PENGARUH KONSENTRASI DAN FREKUENSI APLIKASI ETEPHON TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN
MENTIMUN (Cucumis sativus L.)
SKRIPSI
OLEH :
CICI OCTAVIA SIDAURUK 090301090
AGROEKOTEKNOLOGI BPP
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH KONSENTRASI DAN FREKUENSI APLIKASI ETEPHON TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN
MENTIMUN (Cucumis sativus L.)
SKRIPSI
OLEH :
CICI OCTAVIA SIDAURUK 090301090
AGROEKOTEKNOLOGI BPP
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian Program Studi Agroekoteknologi
Universitas Sumatera Utara, Medan.
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Usulan Penilitian : Pengaruh Konsentrasi dan Frekuensi Aplikasi Etephon Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Mentimun (Cucumis SativusL.)
Nama : Cici Octavia Sidauruk
NIM : 090301090
Departemen : Agroekoteknologi
Program Studi : BPP (Budidaya Pertanian dan Perkebunan)
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Ir. Jasmani Ginting, M P. Prof. Dr.Ir. Justin A Napitupulu, M.Sc NIP. 195503251982031002 NIP. 194004261964081001 Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing
Mengetahui,
ABSTRACT
CICI OCTAVIA SIDAURUK : The effect of Concentration and Frequency of Etephon Aplication on Growth and Production of cucumber (Cucumis sativus L.), supervised by JASMANI GINTING and JUSTIN A NAPITUPULU.
Cucumber in Indonesia is popular and likely vegetable for all of society. Cucumber productivity (ton/ha) in Indonesia from 2007 to 2011 were fluctuated from 81.2 to 527.1 this was due to less intensive and efficiency in cucumber culture one of the alternative that could be done was application etephon of plant growth regulator. The aim of this research was to know the effects of concentration and frequency of etephon application on growth and production of cucumber, this study was done in faculty of agriculture net house medan (± 25 in above sea level) from Januari – maret 2013. The design used was Randomised Design will 2 factors, etephon concentration (0. 150, 300 dan 450 ppm) and the frequency of application (1x, 2x and 3x times). The parameters colected were plant length, number of leaves formed, number of leaves lived, number of female flowers, number of female flowers aborted, number of male flowers, ratio of flowers, number of fruit per plant and total weight perplant. From the research, concentration significantly affect on plant length (4-8 weeks after planting), number of female flowers (39 and 51 days after planting), number of female flowers aborted (42 and 60 days after planting), number all of male flowers, ratio of flowers (48 days after planting). Frequency aplication of etephon significantly affect plant length (6-7 weeks after planting). Interaction significantly affect on flowers ratio (48 days after planting )
.
ABSTRAK
CICI OCTAVIA SIDAURUK : Pengaruh Konsentrasi dan Frekuensi Etephon Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.), dibimbing oleh JASMANI GINTING dan JUSTIN A NAPITUPULU.
Mentimun di Indonesia merupakan sayuran yang banyak digemari dan popular diseluruh masyarakat. produktivitas mentimun (ton/ha) di Indonesia bergerak secara fluktuatif pada tahun 2007 sampai 2011 adalah 581.2 - 527.1. Hal ini disebabkan masih kurang intensif dan efisiennya budidaya mentimun yang dilakukan. Salah satu yang dapat dilakukan adalah pemberian konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon yang tepat. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi dan frekuensi aplikasi etephon terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman mentimun di rumah kasa Fakultas Pertanian, Medan, dengan ketinggian tempat ±25 meter diatas permukaan laut, dimulai bulan Januari – Maret 2013. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok, dengan faktor utama adalah konsentrasi etephon (0, 150, 300 dan 450 ppm) dan frekuensi aplikasi etephon( 1x, 2x dan 3x aplikasi). Parameter yang diamati adalah panjang tanaman, jumlah daun terbentuk, jumlah daun tinggal, jumlah bunga betina, jumlah bunga betina gugur, jumlah bunga jantan, rasio bunga, jumlah buah per tanaman dan bobot total buah per tanaman. Dari hasil penelitian, Konsentrasi berpengaruh nyata pada panjang tanaman (4 – 8 minggu setelah tanam), jumlah bunga betina (39 dan 51 hari setelah tanam), jumlah bunga betina gugur (42 dan 60 hari setelah tanam), jumlah total bunga betina jantan, rasio bunga (48 hari setelah tanam). Frekuensi aplikasi etephon berpengaruh nyata pada panjang tanaman (6-7 minggu setelah tanam). Interaksi berpengaruh nyata pada rasio bunga (48 hari setelah tanam)
RIWAYAT HIDUP
Cici Octavia Sidauruk dilahirkan di Pematangsiantar 16 Oktober 1990 dari pasangan Bapak W. Sidauruk, SH dan Ibu R.Silalahi. Penulis merupakan anak
ketiga dari tiga bersaudara.
Pendidikan formal yang pernah diperoleh penulis antara lain:
tahun 1997-2003 menempuh pendidikan dasar di SD N 122394 di Pematangsiantar; tahun 2003-2006 menempuh pendidikan di SMP Sultan Agung Pematangsiantar,; tahun 2006-2009 menempuh pendidikan di SMA Negeri 2
Pematansiantar; tahun 2009 lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara melalui jalur UMB. Penulis memilih program studi BPP(Budidaya Pertanian dan
Perkebunan Departemen Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan penulis telah melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTPN II Kebun Batang Serangan, Kabupaten Langkat,
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada
waktunya.
Adapun skripsi ini berjudul “Pengaruh Konsentrasi Dan Frekuensi Aplikasi
Etephon Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.)” yang merupakan Salah Satu Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian Program Studi
Agroekoteknologi Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Ir. Jasmani Ginting, M P. selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Prof. Dr.Ir. Justin A Napitupulu, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing, yang
telah meluangkan waktu dan memberikan saran sampai penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat
membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Maret 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Pelaksanaan Penelitian ... 13
Persiapan Lahan ... 13
Pembuatan Plot Penelitian ... 13
Aplikasi Pupuk ... 14
Penanaman ... 14
Aplikasi Etephon ... 14
Pemeliharaan Tanaman ... 15
Penyiraman ... 15
Pemasangan Ajir ... 15
Pemupukan ... 15
Penyiangan ... 15
Pemangkasan ... 15
Panen ... 16
Pengamatan Parameter ... 16
Panjang Tanaman (cm) ... 16
Jumlah Daun Terbentuk (Helai) ... 16
Jumlah Daun yang Tinggal (Helai) ... 16
Jumlah Bunga Betina (Bunga) ... 17
Jumlah Bunga Betina Gugur (Bunga) ... 17
Jumlah Bunga Jantan (Bunga) ... 17
Ratio Kelamin Bunga (Bunga Betina/Bunga Jantan) ... 17
Jumlah Buah per Tanaman (Buah) ... 17
Bobot Total Buah per Tanaman (Gram) ... 17
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 18
Pembahasan ... 56
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 57
Saran ... 57 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
No. Hal.
1 Pengaruh konsentrasi dan frekuensi aplikasi etephon terhadap panjang tanaman 1 - 8 MST (cm).…...20
2 Pengaruh konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon terhadap jumlah daun terbentuk 1 - 8 MST (cm)...25
3 Pengaruh konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon terhadap jumlah daun yang tinggal 1 - 8 MST (helai) ...29
4 Pengaruh konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon terhadap jumlah bunga betina 33 - 60 HST (helai)...32
5 Pengaruh konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon terhadap jumlah bunga betina yang gugur 42 - 60 HST (bunga) ... 37
6 Pengaruh konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon terhadap jumlah bunga jantan 33-60 HST (bunga) ...41
7 Pengaruh konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon terhadap
Rasio bunga betina/bunga jantan 33-60 HST...44
8 Pengaruh konsentrasi dan frekuensi aplikasi etephon terhadap jumlah buah pertanaman...49
DAFTAR GAMBAR
No. Hal.
1 Perkembangan panjang tanaman mentimun pada perlakuan konsentrasi etephon pada pengamatan 1 – 8 MST ... 21
2 Perkembangan panjang tanaman mentimun pada perlakuan frekuensi aplikasi etephon pada pengamatan 1 – 8 MST...21
3 Kurva respon panjang tanaman umur 4 - 8 MST pada perlakuan konsentrasi etephon...22
4 Histogram panjang tanaman pada frekuensi aplikasi pada umur 6 MST...23
5 Histogram panjang tanaman pada frekuensi aplikasi pada umur 7 MST...24
6 Perkembangan jumlah daun terbentuk pada perlakuan konsentrasi etephon pada pengamatan 1 – 8 MST...26
7 Perkembangan jumlah daun terbentuk pada perlakuan frekuensi aplikasi etephon pada pengamatan 1 – 8 MST...27
8 Perkembangan jumlah daun yang tinggal pada perlakuan konsentrasi etephon pada pengamatan 1 – 8 MST...30
9 Perkembangan jumlah daun yang tinggal pada perlakuan frekuensi aplikasi etephon pada pengamatan 1 – 8 MST. ...30
10 Perkembangan jumlah bunga betina pada perlakuan konsentrasi etephon pada pengamatan 33 – 60 HST...33
11 Perkembangan jumlah bunga betina pada perlakuan aplikasi etephon pada pengamatan 33 – 60 HST...34
13 Perkembangan jumlah bunga betina gugur pada perlakuan konsentrasi etephon pada pengamatan 42 – 60 MST. ...38
14 Perkembangan jumlah bunga betina pada perlakuan frekuensi aplikasi etephon pada pengamatan 33 – 60 MST...38
15 Kurva respon jumlah bunga betina gugur umur 42 dan 60 HST pada perlakuan konsentrasi etephon...39
16 Perkembangan jumlah bunga jantan pada perlakuan konsentrasi etephon pada pengamatan 33 – 60 HST...42
17 Perkembangan jumlah bunga jantan pada perlakuan frekuensi
aplikasi etephon pada pengamatan 33 – 60 HST...42
18 Perkembangan rasio bunga betina/bunga jantan pada perlakuan
konsentrasi etephon pada pengamatan 33 – 60 HST...46
19 Perkembangan rasio bunga betina/bunga jantan pada perlakuan frekuensi aplikasi etephon pada pengamatan 33 – 60 HST. ... 46
20 Kurva respon rasio bunga betina/bunga jantan umur 60 HST pada
perlakuan Interaksi Konsentrasi Etephon dan frekuensi Aplikasi... 47
21 Kurva respon rasio bunga betina/ bunga jantan umur 48 HST pada perlakuan Konsentrasi Etephon...48
22 Perkembangan bobot buah pertanaman pada perlakuan konsentrasi etephon pada pengamatan 42 – 69 HST...52
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal.
