• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makanan Ikan Lundu (Arius maculatus Thunberg, 1792) di Delta Cimanuk Pabean Ilir, Pasekan, Indramayu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Makanan Ikan Lundu (Arius maculatus Thunberg, 1792) di Delta Cimanuk Pabean Ilir, Pasekan, Indramayu"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

MAKANAN IKAN LUNDU (Arius maculatus Thunberg, 1792)

DI DELTA CIMANUK PABEAN ILIR,

PASEKAN, INDRAMAYU

NOOR ANISSYA

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Makanan Ikan Lundu (Arius maculatus, Thunberg 1792) di Delta Cimanuk Pabean Ilir, Pasekan, Indramayu” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, November 2014

Noor Anissya

(4)

ii

ABSTRAK

NOOR ANISSYA. Makanan Ikan Lundu (Arius maculatus Thunberg, 1792) di Delta Cimanuk Pabean Ilir, Pasekan, Indramayu. Dibimbing oleh YUNIZAR ERNAWATI dan RIDWAN AFFANDI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji beberapa aspek makanan (makanan utama, kategori ikan berdasarkan makanannya, aktivitas makan, tingkat pemanfaatan sumber daya makanan, dan tingkat persaingan dalam memanfaatkan sumber daya makanan) ikan lundu di perairan Delta Cimanuk Indramayu, Jawa Barat. Ikan yang diamati berjumlah 104 ekor dengan ukuran berkisar antara 125 mm dan 292 mm. Metode analisis yang digunakan adalah Index of Preponderance. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan lundu termasuk ikan omnivora yang cenderung karnivora, dengan makanan utamanya adalah Krustasea (untuk ukuran kecil) dan Pelecypoda (untuk ukuran besar). Aktivitas makan tertinggi selama pengamatan terjadi pada bulan Maret. Ikan lundu bersifat selektif dalam memilih makanan. Tingkat kompetisi tertinggi dalam mendapatkan makanan pada ikan lundu jantan terjadi antara kelas ukuran 146-166 mm dengan 188-208 mm, sementara pada ikan lundu betina pada kelas ukuran 188–208 mm dengan 209–229 mm.

Kata kunci : Arius maculatus, Delta Cimanuk, makanan

ABSTRACT

NOOR ANISSYA. Food of Spotted Catfish (Arius maculatus) in Cimanuk Delta Pabean Ilir, Pasekan, Indramayu. Supervised by YUNIZAR ERNAWATI and RIDWAN AFFANDI.

The purpose of this research was to assess some food aspects (the main food, food category, feeding activity, the level of food resources utilization, and the competition level over food resources utilization) of spotted catfish in Delta Cimanuk Waters Indramayu, West Java. The observed fish were 104 individu in amount with length ranged between 125 mm until 292 mm. the methods of analysis was Index of Preponderance. The result showed that spotted catfish was omnivores tend to carnivores with the main food was Crustacea (small size) and Pelecypoda (big size). The highest feeding activity during observation occurs on March. Spotted catfish was selective feeding. The highest competition on male spotted catfish occurs in size class 146-166 mm with size class 188-208 mm, while on female spotted catfish, it occurs in size class 188-208 mm with size class 209- 229 mm.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan

MAKANAN IKAN LUNDU (Arius maculatus Thunberg, 1792)

DI DELTA CIMANUK PABEAN ILIR,

PASEKAN, INDRAMAYU

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

(6)
(7)
(8)

vi

PRAKATA

Puji syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “Makanan Ikan Lundu (Arius maculatus Thunberg, 1792) di Delta Cimanuk Pabean Ilir, Pasekan, Indramayu” ini dapat diselesaikan. Skripsi disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Departemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Pada kesempatan ini Penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, terutama kepada:

1. Dr Ir Yunizar Ernawati, MS dan Prof Dr Ir Ridwan Affandi, DEA selaku komisi pembimbing

2. Dr Ir Luky Adrianto, MSc selaku pembimbing akademik.

3. Dr Ir Mohammad Mukhlis Kamal, MSc selaku dosen penguji tamu serta Dr Ir Niken TM Pratiwi, MSi selaku ketua komisi pendidikan Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan.

4. Beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) yang telah memberikan bantuan dana selama masa perkuliahan.

5. Keluarga tercinta Ibu Dede Suhermah, Bapak Sulaeman Effendi, Nabila Nurul Alizha dan Irfan Hermawan

6. Keluarga Pak Swara yang telah banyak membantu dalam penelitian di lapang. 7. Tim Indramayu II, Ade dan Nianitari, Bang Reiza yang telah membantu selama penelitian serta Pak Ruslan dan Bang Aries yang telah banyak membantu selama proses di laboratorium.

8. Nina, Lulu, Ita, Anis, Ria, Dewi, Kak Sri, Kak Panji, Kak Robin dan teman-teman MSP 47 yang telah memberikan semangat, rasa kebersamaan, dan dukungan moril kepada Penulis dalam menyelesaikan studi.

9. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan untuk Penulis untuk menempuh pendidikan di Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan.

Demikian skripsi ini disusun, semoga bermanfaat.

Bogor, November 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Kerangka Pemikiran 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 3

METODE PENELITIAN 3

Waktu dan Tempat Penelitian 3

Prosedur Kerja 3

Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Hasil 9

Pembahasan 18

KESIMPULAN DAN SARAN 21

Kesimpulan 21

Saran 21

DAFTAR PUSTAKA 21

(10)

viii

DAFTAR TABEL

1 Parameter fisika-kimia perairan yang diamati 4

2 Jumlah ikan contoh berdasarkan kelas ukuran panjang total 9

3 Lebar bukaan mulut relatif ikan kerapu, gurame, dan lundu 15

4 Kisaran diameter mata relatif ikan lele, nila, dan lundu 16

5 Luas relung ikan lundu (Arius maculatus) berdasarkan kelas ukuran 17

6 Tumpang tindih relung makanan ikan lundu (Arius maculatus) jantan

berdasarkan kelas ukuran 17

7 Tumpang tindih relung makanan ikan lundu (Arius maculatus) betina

berdasarkan kelas ukuran 18

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran aspek makanan ikan lundu (Arius maculatus) 2

2 Lokasi penelitian 3

3 Ikan lundu (Arius maculatus) 4

4 Indeks kepenuhan lambung ikan lundu (a) jantan (b) betina 10

5 Faktor kondisi ikan lundu jantan (a) dan betina (b) 11

6 Makanan ikan lundu secara keseluruhan 11

7 Makanan ikan lundu berdasarkan jenis kelamin 12

8 Makanan ikan lundu berdasarkan kelas ukuran 13

9 Makanan ikan lundu berdasarkan waktu pengamatan 13

10 Struktur anatomis organ pencernaan ikan lundu 14

11 Hubungan antara panjang usus relatif dengan panjang total 15

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kondisi perairan Delta Cimanuk, Pabean Ilir 24

2 Jumlah hasil tangkapan berdasarkan bulan pengamatan 24

3 Indeks kepenuhan lambung berdasarkan bulan pengamatan 24

4 Uji t untuk hubungan panjang dan berat ikan lundu (Arius maculatus) 24

5 Fakor kondisi berdasarkan bulan pengamatan 25

6 Makanan ikan lundu secara keseluruhan 25

7 Makanan ikan lundu berdasarkan jenis kelamin 26

8 Makanan ikan lundu berdasarkan ukuran panjang total 26

9 Makanan ikan lundu berdasarkan waktu pengamatan 26

10 Diameter mata relatif 26

11 Parameter fisika-kimia perairan 27

(11)

13 Hubungan lebar bukaan mulut relatif dengan ukuran panjang total 28

14 Makanan ikan lundu jantan 29

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan lundu (Arius maculatus) adalah salah satu dari beberapa jenis catfish

yang terdapat di perairan Indonesia. Ikan lundu termasuk ke dalam ordo Siluriformes, famili Ariidae, genus Arius, dan spesies maculatus (Kottelat et al.

