• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendugaan Keberadaan Gaharu Pada Berbagai Ketinggian Batang Aquilaria Malaccensis Lamk. Dengan Teknik Sonik Tomografi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendugaan Keberadaan Gaharu Pada Berbagai Ketinggian Batang Aquilaria Malaccensis Lamk. Dengan Teknik Sonik Tomografi"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

PENDUGAAN KEBERADAAN GAHARU PADA

BERBAGAI KETINGGIAN BATANG

Aquilaria malaccensis

Lamk.

DENGAN TEKNIK SONIK TOMOGRAFI

NADYA PUTRI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pendugaan Keberadaan Gaharu pada Berbagai Ketinggian Batang Aquilaria malaccensis Lamk. dengan Teknik Sonik Tomografi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

NADYA PUTRI. Pendugaan Keberadaan Gaharu pada Berbagai Ketinggian Batang Aquilaria malaccensis Lamk. dengan Teknik Sonik Tomografi. Dibimbing oleh LINA KARLINASARI, IMAM WAHYUDI dan DODI NANDIKA.

Gaharu merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang memiliki nilai ekonomi tinggi, terbentuk di dalam batang atau cabang beberapa jenis pohon seperti Aquilaria malaccensis Lamk. Pembentukan bongkahan resin berwarna coklat dan beraroma harum tersebut terjadi sebagai respon pohon terhadap infeksi fungi tertentu ke dalam batang atau cabang pohon baik secara alami maupun sengaja diinokulasi. Secara tradisional, deteksi keberadaan gaharu di dalam batang pohon A. malaccensis dilakukan dengan cara melukai permukaan batang pohon tersebut, bahkan menebangnya tanpa kepastian keberadaan produk hayati tersebut. Oleh karena itu diperlukan inovasi teknologi yang dapat menduga keberadaan gaharu di dalam batang pohon A. malaccensis tanpa merusak batang pohon tersebut. Suatu penelitian telah dilakukan untuk menduga keberadaan gaharu pada batang pohon A. malaccensis menggunakan alat PiCUS® Sonic Tomograph. Pengukuran kecepatan rambat bunyi dilakukan pada lima batang pohon contoh yang diinokulasi fungi dan lima batang pohon contoh tanpa inokulasi fungi, masing-masing pada ketinggian 20 cm, 70 cm, 120 cm, 170 cm, 220 cm dan 270 cm dari permukaan tanah. Data kecepatan rambat gelombang bunyi dan tomogram pada masing-masing ketinggian tersebut kemudian dibandingkan dengan kondisi faktual bagian dalam batang pohon contoh pada ketinggian yang sama pasca penebangan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecepatan rambat gelombang bunyi pada berbagai ketinggian titik pengukuran baik pada batang pohon tanpa inokulasi maupun pada batang pohon yang diinokulasi fungi tidak berbeda nyata. Kecepatan rambat gelombang bunyi juga tidak berbeda nyata antara pohon yang diinokulasi fungi dan pohon tanpa inokulasi fungi. Kecepatan rambat gelombang bunyi pada lempengan batang pohon pasca penebangan (kondisi kering udara) 1.10 kali lebih tinggi dibandingkan pada batang pohon yang masih berdiri (kondisi basah). Bagian kayu bergaharu pada batang pohon A. malaccensis yang diinokulasi fungi lebih besar dibandingkan pada batang pohon tanpa inokulasi fungi. Tomogram yang dihasilkan dari alat PiCUS® Sonic Tomograph mampu mendeteksi keberadaan gaharu pada batang pohon A. malaccensis dengan tingkat akurasi 80-90%. Rerata volume gaharu yang dihasilkan pohon A. malaccensis adalah ±3.8% dari volume total batang pohon dengan kualitas tergolong sedang.

(5)

SUMMARY

NADYA PUTRI. Existence Prediction of Agarwood within the Stem of Aquilaria malaccensis Lamk. Tree Vertically Using Sonic Tomography Technique. Supervised by LINA KARLINASARI, IMAM WAHYUDI and DODI NANDIKA.

Agarwood is one of non timber forest products (NTFPs) which has a high economic value. It formed within the trunk or branch of several trees species such as Aquilaria malaccensis Lamk. The formation of this brown and fragrant resin chunks inside the trees occured as a response to the infection of certain fungi or microbes either naturally or artificially inoculated. Traditionally, assessment of the existence of agarwood was conducted by wounding the bark of the trunk, even cutting down the trees without the certainty. Therefore, it is necessary to have innovative technology that can predict the existence of agarwood inside the trunk of agarwood-producing trees, such as A. malaccensis, without damaging the tree trunk. A study was conducted to predict the existence of agarwood within the trunks of A. malaccensis tree using PiCUS® Sonic Tomograph. Sound propagation velocity measurements was applied on five trees with fungal inoculation and five trees without fungal inoculation at 20 cm, 70 cm, 120 cm, 170 cm, 220 cm and 270 cm height from the ground surface, respectively.

The result show that there was no significance different of sound wave propagation as well as the tomogram in each measurement points. The velocity inside the trunk without inoculation and tree trunk with fungal inoculation was not also significantly different. Sound wave velocity inside wood discs (air-dried condition) was 1.10 times higher than that inside the tree trunks (green condition). The proportion of agarwood in inoculated trees was bigger than that in trees without fungal inoculation. PiCUS® sonic tomography tomogram was able to detect the existence of agarwood inside the trunks of A. malaccensis with 80-90% accuracy. The average volume of agarwood produced by A. malaccensis tree is 3.8% of the total volume of the tree trunk, and the quality was classified as medium grade.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan

PENDUGAAN KEBERADAAN GAHARU PADA

BERBAGAI KETINGGIAN BATANG

Aquilaria malaccensis

Lamk.

