• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Muskuloskeletal pada Upper Limb Extremities Mahasiswa Ketika Proses Belajar Mengajar di Kelas di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Muskuloskeletal pada Upper Limb Extremities Mahasiswa Ketika Proses Belajar Mengajar di Kelas di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012"

Copied!
174
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN

MUSKULOSKELETAL PADA

UPPER LIMB EXTREMITIES

MAHASISWA KETIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR DI

KELAS DI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA TAHUN 2012

OLEH: ABU ZAR NIM : 108101000006

PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

Data Pribadi

Nama : Abu Zar

Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 08 Maret 1990

Alamat : Jalan Bangka 2 no 100 RT 17/03 Kelurahan : Pela Mampang Kecamatan : Mampang Prapatan Jakarta Selatan. DKI Jakarta

Kode Pos : 12720

Jenis Kelamin : Laki-laki

Telepon (rumah) : 021-7199464 Handphone : 081286528585 Golongan Darah : O

Agama : Islam

E-mail : abhoe_zzz@yahoo.com, abhoezzz@gmail.com

Riwayat Pendidikan

1994-1996 TQ Al-Hikmah, Jakarta 1996-2002 MI Al-Hikmah, Jakarta 2002-2005 SLTP-IT Al-Hikmah, Jakarta 2005-2008 SMAN 55, Jakarta

(6)

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Laporan skripsi yang berjudul faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan muskuloskeletal pada upper limb extremities mahasiswa ketika proses belajar mengajar di kelas Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012.

Penyusunan laporan ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh gelar strata satu (S1). Laporan ini merupakan hasil dari proses kegiatan penelitian yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis dengan penuh kesadaran menyadari bahwa laporan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh penulis.

Selesainya laporan skripsi ini tidak luput dari bantuan dan dukungan banyak pihak yang telah memberikan konstribusi serta masukan-masukan kepada penulis. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada:

1. Umi dan Ayah yang senantiasa selalu mendukung dan mendengarkan keluh kesah, memberikan semangat, memberikan support dalam segala hal. Doain supaya cepet dapet kerja ya.

(7)

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Bapak M. Farid Hamzens, M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi I Saya, terima kasih atas bimbingannya selama ini.

6. Ibu Minsarnawati Tahangnacca, M.Kes, sebagai dosen pembimbing skripsi II Saya, terima kasih atas bimbingannya selama ini.

7. Ibu Iting Shofwati, ST. MKKK, sebagai penanggung jawab peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

8. Seluruh dosen dan staff Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

9. Teman-teman Kesehatan Masyarakat 2008 FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sangat saya cintai.

10.Dan kepada semua pihak yang terkait dalam penyusunan penelitian skripsi ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuan dan kerja samanya dalam penyusunan penelitian skripsi ini.

Penulis sadari bahwa laporan skripsi ini tidak akan tersusun tanpa kontribusi dan masukan-masukan dari kalian semua. Akhir kata semoga penelitian ini bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Amiin..

Jakarta, Oktober 2012

(8)

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Skripsi, Januari 2013

Abu Zar, NIM : 108101000006

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Muskuloskeletal pada Upper Limb Extremities Mahasiswa Ketika Proses Belajar Mengajar di Kelas di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012

xvi + 139 halaman, 24 tabel, 12 gambar, 11 lampiran

ABSTRAK

Keluhan muskuloskeletal dapat terjadi ketika otot atau rangka menerima beban dengan postur statis atau pekerjaan yang dilakukan secara berulang dan pekerjaan tersebut dilakukan dalam jangka waktu yang lama serta melebihi kemampuan yang dimiliki oleh individu tersebut. Pekerjaan yang dilakukan oleh mahasiswa ketika proses belajar mengajar di kelas cenderung dengan postur statis, sehingga mungkin untuk terjadi keluhan muskuloskeletal pada mahasiswa.

Penelitian yang menggunakan desain cross sectional ini dilakukan pada bulan September – Oktober di gedung FKIK UIN Jakarta. Populasi pada penelitian ini yaitu seluruh mahasiswa FKIK dan sampelnya adalah mahasiswa semester 5 yang masih aktif kuliah sebanyak 107 orang. Pengambilan data pada penelitian ini yaitu dengan data primer dan data sekunder yang kemudian diolah untuk dianalisis.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa sebagian besar responden merasakan keluhan muskuloskeletal (72,9%), keluhan terbanyak dirasakan oleh responden adalah pada bagian pantat dan punggung (56,07%,), pinggang (51,40%) dan keluhan pada leher (50,48%). Faktor yang berhubungan berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu tingkat risiko ergonomi, antropometri no 14 dan kesegaran jasmani.

(9)

CONCENTRATION SAFETY AND OCCUPATIONAL HEALH Essay, January 2012

Abu Zar, NIM : 108101000006

Factors Associated with Musculoskeletal Complaints in the Upper Limb extremities Students When Teaching and Learning in the Classroom at the Faculty of Medicine and Health Sciences Sharif Hidayatullah State Islamic University of Jakarta in 2012

xvi + 139 pages, 24 tables, 12 drawings, 11 attachment

ABSTRACT

Musculoskeletal complaints can occur when a muscle or order accept loads with static postures or repetitive work done and the work is done in a long time, and beyond the capabilities of the individual. Work done by students when the learning process in the classroom tends to a static posture, so it's possible to happen in the student musculoskeletal complaints.

The study uses cross-sectional design was conducted in September-October in the building FKIK UIN Jakarta. The population in this research that all students FKIK and sample are students who are still active 5th semester college as many as 107 people. Retrieval of data in this research is the primary data and secondary data were then processed for analysis.

Based on this research, it is known that the majority of respondents felt the musculoskeletal complaints (72.9%), most complaints are perceived by the respondents on the buttocks and back (56.07%), waist (51.40%) and complaints of the neck (50.48%). Factors related based on the research results obtained in this study is the level of ergonomic risk, no 14 anthropometric and physical fitness.

Input given by researchers to FKIK UIN Jakarta is by using a lower chair according to anthropometry students, change the angle the seat to 100 º - 110 º, use a chair that supports the entire back, change the angle of the base to be 3 º - 5 º and use a mat and chair covered by a layer of software. Input for students is that regular exercise and periodically replace a sitting position before a complaint is felt.

(10)

DAFTAR ISI

B. Faktor Risiko Timbulnya Muskuloskeletal... 16

1. Faktor Pekerjaan ... 16

2. Faktor Individu ... 39

3. Faktor Lingkungan ... 58

C. Kerangka Teori ... 61

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS A. Kerangka Konsep ... 63

(11)

D. Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian ... 76 A.Gambaran Tempat Penelitian ... 87

B.Gambaran Kursi Kuliah FKIK UIN Jakarta ... 91

C.Analisis Univariat ... 94

1. Gambaran Keluhan Muskuloskeletal Mahasiswa FKIK UIN Jakarta ... 94

2. Gambaran Tingkat Risiko Ergonomi Mahasiswa FKIK UIN Jakarta ... 96

3. Gambaran Antropometri Mahasiswa FKIK UIN Jakarta ... 97

4. Gambaran Jenis Kelamin Mahasiswa FKIK UIN Jakarta ... 98

5. Gambaran Kebiasaan Merokok Mahasiswa FKIK UIN Jakarta ... 99

6. Gambaran Kesegaran Jasmani Mahasiswa FKIK UIN Jakarta ... 99

7. Gambaran Status Gizi Mahasiswa FKIK UIN Jakarta ... 100

D.Analisis Bivariat ... 101

1. Hubungan Tingkat Risiko Ergonomi dengan Keluhan Muskuloskeletal pada Mahasiswa FKIK UIN Jakarta ... 101

2. Hubungan Antropometri dengan Keluhan Muskuloskeletal pada Mahasiswa FKIK UIN Jakarta ... 102

3. Hubungan Jenis Kelamin dengan Keluhan Muskuloskeletal pada Mahasiswa FKIK UIN Jakarta ... 103

4. Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Keluhan Muskuloskeletal pada Mahasiswa FKIK UIN Jakarta ... 104

5. Hubungan Kesegaran Jasmani dengan Keluhan Muskuloskeletal pada Mahasiswa FKIK UIN Jakarta ... 105

6. Hubungan Status Gizi dengan Keluhan Muskuloskeletal pada Mahasiswa FKIK UIN Jakarta ... 106

(12)

B.Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Muskuloskeletal... 108

1. Keluhan Muskuloskeletal ... 109

2. Tingkat Risiko Ergonomi ... 110

3. Antropometri ... 117

4. Jenis Kelamin ... 122

5. Kebiasaan Merokok ... 124

6. Kesegaran Jasmani ... ... 126

7. Status Gizi ... 130

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN A.Simpulan ... 133

B.Saran ... 134

(13)

Daftar Tabel

Tabel 1.1 Tabel Presentase Keluhan Muskuloskeletal Berdasarkan Bagian Tubuh

Mahasiswa FKIK UIN ... 7

Tabel 2.1 Kategori Tingkat Risiko Ergonomi RULA Berdasarkan Nilai Akhir yang Didapat... 34

Tabel 2.2 Kategori Indeks Kesegaran Jasmani Berdasarkan Nilai Harvard Step Test... 46

