• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemetaan Padang Lamun dengan Citra ALOS dan Citra ASTER di Pulau Pari, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemetaan Padang Lamun dengan Citra ALOS dan Citra ASTER di Pulau Pari, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

PEMETAAN PADANG LAMUN DENGAN CITRAALOS

DAN CITRA ASTER DI PULAU PARI, KABUPATEN

ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU

MOH IKHWANUSH SHOFA

ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pemetaan PadangLamun dengan Citra ALOS dan Citra ASTER di Pulau Pari, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

MOH IKHWANUSH SHOFA. Pemetaan Padang Lamun dengan Citra ALOS dan Citra ASTER di Pulau Pari, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh JONSON LUMBAN GAOL dan NYOMAN METTA N. NATIH

Salah satu pemanfaatan teknologi penginderaan jarak jauh adalah dalam pengamatan padang lamun. Pemanfaatan citra satelit untuk pemetaan lamun pernah dilakukan di Pulau Pari pada tahun 2008. Untuk melihat perubahan yang terjadi maka pemantauan padang lamun masih perlu dilakukan. Tujuan dari penelitian ini adalah memetakan sebaran lamun di Pulau Pari dengan menggunakan citra ALOS dan ASTER serta mengetahui nilai akurasi dari peta sebaran lamun tersebut. Pengolahan citra untuk penajaman dengan menggunakan citra komposit dan algoritma Lizenga. Klasifikasi citra dilakukan dengan metode klasifikasi tak terbimbing dan klasifikasi terbimbing. Jenis lamun yang ditemukan di perairan Pulau Pari secara umum adalah Enhalus accoroides, Thalassia hemprichii, dan Cymodocea rotundata. Luas padang lamun yang terpetakan dengan metode klasifikasi tak terbimbing pada citra ALOS adalah 1.641 km2 dengan akurasi 71.01% dan pada citra ASTER 1.794 km2 dengan akurasi 68.11%. Pemetaan dengan metode klasifikasi terbimbing diketahui luas area lamun yang terpetakan dari citra ALOS adalah 1.373 km2 dengan akurasi 62.32% dan pada citra ASTER 1.389 km2 dengan akurasi 60.87%. Pemetaan lamun dengan citra ALOS memiliki nilai akurasi yang lebih tinggi dari pemetaan dengan menggunakan citra ASTER.

Kata kunci: akurasi, citra, klasifikasi, lamun

ABSTRACT

MOH IKHWANUSH SHOFA. Seagrass beds Mapping by ALOS Satellite Imagery and ASTER satellite Imagery in Pari Islands, Administrative District Kepulauan Seribu. Supervised by JONSON LUMBAN GAOL dan NYOMAN METTA N. NATIH

(5)

68.11 %. Mapping the supervised classification methods known seagrass mapped area of 1.373 km2 is the ALOS images with an accuracy of 62.32 % and the ASTER image of 1.389 km2 with an accuracy of 60.87 %. Seagrass mapping with ALOS imagery has higher accuracy value of mapping using ASTER imagery.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

PEMETAAN PADANG LAMUN DENGAN CITRAALOS

DAN CITRA ASTER DI PULAU PARI, KABUPATEN

ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU

MOH IKHWANUSH SHOFA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi :Pemetaan Padang Lamun dengan Citra ALOS dan Citra

ASTER di Pulau Pari, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu Nama :Moh Ikhwanush Shofa

NIM :C54080055

Disetujui oleh

Dr. Ir. Jonson LumbanGaol, M.Si Pembimbing I

Dr. Ir. Nyoman Metta N. Natih, M.Si Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wataala yang telah memberikan rahmat hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Pemetaan Padang Lamun dengan Citra ALOS dan Citra ASTER Di Pulau Pari, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana ilmu kelautan.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Jonson Lumban Gaol, M.Si dan Dr. Ir. Nyoman Metta N. Natih, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak bersabar dalam membimbing penulis, memberikan banyak masukan, arahan, dan nasehat dalam penelitian dan penulisan skripsi.

2. Beginer Subhan, S.Pi, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik dan dosen penguji tamu.

3. Keluarga tercinta Bapak Ahmad Sujadi dan Ibu Khujaziyah, Rizkan Rahmat Hidayat, S.SiT, Yeni Alfiani, dan Kaefiyatur rizqi atas doa, semangat, dukungan ,dan kasih sayang yang tak terhingga kepada penulis.

