ordinas1 29

...

D.3.7.1. Koefisien Kesamaan Komu~iitas 29

D.3.S. tlubungan Antara Faktor Lingkungan Fisik Terhadap

...

Kebcradaan Dipteroccrr;r~u.s retusu.~ BI 30

V

.

I-LASIL DAN PEMBAHASAN

A

.

Kornposisi Jenis dan Struktur Tegakan

...

31 B

.

Struktur F-i~ltan

...

40

...

C . Pola Penyebaran dan Kelirnpahan Diplerocurpu.~ retusu.~ B1 4 s

C . 1 . Kelimpahan Dipter-ocurpzrs retusus UI Berdasarkan Jenis

.

...

Tekstur dan Kernasaman Tanah 51

C.2. Kelirnpallan Diprerocurpus relusus BI Berdasarkan Ketinggian

...

dan Kelerengan Ternpat 52

D

. Penyebaran Jenis Diplerocarpus re~usus BI Berdasarkan

...

Perbedaan Te~iipat Tu~nbuli 54

E . Faktor Lingkungan Fisik yang Penting Terhadap Keberadaan

...

Dipterocarpz~s retzrsus BI 56

VI

.

KESIMPULAN DAN SARAN

A . Kesimpulan ... 59 B

.

Saran

...

60

...

(11)

DAFTAR TABEL

Nornor Teks Halarnan

1. Juiulah Jenis Masing-masing Tingkat Pertumbuhan Vegetasi

yang Dite~nukan pada Setlap Jalur I'engamatan

...

3 I

2. Kerapatan Jenis Masing-masing Tingkat Pertumbuhan Vegetasi

yang ilitemukan pada Setiap Jalur Pengarnatan

...

32

3. Tiga Nama Jenis yang Melupunyai INP Tertinggi pada-Berbagai

...

Tingkat I'ertumbuhan di Hutnn Lindung Gunung Cakrabuana j4

4. Juinlah Jenis dan Nilai Indeks Dorninansi Jenis (C)' pada Berbagai

...

Tingkat Pertulnbuhan di Hutan Lindung Gunung Cakrabuana 35

5. Jumlah Jenis dan Nilai Indeks Kemerataan Jenis (E) pada Berbagai

Tingkat Pertumbuhan di IHutan Lindung Gunung Cakrabuana

...

35

6. Jumlah Jenis dan Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis (H') pada

Berbagai Tingkat Perturnbullan di l-lutan Lindung Gunung Cakrabuana

...

36

7. Jurnlah Jenis dan Nilai Indeks Kekayaan Jenis (R) pada Berbagai

Tingkat I'ertumbuhan di I-lutan Lindung Gunung Cakrabuana ... 37

8. Banyaknya lndividu Untuk Keseluruhan Jenis dan Banyaknya Jenis

Pada Setiap Pet& Pengamatan ... 38

9. Banyaknya lndividu Palahlar Gunung I'ada Berbagai

Tingkat Pertumbuhan

...

38

10. Lbds Palahlar Gunung, Non Palahlar Gunung Dan Semua Jenis untuk

Tingkat Pertumbuhan Tiang dan Pohon I'ada Setiap Petak Pengamatan

...

39

1 I . Banyaknya Pohon Pada Masing-masing Petak Pengamatan

Pada Diagram Profil Pohon

...

45

12. Nilai I6 dan Pola Penyebaran Jenis Palahlar Gunung ... 48

13. Kelimpahan Jenis Palahlar Gunung Berdasarkan Jenis

I ,

dan Sifat Tanah, Ketinggian dan Kelerengan Tempat

...

50

14. Analis& Ker~yarnan Regresi Linear Berganda Antara Kerapatan Jenis

...

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nonior Teks I-lalaman

.

.

1. Peta Lokasi P e n e l ~ t ~ a n

...

18

2. Bentuk Penempatan Sub Petak Contoh Vegetasi di Lapangan

...

2 1

...

3. Bentuk Penempatan Pctak Conto11 di Dalam Jalur Tiap Ketinggian 22

...

4. Bentuk Sub Petak Contoli Dalam Satu I'etak Pengamatan 23

...

5. Pemetaan Pohon pada Jalur untuk Membuat Stratifikasi Tajuk 25

6. Persentase Kelinipahan Jenis Palahlar Gunung dan Jenis Non Palklilar Gunung Berdasarkan Kerapatan dan Lbds Seluruh Jalur Pada

Berbagai Tingkat Pertumbuhan di Iiutan Lindung Gunung Cakrabuana ... 40

7. Sebaran Diameter Batang Jenis Palahlar Gunung dan Non Palahlar

Gunung untuk Tingkat Tiang di Hutan Lindung Gunung Cakrabuana

...

41

8. Sebaran Diameter Batang Jenis Palahlar Gunung dan Non Palahlar

Gunung untuk Tingkat I'ohon di i-iulan Lindung Gunung Cakrabuana

...

41

3. Sebaran Tinggi Batang Jenis Palahlar Gunu~ig dan Non Palahlar

Gunung untuk Tingkat Tiang di I-lutan Lindung Gunung Cakrabuana ... 44

10. Sebaran Tinggi Batang Jenis Palahlar Gunung dan Non Palahlar

...

Gunung untuk Tingkat Pohon di Iiutan Lindung Gunung Cakrabuana 44

1 1. Kelimpahan Jenis Palahlar Gunung Berdasarkan Ketinggia~i Tcmpat

...

(M Dpl) di Hutan Lindung Gunung Cakrabuana 53

12. Kelimpahan Jenis Palahlar Gunung Berdasarkan Kelerengan Tempat

(%) di Hutan Lindung Gunung Cakrabuana

...

54

13. Kedudukan Petak-petak Pengamatan pada Diagram Ordinasi

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman

1. Daftar Nama Jenis Vegetasi dan Familinya yang Dilemukan

. . ? -

...

di Lokasi P e n e l ~ t ~ a n 6 3

2. Nilai KR, Fli, DR dan INP Masing-masing Jalur pada Berbagai

...

Tingkat Pertunlbuhan di Hutan Lindung Gunung Caki-abuana 67

3. Nilai KR, FR, DR, INP, C. 14, E dan R pada Berbagai Tingkat

...

Pertumbuhan di l-lutan Lindung Gunung Cakrabuana 87

4. Banyaknya Individu, Jenis dan Famili pada Berbagai Tingkat

...

I'ertumbuhan di Hutan Lindung Gunung Cakrabuana 93

5. Stratifikasi Tajuk pada Petak 4 Jalur 1 di Kawasan Nutan Lindung

Gunung Cakrabuana

...

97

6. Stratifikasi Tajuk pada Petak 3 Jalur 3 di Kawasan Hutan Lindung

Gunung Cakrabuana

...

98

7. Stratifikasi Tajuk pada Petak 2 Jalur 2 di Kawasan

Hutan Lindung Gunung Cakrabuana

...

..99

8. Matriks Ketidaksamaan Komunitas Tiap Petak Contoh

di I-Iutan Lindung Gunung Cakrabuana

...

100

9. Posisi Contoh pada Sumbu Ordinasi X - Y Berdasarkan INP

Masing-masing Petak Pengamatan

...

10 1

10. Dokumentasi yang Diambil dilapangan

...

102

11. Hasil ?engolahan Data Antara Kerapatan Jenis ~ a l a h l a r Gunung Dengan Faktor Lingkungan Fisik (Ketinggian Tempat

(14)

I. PENDAHULUAN

Sumber daya alam khususnya suniber daya hutan merupakan salah satu

sumber daya yang sangat penling dan potensial bagi kehidupan manusia sehingga

perlu dijaga keberadaannya sebagai fungsi penyangga siste~n kehidupan. Hutan

mempunyai pengaruh yang sangat luas terhadap keadaan tanah, sumber air,

penlukiman manusia, rckreasi, pelindung nlarga satwa dan pendidikan.

Agar suatu tumbuhan dapat hidup dan tumbuh dengan baik, maka diperlukan

kondisi lingkungan yang sesuai dan mendukung untuk pertumbuhannya. Lingkungan

merupakan masalah pokok dalani setiap proses perkcmbangan &an pertunibuhan

suatu organisme hidup ternlasuk tumbuhan dikarenakan banyak faktor yang berada di

dalamnya yang turut serta menjadi kunci keberhasilan dari pcrkenibangan dan

pertumbuhan tumbuhan tersebut. Faktor-faktor lingkungan tersebut antara lain adalah

faktor iklim, geografis, edafis, manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan itu scndiri.

