DAMPAK AKTIVITAS PERTAMBANGAN EMAS
TANPA IZIN TERHADAP KESEJAHTERAAN
RUMAH TANGGA
GURANDIL
WIRA FUJI ASTUTI
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Gurandil adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2015
ABSTRAK
WIRA FUJI ASTUTI. Dampak Aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Gurandil. Di bawah bimbingan IVANOVICH AGUSTAdanMAHMUDI SIWI
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara faktor-faktor pendorong munculnya gurandil dengan aktivitas yang dilakukan oleh gurandil dalam melakukan penambangan emas tanpa izin dan hubungannya dengan kesejahteraan rumah tangga dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman. Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif, yaitu penggunaan instrumen berupa kuesioner, dan didukung data kualitatif dengan metode wawancara mendalam, observasi partisipatif, dan penelusuran dokumen. Hasil penelitian ini memaparkan bahwa faktor pendorong munculnya gurandil berhubungan dengan tingkat aktivitas gurandil dalam melakukan penambangan emas tanpa izin. Faktor yang sangat mempengaruhi tingginya aktivitas gurandil adalah faktor ekonomi karena rendahnya tingkat pendapatan yang diperoleh untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Faktor lain yang mempengaruhi aktivitas gurandil adalah faktor hukum dan faktor sosial. Tingkat aktivitas gurandil dikategorikan sesuai dengan karakteristik gurandil yaitu gurandil cetek, gurandil biasa, dan gurandil tong. Aktivitas gurandil dalam melakukan penambangan emas tanpa izin paling tinggi adalah gurandil cetek. Berdasarkan aktivitas gurandil tersebut diperoleh hubungan dengan tingkat kesejahteraan rumah tangga gurandil yang dilihat dari kondisi fisik bangunan tempat tinggal, tingkat kesehatan, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan tingkat pengeluaran.
ABSTRACT
WIRA FUJI ASTUTI. The Impact of the Activities of Illegal Mining for Household Welfare Gurandil. Under the guidance of IVANOVICH AGUSTA and MAHMUDI SIWI
This study aimed to analyze relationship between factors which are stimulated emergence of gurandil with activities undertaken by gurandil in doing illegal gold mining, and its relationship with welfare of households, by using Spearman rank correlation test. This research was conducted using quantitative research approach, namely use of instruments such as questionnaires, and qualitative data supported by in-depth interviews, participant observation and document analysis. Results of this study explain that the factors stimulates the emergence gurandil are associated with the level of activity in the gold mining without permission. Factors that influence intensity of gurandil's activity is economic factors, because of low level of earned income to meet family needs. Another factor that affects activity of gurandil is legal factors and social factors. Gurandil activity levels are categorized according to the characteristics, namely gurandil shallow, regular gurandil, and gurandil barrel. Gurandil activity in gold mining without permission is gurandil shallow highest. Based on the obtained relationship gurandil activity by household welfare level gurandil is seen from physical condition of residential buildings, level of health, education level, income level, and level of expenditure.
DAMPAK AKTIVITAS PERTAMBANGAN EMAS
TANPA IZIN TERHADAP KESEJAHTERAAN
RUMAH TANGGA
GURANDIL
WIRA FUJI ASTUTI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Skripsi : Dampak Aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin terhadap Kesejahteran Rumah Tangga Gurandil
Nama : Wira Fuji Astuti
NIM : I34110055
Disetujui oleh
Dr Ivanovich Agusta, SP, MSi Mahmudi Siwi, SP, MSi
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Diketahui
Dr Ir Siti Amanah, MSc Ketua Departemen
PRAKATA
Untaian puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Semesta Alam yang memberikan nikmat jasmani dan rohani serta waktu yang bermanfaat bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Dampak Aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Gurandil“ dapat diselesaikan tanpa hambatan dan masalah yang berarti. Pujian dan sholawat senantiasa penulis sampaikan kepada Rasulullah SAW, keluarga beliau, dan para sahabat hingga tabi’in dan pengikutnya hingga hari akhir.
Penghargaan dan terimakasih penulis sampaikan untuk Bapak Enkon Sukondi sebagai kepala desa, Bapak Ahmad Rifai sebagai sekretaris Desa Pangkal Jaya, keluarga Ibu Neng dan Bapak Adang, perangkat Desa Pangkal Jaya dan seluruh masyarakat Desa Pangkal Jaya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian di daerah tersebut dan telah memberikan kemudahan bagi penulis sehingga terselesaikannya skripsi ini.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Dr Ivanovich Agusta, SP, MSi dan Mahmudi Siwi, SP, MSi sebagai dosen pembimbing yang senantiasa memberikan saran, kritik, dan motivasi selama proses penulisan skripsi ini. Penulis juga menyampaikan hormat dan terimakasih kepada Ibu Masneti dan Bapak Asril orang tua tercinta, kakak, dan adik tersayang serta semua keluarga yang selalu berdoa dan senantiasa melimpahkan kasih sayangnya untuk penulis. Terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Ir Fredian Tonny Nasdian, MS dan Bapak Martua Sihaloho, SP, MSi sebagai penguji dalam sidang skripsi yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis serta Bapak Dr Sofyan Sjaf, MSi
selaku dosen penguji petik yang telah melakukan pengkoreksian pada sistematika dan tata cara penulisan yang baik.
Tidak lupa terimakasih juga penulis sampaikan kepada Anita Pertiwi, Dwi Tasya Liandra sebagai sahabat yang selalu memberikan dukungan dan semangat layaknya keluarga, Ikatan Pelajar Mahasiswa Minang khususnya angkatan 48, Ikatan Mahasiswa Serambi Mekah dan Pagaruyung serta temen-temen satu bimbingan Desi Rosita, Nashrul Latif dan Ami Kusuma Handayani yang saling menyemangati satu sama lain. Dan juga ucapan terimakasih kepada keluarga besar SKPM terutama untuk temen-temen seperjuangan SKPM 48 atas semangat dan kebersamaan selama ini serta semua pihak yang telah memberikan dukungan sehingga terselesaikannya skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Mei 2015
DAFTAR ISI
Masalah Penelitian 3
Tujuan Penelitian 4
Kegunaan Penelitian 4
PENDEKATAN TEORITIS 5
Tinjauan Pustaka 5
Pengertian Pertambangan 5
Pertambangan Emas Tanpa Izin (Peti) 6
Dampak Aktivitas Pertambangan 7
Dampak Aspek Sosial-Ekonomi 8
Kesejahteraan 9
Kerangka Pemikiran 10
Hipotesis 11
Definisi Operasional 12
PENDEKATAN LAPANGAN 19
Metode Penelitian 19
Lokasi dan Waktu Penelitian 19
Teknik Pemilihan Responden dan Informan 19
Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data 20
Teknik Pengolahan dan Analisis Data 21
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 23
Kondisi Geografis dan Lingkungan 23
Kondisi Demografi dan Ekonomi Sosial Budaya 24
Kondisi Sarana dan Prasarana 27
Kondisi Sosial Budaya 28
FAKTOR PENDORONG MUNCULNYA PENAMBANG EMAS TANPA
IZIN (GURANDIL) 29
Karakteristik Responden 29
Faktor Sosial 31
Faktor Hukum 33
Faktor Ekonomi 35
AKTIVITAS PERTAMBANGAN EMAS TANPA IZIN (GURANDIL) 39 Identifikasi Tingkat Aktivitas Gurandil di Desa Pangkal Jaya 39 Tingkat Aktivitas Penambang Gurandil Cetek (Kecil) 40
Tingkat Aktivitas Penambang Gurandil Biasa 42
Tingkat Aktivitas Penambang Gurandil Tong 44
KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA GURANDIL 49
HUBUNGAN FAKTOR PENDORONG, TINGKAT AKTIVITAS DAN
KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA GURANDIL 69
Hubungan Faktor Pendorong dan Aktivitas Gurandil 69 Hubungan Tingkat Aktivitas dengan Tingkat Kesejahteraan Rumah
Tangga Gurandil 70
SIMPULAN DAN SARAN 73
Simpulan 73
Saran 74
DAFTAR PUSTAKA 75
DAFTAR TABEL
1 Definisi operasional faktor-faktor pendorong 12
2 Definisi operasional aktivitas gurandil 13
3 Definisi operasional tingkat kesejahteraan 15
4 Pemilihan informan 20 10 Jumlah dan persentase penduduk menurut jenis pekerjaan di
Desa Pangkal Jaya tahun 2013 26
11 Jumlah penduduk menurut umur di Desa Pangkal Jaya tahun 2014 26 12 Jumlah dan persentase penduduk menurut tingkat pendidikan di
Desa Pangkal Jaya tahun 2013 27
13 Sarana dan prasarana pendidikan di Desa Pangkal Jaya tahun 2013 27 14 Sarana dan prasarana peribadatan Desa Pangkal Jaya tahun 2013 28 15 Kondisi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PKMS) Di
Desa Pangkal Jaya tahun 2013 28
16 Jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan kategori
umur di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 29
17 Jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan tingkat
pendidikan di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 30 18 Jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan luas lahan
yang dimiliki di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 30 19 Jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan tingkat
pengetahuan tentang hukum pertambangan di Desa Pangkal Jaya
tahun 2015 34
20 Jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan tingkat