1993). Genus Arius dapat dibedakan berdasarkan bentuk langit-langit mulut, jenis dan susunan gigi di rongga mulut bagian atas dan panjang sungut (Chaudbari & Alam 2004). Ciri dari Arius maculatus adalah gigi langit-langit mulut berbutir yang berkumpul dalam bentuk lonjong datar pada masing-masing sisinya (Kottelat et al. 1993) dan memiliki tiga pasang sungut, satu pasang di bibir atas dan dua pasang di bibir bawah. Panjang sungut pada bibir atas mencapai dasar sirip dada, satu pasang sungut pada bibir bawah panjangnya mencapai operculum, dan satu pasang sangat pendek.

Menurut Marceniuk & Menezes (2007) in Isa et al. (2012), genus Arius

tersebar luas di daerah beriklim sedang dan tropis, baik di muara maupun pesisir pantai. Kottelat et al. (1993) menambahkan, daerah distribusi spesies Arius maculatus mencakup Sundaland, Thailand, dan India. Salah satu perairan di Indonesia yang merupakan habitat ikan lundu adalah Delta Cimanuk, Indramayu.

Delta Cimanuk merupakan kumpulan dari beberapa muara Sungai Cimanuk. Sungai Cimanuk merupakan salah satu dari tiga sungai besar yang ada di Jawa Barat (Sjafei et al. 2001). Sungai ini bermuara di Laut Jawa dan termasuk Kabupaten Indramayu (Herawati et al. 2012). Salah satu muara dari sungai ini adalah Pabean Ilir. Muara sungai ini merupakan habitat beberapa spesies ikan, terutama ikan payau dan salah satunya adalah ikan lundu.

Menurut informasi dari warga sekitar, ikan lundu merupakan hasil tangkapan sampingan dan memiliki nilai ekonomis yang rendah. Hal tersebut serupa dengan keadaan di Perairan barat daya Taiwan, bahwa ikan lundu merupakan hasil tangkapan sampingan yang memiliki nilai ekonomis rendah (Chu

et al. 2011). Walaupun ikan lundu bukan meruapkan ikan ekonomis penting, ikan lundu memiliki nilai ekologis sehingga keberadaannya perlu dipertahankan. Informasi mengenai ikan lundu masih sangat minim terutama aspek biologinya. Informasi tentang aspek biologi merupakan salah satu dasar untuk pengelolaan.

(14)

2

Ikan lundu (Arius mac

Cimanuk, Indramayu. Pene Arius maculatus menjadi ha sekitar 32% dari total hasi nilai ekonomis yang rendah Delta Cimanuk Indramayu. masyarakat dan pengelola ekonomis yang rendah, ika perairan. Keberadaan ikan ekosistem di perairan.

Informasi mengenai s untuk aspek biologinya. adalah aspek makanan. K untuk menghasilkan inform Secara skematis, kerangka Gambar 1.

Gambar1 Kerangka pem

Penelitian ini bertujua utama, aktivitas makan,

Ikan lundu merupaka

maculatus) keberadaannya melimpah di perai enelitian Chu et al. (2011) di perairan Yunlin,

hasil tangkapan sampingan yang dominan te hasil tangkapan. Akan tetapi, Arius maculatus

i sumber daya ikan lundu masih sangat minim, Salah satu dari aspek biologi yang penting Kajian makanan diperlukan sebagai salah s ormasi dasar untuk pengelolaan sumber daya p gka pemikiran aspek makanan ikan lundu disaj

pemikiran aspek makanan ikan lundu (Arius mac

Tujuan Penelitian

ujuan untuk mengkaji beberapa aspek makanan kategori ikan berdasarkan makanannya upakan ikan dominan di Delta

emiliki nilai ekonomis rendah

undu kurang diperhatikan oleh masyarakat pengelola, padahal ikan lundu memiliki ogis yang penting.

asi mengenai ikan lundu sangat minim

Diperlukan kajian biologi terutama mengenai aspek makanan sebagai dasar pengelolaan

(15)

pemanfaatan sumber daya makanan, dan tingkat persaingan dalam memanfaatkan sumber daya makanan) ikan lundu di perairan Delta Cimanuk.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai aspek makanan ikan lundu (Arius maculatus) sebagai dasar untuk pengelolaan sumber daya perikanan, khususnya di perairan Delta Cimanuk Pabean Ilir, Indramayu.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret–Mei 2014. Kegiatan penelitian dilakukan di Delta Cimanuk Pabean Ilir, Indramayu dan di Laboratorium Bio Makro 1, Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Lokasi penelitian disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Lokasi penelitian

Prosedur Kerja

Pengambilan contoh ikan di lapang

(16)

4

dan 4 inchi (2 buah outter net). Pengambilan contoh dilakukan setiap bulan selama tiga bulan. Pemasangan jaring dilakukan sebanyak tiga kali ulangan pada setiap pengambilan contoh. Ikan hasil tangkapan selanjutnya diawetkan di dalam formalin 10% untuk dianalisis di laboratorium. Ikan contoh yang ditangkap disajikan pada Gambar 2.

Gambar 3 Ikan lundu (Arius maculatus) Thunberg, 1792 Sumber: Dokumentasi pribadi

Pengamatan dan pengukuran parameter fisika-kimia perairan

Pengamatan dan pengukuran parameter fisika-kimia perairan dilakukan pada setiap pengambilan contoh. Parameter fisika-kimia perairan yang diamati disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Parameter fisika-kimia perairan yang diamati

Parameter Satuan Alat yang digunakan

Suhu oC Termometer

Kedalaman Cm Secchi disk

Kecerahan Cm Secchi disk

Warna perairan - Visual

Tipe substrat - Visual

Salinitas Ppm Refraktometer

pH - pH stick

Pengamatan contoh ikan di laboratorium

Setelah dilakukan pengambilan contoh di lapangan, dilakukan pengamatan di laboratorium Bio Makro 1. Prosedur kerja di laboratorium terdiri atas beberapa tahap, yaitu pengamatan morfologi ikan, pembedahan ikan, pengamatan anatomis saluran pencernaan, dan identifikasi makanan.

