• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan metode voting feature intervals dengan jaringan saraf tiruan dalam mengklasifikasi genre musik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan metode voting feature intervals dengan jaringan saraf tiruan dalam mengklasifikasi genre musik"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

DALAM MENGKLASIFIKASI

GENRE

MUSIK

SYAHZAM

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

2

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis : Perbandingan Metode Voting Feature Intervals Dengan Jaringan Saraf Tiruan Dalam Mengklasifikasi Genre Musik adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2011

(3)

ABSTRACT

SYAHZAM. Comparison of Voting Feature Intervals with Neural Network Methode in Classifying Music Genre. Under direction of AGUS BUONO and AZIZ KUSTIYO.

Music genre is one of the important descriptions that have been used to classify digital music. The aim of this research is to compare Voting Feature Intervals (VFI) methode with the Neural Network (NN) methode in classifying music genre.

There are 12 scenarios of feature extractions in this research. Three variations of MFCC coefficient number (7, 13 and 20 coefficients) and four variations of music length (1, 5, 10, and 30 seconds). From each of the feature vector, mean was calculated. For the NN methode after the feature vectors were extracted, normalization was applied using the cumulative normal distribution methode.

This research shown that the optimal number of MFCC coefficients was 13 coefficients. NN predictions were better than VFI predictions. NN has an accuracy up to 95% which was obtained by using 30 neurons of hidden layer, 10 seconds length of music and 13 MFCC coefficients. While the VFI has an accuracy up to 85% which was obtained by using 30 seconds length of music and 7 MFCC coefficients. Both experiments that used 13 and 20 coefficients of MFCC feature obtained same accuracy using the NN method. Classic genre has an accuracy of 100% in VFI. The reliability of the system was 57,14% for disco up to 94,44% for classic.

(4)

4

RINGKASAN

SYAHZAM. Perbandingan Metode Voting Feature Intervals Dengan Jaringan Saraf Tiruan Dalam Mengklasifikasi Genre Musik. Dibimbing oleh AGUSU BUONO dan AZIZ KUSTIYO.

Perkembangan teknologi media penyimpanan (storage) digital dan pertambahan kapasitas lebar pita jaringan di dunia telah mengakibatkan terciptanya koleksi musik digital yang sangat banyak yang dapat dinikmati oleh beragam pengguna komputer. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah sistem yang memiliki kemampuan untuk manajemen dan mengambil (retrieve) secara otomatis koleksi berkas musik yang sangat banyak dari dalam media penyimpanan

Genre musik adalah salah satu deskripsi penting yang digunakan untuk mengklasifikasi musik. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengembangkan suatu prototipe sistem yang dapat digunakan untuk mengklasifikasi musik digital berdasarkan genrenya dengan menggunakan metode Voting Feature Intervals (VFI) dan membandingkan akurasi prototipe sistem ini dalam mengenali genre musik dengan metode Jaringan Saraf Tiruan (JST).

Jumlah dataset yang digunakan pada penelitian ini adalah 80 berkas musik berformat au mono 16-bit yang memiliki frekuensi sampling sebesar 22,05 kHz dengan durasi 30 detik setiap berkasnya. Setiap genre akan memiliki 20 berkas musik yang dapat dijadikan sebagai data pelatihan dan pengujian. Genre musik yang akan dipakai untuk penelitian ini adalah genre musik klasik, disko, metal dan reggae.

Terdapat 12 skenario ekstraksi ciri pada penelitian ini yaitu tiga variasi jumlah koefisien MFCC (7, 13 dan 20 koefisien) dan empat variasi penggunaan waktu berkas musik (1, 5, 10 dan 30 detik). Ciri yang diekstrak diperlakukan window Hamming dengan time frame 30 ms (mili detik) serta overlap sebesar 75%.Dari setiap ciri tersebut, mean (rataan) dihitung untuk membentuk vektor ciri. Untuk metode JST, setelah ciri diekstrak maka dilakukan normalisasi menggunakan metode distribusi normal kumulatif.

(5)

Penelitian ini masih dapat dikembangkan sebagai upaya untuk meningkatkan akurasi model VFI ataupun JST dalam melakukan prakiraan atau prediksi genre musik, antara lain dengan menambah data training dan testing. Pada penelitian ini, data set yang digunakan sebanyak 80 data. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan data set yang lebih banyak sehingga memperoleh akurasi yang lebih baik. Perlu dilakukan pengujian dengan menambahkan ciri selain dari MFCC dan melihat kinerja akurasi kedua metode dalam mengklasifikasi genre musik.

