• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kecernaan nutrien ransum sapi bali dengan penambahan sabun kalsium minyak kedelai secara in vitro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kecernaan nutrien ransum sapi bali dengan penambahan sabun kalsium minyak kedelai secara in vitro"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

KECERNAAN NUTRIEN RANSUM SAPI BALI DENGAN

PENAMBAHAN SABUN KALSIUM MINYAK KEDELAI

SECARA

IN VITRO

SITI NURHANAH

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

3

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kecernaan Nutrien Ransum Sapi Bali dengan Penambahan Sabun Kalsium Minyak Kedelai secara In vitro adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2014

(4)

ABSTRAK

SITI NURHANAH. Kecernaan Nutrien Ransum Sapi Bali dengan Penambahan Sabun Kalsium Minyak Kedelai secara In vitro. Dibimbing oleh SRI SUHARTI dan WIDYA HERMANA.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh penambahan minyak kedelai yang diproteksi dengan sabun kalsium pada ransum terhadap kecernaan nutrien yaitu kecernaan bahan kering (KcBK), kecernaan bahan organik (KcBO), kecernaan protein kasar (KcPK), kecernaan lemak kasar (KcLK), dan kecernaan serat kasar (KcSK) secara in vitro. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 3 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan yang diberikan meliputi Perlakuan ransum kontrol (K), K + minyak kedelai 5% (M), dan K + sabun kalsium minyak kedelai 5% (S). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan minyak kedelai pada tingkat 5% baik proteksi maupun tanpa proteksi dengan teknik sabun kalsium tidak mempengaruhi kecernaan bahan kering dan bahan organik, kecernaan protein kasar, serat kasar dan lemak kasar. Hasil ini menunjukkan bahwa penambahan sabun kalsium minyak kedelai tidak memiliki efek negatif pada aktivitas rumen dalam degradasi pakan.

Kata kunci: kecernaan nutrien, minyak kedelai, sabun kalsium, sapi bali

ABSTRACT

SITI NURHANAH. In vitro Nutrient Digestibility of Bali Cattle Ration Addition with Calcium Soap of Soybean Oil In vitro. Supervised by SRI SUHARTI and WIDYA HERMANA.

The research was aimed to evaluate the effect of soybean oil addition with and without protection using calcium soap in the diet on in vitro dry matter digestibility (DMD), organic matter digestibility (OMD), crude protein digestibility (CPD), ether extract digestibility (EED) and crude fiber digestibility (CFD). This study used randomized block design with 3 treatments and 4 replications. The treatments were control diet (C), C + 5% soybean oil (M), and C + Calcium soap of soybean oil 5% (S). The result showed that use of soybean oil at level 5% either with or without protection using calsium soap did not affect dry and organic matter digestibility, crude protein digestibility, crude fiber digestibility and ether extract digestibility. This result indicating that the addition of soybean oil calcium soap didn’t have negative effect on feed degradation by rumen microbe.

(5)

5

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

KECERNAAN NUTRIEN RANSUM SAPI BALI DENGAN

PENAMBAHAN SABUN KALSIUM MINYAK KEDELAI

SECARA

IN VITRO

SITI NURHANAH

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

7

Judul Skripsi : Kecernaan Nutrien Ransum Sapi Bali dengan Penambahan Sabun Kalsium Minyak Kedelai secara In vitro

Nama : Siti Nurhanah NIM : D24100079

Disetujui oleh

Dr Sri Suharti, SPt MSi Pembimbing I

Dr Ir Widya Hermana, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Panca Dewi MHK, MSi Ketua Departemen

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 ini ialah kecernaan, dengan judul “Kecernaan Nutrien Ransum Sapi Bali dengan Penambahan Sabun Kalsium Minyak Kedelai secara In vitro”.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh suplementasi sabun kalsium minyak kedelai dan minyak kedelai pada level 5% dalam ransum sapi Bali terhadap kecernaan nutrien ransum. Minyak kedelai merupakan minyak asal tanaman yang mengandung asam lemak tak jenuh yang tinggi. Sabun kalsium merupakan metode yang mampu melindungi asam lemak tak jenuh yang ada pada minyak kedelai. Penggunaan sabun kalsium minyak kedelai dalam ransum diharapkan mampu meningkatkan kecernaan nutrien ransum di dalam rumen sapi. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk kelulusan dan memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Kritik, saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca secara umumnya.

