• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH GAYA PENGASUHAN ORANG TUA TERHADAP INTEGRITAS MORAL PADA REMAJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH GAYA PENGASUHAN ORANG TUA TERHADAP INTEGRITAS MORAL PADA REMAJA"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH GAYA PENGASUHAN ORANG TUA TERHADAP

INTEGRITAS MORAL PADA REMAJA

SKRIPSI

Oleh: Nurlaili Wardati 201210230311308

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)

ii

PENGARUH GAYA PENGASUHAN ORANG TUA TERHADAP

INTEGRITAS MORAL PADA REMAJA

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Muhammadiyah Malang sebagai Salah Satu Persyaratan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Psikologi

Oleh: Nurlaili Wardati 201210230311308

FAKULTAS PSIKOLOGI

(3)
(4)
(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, rejeki, serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir kuliah yaitu skripsi

dengan judul “Perbedaan Integritas Moral pada Remaja ditinjau dari Gaya Pengasuhan Orang Tua” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Psikologi di Universitas

Muhammadiyah Malang.

Tak lupa solawat serta salam tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah SAW yang selalu menjadi suri tauldan dan membimbing umat manusia ke jalan yang benar yaitu agama islam.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan dukungan, bimbingan, petunjuk, serta bantuan yang bermanfaat dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dra. Tri Dayakisni, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang dan juga selaku dosen pembimbing I penulis. Terimakasih atas pengarahan, bimbingan, serta bantuan dari awal hingga akhir perjuangan penulis dalam menyelesaikan skripsi.

2. Ari Firmanto, S.Psi., M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk memberikan arahan serta bimbingan yang sangat berguna hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

3. Yuni Nurhamida, S.Psi, M.Si selaku ketua program studi Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang sekaligus dosen wali penulis yang telah memberikan pengarahan serta dukungan sejak awal hingga akhir perkuliahan ini.

4. Papa, mama, dan tiga kakak kandung saya yang sudah banyak berjasa di kehidupan penulis terutama dalam memberikan motivasi dan dorongan sehingga penulis dapat terus berjuang dalam menyelesaikan skripsi dengan baik.

(6)

vi

6. Keluarga BK UMM khususnya bapak Muhammad Shohib, S.Psi., M.Si. yang saya anggap menjadi keluarga kedua di kehidupan penulis dan telah banyak memberikan inspirasi, dorongan, serta dukungan kepada penulis untuk terus berjuang menyelesaikan skripsi dengan baik.

7. Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang, Universitas Brawijaya, dan Universitas Islam Negeri Malik Ibrahim Malang yang telah memberikan ijin dan bersedia menjadi subjek penelitian penulis.

8. Kawan-kawan seperjuangan di Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang khsususnya kelas F 2012 yang selalu menjadi dorongan semangat di kehidupan penulis khususnya dalam penyelesaian tugas akhir skripsi.

9. Serta semua pihak lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan doa dan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir skripsi.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir skripsi ini masih belum sempurna dan masih ada kekurangan. Oleh karena itu, penulis membuka lebar kritik dan saran demi perbaikan tugas akhir ini. Penulis berharap bahwa skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu psikologi dan tentunya bagi pembaca. Terimakasih

Malang, 2 Mei 2016 Penulis

(7)

vii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... viii

Daftar Lampiran ... ix

Pendahuluan ... 1

Landasan Teori ... 4

Metode Penelitian ... 11

Hasil Penelitian ... 13

Diskusi ... 15

Simpulan dan Implikasi ... 18

Daftar Pustaka ... 18

(8)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Gaya Pengasuhan ... 8

Tabel 2. Deskripsi Subjek Penelitian ... 13

Tabel 3. Deskripsi Variabel Integritas Moral ... 13

Tabel 4. Deskripsi Variabel Gaya Pengasuhan Orang Tua ... 14

Tabel 5. Uji Beda Empat Tipe Gaya Pengasuhan Orang Tua ... 14

Tabel 6. Skor Integritas Moral berdasarkan Karakteristik ... 14

Tabel 7. Uji Hipotesa ... 15

(9)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

(10)

1

PENGARUH GAYA PENGASUHAN ORANG TUA TERHADAP

INTEGRITAS MORAL PADA REMAJA AKHIR

Nurlaili Wardati

Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang

Nurlailiwardati@gmail.com

Integritas moral adalah keteguhan hati seseorang dalam mempertahankan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang dianut, sehingga mampu hidup terpadu sesuai dengan etika yang ada. Pada masa remaja akhir, moral merupakan suatu kebutuhan untuk menumbuhkan identitas dirinya menuju kepribadian yang matang dan menghindarkan diri dari konflik-konflik dan dilema moral yang selalu terjadi dalam masa transisi ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh gaya pengasuhan orang tua terhadap integritas moral pada remaja akhir. Sebanyak 200 subjek penelitian yang terdiri dari mahasiswa Universitas Brawijaya, Universitas Muhammadiyah Malang, dan Universitas Islam Negeri Malang Maulana Malik Ibrahim dengan rentang usia remaja akhir 18-21 tahun. Metode analisa data menggunakan regresi ordinal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh gaya pengasuhan orang tua dengan integritas moral pada remaja akhir (sig/p>0,05) serta terdapat perbedaan integritas moral yang ditinjau dari jenis kelamin (sig/p<0,05) bahwa laki-laki memiliki nilai integritas moral yang lebih tinggi dibanding dengan perempuan.

Kata Kunci: integritas moral, gaya pengasuhan orang tua, remaja akhir.

Moral integrity is a person's determination in defending the values and principles espoused, so as to live integrated in accordance with the existing ethics. In late adolescence, the moral is a need to foster his or her identity to the mature personality and avoid conflicts and the moral dilemmas that always happens in this transition. This study aimed to determine the effect of parenting style on moral integrity in late adolescents. A total of 200 research subjects consisted of students of Universitas Brawijaya, Muhammadiyah Malang University, and the Islamic State University of Malang Maulana Malik Ibrahim, aged late teens 18-21 years old. Data analysis method using ordinal regression. The results showed that there was no influence of parenting style with moral integrity in late adolescents (sig/p>0.05) and there are differences in moral integrity in terms of gender (sig/p<0.05) that men has moral integrity value more high than women.

Keywords: moral integrity, parenting style, late adolescence

(11)

2

Memang, pada masa ini memiliki dorongan minat dan keingintahuan tentang seks. Minat utama mereka tertuju pada permasalahan hubungan seks, hubungannya dan akibatnya (Hurlock, 1980).

Tidak hanya penyimpangan berupa seks bebas saja, penyimpangan moral berupa penyalahgunaan narkoba juga sudah meluas. Menurut Badan Narkotika Nasional atau BNN menetapkan bahwa sebesar 50 hingga 60 persen pengguna narkoba di Indonesia adalah pelajar dan mahasiswa. Diantaranya adalah 48 persen pecandu narkoba dan sisanya sekadar coba-coba dan pemakai. Sedangkan di Kota Malang, terdapat kasus yang menyatakan bahwa remaja yang berumur 19 tahun menjadi salah satu orang yang mengedar dan pengguna narkotika jenis ganja dan sabu-sabu (Kriminalitas di Sekitar Kita, 2012; Satrio, 2015).

Kasus bullying juga merupakan penyimpangan moral yang sering terjadi di Negara Indonesia. Hal ini didasarkan dari riset yang dilakukan LSM Plan International dan International Center for Research on Woman yang menyatakan bahwa terdapat 84 persen anak di Indonesia mengalami kekerasan di sekolah dan nilai tersebut lebih tinggi dari tren di kawasan Asia yaitu 70 persen (Qodar, 2015). Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga mencatat bahwa dari tahun 2011 hingga 2014 terdapat 369 pengaduan terkait kasus bullying, serta sekitar 25 persen dari total pengaduan di bidang pendidikan sebanyak 1.480 kasus (Setyawan, 2014).

Penyimpangan moral lainnya yang sering terjadi pada remaja adalah menyontek. Di Indonesia, menyontek sudah menjadi budaya dan sudah tidak tabu dilakukan (Hafiz, 2013). Terdapat kasus menyontek yang terekam yakni dilakukan siswa SMP dan SD saat sedang melakukan ujian nasional. Bahkan pada siswa SD telah mendapatkan kunci jawaban sebelum mereka melakukan ujian nasional (Handoko, 2014; Zainal, 2015).

Keempat penyimpangan moral tersebut merupakan bagian dari banyaknya penyimpangan moral pada remaja saat ini dan masih banyak lagi penyimpangan-penyimpangan moral lainnya. Sehingga, memang benar bahwa masa remaja adalah masa yang diwarnai konflik dan

perubahan suasana hati yang sering disebut dengan “badai dan stres” (strom and stress) (Santrock, 2012). Di sisi lain, dari adanya kasus-kasus tersebut menandakan bahwa remaja saat ini khususnya remaja akhir telah dilanda turunnya integritas moral atau degradasi moral.

