• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gaya hidup dan kejadian sindrom metabolik pada karyawan laki-laki berstatus gizi obesitas di PT. Indocement Citeureup

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gaya hidup dan kejadian sindrom metabolik pada karyawan laki-laki berstatus gizi obesitas di PT. Indocement Citeureup"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

GAYA HIDUP DAN KEJADIAN SINDROM METABOLIK

PADA KARYAWAN LAKI-LAKI BERSTATUS GIZI

OBESITAS DI PT. INDOCEMENT CITEUREUP

FITRIA NURJANAH

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Gaya Hidup dan Kejadian Sindrom Metabolik pada Karyawan Laki-laki Berstatus Gizi Obesitas di PT. Indocement Citeureup adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(3)

ABSTRAK

FITRIA NURJANAH. Gaya Hidup dan Kejadian Sindrom Metabolik pada Karyawan Laki-laki Berstatus Gizi Obesitas di PT. Indocement Citeureup. Dibimbing oleh KATRIN ROOSITA.

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis gaya hidup dan kejadian sindrom metabolik pada karyawan laki-laki berstatus gizi obesitas di PT. Indocement Citeureup. Desain penelitian adalah cross sectional dengan purposive sampling dan melibatkan 59 karyawan laki-laki obes yang dipilih berdasarkan kriteria inklusi. Sebanyak 49.15% contoh mengalami sindrom metabolik dengan prevalensi penanda sindrom metabolik tertinggi adalah obesitas sentral (96.55%), diikuti oleh hipertrigliseridemia (82.76%), kadar kolesterol High Density Lipoprotein (HDL) rendah (72.41%), kadar glukosa darah puasa tinggi (62.07%) dan hipertensi (55.17%). Tidak terdapat perbedaan proporsi kejadian sindrom metabolik menurut umur, riwayat kegemukan, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, tingkat aktivitas fisik maupun perilaku makan (p>0.05). Semakin banyak jumlah rokok yang dikonsumsi berkorelasi signifikan (p<0.05) dengan tekanan darah diastol yang rendah dan ukuran lingkar perut yang besar. Perilaku makan yang tidak sehat berkorelasi signifikan dengan rendahnya kadar kolesterol HDL, sedangkan perilaku konsumsi cemilan berkorelasi dengan tingginya kadar glukosa darah puasa (p<0.05).

Kata kunci: gaya hidup, obesitas, sindrom metabolik

ABSTRACT

FITRIA NURJANAH. Life Style and Incidence of Metabolic Syndrome among Obese Male Employees in PT. Indocement Citeureup. Supervised by KATRIN ROOSITA.

The objectives of this study were to analyze life style and incidence of metabolic syndrome among obese male employees in PT. Indocement Citeureup. The cross sectional design was applied in this study, with purposive sampling involving 59 male obese employees selected by inclusion criteria. As much 49.15% sample has metabolic syndrome with the highest prevalence of metabolic syndrome marker was central obesity (96.55%), followed by hipertriglyceridemia (82.76%), low level of High Density Lipoprotein (HDL) (72.41%), high level of fasting blood glucose (62.07%) and hypertension (55.17%). There is no significant difference in proportion of metabolic syndrome incidence according to age, history of obesity, smoking habits, excercise habits, physical activity level and eating behavior (p>0.05). High consumption of cigarettes significantly correlated (p<0.05) with lower diastolic blood pressure and greater abdominal circumference. Unhealthy eating behavior also significantly correlated with lower level of HDL cholesterol, while snacking behavior correlated with high level of fasting blood glucose (p<0.05).

(4)

GAYA HIDUP DAN KEJADIAN SINDROM METABOLIK

PADA KARYAWAN LAKI-LAKI BERSTATUS GIZI

OBESITAS DI PT. INDOCEMENT CITEUREUP

FITRIA NURJANAH

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014 Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

(5)
(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2014 ini ialah obesitas dan sindrom metabolik, dengan judul Gaya Hidup dan Kejadian Sindrom Metabolik pada Karyawan Laki-Laki Berstatus Gizi Obesitas di PT. Indocement Citeureup. Tersusunnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan banyak pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Katrin Roosita, SP., M.Si selaku dosen pembimbing akademik sekaligus pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan pikirannya, memberikan arahan, nasihat, serta motivasi kepada penulis selama melaksanakan kuliah maupun dalam menyelesaikan skripsi.

2. Ibu dr. Karina Rahmadia Ekawidyani, M.Sc selaku dosen pemandu seminar dan penguji skripsi yang memberikan banyak masukan dalam penyelesaian skripsi.

3. Ibu dr. Devi Dwirantih, M.KKK selaku pembimbing lapangan di Health Care Section PT. Indocement Citeureup yang telah membantu dan memberikan arahan, dukungan dan saran selama pengumpulan data.

4. Umi dan Abi tercinta, beserta Mbak Indah dan Mbak Sari, atas kasih sayang dan kehangatan, dukungan dan doa yang tak ada hentinya diberikan pada penulis di sepanjang perjalanan kehidupan, serta menjadi penyemangat dalam kejenuhan.

5. Dini ‘baggy’, Ita, Mimi, Almira, Dhini, Wilda, Faridh, Andhika, Kadek, Ali, Occi, Bibah, Kiki Thoif, Restu dan seluruh teman seperjuangan di Gizi Masyarakat 47, 46, 48, dan 49 atas bantuan, keceriaan, motivasi, dan kenangan yang tercipta selama masa kuliah.

6. Mbak Widy, Mas Puji, Mbak Selfi, Mbak Nelly, Pak Darminto, Pak Sunu dan Mbak Yeni, yang telah menerima dan membantu penulis selama proses pengumpulan data di Health Care Section PT. Indocement Citeureup.

7. Seluruh karyawan PT. Indocement Citeureup yang telah membantu kelancaran proses penelitian.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(7)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iv

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR LAMPIRAN iv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

Manfaat Penelitian 2

KERANGKA PEMIKIRAN 2

METODE PENELITIAN 3

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian 3

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh 4

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 5

Pengolahan dan Analisis Data 5

Definisi Operasional 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Profil Perusahaan 8

Karakteristik Contoh 9

Status Gizi 10

Gaya Hidup 11

Kejadian Sindrom Metabolik (MetS) 16

Korelasi Antar Variabel 17

SIMPULAN DAN SARAN 22

Simpulan 22

Saran 22

DAFTAR PUSTAKA 23

LAMPIRAN 26

(8)

DAFTAR TABEL

1 Perilaku makan pada orang obes setelah modifikasi beserta skor 6

2 Deskripsi karakteristik contoh 10

3 Sebaran contoh menurut IMT dan risiko komorbiditas 11

4 Sebaran contoh menurut kebiasaan merokok 12

5 Sebaran contoh menurut jenis, durasi dan frekuensi olahraga 13 6 Sebaran contoh menurut tingkat aktivitas fisik hari kerja 14

7 Sebaran contoh menurut perilaku makan 15

8 Persentase komponen penanda sindrom metabolik pada contoh yang mengalami sindrom metabolik

17 9 Sebaran contoh berdasarkan komponen penanda sindrom metabolik 17 10 Sebaran contoh menurut umur dan kejadian sindrom metabolik 18 11 Sebaran contoh menurut riwayat kegemukan dan kejadian sindrom

metabolik

18 12 Sebaran contoh menurut status merokok dan kejadian sindrom

metabolik

18 13 Sebaran contoh menurut aktivitas olahraga dan kejadian sindrom

metabolik

19 14 Sebaran contoh menurut tingkat aktivitas fisik dan kejadian sindrom

metabolik

20 15 Sebaran contoh menurut perilaku makan dan kejadian sindrom

metabolik

20

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran penelitian 3

2 Alur penarikan contoh 4

3 Sebaran kejadian sindrom metabolik 16

DAFTAR LAMPIRAN

(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi yang dicapai Indonesia tak terlepas dari peran industri yang terus berkembang. Perkembangan industri yang semakin pesat menuntut perusahaan untuk dapat mengelola dan memanfaatkan sumberdaya yang dimilikinya secara optimal, salah satunya adalah sumberdaya tenaga kerja. Perusahaan membutuhkan tenaga kerja yang sehat, produktif dan berkualitas sebagai salah satu modal utama dalam menghadapi persaingan pasar. Oleh karena itu diperlukan manajemen yang baik, khususnya berkaitan dengan kesehatan pekerja agar produktivitasnya tetap terjaga.

Terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja, salah satunya adalah status gizi dan kesehatan pekerja. Menurut Supariasa et al. (2001), masalah kekurangan maupun kelebihan gizi pada orang dewasa merupakan masalah penting karena selain menimbulkan resiko terhadap penyakit tertentu, masalah gizi juga dapat mengurangi produktivitas kerja. Aziiza (2008) dalam penelitiannya menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara status gizi dengan produktivitas kerja yang mengindikasikan bahwa pekerja dengan status gizi baik akan memiliki produktivitas kerja yang baik, begitu pula sebaliknya.

Salah satu faktor penurun produktivitas kerja adalah status gizi obesitas. Obesitas merupakan kondisi ketidaknormalan atau kelebihan akumulasi lemak dalam jaringan adiposa. Prevalensi obesitas terus meningkat. Secara global, terdapat 1.5 milyar orang dewasa yang mengalami kelebihan berat badan dan obesitas. Jumlah ini diperkirakan akan mencapai 3 milyar pada tahun 2030 (WHO 2000). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 melaporkan bahwa prevalensi obesitas pada orang dewasa di Indonesia mencapai 19.1%. Angka ini terus meningkat menjadi 21.7% pada tahun 2010 dan 28.9% pada tahun 2013. Selain itu, hasil Riskesdas 2010 memperlihatkan bahwa prevalensi obesitas cenderung lebih tinggi di daerah perkotaan dibandingkan perdesaan serta lebih dominan terjadi pada kelompok penduduk usia produktif (35-60 tahun), berpendidikan lebih tinggi, bekerja sebagai PNS/TNI/Polri/Pegawai dan memiliki pendapatan lebih tinggi.

(10)

2

sedentary life style dan pola makan tidak sehat diketahui menjadi faktor risiko timbulnya obesitas yang memicu sindrom metabolik (Lee et al. 2011).

Salah satu industri yang mendorong perekonomian Indonesia adalah PT. Indocement. Berdasarkan data Health Care Section perusahaan tahun 2013, diketahui bahwa lebih dari 10.4% karyawan mengalami obesitas dan berisiko terhadap berkembangnya sindrom metabolik. Kejadian ini telah menjadi masalah kesehatan yang perlu diteliti lebih lanjut terkait penyebab dan solusi penanggulangannya. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terkait gaya hidup dan kejadian sindrom metabolik pada karyawan laki-laki berstatus gizi obesitas di PT. Indocement Citeureup.

Tujuan

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan gaya hidup dan kejadian sindrom metabolik pada karyawan laki-laki berstatus gizi obesitas di PT. Indocement Citeureup. Adapun tujuan khusus penelitian ini meliputi:

1. Menganalisis gaya hidup contoh meliputi kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, aktivitas fisik dan perilaku makan.

2. Menganalisis kejadian sindrom metabolik.

3. Menganalisis hubungan karakteristik contoh (umur dan riwayat kegemukan) dan gaya hidup (kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, aktivitas fisik dan perilaku makan) dengan kejadian sindrom metabolik.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, antara lain:

1. Bagi PT. Indocement Citeureup dapat memberikan informasi sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan program pencegahan dan penanggulangan masalah kesehatan, khususnya masalah gizi lebih dan sindrom metabolik pada karyawan.

2. Bagi masyarakat umum dapat meningkatkan wawasan tentang gaya hidup dan sindrom metabolik.

3. Bagi peneliti lain, diharapkan dapat menambah referensi tentang kaitan gaya hidup dan kejadian sindrom metabolik pada kelompok obesitas.

KERANGKA PEMIKIRAN

(11)

3 modernisasi yang memungkinkan meningkatnya asupan pangan padat energi yang sarat dengan lemak dan kalori. Sejalan dengan peningkatan asupan kalori dan lemak, berkembang pula kehidupan sedenter yang penuh dengan hipoaktivitas. Hal ini berkaitan dengan majunya teknologi sehingga memudahkan berbagai aktivitas yang dilakukan.

Keterangan:

: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti : Hubungan yang diteliti : Hubungan yang tidak diteliti

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study. Penelitian dilaksanakan di PT. Indocement yang berlokasi di Citeureup, Bogor,

Gaya Hidup

 Kebiasaan merokok  Kebiasaan olahraga  Aktivitas fisik  Perilaku makan

Karakteristik Contoh

 Umur

 Riwayat kegemukan

Konsumsi Pangan

Status Gizi Obesitas

Indeks Massa Tubuh ≥27.0 kg m-2 (Kemenkes 2010)

Sindrom Metabolik

(Alberti et al. 2009)  Lingkar perut ≥90 cm

 Tekanan darah sistolik ≥130 mmHg dan/atau diastolik ≥85 mmHg  Glukosa darah puasa ≥100 mg dL-1

(12)

4

Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive dengan pertimbangan kemudahan akses. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei hingga September 2014, sedangkan pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Juni 2014.

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

Penentuan jumlah contoh yang dibutuhkan dalam penelitian dilakukan menggunakan rumus perhitungan jumlah contoh minimal menurut Lemeshow et al. (1991). Berikut adalah rumus perhitungan jumlah sampel minimal.

n≥z∝2×p(1-p) d2 Keterangan:

n = jumlah contoh minimal yang dibutuhkan dalam penelitian �∝ = tingkat signifikansi pada α=0.05 (1.96)

p = proporsi laki-laki usia dewasa berstatus gizi obesitas dan bekerja sebagai pegawai/PNS/TNI/Polri (17.5% atau 0.175) (Kemenkes RI 2010)

d = estimasi galat (0.1)

Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan jumlah contoh minimal sejumlah 55 orang yang ditingkatkan menjadi 59 orang untuk mengantisipasi contoh yang drop out. Proses penarikan contoh yang terlibat dalam penelitian ini disesuaikan dengan kondisi perusahaan. Dalam hal ini, PT. Indocement Citeureup rutin mengadakan medical checkup bagi karyawan tetap yang dilaksanakan setiap bulan di sepanjang tahun. Sehingga, karyawan yang terlibat dalam penelitian adalah karyawan yang melakukan medical checkup saat dilakukan pengumpulan data, yakni pada bulan Juni 2014. Selanjutnya, pemilihan karyawan yang menjadi contoh dilakukan secara purposive (non probability sampling) menggunakan kriteria inklusi, yakni berjenis kelamin laki-laki, berusia 30-64 tahun, berstatus gizi obesitas (IMT ≥27.0 kg m-2) (Kemenkes RI 2010), tidak sedang menjalani terapi diet penurunan berat badan serta bersedia menjadi contoh penelitian. Berikut adalah alur penarikan contoh yang dilakukan dalam penelitian.

Gambar 2 Alur penarikan contoh Karyawan PT. Indocement Citeureup

(2800 karyawan)

Karyawan yang melakukan medical checkup pada bulan Juni 2014

(257 karyawan)

Kriteria Inklusi

(13)

5

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara terstruktur menggunakan kuesioner, sedangkan data sekunder diperoleh dari profil perusahaan dan hasil medical checkup karyawan bulan Juni 2014. Data primer meliputi karakteristik contoh (umur, tingkat pendidikan, besar keluarga, pendapatan, golongan karyawan, masa kerja dan riwayat kegemukan) dan gaya hidup (kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, aktivitas fisik dan perilaku makan). Data sekunder meliputi gambaran umum PT. Indocement Citeureup dan data hasil medical checkup contoh yakni hasil pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar perut, tekanan darah, kadar trigliserida, kolesterol HDL (High Density Lipoprotein) serta kadar glukosa darah puasa (GDP).

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh di lapangan kemudian dipindahkan ke bentuk e-file dan diolah sesuai dengan kategori pengukuran masing-masing data menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel 2013. Selanjutnya, dilakukan analisis data secara statistik menggunakan perangkat lunak SPSS 16.0 for Windows. Data status gizi ditentukan dengan indeks massa tubuh (IMT) yang dihitung berdasarkan rumus berat badan (kg)/tinggi badan (m2). Penggunaan cut off IMT untuk status gizi obesitas ialah ≥27.00 kg m-2 (Kemenkes RI 2010), kemudian dilakukan penggolongan risiko komorbiditas berdasarkan IMT menurut WHO (2004).