Tabel 2.3 Ukuran-ukuran Antropometri yang Penting ... 51

Tabel 2.4 Kategori IMT untuk Penduduk Indonesia... 57

Tabel 5.1 Panjang Dimensi Kursi Kuliah FKIK UIN Jakarta... 91

Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Keluhan Muskuloskeletal pada Mahasiswa FKIK UIN Jakarta tahun 2012... 93

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Risiko Ergonomi Mahasiswa FKIK UIN Jakarta tahun 2012... 95

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Antropometri No 8 Mahasiswa FKIK UIN Jakarta Tahun 2012... 95

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Antropometri No 12 Mahasiswa FKIK UIN Jakarta Tahun 2012 ... 96

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Antropometri No 13 Mahasiswa FKIK UIN Jakarta Tahun 2012 ... 96

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Mahasiswa FKIK UIN Jakarta tahun 2012... 97

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kebiasaan Merokok Mahasiswa FKIK UIN Jakarta tahun 2012... 97

Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kesegaran Jasmani Mahasiswa FKIK UIN Jakarta tahun 2012... 98

Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Gizi Mahasiswa FKIK UIN Jakarta tahun 2012... 99

(14)

Tabel 5.12 Analisis Hubungan antara Antropometri dengan Keluhan

Muskuloskeletal pada Mahasiswa FKIK UIN Jakarta Tahun 2012... 101 Tabel 5.13 Analisis Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Keluhan

Muskuloskeletal pada Mahasiswa FKIK UIN Jakarta Tahun 2012... 102 Tabel 5.14 Analisis Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Keluhan

Muskuloskeletal pada Mahasiswa FKIK UIN Jakarta Tahun 2012... 103 Tabel 5.15 Analisis Hubungan antara Kesegaran Jasmani dengan Keluhan

Muskuloskeletal pada Mahasiswa FKIK UIN Jakarta Tahun 2012... 104 Tabel 5.16 Analisis Hubungan antara Status Gizi dengan Keluhan

(15)

Daftar Gambar

Gambar 1.1 Kursi Kuliah di FKIK ... 6

Gambar 1.2 Kursi Kuliah di Fakultas Lain... 6

Gambar 2.1 Postur Lengan Atas... 26

Gambar 2.2 Postur Lengan Bawah ... 27

Gambar 2.3 Postur Pergelangan Tangan ... 28

Gambar 2.4 Postur Putaran Pergelangan Tangan ... 28

Gambar 2.5 Tabel Penilaian Skor A ... 29

Gambar 2.6 Tabel Penilaian Beban ... 29

Gambar 2.7 Tabel Penilaian Skor C ... 30

Gambar 2.8 Postur Leher ... 31

Gambar 2.9 Postur Punggung ... 32

Gambar 2.10 Postur Kaki ... 32

Gambar 2.11 Tabel Penilaian Skor B ... 33

Gambar 2.12 Tabel Penilaian Beban ... 33

Gambar 2.13 Tabel Penilaian Skor Total ... 34

Gambar 2.14 Antropometri untuk Perancangan Produk atau Fasilitas ... 19

Gambar 5.1 Gedung Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta... 90

Gambar 5.2 Gambar Dimensi Kursi Kuliah FKIK UIN Jakarta Tampak Samping... 91

Gambar 5.3 Dimensi Kursi Kuliah FKIK UIN Jakarta Tampak Depan... 92

Gambar 5.4 Sudut Sandaran Kursi Kuliah FKIK UIN Jakarta... 92

(16)

Daftar Bagan

Bagan 2.1 Kerangka Teori Penelitian ... 62 Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 65

Daftar Grafik

Grafik 5.1 Distribusi Frekuensi Bagian Tubuh yang Dikeluhkan Mahasiswa

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan teknologi, keselamatan dan kesehatan di tempat kerja menjadi sangat penting. Kerugian yang dialami perusahaan apabila terjadi kecelakaan dan atau penyakit akibat kerja tidaklah sedikit. Karena hal ini, perusahaan dituntut dengan menjalankan aspek-aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam pekerjaannya. Pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja yaitu salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, sehat, serta bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja (Tresnaningsih, 2004).

(18)

Prinsip ergonomi ini juga tercantum dalam Al-Qur’an surat Az-Zumar ayat 39 yang artinya adalah “Katakanlah: „Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan

keadaanmu, sesungguhnya aku pun bekerja, maka kelak engkau akan mengetahui!.”

(Terjemahan Q.S. Az-Zumar: 39). Ayat ini dapat diartikan sebagai sebuah perintah untuk bekerja sesuai keadaan, yaitu sesuai dengan keadaan atribut fisik seperti antropometri fisik dan fisiologi tubuh dan keadaan non-fisik seperti psikologi dan kemampuan individu (Su, 2011).

Jika otot atau rangka menerima pekerjaan dengan beban yang statis atau pekerjaan yang dilakukan secara berulang dan dalam jangka waktu yang lama serta melebihi kemampuan yang dimiliki oleh individu itu sendiri, maka keadaan-keadaan tersebut akan dapat menyebabkan keluhan-keluhan yang dapat berupa keluhan pada sendi, ligamen, tendon dan sebagainya. Keluhan ini bahkan dapat berdampak sampai menjadi kerusakan pada bagian-bagian tertentu, hal inilah yang biasa disebut dengan Musculoskeletal Disorders (MSDs) atau gangguan pada otot rangka (Grandjean,

1993 dalam Suriatmini, 2011).

(19)

Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI terhadap 482 pekerja di 12 kabupaten / kota di Indonesia terkait masalah kesehatan di Indonesia tahun 2005, menunjukkan bahwa 40,5% penyakit yang diderita pekerja yang berhubungan dengan pekerjaannya. Gangguan kesehatan yang dialami pekerja tersebut umumnya berupa gangguan muskuloskeletal 16%, kardiovaskular 8%, gangguan syaraf 6%, gangguan pernapasan 3% dan gangguan THT 1,5%. Sedangkan hasil studi laboratorium Pusat Studi Kesehatan dan Ergonomi ITB pada tahun 2006-2007 diperoleh data bahwa sebanyak 40-80% pekerja melaporkan keluhan pada muskuloskeletal sesudah bekerja (Yassierili, 2008).

Berdasarkan data yang telah dipaparkan diatas dapat dikatakan bahwa seluruh pekerjaan dapat menghadapi risiko keluhan muskuloskeletal, termasuk aktivitas sehari-hari dalam kegiatan belajar mengajar juga perlu memperhatikan aspek-aspek ergonomi. Dengan adanya aspek-aspek ergonomi dalam proses belajar mengajar, diharapkan untuk tidak ditemukan lagi keluhan-keluhan muskuloskeletal serta hasil atau output dari proses belajar mengajar tersebut dapat efektif. Faktor risiko yang dapat menjadi faktor terjadinya keluhan muskuloskeletal yaitu faktor pekerjaan, faktor individu dan faktor lingkungan (Cohen, dkk, 1997).

(20)

Salah satu bagian dari faktor lingkungan yaitu alat kerja, salah satu contoh dari alat kerja yang merupakan sarana pendukung dalam proses belajar mengajar adalah kursi. Kursi dapat mempengaruhi kenyamanan dalam proses belajar mengajar, karena dalam proses belajar mengajar, aktivitas mahasiswa cenderung lebih banyak duduk di kursi dengan postur yang statis. Sehingga jika kursi yang diduduki tersebut nyaman, maka diharapkan mahasiswa dapat menyerap materi perkuliahan yang diberikan dengan baik, sedangkan jika kursi yang digunakan itu tidak nyaman, maka proses belajar mengajar dapat terganggu dan cenderung tidak efektif bahkan dapat timbul keluhan-keluhan pada bagian tertentu.

Menurut Stewart dan Stewart (1983) dalam Ismi (2010), kondisi kerja dapat diartikan sebagai serangkaian kondisi atau keadaan lingkungan kerja dari suatu perusahaan yang menjadi tempat bekerja dari para karyawan yang bekerja di lingkungan tersebut. Kondisi kerja yang baik yaitu kondisi lingkungan pekerja yang nyaman serta mendukung pekerja untuk dapat menjalankan aktivitasnya dengan baik. Berdasarkan pernyataan ini dapat dikatakan bahwa selama bekerja pekerja harus nyaman dengan lingkungan kerjanya. Jika dikaitkan dengan kursi kerja, maka kursi kerja yang digunakan oleh pekerja harus nyaman selama pekerja tersebut bekerja di kursi tersebut.

(21)

mahasiswa tidak sesuai dengan dimensi kursi yang digunakan, maka cepat atau lambat akan dapat menimbulkan keluhan-keluhan muskuloskeletal, seperti keluhan muskuloskeletal pada bahu, lengan, pinggang, paha dan sebagainya (Muliani, 2008). Menurut Londong (2012), jika tinggi kursi yang terlalu tinggi dapat menyebabkan gangguan peredaran darah di tungkai bawah. Bila terlalu rendah akan berakibat punggung lebih membungkuk, kesulitan berdiri, dan membutuhkan ruang tungkai ( leg room ) yang lebih luas. Kedalaman tempat duduk Bila terlalu dalam (melebihi ukuran pantat ke belakang lutut) akan berakibat tekanan pada daerah belakang lutut tersebut. Sudut optimal sandaran duduk kursi adalah 100o– 110o.

