• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan Kawasan Budidaya Kerang Mutiara Melalui Pendekatan Daya Dukung Di Pesisir Lombok Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengelolaan Kawasan Budidaya Kerang Mutiara Melalui Pendekatan Daya Dukung Di Pesisir Lombok Utara"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG

BERPENGARUH TERHADAP EKSPOR KOPI INDONESIA

DAN VIETNAM DI ASEAN 5

FADHLAN ZUHDI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Ekspor Kopi Indonesia dan Vietnam di ASEAN 5 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

FADHLAN ZUHDI. Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Ekspor Kopi Indonesia dan Vietnam di ASEAN 5. Dibimbing oleh SUHARNO dan HARIANTO.

Selama 14 tahun terakhir, ekspor kopi Indonesia dan Vietnam terus mengalami pertumbuhan khususnya pada jenis kopi HS 090111 (Coffee, not roasted, not decaffeinated) ke pasar ASEAN 5. Pertumbuhan tersebut didasari pada terus meningkatnya kuantitas serta nilai ekspor kopi Indonesia dan juga Vietnam dalam beberapa tahun terakhir. Untuk melihat sejauh mana ekspor kopi Indonesia dan Vietnam mampu berdaya saing di ASEAN 5, dilakukan analisis RCA (Revealed Comparative Advantage), untuk mengetahui atau mengidentifikasi daya saing suatu produk serta untuk mengetahui apakah suatu produk dalam performa yang dinamis atau tidak digunakan alat analisis EPD (Export Product Dynamics) dan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ekspor kopi Indonesia dan Vietnam di ASEAN digunakan regresi panel.

Hasil analisis menunjukkan bahwa ekspor kopi Indonesia dan Vietnam di ASEAN 5 memiliki daya saing. Nilai RCA Indonesia hanya memiliki daya saing terhadap tiga negara yaitu Filipina, Malaysia dan Singapura. Sedangkan nilai RCA Vietnam menujukkan daya saing terhadap seluruh Negara yaitu Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand. Berdasarkan nilai rata-rata, nilai RCA Indonesia adalah 2.03 sedangkan Vietnam memiliki nilai rata-rata RCA sebesar 11.62. Hal tersebut menunjukkan bahwa ekspor kopi Vietnam lebih memiliki daya saing jika dibandingkan dengan ekspor kopi Indonesia. Sedangkan hasil analisis EPD menunjukkan bahwa perdagangan kopi Indonesia maupun Vietnam berada pada kuadran rising star yang berarti bahwa kinerja perdagangan ekspor berjalan cepat dan dinamis dimana tingkat pertumbuhan ekspor kopi Indonesia terus meningkat seiring dengan meningkatnya pangsa ekspor di ASEAN 5 sehingga kopi jenis HS 090111 berada pada level yang kompetitif.

Hasil dari regresi panel menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ekspor kopi Indonesia di ASEAN 5 adalah GDP per kapita, nilai tukar rill dan harga kopi lokal di negara pengimpor. Sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ekspor kopi Vietnam di ASEAN 5 adalah GDP per kapita, nilai tukar rill dan jarak ekonomi. Pemerintah diharapkan mampu meningkatkan nillai ekspor kopi ke ASEAN 5, sehingga dibutuhkan kebijakan taktis yang mampu menstimulasi petani untuk memproduksi kopi lebih efisien.

(5)

SUMMARY

FADHLAN ZUHDI. Competitiveness Analysis and Factors Affecting Indonesia and Vietnam Coffee Export in ASEAN 5. Supervised by SUHARNO and HARIANTO.

Last 14 years ago, Indonesian and Vietnam coffee export continued to grow especially on the type of coffee with HS number 090111 (Coffee, not roasted, not decaffeinated) to ASEAN 5 market. The growth based on increasing of number in quantity and number in coffee export by Indonesia and Vietnam in recent years. Holding of the ASEAN Economic Community (AEC) in early 2016 was to stimulate coffee exporters such as Indonesia that was able to maintain the quantity of its exports to ASEAN 5 and necessitating an analysis related to the competitiveness of Indonesian coffee products in the ASEAN markets 5. Whereas, in order to evaluate the Indonesia and Vietnam coffee export in ASEAN 5 market, RCA (Revealed Comparative Advantage) analysis used, to identify product in a dynamic performance, EPD (Export Product Dynamics) analysis is used and to identify factors affecting Indonesian and Vietnam Coffee Export in ASEAN 5 market used panel regression.

The result of RCA analysis showed that Indonesian and Vietnam coffee export in ASEAN 5 market are competitive. RCA value of Indonesia competitive only for three countries namely Malaysia, Philippines and Singapore while RCA value of Vietnam competitive to all countries namely Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapore and Thailand. Based on the average value of export, Indonesia has 2.03 of RCA and Vietnam has 11.62 of RCA. The result also showed that Vietnam coffee export was more competitive than Indonesia. Moreover, the result of EPD analysis shows that the trading of Indonesian coffee and Vietnam are in rising star quadrant which mean that the performance of export running smoothly and dynamic where the growth of Indonesia coffee continues to rise concomitant with the increasing the market share of export in ASEAN 5 market, so that the type of coffee with HS number 090111 (Coffee, not roasted, not decaffeinated) are at competitive level.

The result of panel regression analysis show that the factors affecting Indonesian Coffee Export in ASEAN 5 are GDP per capita, real exchange rate and local price whereas the factors affecting Vietnam Coffee Export in ASEAN 5 market are GDP per capita, real exchange rate and economic distances. The government is expected to improve the value of Indonesian coffee export to ASEAN 5 market, so required the tactical policy which can stimulate farmers to produce coffee more efficiently.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agribisnis

ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG

BERPENGARUH TERHADAP EKSPOR KOPI INDONESIA

DAN VIETNAM DI ASEAN 5

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2015 ini ialah daya saing, dengan judul Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Ekspor Kopi Indonesia dan Vietnam di ASEAN 5.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Suharno, M.ADev dan Bapak Dr Ir Harianto, MS selaku pembimbing yang telah banyak memberi arahan dan saran sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr Ir Anna Fariyanti, M.Si selaku penguji luar komisi dan Bapak Dr Ir Burhanuddin, MM selaku penguji dari program studi yang telah memberi saran dan masukan kepada penulis. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, kakak dan seluruh keluarga besar serta para teman-teman penulis atas segala doa, kasih sayang, dan dukungannya. Terakhir penulis ucapakan terima kasih atas segala doa dan dukungan kepada Barokah Indonesia dan rekan-rekan Magister Sains Agribisnis angkatan V. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN x

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 6

Tujuan Penelitian 8

Manfaat Penelitian 8

Ruang Lingkup Penelitian 8

2 TINJAUAN PUSTAKA 9

Perdagangan Internasional 9

Daya Saing 10

Integrasi Ekonomi 11

3 KERANGKA PEMIKIRAN 11

Kerangka Pemikiran Teoritis 11

Kerangka Pemikiran Operasional 18

Hipotesis Penelitian 21

4 METODE PENELITIAN 21

Jenis dan Sumber Data 21

Metode Analisis 21

Definisi Operasional 26

Data Panel 27

Pemilihan Model 29

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 32

Potensi Ekonomi ASEAN 32

Ekspor Kopi Indonesia ke Negara ASEAN 36

Daya Saing Kopi Indonesia dan Vietnam ke ASEAN 38

6 SIMPULAN DAN SARAN 50

Simpulan 50

Saran 51

DAFTAR PUSTAKA 53

LAMPIRAN 57

(12)

DAFTAR TABEL

1 Neraca perdagangan Indonesia tahun 2010-2014 (Juta US$) 2

2 Jenis dan sumber data 21

3 Indikator kesimpulan nilai Durbin Watson 30

4 Nilai RCA (Revealed Comparative Advantage) produk kopi Indonesia

jenis HS 090111 ke ASEAN 5 tahun 2001-2014 42

5 Nilai RCA (Revealed Comparative Advantage) produk kopi Vietnam

jenis HS 090111 ke ASEAN 5 tahun 2001-2014 43

6 Sumbu X dan sumbu Y matriks Export Product Dynamics kopi jenis

HS 090111 Indonesia dan Vietnam 44

7 Hasil uji Chow model keseluruhan model 45

8 Hasil uji normalitas 46

9 Matriks korelasi keseluruhan model 46

10 Hasil uji heteroskedastisitas 47

11 Hasil uji autokorelasi 47

12 Hasil analisis regresi model nilai ekspor kopi Indonesia dan Vietnam dengan data panel model efek tetap (Fixed effect) 48 13 Hasil analisis regresi model kuantitas ekspor kopi Indonesia dan

Vietnam dengan data panel model efek tetap (Fixed effect) 48

DAFTAR GAMBAR

1 Perkembangan total ekspor sektor pertanian Indonesia tahun 2004

hingga tahun 2012 3

2 Perkembangan total ekspor kopi Indonesia ke dunia dan ASEAN serta

share ekspor kopi ASEAN tahun 2007-2014 5

3 Perkembangan nilai ekspor kopi Indonesia dan Vietnam ke ASEAN

tahun 2007-2014 6

4 Total ekspor Indonesia ke dunia, total ekspor Indonesia ke ASEAN dan share ekspor Indonesia ke ASEAN tahun 2007-2014 7

5 Kurva Ekspor 15

6 Kerangka pemikiran analisis daya saing kopi dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ekspor kopi Indonesia dan Vietnam di ASEAN 5 20 7 Daya tarik pasar dan kekuatan bisnis dalam EPD 23 8 GDP negara anggota ASEAN tahun 2014 (US Dollar) 33 9 GDP per kapita negara anggota ASEAN tahun 2004-2014 (US Dollar) 33 10 Nilai total ekspor dan impor negara ASEAN tahun 2013 (%) 34 11 Populasi Indonesia dan negara-negara ASEAN tahun 2010-2014 36 12 Pertumbuhan ekspor kopi Indonesia ke negara tujuan tahun 2008-2013

