• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Konsentrasi dan Frekuensi Aplikasi Etephon Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Mentimun (Cucumis Sativus L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Konsentrasi dan Frekuensi Aplikasi Etephon Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Mentimun (Cucumis Sativus L.)"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KONSENTRASI DAN FREKUENSI APLIKASI ETEPHON TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN

MENTIMUN (Cucumis sativus L.)

SKRIPSI

OLEH :

CICI OCTAVIA SIDAURUK 090301090

AGROEKOTEKNOLOGI BPP

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGARUH KONSENTRASI DAN FREKUENSI APLIKASI ETEPHON TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN

MENTIMUN (Cucumis sativus L.)

SKRIPSI

OLEH :

CICI OCTAVIA SIDAURUK 090301090

AGROEKOTEKNOLOGI BPP

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian Program Studi Agroekoteknologi

Universitas Sumatera Utara, Medan.

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Usulan Penilitian : Pengaruh Konsentrasi dan Frekuensi Aplikasi Etephon Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Mentimun (Cucumis SativusL.)

Nama : Cici Octavia Sidauruk

NIM : 090301090

Departemen : Agroekoteknologi

Program Studi : BPP (Budidaya Pertanian dan Perkebunan)

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ir. Jasmani Ginting, M P. Prof. Dr.Ir. Justin A Napitupulu, M.Sc NIP. 195503251982031002 NIP. 194004261964081001 Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing

Mengetahui,

(4)

ABSTRACT

CICI OCTAVIA SIDAURUK : The effect of Concentration and Frequency of Etephon Aplication on Growth and Production of cucumber (Cucumis sativus L.), supervised by JASMANI GINTING and JUSTIN A NAPITUPULU.

Cucumber in Indonesia is popular and likely vegetable for all of society. Cucumber productivity (ton/ha) in Indonesia from 2007 to 2011 were fluctuated from 81.2 to 527.1 this was due to less intensive and efficiency in cucumber culture one of the alternative that could be done was application etephon of plant growth regulator. The aim of this research was to know the effects of concentration and frequency of etephon application on growth and production of cucumber, this study was done in faculty of agriculture net house medan (± 25 in above sea level) from Januari – maret 2013. The design used was Randomised Design will 2 factors, etephon concentration (0. 150, 300 dan 450 ppm) and the frequency of application (1x, 2x and 3x times). The parameters colected were plant length, number of leaves formed, number of leaves lived, number of female flowers, number of female flowers aborted, number of male flowers, ratio of flowers, number of fruit per plant and total weight perplant. From the research, concentration significantly affect on plant length (4-8 weeks after planting), number of female flowers (39 and 51 days after planting), number of female flowers aborted (42 and 60 days after planting), number all of male flowers, ratio of flowers (48 days after planting). Frequency aplication of etephon significantly affect plant length (6-7 weeks after planting). Interaction significantly affect on flowers ratio (48 days after planting )

.

(5)

ABSTRAK

CICI OCTAVIA SIDAURUK : Pengaruh Konsentrasi dan Frekuensi Etephon Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.), dibimbing oleh JASMANI GINTING dan JUSTIN A NAPITUPULU.

Mentimun di Indonesia merupakan sayuran yang banyak digemari dan popular diseluruh masyarakat. produktivitas mentimun (ton/ha) di Indonesia bergerak secara fluktuatif pada tahun 2007 sampai 2011 adalah 581.2 - 527.1. Hal ini disebabkan masih kurang intensif dan efisiennya budidaya mentimun yang dilakukan. Salah satu yang dapat dilakukan adalah pemberian konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon yang tepat. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi dan frekuensi aplikasi etephon terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman mentimun di rumah kasa Fakultas Pertanian, Medan, dengan ketinggian tempat ±25 meter diatas permukaan laut, dimulai bulan Januari – Maret 2013. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok, dengan faktor utama adalah konsentrasi etephon (0, 150, 300 dan 450 ppm) dan frekuensi aplikasi etephon( 1x, 2x dan 3x aplikasi). Parameter yang diamati adalah panjang tanaman, jumlah daun terbentuk, jumlah daun tinggal, jumlah bunga betina, jumlah bunga betina gugur, jumlah bunga jantan, rasio bunga, jumlah buah per tanaman dan bobot total buah per tanaman. Dari hasil penelitian, Konsentrasi berpengaruh nyata pada panjang tanaman (4 – 8 minggu setelah tanam), jumlah bunga betina (39 dan 51 hari setelah tanam), jumlah bunga betina gugur (42 dan 60 hari setelah tanam), jumlah total bunga betina jantan, rasio bunga (48 hari setelah tanam). Frekuensi aplikasi etephon berpengaruh nyata pada panjang tanaman (6-7 minggu setelah tanam). Interaksi berpengaruh nyata pada rasio bunga (48 hari setelah tanam)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Cici Octavia Sidauruk dilahirkan di Pematangsiantar 16 Oktober 1990 dari pasangan Bapak W. Sidauruk, SH dan Ibu R.Silalahi. Penulis merupakan anak

ketiga dari tiga bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah diperoleh penulis antara lain:

tahun 1997-2003 menempuh pendidikan dasar di SD N 122394 di Pematangsiantar; tahun 2003-2006 menempuh pendidikan di SMP Sultan Agung Pematangsiantar,; tahun 2006-2009 menempuh pendidikan di SMA Negeri 2

Pematansiantar; tahun 2009 lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara melalui jalur UMB. Penulis memilih program studi BPP(Budidaya Pertanian dan

Perkebunan Departemen Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan penulis telah melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTPN II Kebun Batang Serangan, Kabupaten Langkat,

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada

waktunya.

Adapun skripsi ini berjudul “Pengaruh Konsentrasi Dan Frekuensi Aplikasi

Etephon Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.)” yang merupakan Salah Satu Syarat Untuk

Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian Program Studi

Agroekoteknologi Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak

Ir. Jasmani Ginting, M P. selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Prof. Dr.Ir. Justin A Napitupulu, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing, yang

telah meluangkan waktu dan memberikan saran sampai penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat

membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Maret 2013

Penulis

(8)

DAFTAR ISI

Pelaksanaan Penelitian ... 13

Persiapan Lahan ... 13

Pembuatan Plot Penelitian ... 13

Aplikasi Pupuk ... 14

Penanaman ... 14

Aplikasi Etephon ... 14

Pemeliharaan Tanaman ... 15

Penyiraman ... 15

Pemasangan Ajir ... 15

Pemupukan ... 15

Penyiangan ... 15

Pemangkasan ... 15

(9)

Panen ... 16

Pengamatan Parameter ... 16

Panjang Tanaman (cm) ... 16

Jumlah Daun Terbentuk (Helai) ... 16

Jumlah Daun yang Tinggal (Helai) ... 16

Jumlah Bunga Betina (Bunga) ... 17

Jumlah Bunga Betina Gugur (Bunga) ... 17

Jumlah Bunga Jantan (Bunga) ... 17

Ratio Kelamin Bunga (Bunga Betina/Bunga Jantan) ... 17

Jumlah Buah per Tanaman (Buah) ... 17

Bobot Total Buah per Tanaman (Gram) ... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 18

Pembahasan ... 56

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 57

Saran ... 57 DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1 Pengaruh konsentrasi dan frekuensi aplikasi etephon terhadap panjang tanaman 1 - 8 MST (cm).…...20

2 Pengaruh konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon terhadap jumlah daun terbentuk 1 - 8 MST (cm)...25

3 Pengaruh konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon terhadap jumlah daun yang tinggal 1 - 8 MST (helai) ...29

4 Pengaruh konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon terhadap jumlah bunga betina 33 - 60 HST (helai)...32

5 Pengaruh konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon terhadap jumlah bunga betina yang gugur 42 - 60 HST (bunga) ... 37

6 Pengaruh konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon terhadap jumlah bunga jantan 33-60 HST (bunga) ...41

7 Pengaruh konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon terhadap

Rasio bunga betina/bunga jantan 33-60 HST...44

8 Pengaruh konsentrasi dan frekuensi aplikasi etephon terhadap jumlah buah pertanaman...49

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1 Perkembangan panjang tanaman mentimun pada perlakuan konsentrasi etephon pada pengamatan 1 – 8 MST ... 21

2 Perkembangan panjang tanaman mentimun pada perlakuan frekuensi aplikasi etephon pada pengamatan 1 – 8 MST...21

3 Kurva respon panjang tanaman umur 4 - 8 MST pada perlakuan konsentrasi etephon...22

4 Histogram panjang tanaman pada frekuensi aplikasi pada umur 6 MST...23

5 Histogram panjang tanaman pada frekuensi aplikasi pada umur 7 MST...24

6 Perkembangan jumlah daun terbentuk pada perlakuan konsentrasi etephon pada pengamatan 1 – 8 MST...26

7 Perkembangan jumlah daun terbentuk pada perlakuan frekuensi aplikasi etephon pada pengamatan 1 – 8 MST...27

8 Perkembangan jumlah daun yang tinggal pada perlakuan konsentrasi etephon pada pengamatan 1 – 8 MST...30

9 Perkembangan jumlah daun yang tinggal pada perlakuan frekuensi aplikasi etephon pada pengamatan 1 – 8 MST. ...30

10 Perkembangan jumlah bunga betina pada perlakuan konsentrasi etephon pada pengamatan 33 – 60 HST...33

11 Perkembangan jumlah bunga betina pada perlakuan aplikasi etephon pada pengamatan 33 – 60 HST...34

(12)