(22)

Gambar 1.1 Kursi Kuliah di FKIK

(23)

Tabel 1.1 Tabel Presentase Keluhan Muskuloskeletal Berdasarkan Bagian Tubuh Mahasiswa FKIK UIN Ketika Duduk di Kursi Kuliah

Tahun 2012

No Bagian Tubuh Presentase

Keluhan (%)

1 Pantat 92,31

2 Paha 65,38

3 Lutut 50,00

4 Betis 46,15

5 Pergelangan kaki 34,62 6 Telapak kaki 42,30

7 Pinggang 88,46

8 Lengan atas 38,46

9 Bahu 73,08

10 Leher 92,31

11 Lengan bawah 30,77

12 Punggung 88,46

Dapat dilihat dari tabel 1.1 diatas bahwa keluhan muskuloskeletal tertinggi yang dirasakan oleh mahasiswa FKIK yaitu pada bagian pantat, leher, punggung, pinggang, bahu dan paha. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti ” Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Muskuloskeletal pada Upper Limb Extremities Mahasiswa Ketika Proses Belajar Mengajar di Kelas di Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

(24)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dipaparkan diatas, diketahui bahwa sebagian besar (92,31%) mahasiswa FKIK mengalami keluhan muskuloskeletal atau yang biasa disebut dengan keluhan otot rangka ketika duduk di kursi kuliah. Keluhan muskuloskeletal yang didapatkan pada studi pendahuluan adalah rasa pegal, kesemutan, nyeri dan sakit. Dalam proses belajar mengajar tersebut postur mahasiswa didalam kelas Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta cenderung statis.

(25)

2. Bagaimana gambaran tingkat risiko ergonomi pada mahasiswa ketika proses belajar mengajar di kelas FKIK UIN Jakarta?

3. Bagaimana gambaran antropometri mahasiswa ketika proses belajar mengajar di kelas FKIK UIN Jakarta?

4. Bagaimana gambaran jenis kelamin mahasiswa ketika proses belajar mengajar di kelas FKIK UIN Jakarta?

5. Bagaimana gambaran kebiasaan merokok mahasiswa ketika proses belajar mengajar di kelas FKIK UIN Jakarta?

6. Bagaimana gambaran kesegaran jasmani mahasiswa ketika proses belajar mengajar di kelas FKIK UIN Jakarta?

7. Bagaimana gambaran status gizi mahasiswa ketika proses belajar mengajar di kelas FKIK UIN Jakarta?

8. Apakah ada hubungan antara tingkat risiko ergonomi dengan keluhan muskuloskeletal mahasiswa ketika proses belajar mengajar di kelas FKIK UIN Jakarta?

9. Apakah ada hubungan antara antropometri dengan keluhan muskuloskeletal pada mahasiswa ketika proses belajar mengajar di kelas FKIK UIN Jakarta?

(26)

11.Apakah ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan muskuloskeletal pada mahasiswa ketika proses belajar mengajar di kelas FKIK UIN Jakarta?

12.Apakah ada hubungan antara kesegaran jasmani dengan keluhan muskuloskeletal pada mahasiswa ketika proses belajar mengajar di kelas FKIK UIN Jakarta? 13.Apakah ada hubungan antara status gizi dengan keluhan muskuloskeletal pada

mahasiswa ketika proses belajar mengajar di kelas FKIK UIN Jakarta?

D. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keluhan muskuloskeletal pada upper limb extremities mahasiswa ketika proses belajar mengajar di kelas Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Jakarta.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran keluhan muskuloskeletal yang dirasakan oleh mahasiswa ketika proses belajar mengajar di kelas FKIK UIN Jakarta

(27)

d. Diketahuinya gambaran jenis kelamin mahasiswa ketika proses belajar mengajar di kelas FKIK UIN Jakarta

e. Diketahuinya gambaran kebiasaan merokok pada mahasiswa ketika proses belajar mengajar di kelas FKIK UIN Jakarta

f. Diketahuinya gambaran kesegaran jasmani pada mahasiswa ketika proses belajar mengajar di kelas FKIK UIN Jakarta

g. Diketahuinya gambaran status gizi pada mahasiswa ketika proses belajar mengajar di kelas FKIK UIN Jakarta

h. Diketahuinya hubungan antara tingkat risiko ergonomi dengan keluhan muskuloskeletal pada mahasiswa ketika proses belajar mengajar di kelas FKIK UIN Jakarta

i. Diketahuinya hubungan antara antropometri dengan keluhan muskuloskeletal pada mahasiswa ketika proses belajar mengajar di kelas FKIK UIN Jakarta j. Diketahuinya hubungan antara jenis kelamin dengan keluhan

muskuloskeletal pada mahasiswa ketika proses belajar mengajar di kelas FKIK UIN Jakarta

(28)

l. Diketahuinya hubungan antara kesegaran jasmani dengan keluhan muskuloskeletal pada mahasiswa ketika proses belajar mengajar di kelas FKIK UIN Jakarta

m. Diketahuinya hubungan antara status gizi dengan keluhan muskuloskeletal pada mahasiswa ketika proses belajar mengajar di kelas FKIK UIN Jakarta

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini memberikan pengalaman berharga, menambah wawasan serta menambah kemampuan untuk mengaplikasikan ilmu terkait keselamatan dan kesehatan kerja, terutama dalam disiplin ilmu ergonomi.

2. Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta

Hasil dari penelitian ini dapat menjadi informasi dan rekomendasi kepada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan kursi kuliah yang lebih ergonomis.

3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat

(29)

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan oleh mahasiswa semester IX Program studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini dilakukan pada bulan September – Oktober tahun 2012 pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta. Judul penelitian yang diambil yaitu ”Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Muskuloskeletal (Upper Limb Extremities) Mahasiswa Proses Belajar Mengajar di Kelas di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012”.

Penelitian ini dilakukan agar diketahuinya gambaran tingkat risiko ergonomi mahasiswa, diketahuinya hubungan antara tingkat risiko ergonomi dengan timbulnya keluhan muskuloskeletal pada mahasiswa, agar diketahuinya gambaran antropometri, jenis kelamin, kebisaan merokok, kesegaran jasmani dan status gizi mahasiswa dan agar giketahui hubungan antropometri, jenis kelamin, kebisaan merokok, kesegaran jasmani dan status gizi dengan timbulnya keluhan muskuloskeletal pada mahasiswa.

(30)
(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Keluhan Muskuloskeletal

1. Pengertian Keluhan Muskuloskeletal

Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan yang ringan sampai keluhan yang sangat sakit (Tarwaka dan Sudiadjeng, 2004).

2. Klasifikasi Keluhan Muskuloskeletal

Keluhan muskuloskeletal dapat diklasifikasikan menjadi 2 macam, yaitu keluhan sementara dan keluhan menetap (Tarwaka dan Sudiadjeng, 2004): a. Keluhan sementara, yaitu keluhan muskuloskeletal yang terjadi pada saat otot

rangka menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan.

b. Keluhan menetap, yaitu keluhan muskuloskeletal yang bersifat menetap, meskipun pembebanan kerja telah dihentikan tetapi rasa sakit pada otot rangka masih terus berlanjut

3. Metode Penilaian Keluhan Muskuloskeletal

(32)

tingkat keluhan muskuloskeletal yang dirasakan oleh pekerja. NBM membagi tubuh menjadi nomor-nomor dari leher hingga kaki yang akan mengestimasi tingkat keluhan muskuloskeletal yang dialami oleh pekerja (Suriyatmini, 2011).

B. Faktor Risiko Timbulnya Keluhan Muskuloskeletal

Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya keluhan muskuloskeletal adalah sebagai berikut:

1. Faktor Pekerjaan

Faktor pekerjaan merupakan salah satu faktor dari faktor-faktor ergonomi yang meperngaruhi timbulnya keluhan pada muskuloskeletal (Cohen, dkk, 1997). Faktor pekerjaan meliputi faktor yang berasal dari pekerjaan itu sendiri seperti beban/gaya, postur tubuh, frekuensi dan durasi paparan (Peter Vi, 2000 dalam Suriyatmini 2011).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Satar, dkk (2009) pada pekerja operator Can Plant, pekerjaan dengan tingkat risiko ergonomi yang lebih tinggi presentase keluhan muskuloskeletal yang dirasakan oleh pekerja lebih tinggi (81,5%) dibandingkan dengan pekerjaan yang tingkat risikonya lebih rendah (61,3%).

(33)

keluhan muskuloskeletal pada leher. Untuk pajanan pada bagian bahu dan lengan, didapatkan bahwa ada hubungan antara tingkat pajanan pada bahu dan lengan dengan timbulnya keluhan muskuloskeletal pada bahu dan lengan. Untuk pajanan pada pergelangan tangan dan tangan, didapatkan bahwa ada hubungan antara tingkat pajanan pada pergelangan tangan dan tangan dengan timbulnya keluhan muskuloskeletal pada pergelangan tangan dan tangan. Untuk pajanan pada bagian punggung, didapatkan bahwa ada hubungan antara tingkat pajanan pada punggung dengan keluhan muskuloskeletal pada punggung.

a. Postur Tubuh

Postur tubuh yaitu posisi relatif bagian tubuh tertentu pada saat bekerja yang ditentukan oleh ukuran tubuh, desain area kerja dan task requirements serta ukuran peralatan/benda lainnya yang digunakan pada saat bekerja (Pulat, 1992).

