Sektor 3 RW 008
(Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat meraih gelar Sarjana Psikologi)
Oleh: Abdul Kholiq
NIM: 101070023050
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULAH
JAKARTA
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi
Oleh :
Abdul Kholiq
101070023050
Di Bawah Bimbingan Pembimbing I
Prof. Hamdan Yasun, M.Si
NIP. 130351146
Pembimbing II
Gazi, M.Si
NIP. 197112142007011014
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
DIRI PEMBANTU RUMAH TANGGA DI KOMPLEK BINTARO JAYA
SEKTOR 3 RW 008” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 2 September 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.
Jakarta, 2 September 2010 Sidang Munaqasyah
Dekan/
Ketua Merangkap Anggota
Jahja Umar, Ph.D
NIP. 130 885 522
Pembantu Dekan Sekretaris merangkap Anggota
Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si
NIP. 195661223 198303 2001 Anggota :
Neneng Tati Sumiati, M.Si, Psi
NIP. 197303282000032003
Ikhwan Luthfi, M.Psi
NIP. 19730710200501106
Prof. Hamdan Yasun, M.Si
NIP. 130351146
Gazi, M.Si
NIP. 197112142007011014
W| á|á| ~xáâÄ|àtÇ Ñtáà| twt ~xÅâwt{tÇ
wtÇ
à|wt~ twt ~xÜ}t ~xÜtá çtÇz á|t@á|t
ABSTRAK
(A) Fakultas Psikologi
(B) Agustus 2010
(C) Abdul Kholiq
(D) Hubungan Dukungan Sosial dengan Harga Diri Pembantu Rumah Tangga
di Komplek Bintaro Jaya Sektor 3 Rw 008
(E) xiii + 65 Halaman
(F) Tidak ada yang menyangkal bahwa pembantu rumah tangga memiliki peran yang signifikan karena mereka mengisi lowongan pekerjaan di sektor informal rumah tangga namun masyarakat kita sering lupa bahwa para pembantu rumah tangga adalah juga manusia. Secara tidak sadar kita selalu menganggap bahwa pekerjaan tersebut adalah pekerjaan kasta terendah yang bisa diperlakukan semaunya. Padahal kalau kita mau jujur, pekerjaan itu sama kedudukannya dengan pekerjaan-pekerjaan lain sehingga situasi tersebut sering memunculkan berbagai masalah, diantaranya adalah timbulnya perasaan rendah diri. Perasaan rendah diri ditimbulkan karena adanya penilaian dari orang lain yang bisa memengaruhi pencitraan terhadap dirinya sehingga diperlukan adanya dukungan sosial dari orang lain dengan harapan bisa memperkuat dan menumbuhkan harga diri pembantu. Penelitian ini didasarkan atas kondisi yang kompleks seorang pembantu rumah tangga terkait dengan dukungan sosial dan harga dirinya dengan tujuan untuk mengetahui sejauhmana hubungan dukungan sosial dengan harga diri pembantu rumah tangga. Dukungan sosial berarti kenyamanan, perhatian, penghargaan atau bantuan yang didapat seseorang dari orang lain. Selain itu dukungan sosial juga bisa diartikan adanya informasi verbal atau non-verbal berupa saran atau nasehat, tindakan yang nyata atau materi yang berasas pada hubungan sosial yang akrab dan intim. Sedangkan harga diri adalah penghargaan atas diri atau harga diri adalah: Pertama, keyakinan terhadap kemampuan untuk berpikir dan menghadapi tuntutan hidup. Kedua, keyakinan akan hak untuk bahagia, perasan berharga, pantas atau layak untuk menilai kebutuhan dan keinginan, serta menikmati hasil kerja keras.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif. Sedangkan metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan jenis penelitian korelasional yang bertujuan untuk mencari hubungan antar variabel penelitian. Metode korelasi bertujuan untuk meneliti sejauh mana variasi pada satu faktor berkaitan dengan variasi pada faktor lain. Dalam penelitian ini menyertakan 57 responden yang keseluruhannya adalah perempuan dengan berbagai latar belakang pendidikan dan durasi kerja yang berbeda-beda sebagai sampel dari jumlah populasi di Komplek Bintaro Jaya Sektor 3 Rw 008.
Hasil penelitian dari data-data hasil penghitungan menemukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan sosial dengan harga diri pembantu rumah tangga Komplek Bintaro Jaya Sektor 3 Rw 008. Ini mengindikasikan bahwa harga diri pembantu rumah tangga Komplek Bintaro Jaya Sektor 3 Rw 008 juga dipengaruhi oleh dukungan sosial dalam lingkungan sekitarnya dimana arah hubungannya positif, semakin tinggi dan baik dukungan sosial yang diterima maka semakin meningkat pula harga dirinya.
Saran kepada penyalur jasa pembantu rumah tangga kiranya adalah mereka dapat memberikan pendidikan, tidak saja keterampilan dan pengetahuan dasar, melainkan juga keterampilan sosial agar para pembantu rumah tangga ini dapat merespon lingkungan sosial mereka dengan baik. Kepada majikan tentu diharapkan mau dan mampu memberikan bantuan baik materi maupun immateri demi kenyamanan dan terciptanya suasana kerja yang kondusif sehingga secara tak langsung meningkatkan harga diri pembantu rumah tangganya. Saran praktis, kini saatnya pemerintah menetapkan aturan yang jelas mengenai pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga ini, agar tidak terjadi kembali kasus kekerasan dan penyia-nyiaan yang seringkali dialami oleh mereka yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Saran metodologis untuk penelitian selanjutnya ada baiknya dilakukan penelaahan terhadap faktor-faktor lain selain dukungan sosial yang dapat meningkatkan harga diri pembantu rumah tangga. Perlu ditelaah mengenai dampak jam kerja dan perilaku majikan terhadap kondisi psikologis para pembantu rumah tangga. Sampel yang dipergunakan kiranya juga perlu diperbesar dengan memperlebar jangkauan penelitian
atas limpahan rahmat dan karunia-Nya telah memberikan kekuatan lahir dan batin kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah untuk Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan yang sempurna untuk seluruh umat manusia di muka bumi ini hingga akhir zaman, serta kepada keluarga dan para sahabatnya yang senantiasa mendampinginya dalam menyebarkan ajaran kebenaran.
Penulisan skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan dan dedikasi dari berbagai pihak yang telah membantu kelancarannya sehingga penulis dapat menyelesaikannya. Oleh karena itu, dengan penuh rasa hormat penulis akan memberikan rasa terima kasih kepada semua pihak tersebut, diantaranya:
1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jahja Umar, Ph.D beserta jajaran pimpinan lainnya.
2. Prof. Hamdan Yasun, M.Si, Dosen Pembimbing I, dan Gazi, M.Si, Dosen Pembimbing II, yang di tengah kesibukannya telah meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan, bimbingan dan saran dalam penulisan skrispsi ini. 3. Solicha, M.Si, Dosen Penasehat Akademik penulis serta seluruh dosen Fakultas
Psikologi yang telah banyak memberikan ilmu dan arahannya.
4. Orang tua tercinta, Kasdi dan Khodijah yang telah memberikan kasih sayang dan doa yang tiada henti-hentinya dipanjatkan kepada Allah SWT guna keberhasilan dan kebahagiaan anak-anaknya. Terima kasih yang tak terhingga ananda ucapkan
dari hati yang paling dalam. Ya Allah, Berikanlah kemuliaan untuk kedua orang tuaku ini, Amin.
5. Untuk kakak-kakak tercinta; Muhamad Khoeron dan Maesaroh yang telah memberikan bantuan baik moral maupun materiil serta fasilitas yang penulis butuhkan dalam penulisan skripsi ini, kebaikan dan kemurahan hatinya akan selalu penulis ingat.
viii
baik suka maupun duka, terutama dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih atas kepedulian, kasih sayang, bantuan moral dan materiil, saran serta kesetiaannya mendampingi dan menunggu penulis selama ini.
8. Untuk teman-teman Fakultas Psikologi angkatan 2001; Imam, Abiq, Aan, Sibul, Rahmat, Hilman, serta teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan support serta kritik yang membangun.