Integritas merupakan skema dari pendekatan identitas seseorang dimana terfokus pada agen moral dalam diri seseorang tersebut. Ada tiga hal yang dapat mengidentifikasikan integritas. Pertama, integritas adalah sebuah bentuk loyalitas yaitu adanya keteguhan hati seseorang untuk memegang prinsip dan nilai moral. Kedua, integritas bukan perkataan semata, melainkan cerminan tindakan yang sejalan dengan prinsip dan nilai moral. Dan ketiga, integritas bukan sekadar bertindak sejalan dengan suatu prinsip atau nilai, namun juga prinsip atau nilai yang dibenarkan secara moral. Sedangkan, integritas moral adalah rasa keutuhan dan keseimbangan dalam diri individu dalam meyakini moral yang dianut, konsisten dalam perilaku, dan malu jika melanggar (William dalam Edgar & Pattison, 2011; Wisesa, 2011; Carter dalam Olson, 2002)

(12)

3

didasarkan pada tanggung jawab moral. Serta psychological well-being memiliki keterkaitan dengan konsistensi satu pengalaman dengan tanggung jawab moral tersebut. Selain itu, moral dapat mempengaruhi perasaan negatif seperti malu, menyalahkan, serta penyesalan. Perasaan negatif tersebut menghasilkan kohesivitas dan memicu timbulnya kecemasan. Sehingga, integritas moral tersebut sangat penting dimiliki oleh setiap individu khususnya remaja bagi keberlangsungan hidup. Keuntungan lainnya adalah integritas moral juga memiliki hubungan positif dengan spiritualitas seseorang. Sehingga, jika nilai spiritual seseorang tinggi, maka integritas moralnya juga tinggi. Perempuan lebih memiliki nilai spiritual yang tinggi dibanding dengan laki-laki (Olson, 2002; Aleazar, dkk., 2015).

Selain itu, penampilan karakter memungkinkan seseorang untuk mengatur pikiran dan tindakannya dalam mendukung pencapaian usahanya. Remaja yang mengikuti sekolah dan lebih menekankan karakter moral melalui program filosofi etika memiliki hubungan positif yang signifikan yang lebih tinggi dibanding dengan remaja yang tinggal di perkotaan tanpa mengikuti program tersebut. Adapun isi dari program filosofi etika tersebut yaitu mengajarkan murid supaya mengerti tentang isu-isu etika dan menciptakan komitmen yang baik untuk bertindak sesuai dengan cara beretika (Seider, Novick, & Gomez, 2013).

Dalam meningkatkan integritas moral khususnya pada remaja diperlukan dorongan, baik dari sisi internal maupun eksternal seseorang. Salah satu dorongan eksternal adalah gaya pengasuhan orang tua. Gaya pengasuhan orang tua memiliki pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan remaja, baik dari segi positif dan negatif. Karena bersama orang tualah seorang remaja banyak menghabiskan waktunya dan bersama orang tua pula mendapatkan pelajaran. Selain itu, gaya pengasuhan orang tua juga dapat menciptakan kebutuhan fisik dan psikologis bagi remaja, tetapi juga norma-norma yang berlaku di masyarakat agar remaja dapat hidup selaras dengan lingkungan. Gaya pengasuhan memiliki efek terhadap stabilitas perkembangan seseorang terlebih pada perkembangan emosi. Faktor seperti kekanakan, ketidakhati-hatian, neurotis, harga diri, keterbukaan, dan moral adalah dipengaruhi oleh gaya pengasuhan. (Nirmalasari, 2014; Gunarsa dalam Azizah, 2014; Belsky, dkk. dalam Hawskins, 2005).

Terdapat salah satu penelitian yang mendukung akan adanya hubungan gaya pengasuhan dengan perkembangan moral remaja, yaitu penelitian yang dilakukan pada mahasiswa di Universitas Central Virginia. Penelitian tersebut ditujukan untuk mengidentifikasi gaya pengasuhan yang merupakan salah satu dari cetakan untuk pengembangan penilaian moral pada remaja. Terdapat tiga macam gaya pengasuhan dalam penelitian ini dari teori Diana Baumrind diantaranya permissive, authoritarian, dan authoritative. Hasil yang didapat adalah bahwasanya terdapat hubungan positif antara gaya pengasuhan authoritative dan permissive

dengan perkembangan dari penilaian moral remaja. Sehingga, semakin tinggi tingkat gaya pengasuhan authoritative dan permissive, maka semakin tinggi pula perkembangan penilaian moral remaja. Namun, pada penelitian ini gaya pengasuhan permissive lebih kuat berpengaruh dibanding gaya pengasuhan authoritative (Hawkins, 2005).

(13)

4

dilema moral. Ibu yang menempatkan nilai tinggi pada kekuatan dan prestasi dengan pengasuhan yang disiplin akan hukuman pada remaja, memiliki skor yang rendah pada perilaku prososial pada remaja (Johnston, 2013). Dimana ekspresi prososial memiliki hubungan dengan emosi moral dan penilaian moral anak (Selfe, 2013).

Terdapat hubungan antara gaya pengasuhan orang tua, moral identitas remaja, dan formasi dari jarak psikologis remaja terhadap yang lain. Tiga gaya pengasuhan yaitu responsiveness,

autonomy-granting, dan demandingness memiliki hubungan positif dengan dimensi identitas moral yang selanjutnya berhubungan dengan kecenderungan remaja untuk membangun psikologis terhadap orang lain. Peran orang tua dapat mempengaruhi bagaimana remaja berhubungan dengan rekan-rekan mereka. Hal ini dapat mengembangkan identitas moral pada remaja khususnya jika orang tua menggunakan gaya pengasuhan authoritative (Hardy, dkk, 2010).

Oleh karena itu, pada penelitian ini difokuskan untuk mengetahui pengaruh gaya pengasuhan orang tua terhadap integritas moral pada remaja di Kota Malang. Berbeda dengan sebelumnya, dalam penelitian ini menggunakan empat macam gaya pengasuhan yang didasari oleh teori milik Berk. Diantaranya adalah pengasuhan authoritative, authoritarian, indulgent

(memanjakan), dan negectful (melalaikan).Hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat sebagai

preventive atau pencegahan bagi orang tua dalam membentuk remaja akhir yang terhindar dari penyimpangan moral. Serta, dapat sebagai pacuan dalam meningkatkan integritas moral pada remaja akhir melalui gaya pengasuhan yang sesuai dan tepat. Sedangkan, bagi remaja dapat lebih peka terhadap faktor lingkungan khususnya keluarga yang dapat mempengaruhi moral. Oleh karena itu, penelitian ini sangat penting untuk dilaksanakan.

Integritas Moral

Bernard Williams dalam penelitiannya mendefinisikan bahwa integritas berarti seseorang yang memandang bahwa etika itu diperlukan atau berguna. Beberapa peneliti dalam Stanford Encyclopedia of Philosophy juga menyatakan bahwa integritas mengarahkan pada ketulusan (wholeness), kelengkapan (intactness), dan kesucian (purity) diri seseorang. Sedangkan Furrow memiliki perspektif unik mengenai integritas yaitu sebuah komitmen dalam bentuk kerukunan dan kesucian diri. Seseorang yang memiliki integritas berarti mampu hidup secara terpadu (dikutip oleh Dunn, 2009).

Integritas dapat diidentifikasikan juga dengan kata hati, akuntabilitas moral, komitmen moral, dan konsistensi moral seseorang yang mana antara perilaku yang ditunjukkannya berasal dari nilai-nilai dan prinsip-prisip tertentu (Paine; Yukl & Van Fleet; Mayers, Darvis & Schoorman; Becker dalam Wisesa, 2011). Integritas merupakan suatu bentuk dari identitas moral, dimana hal tersebut relatif tetap dan stabil di setiap saat. Identitas moral tersebut berperan penting terhadap regulasi diri (self-regulation) yang terkait dalam sikap dan perilaku moral (Schlenker dalam Dunn, 2009).

(14)

5

Dari penjelasan mengenai integritas moral tersebut, dapat dirumuskan bahwa integritas moral merupakan sikap seseorang secara konsisten yang berdasarkan pada keseimbangan nilai-nilai, prinsip-prinsip dan identitas yang dianut, sehingga terwujudnya seseorang yang mampu hidup terpadu sesuai dengan etika yang ada.

Dimensi dalam Integritas Moral

Terdapat tiga dimensi dalam integritas moral diantaranya adalah: (1) mengutamakan pentingnya keberadaan prinsip sebagai bagian dari konsep dirinya; (2) menggambarkan diri sendiri berperilaku lebih konsisten dengan prinsip-prinsip mereka; (3) secara lebih kuat akan lebih memilih karakter yang berprinsip melampaui segalanya (Miller & Schlencker dalam Dunn, 2009)

Sedangkan, Carter(2008) menjelaskan bahwa integritas moral terdiri dari tiga dimensi, yaitu: 1. Pembedaan moral (moral discerment), yaitu kemampuan seseorang untuk membedakan

antara apa yang secara moral benar dan salah. Serta, mampu membedakan apakah hal tertentu baik dan buruk untuk dirinya dan orang lain.

2. Perilaku yang konsisten (consistent behavior), yaitu kemampuan seseorang untuk berperilaku secara konsisten apa yang ia percayai bahkan disaat yang sulit.

