Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana
Pendidikan Islam
Oleh
KOMARIYAH 109011000261
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAHJAKARTA
dalam menyelesaikan tugas akhir penulis.
Ku persembahkan jerih payahku ini untuk orang-orang yang sangat aku cintai
untuk kedua orangtua, adik-adik ku serta sahabat-sahabat yang selalu memberiku
motivasi, dukungan, nasehat-nasehat sehingga aku dapat menyelesaikan tugas
akhir ku ini.
i
Kata kunci : Upaya Sekolah Dalam Mengembangkan Karakter Anak Didik
Karakter bangsa merupakan sebuah keniscayaan untuk segera dilaksanakan. Ia menjadi pilar penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Karakter bangsa ibarant kemudi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Walaupun begitu penting, ternyata keajegan perhatian terhadap pembangunan karakter bangsa belum terjaga dengan baik, sehingga hasilnya belum optimal.
Padahal karakter bangsa merupakan amanat pendiri Negara dan telah dimulai sejak awal kemerdekaan. Dalam sebuah pidatonya pendiri Negara pernah berpesan bahwa tugas bangsa Indonesia dalam mengisi kemerdekaannya adalah mengutamakan pelaksanaan nation and character building.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kepala sekolah dan guru pendidikan agama islam yang melakukan pengembangan karakter telah berhasil terbentuk pada diri siswa atau siswi SMAN 12 Kota Tangerang Selatan.
ii
Keywords: School Efforts In Developing Character in Students The character of a nation is a necessity to begin immediately. The character of the nation ibarant steering in national life. Although it is so important, it turns constancy of attention to the development of national character has not been properly maintained, so the results are not optimal.
Though the character of a nation is the mandate of the founders of the State and has started since the beginning of independence. In a speech Founding Fathers never told that the task of filling in the independence of Indonesia is prioritizing the implementation of nation and character building.
This study aims to determine whether principals and teachers of Islamic religious education is to develop the character has been formed on the student or students of SMAN 12 South Tangerang City.
To obtain these results the author uses descriptive qualitative method of data collection was conducted interviews and observation / direct observation. The author conducted a direct observation at SMAN 12 South Tangerang City.
iii
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Sholawat serta salam kami curahkan kepada
Nabi Muhammad SAW, sebagai utusannya yang telah membawa manusia dari jalan
yang sesat hingga menuju jalan yang lurus.
Tujuan penulisan skripsi ini dibuat sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar
Sarjana Pendidikan Program Strata Satu (S1) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif HidyatullahJakarta. Sebagai bahan penulisan diambil
berdasarkan hasil penelitian (eksperimen), observasi dan beberapa sumber literatur
yang mendukung penulisan ini. Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan dan
dorongan dari semua pihak, maka penulisan skripsi ini tidak akan lancer. Oleh karena
itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Nurlena Rifa’i,MA. Ph.D
2. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag
3. Ucapan terima kasih kepada sekertariat Jurusan Ibu Marhamah Saleh, Lc. M.A
4. Abdul Ghofur M.A yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk
membimbing skripsi ini sampai selesai.
5. Seluruh dosen – dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
6. Bapak H.M. Syamsudin, H.S, S.Pd selaku Kepala Sekolah SMA Negeri 12 Kota
Tangerang Selatan.
7. Siswa dan Siswi khususnya kelas XII IPA dan IPS SMA Negeri 12 Kota
Tangerang Selatan.
8. Orang tua tercinta Salawi dan Nursiyah dan adik-adikku yang telah memberikan
iv
Serta semua pihak yang terlalu banyak untuk disebut satu persatu sehingga
terwujudnya penulisan ini. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh
sekali dari sempurna, untuk itu penulis mohon kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang.
Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi
para pembaca yang berminat pada umumnya.
Jakarta, 02 Mei 2014
v
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH
ABSTRAK ... i
ABSTRAC ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Pembatasan Masalah ... 5
D. Perumusan Masalah ... 6
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6
BAB II KAJIAN TEORI A. KARAKTER ... 8
1. Pengertian Karakter ... 9
2. Karakter yang Dikembangkan Kemendiknas ... 11
3. Tujuan Pendidikan Karakter ... 19
vi
b. Peran Kepala Sekolah ... 25
2. Pengertian Guru ... 29
C. PESERTA DIDIK ... 29
1. Pengertian Peserta Didik ... 29
2. Pandangan Tentang Peserta Didik ... 30
3. Hal-hal yang Perlu Dikenal dari Peserta Didik ... 31
4. Karakter yang Harus Dimiliki Peserta Didik ... 32
5. Etika Murid ... 33
6. Disiplin Pesera Didik ... 35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A.Tempat dan Waktu Penelitian ... 37
B. Metodologi Penelitian ... 37
C.Teknik Pengumpulan Data ... 38
D.Sumber Data ... 43
E. Keabsahan Data ... 44
F. Metode Analisis Data ... 44
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Tinjauan Sekolah ... 46
1. Sejarah Sekolah ... 46
2. Visi dan Misi Sekolah ... 47
B. Deskripsi Data ... 47
C. Pembahasan ... 49
1. Karakter yang Dibentuk Kepala Sekolah dan Guru PAI Kepada Peserta Didik ... 49
a. Kedisiplinan Siswa ... 49
vii
d) Absensi Siswa ... 51
b. Nilai Keagamaan ... 50
a) Pengajian Jumat ... 52
b) Istigosah ... 52
c) Sholat Berjamaah ... 53
d) Sholat Duhha ... 53
e) Kegiatan Eskul Rohis ... 53
f) Salam, Sopan, Santun, Sapa, Senyum ... 54
c. Kejujuran ... 54
d. Kreativitas ... 55
e. Peduli Lingkungan ... 56
2. Larangan yang Berlaku Disekolah ... 56
a. Kehadiran siswa ... 57
b. Pakaian ... 58
c. Kepribadian ... 59
d. Ketertiban ... 60
e. Merokok ... 62
f. Bacaan Porno ... 62
g. Tawuran ... 63
h. Ancaman Dengan Kekerasan ... 64
i. Perjudian/ Miras/ Narkoba ... 64
j. Senjata Tajam ... 65
viii
DAFTAR PUSTAKA ... 69
SURAT KETERANGAN IZIN PENELITIAN
ix
x
1. Tabel 3.1 Instrumen wawancara Siswa ... 39
2. Tabel 3.2 Instrumen wawancara kepala sekolah dan guru ... 40
3. Tabel 4.7 Kehadiran ... 57
4. Tabel 4.8 Pakaian ... 58
5. Tabel 4.9 Kepribadian ... 59
6. Tabel 4.10 Ketertiban ... 61
7. Tabel 4.11 Merokok ... 62
8. Tabel 4.12 Bacaan Porno... 63
9. Tabel 4.13 Tawuran ... 63
10.Tabel 4.14 Ancaman dengan Kekerasan ... 64
11.Tabel 4.15 Perjudian/Minuman Keras/Narkoba ... 65
xi
1. Lampiran 1: Instrumen wawancara siswa ... 71
2. Lampiran 2: Instrumen wawancara guru ... 73
3. Lampiran 3: Hasil Wawancara Wakil Bidang Kesiswaan ... 75
4. Lampiran 4: Hasil Wawancara Wakil bidang Kurikulum ... 80
5. Lampiran 5: Hasil Wawancara Siswa XII IPA 1 ... 84
6. Lampiran 6: Hasil Wawancara Siswa XII IPS 1 ... 86
7. Lampiran 7: Hasil Wawancara siswa XII IPS 2 ... 88
8. Lampiran 8: Hasil Wawancara Siswa XII IPS 2 ... 91
9. Lampiran 9: Catatan Lapangan 1 ... 93
10.Lampiran 10: Catatan Lapangan 2 ... 94
11.Lampiran 11: Catatan Lapangan 3 ... 97
12.Lampiran 12: Catatan Lapangan 4 ... 98
13.Lampiran 13: Catatan Lampiran 5 ... 100
14.Lampiran 14: Catatan Lapangan 6 ... 101
15.Lampiran 15: Catatan Lapangan 7 ... 102
16.Lampiran 16: Catatan Lapangan 8 ... 103
17.Lampiran 17: Catatan Lapangan 9 ... 104
18.Lampiran 18: Catatan Lampiran 10 ... 106
19.Lampiran 19: Catatan Lapangan 11 ... 107
20.Lampiran 20: Catatan Lapangan 12 ... 108
21.Lampiran 21: Catatan Lapangan 13 ... 109
22.Lampiran 22: Hasil Wawancara Guru PAI ... 110
23.Lampiran 24: Struktur Organisasi Sekolah ... 113
24.Lampiran 23: Daftar Siswa Yang Mengikuti Kegiatan ROHIS ... 120
1
Karakter bangsa sebuah keniscayaan untuk segera dilaksanakan. Ia menjadi
pilar penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Karakter bangsa ibarat
kemudi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Walaupun begitu penting,
ternyata keajegan perhatian terhadap pembangunan karakter bangsa belum terjaga
dengan baik, sehingga hasilnya belum optimal.