1. Deskripsi Mentimun Hibrida Varietas MAGI F1 ... 64
2. Bagan Lahan Penelitian ... 66
3. Bagan Plot Penelitian ... 67
4. Jadwal Kegiatan Penelitian ... 68
5. Tabel Panjang Tanaman 1-8 MST (cm) ... 69
6. Tabel Sidik Ragam Panjang Tanaman 1-8 MST ... 69
7. Tabel Jumlah Daun Terbentuk 1-8 MST (helai) ... 77
8. Tabel Sidik Ragam Jumlah Daun Terbentuk 1-8 MST ... 77
9. Tabel Jumlah Daun Tinggal 1-8 MST (helai) ... 78
10. Tabel Sidik Ragam Jumlah Daun Tinggal 1-8 MST ... 78
11. Tabel Jumlah Bunga Betina(Bunga) 33-60 HST ... 79
12. Tabel Sidik Ragam Jumlah Bunga Betina(Bunga) 33-60 HST ... 79
13. Tabel Jumlah Bunga Betina Gugur (Bunga) 42-60 HST ... 81
14. Tabel Sidik Ragam Jumlah Tabel Jumlah Bunga Betina gugur (Bunga) 42-60 HST ... 81
15. Tabel Jumlah Bunga Jantan (Bunga) 33-60 HST ... 83
16. Tabel Sidik Ragam Jumlah Bunga Jantan (Bunga) 33-60 HST ... 83
17. Tabel Rasio Bunga Betina/Jantan 33-60 HST ... 85
18. Tabel Sidik Ragam Rasio Bunga Betina/Jantan (Bunga) 33-60 HST ... 85
19. Tabel Jumlah Buah Pertanaman (Buah) ... 87
20. Tabel Sidik Ragam Jumlah Buah Persampel (Buah) ... 87
21. Tabel Jumlah Bobot buah Pertanaman (kg) ... 88
ABSTRACT
CICI OCTAVIA SIDAURUK : The effect of Concentration and Frequency of Etephon Aplication on Growth and Production of cucumber (Cucumis sativus L.), supervised by JASMANI GINTING and JUSTIN A NAPITUPULU.
Cucumber in Indonesia is popular and likely vegetable for all of society. Cucumber productivity (ton/ha) in Indonesia from 2007 to 2011 were fluctuated from 81.2 to 527.1 this was due to less intensive and efficiency in cucumber culture one of the alternative that could be done was application etephon of plant growth regulator. The aim of this research was to know the effects of concentration and frequency of etephon application on growth and production of cucumber, this study was done in faculty of agriculture net house medan (± 25 in above sea level) from Januari – maret 2013. The design used was Randomised Design will 2 factors, etephon concentration (0. 150, 300 dan 450 ppm) and the frequency of application (1x, 2x and 3x times). The parameters colected were plant length, number of leaves formed, number of leaves lived, number of female flowers, number of female flowers aborted, number of male flowers, ratio of flowers, number of fruit per plant and total weight perplant. From the research, concentration significantly affect on plant length (4-8 weeks after planting), number of female flowers (39 and 51 days after planting), number of female flowers aborted (42 and 60 days after planting), number all of male flowers, ratio of flowers (48 days after planting). Frequency aplication of etephon significantly affect plant length (6-7 weeks after planting). Interaction significantly affect on flowers ratio (48 days after planting )
.
ABSTRAK
CICI OCTAVIA SIDAURUK : Pengaruh Konsentrasi dan Frekuensi Etephon Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.), dibimbing oleh JASMANI GINTING dan JUSTIN A NAPITUPULU.
Mentimun di Indonesia merupakan sayuran yang banyak digemari dan popular diseluruh masyarakat. produktivitas mentimun (ton/ha) di Indonesia bergerak secara fluktuatif pada tahun 2007 sampai 2011 adalah 581.2 - 527.1. Hal ini disebabkan masih kurang intensif dan efisiennya budidaya mentimun yang dilakukan. Salah satu yang dapat dilakukan adalah pemberian konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon yang tepat. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi dan frekuensi aplikasi etephon terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman mentimun di rumah kasa Fakultas Pertanian, Medan, dengan ketinggian tempat ±25 meter diatas permukaan laut, dimulai bulan Januari – Maret 2013. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok, dengan faktor utama adalah konsentrasi etephon (0, 150, 300 dan 450 ppm) dan frekuensi aplikasi etephon( 1x, 2x dan 3x aplikasi). Parameter yang diamati adalah panjang tanaman, jumlah daun terbentuk, jumlah daun tinggal, jumlah bunga betina, jumlah bunga betina gugur, jumlah bunga jantan, rasio bunga, jumlah buah per tanaman dan bobot total buah per tanaman. Dari hasil penelitian, Konsentrasi berpengaruh nyata pada panjang tanaman (4 – 8 minggu setelah tanam), jumlah bunga betina (39 dan 51 hari setelah tanam), jumlah bunga betina gugur (42 dan 60 hari setelah tanam), jumlah total bunga betina jantan, rasio bunga (48 hari setelah tanam). Frekuensi aplikasi etephon berpengaruh nyata pada panjang tanaman (6-7 minggu setelah tanam). Interaksi berpengaruh nyata pada rasio bunga (48 hari setelah tanam)
PENDAHULUAN Latar Belakang
Mentimun berasal dari bagian utara India kemudian masuk ke wilayah
Mediteran yaitu Cina pada tahun 1882, de Condolle memasukkan tanaman ini kedalam daftar tanaman asli India. Pada akhirnya tanaman ini menyebar keseluruh
dunia, terutama di daerah tropika. Di Cina, mentimun dikenal 2 abad SM. Jenis mentimun tersebut sejenis mentimun liar yang dikenal dengan nama ilmiah Cucumis hardwichini Royle (Sumpena, 2005).
Mentimun merupakan salah satu sayuran yang dapat dikonsumsi baik dalam
bentuk segar maupun olahan, seperti acar, asinan dan lain-lain. Selain sebagai sayuran
konsumsi mentimun mempunyai berbagai manfaat lainnya seiring dengan
berkembangnya industri kosmetik, ilmu kesehatan dan makanan dengan berbahan
mentimun. Mentimun memiliki kandungan gizi yang cukup baik, karena mentimun
merupakan sumber mineral dan vitamin. Kandungan nutrisi per 100 gram mentimun
terdiri dari 15 kalori, 0,8 gram protein, 0,1 gram pati, 3 gram karbohidrat, 30 mg
fosfor, 0,5 mg besi, 0,02 mg tiamin, 0,01 mg riboflavin, 14 mg asam, 0,45 mg vitamin
A, 0,3 mg vitamin B1, dan 0,2 mg vitamin B2 (Sumpena, 2005).
Mentimun (Cucumis sativus) sejak lama dan sejarahnya sangat menarik. Ada pendapat bahwa mentimun berasal dari Asia utara, mungkin dari India di
daerah pegunungan Himalaya. Banyak literatur menyebutkan terlebih dahulu di asia barat sejak 300 tahun yang lalu (Calvin and Knutson, 1983).
Di Indonesia mentimun merupakan sayuran yang banyak digemari dan
popular diseluruh masyarakat. Meskipun demikian kebanyakan usaha tani mentimun masih dianggap usaha sampingan, sehingga rata-rata hasil mentimun
Berdasarkan data BPS dan Direktorat Jendral Hortikultura (2012) menunjukan bahwa produktivitas mentimun (ton/ha) di Indonesia bergerak secara fluktuatif. Berturut-turut produksi mentimun (ton/ha) pada tahun 2007 sampai
2011 adalah 581.205, 540.122, 583.139, 547.141, 527.184. Hal ini kemungkinan disebabkan masih kurang intensif dan efisiennya budidaya mentimun yang
dilakukan serta adanya serangan hama dan penyakit. Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan menggunakan teknologi
Di Indonesia tanaman mentimun pada umumnya merupakan tipe tanaman
berumah satu (monoceous), dengan jumlah bunga jantan lebih banyak dari pada
bunga betina, dan bunga jantan muncul lebih awal beberapa hari mendahului bunga
betina. Penyerbukan pembentukan buah dan biji menjadi penentu tinggi rendahnya
produksi timun (Milawatie, 2006).
