• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEK MODEL SCIENTIFIC INQUIRY MENGGUNAKAN MEDIA PHET DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEK MODEL SCIENTIFIC INQUIRY MENGGUNAKAN MEDIA PHET DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMA."

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

EFEK MODEL SCIENTIFIC INQUIRY MENGGUNAKAN MEDIA PhET DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS TERHADAP

KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMA

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada

Program Studi Pendidikan Fisika

Oleh:

NANDA SAFARATI NIM: 8156176034

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)

i ABSTRAK

Nanda Safarati. “Efek Model Scientific Inquiry Menggunakan Media PhET dan Keterampilan Berpikir Kritis Terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa SMA”. Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2017.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis: keterampilan proses sains yang diajarkan dengan model scientific inquiry menggunakan media PhET lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diajarkan dengan pembelajaran direct instruction, keterampilan proses sains fisika siswa yang memiliki keterampilan berpikir kritis menggunakan model scientific inquiry diatas rata-rata lebih baik daripada siswa yang memiliki keterampilan berpikir kritis menggunakan model direct instruction di atas rata-rata, dan interaksi model pembelajaran scientific inquiry menggunakan media PhET dengan keterampilan berpikir kritis siswa dalam meningkatkan keterampilan proses sains fisika siswa. Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan desain two group pretest-posttest design. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 2 Peusangan semester II tahun ajaran 2016/2017. Sampel dalam penelitian ini diambil secara cluster random sampling. Instrumen yang digunakan adalah tes keterampilan proses sains dan tes keterampilan berpikir kritis. Data yang dihasilkan dianalisis dengan menggunakan ANAVA dua jalur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: keterampilan proses sains siswa yang diajarkan dengan model scientific inquiry menggunakan media PhET lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diajarkan dengan pembelajaran direct instruction, keterampilan proses sains fisika siswa yang memiliki keterampilan berpikir kritis menggunakan model scientific inquiry diatas rata-rata lebih baik daripada siswa yang memiliki keterampilan berpikir kritis menggunakan model direct instruction di atas rata-rata, dan terdapat interaksi model pembelajaran scientific inquiry menggunakan media PhET dengan keterampilan berpikir kritis siswa dalam meningkatkan keterampilan proses sains siswa.

(6)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Efek Model Scientific Inquiry Menggunakan Media PhET Dan Keterampilan Berpikir Kritis Terhadap

Keterampilan Proses Sains Siswa SMA” dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar magister pendidikan pada program studi pendidikan fisika di Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

Alhamdulillah dalam penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam menentukan judul,penyusunan proposal hingga menjadi sebuah tesis. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan tesis ini, yaitu kepada :

1. Bapak Rektor UNIMED beserta stafnya.

2. Bapak Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd, selaku Direktur Pascasarjana Unimed, Bapak Prof. Dr. Sahyar, M.S, M.M selaku Asisten Direktur I Pascasarjana Unimed, dan Bapak Prof. Dr. Busmin Gurning, M.Pd selaku Asisten Direktur II Pascasarjana Unimed.

3. Bapak Dr. Rahmatsyah, M.Si dan Ibu Dr. Derlina, M.Si selaku Ketua Prodi dan Sekretaris Prodi Pendidikan Fisika Pascasarjana Unimed.

4. Para pembimbing, Bapak Prof. Dr. Mara Bangun Harahap M.S selaku Pembimbing I, dan Bapak Dr. Karya Sinulingga, M.Si Sebagai Pembimbing II. Bimbingan dan arahan dari Bapak sekalian telah menghantarkan tulisan ini pada perbaikan yang lebih baik.

(7)

iii

6. Bapak dan Ibu Dosen pengampuh mata kuliah di Prodi Pendidikan Fisika Pascasarjana Unimed. Ilmu yang penulis peroleh dari Bapak dan Ibu Dosen sekalian sangat terasa manfaatnya bagi penulis dalam proses penulisan tesis ini.

7. Bapak Afria S.Pd selaku Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Peusangan, guru dan staff yang telah memberikan izin dan waktu kepada penulis untuk melakukan penelitian.

8. Teristimewa untuk keluargaku yang sangat saya sayangi dengan penuh hormat penulis menyampaikan terimakasih tidak terhingga pada kedua orangtuaku tersayang Ibunda Rasnawati S.Pd, Ayahanda Alaidinsya dan Adikku sayang Putri Jasmiranda dan Firza Ikramullah yang telah memberikan motivasi, doa, serta kasih sayang yang tak pernah henti kepada penulis dalam menyelesaikan studi di Unimed hingga selesainya tesis ini.

9. Bapak Siraj, M.Pd, Bapak Drs. M.Taufiq, M.Pd, dan Ibu Hera Yanti, M.Psi selaku dosen almuslim yang paling berjasa dalam hidup penulis serta Ibu Dra. Nirwan Fuad, selaku guru SMA penulis yang memotivasi penulis sehingga penulis menyukai pelajaran fisika, bimbingan dan motivasi serta doa dari Bapak dan Ibu semua sungguh teramat besar nilainya bagi penulis.