(17)

tingkat ketelitian 0.00005 gram, panjang total diukur menggunakan penggaris dengan tingkat ketelitian 0.05 cm.

Setelah pengamatan morfologi, dilakukan pembedahan dengan menggunakan satu set alat bedah. Tubuh ikan dibedah dengan menggunakan gunting, mulai dari bagian anus hingga belakang operculum dan membentuk seperti huruf T. Kemudian organ pencernaan dikeluarkan untuk diamati.

Organ pencernaan yang diamati berupa bentuk mulut, ada tidaknya gigi di dalam rahang, bentuk tapis insang, bentuk lambung, dan panjang usus. Usus dan lambung ikan dimasukkan ke dalam botol sampel dan diawetkan di dalam formalin 4%.

Panjang usus diukur menggunakan penggaris dengan tingkat ketelitian 0.05 cm, mulai dari ujung lambung hingga anus. Setelah itu isi lambung dikeluarkan menggunakan pisau bedah. Kemudian seluruh isi lambung ditimbang menggunakan timbangan digital dengan tingkat ketelitian 0.00005 gram. Selanjutnya isi lambung dipisahkan dan ditimbang kembali berdasarkan jenis. Keseluruhan isi lambung dimasukkan ke dalam gelas ukur 10 ml dengan tingkat ketelitian 0.25 ml untuk pengukuran volume makanan. Identifikasi jenis makanan menggunakan Gosner (1971). Jika ada yang tidak teramati secara visual, maka digunakan mikroskop compound dengan pembesaran 4x10 dan 10x10.

Analisis Data

Penentuan kelompok ukuran panjang

Penentuan kelompok ukuran panjang digunakan untuk mengetahui sebaran frekuensi ikan. Rumus yang digunakan dalam penentuan kelompok ukuran panjang menurut Walpole (1995). Rumus yang digunakan untuk menentukan jumlah kelas adalah sebagai berikut.

Σ kelas = 1+3,32 log N (1)

Keterangan:

N : jumlah data

Setelah menentukan jumlah kelas, ditentukan range (wilayah). Rumus yang digunakan untuk menentukan range (wilayah) adalah sebagai berikut.

W = Lmax - Lmin (2)

Setelah range (wilayah) diketahui, dapat ditentukan lebar kelas. Rumus untuk menentukan range (wilayah) adalah sebagai berikut.

C= W

K (3)

Keterangan:

(18)

6

Kemudian dapat ditentukan limit bawah dan batas bawah kelas bagi selang yang pertama. Rumus yang digunakan untuk menentukan limit dan batas bawah adalah sebagai berikut.

Limit bawah = Lmin (4)

BKB=Limit bawah− nst (5)

Keterangan:

Lmin : data terkecil yang diperoleh BKB : batas kelas bawah

nst : nilai standar terkecil

Setelah limit dan batas bawah kelas bagi selang kelas yang pertama, selanjutnya ditentukan limit dan batas atasnya dengan rumus sebagai berikut.

Limit atas = Limit bawah + c (6)

BKA = BKB + c (7)

Nilai limit dan batas kelas bagi selang selanjutnya diperoleh dengan cara menambahkan lebar kelas pada limit dan batas kelas sebelumnya. Kemudian ditentukan nilai titik tengah dari masing-masing selang dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

̅ = ( BKA BKB )

2 (8)

Keterangan:

̅ : nilai tengah

Kemudian ditentukan nilai frekuensi bagi masing-masing kelas. Data yang diperoleh dimasukkan sesuai dengan selang kelasnya masing-masing.

Faktor kondisi

Faktor kondisi merupakan tingkat kemontokan ikan, yang dianalisis berdasarkan hubungan panjang dan berat pada ikan. Rumus yang digunakan untuk menghitung faktor kondisi menurut Effendie (1979) sebagai berikut :

Rumus yang digunakan untuk menghitung faktor kondisi ikan yang memiliki pola pertumbuhan allometrik adalah sebagai berikut.

(19)

Rumus yang digunakan untuk menghitung faktor kondisi ikan yang memiliki pola pertumbuhan isometrik adalah sebagai berikut.

(10)

Keterangan:

CF : faktor kondisi W : berat tubuh (gram) L : panjang total (mm)

Indeks Kepenuhan Lambung (IKL)

Indeks kepenuhan lambung merupakan indikator untuk menunjukan aktivitas makan dari ikan. Rumus yang digunakan untuk menentukan indeks kepenuhan lambung menurut Spatura & Gophen (1982) in Sulistiono et al. (2009) sebagai berikut.

IKL(%) = BIL

BT x 100 (11)

Keterangan:

IKL : indeks kepenuhan lambung (%) BIL : bobot isi lambung (gram) BT : bobot tubuh (gram)

Panjang usus relatif

Analisis panjang usus relatif digunakan untuk mengetahui kategori ikan berdasarkan makanan yang dikonsumsi. Rumus untuk mengetahui panjang usus relatif sebagai berikut.

(12) Keterangan:

P usus : panjang usus (mm) P tubuh : panjang tubuh (mm)

Lebar bukaan mulut relatif

Analisis lebar bukaan mulut relatif digunakan untuk mengetahui kategori ikan berdasarkan makanan yang dikonsumsi. Rumus untuk mengetahui lebar bukaan mulut relatif sebagai berikut.

(20)

8

Indeks bagian terbesar (Index of Preponderance)

Indeks bagian terbesar digunakan untuk mengetahui presentasi suatu jenis makanan tertentu terhadap semua jenis makanan yang dimanfaatkan oleh ikan. Metode Index of Preponderance merupakan gabungan dari dua metode, yaitu metode frekuensi kejadian dan metode volumetrik (Effendie 1979). Rumus untuk menentukan indeks bagian terbesar menurut Naraja & Jhingram (1961) in

Effendie (1979) sebagai berikut.

IP = (14)

Keterangan:

Vi : presentase volume makanan ke-i (%) Oi : frekuensi kejadian makanan ke-i IP : Indeks bagian terbesar (%)

Luas relung

Perhitungan luas relung bertujuan untuk melihat keragaman makanan yang dimakan oleh ikan. Rumus perhitungan luas relung menurut Krebs (1989) sebagai berikut.

(15)

Keterangan:

: luas relung Levin’s

Pi : proporsi individu yang ditentukan

Nilai luas relung makanan distandarisasi agar berada pada kisaran 0-1. Standarisasi luas relung dapat dihitung dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Hulbert in Krebs (1989).

(16) (16)

Keterangan :

B : standarisasi luas relung Levin’s (kisaran 0-1) BA : luas relung Levin’s

n : jumlah seluruh sumber daya yang dimanfaatkan

Tumpang tindih makanan

Tumpang tindih relung makanan merupakan penggunaan bersama suatu sumber daya makanan oleh dua spesies ikan atau lebih atau antarkelompok ikan pertama dan kedua. Rumus untuk menentukan tumpang tindih makanan menurut Krebs (1989) sebagai berikut.

(21)

CH= 2 ∑PijPik ∑Pij2 ∑ Pik!

