• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan Lanskap Pantai Pangandaran Berbasis Mitigasi Bencana Tsunami

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perencanaan Lanskap Pantai Pangandaran Berbasis Mitigasi Bencana Tsunami"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN LANSKAP PANTAI PANGANDARAN

BERBASIS MITIGASI BENCANA TSUNAMI

RIZKY RAHADIAN RAMDHANY

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perencanaan Lanskap Pantai Pangandaran Berbasis Mitigasi Bencana Tsunami adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir penelitian ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

RIZKY RAHADIAN RAMDHANY. Perencanaan Lanskap Pantai Pangandaran Berbasis Mitigasi Bencana Tsunami. Dibimbing oleh AFRA DN MAKALEW.

Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki panjang garis pantai sekitar 81.000 km dan luas laut sekitar 3,1 juta km2. Oleh karena itu, sekitar 80 persen kegiatan ekonomi Indonesia terkait dengan wilayah pesisir. Beberapa wilayah pesisir di Indonesia termasuk pada daerah yang beresiko tinggi terhadap ancaman tsunami apabila mengacu kepada peta Indeks Resiko Bencana Indonesia yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Penaggulangan Bencana. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan perencamaam kawasan Pangandaran dan memberikan rekomendasi terkait mitigasi bencana tsunami. Bencana tsunami pernah terjadi dilokasi yang diteliti, yaitu pada tahun 2006. Penelitian ini menggunakan metode perencanaan modifikasi (Gold 1980) yang terdiri dari tahap persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis dan perencanaan. Analisis yang dilakukan adalah analisis kerentanan kawasan terhadap bencana tsunami. Analisis kerentanan dilakukan guna mengetahui strategi mitigasi yang perlu diterapkan pada daerah dengan kerentanan yang sangat tinggi terhadap bencana tsunami dalam upaya mengurangi tingkat resiko yang terjadi ketika bencana tsunami terjadi. Hasil analisis menyatakan bahwa Pantai Pangandaran dapat diklasifikasikan pada kawasan dengan tingkat kerentanan terhadap ancaman tsunami yang sangat tinggi berdasarkan penilian terhadap kemiringan, ketinggian, tata guna lahan, jarak dari sungai dan jarak dari pantai. Analisis kesesuaian area untuk evakuasi bencana dilakukan guna menentukan area yang tepat dijadikan sebagai tempat evakuasi bencana tsunami. Konsep perencanaan dibagi menjadi konsep ruang, konsep aktivitas, konsep sarana prasarana, konsep sirkulasi dan konsep vegetasi. Konsep yang ada kemudian dikembangkan sehingga menghasilkan suatu rencana lanskap, rencana aktivitas, rencana sirkulasi, rencana vegetasi, dan rencana fasilitas sarana prasarana.

Kata kunci: pesisir, mitigasi, Pangandaran, perencanaan, tsunami

ABSTRACT

RIZKY RAHADIAN RAMDHANY. Coastal Planning in Pangandaran Based on Tsunami Disaster Mitigation. Supervised by AFRA DN MAKALEW.

The Indonesian archipelago has a long coastline of about 81,000 km and the sea area of about 3.1 million km2. Therefore, about 80 percent of Indonesia's

(5)

conducted analysis of regional vulnerability to tsunamis. Vulnerability analysis was conducted to determine the mitigation strategies that need to be implemented in areas with very high vulnerability to the tsunami disaster in an effort to reduce the level of risk that occurs when the tsunami struck. The results from the analysis found that Pangandaran beach is classified as an area highly vulnerable to tsunami, based on an assessment of the slope, elevation, land use, distance from the river and distance from the coast. Analysis of the suitability of the area for evacuation was conducted to determine the exact area used as a tsunami evacuation.. The concept of planning is divided into space concept, the concept of activity, the concept of infrastructure, circulation concept and the concept of vegetation. The concept that there is then developed to produce a landscape plan, plan activities, circulation plan, vegetation plans, and plan infrastructure facilities.

(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Arsitektur Lanskap

pada

Departemen Arsitektur Lanskap

PERENCANAAN LANSKAP PANTAI PANGANDARAN

BERBASIS MITIGASI BENCANA TSUNAMI

RIZKY RAHADIAN RAMDHANY

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(7)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2016 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan IPB.

(8)

Judul Skripsi : Perencanaan Lanskap Pantai Pangandaran Berbasis Mitigasi Bencana Tsunami

Nama : Rizky Rahadian Ramdhany NIM : A44110055

Disetujui oleh

Dr. Ir. Afra DN Makalew, M.Sc Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M. Agr Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

(9)

PRAKATA

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian ini. Penelitian dengan judul Perencanan Lanskap Pantai Pangandaran Berbasis Mitigasi Bencana Tsunami ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian dari Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dalam penyusunan skripsi ini penulis mendapat masukan, arahan dan bimbingan serta kritik dan saran dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua tercinta ayah dan mama, serta adikku Rizal Rahadian Ramdhany, S. KH yang memberikan doa, kesempatan, kepercayaan, arahan, nasehat, dukungan penuh serta kasih sayang;

2. Dr. Ir. Afra D. N. Makalew, M.Sc selaku Dosen Pembimbing yang telah sabar membimbing dan berbagi ilmu yang sangat berguna selama masa penelitian ini;

3. Bapak Ir. Qodarian Pramukanto, M.Si selaku Pembimbing Akademik, atas nasehat dan bimbingannya;

4. Segenap dosen Departemen Arsitektur Lanskap atas ilmu dan bimbingannya; segenap staf kependidikan Departemen Arsitektur Lanskap atas bantuan dan kemudahan administrasi yang telah diberikan kepada penulis;

5. Segenap keluarga besar Paguyuban Mahasiswa Bandung dan Angklung PAMAUNG Institut Pertanian Bogor

6. Teman-teman ARL Angkatan 48 untuk pahit-manisnya pertemanan serta pertualangan dan perjuangan di ARL yang telah memberi makna dan warna dalam kehidupan;

7. Keluarga besar ARL dari semua angkatan dan semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan pada penulis, yang tidak dapat disebutkan satu persatu, permohonan maaf dan rasa terima kasih untuk semuanya.

Penulis menyadari masih terdapatnya kekurangan dalam penulisan skripsi ini, penulis terbuka terhadap berbagai masukan, saran dan kritik untuk kelengkapan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, 2016

(10)

DAFTAR ISI

Geologi dan Jenis Tanah 24

Iklim 25

Aspek Sosial Ekonomi Budaya 31

Demografi Penduduk 31

Keadaan Ekonomi dan Pendidikan 31

(11)

Sintesis 44

Konsep 44

Konsep Ruang 44

Konsep Aktivitas 46

Konsep Fasilitas, Sarana dan Prasarana 47

Konsep Sirkulasi 48

Konsep Vegetasi 48

Perencanaan 49

Rencana Tata Ruang 49

Rencana Aktivitas 57

Rencana Fasilitas, Sarana dan Prasarana 58

Rencana Sirkulasi 60

Rencana Vegetasi 61

Rencana Daya Dukung 62

SIMPULAN DAN SARAN 65

Simpulan 65

Saran 65

DAFTAR PUSTAKA 66

(12)

DAFTAR TABEL

1 Intensitas tsunami 6

2 Waktu pelaksanaan penelitian 13

3 Bentuk dan jenis data 15

4 Klasifikasi kemiringan untuk kawasan wisata dan evakuasi bencana 22 5 Data ketinggian dari permukaan laut di Kecamatan Pangandaran 23 6 Penggunaan lahan berdasarkan desa di Kecamatan Pangandaran 24 7 Luas penggunaan lahan di Kecamatan Pangandaran 27 8 Jumlah penduduk menurut kewarganegaraan di Kecamatan Pangandaran 31

9 Matriks kerentanan bencana tsunami 33

10 Selang kelas kerentanan terhadap tsunami 40

11 Kesesuaian ketinggian untuk area evakuasi bencana tsunami 41 12 Kesesuaian ruang untuk area evakuasi bencana tsunami 41

13 Jenis dan fungsi tanaman 49

14 Rencana tata ruang, aktivitas dan fasilitas 54

15 Rencana jalur sirkulasi 61

(13)

DAFTAR GAMBAR

7 Peta lokasi penelitian, Pantai Pangandaran-Jawa Barat 12 8 Bagan alir penelitian berdasarkan proses perencanaan 14

9 Peta administrasi Kecamatan Pangandaran 18

10 Peta Indeks Resiko Bencana Tsunami Indonesia (IRBI) 19 11 Kerusakan akibat tsunami di Pantai Pangandaran 20 12 Ketinggian run-up tsunami Pangandaran 17 Juli 2006 di berbagai 21 lokasi pesisir selatan Jawa (IOC-ITIC, 2006)

13 Peta kemiringan Kecamatan Pangandaran 22

14 Peta ketinggian Kecamatan Pangandaran 23

15 Peta jenis tanah Kecamatan Pangandaran 24

16 Peta geologi Kecamatan Pangandaran 25

17 Peta penggunaan lahan Kecamatan Pangandaran 27

18 Good view Pantai Pangandaran 28

19 Bad view Pantai Pangandaran 28

20 Peta fasilitas di objek wisata Pantai Pangandaran 29 21 Fasilitas wisata objek wisata Pantai Pangandaran 30 22 Rambu evakuasi di objek wisata Pantai Pangandaran 30