Faktor-faktor tcrscbut saling berkaitan satu sama lain, menjadi satu kesatuan pang

utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan.

Faktor lingkungan yang dibutuhkan suatu jenis tumbuhan dapat beriainan

tergantung dari jenis tumbuhan itu sendiri. Suatu faktor atau beberapa faktor dari

lingkungan itu dapat dikatakan penting apabila faktor atau faklor-faktor tersebut

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan sua!u tumbuhen.

Jenis I'alahlar Gunung (Dipierocurpus reiusus Bl) adalah jenis yang scmakin

menurun populasinya mengingat hutan primer tempat habitat jcnis ini sudah mulai

habis (Kartawinata, 1983) dan dikhawatirkan semakin lama akan se~nakin punall. Di

samping itu belum banyak dilakukan penelitian tentang populasi, penyebaran dan

faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan Palahlar Gunung di habitat

aslinya, sehingga sulit untuk mengetahui keadaan populasi dan perilaku dari Palahlar

, I

Gunung ini temtama h~bungannya densan keadaan habitatnya. Jenis Palahlar

(15)

sehingga perlu dipikirkan j u g usaha-usaha untuk pembudidayaantxya (Anonirnous,

1996).

B. Tujuan Penelitia~~

-l'~~juan dari penelitian ini adalah :

1. Mengka.ji pola penyebaran jenis Diplerocur/>u.s relusus BI di hutan lindung

Gununy Cakrabuana

2. Mengkaji kebcradaan jenis Diprerocur/~us reiusu.5 B1 bcrdasarkan ketinggian dan

kelerengan tempat di hutan lindung Gunung Cakrabuana.

3. Mengkaji keberadaan jerlis Dip/erocurpus relu.su.s B1 berdasarkan jenis dan sifat- sifat tanah khususnya tekstur dan kernasaman tanah di hutan lindung Gunung

(16)

11. TINJAUAN PUSTAKA

A. Keterangan Menganai Jenis Palahlar Gunung (Dipferocarpris refrislis B1)

A.1. Keterangan Botanis

Menurut Kartawinata (1983), jenis Palahlar Gunung ter~nasuk ke daiam

marga Dipleroccrpzw dan suku Meranti-merantian (Dipterocarpaceae). Di Jawa

Barat, jellis Diplerocnrpzrs rriusus Bi ini niempunyai naliia yang sania dengall

Dipleroco,pzcs hnsseltii BI, yaitu Palahlar. Tetapi sebenarnya berbeda, dan dapat dicirikan dengan bagian-bagian ranting, perbungaan, kelopak dan lilahkota bunga

yang umutlinya berbillu pendek tetapi tebal, dan pohonnya cukup besar, dapat

mencapai tinggi 50 nl dan diameter 159 cm (Kartawinata, 1983). Jenis ini me~iiiliki

pertunibuhan tinggi rata-rata 50 cmltahun dan pertambahan dianieter rata-rata 0.7

c m / t a h ~ ~ n (Anonimous, 1996).

Selalijutnya Newnian (1999) ~iiengatakan bahwa ciri-ciri diagnostik utama

jenis Palahlar G~uiung ini adalah berdaun besar, licin, dan bertula~ig banyak.

Perawakan pohon berukuran sedang, diameter setinggi dada (dhh) hingga 150 cm.

Ranting bundar, kuncup daun berukuran 20 - 35 x 4 - 10 mm, berbentuk lanset atau

bulat telur. Tangkai daun berukuran 2,5 - 7 cni berupa bulu-bulu coklat nierah,

panjang. Daun lo~ijong atau jorong, berukuran 16 - 28 x 7

-

17 cni, sangat berlipatan,

~ ~ j u n g lancip pendek. Pangkal berbentuk ~ a s a k atau membundar. Perniukaan atas dan

bawah dari daun bila niengering berwama coklat. Pertulangan sekunder berukuran 16

- 20 cm, lurus hingga ke tepi, sangat menonjol. Pertulangan tersier terlihat jelas.

Bunga berukuran besar, benang sari berjumlah antara 30 - 36 buah. Kelopak huah

dengan dua sayap panjang dan tigd sayap pendek. Sayap panjang berukuran 18 - 25 x

4

-

4,6 cm dan sayap pendeknya berukuran 1,5

-

2

x

1,2 - 1,5 cm.

Hal yang menarik dari jenis Dipterocarpus retusus BI ini khususnya dan

suku Dipterocarpaceae pada umuninya adalah masa berbunga dan berbuahnya yang

memerlukan v:akt.u yang cukup !ama. Suatu ciri yang menarik perhatian pada

(17)

bersama-sama dengan tenggang waktu yang panjang, paitu 5 - 7 tahun, tetapi tidak

beraturan, ya:lg pada waktu itu sering terdapat kegiatan pembentukan bunga dan buah

yar.g luar biasa pula pada pohon-pohon suku lainnya (Appanah, 1985 dulrit~z Whitten,

1 0 0 7 \ hr,.,,- I-,.-L..-,.-

I U I , . Lllaa~ V C ~ ~ ~ I Idiis ~ ( Ijenis Diplerocur/~us re1zr.su.s B1 ini terjadi piida Luia~l

Februari, Juni, September, dan November, dan masa berbuahnya terjadi pada buian

Januari, I'ebruari, September, dan November (Sastrapradja, 1983). Sedanskan

Wahjono dan ihmpubolon (1987) mengataka11 bahwa tiiasa berbunga jenis

Dip~eroca,pirs rerusus B1. terjadi pada bulan Juni - Agustus, sedanykan nvasa

berbuahpya terjadi pada bulan September - November untuk buah muda dan bulan

Dcsember - Februari untuk buah tua.

A.2. Penyebaran dan Tempat Tumbuh

Jenis Diplerocurpirs relusus B1 ini banyak tumbuh di liutan hujan

pcgunungan bawah pada ketinggian 800 - 1300 m di Semenanjung Malaysia dan

Jawa Barat, tetapi lebih rendah di daerah-daerah musinian, turun hingga 100 m di

Assam dan Lombok (Newnian, 1999). Di Indonesia, jenis ini bukan hanya terdapat di

Aceh, Jawa Barat dan Jawa Tengall, Lombok dan Sumbawa (Kartawinata, 1983).

Kartawinata (1983) nienambahkan bahwa tenipat tunibuhnya adalah hutan

primer yang masih asli pada ketinggian 800 - 1300 rn, nieskipun ada kaianya terdapat

pula pada ketinggian 100 m di daerah yang beriklim musiman. tnisalnya di Lombok.

Sastrapradja (1980) mengatakan pula bahwa tempat tumbuh jenis ini adalah di hutan

primer atau belukar tila, tumbuh pada tanah liat, berpasir, atau berbatu di sepanjang

sungai ataupun di tempat kering. Jenis ini tumbuh menye:elonipok dan mungkin pada

saat ini sudah jarang ditemukan di Jawa, dikarenakan hutan-hutan primernya sudah

hampir punah (Kartawinata, 1983).

Kisaran persebaran jenis Palahlar Gunung ini nienurut Newman (1999)

meliputi India (Assam), M?'anmar, Thailand, Cina bagian selatan, Semenanjung

Malaysia, Surnytera (Aceh, Dataran Tinggi Gayo, Sumatera Utara), Jawa dan Nusa

(18)

A.3. Kegunaan

Menurut Kartawinata (1983), jenis Dipterocarpus ini bersama-sama dengan

jenis-jenis dari marga Dryobalunops (Kapur) dan Shorea (Meranti) nierupakan

pengliasil kayu utama dari kawasan hutan di Indonesia bagian barat (Sumatera dan

Kalimantan) yang memenuhi keperlual kayu dalalii negeri maupun kayu untuk

ekspor. Di Indonesia dan Malaysia, eksploitasi Keruing merupakan ha1 yang penting

pada akhir tahun 1980. Dewasa ini Keruing merupakan kayu yang cocok untuk

diken~bangkan sebagai I-iutan Tanaman Industri. terutana untuk produksi kayu lapis

(misal di Kalimantan) (Anonimous, 1996). Oleh karena itu kayu ini banyak

digunakan untuk produk kayu lapis. Serutan Keruing digunakan untuk produksi

papan keras, pulp sebagai bahan produksi kertas (Anonimous, 1996).