4. Eka Tjipta Foundation (ETF) yang telah membantu secara finansial melalui beasiswa selama belajar di IPB

5. Teman-teman ITK angkatan 45 yang telah memberikan semangat dan motivasi, serta bantuannya Deni, Dea, Marsya, Danu, Mei dan mba Agustin. Rekan-rekan BEM KM IPB Bersahabat, HIMITEKA, KPMDB Brebes, dan Formmasibumi.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL... ..vi

DAFTAR GAMBAR ...vi

DAFTAR LAMPIRAN ...vi

PENDAHULUAN ...1

Latar Belakang...1

Tujuan Penelitian ...1

TINJAUAN PUSTAKA ...2

METODE ...5

Waktu dan Lokasi ...5

Bahan dan Alat ...5

Metode Penelitian ...6

HASIL DAN PEMBAHASAN ...8

Peta Hasil Klasifikasi dengan Metode Tak Terbimbing ...8

Peta Hasil Klasifikasi dengan Metode Terbimbing ...10

Kondisi Umum Lamun Pulau Pari ...11

SIMPULAN DAN SARAN ...12

Simpulan ...12

Saran ...13

DAFTAR PUSTAKA ...13

LAMPIRAN...15

(12)

DAFTAR TABEL

1 Nilai kualitas perairan Pulau Pari... 12

DAFTAR GAMBAR

1 Ilustrasi pendeteksian substrat dasar dengan citra satelit... 4 2 Peta lokasi penelitian ...5 3 Diagram alir penelitian ...7 4 Peta sebaran lamun di Pulau Pari dengan citra ALOS hasil klasifikasi tak

terbimbing ...8 5 Peta sebaran lamun di Pulau Pari dengan citra ASTER hasil klasifikasi

tak terbimbing ...9 6 Peta sebaran lamun di Pulau Pari dengan citra ALOS hasil klasifikasi

terbimbing ...10 7 Peta sebaran lamun di Pulau Pari dengan citra ASTER hasil klasifikasi

terbimbing 11

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data lapang untuk uji akurasi ...15 2 Data lapang untuk klasifikasi terbimbing ...17

3 Jenis lamun yang biasa ditemukan di Pulau Pari 19

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan teknologi penginderaan jarak jauh sekarang ini semakin maju. Penginderaan jauh satelit memberikan alternatif yang komprehensif untuk pemetaan ekositem perairan dangkal, seperti terumbu karang dan lamun. Sensor penginderaan jauh dapat menembus perairan dangkal yang jernih dan mengenali karakteristik substrat dasar perairan tersebut. Liputan citra satelit yang sangat luas, akurat, resolusi spasial dan spektralnya tinggi, kemampuan perekaman ulang konsisten, akses data/citra satelit dan pengolahannya mudah, efisien dalam biaya dan tenaga operasional menjadikan penggunaan data dan metode ini menjadi sangat efektif. Salah satu kemajuan penginderaan jarak jauh ditandai dengan perkembangan teknologi satelit. Perkembangan beberapa satelit dengan tingkat resolusi spasial yang berbeda akan memberikan kemampuan yang berbeda dalam memetakan suatu objek. Penelitian mengenai pemetaan dan monitoring ekosistem perairan dangkal (karang, mangrove dan lamun) telah banyak dilakukan dengan menggunakan citra satelit.Penelitian pemetaan padang lamun dengan menggunkan citra ALOS pernah dilakukan di perairan Bitung - Manado Sulawesi Utara (Supriyadi 2009) dan di Pulau Pari (Silfiani 2010). Kedua penelitian tersebut menggunakan satu citra. Pemetaan padang lamun dengan memanfaatkan dua citra satelit dengan resolusi spasial yang berbeda perlu dilakukan guna mengetahui jenis citra satelit yang lebih akurat untuk memetakan padang lamun.

Peran lamunmenurut Nybakken (1988), secara ekologis sumber utama produktivitas primer, penstabil dasar perairan dengan sistem perakarannya yang dapat menangkap sediment (trapping sediment), tempat berlindung bagi biota laut, tempat perkembangbiakan (spawning ground), pengasuhan (nursery ground), serta sumber makanan (feeding ground) bagi biota-biota perairan laut, pelindung pantai dengan cara meredam arus, penghasil oksigen dan mereduksi CO2 di dasar perairan. Lamun merupakan salah satu ekosistem pesisir yang paling produktif dan penting. Di sisi lain, lamun merupakan ekosistem yang peka dan terancam keberadaannya dari berbagai aktivitas manusia akibat kurangnya pengetahuan tentang peran dan manfaat lamun, seperti kegiatan pembangunan, pemukiman penduduk, limbah rumah tangga, limbah industri, dan lain sebagainya. Peran padang lamun begitu besar namun informasi mengenai ekosistem padang lamun di perairan Indonesia masih sedikit sehingga lamun kurang dijadikan perhatian dalam pengambilan kebijakan pembangunan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Tujuan Penelitian