23 Peta kerentanan kemiringan terhadap tsunami 34

24 Peta kerentanan ketinggian terhadap tsunami 35

25 Peta kerentanan penggunaan lahan terhadap tsunami 36 26 Peta kerentanan jarak dari pantai terhadap tsunami 37 27 Peta kerentanan jarak dari sungai terhadap tsunami 38 28 Peta kerentanan Kecamatan Pangandaran terhadap tsunami 39 29 Peta kerentanan objek wisata Pantai Pangandaran terhadap tsunami 40 30 Peta kesesuaian ketinggian untuk area evakuasi bencana tsunami 42 31 Peta kesesuaian untuk area evakuasi bencana tsunami 43

32 Diagram konsep ruang 44

33 Alur konsep 45

34 Rencana Blok 46

35 Konsep sirkulasi 48

36 Diagram konsep vegetasi 49

37 Perbesaran area escape building 50

38 Rencana lanskap 51

39 Perbesaran area wisata, konservasi dan escape building 53

40 Strategi cara pencegahan 55

41 Strategi cara memperlambat 55

42 Strategi cara pengendalian 55

43 Strategi cara merintangi 56

44 Sistem kerja Tsunami Early Warning System (TEWS) 58

(14)

46 Escape Building 59

47 Menara sirine peringatan tsunami 59

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki panjang garis pantai sekitar 81.000 km dan luas laut sekitar 3,1 juta km2. Oleh karena itu, sekitar 80 persen kegiatan ekonomi Indonesia terkait dengan wilayah pesisir. Diperkirakan 22% jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 41 juta jiwa tinggal dan mata pencahariannya memanfaatkan sumberdaya alam yang ada di daerah pesisir dan laut (Nurududja, Aminah, dan Sukarman 2004 dalam Chomariyah 2007). Kawasan pesisir juga merupakan salah satu daerah yang rawan terhadap bencana alam.

Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2011, sebagian besar desa yang terletak di kawasan pesisir akan sangat rawan terkena bencana gempa bumi dan tsunami. Selain itu, 700 desa Sumatra dan Jawa dan 2000 desa di pesisir Indonesia rawan rob atau gelombang pasang. Sementara Sunarto dan Marfai (2012), menyampaikan bahwa daerah yang rawan terhadap ancaman bencana tsunami meliputi sepanjang pantai barat Sumatra, Pantai selatan Jawa hingga ke timur Bali dan ke utara meliputi kawasan pesisir Papua dan Sulawesi.

Sudrajat (1997) memasukkan wilayah Jawa bagian selatan ke dalam kelompok pantai yang rawan terhadap bencana tsunami berdasarkan tektonik penyebab gempa bumi. Salah satu dari wilayah pesisir yang rawan akan bencana yaitu Pantai Pangandaran. Pantai Pangandaran merupakan salah satu objek wisata yang terkenal di Indonesia. Menurut data Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Ciamis, Pantai Pangandaran termasuk dalam salah satu tempat tujuan wisata Indonesia favorit di tahun 2012 dengan jumlah pengunjung sebanyak 936,616 orang atau mengalami kenaikan jumlah pengunjung sebesar 12,42% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Secara geografis Pangandaran terletak antara 07041’15,8” LS dan 108039’33,2” BT. Keadaan topografinya landai dengan ketinggian rata–rata berkisar 0 – 20 m di atas permukaan laut. Berdasarkan klasifikasi Schmidt & Ferguson pangandaran memiliki curah hujan rata – rata 3196 mm/tahun. Suhu berkisar antara 25°C-35°C dengan kelembaban 80-90% (Nandi 2007).

(16)

2

sebenarnya sudah pernah dibuat oleh Kementrian Pekerjaan Umum Indonesia pada tahun 2007, namun bentuk mitigasi bencana tsunami seperti pemanfaatan dan penataan vegetasi sebagai salah satu elemen dalam lanskap untuk menunjang mitigasi bencana belum dilakukan serta diperlukannya penataan ulang terkait pemanfaat lahan berbasis mitigasi bencana di Pantai Pangandaran. Oleh karena itu, perlu adanya perencanaan kawasan berbasis mitigasi bencana tsunami sebagai upaya pencegahan dan menyiapkan Pangandaran dengan lebih baik untuk menghadapi tsunami berikutnya yang tidak dapat diduga kapan datangnya. Hal ini perlu dilakukan mengingat pantai Pangandaran yang terletak di Kecamatan Pangandaran memiliki populasi yang cukup padat yaitu sebesar 56.998 (Pangandaran dalam angka, 2013). Perencanaan lanskap berbasis mitigasi bencana yang menyesuaikan dengan jalur evakuasi yang telah dibuat oleh pemerintah dengan memanfaatkan vegetasi sebagai salah satu elemen dalam perencanaan diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang bersifat berkelanjutan.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memberikan rekomendasi terkait mitigasi bencana tsunami di Pantai Pangandaran. Tujuan khusus penelitian dalam merencanakan Pantai Pangandaran adalah :

1. mengidentifikasi fisik, biofisik, sosial budaya, fungsional, dan aspek legal di Pantai Pangandaran, dan

2. menyusun perencanaan pantai Pangandaran serta rekomendasi terkait mitigasi bencana tsunami.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat sebagai berikut:

1. bagi pemerintah: untuk menciptakan suatu kawasan yang berfungsi sebagai area mitigasi bencana selain fungsinya sebagai kawasan wisata yang dapat meningkatkan devisa daerah Pangandaran,

2. bagi masyarakat: sebagai wadah untuk belajar lebih banyak tentang bagaimana mengantisipasi dan menanggulangi bencana serta hal yang harus dilakukan ketika bencana terjadi, dan

3. bagi mahasiswa: sebagai sarana untuk pengabdian masyarakat dengan ilmu yang telah dimiliki yang dipergunakan untuk kepentingan orang banyak. Serta mengembangkan ide-ide dan kreasi langsung kepada masyarakat.

Kerangka Pikir

(17)

3 yang dinilai berupa topografi, penggunaan lahan dan jarak dari garis pantai guna mengetahui tingkat kerentanan Pantai Pangandaran terhadap bencana tsunami. Tingkat kerentanan Pantai Pangandaran terhadap tsunami dapat dijadikan sebagai acuan guna menyusun perencanaan lanskap di Pantai Pangandaran berbasis mitigasi bencana tsunami. Alur kerangka pemikiran penelitan perencanaan lanskap Pantai Pangandaran berbasis mitgasi bencana tsunami dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

Pantai Pangandaran Rawan Bencana Tsunami

Kebutuhan Ruang Mitigasi

Aspek Mitigasi Bencana Tsunami

Topografi Penutupan Lahan Jarak dari garis pantai

Zona Kerentanan Pantai Pangandaran

Lanskap Pantai Berbasis Mitigasi

(18)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Perencanaan lanskap

Perencanaan merupakan langkah atau cara yang dilakukan secara sistematik untuk mencapai kondisi lanskap yang ideal. Menurut Arsyad (1999), perencanaan adalah suatu proses yang berkesinambungan yang mencakup keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan berbagai alternatif penggunaan sumber daya untuk emncapai tujuan-tujuan tertentu pada masa yang akan datang. Sedangkan menurut Tarigan (2005) perencanaan secara umum adalah menetapkan suatu tujuan yang dapat dicapai setelah memperhatikan faktor-faktor pembatas dalam mencapai tujuan tersebut memilih serta menetapkan langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut. Maka perencanaan harus memperhatikan upaya pengelolaan lingkungan hidup yang lestari (Subroto, 2003). Langkah-langkah yang dilakukan dalam perencanaan lanskap adalah:

1. identifikasi potensi ruang,

2. identifikasi faktor penghambat pengembangan ruang, 3. identifikasi kebutuhan dan kepentingan pengembangan,

4. identifikasi spesifikasi kegiatan pembangunan dan dampaknya terhadap 5. komponen lanskap,

6. identifikasi koneksitas antar kegiatan dengan daya dukung ruang, dan 7. identifikasi dan analisis kebijakan dan peraturan yang relevan mendukung

pemanfaatan ruang secara sustainable (Subroto, 2003).

Begen (2004) mendefinisikan bahwa wilayah pesisir di daratan sebagai wilayah daratan yang berbatasan dengan laut, yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang surut, angin laut, dan intrusi garam. Lanskap pesisir merupakan peralihan antara daratan dan lautan. Definisi wilayah pesisir yang digunakan di Indonesia adalah pertemuan antara daerah darat dan laut, ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih di pengaruhi sifat –sifat laut seperti pasang laut, angin laut dan perembesan air asin. Sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Soegiarto 1976 dalam Dahuri et all. 2004)

Perencanaan lanskap pesisir merupakan suatu bentuk alat yang sistematis yang diarahkan untuk mendapatkan tujuan dan maksud tertentu melalui pengaturan, pengarahan atau pengendalian terhadap proses pengembangan dan pembangunan. Perencanaan lanskap pesisir ini akan menghasilkan suatu kawasan yang saling terintegrasi satu sama lain untuk memenuhi kebutuhan manusia dan alam sekitar.