Data karakteristik contoh dianalisis secara deskriptif kemudian disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan persentase. Umur diklasifikasikan berdasarkan Soetardjo (2011) menjadi 2 kelompok yaitu dewasa madya (30-49 tahun) dan dewasa akhir (≥50 tahun). Data tingkat pendidikan dikelompokkan menjadi SMP/sederajat, SMA/sederajat, D3, dan S1. Data besar keluarga dikelompokkan menjadi 3, yakni keluarga kecil (≤4 orang), keluarga sedang (5-6 orang) dan keluarga besar (≥7 orang) (BKKN 1997). Data pendapatan contoh per bulan dikelompokkan menggunakan rumus interval kelas (Slamet 1993) menjadi 3 kelompok, yaitu rendah (4 000 000-12 666 667 rupiah), sedang (12 666 668-21 333 333 rupiah) dan tinggi (21 333 334-30 000 000 rupiah).

Kelas 1 (rendah) : Nilai terendah (NR) s/d (Nilai Terendah + IK) Kelas 2 (sedang) : (NR + IK) + 1 s/d (NR + 2 IK)

Kelas 3 (tinggi) : (NR + 2 IK) + 1 s/d Nilai Tertinggi (NT)

(14)

6

orangtua (ayah atau ibu) dan ada riwayat kegemukan pada kedua orangtua (ayah dan ibu).

Gaya hidup contoh meliputi kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, aktivitas fisik dan perilaku makan. Data seputar kebiasaan merokok meliputi status merokok, jumlah rokok yang dikonsumsi sehari dan jenis rokok. Data status merokok dikelompokkan menjadi tiga, yakni bukan perokok, mantan perokok dan perokok. Data jumlah rokok yang dihabiskan dalam sehari dikelompokkan menjadi empat, yakni ≤5 batang, 6-10 batang, 11-15 batang, dan >15 batang (Sari 2011).

Data kebiasaan olahraga contoh meliputi aktivitas olahraga, frekuensi olahraga dalam seminggu, jenis olahraga yang dilakukan serta durasi tiap kali berolahraga. Data frekuensi olahraga per minggu dikelompokkan menjadi 1-2 kali, 3-4 kali, 5-6 kali, dan ≥7 kali. Durasi olahraga dikelompokkan menjadi <30 menit, 30-60 menit, dan >60 menit. Data aktivitas fisik contoh pada hari kerja yang dikumpulkan meliputi jenis aktivitas dan durasi aktivitas fisik selama 1x24 jam. Jenis aktivitas fisik dikelompokkan berdasarkan sebaran jawaban contoh. Lama aktivitas fisik diukur dalam berapa jumlah jam selama melakukan masing-masing jenis aktivitas. Tingkat aktivitas fisik dinyatakan dalam Physical Activity Level (PAL) yang dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu ringan (1,40≤PAL≤1,69), sedang (1,70≤PAL≤1,99), dan berat (2,00≤PAL≤2,39) (FAO/WHO/UNU 2001). Berikut merupakan rumus menghitung PAL.

PAL=∑(PAR×alokasi waktu tiap aktivitas)24 jam

Informasi tentang perilaku makan contoh didapatkan dari hasil wawancara menggunakan kuesioner. Jenis pertanyaan perilaku makan yang tertera pada kuesioner mengacu pada Obesity-Related Eating Behavior dalam penelitian Mesas et al. (2012) dengan modifikasi seperti yang tertera pada Tabel 1.

Tabel 1 Perilaku makan pada orang obes setelah modifikasi beserta skor

No. Perilaku Makan Skor

1 Merencanakan seberapa banyak makanan yang akan dimakan saat itu

Tidak=1 ; Ya=0

2 Mengatur jumlah dan jenis makanan yang disajikan pada piring makan

Tidak=1 ; Ya=0

3 Melakukan sarapan pagi Tidak=1 ; Ya=0

4 Konsumsi makanan kalengan dan atau makanan instan Tidak=0 ; Ya=1

5 Konsumsi kudapan/cemilan Tidak=0 ; Ya=1

6 Konsumsi produk makanan cepat saji Tidak=0 ; Ya=1

7 Memilih makanan rendah kalori Tidak=1 ; Ya=0

8 Membuang lemak yang terlihat/gajih pada hidangan olahan daging

Tidak=1 ; Ya=0

9 Membuang kulit ayam pada hidangan olahan ayam Tidak=1 ; Ya=0 10 Makan siang dan atau makan malam sambil menonton TV Tidak=0 ; Ya=1

11 Menunda waktu makan Tidak=0 ; Ya=1

12 Makan dalam waktu cepat Tidak=0 ; Ya=1

(15)

7 puasa (GDP) ≥100 mg dL-1, dan tekanan darah (sistol ≥130 mmHg dan/atau diastol ≥85 mmHg).

Analisis data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak SPSS versi 16.0 for windows. Berikut merupakan jenis analisis yang dilakukan.

1. Analisis deskriptif (univariat) meliputi:

a. Karakteristik contoh (umur, tingkat pendidikan, besar keluarga, pendapatan, golongan karyawan dan masa kerja)

b. Kebiasaan merokok (status merokok, jumlah dan jenis rokok)

c. Kebiasaan Olahraga (aktivitas olahraga, jenis, frekuensi dan durasi olahraga) d. Tingkat aktivitas fisik

e. Perilaku makan

f. Kejadian sindrom metabolik

2. Analisis bivariat dengan Chi-Square test untuk melihat hubungan variabel kategorikal, meliputi hubungan variabel umur, riwayat kegemukan, kebiasaan merokok, olahraga, tingkat aktivitas fisik dan perilaku makan dengan kejadian sindrom metabolik.

3. Analisis bivariat dengan Spearman test untuk mengetahui derajat keeratan hubungan dan arah hubungan dua variabel numerik, meliputi hubungan umur, riwayat kegemukan, jumlah rokok, durasi dan frekuensi olahraga, tingkat aktivitas fisik dan perilaku makan terhadap kelima komponen penanda sindrom metabolik.

Definisi Operasional

Aktivitas fisik adalah seluruh jenis dan lama kegiatan yang melibatkan fisik (tubuh) dan diperoleh melalui recall aktivitas 1x24 jam (hari kerja). Aktivitas fisik dikategorikan menjadi ringan (1,40≤PAL≤1,69), sedang (1,70≤PAL≤1,99), dan berat (2,00≤PAL≤2,39) (FAO/WHO/UNU 2001).

Contoh adalah karyawan PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Citeureup yang mengikuti medical checkup selama bulan Juni 2014 dan memenuhi kriteria inklusi meliputi berjenis kelamin laki-laki, berusia 30-64 tahun, berstatus gizi obesitas (IMT ≥27.0 kg m-2) (Kemenkes RI 2010), tidak sedang menjalani terapi diet penurunan berat badan.

Gaya hidup merupakan hasil penyaringan dari serentetan interaksi sosial, budaya, dan keadaan. Gaya hidup dalam penelitian ini menggambarkan kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, aktivitas fisik dan perilaku makan.

(16)

8

Kebiasaan merokok adalah pola merokok contoh yang meliputi status merokok, jumlah rokok yang dihisap dalam sehari, dan jenis rokok yang dihisap.

Kebiasaan olahraga adalah kebiasaan olahraga karyawan yang meliputi aktivitas olahraga, jenis, frekuensi dan durasi berolahraga setiap kalinya.

Obesitas atau kegemukan adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan lemak yang berlebihan di dalam tubuh yang diekspresikan dengan perbandingan berat badan serta tinggi badan (IMT) yang meningkat dan ditandai oleh IMT ≥27.0 kg m-2 (Kemenkes RI 2010).

Pendapatan adalah jumlah uang yang dimiliki per bulan dari hasil kerja karyawan, baik dari pekerjaan utama maupun sampingan.

Sindrom metabolik adalah suatu kondisi gangguan metabolik yang ditegakkan jika dijumpai tiga dari lima kondisi berikut: lingkar perut ≥90 cm, kadar trigliserida ≥150 mg dL-1, kadar kolesterol HDL <40 mg dL-1, kadar gula darah puasa (GDP) ≥100 mg dL-1, dan tekanan darah (sistol ≥130 mmHg; diastol ≥85 mmHg) (Alberti et al. 2009).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil Perusahaan

PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. merupakan produsen bahan bangunan terbesar di Indonesia yang memproduksi berbagai jenis semen yang dipasarkan dengan merek dagang Semen Tiga Roda. PT. Indocement didirikan pada tahun 1975 dan dioperasikan secara terpadu dengan total kapasitas produksi per tahun mencapai 18.6 juta ton per tahun. Saat ini, PT. Indocement mengoperasikan 12 pabrik, sembilan di antaranya berlokasi di Citeureup, Bogor, dua pabrik di Palimanan, Cirebon, dan satu pabrik di Tarjun, Kota Baru, Kalimantan Selatan.