13 Perkembangan jumlah bunga betina gugur pada perlakuan konsentrasi etephon pada pengamatan 42 – 60 MST. ...38

14 Perkembangan jumlah bunga betina pada perlakuan frekuensi aplikasi etephon pada pengamatan 33 – 60 MST...38

15 Kurva respon jumlah bunga betina gugur umur 42 dan 60 HST pada perlakuan konsentrasi etephon...39

16 Perkembangan jumlah bunga jantan pada perlakuan konsentrasi etephon pada pengamatan 33 – 60 HST...42

17 Perkembangan jumlah bunga jantan pada perlakuan frekuensi

aplikasi etephon pada pengamatan 33 – 60 HST...42

18 Perkembangan rasio bunga betina/bunga jantan pada perlakuan

konsentrasi etephon pada pengamatan 33 – 60 HST...46

19 Perkembangan rasio bunga betina/bunga jantan pada perlakuan frekuensi aplikasi etephon pada pengamatan 33 – 60 HST. ... 46

20 Kurva respon rasio bunga betina/bunga jantan umur 60 HST pada

perlakuan Interaksi Konsentrasi Etephon dan frekuensi Aplikasi... 47

21 Kurva respon rasio bunga betina/ bunga jantan umur 48 HST pada perlakuan Konsentrasi Etephon...48

22 Perkembangan bobot buah pertanaman pada perlakuan konsentrasi etephon pada pengamatan 42 – 69 HST...52

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Deskripsi Mentimun Hibrida Varietas MAGI F1 ... 64

2. Bagan Lahan Penelitian ... 66

3. Bagan Plot Penelitian ... 67

4. Jadwal Kegiatan Penelitian ... 68

5. Tabel Panjang Tanaman 1-8 MST (cm) ... 69

6. Tabel Sidik Ragam Panjang Tanaman 1-8 MST ... 69

7. Tabel Jumlah Daun Terbentuk 1-8 MST (helai) ... 77

8. Tabel Sidik Ragam Jumlah Daun Terbentuk 1-8 MST ... 77

9. Tabel Jumlah Daun Tinggal 1-8 MST (helai) ... 78

10. Tabel Sidik Ragam Jumlah Daun Tinggal 1-8 MST ... 78

11. Tabel Jumlah Bunga Betina(Bunga) 33-60 HST ... 79

12. Tabel Sidik Ragam Jumlah Bunga Betina(Bunga) 33-60 HST ... 79

13. Tabel Jumlah Bunga Betina Gugur (Bunga) 42-60 HST ... 81

14. Tabel Sidik Ragam Jumlah Tabel Jumlah Bunga Betina gugur (Bunga) 42-60 HST ... 81

15. Tabel Jumlah Bunga Jantan (Bunga) 33-60 HST ... 83

16. Tabel Sidik Ragam Jumlah Bunga Jantan (Bunga) 33-60 HST ... 83

17. Tabel Rasio Bunga Betina/Jantan 33-60 HST ... 85

18. Tabel Sidik Ragam Rasio Bunga Betina/Jantan (Bunga) 33-60 HST ... 85

19. Tabel Jumlah Buah Pertanaman (Buah) ... 87

20. Tabel Sidik Ragam Jumlah Buah Persampel (Buah) ... 87

21. Tabel Jumlah Bobot buah Pertanaman (kg) ... 88

(14)

ABSTRACT

CICI OCTAVIA SIDAURUK : The effect of Concentration and Frequency of Etephon Aplication on Growth and Production of cucumber (Cucumis sativus L.), supervised by JASMANI GINTING and JUSTIN A NAPITUPULU.

Cucumber in Indonesia is popular and likely vegetable for all of society. Cucumber productivity (ton/ha) in Indonesia from 2007 to 2011 were fluctuated from 81.2 to 527.1 this was due to less intensive and efficiency in cucumber culture one of the alternative that could be done was application etephon of plant growth regulator. The aim of this research was to know the effects of concentration and frequency of etephon application on growth and production of cucumber, this study was done in faculty of agriculture net house medan (± 25 in above sea level) from Januari – maret 2013. The design used was Randomised Design will 2 factors, etephon concentration (0. 150, 300 dan 450 ppm) and the frequency of application (1x, 2x and 3x times). The parameters colected were plant length, number of leaves formed, number of leaves lived, number of female flowers, number of female flowers aborted, number of male flowers, ratio of flowers, number of fruit per plant and total weight perplant. From the research, concentration significantly affect on plant length (4-8 weeks after planting), number of female flowers (39 and 51 days after planting), number of female flowers aborted (42 and 60 days after planting), number all of male flowers, ratio of flowers (48 days after planting). Frequency aplication of etephon significantly affect plant length (6-7 weeks after planting). Interaction significantly affect on flowers ratio (48 days after planting )

.

(15)

ABSTRAK

CICI OCTAVIA SIDAURUK : Pengaruh Konsentrasi dan Frekuensi Etephon Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.), dibimbing oleh JASMANI GINTING dan JUSTIN A NAPITUPULU.

Mentimun di Indonesia merupakan sayuran yang banyak digemari dan popular diseluruh masyarakat. produktivitas mentimun (ton/ha) di Indonesia bergerak secara fluktuatif pada tahun 2007 sampai 2011 adalah 581.2 - 527.1. Hal ini disebabkan masih kurang intensif dan efisiennya budidaya mentimun yang dilakukan. Salah satu yang dapat dilakukan adalah pemberian konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon yang tepat. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi dan frekuensi aplikasi etephon terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman mentimun di rumah kasa Fakultas Pertanian, Medan, dengan ketinggian tempat ±25 meter diatas permukaan laut, dimulai bulan Januari – Maret 2013. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok, dengan faktor utama adalah konsentrasi etephon (0, 150, 300 dan 450 ppm) dan frekuensi aplikasi etephon( 1x, 2x dan 3x aplikasi). Parameter yang diamati adalah panjang tanaman, jumlah daun terbentuk, jumlah daun tinggal, jumlah bunga betina, jumlah bunga betina gugur, jumlah bunga jantan, rasio bunga, jumlah buah per tanaman dan bobot total buah per tanaman. Dari hasil penelitian, Konsentrasi berpengaruh nyata pada panjang tanaman (4 – 8 minggu setelah tanam), jumlah bunga betina (39 dan 51 hari setelah tanam), jumlah bunga betina gugur (42 dan 60 hari setelah tanam), jumlah total bunga betina jantan, rasio bunga (48 hari setelah tanam). Frekuensi aplikasi etephon berpengaruh nyata pada panjang tanaman (6-7 minggu setelah tanam). Interaksi berpengaruh nyata pada rasio bunga (48 hari setelah tanam)

(16)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Mentimun berasal dari bagian utara India kemudian masuk ke wilayah

Mediteran yaitu Cina pada tahun 1882, de Condolle memasukkan tanaman ini kedalam daftar tanaman asli India. Pada akhirnya tanaman ini menyebar keseluruh

dunia, terutama di daerah tropika. Di Cina, mentimun dikenal 2 abad SM. Jenis mentimun tersebut sejenis mentimun liar yang dikenal dengan nama ilmiah Cucumis hardwichini Royle (Sumpena, 2005).

Mentimun merupakan salah satu sayuran yang dapat dikonsumsi baik dalam

bentuk segar maupun olahan, seperti acar, asinan dan lain-lain. Selain sebagai sayuran

konsumsi mentimun mempunyai berbagai manfaat lainnya seiring dengan

berkembangnya industri kosmetik, ilmu kesehatan dan makanan dengan berbahan

mentimun. Mentimun memiliki kandungan gizi yang cukup baik, karena mentimun

merupakan sumber mineral dan vitamin. Kandungan nutrisi per 100 gram mentimun

terdiri dari 15 kalori, 0,8 gram protein, 0,1 gram pati, 3 gram karbohidrat, 30 mg

fosfor, 0,5 mg besi, 0,02 mg tiamin, 0,01 mg riboflavin, 14 mg asam, 0,45 mg vitamin

A, 0,3 mg vitamin B1, dan 0,2 mg vitamin B2 (Sumpena, 2005).

Mentimun (Cucumis sativus) sejak lama dan sejarahnya sangat menarik. Ada pendapat bahwa mentimun berasal dari Asia utara, mungkin dari India di

daerah pegunungan Himalaya. Banyak literatur menyebutkan terlebih dahulu di asia barat sejak 300 tahun yang lalu (Calvin and Knutson, 1983).

Di Indonesia mentimun merupakan sayuran yang banyak digemari dan

popular diseluruh masyarakat. Meskipun demikian kebanyakan usaha tani mentimun masih dianggap usaha sampingan, sehingga rata-rata hasil mentimun

(17)

Berdasarkan data BPS dan Direktorat Jendral Hortikultura (2012) menunjukan bahwa produktivitas mentimun (ton/ha) di Indonesia bergerak secara fluktuatif. Berturut-turut produksi mentimun (ton/ha) pada tahun 2007 sampai

2011 adalah 581.205, 540.122, 583.139, 547.141, 527.184. Hal ini kemungkinan disebabkan masih kurang intensif dan efisiennya budidaya mentimun yang

dilakukan serta adanya serangan hama dan penyakit. Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan menggunakan teknologi

Di Indonesia tanaman mentimun pada umumnya merupakan tipe tanaman

berumah satu (monoceous), dengan jumlah bunga jantan lebih banyak dari pada

bunga betina, dan bunga jantan muncul lebih awal beberapa hari mendahului bunga

betina. Penyerbukan pembentukan buah dan biji menjadi penentu tinggi rendahnya

produksi timun (Milawatie, 2006).