(%) 37

13 Pertumbuhan ekspor kopi Vietnam ke negara tujuan tahun 2008-2013

(%) 37

(13)

16 Total nilai ekspor kopi HS 090111 ke ASEAN tahun 2003-2014

(US$ 000) 40

17 Matriks Export Product Dynamics (EPD) kopi jenis HS 090111

Indonesia dan Vietnam 44

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil uji estimasi model A1 57

2 Hasil uji estimasi model A2 58

3 Hasil uji estimasi model B1 59

4 Hasil uji estimasi model B2 60

5 Hasil uji Chow model A1 61

6 Hasil uji Chow model A2 61

7 Hasil uji Chow model B1 61

(14)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perdagangan merupakan salah satu kegiatan yang menentukan bagi perekonomian suatu negara. Selain itu, perdagangan juga dapat menjadi sebuah indikator untuk menentukan kemakmuran suatu negara. Negara dengan masyarakat yang memiliki aktivitas jual beli yang tinggi mencerminkan bahwa negara tersebut lebih makmur daripada negara dengan masyarakat yang memiliki aktivitas jual beli lebih rendah. Secara lebih luas, aktivitas perdagangan ini dilakukan oleh suatu negara melewati batas-batas teritorialnya yang meliputi kegiatan ekspor dan impor (Sunardi 2015). Negara maju umumnya melakukan kegiatan ekspor dan impor yang lebih banyak daripada negara berkembang yang cenderung belum mampu memaksimalkan kegiatan ekspor dan impornya.

Dewasa ini, perdagangan di dunia semakin berkembang. Hal tersebut dikarenakan semakin terbukanya negara-negara di dunia dalam melakukan perdagangan dengan negara lain. Perbaikan dalam sektor infrastruktur dan teknologi mendorong perpindahan barang atau pun jasa dari satu tempat ke tempat lainnya semakin mudah sehingga hambatan dalam hal transportasi dapat diminimalisir. Hal ini juga dapat membuktikan bahwa batas-batas wilayah bukan lagi menjadi kendala dalam melakukan kegiatan perdagangan, ditambah lagi dengan adanya kerjasama antar negara baik itu secara bilateral maupun multilateral sehingga kendala yang terkait dengan perizinan dan regulasi pun dapat diminimalisir.

Semakin terbukanya setiap negara dalam melakukan perdagangan mendorong terciptanya arus globalisasi yang semakin deras. Menghadapi kenyataan ini, Indonesia sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka harus dapat mengantisipasi dan memanfaatkan situasi sehingga mendapatkan manfaat yang maksimal. Negara-negara di dunia dalam perekonomian terbuka sangat mengandalkan ekspor dalam hal peningkatan perekonomian. Hal ini dikarenakan kegiatan ekspor akan mempengaruhi laju perekonomian di dalam negeri, dimana dengan semakin tingginya ekspor maka akan menarik investor dalam ataupun luar negeri untuk berinvesatsi di Indonesia dan dengan demikian akan meningkatkan peluang terbukanya lapangan pekerjaan baru. Dampak lainnya adalah konsumsi masyarakat di Indonesia pun akan bertambah sehingga menyebabkan pertumbuhan ekonomi.

(15)

tahun 2014, defisit neraca ekspor migas Indonesia mencapai US$ 2,3 miliar. Sedangkan pada sektor non migas defisit neraca ekspor mencapai US$ 3,9 miliar. Namun, jika dilihat trend selama lima tahun terakhir, maka sektor migas mengalami penurunan yang cukup tinggi dibandingkan dengan sektor non migas. Pada Tabel 1 dapat terlihat bahwa sektor migas mengalami trend yang menurun yaitu sebesar -0.82 persen pada tahun 2010 hingga tahun 2014 sedangkan pada sektor non migas mengalami trend yang meningkat yaitu sebesar 1.59 persen pada tahun yang sama (Kementerian Perdagangan 2015).

Tabel 1 Neraca perdagangan Indonesia tahun 2010-2014 (Juta US$) No Uraian 2010 2011 2012 2013 2014

(16)

mengandalkan sebanyak dua belas jenis hasil tanaman perkebunan sebagai komoditas ekspor yaitu kakao, tembakau, teh, kelapa sawit, karet, kopi, kelapa, lada, kapas, cengkeh, tebu dan pinang (Kementerian Pertanian 2012). Berikut adalah pertumbuhan ekspor subsektor perkebunan dibandingkan subsektor lainnya pada sektor pertanian periode 2004-2012 yang disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Perkembangan total ekspor sektor pertanian Indonesia tahun 2004 hingga tahun 2012

Sumber: Kementerian Pertanian 2012

Berdasarkan Gambar 1, dapat dilihat bahwa subsektor perkebunan memiliki laju perkembangan ekspor yang lebih tinggi dibandingkan subsektor lainnya. Hal tersebut dikarenakan hasil perkebunan banyak digunakan sebagai komoditas ekspor dan hasil perkebunan juga dapat digunakan untuk perdagangan maupun industri sehingga banyak menarik minat luar negeri untuk melakukan impor. Salah satu tanaman perkebunan yang menjadi komoditas ekspor yaitu tanaman kopi dan Indonesia merupakan salah satu negara produsen ekspor kopi terbesar di dunia. Berdasarkan data statistik International Coffee Organization (ICO), Indonesia menempati urutan terbesar keempat sebagai negara pengekspor kopi terbesar di dunia di bawah Brazil, Vietnam dan Kolombia sejak tahun 2014, bahkan saat ini, ekspor kopi Indonesia mencapai 1 150 000 ton atau meningkat sebesar 71.1 persen dari tahun sebelumnya (ICO 2015). Tujuan ekspor kopi Indonesia sendiri tersebar ke banyak negara di dunia. Hal ini menunjukkan bahwa kopi Indonesia telah mendunia sehingga banyak peminat dari luar negeri yang ingin mengonsumsi kopi Indonesia. Saat ini, pengimpor kopi Indonesia terbesar di dunia adalah Eropa diikuti oleh Amerika Serikat, Jepang dan ASEAN. Pada tahun 2013, sebesar 17.6 persen dari total ekspor kopi Indonesia telah diekspor ke Amerika Serikat, sebesar 33.9 persen diekspor ke Eropa, 8.9 persen diekspor ke Jepang dan sebesar 15.4 persen telah diekspor ke ASEAN, dengan demikian dapat terlihat bahwa nilai ekspor kopi Indonesia sangat besar untuk Eropa dan diikuti oleh Amerika Serikat, ASEAN dan Jepang. Namun demikian, pangsa pasar kopi Indonesia di negara tersebut tidaklah

(17)

sebanding dengan besarnya nilai ekspor kopi Indonesia. Pada tahun yang sama, pangsa pasar kopi Indonesia di Eropa hanya sebesar 1 persen, Amerika Serikat hanya sebesar 3.8 persen, dan sebesar 6.4 persen di Jepang. Sedangkan untuk pangsa pasar kopi Indonesia di ASEAN mencapai 36 persen (Trade Map 2015).

(18)

Gambar 2 Perkembangan total ekspor kopi Indonesia ke dunia dan ASEAN serta share ekspor kopi ASEAN tahun 2007-2014

Sumber: Trade Map 2015

Meskipun nilai ekspor kopi Indonesia ke ASEAN masih tergolong rendah, ekspor kopi tetap menjadi peluang yang potensial bagi Indonesia. Terus meningkatnya ekspor kopi Indonesia ke ASEAN sudah menjadi pertanda yang bagus bagi Indonesia bahwa kopi Indonesia telah banyak diminati oleh sebagian besar masyarakat ASEAN. Dalam rangka menyambut AEC tahun 2016, pemerintah Indonesia harus dapat mengambil keuntungan mengingat kopi Indonesia memiliki potensi untuk dapat terus tumbuh nilai ekspornya ke ASEAN. Namun di sisi lain, pemerintah Indonesia juga perlu waspada mengingat setiap negara di ASEAN tentu memiliki keinginan yang sama dengan Indonesia yaitu untuk memperbesar nilai ekspornya. Salah satu Negara di ASEAN yang akan menjadi pesaing terbesar bagi Indonesia adalah Vietnam. Hal tersebut didasari pada kenyataan bahwa ekspor kopi Vietnam ke ASEAN mengalami trend yang meningkat dengan nilai sebesar 5 persen dalam kurun waktu 13 tahun terakhir. Meskipun peningkatan yang terjadi tidak terlalu signifikan, namun nilai ekspor yang dimiliki oleh Vietnam ke ASEAN berada pada angka yang lebih besar jika dibandingkan dengan nilai eskpor kopi Indonesia. Sejak tahun 2001, nilai ekspor kopi Vietnam ke ASEAN memang selalu lebih besar dari Indonesia, hanya pada tahun 2013 saja ekspor kopi Vietnam ke ASEAN lebih rendah dibandingkan dengan ekspor kopi Indonesia ke ASEAN. Namun, hal tersebut juga selaras dengan penurunan ekspor kopi Vietnam ke dunia di waktu yang bersamaan. Perkembangan nilai ekspor kopi Indonesia dan Vietnam ke ASEAN sejak tahun 2007 hingga tahun 2013 disajikan dalam Gambar 3.