(17)

9 Aktivitas makan siang karyawan mayoritas dilakukan di kantin maupun di kantor, bagi karyawan yang membawa bekal. Hal ini dikarenakan tidak tersedianya kegiatan penyelenggaraan makan bagi karyawan. Terdapat kantin di sekitar wilayah pabrik yang menjual masakan sunda, soto dan sop, masakan padang, nasi goreng, dan sebagainya. PT. Indocement memiliki beragam upaya dalam meningkatkan derajat kesehatan karyawan, beberapa di antaranya yaitu mengadakan senam aerobik rutin tiap 2 kali/minggu, menyediakan fasilitas fitness room yang tersebar hampir di seluruh divisi, penyuluhan seputar keselamatan dan kesehatan kerja pada karyawan, serta pengadaan medical checkup rutin bagi karyawan di setiap tahunnya.

Karakteristik Contoh

Deskripsi terhadap karakteristik contoh berdasarkan umur, tingkat pendidikan, besar keluarga, pendapatan, golongan karyawan, masa kerja dan riwayat kegemukan tertera pada Tabel 2. Seluruh contoh dalam penelitian merupakan karyawan PT. Indocement Citeureup yang berjenis kelamin laki-laki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur contoh berkisar antara 30 hingga 55 tahun, dengan mayoritas contoh (61.02%) tergolong sebagai dewasa madya. Pendidikan merupakan salah satu alat ukur untuk mengetahui status sosial dan ekonomi contoh. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar contoh (77.97%) menamatkan pendidikan hingga ke jenjang SMA/sederajat, namun terdapat sejumlah contoh yang menamatkan pendidikannya hingga ke jenjang perguruan tinggi (15.25%).

Menurut BKKBN (1997), keluarga dikategorikan sebagai keluarga kecil jika jumlah anggota keluarga ≤ 4 orang, keluarga sedang jika beranggotakan 5-6 orang, dan keluarga besar jika ≥ 7 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir separuh jumlah contoh (49.15%) termasuk dalam kategori keluarga sedang, 45.76% termasuk dalam keluarga kecil danhanya 5.08% termasuk dalam kategori keluarga besar. Berdasarkan pendapatan, diketahui bahwa pendapatan per bulan contoh berkisar antara 4 000 000-30 000 000 rupiah. Namun, sebanyak 89.83% contoh tergolong memiliki pendapatan rendah yang berkisar antara 4 000 000 hingga 12 666 667 rupiah.

(18)

10

Tabel 2 Deskripsi karakteristik contoh

Karakteristik Jumlah (n) Persentase (%)

Umur (tahun)

4 (Pelaksana/Operator/Patroller/Driver) 36 61.02

Masa Kerja

(19)

11 contoh adalah karyawan dengan IMT ≥27.00 kg m-2 yang tergolong bersatus gizi obesitas (Kemenkes RI 2010). Hasil penelitian menunjukkan bahwa IMT contoh berkisar antara 27.00-37.20 kg m-2 dengan rata-rata 29.65±0.31 kg m-2.

Selain mudah dalam pengukuran, penilaian status gizi dengan IMT memberikan kelebihan lain, yakni hasil pengukuran berkorelasi kuat dengan tingkat lemak dalam tubuh (Hu 2008) serta berhubungan langsung dengan risiko kesehatan dan tingkat kematian di berbagai populasi (WHO 2004). WHO (2004) menekankan bahwa kenaikan berat badan pada orang dewasa berkaitan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas. Penyakit degeneratif seperti diabetes melitus tipe 2 dan penyulit kardiovaskular serta peningkatan tingkat kematian adalah dampak yang paling penting dari kelebihan berat badan dan kegemukan, selain dampak kesehatan seperti gangguan sistem muskuloskeletal, menurunnya fungsi respirasi dan menurunnya fungsi fisik dan kualitas hidup.

Sebaran contoh berdasarkan IMT dan risiko komorbiditas menurut WHO (2004) tertera pada Tabel 3. Peningkatan IMT menjadi 25.00-29.00 kg m-2 berpeluang meningkatkan risiko komorbid, dan apabila IMT meningkat melebihi 30.00 kg m-2 tingkat risiko komorbid meningkat lebih tinggi. Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui bahwa contoh yang tergolong pre-obesitas (66.10%) memiliki peningkatan risiko komorbiditas, sedangkan contoh yang tergolong obesitas kelas 1 (28.81%) memiliki risiko komorbiditas sedang (moderate co-morbidity) dan contoh yang tergolong obesitas kelas 2 (5.08%) memiliki risiko komorbiditas yang parah (severe co-morbidity).

Tabel 3 Sebaran contoh menurut IMT dan risiko komorbiditas

Klasifikasi IMT (kg m-2) Risiko Komorbiditas n %

Pre-obesitas ≤29.99 Meningkat 39 66.10

Obesitas kelas 1 30.00-34.99 Sedang 17 28.81

Obesitas kelas 2 35.00-39.99 Parah 3 5.08

Total 59 100.00

Gaya Hidup

Usia dewasa merupakan rentang waktu kronologis kehidupan yang panjang dan, seperti fase kehidupan lainnya, kondisi yang dialami pada usia dewasa merupakan hasil dari interaksi faktor fisiologis, perkembangan dan faktor sosial selama bertahun-tahun (Mahan dan Escott-Stump 2008). Bersama-sama dengan faktor genetik dan sosial, kondisi yang dialami oleh orang dewasa merupakan akumulasi dari faktor perilaku atau gaya hidup dan faktor lingkungan. Gaya hidup hadir sebagai hasil interaksi antara berbagai faktor budaya dan lingkungan hidup yang dapat mempengaruhi pola konsumsi seseorang (Madanijah 2004). Gaya hidup contoh yang diteliti dalam penelitian ini meliputi kebiasaan merokok, kebiasaan berolahraga, aktivitas fisik dan perilaku makan.

Kebiasaan Merokok

(20)

12

batang rokok perhari (47.06%). Menurut Martini dan Hendrati (2004), kelompok yang merokok dengan jumlah rokok 10-20 batang perhari menunjukkan perbedaan risiko hipertensi 3.02 kali lebih besar jika dibandingkan dengan kelompok yang merokok kurang dari 10 batang perhari. Kandungan zat kimia beracun seperti nikotin yang masuk ke dalam tubuh akan memberikan rangsangan pada pelepasan norepinefrin dan epinefrin yang mampu meningkatkan tekanan darah sistolik maupun diastolik. Nikotin dan karbon monoksida yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses aterosklerosis dan tekanan darah tinggi (Kaplan 2002). Jenis rokok yang paling banyak dikonsumsi oleh contoh yang merokok adalah rokok filter (82.35%). Sebaran contoh menurut kebiasaan merokok tertera pada Tabel 4.

Tabel 4 Sebaran contoh menurut kebiasaan merokok

Kebiasaan Merokok Jumlah (n) Persentase (%)

Status Merokok

Chiolero et al. (2008) menyatakan bahwa seorang perokok dapat mengalami penurunan nafsu makan yang merupakan efek dari nikotin dalam jangka pendek. Akan tetapi, perokok dapat memiliki nafsu makan yang lebih tinggi saat tidak merokok. Begitu pula terjadi pada mantan perokok (smoking cessation) yang berpotensi mengalami obesitas dikarenakan hilangnya efek ganda merokok, yakni meningkatkan pengeluaran energi dan menurunkan nafsu makan (Chiolero et al. 2008; McGovern dan Bernowitz 2011).

Kebiasaan Olahraga

(21)

13 baik saat sebelum bekerja maupun sepulang kerja. Selain itu, sejumlah contoh juga kerap mengikuti kegiatan senam aerobik yang dilaksanakan oleh perusahaan setiap dua kali seminggu. Suatu review dan studi meta analisis oleh Vissers et al. (2013) memperlihatkan bahwa latihan aerobik intensitas sedang atau berat tanpa disertai dengan diet hipokalorik memiliki potensi tinggi dalam menurunkan jaringan lemak viseral pada laki-laki dewasa.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa sebagian besar contoh melakukan olahraga dengan frekuensi 1-2 kali per minggu (66.67%), namun terdapat contoh yang melakukan olahraga hingga lebih dari 7 kali per minggu (5.56%). Durasi per tiap kali olahraga yang dilakukan contoh dikelompokkan menjadi 3 kategori, dengan mayoritas contoh melakukan sekali olahraga selama 30-60 menit (55.56%). Sebaran jenis, frekuensi dan durasi olahraga dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 5 Sebaran contoh menurut jenis, durasi dan frekuensi olahraga

Kebiasaan Olahraga Jumlah (n) Persentase (%)

Jenis Olahraga pernapasan (5.56%), dan renang (5.56%).