Sasmito (2005) menyatakan hasil panen mentimun tergantung dari banyaknya bunga betina yang dihasilkan sehingga diperlukan ZPT seperti etephon untuk meningkatkan jumlah bunga betina. ZPT mempunyai peranan dalam proses

pertumbuhan dan perkembangan untuk kelangsungan hidup suatu tanaman. ZPT

dapat bersifat endogen, dihasilkan sendiri oleh individu yang bersangkutan, maupun

eksogen, diberikan dari luar sistem individu. ZPT terdiri dari lima kelompok yaitu

auksin, giberelin, etilen, sitokinin dan asam absisat (Yusak, dkk, 2011)

Etephon adalah nama umum yang diakui oleh The American Standars Institut untuk 2-chloroethyl phosphonic acid. Dalam beberapa literatur Etephon juga disebut sebagai : Ethrel, Florel, CEP, CEPA, 2-CEPA, Amchem 66-329 dan

(18)

sama, seperti : pengaruh Etilen terhadap pembungaan, pemasakan buah dan pengguguran daun serta buah.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik melakukan penelitian yang

berjudul pengaruh konsentrasi dan frekuensi aplikasi etephon terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman mentimun (Cucumis sativus L.). konsentrasi etephon dilakukan untuk meningkatkan bunga betina karena hasil panen mentimun tergantung dari banyaknya bunga betina yang dihasilkan sesuai dengan konsentrasi optimal etephon pada tanaman mentimun dan memerlukan frekuensi

pemberian etephon yang tepat sehingga dapat menghasilkan produksi buah yang

tinggi.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi dan Frekuensi aplikasi etephon terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman mentimun (Cucumis sativus L.).

Hipotesis Penelitian

Ada pengaruh konsentrasi dan Frekuensi aplikasi etephon terhadap

pertumbuhan dan produksi tanaman mentimun (Cucumis sativus L.) serta interaksi kedua faktor tersebut.

Kegunaan Penelitian

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan

(19)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

Klasifikasi tanaman mentimun sebagai berikut : Kingdom : Plantae ;

Divisio : Spermatophyta ; Sub Divisio : Angiospermae ; Class : Dicotyledoneae ; Ordo : Cucurbitales ; Family : Cucurbitaceae ; Genus : Cucumis dan Spesies :

Cucumis sativus L (Rukmana, 1994).

Perakaran mentimun memiliki akar tunggang dan bulu-bulu akar, tetapi daya tembusnya relatif dangkal pada kedalaman 30-60 cm. Oleh karena itu

tanaman mentimun termasuk tanaman peka terhadap kekurangan dan kelebihan air (Rukmana,1994).

Mentimun termasuk tanaman semusim yang bersifat menjalar atau memanjat dengan perantaraan pemegang yang berbentuk pilin. Batangnya basah, berbulu serta berbuku-buku, panjang atau tinggi tanaman dapat mencapai 50 cm –

250 cm, bercabang dan bersulur yang tumbuh di sisi tangkai daun (Rukmana, 1994).

Daun tanaman mentimun lebar berlekuk menjari dan dangkal, berwarna hijau muda sampai hijau tua.daun ini tumbuh berselang seling keluar dari ruas

batang. Daunnya beraroma kurang sedap dan langu, berbulu tidak begitu tajam

( Sunarjono, 2003).

Tanaman mentimun memiliki jumlah bunga jantan lebih banyak daripada

bunga betina, dan bunga jantan muncul lebih awal beberapa hari. Bunga jantan

muncul lebih awal beberapa hari mendahului bunga betina. Penyerbukan bunga

mentimun adalah penyerbukan menyerbuk silang, penyerbukan bua dan biji menjadi

(20)

Tanaman mentimun (Cucumis sativus L.) memiliki bunga berbentuk terompet, warna kuning dan berumah satu. Bunga betina mempunyai bakal buah yang membengkak, terletak di bawah mahkota bunga. Pada bunga jantan tidak

terdapat bagian yang membengkak, sehingga dalam pemilihan tetua, jumlah bunga betina per pohon terbanyak yang terpilih (Suryadi, dkk, 2004).

Tanaman mentimun dalam proses kehidupan mengalami fase jouvenil (fase muda) relatif pendek. Pada umur 20-25 hari umumnya tanaman sudah berbunga dalam bentuk calon bunga yang belum mekar. Apabila bunga pertama

tumbuh merupakan pertanda bahwa tanaman sudah mengakhiri fase pertumbuhan muda dan beralih ke fase dewasa (produksi) (Imdad dan Nawangsih, 1995)

Perkembangan buah mentimun dimulai dari mengembangnya bakal buah yang terdapat tepat di belakang (dibawah) kelopak dan mahkota bunga. Lambat laun buah akan terbentuk sedang bagian kelopak dan mahkota bunga akan

terdorong kemuka menempel dipucuk buah muda. Buah mentimun letaknya menggantung dari ketiak antara daun dan batang. Bentuk dan ukurannya

bermacam-macam tetapi umumnya bulat panjang dan bulat pendek, kulit buah

mentimun ada yang berbintil-bintil ada pula yang halus (Imdad dan Nawangsih, 1995).

Biji mentimun bentuknya pipih, kulitnya berwarna putih atau putih kekuning-kuningan sampai coklat. Biji ini dapat digunakan sebagai alat

(21)

Syarat Tumbuh Iklim

Kelembapan relatif udara (RH) yang dikehendaki oleh tanaman mentimun

untuk pertumbuhannya antara 50-85 %, sementara curah hujan yang diinginkan tanaman sayuran ini antara 200-400 mm/bulan, curah hujan yang terlalu tinggi

tidak baik untuk pertumbuhan tanaman ini terlebih pada saat mulai berbunga

karena curah hujan yang sangat tinggi akan banyak menggugurkan bunga (Sumpena, 2005).

Cahaya merupakan faktor yang sangat penting dalam pertumbuhan tanaman mentimun, penyerapan unsur hara akan berlangsung dengan optimal jika

pencahayaan berlangsung antara 8-12 jam/hari (Sumpena, 2005).

Tanaman mentimun yang tumbuh baik pada daerah dengan suhu 22 -30ºC ini lebih banyak ditemukan di dataran rendah. Diperlukan cuaca panas, namun

tidak lebih panas daripada cuaca untuk semangka. Selama pertumbuhannya, tanaman mentimun membutuhkan iklim kering, dan sinar matahari cukup

(tempat terbuka) (Sunarjono, 2003). Tanah

Tanaman mentimun dapat tumbuh baik di ketinggian 0-1000 m diatas

permukaan laut, diketinggian lebih dari 1.000 meter dpl tanaman mentimun harus menggunakan mulsa plastik perak hitam karena diketinggian tersebut suhu tanah

kurang dari 18°C dan suhu udara kurang dari 25°C (Sumpena, 2005)

Pada dasarnya mentimun dapat tumbuh dan beradaptasi di hampir semua jenis tanah. Tanah mineral yang bertekstur ringan sampai pada tanah yang

(22)

Kemasaman tanah yang optimal adalah antara 5,5-6,5. Tanah yang banyak mengandung air, terutama pada frekuensi berbunga merupakan jenis tanah yang baik untuk penanaman mentimun diantaranya aluvial, latosol dan andosol

(Sumpena, 2005).

Etephon

Zat pengatur tumbuh (Plant Growth Regulator = PGR) merupakan senyawa organik (baik alami maupun sintetik) dalam jumlah sedikit dapat mengatur (merangsang, menghambat atau memodifikasi) pertumbuhan dan

perkembangan tanaman. Zat pengatur tumbuh alami dikenal sebagai Phytohormon

meliputi Gibberellin, Auksin, Cytokinin, Asam Absisi dan Etilen (Santoso, 2010). Aplikasi ZPT eksogenous dapat mempengaruhi pembungaan dengan dua cara

yaitu dengan meningkatkan inisiasi dan perkembangan bunga atau dengan hanya

meningkatkan perkembangan bunga. Etilen merupakan senyawa yang pada suhu

ruang berbentuk gas, yang berfungsi merangsang pemasakan buah, pembukaan bunga

dan absisi (pengguguran) daun dan bunga. Usaha untuk mengurangi efek etilen

dengan menggunakan etilen inhibitor. Silver thiosulfate (STS) digunakan untuk

mencegah kerja etilen dan menunda penuaan pada bunga potong dan tanaman bunga

pot. Banyak spesies bunga potong diberi perlakuan dengan STS untuk menunda

penuaan dan mencegah kerusakan dari sumber-sumber etilen eksternal

(Yusak, dkk, 2011).

Aplikasi zat pengatur tumbuh diharapkan dapat merangsang pembentukan

bunga sehingga diperoleh fruitset yang optimum. Salah satu zat pengatur tumbuh yang dapat digunakan adalah etephon. Menurut Abeles (1973) etephon (asam 2-kloroetil fosponat) merupakan bahan aktif yang terkandung dalam ethrel. Ethrel

(23)

penelitian Sumiati dan Sumarni (1996) pemberian NAA 100 ppm atau etephon 40 PGR 360 ppm pada mentimun dapat meningkatkan nisbah bunga betina dan jantan dari 1:3 menjadi 1:1. Sasmito (2005) menyatakan hasil panen tergantung

dari banyaknya bunga betina yang dihasilkan sehingga diperlukan ZPT seperti etephon untuk meningkatkan jumlah bunga betina, namun pada aplikasi etephon

750 hingga 1000 ppm pembungaan terhambat sehingga pada 52 HST tanaman mentimun belum berbunga. Berdasarkan Rahmawati (2009) diperlukan konsentrasi etephon yang optimal guna meningkatkan ratio bunga betina dan

jantan sehingga akan meningkatkan produksi mentimun. Konsentrasi optimal etephon terhadap pertumbuhan tanaman mentimun berkisar antara konsentrasi 213

ppm yang dilakukan 2 tahap. Tahap I dilakukan pada saat transplanting, sedangkan tahap II dilakukan pada saat umur tanaman 2 MST.

Kualitas penampilan pada tanaman pot seperti padat dan kokohnya

rangkaian bunga, tegaknya batang, warna hijaunya daun, susunanan daun yg rapat dan tinggi tanaman yang seimbang dengan ukuran wadah (pot) merupakan sasaran

bercocok tanam. Untuk mendapatkan penampakan tanaman seperti ini dapat digunakan zat pengatur tumbuh seperti Maleic Hydrazide (MH), Etephon ataupun Ancymidole dan Paclobutrazole (Santoso, 2010).