0

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

P

(19)

Gambar 3 Perkembangan nilai ekspor kopi Indonesia dan Vietnam ke ASEAN tahun 2007-2013

Sumber: Trade Map 2015

Data di atas merefleksikan terhadap nilai ekspor kopi Indonesia dan Vietnam ke ASEAN pada periode waktu yang sama yaitu tahun 2007 hingga tahun 2013. Namun, tidak semua negara yang tergabung di ASEAN melakukan ekspor yang besar dari Indonesia maupun Vietnam, hanya beberapa negara saja di ASEAN yang menjadi pengimpor terbesar kopi dari Indonesia dan Vietnam. Negara tersebut adalah Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina serta Indonesia dan Vietnam yang juga menjadi negara pengimpor kopi di kawasan ASEAN. Hampir lebih dari 90 persen jenis kopi yang diimpor oleh negara-negara tersebut adalah dalam bentuk biji kopi (Trade Map, 2015)

Perumusan Masalah

Secara keseluruhan dapat terlihat bahwa neraca perdagangan Indonesia ke ASEAN terus mengalami peningkatan. Hal tersebut tercermin dari data yang menunjukkan bahwa share ekspor Indonesia baik dari sektor migas maupun non migas ke ASEAN terus meningkat setiap tahunnya (periode 2008-2014) jika dibandingkan dengan ekspor Indonesia ke dunia. Terlihat pada Gambar 4, tahun 2014, share ekspor Indonesia ke ASEAN telah mencapai 22.16 persen atau meningkat sebesar 2.86 persen dari tahun 2007 (Trade Map 2015). Peningkatan nilai ekspor ini patut menjadi perhatian pemerintah sebagai langkah untuk memperluas pasar ekspor Indonesia. Mengingat semakin dekatnya pelaksanaan AEC, maka sudah selayaknya pemerintah Indonesia untuk melakukan evaluasi dan pembenahan untuk menyambut AEC. Hal tersebut diperlukan karena ASEAN merupakan salah satu pasar potensial bagi Indonesia dalam melakukan ekspor kopi terlebih dengan adanya perdagangan bebas AEC di tahun 2016 mendatang.

0 50 100 150 200 250 300

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

US$

Millio

n

(20)

Gambar 4 Total ekspor Indonesia ke dunia, total ekspor Indonesia ke ASEAN dan share ekspor Indonesia ke ASEAN tahun 2007-2014

Sumber: Trade Map 2015

Dalam rangka menjaga kinerja perdagangan agar terus positif, maka diversifikasi produk harus ditingkatkan. Diversifikasi produk erat kaitannya dengan kemampuan suatu produk untuk bersaing dengan produk dari negara lain. Produk yang memiliki tingkat daya saing lebih tinggi tentu akan menjadi prioritas bagi negara pengimpor sehingga neraca ekspor Indonesia pun akan meningkat dan menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat pula. Selain daya saing, keterkaitan perdagangan juga menjadi faktor yang penting sebagai penunjang peningkatan ekspor, dimana tingkat keterkaitan perdagangan yang tinggi akan memperlancar arus perdagangan suatu negara.

Salah satu produk ekspor Indonesia yang memiliki potensi dalam hal ekspor adalah kopi. Hal tersebut dapat dilihat dari trend ekspor kopi yang meningkat di setiap tahunnya. Adanya rencana untuk menyelenggarakan AEC pada akhir tahun 2015 mendatang akan menjadi penerus dari kebijakan AFTA yang mengatur tidak hanya pergerakan barang dan jasa namun juga tenaga kerja serta modal yang akan menjadi lebih bebas. Hal tersebut tercermin dari beragamnya tarif bea masuk yang diberlakukan setiap negara terhadap komoditas kopi khususnya. Bagi negara yang tidak memproduksi kopi secara massal maka tarif bea masuk kopi pun menjadi rendah dan bagi negara yang memproduksi kopi maka tarif bea masuk yang diterapkan pun semakin tinggi. Negara-negara seperti Singapura dan Malaysia telah menetapkan tarif bea masuk kopi ke negaranya sebesar 0 persen sejak tahun 2011. Sedangkan Filipina menetapkan tarif bea masuk sebesar 40 persen dan Thailand sebesar 90 persen. Indonesia sendiri menetapkan tarif bea masuk sebesar 5 persen sejak tahun 2012 dan meningkat pada tahun 2015 menjadi sebesar 20 persen. Vietnam sendiri telah menetapkan tarif bea masuk sebesar 25 persen sejak tahun 2012 (WTO 2015). Melihat kenyataan bahwa salah satu negara di ASEAN yaitu Vietnam juga memiliki daya saing kopi yang tinggi, maka Indonesia perlu

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

P

Total Ekspor ke Dunia Total Ekspor ke ASEAN

(21)

setidaknya untuk mengevaluasi kinerja ekspor kopi karena dengan rendahnya tarif bea masuk kopi yang telah ditetapkan oleh negara pengimpor kopi seperti Singapura dan Malaysia akan lebih memudahkan negara pengekspor kopi untuk mengekspor kopinya. Oleh sebab itu, maka kajian mengenai kondisi perdagangan dan komoditi eskpor kopi yang berdaya saing perlu untuk dilakukan dan kajian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap ekspor kopi Indonesia dan Vietnam ke ASEAN juga perlu dilakukan karena hal tersebut dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah Indonesia sebelum melakukan ekspor. Oleh karena itu. penelitian ini memiliki beberapa perumusan masalah, antara lain:

1. Bagaimana potensi ekonomi negara-negara anggota ASEAN sebagai pasar potensial untuk ekspor kopi?

2. Bagaimana perkembangan daya saing kopi Indonesia dan Vietnam ke ASEAN? 3. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi aliran ekspor kopi Indonesia dan

Vietnam ke negara-negara ASEAN?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan potensi ekonomi negara-negara anggota ASEAN sebagai pasar tujuan ekspor kopi.

2. Menganalisis tingkat daya saing kopi Indonesia dan Vietnam ke ASEAN 3. Menaganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran ekspor kopi Indonesia

dan Vietnam ke negara-negara anggota ASEAN.

Manfaat Penelitian

Hasil dari analisis terkait perdagangan Indonesia dengan ASEAN diharapkan dapat memberi masukan kepada pemerintah Indonesia untuk menyusun strategi kebijakan ekspor kopi dalam kaitannya menyambut AEC tahun 2016 sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi oleh arus perdagangan Indonesia dan anggota ASEAN-5. Negara-negara tersebut adalah Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam.

(22)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Perdagangan Internasional

Teori perdagangan internasional mengemukakan bahwa sebuah negara akan memperoleh keuntungan jika melakukan perdagangan dengan lebih terbuka, pada saat tidak terdapat hambatan pada arus barang yang masuk baik itu hambatan tarif atau hambatan non tarif. Nguyen (2010) melakukan penelitian untuk mengkaji faktor-faktor penting yang berpengaruh terhadap aliran perdagangan Vietnam Penelitian ini menggunakan model gravitasi dengan data penel sejak tahun 1986 hingga tahun 2006 dengan melibatkan 15 negara mitra dagang terbesar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang sangat kuat antara aliran ekspor Vietnam tahun ini terhadap aliran ekspor Vietnam di tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekspor Vietnam secara positif berkorelasi terhadap pertumbuhan pemasukan di negara mitra dagang. Biaya transportasi juga memiliki dampak yang signifikan terhadap performa ekspor Vietnam serta faktor penting lainnya seperti nilai tukar mata uang dan keanggotaan negara mitra dagang dengan ASEAN.

(23)

terhadap aliran ekspor Bangladesh. Hal tersebut diyakini terjadi karena terdapat hambatan ketika melakukan perdagangan dengan mitra dagang seperti hambatan administratif dan quality control.

Daya Saing

Daya saing merupakan sesuatu hal yang penting bagi suatu negara untuk mengukur sejauh mana negara tersebut dapat bersaing dengan negara lain dalam segi makro ekonomi.Dalam pasar yang semakin mengglobal, keberhasilan pelaku usaha suatu negara sangat ditentukan oleh daya saing. Daya saing global pada dasarnya berhubungan dengan biaya produksi sehingga yang memenangkan kompetisi adalah negara yang mampu memasarkan produk dengan harga paling rendah atau berkualitas baik. Penelitian Boansi et al (2014) menunjukkan bahwa ekspor industri nanas segar Ghana memiliki daya saing dan lebih dipicu oleh harga daripada volume ekspor. Baik volume maupun nilai ekspor memiliki hubungan positif dengan produksi. Sedangkan penelitian Ragimun (2012) menyatakan bahwa untuk mendorong ekspor kakao Indonesia di pasar internasional maka perlu adanya peningkatan daya saing kakao dan salah satu caranya adalah dengan diberlakukannyakebijakan fiskal berupa penerapan bea keluar berjenjang, subsidi ke petani, perbaikan infrastruktur serta riset dan pengembangan kakao nasional.