(17)

Keterangan:

CH : tingkat kesamaan jenis makanan

Pij : proporsi spesies ke-i kelompok ikan ke-j Pik : proporsi spesies ke-i kelompok ikan ke-k

Rumus untuk menentukan nilai Pij sebagai berikut :

(18)

Keterangan:

Pij : proporsi spesies ke-i kelompok ikan ke-j

Nilai tumpang tindih berkisar antara 0-1. Apabila diperoleh nilai = 1 maka kedua kelompok yang dibandingkan memiliki jenis makanan yang sama (Colwell

et al. 1971 in Izzani 2012).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Sebaran ukuran ikan lundu yang digunakan pada penelitian

Ikan lundu yang tertangkap selama penelitian berjumlah 130 ekor, terdiri atas 104 ikan dengan lambung berisi dan 26 ikan dengan lambung kosong. Jumlah ikan yang tertangkap berbeda pada setiap bulannya (Lampiran 2). Penentuan sebaran frekuensi ini hanya dilakukan pada ikan yang memiliki isi lambung. Jumlah total ikan lundu yang diamati disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Jumlah ikan contoh berdasarkan kelas ukuran panjang total

(22)

10

Kisaran ukuran ikan yang tertangkap adalah 125–292 mm. Ikan yang dominan tertangkap selama penelitian adalah ikan jantan. Berdasarkan kelas ukuran, terdapat fluktuasi komposisi antara ikan jantan dan betina. Ikan jantan yang tertangkap berada pada kelas ukuran 125–250 mm dengan jumlah tertinggi sebanyak 15 ekor yang terdapat pada kelas ukuran 167–187 mm, sedangkan jumlah terendah sebanyak satu ekor terdapat pada kelas ukuran 230–250 mm. Ikan lundu betina tersebar di seluruh kelas ukuran dengan jumlah tertinggi sebanyak 14 ekor dan terendah satu ekor yang masing-masing berada pada kelas ukuran 188–208 mm dan 272–292 mm.

Aktivitas makan

Aktivitas makan dapat diketahui dari nilai indeks kepenuhan lambung (IKL). Nilai IKL pada ikan lundu dapat dilihat pada Gambar 4 dan Lampiran 3. Nilai tertinggi dari Indeks Kepenuhan Lambung (IKL) ikan lundu jantan dan betina terdapat pada bulan Maret. Nilai IKL menurun pada bulan April kemudian meningkat pada bulan Mei. Nilai IKL berpengaruh terhadap perubahan faktor kondisi ikan.

Gambar 4 Indeks kepenuhan lambung ikan lundu (a) jantan (b) betina Faktor kondisi menunjukkan tingkat kegemukan ikan. Berdasarkan hasil perhitungan (Lampiran 4) diperoleh pola pertumbuhan ikan lundu adalah isometrik, sehingga rumus yang digunakan untuk menghitung faktor kondisi adalah formula yang tercantum pada analisis data 10 (halaman 7). Pola pertumbuhan ikan lundu yang diperoleh sama dengan hasil penelitian dari Chu et all. (2012), yang menyatakan bahwa pola pertumbuhan ikan lundu adalah isometrik.

Faktor kondisi ikan lundu berdasarkan waktu pengamatan dapat dilihat pada Gambar 5 dan Lampiran 5. Faktor kondisi pada kedua jenis kelamin ikan terus mengalami peningkatan selama pengamatan.

(23)

Gambar 5 Faktor kondisi ikan lundu jantan (a) dan betina (b)

Makanan Ikan

Komposisi jenis makanan ikan lundu

Makanan ikan dapat dilihat dari hasil perhitungan Index of Preponderance

(IP). Komposisi jenis makanan ikan lundu (Arius maculatus) secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 6 dan Lampiran 6.

Gambar 6 Makanan ikan lundu secara keseluruhan

(24)

12

pakan (35.20%). Perhitungan nilai IP hanya didasarkan pada komponen pakan. Komponen pakan yang ditemukan dalam jumlah terbanyak adalah hancuran organisme (IP = 66.66%). Hancuran organisme yang diperoleh berupa potongan daging dan potongan tubuh dari Krustasea. Krustasea merupakan jenis makanan dengan nilai IP terbesar kedua, sehingga makanan utama ikan lundu adalah Krustasea (24.99%).

Komposisi jenis makanan ikan lundu berdasarkan jenis kelamin

Komposisi jenis makanan ikan lundu berdasarkan jenis kelamin disajikan pada Gambar 7, Lampiran 7, Lampiran 14, dan Lampiran 15. Hasil yang diperoleh menunjukkan jenis makanan yang dikonsumsi oleh ikan lundu jantan dan betina relatif sama. Makanan utama pada kedua jenis kelamin ikan tersebut adalah Krustasea.

Gambar 7 Makanan ikan lundu berdasarkan jenis kelamin

Komposisi jenis makanan ikan lundu berdasarkan kelas ukuran

Komposisi jenis makanan ikan lundu berdasarkan kelas ukuran dapat dilihat pada Gambar 8 dan Lampiran 8. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat perbedaan jenis makanan ikan lundu berdasarkan kelas ukuran. Makanan utama pada kelas ukuran 125-208 mm adalah Krustasea, sedangkan pada kelas ukuran 209-271 mm adalah Pelecypoda.

(25)

Gambar 8 Makanan ikan lundu berdasarkan kelas ukuran

Komposisi jenis makanan ikan lundu berdasarkan waktu

Komposisi jenis makanan ikan lundu berdasarkan waktu pengamatan disajikan pada Gambar 9 dan Lampiran 9. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat perbedaan jenis makanan di setiap bulan pengamatan. Makanan utama pada setiap waktu pengamatan adalah Krustasea.

Gambar 9 Makanan ikan lundu berdasarkan waktu pengamatan

125

Polychaeta 5.51 1.33 0.32 0.05 1.31

Pisces 0.09 0.01

Pelecypoda 1.91 1.34 6.23 27.6 74.68 65.52

Krustase 51.1 70.76 19.92 38.28 12.99 3.495

(26)

14

Kategori ikan berdasarkan makanannya

Kategori ikan digunakan untuk menentukan kelompok ikan berdasarkan jenis makanannya. Kategori ikan berdasarkan jenis makanan dapat diketahui melalui beberapa informasi, antara lain struktur anatomis saluran pencernaan serta organ yang terkait, panjang usus relatif, lebar bukaan mulut relatif, dan makanan yang dikonsumsi.

Struktur anatomis saluran pencernaan ikan lundu

Struktur anatomis saluran pencernaan ikan lundu disajikan pada Gambar 10. Beberapa anatomis saluran pencernaan serta bagian-bagian yang terkait yaitu, mulut, rahang, insang, lambung, dan usus.

(d)

Gambar 10 Struktur anatomis organ pencernaan ikan lundu (a) mulut, (b) rahang atas dan bawah, (c) insang, (d) lambung, (e) usus

Sumber: Dokumentasi pribadi

Gambar 10a menunjukkan mulut ikan lundu yang berbentuk inferior dan memiliki sungut. Gambar 10b menunjukkan rahang atas dan rahang bawah ikan lundu. Gambar 10c menunjukkan tapis insang yang terdiri dari tulang-tulang pendek yang letaknya berjarangan. Gambar 10d adalah lambung ikan lundu yang berbentuk menyerupai kantung. Gambar 10e adalah usus ikan lundu.

