PENGARUH KENAIKAN UPAH MINIMUM PROPINSI (UMP)
DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP
PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB)
DI JAKARTA SELATAN
IRFAN
106082002623
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
PENGARUH KENAIKAN UPAH MINIMUM PROPINSI (UMP)
DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP
PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
DI JAKARTA SELATAN
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
IRFAN
106082002623
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
i
PENGARUH KENAIKAN UPAH MINIMUM PROPINSI DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN
BANGUNAN DI JAKARTA SELATAN
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
Irfan
NIM:106082002623
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Yahya Hamja, MM Fitri Damayanti, SE, M.Si
194906021978031001 198107312006042003
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ii
Pada hari Jumat Tanggal 10 November 2010 telah dilakukan Ujian Skripsi atas
nama Irfan NIM: 106082002623 dengan judul skripsi “PENGARUH KENAIKAN UPAH MINIMUM PROPINSI (UMP) DAN JUMLAH
PENDUDUK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN
BANGUNAN (PBB)”. Memperhatikan kemampuan keilmuan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 10 November 2010
Tim Penguji Ujian Skripsi
Dr. Yahya Hamzah MM Fitri Damayanti, SE,.M.Si
Pembimbing I Pembimbing II
Rini, SE,.Ak,.M.Si Reskino, SE.,Ak.,M.Si
iii
Hari ini jum’at tanggal 3 september2010 telah dilakukan ujian komprehensif atas
nama Irfan NIM: 106082002623 dengan judul skripsi ”PENGARUH KENAIKAN UPAH MINIMUM PROPINSI (UMP) DAN JUMLAH
PENDUDUK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN
BANGUNAN (PBB)”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Ekonomi Dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 3 september 2010
Tim penguji komprehesif
Rini, SE,.Ak,.M.Si Fitri damayanti SE.MSi
Penguji I Penguji II
iv
Daftar Riwayat Hidup
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama : Irfan
2. Tempat & Tanggal Lahir : Jakarta, 20 Februari 1987
3. Alamat : JL. PLK Ujung Rt 008 Rw.05, Duren Tiga,
Pancoran, Jakarta Selatan.
II. PENDIDIKAN
1. SD : MI Assudawiyah 1993-1999
2. SMP : SLTP Negeri 104 Jakarta 1999 - 2002
3. SMA : SMA Negeri 55 Jakarta 2002 - 2005
4. S1 : UIN Syarif Hidayatullah 2006 – 2010
III. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Rohmani (alm)
2. Tempat & Tanggal Lahir : Jakarta, 12 Juni 1951
3. Alamat : -
4. Ibu : Hodijah
5. Tempat & tanggal Lahir : Jakarta, 4 April 1955
6. Alamat : JL. PLK Ujung Rt 008 Rw.05, Duren Tiga,
Pancoran, Jakarta Selatan.
7. Anak ke dari : 6 dari 7 bersaudara
IV. PENGALAMAN KERJA
v
Abstract
The effect of increasing of province minimum wage and the number of population toward the revenue of the tax of land and building
By
Irfan
This research is aim to analysis the increasing of effect to province minimum wage and the number of population toward the revenue of the tax of land and building. Through this research, it can be seen the effect of increasing the province minimum wage toward the revenue of PBB as well, the increasing of number of population, and effect of increasing of UMP, and the number of population toward revenue of PBB . This research used 10 samples that taken randomly by every district begun by one village.
The result of the research showed the increasing of UMP had effect significantly toward revenue of PBB. While, number of population did not have effect significantly toward revenue of PBB
vi
Abstraksi
Pengaruh Kenaikan Upah Minimum Propinsi (UMP) dan Jumlah Penduduk Terhadap Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan PBB
Oleh
Irfan
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kenaikan Upah Minimum Propinsi (UMP) dan jumlah penduduk terhadap penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dengan penelitian ini juga dapat dilihat pengaruh kenaikan UMP terhadap penerimaan PBB, kenaikan jumlah penduduk terhadap penerimaan PBB, serta pengaruh kenaikan UMP dan jumlah penduduk terhadap penerimaan PBB. Penelitian ini mempergunakan sepuluh sampel, sampel tersebut diambil secara acak dengan tiap kecamatan diwakili oleh satu kelurahan.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan kenaikan UMP mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan PBB, sedangkan jumlah penduduk tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan PBB.
vii
KATA PENGANTAR
Segala puja dan puji syukur bagi Allah SWT atas karunia dan nikmat-Nyalah
telah sempurna segala kebaikan. Berkat rahmat-Nya pula penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Pengaruh Kenaikan Upah
Minimum Propinsi (UMP) dan Jumlah Penduduk Terhadap Penerimaan Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB)”. Shalawat dan salam teruntuk Rasul-Nya Nabi
Muhammad SAW yang diutus sebagai rahmat bagi seluruh alam. Semoga kita
semua dapat petunjuk dari ajarannya selalu amin.
Adapun tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi
syarat-syarat untuk meraih gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Ilmu
Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari
bahwa segala kerja keras demi terselesainya skripsi ini tidak terlepas dari
dukungan, dorongan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis
ucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Kedua orang tuaku tercinta Bpk Rohmani (alm) yang telah pergi
mendahuluiku dan Ibu Hodijah, terimakasih atas segala kasih sayang dan
do’a kalian sepanjang waktu.
2. Kakak-kakak dan Kakak Iparku yang selalu memberikan support
kepadaku.
3. Adikku.
4. keponkan - keponakanku tercinta yang selalu menghiburku.
5. Prof. Dr. Abdul Hamid dan Prof. Dr. Ahmad Rodoni, selaku Dekan dan
Wakil Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Dr. Yahya Hamja, MM, selaku dosen pembimbing I yang telah banyak
meluangkan waktunya untuk mengarahkan dan memotivasi penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
7. Ibu Fitri Damayanti SE, M.Si, selaku dosen pembimbing II yang telah
banyak memberikan perhatian, arahan dan waktunya sehingga penulis
viii
8. Pak Afif Sulfa, SE, Ak, M.Si dan Ibu Yessi, SE, Ak, M.Si, selaku Ketua
dan Sekretaris jurusan Akuntasi.
9. Sahabat-sahabatku Fachri, Dayat, Jamal, Heri, Hasim, Haidar, Humairoh,
dan Intan Rahmawati makasih atas kasih sayang, support dan persahabatan yang telah kalian berikan.
10.Kawan-kawan Akuntansi C angkatan 2006.
11.Suntux Crew, teman-teman Pajak A. Thanks atas kebersamaannya.
12.Seluruh teman-teman akuntansi angkatan 2006.
13.Guru ngajiku yang selalu memberikan support dan doa, Muhammad Ali.
14.Dan seluruh keluarga dan saudaraku.
Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik yang membangun untuk mencapai yang
lebih baik.
ix
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan Pembimbing Skripsi... i
Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif... ii
Surat Pernyataan... iii
Daftar Riwayat Hidup... iv
Abstract... v
Abstraksi... vi
Kata Pengantar... vii
Data Daftar Isi... ix
Daftar Tabel... xiii
Daftar Gambar... xiv
Daftar Lampiran... xv
BAB. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian... 1
B. Perumusan Masalalah... 4
C. Tujuan Penelitian…...………... 5
D. Manfaat Penelitian... 5
BAB. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajak... 7
2. Fungsi Pajak... 9
x
nya... 10
4. Cara Memungut Pajak... 11
5. Wajib Pajak... 13
6. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)... 14
7. Hak dan kewajiban Wajib Pajak... 14
B. Upah Minimum Propinsi 1. Pengertian... 19
2. Penetapan UMP………. 19
C. Jumlah Penduduk 1. Pengertian……….. 20
2. Sensus Penduduk……… 21
D. PBB 1. Pengertian PBB………. 21
2. Objek PBB……… 22
3. Subjek Pajak……….. 25
4. Tahun Pajak, Saat, dan Tempat yang Menentukan Pajak... 25
5. Pendaftaran dan Pendataan Objek PBB……… 26
6. Tata Cara Pembayaran PBB……….. 28
7. Sanksi Administrasi………... 29
8. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)………... 30
xi
10.Perhitungan PBB………. 32
11.Penelitian Sebelumnya……… 33
12.Model Penelitian………. 34
13.Hipotesis Penelitian... 35
BAB III: METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian... 36
B. Metode Pemilihan Sampel... 36
C. Metode Pengumpulan Data... 37
D. Metode Analisis Data... 37
1. Statistik Deskriptif... 38
2. Uji Asumsi Klasik... 38
3. Uji Hipotesis... 40
E. Definisi Operasional Variabel Dan Pengukurannya... 42
BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Sejarah Singkat Jakarta Selatan... 43
2. Letak Geografis Jakarta Selatan………. 43
3. Visi dan Misi……….. 44
4. Wilayah Jakarta Selatan………. 45
B. Deskripsi Variabel Penelitian... 51
C. Hasil Uji Asumsi Klasik... 52
1. Hasil Uji Normalitas Data... 52
xii
3. Autokorelasi... 54
D. Hasil Uji Hipotesis 1. Hasi Uji Koefisien Determinasi... 55
2. Uji t... 56
3. Uji F... 57
E. Pembahasan 1. Pengaruh kenaikan Upah Minimum Propinsi Terhadap Pene- rimaan PBB... 58
2. Pengaruh Kenaikan Jumlah Penduduk Terhadap Penerimaan PBB... 59
3. Pengaruh Kenaikan Upah Minium Propinsi (UMP) dan Jumlah Penduduk Terhadap Penerimaan PBB... 59
BAB V: KESIMPULAN A. Kesimpulan... 61
B. Implikasi……….. 61
C. Keterbatasan Penelitian... 62
D. Saran... 63
DAFTAR PUSTAKA... 64
xiii
Daftar Tabel
No. Keterangan Halaman
1.1 Penerimaan Pajak... 1
2.1 Jumlah Penduduk Jakarta... 4
2.1 Batas waktu pembayaran dan pelaporan SPT untuk orang pribadi……… 18
2.2 Batas waktu pembayaran dan pelaporan SPT untuk Badan…….. 18
2.3 Penelitian Sebelumnya……….. 33
3.1 Operasionalisasi Variabel... 42
4.1 Sampel Penelitian……….. 50
4.2 UMP……….. 49
4.3 Jumlah Penduduk……….. 49
4.4 Penerimaan PBB………... 50
4.5 Deskripsi variabel... 51
4.6 Hasil Uji Autokorelasi... 54
4.7 Hasil Uji Koefisien Determinasi... 55
4.8 Uji t statisik... 56
xiv
DAFTAR GAMBAR
No Keterangan Halaman
2.1 Model Penelitian... 34
4.1 Garafik Histogram……… 52
4.2 Probability plot………... 53
xv
Daftar Lampiran
Lampiran Keterangan Halaman
1 Daftar Sampel……….. 67
2 Penerimaan PBB……….. 68
3 Jumlah Penduduk………... 69
4 UMP………. 70
5 Deskriptif Statistik……… 71
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan nasional di Indonesia merupakan hal yang harus terus
menerus dikembangkan sebagai usaha untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat, sebagai bangsa yang mandiri pemerintah berusaha untuk mencari
sumber dana dalam membiayai pembangunan, baik dari migas maupun
nonmigas. Sumber dana yang dapat diandalkan adalah sumber dana dari
nonmigas sebab sumber dana dari migas semakin lama akan semakin
berkurang karena cadangan migas semakin lama akan semakin berkurang
bahkan habis, salah satu sumber dana nonmigas berasal dari berbagai pajak.
Dalam kurun waktu empat tahun sejak tahun 2005 hingga tahun 2008,
pendapatan negara yang berasal dari pajak terus meningkat secara signifikan.
Adapun penerimaan dari pajak adalah sebagai berikut:
Tabel. 1.1 Penerimaan Pajak
Tahun Pendapatan Negara yang Berasal Dari Pajak
2005 Rp 347 triliun
2006 Rp 409,2 triliun
2007 Rp 491 triliun
2008 Rp 609,2 triliun
2
Dari table 1.1 dapat dilihat bahwa pada tahun 2005 pendapatan negara
yang berasal dari pajak sebasar Rp 347 triliun, pada tahun 2006 sebesar 409,2
triliun, pada tahun 2007 sebesar 49 triliun, dan pada tahun 2008 sebesar 609,2
triliun. Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa penerimaan negara yang
berasal dari pajak setiap tahunnya mengalami peningkatan.
Pajak merupakan suatu kewajiban kenegaraan berupa pengabdian serta
peran aktif warga negara dan anggota masyarakat lainya untuk membiayai
berbagai keperluan negara berupa pembangunan nasional yang pelaksanaanya
diatur dalam undang-undang dan peraturan-peraturan untuk tujuan
kesejahteraan bangsa (Judisseno, 1997:7).
Salah satu jenis pajak yang dapat diandalkan adalah Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB). Pajak Bumi dan Banguan (PBB) adalah pajak yang
dikenakan atas harta tak bergerak, dalam hal ini harta tak bergerak sebagai
objeknya, sehingga yang terpenting dalam PBB adalah objeknya bukan status
orang atau badan yang dijadikan subjek (Sumitro dan Muttaqin, 2001:5).
Pengertian tersebut menegaskan bahwa status orang / penduduk bukanlah hal
terpenting dalam PBB, karena apapun status seseorang / penduduk ia harus
tetap membayar PBB jika ia memiliki bumi / tanah dan atau bangunan.
PBB yang diatur dalam Undang-Undang no.12 tahun 1994 yang mulai
berlaku 1 Januari 1995 merupakan peraturan perundang-undangan yang
menggantikan Undang-Undang no.12 tahun 1985 yang mulai berlaku 1
Januari 1986. Dengan sistem perpajakan yang baru ini masyarakat diharapkan
3
menjalankan kewajiban perpajakannya, sekaligus berinisiatif dan mempunyai
kesadaran sendiri untuk membayar pajak tanpa paksaan dari pihak lain.
Partisipasi masyarakat dalam membayar pajak merupakan hal yang
sangat diperlukan, menurut penelitian yang pernah dilakukan oleh I Nyoman
Normal(2003) disimpulkan bahwa pendapatan perkapita berpengaruh positif
dan signifikan terhadap penerimaan PBB, jadi faktor-faktor pendukung yang
dapat mempengaruhi pembayaran pajak salah satunya adalah pendapatan /
upah wajib pajak.