Semoga Allah SWT membalas semua kebaikannya. Amin
Jakarta, Agustus 2010
Halaman Judul ... i
Halaman Persetujuan ... ii
Halaman Pengesahan ... iii
Motto ... iv
Abstrak ... v
Kata Pengantar ... vii
Daftar Isi ... ix
Daftar Tabel ... xii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ...1
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah ...5
1.2.1 Pembatasan Masalah ...5
1.2.2 Perumusan Masalah ...6
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...6
1.3.1 Tujuan Penelitian ...6
1.3.2 Manfaat Penelitian ...7
1.4 Sistematika Penulisan ...7
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Harga Diri ... 9
2.1.2 Tingkatan Harga Diri ... 11
2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Diri ... 13
2.1.4 Aspek-Aspek Harga Diri... 15
2.1.5 Komponen Harga Diri... 17
2.2 Dukungan Sosial ... 18
2.2.1 Definisi Dukungan Sosial ... 18
2.2.2 Bentuk-Bentuk Dukungan Sosial... 19
2.2.3 Sumber-Sumber Dukungan Sosial... 21
2.2.4 Efek Dukungan Sosial... 22
2.2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dukungan Sosial... 23
2.3 Pembantu Rumah Tangga ...24
2.4 Kerangka Berpikir ...25
2.5 Hipotesa ...27
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ...28
3.1.1 Pendekatan dan Metode Penelitian ...28
3.2 Definisi Variabel dan Operasional Variabel ...28
3.3 Pengambilan Sampel ...30
3.3.1 Populasi dan Sampel ...30
3.3.2 Teknik Pengambilan Sampel ...31
3.4.2 Teknik Uji Instrumen Penelitian ...33
3.5 Teknik Analisa Data ...36
3.6 Prosedur Penelitian ...37
3.6.1 Tahap Persiapan ...37
3.6.2 Uji Coba Instrumen Penelitian ...37
3.6.3 Pelaksanaan Penelitian...48
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Responden ... 49
4.1.1 Latar Belakang Responden ... 49
4.1.2 Kategorisasi Skor Harga Diri ... 50
4.2 Pengujian Hipotesis ... 54
4.2.1 Hasil Utama Penelitian ... 54
4.2.2 Hasil Penelitian Tambahan ...55
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ...58
5.2 Diskusi ...60
5.3 Saran ...62
DAFTAR PUSTAKA...65
Tabel 3.2 Interpretasi nilai r
Tabel 3.3 Skala harga diri (pra-try out)
Tabel 3.4 Skor validitas harga diri
Tabel 3.5 Skala harga diri (pasca-try out)
Tabel 3.6 Skala dukungan social (pra-try out)
Tabel 3.7 Skor validitas dukungan sosial
Tabel 3.8 Skala dukungan sosial (pasca-try out)
Tabel 4.1 Tingkat pendidikan
Tabel 4.2 Masa kerja responden
Tabel 4.3 Kategorisasi skor harga diri
Tabel 4.4 Tingkat harga diri berdasarkan tingkat pendidikan
Tabel 4.5 Tingkat harga diri berdasarkan masa kerja
Tabel 4.6 Hasil penghitungan uji korelasi antara dukungan sosial dan harga
diri
Tabel. 4.7 Hasil penghitungan uji beda tingkat harga diri berdasarkan
pendidikan responden
Tabel 4.8 Hasil penghitungan uji beda tingkat harga diri berdasarkan
lamanya responden bekerja
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan sosialnya manusia dengan segala kedirian individualitasnya
selalu berinteraksi dan bersentuhan dengan individu lainnya. Secara sederhana
hubungan yang terjalin antar individu itu menjadi kooperatif demi suatu kepentingan
yang hendak dicapai. Biasanya, hubungan ini didasarkan rasa saling membutuhkan.
Di luar konflik yang juga kadang terjadi, ini menunjukkan bahwa manusia
merupakan makhluk sosial yang satu sama lain saling membutuhkan bantuan. Akan
tetapi tidak setiap orang yang membantu orang lain dengan begitu disebut sebagai
pembantu. Meski, memiliki akar kata dasar yang sama yakni bantu.
Seiring dengan perkembangan zaman, terutama masyarakat metropolitan (polis
atau kota), yang juga sejalan dengan rutinitas masyarakatnya yang makin padat dan
memakan waktu hingga tidak sempat “mengurusi “dapur sendiri maka banyak
pekerjaan rumah tangga yang “dipercayakan” kepada orang lain dengan imbalan yang
disepakati di muka.
Kemudian, orang yang mengerjakan pekerjaan rumah tangga orang lain inilah
yang biasa disebut sebagai pembantu rumah tangga (PRT). Dalam pengaturan jam
kerja, jenis pekerjaan serta hak-haknya, PRT tidak termasuk dalam kategori buruh
baik secara formal atau informal. PRT adalah jenis pekerjaan unik yang tidak selazim
buruh yang memiliki jam kerja yang jelas, hak-hak yang dilindungi pemerintah dalam
undang-undang ketenagakerjaan, mengerjakan jenis pekerjaan dengan bidang yang
konkret dan spesifik seperti produksi atau gudang, misalnya, pembantu relatif
mengerjakan banyak pekerjaan rumah tangga seperti mencuci pakaian, mengepel
lantai, belanja, memasak atau bahkan hal sepele seperti membukakan gerbang bagi
tuannya yang berada di balik kemudi hingga tidak sedikit yang ditugaskan menjaga
keamanan rumah dengan gaji “secukupnya”. Ditambah pandangan negatif
masyarakat terhadap pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga, hal ini dapat
menyebabkan rendahnya harga diri pembantu.
Contoh kasus yang terjadi, seorang pembantu bernama Yati berumur 23 tahun,
asal dari Ponorogo, dengan pendidikan terakhir lulusan SD. Yati bekerja pada sebuah
keluarga kecil. Sebelumnya, Yati pernah bekerja sebagai pembantu rumah tangga di
daerah dekat rumahnya tetapi kemudian mendapat tawaran untuk bekerja di Bintaro
dengan imbalan yang cukup besar untuk ukuran orang desa. Akhirnya Yati
menyanggupinya. Ketika ditanya mengenai pekerjaannya, Yati menjawab “Ya,
gajinya lebih banyak disini mas daripada di desa, terus pekerjaannya tidak terlalu
banyak, tapi saya selalu tanya yang harus saya kerjakan sama ibu (majikan
perempuan) takut salah”. Dalam bekerja Yati selalu menunggu perintah dan petunjuk
dari majikan, Yati tidak berani mengeluarkan ide-ide walaupun dalam hal kecil
seperti membersihkan dapur karena Yati takut apa yang dikerjakannnya akan
dikerjakan adalah tidak benar dan Yati selalu tergantung perintah dari majikan
walaupun dalam hal yang sangat sepele.
Dari contoh kasus diatas tampak bahwa pembantu rumah tangga mempunyai
harga diri yang rendah. Hal ini sesuai dengan ciri-ciri individu dengan harga diri yang
rendah yang diungkapkan oleh Coopersmith (dalam Pamela, dkk. 2006), yaitu;
memiliki perasaan inferior, takut gagal dalam membina hubungan sosial, terlihat
sebagai orang yang putus asa dan depresi, merasa diri diasingkan, kurang dapat
mengekspresikan diri, sangat tergantung pada lingkungan, tidak konsisten, secara
pasif akan mengikuti apa yang ada di lingkungan dan mudah mengakui kesalahan.
Fenomena besarnya angka kebutuhan tenaga pembantu rumah tangga di
Indonesia, khususnya di kawasan pemukiman penduduk kelas menengah ke atas
(komplek perumahan) tidak diiringi dengan peraturan-peraturan ketenagakerjaan
yang jelas untuk melindungi hak-hak para pekerja rumah tangga dari pemerintah.
Sehingga tidak jarang kita dengar cerita-cerita memilukan mengenai nasib tragis para
pembantu rumah tangga baik di dalam negeri atau pun di luar negeri atau Tenaga
Kerja Wanita (TKW) yang umumnya berprofesi sebagai pembantu rumah tangga.
Dengan kondisi tidak adanya peraturan dari pemerintah sebagai salah satu dukungan
sosial seperti sekarang ini, image yang rendah pekerjaan sebagai pembantu rumah
tangga berimbas pada rendahnya image harga diri mereka sebagai manusia di
lingkungan sosialnya.
Manusia sebagai mahluk sosial tentunya membutuhkan bantuan atau
lain ini, tidak hanya dalam bentuk materi saja akan tetapi dapat juga berbentuk
immateri, misalnya dukungan (support) dalam melakukan sesuatu. Dengan adanya dukungan sosial ini diharapkan dapat memperkuat atau menaikkan perasaan harga
diri seseorang, membantu menghadapi dan menyelesaikan masalah. Jadi fungsi
dukungan sosial adalah memberikan bantuan dalam bentuk penyelesaian masalah,
sehingga akan memperkuat perasaan harga diri seseorang yang kemudian dapat
dengan yakin mengambil kesimpulan terhadap suatu permasalahan.
Dukungan dari lingkungan yang dapat meningkatkan harga diri pembantu
dapat diperoleh dari berbagai sumber yaitu majikan, orang tua dan teman-teman.
Dukungan dari majikan bisa berupa pemberian kesempatan kepada pembantu untuk
bersosialisasi misalnya dengan ikut arisan atau kegiatan sosial, diberikan kesempatan
untuk mendapatkan pendidikan seperti sekolah sore atau kursus keterampilan. Selain
dukungan dari majikan, dukungan dari orang tua dan keluarga juga dapat
meningkatkan harga diri, seperti ungkapan “pekerjaan pembantu itu halal dan mulia
daripada menjadi pengangguran atau menjadi wanita nakal”. Demikian pula peran
seorang teman tidak dapat disepelekan, karena teman dapat memberikan dukungan
secara moral berupa kehangatan dalam berkawan dan saling membantu dan menjadi
teman curhat.