Keruing rnerupakan sumber penting kayu konstruksi, sedang maupun berat.

Kayu dari jenis ini termasuk kayu yang baik untuk bahan bangunan, meinpunyai berat

jenis 0;75 dan termasuk dalam kelas keawetan 111 dan kelas kekuatan I1

(Kartawinata,l983). Apabila telah diawetkan, kayu Keruing dapat digunakan untuk

bahan konstruksi, seperti tiang dan gardu telepon, pagar, gerbang kereta api,

konstruksi kapal dan dermaga serta dasar tiang pancang. Tetapi Iieyne (1987)

men\latakan bahwa kayu ini dapat dipergunakan untuk bangunan rumall, tetapi

dianggap tidak begitu awet.

Semua jenis Keruing, termasuk jenis l'alahlar Gunung ini, kayunya

mengaldung damar atau balsem (oleoresin) yang harum, lengket dan berminyak dan

dikenal dengan nania minyak keruing atau rninyak lagan. Di Filipina, minyak keruing

ini dikenal dengan nama Apitong Oil (Anonimous, 1996). Danlar ini banyak dipakai

untuk menyum5at atau menyainbung bagian-bagian kayu pada perahu setelah

dican~pur dengan kulit Kayu Putih (Meluleucu). Balsem Keruing dapat pula

dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan dan dapat digunakan untuk niembuat obor.

Pada zaman dahulu, penduduk pegunungan di Jawa Barat memanfaatkan damar ini

sebagai pengharum dengan cara mengoleskan damar Palahlar Gunung

(Dipierocurpus relusus Bl) ini pada daun lebar yang kemudian digulung dan dibakar

(19)

B. Hubungan Antara Vegetasi dengan Faktor-faktor Lingkungan

Untuk menunjang pertumbuhan dari suatu tanaman agar dapat tumbuh

dengan baik, mutlak diperlukan kondisi lingku~lgan yang sesuai atau cocok untuk

pertumbuhan dari tanaman tersebut. Lingkungan inilah yang nienjadi kunci utalila

dalam pertumbuhan selain faktor getletis dari tananla11 itu sendiri. Kcberhasilan

pertumbuhan suatu tanaman hutan di lapangan dikendalikan secara rampatan olch

faktor-faktor pertumbuhan. yang terdiri dari faktor genetis dan faktor-faktor

lingkungan (I'urwowidodo, 2000). Dinyatakan juga bahwa tanaman bergenetik baik

akan gugal tumbuh jika dibudidayakan di tempat ddengn keadaan lingkungan yang

jelek, dan tanaman hergenetis tida'k baik juya akan gaga1 tumbuh walaupun

dibudidayakan di tempat dengan keadaan lingkungan baik. Dengan demikian, antara

organisme dan lingkungan terjalin hubungan yang erat dan bersifat timbal balik.

Tanpa lingkungan, organisme tidak mungkin ada. Dan sebaliknya, lingkungan tanpa

organisme tidak akan berarti apa-apa.

Lingkungan adalah suatu kompleks faktor-faktor yang berinteraksi tidal\ saja

dengan organisme tetapi juga sesama faktor tersebut, sehingga sulit untuk

memisahkan satu bagian dan merubahnya tanpa mempengaruhi bagian lain dari

lingkungan tersebut, sehingga untuk dapat memahami struktur dan kegiatannya perlu

dilakukan penggolongan faktor-faktor lingkungan tersebut ('Tjondronegoro, 1979).

Menurut lstomo (2000), lingkungan adalah suatu sistem yang kompleks

dimana berbagai faktor berpengaruh timbal balik s2tu sama !sin dan dengan

komunitas organisme hidup. Istomo (2000) menambahkan pula bahwa fakror-faktor

lingkungan tersebut dapat dibeda-bedakan menjadi faktor lingkungan abiotik dan

faktor lingkungan biotik. Faktor lingkungan abiotik dapat dijabarkan lagi menjadi

beberapa faktor, yaitu faktor iklim (meliputi cahaya, suhu, curah hujan kele~itbaban

udara dan angin, serta gas udara); faktor geografis (meliputi letak geografis,

topografi, geologi, dan vulkanisme); dan faktor edafis (meliputi jenis tanah, sifat-sifat

,

,

fisik, sifat-sifat kimia, sifat-sifat biotis aan erosi). Sedangkan untuk faktor lingkungan

biotik dipengaruhi oleh manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Sedangkan

(20)

lingkungan menjadi tujuh: yaitu tatiah, air, suhu, cahaya, atmasfir. api dan faktor

biotik.

Iklitii adalah faktor terpentilig yalig mempengaruhi penyebaran tumbuh-

tunibuhan. Faktor-faktor iklim seperti suhu (telnperatur), curah hujan, kelembaban

dan defisit tekanan uap air (~q~rrpor pressure defisil) besar pengaruhnya pade

pertumbuhan pohon. Iklim mikro dari suatu tenipat yang dipengaruhi keadaan

topografi dapat mempengaruhi penyebaran dan pertumbuhan 11011011 (Soerianegara

dan Indrawan, 1978).

Tjondronegoro (1979) mengatakan bahwa lingkungan bersifat dina~nis

dalam arti berubali-ubah setiap saal, dimana perbedaan dan perubahan tersebut terjadi

baik secara mutlak maupun relatif di faktor-faktor lingkungan tersebut, demikian pula

kepentingan dan pengaruh dari faktor lingkungan terhadap tumbuhan akan berbeda-

beda menurut waktu, tempat. dan keadaan tu~nbuhan itu sendiri.

Suatu faktor atau beberapa faktor dikatakan penting apabila pada suatu

waktu tertentu faktor atau faktor-faktor itu sangat mempengaruhi hidup dan

perkembangan tumbuh-tumbuhan, karena terdapat dalam batas minimal. maksimal

atau optimal, inenurut batas-hatas toleransi dari tumbuh-tumbuhan tersebut

(Tjondronegoro, 1979).

C. Hubungan Antara Vcgetasi dengan Keadaan Tanah

Tanah dan vegetasi merupakan faktor yang saling berinteraksi satu sama

lainnya. Perkembangan vegetasi berhubungan erat dengan proses pembentukan canah.

Di dalam kondisi iklim yang sama, kehadiran komunitas tumbuhan ditentukan oleh

keadaan topografi dan kesuburan tanah. Dengan dernikian studi tentang hubungan

antara vegetasi dengan keadaan tanah mempakan keperluan dasar dalam mempelajari

aspek ekologi.

Tanah merupakan faktor lingkungan yang mengandung komponen-

komponen biotis maupun abiotis yang diperlukan oleh organisme, termasuk tanaman.

Tanah penting bagi tanaman karena mzmpakan tempat bermukim (tempat tumbuh),

(21)

kegiatan bersan~a dari iklim, organisme dan tumbuh-tumbuhan terhadap bahan itlduk

kulit bumi. Oleh sebab itu tanah mengandung bahan induk (batu-batuan mineral) dan

bahan organik diillana organisme dan hasilnya bercampur dengan paitikel-partikel

halus hasil hancuran bahan induk.

Adanya klasifikasi tanah, sangat penting untuk mengadakan analisa

ekologis. Keadaan tanah dapat mencerminkan keadaan lingkungan setempat dan jenis

veyetasinya. Perbedaan jenis tanah, sifat-sifat serta keadaannya seringkali

nlempengaruhi penyebaran tumbuh-tumbuhan, rnenyebabkan terbentuknya tipe-tipe

vegetasi berlainan, serta mempengaruhi kesilburan dan produktivitas lahan

(Soerianegara dan Indrawan, 1978). Yang perlu diketahui dalam menganalisa canah

diantaranya adalah tekstur dan kemasaman tanah. Tekstur dan porositas tanah adalah

sifat-sifat tanah yang penting dalam lnenentukan tersedianya zat-zat makanan bagi

tanaman dan hewan-hewan tanah (Tjondronegoro, 1984).