(24)

Integrasi Ekonomi

Integrasi ekonomi menjadi komponen yang penting dalam perdagangan Internasional. Hal tersebut didasari pada kenyataan bahwa integrasi ekonomi akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara. Penelitian Nasrudin (2014) menunjukkan bahwa dalam kondisi domestik seperti sekarang ini, integrasi ekonomi regional berdampak negatif terhadap kinerja sektor pertanian Indonesia. Pertumbuhan sektor pertanian diprediksi lebih rendah jika integrasi ekonomi regional China-ASEAN Free Trade Area (CAFTA) diberlakukan sepenuhnya. Kinerja sektor pertanian bisa meningkat dalam integrasi ekonomi regional jika kebijakan fiskal yang diambil pemerintah efektif, serta pre-kondisi infrastruktur yang memadai. Meskipun masih efektif untuk peningkatan kinerja sektor pertanian, namun efektivitas kebijakan fiskal lebih rendah jika dibandingkan dengan sebelum pemberlakuan integrasi, sehingga dibutuhkan besaran fiskal yang lebih tinggi untuk stabilisasi dan stimulus perekonomian. Faktor eksternal seperti suku bunga, nilai tukar dan kebijakan tarif negara lain juga turut berpengaruh terhadap kinerja sektor pertanian Indonesia. Selain itu, penelitian Sunardi (2015) menyatakan bahwa tingkat integrasi perdagangan Indonesia dan OKI masih termasuk ke dalam kategori perdagangan satu arah. Sebagian besar komoditas ekspor Indonesia ke OKI adalah produk pertanian dan pertambangan berupa bahan mentah (raw material) yang selama ini menjadi keunggulan dari Indonesia, sedangkan perkembangan industri antar negara tersebut belum berkembang dan masih perlu ditingkatkan agar tercipta perdagangan dua arah.

3 KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Perdagangan Internasional

(25)

produksi dan ekspor komoditi tertentu yang memiliki keunggulan komparatifnya. Masing-masing negara akan terfokus pada bidang keahlian atau keunggulannya sehingga output dunia akan menjadi lebih besar dan setiap negara yang terlibat akan diuntungkan walaupun masih terdapat perdebatan di antara ekonom dunia terkait dampak dari perkonomian terbuka, namun beberapa data telah menunjukkan bahwa negara dengan perekonomian terbuka ternyata memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dibandingkan dengan negara yang menganut perekonomian tetrtutup.

Secara garis besar ada dua alasan khusus negara-negara di dunia melakukan perdagangan internasional dan kedua alasan tersebut berkontribusi untuk perekonomian. Pertama, suatu negara melakukan perdagangan internasional karena masing-masing negara memiliki perbedaan. Perbedaan tersebut dapat berupa perbedaan geografis maupun perbedaan budaya, dimana hal tersebut yang membuat masing-masing negara memiliki ketergantungan antara satu sama lain. Kedua, suatu negara melakukan perdagangan internasioanal untuk mencapai skala ekonomi (Economic of Scale). Setiap negara akan memaksimalkan berproduksi terhadap barang yang dapat diproduksi secara optimal. Hal tersebut dilakukan atas dasar efisiensi daripada harus memproduksi semua barang. Terlepas dari kedua faktor utama tersebut, terdapat beberapa faktor lain yang menyebabkan suatu negara melakukan perdagangan internasional, selain untuk memenuhi kebutuhan akan barang dan jasa dalam negeri, juga karena adanya perbedaan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mengolah sumberdaya ekonomi. Perdagangan internasional memiliki manfaat seperti akan terjadi transfer teknologi modern yang memungkinkan suatu negara mempelajari suatu metode produksi yang lebih efisien. Hubungan kerjasama perdagangan antar negara dapat berimplikasi pada kerjasama politik serta perolehan dukungan dari negara lain. Era globalisasi seperti saat ini, setiap negara tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan negara lain. Hal itu dikarenakan semakin meningkatnya jumlah populasi penduduk suatu negara yang berdampak pada meningkatnya kebutuhan dan berkembangnya selera masyarakat yang beragam. Kebutuhan masyarakat yang tidak dapat dipenuhi dalam negeri, maka suatu negara akan memperolehnya dari negara lain. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dijelaskan bahwa suatu negara akan bergantung pada negara lain dalam memenuhi kebutuhan penduduknya.

(26)

produktifitas tenaga kerja di negara tersebut lebih tinggi dibanding produktivitas tenaga kerja di negara lainnya.

Adanya keunggulan mutlak yang dimiliki suatu negara terhadap negara lain (kasus dua negara) tidak mencerminkan bahwa terjadi ketidakseimbangan keuntungan diantara keduanya, selama di antara kedua negara tersebut memiliki efisiensi relatif yang berbeda. Konsep ini yang dikatakan sebagai teori keunggulan komparatif yang mengacu pada kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang atau jasa tertentu dengan biaya yang lebih rendah daripada negara lain

(O’Sullivan and Sheffrin 2003; Baumol 2009; δee et al 2013). Teori keunggulan

komparatif (Comaparative Advantage) ini adalah teori kedua yang dikemukakan oleh David Ricardo pada tahun 1817, dimana Ricardo menjelaskan tentang pola perdagangan yang mungkin antara dua negara (Inggris dan Portugal) yang melibatkan dua komoditas (kain dan anggur).

Teori lain yang menjelaskan tentang konsep perdagangan internasional adalah teori Heckscher-Ohlin (H-O) yang dikemukakan pada tahun 1993 dan merupakan pengembangan dari teori keunggulan komparatif yang dikemukakan oleh David Ricardo. Menurut H-O, sebuah negara akan mengekspor komoditi yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah serta murah di negara itu dan dalam waktu yang bersamaan negara tersebut akan mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan sumberdaya yang relatif langka dan mahal dalam memproduksinya.

Pada saat ini, era globalisasi telah masuk dengan sangat pesatnya. Oleh sebab itu perdagangan internasional menjadi berkembang dengan sangat cepat dan membuat negara-negara di dunia harus melakukan antisipasi namun di sisi lain harus juga dapat memanfaatkan momentum tersebut. Hal tersebut pula yang membuat banyak negara di dunia membentuk sebuah koalisi dengan tujuan melakukan kerjasama dalam hal perdagangan. Kerjasama yang dibentuk pun sangat beragam, mulai dari kerjasama antar dua negara (bilateral), kerjasama antar regional hingga kerjasama banyak negara (multilateral). Bentuk dari kerjasama ini tentu saja berbeda, masing-masing kerjasama memiliki kesepakatan atau kebijakan yang berbeda terkait dengan perdagangan yang dilakukan. Perdagangan yang dilakukan dalam konteks kerjasama tentu memiliki keuntungan dibandingkan dengan perdagangan yang tidak memiliki konteks atau naungan kerjasama. Salah satu keuntungan yang didapat adalah tarif yang dikenakan pada barang yang diperdagangkan bagi negara anggota lebih rendah dibanding dengan tarif yang diperdagangkan dengan negara diluar anggota (Bhagwati dan Panagariya 1996), hal ini disebut dengan perjanjian perdagangan preferensial (Preferential Trade Agreement). Perjanjian kerjasama ini terbentuk tidak terlepas dari naungan World Trade Organization (WTO) dimana setiap negara bebas melakukan kerjasama bilateral, regional maupun multilateral asalkan tetap berada pada koridor yang telah ditetapkan oleh WTO. Perjanjian kerjasama ini pula yang menginisiasi terbentuknya perdagangan bebas seperti ASEAN Free Trade Area (AFTA) dan ASEAN Economic Community (AEC) yang akan diselenggarakan pada tahun 2016.

Daya Saing

(27)

(competitiveness) adalah kemampuan perusahaan, industri, daerah, negara, atau antar daerah untuk menghasilkan faktor pendapatan dan faktor pekerjaan yang relatif tinggi dan berkesinambungan untuk menghadapi persaingan internasional (OECD 2015). Definisi lain menjelaskan bahwa kemampuan suatu negara untuk mengolah sumber daya yang ada dengan berbagai cara dalam rangka mencapai spesialisasi produk perdagangan sehingga tujuan akhir yaitu peningkatan standar hidup dan standar produk domestik dapat tercapai (Petrovic et al 2008). Berdasarkan definisi tersebut maka dapat dikatakan bahwa daya saing adalah sebuah konsep yang diperlukan oleh setiap negara dengan tujuan untuk meningkatkan standar hidup serta standar produk domestik sehingga mampu menghadapi persaingan internasional. Pada dasarnya di tingkat internasional, daya saing ditentukan oleh dua faktor yaitu aitu faktor keunggulan komparatif (comparative advantage) dan faktor keunggulan kompetitif (competitive advantage). Lebih lanjut, faktor keunggulan komparatif dapat dianggap sebagai faktor yang bersifat alamiah dan faktor keunggulan kompetitif dianggap sebagai faktor yang bersifat acquired atau dapat dikembangkan / diciptakan (Tambunan 2003) dan kedua faktor tersebut dapat secara mendasar dapat diukur berdarakan perdagangan internasional yaitu melalui volume ekspor dan volume impor (OECD 2015).