Panjang usus relatif

Kategori ikan juga dapat dilihat dari hasil pengamatan panjang usus relatif. Pengamatan panjang usus relatif disajikan pada Gambar 11. Panjang usus relatif ikan lundu berkisar antara 0.74-2.25. Panjang usus relatif ikan lundu memiliki nilai yang tergolong kecil, sehingga lebih mendekati ikan karnivora.

(c) (e)

(27)

Gambar 11 Hubungan antara panjang usus relatif dengan panjang total

Lebar bukaan mulut relatif

Ikan akan memakan makanan yang sesuai dengan bukaan mulutnya (Effendie 2002). Lebar bukaan mulut ikan pemakan hewan lebih besar dibandingkan dengan pemakan tanaman atau plankton. Lebar bukaan mulut ikan lundu dibandingkan dengan ikan kerapu yang merupakan ikan karnivora (Ellis et al. 1993 in Marzuqi & Anjusary 2013 dan Chen 2009) dan ikan gurame yang merupakan ikan herbivora (Putra & Hermawan 2014). Lebar bukaan mulut ikan kerapu, gurame, dan lundu disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Lebar bukaan mulut relatif ikan kerapu, gurame, dan lundu Ikan Kisaran lebar bukaan mulut relatif

Kerapu 0.96-1.14

Gurame 0.25-0.30

Lundu 0.66-0.95

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa lebar bukaan mulut ikan lundu lebih mendekati lebar bukaan mulut ikan kerapu. Hal ini menunjukkan bahwa ikan lundu cenderung karnivora.

Makanan yang dikonsumsi

Kategori ikan lundu berdasarkan makanan dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6 menunjukkan bahwa makanan yang dikonsumsi ikan lundu termasuk kategori hewani, sehingga ikan lundu termasuk ikan yang cenderung karnivora.

Berdasarkan anatomis saluran pencernaan, panjang usus relatif, lebar bukaan mulut relatif, dan makanan yang dikonsumsi menunjukkan bahwa ikan lundu termasuk ikan omnivora yang cenderung karnivora.

Kebiasaan makan

Kebiasaan makan (feeding habbits) adalah cara yang biasa dilakukan ikan dalam memanfaatkan makanannya (Effendie 2002). Kebiasaan makan dapat diketahui melalui beberapa informasi, antara lain posisi mulut, keberadaan alat

(28)

16

bantu dalam mendapatkan makanan, diameter mata relatif, dan komponen non pakan yang ditemukan pada isi lambung.

Posisi mulut

Posisi mulut ikan lundu dapat dilihat pada Gambar 10a. Berdasarkan Gambar 10a diketahui bahwa ikan lundu memiliki posisi mulut inferior. Hal ini menunjukkan bahwa ikan lundu memakan makanan yang berada di dasar perairan.

Keberadaan alat bantu (sungut)

Keberadaan alat bantu dalam mendapatkan makanan pada ikan lundu merupakan tiga pasang sungut yang terdapat di bagian mulutnya (Gambar 10a). Sungut ikan berfungsi sebagai alat bantu ikan dalam mencari makanan di perairan yang gelap. Hal ini menunjukkan bahwa ikan lundu mencari makan di perairan yang gelap.

Diameter mata relatif

Diameter mata dapat menunjukkan waktu ikan aktif dalam mencari makan (siang atau malam hari). Kisaran diameter mata relatif ikan lundu disajikan pada Tabel 3 dan Lampiran 10. Diameter mata relatif ikan lundu dibandingkan dengan diameter mata ikan nila yang merupakan ikan diurnal (Tanaka et al. 1981) atau akrif makan pada siang hari dan ikan lele yang merupakan ikan nokturnal (Hossain et al. 2001 & Bruton 2010). Hasil dari Tabel 3 menunjukkan bahwa diameter mata relatif ikan lundu cenderung mendekati diameter mata relatif ikan lele. Hal tersebut menunjukkan bahwa ikan lundu termasuk ikan nokturnal yang aktif mencari makan pada malam hari.

Tabel 4 Kisaran diameter mata relatif ikan lele, nila, dan lundu Ikan Kisaran diameter mata relatif

Lele 0.20 - 0.26

Nila 0.29 - 0.34

Lundu 0.17 - 0.26

Komponen non pakan yang ditemukan pada isi lambung

Komponen non pakan yang ditemukan pada isi lambung sebanyak 35.20%, salah satunya adalah pasir (Lampiran 12). Hal ini menunjukkan bahwa ikan lundu mencari makanan di dasar perairan. Berdasarkan pengamatan bentuk mulut, keberadaan alat bantu dalam mencari makanan, diameter mata relatif, dan komponen non pakan yang ditemukan pada isi lambung menunjukkan bahwa ikan lundu mencari makan pada malam hari di dasar perairan.

Tingkat pemanfaatan sumber daya makanan

(29)

230-250 mm. Luas relung terbesar pada ikan lundu betina terdapat pada kelas ukuran 230-250 mm dan luas relung terkecil pada kelas ukuran 272-292 mm. Tabel 5 Luas relung ikan lundu (Arius maculatus) berdasarkan kelas ukuran Kelas Ukuran

(mm)

Jantan Betina

Luas Relung Standarisasi Luas Relung Standarisasi

125-145 1.71 0.23 1.21 0.21

Tingkat persaingan ikan dalam memanfaatkan sumber daya makanan

Tingkat persaingan ikan dalam memanfaatkan sumber daya makanan dapat diketahui dari hasil perhitungan tumpang tindih relung makanan. Tumpang tindih relung makanan ikan lundu (Arius maculatus) disajikan pada Tabel 6 (jantan) dan Tabel 7 (betina).

Tabel 6 Tumpang tindih relung makanan ikan lundu (Arius maculatus) jantan berdasarkan kelas ukuran

125-145 1 0.6423 0.9841 0.6228 0.5588 0.0388

146-166 1 0.6645 0.9941 0.4291 0.0721

167-187 1 0.6415 0.5544 0.0397

188-208 1 0.4975 0.1580 mengindikasikan bahwa antar kelas ukuran tersebut terdapat persaingan yang tinggi dalam memperebutkan makanan. Nilai tumpang tindih terendah sebesar 0.0388 yang terjadi antara kelas ukuran 125-145 mm dengan 230-250 mm.