Dukungan sosial digambarkan dengan kondisi ada atau tidaknya seseorang
yang dapat dipercaya dapat membantu sehingga individu mengetahui bahwa dirinya
dihargai. Jika individu diterima dan dihargai secara positif oleh orang lain, individu
lebih menerima dan menghargai diri sendiri. Menurut Sarafino (dalam bahri, 2006)
bahwa dukungan sosial berarti kenyamanan, perhatian, penghargaan atau bantuan
yang didapat seseorang dari orang lain.
Salah satu aspek yang mendukung harga diri adalah kebutuhan akan perasaan
diterima oleh orang lain, dianggap dan diperhatikan oleh orang lain (dukungan
sosial). Adanya hubungan antara perhatian keluarga, majikan dan teman akan
mempengaruhi terhadap keberhargaan diri seseorang.
Melihat fenomena pembantu rumah tangga tersebut, peneliti tertarik untuk
meneliti hubungan antara dukungan sosialdengan harga diripembantu rumah tangga,
karena fenomena tersebut cukup menarik dan kurang mendapat perhatian oleh
masyarakat pada umumnya.
1.2
Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini mencapai tujuan dan mampu menjawab pertanyaan dalam
penelitian dengan tepat maka penelitian ini kami batasi pada:
Harga diri dimaksud dalam penelitian adalah sejauhmana pembantu rumah
tangga menilai dan menghargai karakteristik, kamampuan dan perilaku yang terdapat
dalam dirinya sendiri. Ada tiga komponen terkait harga diri yang meliputi: perasaan
Dukungan sosial adalah hubungan antara pembantu rumah tangga dengan
orang lain seperti rekan kerja, majikan, keluarga dan lingkungan sekitar yang
dilandasi atas kenyamanan dan perhatian yang muncul dari hubungan yang akrab dan
intim. Terdapat lima bentuk dukungan sosial, antara lain: dukungan materi, dukungan
emosional, dukungan penghargaan, dukungan informasi dan integrasi sosial.
Pembantu rumah tangga dimaksud adalah seseorang yang bertugas
mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga seperti memasak, mengepel dan
sebagainya dan bukan tukang kebun atau baby sitter.
1.2.2 Perumusan Masalah
Adapun untuk lebih menyederhanakan dan lebih memfokuskan penelitian ini,
maka menggunakan rumusan masalah sebagai berikut: Adakah hubungan yang
signifikan antara dukungan sosial dengan harga diri pembantu rumah tangga di
Komplek Bintaro Jaya Sektor 3 Rw 008?
1.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang
signifikan antara dukungan sosial dengan harga diri pembantu rumah tangga di
1.3.2 Manfaat Penelitian
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah
bagi ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu psikologi pada khususnya yaitu
psikologi sosial dan psikologi kepribadian.
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
semua pihak seperti mahasiswa, dosen serta masyarakat secara umum untuk
memberikan dukungan kepada para pembantu rumah tangga dengan sistem
pendampingan serta mengkampanyekan kepada para majikan supaya memberikan
dukungan sosial kepada pembantu rumah tangganya.
1.4
Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini penulis membagi menjadi beberapa bagian bab
untuk memudahkan pembahasan, yaitu:
Bab 1 Latar Belakang Masalah, yang berisi pembatasan dan perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
Bab 2 Tinjauan Pustaka yang berisi pembahasan dukungan sosial diantaranya
yaitu: definisi dukungan sosial, bentuk-bentuk dukungan sosial, sumber-sumber
dukungan sosial, efek dukungan sosial, dan faktor-faktor yang mempengaruhi
dukungan sosial. Kajian teori tentang harga diri yang memuat definisi harga diri,
tingkatan harga diri, faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri, aspek-aspek harga
Bab 3 Metode Penelitian berupa pendekatan penelitian, subyek penelitian,
teknik pengumpulan data, teknik pengolahan data dan prosedur penelitian.
Bab 4 Hasil Penelitian yang berisi deskripsi mengenai dukungan sosial
dengan harga diri yang diperoleh pembantu rumah tangga di kawasan Komplek
Bintaro Jaya Sektor 3 Rw 008.
Bab 5 Penutup berisi kesimpulan dan saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Harga Diri
2.1.1 Definisi Harga Diri
Istilah harga diri sesungguhnya mempunyai banyak variasi nama, misalnya
self-worth, self-regard, self-respect dan self-acceptance yang secara umum berarti harga diri.
Dalam bukunya, Minchinton (1993) mendefinisikan harga diri sebagai
penilaian yang seseorang berikan terhadap dirinya sendiri. Sementara itu,
Coopersmith (dalam Thalib, 1999) mengatakan bahwa harga diri mengarah kepada
self evaluation yang dilakukan oleh individu sebagai hasil dari interaksi individu dengan lingkungan serta dari sejumlah penghargaan, perhatian, penerimaan, dan
perlakuan orang lain yang diterima oleh individu. Harga diri merupakan kemampuan
seseorang untuk menilai dirinya sendiri, apakah dia cukup mampu, cukup berharga
atau tidak dalam menyelesaikan problem-problem kehidupan. Branden (1992)
menyatakan bahwa harga diri merupakan pengalaman bahwa kita pantas dengan
hidup ini dan pada ketentuan hidup. Secara lebih spesifik, penghargaan atas diri
adalah:
1. Keyakinan di dalam kemampuan kita untuk berpikir dan menghadapi tuntutan
hidup.
2. Keyakinan di dalam hak kita untuk bahagia, perasaan berharga, layak, diizinkan
untuk menilai kebutuhan dan keinginan kita serta menikmati kerja keras kita.
Menurut Santrock (2002) harga diri merupakan dimensi evaluatif global dari
diri. Harga diri juga diacu sebagai nilai diri atau citra diri.
Sedangkan Abraham Maslow (dalam Goble, 1998) menjelaskan bahwa setiap
orang memiliki dua kategori kebutuhan akan penghargaan, yakni harga diri dan
penghargaan dari orang lain. Pertama, harga diri meliputi: kebutuhan akan kepercayaan diri, kompetensi, penguasaan, kecukupan, prestasi, ketidaktergantungan
dan kebebasan. Kedua, penghargaan dari orang lain meliputi: prestise, pengakuan, penerimaan, perhatian, kedudukan, nama baik, serta penghargaan.
Dalam uraian tersebut tampak bahwa Abraham Maslow (dalam Goble, 1998)
membagi harga diri menjadi dua kategori: yakni harga diri dan penghargaan dari
orang lain serta memandangnya sebagai sebuah kebutuhan, sama halnya dengan
kebutuhan-kebutuhan yang berada di bawahnya, yakni: kebutuhan akan rasa cinta dan
memiliki-dimiliki, kebutuhan akan rasa aman dan kebutuhan fisiologis. Kemudian,
selain kebutuhan tersebut terdapat pula kebutuhan yang disebut dengan kebutuhan
aktualisasi diri yang berada di atas kebutuhan harga diri. Masing-masing tersusun
secara hirarki, jika kebutuhan di bawahnya belum terpenuhi maka pemenuhan
kebutuhan di atasnya menjadi tertunda.
Terpuaskannya kebutuhan akan harga diri pada individu akan menghasilkan
sikap percaya diri, rasa berharga, rasa kuat, mampu dan perasaan berguna. Akan
menimbulkan sikap rendah diri, rasa tidak pantas, rasa lemah, tak mampu, dan rasa
tak berguna sehingga menyebabkan individu tersebut mengalami kehampaan,
keputusasaan, perasaan bersalah serta penilaian yang rendah atas dirinya sendiri
dalam berinteraksi dengan orang lain.
Dengan perkataan lain, harga diri merupakan hasil usaha individu yang
bersangkutan dan merupakan bahaya psikologis yang nyata apabila seseorang lebih
mengandalkan rasa harga dirinya pada opini orang lain ketimbang pada kemampuan
dan prestasi nyata dirinya sendiri (Koswara, 1991).
Dari pengertian-pengertian tentang harga diri di atas dapat disimpulkan bahwa
harga diri adalah penilaian evaluatif, keyakinan dan penghormatan seseorang
terhadap diri –kemampuan, potensi dan keberartian diri- yang terekspresikan melalui
sikap-sikap. Harga diri bisa mengalami peningkatan atau penurunan dimana hal
tersebut tergantung dari pengalaman seseorang baik positif atau negatif.
2.1.2 Tingkatan Harga Diri
Harga diri sebagai evaluasi diri yang ditegakkan dan dipertahankan oleh
individu serta muncul dari sejumlah penghargaan, penerimaan, dan perlakuan orang
lain yang diterima individu mempunyai karakteristik tingkatan-tingkatan yang
berbeda. Coopersmith (dalam Pamela, dkk. 2006) menyusun tingkatan harga diri
menjadi tiga bagian dimana harga diri sebagai self evaluation dipertahankan seseorang dan muncul dari penghargaan, penerimaan dan perlakuan dari orang lain,
1. Tinggi
Seseorang dengan harga diri tinggi mempunyai ciri sebagai berikut, antara lain:
1). Merasa berharga dan menghargai orang lain. 2). Mampu mengendalikan
tindakan pada dunia di luar dirinya dan dapat menerima kritik. 3). Menyukai
tugas baru dan menantang dan tidak panik jika semua tugas yang dikerjakan di
luar rencana dan perkiran. 4). Berprestasi secara akademis dan dapat
mengekspresikan diri dengan baik. 5). Tidak merasa sempurna karena mengetahui
batasan dan berharap pada perbaikan diri. 6). Orientasi dan tujuan realistis serta
bersikap demokratis. 7). Bahagia dan efektif dalam menyikapi tuntutan hidup.