Hardjowigeno (1987) menyatakan bahwa tekstur tanah menunjukkan kasar

halusnya tanah. Tanah terdiri dari butir-butir tanah berbagai ukuran. Bagian tanah

yang berukuran lebih dari 2 mm disebut bahan kasar (kerikil sampai batu). Bahan-

bahan tanah yang lebih halus dapat dibedakan menjadi pasir (2 mm - 50 u), debu (50

u - 2 u), dan liat (kurang dari 2 u). Mcnurut Harjadi (1979), komponen mineral dalam

tanah terdiri dari campuran partikel-partikel yang berbeda ukurannya, komposisi dan

sifat-sifat kimia dan fisiknya, sehingga menurut umtan besarnya, partikel-partikel

tersebut adalah ba?u, kerikil, pasir, debu dan liat.

Selanjutnya l-iardjowigeno (1987) mengatakan bahwa berdasar atas

perbandingan banyaknya butir-butir pasir, debu dan liat, maka tanah dike!ompokkan

kcdalam beberapa macam kelas tekstur, yaitu kelas tekstur kasar (berupa pasir atau

pasir berlempung); kelas tekstur agak kasar (bempa lempung berpasir atau lempung

berpasir halus); kelas tekstur sedang (berupa lempung berpasir sangat halus atau

lempung atau lempung berdebu atau debu); kelas tekstur agak halus (berupa lempung

liat atau lempung liat berpasir atau lempung liat berdebu) dan kelas tekstur haius

(22)

Tekstur tanah mempengaruhi daya tahan air dan laju infiltrasi air, diniana

tanah-tanah kasar lnenyebabkan infiltrasi dan perlokasi air yang cepat, sehingga tidak

ada "r.~rti off' perlnukaan sekalipun seliabis liujan lebat. Sebaliknya, tanah liat begitu

halus teksturnya, sehingga sedikit air menenibus tingkatan bawah, terutama sesudah

permukaan liat nienjadi basah dan mengembung. Akan tetapi, tanah kasar tidak

mampu n~empertaliankan air dalam jumlah besar (Narjadi, 1979).

Kesuburan tanah hutall pada u~numnya dihubungkan dengan keadaan tekstur

tanahnya. Tanah-tanah yang bertekstur pasir mempunyai luas permukaan yang kecil

sehingga sulit nienyerap atau menahan air dan unsur hara. Tanah-tanah yang

bertekstur liat me~npunyai luas permukaan yang besar sehingga kcnialnpuan untuk

menahan air dan menyediakan unsur hara tinggi (Hardjowigeno, 1987).

Reaksi tanah menunjukkan sifat kernasaman atau kebasaan (alkalinitas)

tanah yang dinyatakan dengan nilai pH, dimana nilai pH berkisar dari 0 - 14 dengan

pH 7 disebut netral, sedang pH kurang dari 7 disebut masam dan p1-I lebih dari 7

disebut alkalis (Hardjowigeno, 1987). Sedangkan Oslon (1981) dalutn Punvowidodo

(2000) menggunakan kriteria utituk nienentukan keniasan~an tanah sebagai berikut :

Nilai p1-1 Kateeori

e < 4.4 sangat masam sekali

4,5 - 5,O sangat masam

5,l - 5,5 masam

5,6-6,0 cukup masam

6 , l - 6 , 5 agak masam

6,6 -7,3 netral

0 7,4 - 7,8 agak alkalin

7,9 - 8,4 cukup alkalin

8,5 - 9,O sangat alkalin

(23)

Harjadi (1979) menyatakan bahwa pH tanah yang cocok (6 - 7) untuk

pertumbuhan tananlan adalah sangat vital. Nilai pH tanah yang terlalu tinygi (diatas

9) atau pH rendah (dibawah 4). sudah ~nerupakan racun untuk akar-akar tanaman.

Hardjowigeiio (1987) menambahkan bahwa pentingnya pH tanah antara lain

untuk menentukan nludah tidaknya unsur-uiisur hara diserap oleh tanaman. Pada

umumnya unsur hara lnudah diserap akar pada pl-I netral, karena pada pl-1 tersebut

kebanyakan unsur hara ~nudah larut dalaln air. Pada tanah masam, unsur Sosl'or tidak

dapat diserap tanaman karena diikat (difiksasi) olch Al, sedang pada tanah alkalis,

unsur fosfor juga tidak dapat diserap tanaman karena diikat oleh Ca.

Pentingnya pl-1 tanah yang lain adalah menunjukkan kemungklnan adanya

unsur-unsur beracun, dimana pada tanah masarn banyak ditemukan ion-ion Al yang

juga merupakan racun bagi tananian.

D. I'enyebaran Vegetasi

Suatu jenis tumbuhan dalam hubungannya dengan keadaan lingkungan dari

suatu ekosistem akan membentuk sistem fungsi tertentu. Setiap individu jenis tersebut

mempunyai toleransi yang berbeda dalam beradaptasi dengan lingkungan dan

masing-masing individu tersebut mernpunyai kondisi lingkungan tertentu dimana dia

dapat tumbuh secara optimal. Oleh karena itu pada umumnya penyebaran jenis

tumbuhan akan berbeda terutama dalalii ha1 kehadiran dan kelimpahannya (Poole,

1974 dulurn lstomo, 1994).

Kehadiran setiap organisme pada setiap tempat adalah hasil dari perpaduan

dengan keadaan lingkungan setempat. Penyebaran tumbuhan di dunia selain karena

sebab-sebab yang terjadi secarr alani yaitu perubahan geologis dan iklim dari zainan

dahulu sampai sekarang, juga dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia, dimana

kegiatan manusia tersebut adalah dengan menambah luas penyebaran, terutama jenis-

jenis yang berguna bagi kehidupannya (Tjondronegoro, 1979).

Good (1953) dulum Tjondronegoro (1979) lnenambahkan bahwa faktor-

faktor yang mempengaruhi penyebaran tumbuhan adalah evolusi, penyebaran

(24)

terjadi pada masa lampau dan sampai sekarang masih terus berlangsung, perpindahan

tanaman ini terjadi pada fase dimana tanaman itu dapat disebarkan (dalam bentuk

biji), dalam niasa geologis perubahan-perubahan ikli~n yang besar telah terjadi, dan

dalam masa ini juga telab terjadi perubahan-perubahan dalani perbandingan daratan

dan lautan.

Sebenarnya informasi yang telah didapatkan dari kerapatan populasi saja

belum cukup untuk memberikan suatu gambaran yang lcngkap menge~iai kcadaan

suatu populasi yang ditemukan dalani suatu habitat. Dua populasi mungkin dapat

~uempunyai kerapatan yang sama, tetapi mempunyai perbedaan yang nyata dalanl

pola penyebaran tempatnya (Soegianlo, 1994). '

Bentuk-bentuk penyebaran suatu jenis turnbullan sangat diperlukan dalam

rangka keberhasilan dalam pcngelolaannya dan juga akan niempengaruhi teknik-

teknik pemanfaatannya. Sebenarnya. pola penyebaran organis~ne di alam jarang yang

ditemukan dalam pola yang seragam (teratur) tetapi umumnya niempunyai pola

penyebaran yang mengelonipok (Soegianto, 1994).

Odum (1959) juga menambahkan bahwa pola penyebaran acak merupakan

penyebaran yang relatifjarang terjadi di alam. timbul bila diniana lingkungan tersebut

sangat seragam dan tidak ada kecenderungan untuk mengelompoWberkun~pul.

Penyebaran yang seragam mungkin timbul bila kompetisi antara individu-individu

demikian keras atau bila ada antagonisme positif yang menyebabkan penyebaran

ruang merata.

Selanjutnya Soegianto (1994) menyatakan bahwa ada tiga bentuk pola

penyebaran di dalani populasi, yaitu pcnycbaran seragam, pcnycbaran acak, dan

penyebaran mengelompok.

E. Komposisi dan Struktur Vegetasi

Istilah komposisi digunakan untuk menyatakan keberadaan jenis-jenis pohon

, I

dalam hutan. Richard (1957) menggunakan isrilah kolnpcsisi untuk menyatakan

(25)

mempunyai komposisi campuran; walaupun hutan hujan tidak selalu demikian,

diduga merupakan jenis lanpa dominan tunggal.