pendapatan sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 37 21 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek
berdasarkan status kepemilikan rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 49 22 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek
berdasarkan jenis lantai rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 50 23 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek
berdasarkan jenis dinding rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 50 24 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek
berdasarkan sumber air minum rumah tangga di Desa Pangkal Jaya
tahun 2015 51
25 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek berdasarkan fasilitas MCK rumah tangga di Desa Pangkal Jaya
26 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek
berdasarkan tingkat kesehatan di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 52 27 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek
berdasarkan tempat berobat di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 52 28 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek
berdasarkan kepemilikan alat transportasi di Desa Pangkal Jaya
tahun 2015 53
29 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa
berdasarkan status kepemilikan rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 56 30 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa
berdasarkan jenis lantai rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 56 31 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa
berdasarkan jenis dinding rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 57 32 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa
berdasarkan sumber air minum rumah tangga di Desa Pangkal Jaya
tahun 2015 57
33 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa berdasarkan fasilitas MCK rumah tangga di Desa Pangkal Jaya
tahun 2015 57
34 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa berdasarkan kepemilikan alat transportasi di Desa Pangkal Jaya
tahun 2015 58
35 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa
berdasarkan tingkat kesehatan di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 58 36 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa
berdasarkan tempat berobat di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 58 37 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong
berdasarkan status kepemilikan rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 61 38 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong
berdasarkan jenis lantai rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 62 39 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong
berdasarkan jenis dinding rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 62 40 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong
berdasarkan sumber air minum rumah tangga di Desa Pangkal Jaya
tahun 2015 63
41 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong berdasarkan fasilitas MCK rumah tangga di Desa Pangkal Jaya
tahun 2015 63
42 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong berdasarkan kepemilikan alat transportasi di Desa Pangkal Jaya
tahun 2015 63
43 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong
berdasarkan tingkat kesehatan di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 64 44 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong
berdasarkan tempat berobat di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 64 45 Uji kolerasi Rank Sperman faktor –faktor pendorong munculnya
46 Uji korelasi Rank Spearman tingkat aktivitas gurandil dengan tingkat kesejahteraan rumah tangga sebelum menjadi gurandil di
Desa Pangkal Jaya 71
47 Uji korelasi Rank Spearman tingkat aktivitas gurandil dengan
tingkat kesejahteraan rumah tangga sesudah menjadi gurandil di Desa
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka Pemikiran 11
2 Grafik jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan tingkat pengetahuan tentang hukum pertambangan di Desa Pangkal
Jaya tahun 2015 33
3 Grafik jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan
pendapatan sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 36
4 Bangunan rumah gurandil cetek 41
5 Bangunan rumah gurandil tong 44
6 Grafik jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan
tingkat keselamatan kerja di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 45 7 Grafik jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan
tingkat keselamatan kerja di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 46 8 Grafik jumlah pendapatan sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal
Jaya tahun 2015 53
9 Grafik jumlah pendapatan sesudah menjadi gurandil di Desa Pangkal
Jaya tahun 2015 54
10 Grafik jumlah pengeluaran sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal
Jaya tahun 2015 55
11 Grafik jumlah pengeluaran sesudah menjadi gurandil di Desa Pangkal
Jaya tahun 2015 55
12 Grafik jumlah pendapatan sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal
Jaya tahun 2015 59
13 Grafik jumlah pendapatan sesudah menjadi gurandil di Desa Pangkal
Jaya tahun 2015 59
14 Grafik jumlah pengeluaran sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal
Jaya tahun 2015. 60
15 Grafik jumlah pengeluaran sesudah menjadi gurandil di Desa Pangkal
Jaya tahun 2015 61
16 Grafik jumlah pendapatan sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal
Jaya tahun 2015 65
17 Grafik jumlah pendapatan sesudah menjadi gurandil di Desa Pangkal
Jaya tahun 2015 65
18 Grafik jumlah pengeluaran sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal
Jaya tahun 2015 66
19 Grafik jumlah pengeluaran sesudah menjadi gurandil di Desa Pangkal
DAFTAR LAMPIRAN
1 Sketsa lokasi penelitian 81
2 Jadwal penelitian 82
3 Uji Reliabilitas 83
4 Hasil Uji Korelasi Rank Spearman 83
5 Deskripsi statistik pengeluaran sebelum menjadi gurandil cetek di Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dalam
satu tahun terakhir 84
6 Deskripsi statistik pengeluaran sesudah menjadi gurandil Cetek di Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dalam
satu tahun terakhir 85
7 Deskripsi statistik pengeluaran sebelum menjadi gurandil biasa
di Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dalam
satu tahun terakhir 86
8 Deskripsi statistik pengeluaran sesudah menjadi gurandil biasa di Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dalam
satu tahun terakhir 87
9 Deskripsi statistik pengeluaran sebelum menjadi gurandil tong
di Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dalam
satu tahun terakhir 88
10 Deskripsi statistik pengeluaran sesudah menjadi gurandil tong
di Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dalam
satu tahun terakhir 89
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sebagai salah satu sektor industri dalam tatanan ekonomi global, industri pertambangan memiliki posisi dominan dalam pembangunan sosial ekonomi negara maju dan berkembang. Hadirnya sektor industri memberikan dampak positif maupun negatif bagi masyarakat. Tanpa menampik dampak positifnya, dampak negatif dalam ranah sosial, ekonomi, lingkungan, politik, dan budaya yang ditimbulkan sektor industri ini lebih banyak. Dampak negatif tersebut cenderung membesar di negara-negara berkembang atau di negara-negara yang menghadapi kendala ketidakefektifan sistem pemerintahan, ketiadaan regulasi (perundangan) yang memadai serta tingginya gejolak sosial-politik (Kristanto 2004). Pembangunan yang sedang dilaksanakan oleh pemerintah bukan semata-mata berorientasi pada pembangunan fisik saja melainkan lebih jauh dimaksudkan untuk pembangunan manusia Indonesia seutuhnya lahir dan batin menuju peningkatan taraf hidup rakyat Indonesia yang adil dan makmur sejahtera. Sesuai pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 yaitu ”Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Oleh karena itu, pemerintah berusaha memanfaatkan sumber tenaga, sumber alam dan teknologi untuk pertumbuhan pembangunan ekonomi Indonesia.
Pengelolaan dan penguasaan sumber daya alam telah dibangun melalui semangat UUD 1945 Pasal 33 dengan tujuan utama adalah untuk sebesar besarnya kemakmuran bagi rakyat Indonesia. Amanat UUD 1945 ini merupakan landasan pembentukan kebijakan pertambangan yakni Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Pokok Pertambangan Mineral dan Batubara yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Menurut Saleng (2007), dibentuknya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara merupakan konsekuensi dari lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota dan Provinsi sebagai Daerah Otonom.
Pembinaan dan penyiapan masyarakat menjadi masyarakat industri, hanya dimungkinkan oleh pengetahuan yang luas dan mendalam tentang perubahan - perubahan yang terjadi dalam masyarakat tersebut. Namun lebih dari itu, industri membutuhkan kesiapan sosial budaya dari masyarakat untuk menerima, mendukung serta melestarikan keberadaan fisik suatu industri di tengah masyarakat bahkan justru kesiapan sosial budaya ini merupakan faktor penting dalam penunjang lajunya proses industri dalam suatu masyarakat.