3. Justifikasi publik (public juctification), yaitu seseorang yang memiliki integritas moral akan secara terbuka akan berperilaku yang sesuai dengan kepercayaan, refleksi, dan evaluasi moral. Seseorang dengan integritas moral tersebut akan terbuka (tanpa merasa malu) dan jujur pada publik.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penalaran Moral

Terdapat empat faktor yang dapat mempengaruhi penalaran moral diantaranya adalah (Berk, 2012):

1. Praktik Pengasuhan

Pada pengasuhan ini melibatkan kematangan moral yang menggabungkan kehangatan, pertukaran gagasan, dan tuntutan tepat bagi kematangan. Remaja yang paling maju dalam pemahaman moral mempunyai orang tua yang terlibat dalam diskusi mengenai moral, mendorong perilaku prososial, dan menciptakan suasana mendukung dengan mendengarkan secacra sungguh-sungguh (Pratt, Skoe, & Arnold; Wyatt & Carlo dalam Berk, 2012).

2. Sekolah

Pendidikan tinggi memperkenalkan pada seseorang masalah sosial yang melampaui hubungan personal hingga kelompok politik dan budaya.

3. Interaksi teman sebaya

Interaksi ini memberikan pendapat yag berbeda yang dapat meningkatkan pemahaman moral seseorang.

4. Budaya

(15)

6 Perkembangan Moral pada Remaja Akhir

Masa remaja (adolescence) adalah periode transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa. Masa remaja ditandai dengan pubertas atau sebuah kumpulan biologis yang mengarah pada badan ukuran dewasa dan kematangan seksual. Pada masa remaja akhir meliputi usia 18 hingga 21 tahun dan merupakan masa dimana mencapai penampilan dewasa sepenuhnya dan mengantisipasi asumsi tentang peran orang dewasa (Berk, 2012).

Perkembangan moral melibatkan pemikiran, perilaku, dan perasaan dalam mempertimbangkan mengenai benar atau salah (Gibbs, Walker, & Pitts dalam Santrock, 2007). Pada masa remaja baik awal hingga akhir, memandang moral sebagai suatu kebutuhan tersendiri karena masa ini sedang dalam keadaan membutuhkan pedoman atau petunjuk dalam rangka mencari jalannya sendiri. Pedoman tersebut dibutuhkan juga untuk menumbuhkan identitas dirinya menuju kepribadian yang matang dan menghidarkan diri dari konflik-konflik yang selalu terjadi dalam masa transisi ini (Sarwono, 2010).

Terdapat tiga level pemikiran moral serta masing-masing level terdiri dari dua tahapan diantaranya adalah (Kohlberg dalam Santrock, 2011):

1. Tahap Prakonvensional, adalah level terendah dari penalaran moral serta baik dan buruk diinterpretasikan berdasarkan hadiah dan hukuman eksternal individu. Berikut dua tahapan dalam level ini:

Tahap 1: moralitas heteronomi.

Merupakan tahapan dimana pemikiran moral terkait dengan hukuman. Tahap 2: individualisme.

Merupakan tahapan dimana individu berpikir bahwa ia akan berusaha memuaskan kepentingannya sendiri serta berpikir bahwa apabila mereka baik terhadap orang lain maka orang lain akan bersikap seperti mereka.

2. Tahap Konvensional, adalah level menengah yang didalamnya individu menerapkan standar-standar tertentu namun standar-standar tersebut ditetapkan oleh pihak lain, misalnya orang tua atau pemerintah. Berikut dua tahapan dalam level ini:

Tahap 3: ekspektasi interpersonal timbal balik, relasi, dan konformitas interpersonal. Merupakan tahapan dimana individu menghargai kepercayaan, kepedulian, dan loyalitas terhadap orang lain sebagai dasar dari penilaian moral. Pada tahap ini, anak-anak dan remaja seringkali mengadopsi standar moral dari orang tua.

Tahap 4: moralitas sistem sosial.

Merupakan tahapan dimana penilaian moral didasarkan pada pemahaman mengenai keteraturan sosial, hukum, keadilan, dan tugas.

3. Tahap Pasca Konvensional, adalah level tertinggi dimana individu mengenali kembali alternatif pelajaran moral, mengeksplorasi pilihannya, dan kemudian menentukan aturan-aturan moral pada dirinya. Berikut dua tahapan dalam level ini:

Tahap 5: kontrak sosial atau kegunaan dan hak-hak individu.

Merupakan tahapan dimana individu bernalar bahwa berbagai nilai, hak, dan prinsip perlu melandasi atau melampaui hukum.

Tahap 6: prinsip etika universal.

(16)

7

Sebagian besar remaja bernalar pada tahap tiga, dengan beberapa indikasi pada tahap dua dan empat. Masa ini dapat beralih ke tingkat yang lebih tinggi apabila mereka dihadapkan oleh diskusi yang lebih tinggi pula. Perkembangan moral tersebut memiliki konsep penting yaitu internalisasi yang berarti perubahan perkembangan dari perilaku yang awalnya dikontrol secara eksternal menjadi perilaku yang dikontrol oleh standar dan prinsip internal (Santrock, 2007). Penilaian moral pada remaja semakin kognitif, sehingga remaja lebih berani menganalisis kode sosial dan kode pribadi daripada masa kanak-kanak dan berani mengambil keputusan dari masalah yang ia hadapi (Hurlock, 1980). Pada remaja akhir memiliki persamaan yang signifikan dalam penalaran moral masa dewasa awal ketika mereka diminta untuk bernalar mengenai dilema moral dalam kehidupan nyata dan diberi kode sesuai dengan tahap-tahap Kohlberg (Walker, dkk. dalam Santrock, 2007).

Pengertian Gaya Pengasuhan

Gaya pengasuhan merupakan gabungan perilaku pengasuhan yang terjadi dalam rentang luas situasi, sehingga menciptakan suasana pengasuhan yang berkepanjangan. Selain itu, gaya pengasuhan merupakan sikap orang tua dalam sosialisasi diri anak. Manifestasi dari sikap ini dapat tercermin dari beberapa segi diantaranya adalah cara orang tua menerapkan berbagai aturan, disiplin, pemberian ganjaran, dan hukuman, juga cara orang tua menampilkan kekuasaan dan perhatian terhadap keinginan anak. (Berk, 2012; Nirmalasari, 2014)

Teori Baumrind mengenai pengasuhan menjelaskan bahwa dimensi pemeliharaan dan pengendalian membesarkan anak menjadi konseptualisasi dari gaya pengasuhan yang ditekankan pada sistem kepercayaan orang tua (parent’s belief). Dalam hal ini kunci terpenting dari peran orang tua adalah mensosialisasikan anak untuk mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan yang diperlukan dari orang lain dan mempertahankan sikap integritas pribadi. Baumrind mendefinisikan pengasuhan dapat sebagai kontrol yang ketat, penggunaan hukuman fisik, konsistensi hukuman, dan lainnya (Bibi, 2013)

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya pengasuhan adalah suatu proses pemeliharaan hingga pengendalian yang dilakukan dari orang tua kepada anak, dengan sosialasasi yang berkepanjangan melalui berbagai macam aturan, seperti pemberian ganjaran dan hukuman hingga kekuasan, serta perhatian terhadap keinginan anak.

Gaya Pengasuhan Orang Tua

Terdapat empat gaya pengasuhan menurut Berk (2012), diantaranya adalah: 1. Pengasuhan Authoritative

Gaya pengasuhan yang melibatkan penerimaan dan keterlibatan tinggi, teknik pengendalian adaptif, dan pemberian otonomi sewajarnya.

2. Pengasuhan Authoritarian

Gaya pengasuhan yang melibatkan penerimaan dan keterlibatan yang rendah, pengendalian penuh paksa, dan pemberian sedikit otonomi.

3. Pengasuhan Indugent (Memanjakan)

Gaya pengasuhan yang sifatnya hangat dan menerima, tetapi tidak peduli. 4. Pengasuhan Neglectful (Melalaikan)

(17)

8

Diana Baumrind dalam Berk (2012) berhasil menemukan informasi mengenai pengasuhan anak dengan menyaksikan langsung orang tua berinteraksi dengan anak-anak prasekolah mereka. Baumrind merumuskan tiga ciri yang secara konsisten dalam membedakan gaya pengasuhan efektif dari yang tidak efektif, diantaranya: (1) penerimaan dan keterlibatan; (2) kendali; (3) pemberian otonomi. Sehingga, Berk menjabarkan keempat gaya pengasuhan menurut tiga ciri tersebut sebagai berikut:

Tabel 1. Gaya Pengasuhan

Authoritative Hangat, tanggap, penuh perhatian, sabar, dan peka dengan kebutuhan anak.

Memberikan tuntutan wajar, akan kematangan dan secara konsisten

mendorong dan anak agar mengutarakan pikiran, perasaan, dan keinginannya. Saat orang tua dan anak berbeda pendapat, melibatkan anak dalam pengambilan keputusan bersama bila memungkinkan.

Authoritarian Dingin, menolak, dan seringkali menjatuhkan anak.

Memaksakan banyak tuntutan dengan menggunakan kekerasan dan hukuman. Seringkali menggunakan kendali psikologis, menarik rasa cinta dan mengekang individulitas anak.

Mengambil keputusan untuk anak. Jarang sekali mau mendengar pendapat anak.

Indulgent

(Memanjakan)

Hangat tetapi terlalu longgar atau kurang keputusan sebelum anak sendiri siap.