(14)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem Lamun

Lamun adalah satu-satunya tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang mampu beradaptasi secara penuh di perairan yang memiliki salinitas cukup tinggi atau hidup terbenam di dalam air dan memiliki rhizoma, daun, dan akar sejati (Hutomo 1997). Perairan yang dangkal dan jernih dengan sirkulasi yang baik merupakan salah satu syarat agar lamun dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Hampir semua tipe substrat dapat ditumbuhi lamun, mulai dari substrat berlumpur , pasir halus, pasir kasar, kerikil, puing karang mati atau campuran dari substrat tersebut (Kiswara 1994). Padang lamun yang luas lebih sering ditemukan di substrat lumpur berpasir yang tebal antara hutan mangrove dan terumbu karang (Bengen, 2002). Di seluruh dunia diperkirakan terdapat 50 jenis lamun, dimana di Indonesia ditemukan sekitar 12 jenis yaitu Cymodocea rotundata, Cymnodocea serrulata, Enhalus accoroides, Halodule pinifolia, Halodule univerves, Halophila decipiens, Halophila minor, Halophila ovalis, Halophila spinulosa, Syringodium isoetifolium, Thalassia hemprichii, Thalassodendron ciliatum (Romimohtarto dan Juwana 2001). Silfiani (2010) menjelaskan komunitas lamun yang mendominasi di Pulau Pari secara umum terdiri dari tiga jenis yaitu Enhalus accoroides, Thalassia hemprichii, dan Cymodocea rotundata.

Manfaat ekologis padang lamun sangat penting, namun pemanfaatan lamun untuk kebutuhan manusia masih kurang optimal. Padang lamun sering kali dialih fungsikan untuk kepentingan lain yang justru menimbulkan kerusakan. Padang lamun yang lebat mampu melindungi pantai dari erosi dan abrasi serta menangkap sedimen yang dibawa oleh air laut (Nontji1993). Selain itu padang lamun juga sebagai produsen detritus dan zat hara, serta sebagai area perlindunganbagi biota asosiasi lamun dari sengatan terik matahari. Hal ini menarik biota seperti ikan, penyu, dugong, crustacea dan biota lainnya yang memanfaatkan padang lamun sebagai area memijah, mencari makan, dan area pembesaran. Selain itu lamun yang tumbuh dengan baik dan berasosiasi dengan biota memiliki nilai estetika sehingga mampu meningkatkan keindahan wisata bahari. Pembangunan wilayah pesisir dengan konsep “sustainable tourism” dengan konsep pembangunan area pesisir dengan tetap menjaga kelestarian lamun mampu menjadi potensi yang dapat dikemas menjadi salah satu obyek menarik bagi wisatawan untuk kegiatan snorkling (Supriyadi, 2008).

Aplikasi Penginderaan Jarak Jauh Untuk Pemetaan Padang Lamun

(15)

3 sinar biru dan hijau adalah sinar dengan energi terbesar yang dapat direkam oleh satelit untuk penginderaan jauh di laut yang menggunakan spektrum cahaya tampak (400-650 nm) (Gambar 1).

Gambar 1 Ilustrasi pendeteksian substrat dasar dengan citra satelit (Mount 2006)

Gelombang masuk ke kolom air, kemudian diserap dan dipantulkan kembali oleh permukaan air.Gelombang yang dipantulkan kembali menuju satelit adalah perwujudan dari ekstraksi sifat bawah permukaan air.Gelombang ini kemudian banyak digunakan untuk memetakan tipe substrat dasar (Rasib dan Hashim 1997). Penajaman citra dengan menggunakan algoritma Lyzenga juga banyak digunakan untuk memetakan subtrat dasar perairan (karangdan lamun). Untuk lebih menonjolkan objek dasar perairan dangkal dilakukan penggabungan 2 band sinar tampak yaitu band 1dan band 2, maka akan didapat citra baru yang menampakkan dasar perairan dangkal yang lebih informatif. Hasil transformasi citra tersebut dibagi menjadi beberapa kelas berdasarkan histogram hasil transformasi Algoritma Lyzenga atau yang disebut juga depth-invariant index yangmerupakan algoritma yang diterapkan pada citra untuk koreksi kolom perairan.

(16)

4

perairan yang jernih. Sebelumnya teknik ini digambarkan untuk mengetahui kondisi dasar perairan dengan menggunakan citra Landsat berdasarkan nilai pantulan dasar perairan yang diduga dari fungsi linear reflektansi dasar perairan dan fungsi ekponensial kedalaman air (Lyzenga 1981).

Akurasi Pemetaan Padang Lamun

Penilaian akurasi merupakan kegiatan untuk mengetahui ketepatan atau keakuratan hasil klasifikasi yang sudah diperoleh dengan kondisi sebenarnya di lapangan. Proses ini disajikan dalam bentuk suatu matrik kontingensi yang biasanya disebut dengan “ error matrix” atau “confusion matrix”. Dalam matrik ini terdapat beberapa penilaian akurasi, diantaranya adalah akurasi pembuat (producersaccuracy), akurasi pengguna (usersaccuracy), dan akurasi umum (overallaccuracy). Producer’s accuracy adalah kemungkinan seberapa besar suatu data referensi dikelaskan dengan benar.Producer’s accuracy diperoleh dengan membagi jumlah total titik data yang terkelaskan dengan benar pada suatu kelas tertentu terhadap jumlah total titik data referensi pada kelas tersebut. User’s accuracy adalah kemungkinan sebuah pixel dalam peta mewakili dengan benar kelas pada lapangan User’s accuracy diperoleh dengan membagi jumlah titik data yang terkelaskan dengan benar terhadap jumlah total titik hasil klasifikasi citra. Overall accuracy (AO) adalah sebuah metode pengukuran yang umum digunakan, dihitung dengan membagi titik sample yang benar pada diagonal utama dengan jumlah titik observasi.