DENGAN TEKNIK SONIK TOMOGRAFI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)
(9)

11'4.".4 4 *1 *4-*4!-24,4- "4/"* "*4/* 4

)&4 * *4&*"&4 +*"&4 +)+ -$4

)4 4

4 4341/-"4

/14-+ -)4/1"4

()14 *4&*+(+ "4 ."(4 1/*4

-4-443+)*434#./-4 4

* (4%"*4 -2"4

"./1%1"4+(!4

"&/!1"4+(!4

-+4-4-4 +"4 4

* +04

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Judul karya ilmiah ini ialah Pendugaan Keberadaan Gaharu pada Berbagai Ketinggian Batang Aquilaria malaccensis Lamk. dengan Teknik Sonik Tomografi.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Dr Lina Karlinasari, MS, Prof Dr Ir Imam Wahyudi, MS dan Prof Dr Ir Dodi Nandika, MS selaku pembimbing atas ilmu, saran dan kesabaran yang telah diberikan. Ucapan terima kasih yang tak terhingga disampaikan kepada orang tua saya ayah Zulkifli dan Ibu Fefi Fahlawi serta saudara-saudara saya atas do’a dan kasih sayang selama ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr Ir Maman Turjaman, DEA atas masukan, arahan dan diskusi terkait gaharu. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Dr Ir Erdy Santoso, MS selaku penguji luar komisi yang telah memberikan masukan pada tesis ini. Ucapan Terima kasih juga disampaikan kepada keluarga besar Departemen Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan (Dosen, Staff TU, Laboran dan teman-teman THH 2013) yang telah memberikan motivasi dan membantu penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Ucapan Terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Yudha Angkasa dan teman-teman di Prabumulih, Provinsi Sumatera Selatan yang telah membantu penulis selama melaksanakan kegiatan penelitian di lapangan.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini jauh dari kesempurnaan, namun demikian penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi yang membutuhkannya.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN ix

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

2 METODE PENELITIAN 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Bahan dan Alat Penelitian 2

Prosedur Penelitian 3

3 HASILDAN PEMBAHASAN 6

Kecepatan Rambat Gelombang Bunyi pada Batang Pohon Contoh 6 Kecepatan Rambat Gelombang Bunyi pada Lempengan Batang 8 Karakteristik Citra Tomogram Batang Pohon dan Lempengan Batang 9

Kuantitas dan Kualitas Gaharu 11

4 SIMPULAN DAN SARAN 12

Simpulan 12

Saran 12

DAFTAR PUSTAKA 12

LAMPIRAN 15

RIWAYAT HIDUP 19

DAFTAR TABEL

1 Kecepatan gelombang bunyi pada batang pohon contoh berdasarkan

ketinggian titik pengukuran 6

2 Kadar air dan kerapatan kayu batang pohon contoh 8 3 Kecepatan rambat gelombang bunyi pada lempengan batang pohon

berdasarkan ketinggian titik pengukuran 9

4 Kadar air dan kerapatan kayu lempengan batang pohon contoh 9 5 Proporsi bagian kayu solid dan bagian kayu yang terdeteriorasi pada

batang pohon contoh dan lempengan batang pasca penebangan 10 6 Bagian kayu bergaharu pada tomogram dan lempengan batang pohon

(12)

DAFTAR GAMBAR

1 Pola sebaran liang inokulasi fungi pada batang pohon contoh (a) dan

pasak kayu penutup liang inokulasi (b) 3

2 Proses aplikasi alat PiCUS® sonic tomography pada batang pohon

contoh 4

3 Citra tomogram bagian dalam berbagai ketinggian batang pohon contoh tanpa inokulasi fungi (a) dan pohon yang diinokulasi fungi (b) 7 4 Contoh perbandingan hasil citra tomogram (a) dan gambar pengamatan

visual (b) 11

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kecepatan rambat gelombang bunyi pada pohon (kondisi basah)

berdasarkan ketinggian pengukuran 15

(13)

1

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gaharu merupakan hasil hutan bukan kayu berupa bongkahan atau gumpalan gelap yang mengandung endapan aromatik, yang secara spesifik terdapat dalam batang dan cabang beberapa jenis pohon penghasil gaharu yang apabila dibakar mengeluarkan bau yang harum (Sitepu et al. 2010). Gaharu terbentuk sebagai respon jaringan hidup penyusun batang terhadap fungi, luka, dan proses non-patologi yang menyebabkan perubahan fisiologis dan senyawa kimia dari kayu baik secara alami maupun buatan (Groenewald 2005). Beberapa jenis pohon penghasil gaharu termasuk dalam genus Aquilaria spp. dan Gyrinops spp. Karena aromanya unik, gaharu digunakan sebagai bahan baku pembuatan parfum, kosmetik, dan obat tradisional (Kim et al. 1997; Bhuiyan et al. 2009). Dibandingkan dengan hasil hutan lainnya, gaharu memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi (Siran dan Turjaman 2010) sehingga menjadi objek perburuan yang sangat intensif. Akibatnya, kelestarian jenis-jenis pohon penghasil gaharu termasuk Aquilaria malaccensis sangat terancam. Bahkan sejak tahun 1994 Aquilaria spp. telah dicantumkan pada Appendix II Convention on Internasional Trade of Endangered Spesies of Wild Flora and Fauna (CITES) yang berarti tergolong tumbuhan yang terancam punah sehingga pemanenannya harus dikendalikan dan ekspornya dibatasi kuota tertentu (CITES 2013).