(30)

18

Tabel 7 Tumpang tindih relung makanan ikan lundu (Arius maculatus) betina berdasarkan kelas ukuran

125-145 1 0.9911 0.4657 0.3540 0.3262 0.1582 0.0494 0.1035

146-166 1 0.5632 0.4553 0.4275 0.2215 0.1016 0.2075

167-187 1 0.9886 0.9785 0.6015 0.4678 0.8813

188-208 1 0.9975 0.6187 0.4980 0.9389

209-229 1 0.5885 0.5653 0.9576

230-250 1 0.4369 0.5493

251-271 1 0.5493

272-292 1

Pembahasan

Sebaran ukuran ikan lundu

Ikan lundu yang dominan tertangkap berada pada kelas ukuran 146–208 mm. Menurut Fishbase (2014), panjang maksimum ikan lundu mencapai 800 mm. Sanusi (2000) menambahkan, ikan lundu akan bermigrasi ke arah laut jika sudah dewasa dan saat melakukan pemijahan bermigrasi ke daerah mangrove. Banyaknya tertangkap ukuran kecil juga diduga karena pengaruh dari ukuran mata jaring. Selain itu terdapat kemungkinan bahwa daerah muara merupakan daerah asuhan (nursery ground), sehingga ukuran ikan yang terdapat di perairan diduga masih tergolong ikan juvenil.

Aktivitas makan

Aktivitas makan dapat dilihat berdasarkan nilai indeks kepenuhan lambung (IKL). Hasil perhitungan IKL menunjukkan bahwa aktivitas makan ikan lundu tertinggi saat bulan Maret (Gambar 4). Tingginya aktivitas makan ikan dipengaruhi oleh ketersediaan makanan di perairan dan juga suhu perairan yang lebih tinggi di bulan Maret (Lampiran 11). Pada bulan berikutnya terjadi penurunan nilai IKL yang diduga terjadi karena berkurangnya ketersediaan makanan di perairan. Berkurangnya ketersediaan makanan diduga akibat tingginya aktivitas makan pada bulan sebelumnya dan juga dimulainya operasi penangkapan oleh nelayan. Nilai IKL perlahan meningkat pada bulan Mei, yang diduga karena ketersediaan makanan di perairan telah memadai.

Perubahan nilai IKL dapat mempengaruhi nilai faktor kondisi. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa tingginya nilai IKL pada bulan Maret dapat meningkatkan nilai faktor kondisi pada bulan April. Hal tersebut dikarenakan makanan yang dimakan oleh ikan tidak secara langsung mempengaruhi kemontokan ikan pada waktu yang sama saat ikan makan.

(31)

Makanan ikan lundu

Komposisi jenis makanan dapat dilihat dari nilai Index of Preponderance

(IP). Terdapat dua komponen makanan yang ditemukan, yaitu komponen pakan dan non pakan. Komponen non pakan berupa serasah, plastik dan pasir. Hal ini dikarenakan ikan lundu mencari makanan di dasar perairan (Bal dan Rao 1984 dan Mazlan et al. 2008). Lagler et al. (1977) in Fauziah (2004) menambahkan bahwa, selain memakan sisa organisme, endapan partikel-partikel lain yang terdapat di dasar juga ikut termakan oleh catfish.

Jenis makanan yang memiliki nilai IP tertinggi berupa hancuran organisme. Hal ini diduga karena lamanya jarak antara waktu terakhir makan dengan waktu penangkapan, sehingga makanan sudah tercerna dan sulit untuk diidentifikasi (Sjafei et al. 2004). Hancuran organisme yang diperoleh diduga sebagian besar berasal dari potongan tubuh Krustasea (Lampiran 12). Krustasea merupakan organisme dengan nilai IP tertinggi kedua, sehingga disimpulkan bahwa Krustasea adalah makanan utama ikan lundu. Hasil yang diperoleh sesuai dengan penelitian Sjafei et al. (2004) terhadap ikan lundu di Pantai Mayangan, Jawa Barat. Mazlan

et al. (2008) menambahkan, bahwa makanan utama dari Arius maculatus adalah zoobentos dan Krustasea. Menurut Deshmukh (2007), Krustasea merupakan organisme bentik yang menjadi mangsa ikan demersal di perairan tropis. Hasil perhitungan nilai IP pada ikan lundu jantan dan betina menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan jenis makanan.

Berdasarkan kelas ukuran, diperoleh perbedaan jenis dan komposisi makanan. Ikan pada kelas ukuran 125-208 mm memiliki makanan utama berupa Krustasea, kemudian berganti menjadi Pelecypoda setelah ukurannya lebih besar (209-271 mm). Menurut Sukimin et al. (2005), perbedaan jumlah dan jenis makanan berdasarkan kelas ukuran dipengaruhi oleh faktor selera, ketersediaan makanan di perairan, dan lebar bukaan mulut (Lampiran 13). Pada kelas ukuran 272-292 mm hanya ditemukan satu jenis makanan. Hal tersebut tidak dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya, dikarenakan hanya terdapat satu individu pada kelas ukuran tersebut (Tabel 2).

Kategori ikan berdasarkan makanannya

(32)

20 12) yang ikut termakan oleh ikan lundu memperkuat bahwa ikan tersebut mencari makanan di dasar perairan.

Tingkat pemanfaatan sumber daya makanan

Luas relung makanan menggambarkan adanya selektivitas kelompok ukuran ikan antar spesies maupun antar individu, dalam suatu spesies yang sama terhadap sumber daya makanan (Krebs 1989). Menurut Qariati (2006), luas relung mengindikasikan adanya perbedaan sumber daya yang dimanfaatkan oleh suatu organisme.

Luas relung terbesar pada ikan lundu jantan terdapat pada kelas ukuran146-166 mm, sedangkan untuk betina pada ukuran 230-250 mm. Tingginya luas relung diduga karena terdapat dua jenis makanan dengan nilai IP terbesar yang memiliki persentase tidak jauh berbeda (Lampiran 14 dan 15). Luas relung terkecil pada ikan lundu jantan berada pada kelas ukuran 230-250 mm, sedangkan untuk ikan betina berada pada ukuran 272-292 mm. Luas relung yang kecil pada ikan jantan diduga karena terdapat jenis makanan yang mendominasi, sementara pada ikan betina dikarenakan ikan hanya memakan satu jenis organisme (Lampiran 14 dan 15). Luas relung akan tinggi jika suatu organisme mengkonsumsi jenis makanan yang beragam dan relatif sama dari masing-masing jenis makanannya (Levin in Krebs 1989).

Tingkat persaingan ikan dalam memanfaatkan sumber daya makanan

Tingkat persaingan ikan dalam memanfaatkan sumber daya makanan dapat dilihat dari hasil perhitungan tumpang tindih relung makanan. Semakin selektif ikan dalam memilih makanan, akan tinggi pula tingkat persaingannya. Tingginya nilai tumpang tindih diduga karena jenis dan komposisi makanan yang relatif sama (Lampiran 14 dan 15), sehingga kompetisi dalam memperebutkan makanan semakin besar. Nilai tumpang tindih terkecil pada ikan lundu jantan terjadi antara kelas ukuran 125–145 mm dengan 230–250 mm. Makanan yang paling banyak ditemukan di kelas ukuran 125–145 mm adalah hancuran organisme, dan hanya dimanfaatkan dalam jumlah kecil oleh kelas ukuran 230–250 mm. Kelas ukuran 230–250 mm makanan utamanya berupa Pelecypoda, sedangkan organisme ini tidak dimanfaatkan oleh kelas ukuran 125–145 mm. Nilai tumpang tindih terkecil pada ikan lundu betina terjadi antara kelas ukuran 125–145 mm dengan 251–271 mm, dikarenakan terdapat perbedaan makanan utama antar kedua kelas ukuran.