(6)

6

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan

laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam

(7)

PERBANDINGAN METODE

VOTING FEATURE

INTERVALS

DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN

DALAM MENGKLASIFIKASI

GENRE

MUSIK

SYAHZAM

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Komputer

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

8

(9)

Judul : Perbandingan Metode Voting Feature Intervals Dengan Jaringan Saraf Tiruan Dalam Mengklasifikasi Genre Musik

Nama : Syahzam

NRP : G651050144

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Agus Buono, M.Si, M.Kom Aziz Kustiyo, S.Si, M.Kom

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Komputer

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Agus Buono, M.Si, M.Kom Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

(10)

10

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah Perbandingan Metode Voting Feature Intervals Dengan Jaringan Saraf Tiruan Dalam Mengklasifikasi Genre Musik.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Agus Buono, M.Si, M.Kom dan Bapak Aziz Kustiyo, S.Si, M.Kom selaku pembimbing atas arahan dan masukannya. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Toto Haryanto, S.Kom, M.Si selaku penguji pada sidang tesis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah ,ibu, serta seluruh keluarga dan teman, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2011

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 12 Mei 1981 sebagai anak dari pasangan Burhani Syah dan Fazariah Mahroezar. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara.

Tahun 1999 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Bogor dan pada tahun yang sama melanjutkan program diploma ke Politeknik Negeri Jakarta. Penulis memilih Program Studi Mesin Spesialisasi Konstruksi dan Perancangan Jurusan Teknik Mesin dan lulus pada tahun 2002. Pendidikan sarjana penulis ditempuh di Fakultas Teknologi Industri Teknik Mesin Konsentrasi Mesin Industri, Universitas Jayabaya dan lulus pada tahun 2004.

(12)
(13)

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Ruang Lingkup ... 2

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Musik ... 4

Genre Musik ... 4

Sinyal Suara ... 5

Frame Blocking dan Windowing ... 7

Penyiapan Data untuk Klasifikasi ... 9

Ekstraksi Ciri ... 10

Voting Feature Intervals (VFI) ... 18

Jaringan Saraf Tiruan (JST) ... 22

Multi Layer Perceptron (MLP) ... 23

Propagasi Balik ... 24

Pengukuran Kinerja Sistem ... 27

Review Riset Terdahulu ………....…...…… 27

METODE PENELITIAN ... 29

Kerangka Pemikiran ……….…...……... 29

Identifikasi Masalah ………...…...….. 30

Studi Pustaka ………..………... 30

(14)

ii

Halaman

Ekstraksi Ciri ………...…....…… 31

Pengembangan Model VFI dan JST ... 31

Pembuat Keputusan ………...…………....……... 31

Alat dan Bahan ………...…..……... 31

Waktu dan Tempat Penelitian ……….………...…...……. 32

IMPLEMENTASI DAN PERANCANGAN SISTEM ... 33

Ekstraksi Ciri ... 33

Arsitektur Sistem ... 34

Implementasi Metode VFI ... 34

Model VFI ... 35

Akurasi Model VFI ... 37

Implementasi Metode JST ... 38

Desain Arsitektur Model JST ... 38

Penentuan Pola Input dan Output ... 39

Algoritma Pembelajaran Jaringan ... 39

Hasil Pelatihan Model JST ... 40

Akurasi Model JST ... 42

Confusion Matrix ... 43

SIMPULAN DAN SARAN ... 47

Simpulan ... 47

Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ………....……….. 49

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Beberapa contoh genre dan sub-genrenya (Hayne et al. 2005) .... 5

2. Beberapa contoh penelitian klasifikasi genre musik ... 28

3. Dimensi vektor ciri untuk setiap variasi penelitian ... 33

4. Titik interval dan presentase frekuensi kemunculan pada ciri

MFCC koefisien ke-1 pada contoh sebuah 30 detik berkas

musik ... 35

5. Contoh voting sistem pada sebuah 30 detik berkas musik dengan

ciri MFCC koefisien ke-1 ... 36

6. Contoh prediksi sistem terhadap sebuah 30 detik berkas musik

dengan ciri MFCC 20 koefisien ... 36

7. Rincian voting sistem dengan menggunakan ciri MFCC 7

koefisien dan 30 detik berkas musik ... 38

8. Hasil akurasi percobaan model JST dengan beragam jumlah

neuron hidden layer pada ciri 13 koefisien MFCC dan waktu

berkas musik 10 detik ... 41

9. Hasil prediksi percobaan model JST dengan 30 neuron hidden

layer pada ciri 13 koefisien MFCC dan waktu berkas musik 10

detik ... 42

10. Confusion matrix dari prediksi sistem dengan metode VFI dengan

ciri 7 koefisien MFCC dan 30 detik berkas musik ... 44

11. Confusion matrix dari prediksi sistem dengan metode JST dengan

ciri 13 koefisien MFCC dan 10 detik berkas musik ... 44

(16)