Bogor, November 2014

(10)
(11)

3 Karakteristik Sabun Kalsium Minyak Kedelai 7 Derajat Keasaman (pH) Rumen 8

Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik 9 Kecernaan Protein Kasar, Serat Kasar dan Lemak Kasar 10 SIMPULAN DAN SARAN 11 1 Komposisi bahan pakan dalam ransum berdasarkan bahan kering (% BK) 3 2 Kandungan nutrien ransum berdasarkan bahan kering (% BK) 3 3 Nilai derajat keasaman (pH) rumen 8

4 Kecernaan bahan kering dan bahan organik 9

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil analisis ragam derajat keasaman (pH) rumen 13

2 Hasil analisis ragam kecernaan bahan kering 13

3 Hasil analisis ragam kecernaan bahan organik 13 4 Hasil analisis ragam kecernaan protein kasar 13

5 Hasil analisis ragam kecernaan serat kasar 13

6 Hasil analisis ragam kecernaan lemak kasar 14

(13)

1

PENDAHULUAN

Produktivitas ternak sapi potong di Indonesia masih sangat rendah sehingga tidak dapat memenuhi permintaan konsumen. Populasi ternak sapi potong bedasarkan data BPS pada tahun 2013 terdapat 16.607.000 ekor sapi potong (BPS 2014) sedangkan jumlah permintaan konsumen terhadap daging sapi berdasarkan InverstorDaily (2013) yaitu 549.670 ton. Satu diantara penyebab utamanya adalah nutrisi yang kurang baik dan pakan konsentrat masih cukup mahal. Sapi Bali merupakan salah satu jenis sapi lokal asli Indonesia yang memiliki potensi untuk dikembangkan karena mempunyai keistimewaan dalam hal reproduksi, persentase karkas yang tinggi, mampu beradaptasi di lingkungan tropis, dan dapat memanfaatkan sumber daya pakan yang berkualitas rendah. Namun, kelemahan dari sapi Bali yaitu kecepatan pertumbuhan dan ukuran bobot badan yang terbatas dan kandungan asam lemak jenuh yang tinggi pada daging. Hasil penelitian Komariah (1997), kandungan asam lemak jenuh daging sapi Bali lebih tinggi dibandingkan daging sapi Peranakan Ongol (PO).

Peningkatan produktivitas ternak sapi Bali hendaknya juga diikuti peningkatan kualitas produk daging dan salah satunya adalah kandungan asam lemak. Secara alami, produk daging ternak ruminansia banyak mengandung asam lemak tak jenuh karena adanya proses biohidrogenasi oleh bakteri rumen. Bakteri rumen akan mengubah asam lemak tak jenuh dari pakan menjadi asam lemak jenuh di dalam rumen sehingga menyebabkan tingginya asam lemak jenuh yang mengalir ke usus halus dan diserap oleh tubuh. Hal ini yang menyebabkan daging ternak ruminansia didominasi oleh asam lemak jenuh.

(14)

2

Minyak kedelai merupakan salah satu minyak yang banyak mengandung lemak terutama asam lemak poli tak jenuh (Polyunsaturated Fatty Acid, PUFA) yang cukup tinggi yaitu sekitar 85% meliputi asam linolenat (15% - 64%), asam oleat (11% - 60%), asam linoleat (1% - 12%) dan asam arachidonat (1.5%) (Muliawati 2006). Teknologi suplementasi minyak kedelai yang diproteksi dengan sabun kalsium berpotensi untuk meningkatkan kandungan asam lemak tak jenuh (PUFA) pada daging sapi Bali. Penambahan minyak kedelai dalam bentuk sabun kalsium bertujuan untuk menghindari proses biohidrogenasi dari rumen pada ternak ruminansia serta tidak mengganggu aktivitas mikroba rumen dalam mendegradasi pakan. Teknologi sabun kalsium selain dapat memproteksi kandungan lemak juga dapat menyumbangkan mineral kalsium yang sangat penting untuk ternak.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh penambahan minyak kedelai yang diproteksi dengan sabun kalsium pada level 5% dalam ransum terhadap kecernaan nutriean (bahan kering, bahan organik, protein kasar, lemak kasar, dan serat kasar) ransum sapi Bali secara in vitro.

METODE

Bahan

Sabun Kalsium

Bahan yang digunakan dalam penentuan bilangan penyabunan minyak kedelai yaitu KOH, alkohol, dan aquadest. Sabun kalsium minyak kedelai dibuat dari campuran NaOH, CaCl2 dan minyak kedelai.

Ransum

Ransum yang digunakan dalam penelitian adalah ransum yang sesuai dengan standar kebutuhan nutrien sapi lokal berdasarkan Kearl (1982) untuk bobot badan sapi potong 250 kg dengan kandungan Protein Kasar (PK) 13% dan Total Digestibly Nutrien (TDN) sebesar 67%. Ransum yang digunakan terdiri atas hijauan dan konsentrat dengan perbandingan 40:60. Komposisi ransum komplit yang digunakan disajikan pada Tabel 1 dan komposisi nutrien ransum disajikan pada Tabel 2.

Alat

Peralatan yang digunakan untuk membuat sabun kalsium minyak kedelai adalah seperangkat alat refluks dan titrasi. Cairan rumen diambil dengan alat stomach tube dan pompa vakum serta termos. Peralatan yang digunakan dalam proses fermentasi meliputi tabung fermentor, tabung CO2, shaker waterbath dan sentrifuse.

(15)

3

dalam pengukuran kecernaan serat kasar adalah gelas piala, corong buchner, kertas saring, cawan porselen, oven 130oC, tanur 600oC dan eksikator. Pengukuran kecernaan lemak kasar menggunakan labu penyari, alat soxlet, oven 100oCdan eksikator.