2. Sedang
Seseorang dengan harga diri sedang cenderung tergantung pada penerimaan
lingkungan terhadap dirinya meskipun seseorang dengan harga diri sedang
mempunyai kesamaan dengan seseorang yang harga dirinya tinggi dalam
menyikapi penerimaan diri, cenderung optimis, ekspresif dan dapat menerima
kritik.
3. Rendah
Seseorang dengan harga diri rendah tentu saja menunjukkan kondisi terbalik
dengan orang dengan harga diri tinggi. Orang dengan harga diri rendah memiliki
sifat: 1). Merasa tidak berharga dan tidak disukai dan takut gagal dalam
berhubungan dengan lingkungan sosialnya karenanya cenderung menolak dirinya,
perasaan tidak puas dan meremehkan diri. 2). Tidak mampu mengekspresikan diri
menyukai hal baru dan tantangan karena mempunyai kesulitan dalam adaptasi
terhadap sesuatu yang belum pasti. 4). Terlihat putus asa karena meerasa tidak
banyak yang bisa diharapkan dari dirinya. 5). Merasa bahwa orang lain tidak
memberikan perhatian, merasa terasing dan merasa tidak dicintai. 6).
Beranggapan bahwa apa yang dikerjakan sia-sia dan selalu buruk meski berusaha
dengan keras serta mudah menyerah.
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Diri
Coopersmith (1967), pembentukan harga diri seseorang dipengaruhi beberapa
aspek yaitu sebagai berikut:
1. Keberhasilan (Success)
Ada empat macam pengalaman yang dapat menimbulkan perasaan berhasil dalam
diri seseorang, yaitu: Pertama, Keberhasilan dalam area signifikan yaitu keberhasilan yang tolok ukurnya didapat dari seberapa banyak penghargaan,
perhatian, dan kasih sayang yang diterima seseorang dari orang lain. Penghargaan
dan perhatian akan memunculkan sebuah ekspresi penerimaan dan popularitas
bagi seseorang sedangkan sebaliknya akan memunculkan penolakan dan isolasi.
Kedua, keberhasilan dalam area power, yaitu kemampuan atau keberhasilan dalam mengontrol perilaku yang akan terjadi pada diri. Pengakuan dan
penghargaan yang diterima seseorang dari orang lain dapat memunculkan power
dan dapat menimbulkan perasaan menghargai pandangan secara asertif, energik
Ketiga, keberhasilan dalam area virtue, kemampuan seseorang untuk bisa menyesuaikan diri dengan standar moral dan etika yang berlaku di
lingkungannya. Kepatuhan terhadap nilai, moral dan etika yang dijalaninya
diasumsikan mengandung sikap positif.
Keempat, keberhasilan dalam area competence, yaitu keberhasilan menampilkan performa kerja dan prestasi yang sesuai dengan apa yang diharapkan.
2. Nilai (Values)
Setiap orang menyikapi dan menilai keberhasilan yang telah dicapainya dengan
berbeda-beda. Perbedaan dalam pemberian nilai dan makna terhadap pengalaman
merupakan fungsi dari nilai yang diinternalisasi orang dan lingkungan sosial.
Perlakuan menerima dan menghargai cenderung dapat menghasilkan standar nilai
yang menimbulkan harga diri serta menumbuhkan standar nilai yang stabil dan
realistis. Tepatnya bahwa standar nilai setiap orang mendapatkan pengaruhnya
dari situasi dan kondisi lingkungan sosialnya.
3. Aspirasi (Aspirations)
Ditinjau dari tujuan-tujuan pribadi seseorang memiliki perbedaan pada tingkat
aspirasi antara yang mempunyai harga diri rendah dan tinggi. Orang dengan harga
diri tinggi relatif menentukan tujuan yang lebih tinggi daripada seseorang dengan
harga diri rendah. Pasalnya, orang dengan harga diri tinggi mempunyai harapan
yang lebih dan merasa lebih berharga dengan cara merealisasikan harapan
tersebut. Intinya, orang dengan harga diri tinggi berusaha mencapai harapan
menunjukkan suatu kepercayaan terhadap kemampuan dirinya dan keyakinan
akan keberhasilan dengan ditunjukkan melalui sikap eksploratif. Sedangkan orang
dengan harga diri rendah merasa tidak yakin akan kemampuannya untuk
mencapai keberhasilan atau kesuksesan walaupun ia juga mengharapkan dapat
mencapai keberhasilan. Ini menunjukkan sikap antisipasi terhadap kegagalan
yang dapat menurunkan motivasi atau semangatnya.
4. Pertahanan (Defences)
Perilaku menghadapi ancaman kegagalan atau ketidakberhasilan merupakan cara
seseorang melindungi dan mempertahankan dirinya dari kecemasan dengan
menurunkan harga dirinya yang membuatnya merasa tidak mampu atau tidak
memiliki aspirasi. Karenanya seseorang yang memiliki pertahanan mampu
mengatasi stimulus yang menimbulkan rasa cemas serta mampu menjaga
perilakunya secara efektif.
2.1.4 Aspek-aspek Harga Diri
Harga diri bukanlah sifat atau aspek tunggal saja, melainkan sebuah
kombinasi dari beragam sifat dan perilaku. Dalam bukunya, Maximum Self-esteem, Minchinton (1993) menjabarkan tiga aspek harga diri, yaitu perasaan mengenai diri
sendiri, perasaan terhadap hidup, serta hubungan dengan orang lain.
1. Perasaan Mengenai diri sendiri
Seseorang haruslah menerima dan menghargai dirinya secara penuh, apa
bergantung pada kondisi eksternal. Jika seseorang tidak menyukai dirinya sendiri,
membiarkan orang lain merendahkannya, kerap mencela dirinya sendiri, serta
merendahkan diri, ia akan merasakan kepedihan dan penderitaan mental.
Seseorang dengan harga diri tinggi memegang kendali atas emosinya sendiri.
Sebaliknya, keadaan yang buruk dapat mempengaruhi perasaan seseorang dengan
harga diri rendah, akibatnya suasana hati akan menurun. Setiap kali orang lain
mengatakan sesuatu tentang dirinya, ia akan menerima komentar tersebut begitu saja
dan membiarkan pikiran orang melumpuhkan kehidupannya. Pada akhirnya ia akan
merasa tidak bahagia dan depresi.
2. Perasaan terhadap hidup
Perasaan terhadap hidup berarti menerima tanggung jawab atas setiap bagian
hidup yang dijalaninya. Maksudnya, seseorang dengan harga diri tinggi akan
menerima realita dengan lapang dada dan tidak menyalahkan keadaan hidup ini (atau
orang lain) atas segala masalah yang dihadapinya. Ia sadar bahwa semuanya itu
terjadi berkaitan dengan pilihan dan keputusannya sendiri, bukan karena faktor
eksternal. Karena itu, ia pun akan membangun harapan ataupun cita-cita secara
realistis sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
Perasaan seseorang terhadap hidup juga menentukan apakah dia akan
menganggap sebuah masalah adalah rintangan hebat atau kesempatan bagus untuk
mengembangkan diri. Selain itu, seseorang dengan harga diri tinggi juga tidak
berusaha mengendalikan orang lain atau situasi yang ada. Sebaliknya, ia akan dengan
3. Hubungan dengan orang lain
Seseorang dengan toleransi dan penghargaan yang sama terhadap semua
orang berarti memiliki harga diri yang bagus. Ia percaya bahwa setiap orang,
termasuk dirinya, mempunyai hak yang sama dan patut dihormati. Krena itu,
seseorang dengan harga diri tinggi mampu memandang hubungannya dengan orang
lain secara lebih bijaksana.
Saat seseorang merasa nyaman dengan dirinya sendiri, iapun akan
menghormati orang lain sebagaimana adanya mereka. Ia tidak memaksakan kehendak
atau nilai-nilai kepada orang lain karena ia tidak membutuhkan penerimaan dari
orang tersebut agar ia merasa berharga.
Ketika tidak memandang sejajar pada orang lain dan merasa tidak nyaman
dengan diri sendiri, orang akan merasa gelisah dan tidak nyaman berada disekitar
orang lain. Akibatnya, ia akan merasa sendirian, menjadi posesif dalam menjalin
suatu hubungan, serta merasa lebih nyaman bergaul dengan orang yang juga
menganggapnya tidak berharga.