10. Sahabat-sahabatku yang teristimewa Zakiatun Nufus, S.Pd, Summiati S.Pd, Yuni Fauriza, S.Pd, Risna Yuni, S.Pd dan Reza Fahmi, S.Pd., M.Si, yang menularkan semangat dan motivasi yang besar sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini

(8)

iii

12. Terakhir kepada semua pihak yang telah turut membantu dan tidak bisa penulis sebutkan satu persatunya.

Penulis yakin bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, maka dalam kesempatan ini penulis mohon saran dan kritik kontruktif dari pembaca. Atas semua kekurangan serta kelemahan dalam tesis ini, penulis hanturkan mohon maaf sebesar-besarnya. Semoga tesis ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Medan, Maret 2017 Penulis,

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Fase-fase Model Pembelajaran Direct Instructins ... 27

Tabel 2.2 Indikator Berpikir Kritis ... 34

Tabel 2.3 Komponan dan Indikator KPS ... 39

Tabel 2.4 Penelitian yang Relevan ... 41

Tabel 3.1 Rancangan Desain Penelitian ... 49

Tabel 3.2 Desain Penelitian ANAVA ... 49

Tabel 3.3 Pedoman Penelitian Instrumen Tes Keterampilan Berpikir Kritis ... 53

Tabel 3.4 Kisi-kisi Tes Keterampilan Proses Sains ... 54

Tabel 3.5 Ringkasan Anava Dua Jalur ... 60

Tabel 4.1 Data pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol ... 63

Tabel 4.2 Uji Normalitas Data Pretes KPS Kelas Kontrol dan Kelas Ekseprimen ... 65

Tabel 4.3 Uji Homogenitas Data Pretes ... 66

Tabel 4.4 Uji Homogenitas Varians dan Rata-rata Nilai Pretes Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ... 67

Tabel 4.5 Data Postes KPS Kelas Kontrol dan Eksperimen ... 70

Tabel 4.6 Uji Normalitas Data Postes ... 72

Tabel 4.7 Uji Homogenitas Data Postes ... 73

Tabel 4.8 Data Pretes Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ... 74

Tabel 4.9 Data Keterampilan Berpikir Kritis diatas Rata-rata dan Dibawah Rata-rata pada Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen .... 75

Tabel 4.10 Data Keterampilan Berpikir Kritis diatas Rata-rata pada Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen... 75

Tabel 4.11 Data Keterampilan Berpikir Kritis dibawah Rata-rata pada Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen... 76

Tabel 4.12 Keterampilan Proses Sains Berdasarkan Keterampilan Berpikir Kritis ... 78

Tabel 4.13 Keterampilan Proses Sains Berdasarkan Keterampilan Berpikir Kritis di atas Rata-rata pada Masing-masing kelas ... 78

Tabel 4.14 Keterampilan Proses Sains Berdasarkan Keterampilan Berpikir Kritis dibawah Rata-rata pada Masing-masing kelas ... 79

Tabel 4.15 Desain Faktorial 2x2 ANAVA Dua Jalur ... 81

Tabel 4.16 Data Faktorial antar Subjek... 82

Tabel 4.17 Uji Homogenitas AntarKelompok ... 83

Tabel 4.18 Hasil Uji ANAVA Dua Jalur ... 83

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Dampak-dampak instruksional dan pengiring

dalam model scientific inquiry ... 20

Gambar 2.2 Dampak-dampak instructional dan pengiring dalam model pembelajarn langsung (direct instruction) ... 29

Gambar 3.1 Skema Rancangan Penelitian ... 52

Gambar 4.1 Histogram Data Pretes Kelas Kontrol ... 64

Gambar 4.2 Histogram Data Pretes Kelas Eksperimen ... 64

Gambar 4.3 Hasil Data Observasi Keterampilan Proses Sains Siswa ... 69

Gambar 4.4 Histogram Data Posts Kelas Kontrol ... 71

Gambar 4.5 Histogram Data Postes Kelas Eksperimen ... 72

Gambar 4.6 Grafik Nilai Postes dan Pretes Kelas Eksperimen ... 77

Gambar 4.7 Hubungan nilai rata-rata keterampilan proses sains terhadap model pembelajaran berdasarkan tingkat keterampilan berpikir kritis ... 80

(11)