Tsunami

(19)

5 disebabkan oleh gempa bumi yang berpusat di bawah laut, letusan gunung berapi bawah laut, longsor bawah laut, atau hantaman meteor di laut. Gelombang tsunami dapat merambat ke segala arah. Kerusakan dan korban jiwa yang terjadi karena tsunami bisa diakibatkan karena hantaman air maupun material yang terbawa oleh aliran gelombang tsunami (HanimU, 2012).

Menurut Beni (2006), Tsunami adalah istilah yang berasal dari bahasa Jepang yang kini telah menjadi istilah internasional. Tsunami adalah istilah untuk menyatakan gelombang besar luar biasa yang datang menyerang tiba-tiba menghempas ke pantai dan mampu menjalar dengan kecepatan hingga lebih dari 900 km/jam, terutama diakibatkan oleh gempa bumi yang terjadi di dasar laut. Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) No. 4 tahun 2008, Tsunami adalah gelombang pasang yang timbul akibat terjadinya gempa bumi di laut, letusan gunung api bawah laut atau longsoran di laut. Namun tidak semua fenomena tersebut dapat memicu terjadinya tsunami. Syarat utama timbulnya tsunami adalah adanya deformasi (perubahan bentuk yang berupa pengangkatan atau penurunan blok batuan yang terjadi secara tiba-tiba dalam skala yang luas) di bawah laut. Terdapat empat faktor pada gempa bumi yang dapat menimbulkan tsunami, yaitu: 1) pusat gempa bumi terjadi di Iaut, 2) Gempa bumi memiliki magnitude besar, 3) kedalaman gempa bumi dangkal, dan 4) terjadi deformasi vertikal pada lantai dasar laut. Gelombang tsunami bergerak sangat cepat, mencapai 600-800 km per jam, dengan tinggi gelombang dapat mencapai 20 m.

Menurut Arnold (1986) dalam Diposaptono dan Budiman (2005) Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat kegempaan tinggi di dunia. Tsunami merupakan gelombang yang disebabkan oleh adanya pergerangan lempeng bumi di bawah laut. Pergeseran lempeng bumi pada bawah laut yang menyebabkan terjadinya tsunami dapat disebabkan oleh tiga tipe aktivitas geologi bumi: gempa bumi, longsor, dan lentusan vulkanik. Tsunami umumnya terjadi karena gempa bumi dilaut, longsornya dasar laut, meletusnya gunung api, dan kejatuhan meteor. Aktivitas kegempaan di selatan Jawa dekade ini lebih aktif dibandingkan dengan dekade sebelumnya berdasarkan katalog kegempaan. Subduksi di selatan Jawa masih akttif, hal itu bisa dilihat dari aktivitas gempa yang terjadi di Jawa selama kurun waktu 1976 sampai 2012 pernah terjadi gempa mulai dari 6,4 Mw sampai 7,8 Mw (Sofyan, 2012) . Beberapa gempa pernah menyebabkan terjadinya tsunami yaitu gempa Banyuwangi 1996 yang mengakibatkan kerusakan yang masif di wilayah Lumajang, Jember, dan Banyuwangi serta Pangandaran pada tahun 2006 (Maramai dan Tinti, 1997). Menurut hasil inventarisasi korban dan kerusakan, yang diperoleh dari Bappeda kabupaten yang terkena dampak bencana di Pangandaran sejumlah 659 korban jiwa. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 6/PRT/M/2009. Secara tipikal tsunami terbagi atas:

1. Tsunami lokal

(20)

6

menunggu peringatan dari petugas setempat. Oleh karena itu, diperlukan informasi dan program pelatihan masyarakat secara efektif.

2. Tsunami berjarak

Tsunami berjarak adalah jenis tsunami yang paling umum terjadi di sepanjang Pantai Pasifik dari Amerika Serikat. Contohnya gelombang di daerah Pasifik yang melintasi lautan sehingga energinya agak berkurang sebelum menghempas pesisir pantai Amerika Serikat. Jarak untuk mencapai pantai bervariasi antara 5.5 jam sampai 18 jam, bergantung pada pusat tsunami, struktur tsunami, jarak sumber dan arah pendekatan. Skala intensitas yang sering digunakan adalah skala intensitas magnitude tsunami Abe (1993). Abe memperkenalkan suatu cara untuk mengukur tsunami berjarak (distant tsunami) dengan data tsunami yang terjadi di Samudera Pasifik dan Jepang. Skala intensitas tersebut disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Intensitas Tsunami

Intensitas Tinggi

run up (m) Deskripsi Tsunami Frekuensi

I 0.5 Amat kecil. Gelombang sangat lemah dan

hanya terdeteksi pada catatan pasang surut

1 kali tiap 4 bulan

II 1 Kecil. Gelombang dapat terlihat oleh

orang yang tinggal disekitar pantai.

1 kali tiap 4 bulan

III 2 Tsunami menyebabkan banjir pada pantai

yang landai. Perahu kecil terdorong ke pantai. Terjadi kerusakan ringan pada bangunan yang terletak dekat pantai. Pada daerah muara arus sungai berbalik.

1 kali tiap 8 bulan

IV 4 Besar. Terjadi banjir di daerah pantai.

Terjadi penggerusan ringan pada tanah. Tanggul rusak, keruskan ringan pada bangunan dekat pantai. Perahu besar terhempas ke daratan atau terbawa arus ke laut.

V 8 Amat besar. Seluruh bagian pantai

tergenang. Dermaga dan bangunan

6 tructural dekat pantai rusak. Terjadi penggerusan pada tanaman darat. Pantai dikotori oleh benda mengapung, ikan dan bintang laut. Semua perahu terdampar ke daratan atau terbawa arus ke laut. Manusia tenggelam dan gemuruh suara gelombang

VI 16 Menghancurkan. Semua struktur

bangunan mengalami kerusakan total atau sebagian besar rusak. Banjir di pantai yang cukup dalam. Kapal-kapal besar

mengalami kerusakan. Pohon-pohon

tercabut dan rusak oleh gelombang.

1 kali per 10 tahun

(21)

7 Mitigasi Bencana

Mitigasi merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk mengurangi dampak yang terjadi akibat bencana terhadap manusia, struktur bangunan, ekonomi, sistem sosial dan lingkungan (Pardeep, 2001). Mitigasi dibuat untuk mengurangi resiko terhadap bahaya kerentanan maupun kerusakan. Mitigasi fokus terhadap bencana yang disebabkan oleh alam dan usaha untuk meminimalisir kerugian bencana kepada masyarakat. Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana). Mitigasi didefinisikan sebagai upaya yang ditujukan untuk mengurangi dampak dari bencana, Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. (UU No 24 Tahun 2007, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 9) (PP No 21 Tahun 2008, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 6) Mitigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf c dilakukan untuk mengurangi risiko bencana bagi masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana. (UU No 24 Tahun 2007 Pasal 47 ayat (1). Mitigasi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf c dilakukan untuk mengurangi risiko dan dampak yang diakibatkan oleh bencana terhadap masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana. (PP No 21 Tahun 2008 Pasal 20 ayat (1)baik bencana alam, bencana ulah manusia maupun gabungan dari keduanya dalam suatu negara atau masyarakat. Dalam konteks bencana, dekenal dua macam yaitu (1) bencana alam yang merupakan suatu serangkaian peristiwa bencana yang disebabkan oleh faktor alam, yaitu berupa gempa, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan tanah longsor, dll. (2) bencana sosial merupakan suatu bencana yang diakibatkan oleh manusia, seperti konflik sosial, penyakit masyarakat dan teror. Mitigasi bencana merupakan langkah yang sangat perlu dilakukan sebagai suatu titik tolak utama dari manajemen bencana. Ada empat hal penting dalam mitigasi bencana, yaitu :

a) tersedia informasi dan peta kawasan rawan bencana untuk tiap jenis bencana, b) sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat dalam

menghadapi bencana, karena bermukim di daerah rawan bencana,

c) mengetahui apa yang perlu dilakukan dan dihindari, serta mengetahui cara penyelamatan diri jika bencana timbul, dan

d) pengauran dan penataan kawasan rawan bencana untuk mengurangi ancaman bencana.

Alasan untuk fokus terhadap mitigasi bencana termasuk untuk meningkatkan perekonomian dan biaya sosial terhadap suatu bencana. Eksistensi terhadap usaha untuk mengurangi dampak bencana dan kerugian biaya merupakan suatu mitigasi yang secara integral menuju pada “sustainable development”. Menurut Pardeep (2001) ada lima prinsip dasar yang dapat mendukung dalam upaya mitigasi bencana, yaitu:

(22)

8

2. tindakan untuk mengurangi dampak suatu bencana akan berakibat pada besarnya keberagaman suatu bencana terhadap masyarakat, termasuk bencana yang diakibatkan teknologi,

3. kekuatan tindakan mitigasi akan memberikan evaluasi terhadap kerugian yang timbul dan akan bersesuaian dengan prioritas terdapat masyarakat yang terkena dampak,

4. tindakan mitigasi akan melindungi Sumber Daya Alam dan budaya pada suatu masyarakat, dan

5. program mitigasi yang efektif berdasarkan pada kerjasama antara masyarakat, pemerintah dan sektor-sektor privat yang terkait.