Besar kecilnya Pajak Bumi dan Bangunan dipengaruhi oleh Nilai Jual
Objek Pajak (NJOP) itu sendiri, dalam hal ini tanah dan bangunan. Sesuai
dengan hukum permintaan yang berbanding lurus, maka besar kecilnya NJOP
dipengaruhi oleh permintaan, dan permintaan akan tanah dipengaruhi oleh
jumlah penduduk, semakin banyak jumlah penduduk maka semakin banyak
permintaan akan tanah, karena luas tanah di bumi bersifat tetap maka
permintaan ini dapat menaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah sehingga
dapat mempengaruhi penerimaan PBB.
Jumlah penduduk di Indonesia semakin bertambah dan daerah di
Indonesia yang tingkat kepadatan penduduknya palin tinggi adalah Jakarta,
karena Jakarta merupakan ibukota negara, sehungga banyak penduduk yang
bertempat tinggal di Jakarta. Adapun jumlah penduduk di Jakarta dari tahun
4
Tabel 2.1
Jumlah Penduduk Jakarta
(dalam jutaan) Tahun Jumlah Penduduk
1961 2,91 jiwa
1971 4,55 jiwa
1980 6,48 jiwa
1990 8,23 jiwa
2000 9,72 jiwa
Sumber: www.indonesia.go.id
Dari Tabel 2.1 dapat dilihat bahwa jumlah penduduk Jakarta pada
tahun 1961 sebesar 2,91 juta jiwa, pada tahun 1971 sebesar 4,55 juta jiwa,
pada tahun 1980 sebesar 6,48 juta jiwa, pada tahun 1990 sebesar 8,23 juta
jiwa, dan pada tahun 2000 sebesar 9,72 juta jiwa, dari tabel tersebut dapat
disimpulkan bahwa penduduk Jakarta terus engalami peningkatan.
Kedua faktor-faktor diatas mendorong penulis untuk meneliti pengaruh
dari faktor-faktor tersebut dalam PBB dengan judul ”Pengaruh Kenaikan
Upah Minimum Propinsi (UMP) dan Jumlah Penduduk Terhadap Penerimaan
PBB di Jakarta Selatan”.
B. Rumusan Masalah
Pokok permasalahan yang menjadi dasar dari penelitian ini adalah sebagai
5
1. Apakah kenaikan Upah Minimum Propinsi (UMP) mempengaruhi
penerimaan PBB.
2. Apakah kenaikan jumlah penduduk mempengaruhi penerimaan PBB.
3. Apakah kenaikan Upah Minimum Propinsi (UMP) dan jumlah penduduk
mempengaruhi penerimaan PBB.
C. Tujuan Masalah
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis pengaruh kenaikan Upah Minimum Propinsi (UMP) terhadap
penerimaan PBB.
2. Menganalisis pengaruh kenaikan jumlah penduduk terhadap penerimaan
PBB.
3. Mengetahui pengaruh kenaikan UMP dan jumlah penduduk terhadap
penerimaan PBB.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi pemerintah, akademik,
dan penulis, dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tambahan dalam
perencanaan penerimaan PBB, penetapan UMP, dan program
6 2. Bagi Akademik
Hasil penelitian yang terbatas ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan, wawasan serta informasi yang lebih mendalam mengenai
penerimaan PBB bagi dunia akademik.
3. Bagi Penulis
Untuk memperkaya wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai PBB serta
sebagai sarana pembelajaran dalam praktek penelitian, agar di masa yang
akan datang penelitian bukan merupakan pekerjaan yang sulit untuk
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pajak
1. Pengertian Pajak
Berikut beberapa pengertian pajak menurut para ahli yang dikutip
oleh Waluyo dalam buku Perpajakan Indonesia:
Pengertian pajak menurut Edwin R. A. Seligman dalam buku essay in taxation mengatakan: ” Tax is compulsary contribution from the person, to the governmant to depray the expenses incurred in the comment inderest of all, without reference to special benefit conferred.” Dari definisi tersebut terlihat adanya kontribusi seseorang yang ditujukan
kepada negara tanpa adanya manfaat yang ditujukan secara khusus kepada
seseorang. Memang demikian halnya bahwa bagaimanapun juga pajak itu
ditujukan manfaatnya kepada masyarakat banyak.
Pengertian pajak menurut Philip E. Taylor dalam buku ”the economics of public finance” memberikan batasan pajak seperti di atas namun menggantikan kata without reference dengan with tittle reference.
Pengertian pajak menurut NJ. Feldmann dalam buku De Over Heidsmiddelen Van Indonesia (terjemahan): ”Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terhutang kepada pengusaha (menurut
8
kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup
pengeluaran-pengeluaran umum.”
Pengertian pajak menurut Soeparman Soemahamidjaja dari
disertasinya yang berjudul Pajak Berdasarkan Asas Gotong Royong
menyatakan pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang
dipungut oleh pengusaha berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup
biaya barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan
umum. dari definisi di atas tidak tampak istilah ”dipaksakan” karena
bertitik tolak pada istilah ”iuran wajib” sisi lainya yang terhubung dengan
kontrasepsi itu diperlukan pajak.
Pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro dalam bukunya
Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan (1990:5) menyatakan: ”Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang
dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontra prestasi), yang
langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum.”
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak adalah:
a. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan
pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan.
b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontra
9
c. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah.
d. Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang
bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk
membiayai public investment.
e. Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeteir, yaitu mengatur.
2. Fungsi Pajak
Dalam buku Perpajakan Indonesia yang dikarang oleh Waluyo
Fungsi pajak dibagi dua, yaitu fungsi penerimaan dan fungsi mengatur.
Adapun penjelasannya sebagai berikut:
a. Fungsi Penerimaan (Budgeteir)
Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukan bagi
pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sebagai contoh
yaitu dimasukannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam
negeri.
b. Fungsi Mengatur (Reguler)
Pajak berfunsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan
kebijakan di bidang sosial ekonomi. Sebagai contoh yaitu dikenakanya
pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras dapat ditekan.
10
3. Pembagian Pajak Menurut Golongan, Sifat, dan Pemungutannya
Waluyo dalam bukunya membagi pajak menurut golongan, sifat, dan
pemungutannya. adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
a. Menurut golongan:
1) Pajak langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat
dilimpahkan pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib
Pajak yang bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan.
2) Pajak tidak langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat
dilimpahkan ke pihak lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai.
b. Menurut sifat:
Pembagian pajak menurut sifat dimaksudkan pembedaan dan
pembagiannya berdasarkan ciri-ciri prinsip:
1) Pajak sujektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektfnya, dalam arti
memperhatikan keadaan dari Wajib Pajak. Contoh: pajak
penghasilan.
2) Pajak Objektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan
pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan dari Wajib
pajaknya. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah.
c. Menurut pemungut dan pengelolanya
Menurut pemungut dan pengelolanya pajak dibagi dua, yaitu sebagai
11
1) Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak
Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai.
2) Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh:
Pajak reklame, Pajak hiburan.
4. Cara Memungut Pajak
a. Stelsel Pajak
Cara pemungutan pajak berdasarkan 3 (tiga) stelsel yaitu stelsel nyata (riil stelsel), stelsel anggapan (fictive stelsel), dan stelsel campuran. Adapun penjelasannya sebagai berikut:
1) Stelsel nyata (riil stesel)
Pengenaan pajak berdasarkan pada objek (penghasilan)
yang nyata, sehingga pemungutanya baru dapat dilaksanakan pada
akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya
telah dapat diketahui. Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Kelemahannya adalah pajak baru dapat
dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui).