xi

Lampiran 11 Instrumen Keterampilan Berpikir Kritis ... 172

Lampiran 12 Tes Keterampilan Berpikir Kritis ... 181

Lampiran 13 Instrumen Keterampilan Proses Sains ... 184

Lampiran 14 Tes Keterampilan Proses Sains ... 193

Lampiran 15 Rubrik Penilaian Keterampilan Proses Sains ... 196

Lampiran 16 Daftar Nama Siswa ... 205

Lampiran 17 Tabulasi Data Pretes ... 206

Lampiran 18 Tabulasi Data Postes ... 208

Lampiran 19 Tabulasi Data Berpikir Kritis ... 210

Lampiran 20 Distribusi Data Penelitian ... 212

Lampiran 21 Uji Normalitas ... 214

Lampiran 22 Uji Homogenitas ... 217

Lampiran 23 Deskripsi Data Pretes dan Postes ... 220

Lampiran 24 Rekapitulasi Data Obervasi Keterampilan Proses Sains Siswa ... 227

Lampiran 25 Tabulasi Nilai Rata-rata Observasi ... 230

Lampiran 26 Rekap Nilai Lembar Kerja Siswa ... 231

Lampiran 27 Nilai Rata-rata Keseluruhan KPS ... 235

Lampiran 28 Lembar Validasi Keterampilan Berpikir Kritis ... 236

Lampiran 29 Lembar Validasi Keterampilan Proses Sains ... 235

Lampiran 28 Nilai Kritis Untuk Uji Lilliefors... 240

Lampiran 29 Tabel Wilayah Luas di Bawah Kurva Normal 0 ke z ... 241

Lampiran 30 Daftar Nilai Persentil Untuk Distribusi F ... 242

Lampiran 31 Daftar Nilai Persentil Untuk Distribusi t ... 243

Lampiran 32 Daftar nilai r Tabel ... 244

(12)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu proses dengan cara-cara tertentu

agar seseorang memperoleh pengetahuan, pemahaman dan tingkah laku yang

sesuai. Sanjaya (2011:20) mengatakan bahwa “pendidikan adalah usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”.

Upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan disekolah harus melalui

pembelajaran. Berbagai konsep dan wawasan baru tentang proses belajar

mengajar di sekolah telah muncul dan berkembang seiring pesatnya

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryosubroto, 2009:2).

Proses belajar mengajar merupakan merupakan kegiatan interaksi antara

guru, siswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif.

Belajar tidak hanya merupakan suatu transfer pengetahuan saja dari guru kepada

siswa tetapi siswa diberi persoalan-persoalan yang membutuhkan pencarian,

pengamatan, percobaan, analisis, sintesis, perbandingan, pemikiran dan

penyimpulan oleh siswa, agar siswa menemukan sendiri jawaban terhadap suatu

konsep atau teori. Tujuan pokok penyelenggaraan kegiatan pembelajaran

disekolah secara operasional adalah membelajarkan siswa agar mampu

(13)

2

sendiri. Hal-hal pokok yang hendaknya menjadi pengalaman siswa adalah berupa

cara-cara penting untuk memproses dan memperoleh pengetahuan, keterampilan

dan sikap yang menjadi kebutuhan (Tawil dan Liliasari, 2014:2).

Proses dari serangkaian kegiatan pembelajaran merupakan ruang lingkup

dari pendidikan, salah satunya adalah pembelajaran sains. Sains merupakan

pengetahuan yang diperoleh melalui pembelajaran dan pembuktian. Tujuan

pembelajaran sains antara lain untuk mendidik siswa agar dapat beradaptasi

dengan kondisi yang berbeda, berpikir fleksibel, mengajukan pertanyaan, kreatif,

kritis, menghormati masyarakat dan menghargai setiap ide-ide. Hakikat belajar

sains tidak cukup hanya sekedar mengingat dan memahami konsep yang

ditemukan oleh ilmuwan, tetapi pembiasaan perilaku yang dilakukan oleh

ilmuwan dalam menemukan konsep dalam melakukan percobaan dan penelitian.

Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu yakni mengalami

(Hamalik, 2011:58).

Fisika sebagai salah satu cabang sains yang besar peranannya dalam

kehidupan, terlebih di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang

berkembang dengan pesat saat ini. Fisika tidak hanya memberikan sumbangan

yang nyata terhadap perkembangan teknologi, melainkan juga mendidik siswa

untuk memiliki sikap intelektual dan religi dalam kehidupan. Melalui hal ini,

siswa dituntut agar mampu menghadapi perubahan segala bidang, bertindak atas

dasar pemikiran yang logis, berpikir kritis, kreatif dan inovatif. Fisika merupakan

sekumpulan pengetahuan, arah berpikir dan penyelidikan (eksperimen),

(14)

3

siswa tertarik dan termotivasi untuk mempelajari fisika. Proses pembelajaran

fisika harus lebih menekankan pembelajaran yang berpusat pada siswa dan proses

pembelajaran fisika bukan merupakan sejumlah informasi yang harus dihafalkan

siswa untuk memperoleh pengalaman belajar. Proses pembelajaran yang

seharusnya lebih menekankan pada pentingnya belajar bermakna (meaningfull

learning) (Dahar, 2011:112).

Terdapat dua hal yang berkaitan dengan pembelajaran fisika di SMA yaitu

fisika sebagai produk (berupa fakta, konsep, prinsip, hukum dan teori) dan fisika

sebagai proses (kerja ilmiah). Belajar sains merupakan proses untuk mendapatkan

pengalaman siswa dengan menggunaan pengetahuan sains, yang pada dasarnya

berkaitan dengan rasa ingin tahu dan memahami tentang alam. Fisika sebagai

proses (kerja ilmiah) bertujuan agar siswa mengalami proses fenomena sains

dengan melakukan penginderaan sebanyak mungkin, ini berarti pada saat belajar

fisika siswa harus secara aktif mengamati, melakukan percobaan, yang dapat

diartikan bahwa aktivitas belajar dilakukan melalui pengetahuan (knowledge) dan

kerja praktek. Praktikum (kegiatan laboratorium) menjadi bagian yang penting

dalam pembelajaran fisika, karena praktikum memberikan efek yang positif

kepada siswa dalam meningkatkan kemampuan aspek sikap, aspek pengetahuan

dan aspek keterampilan mereka.