Sasmito (2005) menyatakan hasil panen mentimun tergantung dari banyaknya bunga betina yang dihasilkan sehingga diperlukan ZPT seperti etephon untuk meningkatkan jumlah bunga betina. ZPT mempunyai peranan dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan untuk kelangsungan hidup suatu tanaman. ZPT
dapat bersifat endogen, dihasilkan sendiri oleh individu yang bersangkutan, maupun
eksogen, diberikan dari luar sistem individu. ZPT terdiri dari lima kelompok yaitu
auksin, giberelin, etilen, sitokinin dan asam absisat (Yusak, dkk, 2011)
Etephon adalah nama umum yang diakui oleh The American Standars Institut untuk 2-chloroethyl phosphonic acid. Dalam beberapa literatur Etephon juga disebut sebagai : Ethrel, Florel, CEP, CEPA, 2-CEPA, Amchem 66-329 dan
sama, seperti : pengaruh Etilen terhadap pembungaan, pemasakan buah dan pengguguran daun serta buah.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik melakukan penelitian yang
berjudul pengaruh konsentrasi dan frekuensi aplikasi etephon terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman mentimun (Cucumis sativus L.). konsentrasi etephon dilakukan untuk meningkatkan bunga betina karena hasil panen mentimun tergantung dari banyaknya bunga betina yang dihasilkan sesuai dengan konsentrasi optimal etephon pada tanaman mentimun dan memerlukan frekuensi
pemberian etephon yang tepat sehingga dapat menghasilkan produksi buah yang
tinggi.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi dan Frekuensi aplikasi etephon terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman mentimun (Cucumis sativus L.).
Hipotesis Penelitian
Ada pengaruh konsentrasi dan Frekuensi aplikasi etephon terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman mentimun (Cucumis sativus L.) serta interaksi kedua faktor tersebut.
Kegunaan Penelitian
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman
Klasifikasi tanaman mentimun sebagai berikut : Kingdom : Plantae ;
Divisio : Spermatophyta ; Sub Divisio : Angiospermae ; Class : Dicotyledoneae ; Ordo : Cucurbitales ; Family : Cucurbitaceae ; Genus : Cucumis dan Spesies :
Cucumis sativus L (Rukmana, 1994).
Perakaran mentimun memiliki akar tunggang dan bulu-bulu akar, tetapi daya tembusnya relatif dangkal pada kedalaman 30-60 cm. Oleh karena itu
tanaman mentimun termasuk tanaman peka terhadap kekurangan dan kelebihan air (Rukmana,1994).
Mentimun termasuk tanaman semusim yang bersifat menjalar atau memanjat dengan perantaraan pemegang yang berbentuk pilin. Batangnya basah, berbulu serta berbuku-buku, panjang atau tinggi tanaman dapat mencapai 50 cm –
250 cm, bercabang dan bersulur yang tumbuh di sisi tangkai daun (Rukmana, 1994).
Daun tanaman mentimun lebar berlekuk menjari dan dangkal, berwarna hijau muda sampai hijau tua.daun ini tumbuh berselang seling keluar dari ruas
batang. Daunnya beraroma kurang sedap dan langu, berbulu tidak begitu tajam
( Sunarjono, 2003).
Tanaman mentimun memiliki jumlah bunga jantan lebih banyak daripada
bunga betina, dan bunga jantan muncul lebih awal beberapa hari. Bunga jantan
muncul lebih awal beberapa hari mendahului bunga betina. Penyerbukan bunga
mentimun adalah penyerbukan menyerbuk silang, penyerbukan bua dan biji menjadi
Tanaman mentimun (Cucumis sativus L.) memiliki bunga berbentuk terompet, warna kuning dan berumah satu. Bunga betina mempunyai bakal buah yang membengkak, terletak di bawah mahkota bunga. Pada bunga jantan tidak
terdapat bagian yang membengkak, sehingga dalam pemilihan tetua, jumlah bunga betina per pohon terbanyak yang terpilih (Suryadi, dkk, 2004).
Tanaman mentimun dalam proses kehidupan mengalami fase jouvenil (fase muda) relatif pendek. Pada umur 20-25 hari umumnya tanaman sudah berbunga dalam bentuk calon bunga yang belum mekar. Apabila bunga pertama
tumbuh merupakan pertanda bahwa tanaman sudah mengakhiri fase pertumbuhan muda dan beralih ke fase dewasa (produksi) (Imdad dan Nawangsih, 1995)
Perkembangan buah mentimun dimulai dari mengembangnya bakal buah yang terdapat tepat di belakang (dibawah) kelopak dan mahkota bunga. Lambat laun buah akan terbentuk sedang bagian kelopak dan mahkota bunga akan
terdorong kemuka menempel dipucuk buah muda. Buah mentimun letaknya menggantung dari ketiak antara daun dan batang. Bentuk dan ukurannya
bermacam-macam tetapi umumnya bulat panjang dan bulat pendek, kulit buah
mentimun ada yang berbintil-bintil ada pula yang halus (Imdad dan Nawangsih, 1995).
Biji mentimun bentuknya pipih, kulitnya berwarna putih atau putih kekuning-kuningan sampai coklat. Biji ini dapat digunakan sebagai alat
Syarat Tumbuh Iklim
Kelembapan relatif udara (RH) yang dikehendaki oleh tanaman mentimun
untuk pertumbuhannya antara 50-85 %, sementara curah hujan yang diinginkan tanaman sayuran ini antara 200-400 mm/bulan, curah hujan yang terlalu tinggi
tidak baik untuk pertumbuhan tanaman ini terlebih pada saat mulai berbunga
karena curah hujan yang sangat tinggi akan banyak menggugurkan bunga (Sumpena, 2005).
Cahaya merupakan faktor yang sangat penting dalam pertumbuhan tanaman mentimun, penyerapan unsur hara akan berlangsung dengan optimal jika
pencahayaan berlangsung antara 8-12 jam/hari (Sumpena, 2005).
Tanaman mentimun yang tumbuh baik pada daerah dengan suhu 22 -30ºC ini lebih banyak ditemukan di dataran rendah. Diperlukan cuaca panas, namun
tidak lebih panas daripada cuaca untuk semangka. Selama pertumbuhannya, tanaman mentimun membutuhkan iklim kering, dan sinar matahari cukup
(tempat terbuka) (Sunarjono, 2003). Tanah
Tanaman mentimun dapat tumbuh baik di ketinggian 0-1000 m diatas
permukaan laut, diketinggian lebih dari 1.000 meter dpl tanaman mentimun harus menggunakan mulsa plastik perak hitam karena diketinggian tersebut suhu tanah
kurang dari 18°C dan suhu udara kurang dari 25°C (Sumpena, 2005)
Pada dasarnya mentimun dapat tumbuh dan beradaptasi di hampir semua jenis tanah. Tanah mineral yang bertekstur ringan sampai pada tanah yang
Kemasaman tanah yang optimal adalah antara 5,5-6,5. Tanah yang banyak mengandung air, terutama pada frekuensi berbunga merupakan jenis tanah yang baik untuk penanaman mentimun diantaranya aluvial, latosol dan andosol
(Sumpena, 2005).
Etephon
Zat pengatur tumbuh (Plant Growth Regulator = PGR) merupakan senyawa organik (baik alami maupun sintetik) dalam jumlah sedikit dapat mengatur (merangsang, menghambat atau memodifikasi) pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Zat pengatur tumbuh alami dikenal sebagai Phytohormon
meliputi Gibberellin, Auksin, Cytokinin, Asam Absisi dan Etilen (Santoso, 2010). Aplikasi ZPT eksogenous dapat mempengaruhi pembungaan dengan dua cara
yaitu dengan meningkatkan inisiasi dan perkembangan bunga atau dengan hanya
meningkatkan perkembangan bunga. Etilen merupakan senyawa yang pada suhu
ruang berbentuk gas, yang berfungsi merangsang pemasakan buah, pembukaan bunga
dan absisi (pengguguran) daun dan bunga. Usaha untuk mengurangi efek etilen
dengan menggunakan etilen inhibitor. Silver thiosulfate (STS) digunakan untuk
mencegah kerja etilen dan menunda penuaan pada bunga potong dan tanaman bunga
pot. Banyak spesies bunga potong diberi perlakuan dengan STS untuk menunda
penuaan dan mencegah kerusakan dari sumber-sumber etilen eksternal
(Yusak, dkk, 2011).
Aplikasi zat pengatur tumbuh diharapkan dapat merangsang pembentukan
bunga sehingga diperoleh fruitset yang optimum. Salah satu zat pengatur tumbuh yang dapat digunakan adalah etephon. Menurut Abeles (1973) etephon (asam 2-kloroetil fosponat) merupakan bahan aktif yang terkandung dalam ethrel. Ethrel
penelitian Sumiati dan Sumarni (1996) pemberian NAA 100 ppm atau etephon 40 PGR 360 ppm pada mentimun dapat meningkatkan nisbah bunga betina dan jantan dari 1:3 menjadi 1:1. Sasmito (2005) menyatakan hasil panen tergantung
dari banyaknya bunga betina yang dihasilkan sehingga diperlukan ZPT seperti etephon untuk meningkatkan jumlah bunga betina, namun pada aplikasi etephon
750 hingga 1000 ppm pembungaan terhambat sehingga pada 52 HST tanaman mentimun belum berbunga. Berdasarkan Rahmawati (2009) diperlukan konsentrasi etephon yang optimal guna meningkatkan ratio bunga betina dan
jantan sehingga akan meningkatkan produksi mentimun. Konsentrasi optimal etephon terhadap pertumbuhan tanaman mentimun berkisar antara konsentrasi 213
ppm yang dilakukan 2 tahap. Tahap I dilakukan pada saat transplanting, sedangkan tahap II dilakukan pada saat umur tanaman 2 MST.