2) Stelsel anggapan (fictive stesel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang
diatur oleh undang-undang, sebagai contoh, penghasilan suatu
12
awal tahun pajak telah dapat ditentukan besarnya pajak yang
terhutang untuk tahun berjalan. Kelebihan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar pada tahun berjalan, tanpa harus menunggu akhir
tahun. Kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan
pada keadaan yang sesungguhnya.
3) Stelsel campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan
stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak
disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Apabila besarnya
pajak menurut kenyataan lebih besar daripada pajak menurut
anggapan, maka wajib pajak harus menambah kekurangannya.
Demikian sebaliknya, apabila lebih kecil, maka kelebihannya dapat
diminta kembali.
b. Sistem pemungutan pajak
Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian yaitu
Official Assessment System, self assessment system, dan withholding system. Adapun penjelasannya sebagai berikut:
1) Official Assessment System
Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan
13
Ciri-ciri Official Assessment System sebagai berikut:
a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terhutang berada
pada fiskus.
b) Wajib pajak bersifat pasif.
c) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak
oleh fiskus.
2) Self Assessment system
Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberi
wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak
untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan
sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.
3) Withholding system
Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak dengan
memberikan wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau
memungut besarnya pajak yang terhutang oleh wajib pajak.
5. Wajib Pajak
Wajib Pajak (WP) adalah Orang Pribadi atau Badan yang menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk
melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau
14
6. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan
oleh Direktur Jendral Pajak kepada Wajib Pajak sebagai sarana
administrasi perpajakan yang digunakan sebagai tanda pengenal diri atau
identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakannya. Oleh karena itu, kepada setiap Wajib Pajak hanya
diberikan satu NPWP. NPWP tersebut berfungsi sebagai tanda pengenal
diri atau identitas Wajib Pajak dan ntuk menjaga ketertiban dalam
pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan
(www.pajak.go.id).
7. Hak dan kewajiban Wajib Pajak
Wajib Pajak mempunyai hak untuk mendapat perlindungan
kerahasiaan atas segala sesuatu informasi yang telah disampaikannya
kepada Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka menjalankan ketentuan
perpajakan. Disamping itu pihak lain yang melakukan tugas di bidang
perpajakan juga dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak,
termasuk tenaga ahli, seperti ahli bahasa, akuntan, pengacara yang
ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu pelaksanaan
undang-undang perpajakan (www.pajak.go.id).
Kerahasiaan Wajib Pajak antara lain:
a. Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan dokumen lainnya yang
dilaporkan oleh Wajib Pajak;
15
c. Dokumen atau rahasia Wajib Pajak lainnya sesuai ketentuan
perpajakan yang berlaku.
Namun dalam rangka penyidikan, penuntutan atau dalam rangka
kerjasama dengan instansi pemerintah lainnya, keterangan atau bukti
tertulis dari atau tentang Wajib Pajak dapat diberikan atau diperlihatkan
kepada pihak tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Disamping mendapatkan perlindungan kerahasiaan wajib pajak juga
memiliki hak sebagai. Adapun kerahasiaan wajib pajak berikut:
a. Penundaan Pembayaran
Dalam hal-hal atau kondisi tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan
permohonan menunda pembayaran pajak.
b. Pengangsuran Pembayaran
Dalam hal-hal atau kondisi tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan
permohonan mengangsur pembayaran pajak.
c. Penundaan Pelaporan SPT Tahunan
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat menyampaikan
perpanjangan penyampaian SPT Tahunan baik PPh Badan maupun
PPh Pasal 21.
d. Pengurangan PPh Pasal 25
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan
16 e. Pengurangan PBB
Wajib Pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu objek
pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak atau karena
sebab-sebab tertentu lainnya serta dalam hal objek pajak yang terkena
bencana alam dan juga bagi Wajib Pajak anggota veteran pejuang
kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan, dapat mengajukan
permohonan pengurangan atas pajak terutang.
f. Pembebasan Pajak
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan
permohonan pembebasan atas pemotongan/ pemungutan pajak
penghasilan.
g. Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak
h. Wajib Pajak yang telah memenuhi kriteria tertentu sebagai Wajib
Pajak Patuh dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan
pembayaran pajak dalam jangka waktu paling lambat 1 bulan untuk PPN dan 3 bulan untuk PPh sejak tanggal permohonan.
i. Pajak Ditanggung Pemerintah
Dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan
hibah atau dana pinjaman luar negeri PPh yang terutang atas
penghasilan yang diterima oleh kontraktor, konsultan dan supplier
17 j. Insentif Perpajakan
Di bidang PPN, untuk Barang Kena Pajak tertentu atau kegiatan
tertentu diberikan fasilitas pembebasan PPN atau PPN Tidak
Dipungut. BKP tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN antara
lain Kereta Api, Pesawat Udara, Kapal Laut, Buku-buku, perlengkapan
TNI/POLRI. Perusahaan yang melakukan kegiatan di kawasan tertentu
seperti Kawasan Berikat mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut
antara lain atas impor dan perolehan bahan baku.
Sesuai dengan sistem self assessment, Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri, melakukan sendiri penghitungan
pembayaran dan pelaporan pajak terutangnya.
a. Pendaftaran
Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri untuk
mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
b. Pembayaran dan Pelaporan
Setelah melakukan pendaftaran dan mendapatkan NPWP, Wajib Pajak
mempunyai kewajiban untuk menghitung dan membayar pajak, yang
selanjutnya melaporkan pajak terutangnya dalam bentuk Surat
Pemberitahuan (SPT). Batas waktu pembayaran dan pelaporan SPT
18 Untuk orang pribadi:
Tabel. 2.1 Batas waktu pembayaran dan pelaporan SPT untuk orang pribadi
N o
Jenis SPT Batas Waktu Pembayaran Batas Waktu
Pelaporan berakhirnya tahun atau bagian tahun pajak
Batas waktu pembayaran dan pelaporan SPT untuk Badan
No. Jenis SPT Batas Waktu Pembayaran Batas Waktu
Pelaporan Masa
1 PPh Pasal 23/26
Tgl 10 bulan berikut Tgl 20 bulan berikut
2 PPh Pasal 25 Tgl 15 bulan berikut Tgl 20 bulan berikut
3 PPh dan
PPnBM-PKP
Tgl 15 bulan berikut Tgl 20 bulan berikut
Tahunan
1 PPh-Badan Tgl 25 bulan ketiga setelah berakhirnya tahun atau bagian tahun pajak
Akhir bulan ketiga setelah berakhirnya tahun atau bagian tahun pajak
2 PBB 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT
-3 BPHTB Dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak atas tanah dan atau bangunan
19
B. Upah Minimum Propinsi
1. Pengertian
Upah Minimum Regional (UMR) adalah suatu standar minium
yang digunakan oleh para pengusaha atau pelaku industri untuk
memberikan upah kepada pegawai, karyawan atau buruh di dalam
lingkungan usaha atau kerjanya. Dengan demikian pengusaha
diperbolehkan memberikan upah lebih besar daripada ketentuan UMP
(www.wikipedia.org).
Saat ini UMR juga dikenal dengan istilah Upah Minimum
Propinsi (UMP) karena ruang cakupnya biasanya hanya meliputi suatu
propinsi. Selain itu setelah otonomi daerah berlaku penuh, dikenal juga
istilah Upah Minimum Kabupaten/Kota(UMK).