Pengaruh Gaya Pengasuhan Orang Tua terhadap Integritas Moral pada Remaja Akhir

Integritas moral merupakan salah satu sikap seseorang khususnya remaja akhir yang konsisten berdasarkan nilai, prinsip, serta identitas yang dianut, sehingga terwujudnya kehidupan yang terpadu dengan etika yang ada. Sedangkan, gaya pengasuhan orang tua merupakan suatu proses pemeliharaan hingga pengendalian yang dilakukan oleh orang tua kepada anak. Gaya pengasuhan dibedakan menjadi empat macam diantaranya pengasuhan authoritative,

authoritarian, indulgent, dan neglectful (Berk 2012).

(18)

9

authoritarian, dan permissive (memanjakan). Hasil yang diperoleh adalah gaya pengasuhan orang tua yang menggunakan authoritative dan permissive memiliki hubungan positif dengan perkembangan moral remaja.

Berbeda dengan Hawkins, penelitian ini ditujukan untuk mengetahui pengaruh gaya pengasuhan orang tua terhadap integritas moral pada remaja. Pertama, gaya pengasuhan

authoritative yaitu menekankan bahwa remaja memiliki kedudukan yang sejajar dengan orang tua. Orang tua memberikan tuntutan yang wajar sesuai dengan kematangan dan konsistensi pada remaja, serta orang tua memberikan keterlibatan kepada remaja secara hangat dan penuh perhatian. Pada authrotiative ini, orang tua bisa memberikan pengetahuan mengenai penilaian moral kepada remaja dengan mengutarakan alasan-alasan moral melalui diskusi kecil. Remaja dibebaskan untuk menerima, menanggapi, maupun mengutarakan pikirannya secara bebas dan orang tua dapat menganggapi hal tersebut secara terbuka. Sehingga, seorang remaja dapat memiliki penalaran moral secara mendalam khususnya mengenai konsekuensi dari sebuah tindakan. Akibatnya, seorang remaja dapat mengendalikan diri dan berhati-hati dalam bertindak. Seiring dengan tindakan-tindakan tersebut, integritas moral remaja dapat meningkat. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Pratt, Skoe, & Arnold, 2004; Wyatt & Carlo, 2002 (dalam Berk, 2012) bahwa orang tua yang terlibat dalam diskusi tentang moral, mendorong perilaku prososial, dan menciptakan suasana yang mendukung dengan cara mendengarkan secara baik akan menimbulkan penalaran moral yang tinggi bagi remaja.

Kedua, gaya pengasuhan authoritarian menekankan bahwa remaja cenderung diberi keputusan dari orang tua. Orang tua memberikan keterlibatan kepada remaja secara dingin, menolak, menjatuhkan, serta jarang sekali mau mendengarkan pendapat remaja. Pada

authoritarian ini, orang tua bisa memberikan pengetahuan mengenai penilaian moral secara ketat tanpa memberikan kesempatan kepada remaja untuk bertanya (asertif). Remaja juga diberikan tuntutan moral serta punishment dari orang tua. Akibatnya, remaja kurang berekspresi dengan bebas dan cenderung memiliki penalaran moral yang kurang mendalam, sehingga dalam bertindak cenderung tidak sesuai dengan moral. Integritas moral remaja akan menurun. Sebagaimana hasil penelitian dari Walker dan Taylor (dalam Berk, 2012) bahwa ketika orang tua suka mengomel, memberikan ancaman, hingga berkata kasar, maka remaja tidak sama sekali menunjukkan perubahan penalaran moral yang baik.

Ketiga, gaya pengasuhan indulgent (memanjakan) menekankan bahwa anak diberikan pengambilan banyak keputusan sebelum anak sendiri siap. Orang tua memberikan keterlibatan kepada anak secara hangat, tetapi terlalu longgar dan kurang memberikan perhatian. Pada indulgent ini, orang tua dapat memberi pengetahuan mengenai penilaian moral kepada remaja, namun orang tua membebaskan remaja untuk menerima atau tidak. Dengan gaya pengasuhan orang tua seperti ini, mengakibatkan remaja cenderung memiliki sikap egosentrisme dan bertindak sesuai dengan kehendaknya sendiri tanpa melibatkan moral. Orang tua tetap membiarkan remaja dalam bertindak, walaupun dalam mengambil keputusannya yang kurang sesuai dengan moral, bahkan orang tua mau memenuhi kebutuhan atau keinginan remaja. Akibatnya, remaja kurang memiliki penalaran moral yang kurang mendalam dan integritas moral remaja dapat menurun atau rendah.

(19)

10

sudut pandang remaja. Pada neglectful ini, orang tua tidak memberikan pengetahuan mengenai penilaian moral kepada remaja. Remaja akan bebas bertindak baik sesuai dengan moral maupun tidak, serta orang tua membiarkan tindakan remaja tersebut. Hal ini berakibat pada integritas moral remaja yang rendah.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa terdapat pengaruh keempat gaya pengasuhan orang tua terhadap integritas moral pada remaja. Gaya pengasuhan authoritative

cenderung dapat mempengaruhi berkembangnya integritas moral remaja yang positif karena dengan gaya ini orang tua dapat memberikan nilai-nilai moral secara terbuka.

Kerangka Berpikir

Gaya Pengasuhan Orang Tua

Authoritative Authoritarian Neglectful

(20)

11 Hipotesis

Keempat gaya pengasuhan orang tua yaitu authoritative, authoritarian, indulgent, dan

neglectful berpengaruh terhadap integritas moral pada remaja akhir.

H1: Gaya Pengasuhan Authoritative memiliki pengaruh positif terhadap integritas moral pada remaja akhir.

H2: Gaya Pengasuhan Authoritarian memiliki pengaruh negatif terhadap integritas moral pada remaja akhir.

H3: Gaya Pengasuhan Indulgent memiliki pengaruh negatif terhadap integritas moral pada remaja akhir.

H4: Gaya Pengasuhan Neglectful memiliki pengaruh negatif terhadap integritas moral pada remaja akhir.

METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Penelitian termasuk penelitian prediktif yaitu suatu penelitian yang digunakan untuk meramalkan gejala yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang (Nuraida, 2008).

Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah remaja akhir dengan rentangan usia 18 hingga 21 tahun yang sedang menempuh studi S-1 di Kota Malang. Terdapat tiga universitas yang diambil untuk penelitian diantaranya adalah Universitas Brawijaya, Universitas Islam Negeri Malang Malik Ibrahim dan Universitas Muhammadiyah Malang. Teknik pengambilan sampel menggunakan sampling kuota atau teknik dalam penentuan sampel dari populasi dengan memiliki ciri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang diinginkan. Adapun jumlah sampel yang diambil adalah sebanyak 200 subjek. Roscoe menyatakan ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 hingga 500 dan jumlah anggota sampel minimal 50 dari 10 kali 5 jumlah variabel bebas dan terikat karena penelitian ini menggunakan uji pengaruh (dalam Sugiyono, 2011).

Variabel dan Instrumen Penelitian

(21)

12

Pada variabel bebas yaitu terletak pada gaya pengasuhan orang tua. Gaya pengasuhan adalah sikap dan perlakuan orang tua dalam kehidupan sehari-hari terhadap remaja sebagaimana yang dipersepsikan atau dirasakan oleh remaja. Gaya pengasuhan terdiri dari empat macam, yaitu gaya pengasuhan authoritative, authoritarian, indulgent, dan neglectful (Berk, 2012).

Terdapat dua skala dalam penelitian ini, diantaranya adalah: 1. Integritas Moral

Penelitian ini menggunakan integrity scale yang disusun oleh Miller dan Schlencker (dalam Dunn, 2009). Skala ini tersusun 18 item yang terdiri dari tiga dimensi, yaitu (1) mengutamakan pentingnya keberadaan prinsip sebagai bagian dari konsep dirinya; (2) menggambarkan diri sendiri berperilaku lebih konsisten dengan prinsip-prinsip mereka; (3) secara lebih kuat akan lebih memilih karakter yang berprinsip melapaui segalanya. Serta, skala ini telah digunakan dalam penelitian yang dilakukan Schlenker, Chambers, dan Le (2012) pada mahasiswa di Universitas Florida.

Metode pengumpulan data dalam penelitian menggunakan skala psikologi melalui instrumen jenis skala likert. Skala likert ini terdiri dari 2 macam pernyataan yaitu item

favorable (mendukung pada objek sikap) dan unfavorable (tidak mendukung objek sikap). Skala likert ini memiliki 4 poin pilihan diantaranya 1=Sangat Tidak Setuju (STS), 2=Tidak Setuju (TS), 3=Setuju (S), dan 4=Sangat Setuju (SS). Skala integritas ini memiliki nilai internal yang telah diuji oleh peneliti sebesar 0,756. Sedangkan nilai validitas yang telah diuji oleh peneliti sebelumnya yaitu sebesar 0,33 hingga 0,74.

2. Gaya pengasuhan Orang Tua

Penelitian ini menggunakan skala gaya pengasuhan orang tua yang berdasarkan tipe dari Berk diantaranya adalah authoritative, authoritarian, indulgent (memanjakan), dan

neglectful (melalaikan).