2.1.5 Komponen Harga Diri
Menurut Felker (dalam Afrinanda, 2003) ada tiga komponen harga diri, yaitu:
1. Feelings of belonging
Komponen yang terkait dengan perasaan individu bahwa dirinya merupakan
bagian dari suatu kelompok dan dirinya diterima, dicintai dan dihargai oleh
2. Feelings of competence
Komponen yang melihat kerja persepsi yang dimiliki seseorang yakni
menyangkut perasaan keberhargaan atau keberhasilan ketika mencapai sesuatu
yang diharapkan.
3. Feelings of worth
Komponen yang menunjukkan perasaan akan penilaian orang lain terhadap diri
yakni perasaan tentang berharga atau tidak seorang individu di mata yang lainnya.
Ketiga komponen berdasarkan pendapat dari Felker inilah yang akan dijadikan
sebagai indikator dalam pengukuran harga diri seseorang.
2.2
Dukungan Sosial
2.2.1 Definisi Dukungan Sosial
Pengertian dukungan sosial pada dasarnya mengacu pada kedekatan interaksi
yang bersifat pemberian informasi, bantuan yang menunjukkan adanya hubungan
sosial. Sarafino (dalam bahri, 2006) menjelaskan bahwa dukungan sosial berarti
kenyamanan, perhatian, penghargaan atau bantuan yang didapat seseorang dari orang
lain. Menurut National Cancer Institute, dukungan sosial adalah suatu jaringan keluarga, teman, tetangga, dan anggota masyarakat yang bersedia memberikan
bantuan secara psikologis, fisik, dan finansial saat diperlukan (dalam Raharjo dkk,
2008). Sedangkan ada satu pendapat yang spesifik yang diajukan Gottlieb (1983)
atau nasehat, tindakan yang nyata atau materi yang berasas pada hubungan sosial
yang akrab dan intim. Hubungan yang akrab ini biasanya ditandai dengan kehadiran
seseorang dengan adanya hubungan yang dekat dan nyaman.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial
merupakan satu hubungan relasi antara individu dengan individu lain atau dengan
kelompok seperti keluarga, teman atau rekan kerja yang dilandasi atas pemberian
informasi verbal atau non-verbal, perhatian dan kenyamanan yang timbul dari adanya
hubungan yang akrab dan intim.
2.2.2 Bentuk-bentuk Dukungan Sosial
Ada lima bentuk dukungan sosial yang dinyatakan oleh Sarafino (dalam
Bahri, 2006), yakni:
1. Dukungan instrumental atau materi
Dukungan instrumental atau materi biasa juga disebut dengan bantuan langsung,
yaitu sebentuk pemberian bantuan nyata dimana seseorang yang mengalami
masalah diberikan barang yang dibutuhkan atau bantuan dalam mengerjakan
tugas-tugas tertentu.
2. Dukungan emosional
Dukungan ini melibatkan ekspresi rasa empati dan perhatian terhadap individu.
Bentuknya berupa pemberian semangat, kehangatan, kasih sayang dan dukungan
emosi dimana jenis dukungan ini lebih bersifat emosional atau menjaga suatu
diwujudkan melalui perasaan positif berupa empati, perhatian dan kepedulian
yang dapat memunculkan perasaan nyaman, perasaan dicintai dan diperhatikan.
3. Dukungan penghargaan
Dukungan penghargaan menunjukkan dukungan yang dibutuhkan pada situasi
stres terhadap perasaan mampu atau harga diri individu dengan orang lain.
Dukungan ini diekspresikan melalui penghargaan positif tanpa pamrih dan apa
adanya seperti pemberian nasihat atau persetujuan yang dapat menimbulkan
perasaan berharga.
4. Dukungan informasi
Dukungan ini memperlihatkan adanya pemberian informasi, saran atau nasihat
dan bimbingan termasuk pengajaran atas suatu keterampilan yang dapat
memberikan solusi terhadap individu dan juga penilaian informasi yang
membantu seseorang mampu menilai dirinya sendiri. Dukungan ini diungkapkan
bertujuan sebagai pemecahan masalah.
5. Integritas sosial
Hubungan jenis ini menggambarkan bentuk hubungan persahabatan yang
memungkinkan seseorang melakukan aktivitas sosial. Dengannya integritas sosial
juga disebut sebagai jaringan sosial. Karenanya, dukungan ini diperoleh melalui
adanya keterlibatan dalam suatu aktivitas kelompok yang diminati individu.
Uraian fungsi dasar dukungan sosial yang diungkapkan oleh Sarafino inilah
2.2.3 Sumber-sumber dukungan sosial
Sumber dukungan sosial diperoleh dari hubungan sosial seseorang dengan
orang lain, kelompok dan masyarakat yang aspeknya lebih luas. Sumber dukungan
sosial menurut Gottlieb (1983) berasal dari hubungan profesional dan non profesional
atau significant others. Adapun yang dimaksud dengan hubungan yang bersumber pada non profesional misalnya pasangan seperti pacar, suami atau istri, anggota
keluarga, teman dan sebagainya. Sedangkan hubungan profesional misalnya
hubungan dengan psikolog, psikiater, dokter dan sebagainya.
Menurutnya (Gottlieb, 1983) bahwa hubungan non profesional sebagai
hubungan yang menempati bagian terbesar dari kehidupan seseorang dan menjadi
sumber dukungan sosial yang paling potensial. Ini karena hubungan non profesional
mudah didapat, memiliki nilai dan norma yang sesuai dengan penerimaan dukungan
mengenai apa dan bagaimana seharusnya dukungan sosial diberikan, hubungan
cenderung setara antara pemberi dan penerima, variabel yang diberikan sangat luas
dari hanya menjadi pendengar sampai pemberian dukungan materi dan bebas biaya
karena tidak ada pretensi kecuali karena beralasan atas kedekatan status, keturunan
dan seterusnya.
Dengan demikian dua dukungan sosial yang diungkapkan oleh Gottlieb
memiliki perbedaan karakteristik tetapi keduanya menandakan adanya hubungan
penerima dan pemberi.
Sedangkan menurut Rook & Dooley (dalam Kuntjoro, 2002) ada dua sumber
natural diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam kehidupannya secara
spontan dengan orang-orang yang berada di sekitarnya, misalnya anggota keluarga,
teman dekat atau relasi. Dukungan sosial ini bersifat nonformal. Sementara itu yang
dimaksud dengan dukungan sosial artifisial adalah dukungan sosial yang dirancang
ke dalam kebutuhan primer seseorang, misalnya dukungan sosial akibat bencana alam
melalui berbagai sumbangan sosial.
Sumber dukungan sosial yang bersifat natural berbeda dengan sumber
dukungan sosial yang bersifat artifisial dalam sejumlah hal. Perbedaan tersebut
terletak dalam hal sebagi berikut: keberadaan sumber dukungan sosial natural bersifat
apa adanya tanpa dibuat-buat sehingga mudah diperoleh dan bersifat spontan,
memiliki kesesuaian dengan norma yang berlaku tentang kapan sesuatu harus
diberikan, berakar dari hubungan yang telah lama, memiliki keragaman dalam
penyampaian dukungan sosial, mulai dari pemberian barang-barang nyata hingga
sekedar menemui seseorang dengan menympaikan salam, dan dukungan sosial yang
natural itu juga terbebas dari beban dan label psikologis.
2.2.4 Efek dukungan sosial
Ada dua model efek dukungan sosial yang dinyatakan oleh Gottlieb (1983), yaitu:
1. Efek langsung (direct effect)
Dukungan sosial dengan model efek langsung adalah dukungan yang diberikan
secara langsung dan tidak terkait dengan keadaan stres sebagai peningkatan
2. Efek pelindung (bufferingeffect)
Efek pelindung menggambarkan adanya peranan penting pada dukungan sosial
dalam memelihara keadaan psikologis seseorang dalam keadaan mengalami
tekanan. Karenanya, model ini melihat sumber daya dalam hubungan sosial yang
menimbulkan pengaruh positif sebagai pelindung terhadap efek negatif dari stres.
2.2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan sosial
Banyak faktor menentukan pada seseorang untuk memperoleh dukungan
sosial. Karenanya, tidak semua individu memperoleh dukungan sosial. Sarafino
(1990) menjelaskan bahwa faktor-faktor tersebut berkaitan dengan potensi penerima
dukungan sosial seperti: orang tidak mungkin menerima dukungan jika mereka tidak
bergaul, tidak menolong orang lain, dan tidak membiarkan orang lain mengetahui
bahwa mereka butuh pertolongan.
Menurut Sarafino (1990), ada faktor lain yang mempengaruhi dukungan
sosial, berkaitan dengan potensi pemberian dukungan, seperti ada atau tidaknya
sumber-sumber yang dipercaya, ada atau tidaknya sensitivitas akan kebutuhan dari
orang lain, komposisi dan struktur dari jaringan sosial yang merupakan pertalian yang
dimiliki dalam keluarga dan masyarakat.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi
dukungan sosial itu ada dua yaitu faktor penerima dukungan sosial dan faktor
2.3
Pembantu Rumah Tangga
Pembantu rumah tangga sering diidentifikasi terhadap seseorang yang
melakukan pekerjaan rumah seperti memasak, membersihkan rumah, dst. Karenanya,
pekerjaan yang ditugaskan terhadap para pekerja rumah tangga ini sering kali tidak
disertai jam kerja yang jelas. Juga, entah atas dasar apa pekerja rumah tangga
kemudian disebut dengan pembantu rumah tangga.