Berdasarkan uraian tersebut maka perlu diadakannya perhitungan mengenai daya saing suatu negara. Meskipun sulit untuk mengukur benyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi keunggulan komparatif suatu negara, terutama untuk membandingkan pola spesialisi di suatu negara, pendekatan mengenai keunggulan komparatif tetaplah penting. Oleh sebab itu telah banyak dikembangkan mengenai metode-metode untuk mengukur tingkat daya saing suatu negara dan salah satunya adalah Revealed Comparative Advantage (RCA) index. RCA index secara luas digunakan untuk menilai keunggulan komparatif suatu bangsa dalam produk, kelompok produk atau industri (UNIDO 1986; Parry 1975; Hillman 1980; Aquino 1981; Crafts and Thomas 1986; Marchese and De Simone 1989; Rana 1990; Yeats 1985; van Hulst et al 1991; Lee 1995; Lim 1997; Richardson et al 1997; Laursen 1998; Yang 1999; Li and Bender 2002). RCA adalah sebuah index yang bertujuan untuk mengungkapkan apakah kelompok komoditas yang dipilih adalah penting untuk ditambahkan guna menambah total ekspor suatu negara terhadap mitra dagangnya baik secara individual maupun kolektif . Metode RCA juga dapat digunakan oleh pemerintah untuk menentukan arah kebijakan terhadap suatu komoditi sehingga mampu mempengaruhi posisi suatu suatu komoditi di dalam negeri maupun di luar negeri. Hal ini didasari pada kemampuan metode RCA untuk mengetahui komoditi ekspor unggulan dan sejauh mana perkembanganya setiap tahun yang tercermin dari trend yang terbentuk. Selain itu, untuk mengukur dan mengetahui atau mengidentifikasi daya saing suatu produk serta untuk mengetahui apakah suatu produk dalam performa yang dinamis atau tidak digunakan alat analisis Export Product Dynamics (EPD) (Rahart 2013; Pradipta 2014; Sunardi 2015)

Ekspor

(28)

karena adanya kelebihan penawaran di dalam negeri yang disebabkan oleh rendahnya harga relatif domestik dibandingkan dengan harga di negara lain. Sehingga dengan adanya harga yang lebih tinggi di negara lain (pasar internasional), maka penawaran komoditi akan beralih ke pasar internasional berupa ekspor. Sedangkan peningkatan ekspor tersebut dapat berpengaruh di dalam negeri yaitu dapat membuat neraca pembayaran (balance of payment) menjadi bertambah. Peningkatan ekspor dapat dilihat pada gambar 5 berikut ini.

Gambar 5 Kurva ekspor Sumber: Salvatore 1997

Menurut Kindleberger (1982), ekspor dan harga internasional memiliki hubungan yang positif, yaitu semakin tinggi harga internasional maka semakin tinggi ekspor suatu komoditi yang dipasarkan. Akan tetapi, jumlah keseimbangan ekspor yang akan terjadi ditentukan oleh kekuatan permintaan akan ekspor dan juga harga ekspor yang terjadi.

Jika suatu barang atau jasa dalam suatu negara memiliki harga relatif yang lebih rendah ketimbang harga relatif di negara lain, maka negara tersebut akanmelakukan ekspor ke negara yang memiliki harga relative lebih tinggi. Menurut Krugman dan Obstfeld (2003), perbedaan harga relatif dapat diakibatkan oleh perbedaan permintaan dan juga penawaran relatif, yang dipengaruhi antara lain oleh perbedaan kemajuan teknologi dan sumber daya alam yang dimiliki oleh masing-masing negara. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Posner dan Vernon dalam Wiratmo (2003) yang mengatakan bahwa ekspor dipengaruhi oleh perbedaan tingkat kemajuan teknologi dan juga perbedaan selera antar negara.Hal tersebut membuat negara-negara yang memiliki barang atau jasa dengan nilai lebih (penggunaan teknologi) cenderung akan mengekspor barangnya. Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan Duenas-Caparas (2006) yang mengatakan bahwa negara dengan teknologi maju akan cenderung untuk mengekspor barang-barang penemuan baru yang berteknologi tinggi, dan mengimpor barang-barang yang kurang membutuhkan teknologi.

Model Gravitasi

(29)

untuk menerka perdagangan berdasarkan jarak antar negara dan interaksi antar negara. Hukum gravitasi menyatakan bahwa sebuah interaksi antar dua benda adalah sebanding dengan massanya dan berbanding terbalik dengan jarak masing-masing.

Fij = G ...(1) Jika persamaan tersebut diaplikasikan kepada perdagangan internasional maka: F = Volume aliran perdagangan

M = Ukuran ekonomi untuk kedua negara D = Jarak ekonomi kedua negara

G = Konstanta

Berdasarkan analogi di atas dapat dijelaskan bahwa volume aliran perdagangan (ekspor) dipengaruhi secara langsung oleh ukuran ekonomi masing-masing negara (GDP) dan berhubungan terbalik dengan jarak masing-masing-masing-masing negara. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa suatu negara yang memiliki volume aliran perdagangan yang besar maka akan melakukan perdagangan yang besar pula dan di sisi lain negara yang memiliki jarak berjauhan akan memiliki perdagangan yang relatif lebih kecil.

Model gravitasi dalam praktiknya telah digunakan oleh banyak peneliti dan berdasarkan hasil penelitian, terbukti bahwa model gravitasi merupakan sebuah model yang memiliki predektibilitas besar untuk pengalaman empiris (Bergstrand 1985; Leamer dan Levinshon 1995; Markusen dan Rose 2001; Anderson 2010; Kulkarni et al 2015).

Perdagangan internasional yang terjadi di negara yang memiliki kerjasama bilateral cenderung mengalami penurunan ketika terjadi hambatan di kedua negara tersebut dalam hal perdagangan dengan mitra lain. (Anderson 1979; Van Wincoop 2003). Negara A akan mengekspor lebih banyak ke negara B ketika terjadi hambatan perdagangan antara negara A dengan mitra dagang lain selain negara B dan begitu juga sebaliknya. Hal ini perlu menjadi perhatian khusus karena untuk melakukan perdagangan, suatu negara tidak bisa hanya berfokus pada satu negara lain, perlu adanya alternatif lain ketika terjadi hambatan untuk melakukan perdagangan dengan negara mitra.

Definisi-Definisi Variabel yang Digunakan Dalam Penelitian

Nilai Ekspor

Nilai ekspor menjadi salah satu faktor penentu bagi perdagangan suatu negara. Neraca perdagangan suatu negara haruslah diukur dengan melihat nilai ekspor dan nilai impor negara tersebut. Dengan demikian nilai ekspor sangat berkaitan dengan pendapatan nasional (pendekatan pengeluaran) suatu negara dimana Y = C + I + G + (X-M) dan (X-M) adalah ekspor netto. Ekspor netto akan bernilai positif jika nilai ekspor lebih besar dibandingkan dengan nilai impor yang ada pada suatu negara (Mankiw 2006).

Gross Domestic Product (GDP) per Kapita

(30)

masyarakat terhadap barang dan jasa. GDP dapat dihitung dengan membagi pendapatan nasional pada tahun terntu dengan jumlah penduduk di suatu negara dalam waktu tertentu. (Wardana 2011).

Kenaikan pendapatan yang dialami penduduk suatu negara di waktu tertentu menyebabkan kemampuan daya belinya pun semakin meningkat. Oleh sebab itu, GDP per kapita digunakan untuk mengukur daya beli suatu masyarakat terhadap suatu barang. Jika suatu masyarakat mengalami kenaikan pendapatan maka konsumsinya pun akan meningkat.

Share Konsumsi

Share konsumsi mencerminkan surplus produksi suatu komoditas pada negara pengekspor dibandingkan dengan konsumsi suatu negara pengimpor terhadap suatu komoditas. Negara dengan surplus produksi yang melimpah, akan mampu memenuhi kebutuhan konsumsi negara pengimpor, sehingga semakin banyak surplus produksi pada negara pengekspor memungkinkan semakin banyak pula komoditas yang akan diekspor. Sedangkan dari sisi negara pengimpor, permintaan akan suatu barang atau komoditas sangat ditentukan oleh konsumsi serta stock yang tersedia di negara tersebut. Hal tersebut selaras dengan pernyataan Salvatore (1997) yang menyatakan bahwa permintaan ekspor suatu negara merupakan selisih antara produksi atau penawaran dalam negeri (domestik) dikurangi dengan konsumsi atau permintaan dalam negeri (domestik) negara yang bersangkutan ditambah dengan stock tahun sebelumnya

Nilai Tukar Rill

Nilai tukar dibagi menjadi dua kategori yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar rill. Menurut Mankiw (2006), nilai tukar nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara, sedangkan nilai tukar rill merupakan harga suatu mata uang dalam satuan mata uang asing atau jumlah mata uang suatu negara asing yang harus dibayarkan untuk mendapatkan satu unit uang domestik (Lipsey 1995). Secara matematis, nilai tukar rill dapat dirumuskan sebagai berikut:

RER = Nilai tukar nominal (e) X � �

Jika nilai tukar rill tinggi, maka barang-barang luar negeri relatif lebih murah jika dibandingkan dengan barang-barang di dalam negeri. Begitu juga sebaliknya, jika nilai tukar rill rendah, maka barang-barang luar negeri relatif lebih mahal jika dibandingkan barang-barang di dalam negeri.

Jarak Ekonomi

(31)

Jarak ekonomi = � � � ��� � � � � �

���

Harga lokal

Harga lokal didefinisikan sebagai harga suatu komoditas di negara pengimpor yang merupakan pembagian antara jumlah komoditas yang diekspor (kg) dengan nilai komoditas yang diekspor (US$). Suatu negara akan melakukan ekspor bilamana harga lokal terhadap suatu komoditas meningkat sehingga diperlukan supply yang berlebih agar harga dapat turun hingga titik yang diingkan oleh pemerintah setempat.