Karakter bangsa merupakan salah satu amanat pendiri Negara dan telah
dimulai sejak awal kemerdekaan. Dalam sebuah pidatonya, pendiri Negara pernah
berpesan bahwa tugas bangsa Indonesia dalam mengisi kemerdekaannya adalah
mengutamakan pelaksanaan nation and character building. Bahkan beliau telah
wanti-wanti “ jika pembangunan karakter bangsa tidak berhasil, maka bangsa
Indonesia akan menjadi bangsa kuli”.1
Terkait dengan penyalah gunaan narkotika, Badan Narkotika Nasional pada
tahun 2009 mencatat adanya 3,6 juta pengguna narkoba di Indonesia, dan 41%
diantara mereka pertama kali mencoba narkoba di usia 16-18 tahun, yakni usia
remaja SMP dan SMA, Persoalan yang cukup meresahkan juga antara lain
maraknya tawuran antar pelajar, dan lebih memprihatinkan lagi ketika korupsi
sudah menjadi budaya. Data tentang korupsi pejabat, misalnya, dari hasil riset
yang di lakukan Transparency International Corruption Perceptions Indeks 2009 masih menempatkan Indonesia pada peringkat yang sangat memperihatinkan.
Melihat penomena seperti ini, wajar jika pemerintah menjadikan pendidikan
karakter sebagai program unggulan. Ini artinya pemerintah serius menangani
persoalan bangsa. Tidak ingin bangsa ini menjadi bangsa kuli. Tidak ingin bangsa
ini terpuruk nilai-nilai moral yang berakibat rusaknya sendi-sendi tatanan bangsa.2
Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk membantu individu mencapai
perkembangan yang optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya, dan melalui
1
NajibSulhan, Pengembangan Karater dan Budaya Bangsa, (Surabaya: PT. JePe Media Utama, 2011) hal. 2
2Ibid.,
akademis, religious maupun moral. Hal ini erat kaitanya dengan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
dinyatakan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi
peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Hal ini menjadi penting
untuk diperhatikan bahwa pembentukan karakter siswa jauh lebih penting dari
pada menyehatkan badannya, mengisi otaknya dan membuatnya menjadi manusia
yang cakap.3
Jika sejak masa kanak-kanaknya, anak tumbuh berkembang dengan berpijak
pada landasan iman kepada Allah dan terdidik untuk selalu takut, ingat, bersandar,
meminta pertolongan dan respon secara instingtif di dalam menerima setiap
keutamaan dan kemuliaan, di samping terbiasa melakukan akhlak mulia. Sebab,
benteng pertahanan religious yang berakar pada hati sanubarinya, kebiasaan
mengingat Allah yang telah di hayati dalam dirinya dan introspeksi diri yang telah
menguasai seluruh pikiran dan perasaannya, telah memisahkan anak dari
sifat-sifat negative, kebiasaan-kebiasaan dosa dan tradisi-tardisi jahiliyah yang rusak.
Bahkan penerimaannya setiap pada kebaikan akan menjadi salah satu
kebiasaannya dan kesenangannya terhadap keutamaan, dan kemuliaan akan
menjadi sifat yang menonjol.
Hal ini telah dibuktikan oleh berhasilnya eksperimen secara praktis yang di
lakukan oleh kebnyakan orang tua beragama bersama anak-anaknya, dan
kebanyakan pendidik bersama murid-muridnya. eksperimen ini telah di kenal di
dalam perjalanan hidup kaum salaf, seperti telah di uraikan dalam sikap
Muhammad bin Siwar terhadap Putra saudara dari wanitanya At-Tusturi, ketika ia
mendidik dengan landasan iman dan memperbaiki diri dari tabiatnya. Kita telah
mengetahui bahwa diri At-Tusturi menjadi baik karena pamannya telah mendidik
atas dasar selalu ingat dan takut kepada Allah, yaitu memerintahkannya untuk
3
menyaksikanku”.
Jika pendidikan anak jauh dari akidah Islam, terlepas dari arahan religious
dan tidak berhubungan dengan Allah, maka tidak di ragukan lagi bahwa anak akan
tumbuh dewasa diatas dasar kefasikan, penyimpangan, kesesatan dan kekafiran.
Bahkan ia akan mengikuti hawa nafsu dan bergerak dengan motoh nafsu negatif
dan bisikan-bisikan setan sesuai dengan tabiat, fisik, keinginan dan tuntutannya
yang rendah.4 Tugas kita sebagai pendidik adalah meluruskan kekeliruan itu
dengan menerapkan pendidikan karakter di lembaga sekolah, agar anak tumbuh
menjadi manusia yang berguna bagi Nusa, Bangsa dan Agama serta orang tua
mereka.
Sekolah sebagai institusi pendidikan yang merupakan wadah tempat peroses
pendidikan dilakukan, memiliki system yang kompleks dan dinamis. Dalam
kegiatan sekolah bukan hanya sekedar tempat berkumpul guru dan murid, tetapi
sekolah berada dalam satu tatanan system yang rumit dan saling berkaitan. Oleh
karena itu sekolah di pandang sebagai suatu organisasi yang membutuhkan
pengelolaan. Kegiatan sekolah ini adalah mengelola sumber daya manusia yang di
harapkan menghasilkan lulusan yang berkualitas tinggi dengan tuntunan
kebutuhan masyarakat bangsa perlu di kelola,di atur, di catat dan di berdayakan
agar dapak menghailkan prodek atau hasil secara optimal.5
Begitu besar peran seorang guru dalam menghadapi satu perubahan.
Masyarakat bahkan Negara sangat menaruh harapan terhadap guru. Guru tidak
lagi sebagai pengajar di kelas untuk mencerdaskan anak didik dengan muatan
materi akademik. Di pundak guru ada tanggung jawab untuk mengubah kondisi
masyarakat yang carut marut. Guru kini berperan sebagai agen perubahan.
Dengan demikian seorang guru di tuntut memiliki jiwa hijrah. Guru harus selalu
melakukan perubahan-perubahan. Tentunya perubahan kearah positif.6
4Abdullah Nashih ‘Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam
memaknai fungsi dan tujuan pendidikan. Dalam UU RI No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan dalam bab II, pasal 3: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak yang mulia, sehat, berilmu, cakep, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.7
Guru dalam hal ini tidak hanya mentrasfer ilmu kepada anak didik. Guru
menyiapkan anak-anak untuk persiapan kedepan. Persiapan menghadapi
tantangan dan perubahan yang terus menerus. Fungsi dan tujuan pendidikan yang
di amanatkan lewat Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional cukup berat,
tetapi itu sangat mulia. Hanya orang-orang yang memiliki jiwa yang tulus dan
bertanggung jawab dalam menjalankan fungsi pendidikan yang mampu
menghasilakan generasi yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
Guru yang menyadari tentang tanggung jawabnya sebagai agen perubahan
tidak akan berhenti untuk berbenah diri. Guru yang menjadi agen perubahan
menyadari bahwa hakikatnya yang abadi adalah adalah perubahan. Jika tidak mau
menyadari tentang perubahan maka akan di gilas dengan perubahan. Amanat
undang-undang ini sangat jelas bahwa kemampuan anak, watak anak di bangun
lewat pendidikan. Begitu juga peradaban bangsa yang bermartabat, semua itu juga
di bangun lewat pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Itulah
fungsi yang di jalankan oleh pendidikan. Jika itu semua tidak bisa di laksanakan,
maka fungsi pendidikan gagal.