2. Penetapan UMP
Penetapan upah dilaksanakan setiap tahun melalui proses yang
panjang. Mula-mula Dewan Pengupahan Daerah (DPD) yang terdiri dari
birokrat, akademisi, buruh dan pengusaha mengadakan rapat membentuk
tim survei dan turun ke lapangan mencari tahu harga sejumlah
kebutuhan yang dibutuhkan oleh pegawai, karyawan dan buruh. Setelah
survei di sejumlah kota dalam propinsi tersebut yang dianggap
representatif, diperoleh angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang
dahulu disebut dengan Kebutuhan Hidup Minimum (KHM).
Berdasarkan KHL, DPD mengusulkan upah minimum Propinsi (UMP)
20
digunakan sebagai dasar penentuan upah minimum berdasarkan
kebutuhan hidup pekerja lajang / belum menikah (www.wikipedia.org).
Besarnya penentuan UMP didasarkan pada kebutuhan fisik
minimum, indeks harga konsumen, perluasan kesempatan kerja, upah
pada umumnya yang berlaku secara regional, kelangsungan perluasan,
dan tingkat perkembangan ekonomi regional maupun nasional. Dengan
demikian UMP dapat berbeda-beda untuk satu daerah dengan daerah
lain.
C. Jumlah Penduduk
1. Pengertian
Penduduk adalah orang-orang yang berada di suatu wilayah yang
terikat oleh aturan-aturan yang berlaku dan saling berinteraksi satu sama
lain secara terus menerus (www.wikipedia.org). Dalam sosiologi
penduduk didefinisikan sebagai kumpulan manusia yang menempati
wilayah geografi dan ruang tertentu.
Penduduk suatu negara atau daerah dapat didefinisikan menjadi dua,
yaitu:
a. Orang yang tinggal di suatu daerah.
b. Orang yang secara hukum berhak tinggal di suatu daerah. Dengan
kata lain orang yang memiliki surat resmi untuk tinggal di suatu
21
2. Sensus Penduduk
Sensus Penduduk merupakan suatu rangkaian kegiatan
pengambilan “stok” (stock taking) penduduk pada suatu titik waktu
tertentu yang mencakup seluruh atau sebagian wilayah geografis
(www.wikipedia.org).
Metode pencacahan dalam sensus penduduk ada dua, yaitu de facto
dan de jure. Pencacahan secara de facto adalah pencacahan yang dilakukan di tempat dimana mereka ditemukan oleh petugas lapangan
sensus/ sesuai tempat tinggal mereka. Pencacahan secara de jure adalah pencacahan yang dilakukan di tempat mereka tinggal secara resmi/
sesuai identitas diri.
D. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
1. Pengertian PBB
Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya.
Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara
tetap pada tanah atau perairan (www.pajak.go.id). Termasuk dalam
pegertian bangunan adalah:
a. Jalan yang terletak dalam suatu komplek bangunan seperti hotel,
pabrik, dan emplasemennya, dan lain-lain yang merupakan satu
kesatuan dengan komplek tersebut.
b. Jalan TOL.
22 d. Pagar mewah.
e. Tempat olah raga.
f. Galangan kapal, dermaga.
g. Taman mewah.
h. Tempat penampungan /kilan minyak,air dan gas,pipa minyak.
i. Fasilitas lain yang memberikan manfaat.
Reksohadiprodjo (2000:169) mengemukakan bahwa Pajak
Bumidan Bangunan (PBB) merupakan pungutan yang dikenakan atas
tanah dan bangunan yang didirikan diatasnya.
Pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak negara yang
dikenakan pada bumi dan atau bangunan berdasarkan undang-undang
nomor 12 tahun 1985 tentang PBB sebagai mana telah diubah dalam
undang-undang nomor 1 tahun 1994.
PBB merupakan pajak yang bersifat kebendaan sehingga pajak
yang terhutang tergantung pada obyek yaitu tanah/bumi dan atau
bangunan, kedaan subyek tidak ikut menentukan besarnya pajak.
2. Objek PBB
Objek PBB adalah “Bumi dan atau Bangunan” (www.pajak.go.id):
Bumi:
Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di
pedalaman serta laut wilayah Indonesia, Contoh : sawah, ladang, kebun,
23
Bangunan:
Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah
dan atau perairan. Contoh : rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha,
gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, emplasemen, pagar mewah,
dermaga, taman mewah, fasilitas lain yang memberi manfaat, jalan tol,
kolam renang, anjungan minyak lepas pantai, dll.
Klasifikasi bumi dan banguan adalah pengelompokan bumi dan
bangunan menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman serta
untuk memudahkan perhitungan pajak yang terhutang (Meliala, Oetomo,
dan Francisca:67). Dalam menentukan klasifikasi bumi/tanah faktor-faktor
yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:
a. Letak.
b. Peruntukan.
c. Pemanfaatan.
d. Kondisi lingkungan, dan lain-lain.
Dalam menentukan klasifikasi bangunan faktor-faktor yang diperhatikan
adalah sebagai berikut:
a. Bahan yang digunakan.
b. Rekayasa.
c. Letak.
d. Kondisi lingkungan, dan lain-lain (Meliala, Oetomo, dan Francisca:
24
Adapun objek pajak yang tidak dikenakan PBB adalah objek yang
memenuhi sarat sebagi berikut :
a. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang
ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang
tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan, seperti mesjid,
gereja, rumah sakit pemerintah, sekolah, panti asuhan, candi, dan
lain-lain.
b. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis
dengan itu.
c. Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional,
tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang
belum dibebani suatu hak.
d. Digunakan oleh perwakilan diplomatik berdasarkan asas perlakuan
timbal balik.
e. Digunakan oleh badan dan perwakilan organisasi internasional yang
ditentukan oleh Menteri Keuangan, contoh: pesantren atau sejenis
dengan itu, madrash, tanah wakaf, rumah sakit umum.
f. Objek pajak yang digunakan oleh Negara untuk penyelengaraan
pemerintahan, penentuan pengenaan pajaknya diatur lebih lanjut
25
3. Subjek Pajak
Subyek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata:
a. Mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau;
b. Memperoleh manfaat atas bumi, dan atau;
c. Memiliki bangunan, dan atau;
d. Menguasai bangunan, dan atau;
e. Memperoleh manfaat atas bangunan.
Subjek pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi wajib
pajak (www.pajak.go.id).
4. Tahun Pajak, Saat, dan Tempat yang Menentukan Pajak Terhutang
Tahun pajak adalah jangka waktu satu tahun takwim. Saat
menentukan pajak terhutang adalah menurut keadaan objek pajak pada
tanggal 1 januari (www.pajak.go.id).
Contoh:
a. Objek pajak pada tanggal 1 Januari 2006 berupa tanah dan bangunan,
pada tanggal 15 Januari 2006 bangunannya terbakar, maka pajak yang
terhutang tetap berdasarkan keadaan objek pada tanggal 1 Januari
2005, yaitu keadaan pada saat bangunan tersebut belum terbakar.
b. Objek pajak pada tanggal 1 Januari 2006 berupa sebidang tanah tanpa
bangunan di atasnya, pada tanggal 15 Agustus dilakukan pendataan,
ternyata diatas tanah tersebut telah berdiri suatu banguan, maka pajak
26
keadaan pada tanggal 1 Januari 2006. Sedangkan bangunannya baru
akan dikenakan pada tahun 2007.
Tempat pajak yang terhutang:
a. Untuk daerah jakarta, di wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.
b. Untuk daerah lainnya, di wilayah Kabupaten Daerah Tingat II atau
Kota Madya Daerah Tingkat II yang meliputi daerah objek pajak.