(17)

5 METODE

Waktu dan Lokasi

Waktu penelitian dari bulan Mei 2012 - April 2013. Lokasi penelitian di Pulau Pari, Kepulauan Seribu DKI Jakarta, terletak pada koordinat 5º50’20” - 5º50’25” LS dan 106º34’30”- 106º38’20” BT (Gambar 2). Pengambilan data lapang dilakukan pada tanggal 15 Juni 2012, 28 November 2012, dan 22 Desember 2012.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian

Bahan dan Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat keras seperangkat notebook dengan prosessor pentium yang dilengkapi dengan perangkat lunak pengolah data citra ER Mapper 6.4, Arcview GIS 3.4, dan Microsoft Office 2007. Peralatan lain yang digunakan adalah GPS Garmin Etrex H, ember, alat tulis, kamera, DO meter, pH meter, refraktometer, termometer dan perahu motor 5 GT.

(18)

6

Metode Penelitian

Penelitian meliputi survei lapang dan analisis citra. Survei lapang lamun Pulau Pari diawali dengan melakukan pengamatan kondisi perairan lamun dengan mengelilingi Pulau Pari menggunakan kapal untuk mengambil data habitat dasar perairan dan mengamati kondisi lamun di Pulau Pari. Pada titik-titik tertentu (Lampiran 2) diambil data titik koordinat dan habitat dasar perairannya yang berupa lamun, pasir, karang, atau rumput laut. Selanjutnya dilakukan pengukuran nilai parameter fisika dan kimiaperairan Pulau Pari yaitu pengukuran oksigen terlarut (DO), temperatur perairan (suhu), salinitas, kecerahan ,dan pH pada empat sisi Pulau Pari.

Pengolahan citra ALOS dan ASTER diawali dengan koreksi geometrik citra, pemisahan antara perairan dan daratan, transformasi citra dan klasifikasi. Klasifikasi dilakukan dengan dua metode yakni: (1) metodeklasifikasi citra secara tidak terbimbing (unsupervised clasification) dengan membuat komposit citra dari tiga band citra RGB 421 dan (2) Metode klasifikasi terbimbing (supervise clasification). Pada klasifikasi terbimbing sebelum proses klasifikasi dilakukan penajaman citra dengan algoritma Lyzenga. Proses penajaman dengan algortitma Lyzenga merupakan proses penggabungan informasi dari dua band yang bertujuan untuk mendapatkan penampakan habitat dasar perairan dengan menggunakan persamaan berikut (Green et al. 2000). Proses klasifikasi terbimbing dilakukan dengan pemilihan kategori informasi yang diinginkan dan memilih training area untuk tiap kategori. Langkah selanjutnya adalah Uji akurasi menggunakan metode Confusion Matrix digunakan untuk menghasilkan nilai kuantifikasi dan penilaian terhadap metode yang relatif lebih baik untuk klasifikasi dan pemetaan padang lamun di daerah kajian (Lampiran 3).Ketelitian pemetaan dibuat dalam beberapa kelas X yang dapat dihitung dengan rumus (Short, 1982 dalam Purwadhi, 2001).

MA= Xcr pixel

Xcr pixel+Xo pixel +Xco pixel...(1) Keterangan : MA = Ketelitian pemetaan (mapping accuracy)

Xcr = Jumlah kelas X yang terkoreksi

(19)

7 Ketelitian seluruh hasil klasifikasi (AO) adalah :

AO= Jumlah Pixel semua kelas

Jumlah semua pixel ...(2)

Pada penelitian ini didapatkan 116 titik sampel yang dibagi untuk keperluan penentuan kelas klasifikasi dan uji akurasi. Untuk penentuan kelas klasifikasi terbimbing digunakan 47 titik sampel dan 69 titik sampel digunakan untuk uji akurasi. Prosedur pemetaan lamun ditampilkan dalam diagram alir pada Gambar 3.

Gambar 3 Diagram alir pengolahan citra Peta Sebaran Lamun 1

Klasifikasi Tak terbimbing Klasifikasi Terbimbing

Komposit Band 421 Algoritma Lyzenga

Peta Sebaran Lamun 2

Penilaian Akurasi Penilaian Akurasi

Perbandingan Citra ALOS, Citra ASTER

ER

Memotong wilayah yang akan dikaji

Pemisahan Perairan dan daratan

Koreksi Geometrik Peta RBI

KLASIFIKASI Data survey

(20)

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Peta Hasil Klasifikasi dengan Metode Tak Terbimbing