Subjek penelitian diminta untuk memilih salah satu dari empat pilihan pernyataan yang telah disedikan. Skala ini telah diuji sebelumnya oleh Nora Mega Silvi (dalam Azizah, 2014) sehingga terdapat indeks validitas dan reabilitas sebesar 0.203 – 0.924. Sedangkan nilai reliabilitas yang telah diuji peneliti adalah sebesar 0,786. Adapun skoring dari skala gaya pengasuhan ini adalah dengan menjumlahkan pilihan jawaban subjek dengan didasarkan pada item-item tiap gaya pengasuhan.

Prosedur dan Analisa Data

Dalam pelaksanaan penelitian mengenai pengaruh gaya pengasuhan orang tua terhadap integritas moral pada remaja memiliki tiga tahapan utama. Tahapan pertama adalah persiapan. Peneliti melakukan persiapan awal dengan berdiskusi permasalahan kepada dosen pembimbing satu dan dua. Berikutnya, peneliti melakukan studi pendahuluan, perumusan masalah, penentuan kajian teori dan hipotesis, menentukan variabel beserta sumber data, serta menentukan instrumen penelitian. Setelah itu, peneliti melakukan seminar proposal yang sebelumnya telah disetujui oleh dosen pembimbing satu dan dua sebagai acuan perijinan turun lapang.

(22)

13

seperti lembar skala dan alat tulis. Serta, tahapan ketiga adalah peneliti melakukan entry data dan analisis terkait hasil skala yang telah disebarkan menggunakan metode regresi. Peneliti menggunakan program bantu perhitungan berupa statistik SPSS for windows versi 21. Kemudian dari hasil penelitian tersebut dilakukan analisa dengan pendekatan teori-teori tertentu.

HASIL PENELITIAN

Terdapat 200 subjek penelitian yang terdiri dari tiga perguruan tinggi yang berbeda diantaranya adalah Universitas Brawijaya (UB), Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), dan Universitas Islam Negeri Malang Malik Ibrahim (UIN Malang). Subjek dari UB terdiri dari 57 perempuan dan 50 laki-laki, UMM terdiri dari 49 perempuan dan 13 laki-laki, serta dari UIN Malang terdiri dari 23 perempuan dan 8 laki-laki. Adapun rentang usia subjek penelitian secara keseluruhan adalah 18 hingga 21 tahun. Berikut frekuensi dan presentase subjek penelitian secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Deskripsi Subjek Penelitian

Kategori Frekuensi Persentase

Perguruan Tinggi

Universitas Brawijaya (UB)

Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)

Universitas Islam Negeri Malang Malik Ibrahim (UIN Malang)

107

Berikutnya adalah deskripsi variabel penelitian yaitu integritas moral. Variabel tersebut memiliki kategori sedang yang paling tinggi yaitu sebesar 56,5% dibanding dengan kategori tinggi dan rendah. Rincian deskripsi variabel integritas moral dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Deskripsi Variabel Integritas Moral

Mean SD Kategori Interval Tscore N Presentase (%)

(23)

14

authoritative dengan authoritarian, indulgent, dan neglectful. Serta, terdapat perbedaan nilai rata-rata antara authoritarian dengan indulgent. Hal ini dapat dikatakan memiliki perbedaan karena nilai signifikansi kurang dari taraf keputusan 0,05. Sedangkan pada authoritarian

dengan neglectful dan pada indulgent dengan neglectful memiliki nilai rata-rata yang sama karena nilai signifikansi lebih dari taraf keputusan 0,05. Dapat dilihat pada tabel 4 dan 5. Sehingga, dari kedua hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa dari 200 subjek penelitian cenderung memiliki komponen keempat tipe gaya pengasuhan orang tua yang berbeda-beda dan cenderung memiliki nilai gaya pengasuhan authoritative yang lebih dominan dibanding dengan tipe gaya pengasuhan lain.

Tabel 4. Deskripsi Variabel Gaya Pengasuhan Orang Tua

Tipe Gaya Pengasuhan Mean SD

Authoritative 14,86 3,493

Authoritarian 1,52 1,939

Indulgent 1,95 1,717

Neglectful 1,68 2,205

Tabel 5. Uji Beda Empat Tipe Gaya Pengasuhan Orang Tua

Tipe Gaya Pengasuhan Sig/p Keterangan

Authoritative dengan Authoritarian 0,000 Sig/p < 0,05

Authoritative dengan Indulgent 0,000 Sig/p < 0,05

Authoritative dengan Neglectful 0,000 Sig/p < 0,05

Authoritarian dengan Indulgent 0,028 Sig/p < 0,05

Authoritarian dengan Neglectful 0,406 Sig/p > 0,05

Indulgent dengan Neglectful 0,160 Sig/p > 0,05

Selanjutnya, pada tabel 6 jenis kelamin laki-laki dan perempuan memiliki skor mean

integritas moral yang berbeda sedikit, dimana pada jenis kelamin laki-laki memiliki nilai

mean integritas moral yang lebih tinggi sebesar 52,39 dibanding perempuan. Sedangkan pada perguruan tinggi, UIN Malang dengan jumlah 31 subjek memiliki nilai mean integritas moral yang lebih tinggi sebesar 53,06 dibanding dengan perguruan tinggi Universitas Brawijaya dan Universitas Muhammadiyah Malang.

Tabel 6. Skor Integritas Moral berdasarkan Karakteristik

(24)

15

Langkah selanjutnya adalah menguji hipotesis penelitian yaitu melihat pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel terikat dengan menggunakan metode regresi ordinal. Sebelumnya, data diuji kelayakan model terlebih dahulu dengan menggunakan fungsi link logit. Hasil dari uji kelayakan tersebut adalah sebesar 0,732 berarti lebih dari taraf keputusan 0,05 sehingga data penelitian sesuai dengan prediksi model regresi logistik ordinal dan model yang digunakan adalah model yang bagus.

Adapun berdasarkan hasil dari Pseudo R-square didapatkan nilai Nagelkerke sebesar 1,4 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa keempat tipe gaya pengasuhan yang termasuk dalam variabel bebas mampu menjelaskan integritas moral hanya sebesar 1,4 persen dan sebesar 98,6 persen lainnya dijelaskan oleh variabel bebas lainnya.

Tabel 7. Uji Hipotesa

Tipe Gaya Pengasuhan

Sig/p Keterangan Kesimpulan

Authoritative 0,563 Sig/p> 0,05 Tidak Signifikan

Authoritarian 0,390 Sig/p> 0,05 Tidak Signifikan

Indulgent 0,673 Sig/p> 0,05 Tidak Signifikan

Neglectful 0,544 Sig/p> 0,05 Tidak Signifikan

Dilihat dari tabel di atas menunjukkan bahwa keempat tipe gaya pengasuhan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap integritas moral.

Tabel 8. Analisa Tambahan

Variabel Sig/p Keterangan Kesimpulan

Jenis Kelamin 0,044 Sig < 0,05 Signifikan

Perguruan Tinggi 0,367 Sig > 0,05 Tidak Signifikan

Terdapat dua analisa tambahan berupa uji beda jenis kelamin dan perguruan tinggi pada integritas moral (tabel 8). Hasil analisa tersebut menyatakan bahwa terdapat perbedaan nilai integritas moral yang ditinjau dari jenis kelamin laki-laki dan perempuan dan tidak ada perbedaan nilai integritas moral yang ditinjau dari tiga perguruan tinggi yakni UB, UMM, dan UIN Malang.

DISKUSI

Hasil penelitian membuktikan bahwa keempat tipe gaya pengasuhan orang tua diantaranya

(25)

16

penelitian ditolak. Hal ini menandakan bahwa terdapat variabel lainnya yang dapat mempengaruhi integritas moral pada remaja akhir.

Penelitian lain yang mendukung juga menyatakan bahwa komunikasi interpersonal dalam keluarga tidak memiliki hubungan dengan pemahaman moral pada remaja. Dimana dalam keluarga ini, peran interaksi orang tua sangat penting untuk mengajak anak berdialog mengenai nilai-nilai moral. Sedangkan, pada komunikasi interpersonal dalam keluarga tersebut adalah hubungan timbal balik antara anggota keluarga untuk berbagi berbagai hal dan makna dalam keluarga (Rejeki, 2007).

Terdapat faktor lain yang menyebabkan gaya pengasuhan orang tua tersebut tidak dapat mempengaruhi integritas moral remaja menurut asumsi peneliti yaitu mereka hanya mendidik remaja sesuai dengan caranya masing-masing, namun kurang memberikan pemahaman moral yang lebih menekankan pada kognitif moral remaja. Hal ini dapat diketahui pada skala gaya pengasuhan orang tua yang didalamnya cenderung hanya menampilkan pertanyaan yang mengarah pada penggolangan tipe gaya pengasuhan saja bukan pada pemahaman moral yang diberikan oleh orang tua kepada remaja. Ini menjadi kekurangan dalam penelitian ini. Faktor ini didukung oleh penelitian lain yang menjelaskan bahwa moralitas pada kedua orang tua memiliki peran prediktor yang signifikan terhadap moralitas pada remaja. Penelitian yang menggunakan Moral Authority Scale tersebut menjelaskan bahwa prinsip (sosial dan hak) dan eksternal (keluarga dan pendidik) moralitas pada orang tua berpengaruh pada prinsip (sosial dan hak) dan eksternal (keluarga dan pendidik) moralitas remaja (White & Matawie, 2004). Selain itu, penelitian lain menjelaskan bahwa orang tua menganggap bahwa remaja mengetahui apa yang benar dan salah, sehingga mereka kurang memberikan penjelasan salah tidaknya perilaku dan jarang memberikan ganjaran bagi remaja yang berperilaku benar (Burggen; Kemper & Reichler dalam Hurlock, 1980).