Tabel 1 Komposisi bahan pakan dalam ransum berdasarkan bahan kering (% BK)

Bahan Pakan

Tabel 2 Kandungan nutrien ransum berdasarkan bahan kering (% BK)

Perlakuan BK ABU PK LK SK Beta-Ekstrak tanpa Nitrogen), TDN (Total Digestibility Nutrient), Ca (Kalsium), P (Phosfor).

1

Hitungan TDN sesuai rumus Sutardi (2001) TDN= 70.6 + 0.259 x PK + 1.01 x LK – 0.76 x SK + 0.0991 x Beta-N

Lokasi dan Waktu

(16)

4

Prosedur

Pembuatan Sabun Kalsium (Hidayat et al. 2011)

Sebelum pembuatan sabun kalsium, dilakukan pengamatan terhadap beberapa parameter, yaitu bilangan penyabunan dan kandungan asam lemak dari minyak yang digunakan. Penentuan bilangan penyabunan minyak dilakukan dengan cara refluksi minyak yang ditambahkan larutan KOH beralkohol. Larutan KOH beralkohol dibuat dengan mencampurkan 1.4 gr KOH dan 50 ml alkohol 95%. Sampel minyak sebanyak 5 ml dicampurkan dengan 50 ml larutan KOH beralkohol dimasukkan kedalam labu penangas berleher untuk direfluksi dan dititrasi sehingga didapat bilangan penyabunan dan jumlah NaOH yang digunakan. Larutan NaOH dibuat dengan mencampurkan jumlah NaOH setelah perhitungan (1.37 mg) dan ditambahkan aquadest hingga volume menjadi 13.5 ml sedangkan larutan CaCl2 dibuat dengan mencampurkan CaCl2 sebanyak 2.35 mg ke dalam aquadest sebanyak 4.7 ml. Pembuatan sabun kaslium dilakukan dengan minyak dipanaskan dan ditambahkan larutan NaOH secara perlahan, distrirrer selama 30 menit dengan kecepatan 800 rpm dan pada suhu 230oC. Kemudian diteteskan larutan CaCl2 hingga habis dan membentuk seperti pasta. Pasta tersebut ditempatkan pada aluminium foil hingga membeku dan kemudian dimasukkan ke oven 60°C selama 24 jam dan sabun kalsium siap untuk digunakan. Bilangan penyabunan dapat diketahui dengan menggunakan rumus:

Bilangan penyabunan=� � � − � � � � �

Ket: N HCl: 0.5061, M KOH: 56.1

Jumlah NaOH yang digunakan dapat diketahui dengan menggunakan persamaan: V1M1=V2M2

V1: Bilangan penyabunan M1: Molekul NaOH (40) V2: Jumlah NaOH M2: Molekul KOH (56)

Rendemen sabun kalsium yang dihasilkan dapat diketahui dengan menggunakan rumus:

Rendemen (%)= ℎ� × %

Preparasi Cairan Rumen

Cairan rumen diambil secara langsung dari sapi Bali dengan menggunakan stomach tube dengan bantuan pompa vakum. Setelah itu cairan rumen disaring dengan kain kasa, saringan ditampung dalam gelas piala yang direndam dalam air hangat (40°C) dan dialiri gas CO2. Jarak waktu pengambilan cairan rumen terhadap penggunaan adalah maksimal sekitar 2 jam dalam kondisi anaerob dan suhu hangat (40°C).

Fermentasi secara In vitro (Tilley dan Terry 1963)

(17)

5

pada jam ke 4. Setelah 48 jam, tutup karet dibuka dan ditetesi 1 ml HgCl2 5%. Tabung fermentor dan campuran dimasukkan ke dalam sentrifuge selama 15 menit. Setelah itu 50 ml larutan pepsin-HCl ditambahkan kemudian tabung diinkubasi kedua hingga 48 jam pada suhu 39°C di Shaker Waterbath. Hasil yang didapat dari proses penyaring berupa endapan dan supernatan, endapan tersebut merupakan residu yang akan dilakukan pengukuran kecernaan nutriennya.

Analisis Bahan Kering dan Bahan Organik

Sampel yang telah ditambahkan pepsin-HCl dan diinkubasi selama 48 jam disaring dengan kertas saring whatman No.41 dengan bantuan pompa vakum. Hasil saringan dimasukkan ke dalam cawan porselen. Bahan kering didapat dengan cara dikeringkan dalam oven 1050C selama 24 jam sedangkan untuk bahan organik, bahan dalam cawan dipijarkan dalam tanur selama 6 jam pada suhu 4000C-6000C. Sebagai blanko dipakai residu asal fermentasi tanpa sampel ransum.