5. Pendaftaran dan Pendataan Objek PBB
a. Pendaftaran Obiek dan Subiek PBB
Pendaftaran objek PBB dilakukan oleh subjek pajak dengan cara
mengambil dan mengisi formulir SPOP secara jelas, benar dan lengkap
serta ditandatangani dan dikembalikan ke Kantor Pelayanan PBB atau
Pelayanan Pajak Pratama yang bersangkutan atau tempat yang ditunjuk
untuk pengambilan dan pengembalian SPOP dengan dilampiri
bukti-bukti pendukung seperti :
- sketsa/ denah objek pajak;
- fotokopi KTP dan NPWP;
- fotokopi sertifikat tanah;
- fotokopi akta jual beli;
- atau bukti pendukung lainnya.
Formulir SPOP disediakan dan dapat diambil gratis di Kantor
Pelayanan PBB atau tempat lain yang ditunjuk atau melalui teknologi
27 b. Pendataan Objek dan Subjek PBB
Pendataan dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan PBB atau Kantor
Pelayanan Pajak Pratama dengan menggunakan formulir SPOP dan
dilakukan sekurang-kurangnya untuk satu wilayah administrasi
desa/kelurahan. Pendataan dapat dilakukan dengan cara:
1) Penyampaian dan pemantauan pengembalian SPOP:
Dapat dilaksanakan pada daerah/wilayah yang pada umumnya
belum/tidak mempunyai peta, daerah terpencil atau potensi PBB
relatif kecil.
2) Identifikasi Objek Pajak
Dapat dilaksanakan pada daerah/wilayah yang sudah mempunyai
peta garis/ peta foto yang dapat menentukan posisi relatif OP tetapi
tidak mempunyai data administrasi PBB tiga tahun terakhir secara
lengkap.
3) Verifikasi Objek Pajak
Dapat dilaksanakan pada daerah/wilayah yang sudah mempunyai
peta garis/ peta foto yang dapat menentukan posisi relatif OP dan
mempunyai data administrasi PBB tiga tahun terakhir secara
lengkap.
4) Pengukuran Bidang Objek Pajak
Dapat dilaksanakan pada daerah/wilayah yang hanya mempunyai
sket peta desa/kelurahan dan atau peta garis/peta foto tetapi belum
28
6. Tata Cara Pembayaran PBB
Apabila wajib pajak telah menerima Surat Pemberitahuan Pajak
Terhutang (SPPT) yang biasanya paling lambat bulan juni tahun takwim
atau satu bulan setelah menyerahkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak
(SPOP), maka wajib pajak bumi dan bangunan dapat melakukan
pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan melalui:
a. Bank Pemerintah, atau
b. Petugas Pemungut, atau
c. Kantor Pos dan Giro, atau
d. Dengan cara transfer, dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Jika pajak dibayar melalui Bank Pemerintah, SSP yang tersedia di
Bank diisi sesuai dengan keterangan yang tercantum dalam SPPT
yang diterima.
2) Jika pajak dibayar melalui petugas pemungut, terlabih dahulu
tunjukan SPPT atau SPJPT dan mintalah bukti pembayaran lembar
asli sebagai tanda lunas PBB.
3) Jika pajak dibayar melalui pos dan giro, terlebih dahulu beli
formulir giro dan diisi sesuai SPPT. Lembar 1 disimpan sebagai
bukti pembayaran, lembar 2 masukan pada kotak PBB yang
29
4) Jika letak objek pajak tidak berada atau jauh dari tempat tinggal
wajib pajak, maka pembayaran bias dilakukan melalui transfer,
yaitu dengan mengisi formulir kiriman uang. Lembar 1 disimpan
oleh wajib pajak, lebar 2 dikirim ke kantor PBB yang menerbitkan
SPPT (www.pajak.go.id).
Adapun pembayaran pajak tersebut harus dilunasi paling lambat 6
bulan sejak diterima SPPT. Tetapi apabila pajak yang terhutang
berdasarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) maka jangka waktu
pembayaran hanya dalam jangka waktu satu bulan.
Surat Ketetapan Pajak (SKP) dikeluarkan oleh direktur jendral
pajak dalam hal-hal sebagai berikut:
a. Apabila SPOP tidak disampaikan dan setelah ditegur secara tetulis
tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam surat teguran.
b. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata
jumlah pajak yang terhutang lebih besar dari jumlah pajak yang
dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh Wajib Pajak.
7. Sanksi Administrasi
Sanksi administrasi dikenakan terhadap:
a. Sanksi administratif yang dikenakan terhadap wajib pajak yang tidak
menyampaikan SPOP, dikenakan sanksi sebagai tambahan terhadap
30
b. Wajib pajak yang berdasarkan pemeriksaan atau keterangan lain
ternyata jumlah pajak yang terhutang lebih besar dari jumlah pajak
yang dihitung berdasarkan SPOP, maka selisih pajak tersebut ditambah
atau dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 25% dari
selisih pajak yang terhutang.
c. Wajib pajak tidak membayar atau kurang membayar. Pajak yang
terhutang pada saat jatuh tempo pembayaran, dikenakan sanksi
administrasi berupa denda sebesar 2% sebulan yang dihitung dari saat
jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu
paling lama 4 bulan (www.pajak.go.id).
8. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah harga rata-rata yang
diperoleh dari transaksi jual beli yantg terjadi secara wajar, dan bilamana
tidak terjadi jual beli, Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui
perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya
berdekatan dan fungsinya sama serta diketahui harga jualnya, atau nilai
perolehan baru dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan
untuk memperoleh objek tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang
dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi fisik objek tersebut,
atau Nilai Jual Objek Pajak pengganti.
NJOPTKP adalah batas NJOP atas bumi dan/atau bangunan yang
tidak kena pajak. Besarnya NJOPTKP untuk setiap daerah
31
sebagai berikut: Setiap Wajib Pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP
sebanyak satu kali dalam satu Tahun Pajak, dan apabila Wajib Pajak
mempunyai beberapa Objek Pajak, maka yang mendapatkan pengurangan
NJOPTKP hanya satu Objek Pajak yang nilainya terbesar dan tidak bisa
digabungkan dengan Objek Pajak lainnya.
9. Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)
Nilai Jual Kena Pajak (assessment value) adalah niai jual yang dipergunakan sebagai dasar perhitungan pajak, yaitu suatu persentase
tertentu dari nilai jual sebenarnya.
Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) ditetapkan setiap tiga tahun sekali
oleh menteri keuangan, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap
tahun sesuai dengan perkembangan daerahnya.
Dasar perhitungan pajak adalah Nilai Jual Kena Pajak yang
ditetapkan serendah-rendahnya 20%, dan setinggi-tingginya 100% dari
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
Sesuai Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2002, untuk HJKP ditetapkan
sebesar:
a. 40% untuk objek sektor perkebunan, pertambangan dan perhutanan.
b. 40% untuk objek sektor pedesaan dan perkotaan yang NJOP-nya sama
atau lebih besar dari Rp 1.000.000.000.
c. 20% untuk objek sektor pedesaan dan perkotaan yang NJOP-nya sama
32
Besarnya Nilai Jual Kena Pajak ditetapkan dengan peraturan
pemerintah dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional. Dalam
menetapkan nilai jual, menteri keuangan mendengar pertimbangan
Gubernur serta memperhatikan asas self assessment
10.Perhitungan PBB
Cara menghitung PBB adalah Tarif Pajak x Nilai Jual Kena Pajak
Tarif PBB yaitu sebesar 0,5%
0,5% x Nilai Jual Kena Pajak
Sedangkan perhitungan NJKP adalah:
NJKP = % NJKP x (NJOP bumi + NJOP bangunan) - NJOPTKP
Contoh:
Tuan Ahmad sebagai wajib pajak mempunyai objek berupa:
• Tanah seluas 500 m2 dengan nilai jual 400.000 m2.