Pembantu rumah tangga adalah pelaku kerja kerumahtanggaan dimana
mereka memiliki peran produktif yang penting dalam membantu kelangsungan
aktivitas kehidupan sehari- hari suatu keluarga/ rumah tangga.
Terdapat dua faktor utama yang melatarbelakangi kehadiran PRT yaitu
karena kemiskinan dan faktor kebutuhan tenaga kerja domestik yang selama ini
dibebankan kepada perempuan. Kemiskinan itu sendiri bukanlah hal yang alamiah
melainkan disebabkan oleh perkembangan sistem kapitalisme dunia yang bersifat
eksploitatif. Kebijakan ekonomi internasional tersebut diikuti oleh kebijakan
pemerintah yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat (adanya kemiskinan
struktural).
Pembantu rumah tangga sebagai salah satu kelompok pekerja yang
keberadaannya secara realitas kurang mendapat perhatian dari pemerintah
meskipun secara tidak langsung pekerjaan tersebut membantu mengatasi masalah
Pertama-tama, hak yang harus dikedepankan dari mereka adalah pengakuan
sebagai manusia, bukan mesin atau robot yang boleh diperlakukan semau
penggunanya. Juga kesadaran mereka memiliki jiwa dan akal budi. Mempekerjakan
PRT di dalam sebuah rumah tangga bukanlah sekadar menarik hubungan pembayar -
pelaku, atau majikan - buruh, tetapi selalu terdapat nilai-nilai yang memberi nuansa
hubungan tersebut. Ada hak dan kewajiban yang saling melekat. Dan, di balik
profesionalitas relasi hak - kewajiban itu masih ada pertimbangan keajekan hubungan
karena saling bertemu pada mobilitas pekerjaan di rumah.
Pembantu rumah tangga hampir sebagian besar adalah kaum perempuan. Hal
ini sering dikaitkan dengan sosok perempuan yang diidentikkan sebagai orang yang
ulet, penurut, detil, lembut, sabar serta hal lain yang dianggap sesuai karakterisasinya
dengan pekerjaan rumah tangga. Di Indonesia, pembantu rumah tangga dapat
digolongkan kepada dua kelompok. Pertama, PRT migran yakni PRT yang bekerja
dan bermigrasi hingga ke luar negeri. Kedua, PRT domestik atau lokal yaitu PRT
yang bekerja di negara asal. Untuk yang terakhir PRT ada yang bekerja dan
bertempat tinggal di rumah dimana ia bekerja dan ada pula yang bekerja kemudian
pulang ke rumahnya jika pekerjaan telah dianggap selesai.
2.4
Kerangka Berpikir
Fenomena pembantu rumah tangga merupakan gejala masyarakat modern. Ini
rumah tangga ini tidak termasuk kedalam profesi seperti profesi-profesi lain yang
biasa ditemui di lingkungan kerja.
Karena bukan profesi maka dalam hierarki jam kerja, jenis pekerjaan, dan
hak-haknya, pembantu belum bisa diklasifikasikan ke dalam golongan buruh baik
yang bersifat formal maupun informal. Buruh mempunyai jam kerja yang jelas, jenis
pekerjaannya jelas, ada hak-haknya yang dilindungi pemerintah dan yang pasti ada
status yang jelas dalam pemerintah Sedangkan pembantu, mereka merupakan pekerja
yang mempunyai keunikan tersendiri, yang tidak dimiliki oleh pekerja lainnya karena
ia bekerja tanpa ada pembagian jam yang jelas, jenis pekerjaannnya tidak pasti, gaji
yang rendah dan belum ada undang-undang yang dapat melindungi hak mereka.
Pembantu bekerja mulai dari subuh sampai malam pun dia belum berhenti
sampai kondisi rumah sudah tenang, jenis pekerjaannya bisa beragam tidak terpaku
pada satu jenis saja melainkan dia bekerja serabutan mulai dari memasak,
membersihkan rumah, dengan gaji yang rendah. Kondisi yang semacam ini dapat
menyebabkan rendahnya harga diri pembantu.
Harga diri pembantu rumah tangga juga berkaitan dengan kondisi relasi di
lingkungan sosialnya atau disebut sebagai dukungan sosial. Sarafino (dalam bahri,
2006) menjelaskan bahwa dukungan sosial berarti kenyamanan, perhatian ,
penghargaan atau bantuan yang didapat seseorang dari orang lain. Dengan demikian,
Adanya hubungan antara perhatian keluarga, majikan dan teman akan
mempengaruhi terhadap harga diri seseorang. Harga diri adalah apa yang dirasakan
mengenai diri yang akan mempengaruhi tindakan selanjutnya.
Dengan hal tersebut mengantarkan peneliti pada sebuah hipotesa sementara
bahwa ada hubungan antara dukungan sosial terhadap harga diri pembantu rumah
tangga.
Skema 2.1 hubungan dukungan sosial dengan harga diri
Dukungan Sosial
Dukungan Materi Dukungan Emosional Dukungan Penghargaan Dukungan Informasi
Dukungan Integritas Sosial
Harga Diri
Feelings of Belonging Feeling of Competence Feeling of Worth
2.5
Hipotesa
H0 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara dukungan sosial dengan harga
diri pembantu rumah tangga.
Ha : Ada hubungan yang signifikan antara dukungan sosial dengan harga diri
METODE PENELITIAN
3.1
Jenis Penelitian
3.1.1 Pendekatan dan metode penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif
karena analisa data akhir dilakukan dengan penghitungan secara statistik. Sedangkan
metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan jenis penelitian korelasional
yang bertujuan untuk mencari hubungan antar variabel penelitian. Metode korelasi
bertujuan untuk meneliti sejauh mana variasi pada satu faktor berkaitan dengan
variasi pada faktor lain.
Menurut Arikunto (2002) metode penelitian korelasi bertujuan untuk
menemukan ada tidaknya hubungan dan apabila ada, berapa eratnya hubungan serta
berarti atau tidaknya hubungan itu. Alasan menggunakan metode korelasi adalah,
penelitian ini mencoba meneliti hubungan di antara variabel-variabel yang diteliti,
yaitu ada tidaknya hubungan antara dukungan sosial dengan harga diri pembantu
rumah tangga.
3.2
Definisi Variabel dan Operasional Variabel
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel. Penelitian bertujuan untuk mencari
hubungan diantara berbagai faktor. Berdasarkan hubungannya, variabel dapat
dibedakan menjadi variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat
menjadi penyebab bagi variabel lain. Variabel terikat adalah variabel yang
dipengaruhi atau disebabkan oleh variabel lain. Namun, suatu variabel tertentu dapat
sekaligus menjadi variabel bebas dan variabel terikat (Irawan Soehartono,2008).
Sedangkan menurut Sugiyono (2009) variabel independen: variabel ini sering
disebut sebagai variabel stimulus, prediktor, antecedent. Dalam bahasa indonesia sering disebut sebagai variabel bebas. Variabel bebas adalah merupakan variabel
yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel dependen: sering disebnut sebagai variabel out put, kriteria, konsekuen. Dalam Bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel terikat.
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat,
karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah
dukungan sosial, dan variabel terikatnya adalah harga diri
Dalam penelitian ini dirumuskan definisi operasional variabel sebagai berikut:
1. Dukungan sosial adalah hasil pengukuran atau skoring dari beberapa indikator
yang menjadi penentu terbentuknya sebuah dukungan terhadap seseorang dengan
berdasarkan pada dukungan materi, dukungan emosional, dukungan penghargaan,
dukungan informasi dan adanya integritas sosial yang memungkinkan seseorang
untuk melakukan aktivitas sosial.
2. Harga diri adalah berupa kondisi yang dirasakan oleh seseorang dengan
berdasarkan penilaian terhadap perasaan memiliki dan dicintai, perasaan memiliki
kemampuan dan berharga ketika berhasil melakukan sesuatu serta adanya perasan
negatif dan dapat dilihat berdasarkan perbandingan nilai skor dengan nilai dalam
kategori skor harga diri.
3.3
Pengambilan
Sampel
3.3.1. Populasi dan sampel
Menurut Arikunto (2006) populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.
Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian,
maka penelitiannya merupakan penelitian populasi. Studi atau penelitiannya juga
disebut studi populasi atau studi sensus. Jadi populasi merupakan anggota
sekelompok objek, kejadian atau peristiwa yang dirumuskan secara jelas atau
memiliki karakteristik tertentu menjadi perhatian peneliti. Sedangkan sampel adalah
sebagain atau wakil populasi yang diteliti.
Dinamakan penelitian sampel apabila kita bermaksud untuk
menggeneralisasikan hasil penelitian sampel (Arikunto, 2006). Sampel adalah
sebagian dari populasi dan diambil sesuai dengan karakteristik yang ada pada
populasi. Sampel harus benar-benar mewakili atau representatif yang berarti semua
karakteristik populasi hendaknya tercermin dalam sampel yang diambil. Artinya sifat
dari sampel ini dapat digeneralisasikan dengan populasi.