Analisis Protein Kasar

Proses pertama dalam analisis protein kasar adalah proses destruksi. Langkah dalam proses destruksi, yaitu residu (endapan) ditimbang sebanyak 0.25 gram dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 100 ml dan ditambahkan katalis selen sebanyak 0.25 gram dan 3 ml H2SO4 98%. Kemudian dilakukan destruksi (pemanasan dalam keadaan mendidih) selama 1 jam hingga larutan berubah warna menjadi bening. Setelah dingin ditambahkan 50 ml aquadest dan 20 ml NaOH 40%. Langkah selanjutnya dilakukan destilasi, hasil destilasi ditampung dalam labu erlenmayer yang berisi campuran 10 ml H3BO3 2% dan 2 tetes indicator Brom Cresol Green-Methyl Red berwarna merah muda. Setelah volume hasil tampungan menjadi 10 ml dan berwarna hijau kebiruan, destilasi dihentikan dan kemudian dilakukan titrasi dengan HCl 0.1 N sampai berwarna merah muda. Perlakuan yang sama dilakukan juga terhadap blanko. Dengan metode ini diperoleh kadar nitrogen total yang dihitung dengan rumus:

%N= − � 4

� %

Keterangan: S: volume titran sampel (ml), B: volume titran blanko (ml), w: bobot sampel kering (mg), 14: bobot atom

N NaOH : 0.1216

14 : bobot atom nitrogen

6.25 : rata-rata kandungan N pada protein Analisis Lemak Kasar

Sebanyak 2 gram residu (sampel) disebar di atas kapas yang beralas kertas saring dan digulung membentuk thimble, kemudian dimasukkan ke dalam labu soxhlet. Kemudian dilakukan ekstraksi selama 6 jam dengan pelarut lemak berupa heksan sebanyak 150 ml. Lemak yang terekstrak kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 100oC selama 1 jam. Kadar lemak dapat diketahui dengan menggunakan rumus:

(18)

6

Analisis Serat Kasar

Sebanyak 1 gram (residu) sampel dilarutkan dengan 100 ml H2SO4 1.25% dan dipanaskan hingga mendidih kemudian dilanjutkan dengan destruksi selama 30 menit. Larutan disaring dengan kertas saring dan dengan bantuan corong Buchner, residu hasil saringan dibilas dengan 20-30 ml air mendidih dan dengan 25 ml aquadest sebanyak 3 kali. Residu didestruksi kembali dengan NaOH 1.25% selama 30 menit. Kemudian disaring kembali dan dibilas berturut-turut dengan 25 ml H2SO4 1.25%, air mendidih 25 ml sebanyak 3 kali dan alkohol 25 ml. Residu dan kertas saring dipindahkan ke cawan porselen dan dikeringkan dalam oven 130oC selama 2 jam, setelah dingin residu beserta cawan porselen ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam tanur 600oC selama 30 menit, didinginkan dan ditimbang kembali. Kadar serat kasar dapat diketahui dengan menggunakan rumus:

Kadar serat kasar (%)= � %

Bobot serat kasar=W- Wo

Keterangan: W: bobot residu sebelum dibakar dalam tanur, Wo: bobot residu setelah dibakar dalam tanur

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Perlakuan yang diberikan terdiri atas ransum dengan penambahan 5% minyak kedelai yang diproteksi dengan sabun kalisum dan tanpa diproteksi. Penelitian ini menggunakan teknik fermentasi in vitro dengan sapi Bali sebagai donor inokulum cairan rumen.

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok berdasarkan waktu pengambilan cairan rumen dengan 3 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan tersebut meliputi;

K : Ransum kontrol tanpa penambahan minyak M : Minyak Kedelai 5% tanpa diproteksi

S : Minyak Kedelai 5% dengan diproteksi sabun kalsium Model matematika dalam rancangan tersebut adalah sebagai berikut:

Yij= μ+ τi+ βj+ εij Dimana

Yij : nilai pengamatan dari perlakuan ke-i pada kelompok ke-j μ : rataan umum

τi : pengaruh aditif dari level sabun kalsium ke-i βj : pengaruh aditif dari kelompok ke-j

(19)

7

Peubah yang Diamati

Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik

Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik dihitung dengan rumus ;

% KcBK = � − � � − �

� � %

% KcBO = � − � � − �

� � %

Kecernaan Protein Kasar

Kecernaan Protein Kasar dapat dihitung dengan rumus ;

%KcPK = − � � %

Kecernaan Lemak Kasar

Kecernaan Lemak Kasar dapat dihitung dengan rumus ;

%KcLK= � − � %

Kecernaan Serat Kasar

Kecernaan Serat Kasar dapat dihitung dengan rumus ;

%KcSK = � − � %

Derajat Keasaman (pH) Rumen. Derajat keasaman (pH) rumen selama fermentasi diukur pada jam ke-4 saat inkubasi pertama. pH rumen diukur dengan menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi terlebih dahulu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Produk Sabun Kalsium Minyak Kedelai

Sabun kalsium minyak kedelai yang dihasilkan memiliki karakteristik seperti pasta kering dengan warna putih kekuningan. Tekstur sabun kalsium setelah pengeringan dengan oven berbeda saat sebelum dilakukan pengeringan yaitu lebih kering dan padat. Sabun kalsium minyak kedelai yang dihasilkan dapat terlihat pada Gambar 1.