Hasil klasifikasi citra dengan menggunakan metode takterbimbing menunjukkan adanya perbedaan hasil dari citra ALOS dan ASTER. Pada peta hasil olahan citra ALOS diketahui luas area dari padang lamun yang disimbolkan dengan warna hijau yang berada pada gugus Pulau Pari adalah 1.641 km2 (Gambar 4) sedangkan pada peta klasifikasi hasil olahan citra ASTER diketahui luasan padang lamun adalah 1.794 km2 (Gambar 5). Perbedaan luas ini diduga disebabkan oleh resolusi spasial citra yang berbeda. Biasanya luasan ini berhubungan dengan ukuran pixel, dimana citra dengan resolusi spasial yang tinggi mampu mendeteksi obyek lebih detail dibandingkan citra dengan resolusi yang rendah. Dimana citra ALOS memiliki resolusi spasial yang lebih tinggi dibandingkan resolusi spasial ASTER. Hasil penelitian sebelumnya pada lokasi yang sama tahun 2008 menunjukkan luas ekosistem lamun adalah 1.670 km2 (Silfiani2010). Terdapat perbedaaan hasil luasan anara tahun 2008 dan 2009 sebesar 0.029 km2. Perbedaan ini diduga disebabkan oleh beberapa faktor sepertilaju pertumbuhan dan perkembangbiakan vegetasi lamun.

(21)

9

Gambar 5 Peta sebaran lamun di Pulau Pari dengan citra ASTER hasil klasifikasi tak terbimbing

(22)

10

Peta Hasil Klasifikasi dengan Metode Tak Terbimbing

Hasilpenajaman citra dengan Algoritma Lyzenga didapatkan nilai koefisien attenuasi (ki/kj) sebesar 0.546329 untuk citra ALOS sehingga algoritma yang digunakan adalah y = ln (TM-1) – 0.546329 ln (TM-2) dan nilai koefisien attenuasi (ki/kj) pada citra ASTER adalah 0.624172 sehingga algoritma yang digunakan adalah y = ln (TM-1) – 0.624172 ln (TM-2).

Luas padang lamun pada peta yang dihasilkan dengan klasifikasi terbimbing dari pengolahan citra ALOS adalah 1.373 km2 (Gambar 6). Luas ekosistem lamun pada peta yang dihasilkan dengan klasifikasi terbimbingdari pengolahan citra ASTER (Gambar 7) adalah 1.389km2.

Gambar 6 Peta sebaran lamun di Pulau Pari dengan citra ALOS hasil klasifikasi Terbimbing

(23)

11

Gambar 7 Peta sebaran lamun di Pulau Pari dengan citra ASTER hasil klasifikasi terbimbing

Perhitungan matrik kontingensi yang dilakukan pada peta hasil klasifikasi dengan menggunakan klasifikasi terbimbing diperoleh nilai AO sebesar 62.32%, nilai dan nilai UA sebesar 78.27% kelas lamun terklasifikasi dengan benar. Nilai PA untuk kelas lamun sebesar 40.15%. Peta hasil pengolahan citra ASTER dengan klasifikasi terbimbing diperoleh nilai AO sebesar 60.87%, nilai UA lamun sebesar 68.75% kelas lamun terklasifikasi dengan benar. Nilai PA untuk kelas lamun sebesar 73.33%.

(24)

12

Kondisi Umum Lamun Pulau Pari

Pulau Pari memiliki potensi padang lamun yang cukup besar, yang tumbuh subur menyebar mengelilingi gugus Pulau Pari.Hasil identifikasidi perairan Gugus Pulau Parisecara umum ditemukan tiga jenis lamun yaitu Thalassia hemprichii, Enhalus accoroides, dan Cymodocea rotundata. Jenis ini merupakan jenis yang sering dijumpai di perairan Indonesia dan termasuk dalam 13 Jenis lamun yang ditemukan di Indonesia. Ketiga lamun ini mendominasi setiap lokasi dan terdistribusi mengelilingi Pulau Pari. Pertumbuhan dan perkembangan vegatasi lamun dipengaruhi oleh kondisi perairan dari Pulau Pari sendiri. Kondisi perairan yang kaya akan unsur hara dan subur dengan karakter perairan yang bagus akan mendukung pertumbuhan dan perkembangan lamun. Kondisi parameter fisika dan kimia perairan di Pulau Pari tertera pada Tabel 1.

Tabel 1 Nilai kualitas perairan di Pulau Pari

Suhu perairan Pulau Pari rata-rata 31oC suhu ini masuk dalam kisaran suhu yang mendukung perkembangan lamun dan termasuk suhu optimum untuk fotosintesis lamun. Respirasi lamun meningkat dengan meningkatnya suhu perairan, namun dengan kisaran suhu yang lebih luas yaitu 25-35°C. Spesies lamun mempunyai toleransi salinitas yang berbeda-beda, namun sebagian besar kisaran salinitasnya yakni 10‰-40‰ (Dahuri et al, 1996) kisaran ini menunjukkan bahwa salinitas perairan Pulau Pari mendukung pertumbuhan lamun. Kisaran pH yang optimal untuk pertumbuhan lamun adalah 7.5-8.5 (Nybakken, 1992) dan pH di perairan Pulau Pari diketahui 8.76 –8.88 walau tidak pada kisaran pH optimum namun pH perairannya masih mendukung pertumbuhan lamun. Di laut umunya dalam 1 liter air laut mengandung 5-6 ml oksigen terlarut(Hutagalung et al., 1997). Hasil penelitian di lapangan diperoleh nilai DO yang tertinggi adalah 11.9 mg/L. Kondisi perairan berdasarkan hasil pengukuran beberapa parameter fisika kimia perairan menunjukkan bahwa perairan Pulau Pari merupakan habitat yang sesuai dan mendukung pertumbuhan dan perkembangan lamun.