Aktivitas Fisik

(22)

14

mobil/motor, mengoperasikan alat berat, membersihkan kerak/coating semen pada alat penggiling, naik dan turun tangga, serta berjalan dengan atau tanpa beban.

Tabel 6 Sebaran contoh menurut tingkat aktivitas fisik hari kerja

Tingkat Aktivitas Fisik Jumlah (n) Persentase (%)

Ringan 38 64.41

Sedang 21 35.59

Berat 0 0.00

Total 59 100.00

FAO (2001) mengklasifikasikan gaya hidup berdasarkan tingkat kebutuhan energi menjadi gaya hidup aktivitas ringan atau sedenter (menetap), gaya hidup aktif atau cukup aktif, gaya hidup yang sangat aktif (vigorously active) dan aktivitas yang ekstrim (tingkat aktivitas terlalu rendah atau tinggi). Gaya hidup sedenter memperlihatkan aktivitas seseorang yang tidak memerlukan banyak upaya fisik, tidak perlu berjalan jauh, umumnya menggunakan kendaraan bermotor untuk transportasi, menghabiskan sebagian besar waktu luang untuk duduk atau berdiri dengan perpindahan posisi tubuh yang minim. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar contoh dalam penelitian memiliki gaya hidup yang sedenter atau kurang aktif.

Hasil analisis lanjut memperlihatkan bahwa terdapat kaitan antara tingkat aktivitas fisik dengan golongan karyawan. Contoh pada golongan 1 cenderung memiliki tingkat aktivitas fisik yang lebih ringan dibandingkan dengan contoh pada golongan dibawahnya. Hal ini memperlihatkan bahwa karyawan dengan posisi tinggi (golongan 1) cenderung memiliki aktivitas fisik yang ringan, dikarenakan mayoritas pekerjaan yang dilakukan tidak memerlukan banyak upaya fisik dan minimnya perpindahan posisi tubuh.

Perilaku Makan

Perilaku makan muncul sebagai faktor risiko obesitas yang terkait dengan gaya hidup (Lee et al. 2011). Perilaku makan contoh dianalisis menggunakan perilaku makan pada orang obesitas atau disebut Obesity-Related Eating Behavior (OREB) yang mengacu pada penelitian Mesas et al. (2012). Mesas et al. (2012) menyatakan bahwa perilaku makan pada orang obesitas cenderung mengambarkan pola yang hampir sama di berbagai wilayah. Sebanyak 12 perilaku makan yang dianalisis, terdapat sembilan perilaku makan tidak sehat dengan persentase kejadian melebihi 50% jumlah contoh, yakni tidak melakukan perencanaan makan, tidak melakukan pengaturan jumlah dan jenis makanan, mengkonsumsi makanan kalengan dan/atau makanan instan, mengkonsumsi cemilan, mengkonsumsi makanan cepat saji, tidak memilih makanan rendah kalori, makan sambil menonton TV, menunda waktu makan, dan makan dalam waktu cepat. Jika dilakukan pembobotan skor perilaku makan secara keseluruhan, rata-rata contoh memiliki skor perilaku makan tidak sehat sebesar 8 poin, dengan skor terendah 4 poin dan tertinggi 11 poin. Hal ini memperlihatkan buruknya perilaku makan contoh.

(23)

15 dewasa menemukan bahwa perilaku tidak membatasi konsumsi pangan berkorelasi kuat dengan peningkatan berat badan dan IMT tinggi, sedangkan perilaku diet (dietary restraint) untuk mengatur konsumsi pangan dapat mengurangi efek tersebut.

Tabel 7 Sebaran contoh menurut perilaku makan

Perilaku Makan* Ya Tidak

n % n %

Merencanakan seberapa banyak makanan yang akan dimakan saat itu

9 15.25 50 84.75

Mengatur jumlah dan jenis makanan yang disajikan pada piring makan

9 15.25 50 84.75

Melakukan sarapan pagi 55 93.22 4 6.78

Konsumsi makanan kalengan dan/atau makanan instan

53 89.83 6 10.17

Konsumsi kudapan/cemilan 58 98.31 1 1.69

Konsumsi produk makanan cepat saji 39 66.10 20 33.90

Memilih makanan rendah kalori 16 27.12 43 72.88

Membuang lemak yang terlihat/gajih pada makanan olahan daging

44 74.58 15 25.42

Membuang kulit ayam pada makanan olahan ayam 43 72.88 16 27.12 Makan siang dan/atau makan malam sambil menonton

TV

42 71.19 17 28.81

Menunda waktu makan 39 66.10 20 33.90

Makan dalam waktu cepat** 51 86.44 8 13.56

*Perilaku makan menurut Obesity-Related Eating Behavior (OREB) dalam Mesas et al. (2012). **Makan dalam waktu cepat jika akumulasi lama waktu makan dalam sehari (sarapan, makan siang dan malam) ≤35 menit dan lama jika >35 menit.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku sarapan pagi pada contoh penelitian cukup tinggi (93.22%). Hal ini dapat disebabkan tidak adanya kegiatan penyelenggaraan makan bagi karyawan, sehingga mayoritas karyawan melakukan sarapan pagi sebelum bekerja. Sarapan pagi bermanfaat untuk menyediakan energi bagi tubuh untuk melakukan aktivitas harian. Dengan sarapan, tubuh terhindar dari lemah, letih, lesu, dan kurang konsentrasi akibat kurangnya asupan gizi. Selain itu, sarapan dengan asupan gizi yang tepat dapat menghindarkan tubuh dari kegemukan akibat kemungkinan makan berlebih (overeating) di sepanjang hari (Timlin dan Pereira 2007).

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa lebih dari 50% contoh memiliki perilaku mengkonsumsi makanan kalengan dan/atau makanan instan (89.83%), cemilan (98.31%) dan makanan cepat saji (66.10%). Kebanyakan contoh mengaku mongkonsumsi cemilan dan makanan instan saat bekerja maupun saat bersantai di rumah. Mesas et al. (2012) mengemukakan bahwa berat badan dapat meningkat apabila seseorang memiliki perilaku mengkonsumsi makanan cepat saji dan cemilan. Meskipun demikian, contoh yang telah mengalami kegemukan belum menghindari perilaku makan tersebut.

(24)

16

yang rendah kalori. Berkebalikan dengan hal tersebut, sebanyak 74.58% contoh telah memiliki perilaku membuang gajih/lemak daging dan 72.88% contoh memiliki perilaku membuang kulit ayam.

Mayoritas contoh memiliki perilaku makan siang dan/atau makan malam sambil menonton televisi (71.19%). Perilaku makan sambil menonton televisi terbukti dapat menyebabkan peningkatan berat badan. Ini dikarenakan proses makan menjadi terganggu karena perhatian teralihkan saat menonton televisi, sehingga efektivitas sinyal rasa kenyang dalam tubuh berkurang dan menunda rasa kenyang (Blass et al. 2006). Lebih dari separuh jumlah contoh memiliki perilaku menunda makan (66.10%). Selain menimbulkan gangguan lambung, perilaku menunda makan dapat menyebabkan kegemukan. Perilaku menunda makan memiliki dampak yang sama seperti melewatkan sarapan pagi dimana dapat timbul efek makan berlebih (overeating) di sepanjang hari (Timlin dan Pereira 2007).

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian besar contoh memiliki perilaku makan dalam waktu cepat (86.44%). Makan dengan cepat diartikan sebagai waktu yang digunakan untuk sarapan, makan siang, dan makan malam tidak lebih dari 35 menit , dengan cut off sarapan lima menit serta makan siang dan makan malam masing-masing 15 menit (Mesas et al. 2012). Dalam hasil penelitiannya, Mesas et al. (2012) menyatakan bahwa makan dengan cepat dapat memicu konsumsi makanan dalam jumlah yang lebih banyak. Jika tidak diimbangi dengan pengeluaran energi, perilaku makan dengan cepat dapat menimbulkan kegemukan. Hasil penelitian Lee et al. (2011) menemukan bahwa remaja yang makan dengan cepat memiliki risiko tiga kali lebih besar untuk mengalami overweight. Laju makan yang abnormal (terlalu cepat) membuat seseorang makan lebih banyak sebelum perut merasa kenyang dan asupan energi meningkat (Otsuka et al. 2006).