Kerangka Pemikiran Operasional

Kebijakan merupakan salah satu hal yang esensial bagi setiap negara dan sangat berpengaruh terhadap kinerja perdagangan. Kebijakan perdagangan yang dikeluarkan oleh pemerintah dapat berguna dalam kaitannya melindungi kepentingan nasional dikarenakan kebijakan yang diterapkan dapat mempengaruhi perdagangan komoditi ekspor maupun impor. Selain itu, kondisi perekonomian di negara mitra juga dapat berpengaruh terhadap kinerja perdagangan.

Indonesia telah bergabung dengan ASEAN sejak tahun berdirinya ASEAN tahun 1967 di Bangkok. Dalam perkembangannya, ASEAN terus memberikan kemudahan-kemudahan bagi setiap anggotanya untuk melakukan perdagangan internasional seperti dengan dikeluarkannya kebijakan mengenai ASEAN Free Trade Area (AFTA) hingga kebijakan mengenai ASEAN Economic Community (AEC) yang akan berlangsung mulai tahun 2016. Seluruh kebijakan ini ditujukan untuk mewadahi seluruh anggota dalam melakukan perdagangan internasional khususnya ekspor dan impor dan salah satu langkah yang telah dilakukan adalah dengan adanya Common Effective Preferential Tariff (CEPT) yang telah diinisiasikan sebagai wujud perdagangan bebas di wilayah ASEAN.

Dalam rangka menyambut AEC yang akan berlangsung tahun 2016, pemerintah Indonesia harus mempersiapkan skenario agar mendapat keuntungan dari terbentuknya kebijakan ini. Salah satu langkah yang dapat dilakukan oleh pemerintah Indonesia adalah dengan menggali potensi-potensi ekspor yang mungkin dapat ditingkatkan serta dengan melihat potensi ekonomi yang ada di negara anggota ASEAN dengan cara melakukan pemetaan terhadap komoditi-komoditi ekspor yang selama ini telah diekspor ke negara-negara ASEAN dan komoditi yang merupakan salah satu anadalan ekspor Indonesia adalah kopi.

(32)

analisis Revealed Comparative Advantage (RCA), sementara itu untuk mengetahui atau mengidentifikasi daya saing suatu produk serta untuk mengetahui apakah suatu produk dalam performa yang dinamis atau tidak dilakukan analisis Export Product Dynamics (EPD). Hasil dari analisis tersebut akan menjabarkan daya saing yang dimiliki oleh komoditi kopi dan dinamika perdagangan ekspor kopi Indonesia di ASEAN. Ketika telah diketahui tingkat daya saing dan dinamika perdagangan ekspor kopi Indonesia di ASEAN, perlu diadakan analisis tambahan untuk memastikan ekspor komoditas kopi ke ASEAN dapat berjalan dengan efektif dan efisien sehingga dapat memberi keuntungan bagi Indonesia. Oleh sebab itu, analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kopi Indonesia dan Vietnam di ASEAN perlu dilakukan. Analisis ini dilakukan agar pemerintah Indonesia dapat mencari solusi serta alternatif berupa kebijakan yang tepat guna mengembangkan ekspor kopi Indonesia ke ASEAN. Adapun analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kopi Indonesia dan Vietnam ke ASEAN menggunakan persamaan regresi yang sebelumnya diturunkan dari model gravitasi dimana di setiap variabel tersebut menggunakan data panel. Variabel-variabel yang dimasukan ke dalam persamaan regresi tersebut mencakup:

1) Nilai ekspor komoditas kopi di negara Indonesia dan Vietnam. Nilai ekspor ini mencerminkan seberapa besar komoditas kopi yang dijual ke luar negeri. Semakin besar nilai ekspornya, maka semakin besar pula kuantitas yang diekspor.

2) Pendapatan per kapita negara ASEAN. Hal ini didasari pada kenyataan bahwa negara yang memiliki pendapatan tinggi cenderung memiliki aktivitas jual beli yang tinggi pula.

3) Share konsumsi. Hal ini didasari pada perbandingan surplus produksi negara pengekspor terhadap permintaan kopi dari negara pengimpor.

4) Nilai tukar rill. Hal ini didasari pada perbedaan nilai tukar masing-masing negara akan mempengaruhi harga komoditas yang akan dijual.

5) Jarak ekonomi. Hal ini didasari pada kenyataan bahwa harga suatu komoditas dipengaruhi oleh biaya distribusi. Negara yang memiliki jarak lebih jauh, maka biaya distribusi yang dikeluarkan pun akan lebih tinggi dan begitu pun sebaliknya.

6) Harga kopi lokal (negara pengimpor). Harga kopi lokal diyakini mampu menstimulus negara pengimpor untuk mengimpor kopi jika harga di negara pengimpor sangat tinggi.

(33)

Keterangan:

= menunjukan alur hubungan langsung = menunjukan hubungan berdasarkan analisis

Gambar 6 Kerangka pemikiran analisis daya saing kopi dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ekspor kopi Indonesia dan Vietnam di ASEAN 5

Kinerja Perdagangan Kopi Indonesia di

ASEAN

Potensi Ekonomi Kopi ASEAN 5

Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Ekspor Kopi Indonesia dan

Vietnam di ASEAN Analisis Daya Saing

Kopi Indonesia/Vietnam RCA

EPD

Share Konsumsi

Harga Kopi Lokal Jarak Ekonomi Nilai Tukar

Rill Model

Gravitasi

Regresi Berganda

a

Implikasi Kebijakan Pemerintah

(34)

Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Pendapatan per kapita Indonesia dan Vietnam memiliki pengaruh yang positif terhadap ekspor komoditi kopi ke ASEAN.

2. Share konsumsi kopi Indonesia dan Vietnam memiliki pengaruh yang positif terhadap ekspor komoditi kopi ke ASEAN.

3. Nilai tukar riil memiliki pengaruh yang positif terhadap ekspor komoditi kopi ke ASEAN.

4. Jarak ekonomi memiliki pengaruh yang negatif terhadap ekspor komoditi kopi ke ASEAN.

5. Harga kopi lokal memiliki pengaruh yang positif terhadap ekspor komoditi kopi ke ASEAN.

4 METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari berbagai macam sumber. Data mengenai aliran perdagangan seperti data ekspor dan impor akan diperoleh dari berbagai macam sumber seperti World Bank, Trade Map dan Kementerian Perdagangan. Sedangkan data komoditi yang digunakan adalah komoditi yang menggunakan kode HS 6 digit. Data-data makro seperti pendapatan per kapita, nilai dan kuantitas produksi kopi dan nilai tukar riil didapatkan dari website World Bank dan COMTRADE sedangkan data-data seperti jarak ekonomi didapatkan melalui website CEPII (Centre d’Etudes Prospectives et d’Informations Internationales). Berikut adalah daftar jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini sebagaimana disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Jenis dan sumber data

No Jenis Data Sumber Data Satuan

1 Ekspor Nominal COMTRADE US$

2 Kuantitas Ekspor COMTRADE Ton

3 GDP Per Kapita World Bank US$ / Tahun

4 Share Konsumsi ICO Kg / Tahun

5 Nilai Tukar Riil World Bank Rupiah / Mata Uang Negara j

6 Jarak Ekonomi CEPII Kilometer (Km)

7 Harga Lokal COMTRADE US$ / Kg

Metode Analisis

(35)

perdagangan Indonesia ke ASEAN dengan melihat sisi ekspor perdagangan Indonesia ke negara-negara anggota ASEAN. Tidak hanya itu, potensi ekonomi setiap negara-negara ASEAN juga perlu dikaji mengingat potensi ekonomi suatu negara dapat menstimulus tingkat impor yang akan dilakukan oleh negara yang bersangkutan. Semakin tinggi potensi ekonomi yang dimiliki suatu negara maka akan tinggi pula daya beli masyarakat akan suatu produk. Selain itu, diversifikasi produk dan pasar menjadi indikator lain untuk mengukur perkembangan pasar dimana kinerja ekspor dapat dikatakan baik apabila diversifikasi produk dan pasarnya luas.

Metode analisis yang dilakukan dalam penelitian ini terbagi menajadi dua metode yaitu metode analisis deskriptif dan kuantitatif. Metode analisis secara deskriptif digunakan untuk menganilisis hal-hal yang terkait dengan kinerja perdagangan Indonesia dan potensi ekonomi negara-negara yang menjadi tujuan ekspor kopi Indonesia. Sedangkan metode analisis secara kuantitatif menggunakan empat alat analisis yaitu Revealed Comparative Advantage (RCA), Export Product Dynamics (EPD) dan regresi model gravitasi dengan menggunakan data panel.

Revealed Comparative Advantage (RCA)

RCA merupakan salah satu metode pengukuran yang berbentuk dinamis. Hal tersebut didukung dengan pernyataan Basri dan Munandar (2010) yang menyatakan bahwa RCA merupakan salah satu metode yang dinamis dan mampu digunakan untuk melakukan analsis daya saing. RCA digunakan dalam banyak penelitian untuk mengukur perubahan keunggulan komparatif atau tingkat daya saing dari suatu produk dari suatu negara terhadap dunia. Konsep dari RCA itu sendiri merupakan rasio antara pangsa pasar dari sebuah produk suatu negara di dalam pasar dunia, dengan pangsa ekspor dari suatu negara terhadap total ekspor dunia.