Aquilaria malaccensis merupakan salah satu dari 15 spesies pohon dari genus Aquilaria, family Thymelaceae. Keberadaan gaharu pada batang pohon didasarkan pada tanda-tanda alami terutama adanya bercak putih pada kulit pohon, adanya spot atau tanda hitam pada bagian kayu ketika kulit kayu disingkap, serta aroma khas ketika bagian kayu yang hitam tersebut dibakar. Berdasarkan tanda alami tersebut, pohon terduga mengandung gaharu akan ditebang oleh para petani atau pencari gaharu. Namun demikian, sering kali pohon terduga tersebut tidak mengandung gaharu. Dengan perkataan lain, penentuan keberadaan gaharu tersebut cenderung bersifat trial and error yang mengancam kelestarian pohon A. malaccensis.

(14)

2

ketidakteraturan masa kayu akibat deteriorasi (Wang et al. 2008; Li et al. 2014; Kazemi et al. 2009; Wang dan Allison 2008). Namun demikian, informasi tentang sebaran aksial keberadaan gaharu pada batang A. malaccensis belum banyak diketahui. Hal ini menyebabkan kurangnya sumbangan informasi ilmiah bagi peningkatan efektivitas sistem pemanenan gaharu, terutama dalam mengoptimalkan perkiraan keberadaan dan volume gaharu pada batang pohon tersebut.

1.2 Perumusan Masalah

Teknologi berbasis pengukuran kecepatan rambat gelombang bunyi dengan menggunakan teknik pencitraan (sonic tomography) yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya mampu menduga keberadaan gaharu pada batang pohon A. malaccensis dan jenis pohon penghasil gaharu lainnya. Namun demikian pengujian tersebut belum mengungkapkan sebaran aksial keberadaan gaharu pada batang pohon A. malaccensis dan belum dikonfirmasi terhadap kondisi faktual bagian dalam batang pohon tersebut pasca penebangan (kering udara).

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi keandalan teknologi sonic tomography dalam mendeteksi keberadaan gaharu pada arah aksial batang pohon A. malaccensis, mengetahui ada tidaknya perbedaan kecepatan rambat gelombang bunyi pada batang pohon yang masih berdiri dan pada lempengan batang pohon pasca penebangan serta menduga kuantitas dan kualitas gaharu yang dihasilkan dari batang pohon tersebut.

2

METODE PENELITIAN

2.1 Waktu dan Tempat

Penelitian yang dilakukan pada bulan Mei hingga Agustus 2015, terdiri atas penelitian lapangan di hutan tanaman masyarakat di Prabumulih, Provinsi Sumatera Selatan dan penelitian laboratorium di Laboratorium Sifat Dasar Kayu dan Laboratorium Keteknikan Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB, Bogor.

2.2 Bahan dan Alat Penelitian

(15)

3

2.3 Prosedur Penelitian

2.3.1 Pemilihan Pohon Contoh

Sepuluh pohon A. malaccensis Lamk. di suatu hutan rakyat di Prabumulih, Provinsi Sumatera Selatan dipilih sebagai pohon contoh. Lima pohon contoh yang telah diinokulasi oleh fungi, dan lima pohon lainnya tanpa perlakuan apapun (kontrol). Proses inokulasi dilakukan menggunakan fungi Fusarium solani strain Jambi (kode isolat: FORDA CC00500) 30 bulan sebelum pengujian dengan cara mengebor batang pohon dengan pola sebaran spiral dari bagian bawah hingga atas batang pohon (Gambar 1a). Lebar liang pengeboran 0.8 mm dan kedalaman liang pengeboran 1/3 dari diameter pohon. Setelah disuntik isolat fungi F. Solani, hasil pengeboran ditutup menggunakan pasak kayu (Gambar 1b).

(a) (b)

Gambar 1 Pola sebaran liang inokulasi fungi pada batang pohon contoh (a) dan pasak kayu penutup liang inokulasi (b)

2.3.2 Karakterisasi Pohon Contoh

Masing-masing pohon contoh diukur diameter (DBH) dan tinggi batangnya. Selanjutnya dari masing-masing batang pohon contoh diambil kayu contoh dengan menggunakan bor riap (diameter ±10 cm) pada ketinggian 130 cm sampai kedalaman setengah diameter batang pohon. Kayu contoh tersebut digunakan untuk menghitung kadar air dan kerapatan kayu pada masing-masing pohon contoh.

2.3.3 Pengujian Nondestruktif pada Batang Pohon Contoh

Pengujian NDT dilakukan menggunakan PiCUS® Sonic Tomograph. Alat ini dilengkapi dengan sensor atau transduser yang dipasang mengelilingi batang pohon contoh pada enam ketinggian batang yaitu 20 cm, 70 cm, 120 cm, 170 cm, 220 cm, dan 270 cm dari permukaan tanah. Jumlah transduser yang digunakan tujuh sampai 12 buah tergantung diameter pohon. Posisi transduser ke-1 pada batang pohon contoh selalu diletakkan pada arah utara. Salah satu transduser berfungsi sebagai pengirim signal gelombang bunyi, sedangkan transduser lainnya berfungsi

(16)

4

sebagai penerima. Gelombang bunyi dibangkitkan melalui pemukulan palu elektronik pada paku yang terpasang tepat di atas setiap transduser. Masing-masing paku terhubung dengan tranduser disebelah kanannya yang juga tersambung pada perangkat komputer. Saat pemukulan pada salah satu paku, paku lainnya ditutup menggunakan penutup magnetik untuk menghindari bias rambat gelombang (Gambar 2). Data kecepatan rambat gelombang bunyi diolah menggunakan perangkat lunak PiCUS7.2 dan secara otomatis diubah menjadi tomogram yang terbaca pada laptop.