Keseimbangan dari postur tubuh perlu diperhatikan agar seseorang dapat bekerja dengan aman, nyaman dan tahan lama. Postur tubuh yang tidak seimbang dan berlangsung lama dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan stress pada bagian tubuh tertentu, yang disebut dengan postural stress. Tekanan pada otot bagian leher, bahu, lengan dan pergelangan

(34)

b. Beban/gaya

Beban biasanya diartikan sebagai seberapa besar penggunaan fisik, seperti ketika mengangkat barang-barang yang berat atau mendorong beban yang berat (Peter Vi, 2000 dalam Suriyatmini 2011). Menurut ILO (dalam kurniawati, 2009), beban maksimum yang diperbolehkan untuk diangkat oleh seseorang adalah 22-25kg. Bentuk dan ukuran benda yang diangkat juga ikut mempengaruhi hal tersebut. Ukuran objek harus cukup kecil agar dapat diletakkan sedekat mungkin dengan tubuh. Sedangkan bentuk objek harus memiliki pegangan, tidak ada sudut tajan dan tidak dingin atau tidak panas saat diangkat. Mengangkat objek tidak boleh hanya dengan mengandalkan kekuatan jari, karena kemampuan otot jari terbatas sehingga dapa cidera pada jari. Semakin berat objek yang ditangani, tenaga yang dibutuhkan akan meningkat. Sehingga dapat disimpulkan semakin besar gaya yang dikeluarkan oleh tubuh untuk menangani suatu objek, maka semakin tinggi risiko terkait gangguan otot rangka apabila hal tersebut dilakukan dengan postur yang salah dan berat objek melampau batas maksimum yang diperbolehkan (Kumar, 1999).

c. Frekuensi

(35)

sebanyak 30 kali dalam semenit dan sebanyak 2 kali permenit untuk anggota tubuh seperti bahu, leher, punggung dan kaki (Humantech, 1995 dalam Suriyatmini 2011).

d. Durasi

Durasi merupakan jumlah waktu dimana pekerja terpajan oleh faktor risiko. Postur yang salah dengan frekuensi pekerjaan yang sering dapat menyebabkan suplai darah berkurang, akumulasi asam laktat, inflamasi, tekanan pada otot, dan trauma mekanis. Frekuensi terjadinya sikap tubuh yang salah terkait dengan berapa kali terjadi pekerjaan berulang dalam melakukan suatu pekerjaan. Keluhan muskuloskeletal terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja terus-menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi (Bridger, 2003). Posisi tangan dan pergelangan tangan berisiko apabila dialukan gerakan berulang/frekuensi sebanyak 30 kali dalam semenit dan sebanyak 2 kali permenit untuk anggota tubuh seperti bahu, leher, punggung dan kaki (Humantech, 1995 dalam Octarisya 2009).

Beberapa penelitian menemukan dugaan adanya hubungan antara meningkatnya level/durasi pajanan dengan jumlah kasus timbulnya keluhan muskuloskeletal pada bagian leher (Peter Vi, 2000 dalam Suriyatmini 2011). e. Metode Penilaian Tingkat Risiko Ergonomi

1) Ergonomic Assesment Survey (EASY)

(36)

prioritas) dari faktor-faktor ergonomi. Metode EASY merupakan bagian pusat dari proses ergonomi. EASY menyediakan metode untuk mengidentifikasi masalah yang merupakan tujuan, sesuatu yang dapat dipercaya dan pendukung identifikasi prioritas. EASY mengembangkan suatu pernyataan untuk fasilitas pada suatu kegiatan dengan menentukan tingkat risiko tiap bagian tubuh. Rangking dari EASY akan mengidentifikasi nilai total yang berikisar antara 1 – 7. Berdasarkan persetujuan dengan sumber data sehingga pendekatan masalah lebih sistematis dan dengan cara pendekatan yang logis (Humantech, 1989, 1995 dalam Kurniawati, 2009).

2) Baseline Risk Identification of Ergonomics Factors (BRIEF)

(37)

Survei ini mengidentifikasi risiko-risiko yang berhubungan dengan postur, tenaga, durasi dan frekuensi ketika mengamati kesembilan bagian tubuh tersebut. Penilaian risiko digunakan untuk menentukan tinggi, sedang atau rendahnya risiko untuk setiap bagian tubuh. Kelebihan BRIEF survey antara lain :

a) Dapat mengkaji hampir seluruh bagian tubuh (9 bagian tubuh).

b) Dapat menentukan risiko terhadap terjadinya CTD (Cummulative Trauma Disorders).

c) Dapat menentukan bagian tubuh mana yang memiliki beban paling berat.

d) Dapat mengidentifikasi awal penyebab keluhan muskuloskeletal.

e) Telah memenuhi persyaratan sebagai sebuah sistem analisa bahaya muskuloskeletal yang diakui OSHA.

f) Tidak membutuhkan seorang alhi ergonomi untuk melakukan penilaian pekerjaan menggunakan BRIEF survey.

Setiap metode selain ada kelebihan, tentunya juga ada kekurangannya yaitu:

a) Tidak dapat mengetahui total skor secara menyeluruh dari suatu pekerjaan, karena skor yang dihitung berdasarkan bagian tubuh yang dinilai.

(38)

c) Membutuhkan waktu pengamatan yang lebih lama.

d) Tidak dapat digunakan untuk manual handling (Humantech, 1989, 1995 dalam Kurniawati, 2009).

3) Quick Exposure Checklist (QEC)

QEC secara cepat menilai pajanan risiko dari Work-related Musculoskeletal Disorders (WMSDs). QEC dapat diaplikasikan untuk

jenis pekerjaan yang lebih luas. Dengan waktu pelatihan yang singkat, penilaian dapat dilengkapi secara cepar untuk setiap tugas atau pekerjaan. QEC memberikan evaluasi pada desain peralatan dan tempat kerja. QEC membantu untuk mencegah berbagai macam WMSDs (Stanton, dkk, 2005). Tujuan dari penggunaan QEC (Stanton, dkk, 2005) adalah sebagai berikut:

a) Mengukur perubahan postur terhadap faktor risiko keluhan muskuloskeletal sebelum dan sesudah intervensi ergonomi.

b) Melibatkan kedua pihak yakni observer dan pekerjadalam melaksanakan penilaian risiko dan mengidentifikasi kemungkinan perubahan.

(39)

e) Membandingkan pajanan antar karyawan dalam satu pekerjaan ataupun antar karyawan yang pekerjaannya berbeda.

Dalam penggunaannya QEC ini memiliki beberapa tahapan kerja yang meliputi:

a) Pelatihan diri. Pertama-tama pengguna QEC harus membaca panduan untuk pengguna QEC, untuk mengetahui tahapan-tahapan dan perhitungan apa saja yang diperlukan. Untuk orang yang berpengalaman menggunakan QEC tentunya dapat langsung masuk ke tahap berikutnya

b) Pengukuran oleh peneliti. Peneliti memiliki form isian tersendiri yang dapat diisi melalui pengamatan kerja di lapangan. Sebagai alat bantu, dapat menggunakan stopwatch guna menghitung dan frekuensi kerja. c) Pengukuran oleh pekerja. Seperti halnya peneliti, pekerjapun memiliki

firm isian tersendiri yang berisi pertanyaan seputar pekerjaan yang dilakukannya.

d) Menghitung skor paparan. Proses kalkulasi dapat dilakukan melalui 2 cara, yaitu manual (dengan menjumlahkan skor pada lembar isian) ataupun dengan program komputer.

(40)

ergonomo yang efektif untuk mengurangi tingkat pajanan (Stanton, dkk, 2005).

Keuntungan menggunakan metode Quick Exposure Checklist (QEC) adalah sebagai berikut:

a) Peralatan penilaian yang mudah dan telah teruji validitasnya.

b) Telah menjunjukkan hasil yang baik untuk melihat kegunaan bagi masa depan.

c) Memberikan pertolongan bagi organisasi dalam melakukan penyesuaian ergonomi.

d) Metode ini sejalan dan sesuai dengan metode penilaian risiko K3. e) Melibatkan praktisi dan pekerja didalam prosesnya, memudahkan

pemahaman atas tindak lanjut proses pekerjaan (Li dan Buckle, 1999 dalam Khaled, 2009).

Kelemahan menggunakan metode Quick Exposure Checklist (QEC) adalah sebagai berikut:

a) Metode hanya berfokus pada faktor fisik di tempat kerja.

(41)

4) Rapid Upper Limb Assessment (RULA)

Rapid Upper Limb Assessment (RULA) adalah suatu metode

penilaian postur untuk menentukan risiko gangguan kesehatan yang disebabkan oleh tubuh bagian atas. RULA merupakan metode analisis cepat dan sistematik dari risiko postur terhadap pekerja. Analisis dapat dilakukan sebelum dan sesudah dilakukan intervensi untuk menggambarkan atau memperlihatkan efektivitas dari pengendalian yang telah dilaksanakan (Stanton dkk, 2005).