Etilen adalah hormon tanaman yang terlibat dalam regulasi respon fisiologis. Selain pengakuan sebagai "hormon pematangan", etilen terlibat dalam

proses perkembangan lain dari perkecambahan benih untuk penuaan berbagai organ dan dalam banyak tanggapan terhadap tekanan lingkungan ( Davies, 1995).

Pengaruh etilen terhadap pembungaan antara lain ; menginduksi

(24)

bunga betina pada tanaman diceous sebagai hasil induksi dari auksin, menurut Nuryanah (2004) etephon bekerja menekan produksi giberalin sehingga bunga betina

dapat meningkat. Salah satu jenis etilen yang diperdagangkan adalah etephon

(2 chloro ethylposphonic acid) dengan rumus bangun sebagai berikut:

O

CI CH2 H2C P OH

OH

Gambar. 1. Struktur Etephon

Etephon didemonstrasikan yang pengaplikasiannya ke semaian merubah rasio bunga betina dan bunga jantan pada Cucurbitaceae, beberapa pengaplikasian

digunakan untuk mempercepat pembungaan mentimun guna memproduksi secara alami bunga betina sebelum bunga jantan muncul, hal ini menjadi bagian penting dalam proses pembungaan, pengaplikasian dari Ag+ telah menunjukkan induksi

bunga jantan pada kultivar mentimun yang gynoeciouse digunakan untuk memproduksi biji Fi hibrida dan sekarang digunakan secara komersil untuk

melakukan perbanyakan dari mentimun (Reid, 1995).

Perlakuan etephon memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman pada 1MST dan 4MST. Perlakuan etephon berpengaruh sangat nyata

terhadap tinggi tanaman pada awal transplanting, 2 MST dan 3 MST, jumlah ruas tanaman dan jumlah bunga betina gugur pada awal transplating serta jumlah bunga betina pada 2MST. Perlakuan etephon tidak berpengaruh nyata terhadap

(25)

Pemberian etephon dapat meningkatkan jumlah bunga betina yang gugur, hal ini disebabkan kapasitas fotosintesis pada tanaman tidak dapat menyuplai keseluruh bunga betina yang terbentuk (Sams dan Krueger, 1977).

Menurut Rahmawaty (2009) etephon dapat menurunkan tinggi tanaman mentimun varietas Soarer pada umur 4 MST. Dimana perlakuan etephon hingga

600 ppm akan menekan pertumbuhan tinggi tanaman varietas Soarer. Sesuai dengan penelitian sebelumnya semakin tinggi konsentrasi etephon maka tinggi tanaman akan semakin pendek hal ini disebabkan etephon yang dihasilkan akan

menghambat pemanjangan sel batang karena pemanjangan sel lebih terpacu ke arah samping.

Modifikasi ekspresi sex bunga merupakan hasil perubahan dramatis pada tanaman budidaya dari perlakuan ZPT. Sangat berguna untuk pemuliaan, sehingga dapat menghasilkan biji lebih banyak. Contoh untuk ketimun, GA dapat

(26)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Fakultas Pertanian dengan ketinggian

+ 25 meter diatas permukaan laut, mulai awal bulan Januari 2013 sampai dengan awal bulan Maret 2013

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih Mentimun Varietas Hibrida Magi F1 (dapat dilihat pada lampiran 1), Pupuk N, SP-36, KCL

(sebagai pupuk anorganik dengan dosis anjuran), Etephon 10 % (Hormon yang diuji),

insektisida (deltamethrin 2,5 EC), fungisida (Mankojeb 80 WP), top soil, kompos,

air dan bahan-bahan lain yang mendukung dalam pelaksanaan penelitian ini. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, sabit kecil,

gembor, polibeg 10 kg, meteran, timbangan, tugal, handsprayer, pacak sampel, label, tali plastik, ember, pisau, amplop coklat, plakat nama, alat tulis dan kalkulator serta peralatan lain yang mendukung pelaksanaan penelitian ini.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan

2 faktor perlakuan yaitu :

Faktor I : Konsentrasi Etephon yang terdiri dari 4 taraf, yaitu : E1 = 0 ppm

(27)

Faktor II : Frekuensi aplikasi Etephon yang terdiri dari 3 Taraf yaitu : W1 = 1x Aplikasi

W2 = 2x Aplikasi

W3 = 3x Aplikasi

Diperoleh kombinasi perlakuan sebanyak 12 kombinasi, yaitu :

E1W1 E1W2 E1W3

E2W1 E2W2 E2W3

E3W1 E3W2 E3W3

E4W1 E4W2 E4W3

Jumlah ulangan : 3 ulangan

Jumlah Plot : 36

Jarak antar plot : 60 cm Jarak antar blok : 60 cm

Jumlah tanaman per plot : 4 Tanaman Jumlah sampel per plot : 2 tanaman

Jarak tanam : 60 cm x 60 cm

Ukuran plot : 120 cm x 120 cm

Jumlah tanaman seluruhnya : 144 tanaman

Jumlah sampel seluruhnya : 72 tanaman

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dengan

(28)

Yijk : Hasil pengamatan pada blok ke-i akibat perlakuan pengaruh dosis etephon (E) taraf j dan Frekuensi aplikasi etephon (W) pada taraf ke-k

µ : Nilai tengah

ρi : Efek dari blok ke-i

αj : Efek perlakuan pengaruh dosis etephon pada taraf ke-j βk : Efek Frekuensi aplikasi etephon pada taraf ke-k

(αβ)jk : Interaksi antara pengaruh dosis etephon taraf ke-j dan Frekuensi aplikasi etephon taraf ke-k

εijk : Galat dari blok ke-i, dosis etephon ke-j dan Frekuensi aplikasi etephon ke-k

(29)

Pelaksanaan Penelitian Persiapan Lahan

Lahan dibersihkan dari gulma, sisa-sisa tanaman dan bahan-bahan lain

yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman dengan menggunakan cangkul.

Pembuatan Media Tanam

Media tanam berupa campuran topsoil : kompos dengan perbandingan 3:1 kedalam polibeg 10 kg, dalam 1 plot terdapat 4 polibeg

Penanaman

Penanaman dilakukan dengan menanam 3 benih kedalam 3 lubang pada 1 polibeg, berisi media tanam dengan cara tugal.

Aplikasi Pupuk Dasar

Pemupukan pada mentimun diberikan dengan dosis anjuran: 300 kg/ha urea + 150 kg/ha SP-36 + 100 kg/ha KCL. Pupuk dasar yang digunakan 2,9 g/tan

urea, 7,51 g/tan TSP dan 6,4 g/tan KCL pupuk susulan urea 2,9 g/tan diberikan pada saat 20 HST, Susulan kedua 2,9 g/tan lagi diberikan pada saat tan berumur

40 hari setelah tanam. Pupuk dasar diberikan sekaligus pada saat tanam dengan tugal ke 4 lubang yang telah disiapkan dengan jarak 5 cm dari lubang tanam.

Setelah pupuk diberikan lubang ditutup kembali dengan tanah

(Petrokimia Gresik, 2010). Aplikasi Etephon

Pengaplikasian etephon dilaksanakan pada pagi hari, E1 = 0 ppm, E2 = 150 ppm E3 = 300 ppm dan E4 = 450 ppm dengan frekuensi 1x pada umur

15 HST, frekuensi 2x pada umur 15 dan 20 HST Frekuensi 3x pada umur 15, 20,

(30)

Pemeliharaan Tanaman Penyiraman

Penyiraman dilakukan pada pagi dan sore hari dan dikondisikan dengan

keadaan lingkungan dengan kriteria lembab tidak tergenang.

Penjarangan

Dilakukan penjarangan tanaman pada umur 1 MST, disisakan hanya 1 tanaman perpolibeg. Taanaman yang ditinggalkan adalah tanaman yang baik, sehat, bebas hama penyakit dan pertumbuhan yang seragam.

Pemasangan ajir

Ajir untuk tempat merambatnya tanaman mentimun. menggunakan ajir

tunggal berupa bilah bambu agar mudah perawatannya dan dilakukan diluar polibeg agar tidak menggangu atau merusak perakaran tanaman mentimun. Fungsi

ajir adalah merambatkan tanaman, memudahkan pemeliharaan dan tempat menopang

buah yang letaknya bergelantungan, panjang ajir kurang lebih 2 meter.

Penyiangan

Penyiangan dilakukan sesuai dengan kondisi gulma di lahan. Penyiangan

dilakukan secara manual yaitu dengan mencabut seluruh gulma yang tumbuh di areal pertanaman dengan cangkul dan membersihkan gulma-gulma di polibeg dengan tangan. penyiangan dilakukan bersamaan dengan pemupukan.

Pencegahan hama dan penyakit

Pencegahan hama dan penyakit dilakukan dengan mekanik juga secara

(31)

Panen

Pemanenan dilakukan dengan menggunting tangkai buah, adapun ciri-ciri buah mentimun telah siap dipanen warna pangkal sampai ujung sudah sama, hijau

keputih-putihan. Umur mulai panen kurang lebih 40 HST, pemanenan dilakukan dengan cara memotong tangkai buah dengan pisau tajam agar tidak merusak

tanaman.

Pengamatan Parameter Panjang tanaman(cm)

Panjang tanaman diukur mulai dari batang diatas tanah sampai titik tumbuh tanaman, diukur mulai dari 1 MST dengan interval 1 minggu sekali

sampai dengan 60 HST.

Jumlah daun terbentuk (daun)

Menghitung jumlah daun terbentuk saat berumur 1 MST dengan interval

pengamatan 1 minggu sekali sampai dengan 60 HST. Jumlah daun tinggal (daun)

Menghitung jumlah daun tinggal mulai berumur 1 MST dengan interval pengamatan 1 minggu sekali sampai dengan 60 HST.