Warna tomogram merujuk pada kecepatan rambat gelombang bunyi yang melintas pada bagian batang tersebut dan menunjukkan ada tidaknya deteriorasi (damage, zona Dm) dan bagian kayu yang sehat (utuh/solid, zona So). Zona diantara keduanya didefinisikan sebagai zona intermediate (Im). Zona So dicirikan oleh citra warna gelap (coklat-hitam) dengan kecepatan gelombang bunyi yang tinggi, zona Im dicirikan dengan citra warna hijau hingga violet yang mengindikasikan adanya deteriorasi, sedangkan citra warna biru menunjukkan adanya deteriorasi lanjut (advance deterioration) (Goecke et al. 2010).

Gambar 2 Proses aplikasi alat PiCUS® Sonic Tomograph pada batang pohon contoh

2.3.4 Pengujian Nondestruktif pada Lempengan Batang Pohon Pasca Penebangan

Setelah kecepatan rambat bunyi pada masing-masing pohon contoh selesai diukur, pohon contoh lalu ditebang. Pohon contoh dipotong menjadi beberapa log kecil sepanjang ±50 cm, kemudian dibawa ke laboratorium. Setiap log dipotong menjadi lempengan kayu (disk) setebal ±10 cm, lalu dikeringudarakan dengan bantuan kipas angin selama 30 hari terus menerus hingga mencapai kondisi kering udara. Dari setiap lempengan kayu diambil kayu contoh berukuran 3x3x2 cm untuk menentukan kadar air dan kerapatannya. Masing-masing lempengan kemudian diuji kecepatan rambat gelombang bunyinya. Data kecepatan rambat gelombang bunyi pada masing-masing lempeng digunakan untuk memverifikasi tomogram kondisi

(17)

5

bagian dalam batang pohon contoh. Selanjutnya, keragaan permukaan masing-masing lempengan kayu didokumentasikan menggunakan kamera digital. Foto permukaan lempengan kayu dianalisis luas bagian berwarna yang gelap dan luas bagian yang berwarna cerah. Analisis dilakukan menggunakan perangkat lunak ImageJ. Hasil analisis juga dibandingkan dengan tomogram batang pohon contoh.

2.3.5 Evaluasi Kuantitas dan Kualitas Gaharu dari Pohon Contoh

Kuantitas gaharu yang dihitung berupa persentase pendugaan volume gaharu dalam batang pohon. Gaharu diperoleh dari pemisahan bagian hitam yang mengandung gaharu dari bagian putihnya, kemudian ditimbang beratnya. Volume gaharu pada lempengan batang tersebut dihitung berdasarkan berat gaharu yang diperoleh terhadap volume lempeng batang tersebut. Perhitungan dugaan volume gaharu dalam satu batang pohon didasarkan pada volume gaharu yang terbentuk dari lempengan batang pohon contoh pada beberapa ketinggian dibandingkan dengan volume pohon total.

Kualitas gaharu dievaluasi berdasarkan SNI 7631 (2011). Gaharu dari masing-masing batang pohon contoh dipisahkan dari bagian batang lainnya. Pengujian didasarkan dengan memperhatikan warna, bobot dan kesan aroma gaharu apabila dibakar. Semakin tua warna gaharu, menandakan kandungan gaharu semakin tinggi. Penilaian terhadap bobot gaharu dilakukan dengan memasukkannya ke dalam air, semakin tenggelam gaharu menandakan semakin besar bobotnya. Selanjutnya penilaian terhadap aroma gaharu dilakukan dengan cara memotong sebagian kecil dari gaharu tersebut dan membakarnya. Potongan tersebut diletakkan diatas arang yang sudah dipanaskan terlebih dahulu agar aroma gaharu lebih mudah tercium dan memudahkan penetapan aroma gaharu.

2.3.6 Analisis Data

(18)

6

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Kecepatan Rambat Gelombang Bunyi pada Batang Pohon Contoh

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada batang pohon contoh tanpa inokulasi fungi kecepatan rambat gelombang bunyi tertinggi (875 m/detik) terdeteksi pada ketinggian 20 cm. Dengan perkataan lain, bagian pangkal batang relatif lebih solid dibandingkan bagian batang lainnya (tengah dan ujung). Kondisi tersebut juga terjadi pada batang pohon contoh yang diinokulasi fungi. Kecepatan rambat gelombang bunyi pada batang pohon yang diinokulasi fungi mencapai 882 m/detik, sedangkan pada batang pohon tanpa inokulasi fungi hanya 828 m/detik (Tabel 1).

Tabel 1 Kecepatan gelombang bunyi pada batang pohon contoh1) berdasarkan ketinggian titik pengukuran

1)Pohon dalam kondisi berdiri (pohon hidup)

*dpt=di atas permukaan tanah

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa kecepatan rambat gelombang bunyi pada berbagai ketinggian titik pengukuran, baik pada batang pohon tanpa inokulasi fungi maupun pada batang pohon yang diinokulasi fungi, tidak berbeda nyata (p≤0.05). Demikian juga kecepatan rambat gelombang bunyi pada batang pohon yang diinokulasi fungi tidak berbeda nyata dengan kecepatan rambat gelombang bunyi pada batang pohon tanpa inokulasi fungi (p≤0.05). Hal ini diduga terkait dengan liang inokulasi fungi yang dibuat menyebar seperti spiral pada berbagai ketinggian batang sehingga bagian yang mengalami deteriorasi, termasuk yang bergaharu, juga menyebar pada berbagai ketinggian batang pohon.