Kejadian Sindrom Metabolik (MetS)

Sindrom metabolik dianggap sebagai faktor risiko kardiovaskular yang bersifat kompleks dengan tiap komponen faktor risiko memiliki potensi menginduksi kejadian patologik tersendiri (Dekker et al. 2005). Sindrom metabolik secara tipikal ditandai oleh obesitas sentral, dislipidemia aterogenik seperti hipertrigliseridemia dan penurunan kolesterol HDL, hipertensi dan disglisemia. Dalam penelitian ini, kriteria diagnosis sindrom metabolik didasarkan pada Alberti et al. (2009). Hasil penelitian menunjukkan prevalensi sindrom metabolik di antara contoh cukup tinggi, yakni mencapai 49.15%. Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan prevalensi sindrom metabolik pada laki-laki dewasa gemuk di Bogor sebesar 44% (Muherdiyantiningsih 2008).

Gambar 3 Sebaran kejadian sindrom metabolik

Tidak 51% Ya

(25)

17 Analisis lanjutan yang dilakukan terhadap contoh yang mengalami sindrom metabolik menunjukkan bahwa obesitas sentral merupakan komponen penanda sindrom metabolik yang dominan terjadi, yakni sebesar 96.55%, diikuti oleh hipertrigliseridemia (82.76%), kolesterol HDL rendah (71.41%), kadar GDP tinggi (62.07%), dan tekanan darah tinggi (55.17%). Dengan meningkatnya obesitas sentral, lemak viseral akan berkembang sehingga berperilaku seperti organ endokrin yang mampu mensekresikan adipokin pro inflamatorik (TNF-� dan IL-6) yang disertai dengan penurunan adipokin anti inflamatorik adiponektin. Hal ini memicu timbulnya stres oksidatif yang berpeluang menimbulkan kerusakan DNA, sel maupun jaringan dan berimplikasi pada perkembangan resistensi insulin maupun penyulit kardiovaskular (Effendi et al. 2013).

Tabel 8 Persentase komponen penanda sindrom metabolik pada contoh yang mengalami sindrom metabolik

Penanda Sindrom Metabolik Jumlah (n) Persentase (%)

Tekanan darah (sistol ≥130 dan/atau diastol ≥85 mmHg) 16 55.17

Lingkar perut (≥90 cm) 28 96.55

Gula Darah Puasa (≥100 mg/dL) 18 62.07

Kolesterol HDL (<40 mg/dL) 21 72.41

Trigliserida (≥150 g/dL) 24 82.76

Jika dianalisis pada keseluruhan contoh mengenai tiap komponen penanda sindrom metabolik, kejadian obesitas sentral tetap menduduki posisi paling tinggi (84.75%), diikuti oleh hipertrigliseridemia (49.15%), rendahnya kolesterol HDL (44.07%), tekanan darah tinggi (38.98%) serta kadar GDP tinggi (33.90%).

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan komponen penanda sindrom metabolik

Penanda Sindrom Metabolik Ya Tidak Total

n % n % n %

Tekanan darah (sistol ≥130 dan/atau diastol ≥85 mmHg)

23 38.98 36 61.02 59 100.0

Lingkar perut (≥90 cm) 50 84.75 9 15.25 59 100.0

Gula Darah Puasa (≥100 mg/dL) 20 33.90 39 66.10 59 100.0 Kolesterol HDL (<40 mg/dL) 26 44.07 33 55.93 59 100.0

Trigliserida (≥150 g/dL) 29 49.15 30 50.85 59 100.0

Korelasi Antar Variabel

Karakteristik Contoh dan Sindrom Metabolik

(26)

18

Tabel 10 Sebaran contoh menurut umur dan kejadian sindrom metabolik

Umur

Tabulasi silang antara riwayat kegemukan dalam keluarga dengan kejadian sindrom metabolik tertera pada Tabel 11. Hasil memperlihatkan bahwa sebanyak 51.85% contoh yang tidak memiliki riwayat kegemukan mengalami sindrom metabolik, sedangkan pada contoh yang memiliki riwayat kegemukan terdapat 46.86% contoh yang mengalami sindrom metabolik. Hasil uji korelasi Chi-Square diperoleh nilai p=0.91 maka disimpulkan tidak terdapat perbedaan proporsi kejadian sindrom metabolik antara contoh yang tidak memiliki maupun contoh yang memiliki riwayat kegemukan.

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa umur dan riwayat kegemukan tidak berkorelasi secara signifikan terhadap kelima komponen penanda sindrom metabolik. Namun, ditemukan kecenderungan positif antara riwayat kegemukan dengan ukuran lingkar perut, dimana contoh yang memiliki riwayat kegemukan dari kedua orangtua cenderung memiliki ukuran lingkar perut yang lebih besar (p>0.05).

Kebiasaan Merokok dan Sindrom Metabolik

Tabulasi silang antara status merokok dengan kejadian sindrom metabolik tertera pada Tabel 12. Hasil memperlihatkan bahwa terdapat 47.62% contoh yang tidak merokok mengalami sindrom metabolik, sedangkan pada contoh yang merokok, terdapat 52.94% contoh yang mengalami sindrom metabolik.

Tabel 12 Sebaran contoh menurut status merokok dan kejadian sindrom metabolik

(27)

19 Hasil uji korelasi Chi-Square diperoleh nilai p=0.93 maka disimpulkan tidak terdapat perbedaan proporsi kejadian sindrom metabolik antara contoh yang tidak merokok maupun contoh yang merokok. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa jumlah rokok yang dihisap berkorelasi negatif signifikan dengan tekanan darah diastol (p<0.05) namun berkorelasi positif dengan lingkar perut (p<0.05), dimana semakin banyak jumlah rokok yang dikonsumsi maka tekanan darah diastol cenderung lebih rendah dan ukuran lingkar perut cenderung lebih besar. Hal ini sejalan dengan hasil review oleh Chiolero et al. (2008), yang menyatakan bahwa kebiasaan merokok berhubungan dengan peningkatan akumulasi lemak pusat. Xu et al. (2007) melalui hasil penelitiannya, menyatakan bahwa kebiasaan merokok berhubungan berhubungan dengan peningkatan ukuran lingkar perut pada laki-laki.

Kebiasaan Olahraga dan Sindrom Metabolik

Tabulasi silang antara kebiasaan olahraga dengan kejadian sindrom metabolik tertera pada Tabel 13. Hasil memperlihatkan bahwa sebanyak 47.83% contoh yang tidak berolahraga mengalami sindrom metabolik, sedangkan pada contoh yang berolahraga terdapat 50.00% contoh yang mengalami sindrom metabolik. Hasil uji korelasi Chi-Square diperoleh nilai p=1.00 maka disimpulkan tidak terdapat perbedaan proporsi kejadian sindrom metabolik antara contoh yang tidak berolahraga maupun contoh yang berolahraga.

Tabel 13 Sebaran contoh menurut aktivitas olahraga dan kejadian sindrom

Olahraga adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur serta melibatkan gerakan tubuh yang berulang-ulang dengan tujuan meningkatkan kebugaran jasmani. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan terdapat kecenderungan yang negatif antara frekuensi berolahraga dalam seminggu dan durasi berolahraga terhadap ukuran lingkar perut meskipun tidak mencapai level signifikan (p>0.05). Olahraga berperan pada penurunan lemak tubuh khususnya lemak perut (Irwin et al. 2003). Olahraga dengan durasi 370 menit per minggu pada laki-laki juga terbukti menurunkan obesitas sentral (McTiernan et al. 2007).

Aktivitas Fisik dan Sindrom Metabolik

(28)

20

Tabel 14 Sebaran contoh menurut tingkat aktivitas fisik dan kejadian sindrom metabolik

Tingkat Aktivitas Fisik

Sindrom Metabolik

Total

P value

Tidak Ya

n % n % n %

Ringan 22 57.89 16 42.11 38 100.00 0.24

Sedang 8 38.10 13 61.90 21 100.00

Total 30 50.85 29 49.15 59 100.00

Tingkat aktivitas fisik contoh tidak berkorelasi secara signifikan terhadap kelima komponen penanda sindrom metabolik. Namun demikian, terdapat kecenderungan negatif antara tingkat aktivitas fisik dengan ukuran lingkar perut, dimana semakin ringan aktivitas fisik maka ukuran lingkar perut cenderung lebih besar. Hal ini sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa penurunan aktivitas fisik berhubungan dengan peningkatan lingkar perut (Zhang et al. 2007; Besson et al. 2009; Mustelin et al. 2009).