Jumlah bunga betina (bunga)

Menghitung jumlah bunga betina, yaitu mulai 33 hari setelah tanam sampai 60 hari setelah tanam dengan interval pengamatan 3 hari sekali.

Jumlah bunga betina gugur (bunga)

(32)

Jumlah bunga jantan (bunga)

Mengihitung jumlah bunga jantan, yaitu mulai 33 hari setelah tanam sampai 60 hari setelah tanam dengan interval pengamatan 3 hari sekali.

Ratio kelamin bunga (bunga betina/bunga jantan)

Menghitung perbandingan bunga betina dibanding dengan bunga jantan

pada umur 33 hari setelah tanam sampai 60 hari setelah tanam dengan interval pengamatan 3 hari sekali.

Jumlah buah per sampel ( buah )

Menghitung jumlah buah persampel pada akhir penelitian melalui data bobot buah persampel.

Bobot buah per sampel (g)

Menghitung berat buah seluruhnya per sampel dengan interval 3 hari sekali mulai umur 42 hari setelah tanam (dimulai saat tanaman berbuah) sampai

(33)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Panjang Tanaman (cm)

Data hasil pengamatan panjang tanaman 1 - 8 minggu setelah tanam (MST) dan analisis ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 5-19. Hasil sidik

ragam menunjukkan bahwa konsentrasi etephon berpengaruh nyata terhadap panjang tanaman 4-8 MST, frekuensi aplikasi etephon berpengaruh nyata terhadap panjang tanaman pada 6-7 MST dan interaksi antara konsentrasi etephon dan

frekuensi aplikasi etephon berpengaruh tidak nyata terhadap panjang tanaman. Data rataan panjang tanaman pada perlakuan konsentrasi etephon dan

frekuensi aplikasi etephon dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 menunjukkan perlakuan konsentrasi etephon pada panjang tanaman 4 MST ter panjang terdapat pada konsentrasi 0 ppm (E1)

(89.27) berbeda tidak nyata terhadap panjang tanaman 450 ppm (E4) (85.37), Namun E1 berbeda nyata dengan 300 ppm (E3) (62.04), dan 150 ppm (E1) (78.95).

Pada panjang tanaman 5 MST ter panjang terdapat pada konsentrasi 0 ppm (E1) (162.87) berbeda nyata terhadap panjang tanaman pada konsentrasi 150 ppm (E2) (!49.67), 300 ppm (E3) (112.85) dan 450 ppm (E4) (144.90).

Pada panjang tanaman 6 MST ter panjang pada konsentrasi 0 ppm (E1) (209.94) berbeda tidak nyata pada konsentrasi 150 ppm (E2) (204.83), namun

(34)

dengan frekuensi aplikasi 2x aplikasi (W2) (200.83) dan berbeda nyata pada 3x aplikasi (W3) (169.42).

Pada panjang tanaman 7 MST terpanjang pada konsentrasi 0 ppm (E1)

(249.94) berbeda tidak nyata pada konsentrasi 150 ppm (E2) (242.50), berbeda nyata pada konsentrasi 300 ppm (E3) (242.50) dan 450 ppm (E4) (225.28),

frekuensi aplikasi pada panjang tanaman 7 MST terpanjang terdapat pada 1x aplikasi (W1) (238.21) berbeda tidak nyata pada frekuensi aplikasi 2x aplikasi (W2) (236.13) dan berbeda nyata pada 3x aplikasi (W3) (214.00).

Pada panjang tanaman 8 MST terpanjang terdapat pada konsentrasi etephon 0 ppm (E1) (309.56) berbeda nyata terhadap panjang tanaman pada

konsentrasi 150 ppm (E2) (304.06), 300 ppm (E3) (277.50) dan tidak berbeda nyata terhadap konsentrasi 450 ppm (E4) (315.11).

Tabel 1 dan Gambar 1 menunjukkan perkembangan panjang tanaman

mentimun cenderung terus meningkat sampai umur 8 MST. Perkembangan panjang tanaman tidak terlihat jelas perbedaannya hingga 4 MST hanya saja

perkembangan panjang tanaman terendah terlihat pada perlakuan 300 ppm (E3) di umur 5-8 MST, sedangkan yang terpanjang perlakuan 0 ppm (E1) yang terlihat pada umur 4-5 MST.

Tabel 1 dan Gambar 2 menunjukkan perkembangan panjang tanaman mentimun cenderung terus meningkat sampai umur 8 MST. Perkembangan

panjang tanaman tidak terlihat jelas perbedaannya hingga 5 MST, hanya saja perkembangan panjang tanaman terpanjang terlihat pada perlakuan 2x aplikasi (W2) pada umur 5-8 MST, sedangkan yang terendah perlakuan 3x aplikasi (E3)

(35)

Tabel 1. Pengaruh konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon terhadap panjang tanaman 1 - 8 MST (cm)

Pengamatan Etepon

Frekwensi

Rataan W1= 1x aplikasi W2 = 2x aplikasi W3= 3x aplikasi

1 MST

E3 = 300 ppm 17.32 16.62 16.07 16.67

E4 = 450 ppm 16.77 16.87 19.33 17.66

Rataan 18.85 17.84 19.20

E1 = O ppm 50.75 42.33 54.50 49.19

3 MST E2 = 150 ppm 46.25 43.08 43.57 44.30

E3 = 300 ppm 41.12 41.97 32.93 38.67

E4 = 450 ppm 46.05 63.72 51.25 53.67

Rataan 46.04 47.78 45.56

E1 = O ppm 93.75 78.67 95.38 89.27a

4 MST E2 = 150 ppm 83.12 83.05 70.68 78.95b

E3 = 300 ppm 59.23 80.27 46.63 62.04c

E4 = 450 ppm 71.30 83.83 100.98 85.37ab

Rataan 76.85 81.45 78.42

E1 = O ppm 180.43 156.47 151.72 162.87a

5 MST E2 = 150 ppm 149.27 170.13 129.60 149.67b

E3 = 300 ppm 109.73 144.98 83.83 112.85c

E4 = 450 ppm 129.27 146.27 159.17 144.90bc

Rataan 142.18 154.46 131.08

E1 = O ppm 220.00 212.00 192.00 208.00

6 MST E2 = 150 ppm 227.17 235.17 181.67 214.67

E3 = 300 ppm 187.00 176.50 120.17 161.22

E4 = 450 ppm 191.17 179.67 183.83 184.89

Rataan 206.33a 200.83ab 169.42c

7 MST

E1 = O ppm 274.00 257.50 226.00 252.50a

E2 = 150 ppm 255.17 228.67 239.67 241.17ab

E3 = 300 ppm 224.67 217.67 163.17 201.83c

E4 = 450 ppm 199.00 240.67 227.17 222.28b

Rataan 238.21a 236.13ab 214.00c

E1 = O ppm 329.17 303.67 295.83 309.56a

8 MST E2 = 150 ppm 301.17 314.83 296.17 304.06b

E3 = 300 ppm 268.83 307.33 256.33 277.50c

E4 = 450 ppm 283.83 318.83 342.67 315.11ab

Rataan 295.75 311.17 297.75

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf tidak sama pada baris atau kolom pada kelompok perlakuan yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji beda rataan Duncan taraf 5%.

(36)

(0, 150, 300 dan 450 ppm) dan frekuensi aplikasi etephon pada pengamatan 1 - 8 MST digambarkan pada Gambar 1 dan 2.

Gambar 1. Perkembangan panjang tanaman mentimun pada perlakuan konsentrasi etephon pada pengamatan 1 - 8 MST.

Gambar 2. Perkembangan panjang tanaman mentimun pada perlakuan frekuensi aplikasi etephon pada pengamatan 1 – 8 MST.

Data pengamatan dapat dibuat kurva respon pada 4 konsentrasi etephon (0,

(37)

Gambar 3. Kurva respon panjang tanaman umur 4 - 8 MST pada perlakuan konsentrasi etephon

Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa kurva respon panjang tanaman mentimun pada umur 4 MST terhadap pemberian konsentrasi etephon

menunjukkan persamaan kuadratik negatif, dimana bertambahnya konsentrasi etephon mengakibatkan penurunan panjang tanaman dengan Ymin 4 MST = 68

pada E = 250, pada umur 5, 6 dan 7 MST terhadap pemberian konsentrasi etephon menunjukkan adanya persamaan kubik, pada konsentrasi yang rendah panjang tanaman meningkat hingga 167, 221 dan 257 cm masing-masing pada E = 250,

350 dan 348 ppm dan kemudian menurun hingga 111, 150 dan 196 cm masing-masing pada E = 335, 350 dan 348 ppm, pemberian konsentrasi etephon pada umur 8 MST menunjukkan adanya persamaan kuadratik negatif, dengan

(38)

bertambahnya konsentrasi etephon mengakibatkan penurunan panjang tanaman dimana Y min 8 MST = 288 pada E = 237.5.

Gambar 4. Histogram panjang tanaman pada frekuensi aplikasi pada umur 6 MST.

Gambar 5. Histogram panjang tanaman pada frekuensi aplikasi pada umur 7

MST

Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa histogram panjang tanaman mentimun pada umur 6 MST terhadap frekuensi aplikasi etephon menunjukkan frekuensi

(39)

yang terbaik pada frekuensi 1x aplikasi (W1) (206.33) dan yang terendah pada frekuensi aplikasi 3x aplikasi (W3) (169.42)

Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa histogram panjang tanaman mentimun

pada umur 7 MST terhadap Frekuensi aplikasi etephon menunjukkan frekuensi yang tertinggi pada frekuensi 1x aplikasi (W2) (238.21) dan yang terendah pada

frekuensi aplikasi 3x aplikasi (W3) (214). Jumlah Daun Terbentuk (helai)

Data hasil pengamatan jumlah daun terbentuk 1 - 8 minggu setelah tanam

(MST) dan analisis ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 20 - 21. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi etephon berpengaruh tidak nyata terhadap

jumlah daun terbentuk, frekuensi aplikasi etephon berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun terbentuk dan interaksi antara konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun

terbentuk.