Kecepatan rambat gelombang bunyi yang tidak berbeda nyata pada batang pohon tanpa inokulasi fungi dan batang pohon yang diinokulasi fungi menunjukkan bahwa pada batang pohon tanpa inokulasi fungi diduga juga terjadi deteriorasi kayu, terutama dibagian tengah dan ujung batang. Hal ini didukung oleh citra tomogram yang dihasilkan pada berbagai ketinggian batang pohon contoh (Gambar 3). Dalam gambar tersebut terlihat bahwa bagian batang yang berwarna terang (mengalami deteriorasi) cenderung makin intensif pada ketinggian diatas 20 cm diatas permukaan tanah. Disamping itu, bagian batang yang berwarna terang pada pohon yang diinokulasi fungi relatif lebih luas dari pada batang pohon tanpa

Ketinggian titik pengukuran (cm dpt*)

Kecepatan rambatan gelombang bunyi (m/detik)

Tanpa inokulasi fungi Diinokulasi fungi

(19)

7

inokulasi fungi. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa kecepatan gelombang bunyi pada batang pohon yang diinokulasi fungi dan tanpa inokulasi fungi tidak berbeda nyata (p≤5%). Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan, kuantitas dan kualitas gaharu adalah jenis pohon, jenis dan kemurnian mikroorganisme yang diinokulasikan, jenis inokulan, teknik inokulasi, serta tenggang waktu antara inokulasi dan panen. Semakin lama tenggang waktu antara saat inokulasi dan saat panen, mutu gaharu yang dihasilkan akan semakin tinggi (Chen et al. 2011). Faktor lain seperti umur pohon, kondisi lingkungan dan kondisi genetik dari pohon Aquilaria spp. juga berperan penting dalam pembentukan gaharu (Ng et al. 1997).

(a) (b)

Gambar 3 Citra tomogram bagian dalam berbagai ketinggian batang pohon contoh tanpa inokulasi fungi (a) dan pohon yang diinokulasi fungi (b)

Penelitian yang dilakukan Wang et al. (2009) dan Li et al. (2014) pada pohon berdiri menggunakan PiCUS® Sonic Tomograph pada ketinggian 50 cm, 100 cm dan 150 cm menunjukkan hasil yang sama. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa citra tomogram yang paling luas terdapat pada ketinggian 50 cm dan terus menurun pada titik ketinggian pengukuran yang lebih tinggi. Penelitian Indahsuary et al. (2014) dan Karlinasari et al. (2015) pada pohon A. microcarpa menunjukkan bahwa kecepatan rambat gelombang bunyi pada berbagai ketinggian batang (20 cm, 130 cm dan 200 cm dari permukaan tanah) juga tidak berbeda nyata.

(20)

8

wilayah yang solid berkisar antara 1360 m/detik hingga 1484 m/detik, sementara pada wilayah yang mengalami deteriorasi berkisar antara 574 m/detik hingga 750 m/detik. Sementara itu kecepatan rambat gelombang bunyi pada batang pohon yang terserang fungi brown-rot berkisar antara 550 m/detik hingga 1250 m/detik (Li et al. 2014). Karlinasari et al. (2015) melaporkan bahwa rentang kecepatan rambat gelombang bunyi pada pohon A. microcarpa yang terdeteksi mengandung gaharu adalah 529-807 m/detik untuk gelombang sonik dan 807-1203 m/detik untuk gelombang ultrasonik. Faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan rambat gelombang bunyi adalah jenis kayu, kadar air, arah rambat gelombang (longitudinal, radial dan tangensial), serta cacat kayu berupa miring serat, mata kayu, dan pelapukan (Bucur 2006).

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kadar air batang pohon contoh tanpa inokulasi fungi dan yang diinokulasi fungi masing-masing 65.95% dan 76.92%. Sementara itu kerapatan batang pohon contoh tanpa inokulasi fungi dan yang diinokulasi fungi masing-masing 0.55 g/cm3 dan 0.59 g/cm3 (Tabel 2). Deflorio (2008) melaporkan bahwa kecepatan rambat gelombang bunyi pada batang pohon Oak, sycamore, beech dan Douglas fir yang telah diinokulasi 27 bulan dengan beberapa jenis fungi menurun hingga 10% dibandingkan pohon yang tidak diinokulasi fungi. Kemampuan kayu dalam merambatkan signal gelombang bunyi pada arah melintang berhubungan dengan sifat elastisitas dan kerapatan kayu tersebut (Feng et al. 2014).

Tabel 2 Kadar air dan kerapatan batang pohon contoh

Kondisi batang pohon KA (%) ρ (g/cm3)

Tanpa inokulasi fungi 65.95 0.55

Diinokulasi fungi 76.92 0.59

3.2 Kecepatan Rambat Gelombang Bunyi pada Lempengan Batang

(21)

9

kering udara, kadar air dan kerapatan kayu lebih seragam karena keseimbangannya dengan lingkungan.

Tabel 3 Kecepatan rambat gelombang bunyi pada lempengan batang pohon1) berdasarkan ketinggian titik pengukuran

Ketinggian titik pengukuran (cm dpt*)

Kecepatan rambatan gelombang bunyi (m/detik)

Tanpa inokulasi fungi Diinokulasi fungi

270 937 935

Tabel 4 Kadar air dan kerapatan lempengan batang pohon contoh

Kondisi lempengan batang KA (%) ρ (g/cm3)

Tanpa inokulasi fungi 18.30 0.27

Diinokulasi fungi 18.59 0.30

3.3 Karakteristik Citra Tomogram Batang Pohon dan Lempengan Batang

(22)

10

Tabel 5 Proporsi bagian kayu solid dan bagian kayu yang terdeteriorasi pada batang pohon contoh dan lempengan batang pasca penebangan

Kondisi batang pohon

Batang pohon contoh (%) Lempengan batang (%)