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebesar 1,4 persen gaya pengasuhan orang tua berpengaruh pada integritas moral remaja akhir. Hal ini menunjukkan bahwa didikan orang tua dari sangat kecil hingga dewasa tidak hilang begitu saja pada perkembangan moral remaja akhir, namun masih ada walaupun kadarnya sedikit yakni 1,4 persen dan sebesar 89,6 persen terdapat faktor lain yang mempengaruhi integritas moral pada remaja akhir seperti kognitif, budaya, gender, hingga pendidikan.

(26)

17

mendukung bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara keterlibatan kawan dengan perilaku mencuri dan tidak ada hubungan yang signifikan antara kelekatan orang tua dengan perilaku mencuri pada remaja. Dimana remaja yang mengaku terlibat pada pencurian memiliki skor moral yang rendah dibanding remaja yang mengaku bahwa ia tidak terlibat dalam pencurian (Judy & Nelson, 2000).

Pada tahap masa remaja akhir menurut Erikson dapat tergolong ke dalam intimacy versus isolation. Di masa ini, mereka menghadapi tugas perkembangan yang berkaitan dengan pembentukan relasi akrab dengan orang lain. Jika mereka membentuk persahabatan yang sehat dan relasi positif, maka keakraban tercapai. Jika tidak, maka mereka akan merasa terkucilkan. Akibatnya, perilaku-perilaku yang mereka tampilkan cenderung akan disesuaikan dengan lingkungan sosialnya (Santrock, 2012). Selain itu, tinggi rendahnya status yang dimiliki seseorang dalam kelompok kawannya memiliki efek permanen terhadap kepribadian. Anak yang tidak populer pada kawan-kawannya cenderung memiliki self esteem yang rendah (Bennett & Derecensky; Parker, dkk. dalam Harris, 2009). Penelitian lain juga menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang lebih kuat antara kelompok kawan dengan perkembangan kepribadian remaja dibanding dengan orang tua (Bester, 2007). Hal ini menandakan bahwa perilaku serta kepribadian remaja dapat ditentukan dari lingkungan sosialnya terutama pada kawan. Perilaku tersebut memiliki hubungan positif terhadap penilaian moral seseorang, namun hubungan tersebut sangat lemah. Sedangkan pada kepribadian memiliki hubungan positif terhadap penalaran moral khususnya pada kepribadian openness atau keterbukaan (Day, 1997).

Selain faktor pertemanan dan peer group, terdapat faktor lain yang dapat mempengaruhi integritas moral pada remaja yaitu budaya dan media sosial. Seseorang yang berada di negara industri memiliki penalaran moral yang lebih tinggi dibanding di pedesaan. Hal ini didasarkan bahwa dalam masyarakat pedesaan menggunakan kerja sama moral yang didasarkan pada hubungan langsung antar orang (Gibbs, dkk dalam Berk, 2012). Sedangkan pada media sosial, terdapat hasil penelitian yang mengungkapkan bahwa media sosial berpengaruh pada penalaran moral (Horstink, 2011). Sosial media memberikan dukungan sosial untuk hal percintaan, pertemanan, status sosial, serta memberikan jalan kepada remaja untuk memiliki pengalaman berhubungan yang tinggi dan peluang untuk belajar dari orang lain (Ito, 2008). Remaja yang kurang dalam hal berhubungan keluarga akan lebih menggunakan media sosial sebesar 80 persen dibanding remaja yang memiliki hubungan yang kuat pada keluarga yakni sebesar 70 persen (Lenhart, dkk., 2010).

(27)

18

SIMPULAN DAN IMPLIKASI

Hasil penelitian membuktikan bahwa keempat tipe gaya pengasuhan orang tua diantaranya

authoritative, authoritarian, indulgent, dan neglectful adalah tidak memiliki pengaruh terhadap integritas moral pada remaja khususnya pada remaja akhir (sig/p > 0,05). Sehingga, hipotesa penelitian ini ditolak dan gaya pengasuhan tidak dapat digunakan sebagai media prediktor intergritas moral pada remaja akhir. Pencapaian penelitian ini belum selesai, bahwa terdapat temuan lain yaitu terdapat perbedaan nilai integritas moral yang ditinjau dari jenis kelamin (laki-laki dan perempuan) dan tidak ada perbedaan nilai interitas moral dari tiga perguruan tinggi (UB, UMM, dan UIN Malang). Dibanding perempuan, laki-laki memiliki nilai integritas moral yang lebih tinggi.

Implikasi dari hasil penelitian ini untuk kehidupan yang lebih luas adalah dalam mendidik remaja, orang tua tidak hanya memberikan gaya pengasuhan yang berbeda-beda, namun juga harus memberikan pemahaman moral baik secara prinsip, lisan, dan perilaku. Selain itu, mendidik remaja khususnya pada remaja akhir harus memperhatikan peran lingkungan sosial mereka. Bahwasanya, faktor lingkungan sosial seperti kawan atau peer group memiliki pengaruh pada integritas moral remaja. Saran untuk penelitian selanjutnya dapat meneliti pengaruh gaya pengasuhan orang tua pada integritas moral baik pada remaja awal dan tengah dengan rentangan usia 10-17 tahun dan menggunakan skala gaya pengasuhan yang difokuskan pada pemberian pemahaman moral pada anak. Sehingga, integritas moral pada remaja awal dan tengah dapat dibandingkan dengan integritas moral pada remaja akhir ini dan gaya pengasuhan dapat menggambarkan penalaran moral pada remaja. Tidak hanya itu, saran untuk penelitian selanjutnya adalah dapat meneliti lebih detail mengenai integritas moral yang ditinjau dari role model dari peran pertemanan atau peer group.

REFERENSI

Aleazar, K. J. M., Rosa K. N. M. D. L., Gonda, K. M. P., & Landicho, L. C. (2015). Spirituality and moral identity among government. Employess Asia Pacific Journal of Education, Arts and Sciences, Vol. 2 No. 3. Lyceum of the Philippines University, Philippines. Accessed on April 5, 2016 from http://apjeas.apjmr.com/wp- content/uploads/2015/07/APJEAS-2015-2.3-10-Spirituality-and-Moral-Identity-among-Government-Employees.pdf

Anonim. Kriminalitas remaja di sekitar kita. Al Waie. Accessed on April, 2012 from

http://hizbut-tahrir.or.id/2012/11/05/kriminalitas-remaja-di-sekitar-kita/

Azizah, R. (2014). Perbedaan keyakinan dalam pengambilan keputusan karir pada remaja ditinjau dari gaya pengasuhan orang tua. Skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.

Berk, L. E. (2012). Development trought the lifespan–dari prenatal sampai remaja (transisi menjelang dewasa) jilid 1. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

(28)

19

Bester, G. (2007). Personality development of the adolescent: peer group versus parents.

South African Journal of Education Vol 27 (2) 177-190.

Bibi, F., Chaudrhry A. G., Awan, E. A., & Tariq B. (2013). Contribution of parenting style in life domain of children. Jounal of Humanities and Social Science, 12. Accessed on

September 25, 2015 from

https://www.academia.edu/4814685/Contribution_of_Parenting_Style_in_life_domain _of_Children

BKKBN. (2014). Remaja pelaku seks bebas meningkat. Accessed on April 21, 2015 from

http://www.bkkbn.go.id/ViewBerita.aspx?BeritaID=1761

Carter, B.A. (2008). Faculty beliefs, level of understanding, and reported actions regarding academic integrity. Dissertation, The University of North Carolina at Greensboro. Accessed on September 25, 2015 from https://libres.uncg.edu/ir/uncg/f/umi-uncg-1554.pdf

Dawson, L. M. (1995). Women and men, morality and etnics. Bussiness Horizon.

Day, R. W. C. (1997). Relations between moral reasoning, personality traits, and justice-decisions on hypothetical and real-life moral dilemmas. Thesis. Department of Pscychology Simon Frases University.

Dunn, C. P. (2009). Integrity matters. International Journal of Leadership Studies, 5 iss. 2. United Stated of America. Accessed on September 25, 2015 from

http://www.regent.edu/acad/global/publications/ijls/new/vol5iss2/IJLS_vol5_iss2_dun n_integrity_matters.pdf

Edgar, A. & Pattison, S. (2011). Integrity and the moral complexity of professional practice.