Begitu juga tujuan yang di harapkan di dalam pendidikan. Potensi peserta
didik di kembangkan agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, beakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri
dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.8
7
Ibid., h. 199
8Ibid.,
pengetahuan yang mendalam tentang potensi dirinya serta mampu mewujudkan
potensi itu dalam sikap dean tingkah lakunya. Adapun ciri yang dapat di cermati
pada seseorang yang mampu memanfaatkan potensi dirinya adalah terpupuknya
sikap terpuji, seperti penuh reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis,
kreatif-inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar,
berhati-hati, rela berkorban, berani, dapat di percaya, jujur, menepati janji, adil,
rendah hati, malu berbuat salah, dll.9
Berdasarkan latar belakang masalah ini penulis mengangkat permasalahan ini dalam penulisan skripsi yang berjudul “Upaya Kepala Sekolah dan Guru PAI Dalam Membentuk Karakter Peserta Didik di SMA Negeri 12 Kota Tangsel”
B. Identifikasi Masalah
1. Masih banyak siswa yang tidak jujur kepada orangtuanya
2. Masih banyak siswa yang tidak di siplin di sekolah
3. Pendidikan anak jauh dari akidah Islam
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, untuk menghindari kekeliruan dan
ketidaklarasan antara pembahasan dengan pokok masalah, maka dari judul ini
penulis membatasi masalahnya sebagai berikut:
1. Upaya- upaya yang di lakukan kepala sekolah dn guru pai dalam
membangun karakter peserta didik adalah kedisiplinan para murid dari
mulai masuk kelingkungan sekolah, cara berpakaian, menjaga kebersihan
lingkungan sekolah, tanggung jawab, membiasakan salam saat bertemu
guru, senyum, menyapa dan menegur.
2. Karakter yang di maksud disini adalah karakter yang di kembangkan
Kemendiknas. Adapun karakter yang termasuk di dalamnya yaitu: religius,
9
bersahabat, komunikatif dll.
3. Peserta didik yang di maksud disini adalah seluruh peserta didik SMAN 12
kelas XII.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka penulis merumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah proses yang di capai dalam membentuk karakter peserta
didik di SMA Negeri 12 Tangsel?
2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam menanamkan karakter
pada peserta didik?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan identifikasi dan rumusan masalah tersebut, maka tujuan
penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui upaya kepala sekolahdan guru PAI dalam
membentuk karakter peserta didik di SMAN 12 Kota Tangerang
Selatan.
b. Untuk menegethui faktor pendukung dan penghambat dalam
membentuk karakter peserta didik di SMAN 12 Kota Tangerang
Selatan.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah:
a. Sekolah
Dapat digunakan sebagai acuan atau masukan untuk meningkatkan
upaya-upaya yang harus dilakukan dalam pengembangan karakter
pada siswa di SMA Negeri 12 Tangsel khususnya dan bagi
Menambah pengetahuan penulis tentang uapaya sekolah dalam
menjalankan dan mengembangkan karakteristik peserta didik.
c. Masyarakat
Menambah pengetahuan masyarakat agar supaya dapat
menanamkan karakter sedini mungkin dan agar dapat terus
8
Karakter memberikan gambaran tentang suatu bangsa, sebagai penanda,
penciri sekaligus pembeda suatu bangsa dengan bangsa lainnya. Karakter
meberikan arahan tentang bagaimana bangsa itu menapaki dan melewati suatu
jaman dan mengantarkannya pada suatu drajat tertentu. Bangsa yang besar adalah
bangsa yang memiliki karakter yang mampu membangun sebuah peradaban besar
yang kemudian mempengaruhi perkembangan dunia. Demikian yang pernah
terjadi dalam sebuah perjanan sejarah.1
Nabi Muhammad SAW sebagai manusia sempurna yang pernah hidup dimuka
bumi telah memberikan contoh keteladanan bagaimana membangun sebuah
karakter bangsa yang mempengaruhi dunia. Sehingga Michael H. Hart penulis
buku 100 tokor berpengaruh di dunia menempatkan nabi Muhammad sebagai
manusia paling berpengaruh sepanjang sejarah kemanusiaan, karena mampu
mengubah sebuah sebuah wajah karakter masyarakat dari realitas masyarakat
yang sangat tidak beradab, suka menyembah patung suatu produk manusia yang
disembahnya sendiri, suka berjudi, suka membunuh anak perempuannya karena
dianggap melemahkan citra diri keluarga besar, member penghargaan atas wanita
dengan cara yang sangat murah dan keji, memperjual belikan manusia dengan
system perbudakan dengan menjadi peradaban dan bermoral. Semua realitas itu
kemudian diubah dengan cara yang sangat indah dan cerdas melalui keteladanan
dan dibangun karakter masyarakatnya, kemudian mampu mempengaruhi karakter
bangsanya sehingga dapat diakui dalam persatuan sebuah kawasan bahkan hingga
mampu mengubah sejarah perjalanan dunia.2
Peran sekolah sangat penting dalam usaha pembentukan karakter. Dalam
konteks tersebut, pendidikan karakter adalah usaha sekolah yang dilakukan
1Muwafik Shaleh, Membangun Karakter dengan Hati Nurani (Pendidikan Karakter Untuk Generasi Bangsa), (Jakarta: Erlangga, 2012). h. 2
bersama dengan guru, pemimpin sekolah dan seluruh warga sekolah, meliputi
semua kegiatan sekolah untuk membentuk akhlak, watak atau kepribadian peserta
didik melalui berbagai kebaikan yang terdapat dalam ajaran agama. Bagi yang
beragama islam, mereka senantiasa menjadikan al-Quran dan Sunnah sebagai
landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak.3
1. Pengertian Karakter
Karakter menurut kamus besar indonesia di artikan sebagai sifat-sifat
kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang
lain. Karakter juga bisa di artikan tabiat, yaitu perangai atau perbuatan yang
selalu di lakukan atau kebiasaan. Karakter juga di artikan watak, yaitu sifat
batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku atau
kepribadian.4
Karakter adalah atribut atau cirri-ciri yang membentuk dan membedakan
cirri pribadi, cirri etis, dan kompleksitas mental dari seseorang, suatu klompok
atau bangsa. Sementara itu The Free Dictionary dalam situs Onlinenya yang
dapat di unduh secara bebas mendefinisikan karakter sebagai suatu kombinasi
kualitas atau cirri-ciri yang membedakan seseorang atau kelompok atau suatu
benda dengan yang lain. Karakter juga didefinisikan sebagai suatu deskripsi
dan atribut, cirri-ciri atau kemampuan seseorang.5
Rumusan dari kementrian pendidikan nasional, khususnya direktorat
pendidikan tinggi menjelaskan bahwa secara umum arti karakter adalah
karakter mendemonstrasikan etika atau sistem nilai personal yang ideal (bai
dan penting) untuk eksistensi diri dan berhubungan dengan orang lain.