Populasi penelitian ini adalah pembantu rumah tangga yang bekerja di
komplek Bintaro Jaya Sektor 3 Rw 008. Pada Komplek Bintaro Jaya Sektor 3 Rw
tangga yang khusus mengurusi rumah tangga yang semuanya berjenis kelamin
perempuan. Jenis pekerjaan yang dikategorikan kedalam pekerjaan rumah tangga
yaitu memasak, mencuci baju dan membersihkan rumah seperti menyapu, mengepel
dan sejenisnya. Sedangkan pekerja yang melakukan pekerjaan seperti menyopir,
mengasuh anak, dan mengurus kebun tidak termasuk dalam kategori pekerjaan rumah
tangga dan pekerjanya tidak disebut sebagai pembantu rumah tangga.
3.3.2. Teknik pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah sampel gugus
sederhana/area sampling/sampel klaster (cluster). Teknik sampling daerah digunakan untuk menentukan sampel bila obyek yang akan diteliti atau sumber data sangat luas,
misal penduduk dari suatu negara, propinsi atau kabupaten. Untuk menentukan
penduduk mana yang akan dijadikan sumber data, maka pengambilan sampelnya
berdasarkan daerah populasi yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2009). Dalam
penelitian ini populasi tercakup dalam rukun warga 008 Bintaro Jaya Sektor 3
terbagi dalam beberapa kelompok atau cluster yaitu rukun tetangga.
Menurut Guy (1976) dalam penelitian korelasi jumlah sampel minimum
adalah 30 orang (dalam Sevilla et all., 1993). Di sini penulis berhasil mendapatkan sampel sebanyak 57 orang dari populasi pembantu rumah tangga yang bekerja di
3.4.1 Instrumen penelitian
Dalam pengumpulkan data, untuk mengungkap masalah dalam penelitian ini
alat ukur yang digunakan adalah kuisioner berupa instrumen angket pernyataan sikap
(skala likert) untuk memperoleh data yang berhubungan dengan sikap subyek atas
pernyataan yang diberikan mengenai kedua variabel yang akan diukur. Data
mengenai tendensi agresivitas, sikap terhadap sesuatu, self esteem, kecemasan laten, strategi menghadapi masalah, orientasi seksual, dan semacamnya merupakan contoh
data yang harus diungkap oleh skala psikologi. Pernyataan sikap mungkin berisi atau
mengatakan hal-hal yang positif mengenai obyek sikap, yaitu kalimatnya bersifat
mendukung atau memihak pada obyek sikap. Pernyataan seperti ini disebut sebagai
pernyataan yang favorabel (favorable). Sebaliknya, pernyataan sikap mungkin pula berisi hal-hal yang negatif mengenai obyek sikap, yaitu yang berifat tidak mendukung
ataupun kontra terhap obyek sikap yang hendak diungkap. Pernyataan ini disebut
sebagai pernyataan yang tak favorabel (unfavorable) (Azwar, 2003).
Pemberian skoring instrumen menggunakan skala model Likert dengan
metode summated ratings. Menurut Saifuddin Azwar (2003), yaitu pernyataan-pernyataan yang menempatkan individu pada suatu situasi yang menggambarkan
dirinya, dengan memilih salah satu dari alternatif jawaban yang disediakan, yaitu
sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS).
1), dan untuk pernyataan unfavorable diberi nilai sebaliknya, lihat tabel 3. 1
Tabel 3.1
Instrumen Penelitian
Point Favorable Unfavorable
1
2
3
4
STS
TS
S
SS
SS
S
TS
STS
3.4.2 Teknik uji instrumen penelitian
Uji instrumen (try out) dilakukan untuk mengukur tingkat validitas dan
reliabilitas alat ukur. Uji coba dilakukan pada pembantu rumah tangga yang ada di Rt
07, 08, 09, 10, 11 yang memiliki karakterisatik yang sama dengan responden
penelitian dengan menyebarkan angket skala dukungan sosial dan harga diri kepada
75 responden. Adapun angket yang kembali dan bisa dipergunakan adalah sebanyak
50. Setelah uji coba dilakukan, penulis melakukan uji validitas dan reliabilitas. Uji
validitas skala dilakukan dengan cara melihat koefisien korelasi dengan perhitungan
1. Uji Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukur (tes) dalam melakukan fungsi
ukurnya. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila tes
tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang tepat dan
akurat sesuai dengan maksud dikenakannya tes tersebut (Azwar, 2003).
Uji validitas yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan korelasi
Product Moment dari Pearson. Dengan rumus sebagai berikut (Azwar, 2006):
(
)( )
(
)
( )
⎪⎭ ⎪ ⎬ ⎫ ⎪⎩ ⎪ ⎨ ⎧ − ⎪⎭ ⎪ ⎬ ⎫ ⎪⎩ ⎪ ⎨ ⎧ − − =∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
n Y Y n X X n Y X XY rxy 2 2 2 2 / Keterangan:rxy :Koefisien Korelasi
n : Jumlah sampel
∑
XY :Jumlah hasil perkalian antara skor X dan Y∑
X : Jumlah seluruh skor X∑
Y : Jumlah seluruh skor Y2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas diterjemahkan dari kata reliability. Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi maksudnya adalah pengukuran yang dapat menghasilkan data
namun ide pokok dalam konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu
pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 2003). Selain harus valid, suatu alat ukur
juga harus reliabel (andal). Suatu alat ukur dikatakan reliabel apabila alat ukur
tersebut memberikan hasil yang tetap selama variabel yang diukur tidak berubah.
Perlu diingat bahwa alat ukur yang reliabel mungkin tidak valid, sedangkan alat
ukur yang valid pasti reliabel (Soehartono, 2008). Untuk menguji reliabilitas
digunakan rumus Alpha Cronbach, dengan rumus (Azwar, 2003):
⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ −
=
∑
22 1 1 Sx Sj K K α Keterangan:
α : Koefisien reliabilitas alpha
Sj2 : Uraian belahan
K : Jumlah belahan tes
Sx : Varian skor tes
Menurut J.P. Guilford (dalam Kuncono, 2004), prinsip umum yang digunakan
[image:47.612.112.498.276.498.2]untuk menafsirkan nilai r adalah sebagai berikut:
Table 3.2
Interpretasi nilai r
Besarnya r Interpretasi
>0.9 Sangat reliable
0.7 – 0.9 Reliabel
0.4 – 0.7 Cukup reliable
0.2 – 0.4 Kurang reliable
Teknik analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisa statistik
dengan menggunakan rumus koefisien korelasi Product Moment dari Pearson, yang bertujuan untuk menentukan keterkaitan antara dua variable yang datanya berbentuk
interval (Sevilla, 1993) dan dihitung dengan SPSS 11.5. Koefisien korelasi ini dapat digunakan untuk membandingkan hasil pengukuran dua variabel yang berbeda agar
dapat menentukan tingkat hubungan antara variabel-variabel tersebut. Dengan rumus:
(
)( )
(
)
( )
⎪⎭ ⎪ ⎬ ⎫ ⎪⎩ ⎪ ⎨ ⎧ − ⎪⎭ ⎪ ⎬ ⎫ ⎪⎩ ⎪ ⎨ ⎧ − − =∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
n Y Y n X X n Y X XY rxy 2 2 2 2 / Keterangan:rxy :Koefisien Korelasi
n : Jumlah sampel
∑
XY :Jumlah hasil perkalian antara skor X dan Y∑
X : Jumlah seluruh skor X∑
Y : Jumlah seluruh skor YHasil perhitungan diperoleh dengan menggunakan SPSS 11.5 yang hasilnya akan diinterpretasi dan dikorelasikan dengan table koefisien korelasi. Jika rhitung lebih
besar daripada rtabel pada taraf signifikansi 0,05 (5%) maka H0 ditolak dan Ha
diterima. Namun apabila rhitung lebih kecil daripada rtabel pada taraf signifikansi 0,05
3.6.1 Tahap persiapan
Pada tahap persiapan ini peneliti melakukan penelusuran kepustakaan untuk
menemukan berbagai konsep dan teori ilmiah yang berkenaan dengan masalah yang
diteliti untuk membuat instrumen penelitian. Penelusuran ini dilakukan melalui
buku-buku yang menyajikan pembahasan mengenai dukungan sosial dan harga diri. Selain
buku-buku, juga dilakukan penelaahan artikel-artikel ilmiah yang terdapat di
situs-situs internet yang menyajikan bahasan-bahasan yang sesuai masalah ini. Hal ini
dilakukan untuk menemukan teori dan kelengkapan aspek yang akan diukur dalam
penelitian ini.
Selanjutnya peneliti membuat instrumen penelitian berdasarkan teori-teori
yang terkumpul. Setelah instrumen penelitian ini selesai, dilakukan observasi
lapangan guna mengumpulkan data responden penelitian, serta meminta izin untuk
melaksanakan penelitian kepada pihak-pihak yang terkait.