Alternatif pengelolaan

(33)

Sukardjo (1992) menambahkan, mangrove mendukung kehidupan beberapa spesies dan mendukung kestabilan daerah delta. Krustasea merupakan spesies yang hidup di dasar perairan dan mendapatkan nutrisi dari serasah dan asupan bahan organik dari daerah mangrove, sehingga peranan mangrove sangat penting bagi keberadaan ikan lundu.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Ikan lundu termasuk ikan omnivora yang cenderung karnivora dengan makanan utama berupa Krustasea (untuk ukuran kecil) dan Pelecypoda (untuk ukuran besar). Ikan lundu termasuk ikan nokturnal, aktif mencari makan di dasar perairan, dan mencapai puncak aktivitas makannya pada bulan Maret. Ikan lundu termasuk selektif dalam memanfaatkan makanannya dan peluang terjadinya persaingan tertinggi terjadi antara kelas ukuran 125-145 mm dengan kelas ukuran 167-187 mm (untuk ikan jantan) dan antara kelas ukuran 188-208 mm dengan kelas ukuran 209-229 mm (untuk ikan betina).

Saran

Perlu kajian mengenai feeding periodecity agar seluruh makanan yang terdapat di dalam lambungnya mudah diidentifikasi.

DAFTAR PUSTAKA

Astuti E, Abduljabarsyah, Irawati. 2013. Studi aspek kebiasaan makanan ikan nomei (Harpodon nehereus Ham Buch, 1822) yang Tertangkap Diperairan Juata Laut Tarakan. Jurnal Ilmiah Indonesia. 1(1).

Bal DV, KV Rao. 1984. Marine fisheries. New Delhi (IN). Tata Mc Graw Hill Publ.Co.Ltd. 470 hlm.

Bruton M. 2010. The role of diel inshore movements by Clarias gariepinus

(pisces: Clariidae) for the capture of fish prey. Journal of Zoology. 35 (1): 115-138.

Chaudbari A, Alam A. 2004. Genetic divergence between two marine catfish of family Ariidae – Arius maculatus and Osteogeneiosus militaris. Journal Asian-Australia 17 (9): 1188-1191.

(34)

22

Chu Wu-Shan, Hou Yi-You, Ueng Yih-Tsong, Wang Jiang-Ping, Chen Hung-Cheng. 2011. Stimates of age, growth and mortality of spotted catfish,

Arius maculatus (Thunberg, 1792), off the Cost of Yunlin, Southwestern Taiwan. African Journal of Biotechnology. 10 (66): 15416-15421.

Chu Wu-Shan, Hou Yi-You, Ueng Yih-Tsong, Wang Jiang-Ping. 2012. Pustaka Nusatama. 163 hlm.

Fauziah R. 2004. Kebiasaam makanan ikan lundu (Arius maculatus Thunberg, 1792) di perairan Pantai Mayangan, Legon Kulon, Subang [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Fishbase. 2014. Arius maculatus [internet]. [diunduh 2014 Oktober 30]. Tersedia dari : fishbase.org.

Gosner LK. 1971. Guide to Identification of Marine and Estuarine Invertebrate. New York. 693 hlm.

Herawati T, Tresna LK, Dhahiyat Y. 2012. Kebiasaan makanan dan luas relung ikan di hulu Sungai Cimanuk Kabupaten Garut, Jawa Barat. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3 (3): 163-173.

Herdianingtyas MDI. 2000. Reproduksi dan kebiasaan makanan ikan “shirogisu”

Sillago japonica Temminck dan Schlegel di perairan Teluk Kagoshima, Jepang [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Hossain MAR, Batty RS, Haylor GS, Beveridge MCM. 2001. Diel rhythms of feeding activity in African catfish, Clarias gariepinus (Burchell 1822).

Journal of Aquaculture. 30 (11-12) : 901-905.

Izzani N. 2012. Kebiasaan makanan ikan tembang (Sardinella fimbriata Cuvier and Valenciennes 1847) dari perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten [skripsi]. Bogor (ID) :Institut Pertanian Bogor.

Isa MM, Noor NSM, Yahya K, Nor SAM. 2012. Reproductive biology of estuarine, Arius argyropleuron (Siluriformes: Ariidae) in the Northern part of Peninsular Malaysia. Journal of Biology, Agriculture and Healthcare. 2 (3).

Kottelat M, Whitten AJ, Kartikasari SN, Wirjoatmodjo S. 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Jakarta (ID): Periplus Editions Limited.

Krebs CJ. 1989. Ecological Methodology. New York (US). Harper Collins Publisher.Inc. 654 p.

Manik N. 2009. Hubungan panjang – berat dan faktor kondisi ikan layang (Decapterus ruselli) dari perairan sekitar Teluk Likupang Sulawesi Utara.

Jurnal Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 35 (1): 65 – 74.

(35)

Mazlan AG, Abdullah S, Shariman MG, Arshad A. 2008. On the biology and bioacoustic characteristic of spotted catfish Arius maculatus (Thunberg 1792) from the Malaysian Estuary. Journal of Fisheries and Hydrobiology. 3 (2): 63-70.

Pramudji. 2002. Ekosistem hutan mangrove dan peranannya sebagai habitat beberapa fauna aquatik. Jurnal Oseana. 25 (4): 13-23

Putra AN, Hermawan D. 2014. Seleksi bakteri probiotik amilolitik pada saluran pencernaan ikan gurame (Osphronemus gauramy). Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan. 3 (1): 37-45.

Qariati D. 2006. Studi makanan ikan beunteur (Puntius binotatus) di bagian hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sanusi M. 2000. Beberapa aspek biologi reproduksi ikan lundu Macrones gulio

Gunther di Perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Sjafei DS, Wirjoatmojo S, Rahardjo MF, Susilo SB. 2001. Fauna ikan di Sungai Cimanuk, Jawa Barat. Jurnal Iktiologi Indonesia. 1 (1) : 1-6.

Sjafei DS, Affandi R, Fauziah R. 2004. Studi kebiasaan makanan ikan lundu (Arius maculatus Thunberg, 1792) di Pantai Mayangan, Jawa Barat. Jurnal Iktiologi Indonesia. 4(2).

Sukimin S, Nurnaningsih, Rahardjo MF. 2005. Pemanfaatan makanan oleh ikan-ikan dominan di perairan Waduk Ir. H. Djuanda. Jurnal Iktiologi Indonesia.4 (2).

Sullistiono, Sari C, Brodjo M. 2009. Kebiasaan makanan ikan lidah (Cynoglossus lingua) di perairan Ujung Pangkah, Gresik, Jawa Timur. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 14(3).

Tanaka K, Mugiya Y, Yamada J. 1981. Effects of photoperiod and feeding on daily growth patterns in otoliths of juvenile Tilapia nilotica. Fishery Bulletin. 79 (3) : 459-466

Walpole RE. 1995. Pengantar Statistika, edisi ke-3 [Terjemahan dari Introduction to statistic 3rd edition]. Sumantri B, penerjemah. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. 515 hlm.