Pengertian secara khusus karakter adalah nilai-nilai yang khas baik (tahu nilai
kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik
terhadap lingkungan) yang terpatri dalam diri dan terwujud dalam prilaku.6
3Annas Salahudin dan Irwanto Alkrienciehie, Pendidikan Karakter (pendidikan berbasis agama dan budaya), (Bandung: Pustaka Setia, 2013), h. 45
4Najib Sulhan, Karakter Guru Masa Depan, (Surabaya: JePe Press Media Utama, 2011), h. 201 5Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), h. 42
Karakter adalah menejmen untuk membangun prilaku yang mulia, bukan
bersifat normatif dan basa-basi. Karakter adalah pengawalan untuk
membangun kebiasaan agar tau nilai-nilai kebenaran, dan terbiasa untuk selalu
mengamalkan kebenaran yang diyakini.7
Kemendiknas (2010) menjelaskan bahwa karakter adalah “watak, tabiat,
akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi
barbagai kebijakan yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara
pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebijakan terdiri atas sejumlah
nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain”. Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa.8
Pengertian karakter menurut pusat bahasa Depdiknas bawaan, hati, jiwa,
kepribadian, budi pekerti, prilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, dan
watak. Lain halnya dengan pendapat Tadzkiroatun Musfiroh, menurutnya “karakter mengacu pada serangkaian sikap (attitudes), prilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Maka katakter itu sendiri berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai atau memfokuskan pada aplikasi nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau
tingkahlaku, sihingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus, dan berprilaku
jelek di katakana sebagai orang yang memiliki karakter jelek. Sebaliknya
orang yang berprilaku sesuai dengan kaidah moral dinamakan berkarakter mulia”.9
Seorang filsuf Yunani kuno bernama Aristoteles mendefinisikan karakter
yang baik sehingga melakukan dengan tindakan-tindakan yang benar
sehubung dengan diri seseorang dan orang lain. Aristoteles mengingatkan
kepada kita tentang cnderung apa yang kita lupakan dimasa sekarang ini. .
kehidupan yang berbudi luhur termasuk kebaikan yang berorientasi pada diri
sendiri (seperti control diri dan moderasi) sebagaimana halnya dengan
kebaikan yang berorientasi pada hal lainya (seperti kemurahan hati dan belas
kasihan), dan kedua jenis kebaikan ini berhubungan.10
Karakter bangsa sebuah keniscayaan untuk segera di laksanakan. Ia
menjadi pilar penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Walaupun
begitu penting, ternyata keajegan perhatian terhadap pembangunan karakter
bangsa belum terjaga dengan baik, sehingga hasilnya belum optimal.
Karakter bangsa merupakan salah satu amanat pendiri Negara dan telah di
mulai sejak awal kemerdekaan. Dalam sebuah pidatonya, pendiri Negara
pernah berpesan bahwa tugas bangsa Indonesia dalam mengisi kemerdekaan
adalah mengutamakan pelaksanaan nation and character building. Bahkan beliau telah wanti-wanti, ”jika pembangunan karakter bangsa tidak berhasil, maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli.”11
2. Karakter yang di Kembangkan Kemendiknas (2010)
Jems Fowler (Santrock, 1999a: 235) menyatakan bahwa setiap tahap
perkembangan manusia akan menentukan karaktristik terhadap perkembangan
keagamaan seseorang. Menurut James Fowler (dalam dacey&lenon, 1998) ada
enam tahap perkembangan keagamaan yaitu: (1) intuitive-projective faith
(iman intuitif-proyektif), (2) mythical-literal faith (3) poetic-conventional
faith, (4)individuating-reflective faith, (5) paradoxical-consolidation faith, (6)
universalizing faith. Dengan mengetahui tahap perkembangannya, akan
diketahui bagaimana memberikan langkah strategi pendidikan keagamaan
secara tepat terhadap individu. Selain itu motif-motif keagamaan seringkali
dijadikan dasar penentu sikap, pemikiran maupun prilaku seseorang.12
Kemendiknas 2010 menyatakan bahwa nilai-nilai yang di kembangkan
dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa di identifikasikan dari
sumber-sumber berikut:
10Thomas Lickona, Educating For Character (Mendidik Untuk Membentu Karakter), (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2012), h. 81
11 Najib Sulhan, Pengembangan Karakter dan Budaya Bangsa Sinergi Sekolah dan Rumah,(Surabaya:JePe Press Media Utama) h. 1-2
a. Agama
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang beragama. Oleh
karena itu, kehidupan individu masyarakat dan bangsa selalu di dasari
pada ajaran agama dan kepercayaan.
b. Pancasila
Negara kesatuan Republik indonesi ditegakan atas prinsip-prinsip
kehidupan bangsa dan kenegaraan yang di sebut pancasila. Artinya
nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila menjadi nilai-nilai yang
mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya
dan seni.
Pancasila yang dimaksud yang dimaksud disini adalah pancasila
yang dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945 yang berbunyi:
1) Ketuhanan Yang Maha Esa
2) Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
3) Persatuan Indonesia
4) Kerakyatan yang di pimpin oleh hikmah kebijaksanaan dan
permusyawaratan/ perwakilan
5) Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia
Pacasila adalah falsafah yang identic dengan pandangan hidup
bangsa Indonesia juga sebagai Dasar Negara Republik Indonesia.
Sebagai falsafah Bangsa Idonesia Pancasila merupakan sumber
kehidupan bernegara. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
Indonesia berisikan ajaran yang mengandung nilai-nilai luhur yang
terkristalisasi dalam sila-silanya.13
c. Budaya
Sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup
bermasyarakat yang tidak di dasari oleh nilai-nilai budaya yang di akui
oleh masyarakat itu. Nilai-nilai budaya itu di jadikan dasar dalam
pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi
antar anggota masyarakat itu.
d. Tujuan pendidikan Nasional
Sebagai rumusan kualitas yang harus dimiliki setiap warga Negara
Indonesia, di kembangkan oleh berbagai suatu pendidikan di berbagai
jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai
kemanusiaan yang harus dimiliki warga Negara.14
Berdasarkan keempat sumber nilai diatas, teridentifikasi sejumlah nilai
untuk pendidikan budaya dan karakter bangsa sebagai berikut:15
1) Religius
Sikap dan perilaku yang patut dalam melaksanakan ajaran
agama yang di anutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah lain,
dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
Keterlibatan dan kepekaan social dapat menjadi sarana untuk
mengembangkan sikap religiusitas. Melihat keprihatinan dan
penderitaan hadup manusia, ajaran agama manapun akan mengajak
dan mendesak penganutmya untuk bertindak baik. Kegiatan social
kemanusiaan menjadi tempat untuk mewujudkan religiusitas anak
secara bersama dari berbagai macam agama dan kepercayaan yang
ada. Kepekaan dan keterlibatan untuk membantu orang yang
menderita merupakan panggilan bersama umat beragama.
Perwujudan dari ajaran agama akan menjadi nayat dalam
tindakan yang juga menyatukan semua orang dalam keprihatinan
yang sama. Perbuatan baik semacam ini merupakan amal baik
sesama yang juga menjadi ajaran dan tuntutan semua agama untuk
dilaksanakan oleh para pemeluk dan penganutnya.16
2) Jujur
prilaku yang di dasarkan pada upaya yang menjadikan dirinya
sebagai seorang yang selalu dapat di percaya dalam perkataan,
tindakan dan pekerjaan.17
Banyaknya persoalan yang terjadi dinegara kita saat ini antara
lain disebabkan oleh semakin menipisnya kejujuran. Bahkan, dapat
dikatakan bahwa kejujuran termasuk salah satu sendi utama yang
bias menopang tegaknya sendi-sendi kehidupan. Sebagai contoh,
pejabat yang tidak jujur membuat ia berbuat korupsi, pelajar yang
tidak jujur menyebabkan ia mencontek.18
Mengingat kejujuran merupakan salah satu sikap yang penting
dimiliki oleh semua lapisan masyarakat, maka perlu bagi sekolah
untuk menanamkan sikap ini kepada para peserta didik agar mereka
memahami pentingnya bersikap jujur sejak dini.19
Dalam membentuk karakter jujur pada peserta didik tidak dapat
dilakukan dengan cara yang instan. Sebab di lakukan proses yang
panjang dan konsisten agar bisa menanamkan sikap jujur sehingga
karakter tersebut mampu benar-benar menjadi karakter setiap
peserta didik.
3) Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku,
etnis, pendapat, sikap dan tindakan orang lain yang berbeda dari
dirinya.