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Spectrogram menggunakan metode Welch (Nilsson &

Ejnarsson 2002) ... 6

2. Pembentukan frame pada sinyal suara (Rabiner dan Juang 1993) ... 8

3. Sistem dasar klasifikasi (Andersson 2004) ... 10

4. Ilustrasi dari perhitungan MFCC ... 11

5. Ilustrasi transformasi DFT (Buono 2009) ... 12

6. Ilustrasi fase X[k] ... 14

7. Grafik hubungan frekuensi dengan skala mel ... 15

8. Filter yang diperkenalkan oleh Davis dan Mermelstein ... 16

9. Ekstraksi ciri teknik MFCC dengan panjang frame 256 ... 18

10. Tahap pembelajaran pada algoritma VFI5 (Demiroz 1997) ... 19

11. Sampel dataset pembelajaran dengan 2 feature dan 2 kelas (Demiroz 1997) ... 20

12. Interval yang diperoleh dari VFI5 dengan class counts untuk contoh dataset pembelajaran ... 20

13. Contoh pengklasifikasian pada algoritma VFI5 dengan contoh pengujian t=<5,6> ... 21

14. Sistem komputasi pemodelan neuron ... 23

15. Arsitektur jaringan propagasi balik (Kusumadewi 2004) ... 25

16. Sigmoid biner pada selang [0,1] ... 25

17. Sigmoid bipolar pada selang [-1,1] ... 26

18. Diagram alir penelitian pengembangan model sistem ... 29

19. Arsitektur sistem klasifikasi genre musik yang telah dikembangkan ... 34

20. Perbandingan akurasi VFI dari penelitian yang telah dilakukan ... 37

(17)

Halaman

22. Perbandingan akurasi JST dari penelitian yang telah

dilakukan ... 43

23. Diagram batang dari akurasi dan reliability sistem ... 45

24. Diagram batang perbandingan mean akurasi dan mean

(18)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Prediksi sistem dengan Metode VFI dengan ciri 7 koefisien MFCC,

30 detik waktu berkas musik pada fold kedua ... 53

2. Prediksi sistem dengan Metode VFI dengan ciri 7 koefisien MFCC,

30 detik waktu berkas musik pada fold ketiga ... 53

3. Prediksi sistem dengan Metode VFI dengan ciri 7 koefisien MFCC,

30 detik waktu berkas musik pada fold keempat ... 54

4. Prediksi sistem dengan Metode JST dengan ciri 13 koefisien

MFCC, 10 detik waktu berkas musik pada fold kedua ... 54

5. Prediksi sistem dengan Metode JST dengan ciri 13 koefisien

MFCC, 10 detik waktu berkas musik pada fold ketiga ... 55

6. Prediksi sistem dengan Metode JST dengan ciri 13 koefisien

(19)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan teknologi media penyimpanan (storage) digital dan

pertambahan kapasitas lebar pita jaringan di dunia telah mengakibatkan

terciptanya koleksi musik digital yang sangat banyak yang dapat dinikmati

oleh beragam kelas pengguna komputer. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah

sistem yang memiliki kemampuan untuk manajemen dan mengambil

(retrieve) secara efisien koleksi berkas musik yang sangat banyak dari

dalam media penyimpanan.

Hingga saat ini, untuk manajemen dan retrieve berkas musik masih

berdasarkan pada metadata berkas musik seperti nama berkas, judul lagu,

album, genre, dan lain-lainnya. Metadata berkas musik tersebut masih

diinput secara manual oleh manusia sesuai dengan pengetahuan dan

penilaiannya. Ekstraksi informasi melalui proses yang otomatis dan

sistematis dapat mengatasi masalah tersebut.