Nursing Philosophy 12, pp. 99-106. Accessed on September 25, 2015 from

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21371247

Ellis, R. (2001). The link between friendship and moral development. Artikel. Accessed on

April, 15, 2016 from

http://www.colby.edu/education/courses/ed318/student_papers/ellis.html

Handoko, T. (2014). Siswa SD memilih menyontek jawaban ujian nasional. Accessed on May 20, 2016 from http://pemilu.tempo.co/read/news/2014/05/20/079578898/Siswa-SD-Memilih-Mencontek-Jawaban-Ujian-Nasional

Hardy, S. A., Bhattacharjee, A., Reed L.A., & Aquino, K. (2010). Moral identity and psychological distance: The case of adolescent parental socialization. Journal of

Adolescence. Accessed on November 23, 2015 from

http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0140197109000608

(29)

20

Hart, D. & Carlo, G. (2005). Moral development in adolescence. Journal of Research on Adolescence, 15 (3). Accessed on April 21, 2016 from

http://www.unipo.sk/public/media/18161/10-moral%20development%20in%20adolescence.pdf

Hawkins, S. M. (2005). The influence of parenting styles on the development of moral judgement in college level adolescents. Dissertation. Liberty University. Accessed on September 25, 2015 from http://works.bepress.com/scott_hawkins/1/

Horstink, T. (2011). The effect of social network on group moral reasoning in the Royal Netherlands Army. Masterthesis. Comunnication Studies, Universiteit Twente Accessed on April 21, 2016 from http://essay.utwente.nl/61302/1/Horstink_Tim_-s_0125792_scriptie.pdf

Hurlock, E. B. (1980). Psikologi perkembangan suatu perkembangan sepanjang rentang kehidupan edisi kelima. (Terj. Istiwidayanti & Soedjarwo). Jakarta: Erlangga.

Istibsyaroh. (2011). Gambaran kebutuhan remaja yang diasuh oleh ayah. Skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.

Ito, M., Horst H., Bittanti, M., Boyd, D, Herr-Stephenson, B., Lange, P. G., Pascoe, C. J., & Robinson, L. (2008). Living and learning with new media: summary of findings from the digital youth project. Accessed on April 21, 2016 from

http://www.macfound.org/atf/cf/%7BB0386CE3-8B29-4162-8098-E466FB856794%7D/DML_ETHNOG_WHITEPAPER.PDF

Judy, B. & Nelson, E. S. (2000). Relationship between parents, peers, morality, and theft in an adolescent sample. The High School Journal. University of North Carolina Press.

Accessed on April 5, 2016 from

http://www.jstor.org/stabel/pdf/40364446.pdf?seq=1#page_scan_tab_contents

Johnston, M.E. (2013). Parent materialistic values: effect on domain parenting and adolescent moral development. The Degree of Doctor of Philoshophy, Departement of Psychology University of Toronto. Accessed on September 25, 2015 from

https://tspace.library.utoronto.ca/bitstream/1807/43605/5/Johnston_Megan_E_201311 _PhD_thesis.pdf

Lenhart, A., Purcell, K., Smith A., & Zickuhr, K. (2010). Social media & mobile internet use among teens and young adult. Accessed on April 21, 2016 from

http://www.pewinternet.org/Reports/2010/Social-Media-and-Young-Adults.aspx

(30)

21

Nirmalasari, E. (2014). Gaya pengasuhan orang tua dalam membentuk kecerdasan emosional anak (kajian kitab tarbiyah al-aulad fi al-slam karya Abdullah Nashih Ulwan).

Skripsi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Accessed on September 25, 2015 from

http://digilib.uin-suka.ac.id/11242/1/BAB%20I,%20IV,%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf

Nuraida, (2008). Metode Penelitian. Jakarta: Aulia Publishing House

Olson, L. M. (2002) The relationship between moral integrity, phsychological well-being, and anxiety. Dissertation, Universitas of Wisconsin-Madison. Accessed on September 25, 2015 from http://www.charis.wlc.edu/publications/charis_spring02/olson.pdf

Oky. (2012) Free sex di Kota Malang menyamai Bandung dan Yogyakarta. Accessed on April 19, 2016 from http://prasetya.ub.ac.id/berita/Free-Sex-di-kota-Malang-Menyamai-Bandung-dan-Yogyakarta-9394-id.htm

PBS. (2011). Malang dalam angka Malang city in figures 2011. Accessed on October 30, 2015 from http://sjamsiarfiaub.lecture.ub.ac.id/files/2012/01/MDA_11.pdf

Qodar, N. (2015). Survei ICRW: 84% anak indonesia alami kekerasan di sekolah. Accessed on March 15, 2015 from http://news.liputan6.com/read/2191106/survei-icrw-84-anak-indonesia-alami-kekerasan-di-sekolah

Rejeki, S. A. (2007). Hubungan antara komunikasi interpersonal dalam keluarga dengan pemahaman moral pada remaja. Jurnal Psikologi. Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma.

Santrock, J. W. (2007). Remaja. Jakarta: Erlangga.

_____________(2012). Life-span development perkembangan masa-hidup jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Sarwono, S. W. (2010). Psikologi remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Satrio, F. A. (2015). Anak kos jadi pengedar dan pemakai narkoba. Accessed on September 16, 2015 from http://www.malangtimes.com/baca/4179/20150916/153428/anak-kos-jadi-pengedar-dan-pemakai-narkoba/

Schlenker, B. R., Chambers, J. R., & Le, B. M. (2012). Conservatives are happier than liberals, but why? Political ideology, personality, and life satisfaction. Journal of Research in Personality. Accessed on December 14, 2015 from

http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=2239819

Seider, S., Novick, S., & Gomez, J. (2013). The effect of prievileging moral or performance character development in urban adolescents. Boston University. Accessed on December 14, 2015 from http://jea.sagepub.com/content/33/6/786.abstract

Selfe, A. (2013). Children’s moral reasoning, moral emotions and prosocial behavior: the

(31)

22

Setyawan, D. (2014). KPAI: kasus bullying dan pendidikan karakter. Accessed on Oktober 16, 2015 from http://www.kpai.go.id/berita/kpai-kasus-bullying-dan-pendidikan-karakter/

Sugiyono. (2011). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan r&d. Bandung: Alfabeta.

Wahyuni, Z. I., Adrian, Y., & Nihayah, Z. (2015). The relationship between religious orientation, moral integrity, personality, organizational climate, and anti corruption intentions in indonesia. International Journal of Social Science and Humanity, Vol. 5, No. 10. Accessed on September 25, 2015 from http://www.ijssh.org/papers/570-C10013.pdf

White, F.A & Matawie, K. M. (2004). Parental morality and family processes as predictors of adolescent morality. Journal of Child and Famiy Studies, Vol. 13, No. 2.

Widyawati, S. (2015). Masya Allah, baru kenal tiga hari ABG ini sudah berani pesta seks. Accessed on May 11, 2015 from http://surabaya.tribunnews.com/2015/05/11/masya-allah-baru-kenal-tiga-hari-abg-ini-sudah-berani-pesta-seks

Wisesa. A. (2011). Integritas moral dalam konteks pengambilan keputusan etis. Jurnal Manajemen Teknologi Vol. 10, No. 1. Accessed on September 25, 2015 from

https://libres.uncg.edu/ir/uncg/f/umi-uncg-1554.pdf

(32)

23

LAMPIRAN 1

(33)

24

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

Jl. Raya Tlogomas No. 246 Telp. (0341) 464318 Psw. 134 Fax (0341) 460782 Malang 65144

Assalamualaikum Wr. Wb.

Sehubungan dengan penyelesaian tugas akhir, saya mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang akan melaksanakan penelitian berkaitan dengan perkembangan sosial remaja. Oleh karena itu, saya mengharapkan kesediaan Anda untuk memberikan informasi sebagai data dalam penelitian ini.

Anda diminta untuk memberikan jawaban dengan jujur dan sesuai dengan diri Anda. Sebagai peneliti, saya akan menjamin kerahasiaan identitas diri Anda. Atas partisipasi dan bantuaannya, saya ucapkan terimakasih.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Peneliti,

Nurlaili Wardati

ISI IDENTITAS DI BAWAH INI :

Nama/Inisial :

Usia :

Jenis Kelamin : L / P Perguruan Tinggi :

Jurusan :

(34)

25

LEMBAR SKALA 1

Instruksi

1. Di bawah ini terdapat pernyataan-pernyataan, bacalah tiap pernyataan dengan baik.

2. Kemudian jawablah pernyataan tersebut dengan memberikan lingkaran (√) pada salah satu pilihan jawaban yang sesuai dengan keadaan Anda dengan ketentuan berikut:

STS = Sangat Tidak Setuju TS = Tidak Setuju S = Setuju SS = Sangat Setuju Contoh:

No Pernyataan Jawaban

1 Saya……. STS TS S SS

Selamat Mengerjakan!

No Pernyataan Jawaban

1 Saya lebih memilih berkata jujur daripada berbohong. Walaupun dengan berbohong bisa mendapatkan keuntungan yang lebih banyak dibanding dengan berkata jujur.

STS TS S SS

2 Saya tidak peduli seberapa banyak saya bisa menghasilkan uang, karena bagi saya kehidupan akan terasa tidak memuaskan jika tidak adanya tanggung jawab dan karakter.

STS TS S SS

3 Saat ini, saya tidak peduli dengan prinsip hidup, yang penting saya harus praktis, bisa mengambil peluang, dan bisa melakukan apapun yang paling menguntungkan bagi saya.

STS TS S SS

4 Saya akan bertindak secara tegas dan menolak kompromi jika

saya berpegang teguh pada hal yang benar. STS TS S SS

5 Saya menganggap bahwa berkata jujur itu bukan masalah benar atau salah, tapi karena jika saya berbohong, maka orang lain akan memberi tanggapan negatif pada saya.