Fisikawan menentukan variabel yang diteliti, dengan mengamati, bertanya,

membuat hipotesis, memprediksi, menemukan pola dan hubungan,

berkomunikasi, mendesain dan membuat, merencanakan dan melakukan

(15)

4

merupakan bagian dari keterampilan proses sains (KPS) (Harlen dan Elstgeest,

45:1992).

KPS penting di miliki oleh setiap siswa karena keterampilan tersebut

digunakan dalam kehidupan sehari-hari, dapat menemukan fakta-fakta, membantu

siswa membangun konsep-konsep melalui kegiatan ilmiah, meningkatkan

kemampuan ilmiah, berkualitas dan dapat meningkatkan standar hidup. KPS

bertolak pada kemampuan mental, fisik dan sosial yang mendasar sesuai dengan

apa yang terkandung pada pribadi siswa. KPS menekankan pada pembentukan

keterampilan untuk memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan hasilnya.

KPS terbentuk dan berkembang melalui suatu proses ilmiah yang juga harus

dikembangkan pada siswa sebagai pengalaman yang bermakna yang dapat

digunakan sebagai bekal perkembangan diri selanjutnya.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti di SMA Negeri 2

Peusangan, didapatkan bahwa guru jarang sekali memulai pelajaran dengan

menyajikan masalah konseptual karena alokasi waktu yang diperkirakan tidak

cukup. Proses pembelajaran fisika yang disajikan guru hanya sebatas upaya

memberikan pengetahuan yang cenderung kepada penekanan persamaan

matematika dalam memecahkan masalah fisika, tanpa memperhatikan hubungan

dengan konsep yang ada di alam sekitar. Pelaksanaan pembelajaran fisika pada

umumnya dilakukan dengan pembelajaran langsung (direct instruction), sehingga

pembelajaran hanya berpusat pada guru (teacher centered) dan kurang bervariasi,

kurangnya kesempatan siswa untuk mengembangkan keterampilan sainsnya

(16)

5

ilmiah tersebut, sehingga mengakibatkan cara berpikir siswa rendah dan siswa

tidak tertarik untuk belajar fisika. Penggunaan media seperti media audiovisual

jarang digunakan. Kegiatan praktikum juga masih sangat jarang dilakukan,

sehingga keterampilan proses dan kemampuan kerja ilmiah siswa tidak terbentuk,

padahal untuk kelengkapan alat-alat praktikum disekolah tersebut sudah cukup

memenuhi kriteria untuk melakukan praktikum. Siswa selalu bersikap pasif,

hanya bersikap sebagai pendengar, mencatat materi yang ada dan tidak memahami

konsep-konsep fisika yang melibatkan imajinasi dan keterampilan berpikir mereka

untuk menyingkapi serangkaian masalah-masalah yang terus berkembang,

sehingga berdampak terhadap keterampilan proses siswa.

Berdasarkan penjabaran pelaksanaan proses pembelajaran fisika tersebut,

maka diperlukan suatu model pembelajaran yang berbasis penyelidikan ilmiah

untuk membangkitkan keterampilan berpikir siswa sehingga meningkatkan hasil

belajar seperti keterampilan proses sains. Salah satu model yang dapat diterapkan

dalam situasi ini adalah model scientific inquiri. Inti dari model ini adalah

melibatkan siswa dalam masalah penelitian yang benar-benar orisinil dengan cara

menghadapkan meraka pada bidang investigasi, membantu mereka

mengidentifikasi masalah konseptual atau metodologis dalam bidang tersebut dan

mengajak mereka untuk merancang cara-cara memecahkan masalah. Melalui hal

tersebut, mereka bisa melihat bagaimana suatu pengetahuan dibuat dan dibangun

dalam komunitas para ilmuwan, siswa akan menghargai pengetahuan sebagai

(17)

keterbatasan-6

keterbatasan dan keunggulan-keunggulan pengetahuan masa kini (Joyce, dkk.,

2009:194).

Model scientific inquiry cocok digunakan untuk meningkatkan KPS karena

pada hakikatnya scientific inquiry mengajarkan siswa untuk memproses informasi

dengan menggunakan teknik-teknik yang pernah digunakan oleh peneliti, yaitu

siswa dihadapkan pada suatu kegiatan ilmiah atau kegiatan menyelidiki melalui

eksperimen yang menuntut adanya keterlibatan fisik dan mental intelektual siswa.