RULA biasanya digunakan pada pekerjaan didepan komputer, manufaktur atau retail dimana pekerja duduk atau berdiri tanpa adanya pergerakan. Tujuan dari RULA adalah sebagai berikut:

a) Mengukur risiko keluhan muskuloskeletal, biasanya sebagai bagian dari sebuah investigasi ergonomi.

b) Membandingkan beban keluhan muskuloskeletal yang terjadi dan memodifikasi desain tempat kerja.

c) Mengevaluasi hasil, seperti produktivitas atau kesesuaian peralatan d) Mendidik pekerja terhadap risiko keluhan muskuloskeletal yang ada di

berbagai postur kerja yang berbeda (Stanton, dkk, 2005).

(42)

pengendalian yang disarankan. Prosedur untuk penggunaan metode RULA secara umum, yaitu dibagi atas 3 langkah berikut (Stanton, dkk, 2005): a) Memilih sikap atau postur yang akan dihitung

b) Postur yang telah dipilih kemudian dihitung dengan menggunakan lembar penilaian, diagram bagian tubuh dan tabel

(1) Langkah pertama, penilaian lengan atas:

(a) +1 jika lengan atas membentuk sudut 20° extension hingga 20° flexion

(b) +2 jika lengan atas membentuk sudut extension lebih dari 20° atau 20° - 45° flexion

(c) +3 jika lengan atas membentuk sudut 45° - 90° flexion (d) +4 jika lengan atas membentuk sudut 90° flexion atau lebih Keterangan:

(43)

(2) Langkah kedua, penilaian lengan bawah:

(a) +1 jika lengan bawah membentuk sudut 60º - 100º flexion

(b) +2 jika lengan bawah membentuk sudut lebih dari 60º - 100º flexion

Keterangan:

(a) +1 jika lengan bawah melintasi garis tengah badan atau keluar dari sisi

Gambar 2.2 Postur Lengan Bawah

(3) Langkah ketiga, penilaian pergelangan tangan:

(a) +1 jika pergelangan tangan berada pada posisi netral

(b) +2 jika pergelangan tangan membentuk sudut 0º - 15º flexion ataupun extension.

(c) +3 jika pergelangan tangan membentuk sudut lebih dari 15º flexion maupun extension.

Keterangan:

(44)

Gambar 2.3 Postur Pergelangan Tangan

(4) Langkah keempat, penilaian putaran pergelangan tangan:

(a) +1 jika pergelangan tangan berada pada rentang menengah putaran (b) +2 jika pergelangan tangan berada pada atau hampir berada pada

akhir rentang putaran

Gambar 2.4 Postur Putaran Pergelangan Tangan

(45)

Gambar 2.5 Tabel Penilaian Skor A

(6) Langkah keenam, penilaian skor penggunaan otot:

(a) +1 jika postur tersebut berlangsung 10 menit atau lebih (b) +1 jika gerakan berulang 4 kali atau lebih dalam 1 menit (7) Langkah ketujuh, penilaian tenaga atau beban:

(46)

(8) Langkah kedelapan, masukkan hasil skor penilaian kedalam tabel C.

Gambar 2.7 Tabel Penilaian Skor C

(9) Langkah kesembilan, penilaian postur leher: (a) +1 jika leher membentuk sudut 0º - 10º flexion (b) +2 jika leher membentuk sudut 10º - 20º flexion (c) +3 jika leher membentuk sudut lebih dari 20º flexion (d) +4 jika leher membentuk sudut dalam extention Keterangan:

(a) +1 jika leher diputar

(47)

Gambar 2.8 Postur Leher

(10)Langkah kesepuluh, penilaian punggung: (a) +1 ketika punggung dalam posisi netral

(b) +2 jika punggung membentuk sudut 0º - 20º flexing (c) +3 jika punggung membentuk sudut 20º - 60º flexion (d) +4 jika punggung membentuk sudut 60º flexion Keterangan:

(a) +1 jika tubuh diputar

(48)

Gambar 2.9 Postur Punggung (11)Langkah kesebelas, penilaian kaki:

(a) +1 jika kaki tertopang ketika duduk dengan bobot seimbang rata (b) +1 jika berdiri dimana bobot tubuh tersebar merata pada kaki

dimana terdapat ruang untuk berubah posisi

(c) +2 jika kaki tidak tertopang atau bobot tubuh tidak tersebar merata.

(49)

Gambar 2.11 Tabel Penilaian Skor B

(13) Langkah ketiga belas, penilaian skor penggunaan otot: (a) +1 jika postur tersebut berlangsung 10 menit atau lebih (b) +1 jika gerakan berulang 4 kali atau lebih dalam 1 menit (14) Langkah keempat belas, penilaian tenaga atau beban:

Gambar 2.12 Tabel Penilaian Beban

(50)

Gambar 2.13 Tabel Penilaian Skor Total

(16) Kemudian nilai yang didapat dikonversikan menjadi salah satu dari 4 level kategori tingkat risiko ergonomi:

Tabel 2.1 Kategori Tingkat Risiko Ergonomi RULA Berdasarkan Nilai Akhir yang Didapat

Kategori Tingkat Risiko Ergonomi

Indikasi Skor Akhir

Perhitungan RULA

Level 1 Level 2 Level 3

Level 4

Dapat diterima

Perlu penyelidikan lebih lanjut Perlu penyelidikan lebih lanjut dan

perubahan perlu dilakukan Perlu penyelidikan lebih lanjut dan

perubahan segera dilakukan

1 – 2 2 – 3 5 – 6

7

(51)

c) Sudah mencakup postur, tekanan, dan frekuensi. Dapat mengidentifikasi pada bagian tubuh mana yang beresiko paling besar pada suatu pekerjaan.

d) Skor pada RULA dilengkapi dengan action level yang menggambarkan prioritas tindakan (Stanton,dkk, 2005).

Selain kelebihan yang telah disebutkan diatas, RULA juga memiliki beberapa kekurangan seperti:

a) Tidak menilai postur secara keseluruhan. b) Hanya efektif pada sedentary task

c) Beban dan waktu (frekuensi dan durasi) tidak dijelaskan secara spesifik pada setiap bagian tubuh.

d) Waktu untuk intervensi tidak dijelaskan secara jelas (Stanton, dkk, 2009).

5) The Ovako Working Posture Analysis System (OWAS)

The Ovako Working Posture Analysis System (OWAS) merupakan

(52)

Berikut adalah kelebihan dan metode OWAS menutu ILO (1998 dalam Kurniawati, 2009):

a) Mudah digunakan

b) Hasil observasi bisa dibandingkan dengan benchmarks untuk menentukan prioritas intervensi

c) Angka pada tiap bagian tubuh bisa digunakan untuk perbandingan sebelum dan sesudah intervensi untuk mengevaluasi keefektifitasannya. d) Angka pada tiap bagian tubuh bisa diguanakan untuk studi epidemiologi.

Kekurangan dari metode ini menurut ILO (1998 dalam Kurniawati, 2009), yaitu:

a) Tidak adanya infirmasi mengenai durasi waktu kerja dari postur kombinasi.

b) Tidak ada perbedaan klasifikasi antara lengan kiri dan kanan.

c) Tidak memperhitungkan mengenai posisi siko, pengerlangan tangan dan tangan.

6) Rapid Entire Body Assessment (REBA)

(53)

REBA juga telah dikembangkan untuk menilai jenis dari postur pekerjaan yang tidak bisa diprediksi, ini didapat pada jasa pelayanan kesehatan dan jasa industri lainnya. Data yang dikumpulkan mengenai postur tubuh, besarnya gaya yang digunakan, tipe dari pergerakan atau aksii, gerakan berulang dan rangkaian. Hasil dari skor REBA adalah dihasilkan untuk memperlihatkan sebuah indikasi dari tingkat risiko dan kondisi penting untuk tindakan yang akan diambil (McAtamney dan Higneet, 2005).

Metode REBA digunakan untuk menilai postur pekerjaan yang berhubungan dengan WMSDs. Metode REBA dapat digunakan ketika mengindentifikasi penilaian ergonomi di tempat kerja yang membutuhkan analisa postural lebih lanjut, diwajibkan untuk:

a) Keseluruhan tubuh pekerja digunakan

b) Postur statis, dinamis, perubahan cepat atau tidak stabil.

c) Barang bernyawa atau tidak bernyawa yang sedang ditangani, salah satunya sering dilakukan atau tidak sering dilakukan.

d) Modifikasi di tempat kerja, peralatan, pelatihan atau risiko perilaku yang diambil dari pekerja yang diamati sebelum/sesudah perubahan (McAtamney dan Higneet, 2005).

Dalam prosedur penilaian metode REBA, dibagi menjadi 6 tahap, yaitu:

(54)

b) Pilih postur yang akan dinilai c) Menilai postur

d) Proses penilaian

e) Menetapkan skor REBA

f) Menampilkan tingkat tindakan dengan mengutamakan yang paling penting untuk kontrol pengendalian (McAtamney dan Higneet, 2005).