Menurut Muzendi (2014), metode RCA memiliki beberapa keunggulan yaitu dapat mengurangi dampak pengaruh campur tangan pemerintah, sehingga keunggulan komparatif suatu produk dari waktu ke waktu dapat terlihat secara jelas. Adapun kelemahan dari metode RCA yaitu dengan adanya asumsi yang menyatakan bahwa suatu negara melakukan ekspor semua komoditi. RCA juga tidak dapat menjelaskan pola perdagangan yang sedang berlangsung telah optimal atau belum serta tidak dapat memprediksi produk-produk yang berpotensi di masa mendatang. Secara matematis, RCA dapat dihitung menggunakan rumus seperti berikut:

RCAij = /

� / � ... (2)

Keterangan:

Xik : Nilai ekspor komoditi k Indonesia ke ASEAN Xi : Nilai total ekspor Indonesia ke ASEAN Xak : Nilai ekpor komoditi k dunia ke ASEAN Xa : Nilai total ekspor dunia ke ASEAN

(36)

keunggulan komparatif terhadap suatu produk. Semakin tinggi nilai RCA maka semakin tinggi suatu komoditi memiliki daya saing.

Export Product Dynamics (EPD)

Analisis Export Product Dynamics (EPD) digunakan untuk mengetahui atau mengidentifikasi daya saing suatu produk serta untuk mengetahui apakah suatu produk dalam performa yang dinamis atau tidak. Meskipun tidak semua produk memiliki nilai ekspor yang tinggi, bukan berarti produk tersebut tidak memiliki daya saing. Suatu produk yang memiliki pertumbuhan nilai ekspor melebihi nilai rata-rata ekspor secara kontinyu, maka produk tersebut produk tersebut bisa menjadi sumber pendapatan yang besar bagi suatu negara. Analisis EPD juga merupakan suatu metode yang dapat menganalisis posisi pasar barang atau produk suatu negara ke negara tujuan. Hal tersebut dikarenakan EPD menggunakan share export total (X) dan share export commodity (Y). Berdasarkan penelitian Esterhuizen (2006), matriks posisi dikategorikan menjadi empat kategori yaitu rising star, falling star, lost opportunity dan retreat yang dapat dilihat pada Gambar 7

Gambar 7 Daya tarik pasar dan kekuatan bisnis dalam EPD Sumber: Esterhuizen 2006

Gambar 7 menggambarkan 4 kategori umum dalam ekspor (berdasarkan posisi pangsa pasar). Rising star menggambarkan posisi pasar tertinggi atau dapat dikatakan pasar yang paling ideal. Lost opportunity merupakan kondisi dimana pasar mengalami penurunan daya saing sehingga produk yang dihasilkan di suatu negara kehilangan kesempatan untuk menjangkau ekspor di pasar internasional. Falling star merupakan kondisi yang tidak diharapkan oleh suatu negara (sama dengan kondisi lost opportunity), namun kondisi falling star tidak seburuk kondisi lost opportunity karena pada kondisi ini masih terdapat peningkatan pangsa pasar meskipun tidak terjadi untuk produk barang yang dinamis. Retreat merupakan kondisi dimana keberadaan suatu produk tidak lagi diingninkan oleh pasar.

Secara matematis, untuk menghitung pangsa ekspor suatu negara (negara i) dan pangsa pasar produk (produk n) dalam sebuah perdagangan dunia adalah sebagai berikut:

Lost

Opportunity

Rising Star

(37)

Sumbu X : Pertumbuhan pangsa ekspor Indonesia (persen) =

=1 � % − ∑ =1 −1� %

... (3) T

Sumbu Y : Pertumbuhan pangsa pasar produk n =

=1 � % − ∑ =1 −1� %

... (4) T

Keterangan:

Xivj : Nilai ekspor komoditi j dari Indonesia/Vietnam ke negara i Xivt : Total nilai ekspor negara Indonesia/Vietnam ke dunia Wivj : Nilai ekspor komoditi j dunia ke negara Indonesia/Vietnam Wt : Nilai ekspor total dunia

t : Tahun ke-t

t-1 : Tahun sebelumnya T : Jumlah tahun analisis

Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Ekspor Kopi Indonesia dan Vietnam di ASEAN

Terkait dengan tujuan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ekspor kopi Indonesia dan Vietnam di ASEAN, Model gravitasi digunakan sebagai pedekatan untuk menganalisis faktor-faktor ekonomi maupun non ekonomi yang dapat memengaruhi perdagangan antar dua negara seperti hukum gravitasi yang dikemukakan Sir Isaac Newton. Dalam penelitian ini, model gravitasi digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor komoditi kopi Indonesia dan Vietnam ke ASEAN dengan menurunkannya menjadi sebuah persamaan regresi. Model yang digunakan adalah model yang mengacu pada penelitian Nguyen (2010) yang telah dimodifikasi sebagai berikut: Model pada negara Indonesia (A1):

ln(Xijt) = β0 + β1ln (GDPCAPjt) + β2ln (SHAREijt) + β3ln (RERijt) + β4ln

(ECODISTijt) +β5ln (PRIjt) + E ...(5) Keterangan:

j : Unit cross section (Negara ASEAN 5) t : Time series (waktu)

Xijt : Nilai ekspor kopi Indonesia ke ASEAN 5 pada tahun t (US Dollar) GDPCAPjt : PDB per kapita negara ASEAN 5 pada tahun t (US Dollar)

SHAREijt : Share konsumsi kopi di negara pengimpor terhadap surplus produksi kopi Indonesia pada tahun t (Persen)

(38)

ECODISTit : Jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara ASEAN 5 pada tahun t (Kilometer)

PRIt : Harga kopi di negara pengimpor pada tahun t (US Dollar) E : Error Term

Model pada negara Vietnam (B1):

ln(Xvjt) = β0 + β1ln (GDPCAPjt) + β2ln (SHAREvjt) + β3ln (RERvt) + β4ln (ECODISTvjt) +β5ln (PRIjt) + E ...(6) Keterangan:

j : Unit cross section (Negara ASEAN 5) t : Time series (waktu)

Xvjt : Nilai ekspor kopi Vietnam ke ASEAN 5 pada tahun t (US Dollar) GDPCAPjt : PDB per kapita negara ASEAN 5 pada tahun t (US Dollar) SHAREvjt : Share konsumsi kopi di negara pengimpor terhadap surplus

produksi kopi Vietnam pada tahun t (Persen)

RERvjt : Nilai tukar riil antara negara Vietnam dengan negara ASEAN 5 pada tahun t (Rupiah / Mata uang negara j)

ECODISTvjt : Jarak ekonomi antara Vietnam dengan negara ASEAN 5 pada tahun t (Kilometer)

PRIt : Harga kopi di negara pengimpor pada tahun tahun t (US Dollar) E : Error Term

Pada penerapannya dalam perdagangan antar negara, bentuk model ini disusun oleh tiga jenis variabel utama, yang terdapat pada setiap gravity model untuk aliran perdagangan bilateral yaitu:

1. Variabel yang mewakili total total permintaan potensial negara pengimpor 2. Variabel yang mewakili total penawaran potensial negara pengekspor 3. Variabel yang mewakili pendukung atau penghambat aliran perdagangan

Adanya pertimbangan terhadap perbedaan interpretasi terkait variabel dependen (Y) yang menggunakan data terkait nilai ekspor komoditas kopi Indonesia dan Vietnam jenis HS 090111, maka dibuat sebuah model baru yang merubah variabel dependen (Y) menjadi data terkait kuantitas ekspor kopi Indonesia dan Vietnam jenis HS 090111 sebagai berikut:

Model pada negara Indonesia (A2):

ln(Xijt) = β0 + β1ln (GDPCAPjt) + β2ln (SHAREijt) + β3ln (RERijt) + β4ln

(ECODISTijt) +β5ln (PRIjt) + E ...(7) Keterangan:

j : Unit cross section (Negara ASEAN 5) t : Time series (waktu)

Xijt : Kuantitas ekspor kopi Indonesia ke ASEAN 5 pada tahun t (Kilogram)

(39)

SHAREijt : Share konsumsi kopi di negara pengimpor terhadap surplus produksi kopi Indonesia pada tahun t (Persen)

RERijt : Nilai tukar riil antara negara Indonesia dengan negara ASEAN 5 pada tahun t (Rupiah / Mata uang negara j)

ECODISTit : Jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara ASEAN 5 pada tahun t (Kilometer)

PRIt : Harga kopi di negara pengimpor pada tahun t (US Dollar) E : Error Term

Model pada negara Vietnam (B2):

ln(Xvjt) = β0 + β1ln (GDPCAPjt) + β2ln (SHAREvjt) + β3ln (RERvt) + β4ln (ECODISTvjt) +β5ln (PRIjt) + E ...(8) Keterangan:

j : Unit cross section (Negara ASEAN 5) t : Time series (waktu)

Xvjt : Kuantitas ekspor kopi Vietnam ke ASEAN 5 pada tahun t (Kilogram)

GDPCAPjt : PDB per kapita negara ASEAN 5 pada tahun t (US Dollar) SHAREvjt : Share konsumsi kopi di negara pengimpor terhadap surplus

produksi kopi Vietnam pada tahun t (Persen)

RERvjt : Nilai tukar riil antara negara Vietnam dengan negara ASEAN 5 pada tahun t (Rupiah / Mata uang negara j)

ECODISTvjt : Jarak ekonomi antara Vietnam dengan negara ASEAN 5 pada tahun t (Kilometer)

PRIt : Harga kopi di negara pengimpor pada tahun tahun t (US Dollar) E : Error Term

Definisi Operasional

Untuk memperjelas variabel-variabel yang dituliskan dalam persamaan (6,7,8 dan 9), maka definisi operasional variabel-variabel tersebut yaitu:

1. Nilai ekspor (X) adalah nilai/kuantitas perdagangan dari suatu negara ke negara yang merupakan mitra daganganya.

2. GDP per kapita (GDPCAP) merupakan pengukuran total GDP per tahun dibagi dengan total penduduk atau populasi.

3. Share konsumsi (SHARE) merupakan pengukuran total konsumsi kopi di negara pengimpor terhadap surplus produksi di negara pengekspor.