Industri tambang mineral dan migas dapat berkembang sangat pesat karena kebutuhan dan permintaan atas mineral dan energi yang terus meningkat bersamaan dengan pertumbuhan jumlah penduduk serta kesejahteraan. Namun di balik peningkatan tersebut, terdapat dua permasalahan besar yang dihadapi industri yaitu pertama cadangan sumber alam semakin menipis dan kedua resistensi masyarakat khusus nya masyarakat lokal semakin meningkat yang terungkap dari kasus konflik antaran korporasi dengan komunitas lokal, baik diakibatkan oleh praktik tambang sendiri mapun berbentuk konflik kepentingan. Oleh sebab itu, dibalik pesatnya perkembangan industri tambang dan migas, kedudukan korporasi sangat rentan terhadap tekanan utamanya dari kalangan civil society karena persepsi umum melihat praktik industri tersebut lebih banyak memberikan dampak negatif daripada positifnya terhadap lingkungan sekitar, secara fisik maupun sosial (Prayogo 2011)
Hadirnya industri pertambangan di daerah Bogor menimbulkan daya tarik tersendiri bagi pencari kerja baik dari dalam maupun dari luar daerah pertambangan, sehingga akan menimbulkan masyarakat yang majemuk. Dengan adanya masyarakat tersebut, berbagai macam budaya dan prilaku akan berpengaruh kepada kehidupan baik pada kondisi sosial maupun kondisi ekonomi. Sebelum adanya industri mata pencarian mayarakat adalah di bidang pertanian. Seiring berkembangnya industri yang masuk ke pedesaan perlahan lahan budaya bertani mulai luntur dan masyarakat lebih tertarik untuk bekerja di industri. Akan tetapi, untuk masuk ke ranah industri masyarakat juga harus bersaing satu sama lain agar terserap oleh industri. Persaingan yang ada yaitu persaingan dalam hal keterampilan (skill) dan juga pengetahuan masyarakat pada bidang pekerjaan yang menuntut kedua hal tersebut. Hal ini terjadi saat perusahaan mengambil karyawan dari luar daerah, jika ada orang lokal biasanya perusahaan hanya memposisikan mereka sebagai satpam atau pembantu saat survei lapangan. Dikarenakan kebanyakan masyarakat asli daerah tersebut masih berpendidikan rendah dan minim dalam kemampuan.
Bengkulu, Kalimantan, dan Nusa Tenggara Timur, sementara hanya 30% saja yang berasal dari Desa Bantar Karet dan Desa Cisarua1. Pada saat ini harga emas yang di tambang dan diolah dengan cara sederhana mencapai Rp 12 500 000/ons. Hal tersebut dapat memicu tingginya aktivitas masyarakat untuk melakukan penambangan gurandil.
Dampak yang yang diakibatkan oleh kegiatan tersebut diperkirakan lebih besar dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan besar di bidang pertambangan, karena kegiatan penambangan liar dilakukan dengan menggunakan peralatan tradisional yang menyebabkan korban jiwa pada saat melakukan proses penambangan. Dari uraian diatas, maka perlu dikaji sejauhmana dampak aktivitas pertambangan emas tanpa izin terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat gurandil?
Masalah Penelitian
Berdirinya perusahaan pertambangan dapat memberikan dampak positif maupun negatif terhadap sosial dan ekonomi masyarakat sekitar dan nantinya akan menghadirkan sebuah kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh masyarakat. Kegiatan pertambangan tersebut ada yang memiliki izin dan tidak memiliki izin. Namun, sebagian besar masyarakat dalam melakukan kegiatan pertambangan tidak memiliki ijin dari pihak atau instansi manapun yang terkait. Menurut beberapa literatur dengan pandangan-pandangan yang berbeda, keberadaan perusahaan memberikan dampak yang positif, seperti yang dikemukakan Ismono (2010) menyatakan keberadaan perusahaan pertambangan belum tentu memberikan dampak yang positif terhadap masyarakat. Selain itu kegiatan penambangan tanpa izin pada suatu wilayah dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap kondisi sosial-ekonomi masyarakat. Munculnya para penambang liar atau tanpa izin disebabkan oleh adanya berbagai faktor pendorong seperti faktor sosial, faktor ekonomi, faktor hukum dan faktor-faktor lainnya.
Oleh karena itu, menjadi penting bagi peneliti untuk mengkaji sejauhmana faktor pendorong munculnya gurandil berhubungan dengan tingkat aktivitas
gurandil untuk melakukan pertambangan tanpa izin?
Masyarakat yang tidak terserap oleh perusahaan pertambangan besar memilih bekerja sebagai penambang liar. Pertambangan emas tanpa izin ini bagi sebagian masyarakat menjadi tumpuan hidup, karena dapat menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan pada sektor pertanian. Akan tetapi pekerjaan tersebut belum tentu menjadikan hidup masyarakat sejahtera. Taraf hidup atau tingkat kesejahteraan masyarakat adalah perubahan kondisi ekonomi masyarakat yang diukur dengan tingkat pendidikan, bentuk bangunan rumah, dan kesanggupan untuk memenuhi kebutuhan primer, sekunder maupun tersier. Berdasarkan tingkat pendidikan, Paryono (2005) menyatakan bahwa semenjak beroperasinya kegiatan pertambangan, pendapatan masyarakat dari sektor pertanian lebih rendah dibandingkan dengan sektor non pertanian. Desa Pangkal Jaya merupakan salah satu desa yang berbatasan langsung dengan daerah
1
pertambangan emas. Akan tetapi dalam kegiatannya, masyarakat lokal belum begitu terlibat. Oleh karena itu, menjadi penting bagi peneliti untuk mengkaji sejauhmana aktivitas sebagai penambang tanpa izin berhubungan dengan tingkat kesejahteraan rumah tangga gurandil?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian secara umum adalah untuk menganalisis sejauhmana dampak kegiatan pertambangan tanpa izin terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat gurandil di Desa Pangkal Jaya, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. Kemudian tujuan khususnya ialah menjawab pertanyaan permaasalahan, yakni:
1. Menganalisis hubungan antara faktor pendorong munculnya gurandil berhubungan dengan tingkat aktivitas gurandil untuk melakukan pertambangan tanpa izin.
2. Menganalisis hubungan antara aktivitas sebagai penambang tanpa izin (gurandil) dan tingkat kesejahteraan rumah tangga gurandil
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa manfaat antara lain untuk:
1. Akademisi, yaitu memberikan tambahan khasanah pengetahuan mengenai dampak yang ditimbulkan baik itu positif maupun negatif oleh keberadaan perusahaan pertambangan dan aktivitas pertambangan emas tanpa izin serta membuka realitas pikiran bagi mahasiswa dalam menanggapi permasalahan tersebut
2. Masyarakat, untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari aktivitas pertambangan tanpa izin terhadap kehidupan sosial-ekonomi masyarakat dan membantu masyarakat dalam menyikapi dampak tersebut khususnya para gurandil
PENDEKATAN TEORITIS
Bab ini menjelaskan mengenai berbagai pustaka yang dirujuk dalam melakukan penelitian. Pustaka-pustaka tersebut diambil dari berbagai sumber seperti buku, peraturan pemerintah, maupun hasil-hasil penelitian. Selain itu, bab ini juga menjelaskan mengenai kerangka penelitian beserta dengan hipotesis penelitian, dan definisi operasional dari masing-masing variabel yang dihitung.
Tinjauan Pustaka
Pengertian Pertambangan
Berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2012, Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka penguasaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pascatambang. Sedangkan Penambangan adalah bagian kegiatan Usaha Pertambangan untuk memproduksi mineral dan/ atau batubara dan mineral ikutannya. Pertambangan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian, penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian (mineral, batubara, panas bumi, migas). Menurut UU No. 11 Tahun 1967, bahan tambang tergolong menjadi 3 jenis, yakni: Golongan A (yang disebut sebagai bahan strategis), Golongan B (bahan vital), dan Golongan C (bahan tidak strategis dan tidak vital). Bahan Golongan A merupakan barang yang penting bagi pertahanan, keamanan dan strategis untuk menjamin perekonomian negara dan sebagian besar hanya diizinkan untuk dimiliki oleh pihak pemerintah, contohnya minyak, uranium dan plutonium. Sementara, Bahan Golongan B dapat menjamin hayat hidup orang banyak, contohnya emas, perak, besi dan tembaga. Bahan Golongan C adalah bahan yang tidak dianggap langsung mempengaruhi hayat hidup orang banyak, contohnya garam, pasir, marmer, batu kapur dan asbes.
ekonomi akan tertarik ke wilayah pertumbuhan yang baru dan menyebabkan jasa-jasa lainnya akan tumbuh, baik jasa-jasa yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan pertambangan.