• Bangunan seluas 400 m2 dengan nilai jual 400.000 m2.
Ditanya: berapakah PBB yang terhutang?
Jawab :
Nilai Jual Tanah 500 x 400.000 Rp 200.000.000
Nilai Jual Bangunan 400 x 400.000 Rp 160.000.000
NJOP sebagai dasar pengenaan pajak Rp 360.000.000
NJOPTKP Rp 12.000.000
NJOP untuk perhitungan pajak Rp 348.000.000
33
11.Penelitian Sebelumnya
Tabel. 2.3 Penelitian Sebelumnya
Nama Tempat Variabel `Kesimpulan
Heriyanto sawah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap NJOP
Jawa Tengah -Jumlah Penduduk -PDRB Jumlah WP, Luas lahan, dan Jumlah penduduk
34
12.Model Penelitian
Dari uraian di atas, model penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar. 2.1 Model Penelitian
Kenaikan upah minimum propinsi (UMP)
(X1)
Kenaikan jumlah penduduk
(X2)
Penerimaan pajak Bumi dan Bangunan (PBB) (Y)
Analisis
Standar uji 1. Uji normalitas 2. Heterokedastisitas 3. Auto korelasi 4. Uji T dan F
35
13.Hipotesis Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan secara empiris
mengenai pengaruh kenaikan Upah Minimum Propinsi (UMP) dan jumlah
penduduk terhadap penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Berdasarkan penelitian yang dilakuka oleh I Nyoman Normal (2003) yang
menyimpulkan pendapatan perkapita berpengaruh positif terhadap
penerimaan PBB, Mutia Amana Nasiti (2008) yang menyimpulkan PDRB
perkapita berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan PBB,
dan Ari Bhudhiharjo yang menyimpulkan Jumlah penduduk secara
signifikan berpengaruh positif terhadap penerimaan PBB, maka hipotesis
yang diajukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ha1 : kenaikan Upah Minimum propinsi (UMP) berpengaruh terhadap
penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Ha2 : Kenaikan jumlah penduduk berpengaruh terhadap penerimaan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Ha3 : Kenaikan Upah Minimum propinsi (UMP) dan jumlah penduduk
berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan
36
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini disusun berdasarkan karakteristik masalah
yang menjelaskan struktur penelitian yang menggambarkan hubungan variabel
penelitian. Jenis penelitian ini adalah kausalitas yang melihat pengaruh
variabel independen (kenaikan Upah Minimum Propinsi dan jumlah
penduduk) terhadap variabel dependen (penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan) di Jakarta Selatan.
B. Metode Pemilihan Sampel
Menurut Sugiyono (2005:55) “populasi adalah wilayah generalisasi
yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulan.”
Sampel adalah sebagian dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi.
Bila populasi besar dan penelitian tidak mungkin mempelajari semua yang ada
pada populasi, misalnya ada keterbatasan dana, tenaga, dan waktu, maka
37
Populasi dalam penelitian ini adalah kotamadya Jakarta selatan,
dengan sampel satu kelurahan dari tiap kecamatan yang berada di Jakarta
selatan yang dipilih secara acak. Sampel di pilih dengan menggunakan metode convenience sampling, Convenience sampling berarti unit sampling yang ditarik mudah dihubungi, tidak menyusahkan, mudah untuk mengukur, dan
bersifat kooperatif (Hamid, 2007:30)
C. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data sekunder
yang biasanya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun
dalam arsip (data sekunder) yang dipublikasikan dan tidak dipublikasikan.
Kepustakaan merupakan bahan utama dalam penelitian data sekunder
(Indriantoro dan Supomo, 2002:150).
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari daftar
kenaikan Upah Minimum Propinsi DKI Jakarta, daftar kenaikan jumlah
penduduk, dan penerimaan pajak Bumi dan Bangunan tahun 2005, 2006,
2007, 2008 yang diperoleh dari Kantor Walikota Jakarta Selatan, kecamatan
dan kelurahan yang terkait di Jakarta Selatan , dan media.
D. Metode Analisis Data
38
1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data
yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum,
minimum, sum, range, kurtosis dan skewness (kemencengan distribusi).
Ghozali (2009:19),
2. Uji Asumsi Klasik
a) Uji Normalitas
Ghozali (2009:147), uji normalitas bertujuan untuk menguji
apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual
memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan F
mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal.
Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk
jumlah sempel kecil. Salah satu cara termudah untuk melihat
normalitas residual adalah dengan melihat grafik histogram. Deteksi
apakah residual berdistribusi normal atau tidak juga dapat dilakukan
dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan
membentuk satu garis lurus diagonal, dan ploting data residual akan
dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data residual
normal, maka garis yang menggambarkan data yang sesungguhnya
39 c) Uji Heteroskedastisitas
Ghozali (2009:125), uji heteroskedastisitas bertujuan menguji
apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari
residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari
residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut
homoskedastisitas dan jika berbeda maka disebut heteroskedastisitas.
Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak
terjadi heteroskedastisitas. Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas
dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik
scatterplot dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi dan sumbu X adalah residual (Y prediksi-Y sesungguhnya) yang telah
di-studentized.
Dasar analisis, jika ada pola tertentu seperti titik-titik yang
ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar
kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi
heteroskedastisitas. Sebaliknya jika tidak ada pola yang jelas, serta
titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka
tidak terjadi heteroskedastisitas.
e. Autokolerasi
Autokolerasi adalah keadaan dimana kesalahan penggangu
saling korelasi (Santoso 2000:218). Uji autokorelasi bertujuan untuk
menguji apakah dalam suatu model regresi linier ada korelasi antara
40
pada periode t-1. Jika terjadi korelasi antara kesalahan pengganggu
maka dapat dikatakan bahwa dalam model persamaan regresi linier ada
problem autokorelasi. Untuk medeteksi adanya autokolerasi dapat
digunakan metode Durbin-Watson dengan melihat pada D-W tabel.
Secara umum bisa diambil patokan mengenai uji autokolerasi (Santoso
2002) yaitu:
1. Angka D-W dibawah (-2) berarti ada autokolerasi positif.
2. Angka D-W diantara (-2) sampai (+2) berarti tidak ada
autokolerasi.
3. Angka D-W diatas (+2) berarti ada autokolerasi negatif.
3. Uji Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan regresi
berganda. Analisis linear berganda berfungsi untuk menguji pengaruh dari
beberapa variabel bebas terhadap satu variabel terikat yang berskala rasio.
Analisis regresi berganda membantu dalam memahami seberapa banyak
varians dalam variabel terikat yang dijelaskan dalam sekelompok prediktor
(Singgih Santoso, 2002:163).