Pertimbangan mengenai pekerjaan kritis dari pekerjaan. Untuk masing-masing tugas, menilai faktor postur untuk menetapkan skor kepada masing-masingbagian tubuh. Lembar data telah menyediakan sebuah format untuk proses penilaian ini. Skor grup A terdiri dari postur (tubuh, leher dan kaki) dan grup B terdiri dari postur (lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan) untuk bagian kanan dan kiri. Untuk masing-masing bagian, mempunyai skala penilaian postur ditambah dengan catatan tambahan untuuk pertimbangan tambahan. Kemudian skor beban/besarnya gaya dan faktor perangkai/kopling. Hasil akhirnya adalah skor aktivitas.

Hasil akhir dari penilaian REBA yaitu grand score dengan kriteria sebagai berikut:

(55)

c) Skor 4 – 7 memiliki tingkat risiko ergonomi sedang, penyelidikan lebih lanjut, perubahan segera.

d) Skor 8 – 10 mempunyai tingkat risiko ergonomi yang tinggi, penyelidikan dan perubahan harus secepatnya.

e) Skor 11 – 15 memiliki tingkat risiko ergonomi yang sangat tinggi, perubahan dilakukan harus secepatnya (McAtamney dan Higneet, 2005).

2. Faktor Individu

a. Jenis Kelamin

Astrand dan Rodahl (1977) dalam Tarwaka dan Sudiadjeng (2004) menjelaskan bahwa kekuatan otot wanita hanya sekitar dua pertiga dari kekuatan otot pria sehingga daya tahan otot pria lebih tinggi dibandingkan otot wanita.

Penelitian yang dilakukan oleh Suriyatmini (2011) pada pekerja manual handling di bagian produksi PTMI, menyatakan bahwa pekerja wanita lebih

banyak yang mengalami keluhan muskuloskeletal (97,2%) karena pekerjaannya dibandingkan dengan pekerja pria (86,4%).

b. Lama Kerja

(56)

Oleh karena itu, masa kerja berpengaruh terhadap pengetahuan mengenai pekerjaan yang hubungannya dengan risiko keluhan muskuloskeletal.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Satar, dkk (2009), menyebutkan bahwa presentase terjadinya keluhan muskuloskeletal pada pekerja dengan masa kerja tinggi atau ≥ 15,28 tahun lebih tinggi (76%) dibandingkan dengan pekerja masa kerja rendah < 15,28 tahun (66,67%). c. Usia

Secara alamiah kemampuan fisik seseorang akan mengalami penurunan saat memasuki usia 40 tahun, karena jaringan tubuh akan mulai mengalami proses degenerasi. Penurunan ini akan bertambah cepat apabila diikuti dengan kerja fisik yang berat dan terus menerus, tanpa diimbangi nutrisi dan latihan cukup. Keluhan muskuloskeletal mulai dirasakan pada usia kerja yaitu antara 25 – 65 tahun. Keluhan pertama biasanya dirasakan pada usia 35 tahun dan akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Jadi semakin tua usianya semakin besar risiko terjadinya gangguan muskuloskeletal pada individu (Chaffin, 1979 dalam Tarwaka dan Sudiadjeng 2004).

(57)

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Satar, dkk (2009), menyebutkan bahwa ada hubungan antara usia pekerja dengan timbulnya keluhan muskuloskeletal pada operator Can Plant.

d. Kebiasaan Merokok

Asap rokok mengandung sekitar 4% karbon monoksida (CO) didalamnya. CO dapat mengikat hemoglobin 200 kali lebih besar dibandingkan oksigen. Rokok juga dapat menyebabkan penurunan kemampuan kerja dengan mengambat aliran oksigen dalam darah. Hal ini berdampak pada kerusakan yang kronik pada sistem pernapasan yang berpengaruh pada ventilasi udara di paru-paru dan mengganggu transfer oksigen dari udara ke dalam darah. Rokok juga mengandung banyak racun dan bahan kimia lainnya yang bersifat karsinogen yang padat berakibat pada turunnya kemampuan fisik perokok (Bridger, 2003).

Beberapa penelitian membuktikan bahwa meningkatnya keluhan muskuloskeletal terkait dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Semakin lama atau semakin tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan muskuloskeletal yang dirasakan (Tarwaka dan Sudiadjeng, 2004).

(58)

e. Kesegaran Jasmani

Kesegaran jasmani adalah kesanggupan atau kemampuan tubuh manusia melakukan penyesuaian terhadap beban fisik yang dihadapi tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti dan masih memiliki kapasitas cadangan untuk melakukan aktivitas berikutnya (Hairy, 1989 dan Hopkins, 2002 dalam Tarwaka, 2004).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesegaran jasmani yaitu jenis kebiasaan olahraga, jam tidur dan asupan makanan. Kesegaran tubuh terdiri dari 10 komponen, yaitu: kekuatan (strenght), daya tahan, kecepatan, kekuatan (power), kelincahan, kelenturan, keseimbangan, koordinasi, ketepatan dan waktu reaksi. Kesepuluh komponen tersebut dapat diperkuat melalui kebiasaan olahraga. Bagi pekerja dengan kesegaran jasmani yang rendah, risiko keluhan menjadi tiga kali lipat dibandingan yang memiliki kekuatan fisik tinggi (Suriyatmini, 2011).

(59)

muskuloskeletal (98,1%) dibandingkan dengan pekerja yang rutin berolahraga (88,9%).

Istirahat sangat dibutuhkan bagi tubuh untuk membangun kembali otot – otot setelah aktivitas sebanyak kebutuhan aktivitas yang ada di dalam perangsangan pertumbuan otot itu sendiri (Suharjana, 2008 dalam Swasta, 2011). Ada penelitian yang menunjukkan bahwa keluhan muskuloskeletal jarang ditemukan pada seseorang yang memiliki waktu istirahat yang cukup didalam kesehariannya. Sebaliknya, bagi yang dalam pekerjaan kesehariannya memerlukan tenaga besar dan tidak cukup istirahat akan lebih sering mengalami keluhan muskuloskeletal (Mitchell, 2008 dalam Zulfiqor, 2010). Menurut Sutrisno dan Khafadi (2010), usia balita (1 – 4 tahun) membutuhkan waktu tidur rata-rata 12 jam sehari, untuk usia anak-anak (4 – 12) tahun membutuhkan waktu tidur rata-rata 10 jam sehari, remaja membutuhkan waktu tidur rata-rata 8 – 9 jam sehari dan dewasa membutuhkan tidur rata-rata 7 jam perhari.

(60)

Metode yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kesegaran jasmani seseorang yaitu:

1) Treadmill Test

Tes ini merupakan tes kesegaran jasmani dengan menggunakan jentera yang dapat diatur kecepatan dan kemiringannya. Tes ini bertujuan untuk mengukur kapasitas aerobic maksimal seseorang (VO2 max) untuk menggambarkan derajat kesegaran jasmani (Kwok, dkk dalam Budiasih, 2011).

2) Ergometer Sepeda Tes (Ergocycle Test)

Ergometer sepeda tes ini yaitu tes mengayuh sepeda ergometer yang dipergunakan untuk menilai tingkat kesegaran jasmani berdasarkan kemampuan aerobic (kemampuan menghirup oksigen) seseorang pelaksanaan tes ini dibedakan menjadi dua model pembebanan, yaitu pembebanan sub-maksimal dan pembebanan maksimal (DepDikBud, 1977 dalam Budiasih, 2011).

3) Harvard Step Test

(61)

Adapun prosedur pelaksanaan harvard step test (Sudarno, 1992 dalam Budiasih, 2011) adalah sebagai berikut:

a) Responden dimita berdiri menghadap bangku tes.

b) Responden kemudian diminta untuk baik turun bangku dengan frekuensi 30 kali naik dan 30 kali turun. Selama melaksanakan tes, orang percobaan diminta dalam posisi badan tegak.

c) Berikutnya kaki lainnya dinaikan ke bangku, sehingga responden dalam posisi berdiri tegak di atas bangku.

d) Selanjutnya kaki yang pertama kali naik diturunkan.

e) Kemudian kaki yang masih diatas bangku diturunkan pula sehingga orang percobaan berdiri tegak lagi didepan bangku.

f) Siklus tersebt diulang terus-menerus sampai responden tidak kuat, tetapi tidak lebih dari 5 menit. Catat lamanya dengan menggunakan stopwatch.

g) Segera responden diminta untuk duduk dan dihitung denyut nadinya pada pergelangan tangan selama 30 detik sebanyak 3 kali.