Data rataan jumlah daun terbentuk pada perlakuan konsentrasi etephon

dan frekuensi aplikasi etephon dapat dilihat pada Tabel 2.

Pada data pengamatan ini dibuat gambar perkembangan pertumbuhan tanaman. Perkembangan jumlah daun terbentuk pada tanaman mentimun pada 4

konsentrasi etephon (0, 150, 300 dan 450 ppm) dan Frekuensi aplikasi etephon (1x, 2x dan 3x aplikasi) pada pengamatan 1 - 8 MST digambarkan pada Gambar

(40)

Tabel 2. Pengaruh konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon terhadap

E1= 0 ppm 12.00 10.17 14.17 12.11

4 MST E2 = 150 ppm 11.67 12.00 12.83 12.17

E3 = 300 ppm 9.33 12.17 9.33 10.28

E4 = 450 ppm 10.50 12.33 13.50 12.11

Rataan 10.88 11.67 12.46

E1= 0 ppm 21.50 19.17 24.67 21.78

5 MST E2 = 150 ppm 20.83 22.50 24.00 22.44

E3 = 300 ppm 19.67 21.00 14.33 18.33

E4 = 450 ppm 19.00 22.83 20.67 20.83

Rataan 20.25 21.38 20.92

E1= 0 ppm 30.00 28.33 34.00 30.78

6 MST E2 = 150 ppm 30.83 33.00 33.67 32.50

E3 = 300 ppm 28.17 30.67 26.17 28.33

E4 = 450 ppm 27.67 33.50 32.17 31.11

Rataan 29.17 31.38 31.50

E1= 0 ppm 37.83 36.00 40.17 38.00

7 MST E2 = 150 ppm 37.33 45.33 37.83 40.17

E3 = 300 ppm 36.33 41.67 33.83 37.28

E4 = 450 ppm 35.33 37.83 40.83 38.00

Rataan 36.71 40.21 38.17

E1= 0 ppm 45.33 44.17 46.00 45.17

8 MST E2 = 150 ppm 43.17 53.83 45.00 47.33

E3 = 300 ppm 44.50 51.00 38.83 44.78

E4 = 450 ppm 41.33 43.17 48.67 44.39

Rataan 43.58 48.04 44.63

(41)

Perkembangan jumlah daun terbentuk tidak terlihat jelas perbedaannya hingga 4 MST hanya saja perkembangan jumlah daun terbentuk terendah terlihat pada perlakuan 300 ppm (E3) di umur 5-6 MST, sedangkan yang tertinggi perlakuan

150 ppm (E2) yang terlihat pada umur 6-8 MST.

Gambar 6. Perkembangan jumlah daun terbentuk pada perlakuan konsentrasi etephon pada pengamatan 1– 8 MST

Tabel 2 dan Gambar 7 menunjukkan perkembangan jumlah daun terbentuk

tanaman mentimun cenderung terus meningkat sampai umur 8 MST. . Perkembangan jumlah daun terbentuk tidak terlihat jelas perbedaannya hanya saja perkembangan jumlah daun terbentuk tertinggi terlihat pada perlakuan 2x aplikasi

(W2) di umur 6-8 MST, sedangkan yang terendah perlakuan 1x aplikasi (W1) yangterlihat pada umur yang lai

Gambar 7. Perkembangan Jumlah daun terbentuk pada perlakuan frekuensi aplikasi etephon pada pengamatan 1 – 8 MST

(42)

Jumlah Daun yang Tinggal (daun)

Data hasil pengamatan jumlah daun yang tinggal 1 - 8 minggu setelah tanam (MST) dan analisis ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 22 - 23. Hasil

sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi etephon berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun yang tinggal, frekuensi aplikasi etephon berpengaruh tidak

nyata terhadap jumlah daun tinggal dan interaksi antara konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun yang tinggal.

Data rataan jumlah daun yang tinggal pada perlakuan konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon dapat dilihat pada Tabel 3.

Pada data pengamatan ini dibuat gambar perkembangan pertumbuhan tanaman. Perkembangan jumlah daun yang tinggal pada tanaman mentimun pada 4 konsentrasi etephon (0, 150, 300 dan 450 ppm) dan frekuensi aplikasi pada

pengamatan 1 - 8 MST digambarkan pada Gambar 8-9.

Tabel 3 dan Gambar 8 menunjukkan perkembangan jumlah daun yang

tinggal pada tanaman mentimun cenderung terus meningkat sampai umur 8 MST. perkembangan jumlah daun yang tinggal tidak terlihat perbedaan yang jelas meskipun perkembangan tertinggi pada konsentrasi etephon 150 ppm (E2) yang

terlihat pada umur 6-8 MST dan yang terendah pada konsentrasi 300 ppm (E3) pada umur 4-7 MST.

Tabel 3 dan Gambar 9 menunjukkan perkembangan jumlah daun yang tinggal pada tanaman mentimun cenderung terus meningkat sampai umur 8 MST. perkembangan jumlah daun yang tinggal tidak terlihat perbedaan yang jelas

(43)

pada umur 7-8 MST dan terendah pada Perlakuan 1x aplikasi (W1) pada umur 6-7 NST.

Tabel 3. Pengaruh konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon terhadap jumlah daun yang tinggal 1 - 8 MST (helai)

Etepon Frekwensi Rataan

W1=1x aplikasi W2=2x aplikasi W3=3x aplikasi

(44)

Gambar 8. Perkembangan jumlah daun yang tinggal pada perlakuan konsentrasi etephon pada pengamatan 1 – 8 MST.

Gambar 9. Perkembangan jumlah daun yang tinggal pada perlakuan frekuensi aplikasi etephon pada pengamatan 1 – 8 MST.

Jumlah Bunga Betina (Bunga)

Data hasil pengamatan jumlah bunga betina 33-60 Hari Setelah Tanam (HST) dan analisis ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 24-27. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi etephon berpengaruh nyata terhadap

jumlah bunga betina 39 dan 51 HST, frekuensi aplikasi etephon berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah bunga betina dan interaksi antara konsentrasi etephon dan

(45)

Data rataan jumlah bunga betina pada perlakuan konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 menunjukkan bunga betina 39 HST tertinggi terdapat pada

konsentrasi etephon 150 ppm (E2) (1.98) berbeda nyata terhadap tinggi tanaman pada konsentrasi 0 ppm (E1) dan 300 ppm (E3) dan 450 ppm (E4)

Bunga betina 51 HST tertinggi terdapat pada konsentrasi etephon 450 ppm (E4) (2.35) berbeda tidak nyata dengan perlakuan 150 ppm (E2), namun berbeda nyata terhadap tinggi tanaman pada konsentrasi 0 ppm (E1) dan 300 ppm (E3)

Pada data pengamatan ini dibuat gambar perkembangan pertumbuhan tanaman. Perkembangan jumlah bunga betina pada tanaman mentimun pada 4

konsentrasi etephon (0, 150, 300 dan 450 ppm) dan Frekuensi aplikasi etephon (1x, 2x dan 3x aplikasi) pada pengamatan 33-60 HST digambarkan pada Gambar 10-11

Data rataan jumlah total bunga betina pada perlakuan konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 menunjukkan konsentrasi etephon pada jumlah total bunga betina terbentuk tertinggi terdapat pada konsentrasi etephon 450 ppm (E4) (15.06) tidak berbeda nyata terhadap jumlah bunga betina terbentuk terhadap 150 ppm (E2)

(46)

Tabel 4. Pengaruh konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon terhadap jumlah bunga betina 33 - 60 HST (bunga)

Etepon Frekwensi Rataan

W1=1x aplikasi W2=2x aplikasi W3=3x aplikasi

E1=0 ppm 0.90 0.98 0.98 0.95

(47)

Gambar 10. Perkembangan jumlah bunga betina pada perlakuan konsentrasi etephon pada pengamatan 33 – 60 HST.

Gambar 11. Perkembangan jumlah bunga betina pada perlakuan aplikasi etephon pada pengamatan 33 – 60 HST.

(48)

Gambar 12. Kurva respon jumlah bunga betina umur 39 dan 51 HST pada perlakuan Konsentrasi Etephon

Dari Gambar 12 dapat dilihat bahwa kurva respon jumlah bunga betina pada umur 39 dan 51 HST terhadap pemberian konsentrasi etephon pada

persamaan garis menunjukkan adanya persamaan kubik, pada konsentrasi yang rendah jumlah bunga betina meningkat hingga 2.09 dan 2.30 pada konsentrasi 93

dan 130 ppm kemudian menurun lagi hingga 1.20 dan 1.89 pada konsentrasi 351 dan 340 ppm.

Tabel 5. Pengaruh konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon terhadap total

jumlah bunga betina (bunga)

Etepon Frekwensi Rataan

W1= 1xaplikasi W2=2x aplikasi W3=3x aplikasi

E1= 0 ppm 11.00 9.50 9.83 10.11c

E2= 150 ppm 13.67 16.00 15.17 14.94ab

E3= 300 ppm 9.17 13.33 13.83 12.11b

E4= 450 ppm 14.50 14.83 15.83 15.06a

Rataan 12.08 13.42 13.67

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf tidak sama pada baris menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji beda rataan Duncan taraf 5%.

(49)

Gambar 13. Kurva respon jumlah bunga betina pada perlakuan Konsentrasi Etephon

Dari Gambar 13 dapat dilihat bahwa kurva respon jumlah bunga betina terhadap pemberian konsentrasi etephon pada persamaan garis menunjukkan

adanya persamaan kubik, pada konsentrasi yang rendah jumlah bunga betina meningkat hingga 15 pada konsentrasi 150 ppm kemudian menurun lagi hingga

11.5 pada konsentrasi 340.