Selznjutrya dinyatakan bahwa ciri hutan hujan tropika yang mencolok yaitu

penutupan tajuk mayoritas terdiri dari tumbuhan berkayu berbentuk pohon, sebagian

besar tumbuhan pelnanjat dan beberapa jenis epifit yang berkayu. tumbuh-tumbuhm

bawah terdiri dari tumbuh-tumbuhan berkayu, semai dan pancang, belukar dan liana

muda

Istilah struktur digunakan untuk nienyatakan sebaran individu tumbuhan

dalanl lapisan tajuk. Struktur hutan ditentukan oleh sebaran pohon-pohon dalam suaru

tegakan, baik secara vertikal maupun secara horizontal. Tinggi total maupun tinggi

bebas cabang merupakan bagian dari sebaran vertikal, sedangkan sebaran horizontal

dicirikan oleh jumlah batang dan posisi pohon dari pohon dalam tegakan (Richard,

1957). Menurut Michon (1983) dcrlmz lstomo (1994) studi profil arsitekrur

(stratifikasi) merupakan salah satu metode deskripsi dan analisa yang digunakan

untuk ekosistem hutan di daerah tropis. Dalam profil arsitektur komunitas tumbuhan

akan terlihat adanya keragaman arsitektur yang tinggi. Keragaman tersebut terjadi

karena tipe-tipe habitus yang berbeda-bcda seperti adanya pohon, semak belukar,

rumput atau tumbuhan lain yang membentuk lapisan.

Dalam suatu hutan, kanopi pohon-pohon dan tumbuhan herba menempati

tingkat yang berbeda dan dalam hutan hujan tropika aka1 ditcmukan tiga hingga lima

strata. I-ial ini mungkin karena perbedaan tinggi dan sistern percabangan yang unik

(Misra, 1980).

Menurut Soerianegara dan Indrawan (1988), di dalam hutan hujan tropika

terdapat lima lapisan tajuk, yaitu lapisan A, B, C, D, dan E. Lapisan A, B, dan C

merupakan lapisan tajuk dari tingkat pohon, dan lapisan D merupakan lapisan perdu

dan semak. Sedangkan lapisan E adalah lapisan tumbuh-tumbuhan penutup tanah.

(26)

Ciri dari masing-masing lapisan tersebut adalah :

1. Lapisan A

-

Terdiri dari pohon setinggi 30 m ke atas, tajuknya diskontinyu, batang pohon

tinggi dan lurus, hatang bebas cabang tinggi.

2. Lapisan B

Terdiri dari pohon-pohon setinggi 20 - 30 ni, tajuk umumnya kontinyu.

batang biasanya banyak bercabang, batang bebas cabang tidak begitu tinggi.

3. Lapisan C

Terdiri dari pohon-pohon setinggi 4 - 20 m, tajuknya kontinyu, rendah. kecil

dan bercabang banyak.

4. Lapisan D

Terdiri dari perdu dan semak, tingginya 1 - 4 m.

5. Lapisan E

Terdiri dari tumbuhan penutup tanah, tingginya 0 - I m.

Batas tinggi lapisan tersebut bcrbeda-beda tergantung pada tempat tumbuh

komposisi hutan. Antara lapisan A dan lapisan B masih jelas dapat dibedakan

berdasarkan kekontinyuan tajuk, akan tetapi, antara lapisan B dan lapisan C kuranz

jelas yang hanya dapat dihedakan berdasarkan tinggi pohon. Tidak semua hutan

mempunyai ketiga lapisan diatas, ada yang hanya mempunyai lapisan A dan B, atau

A dan C saja.

Selanjutnya Soerianegara d m lndrawan (1988) menyatakan bahma

stratilikasi terjadi akibat persaingan dalarn waktu yang relatif lania setelah meiaiui

proses adaptasi dan stabilisasi. Jenis-jenis tertentu akan lebih berkuasa (dominan)

daripada jenis-jenis yang lain. Pohon-pohon yang tinggi dari stratum teratas

mengalahkan atau menguasai pohon-pohon yang lebih rendah dan merupakan jenis-

(27)

F. Ordinasi Komunitas

Ordinasi komunitas merupakan tahapan utama dari klasiiikasi daialn

~nenlpelajari struktur komunitas tumbuhan (Setiadi et ul, 1989). Meilurut Mueller-

Ellenberg (1974) dulani Setiadi el a1 (1989), ordinasi adalah penyusunan satuan-

satuan pengamatan suatu komunitas ke dalam tatanan satu sumbu atau

multidimensional sumbu. Scdangkan menurut Siswadi el ol (1992) ordinasi adalah

suatu teknik penataan unit dala~n di~nensi satu atau ganda agar suatu posisi masing-

masing unit (spesies) sepanjang sumbu memberikan informasi maksimunl tcnvang

komposisi tersebut atau hubungannya dengan unit lain.

Sementara' itu Poole (1974) dalum Setiadi ei a1 (1989) menyatakan bahwa

ordinasi adalah serangkaian plotting himpunan pengainatan kuadrat di dalam s u i ~ ~ b u -

sumbu koordinat. Cox (1967) dolam Setiadi el al (1989) menyatakan bahwa teknik

ordinasi melibatkan kedudukan komunitas dalam sistem yang digambarkan oleh satu

atau beberapa sumbu kedudukan. Sumbu-sumbu kedudukan ini dapat berangsur-

angsur menggambarkan tingkatan dari faktor lingkungan yang diamati ketika

nlelakukan survey dalmn analisis vegetasi.

Pada tingkat selanjutnya sangat mungkin dapat dinyatakan sebagai

kerapatan, dominansi, frekuensi ataupun nilai adanya perubahan komposisi jenis

tumbuhan yang sejalan dengan perubahan dari kondisi-kondisi lingkungannya.

Penyidikan yang menunjukkan ciri khas dalam perubahan tersebut adalah dapat

dikelompokkan sebagai perubahan yang Sersifat kesinambungan atau confinou.~ dan

pembahan yang bersifat terputus mendadak atau di.scontinou.s dari schimpunan

hubungan antara jenis-jenis yang sedang dipelajari (Setiadi ei ul, 1989).

Samingan (1978) mengatakan bahwa teknik ordinasi meliputi penempatan

komuniti di dalam sistem grafik yang mengandung satu atau lebih sumbu-sumbu.

Terdapat dua golongan teknik ordinasi yang agak berbeda, yang berdasarkan pada

metode penetapan sumber-sumber ordinasi. Sumbu-sumbunya dapat dibagi-bagi ke

, I

dalam tingkat-tingkat berbagcai faktor lingkungan yang diukur untuk komuniti yang

dianalisa, atau mereka dapat dirupakan untuk mencerminkan pei.bedaan di dalam

(28)

yang dibagi-bagi menurut variabel lingkungan, memungkinkan membuat persamaan

langsung antara perubahan di dalam komposisi komunitas dan perubahan di dalam

keadaan lingkungan, serta mencerminkan perubahan ini sebagai bersambungan atau

terputus-putus.

Selanjutnya Samingan (1978) mengatakan bahwa u~ituk ordinasi-ordinasi

yang mempunyai sumbu-sumbu berdasarkan pada perbedaan didalam struktur

komunitas, hipotesa organismal menyarankan bahwa komunitas harus masuk

kedalam golongan-golongan yang jelas serta terpisah jauh sedangkan hipotesa

individualistik rnenyarankan bahwa komunitas-komunitas tersebut harus rnembentuk

penyebaran yang kurang lebih bersambungan.

Menurut Smith (1980) ordinasi komunitas dapat dikerjakan dalam dua

pendekatan, yaitu dengan perubahan kondisi lingkungan, maka posisi komunitas

sepanjang sutnbu tersebut telah tnencerminkan bahwa perubahan komposisi

komunitas dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Bila suatu sumbu lain merupakan

landasan komposisi komunitas, nlaka konfigurasi dalarn ruang geometris menyatakan

hubungan antara komunitas mengenai kemiripan dalanl komposisi. Dari gambaran ini

diharapkan dapat ditelusuri faktor-faktor yang mungkin mendasari pola yang diamati

tersebut.