Saat pengambilan data dilapangan juga ditemukan biota asosiasi yang terdapat pada ekosistem lamun Pulau Pari seperti kelompok hewan (moluska, juvenil ikan, gastropoda, bintang laut,teripang), alga, dan sponge. Banyaknya biota asosiasi pada ekosistem lamun karena ekosistem lamun dapat memberikan tempat perlindungan dan tempat menempel berbagai biota. Selain itu, padang lamun dapat juga sebagai daerah asuhan, padang pengembalaan dan makanan berbagai jenis mamalia, ikan herbivora,dan ikan-ikan karang.

(25)

13

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan pengolahan citra satelit ALOS dan ASTER diketahui sebaran lamun di Pulau Pari tumbuh mengelilingi gugus Pulau Pari. Luas ekosistem lamun yang diperoleh dari pengolahan citra ALOS dengan metode klasifikasi tak terbimbing adalah 1.641 km2 dengan akurasi 71.01%. Dengan penajaman algoritma Lyzenga dengan klasifikasi terbimbing diperoleh luas ekosistem lamun 1.373 km2 dengan nilai akurasi 62.32 %. Pada citra ASTER dengan metode klasifikasi tak terbimbing diperoleh luas 1.794 km2 dan nilai akurasi 68.11 %. Dengan klasifikasi terbimbing diketahui luas lamun adalah 1.389 km2 dan nilai akurasi 60.87%. Pemetaan lamun dengan citra ALOS memiliki nilai akurasi yang lebih tinggi dari pemetaan dengan menggunakan citra ASTER.

Saran

Penelitian lanjut tentang sebaran lamun di gugus Pulau Pari perlu dilakukan secara periodik guna mendapatkan informasi terkini tentang keberadaan sumber daya lamun. Agar tingkat akurasi hasil lebih tinggi maka perlu lebih banyak lagi titik sampel uji lapangan.

DAFTAR PUSTAKA

Bengen DG. 2002. Ekosistem dan sumberdaya alam pesisir dan laut serta

prinsip pengelolaannya. Bogor: Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, IPB.

Conglaton RG, Green K. 2009. Assesing the accuracy of remotly sensed data : principles and practice. Lewis Publisher. New York.

Dahuri RJ, RaisSP, Ginting, SitepuMJ.1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya PAramita, Jakarta.

GreenPE, Mumby PJ, Edwards AJ, Clark CD.2000.Remote Sensing Handbook for Coastal Management.United Nations Educational, Scientics, and Cultural Organization. Paris. Perancis

Hutagalung HP, Rozak A. 1997. Penentuan kadar fosfat, nitrat, dan kandungan oksigen terlarut. Dalam: HP. Hutagalung, D. Setiapermana, dan S.H. Riyono (Ed). Metode Analisis Air laut, sedimen, dan Biota. Puslitbang Oseanologi-LIPI. Jakarta. 182 hal.

HutomoM. 1997. Padang Lamun Indonesia : Salah Satu Ekosistem Laut Dangkal Yang Belum Banyak Dikenal. Pidato Ilmiah Pengukuhan Ahli Peneliti Utama. Holden H, LeDrew E. 1999. Hyperspectral Identification of Coral Reef Features.

(26)

14

Iskandar P, Retnadi HJ. 2012. Pemanfaatan Citra ASTER dan Sistem Informasi Geografis Untuk Menentukan Lokasi Potensial Pengembangan Permukiman. Jurnal Bumi Indonesia1( 2):85-92.

KiswaraW. 1994.Perkembangan penelitian padanglamun di Indonesia. Puslitbang Oseanologi-LIPI. Jakarta.

Lyzenga DR.1981. Remote sensing of bottom reflectance and water attenuation parameters in shallow water using aircraft and landsat data. International Journal Remote Sensing. 2(1) : 71-82

Mount RE. 2006. Acquisition of throught-water aerial survey images: surface effects and the prediction of sun gliter and subsurface illumination. Photogrammatric Engineering and Remote Sensing. 71(12) : 1407-1415. Nybakken JW.1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Alih Bahasa: M.

Eidman, Koesoebiono, M. Htomo, dan S. Sukardjo. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

PurwadiSH. 2001. Interpretasi citra digital. PT. Grasindo. Jakarta, Indonesia. RasibAW, Hashim M. 1997. Mapping seagrass from remote sensing

data.http://www.aars-acrs.org/acrs/proceeding/ACRS1997/Papers/PS397-7.htm.