Jumlah Bunga Betina yang Gugur (Bunga)

Data hasil pengamatan jumlah bunga betina yang gugur 42-60 setelah

tanam (MST) dan analisis ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 28-31. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi etephon berpengaruh nyata terhadap

jumlah bunga betina yang gugur 42 dan 60 HST, frekuensi aplikasi etephon berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah bunga betina dan interaksi antara konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon berpengaruh tidak nyata

(50)

Data rataan jumlah bunga betina pada perlakuan konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 menunjukkan bunga betina yang gugur 42 HST tertinggi terdapat

pada konsentrasi etephon 150 ppm (E2) (1.25) berbeda nyata terhadap bunga betina yang gugur pada konsentrasi 0 ppm (E1), 300 ppm (E3) dan 450 ppm (E4)

Bunga betina yang gugur 60 HST tertinggi terdapat pada konsentrasi etephon 150 ppm (E2) (1.65) berbeda nyata terhadap bunga betina yang gugur pada konsentrasi 0 ppm (E1), 300 ppm (E3) dan 450 ppm (E4)

Data pengamatan ini dapat dibuat gambar perkembangan pertumbuhan tanaman. Perkembangan jumlah bunga betina pada tanaman mentimun pada 4

konsentrasi etephon (0, 150, 300 dan 450 ppm) dan Frekuensi aplikasi etephon (1x, 2x dan 3x aplikasi) pada pengamatan 1 - 8 MST digambarkan pada Gambar 14-15.

Data pengamatan dapat dibuat pada kurva respon pada konsentrasi etephon (0, 150, 300 dan 450 ppm) pada pengamatan 42 dan 60 HST pada

Gambar 14.

Tabel 6 dan Gambar 14 menunjukkan perkembangan jumlah bunga betina tanaman mentimun pada perlakuan konsentrasi etephon. Pada E1 perkembangan

bunga betina yang gugur naik dan turun hingga umur 60 HST, pada perlakuan E2 titik perkembangan bunga betina yang gugur naik hingga umur 60 HST, perlakuan

E3 perkembangan bunga betina yang gugur meningkat sampai umur 51 HST kemudian kembali terjadi penurunan umur 54 HST kemudian naik lagi hingga umur 60 HST, perlakuan E4 perkembangan bunga betina yang gugur meningkat

(51)

Tabel 6 dan Gambar 15 menunjukkan perkembangan jumlah bunga betina yang gugur tanaman mentimun pada perlakuan aplikasi etephon. Pada W1 perkembangan bunga betina yang gugur meningkat sampai umur 51 HST

kemudian kembali terjadi penurunan hingga umur 60 HST, pada perlakuan W2 perkembangan bunga betina yang gugur meningkat sampai umur 48 HST

kemudian kembali terjadi penurunan umur 54 HST kemudian meningkat lagi hingga umur 60 HST, perlakuan W3 perkembangan bunga betina meningkat sampai umur 57 HST kemudian kembali terjadi penurunan hingga umur 60 HST.

Dari Gambar 16 dapat dilihat bahwa kurva respon jumlah bunga betina gugur pada umur 48 HST terhadap pemberian konsentrasi etephon menunjukkan

adanya persamaan linier dimana dengan bertambahnya konsentrasi etephon jumlah bunga betina yang gugur semakin berkurang, pada umur 60 HST persamaan garis menunjukkan adanya persamaan kuadratik, dimana

bertambahnya konsentrasi etephon jumlah bunga betina yang gugur semakin tinggi Y max = 1.63 pada E = 251 ppm

Data rataan jumlah total bunga betina yang gugur pada perlakuan konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 menunjukkan jumlah total bunga betina yang gugur tertinggi

terdapat pada konsentrasi etephon 450 ppm (E4) (9.44) dan yang terendah terdapat pada perlakuan E1 (5.17)

(52)

Tabel 6. Pengaruh konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon terhadap jumlah bunga betina yang gugur 42 - 60 HST (bunga)

Etepon Frekwensi Rataan

W1=1x aplikasi W2= 2x aplikasi W3=3x aplikasi

E1=0 ppm 1.19 1.04 1.45 1.23b

42 HST E2=150 ppm 1.22 1.05 1.47 1.25a

E3=300 ppm 0.88 0.81 0.71 0.80c

E4=450 ppm 1.04 1.04 0.88 0.99bc

Rataan 1.08 0.98 1.13

E3=300 ppm 1.15 1.94 1.39 1.49b

E4=450 ppm 1.33 1.29 1.46 1.36bc

Rataan 1.26 1.52 1.39

(53)

Gambar 14. Perkembangan jumlah bunga betina gugur pada perlakuan konsentrasi etephon pada pengamatan 42 – 60 HST

Gambar 15. Perkembangan jumlah bunga betina pada perlakuan frekuensi aplikasi etephon pada pengamatan 42 – 60 HST.

(54)

Gambar 16. Kurva respon jumlah bunga betina gugur umur 42 dan 60 HST pada perlakuan konsentrasi etephon

Tabel 7. Pengaruh konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon terhadap jumlah total bunga betina yang gugur

Etepon Frekwensi Rataan

W1=1x aplikasi W2=2x aplikasi W3=3x aplikasi

E1= 0 ppm 5.67 5.33 4.50 5.17

E2= 150 ppm 5.50 12.33 10.50 9.40

E3= 300 ppm 3.00 8.67 10.33 7.33

E4= 450 ppm 9.33 9.33 9.67 9.44

Rataan 5.88 8.92 8.75

Jumlah Bunga Jantan (Bunga)

Data hasil pengamatan jumlah bunga jantan 33- 60 Hari Setelah Tanam (HST) dan analisis ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 32-35. Hasil sidik

ragam menunjukkan bahwa konsentrasi etephon berpengaruh nyata terhadap jumlah total bunga jantan frekuensi aplikasi etephon berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah bunga jantan dan interaksi antara konsentrasi etephon dan

frekuensi aplikasi etephon berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah bunga jantan.

(55)

Data rataan jumlah bunga jantan pada perlakuan konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 menunjukkan bunga jantan pada konsentrasi etephon, frekuensi

aplikasi etephon dan interaksi konsentrasi etephon dengan frekuensi aplikasi etephon tidak berpengaruh nyata terhadap bunga jantan.

Data pengamatan ini dapat dibuat gambar perkembangan pertumbuhan tanaman. Perkembangan jumlah bunga jantan pada tanaman mentimun pada 4 konsentrasi etephon (0, 150, 300 dan 450 ppm) dan Frekuensi aplikasi etephon

(1x, 2x dan 3x aplikasi) pada pengamatan 33-60 HST digambarkan pada Gambar 17-18.

Tabel 8 dan Gambar 17 menunjukkan perkembangan jumlah bunga Jantan tanaman mentimun pada perlakuan konsentrasi etephon yang tertinggi adalah pada perlakuan E2 pada umur 39-60 HST dan jumlah bunga jantan yang terendah

E3 pada umur 33-45 HST kemudian pada umur 48 dan 54-60 HST yang terendah adalah E1 . Pada E1 perkembangan bunga jantan meningkat pada umur 48 HST

kemudian kembali terjadi penurunan hingga umur 60 HST, pada perlakuan E2 titik perkembangan bunga jantan meningkat pada umur 48 HST kemudian kembali terjadi penurunan hingga umur 60 HST, perlakuan E3 perkembangan bunga jantan

meningkat sampai umur 51 HST kemudian kembali terjadi penurunan hingga umur 60 HST, perlakuan E4 perkembangan bunga jantan meningkat sampai umur

48 HST kemudian kembali terjadi penurunan hingga umur 60 HST.

Tabel 8 dan Gambar 18 menunjukkan perkembangan jumlah bunga jantan tanaman mentimun pada perlakuan aplikasi etephon yang tertinggi perlakuan W2.

(56)

kembali terjadi penurunan hingga umur 60 HST, pada perlakuan W2 perkembangan bunga jantan meningkat sampai umur 48 HST kemudian kembali terjadi penurunan hingga umur 60 HST, perlakuan W3 perkembangan bunga

jantan meningkat sampai umur 48 HST kemudian kembali terjadi penurunan hingga umur 60 HST.

Data rataan jumlah total bunga jantan pada perlakuan konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 menunjukkan bunga jantan pada konsentrasi etephon berpengaruh

nyata, frekuensi aplikasi etephon dan interaksi konsentrasi etephon tidak berpengaruh nyata terhadap total bunga jantan.

Tabel 9 menunjukkan konsentrasi etephon pada jumlah bunga jantan terbentuk tertinggi terdapat pada konsentrasi etephon 450 ppm (E4) (15.06) tidak berbeda nyata terhadap jumlah bunga jantan terhadap 150 ppm (E2) namun

berbeda nyata dengan konsentrasi etephon 0 ppm (E1) dan 300 ppm (E3).