Kualitas penampilan pada tanaman pot seperti padat dan kokohnya
rangkaian bunga, tegaknya batang, warna hijaunya daun, susunanan daun yg rapat dan tinggi tanaman yang seimbang dengan ukuran wadah (pot) merupakan sasaran
bercocok tanam. Untuk mendapatkan penampakan tanaman seperti ini dapat digunakan zat pengatur tumbuh seperti Maleic Hydrazide (MH), Etephon ataupun Ancymidole dan Paclobutrazole (Santoso, 2010).
Etilen adalah hormon tanaman yang terlibat dalam regulasi respon fisiologis. Selain pengakuan sebagai "hormon pematangan", etilen terlibat dalam
proses perkembangan lain dari perkecambahan benih untuk penuaan berbagai organ dan dalam banyak tanggapan terhadap tekanan lingkungan ( Davies, 1995).
Pengaruh etilen terhadap pembungaan antara lain ; menginduksi
bunga betina pada tanaman diceous sebagai hasil induksi dari auksin, menurut Nuryanah (2004) etephon bekerja menekan produksi giberalin sehingga bunga betina
dapat meningkat. Salah satu jenis etilen yang diperdagangkan adalah etephon
(2 chloro ethylposphonic acid) dengan rumus bangun sebagai berikut:
O
CI CH2 H2C P OH
OH
Gambar. 1. Struktur Etephon
Etephon didemonstrasikan yang pengaplikasiannya ke semaian merubah rasio bunga betina dan bunga jantan pada Cucurbitaceae, beberapa pengaplikasian
digunakan untuk mempercepat pembungaan mentimun guna memproduksi secara alami bunga betina sebelum bunga jantan muncul, hal ini menjadi bagian penting dalam proses pembungaan, pengaplikasian dari Ag+ telah menunjukkan induksi
bunga jantan pada kultivar mentimun yang gynoeciouse digunakan untuk memproduksi biji Fi hibrida dan sekarang digunakan secara komersil untuk
melakukan perbanyakan dari mentimun (Reid, 1995).
Perlakuan etephon memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman pada 1MST dan 4MST. Perlakuan etephon berpengaruh sangat nyata
terhadap tinggi tanaman pada awal transplanting, 2 MST dan 3 MST, jumlah ruas tanaman dan jumlah bunga betina gugur pada awal transplating serta jumlah bunga betina pada 2MST. Perlakuan etephon tidak berpengaruh nyata terhadap
Pemberian etephon dapat meningkatkan jumlah bunga betina yang gugur, hal ini disebabkan kapasitas fotosintesis pada tanaman tidak dapat menyuplai keseluruh bunga betina yang terbentuk (Sams dan Krueger, 1977).
Menurut Rahmawaty (2009) etephon dapat menurunkan tinggi tanaman mentimun varietas Soarer pada umur 4 MST. Dimana perlakuan etephon hingga
600 ppm akan menekan pertumbuhan tinggi tanaman varietas Soarer. Sesuai dengan penelitian sebelumnya semakin tinggi konsentrasi etephon maka tinggi tanaman akan semakin pendek hal ini disebabkan etephon yang dihasilkan akan
menghambat pemanjangan sel batang karena pemanjangan sel lebih terpacu ke arah samping.
Modifikasi ekspresi sex bunga merupakan hasil perubahan dramatis pada tanaman budidaya dari perlakuan ZPT. Sangat berguna untuk pemuliaan, sehingga dapat menghasilkan biji lebih banyak. Contoh untuk ketimun, GA dapat
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Fakultas Pertanian dengan ketinggian
+ 25 meter diatas permukaan laut, mulai awal bulan Januari 2013 sampai dengan awal bulan Maret 2013
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih Mentimun Varietas Hibrida Magi F1 (dapat dilihat pada lampiran 1), Pupuk N, SP-36, KCL
(sebagai pupuk anorganik dengan dosis anjuran), Etephon 10 % (Hormon yang diuji),
insektisida (deltamethrin 2,5 EC), fungisida (Mankojeb 80 WP), top soil, kompos,
air dan bahan-bahan lain yang mendukung dalam pelaksanaan penelitian ini. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, sabit kecil,
gembor, polibeg 10 kg, meteran, timbangan, tugal, handsprayer, pacak sampel, label, tali plastik, ember, pisau, amplop coklat, plakat nama, alat tulis dan kalkulator serta peralatan lain yang mendukung pelaksanaan penelitian ini.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan
2 faktor perlakuan yaitu :
Faktor I : Konsentrasi Etephon yang terdiri dari 4 taraf, yaitu : E1 = 0 ppm
Faktor II : Frekuensi aplikasi Etephon yang terdiri dari 3 Taraf yaitu : W1 = 1x Aplikasi
W2 = 2x Aplikasi
W3 = 3x Aplikasi
Diperoleh kombinasi perlakuan sebanyak 12 kombinasi, yaitu :
E1W1 E1W2 E1W3
E2W1 E2W2 E2W3
E3W1 E3W2 E3W3
E4W1 E4W2 E4W3
Jumlah ulangan : 3 ulangan
Jumlah Plot : 36
Jarak antar plot : 60 cm Jarak antar blok : 60 cm
Jumlah tanaman per plot : 4 Tanaman Jumlah sampel per plot : 2 tanaman
Jarak tanam : 60 cm x 60 cm
Ukuran plot : 120 cm x 120 cm
Jumlah tanaman seluruhnya : 144 tanaman
Jumlah sampel seluruhnya : 72 tanaman
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dengan
Yijk : Hasil pengamatan pada blok ke-i akibat perlakuan pengaruh dosis etephon (E) taraf j dan Frekuensi aplikasi etephon (W) pada taraf ke-k
µ : Nilai tengah
ρi : Efek dari blok ke-i
αj : Efek perlakuan pengaruh dosis etephon pada taraf ke-j βk : Efek Frekuensi aplikasi etephon pada taraf ke-k
(αβ)jk : Interaksi antara pengaruh dosis etephon taraf ke-j dan Frekuensi aplikasi etephon taraf ke-k
εijk : Galat dari blok ke-i, dosis etephon ke-j dan Frekuensi aplikasi etephon ke-k
Pelaksanaan Penelitian Persiapan Lahan
Lahan dibersihkan dari gulma, sisa-sisa tanaman dan bahan-bahan lain
yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman dengan menggunakan cangkul.
Pembuatan Media Tanam
Media tanam berupa campuran topsoil : kompos dengan perbandingan 3:1 kedalam polibeg 10 kg, dalam 1 plot terdapat 4 polibeg
Penanaman
Penanaman dilakukan dengan menanam 3 benih kedalam 3 lubang pada 1 polibeg, berisi media tanam dengan cara tugal.
Aplikasi Pupuk Dasar
Pemupukan pada mentimun diberikan dengan dosis anjuran: 300 kg/ha urea + 150 kg/ha SP-36 + 100 kg/ha KCL. Pupuk dasar yang digunakan 2,9 g/tan
urea, 7,51 g/tan TSP dan 6,4 g/tan KCL pupuk susulan urea 2,9 g/tan diberikan pada saat 20 HST, Susulan kedua 2,9 g/tan lagi diberikan pada saat tan berumur
40 hari setelah tanam. Pupuk dasar diberikan sekaligus pada saat tanam dengan tugal ke 4 lubang yang telah disiapkan dengan jarak 5 cm dari lubang tanam.
Setelah pupuk diberikan lubang ditutup kembali dengan tanah
(Petrokimia Gresik, 2010). Aplikasi Etephon
Pengaplikasian etephon dilaksanakan pada pagi hari, E1 = 0 ppm, E2 = 150 ppm E3 = 300 ppm dan E4 = 450 ppm dengan frekuensi 1x pada umur
15 HST, frekuensi 2x pada umur 15 dan 20 HST Frekuensi 3x pada umur 15, 20,
Pemeliharaan Tanaman Penyiraman
Penyiraman dilakukan pada pagi dan sore hari dan dikondisikan dengan
keadaan lingkungan dengan kriteria lembab tidak tergenang.
Penjarangan
Dilakukan penjarangan tanaman pada umur 1 MST, disisakan hanya 1 tanaman perpolibeg. Taanaman yang ditinggalkan adalah tanaman yang baik, sehat, bebas hama penyakit dan pertumbuhan yang seragam.
Pemasangan ajir
Ajir untuk tempat merambatnya tanaman mentimun. menggunakan ajir
tunggal berupa bilah bambu agar mudah perawatannya dan dilakukan diluar polibeg agar tidak menggangu atau merusak perakaran tanaman mentimun. Fungsi
ajir adalah merambatkan tanaman, memudahkan pemeliharaan dan tempat menopang
buah yang letaknya bergelantungan, panjang ajir kurang lebih 2 meter.
Penyiangan
Penyiangan dilakukan sesuai dengan kondisi gulma di lahan. Penyiangan
dilakukan secara manual yaitu dengan mencabut seluruh gulma yang tumbuh di areal pertanaman dengan cangkul dan membersihkan gulma-gulma di polibeg dengan tangan. penyiangan dilakukan bersamaan dengan pemupukan.