Siswa dilatih agar terampil dalam memperoleh dan mengolah informasi melalui

aktivitas berpikir dengan mengikuti prosedur (metode) ilmiah seperti terampil

melakukan pengamatan dan pengukuran, membuat hipotesis, memprediksi,

menemukan pola dan hubungan, dan mengkomunikasikan hasil temuan. Aktivitas

yang melibatkan keterampilan berpikir sehingga berdampak pada perkembangan

keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa juga akan meningkat karena

siswa telah memahami makna sebenarnya dari belajar fisika. Menurut Marwoto

(2009) pembelajaran sains dengan keterampilan proses penting sekali untuk

diterapkan karena melibatkan siswa aktif dan dapat meningkatkan hasil belajar

siswa sesuai dengan tuntutan kurikulum yang dikembangkan.

Keterampilan berpikir kritis mempunyai pengaruh terhadap KPS. Guru

harus mampu meningkatkan kualitas proses pembelajaran yang berisi

kegiatan-kegiatan yang menantang siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan KPS

dalam memecahkan masalah, membuat keputusan, menganalisis asumsi dan

(18)

7

sama dan berkomunikasi juga harus tampak dalam setiap proses pembelajaran

yang diwujudkannya.

Keterampilan berpikir kritis merupakan salah satu kemampuan yang

dimiliki siswa yang memudahkannya mengolah informasi yang ditemukannya dan

digunakan untuk memecahkan masalah fisika. KPS perlu dikembangkan pada

siswa di tingkat sekolah menengah karena menekankan pada pembentukan

keterampilan untuk memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikannya.

Menurut Dahar (Trianto, 2010:148) keterampilan proses yang diajarkan dalam

pendidikan sains memberi penekanan pada keterampilan berpikir. Melalui

keterampilan-keterampilan ini, siswa dapat mempelajari sains sebanyak yang

mereka ingin pelajari.

Model scientific inquiry merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang

menekankan pada proses berpikir siswa untuk menemukan sendiri inti dari materi

pelajaran. Keterampilan berpikir dan keterampilan proses sains saling terkait

karena dapat melatih cara berpikir siswa untuk kritis dalam melakukan penemuan,

sehingga jika siswa memiliki keterampilan proses sains maka siswa akan mampu

untuk berpikir kritis.

Seiring dengan berkembangnya sains, teknologi juga ikut mengalami

perkembangan yang juga tidak terlepas dari penemuan-penemuan dibidang sains

yang menawarkan beberapa alternatif untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran

berbasis animasi dan multimedia interaktif, online dan offline. Pemanfaatan

komputer sebagai salah satu media pembelajaran diharapkan dapat mengatasi

(19)

8

dengan efektif dan efisien. Pembelajaran fisika menggunakan model scientific

inquiry juga dapat diterapkan dengan menggunakan teknologi melalui media

PhET (Physics Educations Technology), karena merupakan media simulasi

interaktif yang menyenangkan dan berbasis penemuan (research based), dapat

memperjelas konsep-konsep fisis atau fenomena dalam pembelajaran fisika

sehingga memungkinkan siswa untuk menghubungkan fenomena nyata dengan

ilmu yang mendasarinya. PhET merupakan simulasi interaktif

fenomena-fenomena fisis berbasis riset yang diberikan secara gratis, dikeluarkan oleh

University of Colorado yang sudah teruji kebenarannya dan telah

mengembangkan serangkaian simulasi yang sangat menguntugkan dalam

pengintegrasian teknologi computer ke dalam pembelajaran. Terdapat lebih dari

beberapa topik fisika, kimia bahkan matematika (Universitas of Colorado :2002).

Kelebihan dari simulasi PhET yakni dapat melakukan percobaan secara

ideal, hal ini tidak dapat dilakukan dengan menggunakan alat yang sesungguhnya.

Dipilihnya simulasi PhET karena simulasi ini berbasis program java yang

memiliki kelebihan Easy Java Simulations (EJS) dirancang khusus untuk

memudahkan tugas para guru dalam membuat simulasi fisika dengan

memanfaatkan komputer sesuai dengan bidang ilmunya (Simbolon, 2015:8).

Penggunaan media PhET juga membantu siswa memahami konsep visual, dan

menumbuhkan keterampilan berpikir kritis siswa pada konsep-konsep fisis atau

fenomena yang abstrak atau sulit untuk dijelaskan dalam pembelajaran sehingga

dapat membangkitkan keterampilan berpikir siswa melalui identifikasi masalah

(20)

9

Menurut Koray dan Koksal (2009:10) model inquiri berbasis laboratorium

juga dapat memberikan kesempatan kepada siswa dalam meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah, keterampilan penyelidikan dan melakukan

generalisasi yang tepat berdasarkan poin penting dalam suatu masalah serta

memperoleh pengetahuan imiah dan sikap positif terhadap ilmu pengetahuan.

Sebagai penunjang dalam praktikum, penggunaan laboratorium tidak terbatas

hanya dilakukan dengan menggunakan alat-alat riil sesuai buku panduan,

pemanfaatan laboratorium virtual memungkinkan melakukan kegiatan praktikum

tanpa sarana laboratorium sesungguhnya (laboratorium riil). Menurut mulyasa

(2006) pemanfaatan laboratorium virtual bukan untuk menggantikan peran

laboratorium yang sebenarnya, tetapi sebagai alternatif pelengkap atas minimnya

peralatan fisika yang sesungguhnya di sekolah.