4) Disiplin
Tindakan yang menunjukan prilaku tertib dan patuh pada
berbagai ketentuan dan peraturan.20 Tidak sedikit guru yang merasa
kewalahan dalam menghadapi peserta didik yang sulit diatur,
cenderung membantah saat dinasehati, dan sering kali melakukan
pelanggaran. Menghadapi keadaan semacam ini, maka tidak
heran jika ada diantara guru yang menggunakan jalan kekerasan
untuk menanamkan sikap disiplin pada peserta didiknya.
Menipisnya bahkan menghilangnya sikap disiplin pada peserta
didik merupakan masalah serius yang dihadapi oleh dunia
pendidikan. Dengan tiadanya sikap disiplin tentu saja proses
pembelajaran tidak akan tercapai secara maksimal, sehingga keadaan
itu akan menghambat tercapainya cita-cita pendidikan.
Akibat lain yang akan timbul oleh peserta didik yang karakter
disiplinya kurang terbangun dengan baik adalah terpuruknya
kebiasaan dan kecendrungan untuk berani melakukan berbagai
pelanggaran, baik di sekolah maupun diluar sekolah. Hal ini tentu
saja dapat mendatangkan masalah tersendiri bagi peserta didik yang
bersangkutan.21
5) Kerja keras
Perilaku yang menunjukan upaya sungguh-sungguh dalam
mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan
tugas dengan sebaik-baiknya.
6) Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau
hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.22 Sebagai mana yang
tertera dalam UU RI No. 20 tahun 2003 Bab II Pasal 3 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, pada hakikatnya pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan sekaligus membentuk watak
dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, serta bertujuan mengembangkan tujuan potensi
peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Ynag Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis dan
bertanggung jawab. Jika dilihat atau di cermati dari undang-undang
tersebut, tampak jelas bahwa salah satu fungsi pendidikan adalah
membentuk manusia agar memiliki karakter kreatif.
Apabila pendidikan bertujuan membentuk karakter kreatif,
tentunya setiap peserta didik dengan segala potensinya dapat dilatih
untuk menggagas ide-ide kreatif berdasarkan pengalaman
hidupnya.23
7) Mandiri
Sikap dan prilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain
dalam menyelesaikan tugas-tugas. Memiliki peserta didik yang
mandiri merupakan hal yang di dambakan para guru, sebab, dengan
sikap itu, proses yang dijalani oleh peserta didik akan menjadi lancar
sehingga guru juga dapat menikmati tugas mengajarnya. Peserta
didik yang mandiri bisa melayani kebutuhannya sendiri sekaligus
beranggug jawab terhadap dirinya sendiri.
Untuk mengetahui kemandirian siswa dapat dilihat melalui
kegiatan akskul. Bukan Karena faktor kegiatan itu tidak diawasi dan
dinilai oleh guru secara cermat, tetapi lebih kepada factor keberanian
siswa mengambil pilihan kegiatan, kemampuan mengorganisasi
waktu pribadi, pengenalan kemampuan diri, dan kemauan untuk
setia pada pilihan. Proses ini akan membawa iswa pada penggalian
potensi kemandirian berdasarkan sikap pribadi secara optimal.24
8) Demokratis
Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak
dan kewajiban dirinya dan orang lain. Kasus keributan yang sering
terjadi di lembaga DPR dan DPRD berkaitan dengan pembukaan
sidang maupun pembahasan terhadap suatu aturan atau
perundang-undangan yang terjadi pada akhir-akhir ini, yang bisa di lihat secara
kasat mata dan transparan melalui media masa, baik TV, radio,
maupun koran menjadi sebuah contoh yang menarik dan cocok
untuk di perkenalkan kepada siswa akan makna sebuah demokrasi
dan tidak mudahnya mewujudkan nilai demokrasi yang
sesungguhnya. Siswa dibuka pikiran dan kesadarannya bahwa
perbedaan yang mendasar antar demokrasi dalam teori ilmiah
dengan demokrasi dalam realita kehidupan sehari-hari. Dari berbagai
kasus penyimpangan dan contoh yang tidak benar tersebut, dapat
menjadi wahana yang tepat untuk membimbing anak mengenal
demokrasi yang sesungguhnya.25
Melalui pembahasan kasus-kasus yang muncul anak juga di latih
untuk mengkritisi kenyataan yang ada dan diajak untuk menentukan
sikap dalam kehidu[pan mereka. Melalui diskusi-diskusi semacam
ini, anak juga dipersiapkan agar tidak terprosok pada kesalahan yang
sama, yang dilakukan para pendahulunya. Demokrasi tidak hanya
sekedar suara yang banyak atau suara yang keras, namun demokrasi
menuju pada kebenaran yang dapat di pertanggung jawabkan untuk
mencapai kebaikan dan kesejahteraan bersama.
9) Rasa ingin tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih
mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan di
dengar.
10) Semangat kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan wawasan yang menempatkan
kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan diri dan
kelompoknya.
11)Cinta tanah air
Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukan kesetiaan,
kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa,
lingkungan fisik, social, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
12)Mengahgai prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan
mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
13)Bersahabat/komunikatif
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul
dan bekerjasama dengan orang lain.
14)Cinta damai
Sikap, perkataan dan tindakan yang menyebabkan orang lain
merasa senang dan nyaman atas kehadiran dirinya.
15)Gemar membaca
Kebiasaan myendikan waktu untuk membanca berbagai bacaan
yang memberikan kebijakan bagi dirinya.26
16)Peduli
Sikap peduli pada orang lain merupakan sikap yang sangat di
butuhkan oleh bangsa Indonesia, terutama saat bangsa ini
mengalami musibah dan bencana. Namun untuk membangun rasa
kepedulian, kita tidak perlu menunggu bencana terjadi. Sebab,
setiap saat selalu ada banyak hal yang meminta kepedulian kita.
Kepedulian merupakan sikap yang tidak bisa tumbuh dengan
sendirinya, sebab, diperlukan latihan, pengenalan, dan penanaman
yang intens, sehingga nilai-nilai kepedulian tersebut akan tumbuh
dan berakar kuat pada diri seseorang..
Mengingat sedemikian pentingnya rasa kepedulian tersebut,
maka sudah seharusnya gur maupun orang tua menanamkan
nilai-nilai kepedulian pada peserta didik sejak ia masih dini.27
17)Tanggung jawab
Sikap dan prilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan
kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri,
masyarakat, lingkungan (alam, social dan budaya), Negara dan
Tuhan Yang Maha Esa.28
Rasa tanggung jawab merupakan pelajaran yang tidak hanya
perlu diperkenalkan dan diajarkan, namun juga perlu ditanamkan
kepada peserta didik, baik pada masa prasekolah maupun sekolah.
Peserta didik yang terlatih atau dalam dirinya sudah tertanam
nilai-nilai tanggung jawab, kelak ia akan tumbuh menjadi pribadi yang
bersungguh-sungguh dalam menjalankan berbagai aktifitasnya.
Kesungguhan dan tanggung jawab inilah yang akhirnya dapat
mengantarkannya dalam mencapai keberhasilan seperti yang
diinginkan.
Khusus di sekolah nilai tanggung jawab merupakan hal yang
perlu ditanamkan oleh guru, gurulah yang bertugas mengarahkan
peserta didik menjadi pribadi yang bertanggung jawab.29
3. Tujuan Pendidikan Karakter
Adapun tujuan pendidikan karakter/budi pekerti sejalan dengan
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 3 (3): “pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan
keimanan dan ketakwaan serta kahlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang”.