Solid

Tabel 6 menunjukkan bagian kayu bergaharu berdasarkan hasil tomogram dan kondisi faktual pada lempengan batang kayu pasca penebangan. Kondisi faktual dilakukan dengan menganalisis secara visual luasan bagian kayu berwarna hitam-gelap (bergaharu) menggunakan perangkat lunak ImageJ. Verifikasi kesesuaian hasil seperti disajikan Tabel 6 memperlihatkan bahwa pada pohon tanpa inokulasi fungi, proporsi kayu bergaharu berdasarkan tomogram adalah 0.9% sedangkan kondisi faktualnya adalah 1.0%. Sementara itu pada batang pohon yang diinokulasi fungi proporsi kayu bergaharu tercatat 2.3% pada tomogram sedangkan pada kondisi faktualnya (pasca penebangan) mencapai 2.84%. dengan perkataan lain akurasi evaluasi kayu bergaharu berbasis tomogram terhadap kondisi faktualnya adalah sebesar 90% (pohon tanpa inokulasi fungi) dan 80.98% (pohon yang diinokulasi fungi). Penelitian Gilbert dan Smiley (2004) menunjukkan perbedaan antara hasil tomogram dan penilaian visual sebesar 0% hingga 20%. Sementara itu penelitian Brazee et al. (2010) menunjukkan akurasi sekitar 95%. Citra tomogram dan kondisi faktual batang pohon memiliki kemiripan terutama untuk wilayah yang mengalami deteriorasi. Oleh karena itu, alat sonic tomography dapat digunakan untuk menunjukkan keberadaan gaharu dalam batang pohon. Tabel 6 Bagian kayu bergaharu pada tomogram dan lempengan batang pohon

contoh

Kondisi batang pohon Tomogram (%)a Faktual(%)b Akurasi (%)

Tanpa inokulasi fungi 0.9 1.00 90.00

Diinokulasi fungi 2.3 2.84 80.98

a = bagian bergaharu yang ditunjukkan oleh wilayah damage pada tomogram dari alat PiCUS® b = bagian bergaharu yang ditunjukkan oleh warna hitam-gelap pada hasil foto yang dianalisis

menggunakan ImageJ

(23)

11

faktualnya, baik pada pohon tanpa inokulasi fungi maupun pohon yang diinokulasi fungi.

Gambar 4 Contoh perbandingan hasil citra tomogram (a) dan gambar pengamatan visual (b)

3.4 Kuantitas dan Kualitas Gaharu

Rerata volume gaharu pada lima pohon A. malaccensis yang diinokulasi fungi adalah 0.00931 m3 atau 3.8% dari total volume batang pohon. Penelitian Ng et al. (1997) menyatakan bahwa tidak semua pohon Aquilaria spp. berhasil memproduksi gaharu. Volume dan kualitas gaharu yang dihasilkan dari satu pohon penghasil gaharu juga sangat bervariasi. Hanya sekitar 10% gaharu yang dapat dihasilkan secara alami oleh pohon Aquilaria spp. La Frankie (1994) juga menyatakan bahwa hanya sepersepuluh dari pohon penghasil gaharu dengan diameter diatas 20 cm yang mampu memproduksi gaharu (1 kg gaharu per pohon). Liu et al. (2013) melakukan penelitian pada pohon A. sinensis berumur tujuh tahun dengan empat teknik induksi. Setelah diinokulasi selama enam bulan menggunakan agar-wit, gaharu yang dihasilkan mencapai 6 kg per pohon. Setelah 20 bulan kualitas gaharu yang dihasilkan menyerupai gaharu alami (tanpa inokulasi buatan). Chong et al. (2015) menyatakan bahwa rerata volume gaharu yang dihasilkan dari batang pohon yang diberi perlakuan pancingan Agarwood Inducement Nuclear Malaysia (AINM) adalah 42.42%, sedangkan yang diberi perlakuan pancingan Fungi Infection (FI) hanya 3.30% dari volume total pohon.

Pada pohon gaharu yang dibudidayakan, proses produksi gaharu sangat ditentukan oleh jumlah lubang inokulasi fungi atau luka hasil inokulasi fungi dan kualitasnya tergantung tenggang waktu sejak diinokulasi hingga gaharu dipanen. Semakin lama tenggang waktu tersebut, maka semakin banyak resin wangi yang terakumulasi dan semakin tinggi kualitas gaharu yang dihasilkan. Dengan teknik inokulasi dan jenis isolat yang lebih murni dan potensial serta tenggang waktu

Pohon 1 – 120 cm Pohon 2- 220 cm cm

Pohon 7-20 cm Pohon 9 –70 cm

(a)

(24)

12

antara saat inokulasi dan panen yang lebih panjang, maka kualitas gaharu super mungkin akan dapat terbentuk (Mucharromah 2010).

Kualitas gaharu yang dihasilkan dari penelitian ini termasuk kedalam mutu sedang jenis kemedangan TG.C. Menurut SNI 7631 kemedangan yaitu kayu yang berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil gaharu, memiliki kandungan resin wangi dengan aroma yang lemah, ditandai oleh warnanya yang putih keabu-abuan sampai kecoklat-coklatan, berserat kasar, dan kayunya yang lunak. Bobot gaharu tergolong terapung dan memiliki aroma yang agak wangi hingga wangi bila dibakar. Kualitas gaharu yang dihasilkan pada penelitian ini baik untuk dimanfaatkan sebagai bahan pembuat minyak gaharu.