Menurut UU Republik Indonesia No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana terhadap dua pendekatan dalam mitigasi bencana, yaitu pendekatan secara struktural dan non struktural. Kedua pendekatan ini meletakkan manusia atau masyarakat sebagai fokus upaya mitigasi tersebut. Eisner (2005) menguraikan tujuh prinsip dasar dari mitigasi bencana tsunami yang berasosiasi pada pengurangan jumlah korban jiwa. Ketujuh prinsip tersebut adalah :

1. mengetahui tingkat risiko komunitas terhadap tsunami, ancaman, kerentanan, dan tingkat keterpaparan,

2. menghindari pembangunan yang baru di kawasan yang diduga akan mengalami rambatan gelombang tsunami,

3. mengkaji secara seksama cara membangun di daerah yang diduga akan mengalami rambatan gelombang tsunami,

4. membangun bangunan dengan desain yang mempertimbangkan kerusakan akibat tsunami,

5. melindungi pembangunan yang telah ada dengan cara retrofit dan penataan ulang lahan,

6. memberikan perhatian khusus terhadap infrastruktur dan fasilitas kritis lainnya untuk mengurangi kerusakan akibat tsunami, dan

7. membuat perencanaan evakuasi.

Mitigasi Tsunami

(23)

9 1. Break Water

Pemecah gelombang tsunami adalah struktur lepas pantai yang membatasi masuknya gelombang tsunami dan badai ke pelabuhan dengan mempersempit pintu masuk. Seperti pemecah gelombang yang dapat ditemukan di Ofunato Bay Pantai Sanriku dan di Iwate, Jepang Utara. Pemecah gelombang dibangun sebagai tanggul bawah air untuk menghilangkan energi gelombang datang. Selain itu Kyoto University sedang mengembangkan suatu inovasi baru terkait mitigasi bencana tsunami yang rencananya akan diterapkan di Nankai Jepang sebagai salah satu tempat di Jepang yang pernah hancur akibat bencana tsunami. Illustrasi mitigasi berupa break water dapat dilihat melalui gambar 2.

Sumber : www.kyoto-u.ac.jp

Gambar 2 Ilustrasi break water system 2. Tsunami Early Warning System (TEWS)

Mitigasi bencana gempa yang dilakukan oleh pemerintah ialah memberi peringatan dini saat terjadi gempa bumi. Sedangkan untuk mendeteksi kemungkinan adanya bahaya tsunami, telah dipasang beberapa alat peringatan tsunami di beberapa perairan Indonesia di antaranya di Samudra Hindia sepanjang pantai barat Sumatera, Selat Sunda, Utara dan Pulau Komodo. Saat ini telah terpasang lebih dari 90 alat pendeteksi tsunami yang dipasang di perairan Indonesia. Tsunami Early Warning System (TEWS) adalah upaya untuk mitigasi bencana tsunami. Hal sederhana yang dapat dilakukan untuk memberi peringatan dini bagi penduduk yang berada di sekitar kota/pantai yang memiliki potensi tsunami adalah memberi peringatan melalui sirene atau televisi/radio lokal yang dapat dengan segera mensosialisasikan akan terjadinya tsunami.

3. Tetrapod

Tetrapod adalah salah satu jenis unit batu besi beton dengan empat kaki, namun perlu diingat bahwa gelombang tsunami yang besar mampu memindahkan tetrapod. Gambar tetrapod disajikan pada gambar 3.

Sumber : Wikipedia.org

(24)

10

4. Shelter

Gambar 4 merupakan sebuah shelter ini dibangun disebuah resor pantai di Shirahama, Prefektur Tokushima, Jepang. Shelter ini dapat diisi sampai dengan 700 orang di area seluas 7535 m2. Sedangkan gambar lainnya merupakan shelter tsunami yang di bangun di Nang Thong, Khao Lak di Thailand

Sumber : Wikipedia.org

Gambar 4 Shelter tsunami 5. STATIM Shelter

Sebuah system penampungan baru yang disebut STATIM (Storm, Tornado dan Tsunami Rehabilitasi Modul) sistem penampungan, telah diresmikan oleh seorang penemu Amerika Serikat. Miguel A. Serrano, seorang konsultan pengembangan lahan dari Puerto Riko. STATIM shelter boat disajikan pada gambar 5.

Sumber : newscasemedia.com

Gambar 5 STATIM shelter boat 6. Hutan bakau

(25)

11

7. Sea Wall

Sea Wall merupakan sebuah tembok laut merupakan bentuk pertahanan pesisir yang dibangun dalam upaya mengurangi dampak kerusakan akibat bencana yang kemungkinan terjadi seperti gelombang pasang dan tsunami. Tujuan dari seawall adalah untuk melindungi daerah dari kegiatan huni, konservasi dan rekreasi manusia dari aksi pasang surut dan gelombang. Gambar sea wall disajikan pada gambar 6.

Sumber : www.wikipedia.org

(26)

12

METODE

Lokasi dan Waktu

Kegiatan perencanaan berbasis mitigasi bencana akan dilakukan di kawasan wisata Pantai Pangandaran, Desa Pangandaran-Desa Panajung, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, Provinsi Jawa Barat (Gambar 7). Kegiatan penelitian tersebut dilaksanakan mulai Juni 2015 hingga Oktober 2015.

Gambar 7 Peta lokasi penelitian, Pantai Pangandaran-Jawa Barat Waktu pelaksanaan penelitian berlangsung selama 5 bulan dengan pembagian 3 bulan kegiatan berlangsung ditapak dan 2 bulan kegiatan pengolahan data. Waktu pelaksanaan penelitian dijelaskan pada Tabel 2.

Batasan Penelitian

(27)

13 output yang diharapkan dari penelitian ini. Penelitian ini menekankan pada aspek geologi, tata ruang, fisik dan biofisik dalam perencanaanya.

Tabel 2 Waktu pelaksanaan penelitian

Alat dan Bahan

Penelitian ini akan menggunakan data yang dibedakan menjadi dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui survey lapang, wawancara masyarakat yang hidup disekitar zona kerentanan terhadap bencana tsunami. Data sekunder diperoleh melalui studi literatur, pengumpulan data dan informasi dari instansi pemerintahan seperti BAPPEDA, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Dinas Pekerjaan Umum dan BPS serta sumber internet. Alat yang yang digunakan berupa GPS (Global Positioning System), kamera digital, program komputer (Microsoft Word, Microsoft Excel, MapSource, Global Mapper, ArcGIS, AutoCAD, Photoshop, Corel Draw, dan Sketch Up).

Metode Penelitian

Metode penelitian yang akan digunakan dalam perencanaan ini adalah dengan menggunakan proses perencanaan Gold (1980). Proses Perencanaan tersebut digunakan dengan mempertimbangkan bahwa Pantai Pangandaran merupakan kawasan wisata, sehingga perencanaan berbasis mitigasi bencana tsunami akan mempertimbangkan aspek rekreasi dan wisata yang sudah ada. Proses perencanaan tersebut melalui pendekatan sumber daya dan aktifitas yang menitik beratkan pada faktor alam dan faktor sosial sebagai dasar pertimbangan dalam perencanaan yang dilakukan, sedangkan pendekatan aktifitas menitik beratkan pada pengguna dan menawarkan kesempatan agar pengguna dapat memperoleh tempat yang aman dari ancaman bencana tsunami dan sesuai dengan yang diharapkan.

Kegiatan Juni Juli Agustus September Oktober

(28)

14

Metode Gold (1980) digunakan sebagai dasar proses perencanaan yang terdiri dari tahap: persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, dan perencanaan yang dapat dilihat pada Gambar 8 Metode Gold (1980) yang biasa digunakan untuk perencanaan kawasan wisata dimodifikasi untuk dapat digunakan pada penelitian ini dengan pertimbangkan kawasan Pantai Pangandaran yang akan diteliti tergolong dalam kawasan wisata.

Gambar 8 Bagan alir penelitian berdasarkan proses perencanaan modifikasi (Gold, 1980)

Persiapan

Tahap persiapan merupakan kegiatan persiapan administrative penelitian, pra pengumpulan data, seperti kegiatan mencari data sekunder tapak, mencari atau membuat peta dasar, merumuskan masalah dan konsep perencanaan mitigasi bencana Pantai Pangandaran. Selain itu tahap persiapan juga meliputi kegiatan membuat rencana kerja, serta studi mengenai peraturan terkait lokasi penelitian. Inventarisasi

(29)

15 hidrologi. Bentuk dan jenis data yang diperoleh selama proses inventarisasi disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Bentuk dan jenis data

No. Jenis Data Sumber Cara Pengambilan

Data Jenis Data ASPEK BIOFISIK

1. Letak geografis dan administratif tapak

Bappeda Studi Pustaka Sekunder

2. Hidrologi Studi Pustaka Sekunder

3. Topografi lahan Bappeda Studi Pustaka Sekunder 4. Jenis dan karakterisitik tanah Bappeda Studi Pustaka Sekunder 5. Geologi (aktivitas lempeng bumi) Bappeda Studi Pustaka Sekunder

6. Vegetasi Bappeda Studi Pustaka Sekunder

7. Iklim Literatur Studi Pustaka Sekunder

ASPEK FUNGSIONAL

3. Tingkat kunjungan wisata Dinas Pariwisata Kabupaten Pangandaran

Studi pustaka Sekunder

ASPEK SOSIAL EKONOMI BUDAYA

1. Demografi penduduk BPS Kabupaten Ciamis

Studi Pustaka Sekunder

2. Keadaan ekonomi dan pendidikan BPS Kabupaten Ciamis

Studi pustaka Sekunder

ASPEK LEGAL

1. RTRW Provinsi Jawa Barat Bappeda Studi Pustaka Sekunder

Keterangan :

Bappeda : Badan Perencanaan dan Pengembangan Daerah BPS : Badan Pusat Statistik

BPBD : Badan Penanggulangan Bencana Daerah

Tahapan inventarisasi yang dilakukan menghasilkan data sebagai berikut: 1. Aspek Fisik dan Biofisik

Analisis yang dilakukan pada komponen fisik meliputi topografi dan kemiringan lahan, jenis dan karakteristik tanah, hidrologi dan iklim. Analisis yang dilakukan pada komponen biofisik meliputi elemen satwa dan vegetasi yang ada di tapak. Parameter yang dijadikan aspek utama dalam aspek fisik adalah topografi dan kemiringan lahan yang dapat dijadikan sebagai acuan arah aliran air yang diakibatkan oleh gelombang tsunami.