Salah satu materi yang terkait erat dengan kehidupan sehari-hari adalah

fluida statis. fluida statis merupakan salah satu konsep fisika yang sesuai dengan

karakteristik pendekatan KPS. Materi fluida statis, siswa dituntut untuk dapat

mengamati perubahan tekanan hidrostatis yang terjadi, membuat hipotesis

mengenai hukum Archimedes pada benda melayang, terapung dan tenggelam,

menginterpretasi data antara massa jenis dan volume yang menyebabkan

perubahan tekanan hidrostatis, mengkomunikasikan grafik perubahan tekanan

hidrostatis yang terjadi. Berdasarkan hal diatas, maka memerlukan media untuk

memudahkan dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah pada diri siswa

secara mandiri. Pengembangan keterampilan proses sains pada pembelajaran

(21)

10

informasi, yang diaplikasikan dalam bentuk perangkat lunak (software), dalam hal

ini adalah media PhET, yang memberikan fasilitas kepada siswa untuk

mempelajari suatu materi secara abstrak.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ali (2012) menyatakan bahwa

“penemuan ilmiah (scientific inquiry) membantu para siswa membangkitkan

kemampuan berpikir kritis siswa dan memungkinkan para siswa untuk berpikir

dan membangun pengetahuan seperti ilmuwan”. Penelitian Anggraini (2015)

menyimpulkan bahwa “model pembelajaran scientific inquiry lebih baik

dibandingkan dengan pembelajaran konvensional dalam meningkatkan

keterampilan proses sains siswa”. Penelitian Najib (2015) menyimpulkan bahwa

“keterlaksanaan model pembelajarn inkuiri laboratorium berbantuan PhET

termasuk dalam kategori sangat baik yaitu 85.67% ”

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian yang berjudul “Efek Model Scientific Inquiry

Menggunakan Media PhET dan Keterampilan Berpikir Kritis terhadap

Keterampilan Proses Sains Siswa”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di kemukakan maka

identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penggunaan model pembelajaran direct instruction sehingga aktivitas guru

masih dominan (teacher center).

(22)

11

3. Proses pembelajaran lebih menekankan pada persamaan matematika dalam

memecahkan masalah fisika dan kurang melatih keterampilan proses siswa

4. Keterampilan berpikir kritis siswa belum pernah digali.

5. Guru jarang sekali memulai pelajaran dengan menyajikan masalah

konseptual karena alokasi waktu yang diperkirakan tidak cukup

6. Pemanfaatan laboratorium yang belum optimal

7. Materi yang diajarkan adalah fluida statis

1.3 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Penelitian dilakukan pada siswa kelas X SMA Negeri 2 Peusangan tahun

pelajaran 2016/2017.

2. Model pembelajaran yang digunakan untuk mengatasi masalah dalam

penelitian ini adalah model pembelajaran scientific inquiry

3. Hasil belajar dari model scientific inquiry adalah keterampilan proses sains

siswa.

4. Proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran scientific inquiry

menggunakan media PhET.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan batasan

(23)

12

1. Apakah keterampilan proses sains siswa dengan menggunakan model

scientific inquiry lebih baik daripada keterampilan proses sains siswa dengan

menggunakan pembelajaran direct instruction?

2. Apakah keterampilan proses sains siswa yang memiliki keterampilan berpikir

kritis menggunakan model scientific inquiry diatas rata-rata lebih baik

daripada siswa yang memiliki keterampilan berpikir kritis menggunakan

model direct instruction di atas rata-rata?

3. Apakah terdapat interaksi model pembelajaran scientific inquiry menggunakan

media PhET dengan keterampilan berpikir kritis siswa dalam meningkatkan

keterampilan proses sains siswa?

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis apakah keterampilan proses sains fisika siswa dengan

menggunakan model scientific inquiry lebih baik daripada keterampilan proses

sains fisika siswa dengan menggunakan model direct instruction.

2. Untuk menganalisis apakah keterampilan proses sains siswa yang memiliki

keterampilan berpikir kritis menggunakan model scientific inquiry diatas

rata-rata lebih baik daripada siswa yang memiliki keterampilan berpikir kritis

menggunakan model direct instruction di atas rata-rata.

3. Untuk menganalisis apakah terdapat interaksi model pembelajaran scientific

inquiry menggunakan media PhET dengan keterampilan berpikir kritis siswa

(24)

13

1.6 Manfaat Penelitian

1. Bagi guru

a. Menjadi acuan pembelajaran yang digunakan guru dalam kegiatan

mengajar, sehingga dapat membangun dan mengembangkan kreativitas

mengajar.

b. Umpan balik bagi guru untuk mengukur keberhasilan dalam pelaksanaan

kegiatan belajar dikelas.