(20)

8

Bilangan penyabunan dari minyak kedelai yang digunakan adalah sebesar 126.52. Menurut Panagan et al. (2011) bilangan penyabunan merupakan besar kecilnya molekul asam lemak yang terkandung dalam minyak yang dibutuhkan untuk menyabunkan sejumlah miligram kalium hidroksida dalam 1 gram minyak. Bilangan penyabunan dipengaruhi oleh berat molekul minyak, minyak dengan bobot molekul rendah akan mempunyai bilangan penyabunan yang lebih tinggi dari pada minyak yang bobot molekulnya tinggi. Bilangan penyabunan minyak kedelai menurut Ketaren (1986) yaitu sebesar 189-195. Bobot molekul minyak kedelai yang dihasilkan mempengaruhi jumlah NaOH dan CaCl2 yang akan ditambahkan dalam pembuatan sabun kalsium dari bobot bahan dasar yang digunakan (Joseph 2007).

Tingkat efisiensi formula sabun kalsium dapat terlihat dari jumlah rendemen sabun kalsium yang dihasilkan (Joseph 2007). Rendemen merupakan jumlah persentase sampel setelah pengolahan atau pemasakan dan dinyatakan dalam bentuk % (bobot/bobot). Rataan rendemen dari sabun kalsium minyak kedelai yang telah dibuat adalah sebesar 87.57%. Nilai rendemen sabun kalsium minyak kedelai yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan nilai rendemen sabun kalsium minyak ikan lemuru dan crude palm oil (CPO) yang dilakukan oleh Joseph (2007) yaitu 46.58% dan 45.50%.

Derajat Keasaman (pH) Rumen

Derajat keasaman (pH) rumen dengan penambahan minyak kedelai baik dalam bentuk minyak maupun sabun kalsium tidak berbeda nyata (Tabel 3). Derajat keasaman (pH) rumen yang dihasilkan masih dalam kisaran pH rumen normal.

Tabel 3. Nilai derajat keasaman (pH) rumen

Perlakuan pH rumen

Kontrol (K) 6.78±2.60

K+Minyak kedelai (M) 6.78±2.60

K+Sabun Ca-minyak kedelai (S) 6.82±2.61

(21)

9

Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik

Penambahan minyak kedelai baik dalam bentuk minyak maupun sabun kalsium tidak nyata menurunkan kecernaan bahan kering dan bahan organik ransum (Tabel 4). Kecernaan bahan kering dan bahan organik penggunaan ransum sabun kalsium minyak kedelai lebih besar dibandingkan ransum minyak kedelai namun lebih kecil dibandingkan ransum kontrol.

Tabel 4. Kecernaan bahan kering dan bahan organik

Perlakuan KcBK (%±sd) KcBO (%±sd)

Kontrol (K) 73.52±8.57 73.33±8.56

K+Minyak kedelai (M) 71.33±8.45 71.25±8.44

K+Sabun kalsium minyak kedelai (S)

72.62±8.52 72.50±8.51

Penambahan minyak kedelai baik dalam bentuk minyak maupun sabun kalsium tidak nyata menurunkan kecernaan bahan kering dan bahan organik ransum. Meskipun demikian, terjadi kecenderungan penambahan minyak kedelai dalam bentuk terproteksi dapat meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik dibandingkan ransum dengan minyak kedelai tanpa proteksi. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan sabun kalsium minyak kedelai dapat mengurangi efek negatif minyak terhadap aktivitas mikroba rumen dalam mendegradasi pakan. Penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan Alexander et al. (2002) penambahan lemak sebagai sabun kalsium tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kecernaan bahan kering.

Nilai kecernaan bahan kering yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Asmara (2002) yang menggunakan kedelai dengan penambahan enzim papain yaitu berkisar 18%-19% dan kecernaan bahan organik lebih tinggi dibandingkan penelitian Ueda et al. (2003) yang menggunakan sabun kalsium berbahan linseed oil yaitu berkisar 43.4%. Hal ini menunjukkan proses fermentasi in vitro berjalan dengan optimal serta suplementasi lemak pada ransum runimansia dalam bentuk sabun kalsium dapat melindungi lemak dari sistem pencernaan dalam rumen sehingga dapat meningkatkan kecernaan ransum.

Asam lemak tak jenuh yang diberikan dalam perlakuan berpengaruh terhadap nilai kecernaan ransum. Lemak yang masuk ke rumen akan mengalami proses hidrolisis ikatan ester memecah gliserol dan asam lemak. Selanjutnya asam lemak tak jenuh mengalami proses biohidrogenasi menjadi asam lemak jenuh (Bauman dan Lock 2006). Lock et al. (2006) menyatakan bahwa bakteri rumen sangat berperan penting dalam proses hidrolisis lemak yang menghasilkan asam lemak bebas, gula, fosfat dan gliserol. Gliserol dan gula akan mengalami proses perubahan menjadi asam lemak terbang (volatile fatty acid: VFA) yang akan membentuk sel mikroba rumen. Asam lemak yang keluar dari rumen biasanya menempel pada partikel pakan atau bakteri dan masuk ke duodenum. Proses ini terjadi di pasca rumen.