2. Aspek Fungsional

(30)

16

fasilitas serta tingkat kunjungan wisata. Melalui data tersebut dapat diketahui jumlah fasilitas yang tersedia apakah sudah sesuai dengan kebutuhan jumlah pengunjung yang ada.

3. Aspek Sosial Ekonomi Budaya

Parameter yang menjadi aspek utama dalam aspek sosial ekonomi budaya adalah demografi penduduk. Jumlah penduduk dan mata pencaharian penduduk merupakan suatu dasar untuk mengetahui pemanfaatan ruang budidaya yang tepat untuk penduduk di lokasi penelitian. Selain demografi penduduk aspek sosial ekonomi budaya diperoleh data berupa keadaan ekonomi dan pendidikan penduduk di lokasi penelitian.

4. Aspek Legal

Aspek legal merupakan data yang dijadikan sebagai acuan dasar terkait perencanaan yang dibuat. Aspek legal yang digunakan merupakan RTRW Provinsi Jawa Barat. Perencanaan yang dibuat dilokasi penelitan akan mengacu pada RTRW terkait pemanfaatan ruang yang akan direncanakan.

Analisis

Analisis yang dilakukan dibagi menjadi dua analisis, yaitu analisis tingkat kerentanan terhadap bencana tsunami serta analisis kesesuaian area untuk evakuasi bencana tsunami. Analisis kerentanan dilakukan dengan kriteria kerentanan yang terdiri dari kerentanan tata guna lahan, ketinggian, lereng, jarak dari garis pantai, dan jarak dari sungai. Matriks kerentanan terhadap bencana tsunami yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Matriks kerentanan terhadap bencana tsunami

Kriteria Parameter Skor Tingkat kerentanan

Elevasi <10 m Tata Guna Lahan Lahan terbangun dan sawah

Kebun, tambak danau Jarak dari pantai <500 m

500-1000 m Jarak dari sungai <100 m

(31)

17 Analisis data dilakukan dengan metode analisis spasial melalui Simple Additive Weight. Salah satu metode perumusan kerentanan dapat menggunakan metode Simple Additive Weight dengan formulasi sebagai berikut:

V = a(A) + b(B) + c(C) + d(D) +.... keterangan:

V = Tingkat kerentanan

a,b,c,d = Bobot masing-masing kriteria A,B,C,D = Kriteria kerentanan

Bobot masing-masing kriteria dibuat memiliki bobot yang sama dengan mempertimbangkan setiap kriteria yang memiliki kontribusi yang sama dalam analisis kerentanan dilokasi penelitian. Terdapat lima parameter yang akan nilia. Kelas kerentanan dibagi menjadi lima, yaitu kelas kerentanan sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, sangat rendah. Selanjutnya kelima parameter akan di overlay sehingga menghasilkan peta komposit yang berisikan informasi tingkat kerentanan kawasan yang diteliti berdasarkan lima parameter yang dinilai.

Sintesis

Tahap sintesis merupakan tahap pemecahan masalah berdasarkan potensi dan kendala yang ditemukan pada tahap analisis. Hasil analsis aspek fisik, biofisik, sosial dan budaya dapat menjadi acuan untuk mencari penyelesaian permasalahan terkait potensi dan kendala.

Perencanaan

Tahap ini adalah hasil akhir dari proses yang telah dilakukan sebelumnya yang terbagi kedalam dua tahap perencanaan, yaitu:

1. Praperencanaan, tahap untuk menentukan alternatif terpilih dari beberapa alternatif perencanaan melalui perbandingan dengan kriteria penilaian yang telah ditentukan.

(32)

18

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Menurut data Pangandaran dalam Angka dari Kabupaten Ciamis tahun 2014, Kecamatan Pangandaran berada pada Kabupaten Pangandaran, Provinsi Jawa Barat. Secara geografis Kecamatan Pangandaran terletak diantara 07041'15,8 "LS dan 108039'33,2" BT dengan luas wilayah sebesar 52,39 km2. Kecamatan Pangandaran

merupakan daerah pesisir pantai dengan ketinggian di atas permukaan laut sekitar 611,25 m yang memliki batas wilayah sebagai berikut :

a) Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Sidamulih b) Sebelah Timur : berbatasan dengan kecamatan Kalipucang c) Sebelah Utara : berbatasan dengan kecamatan Kalipucang d) Sebelah Selatan : berbatasan dengan Samudera Indonesia

Kondisi umum Kecamatan Pangandaran dibagi menjadi dua yaitu aspek biofisik dan aspek sosial. Aspek biofisik menjelaskan tentang kondisi fisik yang berkaitan dengan kondisi topografi serta tata guna lahan secara spasial yang berkaitan dengan upaya mitigasi terhadap tsunami. Aspek sosial menjelaskan tentang kondisi sosial masyarakat yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi perkembangan serta dinamika masyarakat di Kecamatan Pangandaran. Peta administrasi Kecamatan Pangandaran disajikan pada Gambar 9.

Sumber: BAPPEDA Kabupaten Pangandaran (2014)

Gambar 9 Peta administrasi Kecamatan Pangandaran

(33)

19 air mata (teardrop). Daerah ini adalah hutan lindung yang terdiri dari lahan perbukitan dan lahan daratan, sedangkan sekitar 142,87 Ha lahan yang lain di wilayah ini adalah dataran yang secara geologi dapat disebut beach ridge dan berbentuk genting tanah (isthmus) yang menghubungkan Tanjung Pangandaran dengan Pulau Jawa (Dinas Pertanahan dan Tata Ruang Kabupaten Ciamis, 2004). Keadaan pra-pasca tsunami

Pantai yang terletak di sebelah selatan Pulau Jawa, termasuk Pantai Pangandaran berada di jalur pertemuan dua lempang besar yang saling bertumbukan, yaitu lempang Eurasia dan lempeng Indo-Australia. Pertemuan dua lempeng besar tersebut menyebabkan sering terjadinya aktivitas pergerakan lempengan bumi yang menyebabkan gempa bumi di bawah laut yang dapat memicu terjadinya tsunami. Aktivitas pergerakan lempeng bumi dalam kurun waktu kurang 18 tahun terakhir menimbulkan terjadinya tsunami yang cukup besar di Selatan Jawa, yaitu tsunami Banyuwangi (Jawa Timur) tahun 1994 dan Pangandaran (Jawa Barat) tahun 2006. Berdasarkan Indeks Resiko Bencana Indonesia (IRBI) Kabupaten Ciamis berada pada kelas resiko yang tinggi terhadap ancaman bencana tsunami. Peta indeks resiko bencana tsunami di Indonesia dapat dilihat melalui gambar 10

Sumber: Badan Nasional Penaggulangan Bencana (2013)

Gambar 10 Peta Indeks Resiko Bencana Tsunami Indonesia

(34)

20

daratan sekitar 50 – 200 m dari pantai (Bappeda Ciamis 2012). Bencana tsunami tersebut telah menimbulkan kerusakan pada enam kecamatan di wilayah Kabupaten Ciamis yaitu, Kecamatan Pangandaran, Sidamulih, Parigi, Cijulang, Cimerak, dan Kalipucang, dengan kerusakan terparah berada pada Kecamatan Pangandaran, dan Sidamulih. Data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Ciamis, tercatat data korban meninggal dunia sebanyak 405 jiwa, luka-luka 274 jiwa, korban hilang 27 jiwa, dan pengungsi sebanyak 13.198 jiwa. Kerusakan atau dampak tsunami di Pangandaran disajikan pada gambar 11

Sumber: Hasanuddin (2007)

Gambar 11 Kerusakan akibat tsunami di Pantai Pangandaran

(35)

21

Sumber: DPDP BPPT dan ITS (2006)

Gambar 12 Ketinggian run-up tsunami Pangandaran 17 Juli 2006 di berbagai lokasi pesisir selatan Jawa (IOC-ITIC, 2006)

Aspek Biofisik

Topografi

Kecamatan Pangandaran merupakan wilayah yang berada pada kawasan pantai Pangandaran. Keberadaan pantai membuat Kecamatan Pangandaran berada pada kondisi topografi yang cenderung datar (Pangandaran dalam angka 2014). Bentuk geografis Kecamatan Pangandaran dapat terlihat dari ketinggian desa dari permukaan laut. Topografi merupakan komponen dasar dalam analisis tapak yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kerentanan desa terhadap ancaman bahaya tsunami. Komponen topografi terdiri dari kemiringan lahan dan ketinggian yang memiliki potensi bahaya. Kemiringan daratan merupakan ukuran kemiringan lahan relatif terhadap bidang datar yang secara umum dinyatakan dalam persen (%) atau derajat (0). Pada penelitian ini, satuan kemiringan yang digunakan adalah persen (%). Kemiringan daratan akan mempengaruhi tinggi gelombang tsunami (run up) yang terjadi. Semakin curam suatu daratan, maka tinggi gelombang tsunami akan semakin rendah (Sengaji 2009). Secara spasial Kecamatan Pangandaran memliki kemiringan lahan yang disajikan dalam gambar 13.