Silfiani.2010. Pemetaan Lamun dengan Menggunakan Citra Satelit ALOS di Perairan Pulau Pari. Skripsi. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 50 hal. Supriyadi IH. 2009. Pemetaan kondisi lamun dan bahaya ancamannya dengan

menggunakan citra ALOS dipesisir selatan, Bitung-Manado, Sulawesi Utara. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, 34(3): 445-459.

(27)

15 Lampiran 1Data lapang untuk uji akurasi

WAYPOINT BUJUR LINTANG KETERANGAN

001 106.5992 -5.8639 lamun depan rumah jaga p burung 002 106.5993 -5.8660 selatan p burung lamun

003 106.5985 -5.8667 mangrove, lamun Th dan karang 004 106.5973 -5.8659 lamun

005 106.5963 -5.8645 P kongsi, alga karang 006 106.5990 -5.8609 bddy rumput laut 007 106.6015 -5.8585 P Tengah

008 106.6011 -5.8580 selat P Kongsi dan P Tengah lamun 009 106.6004 -5.8575 selat P Kongsi dan P Tengah lamun 010 106.5989 -5.8577 selat P Kongsi dan P Tengah lamun 011 106.5900 -5.8607 menuju p Tikus, lamun rusak 012 106.5883 -5.8616 menuju p Tikus, lamun rusak 013 106.5872 -5.8619 menuju p Tikus, lamun rusak 014 106.5847 -5.8625 p tikus Hu dominan 020 106.6137 -5.8601 lamun, belakangnya mangrove 021 106.6181 -5.8556 P gudus biawak, lamun Ea

022 106.6208 -5.8550 Pantai pasir Perwan, lamun spot Ea 023 106.6244 -5.8531 lamun dominan 029 106.6315 -5.8544 lamun dominan karang 030 106.6312 -5.8556 bddy rumput laut 031 106.6312 -5.8556 lamun

032 106.6260 -5.8575 lamun Ea dan Th dominan karang 033 106.6223 -5.8596 dominan karang dekat dermaga 034 106.6183 -5.8617 bddy rumput laut

035 106.6162 -5.8627 bddy rumput laut ada lamun

036 106.6162 -5.8652 Lamun

037 106.6089 -5.8646 lipi, lamun

(28)

16

Lampiran 1 (lanjutan)

039 106.6123 -5.8688 Lamun

040 106.6103 -5.8643 Lamun

041 106.6089 -5.86322 dekat mess lipi, tempat perahu 042 106.6080 -5.86342 Goba, budidaya rumput laut 043 106.6069 -5.86475 ujung dermaga lipi

044 106.6066 -5.86567 karang, budidaya rumput laut

045 106.6067 -5.86653 Lamun

046 106.6068 -5.86739 Lamun

047 106.6071 -5.86892 Lamun

048 106.6075 -5.87011 Lamun

049 106.6076 -5.87025 Lamun

050 106.6087 -5.87067 karang dan algae 051 106.6095 -5.87081 karang dan algae 052 106.6104 -5.87061 karang dan algae 053 106.6113 -5.87006 karang dan algae 054 106.6105 -5.87044 karang dan algae

055 106.6104 -5.87042 karang dan halimeda (algae ) 056 106.6098 -5.87072 karang dan pasir

057 106.6079 -5.87167 karang dan algae

058 106.6065 -5.87217 karang dekat lampu rambu 059 106.6052 -5.87253 karang alga

060 106.6040 -5.87272 karang, alga dan lamun 061 106.6031 -5.87253 karang, alga dan lamun 062 106.6016 -5.87208 karang, alga dan lamun 063 106.5968 -5.86839 pasir dekat P Burung 064 106.5978 -5.86756 pasir, lamun

065 106.5993 -5.86664 pasir, lamun 066 106.6038 -5.86233 pasir, lamun

067 106.6093 -5.85856 goba antara P tengah dan P Gudus 068 106.6124 -5.85742 lamun Enhalusaccoroides

(29)

17 Lampiran 2Data lapang untuk penentuan peta klasifikasi terbimbing

WAYPOINT BUJUR LINTANG KETERANGAN

070 106.6068 -5.8668 Pasir

071 106.6101 -5.8668 lamun Enhalusaccoroides 072 106.6104 -5.86 lamun Enhalusaccoroides 073 106.6118 -5.8597 lamun Enhalusaccoroides 074 106.615 -5.8597 lamun Enhalusaccoroides 075 106.6104 -5.8553 lamun Enhalusaccoroides 076 106.6177 -5.8547 lamun Enhalusaccoroides 077 106.6213 -5.8549 lamun Enhalusaccoroides 078 106.6219 -5.8545 lamun thalasia

079 106.6229 -5.8524 lamun thalasia 080 106.6247 -5.8522 lamun thalasia 081 106.6257 -5.8526 lamun thalasia 082 106.6266 -5.8529 mix enhalus+thalasia 083 106.6274 -5.8531 mix enhalus+thalasia 084 106.6317 -5.8547 mix enhalus+thalasia 085 106.6323 -5.8556 thalasia