Dari Gambar 19 dapat dilihat bahwa kurva respon jumlah bunga betina

terhadap pemberian konsentrasi etephon pada persamaan garis menunjukkan adanya persamaan kubik, pada konsentrasi yang rendah jumlah bunga betina meningkat hingga 29 pada konsentrasi 50 ppm kemudian menurun lagi hingga

(57)

Tabel 8. Pengaruh konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon terhadap jumlah bunga jantan 33-60 HST (bunga)

Etepon Frekwensi Rataan

W1=1x aplikasi W2=2x aplikasi W3=3x aplikasi

(58)

Gambar 17. Perkembangan jumlah bunga jantan pada perlakuan konsentrasi etephon pada pengamatan 33 – 60 HST

Gambar 18. Perkembangan jumlah bunga jantan pada perlakuan frekuensi aplikasi etephon pada pengamatan 33 – 60 HST

Tabel 9. Pengaruh konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon terhadap jumlah bunga jantan

Etepon Frekwensi Rataan

W1=1x aplikasi W2=2x aplikasi W3=3x aplikasi

E1= 0 ppm 32.83 27.33 26.67 28.94a

E2= 150 ppm 29.00 24.33 23.00 25.44b

E3= 300 ppm 14.00 22.00 13.50 16.50c

E4= 450 ppm 20.17 22.67 22.17 21.67bc

(59)

Gambar 19. Kurva respon jumlah bunga Jantan pada perlakuan Konsentrasi Etephon

Rasio Bunga Betina/Bunga Jantan

Data hasil pengamatan rasio bunga betina/bunga jantan 33-60 hari setelah tanam (MST) dan analisis ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 36 - 39. Hasil

sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi etephon berpengaruh nyata terhadap rasio bunga betina/bunga jantan pada pengamatan 48 HST, frekuensi aplikasi

etephon berpengaruh tidak nyata terhadap rasio bunga betina/bunga jantan dan interaksi antara konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon berpengaruh tidak nyata terhadap rasio bunga betina/bunga jantan.

Data rataan rasio bunga betina/bunga jantan pada perlakuan konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 menunjukkan konsentrasi etephon pada rasio bunga betina/bunga jantan 48 HST tertinggi terdapat pada konsentrasi etephon 300 ppm (E3) (1.19) berbeda tidak nyata terhadap rasio bunga betina/bunga jantan pada konsentrasi

(60)

terhadap 450 ppm (E4) namun berbeda nyata dengan konsentrasi etephon 0 ppm (E1) dan 150 ppm (E2).

Data pengamatan ini dapat dibuat gambar perkembangan pertumbuhan

tanaman. Perkembangan rasio bunga betina/bunga jantan pada tanaman mentimun pada 4 konsentrasi etephon (0, 150, 300 dan 450 ppm) dan Frekuensi

aplikasi etephon (1x, 2x dan 3x aplikasi) pada pengamatan 1 - 8 MST digambarkan pada Gambar 20-21.

Data pengamatan dapat dibuat pada kurva respon pada 4 konsentrasi

etephon (0, 150, 300 dan 450 ppm) pada pengamatan 48 HST digambarkan pada Gambar 23

Dari Gambar 23 dapat dilihat bahwa kurva respon rasio bunga betina/bunga jantan pada umur 48 HST terhadap pemberian konsentrasi etephon pada persamaan garis menunjukkan adanya persamaan linier dimana dengan

bertambahnya konsentrasi etephon jumlah bunga betina yang gugur semakin bertambah.

(61)

Tabel 10. Pengaruh konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon terhadap Rasio bunga betina/bunga jantan 33-60 HST

Etepon Frekwensi Rataan

W1=1x aplikasi W2=2x aplikasi W3=3x aplikasi

E1=0 ppm 0.77 0.76 0.74 0.76

(62)

Tabel 10 dan Gambar 20 menunjukkan perkembangan jumlah bunga Jantan tanaman mentimun pada perlakuan konsentrasi etephon. Pada E1 perkembangan rasio bunga betina/bunga jantan meningkat pada umur 42 HST

kemudian kembali terjadi penurunan hingga umur 60 HST, pada perlakuan E2 titik perkembangan rasio bunga betina/bunga jantan meningkat pada umur 45 HST

kemudian kembali terjadi penurunan hingga umur 60 HST, perlakuan E3 perkembangan rasio bunga betina/bunga jantan meningkat sampai umur 45 HST kemudian kembali terjadi penurunan hingga umur 60 HST, perlakuan E4

perkembangan rasio bunga betina/bunga jantan meningkat sampai umur 54 HST kemudian kembali terjadi penurunan hingga umur 60 HST.

Tabel 10 dan Gambar 21 menunjukkan perkembangan rasio bunga betina/bunga jantan tanaman mentimun pada perlakuan aplikasi etephon yang tertinggi perlakuan W2. Pada W1 perkembangan rasio bunga betina/bunga jantan

meningkat pada umur 48 HST kemudian kembali terjadi penurunan hingga umur 60 HST, pada perlakuan W2 titik perkembangan rasio bunga betina/bunga jantan

meningkat pada umur 45 HST kemudian kembali terjadi penurunan pada 48 HST meningkat lagi pada umur 54 HST kemudian kembali terjadi penurunan hingga umur 60 HST, perlakuan W3 perkembangan rasio bunga betina/bunga jantan

(63)

Gambar 20. Perkembangan rasio bunga betina/bunga jantan pada perlakuan konsentrasi etephon pada pengamatan 33 – 60 HST.

(64)

Gambar 23. Kurva respon rasio bunga betina/ bunga jantan umur 48 HST pada perlakuan Konsentrasi Etephon

Tabel 11 menunjukkan konsentrasi etephon pada jumlah rasio bunga betina/bunga jantan tertinggi terdapat pada konsentrasi etephon 300 ppm (E3)

(0.88) berbeda tidak nyata terhadap rasio bunga betina/bunga jantan pada konsentrasi terhadap 450 ppm (E4) namun berbeda nyata dengan konsentrasi etephon 0 ppm (E1) dan 150 ppm (E2).

Tabel 11. Pengaruh konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon terhadap Rasio bunga betina/bunga jantan

Etepon Frekwensi Rataan

W1= 1x aplikasi W2=2x aplikasi W3=3x aplikasi

E1= 0 ppm 0.34 0.36 0.51 0.40d

E2= 150 ppm 0.41 0.65 0.65 0.57c

E3= 300 pmm 0.83 0.59 1.23 0.88a

E4= 450 ppm 0.72 0.66 0.75 0.71ab

Rataan 0.58 0.56 0.79

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf tidak sama pada baris menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji beda rataan Duncan taraf 5%

(65)

Gambar 24. Kurva respon rasio bunga betina/bunga jantan perlakuan Konsentrasi Etephon dan frekuensi Aplikasi

Dari Gambar 24 dapat dilihat bahwa kurva respon jumlah bunga betina terhadap pemberian konsentrasi etephon pada persamaan garis menunjukkan

adanya persamaan kubik, pada konsentrasi yang rendah jumlah bunga betina meningkat hingga 0.4 pada konsentrasi 55 ppm kemudian menurun lagi hingga

0.9 pada konsentrasi 360.

Jumlah Buah Pertanaman (Buah)

Data hasil pengamatan jumlah buah pertanaman dan analisis ragamnya

dapat dilihat pada Lampiran 40-41. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi etephon berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah buah pertanaman,

frekuensi aplikasi etephon berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah buah pertanaman dan interaksi antara konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah buah pertanaman.

(66)

Data rataan jumlah buah pertanaman pada perlakuan konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Pengaruh konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon terhadap jumlah buah pertanaman

Bobot buah Pertanaman (kg)

Data hasil pengamatan jumlah bobot persampel 42-69 hari setelah tanam (MST) dan analisis ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 42-43. Hasil sidik

ragam menunjukkan bahwa konsentrasi etephon berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah bobot pertanaman, frekuensi aplikasi etephon berpengaruh tidak nyata

terhadap jumlah bobot pertanaman dan interaksi antara konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah bobot pertanaman.

Data rataan jumlah bobot pertanaman pada perlakuan konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon dapat dilihat pada Tabel 13.

Data pengamatan ini dapat dibuat gambar perkembangan pertumbuhan tanaman. Perkembangan bobot buah pertanaman pada tanaman mentimun pada 4 konsentrasi etephon (0, 150, 300 dan 450 ppm) dan Frekuensi aplikasi etephon

Etepon Frekwensi Rataan

W1=1x aplikasi W2=2x aplikasi W3=3x aplikasi

E1= 0 ppm 5.33 4.17 5.33 4.94

E2= 150 ppm 5.67 3.67 4.67 4.67

E3= 300 ppm 6.17 4.67 3.50 4.78

E4= 450 ppm 5.17 5.50 6.17 5.61

Gambar

Tabel 1. Pengaruh konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon terhadap    panjang tanaman 1 - 8 MST (cm)
Gambar 1. Perkembangan panjang tanaman mentimun pada perlakuan konsentrasi etephon pada pengamatan 1 - 8 MST
Gambar 3. Kurva respon panjang tanaman umur 4 - 8 MST pada perlakuan konsentrasi   etephon
Gambar 4. Histogram panjang tanaman pada frekuensi aplikasi pada  umur 6
+7

Referensi

Dokumen terkait

Inspeksi diri meliputi seluruh aspek yang tercantum dalam CPOB, yaitu antara lain personalia, bangunan termasuk fasilitas untuk personil, bangunan termasuk fasilitas untuk

Voice over yang disertai grafik, yang muncul saat presenter membacakan LEAD IN dan narasi (tubuh berita seluruhnya).. Tidak ada gambar yang menyertai naskah,

Kemampuan penguasaan konteks aplikasi sains pada konteks minuman memiliki peningkatan terbesar dengan nilai N-gain sebesar 0,70, sedangkan yang terendah adalah pada konteks

Pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale ada yang ditemukan dalam bentuk laten di dalam sel hati dan disebut hipnosoit sebagai suatu fase dari siklus hidup parasit yang dapat

Apakah yang dimaksudkan dengan perpaduan ummah [4 markah] (ii) Jelaskan dua cara penyelesaian Islam dalam menangani

Lihat saja, kalau nanti aku berhasil menemukan penjelasan yang benar mengenai hal sepele ini, dalam sekejap kasus yang dianggap biasa ini akan berubah menjadi sangat luar biasa,

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik beberapa kesimpulan, diantaranya mayoritas gaya hidup para anggota Djarum Black Car Community Surabaya yang

Kalau tidak, berarti Anda tak cocok untuk pekerjaan ini, karena Anda akan mengajar seorang anak yang suatu saat nanti akan jadi orang penting di negeri ini.. Tapi kalau Anda