(36)

22

Sumber: Bappeda Kabupaten Ciamis (2012)

Gambar 13 Peta kemiringan Kecamatan Pangandaran

Tabel 4 Klasifikasi kemiringan untuk kawasan wisata dan evakuasi bencana Klasifikasi

kemiringan Karakter kemiringan Analisis

0-2% lapangan. Kegiatan wisata aktif, bangunan dan jalan utama

Sesuai sebagai area untuk dimanfaatkan sebagai area wisata aktif, serta bangunan dan fasilitas tertentu seperti pusat pendidikan bencana dan jalan penelurusan Sesuai sebagai kegiatan wisata aktif, tower reservoir air dan perpipaan, dan masih dapat digunakan sebagai jalan penelusuran Sesuai untuk area pasif, tower reservoir air perpipaan, jalan setapak, tidak sesuai untuk bangunan dan fasilitas umum

Sesuai sebagai area pasif serta tidak sesuai untuk bangunan fasilitas

Sumber: Chiara dan Koppelman (1989)

(37)

23 Tabel 5 Data ketinggian dari permukaan laut di Kecamatan Pangandaran

No. Desa Luas Desa (Km2) Ketinggian dari permukaan Sumber: Pangandaran dalam Angka (2014)

Hasil pemetaan topografi menunjukkan bahwa wilayah penelitian sebagian besar merupakan dataran rendah dengan ketinggian daratan antara di bawah 75 m di sepanjang pantai Pangandaran, terutama di Kecamatan Sidamulih dan Pangandaran. Dataran tinggi di wilayah penelitian terdapat di daerah utara pesisir Pangandaran, dengan ketinggian daratan antara 75 – 325 m. Dataran tinggi juga terdapat di desa Pangandaran (Kecamatan Pangandaran), dimana pada daerah tersebut merupakan kawasan perbukitan yang membentuk tanjung dan merupakan kawasan Cagar Alam yang berada pada ketinggian diatas 75 m dari permukaan laut. Sehingga dapat. Pemetaan kelas elevasi di wilayah pantai Pangandaran ditunjukkan oleh Gambar 14.

Sumber: Bappeda Kabupaten Ciamis (2012)

Gambar 14 Peta ketinggian Kecamatan Pangandaran

(38)

24

pada umumnya digunakan sebagai lahan pertanian. Luas wilayah Kecamatan Pangandaran mencapai 14.659 ha, terdiri dari tanah sawah seluas 2.218 Ha dan tanah darat seluas 12.441 Ha. Penggunaan lahan berdasarkan desa di Kecamatan Pangandaran disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Penggunaan lahan berdasarkan desa di Kecamatan Pangandaran

No. Desa Lahan Pertanian (Ha) Tanah darat (Ha)

Tanah Sawah Tanah Kering 1.

Sumber: Pangandaran dalam Angka (2014)

Geologi dan Jenis Tanah

Tanah di Kecamatan Pangandaran sebagian besar merupakan jenis tanah Inceptosol dan Ultisol. Persentase jenis tanah Inceptisol di Kecamatan Pangandaran sebesar 35.09% dan persentase jenis tanah Ultisol sebesar 37.98%. Persebaran jenis tanah di Kecamatan Pangandaran dapat dilihat melalui Gambar 15.

Sumber: Bappeda Kabupaten Ciamis (2012)

(39)

25 Geologi tanah di Kecamatan Pangandaran pada umumnya berupa alluvium pada daerah kawasan Pantai Pangandaran, dan endapan undak pada daerah Cagar Alam Pananjung di Pantai Pangandaran. Sedangkan pada dataran yang lebih tinggi di Kecamatan Pangandaran geologi tanah berupa hasil gunung api muda dan formasi pamutuan. Geologi tanah di Kecamatan Pangandaran dapat dilihat melalui gambar 16.

Sumber: Bappeda Kabupaten Ciamis (2009)

Gambar 16 Peta geologi Kecamatan Pangandaran Iklim

Pangandaran memiliki iklim tropis. Curah hujan di Pangandaran adalah signifikan, dengan presipitasi bahkan selama bulan terkering. Iklim ini dianggap menjadi Af menurut klasifikasi iklim Köppen-Geiger. Suhu di sini rata-rata 26.8 °C. Dalam setahun, curah hujan rata-rata adalah 3322 mm. Bulan terkering adalah September, dengan 177 mm curah hujan. Pada Oktober, presipitasi mencapai puncaknya, dengan rata-rata 416 mm. Suhu terhangat sepanjang tahun adalah Maret, dengan suhu rata-rata 27.5 °C. Di 25.6 °C rata-rata, Agustus adalah bulan terdingin sepanjang tahun. Perbedaan dalam presipitasi antara bulan terkering dan bulan terbasah adalah 239 mm. Variasi dalam suhu tahunan adalah sekitar 1.9 °C. Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson, CA dan TWA Pangandaran termasuk tipe iklim B dengan curah hujan rata-rata per tahun 3.196 mm, suhu udara antara 80-90% (Menurut Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat tahun 2008).

Sarana dan Prasarana

(40)

26

transportasi darat. Menurut Pangandaran dalam Angka (2014) jenis angkutan dan penunjang angkutan di Kecamatan Pangandaran berupa: Ojek, delman, ototet, truk bis, mikro bis, dan mini bis. Jenis angkutan yang terbanyak tersedia di Kecamatan Pangandaran berupa becak sejumlah 836 pada tahun 2012 dan 635 pada tahun 2013. Sarana infrastruktur jalan terluas di Kecamatan Pangandaran sudah menggunakan aspal. Untuk menunjang aktifitas sehari-hari di Kecamatan Pangandaran menggunakan listrik, untuk pelanggan listrik dari PLN sebanyak 14.039 rumah tangga dimana yang paling banyak terdapat di desa Pangandaran sebanyak 3.078 dan kemudian desa Babakan sebanyak 2.881 rumah tangga.

Jumlah Sekolah Negeri yang dikelola oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan sampai dengan tahun 2013 di Kecamatan Pangandaran adalah gedung sekolah negeri sebanyak 35 buah yang terdiri dari 30 Sekolah Dasar, 4 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan 1 Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. Jumlah tempat pelayanan kesehatan yang ada di Kecamatan Pangandaran terdiri dari Puskesmas sebanyak 1 buah, Puskesmas Pembantu sebanyak 2 buah, Posyandu sebanyak 47 buah. Dari jumlah tempat pelayanan tersebut terdapat beberapa tenaga pelayanan kesehatan yang terdiri dari Bidan sebanyak 14 orang dan dukun bayi sebanyak 20 orang.

Tata Guna Lahan

Kecamatan Pangandaran pada bagian selatan dikembangan sebagai kawasan wisata Pantai Pangandaran, sehingga melalui peta tata guna lahan dapat dilihat bahwa pemanfaatan lahan di kawasan wisata cenderung digunakan sebagai lahan terbangun untuk sarana dan prasarana kegiatan wisata, seperti penginapan dan rumah makan. Penutupan lahan (land cover) di Kecamatan Pangandaran berupa hutan, kebun, ladang, tegalan, sawah, semak, sungai, tambak dan lahan terbangun. Sedangkan penggunaan lahan (land use) di Kecamatan Pangandaran berupa perkebunan, persawahan, pemukiman, pusat pelayanan dan pendidikan, fasilitas kesehatan, area perdagangan, area rekreasi pantai dan area konservasi berupa cagar alam. Penggunaan lahan pada kawasan Pantai Pangandaran yang terletak disebelah selatan Kecamatan Pangandaran cenderung dimanfaatkan sebagai lahan terbangun untuk fasilitas dan akomodasi wisata pantai, serta alih fungsi lahan dari semak dan lahan kosong menjadi lahan terbangun. Sempadan pantai yang berupa vegetasi pantai yang sejatinya digunakan sebagai area hijau yang dapat difungsikan sebagai mitigasi terhadap bencana pun beralih fungsi menjadi area komersial dan perdangangan. Peta penggunaan lahan di Kecamatan Pangandaran dapat dilihat pada gambar 17.