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dirumuskan dalam pasal 3: “Pendidikan nasional
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia beriman dan bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan komitmen tersebut dirumuskan tujuan pendidikan
karakter/budi pekerti secara umum adalah untuk membangun dan
mengembangkan karakter/budi pekerti peserta didik pada setiap jalur, jenis
28Yusuf dan Sugandhi. loc. cit.
dan jenjang pendidikan agar dapat menghayati dan mengamalkan
nilai-nilai luhur menurut ajaran agama dan nilai-nilai-nilai-nilai luhur dari setiap
butir-butir sila dari Pancasila. Secara khusus bertujuan mengembangkan potensi
anak didik agar berhati baik, berpikiran baik, berkelakuan baik, memiliki
sikap percaya diri, bangga pada bangsa dan negara, dan mencintai sesama
umat manusia.30
Ada beberapa pandangan mengenai tujuan pendidikan karakter,
diatranya pandangan menurut pemerintah dan menurut para pengamat,
yaitu:
a. Pemerintah
Pendidikan memiliki tujuan yang sangat mulia bagi kehidupan
manusia. Dan, berkaitan dengan pentingnya diselenggarakan
pendidikan karakter lembaga pendidikan formal, maka menurut
presiden Republik Indonesia, sedikitnya ada lima hal dasar yang
menjadi tujuan dari perlunya menyelenggarakan pendidikan karakter.
Kelima tujuan tersebut adalah:31
1) Membentuk manusia yang bermoral
Persoalan moral adalah masalah serius yang menimpa bangsa
Indonesia. Setiap saat, masyarakat dihadapkan pada kenyataan
merebaknya dekadensi moral yang menimpa kaum remaja, pelajar,
masyarakat pada umumnya, bahkan para pejabat pemerintah.
2) Membentuk manusia yang cerdas dan rasional
Pendidikan karakter tidak hanya bertujuan membentuk manusia
yang bermoral, beretika, dan berakhlak, melainkan juga
membentuk manusia yang cerdas dan rasiona. Seseorang disebut
mempunyai kepribadian atau karakter apabila ia mampu berpikir
rasional, mengambil keputusan yang tepat, serta cerdas dalam
memanfaatkan potensi yang dimilikinya.
30Maswardi Muhammad Amin, Pendidikan Karakter Anak Bangsa, (Jakarta: Baduose Media Jakarta, 2011), Hal. 36
3) Membentuk manusia yang inovatif dan suka bekerja keras
Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang
diselenggarakan untuk menanamkan semangat bekerja keras,
disiplin, kreatif, inovatif pada diri peserta didik, yang diharapkan
akan mengakar menjadi karkater dan kepribadiannya. Oleh karena
itu pendidikan karakter bertujuan mencetak generasi bangsa agar
tumbuh menjadi pribadi yang inovatif dan mau bekerja keras.
4) Membentuk manusia yang optimis dan percaya diri
Sikap optimis dan percaya diri merupakan sikap yang harus
ditanamkan kepada peserta didik sejak dini. Kurangnya sikap
optimis dan percaya diri menjadikan faktor yang menjadikan
bangsa Indonesia kehilangan semangat untuk dapat bersaing
menciptakan kemajuan di segala bidang.
5) Membentuk manusia yang berjiwa patriot
Salah satu fungsi yang dimiliki oleh konsep pendidikan
karakter adalah terbinanya sikap cinta tanah air. Hal yang paling
inti dari sikap ini adalah kerelaan untuk berjuang dan berkorban,
serta kesiapan diri dalam memberikan bantuan kepada pihak-pihak
yang membutuhkan.
6) Pengamat
Sahrudin dan sari iriani berpendapat bahwa pendidikan karakter
bertujuan membentuk masyarakat yang tangguh, kompetitif, berakhlak
mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik,
berkembang dinamis, serta berorientasi ilmu pengetahuan dan
tekhnologi, yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa sekaligus berdasarkan pancasila.32
Selain itu menurut sahrudin , pendidikan karakter memiliki
fungsi-fungsi sebagai berikut:
1) Mengembangkan potensi dasar peserta didik agar ia tumbuh
menjadi sosok yang berhati baik, berpikiran baik, dan berprilaku
baik.
2) Memperkuat dan membangun prilaku manusia yang multikultur
3) Meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan
dunia.
4. Komponen Pendukung dalam Pendidikan Karakter
Sebagaimana halnya dunia pendidikan pada umumnya, pendidikan
karakter merupakan pendidikan yang mensyaratkan keterlibatan banyak
pihak di dalamnya. Kita tidak bisa menyerahkan tugas pengajaran,
terutama dalam rangka mengembangkan karakter peserta didik, hanya
semata-mata kepada guru. Sebab, setiap peserta didik memiliki latar
belakang yang berbeda, yang ikut menentukan kepribadian dan
karakternya. Oleh karena itu guru, orangtua maupun masyarakat
seharusnya memiliki keterlibatan, baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam prosen ini.
Selain itu ada beberapa komponen yang harus di perhatikan dalam
rangka menjalankan pendidikan karakter. Diantaranya adalah sebagai
berikut:33
a. Partisipasi Masyarakat
Dalam hal ini masyarakat meliputi tenaga pendidik, orangutan,
anggota masyarakat dan peserta didik itu sendiri. Semua komponen
tersebut hendaknya dapat bekerja sama dan saling membantu
memberikan masukan, terutama mengenai langkah-langkah
penanaman karakter bagi peserta didik.
Oleh sebab itu setiap sekolah yang akan menerapkan pendidikan
karakter bagi peserta didiknya harus memiliki badan khusus yang di
bentuk sebagai sarana komunikasi antara peserta didik, tenaga
pendidik, orangtua dan masyarakat. Badan ini bertugas membicarakan
konsep dan nilai-nilai yang di perlukan untuk mendidik karakter
peserta didik.
b. Kebijakan Pendidikan
Meskipun pendidikan karakter lebih mengedepankan aspek moral
dan tingkahlaku, namun bukan berarti sama sekali tidak menetapkan
kebijakan-kebijakan, sebagaimana dalam dunia pendidikan formal
pada umumnya.
Sekolah tetap menetapkan landasan filosofi yang tepat dalam
membuat pendidikan karakter, serta menentukan dan menetapkan
tujuan, visi dan misi maupun beberapa kebijakan lainnya. Hal ini bisa
di lakukan dengan mengadopsi dari iebijakan pendidikan formal atau
kebijakan baru.
c. Kesepakatan
Betapapun penting dan mendesaknya lembaga pendidikan
menerapkan pendidikan karakter sebagai tambahan kurikulum di
dalamnya, namun bukan berarti kebijakan itu di tetapkan secara
sepihak. Sekolah harus mengadakan pertemuan dengan orantua
peserta didik terlebih dahulu dengan melibatkan tenaga guru dan
perwakilan masyarakat guna mencari kesepakatan-kesepakatan
diantara mereka. Pertemuan itu bertujuan memperoleh kesepakatan
pemahaman tentang definisi pendidikan karakter, fungsi dan
manfaatnya, serta cara mewujudkannya.
d. Kurikulum Terpadu
Agar tujuan penerapan pendidikan karakter dapat berjalan dengan
maksimal sekolah perlu membuat kurikulum terpadu di semua
tingkatan kelas. Mengapa demikian? Sebab, setiap peserta didik
memiliki hak yang sama untuk mendapatkan materi mengenai
pengembangan karakter.34
Oleh karena itu meskipun pendidikan karakter harus di
perkenalkan sejak dini, namun bukan berarti tidak berlaku untuk
peserta didik yang sudah dewasa.
e. Bantuan Orangtua
Untuk mendukung keberhasilan, pihak sekolah hendaknya
meminta orangtua peserta didik untuk ikut terlibat dalam memberikan
pengajaran karakter ketika peserta didik berada di rumah. Bahkan
sekolah perlu memberikan gambaran umum tentang prinsip-prinsip
yang di terapkan di sekolah dan dirumah. Seperti aspek kejujuran,
kerjasama dan lain sebagainya.
Tanpa melibatkan peran orang tua dirumah, berarti sekolah akan
tetap kesulitan menerapkan pendidikan karakter terhadap peserta didik.