Pertambangan Emas Tanpa Izin (Peti)
Kegiatan Peti adalah usaha pertambangan yang dilakukan oleh perorangan, sekelompok orang atau perusahaan/yayasan berbadan hukum yang dalam operasinya tidak memiliki izin dari instansi pemerintah pusat atau daerah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Ngadiran, Santoso dan Purwoko (2002) persolan-persoalan kegiatan pertambangan emas tanpa izin diantaranya:
a. Keselamatan kerja kurang terjamin karena para penambang dalam pengolahan bijih emas menggunakan bahan kimia beracun seperti sianida dan merkuri
b. Modal kerja ditanggung oleh seorang pemilik lubang atau pemilik mesin. Cara patungan diupayakan diantara penambang sekalipun jumlahnya sangat terbatas. Apabila modal tetap saja belum mencukupi, para penambang sering sekali terpaksa hutang karena tidak ada bank yang mau memberikan kredit
c. Para penambang bekerja dengan teknik yang sederhana yang dipelajari secara tradisional dan turun-temurun, sehingga tidak terjadi inovasi. Sumantri dan Herman (2007) dalam Wibisono (2008) menyatakan bahwa faktor pendorong kehadiran Peti dapat dikelompokkan menjadi:
1. Faktor sosial, yaitu kegiatan Peti merupakan kegiatan yang sudah menjadi pekerjaan turunan karena dilakukan secara turun-temurun oleh masyarakat setempat; terdapatnya hubungan yang kurang harmonis antara pertambangan resmi atau berizin dengan masyarakat setempat; dan terjadinya penafsiran keliru tentang reformasi yang diartikan sebagai kebebasan tanpa batas.
2. Faktor hukum, yaitu ketidaktahuan masyarakat terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang pertambangan; kelemahan peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan, yang diantara lain tercermin dalam kekurangberpihakan kepada kepentingan masyarakat luas dan tidak adanya teguran terhadap pertambangan resmi atau berizin yang tidak memanfaatkan wilayah usahanya (lahan tidur); serta terjadinya kelemahan dalam penegakan hukum dan pengawasan.
Dampak Aktivitas Pertambangan
Soemarwoto (2005) mendefinisikan dampak sebagai suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat suatu aktivitas di mana aktivitas tersebut dapat bersifat alamiah, baik kimia, fisik, dan biologi. Lebih lanjut didefinisikan dampak pembangunan terhadap lingkungan adalah perbedaan antara kondisi lingkungan sebelum ada pembangunan dan yang diperkirakan akan ada setelah ada pembangunan. Pembangunan yang dimaksud termasuk kegiatan penambangan
batubara yang dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan secara umum. Dampak penambangan berarti perubahan lingkungan yang disebabkan oleh
kegiatan usaha eksploitasi baik perubahan sosial, ekonomi, budaya, kesehatan maupun lingkungan alam. Dampak penambangan bisa positif bila perubahan yang ditimbulkannya menguntungkan dan negatif jika merugikan, mencemari, dan merusak lingkungan hidup. Dampak yang diakibatkan oleh penambangan menjadi penting bila terjadi perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar. Adapun kriteria dampak penting, yaitu: (1) jumlah manusia yang akan kena dampak, (2) luas wilayah penyebaran dampak, (3) intensitas dan lamanya dampak berlangsung, (4) banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak, (5) sifat komulatif dampak, dan (6) berbalik (reversible) atau tidak berbalik (irreversible) dampak.
Seperti kebijakan di Kalimantan Timur sejak tahun 2002 hingga tahun 2011 lalu, terdapat sedikitnya 1 271 izin pertambangan di Kalimantan Timur yang menjadikan produsen batubara nomor 1 di Indonesia, dengan hampir 61% batubara dihasilkan dengan mengeruk bumi Kalimantan Timur. Tetapi sangat ironis bahwa provinsi terluas ke dua di Indonesia ini, bahkan tak mampu memenuhi kebutuhan pangan mandiri penduduknya yang tumbuh 3.7% per tahun (Risal et al 2013).
Kristanto (2004) menjelaskan dampak adalah setiap perubahan yang terjadi dalam lingkungan akibat adanya aktivitas manusia. Disini tidak disebutkan karena adanya proyek, karena proyek sering diartikan sebagai bangunan fisik saja, sedangkan banyak proyek yang bangunan fisiknya relatif kecil atau tidak ada, tetapi dampaknya besar. Jadi yang menjadi objek pembahasan bukan saja dampak proyek terhadap lingkungan, melainkan juga dampak lingkungan terhadap proyek. Menurut Salim (2007) setiap kegiatan pembangunan di bidang pertambangan pasti menimbulkan dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positif dari kegiatan pembangunan di bidang pertambangan adalah:
1. Memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional;
2. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD);
3. Menampung tenaga kerja, terutama masyarakat lingkar tambang; 4. Meningkatkan ekonomi masyarakat lingkar tambang;
5. Meningkatkan usaha mikro masyarakat lingkar tambang; 6. Meningkatkan kualitas SDM masyarakat lingkar tambang; dan 7. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat lingkar tambang. Dampak negatif dari pembangunan di bidang pertambangan adalah:
1. Kehancuran lingkungan hidup; 2. Penderitaan masyarakat adat;
5. Kehancuran ekologi pulau-pulau; dan
6. Terjadi pelanggaran HAM pada kuasa pertambangan
Selain itu, kegiatan Peti juga memberikan dampak baik itu dampak positif maupun dampak negatif terhadap aspek ekologi dan sosial-ekonomi kepada masyarakat lokal. Kegiatan Peti pada umumnya tidak ramah lingkungan, karena hanya mengejar kepentingan dalam waktu singkat seperti halnya bagaimana untuk mendapatkan uang. Hal ini disebabkan oleh minimnya kesadaran untuk tetap melestarikan lingkungan. Tidak hanya kerusakan lingkungan yang ditimbukan oleh kegiatan Peti tetapi juga menelan korban jiwa yang jumlahnya lebih besar dibandingkan perusahaan pertambangan. Berdasarkan aspek sosial ekonomi, kegiatan Peti diharapkan dapat memberikan manfaat tidak hanya terhadap pembangunan tetapi juga terhadap masyarakat lokal yang berada di sekitar lokasi penambangan. Dalam skala makro, Peti dilihat sebagai bahaya dan ancaman bagi investasi pertambangan di Indonesia. Namun, dalam skala mikro penambangan emas dapat digolongkan sebagai salah satu gerakan “ekonomi kreatif” yang memenuhi kebutuhan hidup rakyat kecil. Mereka berusaha menggali dan menemukan butiran emas demi perbaikan hidup ekonomi para penambang. Setiap hari mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup seperti berbelanja, membayar uang sekolah anak, berobat, membeli kendaraan bermotor dan meniti masa depan yang lebih baik (Willybrodus, dan Chang (2012).
Selanjutnya, Willybrodus, dan Chang (2012) terdapat beberapa dilema dalam kegiatan pertambangan emas. Pertama, adanya desakan kebutuhan hidup (keterpaksaan hidup) rakyat kecil dan perolehan izin pemerintah untuk menambang emas di kawasan Mandor. Menambang emas analog dengan berspekulasi dalam sebuah dunia usaha. Tidak semua penambang emas berpenghasilan tinggi. Sebelum beroperasi, penambang lokal harus memiliki mesin dompeng (gelundungan) bermutu baik, yang berharga sekitar Rp 20 000 000,00. Biaya operasi harian terkadang mencapai Rp 500 000,00 – Rp 1 000 000,00. Modal usaha pertambangan rakyat tidak kecil dan modal ini tidak dengan sendirinya segera kembali. Terkadang dalam sehari penghasilan maksimal mereka mencapai Rp 10 000 000,00. Terkadang mereka sangat sulit mencapai target yang diharapkan. Kedua, bukan mustahil bahwa seorang penambang emas tanpa izin ditangkap dan diproses secara hukum, walaupun para penambang memiliki antena khusus kalau ada petugas keamanan akan merazia penambang emas tanpa izin. Walaupun ketenangan dan kenyamanan kerja para penambang rakyat masih belum terjamin, para penambang rakyat tetap mengadu untung di tengah ketidak-pastian hidup ekonomi, sosial dan politik dewasa ini. Semua kegiatan penambangan terhenti kalau keadaan cuaca buruk, seperti hujan dan banjir melanda kawasan pertambangan.