(62)

a) Cara Lambat

Denyut nadi dihitung selama 3 kali (menit 1, menit 2 dan menit 3) setelah tes dan dihitung selama 30 detik kemudian dimasukkan kedalam rumus berikut:

b) Cara Cepat

Yaitu hanya dihitung dengan cara denyut nadi sekali pada menit pertama setelah tes, kemudia dimasukkan dalam rumus berikut:

Dari kedua tes tersebut didapatkan nilai Indeks Kesegaran Jasmani (IKS), yang dikategorikan menjadi (Hockey, 1993, dalam Budiasih, 2011):

Tabel 2.2 Kategori Indeks Kesegaran Jasmani Berdasarkan Nilai

Harvard Step Test

Indeks Kesegaran Jasmani Nilai Harvard Step Test Sangat baik

Baik

> 90 80 – 89

Indeks Kesegaran Lama Naik Turun Bangku (detik) x 100 Jasmani (IKS) = 2 x Jumlah Ketiga Denyut Nadi Tiap Menit

(63)

Adapun keuntungan menggunakan harvard step test (Sudarno, 1992 dalam Budiasih, 2011) yaitu adalah sebagai berikut:

a) Hampir semua individu dapat melakukan gerakannya, berlaku juga untuk semua golongan usia dan tingkat kesegaran jasmani yang berbeda-beda juga.

b) Pengawasan dan penyelenggaraan relatif lebih mudah.

c) Faktor bahaya sangat sedikit kemungkinannya dan apabila tes ini dikerjakan dengan benar, hasil tes ini cukup bermanfaat.

d) Metode paling sederhana, murah dan mudah. Tidak memerlukan alat yang memerlukan listrik dan kalibrasi.

f. Antropometri

Merupakan suatu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan karakteristik fisik tubuh manusia mulai dari ukuran, bentuk dan kekuatan serta penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah desain (Nurmianto, 2008).

Antropometri setiap orang berbeda-beda, yang mempengaruhi ukuran antropometri seseorang berbeda-beda tersebut yaitu jenis kelamin, usia, dan ras, sehingga ketika perhitungan antropometri perlu adanya pengelompokan berdasarkan faktor tersebut (Atwood, dkk, 2004).

(64)

kekuatan serta penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah desain (Nurmianto, 2008). Antropometri merupakan bidang ilmu yang berhubungan dengan dimensi tubuh manusia. Dimensi-dimensi ini dibagi menjadi kelompok statistika dan ukuran persentil. Data dimensi manusia ini sangat berguna dalam perancangan produk dengan tujuan mencari keserasian produk dengan manusia yang memakainya. Pemakaian data-data antropometri mengusahakan semua alat disesuaikan dengan kemampuan manusia, bukan manusianya yang disesuaikan dengan alat yang sudah ada. Rancangan yang mempunyai kompatibilitas tinggi dengan manusia yang memakainya sangat penting untuk mengurangi timbulnya bahaya akibat terjadinya kesalahan kerja akibat adanya kesalahan desain (Liliana, dkk, 2007 dalam Subagya).

Antropometri yang merupakan ukuran tubuh digunakan untuk merancang atau menciptakan suatu sarana kerja yang sesuai dengan ukuran tubuh penggunanya. Ukuran alat kerja menentukan sikap, gerak dan posisi tenaga kerja, dengan demikian penerapan antropometri mutlak diperlukan guna menjamin adanya sistem kerja yang baik (Mira, 2009 dalam Subagya, 2010).

(65)

Gambar 2.14 Antropometri untuk Perancangan Produk atau Fasilitas

Sumber : Wignjosoebroto, 2000 (dalam Wiranata, 2011) Keterangan dari gambar diatas yaitu:

1) Dimensi tinggi tubuh dalam posisi tegak (dari lantai sampai dengan ujung kepala)

2) Dimensi tinggi mata dalam posisi berdiri tegak 3) Tinggi bahu dalam posisi berdiri tegak

4) Tinggi siku dalam posisi berdisi tegak (siku tegak lurus)

5) Tinggi kepalan tangan yang terjulut lepas dalam posisi berdiri tegak (tidak ditunjukkan dalam gambar)

(66)

7) Tinggi mata dalam posisi duduk 8) Tinggi bahu dalam posisi duduk

9) Tinggi siku dalam posisi duduk (siku tegak lurus) 10)Tebal atau lebar paha

11)Panjang paha yang diukur dari pantat sampai ujung lutut

12)Panjang pada yang diukur dari pantat sampai bagian belakang dari lutut betis

13)Tinggi lutut yang bisa diukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk 14)Tinggi tubuh dalam posisi duduk yang diukur dari lantai sampai dengan

paha

15)Lebar dari bahu (bisa diukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk) 16)Lebar pinggul

17)Lebar dari dada dalam keadaan membusung (tidak ditunjukkan pada gambar)

18)Lebar perut

(67)

23)Lebar tangan dalam posisi tangan terbentang lebar kesamping kiri kanan (tidak ditunjukkan dalam gambar)

24)Tinggi jangkauan tangan dalam posisi berdiri tegak 25)Jarak jangkauan tangan dalam posisi duduk tegak

26)Jarak jangkauan tangan yang terjulur kedepan dikur dari bahu sampai dengan ujung jari tangan.

Selanjutnya untuk memperjelas mengenai data antropometri yang tepat diaplikasikan dalam berbagai rancangan produk ataupun fasilitas kerja, diperlukan pengambilan dari dimensi anggota tubuh tersebut.

Tabel 2.3 Ukuran-ukuran Antropometri yang Penting

Berdiri Duduk

(68)

Macam-macam dari dimensi antropometri statis duduk adalah sebagai berikut:

1) Tinggi bahu duduk

Yaitu jarak secara vertikal dari permukaan alas duduk sampai bahu. Penggunaan data ini yaitu untuk menentukan tinggi sandaran tempat duduk yang menopang pinggang dan bahu dengan dilengkapi alas bahan dari kain atau bahan lainnya, disamping itu digunakan oleh arsitektur untuk merancang interior ruangan gedung bahkan membuat jarak dan tinggi penghalang ruangan yang dilengkapi oleh kursi. Pertimbangannya yaitu bahan yang digunakan sebagai pelapis alas duduk. Data ini menggunakan ukuran 95 persentil (Pheasant, 2003).

2) Tinggi siku duduk

(69)

duduk, yang disesuaikan dengan belakang lutut dan lebar pinggul. Pertimbangannya yaitu sudut tempat duduk. Pemilihan persentil yaitu ukuran antropometri 5 persentil agar dapat mengakomodasi hampir semua populasi pengguna (Pheasant, 2003).

4) Tinggi lutut bagian belakang

Merupakan jarak yang diambil secara vertikal dari lantai sampai lutut bagian belakang pada sikap duduk tegak. Penggunaannya yaitu utnuk menentukan tinggi permukaan duduk yang diukur dari alas tempat duduk ke lantai, sehingga diperoleh tinggi yang sesuai pada lipatan siku dari kaki. Pertimbangan yang harus dipikirkan yaitu memperhatikan kekenyalan penutup alas duduk. Pemilihan persentil yang digunakan yaitu 5 persentil agar dapat mengakomodasi hampir semua populasi pengguna. Hal ini untuk menghindari terjadinya penekanan pada bagian paha bawah oleh alas duduk akibat kursi yang terlalu tinggi (Pheasant, 2003).

5) Lebar bahu

(70)

6) Lebar pinggul

Adalah jarak antara bagian terluar dari pinggil pada sikap duduk tegak. Penggunaan dimensi ini yaitu untuk menentukan lebar alas tempat duduk, sehingga pinggul atau pantat tepat pada posisi saat duduk. Pertiimbangan yang harus diperhatikan untuk dimensi ubuh ini yaitu tergantung pada aplikasinya, data ini berhubungan dengan jarak dari siku dan lebar lain. Pemilihan persentil untuk data ini yaitu 95 persentil tertinggi (Pheasant, 2003).

7) Panjang dari siku ke ujung jari

Adalah jarak dari siku sampai ke ujung jari bagian tengah pada posisi duduk tegak. Penggunaan data ini yaitu untuk panjang sandaran tangan pada kursi. Persentil yang digunakan yaitu 95 persentil, agar dapat mengakomodasi pengguna dengan jarak siku ke ujung jari yang terpanjang dan juga membuat nyaman pengguna dengan panjang siku ke ujung jari yang lebih pendek (Pheasant, 2003).

(71)

a. Faktor Sikap Tubuh dalam Bekerja

Hubungan tenaga kerja dalam sikap dan interaksinya terhadap sarana kerja akan menentukan efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja, selain SOP (Standar Operating Procedure) yang terdapat pada setiap jenis pekerjaan.