Sebab, interaksinya justru lebih banyak di habiskan dirumah bersama
keluarga.
f. Pengembangan Staf
Perlu di sediakan waktu pelatihan dan pengembangan bagi para
staf di sekolah sehingga mereka dapat membuat dan melaksanakan
pendidikan karakter secara berkelanjutan. Hal itu termasuk waktu
untuk diskusi dan pemahaman dari proses dan pemahaman dari proses
dan program, serta demi menciptakan rencana pelajaran dan kurikulum
selanjutnya. Perlu di ingat bahwa semua pihak di sekolah merupakan
sarana yang perlu di manfaatkan untuk membantu menjalankan
pendidikan karakter.35
g. Program
Program pendidikan karakter harus di pertahankan dan di
perbaharui melalui pelaksanaan dengan perhatian khusus pada tingkat
komitmen yang tinggi dari atas, dana yang memadai, dukungan utuk
koordinasi distrik staf yang berkualitas tinggi, pengembangan
professional berkelanjutan dan jaringan, serta dukungan system bagi
guru yang melaksanakan program tersebut.
B. Kepala Sekolah dan Guru 1. Pengertian Kepala Sekolah
Kepala sekolah adalah guru yang diberikan tugas tambahan untuk
memimpin suatu sekolah ayng diselenggarakan proses belajar mengajar
atau tempat terjadi interaksi antar guru yang member pelajaran dan murid
yang menerima pelajaran.
Secara etimologi kepala sekolah merupakan padanan dari school principal yang tugas kesehariannya menjalankan principalship atau kekepala sekolahan. Istilah kekepala sekolahan mengandung makna
sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi
sebagai kepala sekolah. Penjelasan ini dipandang penting, karena terdapat
beberapa istilah untuk menyebut jabatan kepala sekolah, seperti
administrasi kepala sekolah, pimpinan sekolah, manajer sekolah, dan
sebagainya.
a. Kriteria Kepala Sekolah
Seorang guru harus memiliki kreteria atau kualifikasi umum untuk
menjadi seorang kepala sekolah, yaitu:
1) Memiliki kualifikasi akademik sarjana, diploma, kependidikan atau
non kependidikan pada perguruan tinggi yang sudah terakreditasi.
2) Pada waktu diangkat sebagai kepala sekolah berusia
setinggi-tingginya 56 tahun.
3) Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 tahun
menurut jenjang sekolah masing-masing.
4) Memiliki pangkat serendah-rendahnya III/c bagi PNS dan Non
PNS disertakan dengan kepengangkatan yang dikeluarkan oleh
yayasan atau lembaga yang berwewenang.
b. Peran Kepala Sekolah
Berdasarkan kebijakan pendidikan nasional (Depdiknas, 2006),
terdapat tujuh peran kepala sekolah yaitu educator (pendidik), manajer,
administrator, supervisor, leader (pemimpin), pencipta iklim kerja, dan
1) Kepala sekolah sebagai educator (pendidik)
Pendidik adalah orang yang mendidik, sedangkan mendidik
diartikan memberikan latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak
dan kecerdasan pikiran sehingga pendidikan dapat diartikan proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang
dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran
dan latihan.
2) Kepala sekolah sebagai manajer
Seorang manajer atau kepala sekolah hakikatnya adalah
seorang perencana, organisator, pemimpin, dan seorang
pengendali. Menurut Stoner ada delapan macam fungsi seorang
manajer yang perlu dilaksanakan dalam suatu organsisi dan
merupakan fungsi kepala sekolah juga yaitu:
Kepala sekolah bekerja dengan dan melalui orang lain (work
with and through other people), Kepala sekolah bertanggung jawab
dan mempertanggung jawabkan (responsible and
accountable)Dengan waktu dan sumber yang terbatas, seorang
kepala sekolah harus mampu menghadapi berbagai persoalan
(managers balance competing goals and set priorities), Kepala
sekolah harus berpikir secara analistik dan konsepsional (must
think analytically and conceptionally), Kepala sekolah sebagai juru
penengah (mediators), Kepala sekolah sebagai politisi (politicians),
Kepala sekolah adalah seorang diplomat, Kepala sekolah berfungsi
sebagai pengmbil keputusan yang sulit (make difficult decisions).
3) Kepala sekolah sebagai pemimpin
Kata “memimpin” memberikan arti memberikan bimbingan, menuntun, mengarahkan dan berjalan didepan (precede).
Pemimpin berperilaku untuk membantu organisasi dengan
kemampuan maksimal dalam mencapai tujuan. Kepemimpinan
adalah satu kekuatan penting dalam rangka pengelolaan, oleh sebab
menjadi seorang manajer yang efektif. Esensi kepemimpinan
adalah kepengikutan (followership), kemauan orang lain atau
bawahan untuk mengikuti keinginan pemimpin. Maka dengan kata
lain pemimpin tidak akan terbentuk tanpa bawahan.
4) Kepala sekolah sebagai administrator
Menurut Gorton (Sagala, 2009) bagi kepala sekolah ada tiga
alasan penting untuk mengetahui prinsip-prinsip dalam
memberikan pelayanan pendidikan yaitu kepala sekolah dapat
mengembangkan rencana yang belum memiliki pola organisasi,
mengevaluasi dan memperbaiki struktur organisasi, dan membuat
rekomendasi dan mengevaluasi rencana struktur yang diusulkan.
Semua prinsip dan program pelayanan diorganisasikan sehingga
semua aktivitas dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien
dengan tujuan akhir membantu mencapai tujuan sekolah. Sebagai
administrator juga kepala sekolah hendaknya dapat
mengalokasikan anggaran yang memadai bagi upaya peningkatan
kompetensi guru yaitu dengan menghargai setiap guru yang
berprestasi.
5) Kepala sekolah sebagai supervisor
Secara specifik program supervise menurut Sestina (sagala
2009) meliputi: membantu guru secara individual dan secara
kelompok dalam memecahkan masalah pengajaran;
mengkoordinasikan seluruh usaha pengajaran menjadi perilaku
edukatif yang terintegrasi dengan baik, menyelenggarakan program
latihan berkesinambungan bagi guru-guru, mengusahakan alat-alat
yang bermutu dan mencukupi bagi pembelajaran, membangkitkan
dan memotivasi kegairahan guru yang kuat untuk mencapai
prestasi kerja yang maksimal, membangun hubungan yang baik
dan kerjasama antara sekolah, lembaga sosial dan instansi terkait
6) Kepala sekolah sebagai pencipta iklim kerja
Budaya dan iklim kerja yang kondusif akan memungkinkan
setiap guru lebih termotivasi untuk menunjukkan kinerjanya secara
unggul, yang disertai usaha untuk meningkatkan kompetensinya.
Oleh karena itu, dalam upaya menciptakan budaya dan iklim kerja
yang kondusif, kepala sekolah hendaknya memperhatikan
prinsip-prinsip sebagai berikut : (1) para guru akan bekerja lebih giat
apabila kegiatan yang dilakukannya menarik dan menyenangkan,
(2) tujuan kegiatan perlu disusun dengan dengan jelas dan
diinformasikan kepada para guru sehingga mereka mengetahui
tujuan dia bekerja, para guru juga dapat dilibatkan dalam
penyusunan tujuan tersebut, (3) para guru harus selalu diberitahu
tentang dari setiap pekerjaannya, (4) pemberian hadiah lebih baik
dari hukuman, namun sewaktu-waktu hukuman juga diperlukan,
(5) usahakan untuk memenuhi kebutuhan sosio-psiko-fisik guru,
sehingga memperoleh kepuasan (modifikasi dari pemikiran E.
Mulayasa tentang Kepala Sekolah sebagai Motivator, E. Mulyasa,
2003).