(22)

10

Hal ini menyebabkan enzim mikroorganisme rumen tidak bisa mencerna bahan pakan yang diproteksi karena media reaksinya berupa air sehingga mengakibatkan penurunan nilai kecernaan bahan kering dan bahan organik di dalam rumen.

Kecernaan Protein Kasar, Serat Kasar dan Lemak Kasar

Penambahan minyak kedelai baik dalam bentuk minyak maupun sabun kalsium tidak mempengaruhi kecernaan protein kasar, serat kasar dan lemak kasar (Tabel 5). Penambahan minyak kedelai menghasilkan nilai kecernaan protein kasar dan serat kasar yang lebih rendah dibandingkan ransum kontrol dan penambahan sabun kalsium minyak kedelai, namun nilai kecernaan lemak kasar yang dihasilkan lebih tinggi.

Tabel 5. Kecernaan protein kasar, serat kasar dan lemak kasar

Perlakuan KcPK

Kontrol (K) 74.78±8.65 80.70±8.98 46.90±6.85

K+Minyak kedelai (M) 73.56±8.58 79.08±8.89 51.57±7.18 K+Sabun kalsium minyak

kedelai (S)

75.22±8.67 80.09±8.95 48.85±6.99

Perlakuan dengan penambahan minyak kedelai terproteksi menghasilkan kecernaan protein kasar dan kecernaan serat kasar cenderung lebih tinggi dibandingkan ransum dengan minyak tidak terproteksi maupun kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa dengan pemberian lemak yang terproteksi dapat melindungi kandungan protein yang terkandung didalamnya sehingga menyebabkan kecernaan protein ransum lebih tinggi. Menurut Arora (1989) sumber protein utama bagi ternak ruminansia berasal dari protein pakan, protein mikroba dan protein yang lolos dari degradasi di dalam rumen. Nilai kecernaan protein kasar yang dihasilkan lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian Asmara (2002) yang menggunakan kedelai dengan penambahan enzim papain, yaitu hanya berkisar 22%-37%.

(23)

11

kecernaan pakan di dalam rumen akan dipengaruhi oleh jenis lemak yang diberikan. Lemak jenuh akan menurunkan nilai kecernaan bahan kering, bahan organik, NDF (serat) di dalam rumen.

Perlakuan dengan penambahan minyak terproteksi menghasilkan nilai kecernaan lemak yang lebih rendah jika dibandingkan dengan perlakuan minyak tidak terproteksi dan kontrol. Hal ini karena minyak kedelai yang diberikan dilindungi oleh sabun kalsium sehingga lemak yang terdapat di dalam minyak tidak terdegradasi secara langsung di dalam rumen dan penyerapan lemak pasca rumen lebih tinggi. Harvatine dan Allen (2006) menyebutkan bahwa peningkatan asam lemak tak jenuh akan meningkatkan kecernaan lemak di dalam rumen. Fernandez (1999) menjelaskan bahwa sabun kalsium akan tetap utuh pada pH netral tetapi akan terurai saat pH asam. Nilai pH normal dalam rumen berkisar 6.5-6.8 dimana sabun kalsium akan tetap terjaga keutuhannya. Nilai pH rumen perlakuan terdapat dalam Tabel 3. Sabun kalsium akan lolos dari proses biohidrogenasi oleh mikroba rumen dan langsung melewati rumen. Daerah pasca rumen terutama abomasum memiliki pH yang sangat asam yaitu berkisar 2-3 sehingga secara langsung sabun kalsium akan terurai dalam bentuk kalsium dan asam lemak. Asam lemak akan terbebas, mudah dipecah dan diserap oleh tubuh. Cheeke (2005) menjelaskan pH pasca rumen yang rendah menyebabkan pemisahan sabun kalsium sehingga memungkinkan terjadinya penyerapan asam lemak.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penambahan minyak kedelai baik yang diproteksi dalam bentuk sabun kalsium maupun tidak terproteksi pada level 5% tidak mengganggu kecernaan bahan kering, bahan organik, protein kasar dan serat kasar serta derajat keasaman (pH) rumen.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemberian minyak kedelai terproteksi pada level yang lebih tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Alexander G, Prabhakara Z, Prasad JR. 2002. Effect of supplementing sheep with sunflower acid oil or its calcium soap on nutrient utilization. Asian-Aust J Anim Sci. 15(9): 1283-1293.

Arora SP. 1989. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Yogyakarta. (ID). Gadjah Mada University Pr.

(24)

12

Bauman DE, Lock AL. 2006. Concept in lipid digestion and metabolism in dairy cows. In : Eastridge ML, editor. Proceeding of tri-State Diry Nutrition Conference. Indiana, 25-26 April 2006. Port Wayne (Indiana): the Oiho State University. P. 1-14.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Populasi ternak.[diunduh 2014 Juli 16].

Tersedia pada:

http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1&id_subye k=24&notab=12

Cheeke PR. 2005. Applied Animal Nutrition: Feed and Feeding 3rd Edition. New Jersey (US): Pearson Prentice Hall.