Genre musik adalah salah satu deskripsi penting yang telah

digunakan untuk mengklasifikasi dan mengkarakterisasi musik digital serta

untuk manajemen koleksi besar berkas musik yang tersedia pada web

(Tzanetakis dan Cook 2002). Genre musik juga sangat berguna dalam

pengindeksan musik dan retrieval musik berbasis content. Akan tetapi,

genre musik adalah konsep yang subyektif dan bahkan industri musik

terkadang mengalami permasalahan dalam menentukan genre sebuah

musik.

Cara praktis yang umum digunakan untuk mengkategorikan sebuah

musik adalah menyesuaikannya dengan profil dari sang artis. Oleh karena

itu, klasifikasi genre musik otomatis dapat membantu atau mengganti peran

manusia dalam proses ini dan juga menyediakan komponen penting dalam

sistem retrieval informasi musik yang lengkap untuk sinyal audio.

Banyak penelitian mengenai otomasi klasifikasi genre musik yang

telah dilakukan dengan menggunakan beragam ciri (feature) dan metode.

(20)

2

digunakan untuk mengkarakterisasi dan mengklasifikasi musik. Akan tetapi

pada penelitian tersebut hanya digunakan 20 ciri. Sebagai

pengklasifikasinya digunakan Jaringan Saraf Tiruan (JST) feed-forward

pada penelitian tersebut.

Penelitian Costa et al. (2004) menggunakan ciri permukaan musik

(musical surface) dan ciri yang berhubungan dengan tempo serta

pendekatan kombinasi pengklasifikasi. Ekstraksi ciri diperoleh dari tiga

segmen pada sebuah musik klip berformat mp3. Ketiga segmen tersebut

diekstrak dari awal, tengah, dan akhir bagian musik klip. Penelitian tersebut

menggunakan JST sebagai pengklasifikasinya.

Oleh karena sudah banyak penelitian yang mengklasifikasi genre

musik barat, Norowi et al. (2005) mencoba untuk mengklasifikasi genre

musik tradisional negaranya (Malaysia). Penelitian tersebut menggunakan

ciri yang berhubungan dengan timbral, ritme, dan pitch serta pengklasifikasi

J48 dan OneR. J48 dan OneR adalah pengklasifikasi yang terdapat pada

sistem pembelajaran mesin WEKA (Waikato Environment for Knowledge

Analysis).

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengembangkan suatu

prototipe sistem yang dapat digunakan untuk mengklasifikasi musik digital

berdasarkan genrenya dengan menggunakan metode Voting Feature

Intervals (VFI) dan membandingkan akurasi prototipe sistem ini dalam

mengenali genre musik dengan metode Jaringan Saraf Tiruan (JST).

1.3 Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini meliputi :

1. Genre yang akan diklasifikasi hanya terbatas pada genre klasik, disko,

metal dan reggae.

2. Klasifikasi menggunakan metode Voting Feature Intervals (VFI) dan

Jaringan Saraf Tiruan (JST).

(21)

1.4 Manfaat Penelitian

Prototipe sistem yang dihasilkan penelitian ini diharapkan dapat

dikembangkan lebih lanjut menjadi sebuah sistem yang memiliki

kemampuan dalam manajemen dan memanggil (retrieve) basisdata berkas

(22)

4

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Musik

Definisi dari musik adalah pengaturan (aransemen) bunyi atau suara

yang memiliki nilai seni terhadap rentang waktu. Musik adalah bagian dari

setiap budaya di dunia, akan tetapi memiliki ragam yang luas antara

budaya-budaya dalam corak dan struktur (Butler 2005).

Pada awalnya musik dihasilkan baik dari vokal manusia maupun dari

sebuah alat instrumen musik atau lebih, yang dimainkan secara harmonis

atau gabungan dari kedua unsur tersebut. Dengan berkembangnya teknologi,

maka kini musik dapat dibuat dengan bantuan komputer atau alat elektronik

(sound synthesizer) yang menggunakan suara-suara buatan (artificial) yang

telah direkam sebelumnya.

Perkembangan musik juga dibantu dengan perkembangan industri

musik. Hal ini juga mengakibatkan munculnya budaya-budaya baru yang

berhubungan dengan gaya hidup manusia dan teknologi-teknologi baru yang

mendukung perkembangan musik itu sendiri.

Media penyimpanan musik pun berubah dari piringan hitam, pita

kaset, hingga cakram optik sesuai dengan teknologi perekaman yang ada.