Dampak Aspek Sosial-Ekonomi
menurunnya kualitas lahan yang digunakan. Hasil penelitian Budimanta (2007) menunjukkan bahwa aktivitas penambangan di daerah Bangka Belitung memberikan berbagai dampak positif dan negatif pada kehidupan warga. Dampak positif diantaranya adalah meningkatnya penghasilan devisa bagi negara, terciptanya lapangan pekerjaan. Selain itu, adanya perbaikan infrastruktur seperti akses jalan ke Penagan dari Pangkal Pinang menjadi semakin mudah dan kondisi jalanan semakin baik. Waktu tempuh menjadi semakin efisien dibandingkan sebelumnya yang membutuhkan waktu hingga dua hari bagi para pejalan kaki. Pada aspek ekonomi, pendapatan yang diperoleh warga menjadi semakin meningkat. Hal ini terlihat dari adanya kemampuan warga untuk mendirikan rumah permanen yang terbuat dari bahan bata dan semen, dibandingkan kondisi sebelumnya yang hanya terbuat dari kayu penyangga.
Pertambangan Emas Tanpa Izin (Peti) bagi sebagian masyarakat dapat menjadi tumpuan hidup, karena dapat menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan pada sektor pertanian. Selain itu, kegiatan Peti dapat dilakukan oleh semua tingkatan pendidikan, baik itu tinggi maupun rendah karena kegiatan Peti ini tidak perlu dimiliki latar belakang pendidikan sebab para penambang dapat belajar dari pengalaman mereka dengan cara melihat dan meniru kegiatan yang dilakukan rekannya dilapangan2
Masuknya sebuah industri dalam suatu wilayah dapat berpengaruh terhadap pergerakan penduduk, seperti halnya dapat memicu terjadi migrasi penduduk. Dijelaskan oleh Rusli (2012) migrasi adalah suatu bentuk gerak penduduk geografis, spasial atau teritorial antara unit-unit geografis yang melibatkan perubahan tempat tinggal yaitu dari tempat asal ke tempat tujuan. Seseorang melakukan migrasi apabila ia melakukan pindah tempat tinggal secara permanen atau relatif permanen dengan menempuh jarak minimal tertentu atau pindah dari satu geografis ke geografis lainya. Banyak faktor melatarbelakangi seseorang melakukan migrasi seperti halnya adalah dalam memperoleh pekerjaan.
Kesejahteraan
Kesejahteraan merupakan sebuah konsep yang digunakan untuk mengukur keadaan seseorang pada kondisi tertentu pada wilayah tertentu. Persatuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberi batasan kesejahteraan sosial sebagai kegiatan-kegiatan yang terorganisasi yang bertujuan untuk membantu individu atau masyarakat guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan meningkatkan kesejahteraan selaras dengan kepentingan keluarga dan masyarakat. Kesejahteraan sosial pada intinya mencakup tiga konsepsi yaitu: Pertama kondisi kehidupan atau keadaan sejahtera yakni terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial. Kedua institusi, arena atau bidang kegiatan yang melibatkan lembaga kesejahteraan sosial dan berbagai profesi kemanusiaan yang menyelenggarakan usaha kesejahteraan sosial dan pelayanan sosial. Dan ketiga aktivitas, yakni kegiatan-kegiatan atau usaha yang terorganisir untuk mencapai kondisi sejahtera (Suharto 2005).
Konsep kesejahteraan yang ideal dikemukakan oleh BPS (2005), bahwa ada tujuh indikator yang digunakan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan antara
2
lain: pendapatan, konsumsi atau pengeluatan keluarga, fasilitas tempat tinggal, kesehatan keluarga, kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi, dan kemudahan mendapat akses pendidikan.
1. Pendapatan adalah penghasilan tetap yang diperoleh dalam satu bulan yang merupakan pemasukan untuk pemenuhan kebutuhan hidup.
2. Konsumsi atau pengeluaran keluarga adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
3. Fasilitas tempat tinggal yang dapat diukur dari luas lantai rumah, penerangan, jenis alas/lantai rumah, kondisi MCK, kondisi bangunan, atap, sumber air. Kondisi dan kualitas rumah yang ditempati dapat menunjukkan keadaan sosial ekonomi rumah tangga.
4. Kesehatan anggota keluarga merupakan indikator kebebasan dari penyakit. Salah satu indikator yang digunakan untuk menentukan derajat kesehatan penduduk adalah dengan melihat kondisi keluhan kesehatannya.
5. Akses terhadap layanan kesehatan merupakan kemudahan responden dalam menjangkau dan memperoleh fasilitas untuk kesehatan seperti JAMKESMAS dan lain-lain.
6. Akses terhadap pendidikan merupakan kemudahan responden dalam memperoleh jenjang pendidikan yang baik dan tinggi.
7. Kepemilikan alat transportasi merupakan jenis alat transportasi yang dimiliki responden untuk mempermudah akses ke berbagai tempat.
Berdasarkan pengertian dari para ahli di atas, dapat digambarkan bahwa pendapatan, kesehatan, pendidikan, akses transportasi, kepentingan dan kebutuhan keluarga serta masyarakat merupakan tolak ukur atau indikator untuk mengukur dan menentukan tingkat kesejahteraan masyarakat.
Kerangka Pemikiran
Berdirinya perusahaan pertambangan emas akan memberikan pengaruh, baik itu positif maupun negatif. Terlihat dari keberadaan perusahaan pertambangan tersebut dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap tingkat pendapatan daerah. Keberadaan perusahaan bukan hanya dirasakan oleh pemerintah daerah akan tetapi juga pada masyarakat sekitar perusahaan beroperasi, yang mana masyarakat disini adalah aktor utama yang dapat langsung merasakan dampaknya. Perusahan pertambangan besar atau perusahaan legal akan mendorong munculnya para penambang liar atau penambang tanpa izin yang diakibatkan tidak terserapnya tenaga kerja dari kalangan pribumi. Berbagai faktor pendorong seperti faktor sosial, faktor hukum, dan faktor ekonomi yang disebabkan oleh keterbatasan lapangan kerja dan kesempatan berusaha yang sesuai dengan tingkat keahlian atau keterampilan masyarakat bawah.
dilihat dari tingkat pendidikan, keselamatan kerja, peluang kerja, tingkat kesehatan dan lain lain. Dijelaskan juga bagaimana tingkat pendidikan dapat mempengaruhi perolehan pendapatan. Semakin tinggi tingkat pendidikannya akan mempengaruhi tingkat pendapatan. Semakin tinggi pendidikan juga akan mempengaruhi kesempatan atau peluang kerja di sektor pertambangan secara legal. Hal ini akhirnya sangat mempengaruhi kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat lokal. Tingkat kesejahteraan dapat diukur dari tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, tingkat perubahan luas lantai, tingkat perubahan jenis lantai, tingkat perubahan sumber penerangan rumah tangga, tingkat perubahan fasilitas MCK, tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, perubahan peluang kerja, tingkat konsumsi pangan rumah tangga, tingkat perubahan fasilitas transportasi.
Keterangan:
: Hubungan
Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis penelitian disajikan sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan antara faktor pendorong munculnya gurandil dengan dengan tingkat aktivitas gurandil.
2. Terdapat hubungan antara tingkat aktivitas gurandil dengan tingkat kesejahteraan rumah tangga gurandil.
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
X1 Tingkat
Definisi Operasional
Faktor Pendorong Kehadiran PETI
Pertambangan emas adalah proses atau teknik yang digunakan untuk mengambil emas dari dalam tanah. Beroperasinya kegiatan pertambangan di suatu daerah, komunitas baru akan terbentuk sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru di wilayah beroperasinya pertambangan. Komunitas baru tersebut akan memberikan pengaruh terhadap perekonomian daerah setempat, sebab masyarakat pencari kerja dan pelaku ekonomi akan tertarik ke wilayah pertumbuhan yang baru dan menyebabkan jasa-jasa lainnya akan tumbuh, baik jasa yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan pertambangan. Ada berbagai faktor-faktor pendorong hadirnya pertambangan tanpa izin yang dilakukan oleh sebuah institusi atau kelompok maupun perorangan yang didorong karena adanya faktor sosial, faktor hukum, faktor ekonomi.