4. Nilai tukar riil (RER) merupakan nilai tukar riil mata uang negara tujuan terhadap Rupiah Indonesia,dinyatakan dalam mata uang asing/rupiah. Rumus untuk mendapatkan nilaitukar riil Rupiah terhadap mata uang negara tujuan adalah:

(40)

ECODIST = � � � ��� � � � � �

���

...(10)

6. Harga kopi lokal (PRI) merupakan harga kopi di negara pengimpor yang didaptakan dnegan rumus:

PRI = � $

� � �� ...(11)

Data Panel

Pemilihan model yang digunakan dalam penelitian harus dipertimbangkan dalam statistik. Penelitian ini menggunakan data panel dimana data panel adalah gabungan antara data time series dan data cross section. Data time series adalah data terhadap suatu objek tetapi memiliki beberapa periode waktu yang berbeda. Sedangkan data cross section adalah data yang terdiri dari banyak objek tetapi terdapat hanya dalam satu periode tertentu. Data panel memiliki beberapa keunggulan daripada data time series maupun data cross section, karena data panel merupakan gabungan dari keduanya maka data yang akan dihasilkan pun semakin banyak sehingga akan mengahsilkan degree of freedom yang lebih besar sehingga efek bias pun bisa terminimalisir.

Dalam melakukan analisis data panel, terdapat tiga teknik estimasi regresi yaitu dengan model Pooled Leasts Square (PLS), model Fixed Effect dan model Random Effect.

1. Pooled Least Square (PLS)

Pooled Least Square (PLS) merupakan pendekatan yang paling sederhana dalam pengolahan data panel. Metode ini adalah metode yang menggunakan pendekatan kuadrat terkecil yang digunakan dalam data berbentuk pool. Misalkan terdapat persamaan berikut:

Yit = α + βj xjit + it untuk i = 1, 2, ..., N dan t = 1, 2, ..., T

Dimana N adalah jumlah unit cross section dan T adalah jumlah time series. Dengan mengasumsikan komponen error dalam pengolahan kuadrat terkecil biasa, kita dapat melakukan proses estimasi secara terpisah untuk setiap unit cross section Sehingga untuk periode t=1, akan diperoleh persamaan regresi cross section sebagai berikut:

Yi1 = α + βj xjit + i1 untuk i = 1, 2, ..., N

Begitu juga sebaliknya, persamaan deret waktu akan diperoleh sebanyak N persamaan untuk setiap T observasi dengan α dan β konstan sehingga akan dapat diperoleh dalam bentuk regresi yang lebih besar dengan melibatkan sebanyak NT observasi. Namun demikian, tidak dapat melihat perbedaan antar individu maupun antar waktu (Rinaldi 2014)

2. Fixed Effect

(41)

berbeda-beda baik pada cross section maupun pada lintas waktu (Baltagi 2001). Pendekatan fixed effect dapat dituliskan dalam persamaan sebagai berikut:

Yit= αi+ βj xjit + eit

dimana:

Yit = variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i i = intersep yang berubah-ubah antar cross section unit j = parameter untuk variabel ke j

xjit = variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i

eit = komponen error di waktu t untuk unit cross section i

Penggunaan pendekatan ini akan menyebabkan degree of freedom sebesar NT-N-K. Sehingga dengan melakukan penambahan variabel dummy akan dapat mengurangi banyaknya degree of freedom yang pada akhirnya akan mempengaruhi keefesienan dari parameter yang diestimasi (Rinaldi, 2014)

Pada metode fixed effect, estimasi dapat dilakukan tanpa bobot (no weighted) atau bisa disebut sebagai Least Square Dummy Variable (LSDV) dan dengan pembobotan (cross section weight) atau General Least Square (GLS). Adapun tujuan dilakukannya pembobotan adalah untuk mengurangi heterogenitas antar unit cross section (Gujarati 2004)

3. Random Effect

Dalam pendekatan model data panel, terdapat metode pendekatan yang ketiga yaitu Random Effect. Hal ini didasari pada kenyataan bahwa memasukan variabel boneka dalam model efek tetap memiliki konsekuensi terhadap berkurangnya degree of freedom yang akhirnya dapat mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi (Baltagi 2001). Model random effect dapat dijelaskan pada persamaan berikut:

Yit = α1t+ βjxjit + uit

dimana α1t diasumsikan sebagai variabel random dari rata-rata nilai intersep (α1).

Nilai intersep untuk masing-masing individu dapat dituliskan:

α1t= α1+ iti = 1 ,2,…N

dimana α1 adalah rata-rata dari seluruh intersep dan i adalah random error (yang

tidak bisa diamati) yang mengukur perbedaan karakteristik masing-masing individu (Rinaldi 2014)

Pendekatan dengan model random effect, terdapat parameter-parameter yang berbeda antar daerah maupun antar waktu yang dimasukkan ke dalam error. Oleh sebab itu maka model random effect sering juga disebut model komponen error (error component model). Adapun bentuk model efek acak ini dijelaskan pada persamaan berikut ini:

Yit = α + Xj

itβj+ it it = ui + vt +wit

Dimana :

ui ~N(0, u2) = komponen cross section error

vt ~ N(0, u2) = komponen time series error

(42)

Penggunaan random effect, dapat mengurangi penggunaan derajat kebebasan dan tidak mengurangi jumlahnya sehingga parameter yang merupakan hasil estimasi menjadi lebih efisien.

Pemilihan Model

Untuk mendapatkan model yang efisien maka dilakukan uji statistika untuk menetukan teknik estimasi mana yang paling sesuai. Terdapat dua pengujian yang umum digunakan dalam menentukan model yang akan digunakan dalam pengolahan data panel yaitu Chow Test.

1. Chow Test

Chow Test adalah uji yang digunakan untuk memilih model terbaik diantara model Pooled Least Square (PLS) dengan model fixed effect. Hipotesis dari pengujian ini adalah

sebagai berikut :

H0 : model pooled least square

H1 : model fixed effect

Dasar penolakan terhadap H0 adalah dengan menggunakan F statistik seperti

berikut:

FN-1, NT-NK= − / −1

/ − − ... (12) Keterangan:

ESS1 : Residual Sum Square hasil pendugaan pooled least squares ESS2 : Residual Sum Square hasil pendugaan fixed effect

N : Jumlah data cross section T : Jumlah data time series K : Jumlah variabel penjelas

Chow Test merupakan uji statistik yang mengikuti distribusi F-statistik dengan derajat bebas (N-1,NT-N-K). Apabila nilai Chow statistic hasil pengujian lebih besar dari F tabel maka tolak H0 sehingga model yang digunakan

adalah fixed effect dan begitu juga sebaliknya.

Uji Kesesuaian Model

1. Kriteria Ekonomi

Kriteria ekonomi adalah pengujian yang didasarkan pada tanda dan besaran dari tiap koefisien dugaan yang terbentuk dari hasil estimasi model. Kriteria ekonomi mensyaratkan bahwa tanda dan besaran yang terjadi sesuai dengan teori ekonomi yang berlaku.

2. Kriteria Ekonometrika

Gambar

Tabel 1 Neraca perdagangan Indonesia tahun 2010-2014 (Juta US$)
Gambar 1 Perkembangan total ekspor sektor pertanian Indonesia tahun 2004
Gambar 2 Perkembangan total ekspor kopi Indonesia ke dunia dan ASEAN serta
Gambar 3 Perkembangan nilai ekspor kopi Indonesia dan Vietnam ke ASEAN
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ketika teka-teki disodorkan, peserta didik akan menyisir semua pengalaman-pengalamannya hingga waktu itu, selanjutkan akan memilih-milih semua pengalamannya itu

Perasaan berkewajiban dipandang tidak semata merupakan bentuk dampak secara langsung dari iklim kerja dalam organisasi, tetapi sebagaimana penelitian terdahulu yang

Diawali dengan mengidentifikasi perkembangan fisik kawasan permukiman Sekoja pada lima periode waktu yang signifikan, kemudian dilakukan tinjauan untuk

 Responden C tidak mengalami perkembangan pemahaman setelah proses pembelajaran, karena tetap keliru menyimpulkan hubungan antara suhu dan volume ban serta kaitannya dengan

Dalam diploma yang dikeluarkan oleh pemerintah Prancis untuk menilai kemampuan bahasa Prancis seseorang yaitu DELF (Diplôme d’Etude de Langue Française) dan DALF

Kemudahan Mendapat Nilai 10 10 Berdasarkan NKT terbesar pada tiap atribut hasil analisis konjoin yang disajikan pada Tabel 5, dapat ditarik kesimpulan bahwa kombinasi taraf

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian air kelapa dan pemberian berbagai dosis pupuk urea berpengaruh terhadap tinggi tanaman pada minggu ke-5 dan ke-6, jumlah daun

Jenis Suara Kalimat yang dibaca Pelaku dan Petunjuk untuk Sutradara/Penata Suara 68 IBU Saya kira guru DODO menginginkan anak didiknya.. lebih mandiri dan disiplin hanya