Pencegahan hama dan penyakit
Pencegahan hama dan penyakit dilakukan dengan mekanik juga secara
Panen
Pemanenan dilakukan dengan menggunting tangkai buah, adapun ciri-ciri buah mentimun telah siap dipanen warna pangkal sampai ujung sudah sama, hijau
keputih-putihan. Umur mulai panen kurang lebih 40 HST, pemanenan dilakukan dengan cara memotong tangkai buah dengan pisau tajam agar tidak merusak
tanaman.
Pengamatan Parameter Panjang tanaman(cm)
Panjang tanaman diukur mulai dari batang diatas tanah sampai titik tumbuh tanaman, diukur mulai dari 1 MST dengan interval 1 minggu sekali
sampai dengan 60 HST.
Jumlah daun terbentuk (daun)
Menghitung jumlah daun terbentuk saat berumur 1 MST dengan interval
pengamatan 1 minggu sekali sampai dengan 60 HST. Jumlah daun tinggal (daun)
Menghitung jumlah daun tinggal mulai berumur 1 MST dengan interval pengamatan 1 minggu sekali sampai dengan 60 HST.
Jumlah bunga betina (bunga)
Menghitung jumlah bunga betina, yaitu mulai 33 hari setelah tanam sampai 60 hari setelah tanam dengan interval pengamatan 3 hari sekali.
Jumlah bunga betina gugur (bunga)
Jumlah bunga jantan (bunga)
Mengihitung jumlah bunga jantan, yaitu mulai 33 hari setelah tanam sampai 60 hari setelah tanam dengan interval pengamatan 3 hari sekali.
Ratio kelamin bunga (bunga betina/bunga jantan)
Menghitung perbandingan bunga betina dibanding dengan bunga jantan
pada umur 33 hari setelah tanam sampai 60 hari setelah tanam dengan interval pengamatan 3 hari sekali.
Jumlah buah per sampel ( buah )
Menghitung jumlah buah persampel pada akhir penelitian melalui data bobot buah persampel.
Bobot buah per sampel (g)
Menghitung berat buah seluruhnya per sampel dengan interval 3 hari sekali mulai umur 42 hari setelah tanam (dimulai saat tanaman berbuah) sampai
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Panjang Tanaman (cm)
Data hasil pengamatan panjang tanaman 1 - 8 minggu setelah tanam (MST) dan analisis ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 5-19. Hasil sidik
ragam menunjukkan bahwa konsentrasi etephon berpengaruh nyata terhadap panjang tanaman 4-8 MST, frekuensi aplikasi etephon berpengaruh nyata terhadap panjang tanaman pada 6-7 MST dan interaksi antara konsentrasi etephon dan
frekuensi aplikasi etephon berpengaruh tidak nyata terhadap panjang tanaman. Data rataan panjang tanaman pada perlakuan konsentrasi etephon dan
frekuensi aplikasi etephon dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 menunjukkan perlakuan konsentrasi etephon pada panjang tanaman 4 MST ter panjang terdapat pada konsentrasi 0 ppm (E1)
(89.27) berbeda tidak nyata terhadap panjang tanaman 450 ppm (E4) (85.37), Namun E1 berbeda nyata dengan 300 ppm (E3) (62.04), dan 150 ppm (E1) (78.95).
Pada panjang tanaman 5 MST ter panjang terdapat pada konsentrasi 0 ppm (E1) (162.87) berbeda nyata terhadap panjang tanaman pada konsentrasi 150 ppm (E2) (!49.67), 300 ppm (E3) (112.85) dan 450 ppm (E4) (144.90).
Pada panjang tanaman 6 MST ter panjang pada konsentrasi 0 ppm (E1) (209.94) berbeda tidak nyata pada konsentrasi 150 ppm (E2) (204.83), namun
dengan frekuensi aplikasi 2x aplikasi (W2) (200.83) dan berbeda nyata pada 3x aplikasi (W3) (169.42).
Pada panjang tanaman 7 MST terpanjang pada konsentrasi 0 ppm (E1)
(249.94) berbeda tidak nyata pada konsentrasi 150 ppm (E2) (242.50), berbeda nyata pada konsentrasi 300 ppm (E3) (242.50) dan 450 ppm (E4) (225.28),
frekuensi aplikasi pada panjang tanaman 7 MST terpanjang terdapat pada 1x aplikasi (W1) (238.21) berbeda tidak nyata pada frekuensi aplikasi 2x aplikasi (W2) (236.13) dan berbeda nyata pada 3x aplikasi (W3) (214.00).
Pada panjang tanaman 8 MST terpanjang terdapat pada konsentrasi etephon 0 ppm (E1) (309.56) berbeda nyata terhadap panjang tanaman pada
konsentrasi 150 ppm (E2) (304.06), 300 ppm (E3) (277.50) dan tidak berbeda nyata terhadap konsentrasi 450 ppm (E4) (315.11).
Tabel 1 dan Gambar 1 menunjukkan perkembangan panjang tanaman
mentimun cenderung terus meningkat sampai umur 8 MST. Perkembangan panjang tanaman tidak terlihat jelas perbedaannya hingga 4 MST hanya saja
perkembangan panjang tanaman terendah terlihat pada perlakuan 300 ppm (E3) di umur 5-8 MST, sedangkan yang terpanjang perlakuan 0 ppm (E1) yang terlihat pada umur 4-5 MST.
Tabel 1 dan Gambar 2 menunjukkan perkembangan panjang tanaman mentimun cenderung terus meningkat sampai umur 8 MST. Perkembangan
panjang tanaman tidak terlihat jelas perbedaannya hingga 5 MST, hanya saja perkembangan panjang tanaman terpanjang terlihat pada perlakuan 2x aplikasi (W2) pada umur 5-8 MST, sedangkan yang terendah perlakuan 3x aplikasi (E3)
Tabel 1. Pengaruh konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon terhadap panjang tanaman 1 - 8 MST (cm)
Pengamatan Etepon
Frekwensi
Rataan W1= 1x aplikasi W2 = 2x aplikasi W3= 3x aplikasi
1 MST
E3 = 300 ppm 17.32 16.62 16.07 16.67
E4 = 450 ppm 16.77 16.87 19.33 17.66
Rataan 18.85 17.84 19.20
E1 = O ppm 50.75 42.33 54.50 49.19
3 MST E2 = 150 ppm 46.25 43.08 43.57 44.30
E3 = 300 ppm 41.12 41.97 32.93 38.67
E4 = 450 ppm 46.05 63.72 51.25 53.67
Rataan 46.04 47.78 45.56
E1 = O ppm 93.75 78.67 95.38 89.27a
4 MST E2 = 150 ppm 83.12 83.05 70.68 78.95b
E3 = 300 ppm 59.23 80.27 46.63 62.04c
E4 = 450 ppm 71.30 83.83 100.98 85.37ab
Rataan 76.85 81.45 78.42
E1 = O ppm 180.43 156.47 151.72 162.87a
5 MST E2 = 150 ppm 149.27 170.13 129.60 149.67b
E3 = 300 ppm 109.73 144.98 83.83 112.85c
E4 = 450 ppm 129.27 146.27 159.17 144.90bc
Rataan 142.18 154.46 131.08
E1 = O ppm 220.00 212.00 192.00 208.00
6 MST E2 = 150 ppm 227.17 235.17 181.67 214.67
E3 = 300 ppm 187.00 176.50 120.17 161.22
E4 = 450 ppm 191.17 179.67 183.83 184.89
Rataan 206.33a 200.83ab 169.42c
7 MST
E1 = O ppm 274.00 257.50 226.00 252.50a
E2 = 150 ppm 255.17 228.67 239.67 241.17ab
E3 = 300 ppm 224.67 217.67 163.17 201.83c
E4 = 450 ppm 199.00 240.67 227.17 222.28b
Rataan 238.21a 236.13ab 214.00c
E1 = O ppm 329.17 303.67 295.83 309.56a
8 MST E2 = 150 ppm 301.17 314.83 296.17 304.06b
E3 = 300 ppm 268.83 307.33 256.33 277.50c
E4 = 450 ppm 283.83 318.83 342.67 315.11ab
Rataan 295.75 311.17 297.75
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf tidak sama pada baris atau kolom pada kelompok perlakuan yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji beda rataan Duncan taraf 5%.
(0, 150, 300 dan 450 ppm) dan frekuensi aplikasi etephon pada pengamatan 1 - 8 MST digambarkan pada Gambar 1 dan 2.
Gambar 1. Perkembangan panjang tanaman mentimun pada perlakuan konsentrasi etephon pada pengamatan 1 - 8 MST.
Gambar 2. Perkembangan panjang tanaman mentimun pada perlakuan frekuensi aplikasi etephon pada pengamatan 1 – 8 MST.
Data pengamatan dapat dibuat kurva respon pada 4 konsentrasi etephon (0,
Gambar 3. Kurva respon panjang tanaman umur 4 - 8 MST pada perlakuan konsentrasi etephon
Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa kurva respon panjang tanaman mentimun pada umur 4 MST terhadap pemberian konsentrasi etephon
menunjukkan persamaan kuadratik negatif, dimana bertambahnya konsentrasi etephon mengakibatkan penurunan panjang tanaman dengan Ymin 4 MST = 68
pada E = 250, pada umur 5, 6 dan 7 MST terhadap pemberian konsentrasi etephon menunjukkan adanya persamaan kubik, pada konsentrasi yang rendah panjang tanaman meningkat hingga 167, 221 dan 257 cm masing-masing pada E = 250,
350 dan 348 ppm dan kemudian menurun hingga 111, 150 dan 196 cm masing-masing pada E = 335, 350 dan 348 ppm, pemberian konsentrasi etephon pada umur 8 MST menunjukkan adanya persamaan kuadratik negatif, dengan
bertambahnya konsentrasi etephon mengakibatkan penurunan panjang tanaman dimana Y min 8 MST = 288 pada E = 237.5.