Tabel 1 Definisi operasional faktor-faktor pendorong
Aktivitas Pertambangan Tanpa Izin
Kegiatan Pertambangan Emas Tanpa Izin adalah usaha pertambangan yang dilakukan oleh perorangan, sekelompok orang atau perusahaan/yayasan berbadan hukum yang dalam operasinya tidak memiliki izin dari instansi pemerintah pusat atau daerah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Tabel 2 Definisi operasional aktivitas gurandil
No Variabel Definisi
Kesejahteraan merupakan sebuah konsep yang digunakan untuk mengukur keadaan seseorang pada kondisi tertentu pada wilayah tertentu. Persatuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberi batasan kesejahteraan sosial sebagai kegiatan-kegiatan yang terorganisasi yang bertujuan untuk membantu individu atau masyarakat guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan meningkatkan kesejahteraan selaras dengan kepentingan keluarga dan masyarakat. Kesejahteraan sosial pada intinya mencakup tiga konsepsi yaitu: Pertama kondisi kehidupan atau keadaan sejahtera yakni terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial. Kedua institusi, arena atau bidang kegiatan yang melibatkan lembaga kesejahteraan sosial dan berbagai profesi kemanusiaan yang menyelenggarakan usaha kesejahteraan sosial dan pelayanan sosial. Dan ketiga aktivitas, yakni kegiatan-kegiatan atau usaha yang terorganisir untuk mencapai kondisi sejahtera (Suharto 2005).
Tabel 3 Definisi operasional tingkat kesejahteraan No Variabel Definisi
PENDEKATAN LAPANGAN
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif didukung oleh data kualitatif. Pendekatan kuantitatif dengan menggunakan metode sensus rumah tangga gurandil, kuesioner digunakan sebagai instrumen untuk mengumpulkan informasi dari responden. Penelitian kuantitatif ini bersifat explanatory research yang menjelaskan hubungan-hubungan kausal antara variebel melalui pengujian hipotesa (Singarimbun dan Effendi 2006). Pendekatan kuantitatif diharapkan dapat menjawab bagaimana dampak yang ditimbulkan oleh faktor pendorong dan aktivitas pertambangan emas tanpa izin terhadap kesejahteraan rumah tangga gurandil yang dapat dilihat dari tingkat pendidikan, peluang kerja, tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran dan jenis pemukiman. Data kualitatif digunakan dengan melakukan wawancara mendalam kepada informan menggunakan panduan pertanyaan untuk memahami secara mendalam dan rinci mengenai suatu peristiwa, serta dapat menggali berbagai realitas, proses sosial, dan makna yang berkembang dari orang-orang yang menjadi subjek penelitian. Informasi yang diperoleh melalui pendekatan kualitatif ini digunakan sebagai interpretasi terhadap data yang didapatkan dari pendekatan kuantitatif.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian mengenai dampak aktivitas pertambangan emas tanpa ijin terhadap kesejahteraan rumah tangga gurandil dilakukan di Desa Pangkal Jaya, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Lampiran 1). Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) karena Desa Pangkal Jaya merupakan salah satu desa yang berbatasan langsung dengan lokasi pertambangan yaitu PT. Antam (Persero) Tbk Pongkor dan sebagian besar masyarakat (85%) bekerja sebagai penambang tanpa izin atau yang lebih dikenal dengan gurandil serta desa tersebut termasuk ke dalam kategori Ring 1.
Proses penelitian dimulai dari pembuatan proposal penelitian pada bulan Desember 2014. Pengambilan data sekunder dilaksanakan pada bulan Januari 2015, kemudian dilanjutkan dengan pengambilan data primer (Lampiran 2). Kegiatan penelitian ini terdiri dari kegiatan penyusunan proposal penelitian, kolokium, pengambilan data lapangan, pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, uji petik, sidang skripsi, dan perbaikan skripsi.
Teknik Pemilihan Responden dan Informan
Pengambilan sample atau responden dalam penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling.
Informan adalah orang yang dapat menjelaskan dan memberikan keterangan atau gambaran mengenai dirinya sendiri, keluarga, pihak lain dan lingkunganya. Informan juga dikatakan sebagai pihak yang dapat mendukung keberlangsungan informasi penelitian secara lancar. Adapun informan yang diambil adalah instansi terkait dalam penelitian ini seperti perangkat Desa Pangkal Jaya, tokoh masyarakat seperti ketua RT, ketua RW, dan gurandi serta masyarakat. Banyaknya informan tidak dibatasi, akan tetapi informan tersebut sudah dapat memberikan informasi yang relevan dan dapat membantu peneliti dalam menjawab perumusan masalah dalam penelitian ini.
Tabel 4 Pemilihan Informan
Kerangka Berfikir Informan
Faktor-faktor pendorong - Masyarakat
- Ketua RT - Ketua RW - Kepala Desa
Aktivitas gurandil - Gurandil
Kondisi kesejahteraan - Perangkat desa
- Ketua RT/RW - Kepala desa - Masyarakat
Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan jenis data primer dan data sekunder. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari dokumen-dokumen tertulis baik yang berupa tulisan ilmiah ataupun dokumen resmi dari instansi terkait. Pengumpulan data dilakukan untuk mendapatkan data dan informasiyang relevan dan berguna mengenai penelitian ini. Data sekunder dapat diperoleh dari instansi terkait data dari kantor kepala desa dan studi literatur penelitian sebelumnya yang mendukung kebutuhan data mengenai fokus penelitian seperti profil desa, masyarakat, kondisi geografis, demografis, sosial ekonomi dan budaya serta tingkat kesejahteraan.
Tabel 5 Teknik pengumpulan data dan jenis data
Teknik Pengumpulan Data Data yang Dikumpulkan
Kuesioner 1. Karakteristik responden 2. Karakteristik rumah tangga 3. Aktivitas gurandil
4. Faktor pendorong
5. Tingkat kesejahteraan rumah tangga 6. Migrasi
Wawancara mendalam 7. Faktor-faktor pendorong 8. Aktivitas gurandil
9. Tingkat kesejahteraan rumah tangga\ 10. Kebijakan tentang undang undang Observasi lapangan dan
dokumentasi
11. Gambaran umum desa melalui profil desa 12. Kondisi tempat tinggal
13. Sarana dan prasarana
14. Cara pengolahan hasil tambang
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Penelitian ini mempunyai dua jenis data yang diolah dan dianalisis yaitu data kuantitaif dan data kualitatif. Data kuantitatif menggunakan aplikasi Microsoft Excel 2007 dan SPSS for windows 16.0. Pembuatan tabel frekuensi, grafik, diagram, serta tabel tabulasi silang untuk melihat data awal responden untuk masing-masing variabel secara tunggal menggunakan aplikasi Microsoft Excel 2007. Kemudian SPSS for windows 16.0 digunakan untuk membantu dalam uji statistik dengan menggunakan Rank Spearman . Uji korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antar dua variabel yang berskala ordinal dan tidak menentukan prasyarat data terdistribusi normal. Rank Spearman digunakan untuk uji korelasi yang menghubungkan variabel faktor-faktor pendorong, tingkat aktivitas gurandil serta adanya hubungan keduanya dengan tingkat kesejahteraan rumah tangga gurandil.
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Kondisi Geografis dan Lingkungan
Desa Pangkal Jaya merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor yang terletak antara 060 36’ Lintang Selatan dan 106033’ Bujur Timur dengan luas wilayah 370 Ha dengan jarak 2 kilometer dari ibukota kecamatan, 45 kilometer dari ibukota kabupaten dan 187 kilometer dari ibukota propinsi. Batas-batas wilayah desa adalah sebagai berikut:
1. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Kalong Liud, 2. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Bantar Karet,
3. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Nanggung dan Parakamuncang (dengan batas kali), dan
4. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Hambaro.
Wilayah Desa Pangkal Jaya secara administratif merupakan Desa Swakarsa yang terdiri dari 13 Rukun Warga (RW) dan memiliki 31 Rukun Tetangga (RT). Sebagian besar wilayah Desa Pangkal Jaya adalah bukit dengan kemiringan antara 150 - 200 di sebelah timur dibatasi oleh perbukitan “Sibentang” yang sekaligus menjadi batas dengan Desa Hambaro, dan di sebelah selatan dengan bukit/Gunung Butak dan Bukit/Gunung Malang yang menjadi batas dengan Desa Bantar karet. Komposisi penggunaan lahan di Desa Pangkal Jaya lebih dominan digunakan sebagai pertanian padi sawah, perumahan dan pertanian tanah kering. Penggunaan tanah yang besar dalam bidang pertanian memiliki andil yang besar mengingat curah hujan di Desa Pangkal Jaya cukup tinggi sehingga mendukung potensi pertanian.