3.6.2 Uji coba instrumen penelitian
Uji coba validitas menggunakan uji dua sisi dengan taraf signifikansi 0,05
(5%). Kriteria pengujian adalah jika rhitung > rtabel maka instrumen atau item-item skala
berkorelasi signifikan terhadap skor total atau dinyatakan valid sedangkan jika rhitung
menggunakan SPSS versi 11.5 maka didapatkan nilai rhitung pada masing-masing item,
nilai itu lalu dibandingkan dengan nilai rtabel, rtabel pada taraf signifikansi 0,05 (5%)
dan jumlah data (n-1) = 49 maka didapat rtabel adalah 0,281. Butir-butir yang nilai
korelasinya kurang dari 0,281 dinyatakan tidak valid.
1. Skala harga diri
Harga diri, sebagaimana telah dijelaskan dalam kajian pustaka, adalah
penilaian evaluatif, keyakinan dan penghormatan seseorang terhadap diri –
kemampuan, potensi dan keberartian diri- yang terekspresikan melalui sikap-sikap.
Harga diri bisa mengalami peningkatan atau penurunan dimana hal tersebut
tergantung dari pengalaman seseorang baik positif atau negatif.
[image:50.612.113.533.180.693.2]Harga diri terdiri atas tiga komponen dasar yaitu: feelings of belonging, feelings of competence dan feelings of worth. Adapun blue printnya seperti di bawah ini:
Tabel 3.3
(Blue print Pra-try out)
No. Komponen Indikator Favorable Unfavorable Jumlah
Perasaan
dicintai
1, 9, 21, 36 3, 18, 29, 32 8
Perasaan
dihargai
10, 17, 23,
31
9, 20, 24, 38 8 1. Feelings of
Belonging
2. Feelings of
Competence
Perasaan
keberhargaan
atau
keberhasilan
ketika
mencapai
sesuatu yang
diharapkan
5, 11, 26,
35
7, 13, 22, 39 8
3. Feelings of
Worth
Perasaan
penilaian
orang lain
terhadap diri
4, 12, 27,
34
2, 14, 28, 40 8
Jumlah 20 20 40
Hasil uji coba skala harga diri didapat butir-butir pernyataan skala harga diri
yang memiliki daya beda (validitas) tinggi, yang dapat dipergunakan dalam penelitian
sebanyak 38 butir item dari 40 butir item yang diujicoba. Butir-butir tersebut adalah
butir-butir yang memiliki skor lebih dari batas nilai 0,281.
[image:51.612.116.518.82.501.2]Hasil uji atau skor pada tiap-tiap butir yang memiliki validitas tinggi tercantum dalam
(Skor validitas harga diri)
No Aitem R Score Keterangan
1 0.4825 Valid
2 0.5570 Valid
3 0.6156 Valid
4 0.4498 Valid
5 0.1691 Tidak Valid
6 0.6821 Valid
7 0.7604 Valid
8 0.4619 Valid
9 0.4898 Valid
10 0.4933 Valid
11 0.6771 Valid
12 0.5552 Valid
13 0.7890 Valid
14 0.4667 Valid
15 0.5824 Valid
16 0.6012 Valid
17 0.6285 Valid
18 0.6345 Valid
19 0.5502 Valid
20 0.7895 Valid
21 0.4205 Valid
22 0.4660 Valid
23 0.5802 Valid
24 0.4825 Valid
25 0.7181 Valid
26 0.4681 Valid
27 0.4337 Valid
28 0.7802 Valid
29 0.4711 Valid
30 0.6815 Valid
31 0.3996 Valid
32 0.5672 Valid
33 0.7054 Valid
34 0.5235 Valid
35 0.2740 Tidak Valid
36 0.6082 Valid
37 0.5802 Valid
[image:52.612.115.501.100.712.2]40 0.6757 Valid
Setelah diketahui validitasnya maka blue print untuk pengukuran yang
[image:53.612.114.518.181.698.2]digunakan dalam penelitian dapat digambarkan menjadi seperti tabel berikut:
Tabel 3.5
(Blue print pasca-try out)
No. Komponen Indikator Favorable Unfavorable Jumlah
Perasaan
dicintai
1, 9, 21, 36 3, 18, 29, 32 8
Perasaan
dihargai
10, 17, 23,
31
9, 20, 24, 38 8 1. Feelings of
Belonging
Perasaan
diterima
8, 16, 30,
37
6, 15, 25, 33 8
2. Feelings of
Competence
Perasaan
keberhargaan
atau
keberhasilan
ketika
mencapai
sesuatu yang
diharapkan
11, 26 7, 13, 22, 39 6
orang lain
terhadap diri
Jumlah 18 20 38
Uji reliabilitas skala harga diri dilakukan dengan menggunakan Alpha
Cronbach. Dari hasil uji reliabilitas pada skala ini didapat koefisien Alpha sebesar
0,9530. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa instrumen penelitian ini sangat
reliabel.
2. Skala dukungan sosial
Dalam kajian bahwa dukungan sosial adalah satu hubungan relasi antara
individu dengan individu lain atau dengan kelompok seperti keluarga, teman atau
rekan kerja yang dilandasi atas pemberian informasi verbal atau non-verbal, perhatian
dan kenyamanan yang timbul dari adanya hubungan yang akrab dan intim. Dalam
Sarafino (dalam bahri, 2006) bahwa jenis dukungan sosial ada lima yaitu: dukungan
materi, dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan informasi dan
[image:54.612.127.519.84.238.2]integritas sosial. Adapun blue print-nya adalah sebagaimana table 3.2 di bawah ini:
Tabel 3.6
(Pra-try out)
No Jenis Indikator Favorable Unfavorable Jumlah
1. Dukungan
materi
Mendapatkan
bantuan
Mendapatkan
rasa empati
55, 52, 66 54, 1, 45 6
Mendapatkan
perhatian
33, 3, 47 40, 25, 6 6 2. Dukungan
emosional
Mendapatkan
kepedualian
51, 18, 50 24, 35, 16 6
Mendapatkan
penghargaan
positif tanpa
syarat
29, 22, 56 61, 2, 19 6
Mendapatkan
nasehat bersifat
emosi
62, 4, 10 30, 27, 58 6 3. Dukungan
penghargaan
Mendapatkan
persetujuan
23, 36, 59 48, 7, 21 6
Mendapatkan
nasehat bersifat
pengetahuan
13, 65, 8 32, 9, 39 6
Mendapatkan
pengarahan
20, 42, 60 57, 12, 63 6 4. Dukungan
informasi
tentang apa yang
dilakukan
5. Integritas
sosial
Ikut serta dalam
aktivitas sosial
53, 15, 14 38, 28, 64 6
Jumlah 33 33 66
Hasil uji coba tersebut mendapatkan butir-butir pernyataan skala dukungan
sosial yang memiliki daya beda (validitas) tinggi, yang dapat dipergunakan dalam
penelitian sebanyak 42 butir item dari 66 butir item yang diujicobakan. Butir-butir
tersebut adalah butir-butir yang memiliki skor lebih dari batas nilai 0,281. Sedangkan
masing-masing skor dari seluruh butir yang memiliki skor validitas tinggi dan dipakai
[image:56.612.114.531.84.283.2]dalam penelitian dijabarkan dalam tabel berikut:
Table 3.7
(Skor validitas dukungan sosial)
No. Item R Score Keterangan
1 0.2461 Tidak Valid
2 0.3018 Valid
3 0.2594 Tidak Valid
4 0.4130 Valid
5 0.1217 Tidak Valid
6 0.2721 Tidak Valid
7 0.1758 Tidak Valid
8 0.3506 Valid
9 0.4310 Valid
10 0.6884 Valid
11 0.6739 Valid
12 0.2742 Tidak Valid
13 0.0713 Tidak Valid
14 0.1283 Tidak Valid
15 -0.0494 Tidak Valid
18 0.3880 Valid
19 0.3858 Valid
20 0.5328 Valid
21 0.2205 Tidak Valid
22 0.5585 Valid
23 0.3517 Valid
24 0.5083 Valid
25 0.4264 Valid
26 0.6359 Valid
27 0.5289 Valid
28 -0.0023 Tidak Valid
29 0.2734 Tidak Valid
30 0.4265 Valid
31 0.5593 Valid
32 0.3865 Valid
33 0.1791 Tidak Valid
34 -0.7225 Tidak Valid
35 0.3762 Valid
36 0.3802 Valid
37 0.5445 Valid
38 0.3127 Valid
39 0.4389 Valid
40 0.1674 Tidak Valid
41 -0.6969 Tidak Valid
42 0.3583 Valid
43 0.3361 Valid
44 0.5124 Valid
45 0.1418 Tidak Valid
46 0.4455 Valid
47 0.3463 Valid
48 0.3537 Valid
49 0.4899 Valid
50 0.6543 Valid
51 0.6895 Valid
52 0.4427 Valid
53 0.0046 Tidak Valid
54 0.2728 Tidak Valid
55 0.2697 Tidak Valid
56 0.1736 Tidak Valid