2. Bagi siswa

a. Meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa dalam pemcahan

masalah fisika pada mata pelajaran fisika.

b. Meningkatkan rasa keingintahuan siswa sehingga pengetahuan ilmiah

fisika siswa bertambah

3. Bagi kelembagaan

a. Meningkatkan mutu sekolah agar lebih baik dalam mengatasi

masalah-masalah proses belajar mengajar khususnya bidang pembelajaran fisika.

b. Sebagai bahan informasi alternative dalam pmilihan model pembelajaran

di sekolah.

4. Bagi penulis

a. Menambah wawasan tentang penggunaan pendekatan pembelajaran, dan

sekaligus menjadi pengalaman dalam melakukan penelitian selanjutnya.

1.7 Definisi Operasional

(25)

14

1. Model pembelajaran sientific inquiry adalah model pembelajaran yang

melibatkan siswa dalam masalah penelitian yang benar-benar orisinil dan

membantu siswa mengidentifikasi masalah konseptual serta merancang

cara-cara memecahkan masalah (Joyce, dkk, 2009:194).

2. Pembelajaran direct instruction adalah pembelajaran yang lebih terpusat pada

guru yang memiliki lima langkah: membuka pelajaran, penjelasan,

demonstrasi, latihan terbimbing, balikan dan latihan lanjut (Arends, 2013:3).

3. Berpikir kritis adalah berpikir rasional dan reflektif yang difokuskan pada apa

yang diyakini dan dikerjakan (Ennis, 1995).

4. Keterampilan proses sains adalah keterampilan fisik dan mental terkait dengan

kemampuan-kemampuan yang mendasar yang dimiliki, dikuasai dan

diaplikasikan dalam suatu kegiatan ilmiah, sehingga para ilmuan berhasil

(26)
(27)

1 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Berdasarkan hasil peelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab

sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan:

1. Keterampilan proses sains siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran

scientific inquiry menggunakan media PhET lebih baik dibandingkan dengan

keterampilan proses sains siswa yang diajarkan dengan pembelajarn direct

instruction. Hasil tersebut menunjukkan ada efek model pembelajaran

scientific inquiry menggunakan media PhET terhadap keterampilan proses

sains siswa.

2. Keterampilan proses sains siswa pada kelompok berpikir kritis diatas rata-rata

lebih baik dibandingkan keterampilan proses sains siswa pada kelompok

berpikir kritis dibawah rata-rata. Hasil tersebut menunjukkan ada efek berpikir

kritis terhadap keterampilan proses sains siswa.

3. Terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan berpikir kritis dalam

mempengaruhi keterampilan proses sains siswa. Hasil tersebut menunjukkan

adanya interaksi bahwa model pembelajaran scientific inquiry menggunakan

media PhET dengan berpikir kritis diatas rata-rata maupun dibawah rata-rata

memiliki keterampilan proses sains lebih baik daripada pembelajaran dengan

direct instruction. Hal ini berarti bahwa model pembelajaran scientific inquiry

menggunakan media PhET dengan berpikir kritis berpengaruh terhadap

(28)

2

keterampilan proses sains, sedangkan pembelajaran dengan direct instruction

dengan berpikir kritis tidak berpengaruh terhadap keterampilan proses sains.

5.2Saran

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memiliki beberapa saran sebagai

berikut:

1. Bagi guru fisika, disarankan untuk mencoba menerapkan model pembelajaran

yang bervariatif agar siswa tidak merasa jenuh dalam melaksanakan kegiatan

belajar. Salah satu model pembelajaran yang bias diterapkan adalah model

scientific inquiry menggunakan media PhET.

2. Bagi siswa yang belum terbiasa belajar dengan model pembelajaran scientific

inquiry menggunakan PhET, sebaiknya siswa sering dilatih untuk

melaksanakan kegiatan praktikum supaya siswa dapat melihat secara langsung

fenomena yang terjadi dan dapa menstimulasi siswa untuk lebih meningkatkan

keterampilan proses sains siswa.

3. Kepada Lembaga Terkait, pembelajaran dengan model pembelajaran scientific

inquiry menggunakan media PhET masih sangat asing bagi guru maupun

siswa, oleh karena itu perlu disosialisasikan dengan harapan dapat

meningkatkan hasil belajar siswa khususnya meningkatkan keterampilan

proses sains siswa.

4. Kepada Peneliti Lanjutan, kiranya dapat melanjutnya penelitian ini dengan

menerapkan model pembelajaran scientific inquiry dalam proses pembelajaran

untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa dengan menerapkan lebih

(29)

1

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mehmet, dkk. 2012. Scientific Inquiry Based Professional Development Models in Teacher Education. Educational Sciences; Theory & Practice. 12(1):514-521.

Anggraini, D.P &Sani, R.A. 2015. Analisis model pembelajaran scientific inquiry dan kemempuan berpikir kreatif terhadap keterampilan proses sains siswa SMA. Jurnal Pendidikan Fisika.Vol.4. No.2. ISSN;2252-732x.

Arends, R. I. 2013. Learning to Teach Belajar Untuk Mengajar (edisi kesembilan). Newyork: McGraw-Hill Companies.