7) Kepala sekolah sebagai wirausahaan
Dalam menerapkan prinsip-prinsip kewirausaan dihubungkan
dengan peningkatan kompetensi guru, maka kepala sekolah
seyogyanya dapat menciptakan pembaharuan, keunggulan
komparatif, serta memanfaatkan berbagai peluang. Kepala sekolah
dengan sikap kewirauhasaan yang kuat akan berani melakukan
perubahan-perubahan yang inovatif di sekolahnya, termasuk
perubahan dalam hal-hal yang berhubungan dengan proses
2. Pengertian Guru
Guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan anak usia dini
jalur sekolah atau pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah.36
Guru adalah semua orang yang berwewenang dan bertanggung jawab
terhadap pendidikan murid-murid, baik secara individual maupun secara
klasikal, baik di sekolah maupun diluar sekolah.37 Pendapat lain guru
adalah semua orang yang berwewenang dan bertanggung jawab untuk
membimbing dan membina anak didik, baik secara individual maupun
klasikal di sekolah maupun diluar sekolah.38
C. Peseta Didik
1. Pengertian Pesera Didik
Dalam bahasa Indonesia, makna siswa, murid, pelajar dan peserta
didik merupakan sinonim. Semuanya bermakna anak yang sedang berguru
(belajar, bersekolah), anak yang sedang memperoleh pendidikan dasar dari
suatu lembaga pendidikan. Keempat kata tersebut biasanya dipergunakan
untuk tingkat TK sampai SMU, sedangkan pada perguruan tinggi biasanya
disebut mahasiswa.
Dalam bahasa arab term peserta didik diungkapkan pada kata tilmidz
(jamaknya dari kata talamidz dan talamidzah) dan thalib (jamaknya
Thullab), yang berarti mencari sesuatu dengan sungguh-sungguh. Kedua istilah tersebut digunakan untuk menunjukan pelajar secara umum.39
Peserta didik adalah salah satu komponen dalam pengajaran, di
samping faktor guru, tujuan, dan metode pengajaran. Sebagai salah satu
komponen maka dapat di katakana bahwa peserta didik adalah komponen terpenting diantara komponen lainnya. Pada dasarnya “ia” adalah unsur penentu dalam proses belajar mengajar. Tanpa adanya peserta didik,
36 id.m.wikipedia.org/wiki/guru
37Sudirman, Interaksi dan Motivasi BelajarMengajar, (Jakarta: Rajawali, 2001)
38Djamarah, S.B, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru, (Surabaya: Usaha Nasional, 1994)
sesungguhnya tidak akan terjadi proses pengajaran. Sebabnya ialah karena
peserta didiklah yang membutuhkan pengajaran dan bukan guru, guru
hanya berusaha memenuhi kebutuhan yang ada pada peserta didik. 40
Dalam literatur lain dikatakan bahwa anak didik atau peserta didik itu
adalah anak yang akan diproses untuk menjadi dewasa, menjadi manusia
yang memiliki kepribadian dan watak bangsa yang diharapkan, yaitu
bangsa Indonesia yang memiliki kepribadian dan akhlak mulia, seperti
yang tercantum dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang sisdiknas.
Agar berhasil membawa anak kearah kedewasaan, tentunya pendidik atau
orang tua yang harus memahami karaktristik anak, seperti berikut ini:
a. Anak itu makhluk individu yang memiliki dunia tersendiri yang tidak
boleh disamakan dengan dunia orang dewasa.
b. Anak memiliki potensi yang berkembang.
c. Anak memiliki minat dan bakat yang berbeda dengan yang lain.41
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpukan, bahwa anak didik
merupakan semua orang yang belajar, baik pada lembaga pendidikan
formal maupun lembaga pendidikan non-formal.
2. Pandangan Tentang Peserta Didik Sebagai Anak
Setidak-tidaknya terdapat 3 jenis pandangan tentang anak, yaitu:42
a. Pandangan lama, menyebutkan bahwa anak adalah oarng dewasa yang
kecil. Karena itu segala sesuatu perlu dipersamakan seperti halnya
orang dewasa. Anak perlu di beri pakaian dewasa dalam bentuk yang
kecil. Sebagai anak ia di pandang masih bersih dan oarang dewasalah
yang menentukan akan di jadikan apa anak itu.
b. Anak adalah sebagai anak. Anaka tidak bisa dan tidak mungkin di
persamakan sebagai oarang dewasa. Ia memiliki ciri-ciri tersendiri.
40Depertemen Agama Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Wawasan Tugas Guru dan Tenaga Kependidikan, Jakarta:2005. Hal. 46
41Mohamad Surya, Abdul Hasim & Rus Bambang Suwarno,Landasan Pendidikan Menjadi Guru yang Baik, (Bogor: Ghalia Indonesia: 2010), Hal. 25
Perlakuan terhadap anak tidak boleh dipersamakan dengan perlakuan
orang dewasa. Setiap anak berbeda pada tahap sedang berkembang, ia
memiliki banyak potensi-potensi yang dimilki, oleh anak itulah
perbuatan pendidikan yang dilakukan.
c. Anak adalah hidup dalam masyarakat dan di persiapkan untuk hidup di
dalam masyarakatnya. Sebagai calon anggota masyarakat maka ia
harus di persiapkan sesuai dengan masyarakat setempat. Pandangan ini
di kenal dengan istilah Child in his society.
3. Hal-hal yang perlu dikenal tentang peserta didik
Banyak aspek dan pribadi peserta didik yang perlu dikenal, yaitu:43
a. Latar Belakang Masyarakat
Kultur masyarakat dimana peserta didik tinggal, besar pengaruhnya
terhadap sikap peserta didik. Latar belakang kultur ini meneybabkan
para peserta didik memiliki sikap yang berbeda-beda tentang agama,
politik, masyarakat lain, dan cara bertingkah lakunya. Pengalaman
anak di luar sekolah yang hidup di masyarakat kota sangat berbeda
dengan pengalaman-pengalaman peserta didik yang tinggal di
pedesaan, demikian pula kesempatan berkreasi, pembinaan kesehatan,
fasilitas pendidikan yang ada di dalam masyarakat sangat berpengaruh
terhadap pandangan peserta didik, motivasinya, minatnya dan sikapnya
terhadap berbagai aspek kehidupan. Tiap masyarakat memberi
pengaruh yang berlainan terhadap peserta didik sehingga setiap peserta
didik, memiliki pribadinya sendiri-sendiri pula.
b. Latar Belakang Keluarga
Situasi di dalam keluarga besar pengaruhnya terhadap emosi,
penyesuaian sosial, minat, sikap, tujuan, disiplin dan perbuatan peserta
didik di sekolah. Apabila dirumah peserta didik sering mengalami
tekanan, merasa tak aman, frustasi maka ia juga akan mengalami
perasaan asing di sekolah. Apa yang menarik minatnya dirumah akan
kelihatan pula apa yang menjadi minatnya di sekolah. Kalau dirumah
ia di tolah maka di sekolahpun ia akan merasa tidak diterima, dan
menunjukan gejala-gejala maladjustment. Jabatan orang tua, keadaan
ekonomi, status sosial orang tua di masyarakat, kultur keluarga yang
rendah, norma agama, dan lainya akan mempengaruhi sikap, tujuan
dan tingkah laku peserta didik di sekolah. Sehingga guru sering
mengalami kesulitan untuk memahaminya.
Guru perlu mengenal situasi, kondisi dalam keluarga peserta didik.
Agar dapat merencanakan kegiatan-kegiatan yang serasi, kendatipun
pengaruh keluarga ini tidak mutlak menentukan berhasilnya seorang
peserta didik, karena pada kenyataannya sering juga terjadi dimana
anak mengalami maladjustment sebagai akibat lingkungan sekolah. c. Sifat-Sifat Kepribadian
Guru perlu mengenal sifat-sifat kepribadian peserta didik agar guru
mudah mengadakan pendekatan pribadi dengan mereka. Dengan
demikian, hubungan pribadi menjadi lebih dekat dan akan mendorong
pengajaran lebih efektif. Selain dari itu guru dapat pula menyediakan
kegiatan-kegiatan yang serasi dengan kepribadian merekadan
memelihara sifat-sifat yang baik serta sedapat mungkin mengurangi
sifat-sifat yang jelek.
4. Karakter Yang Harus Dimiliki Peserta didik.
Secara fitrah, anak memerlukan bimbingan dari orang yang lebih
dewasa. Hal ini dapat dipahami dari kebutuhan-kebutuhan dasar yang
dimiliki oleh seriap orang yang baru lahir. Allah SWT berfirman:44