Untuk menguji hipotesis tersebut, maka persamaan rumus regresi
berganda yang digunakan adalah:
41 Dimana:
Y = Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan
ß
= KonstantaX1 = Upah Minimum Propinsi
X2 = Jumlah penduduk
Dalam melakukan pengujian hipotesis analisis dilakukan melalui analisis
data:
a) Uji Statistik F
Ghozali (2009:88), uji statistik F pada dasarnya menunjukkan
apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukan dalam
model mmpunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel
dependen/terikat. Untuk mengetahui apakah variabel independen
secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen maka
digunakan tingkat signifikansi sebesar 0,05, jika nilai probability F lebih besar dari 0,05, maka model regresi tidak dapat digunakan untuk
memprediksi variabel dependen dengan kata lain variabel independen
secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.
b) Uji t statistik
Ghozali (2009:88), uji statistik t digunakan untuk mengetahui
hubungan masing-masing variabel independen secara individual
terhadap variabel dependen. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh
masing-masing variabel independen secara individual terhadap
42
probability t lebih besar dari 0,05 maka tidak ada pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen (koefisien regresi
tidak signifikan), sedangkan jika nilai probability t lebih kecil dari 0,05 maka terdapat pengaruh variabel dependen (koefisien signifikan).
E. Definisi Operasional Variabel Dan Pengukurannya
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah penerimaan Pajak Bumi
dan Bangunan, sedangkan variabel independennya adalah kenaikan Upah
Minimum Propinsi (UMP), dan jumlah penduduk. Pengukuran dari masing
masing variabel dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Upah Minimum Propinsi (UMP) adalah suatu standar minimum yang
digunakan oleh para pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan
upah kepada pegawai, karyawan atau buruh di dalam lingkungan usaha
atau kerjanya.
2. Penduduk adalah orang-orang yang berada di suatu wilayah yang terikat
oleh aturan-aturan yang berlaku dan saling berinteraksi satu sama lain
secara terus menerus.
Tabel. 3.1 Operasionalisasi Variabel
Variabel Jenis Variabel Alat Ukur Variabel
X1
43
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Sejarah Singkat Jakarta Selatan
Secara administratif, wilayah Jakarta Selatan terbagi menjadi 10
kecamatan dan 65 kelurahan dengan luas keseluruhan mencapai, 145,73
Km2. Bagian dari wilayah Jakarta Selatan ini pada masa awal
kemerdekaan direncanakan sebagai Kota Satelit (Kebayoran Baru), konsep
dengan alusi oriental yang ditandai dengan empat jalan utama yang
menyebar dari satu pusat persis ke empat penjuru dan mengintegrasikan
rumah-rumah besar dengan rumah-rumah kecil di dalam setiap blok: yang
besar di luar, di tepi jalan besar, yang lebih kecil di dalam, mengelilingi
taman lingkungan itu kini mulai penuh sesak. Selain itu, kawasan selatan
ini juga mulai tumbuh sebagai pusat perbelanjaan, di samping perumahan
yang banyak diminati warga kota.
2. Letak Geografis Jakarta Selatan
Jakarta Selatan terletak pada 106022’42’ Bujur Timur
(BT)-106058’18’ BT dan 5019’12’ Lintang Selatan (LS). Luas wilayah sesuai
dengan keputusan Gubernur DKI Jakarta nomor 1815 tahun 1989, adalah
145,73 Km2 atau 22,41% dari luas DKI Jakarta terbagi 10 kecamatan dan
44
a. Utara: Banjir kanal Jalan Jendral Sudirman, Kecamatan Tanah Abang.
b. Timur: Kali Ciliwung
c. Selatan: Kotamadya Depok
d. Barat: Kecamatan Cileduk Kotamadya Tangerang.
Wilayah Jakarta Selatan pada umumnya dapat dikategorikan
sebagai daerah perbukitan rendah dengan tingkat kemiringan 0,25%.
Ketinggian tanah rata-rata mencapai 5-50% M diatas permukaan laut. Pada
wilayah bagian Selatan banjir kanal relatif merupakan daerah perbukitan
jika dibandingkan dengan wilayah bagian utara.
Jakarta Selatan beriklim panas dengan suhu rata-rata per tahun
27°C dengan tingkat kelembaban berkisar antara 80-90%. Arah angin
dipengaruhi oleh angina muson barat. Keadaan suhu di wilayah Jakarta
Selatan relatif lebih nyaman, tingkat curah hujan per tahun rata-rata
mencapai ketinggian 2.036.
3. Visi dan Misi
a. Visi
Mewujudkan Jakarta Sebagai Ibukota Negara Republik
Indonesia yang sejajar dengan kota-kota besar Negara maju dunia,
dihuni oleh masyarakat yang sejahtera dan berbudaya dalam
45 b. Misi
Mempertahankan wilayah bagian selatan Jakarta Selatan
sebagai daerah resapan air serta memujudkan wilayah bagian utara
Jakarta Selatan sebagai pusat niaga terpadu.
4. Wilayah Jakarta Selatan
Wilayah Jakarta Selatan terdiri dari 10 kecamatan yang terbagi
menjadi 65 kelurahan. Adapun pembagiannya sebagai berikut:
a. Kecamatan Kebayoran Lama, terbagi menjadi 6 kelurahan yang terdiri
dari:
1) Kel. Kebayoran Lama Utara.
2) Kel. Kebayoran Lama Selatan.
3) Kel. Pondok Pinang.
4) Kel. Cipulir.
5) Kel. Grogol Selatan.
6) Kel. Grogol Utara.
b. Kecamatan Pesanggrahan, tebagi menjadi 5 kelurahan yang terdiri
dari:
1) Kel. Pesanggrahan.
2) Kel. Bintaro.
3) Kel. Petukangan Utara.
4) Kel. Petukangan Selatan.
46
c. Kecamatan Pasar Minggu, terbagi menjadi 7 kelurahan yang terdiri
dari:
1) Kel. Pasar Minggu.
2) Kel. Kebagusan.
3) Kel. Jati Padang.
4) Kel. Ragunan.
5) Kel. Cilandak Timur.
6) Kel. Pejaten Timur.
7) Kel. Pejaten Barat.
d. Kecamatan Jagakarsa, terbagi menjadi 6 kelurahan yang terdiri dari:
1) Kel. Ciganjur.
2) Kel. Srengseng Sawah.
3) Kel. Jagakarsa.
4) Kel. Lenteng Agung.
5) Kel. Tanjung Barat.
6) Kel. Cipedak.
e. Kecamatan Mampang Prapatan, terbagi menjadi 5 kelurahan yang
terdiri dari:
1) Kel. Mampang Prapatan.
2) Kel. Bangka.
3) Kel. Tegal Parang.
4) Kel Pela Mampang.
47
f. Kecamatan Pancoran, terbagi menjadi 6 kelurahan yang terdiri dari:
1) Kel. Pancoran.
2) Kel. Kalibata.
3) Kel. Rawajati.
4) Kel. Duren Tiga.
5) Kel. Pengadegan.
6) Kel. Cikoko.
g. Kecamatan Kebayoran Baru, terbagi menjadi 10 kelurahan yang terdiri
dari:
1) Kel. Gandaria Utara.
2) Kel. Cipete Utara.
3) Kel. Pulo.
4) Kel. Petogogan.
5) Kel. Kramat Pela.
6) Kel. Rawa Barat.
7) Kel. Gunung.
8) Kel. Selong.
9) Kel. Senayan/
10) Kel. Melawai.
h. Kecamatan Tebet, terbagi menjadi 7 kelurahan yang terdiri dari:
1) Kel. Menteng Dalam.
2) Kel. Tebet Barat.