Salah satu cara yang digunakan dalam ordinasi yang dikcnal sebagai rnetode

tak langsung (Whittaker, 1967 dulunt Siswadi el ul, 1992) adalah satuan penarikan

contoh yang diatur dalam suatu sistem koordinat yang tereduksi berdasarkan nilai

ketidakmiripan (atau kemiripan) dalam komposisi spesies. Bray dan Curtis (1957)

dalarn Siswadi er ul (1992) memperkenalkan metode ordinasi tak langsung yang

dikenal dengan nama Ordinasi Kutub. Ordinasi kutub ini hertiasarkan cara kerja Bray

dan Curtis yang membuat suatu suatu peringkat linear dari suatu nilai lainnya.

Keadaan ekstrim tersebut dalam ordinasi komunitas tumbuhan misalnya berhubungan

dengan sifat-sifat komponen lingkungan, misalnya pH tanah, ketinggian tempat dan

(29)

111. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Letak

Kawasali hutan lindung Gunung Cakrabuana terletali di Kabupaten

Sumedang Jawa Barat yang masuk dalalll wilayah KPH Sumedang, BKI'H

Cadasngampcr. RP1-i Cakrabuana.

Secara gcografis atau berdasarkan garis lintang, wilayah ini terletak pada 7'

- 107' 44' BT dan 6' 4' - 7' 53' LS. Secara administratif, wilayah Pemerintah berada

di Daerah Tingkat I1 Kabupaten Sumedang, dengan batas-batas hutan sebagai berikut:

Bagian Utara : KPH Indramayu dan KPI-I Majalengka

,

Bagiaii Timur : KPN Majalengka

Bagian Selatan : KPI3 Bandung Utara dan KPIH Garut

Bagian Barat : KPH Bandung Utara dan KPIH Purwakarta

B. Status dan Luas

KPH Sumedang sebelt~mnya berasal dari wilayah hutan KPH Bandung, KPH

Indramayu, dali KPH Majalengka. Pads tahun 1968, keluar Surat Keputusan

Gubernur Jawa Barat No. 261 B.XI/BP/SW68 tanggal 23 Januari 1968 tentang

dibentuknya KI'IH Sumedang dengan wilayah meliputi hutan administratif pemerintah

Kabupaten Sumedang.

Kawasan liutan lindung Gunung Cakrabuana mempunyai luas 1.221,59 hs,

dengan pembagian tiap-tiap petak seluas 40,90 ha (petak 13); 85,04 ha (petak 14);

88,22 ha (pelak 15); 8 1,60 ha (petak (16); 135,12 ha (petak 17); 100,32 ha (pelak 1 8);

29,47 ha (petak 19); 587,32 ha (petak 20) dan 73,60 ha (petak 21).

Sedangkan luas kawasan hutan KPH Sumedang seluruhnya berdasarkan atas

data bagan kerja adalah seluas 47.928,40 ha, yang meliputi Kelas Pengusahaan (KP)

Jati seluas 19.633,67 ha dan Kelas Pengusahaan (KP) Pinus seluas 15.966,59 ha

8 ,

(30)

C. Topografi

Kawasan hutan lindung Gunung Cakrabuana terdiri dari hutan-hutan

peguliungan dan hutan-hutan dataran rendah, diliiana pada uniuninya bentuk

lapangannya adalali berbukit-bukit dengan lereng lapang miring, bergelombang dan

landai, dengan ketinggiali antara I000 - 1700 rn dpl.

I). Tanah

Berdasarkan I'eta Tanah Tinjau Kabupaten Sumedang skala 1 : 250.000 dari

Lembaga Penelitian Tanah Bogor, jenis tanah di liutan lindung Gunung Cakrabuana

adalali asosiasi latosol cokelat kenieralian dan latosol cokelat.

E. lklim

Berdasarkan data keadaan ikli~ii dari Dinas Kehutanan dan Perkcbunan

Kabupaten Sumedang, wilayah ini mempunyai curah hujan rata-rata 2.000 mmltahun.

Suliu udara liarian di kawasan hutati lindung Gunung Cakrabuana berkisar antara 15 -

22 O C dengan kelembaban rclatif berkisar antara 62 - 82 %. Berdasarkan klasifikasi

(31)
(32)

1V. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu d a n Lokasi Penelitian

Pellelitian dilaksanaka~l pada bulan Septenlber - Oktober 2003 yang

berlokasi di I-Iutan Lindung Gunung Cakrabuana, Kabupaten Sumedang Jawa Barat

yang berada di KPH Sumedang, BKPH Cadasngampar, RPH Cakrabuana.

B. Bahan d a n Alat

Ballan-bahan yang dig~inakan dalam penelitian adalah :

G Contoll tanah

3 Tumbuhan jenis Palahlar Gunung (Dipferocarpus refusus BI)

9 Semua jenis tumbuhan yang terdapat pada setiap petak pengarnatal1

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah :

G Peta rupa bumi skala 1 : 25.000

3 Peta kelas perusahaan skala 1 : 100.000

G Tanlbang

P Altimeter

G Tali Rafia

3 Clinoilleter

3 Konlpas

G Parang

G Meteranlpita ukur

9 Pita diameter

3 Haga hypsometer

3 Kantong plastik besar ukuran 80 x 40 cm

3 Sasak bambu

9 Tally sheet dan alat tulis

I /

9 Alkohol

9 Etiket gantung dari kertas manila berukuran 3 x 5 cm

(33)

3 Kamera

3 Perangkat komputer

C. Data yang Dikurnpulkan

3 Komposisi dan struktur hutan, khususnya jcnis I'alahlar Gunung

(Dil1/erocur1x1s rerusus BI)

3 Kctinggian tempat (m dpl)

>

Kelcrcngan tempat (%)

3 Contoh tanah, meliputi jenis, tekstur dan p1-1 tanah

D. Prosedur I'enelitian

D.1. Penetapan Pengambilan Contoh

Metode yang digunakan adalah metode petak contoh secara jalur atau

metode line ploi .syslernuiic sumpling (Simon. 1993). Ju~nlah jalur yang dibuat

sebanyak liga jalur. Di dalanl jalur tersebut dibagi-bagi lagi menjadi petak-petak

berukuran 20 x 100 m dengan interval tiap-tiap petak adalah I00 m. Dari setiap petak

berukuran 20 x 100 m tersebur dibagi lagi kedalaln sub petak-sub petak yang

berukuran 20 x 20 m. Masing-masing jalur diletakkan dari ketinggian 1000 sampai

dengan ketinggian I600 m dpl, dengan jarak tiap-tiap jalur adalah 500 In. Pembuatan

jalilr dilakukan dengan cara memotong konturltegak lurus terhadap ketinggian.

Penetapan jalur dilakukan secara sysiernaric sunzpling wiih rundom sruri.

Dari masing-masing sub petak tersebut kemudian dibagi kcdalafi~ plol-plot

pengamatan yang berbentuk bujur sangkar dengan ukuran masing-lnasing adalai~

sebagai berikut :

3 2 x 2 m (4 m2 atau 0,0004 ha), untuk penganlatan vegetasi tingkat semai

3 5 x 5 m (25 m2 atau 0,0025 ha), untuk pengamatan vegetasi tingkat pancang

>

10 x 10

m

( 100 m2 atau 0,01 ha), untuk pengamatan vegetasi tingkat tiang
(34)

Adapun bentuk sub-petak dan petak penganiatannya adalah seperti pada

Gambar 2> 3 dan 4.

*:* Bentuk sub-petak conto11

Keterangan : A : 2 x 2 m

B : 5 x 5 n i

C : l o x 1 0 m

D : 20 x 20 In

C

B

Gambar 2. Bentuk penernpatan sub petak contoh vegetasi di lapangan I

D

I

'?

2 0 m

i

jalur rintisan

i

+

B

[image:34.595.86.518.81.493.2]
(35)

*:

[image:35.595.91.374.102.653.2]

* Bentuk petak contoh di dalam jalut

(36)

*:* Bentuk sub petak contoh dalam satu petak pengamatan

<

.... . . .. . .. ... . ... . ... . .... .... .. ... . .... . . .

.>

[image:36.595.95.314.112.564.2]

20 rn

(37)

D.2. Pengarnbilan Data Lapangan

D.2.1. Analisis Vegetasi

Untuk pengamatan vegetasi dilakukan dengan kctentuan bahwa tingkat tiatlg

dan pohon yang berada di dalam sub petak pengatiiatan diidentifikasi jenisnya, diukur

diameter batang setinggi dada (dblr) atau I30 cm dari pcrmukaan tanah atau I0 cm di

atas banir (apabila pohon tersebut berbanir), tinggi total dan tinggi bcbas cabang.