STS TS S SS

6 Saya menganggap bahwa berpegang teguh pada prinsip adalah ujian karakter yang sebenarnya, tidak peduli berapa harga yang harus saya bayar.

STS TS S SS

7 Bagi saya, idealisme atau prinsip hidup tidak perlu diperjuangkan sampai harus mempertaruhkan nyawa.

(35)

26

8 Bagi saya, prinsip hidup itu sangat penting. Sehingga, saya tidak akan mengorbankan prinsip hidup saya.

STS TS S SS

9 Jika saya mempercayai sesuatu yang benar, saya akan terus berpegang teguh pada kepercayaan saya tersebut, walaupun saya harus kehilangan teman atau kehilangan keuntungan.

STS TS S SS

10 Saya yakin bahwa mengorbankan prinsip hidup adalah salah. STS TS S SS 11 Saya yakin bahwa prinsip etika yang universal (misalnya:

berbohong adalah salah) itu ada dan harus diterapkan.

STS TS S SS

12 Saya berpikir bahwa terkadang berbohong itu dibutuhkan demi mendapatkan tujuan yang penting dan bermanfaat.

STS TS S SS

13 Saya berpikir bahwa keteguhan seseorang pada nilai moral lebih penting dibanding mendapatkan uang.

STS TS S SS

14 Saya akan lebih giat melaksanakan kewajiban saya ketika ada orang-orang tertentu sedang memperhatikan saya.

STS TS S SS

15 Saya berpikir bahwa berbohong dan melakukan kecurangan itu tidak masalah asal memiliki alasan yang tepat.

STS TS S SS

16 Saya yakin bahwa jika ada tindakan yang salah, maka hal itu tidak perlu dibela.

STS TS S SS

17 Saya tidak akan melanggar prinsip hidup saya. STS TS S SS

18 Saya tidak akan membela dan tidak membenarkan orang yang melakukan pelanggaran, walaupun orang tersebut berusaha keras untuk membujuk saya.

(36)

27

Sebaran Item Skala Integritas Moral

No Integritas Moral No. Item

Favorable

No. Item

Unfavorable

Total Bobot

1 Pentingnya keberadaan prinsip sebagai bagian dari konsep dirinya.

2, 17, 8, 4, 6, 3, 7 7

2 Menggambarkan diri

sendiri berperilaku lebih konsisten dengan prinsip-prinsip mereka (honesty).

1 5, 12, 15, 14 5

3 Lebih memilih karakter

yang berprinsip

(keteguhan moral) di atas segalanya

9, 10, 11, 13,

16,18 - 6

(37)

28 LAMPIRAN

A. SKALA INTEGRITAS MORAL (BAHASA INGGRIS)

No Pernyataan STS TS S SS and do what is most advantageous for you. (U)

4 Being inflexible and refusing to compromise are good if it means standing up for what is right.

5 The reason it is important to tell the truth is because of what others will do to you if you don't, not because of any issue of right and wrong. (U)

6 The true test of character is a willingness to stand by one's principles, no matter what price one has to pay. 7 There are no principles worth dying for. (U)

8 It is important to me to feel that I have not compromised my principles.

9 If one believes something is right, one must stand by it, even if it means losing friends or missing out on profitable opportunities.

10 Compromising one's principles is always wrong, regardless of the circumstances or the amount that can be personally gained.

11 Universal ethical principles exist and should be applied under all circumstances, with no exceptions.

12 Lying is sometimes necessary to accomplish important, worthwhile goals. (U)

13 Integrity is more important than financial gain.

14 It is important to fulfill one's obligations at all times, even when nobody will know if one doesn't.

15 If done for the right reasons, even lying or cheating are ok. (U)

16 Some actions are wrong no matter what the consequences or justification.

17 One's principles should not be compromised regardless of the possible gain.

(38)

29

LEMBAR SKALA 2

Instruksi

1. Di bawah ini terdapat pertanyaan dan beberapa pilihan jawaban. Bacalah dengan seksama.

2. Kemudian jawablah pertanyaan tersebut dengan memberikan tanda lingkaran (O) pada salah satu jawaban yang sesuai dengan keadaan Anda

Contoh:

1. Orang tua saya: a. Menegur b. Akan Memarahi c. Tidak memarahi d. Membiarkan

Selamat Mengerjakan!

1. Saat saya melakukan salah, orang tua saya: a. Menegur saya dan memberi nasehat

b. Akan memarahi saya dan akan diberi hukuman c. Tidak akan memarahi saya

d. Tidak memperdulikan saya

2. Bila saya sedang bersedih, orang tua saya akan:

a. Memarahi saya dan menganggap saya hanya berpura-pura b. Tidak peduli

c. Menyuruh mengatasi kesedihan saya sendiri dengan cara apapun

d. Menanyakan penyebab saya sedih dan berusaha membantu memberikan solusi masalah tersebut

3. Bila nilai saya jelek, orang tua saya akan: a. Tidak menghukum walaupun nilai saya jelek b. Menghukum dan memarahi saya

c. Menanyakan kesulitan mengapa nilai saya jelek dan bersama mencari solusi untuk memperbaikinya

d. Tidak peduli nilai saya jelek atahu tidak 4. Saat orang tua memberikan perintah, saya akan:

a. Sebenarnya orang tua tidak pernah meminta saya melakukan apapun b. Tidak menolak, jika menolak saya akan dihukum

c. Menolak sekehendak saya

(39)

30

5. Orang tua menyuruh saya menggosok gigi sebelum tidur, sikap saya adalah: a. Akan mematuhi karena menggosok gigi sangat penting

b. Akan menggosok gigi, jika tidak saya tidak boleh tidur

c. Tidak menggosok gigi karena walaupun saya tidak menggosok gigi tidak akan dimarahi oleh orang tua saya

d. Menggosok gigi atahu tidak menggosok gigi orang tua saya tidak peduli 6. Bila saya diundang teman saya ulang tahun, maka:

a. Orang tua saya tidak peduli saya akan datang atahu tidak b. Orang tua saya mengijinkan dan membebaskan saya

c. Saya tidak boleh datang ke ulang tahun, kalau saya datang saya akan dihukum oleh orang tua d. Saya boleh datang asal tidak mengganggu tugas yang lain

7. Bila saya terlambat pulang, orang tua saya akan: a. Memarahi dan menghukum saya

b. Cemas, bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan c. Diam saja

d. Tidak memarahi walaupun pulang terlambat 8. Bila saya juara, orang tua akan:

a. Merasa bangga dan selalu memberi semangat kepada saya

b. Mengharuskan saya untuk target prestasi yang lebih tinggi lagi, bila tidak saya tidak diberi uang jajan

c. Bangga, sehingga apapun yang saya minta akan dipenuhi d. Biasa saja

9. Saat saya bangun kesiangan, orang tua saya akan: a. Membolehkan dan tidak memarahi saya

b. Memarahi dan menasehati saya agar lain kali tidak bangun kesiangan c. Tidak peduli saya bangun kesiangan atahu kepagian

d. Memarahi saya habis-habisan dan dihukum 10. Dalam kegiatan non akademik yang saya pilih:

a. Orang tua tidak mau tahu tentang kegiatan yang saya lakukan

b. Orang tua saya akan mendukung selama kegiatan itu positif dan saya bertanggung jawab atas apa yang saya pilih

c. Orang tua selalu membolehkan kegiatan non akademik apa yang akan saya pilih

d. Orang tua saya tidak mendukung karena saya tidak memilih kegiatan non akademik yang mereka inginkan

11. Saat saya berpendapat:

Gambar

Tabel 8. Analisa Tambahan ........................................................................................................
Tabel 1. Gaya Pengasuhan
Tabel 3. Deskripsi Variabel Integritas Moral
Tabel 5. Uji Beda Empat Tipe Gaya Pengasuhan Orang Tua
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pada keluarga ibu bekerja, hubungan yang positif dan signifikan terjadi antara gaya pengasuhan otoritatif dengan konsep diri dimensi moral, serta gaya pengasuhan otoriter

Hubungan Pengasuhan Orang Tua dengan Risiko Tindak Kekerasan pada Remaja di Kelurahan Patrang Kecamatan Patrang Kabupaten Jember ; Rizal Pamungkas C Y,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh remaja masih memiliki prestasi akademik di bawah rata-rata, meskipun sebagian besar remaja menerima gaya pengasuhan

Berdasarkan uji statistik diketahui skor p (0.180) &gt; 0.05, yang dapat diartikan bahwa psikoedukasi tentang pengasuhan anak usia remaja tidak berpengaruh

Hasil penelitiao menunjukkan ada asosiasi gaya pengasuhan orang tua dengao status identitas diri remaja etnis Jawa dimensi okupasi dao dating.. Asosiasi lain tampak pada

Bila hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa variabel gaya pengasuhan otoritatif memiliki hubungan secara langsung dengan otonomi, dan kelekatan dengan orang

Bila hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa variabel gaya pengasuhan otoritatif memiliki hubungan secara langsung dengan otonomi, dan kelekatan dengan orang

Status sosial ekonomi orang tua mempunyai hubungan yang positif dengan gaya hidup hedonisme pada remaja di kelas XI MAN 1 Samarinda, hal ini berarti bahwa semakin baik atau positif