Semua sikap tubuh yang tidak alamiah dalam bekerja, misalnya sikap menjangkau barang yang melebihi jangkauan tangannya hars dihindarkan. Penggunaan meja dan kursi kerja ukuran baku oleh orang yang memiliki ukuran tubuh yang lebih tinggi atau sikap duduk yang terlalu tinggi sedikit banyak akan berpengaruh terhadap hasil kerjanya (Mira, 2009 dalam Subagya, 2010).

b. Faktor Manusia dan Mesin

Penggunaan teknologi dalam pelaksanaan produksi akan menimbulkan suatu hubungan timbal balik antara manusia sebagai pelaku dan mesin sebagai sarana kerjanya. Dalam proses produksi, hubungan ini menjadi sangat erat sehingga merupakan satu kesatuan. Secara ergonomis, hubungan antara manusia dengan mesin haruslah merupakan suatu hubungan yang selaras, serasi dan sesuai (Mira, 2009 dalam Subagya, 2010).

c. Faktor Pengorganisasian Kerja

(72)

istirahat yang baik, terutama untuk kerja fisik yang berat. Jam kerja selama 8 jam/hari diusahakan sedapat mungkin tidak terlampaui, apabila tidak dapat dihindarkan, perlu diusahakan grup kerja baru atau perbanyakan shift kerja. Untuk pekerjaan lembur sebaiknya ditiadakan, karena dapat menurunkan efisiensi dan produktivitas kerja serta meningkatnya angka kecelakaan kerja dan angka kesakitan (Mira, 2009 dalam Subagya, 2010).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sadeghi, dkk (2012) pada pengemudi bus di Iran, menyatakan bahwa antropometri pekerja mempengaruhi keluhan muskuloskeletal.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Caiklieng dkk (2009) pada pekerja kantor, menyebutkan bahwa ada hubungan antara karakteristik antropometri dengan keluhan muskuloskeletal, yaitu panjang pantat sampai politeal, lebar pinggul, tinggi bahu duduk dan tinggi siku duduk.

g. Status Gizi

(73)

diberi kelonggaran ± 10% - 20%. Cara mengukur dan kategori status gizi (IMT) untuk penduduk Indonesia adalah sebagai berikut (Almatsier, 2004):

Tabel 2.4 Kategori IMT untuk Penduduk Indonesia

Kategori IMT

Kaitan IMT dengan keluhan muskuloskeletal yaitu semakin gemuk seseorang maka akan semakin besar risiko untuk timbulnya keluhan muskuloskeletal. Hal ini disebabkan seseorang dengan kelebihan berat badan akan berusaha untuk menyangga berat badan dari depan dengan mengontraksikan otot punggung bawah. Dan bila ini berlanjut terus menerus, akan menyebabkan penekanan pada bantalan saraf tulang belakang yang mengakibatkan hernia nucleus pulposus (Tan HC dan Horn SE, 1998 dalam Zulfiqor, 2010.

Vessy dkk (1990 dalam (Syafitri, 2010) mengemukakan bahwa wanita yang gemuk mempunyai risiko dua kali lipat lebih besar dibandingkan dengan wanita yang kurus. Hal ini diperkuat oleh Werner, dkk (1994 dalam Syafitri, 2010) yang menyatakan bahwa pasien gemuk (obesitas dengan IMT > 29) mempunyai risiko 2,5 lebih tinggi dibandingan dengan yang kurus (IMT <20),

(74)

khususnya untuk otot laki-laki. Keluhan otot rangka yang terkait dengan ukuran tubuh lebih disebabkan oleh kondisi keseimbangan struktur rangka di dalam menerima beban, baik beban tubuhnya maupun berat tambahan yang lainnya (Tarwaka dan Sudiadjeng, 2004)

3. Faktor Lingkungan

a. Getaran

Getaran dapat menyebabkan kontraksi otot meningkat yang menyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri (Suma’mur, 1989). Pekerjaan yang menggunakan peralatan yang menimbulkan getaran akan menyebabkan mati rasa pada bagian jari, kehilangan kepekaan sentuhan dan kemampuan memegang. Gangguan ini disebut dengan Reynaud;s disease. Penyakit ini menyebabkan keusakan saraf tepi. Kejadian ini dapat disebabkan oleh penggunaan alat tipe tumbuk, ketuk atau alat lain yang mempunyai tingkat vibrasi sedang (alat penggiling, sander, gergaji ukir, dll) atau vibrasi tinggi (martil, gergaji mesin, kunci linggis, dll) (Oborne, 1995 dalam Munir, 2008)

b. Suhu

(75)

Suhu ekstrim akan memberikan efek fisiologis heat stress dan cold stress. Aliran daran ke bagian tubuh akan berkurang ketika suhu udara dingin. Pembuluh daran ke area yang sempir ke area sentral temperatur tubuh akan menyebabkan tubuh kehilangan nutrisi dan oksigen. Stress fisik terjadi ketika jaringan tubuh inadekuat terhadap suplai darah yang mengandung oksigen dan nutrisi sehingga akan meningkatkan potensi terjadinya gangguan muskuloskeletal. Bahaya yang spesifik akan terjadi pada saat suhu udara dingin dan menggunakan alat yang bergetar (Tarwaka dan Sudiadjeng, 2004).

Berdasarkan rekomendasi NIOSH (1984 dalam Tarwaka dan Sudiadjeng, 2004) tentang kriteria suhu nyaman, suhu udara dalam ruang yang dapat diterima adalah berkisar antara 20 - 24ºC (untuk musim dingin) dan 23 – 26 ºC (untuk musim panas pada kelembapan 35 – 65%. Rata-rata gerakan udara dalam ruang yang ditempati tidak melebihi 0,15 m/det untuk musim dingin dan 0,25 ./det untuk musim panas. Kecepatan udara dibawah 0,07 m/det akan memberikan rasa tidak enak di badan dan rasa tidak nyaman.

(76)

c. Pencahayaan

Pencahayaan sangat mempengaruhi manusia untuk melihat objek secara jelas dan tepat tanpa menimbulkan kesalahan. Jumlah cahaya yang jatuh pada permukaan benda tergantung pada sumber cahaya dan intensitas cahaya, jarak antar sumber cahaya dengan permukaan benda, sudut sumber cahaya ke permukaan benda dan jumlah cahaya dan permukaan lain yang memantulkan cahaya (Atwood, dkk, 2004).

Pencahayaan yang kurang mengakibatkan mata pekerja menjadi cepat lelah karena mata akan berusaha melihat secara jelas. Intensitas cahaya untuk membaca sekitar 300 – 700 lux, pekerjaan di kantor sekitar 400 – 600 lux, pekerjaan yang memerlukan ketelitian tinggi sekitar 800 – 1200 lux dan pekerjaan di gudang sekitar 80 – 170 lux (NIOSH, 1997 dalam Zulfiqor, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian spinger (2007 dalam Zulfiqor), diperoleh bahwa mengurangi cahaya silau di tempat kerja dapat meningkatkan produktifitas 7% sehingga ketika seorang bekerja di depan komputer dapat bertahan 8 sampai 12 jam.

d. Tekanan

(77)

e. Area Kerja

Area kerja merupakan kondisi fisik yang terkait dengan pekerjaan, misalnya desain kerja (luas ruangan, jangkauan, clereance), alat kerja yang digunakan, dll (Peter Vi, 2000 dalam Suriyatmini 2011).

C. Kerangka Teori

Kerangka teori pada penelitian ini dibagi atas faktor pekerjaan, faktor individu, dan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi untuk timbulnya keluhan pada muskuloskeletal.

Faktor pekerjaan yaitu terdiri dari durasi paparan, postur tubuh, beban/gaya dan frekuensi. Durasi paparan, postur tubuh, beban/gaya dan frekuensi menjadi satu-kesatuan dalam perhitungan tingkat risiko ergonomi. Tingkat risiko ergonomi ini yang dapat mempengaruhi untuk timbulnya keluhan muskuloskeletal pada individu. Semakin tinggi tingkat risiko maka akan semakin tinggi pula kemungkinan untuk timbulnya keluhan muskuloskeletal.

Untuk faktor individu terdiri dari usia, jenis kelamin, masa kerja, kebiasaan merokok, kesegaran jasmani, status gizi dan antropometri. Faktor-faktor individu inilah yang dapat menyebabkan timbulnya keluhan muskuloskeletal.

(78)

kerangka

Bagan 2.1 Kerangka Teori Penelitian

Sumber : Cohen, dkk, 1997; Pulat, 1992; Peter Vi (2000) dalam Suriyatmini (2011); Tarwaka dan Sudiadjeng, 2004; Humantech (1995) dalam Suriyatmini (2011); Nurmianto, 2008; Pheasant, 2003; Atwood, dkk, 2005.

Gambar

Gambar 2.1 Postur Lengan Atas
Gambar  2.2 Postur Lengan Bawah
Gambar 2.3 Postur Pergelangan Tangan
Gambar 2.6 Tabel Penilaian Beban
+7

Referensi

Dokumen terkait

2011, menindaklanjuti surat pesanan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) RSUD Ba’a T.A 2011 dengan memperhatikan Surat PPK tentang Tata Cara Prosedur Perencanaan umum pengadaan

Secara definisi Protokol adalah sebuah aturan atau standar yang mengatur atau mengijinkan terjadinya hubungan, komunikasi, dan perpindahan data antara dua atau

kebijakan nasional sesuai dengan kondisi sekolah dan sumber dana yang tersedia. Komponen dalam evaluasi diri sekolah antara lain kurikulum, SDM,.. sarana dan prasarana dan dan

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengembangkan suatu prototipe sistem yang dapat digunakan untuk mengklasifikasi musik digital berdasarkan genrenya dengan

Pemberian kapur dolomit, pupuk kimia dan isolat bakteri pereduksi sulfat dapat meningkatkan pertambahan diameter batang tanaman bibit kelapa sawit lebih baik dari

Di bawah Departemen Usaha Dagang terdiri dari bagain pembelian, bagian pemasaran,.. bagian pengiriman dan bagian gudang, sedangkan di bawah bagian Keuangan

ULANGAN TENGAH SEMESTER GENAP ( UTS ).. MATA PELAJARAN :

[r]