Sedangkan untuk vegetasi tingkat selnai dan pancang adalah identifikasi jenis dan

jumlah individu di dalarn sc?iap sub petak pengamatan.

D.2.2. Stratifikasi T a j u k

I'embuatan stratifikasi tajuk dapat dilakukan dengati menggunakan nietode

diagram profil tajuk. Data diambil dengan mengukur proyeksi tajuk ke pern~ukaan

tanah. Petak contoh pengamatan untuk stratifikasi tajuk berukuran 20 x 100 m (hanya

untuk tingkat pohon). Tiap-tiap jalur dibuat satu buah. Satu petak untuk yang tidak

terdapat jenis Palahlar Gunung, satu petak lagi untuk yang terdapat sedikit jenis

Palahlar Gunung dan satu petak lainnya untuk yang terdapat banyak jenis Palahlar

Gunung. Hal ini dilakukan untuk melihat perbedaan banyaknya jumlah inividu

Palahlar Gunung berdasarkan perbedaan kctinggiai dari ketiganya. Data yang

diperlukan untuk stratifikasi tajuk adalah :

Posisi pohon dalam jalur, yang diukur dari arah yang sama secara berurutan dan

jarak dari titik awal pengukuran kc pohon. Kcmudian pohon-pohon dalam jalur

terscbut dipctakan

Pengukuran tinggi total dan tinggi bebas cabang

Proyeksi dari tajuk ke atas permukaan tanali (lebar tajuk tiap pohon)

Diameter setinggi dada (130 cm) atau I 0 cm diatas banir (apabila pohon tersebut

berbanir)

I /

Penggambaran di lapangan berupa sketsa dari beniuk percabangan t~tama, bentuk

tajuk, arah condong dari baiang dan sketsa dari masing-masing pohon

(38)

Semua kegiatan pengga~nbaran dan pembuatan sketsa dilakukan pada kertas

milinleter blok sesuai dengan posisi dan kedudukan serta ukuran masing-masing

pohon dalam petak pengamatatl dengan skala yang tepat. Untuk pemetaan koordinat

dari pohon-pohon yang ada, maka sisi panjang dari jalur pengamatan dianggap

sebagai sumbu X dan sisi lebarnya dianggap sebagai suinbu Y. Betltuk dnri jalur

pengatnatan untuk stratifikasi tajuk dapat dilihai pada Gambar 5.

Keterangan :

0

= posisi pohon dalam jalur

[image:38.599.89.486.218.505.2]

1,2,3,

....

n = nomor pohon

Gambar 5. Pemetaan pohon pada jalur untuk metnbuat stratifikasi tajuk

: jalur ritztisan

2 0 m

v

0

0

1 3

0

2

D.2.3. Pengamhilan Contoh Tanah

Contoh tanah diambil pada setiap petak pengamatan, dengan masing-masing

petak pengamatan diambil sebanyak lima sampel dari setiap sub petak. Pengambilan

sam7el' tanah dari setiap sub pet& tersebut dilakukan secara acak, kemudian

dicampurkan. Setiap sampel tanah yang diambil berkedalaman 1 - 20 cm dan > 20

cm. Analisis contoh tanah meliputi jenis, tekstur dan pH tanah.

0

(39)

D.2.4. Pengamatan Sifat Fisik Lingkungan

Data yang diukur di lapangan adalah data suhu dan kele~nbaban udara,

topografi (meliputi ketinggian dan kelerengan tempat), dan data tanah (jellis dan sifat

tanah).

D.3. Analisis Data

D.3.1. Analisis Vegetasi

Dari data yang diperoleh di lapangan, kernudian dilakukan pei~ghitungan

terhadap kerapatan dan kerapatan relatif, frekuensi dan frekuensi relatif, dominansi

dan dominansi relatic serta Indeks Nilai Penting (Smith, 1980).

Penghitungannya adalah sebagai berikut :

julnlah individu suslu jenis

Kerapatan suatu jenis (K) =

luas total petak contoli

- kcrapatan suatu jenis

Kerapatan relatif (KR) - X I00 %

kerapatan semua jenis

jumlah petak ditemukan suatu jenis

Frekuensi suatu jenis (F) =

jumlah seluruh petak contoh

- frekuensi suatu jenis

Frekuensi rclatif (FR) - X I00 %

frekuensi seluruh jenis

- jumlah luas bidang dasar suatu jenis

Dominansi (D) -

luas petak contoh

- dominansi suatu jenis

Dominansi relatif (DR) - X 100 %

dominansi semur! ienis

lndeks Nilai Penting (INP)

I. Untuk tingkat tiang dan pohon ( INP = KR

+

FR + DR )
(40)

D.3.2. Indeks Dominansi Jenis

Untuk nienentukan Indeks Dominansi Jenis digunakan rumus sebagai

berikut (Simpson, 1949 dulum ~Misra. 19S0).

C = Ittdeks Dominansi

N = Total Nilai Penting

ni = Nilai Penting Masing-masing Jenis

Indeks dominansi jenis akan mendekati satu (1) apabila dominansi

dipusatkan pada satu jenis dan sebaliknya, jika beberapa jenis mendominasi sccara

bersama-sama, indeks do~ninansi akan rendah atau mendekati no1 (0).

D.3.3. Indeks Keanekaragaman Jenis

Keanekaraga~nan jenis adalah paranleter yang berguna untuk

membandingkan dua komunitas, terutarna untuk mengetahui pengaruhnya dari

gangguan biotik: atau untuk mengetahui tingkat suksesi aiau kestabilan dari suatu

jenis. Keanekaragaman jenis dikuantitatifkan dengan menghitung Indeks Keragaman

Jenis (Indeks Shano~i - Wiener) sebagai berikut (Margalef, 1968 dulum Misra, 1980).

1-1' =

-C

[a]

-

log

[?I

.

d i ~ ~ i a ~ i a

H' = Indeks Keragaman Shanon - Wiener

ni = Nilai Penting Tiap Jenis

N = Total Nilai Penting

D.3.4. Indeks Kemerataan Jenis

Konsep kemerataan ini menunjukkan derajat kemerataan kelimpahan

individu antar jenis. Ukuran kemerataan ini juga dapat digunakan sebagai indikator

adanya gejala dominansi diantara setiap jenis dalam s;~a& komunitas.

Dimana jika setiap jenis menliliki junilah individu yang sama, maka

(41)

sebaliknya jika nilai evenness minimurn, tnaka dalatn komunitas tersebut terdapat

jenis dominan, subdominan, dan jenis terdominasi.

Nilai Evenness dapat dihitung dengm rumus sebagai berikut (So~~tliwood

and Henderson, 2000).

N'

1- = .

31 I , dimana

log (S)

Ell = Indeks Ke~nerataan (Eve17nes.s)

1-1' = lndeks Shanon - Wiener

S = Jumlah Jenis

D.3.5. lndeks Kekayaan Jenis

Kekayaan jenis adalah jumlah jenis dalam suatu komunitas. Untuk

mengukur nilai kekayaan jenis ini digunakan runius Margalef duiunz Odulii (1959)

sebagai berikut.

S - l

R = ---

.

dimana

log

(N)

R = Indeks Margalef

S = Jumlah Jenis

N = Jurnlali Total Individu

D.3.6. Pola Penyebaran

Untuk mcngetahui pola penyebaran atau pengelonipokan jenis Palahlar

Gunung digunakan rulnus Indeks Morishita dulutn Istonio (1 994) sebugai berikut.

<I

IS = q

EX,

-K(r

-

,)

,

dimana

i=I

IS = lndeks Morishita

q = Jumlah Petak Pengamatan

Xi = Jumlah Individu Palahlar Gunung pada Plot ke-i

T = Total Individu Palahlar Gunung

Dimma nilai :

16 > 1,O menunjukkan individu mengelompok (clump)

I6 < 1,O nienunjukkm individu menyebar ratafseragam (uniform)

(42)

D.3.7. Ordinasi

Ordinasi adalali suatu pengelompokan atau pengaturan contoh jenis pada

suatu sistem grafik yang terdiri dari satu atau lebih sumbu ordinat, dimana pengaturan

berdasarkan lndeks Ketidaksamaan Komunitas. Diharapkan dengaol menderetkan

contoh dapat diperoleli gainbaran mengenai pola pengelompokan \.egetasi dengan

liabitatnya.