Perilaku Makan dan Sindrom Metabolik

Tabulasi silang 12 perilaku makan dengan kejadian sindrom metabolik tertera pada Tabel 15. Hasil uji korelasi Chi-Square seluruh variabel perilaku makan terhadap kejadian sindrom metabolik diperoleh nilai p>0.05. Maka disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan proporsi kejadian sindrom metabolik pada kedua kelompok contoh, baik yang menjawab ‘ya’ maupun ‘tidak’ pada seluruh perilaku makan. Mesas et al. (2012) menemukan bahwa perilaku makan terkait obesitas berhubungan dengan buruknya kualitas diet. Dalam penelitian ini, tidak ditemukan korelasi yang signifikan antara total skor perilaku makan contoh dengan kejadian sindrom metabolik (p>0.05). Namun demikian, ditemukan kecenderungan semakin buruk perilaku makan contoh, maka kadar kolesterol HDL semakin rendah (p<0.05).

(29)

21 Tabel 15 Sebaran contoh menurut perilaku makan dan kejadian sindrom metabolik

Perilaku Makan

Konsumsi kudapan/cemilan

(30)

22

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Gaya hidup contoh dapat dikatakan sebagai gaya hidup yang sedenter (menetap). Hal ini terlihat dari rendahnya tingkat aktivitas fisik contoh dan mayoritas pekerjaan contoh telah dibantu oleh alat bermotor/mesin maupun elektronik yang menyebabkan perpindahan posisi tubuh cukup minim. Kebiasaan merokok contoh tergolong rendah. Sebagian besar contoh memiliki kebiasaan olahraga dengan jenis olahraga yang paling sering dilakukan adalah jogging, jalan santai dan aerobik.

Terdapat 9 dari 12 perilaku makan tidak sehat yang terjadi dengan persentase melebihi 50% jumlah contoh, yakni tidak melakukan perencanaan makan (84.75%), tidak melakukan pengaturan jumlah dan jenis makanan (84.75%), mengkonsumsi makanan kalengan dan/atau makanan instan (89.83%), mengkonsumsi cemilan (98.31%), mengkonsumsi makanan cepat saji (66.10%), tidak memilih makanan rendah kalori (72.88%), makan sambil menonton TV (71.19%), menunda waktu makan (66.10%), dan makan dengan cepat (86.44%). Rata-rata contoh memiliki skor perilaku makan tidak sehat sebesar 8 poin, dengan skor terendah 4 poin dan tertinggi 11 poin. Hal ini memperlihatkan buruknya perilaku makan contoh.

Sebanyak 49.15% contoh mengalami sindrom metabolik dengan prevalensi penanda sindrom metabolik tertinggi adalah obesitas sentral, diikuti oleh hipertrigliseridemia, kadar kolesterol HDL rendah, kadar glukosa darah puasa tinggi dan hipertensi. Hasil uji korelasi Chi-Square menunjukkan tidak terdapat perbedaan proporsi kejadian sindrom metabolik dilihat dari umur, riwayat kegemukan, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, tingkat aktivitas fisik maupun perilaku makan.

Hasil uji korelasi Spearman memperlihatkan bahwa contoh yang memiliki riwayat kegemukan pada kedua orangtua cenderung memiliki ukuran lingkar perut lebih besar. Selain itu, contoh dengan frekuensi olahraga, durasi olahraga dan tingkat aktivitas fisik yang rendah cenderung memiliki ukuran lingkar perut yang lebih besar. Hasil uji turut memperlihatkan bahwa semakin banyak jumlah rokok yang dikonsumsi, maka tekanan darah diastol akan lebih rendah dan ukuran lingkar perut akan lebih besar. Perilaku makan yang tidak sehat berkorelasi dengan rendahnya kadar kolesterol HDL, sedangkan perilaku konsumsi cemilan berkorelasi dengan tingginya kadar glukosa darah puasa.

Saran

Penelitian ini masih terbatas hanya pada contoh dengan status gizi obesitas. Bagi penelitian selanjutnya, dianjurkan untuk meneliti contoh dengan status gizi kurang dan normal. Selain itu, bagi penelitian selanjutnya dapat ditambahakan variabel konsumsi pangan untuk menganalisis asupan zat gizi secara kuantitatif agar hasil penelitian lebih komprehensif.

(31)

23 metabolik. Bagi karyawan PT. Indocement Citeureup yang mengalami kegemukan, dianjurkan untuk mulai mengubah perilaku makan yang tidak sehat menjadi perilaku makan yang sehat. Salah satunya, dengan mulai merencanakan dan mengatur jumlah maupun jenis makanan yang akan dikonsumsi untuk mengatur konsumsi pangan sesuai kebutuhan. Selain itu, bagi karyawan yang kegemukan dapat mengurangi konsumsi karbohidrat, lemak, gula dan garam serta meningkatkan konsumsi buah dan sayur.

Orang dewasa membutuhkan kurang lebih 30 menit aktivitas sedang setiap hari dalam seminggu untuk mendapatkan tubuh yang sehat dan berat badan yang ideal. Mengingat sebagian besar karyawan memiliki tingkat aktivitas fisik yang ringan pada hari kerja, PT. Indocement Citeureup dapat menciptakan lingkungan kerja yang mampu meningkatkan aktivitas fisik karyawan. Selain menyediakan fitness room, upaya yang dapat dilakukan di antaranya menyediakan jalur pejalan kaki ataupun jogging track yang aman serta terlindung dari panas dan hujan. Selain itu, perlunya menyediakan fasilitas shower atau kamar mandi yang memadai sehingga memungkinkan karyawan untuk membersihkan diri/berganti pakaian setelah berolahraga. Dalam upaya meningkatkan kesadaran karyawan akan pentingnya gaya hidup aktif dan sehat, perlu diadakan program penyuluhan tentang gaya hidup dan perilaku makan yang sehat kepada karyawan sebagai bentuk pencegahan dan penanggulangan masalah karyawan obesitas, beserta dampak yang dapat ditimbulkan jika membudayakan gaya hidup yang tidak sehat.

DAFTAR PUSTAKA

Adiningrum RD. 2008. Karakteristik kegemukan pada anak sekolah dan remaja di Medan dan Jakara Selatan [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Adisapoetra. 2005. Hubungan Antara Aktivitas Fisik dengan Status Kegemukan pada Kohort Anak Tahun 2001 di Kota Bogor [tesis]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia.

Alberti KGMM, Eckel RH, Grundy SM, Zimmet PZ, Cleeman JI, Donato KA, Fruchart JC, James WPT, Loria CM, Smith SC. 2009. Harmonizing the metabolic syndrome: a joint interim statement of the International Diabetes Federation Task Force on Epidemiology and Prevention; National Heart, Lung, And Blood Institute; American Heart Association; World Heart Federation; International Atherosclerosis Society; and International Association for the Study Obesity. Circulation. 120:1640-1645.

Aziiza F. 2008. Analisis aktivitas fisik, konsumsi pangan dan status gizi dengan produktivitas kerja pekerja wanita di industri konveksi [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(32)

24

[BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1997. Kamus Istilah Kependudukan Keluarga Berencana Keluarga Sejahtera. Jakarta: BKKBN. Blass EM, Anderson DR, Kirkorian HL, Pempek TA, Price I, Koleini MF. 2006.

On the road to obesity: television viewing increases intake of high density of foods. Physiol Behav. 88:597-604.

Chiolero A, David F, Fred P, Jacques C. 2008. Consequences of smoking for body weight, body fat distribution, and insulin resistance. Am J Clin Nutr. 87:801-09.

Dekker JM, Girman C, Rhodes T, Nijpels G, Stehouwer C, Boutter LM, Heine RJ. 2005. Metabolic syndrome and 10-year cardiovascular disease risk in the Hoorn Study. Circulation. 112:666-673.

Effendi AT, Hardinsyah, Effendi YH, Dewi M, Nurdin NM. 2013. Nutrigenomik Resistensi Insulin Sindrom Metabolik Prediabetes. Bogor (ID): IPB Press. [FAO] Food And Nutrition Technical Report Series. 2001. Energi Requirements of

Adults. [Internet] 2001; [diunduh pada 18 Februari 2014]. http://www.fao.org./docrep/007/y56 86e/5686 e07.htm#bm07.3

Hays NP, Bathalon GP, McCory MA, Roubenoff R, Lipman R, Roberts SB. 2002. Eating behavior correlates of adult weight gain and obesity in healthy women aged 55-65y. Am J Clin Nutr. 75:476-83.