4

SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan

Kecepatan rambat gelombang bunyi pada berbagai ketinggian batang pohon A. malaccensis tidak berbeda nyata baik pada pohon tanpa inokulasi maupun yang diinokulasi fungi. Kecepatan rambat gelombang bunyi juga tidak berbeda nyata antara pohon tanpa inokulasi fungi dan pohon yang diinokulasi. Kecepatan rambat gelombang bunyi pada kondisi lempengan batang pohon pasca penebangan (kondisi kering udara) 1.10 kali lebih tinggi dibandingkan pada kondisi batang pohon yang masih berdiri. Bagian kayu bergaharu pada pohon yang diinokulasi fungi lebih besar dibandingkan pohon tanpa inokulasi fungi. Tomogram dari PiCUS® Sonic Tomograph mampu mendeteksi keberadaan gaharu pada batang pohon dengan tingkat akurasi 80-90%. Rerata volume gaharu yang dihasilkan pohon A. malaccensis adalah 3.8% dari volume total batang pohon dengan kualitas gaharu tergolong sedang.

4.2 Saran

Teknik sonik tomografi dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan gaharu pada batang pohon A. malaccensis. Kepadatan bagian dalam batang pohon A. malaccensis berbasis citra tomogram PiCUS® perlu lebih dispesifikasikan.

DAFTAR PUSTAKA

(25)

13

Bhuiyan MNI, Begum J, Bhuiyan MNH. 2009. Analysis of essential oil of eaglewood tree (Aquilaria agallocha Roxb.) by gas chromatography mass spectrometry. Bangladesh Journal of Pharmacology. 4:24–28.

Brazee NJ, Marra E, Cocke L, Wassenaer PV. Nondestructive assessment of internal decay in three hardwood spesies of northestern north America using sonic and electrical impedance tomography. Forestry. 84(1): 33-39. Bucur V. 2006. Acoustics of Wood. Springer-Verlag Berlin Heidelberg. New York

[NY].

Bowyer JL, Shmulsky R, Haygreen JG. Forest Product and Wood Science- An Introduction, Fourth Edition. Iowa State University Press. Amerika Serikat [US].

[CITES] Convention on International Trade of Endangered Spesies Wild Flora and Fauna. 2013. Appendices I, II and III.

Chen HQ, Yang Y, Jian X, Wei JH, Zhang Z, Chen HJ. 2011. Comparison of composition and antimicrobial activies of essential oils from chemically stimulated agarwood, wild agarwood and healthy Aquilaria sinensis Lour. Gilg trees. Molecules. 16:4884-4896.

Chong SP, Osman MF, Bahari N, Nuri EA, Zakaria R, Abdul-Rahim K. 2015. Agarwood inducement technology: a method for producing oil grade agarwood in cultivated Aquilaria malaccensis Lamk. Journal Agrobiotech. 6:1-16.

Deflorio G, Fink S, Schwarze RMWF. 2008. Detection of incipient decay in tree stems with sonic tomography after wounding and fungal inoculation. Journal of Wood Science Technology. 42:117-132.

Feng H, Li G, Fu S, Wang X. 2014. Tomographic image reconstruction using an interpolation method for tree decay detection. BioResources. 9(2):3248-3263.

Gilbert AE, Smiley TE. 2004. Picus sonic tomography for the quantification of decay in white oak (Quercus alba) and hickory (Carya spp.). Journal of Arboriculture. 30(5):277-278.

Goecke F, Labes A, Wiese J, Imhoff JF. 2010. Chemical interactions between marine macroalgae and bacteria. Marine Ecology Progress Series. 409:267-300

Groenewald S. 2005. Biology, pathogenicity and diversity of Fusarium oxysporum f.sp. cubense [Thesis]. Pretoria (ZA). University of Pretoria.

Indahsuary N, Nandika D, Karlinasari L, Santoso E. 2014. Reliability of sonic tomography to detect agarwood in Aquilaria microcarpa Baill. Journal Indian Academy Wood Science.11(1):65-71.

Kazemi S, Shalbafan A, Ebrahimi G. 2009. Internal decay assessment in standing beech trees using ultrasonic velocity measurement. European Journal of Forest Research. 128(4):345-350.

Karlinasari L, Indahsuary N, Kusumo TH, Santoso E, Turjaman M, Nandika D. 2015. Sonic and ultrasonic waves in agarwood trees (Aquilaria microcarpa) inoculated with Fusarium solani. Journal of Tropical Forest Science. 27(3):351–356.

(26)

14

La Frankie JV. 1994. Population dynamics of some tropical trees that yield non-timber forest products. Economic Botany. 48(3):301-309.

Liang S, Wang X, Wiedenbeck J, Cai Z, Fu F. 2008. Evaluation of acoustic tomography for tree decay detection. Di dalam: Proceeding of the 15th International Symposium on Nondestructive Testing of Wood; 2007 September 10-12; Minnesota, USA. Wisconsin [US]: Forest Products society. hlm 49-54.

Li G, Wang X, Wiedenback J, Ross RJ. 2014. Analysis of wave velocity patterns in black cherry trees and its effect on internal decay detection. Computers and Electronics in Agriculture. 104:32-39.

Lin CJ, Chang TT, Juan MY, Lin TT. 2011. Detecting deterioration in royal palm (Roystonea regia) using ultrasonic tomographic and resistance microdrilling techniques. Journal of Tropical Forest Science. 23(3):260-270.

Liu Y, Chen H, Yang Y, Zhang Z, Wei J, Meng H, Chen W, Feng J, Gan B, Chen X et al. 2013. Whole-tree agarwood-inducing technique: an efficient novel technique for producing high-quality agarwood in cultivated Aquilaria sinensis Trees. Journal of Molecules. 18:3086-3106.

Mucharromah 2010. Pengembangan gaharu di Bengkulu, Sumatera. Info Hutan. 7(2):117-128.