(36)

24

LAMPIRAN

Lampiran 1 Kondisi perairan Delta Cimanuk, Pabean Ilir

Lampiran 2 Jumlah hasil tangkapan berdasarkan bulan pengamatan

Jenis kelamin Maret April Mei

Jantan 17 39 14

Betina 18 24 18

Jumlah 35 63 32

Lampiran 3 Indeks kepenuhan lambung berdasarkan bulan pengamatan

Bulan Pengamatan

Jantan Betina

Kisaran Standardisasi Betina Standardisasi

Maret 0.0478-7.5361 2.1776 0.0540-2.2881 0.7539

April 0.0276-2.3258 0.6316 0.0316-0.9627 0.2919

Mei 0.0822-5.4844 1.491 0.0426-2.0983 0.5456

Lampiran 4 Uji t untuk hubungan panjang dan berat ikan lundu (Arius maculatus) a. Uji t untuk nilai b ikan lundu (Arius maculatus) jantan

(37)

H0 : b= 3 (pola pertumbuhan isometrik) H1 : b≠ 3 (pola pertumbuhan allometrik)

- Jika b > 3 maka termasuk allometrik positif - Jika b < 3 maka termasuk allometrik negatif Taraf nyata 95% (α= 0.05)

Ttab= 2.3081 Thit= 0.1227

Keputusan: gagal tolak H0 karena thit < ttab

Kesimpulan: pola pertumbuhan ikan lundu jantan adalah isometrik b. Uji t untuk nilai b ikan lundu (Arius maculatus) betina

N= 50 a= 0.0001 b= 2.6172

H0 : b= 3 (pola pertumbuhan isometrik) H1 : b≠ 3 (pola pertumbuhan allometrik)

- Jika b > 3 maka termasuk allometrik positif - Jika b < 3 maka termasuk allometrik negatif Taraf nyata 95% (α= 0.05)

Ttab= 2.3139 Thit= 2.1313

Keputusan: gagal tolak H0 karena thit < ttab

Kesimpulan: pola pertumbuhan ikan lundu betina adalah isometrik

Lampiran 5 Fakor kondisi berdasarkan bulan pengamatan

Bulan

Betina Jantan

FK Kisaran STDEV FK Kisaran STDEV

Maret 0.5516 0.4401 - 0.7308 0.0899 0.7264 0.4867 - 1.0602 0.1278

April 0.7438 0.2852 - 0.9505 0.1436 0.7689 0.5816 - 1.0385 0.1036

Mei 0.7983 0.6026 - 0.9867 0.0971 0.7709 0.6516 - 0.9515 0.0813

Lampiran 6 Makanan ikan lundu secara keseluruhan

Organisme IP

Hancuran Organisme 66.66

Krustase 24.99

Pelecypoda 7.21

Pisces 0.02

Polychaeta 0.84

(38)

26

Lampiran 7 Makanan ikan lundu berdasarkan jenis kelamin Organisme Betina Jantan

Hancuran Organisme 67.51 65.81

Krustase 26.94 23.04

Pelecypoda 4.67 9.75

Pisces 0.02 0.01

Polychaeta 0.36 1.33

Sipunculidea 0.5 0.06

Lampiran 8 Makanan ikan lundu berdasarkan ukuran panjang total

Jenis Makanan

Organisme 42.20 27.33 70.67 55.08 59.35 21.82 33.17 100

Krustase 51.10 70.76 19.91 38.28 12.99 3.49

Pelecypoda 1.91 1.34 6.22 27.60 74.68 65.52

Pisces 0.09 0.005

Polychaeta 5.51 1.33 0.32 0.055 1.31

Sipunculidea 1.19 6.745

Lampiran 9 Makanan ikan lundu berdasarkan waktu pengamatan

Organisme

IP

Maret April Mei Hancuran organisme 41.9042 66.3552 58.7296 Krustasea 36.5753 29.6756 33.881 Pelecypoda 21.4381 3.8457 0.5415

Pisces 0.0271 0.0004

Polichaeta 0.0553 0.1231 3.9801

Sipunculidea 2.8678

Lampiran 10 Diameter mata relatif No Diameter mata relatif

(39)

Lampiran 11 Parameter fisika-kimia perairan

Maret

Parameter Satuan Titik 1 Titik 2 Titik 3

Suhu °C 30 31 30

pH 6.5 7.5 7.5

Salinitas Ppm 30 31 30

Kedalaman Cm 50 70 50

Warna

Parameter Satuan Titik 1 Titik 2 Titik 3

Suhu °C 29 28 28

pH 7.5 6.5 7

Salinitas Ppm 28 26 25

Kedalaman Cm 60 50 120

Warna

Parameter Satuan Titik 1 Titik 2 Titik 3

Suhu °C 29 28 28

pH 6 6 6.5

Salinitas Ppm 25 28 26

Kedalaman Cm 50 60 60

Warna

Lampiran 12 Jenis makanan yang ditemukan di dalam lambung ikan lundu • Jenis makanan yang teramati secara visual

(40)

28

Sipunculidea Potongan krustase Pasir

• Jenis makanan yang teramati dengan mikroskop

Serasah Krustasea Detritus

Lampiran 13 Hubungan lebar bukaan mulut relatif dengan ukuran panjang total

(41)

Lampiran 14 Makanan ikan lundu jantan

Lampiran 15 Makanan ikan lundu betina

125

-Polychaeta 11.02 0.51 0.02 0.11

Pisces 0.01

Pelecypoda 3.81 9.84 55.2 96.08

Krustase 11.66 59.26 15.91 56.15 7.04

Hancuran Organisme 74.94 36.93 83.58 33.99 37.64 3.92

0

Polychaeta 5.51 1.33 0.32 0.05 1.31

Pisces 0.09 0.01

Pelecypoda 1.91 1.34 6.23 27.6 74.68 65.52

Krustase 51.1 70.76 19.92 38.28 12.99 3.495

Hancuran Organisme 42.2 27.33 70.67 55.08 59.35 21.82 33.17 100

(42)

30

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Noor Anissya. Lahir di Sukabumi, 13 Desember 1992. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Dede Suhermah dan Sulaeman Effendi. Penulis mulai mengikuti pendidikan di TK Bhayangkari VI, lulus pada tahun 1998. Melanjutkan sekolah dasar di SDN Brawijaya I lulus pada tahun 2004. Melanjutkan di SMPN 1 Kota Sukabumi lulus pada tahun 2007 dan dilanjutkan sekolah di SMAN 4 Kota Sukabumi lulus pada tahun 2010. Penulis lulus menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2010 sebagai mahasiswa Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Gambar 2  Lokasi penelitian
Gambar 3  Ikan lundu (Arius maculatus) Thunberg, 1792
Gambar 6  Makanan ikan lundu secara keseluruhan
Gambar 7  Makanan ikan lundu berdasarkan jenis kelamin
+4

Referensi

Dokumen terkait