Gambar 4. Histogram panjang tanaman pada frekuensi aplikasi pada umur 6 MST.
Gambar 5. Histogram panjang tanaman pada frekuensi aplikasi pada umur 7
MST
Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa histogram panjang tanaman mentimun pada umur 6 MST terhadap frekuensi aplikasi etephon menunjukkan frekuensi
yang terbaik pada frekuensi 1x aplikasi (W1) (206.33) dan yang terendah pada frekuensi aplikasi 3x aplikasi (W3) (169.42)
Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa histogram panjang tanaman mentimun
pada umur 7 MST terhadap Frekuensi aplikasi etephon menunjukkan frekuensi yang tertinggi pada frekuensi 1x aplikasi (W2) (238.21) dan yang terendah pada
frekuensi aplikasi 3x aplikasi (W3) (214). Jumlah Daun Terbentuk (helai)
Data hasil pengamatan jumlah daun terbentuk 1 - 8 minggu setelah tanam
(MST) dan analisis ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 20 - 21. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi etephon berpengaruh tidak nyata terhadap
jumlah daun terbentuk, frekuensi aplikasi etephon berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun terbentuk dan interaksi antara konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun
terbentuk.
Data rataan jumlah daun terbentuk pada perlakuan konsentrasi etephon
dan frekuensi aplikasi etephon dapat dilihat pada Tabel 2.
Pada data pengamatan ini dibuat gambar perkembangan pertumbuhan tanaman. Perkembangan jumlah daun terbentuk pada tanaman mentimun pada 4
konsentrasi etephon (0, 150, 300 dan 450 ppm) dan Frekuensi aplikasi etephon (1x, 2x dan 3x aplikasi) pada pengamatan 1 - 8 MST digambarkan pada Gambar
Tabel 2. Pengaruh konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon terhadap
E1= 0 ppm 12.00 10.17 14.17 12.11
4 MST E2 = 150 ppm 11.67 12.00 12.83 12.17
E3 = 300 ppm 9.33 12.17 9.33 10.28
E4 = 450 ppm 10.50 12.33 13.50 12.11
Rataan 10.88 11.67 12.46
E1= 0 ppm 21.50 19.17 24.67 21.78
5 MST E2 = 150 ppm 20.83 22.50 24.00 22.44
E3 = 300 ppm 19.67 21.00 14.33 18.33
E4 = 450 ppm 19.00 22.83 20.67 20.83
Rataan 20.25 21.38 20.92
E1= 0 ppm 30.00 28.33 34.00 30.78
6 MST E2 = 150 ppm 30.83 33.00 33.67 32.50
E3 = 300 ppm 28.17 30.67 26.17 28.33
E4 = 450 ppm 27.67 33.50 32.17 31.11
Rataan 29.17 31.38 31.50
E1= 0 ppm 37.83 36.00 40.17 38.00
7 MST E2 = 150 ppm 37.33 45.33 37.83 40.17
E3 = 300 ppm 36.33 41.67 33.83 37.28
E4 = 450 ppm 35.33 37.83 40.83 38.00
Rataan 36.71 40.21 38.17
E1= 0 ppm 45.33 44.17 46.00 45.17
8 MST E2 = 150 ppm 43.17 53.83 45.00 47.33
E3 = 300 ppm 44.50 51.00 38.83 44.78
E4 = 450 ppm 41.33 43.17 48.67 44.39
Rataan 43.58 48.04 44.63
Perkembangan jumlah daun terbentuk tidak terlihat jelas perbedaannya hingga 4 MST hanya saja perkembangan jumlah daun terbentuk terendah terlihat pada perlakuan 300 ppm (E3) di umur 5-6 MST, sedangkan yang tertinggi perlakuan
150 ppm (E2) yang terlihat pada umur 6-8 MST.
Gambar 6. Perkembangan jumlah daun terbentuk pada perlakuan konsentrasi etephon pada pengamatan 1– 8 MST
Tabel 2 dan Gambar 7 menunjukkan perkembangan jumlah daun terbentuk
tanaman mentimun cenderung terus meningkat sampai umur 8 MST. . Perkembangan jumlah daun terbentuk tidak terlihat jelas perbedaannya hanya saja perkembangan jumlah daun terbentuk tertinggi terlihat pada perlakuan 2x aplikasi
(W2) di umur 6-8 MST, sedangkan yang terendah perlakuan 1x aplikasi (W1) yangterlihat pada umur yang lai
Gambar 7. Perkembangan Jumlah daun terbentuk pada perlakuan frekuensi aplikasi etephon pada pengamatan 1 – 8 MST
Jumlah Daun yang Tinggal (daun)
Data hasil pengamatan jumlah daun yang tinggal 1 - 8 minggu setelah tanam (MST) dan analisis ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 22 - 23. Hasil
sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi etephon berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun yang tinggal, frekuensi aplikasi etephon berpengaruh tidak
nyata terhadap jumlah daun tinggal dan interaksi antara konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun yang tinggal.
Data rataan jumlah daun yang tinggal pada perlakuan konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon dapat dilihat pada Tabel 3.
Pada data pengamatan ini dibuat gambar perkembangan pertumbuhan tanaman. Perkembangan jumlah daun yang tinggal pada tanaman mentimun pada 4 konsentrasi etephon (0, 150, 300 dan 450 ppm) dan frekuensi aplikasi pada
pengamatan 1 - 8 MST digambarkan pada Gambar 8-9.
Tabel 3 dan Gambar 8 menunjukkan perkembangan jumlah daun yang
tinggal pada tanaman mentimun cenderung terus meningkat sampai umur 8 MST. perkembangan jumlah daun yang tinggal tidak terlihat perbedaan yang jelas meskipun perkembangan tertinggi pada konsentrasi etephon 150 ppm (E2) yang
terlihat pada umur 6-8 MST dan yang terendah pada konsentrasi 300 ppm (E3) pada umur 4-7 MST.
Tabel 3 dan Gambar 9 menunjukkan perkembangan jumlah daun yang tinggal pada tanaman mentimun cenderung terus meningkat sampai umur 8 MST. perkembangan jumlah daun yang tinggal tidak terlihat perbedaan yang jelas
pada umur 7-8 MST dan terendah pada Perlakuan 1x aplikasi (W1) pada umur 6-7 NST.
Tabel 3. Pengaruh konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon terhadap jumlah daun yang tinggal 1 - 8 MST (helai)
Etepon Frekwensi Rataan
W1=1x aplikasi W2=2x aplikasi W3=3x aplikasi
Gambar 8. Perkembangan jumlah daun yang tinggal pada perlakuan konsentrasi etephon pada pengamatan 1 – 8 MST.
Gambar 9. Perkembangan jumlah daun yang tinggal pada perlakuan frekuensi aplikasi etephon pada pengamatan 1 – 8 MST.
Jumlah Bunga Betina (Bunga)
Data hasil pengamatan jumlah bunga betina 33-60 Hari Setelah Tanam (HST) dan analisis ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 24-27. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi etephon berpengaruh nyata terhadap
jumlah bunga betina 39 dan 51 HST, frekuensi aplikasi etephon berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah bunga betina dan interaksi antara konsentrasi etephon dan
Data rataan jumlah bunga betina pada perlakuan konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 menunjukkan bunga betina 39 HST tertinggi terdapat pada
konsentrasi etephon 150 ppm (E2) (1.98) berbeda nyata terhadap tinggi tanaman pada konsentrasi 0 ppm (E1) dan 300 ppm (E3) dan 450 ppm (E4)
Bunga betina 51 HST tertinggi terdapat pada konsentrasi etephon 450 ppm (E4) (2.35) berbeda tidak nyata dengan perlakuan 150 ppm (E2), namun berbeda nyata terhadap tinggi tanaman pada konsentrasi 0 ppm (E1) dan 300 ppm (E3)
Pada data pengamatan ini dibuat gambar perkembangan pertumbuhan tanaman. Perkembangan jumlah bunga betina pada tanaman mentimun pada 4
konsentrasi etephon (0, 150, 300 dan 450 ppm) dan Frekuensi aplikasi etephon (1x, 2x dan 3x aplikasi) pada pengamatan 33-60 HST digambarkan pada Gambar 10-11
Data rataan jumlah total bunga betina pada perlakuan konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 menunjukkan konsentrasi etephon pada jumlah total bunga betina terbentuk tertinggi terdapat pada konsentrasi etephon 450 ppm (E4) (15.06) tidak berbeda nyata terhadap jumlah bunga betina terbentuk terhadap 150 ppm (E2)
Tabel 4. Pengaruh konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon terhadap jumlah bunga betina 33 - 60 HST (bunga)
Etepon Frekwensi Rataan
W1=1x aplikasi W2=2x aplikasi W3=3x aplikasi
E1=0 ppm 0.90 0.98 0.98 0.95
Gambar 10. Perkembangan jumlah bunga betina pada perlakuan konsentrasi etephon pada pengamatan 33 – 60 HST.
Gambar 11. Perkembangan jumlah bunga betina pada perlakuan aplikasi etephon pada pengamatan 33 – 60 HST.