Arief, M.K, dkk. 2015. Implementasi of Levels of Inquiry on Science Learning to Improve Junior High School Student’s Scientific Literacy. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia (JPFI). 11(2), 117-125. ISSN;1693-1246.

Arikunto, S. 2010. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT BumiAksara.

Dahar, R. W. 2011. Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlanga.

Djamarah, S, B. 2000. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Ennis, Robbert, H. 1995. Critical Thingking. New York: Prentice Hall.

Fisher, Alec. 2009. Berpikir Kritis (sebuah pengantar). Jakarta: Erlangga.

Harlen, W dan Elstgeest, J. 1992. UNESCO Sourcebook for Science in the Primary School. France: Imprimerie de la Manutention.

Hamalik, O. 2011. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja rosada.

Hergenhahn, B.R. & Matthew. H.O. 2008. Theories of Learning (Teori Belajar). Jakarta: Kencana.

Husain, Ashiq, dkk. 2011. Physics Teaching Methods: Scientific Inquiry vs Traditional Lecture. International Journal of Humanities and Social Science.Vol.1 No.19.

(30)

2

Joyce, B, dkk. 2009. Model of Teaching (Model-Model Pengajaran) edisi kedelapan. Yogyakarta: pustaka pelajar.

Koray, O., dan Koksa, M. S. 2009. The Effect of Creative and Critical Thingking Based Laboratorium Applications on Creative and Logical Thinking Abilities of Prospective Teachers. Asia Pacific Forum on Science Learning and Teaching Journal. 10(2). 1-13.

Lederman, Norman, G, dkk. 2013. Nature of Science and Scientific Inquiry as Contexts for the Learning of the Science and Achievement of Scietific Literacy. International Jounal of Education in Mathematics, Science and Technology (IJEMST). Volume:1. Nomor:3. ISSN:2147-611X.

Mulyasa, E. 2006. Standart Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Najib, Ainun. 2015. Pengaruh Penggunaan Program Simulasi PhET dalam Pembelajaran Inkuiri Laboratorium terhadap Penguasaan Konsep dan

Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi. Semarang: Universitas Negeri

Semarang

National Institutes of Health, National Institute of General Medical Science. 2005. Doing Science: The Process of Scientific Inquiry. BSCS Center for Curriculum Development 5414 Mark Dabling Boulever Colorado Springs, CO80918.(www.Suplementatsupplements)@science.Education.nih.gov.com , diakses 15 November 2016.

Njoroge, G.N, dkk. 2014. Effects of inquiry based teaching approach secondary school student’s achievement and motivation in physics in nyeri county, Kenya.International Journal of Academic Research in Education and Review.Vol.2(1). ISSN:2360-7866.

Rao, B. D, & Kumari, N. U. 2008. Science Process Skills of Schools Students. New Delhi: Discovery Publishing House.

Rustaman, N. Y. 2003. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Commo Textbook JIKA IMSTEP. Bandung: FPMTPA UPI.

Sagala, S. 2011. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: CV. Alfabeta.

Sanjaya, W. 2009. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

(31)

3

Semiawan, C. R. 2009. Kreatifitas Kebakatan. Jakarta: PT. Indeks.

Sihotang. 2014. Analisis model pembelajaran scientific inquiry dan sikap ilmiah terhadap hasil belajar siswa pada pelajaran fisika. Jurnal Pendidikan Fisika.Vol.3. No.2. ISSN;2252-732X.

Simbolon, Dedi, H. 2015. Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berbasis Eksperimen Riil dan Laboratorium Virtual terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Vol.21, Nomor 3.

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Sukardjo., & Komaruddin, Ukim. 2010. Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya. Jakarta: Rajawali Pers.

Suprijono, Agus. 2009. Cooperatif Learning, Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yokyakarta: Pustaka Pelajar.

Suryosubroto. 2009. Proses Belajar Mengajar Di Sekolah. Jakarta: rineka cipta.

Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif. Bandung: Alfabeta

Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi Dan Praktiknya. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Tawil, Muh., dan Liliasari. 2014. Keterampilan-Keterampilan Sains dan

Implementasinya dalam Pembelajaran IPA. Makassar: Universitas Negeri

Makassar.

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana

Gambar

Gambar 2.1 Dampak-dampak instruksional dan pengiring

Referensi

Dokumen terkait

The writer will use a psychoanalytic approach theory as the approach to analyze this movie because the major character Walter Black that suffers major

[r]

[r]

Adapun target luaran dari penelitian ini adalah dapat terciptanya suatu sistem pengolahan limbah yang mampu mendegradasi partikel zat warna sekaligus bakteri

[r]

TITANAT DARI TITANIA TEKNIS SEBAGAI ELEKTRODA BATERAI ION LITIUM ” belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan

kuantitas kalori pangan sekali konsumsi, dapat memperbaiki respons glikemik dan/atau menurunkan kadar glukosa darah pada siang atau sore hari dan menurunkan nafsu makan

DAFTAR LAMPIRAN ... Latar belakang ... Rumusan Masalah ... Tujuan penelitian .... Manfaat penelitian ... Laporan keuangan dan Kinerja Keuangan ... Definisi laporan keuangan...