(41)

27 Tabel 7 Luas penggunaan lahan di Kecamatan Pangandaran

No Jenis Penggunaan Lahan Luas (ha)

1 Sumber: RTRW Provinsi Jawa Barat (2013)

Sumber: RTRW Provinsi jawa Barat (2013)

Gambar 17 Peta penggunaan lahan Kecamatan Pangandaran Vegetasi

(42)

28

Ekosistem mangrove terdapat di Kecamatan Kalipucang yaitu di muara Sungai Citanduy yang merupakan bagian dari Desa Pamotan dan Desa Bojongsalawe Kecamatan Parigi. Fungsi ekosistem mangrove adalah sebagai habitat yang berperan penting sebagai tempat berpijah dan tempat asuhan berbagai jenis ikan, udang, dan biota lainnya serta merupakan berbagai habitat berbagai jenis burung, mamalia dan reptil. Spesies mangrove yang terdapat di Pantai Selatan Jawa Barat adalah: Rhizophora mucronata; Bruguiera gymnorrhiza; Ceriops tagal; Xylocarpus granatum; Avicennia marina; Sonneratia alba; Aegiceras corniculata; Lumnitzera racemosa; Heritiera litoralis; Nypa fruticans.

Visual

Pemandangan atau kualitas visual di pantai Pangandaran tergolong baik. Objek wisata pantai Pangandaran yang menawarkan panorama alam yang indah menjadi suatu keunikan tersendiri dari objek wisata pantai Pangandaran seperti pada gambar 18. Pantai Pangandaran pun memiliki kualitas visual yang buruk, salah satunya adalah kehadiran area perdagangan liar disepanjang pantai barat Pantai Pangandaran sehingga menutupi pemandangan pantai dari tepi jalan utama (gambar 19).

Sumber: foto lapang (2014)

Gambar 18 Good view Pantai Pangandaran

Sumber: foto lapang (2014)

Gambar 19 Bad view pada lokasi studi Aspek Fungsional

Jenis Wisata

(43)

29 Jawa Barat yang berjarak 223 km dari Kota Bandung. Bentuk wisata yang ditawarkan di Pantai Pangandaran berupa wisata kuliner, kemudian bentuk wisata bahari seperti berenang, banana boat, wisata keindahan bawah laut. Selain Pantai Pangandaran sebagai destinasi utama wisatawan, objek wisata lain yang terdapat di Kecamatan Pangandaran antara lain : Citumang, Green Canyon, objek wisata Selasarai, Karang nini, Pantai Karapyak, Pantai Karang Tirta dan Pantai Batu Karas. Fasilitas

Fasilitas yang tersedia di Kecamatan Pangandaran umumnya terletak di kawasan Pantai Pangandaran. Pangandaran memiliki 217 penginapan berupa hotel, rumah sewa, hostel dan wisma dengan 97 restoran berupa café dan rumah makan yang menawarkan wisata kuliner di Pangandaran. Objek wisata pantai Pangandaran pun memiliki fasilitas penunjang yang berkaitan dengan wisata pantai seperti kantor balawista, puskesmas, percetakan foto, tempat parker, kantor pos, warung internet, pasar ikan dan Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Peta fasilitas di Objek wisata pantai Pangandaran disadikan pada gambar 20. Kondisi fasilitas wisata seperti balawista, pasar ikan, tempat parkir dan pos keamanan pantai disajikan pada gambar 21. Namun beberapa hotel dan café memanfaatkan ruang terbuka di sempadan pantai menjadi tempat tambahan untuk wisata kuliner yang dapat dilihat pada gambar. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan UU No. 27 tahun 2007 tentang garis sempadan pantai sejauh 100 meter dari muka laut tinggi yang seharusnya tidak diizinkan untuk melakukan pembangunan disepanjang sempadan pantai. Beberapa warung makan dan café yang bersifat semi permanen semakin banyak berdiri bersamaan dengan kios-kios pedagang yang menawarkan aneka souvenir dan makanan khas Pangandaran. Tentu saja hal perlu disediakannya suatu fasilitas yang dapat mengakomodasi hal tersebut.

Sumber: Balawista Pantai Pangandaran

(44)

30

Pos keamanan pantai Tempat parkir kendaraan

Posko balawista Pasar ikan Pangandaran

Sumber: foto lapang (2014)

Gambar 21 Fasilitas wisata objek wisata Pantai Pangandaran

Sebagai kawasan rawan bencana tsunami perlu adanya fasilitas seperti: jalur evakuasi, area evakuasi dan rambu-rambu evakuasi. Rambu evakuasi sudah tersedia di lokasi penelitian. Rambu evakusi di objek wisata pantai Pangandaran disajikan pada gambar 22. Area evakuasi yang tersedia berlokasi didua tempat yaitu masjid raya Pangandaran serta cagar alam Pananjung yang jarak nya cukup jauh untuk di jangkau, sehingga diperlukannya tempat evakuasi sementara disekitar pantai Pangandaran yang dapat digunakan sebagai tempat berkumpul sementara yang lebih aman dibandingkan dengan tetap berada di tepi pantai sebelum dievakuasi ke tempat yang lebih aman. Fasilitas seperti escape building pun belum tersedia pada kawasan pantai Pangandaran. Selain itu, rambu-rambu evakuasi yang ada seharusnya menampilkan informasi nama tempat tujuan fasilitas evakuasi serta jarak menuju tempat evakusi tersebut, sehingga pada saat dilakukan evakuasi pengunjung dapat mengetahui kearah mana rambu-rambu tersebut dan seberapa jauh fasilitas evakuasi tersebut dapat dicapai.

Sumber: foto lapang (2014)

(45)

31 Tingkat Kunjungan Wisata

Jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke objek wisata Pangandaran pada tahun 2013 berjumlah 1.213.259 dengan rincian sebanyak 4.059 wisatawan mancanegara dan 1.209.200 wisatawan nusantara. Sedangkan pada tahun 2014 berjumlah 5.435 untuk wisatawan mancanegara dan 946.580 wisatawan nusantara. Angka ini turun 21.9% dibandingkan dengan tahun 2013.Penurunan ini disebabkan pada tahun 2014 wisatawan banyak yang lebih memilih untuk beralih ke tempat wisata lain di Kecamatan Pangandaran seperti batu hiu, batu karas dan green canyon. Hal ini ditandai dengan meningkatnya jumlah pengunjung di objek wisata lain yang ada di Kecamatan Pangandaran. Selain itu, infrastruktur yang baru diperbaiki pada jalur akses Pangandaran menuju Cijulang menjadi pengaruh lain yang memudahkan wisatawan untuk mengakses objek wisata lain yang ada di Kecamatan Pangandaran.

Aspek Sosial Ekonomi Budaya

Demografi Penduduk

Menurut data Badan Pusat Statistik Kabupaten Ciamis tahun 2014, Kecamatan Pangandaran memiliki jumlah penduduk pada tahun 2013 berjumlah 56.998 jiwa, dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 28.598 jiwa dan perempuan sebanyak 28.400 jiwa, Untuk jumlah Rumah Tangga adalah sebanyak 17.507 rumah tangga.dari jumlah penduduk sebanyak 56.998 jiwa yang sudah memiliki KTP sebanyak 34.545 jiwa. Apabila dilihat menurut mata pencahariannya maka penduduk Kecamatan Pangandaran sebagian besar bermata pencaharian di sektor Pertanian (Pertanian padi, palawija dan nelayan), selanjutnya sektor perdagangan dan jasa terakhir di sektor buruh atau karyawan. Tabel jumlah penduduk menurut kewarganegaraan di Kecamatan Pangandaran disajikan pada tabel 8.

Tabel 8 Jumlah penduduk menurut kewarganegaraan di Kecamatan Pangandaran

No Desa WNI WNA

Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan

1

Sumber : Pangandaran dalam Angka (2014)

Keadaan Ekonomi dan Pendidikan

(46)

32

Kecamatan Pangandaran. Tercatat tahun 2013 terdapat 10 lembaga keuangan non KUD serta 8 Bank yang beroperasi di Pangandaran. Selain lembaga keuangan perekonomian Pangandaran ditunjang pula oleh industry industri kecil dan menengah di kecamatan Pangandaran, seperti industri pengolahan gula merah yang tercatat berjumlah 1.588 unit. Industri ini paling banyak terdapat di desa Sidomulyo sebanyak 482 dan desa Pagergunung sebanyak 351 unit.

Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari besar kecilnya nilai produk domestik bruto yang terlihat pada suatu daerah. Indikator ini biasa disebut PDRB atau Produk Domestik Regional Bruto. Salah satu diantaranya Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan PDRB atas dasar harga konstan tahun 2010 menurut lapangan usaha di Kecamatan Pangandaran tahun 2012 lalu mengalami peningkatan dari sebelumnya sebesar 374.038.126juta rupiah menjadi 429.315.257 juta rupiah. Sedangkan laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan meningkat menjadi 6,17 persen dari tahun sebelumnya 7,28 persen. Pada tahun 2012, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlakumenurut lapangan usaha di Kecamatan Pangandaran mengalami peningkatan dari tahunsebelunya, dari PDRB sebelumnya yang sebesar 937.129.397 juta rupiah meningkat menjadsebesar 1.053.599.911 juta. Laju pertumbuhan PDRB nya melambat sebesar 12,43% tahun sebelumnya. PRDB ini paling besar didapatkan dari bidang jasa, kemudian setelah itulapangan usaha pertanian.

Jumlah Sekolah Negeri yang dikelola oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan sampai dengan tahun 2013 di Kecamatan Pangandaran adalah gedung sekolah negeri sebanyak 35 buah yang terdiri dari 30 Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan 1 Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. Untuk jumlah murid Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Pangandaran sebanyak 5.016 murid dan guru sebanyak 349 orang.