Tabel 6 Jumlah dan persentase luas lahan menurut jenis pemanfaatan di Desa Pangkal Jaya tahun 2013
Jenis Penggunaan Luas lahan
Hektar (Ha) Persentase (%)
Sawah Tadah Hujan 122.00 32.97
Kebun/hutan rakyat 114.00 30.81
Pemukiman dan Pekarangan 74.00 20.00
Lain-lain 34.40 9.30
Sawah Setengah Teknis 24.00 6.49
Sarana Pendidikan 0.80 0.21
Sarana Peribadatan 0.50 0.14
Danau/Situ 0.30 0.08
Total 370.00 100.00
Desa Pangkal Jaya merupakan desa berbatasan langsung dengan PT. Antam (Persero) Tbk Pongkor yang membantu masyarakat dengan menangani masalah jalan dan beberapa sarana dan prasarana yang ada di Desa Pangkal Jaya. Desa Pangkal Jaya ini juga dialiri oleh sebuah sungai yang besar yaitu sungai Cikaniki. Selain itu, desa Pangkal Jaya memiliki sebuah danau yang dinamakan dengan “situ saat”. Danau yang sangat asri yang dikelilingi oleh berbagai tumbuhan dan pepohonan membuat daerah di sekelilingnya begitu indah. Akan tetapi, lokasi yang sangat jauh untuk dijangkau tidak memungkinkan untuk berkunjung secara terus menerus terutama akses menuju danau sangat tidak memadai. Jalan yang sangat berbahaya harus dilalui untuk menuju danau tersebut. Di bidang transportasi, sarana transportasi yang menghubungkan desa dengan wilayah sekitarnya termasuk lancar. Hal ini di buktikan dengan tersedianya angkutan umum menuju Desa Bantar Karet yang melewati Desa Pangkal Jaya. Fasilitas transportasi ini memudahkan akses masyarakat terhadap fasilitas publik seperti pendidikan, perdagangan, dan lainnya.
Kondisi Demografi dan Ekonomi Sosial Budaya Kependudukan
Penduduk Desa Pangkal Jaya berdasarkan data perkembangan jumlah penduduk tahun 2014 tercatat sebanyak 7 417 Jiwa. Menurut hasil sensus penduduk Tahun 2013 tercatat sebanyak 7 039 Jiwa, tahun 2012 sebanyak 6 824 jiwa, tahun 2011 sebanyak 6 578 Jiwa. Jumlah rumah tangga di Desa Pangkal Jaya tahun 2011, sebanyak 1 753 kepala keluarga, tahun 2012, sebanyak 1 888 kepala keluarga, tahun 2013 sebanyak 1 932 kepala keluarga, tahun 2014 berjumlah 2 010 kepala keluarga.
Tabel 7 Jumlah penduduk Desa Pangkal Jaya tahun 2011-2014
Tahun Jumlah Penduduk (jiwa)
2011 6 578
2012 6 824
2013 7 039
2014 7 417
Sumber: Data Perkembangan Jumlah Penduduk Desa Pangkal Jaya
Tabel 8 Jumlah dan persentase penduduk Desa Pangkal Jaya menurut jenis kelamin tahun 2014
No Jenis Kelamin Jumlah Penduduk (jiwa) Persentase (%)
1 Laki-laki 4 028 54.31
2 Perempuan 3 389 45.69
Jumlah 7 417 100.00
Tabel 9 Data penduduk yang tersebar menurut RW/Dusun
No RW/Dusun
Jumlah Penduduk
(jiwa)
Persentase (%)
1 RW 01 (Kampung Parengpeng) 477 6.43
2 RW 02 (Kampung Tapos) 429 5.78
3 RW 03(Kampung Kirayam) 677 9.13
4 RW 04 (Kampung Ciketug lebak) 399 5.38
5 RW 05 (Kampung Ciketug Tonggo) 418 5.64
6 RW 06 (Kampung Pangkalan Wetan) 538 7.25
7 RW 07 (Kampung Pangaduan Kuda) 1 101 14.84
8 RW 08 (Kampung Pangaduan Kuda) 855 11.53
9 RW 09 (Kampung Wates) 553 7.46
10 RW 10 (Kampung Wangun) 387 5.22
11 RW 11 (Kampung Ciketug Tengah) 578 7.79
12 RW 12 (Kampung Pangkalan Kulon) 512 6.90
13 RW 13 (Kampung Tapos) 493 6.65
Jumlah 7 417 100.00
Sumber: Data Perkembangan Jumlah Penduduk Desa Pangkal Jaya Tahun 2014
Ketenagakerjaan
Ketenagakerjaan adalah pekerjaan apa yang dilakukan oleh penduduk Desa Pangkal Jaya sebagai sumber mata pencaharian utama bagi keluarganya. Dengan adanya lahan pertanian yang cukup luas, masyarakat atau penduduk Desa Pangkal Jaya memiliki peluang untuk bekerja di bidang pertanian. Akan tetapi dengan berkembangnya berbagai macam jenis pekerjaan menjadikan penduduk desa pekerja sebagai buruh atau buruh harian lepas dan wiraswasta. Selain itu penduduk juga sebagian kecil bekerja sebagai karyawan swasta, pedangang keliling, petani, PNS, buruh tani, karyawan swasta dan karyawan pemerintahan
Tabel 10 Jumlah dan persentase penduduk menurut jenis pekerjaan di Desa
Pedagang Keliling 382 15.69
Buruh Harian Lepas* 173 7.10
Karyawan Pemerintahan 8 0.33
Supir 7 0.29
Peternak 1 0.04
Jumlah 2 435 100.00
Keterangan *: termasuk ke dalam pekerjan gurandil
Sumber: Data Perkembangan Jumlah Penduduk Desa Pangkal Jaya Tahun 2014 Dari data perkembangan jumlah penduduk Desa Pangkal Jaya tahun 2014, tidak ada yang menyebutkan secara resmi atau tertulis tentang mata pencaharian penduduk sebagai penambang gurandil. Pekerjaan tersebut ditulis secara resmi sebagai buruh, buruh harian lepas dan wiraswasta. Berdasarkan jumlah penduduk yang bekerja menurut jenis kelamin dapat dijelaskan bahwa perempuan memilih untuk tidak bekerja dan menjadi ibu rumah tangga. Dari data di atas juga dapat dilihat penduduk yang bekerja sebagai buruh tani adalah penduduk yang berumur sudah tua dan tidak kuat lagi untuk melakukan pekerjaan seperti penambang gurandil.
Tabel 11 Jumlah penduduk menurut umur di Desa Pangkal Jaya tahun 2014 No Kelompok Umur
(tahun) Laki-laki Perempuan Jumlah
Persentase
Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu modal dasar pembangunan. Sehingga pendidikan adalah sebuah investasi (modal) di masa yang akan datang. Pada umumnya tingkat pendidikan di Desa Pangkal Jaya adalah Sekolah Dasar (SD). Tabel 12 Jumlah dan persentase penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Pangkal Jaya tahun 2013
Tingkat Pendidikan Laki-Laki Perempuan Jumlah Persentase (%)
Tidak Tamat SD 998 655 1 653 23.94
SD 2 488 2 138 4 626 66.99
SLTP 252 152 404 5.85
SLTA 153 48 201 2.91
D3 5 10 15 0.21
Sarjana 4 2 6 0.09
Pasca Sarjana 1 - 1 0.01
Jumlah 3 901 3 005 6 906 100.00
Sumber: Data Profil Desa Pangkal Jaya Tahun 2013
Kondisi Sarana dan Prasarana
Desa Pangkal Jaya memiliki saran dan prasarana baik di bidang pendidikan, keagamaan, maupun dalam bidang kemasyarakatan lainnya. Sarana dan prasarana yang digunakan oleh keluarga gurandil antara lain PAUD, SD, dan MTs karena sebagian gurandil memiliki anak dan bersekolah di sekolah tersebut yang berada dekat dengan tempat tinggal mereka.