Ng LT, Chang, YS, Kadir AA. 1997. A review on agar (gaharu) producing Aquilaria species. Journal of Tropical Forest Products. 2(2):272-285. Nicolotti G, Socco LV, Martinis R, Godio A, Sambuelli L. 2003. Application and

comparison of three tomographic techniques for detection decay in trees. Journal of Arboriculture. 29(2):66-78.

Rabe C, Ferner D, Fink S, Schwarze RMWF. 2004. Detection of decay in trees with stress waves and interpretation of acoustic tomogram. Arboricultural Journal. 28(1-2):3-19.

Rioux DA. 2004. Non-invasive acoustic tool revealing decay in trees. Phytoprotection. 85(2):68.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2011. SNI 7631:Gaharu. Jakarta:SNI

Siran S, Turjaman M. 2010. Pengembangan teknologi gaharu berbasis pemberdayaan masyarakat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor [ID].

Sitepu IR, Santoso E, Siran SA, Turjaman M. 2010. Fragrant wood gaharu :when the wild can no longer provide. Di dalam: Terjaman M, editor. Proceeding of Gaharu Workshop: Bioinduction Technology for Sustainable Develpoment and Conservation of Gaharu, part of program ITTO PD425/06 Rev.1.(I); Introduction: production and utilization technology for sustainable development of agarwood in Indonesia. R and D center for Forest Conservation and Rehabilititation. Bogor, Indonesia. Bogor [ID]. Wang X, Allison B. 2008. Decay detection in red oak trees using a combination of

visual inspection, acoustic testing, and resistant microdrilling. Arboriculture and Urban Forestry. 34(1):1-4.

(27)

15

Lampiran 1 Kecepatan rambat gelombang bunyi pada pohon (kondisi basah) berdasarkan ketinggian pengukuran

Ketinggian pengukuran (cm)

Kecepatan rambat gelombang bunyi pada pohon (m/detik) Rerata (m/detik)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

270 1001 773 912 916 804 816 789 758 744 803 831.2

220 926 733 763 833 790 861 784 801 715 768 797.4

170 928 966 758 914 821 836 768 903 728 760 838.2

120 853 943 871 1010 900 918 862 923 782 824 888.6

70 936 842 814 892 899 894 846 996 795 789 870.3

20 1009 983 821 948 910 888 831 1013 782 861 904.6

Lampiran 2 Kecepatan rambat gelombang bunyi pada lempengan batang (kondisi kering udara) berdasarkan ketinggian pengukuran

Ketinggian pengukuran (cm)

Kecepatan rambat gelombang bunyi pada pohon (m/detik) Rerata (m/detik)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

270 965 773 944 966 1026 1001 971 909 877 927 935.9

170 893 938 915 1065 990 962 945 1040 877 1062 968.7

(28)

16

Lampiran 3 Proporsi bagian kayu solid dan kayu terdeteriorasi

a. Proporsi bagian kayu solid dan terdeteriorasi pada batang pohon contoh yang

(29)
(30)

18

Lampiran 4 Volume bagian kayu bergaharu pada pohon contoh

No pohon

Volume Pohon (m3)

Berat gaharu (g)

Volume lempengan (m3)

Volume gaharu lempengan (m3)

Volume gaharu pada pohon (m3)

1 0.114 47.91 0.002 0.0002 0.01418

2 0.245 17.48 0.002 0.00014 0.01961

3 0.3 17.88 0.002 0.00004 0.00517

4 0.31 8.71 0.002 0.00004 0.00675

5 0.262 5.81 0.002 0.00003 0.00084

(31)

19

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Langsa, Aceh Timur pada tanggal 24 Januari 1991. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Zulkifli dan Fefi Fahlawi. Pada tahun 2008, penulis diterima pada Program Studi Teknologi Hasil Hutan Universitas Sumatera Utara (USU) melalui jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) dan lulus pada tahun 2012. Selama perkuliahan di USU, penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan pada Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS). Pada tahun 2013, penulis melanjutkan studi magister (S2) pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).

Gambar

Gambar 1  Pola sebaran liang inokulasi fungi pada batang pohon contoh (a) dan  pasak kayu penutup liang inokulasi (b)
Gambar 2  Proses aplikasi alat  PiCUS® Sonic Tomograph pada batang pohon contoh
Tabel 1  Kecepatan gelombang bunyi pada batang pohon contoh1) berdasarkan ketinggian titik pengukuran
Gambar 3    Citra tomogram bagian dalam berbagai ketinggian batang pohon contoh tanpa inokulasi fungi (a) dan pohon yang diinokulasi fungi (b)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian Pasal 145 ayat (2) UU tersebut menyebutkan "Perda yang bertentangandengan kepentinganumum dan/atau peraturanperundang-undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan

Kesimpulan dari skripsi ini adalah sebagai berikut: perbuatan terdakwa dikualifikasikan sebagai tindak pidana perbankan karena sanksi pidana di dalam Undang- Undang

Topik bahasannya meliputi karakteristik bahasa Arab, kata, kalimat, dan wacana dalam bahasa Arab, serta kaidah adaptasi bahasa arab ke dalam bahasa

Sehubungan dengan pelaksanaan Evaluasi Administrasi, Teknis, Harga dan Kualifikasi untuk Pekerjaan Pembangunan RKB MI N Simullu Kab..

Hal tersebut menunjukkan bahwa potensi pertumbuhan tunas pada bibit okulasi dini menggunakan mata tunas cabang primer dari tanaman entres usia muda jauh lebih

[r]

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan nilai CvR rata nilai CvR induk sapi perah di lokasi penelitian tergolong sangat baik karena

Kualitas air kobokan pada rumah makan di Kelurahan Andalas, Padang Timur berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan sampel air yang berasal dari air