086 106.6307 -5.856 Thalasia

087 106.6303 -5.8558 mix enhalus+thalasia, simodocea

088 106.6241 -5.8581 Karang

089 106.6207 -5.8611 lamun Enhalusaccoroides 090 106.6203 -5.8616 lamun Enhalusaccoroides 091 106.6165 -5.8614 lamun Enhalusaccoroides 092 106.6152 -5.8619 mix enhalus+thalasia 093 106.6133 -5.864 lamun Enhalusaccoroides 094 106.6113 -5.8666 lamun Enhalusaccoroides 095 106.6105 -5.8684 mix enhalus+thalasia 096 106.6089 -5.8697 mix enhalus+thalasia 097 106.6069 -5.8694 mix enhalus+thalasia 098 106.6068 -5.8668 lamun Enhalusaccoroides 099 106.6068 -5.8654 lamun Enhalusaccoroides 100 106.6068 -5.8651 Dermaga LIPI

101 106.6099 -5.8632 Pasir

102 106.6102 -5.8633 tambat kapal

103 106.6071 -5.86892 dominan lamun dan pasir 104 106.6076 -5.87019 Lamun

(30)

18

Lampiran 2 (lanjutan)

109 106.6005 -5.86486 alga dan karang

110 106.6016 -5.86433 Gobah

111 106.6039 -5.86228 dominan pasir sedikit lamun

112 106.6061 -5.86064 Pasir

113 106.6096 -5.85847 Gobah

114 106.6123 -5.85747 lamun enhalus

115 106.6154 -5.85603 Lamun

116 106.6205 -5.85503 Mangrove

117 106.6236 -5.85336 Pasir

118 106.6227 -5.85336 Lamun

(31)

19 Lampiran 3 Matrik kontingensi untuk perhitungan akurasi dan contoh perhitungan

Akurasi

Matriks kontingensi klasifikasi tak terbimbing pulau Pari dari citra ALOS

CITRA SURVEI LAPANG

Matriks kontingensi klasifikasi tak terbimbing pulau Pari dari citra ASTER

CITRA SURVEI LAPANG

Matriks kontingensi klasifikasi terbimbing pulau Pari dari citra ALOS

CITRA SURVEI LAPANG

Matriks kontingensi klasifikasi terbimbing pulau Pari dari citra ASTER

(32)

20

Contoh matriks kontingensi

Citra Survei Lapang Komisi

(pixel) UA (%)

OA (%) Lamun Lain Jumlah

Lamun 20 9 29 9 68,97 72,82

Lain 16 47 63 47

Jumlah 36 56 92

PA (%) 55,55 Omisi

(pixel)

16

Contoh perhitungan akurasi :

Ketelitian pemetaan (MA) untuk lamun MA lamun = 20

20+9+16x100% = 44.44% PA = 20

36�100% = 55,55% UA=20

29�100% = 68,97%

Ketelitian seluruh hasil klasifikasi (KH atau AO) KH=20+47

(33)

21 Lampiran4 Jenis Lamun yang biasa ditemukan di Pulau Pari

Enhalus Accoroides Cymodocea rotundata

(34)

22

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 1 Ilustrasi pendeteksian substrat dasar dengan citra satelit (Mount 2006)
Gambar 2 Peta lokasi penelitian
Gambar 3 Diagram alir pengolahan citra
Gambar 4 Peta sebaran lamun di Pulau Pari dengan citra ALOS hasil klasifikasi
+4

Referensi

Dokumen terkait

Peningkatan performa yang dihasilkan oleh linear engine diakibatkan karena gaya gesek yang diterima lebih sedikit dibandingkan dengan mesin konvensional biasa.

Penelitian ini menggunakan komposisi karbon (arang kayu nani) sebanyak 500 g dan bubuk tulang sapi sebesar 0%, 20%, 30%, 40%, dan 50% dengan waktu penahanan yaitu 15 menit, serta

Current ratio atau rasio lancar merupakan perbandingan antara jumlah seluruh aktiva lancar dengan kewajiban jangka pendek (Sugiyarso dan Winarni, 2005). Bagi perekonomian

Metode karbonisasi terbuka artinya karbonisasi tidak didalam ruangan sebagaimana mestinya. Resiko kegagalan lebih besar karena udara langsung kontak dengan bahan

Sistem pengendalian internal yang efektif dalam pengelolaan Lembaga Amil Zakat, dapat dikatakan baik, yaitu sebesar 68,7% , sedangkan indikator adanya ukuran

Faktor penyesuaian untuk kecepatan arus bebas dasar akibat hambatan samping sebagai fungsi lebar bahu atau jarak kereb-penghalang. Faktor penyesuaian untuk kecepatan arus bebas dasar

Pencampuran bahan dilakukan dengan cara melarutkan atau mencampurkan bahan-bahan kedalam sari kacang merah pada kondisi hangat, sukrosa dan gelatin tulang ikan patin

These principles underpin a position on critical urban learn- ing in the field of development planning and design that hopes to de-centre learning by enabling counter-hegemonic