Tabel 13 Sarana dan prasarana pendidikan di Desa Pangkal Jaya No Nama Sekolah Jenjang Status Lokasi
1 PAUD Kakatua PAUD Swasta Kp. Pangaduan Kuda 2 PAUD Darussa’adah PAUD Swasta Kp. Ciketug
3 PAUD Al-Muhimmah PUD Swasta Kp. Tapos 4 SDN Pangkal Jaya SD Negeri Kp. Parengpeng
5 SDN Ciketug SD Negeri Kp. Pangkalan
6 SDN Wates SD Negeri Kp. Pangaduan Kuda
7 SDN Tapos SD Negeri Kp. Tapos
8 MTsS Al- Madaniyah SLTP Swasta Kp. Pangaduan Kuda Sumber: Data Profil Desa Pangkal Jaya Tahun 2013
Tabel 14 Sarana dan prasarana peribadatan Desa Pangkal Jaya
No Jenis Jumlah (unit)
1 Masjid 14
2 Mushola 12
3 Majlis Taklim 8
4 Madrasah 6
Sumber: Data Profil Desa Pangkal Jaya Tahun 2013
Selain sarana dan prasarana di atas juga terdapat beberapa sarana dan prasarana yang ada di desa seperti sarana irigasi yang digunakan untuk sawah irigasi walaupun belum dapat dikatakan baik, jalan desa, jembatan, poskamling dan tempat pertemuan atau balai desa. Di desa ini belum ada pos posyandu yang tetap. Dalam bidang pemasaran juga terdapat warung-warung yang menjual makanan, sembako dan juga sayur mayur. Fasilitas pasar belum ada di desa ini. Hal ini menyebabkan masyarakat sering mengalami kesulitan dalam memasarkan usahataninya. Guna mempercepat proses pembangunan dan kelancaran pelaksanaan pemerintahan daerah, di Desa Pangkal Jaya terdapat beberapa lembaga pendukung antara lain PKK, lembaga MUI yang menanungi bidang keagamaan, kelompok tani, dan lembaga pendidikan lainnya seperti pondok pesantren.
Kondisi Sosial Budaya
Tantangan dalam pembangunan kesejahteraan sosial meliputi proses globalisasi dan industrialisasi serta krisis ekonomi dan politik yang berkepanjangan. Dampak yang dirasakan diantaranya semakin berkembang dan meluasnya bobot, jumlah dan kompleksitas berbagai masalah sosial. Keadaan ini bisa dilihat dan diamati dari data tabel 15 Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS).
Tabel 15 Kondisi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PKMS) Di Desa Pangkal Jaya tahun 2013
Sumber: Data Profil Desa Pangkal Jaya Tahun 2013
Dari tabel 15 menunjukkan bahwa terdapat 786 keluarga yang tergolong miskin sosial dan 262 tergolong keluarga yang memiliki rumah tidak layak huni. Kondisi di atas sedikit-sedikit semakin berkurang dengan adanya bantuan dari pemerintahan untuk keluarga miskin.
Masalah Kesejahteraan Sosial Jumlah
Keluarga Miskin Sosial 786
Keluarga Rumahnya tidak Layak Huni 262
Penyandang Cacat 8
Eks Narapidana 6
FAKTOR PENDORONG MUNCULNYA PENAMBANG EMAS
TANPA IZIN (
GURANDIL
)
Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini terdapat 32 gurandil yang bekerja sebagai yang tinggal di Desa Pangkal Jaya, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. Gurandil yang ada di Desa Pangkal Jaya mempunyai ciri yang terdiri dari tiga karakteristik yaitu gurandil cetek (kecil), gurandil biasa, dan gurandil tong. Tabel 16 Jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan kategori umur di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Ketegori Umur (tahun)
Gurandil Cetek Gurandil Biasa Gurandil Tong
n % n % n %
15-19 0 0.00 1 12.50 0 0.00
20-24 1 6.25 2 25.00 2 25.00
25-29 4 25.00 0 0.00 2 25.00
30-39 5 31.25 4 50.00 4 50.00
40-44 4 25.00 1 12.50 0 0.00
45-49 2 12.50 0 0.00 0 0.00
Total 16 100.00 8 100.00 8 100.00
Tabel 17 Jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Indikator Gurandil Cetek Gurandil Biasa Gurandil Tong
n % n % n %
Berdasarkan tabel 17 di atas menunjukkan bahwa, tingkat pendidikan sebagian besar responden tergolong rendah yaitu tidak tamat SD/Sederajat atau tidak sekolah. Sebanyak 7 orang atau 43.75% dari gurandil cetek, 5 orang atau 62.50% dari gurandil biasa, dan 4 orang atau 50.00% dari gurandil tong memiliki pendidikan SD/Sederajat-Tidak tamat. Sebanyak 7 orang atau 43.75% dari gurandil cetek, 1 orang atau 12.50% dari gurandil biasa, dan 1 orang atau 12.50% dari gurandil tong memiliki pendidikan SD-Tamat. Sedangkan responden yang memiliki pendidikan SMP/Sederajat-Tidak tamathanya terdapat pada gurandil cetek yaitu sebanyak 1 orang atau 6.25%, serta responden yang memiliki pendidikan SMA/Sederajat-Tamat terdapat pada gurandil biasa dan gurandil tong yaitu masing masing 2 orang atau 25.00%.
Rendahnya tingkat pendidikan responden disebabkan karena kesulitan ekonomi keluarga yang tidak mampu untuk membayar uang pendidikan. Dengan bekerja di bidang pertanian masyarakat Desa Pangkal Jaya tidak bisa mencukupi dalam pemenuhan kebutuhan keluarga. Oleh karena itu dengan adanya potensi sumber daya alam yaitu potensi penambangan emas yang ada di Gunung Pongkor menyebabkan masyarakat di Desa Pangkal Jaya beralih profesi sebagai penambang gurandil atau tikus yang akan menghasilkan uang lebih cepat dari pada di bidang pertanian.
Tabel 18 Jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan luas lahan yang dimiliki di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Indikator Gurandil Cetek Gurandil Biasa Gurandil Tong
n % n % n %
-5.90 sampai 4 403.95 meter. Sebanyak 13 orang atau 81.25% dari gurandil cetek, 5 orang atau 62,50%, dan 8 orang atau 100.00% dari gurandil tong memiliki luas lahan dalam katerogi sedang. Sedangkan responden yang memiliki luas lahan yang termasuk kategori tinggi adalah gurandil cetek (3 orang atau 18.75%) dan gurandil biasa (3 orang atau 37.50%). Lahan yang dimiliki oleh gurandil cetek pada umumnya merupakan sebuah warisan dari orang tua atau keluarga dan lahan yang dimiliki oleh gurandil biasa merupakan warisan serta pembelian dari hasil bekerja sebagai gurandil. Sedangkan pada guradil tong pada umumnya lahan yang dimiliki merupakan hasil setelah bekerja sebagai gurandil dan rata-rata digunakan untuk perumahan atau tempat tinggal.
Faktor Sosial
Faktor sosial merupakan salah satu faktor pendorong masuknya penambang gurandil/tikus ke suatu daerah yaitu Desa Pangkal Jaya yang dapat dilihat dari tingkat hubungan antar pihak baik antara masyarakat dengan masyarakat maupun masyarakat desa dengan pihak pertambangan resmi yaitu PT. Antam (Persero) Tbk UPBE Pongkor. Desa Pangkal Jaya merupakan salah satu desa yang berbatasan langsung dengan pusat pertambangan yaitu di Gunung Pongkor yang memiliki jumlah penambang tanpa izin atau penambang gurandil/tikus hampir sama dengan Desa Bantar Karet dan Cisarua.
Berdasarkan hasil penelitian, jika dilihat dari hubungan yang terjadi antar sesama warga dalam melakukan kegiatan sehari hari tergolong baik. Adanya gotong royong, kerja bakti yang terjadi untuk kepentingan bersama sering dilakukan misalnya dalam pembuatan fasilitas umum seperti pembuatan mesjid untuk beribadah dan jalan umum. Dalam menjalin silaturrahmi, masyarakat asli/pribumi mengadakan pengajian secara rutin seminggu sekali. Pengajian tersebut diadakan secara bergeliran karena lokasi antar kampung yang ada di desa sangatlah jauh.
“Dari dulu sampai sekarang neng, alhamdulillah orang orang sini
hubungannya baik-baik aja. Sering ngaji bareng, bikin mesjid buat ibadah. Ya alhamdulillah pada mau gotong royong buat keperluan bersama. Jika ada yang sakit, kalo kita bisa bantu ya pasti dibantu neng,
misalnya ngumpulin duit buat biaya berobat”. (NL, 2015)