Peubali vegetasi yang digunakan dalani ordinasi bisa bermacani-macam.

namun yang sering dipakai adalah Indeks Nilai Penting (INI'). Penganibilan data

vegetasi dilakukan dengan analisis vegetasi. 3engan kata lain, teknik ordinasi

merupakan analisis lebih lanjut dari analisis vegetasi, yang ingin mengetaliui

penyebaran suatu contoh dalani bentuk grafik yang mempunyai sumbu-sumbu ordinat

(sunibu X dan sumbu Y).

Dengan nienggunakan teknik ordinasi ini dapat diketaliui pola penyebaran

jenis satuan komunitas tunibuhan berdasarkan kondisi tenipat tumbuhnya. Cara

ordinasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ordinasi dua ditnensi. Pada

prinsipnya diperlukan dua sumbu (X dan Y) untuk menentukan kedudukan masing-

masing contoli. Cara perhitungan teknik ordinasi ini nienurut Smith (1 980).

D.3.7.1. Koefisien Kesamaan Komunitas

Untuk mengetahui kesarnaan relatif komposisi jenis dari dua tegakan yang

dibandingkan pada masing-masing tingkat pertumbuhan, digunakan mmus sebagai

berikut (Smith, 1980).

2 W

I S = - x 100 % , dimana a + b

IS = lndeks Kesamaan Komunitas (Index of Similarily)

W = INP yang Lebih Kecil atau Sama dari Dua Spesies Berpasangan yang

Ditemukan pada Kedua Komunitas yang Dibandingkan

a = INP pada Komunitas A

(43)

Selanjutnya untuk membuat diagram ordinasi, perlu dicari indeks

Ketidaksamaan atau index of Di.ssintilariiy (ID) dengan menggunakan rumus sebagai

berikut (Misra, 1980).

1 D = 1 0 0 % - I S

D.3.8. Hubungan a n t a r a Faktor Lingkungan Fisik Terhadap Keberadaan

Dipterocarprrs retrrsrrs BI

Untuk niengetahui pengaruh faktor lingkungan fisik tcrhadap kcberadaan

Dipterocurl~us refuszrs 81 dapat dilakukan dengan nienggunakan nlodel regresi linear berganda melalui prosedur stepwise. Adapun persamaan umum yang digunakan

adalah :

Y'

- - a + blXl

+

...

+ bkXk (Dunn dan Clark,1987)

Y'

- - variabel tidak bebas

a - - intersep

bk - - kocfisien regresi

Xk - - variabcl bebas

Langkah pertanla dari prosedur ini adalah membuat matrik korelasi antara

variabel-variabel bebas (faktor lingkungan fisik) dengan variabel tidak bebas. Matrik

korclasi dapat menunjukkan sistem keragaman dari variabel-variabel yang dianalisis,

sehingga dari korelasi tiap variabel tersebut dapat dianalisis peranan dari masing-

masing variabel.

Langkah selanjutnya adalah dengan menggunakan koefisien korelasi parsial,

climana dipilih variabel-variabel yang dapat masuk ke dalam model, yaitu variabel

(44)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kornposisi Jenis d a n S t r u k t n r Tegakan

Berdasarkan hasil analisa vegetasi yang dilakukan di hutan lindung Gunung

Cakrabuana pada petak-petak pengamatan dengan luas 3;6 ha ditemukan sebanyak 81

jenis vegetasi yang seluruhnya tergolong ke dalam 34 suku (Lampiran I), bcrturut-

tlirut untuk tirlgkat semai sebanyak 47 jenis, utltuk tingkat pancang sebanyak 61 jenis,

untuk tingkat tiang sebanyak 53 jellis dan untuk tingkat pohon sebanyak 50 jenis.

Gambaran mengerlai keanekaragaman jenis di hutan liujan tropika di

kawasan hutan lindung Gunung Cakrabuana dapat dilihat dari jumlah jellis dan

junilah individu jenis yang dijumpai pada masing-masing jalcr pengamatan di lokasi

penelitian. Jurnlah jenis dan kerapatan jenis untuk masing-masing tirigkat

perturnbuhan vegetasi pada masing-masing jalur pengamatan dapat dilihat pada Tabel

1 dan 2.

Tabel 1. Juinlah jenis masing-masing tingkat perturnbuhan vegetasi yang ditemukan

pada setiap jalur pengamatan

Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa pada tingkat semai di jalur perlganlatan

3 memiliki junilah jellis terkecil, yaiiu sebarlyak 25 jenis, seda~lgkari jurnlah jenis

terbesar terdapat pada jalur pengamatan 2 pada tingkat pancang yaitu 41 jenis. Jika

dilihat dari masing-masing petak, maka jumlah jenis terbesar untuk tirigkat semai

adalah pada petak 5 jalur 1 dengan jumlah jenis sebanyak 14 jenis. Untuk tingkat

pancang pada petak 5 jalur 1 dan petak 4 jalur 2 dengan jumlah jenis sebanyak 15

jenis. Untuk tingkat tiang pada petak 2 jalur I dengan jumlah jenis sebanyak 14 jenis

No

1 2 3 4

Tingkat ~ e r t u m b u h &

Semai Pancang

Tiang Pohon Rata-Rata

J u m l a h Jenis p e r J a l u r

J a l u r 3 / 25 27 26 27

26

J a l u r 1

3 1 40 37 34

36

J a l u r 2

28 4 1 29 34

[image:44.602.90.508.396.496.2]
(45)

dan untuk tingkat pohon pada petak 5 jalur 1 dengan junilab jenis sebanyak 19 jenis. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampirai 2.

Tabel I menunjukkan bahwa jumlah jenis ~itituk niasing-~iiasing tingkat

pertumbuhan vegetasi bervariasi jumlahnya. Untuk tingkat semai rneniiliki jurnlali

jenis yang terkecil, baik pada jalur 1, jalur 2 maupun jalur 3 apabila dibandingkan

dengan tingkat pertumbuhan vegetasi lainnya (tingkat pancang, tiang dan pohon). I-la1

ini disebabkan karena rapatnya penutupan tajuk-tajuk dari tingkat tiang maupun

pohon di areal penelitian sehingga menyebabkan jenis-jenis tertentu tidak dapat

bertahan hidup k

Gambar

Gambar 2. Bentuk penernpatan sub petak contoh vegetasi di lapangan
Gambar 3. Bentuk penempatan petak contoh di dalam jalur tiap ketinggian
Gambar 4. Bentuk sub petak contoh dalam satu petak pengamatan
Gambar 5. Pemetaan pohon pada jalur untuk metnbuat stratifikasi tajuk
+7

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan dua simulasi terhadap solusi pola pengelolaan fungsi Subak Lodtunduh yang optimal, yaitu simulasi 1 jika terjadi

Produk sistem-layanan PLC dirancang untuk bekerja di lingkungan industri (harst dalam suhu, kelembaban dan vibrasi), serta memungkinkan multi-PLC dapat dikontrol

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang dibuat sendiri oleh peneliti yang disusun berdasarkan tinjauan pustaka dan peneliti

Pernyataan di atas memberi gambaran seberapa ketatnya konstitusi Kerajaan Aceh memberlakukan hukum Islam di wilayahnya. Hal ini mengantar pada pertanyaan berikutnya tentang

Proračun rafinerijskih peći se sastoji od definiranja stehiometrijskih jednadžbi izgaranja goriva u ložištu, određivanja sastava i temperature dimnih plinova,

Terdapat perbedaan yang signifikan antara karakteristik preeklamsi dan eklamsi jika ditinjau dari proteinuria, edema, dan keadaan bayi, sedangkan perbedaan yang

Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Jombang bertekat meningkatkan mutu pelayanan kepegawaian kepada masyarakat/aparatur dengan menerapkan prosedur yang lebih mudah,

Sikuen Nukleotida dan Filogenetika ToCV Analisis sikuen nukleotida menunjukkan bahwa gen protein selubung ToCV asal Cipanas memiliki homologi yang tinggi dengan