Gambar 12. Kurva respon jumlah bunga betina umur 39 dan 51 HST pada perlakuan Konsentrasi Etephon
Dari Gambar 12 dapat dilihat bahwa kurva respon jumlah bunga betina pada umur 39 dan 51 HST terhadap pemberian konsentrasi etephon pada
persamaan garis menunjukkan adanya persamaan kubik, pada konsentrasi yang rendah jumlah bunga betina meningkat hingga 2.09 dan 2.30 pada konsentrasi 93
dan 130 ppm kemudian menurun lagi hingga 1.20 dan 1.89 pada konsentrasi 351 dan 340 ppm.
Tabel 5. Pengaruh konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon terhadap total
jumlah bunga betina (bunga)
Etepon Frekwensi Rataan
W1= 1xaplikasi W2=2x aplikasi W3=3x aplikasi
E1= 0 ppm 11.00 9.50 9.83 10.11c
E2= 150 ppm 13.67 16.00 15.17 14.94ab
E3= 300 ppm 9.17 13.33 13.83 12.11b
E4= 450 ppm 14.50 14.83 15.83 15.06a
Rataan 12.08 13.42 13.67
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf tidak sama pada baris menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji beda rataan Duncan taraf 5%.
Gambar 13. Kurva respon jumlah bunga betina pada perlakuan Konsentrasi Etephon
Dari Gambar 13 dapat dilihat bahwa kurva respon jumlah bunga betina terhadap pemberian konsentrasi etephon pada persamaan garis menunjukkan
adanya persamaan kubik, pada konsentrasi yang rendah jumlah bunga betina meningkat hingga 15 pada konsentrasi 150 ppm kemudian menurun lagi hingga
11.5 pada konsentrasi 340.
Jumlah Bunga Betina yang Gugur (Bunga)
Data hasil pengamatan jumlah bunga betina yang gugur 42-60 setelah
tanam (MST) dan analisis ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 28-31. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi etephon berpengaruh nyata terhadap
jumlah bunga betina yang gugur 42 dan 60 HST, frekuensi aplikasi etephon berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah bunga betina dan interaksi antara konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon berpengaruh tidak nyata
Data rataan jumlah bunga betina pada perlakuan konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 menunjukkan bunga betina yang gugur 42 HST tertinggi terdapat
pada konsentrasi etephon 150 ppm (E2) (1.25) berbeda nyata terhadap bunga betina yang gugur pada konsentrasi 0 ppm (E1), 300 ppm (E3) dan 450 ppm (E4)
Bunga betina yang gugur 60 HST tertinggi terdapat pada konsentrasi etephon 150 ppm (E2) (1.65) berbeda nyata terhadap bunga betina yang gugur pada konsentrasi 0 ppm (E1), 300 ppm (E3) dan 450 ppm (E4)
Data pengamatan ini dapat dibuat gambar perkembangan pertumbuhan tanaman. Perkembangan jumlah bunga betina pada tanaman mentimun pada 4
konsentrasi etephon (0, 150, 300 dan 450 ppm) dan Frekuensi aplikasi etephon (1x, 2x dan 3x aplikasi) pada pengamatan 1 - 8 MST digambarkan pada Gambar 14-15.
Data pengamatan dapat dibuat pada kurva respon pada konsentrasi etephon (0, 150, 300 dan 450 ppm) pada pengamatan 42 dan 60 HST pada
Gambar 14.
Tabel 6 dan Gambar 14 menunjukkan perkembangan jumlah bunga betina tanaman mentimun pada perlakuan konsentrasi etephon. Pada E1 perkembangan
bunga betina yang gugur naik dan turun hingga umur 60 HST, pada perlakuan E2 titik perkembangan bunga betina yang gugur naik hingga umur 60 HST, perlakuan
E3 perkembangan bunga betina yang gugur meningkat sampai umur 51 HST kemudian kembali terjadi penurunan umur 54 HST kemudian naik lagi hingga umur 60 HST, perlakuan E4 perkembangan bunga betina yang gugur meningkat
Tabel 6 dan Gambar 15 menunjukkan perkembangan jumlah bunga betina yang gugur tanaman mentimun pada perlakuan aplikasi etephon. Pada W1 perkembangan bunga betina yang gugur meningkat sampai umur 51 HST
kemudian kembali terjadi penurunan hingga umur 60 HST, pada perlakuan W2 perkembangan bunga betina yang gugur meningkat sampai umur 48 HST
kemudian kembali terjadi penurunan umur 54 HST kemudian meningkat lagi hingga umur 60 HST, perlakuan W3 perkembangan bunga betina meningkat sampai umur 57 HST kemudian kembali terjadi penurunan hingga umur 60 HST.
Dari Gambar 16 dapat dilihat bahwa kurva respon jumlah bunga betina gugur pada umur 48 HST terhadap pemberian konsentrasi etephon menunjukkan
adanya persamaan linier dimana dengan bertambahnya konsentrasi etephon jumlah bunga betina yang gugur semakin berkurang, pada umur 60 HST persamaan garis menunjukkan adanya persamaan kuadratik, dimana
bertambahnya konsentrasi etephon jumlah bunga betina yang gugur semakin tinggi Y max = 1.63 pada E = 251 ppm
Data rataan jumlah total bunga betina yang gugur pada perlakuan konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 menunjukkan jumlah total bunga betina yang gugur tertinggi
terdapat pada konsentrasi etephon 450 ppm (E4) (9.44) dan yang terendah terdapat pada perlakuan E1 (5.17)
Tabel 6. Pengaruh konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon terhadap jumlah bunga betina yang gugur 42 - 60 HST (bunga)
Etepon Frekwensi Rataan
W1=1x aplikasi W2= 2x aplikasi W3=3x aplikasi
E1=0 ppm 1.19 1.04 1.45 1.23b
42 HST E2=150 ppm 1.22 1.05 1.47 1.25a
E3=300 ppm 0.88 0.81 0.71 0.80c
E4=450 ppm 1.04 1.04 0.88 0.99bc
Rataan 1.08 0.98 1.13
E3=300 ppm 1.15 1.94 1.39 1.49b
E4=450 ppm 1.33 1.29 1.46 1.36bc
Rataan 1.26 1.52 1.39
Gambar 14. Perkembangan jumlah bunga betina gugur pada perlakuan konsentrasi etephon pada pengamatan 42 – 60 HST
Gambar 15. Perkembangan jumlah bunga betina pada perlakuan frekuensi aplikasi etephon pada pengamatan 42 – 60 HST.
Gambar 16. Kurva respon jumlah bunga betina gugur umur 42 dan 60 HST pada perlakuan konsentrasi etephon
Tabel 7. Pengaruh konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon terhadap jumlah total bunga betina yang gugur
Etepon Frekwensi Rataan
W1=1x aplikasi W2=2x aplikasi W3=3x aplikasi
E1= 0 ppm 5.67 5.33 4.50 5.17
E2= 150 ppm 5.50 12.33 10.50 9.40
E3= 300 ppm 3.00 8.67 10.33 7.33
E4= 450 ppm 9.33 9.33 9.67 9.44
Rataan 5.88 8.92 8.75
Jumlah Bunga Jantan (Bunga)
Data hasil pengamatan jumlah bunga jantan 33- 60 Hari Setelah Tanam (HST) dan analisis ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 32-35. Hasil sidik
ragam menunjukkan bahwa konsentrasi etephon berpengaruh nyata terhadap jumlah total bunga jantan frekuensi aplikasi etephon berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah bunga jantan dan interaksi antara konsentrasi etephon dan
frekuensi aplikasi etephon berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah bunga jantan.
Data rataan jumlah bunga jantan pada perlakuan konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 menunjukkan bunga jantan pada konsentrasi etephon, frekuensi
aplikasi etephon dan interaksi konsentrasi etephon dengan frekuensi aplikasi etephon tidak berpengaruh nyata terhadap bunga jantan.
Data pengamatan ini dapat dibuat gambar perkembangan pertumbuhan tanaman. Perkembangan jumlah bunga jantan pada tanaman mentimun pada 4 konsentrasi etephon (0, 150, 300 dan 450 ppm) dan Frekuensi aplikasi etephon
(1x, 2x dan 3x aplikasi) pada pengamatan 33-60 HST digambarkan pada Gambar 17-18.
Tabel 8 dan Gambar 17 menunjukkan perkembangan jumlah bunga Jantan tanaman mentimun pada perlakuan konsentrasi etephon yang tertinggi adalah pada perlakuan E2 pada umur 39-60 HST dan jumlah bunga jantan yang terendah
E3 pada umur 33-45 HST kemudian pada umur 48 dan 54-60 HST yang terendah adalah E1 . Pada E1 perkembangan bunga jantan meningkat pada umur 48 HST
kemudian kembali terjadi penurunan hingga umur 60 HST, pada perlakuan E2 titik perkembangan bunga jantan meningkat pada umur 48 HST kemudian kembali terjadi penurunan hingga umur 60 HST, perlakuan E3 perkembangan bunga jantan
meningkat sampai umur 51 HST kemudian kembali terjadi penurunan hingga umur 60 HST, perlakuan E4 perkembangan bunga jantan meningkat sampai umur
48 HST kemudian kembali terjadi penurunan hingga umur 60 HST.
Tabel 8 dan Gambar 18 menunjukkan perkembangan jumlah bunga jantan tanaman mentimun pada perlakuan aplikasi etephon yang tertinggi perlakuan W2.
kembali terjadi penurunan hingga umur 60 HST, pada perlakuan W2 perkembangan bunga jantan meningkat sampai umur 48 HST kemudian kembali terjadi penurunan hingga umur 60 HST, perlakuan W3 perkembangan bunga
jantan meningkat sampai umur 48 HST kemudian kembali terjadi penurunan hingga umur 60 HST.