Ferlay A, Charbot J, Elmeddah Y, Doreau M. 1993. Ruminal lipid balance and intestinal digestion by dairy cows feed calcium salts of rapessed oil fatty acids or rapessed oil. J Anim Sci. 71:2237-2245.

Fernandez JL. 1999. Rumen by-pass fat for dairy diets: When to use which type. Feed International. Agust. p: 18-21

Fessenden RJ, Fessenden JS. 1986. Kimia Organik. Edisi Ketiga. Jilid 2. Terjemahan Aloysius Hadyana Pudjaatmaka. Jakarta.(ID). Erlangga.

Harvatine KJ, Allen MS. 2006. Effects of fatty acid supplements on ruminal and total tract nutrient digestion in lactating dairy cows. J Dairy Sci. 89:1092-1103.

Hidayat UT, Budinuryanto DC, Darodjah S, Putranto WS. 2011. Studi pembuatan kompleks mineral-minyak dan efek penggunaannya dalam ransum terhadap fermentabilitas dan kecernaan (In vitro). Jatinagor. Fakultas Peternakan. Universitas Padjadjaran. J I Ternak. 1(10):32-37

Investor Daily. 2013. Kebutuhan Daging Sapi 2014 diprediksi 593.040

Ton[diunduh 2014 Juli 16]. Tersedia pada:

http://www.investor.co.id/agribusiness/kebutuhan-daging-sapi-2014-diprediksi-593040-ton/74642.

Jenkins TC. 1993. Lipid metabolism in the rumen. J Dairy Sci. 76:3851-3863. Joseph G. 2007. Suplementasi sabun kalsium dalam pakan ternak ruminansia

sebagai sumber energi alternatif untuk meningkatkan produksi daging yang berkualitas. [disertasi]. Bogor (ID). Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Kearl LC. 1982. Nutrient Requirements of Ruminants in Developing Countries. Logan Untah. International Feedstuffs Institute. Utah Agricultural Experiment Station. Utah State University.

Ketaren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan.Cetakan Pertama. Jakarta (ID): UI-Press.

Komariah. 1997. Kandungan asam lemak, kholesterol dan energi daging sapi Bali, Peranakan Ongole dan Kerbau pada berbagai tingkat umur. [tesis]. Bogor (ID). Program Pascasarjana, Institut Pertanian.

Lock Al, Harvatine KJ, Drackley JK, Bauman DE. 2006. Concepts in fat and fatty acid digestion in ruminants. In: Proceeding Intermountain Nutrition Conference New York (USA): Cornell University. P. 85-100

(25)

13

Mourino FR, Akkarawongsa PJ, Weimer. 2001. Initial pH as a determinant of sellulose digestion rate by mixed ruminal microorganisms in vitro. J Dairy Sci.84: 848–859.

Muliawati ID. 2006. Sintesis biosurfaktan dengan menggunakan minyak kedelai sebagai sumber karbon tambahan secara biotransformasi oleh Pseudomonas aeruginosa.[skripsi]. Surakarta (ID). Universitas Sebelas Maret Surakarta. Owens FN, Zinn R. 1988. Protein Metabolism of Ruminant Animal Digestive

Physiology and Nutrition. New Jersey (US). Reston Boook Prentice Hall, Englewood Cliffs.

Panagan AT, Yohandini H, Gultom JU. 2011. Analisis kualitatif dan kuantitatif asam lemak tak jenuh omega-3 dari minyak ikan patin (iPangasius pangasiusi) dengan metoda kromatografi gas. Jur Penelitian Sains.14 (4):38-42

Parakkasi A. 1995. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Jakarta (ID).UI Press.

Pramono A, Kustono, Widayati DT, Putro PP, Handayanta E, Hartadi H. 2013. Evaluasi proteksi sabun kalsium sebagai pakan suplemen berdasarkan kecernaan bahan kering, kecernaan bahan organik dan pH in vitro di dalam rumen dan pasca rumen. Sains Peternakan. 11(2): 71-77.

Prawirokusumo S. 1994. Ilmu Gizi Komparatif. Yogyakarta (ID).BPFE Yogyakarta.

Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemahan Sumantri B. Jakarta (ID). Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

Sutardi T. 2001. Revitalisasi peternakan sapi perah melalui penggunaan ransum berbasis limbah perkebunan dan suplementasi mineral organik. Laporan akhir RUT VIII 1. Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi dan LIPI.

Tilley JMA, Terry RA. 1963. A two stage technique for the in vitro, digestion of forage crops. London.(UK). J Brit Grassland Soc.18:104-110.

Tillman AD, Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Prawirokusumo S, Lebdosoekojo S. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta. (ID). Gadjah Mada University Press.

(26)

14

Lampiran 1 Hasil analisis ragam derajat keasaman (pH) rumen

SK Db JK KT Fhit Sig

Perlakuan 2 0.006 0.003 2.404 0.170

Kelompok 3 0.011 0.004 3.005 0.141

Galat 6 0.007 0.001

Total 11 0.024

SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F, Sig: signifikansi.