Analisis Tingkat Kerentanan (Vulnerability) terhadap Tsunami

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (BNPB, 2008). Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat (BNPB, 2008). Kerentanan (vulnerability) adalah keadaan atau sifat/perilaku manusia atau masyarakat yang menyebabkan ketidakmampuan menghadapi bahaya atau ancaman. Kerentanan ini dapat berupa:

1. Kerentanan Fisik

(47)

33 2. Kerentanan Ekonomi

Kemampuan ekonomi suatu individu atau masyarakat sangat menentukan tingkat kerentanan terhadap ancaman bahaya. Pada umumnya masyarakat atau daerah yang miskin atau kurang mampu lebih rentan terhadap bahaya, karena tidak mempunyai kemampuan finansial yang memadai untuk melakukan upaya pencegahan atau mitigasi bencana.

3. Kerentanan Sosial

Kondisi sosial masyarakat juga mempengaruhi tingkat kerentanan terhadap ancaman bahaya. Dari segi pendidikan, kekurangan pengetahuan tentang risiko bahaya dan bencana akan mempertinggi tingkat kerentanan, demikian pula tingkat kesehatan masyarakat yang rendah juga mengakibatkan rentan menghadapi bahaya.

4. Kerentanan Lingkungan

Lingkungan hidup suatu masyarakat sangat mempengaruhi kerentanan. Masyarakat yang tinggal di daerah yang kering dan sulit air akan selalu terancam bahaya kekeringan. Penduduk yang tinggal di lereng bukit atau pegunungan rentan terhadap ancaman bencana tanah longsor dan sebagainya.

Analisis kerentanan tsunami yang dikaji dalam penelitian ini adalah kerentanan lingkungan. Kerentanan lingkungan berupa jarak dari garis pantai (sempadan pantai), penggunaan lahan, elevasi daratan, kemiringan daratan dan jarak dari sungai (sempadan sungai). Matriks kerentanan terhadap bencana tsunami dapat dilihat melalui Tabel 9.

Tabel 9 Matriks kerentanan bencana tsunami

Kriteria Parameter Skor Tingkat kerentanan

Elevasi <10 m Tata Guna Lahan Lahan terbangun dan sawah

Kebun, tambak danau Jarak dari pantai <500 m

500-1000 m Jarak dari sungai <100 m

(48)

34

Analisis Kerentanan Kemiringan Daratan (slope) terhadap Tsunami

Kemiringan daratan dilokasi penelitian pada umumnya berada pada kelas kemiringan 0-2%. . Peta kerentanan kemiringan daratan terhadap ancaman tsunami disasjikan pada gambar. Gambar 23 menunjukan kerentanan kemiringan lereng terhadap ancaman tsunami yang terbagi menjadi lima kelas yaitu kelas kerentanan sangat tinggi (0-2%), tinggi (2-5%), sedang (5-15%), rendah (15-40%) dan sangat rendah (>40 %). Tingkat kerentanan kemiringan daratan pada 3 desa di Kecamatan Pangandaran tergolong kedalam tingkat kerentanan sangat tinggi terhadap ancaman bencana tsunami, yaitu di Desa Pananjung, Desa Pangandaran, dan Desa Babakan. Kerentanan kemiringian daratan disajikan apda gambar 23.

(49)

35

Analisis Kerentanan Ketinggian (Elevasi) terhadap Tsunami

Hasil pemetaan topografi di Kecamatan Pangandaran menunjukan bahwa sebagian besar kawasan pangandaran merupakan dataran rendah dengan rata-rata ketinggian berada pada 10-25 m di sepanjang pantai Pangandaran. Gambar menunjukan kerentanan ketinggian terhadap ancaman tsunami yang terbagi menjadi lima kelas yaitu kelas kerentanan sangat tinggi (<10m), tinggi (10-25 m), sedang (25-50), rendah (50-100 m) dan sangat rendah (>100 m). Gambar 24 menjelaskan secara spasial tingkat kerentanan ketinggian Kecamatan Pangandaran terhadap ancaman tsunami.

(50)

36

Analisis Kerentanan Penggunaan Lahan terhadap Tsunami

Kerentanan penggunaan lahan di Kecamatan Pangandaran dibagi menjadi 5 kelas. Lahan terbangun dan sawah memiliki tingkat kerentanan tertinggi terhadap tsunami. Gambar 25 menjelaskan tingkat kerentanan penggunanan lahan terhadap tsunami di Kecamatan Pangandaran. Melalui gambar 25 dapat dilihat bahwa pada umumnya kawasan wisata Pantai Pangandaran yang terletak di sebelah selatan Kecamatan Pangandaran memiliki tingkat kerentanan penggunaan lahan yang sangat tinggi terhadap ancaman tsunami. Cagar Alam Pananjung yang terletak di selatan Kecamatan Pangandaran memiliki tingkat kerentanan yang rendah dikarenakan penggunaan lahan sebagai cagar alam berupa tegakan pohon dengan ketinggian elevasi yang tinggi.

(51)

37 Analisis Kerentanan Jarak dari Garis Pantai terhadap Tsunami

Analisis kerentanan jarak dari garis pantai terhadap tsunami mengacu pada Rencana Penanggulangan Bencana Daerah (RPBD) Kabupaten Ciamis. Melalui gambar 26 dapat dijelaskan terdapat empat desa di Kecamatan Pangandaran termasuk kawasan Pantai Pangandaran yang terletak di Desa Pananjung dan Desa Pangandaran yang berada pada tepi pantai. Tingkat kerentanan jarak dari garis pantai dijelaskan pada gambar. Bencana tsunami bersifat merusak, oleh karena itu diperlukan adanya kawasan penyangga (buffer zone) dalam penataan ruang. Pembuatan jarak dari garis pantai dilakukan untuk mengetahui wilayah mana saja yang aman dari terpaan gelombang tsunami jika ditinjau dari segi lahan terbangun yang terukur dari jarak garis pantai.

(52)

38

Analisis Kerentanan Jarak dari Sungai terhadap Tsunami

Wilayah Pangandaran yang mencakup Kecamatan Pangandaran dan Kecamatan Sidamulih merupakan wilayah yang memiliki sungai-sungai besar yang sangat dekat dengan muaranya. Sungai Cikidang terletak di sebelah barat dan timur Desa Babakan (Kecamatan Pangandaran) dan bermuara di muara Cikidang. Sungai Cikidang melewati beberapa desa mulai dari Desa Sukahurip, Desa Babakan, bagian utara Desa Wonoharjo, Desa Pananjung dan Desa Pangandaran. Selain jarak dari garis pantai, jarak dari sungai (sempadan sungai) juga merupakan parameter penting dalam penentuan tingkat kerentanan tsunami. Gambar 27 menjelaskan kerentanan jarak dari sungai terhadap tsunami di Kecamatan Pangandaran.

(53)

39 Kerentanan Kawasan Kecamatan Pangandaran terhadap Tsunami

Proses analisis dilakukan untuk mengamati lebih dalam mengenai potensi dan kendala yang ditemukan pada tahap inventarisasi. Analisis data dilakukan dengan metode analisis spasial melalui Simple Additive Weight sebagai berikut (Faiz,2014):

V = a(A) + b(B) + c(C) + d(D) +.... keterangan:

V = Tingkat kerentanan

a,b,c,d = Bobot masing-masing kriteria A,B,C,D = Kriteria kerentanan

(54)

40

Gambar 28 menunjukan tingkat kerentananan Kecamatan Pangandaran terhadap ancaman tsunami. Tingkat kerentanan diperoleh berdasarkan hasil dari overlay 5 kriteria yaitu ketinggian, kemiringan lereng, penggunaan lahan, jarak dari pantai dan jarak dari sungai. Tingkat kerentanan Kecamatan Pangandaran dibagi menjadi lima selang, yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Secara singkat selang masing-masing kelas kerentanan dijelaskan pada Tabel 10. Tabel 10 Selang kelas kerentanan terhadap tsunami

Kelas Kerentanan Selang

1 2 3 4 5

Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi

6 – 8.98 8-99-12.92 12.93-16.95 16.96-19.93 19.94-25 Sumber : data olahan (2016)

Gambar

Tabel 4 Matriks kerentanan terhadap bencana tsunami
Gambar 10 Peta Indeks Resiko Bencana Tsunami Indonesia
Gambar 11 Kerusakan akibat tsunami di Pantai Pangandaran
Gambar 13 Peta kemiringan Kecamatan Pangandaran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya penelitian ini, diharapkan sebagai pertimbangan Manajemen Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng untuk menjaga occupancy rate dan meminimalisir hambatan yang

[r]

Melalui kegiatan pembelajaran dengan model saintifik peserta didik dapat mengindentifikasi struktur teks prosedur, menelaah kebahasaan teks prosedur, dengan rasa

Pada bab IV akan membahas mengenai arogansi Korea Utara di dunia Internasional dengan menunjukan bukti-bukti Kim jong un yang ingin menunjukan kepada warga

Pemberian intervensi pada kondisi sprain ankle tidak hanya dengan menggunakan modalitas fisioterapi tetapi juga dapat dikombinasikan dengan pemberian latihan baik aktif maupun

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan

Dari hasil analisis pengujian dengan rancangan acak kelompok dan rancangan acak lengkap di peroleh nilai Pr &lt; 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa perlakuan menggunakan

[r]