Data rataan jumlah total bunga jantan pada perlakuan konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 menunjukkan bunga jantan pada konsentrasi etephon berpengaruh
nyata, frekuensi aplikasi etephon dan interaksi konsentrasi etephon tidak berpengaruh nyata terhadap total bunga jantan.
Tabel 9 menunjukkan konsentrasi etephon pada jumlah bunga jantan terbentuk tertinggi terdapat pada konsentrasi etephon 450 ppm (E4) (15.06) tidak berbeda nyata terhadap jumlah bunga jantan terhadap 150 ppm (E2) namun
berbeda nyata dengan konsentrasi etephon 0 ppm (E1) dan 300 ppm (E3).
Dari Gambar 19 dapat dilihat bahwa kurva respon jumlah bunga betina
terhadap pemberian konsentrasi etephon pada persamaan garis menunjukkan adanya persamaan kubik, pada konsentrasi yang rendah jumlah bunga betina meningkat hingga 29 pada konsentrasi 50 ppm kemudian menurun lagi hingga
Tabel 8. Pengaruh konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon terhadap jumlah bunga jantan 33-60 HST (bunga)
Etepon Frekwensi Rataan
W1=1x aplikasi W2=2x aplikasi W3=3x aplikasi
Gambar 17. Perkembangan jumlah bunga jantan pada perlakuan konsentrasi etephon pada pengamatan 33 – 60 HST
Gambar 18. Perkembangan jumlah bunga jantan pada perlakuan frekuensi aplikasi etephon pada pengamatan 33 – 60 HST
Tabel 9. Pengaruh konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon terhadap jumlah bunga jantan
Etepon Frekwensi Rataan
W1=1x aplikasi W2=2x aplikasi W3=3x aplikasi
E1= 0 ppm 32.83 27.33 26.67 28.94a
E2= 150 ppm 29.00 24.33 23.00 25.44b
E3= 300 ppm 14.00 22.00 13.50 16.50c
E4= 450 ppm 20.17 22.67 22.17 21.67bc
Gambar 19. Kurva respon jumlah bunga Jantan pada perlakuan Konsentrasi Etephon
Rasio Bunga Betina/Bunga Jantan
Data hasil pengamatan rasio bunga betina/bunga jantan 33-60 hari setelah tanam (MST) dan analisis ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 36 - 39. Hasil
sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi etephon berpengaruh nyata terhadap rasio bunga betina/bunga jantan pada pengamatan 48 HST, frekuensi aplikasi
etephon berpengaruh tidak nyata terhadap rasio bunga betina/bunga jantan dan interaksi antara konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon berpengaruh tidak nyata terhadap rasio bunga betina/bunga jantan.
Data rataan rasio bunga betina/bunga jantan pada perlakuan konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 menunjukkan konsentrasi etephon pada rasio bunga betina/bunga jantan 48 HST tertinggi terdapat pada konsentrasi etephon 300 ppm (E3) (1.19) berbeda tidak nyata terhadap rasio bunga betina/bunga jantan pada konsentrasi
terhadap 450 ppm (E4) namun berbeda nyata dengan konsentrasi etephon 0 ppm (E1) dan 150 ppm (E2).
Data pengamatan ini dapat dibuat gambar perkembangan pertumbuhan
tanaman. Perkembangan rasio bunga betina/bunga jantan pada tanaman mentimun pada 4 konsentrasi etephon (0, 150, 300 dan 450 ppm) dan Frekuensi
aplikasi etephon (1x, 2x dan 3x aplikasi) pada pengamatan 1 - 8 MST digambarkan pada Gambar 20-21.
Data pengamatan dapat dibuat pada kurva respon pada 4 konsentrasi
etephon (0, 150, 300 dan 450 ppm) pada pengamatan 48 HST digambarkan pada Gambar 23
Dari Gambar 23 dapat dilihat bahwa kurva respon rasio bunga betina/bunga jantan pada umur 48 HST terhadap pemberian konsentrasi etephon pada persamaan garis menunjukkan adanya persamaan linier dimana dengan
bertambahnya konsentrasi etephon jumlah bunga betina yang gugur semakin bertambah.
Tabel 10. Pengaruh konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon terhadap Rasio bunga betina/bunga jantan 33-60 HST
Etepon Frekwensi Rataan
W1=1x aplikasi W2=2x aplikasi W3=3x aplikasi
E1=0 ppm 0.77 0.76 0.74 0.76
Tabel 10 dan Gambar 20 menunjukkan perkembangan jumlah bunga Jantan tanaman mentimun pada perlakuan konsentrasi etephon. Pada E1 perkembangan rasio bunga betina/bunga jantan meningkat pada umur 42 HST
kemudian kembali terjadi penurunan hingga umur 60 HST, pada perlakuan E2 titik perkembangan rasio bunga betina/bunga jantan meningkat pada umur 45 HST
kemudian kembali terjadi penurunan hingga umur 60 HST, perlakuan E3 perkembangan rasio bunga betina/bunga jantan meningkat sampai umur 45 HST kemudian kembali terjadi penurunan hingga umur 60 HST, perlakuan E4
perkembangan rasio bunga betina/bunga jantan meningkat sampai umur 54 HST kemudian kembali terjadi penurunan hingga umur 60 HST.
Tabel 10 dan Gambar 21 menunjukkan perkembangan rasio bunga betina/bunga jantan tanaman mentimun pada perlakuan aplikasi etephon yang tertinggi perlakuan W2. Pada W1 perkembangan rasio bunga betina/bunga jantan
meningkat pada umur 48 HST kemudian kembali terjadi penurunan hingga umur 60 HST, pada perlakuan W2 titik perkembangan rasio bunga betina/bunga jantan
meningkat pada umur 45 HST kemudian kembali terjadi penurunan pada 48 HST meningkat lagi pada umur 54 HST kemudian kembali terjadi penurunan hingga umur 60 HST, perlakuan W3 perkembangan rasio bunga betina/bunga jantan
Gambar 20. Perkembangan rasio bunga betina/bunga jantan pada perlakuan konsentrasi etephon pada pengamatan 33 – 60 HST.
Gambar 23. Kurva respon rasio bunga betina/ bunga jantan umur 48 HST pada perlakuan Konsentrasi Etephon
Tabel 11 menunjukkan konsentrasi etephon pada jumlah rasio bunga betina/bunga jantan tertinggi terdapat pada konsentrasi etephon 300 ppm (E3)
(0.88) berbeda tidak nyata terhadap rasio bunga betina/bunga jantan pada konsentrasi terhadap 450 ppm (E4) namun berbeda nyata dengan konsentrasi etephon 0 ppm (E1) dan 150 ppm (E2).
Tabel 11. Pengaruh konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon terhadap Rasio bunga betina/bunga jantan
Etepon Frekwensi Rataan
W1= 1x aplikasi W2=2x aplikasi W3=3x aplikasi
E1= 0 ppm 0.34 0.36 0.51 0.40d
E2= 150 ppm 0.41 0.65 0.65 0.57c
E3= 300 pmm 0.83 0.59 1.23 0.88a
E4= 450 ppm 0.72 0.66 0.75 0.71ab
Rataan 0.58 0.56 0.79
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf tidak sama pada baris menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji beda rataan Duncan taraf 5%
Gambar 24. Kurva respon rasio bunga betina/bunga jantan perlakuan Konsentrasi Etephon dan frekuensi Aplikasi
Dari Gambar 24 dapat dilihat bahwa kurva respon jumlah bunga betina terhadap pemberian konsentrasi etephon pada persamaan garis menunjukkan
adanya persamaan kubik, pada konsentrasi yang rendah jumlah bunga betina meningkat hingga 0.4 pada konsentrasi 55 ppm kemudian menurun lagi hingga
0.9 pada konsentrasi 360.
Jumlah Buah Pertanaman (Buah)
Data hasil pengamatan jumlah buah pertanaman dan analisis ragamnya
dapat dilihat pada Lampiran 40-41. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi etephon berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah buah pertanaman,
frekuensi aplikasi etephon berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah buah pertanaman dan interaksi antara konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah buah pertanaman.
Data rataan jumlah buah pertanaman pada perlakuan konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Pengaruh konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon terhadap jumlah buah pertanaman
Bobot buah Pertanaman (kg)
Data hasil pengamatan jumlah bobot persampel 42-69 hari setelah tanam (MST) dan analisis ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 42-43. Hasil sidik
ragam menunjukkan bahwa konsentrasi etephon berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah bobot pertanaman, frekuensi aplikasi etephon berpengaruh tidak nyata
terhadap jumlah bobot pertanaman dan interaksi antara konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah bobot pertanaman.
Data rataan jumlah bobot pertanaman pada perlakuan konsentrasi etephon dan frekuensi aplikasi etephon dapat dilihat pada Tabel 13.
Data pengamatan ini dapat dibuat gambar perkembangan pertumbuhan tanaman. Perkembangan bobot buah pertanaman pada tanaman mentimun pada 4 konsentrasi etephon (0, 150, 300 dan 450 ppm) dan Frekuensi aplikasi etephon
Etepon Frekwensi Rataan
W1=1x aplikasi W2=2x aplikasi W3=3x aplikasi
E1= 0 ppm 5.33 4.17 5.33 4.94
E2= 150 ppm 5.67 3.67 4.67 4.67
E3= 300 ppm 6.17 4.67 3.50 4.78
E4= 450 ppm 5.17 5.50 6.17 5.61