Hidayati, Irawan R, Hidayat B. 2006. Obesitas pada Anak [Internet]. 2010-2014 [diunduh pada 20 Februari 2014]. http://www.pediatrik.com

Harper, Deaton, Driskel. 1986. Pangan, Gizi, Pertanian. Suhardjo (penerjemah). Jakarta (ID): UI Press. Terjemahan dari: Food, Nutrition, and Agriculture. Hu FB. 2008. Metabolic concequences of obesity. Di dalam: Hu FB, editor. Obesity

Epidemiology. New York (US): Oxford University Press.

[IDF] International Diabetes Foundation. 2006. The IDF consensus worldwide definition of the metabolic syndrome. Belgium: IDF.

Irwin ML, Yasui Y, Ulrich C, Bowen D, Rudolph R, Schwartz RS, Yukawa M, Aiello E, Potter JD, McTiernan. 2003. Effect of excercise on total and intra abdominal body fat in postmeopausal women: a randomized controlled trial. JAMA. 289(3):323-30.

Kaplan NM. 2002. Clinical Hypertension 8th ed. Lippincott (US): Williams &Wilkins.

Karim F. 2002. Panduan Kesehatan Olahraga bagi Ptugas Kesehatan. Jakarta (ID): Kesehatan Komunitas.

[Kemenkes RI] Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Laporan Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

_____. 2010. Laporan Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

_____. 2013. Laporan Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

Lechleitner M. 2008. Obesity and metabolic syndrome in the elderly: a mini review. Gerontology. 54:253-259.

(33)

25 Lemeshow S, Lwanga SK. 1991. Sampel Size Determination in Health Studies: A Practical Manual. Geneva: WHO Library Cataloguing in Publication Data. Madanijah S. 2004. Pola konsumsi pangan. Di dalam Baliwati YF, Khomsan A,

Dwiriani CM, editor. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Mahan LK, Escott-Stump S. 2008. Krause’s Food and Nutrition Therapy 12th edition. Philadelphia: Saunders Elsevier.

Martini S, Hendrati LY. 2004. Perbedaan risiko kejadian hipertensi menurut pola merokok. Jurnal Penelitian Medika Eksakta. 5(2):169-181.

McGovern JA, Benowitz NL. 2011. Cigarette smoking, nicotine, and body weight. Clin Pharmacol Ther. 90(1):164-168.

McTiernan A, Sorensen B, Irwin ML, Morgan A, Yasui Y, Rudolph RE, Surawicz C, Lampe JW, Lampe PD, Ayub K, et al. 2007. Excercise effect on weight and body fat in men and women. Obesity. 15:1496-1512.

Mesas AE, Castillon PG, Munoz LM, Graciani A, Garcia EL, Fisac JLG, Banegas JR, Artalejo FR. 2012. Obesity-related eating behaviors are associated with low physical activity and poor diet quality in spain. J Nutr. 142:1321-1328.doi:10.3945/jn.112.158154.

Muherdiyantiningsih, Ernawati F, Effendi R, Herman S. 2008. Sindrom metabolik pada orang dewasa gemuk di wilayah Bogor. Penel Gizi Makan. 31(2):75-81. Mustelin L, Silventoinen K, Pietilainen K, Rissanen A, Kaprio J. 2009. Physical activity reduces the influence of genetic effects on BMI and waist circumference: a study in young adullt twins. Int J Obes. 33:29-36.

Otsuka R, Tamakoshi K, Yatsuya H, Murata C, Sekiya A, Wada K, Zhang HM, Matsushita K, Sugiura K, Takefuji S, et al. Eating fast leads to obesity: findings based on self administered questionnaires among middle-aged Japanese men and women. J Epidemiol. 16(3): 117-124.

Pradono J, Suparmi, Sihombing N. 2013. Prevalensi dan determinan hipertensi kelompok umur 15-60 tahun di kota Bogor, Prov. Jawa Barat. Jurnal Ekologi Kesehatan. 12(3):171-179.

Sari, DM. 2011. Gaya hidup, intake zat gizi dan morbiditas orang dewasa yang berstatus gizi obes dan normal [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Slamet Y. 1993. Analisis Kuantitatif untuk Data Sosial. Solo (ID): Dabara Publisher. Soetardjo. 2011. Gizi usia dewasa. Di dalam: Almatsier S; editor. Gizi Seimbang

dalam Daur Kehidupan. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama.

Soewondo P, Purnamasari D, Oemardi M, Waspadji S, Soegondo S. 2010. Prevalence of metabolic syndrome using NCEP/ATP III criteria in Jakarta, Indonesia: the Jakarta primary non communicable disease risk factors surveillance 2006. Acta Med Indones. 42(4):199-203.

Timlin MT, Pereira MA. 2007. Breakfast frequency and quality in the etiology of adult obesity and chronic diseases. Nutr Rev. 65:268-81.

Vissers D, Hens W, Taeymans J, Baeyens JP, Poortmans J, Gaal LV. 2013. The effect of exercise on visceral adipose tissue in overweight adults: a systematic review and meta-analysis. PloS ONE. 8(2): e56415. doi:10.1371/ journal.pone0056415.

(34)

26

Zhang X, Shu XO, Yang G, Li H, Cai H, Gao YT, Zheng W. 2007. Abdominal adiposity and mortality in Chinese women. Arch Intern Med.167:886-892. [WHO] World Health Organization. 2000. Obesity: Preventing and Managing the

Global Epidemic. Report of a WHO consultation. Geneva, Switzerland. [WHO] World Health Organization, Expert Consultation. 2004. Appropriate

body-mass index for Asian populations and its implications for policy and intervention strategies. Lancet. 363:157-63.

LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil uji korelasi Spearman beberapa variabel

Lingkar Perut

Gula Darah Puasa

Kolesterol

HDL Trigliserida Sistol Diastol

(35)

27 Lampiran 1 Hasil uji korelasi Spearman beberapa variabel (lanjutan)

Lingkar Perut

Gula Darah Puasa

Kolesterol

HDL Trigliserida Sistol Diastol Skor perilaku

r = koefisien korelasi; p = signifikansi; n = jumlah contoh **Korelasi signifikan pada p<0.01

*Korelasi signifikan pada p<0.05

(36)

28

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 5 Maret 1992 dari ayah Sugeng Widodo dan ibu Sumarsih. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara. Penulis mengawali pendidikan di TK Islam Al-Munawwar Bogor tahun 1997-1998, kemudian melanjutkan sekolah dasar di SD Negeri Ciriung 2 Cibinong tahun 1998-2004. Tahun 2004-2007, penulis menjalani pendidikan menengah pertama di SMP Bina Insani Bogor. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 2 Bogor tahun 2010 dan pada tahun yang sama penulis diterima menjadi mahasiswa Program Studi Ilmu Gizi di Departemen Gizi Masyarakat IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Gambar

Gambar 1  Kerangka pemikiran penelitian
Gambar 2  Alur penarikan contoh
Tabel 1  Perilaku makan pada orang obes setelah modifikasi beserta skor
Tabel 2  Deskripsi karakteristik contoh
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan judul ini yaitu Analisis yuridis penyelesaian perselisihan kontrak akibat keterlambatan pembayaran (studi terhadap perjanjian kerjasama jual beli tandan buah

dengan tarif jasa sewa kamar yang ditentukan oleh Hotel Pousada

Wahyuningrum (2008), Hubungan Kemampuan, Kepuasan, dan Disiplin Kerja dengan Kinerja Pegawai, Pascasarjana Universitas Diponegoro

Dengan pengembangan sistem ini maka diharapkan sistem dapat menyediakan informasi mengenai perbandingan pembelian dan penjualan, pasar tertinggi, penerbit terlaris dan jenis

Hasil penelitian tindakan kelas pada siklus II diperoleh kesepakatan bahwa teknik pembelajaran Brainstorming dapat meningkatkan penalaran dan kreativitas belajar

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

saintifik memberikan prestasi belajar yang sama. Sedangkan siswa dengan.. kecedasan spasial tinggi dan rendah memiliki prestasi belajar yang lebih baik. dibandingkan siswa

Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara didirikan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 94/KMK.01/1994 tanggal 29 Maret 1994 yang kemudian diubah namanya menjadi