Lampiran 2 Hasil analisis ragam kecernaan bahan kering

SK Db JK KT Fhit Sig

Perlakuan 2 9.670 4.835 0.653 .554

Kelompok 3 67.452 22.484 3.036 .115

Galat 6 44.429 7.405

Total 11 121.550

SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F, Sig: signifikansi.

Lampiran 3 Hasil analisis ragam kecernaan bahan organik

SK Db JK KT Fhit Sig

Perlakuan 2 9.670 4.835 0.653 0.603

Kelompok 3 67.452 22.484 3.036 0.109

Galat 6 44.429 7.405

Total 11 121.550

SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F, Sig: signifikansi.

Lampiran 4 Hasil analisis ragam kecernaan protein kasar

SK Db JK KT Fhit Sig

Perlakuan 2 5.906 2.953 0.374 0.703

Kelompok 3 360.372 120.124 15.224 0.003

Galat 6 47.342 7.890

Total 11 413.621

SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F, Sig: signifikansi.

Lampiran 5 Hasil analisis ragam kecernaan serat kasar

SK Db JK KT Fhit Sig

Perlakuan 2 5.337 2.668 0.386 0.695

Kelompok 3 165.208 55.069 7.970 0.016

Galat 6 41.459 6.910

Total 11 212.004

(27)

15

Lampiran 6 Hasil analisis ragam kecernaan lemak kasar

SK db JK KT Fhit Sig

Perlakuan 2 43.974 21.987 0.305 0.748

Kelompok 3 584.180 194.727 2.704 0.139

Galat 6 432.067 72.011

Total 11 1060.222

(28)

16

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lahat, Sumatera Selatan pada tanggal 26 Februari 1992. Penulis merupakan anak ketujuh dari tujuh bersaudara dari pasangan Bapak Abdul Kori Ja’ar (Alm) dan Ibu Yusdah. Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN 57 Lahat pada tahun 1998-2004. Pendidikan dilanjutkan di SMPN 05 Lahat pada tahun 2004-2007 kemudian melanjutkan pendidikan di SMA IT Al-Kautsar Lahat pada tahun 2007-2010.

Penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian

Bogor pada tahun 2010 melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD). Selama kuliah, penulis menjadi anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fakultas Peternakan IPB periode 2011/2012 dan Ketua Komisi Legislatif dan Advokasi DPM periode 2012/2013. Penulis juga mengikuti IPB Goes to Field (IGTF IPB) di Bondowoso Jawa Timur tahun 2013 selama 2 minggu. Selain itu, penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Mikrobiologi Nutrisi serta Pengelolaan dan Kesehatan Ternak Tropis semester genap periode 2013-2014.

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, nikmat, dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi sebagai salah satu syarat mendapat gelar kesarjanaan dari program studi Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Shalawat dan salam senantiasa penulis curahkan kepada junjunan kita Nabi Muhammad SAW.

Atas selesainya penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Dengan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada MP3EI atas nama Prof Dr Ir Komang G Wiryawan selaku penyandang dana selama penelitian dan Dinas Pemda Lahat selaku penyandang dana selama kuliah di IPB. Terimakasih penulis ucapkan pula kepada Dr Sri Suharti, SPt MSi dan Dr Ir Widya Hermana, MSi selaku pembimbing skripsi atas segala bimbingan, kesabaran, dukungan, sumbangan ide dan materi yang telah diberikan. Dilla Mariestia Fassah, SPt MSc selaku dosen pembahas seminar dan selaku panitia seminar pada tanggal 15 Juli 2014, Dr Ir Idat Galih Permana, MSc Agr dan Bramada Widjaya, SPt MSi selaku dosen penguji pada ujian akhir sarjana tanggal 18 September 2014.

Gambar

Tabel 1 Komposisi bahan pakan dalam ransum berdasarkan bahan kering (% BK)
Gambar 1. Sabun kalsium minyak kedelai

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil observasi awal melalui wawancara dengan guru mata pelajaran stenografi di SMK Hidayah Semarang diperoleh informasi bahwa siswa mempunyai minat belajar

Berdasarkan deskripsi data yang telah dipaparkan di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemahaman konsep matematika dan hasil belajar siswa dapat meningkat

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan variasi leksikal bahasa Musi di Sungsang. Variasi leksikal ini bisa ditunjukkan dengan mencari persamaan dan perbedaan

This year seminar officially picked up a theme: Research in Teacher Education: What, How, and Why?as a response to the professionalism demand of English teachers..

Abstrak: tulisan ini bertujuan untuk membahas tentang kewenangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUDNRI

Falsafah pemidanaan retributif memadai diterapkan pada putusan hakim PT dalam perkara ini/ Dalam hal ini jika kita melihat dari tingkat kesalahan/ tindak pidana yang

Saat sebaran perjalanan menjadi variabel, model entropi maksimum dengan dua batasan berada pada tingkat pertama dari pilihan dan model logit berhirarki digunakan untuk

Sampel resep yang digunakan dalam penelitian ini yaitu lembar resep yang memuat racikan pulveres yang ditunjukkan untuk pasien pediatri rawat jalan yang berusia 0 hari -18 tahun