Media yang terakhir diakibatkan oleh perubahan sinyal audio yang dulunya

berbentuk analog menjadi bentuk digital. Dengan adanya digitalisasi musik,

maka distribusi musik menjadi lebih mudah, murah, dan cepat ke seluruh

dunia terutama karena adanya web.

2.2 Genre Musik

Genre musik adalah jenis atau kategori dari hasil artistik musik yang

biasanya dipengaruhi oleh budaya masyarakat. Perkembangan dari genre

yang sudah ada menghasilkan genre-genre baru yang terdengar sangat

berbeda yang disebut sub-genre.

Pada akhir abad ke-20, terdapat genre-genre baru yang dihasilkan dari

perkawinan dua atau lebih genre yang ada. Percobaan-percobaan tersebut

(23)

memperkaya genre-genre dan budaya-budaya yang sudah ada. Pada Tabel 1

dapat dilihat beberapa contoh genre dan sub-genrenya.

Tabel 1. Beberapa contoh genre dan sub-genrenya (Hayne et al. 2005)

Genre Sub-genre

Modern Rock Alternative rock, experimental rock, indie rock, jam rock, new wave, post punk, power pop

Rock Classic rock (british invasion, glam rock, folk rock), hard rock, prog rock, southern rock Metal Funk metal, industrial metal, thrash

Punk ’77 style punk, hardcore punk, pop punk, ska punk, psychobilly

Folk 60s revival, anti-folk, contemporary folk, singer-songwriter, traditional folk

Electronica Acid Jazz, ambient, downbeat, intelligent dance music, techno, industrial, drum ’n’ bass

Jazz Be bop, big band, crossover jazz, lounge, vocal jazz, cool jazz, soul jazz

Blues Chicago blues, electric blues, country blues, female vocal blues

Country Alt country, bluegrass, contemporary country, country rock, traditional country

Oldies Doo wop, early rock & roll. Rockabilly, surf

Pop Dance pop, easy listening, euro pop, soft rock, teen pop, vocalists

Hip hop Abstract hip hop, bass, gangsta rap, pop rap R&B Funk, disco, gospel, soul

Reggae Roots reggae, ska

2.3 Sinyal Suara

Sinyal suara dan seluruh karakteristiknya dapat direpresentasikan

dalam dua domain nilai yang berbeda, yaitu waktu dan frekuensi (Nilsson

dan Ejnarsson 2002). Domain waktu (time-domain) yaitu domain yang

berhubungan dengan perubahan amplitudo dari waktu ke waktu. Sedangkan

domain frekuensi yaitu domain yang terdapat dalam interval waktu tertentu.

Representasi dalam bentuk spectral merupakan representasi sinyal

suara berdasarkan intensitasnya terhadap waktu. Salah satu bentuk

(24)

6

Pada Gambar 1 diperlihatkan adanya bagian yang berwarna biru gelap

yang merepresentasikan bagian dari sinyal suara di mana suara tidak

dihasilkan. Sedangkan, bagian yang bewarna merah merepresentasikan

intensitas yang menandakan suara dihasilkan.

Gambar 1. Spectrogram menggunakan metode Welch (Nilsson dan

Ejnarsson 2002)

Proses analisa sinyal dalam bentuk jumlah sinusoida telah banyak

digunakan seperti pada aplikasi analisa ucapan, sonar, hingga analisa musik

terkini dimana mereka berkaitan dengan keharmonisan sumber suara musik.

Metode yang paling tua dari analisa sinyal suara adalah berdasarkan

dari transformasi Fourier yang diformulasikan sebagai berikut :

 

x

 

te dt X   jt

 

 (1)

dan inversnya, yaitu :

 

 

 

X ed

t

x

j t

   2 1 (2)

di mana x(t) adalah sinyal time-domain kontinu sementara X(ω) adalah

transformasinya, yang sama-sama kontinu dalam frekuensi dan t serta ω

tidak terikat. Sifat ini tidak cocok untuk sinyal audio digital karena diskret

terhadap proses sampling dan juga terikat dengan waktu (Hainsworth 2003).

Oleh karena itu, digunakan Discrete Fourier Transform (DFT):

 

 

 

 

M
(25)

di mana X[k] dikalkulasikan untuk range M/2 ≤ k < M/2 dan juga

tergantung pada panjang sinyal time-domain M.

Sinyal musik menunjukkan variasi amplitudo dan frekuensi dari waktu

ke waktu. Representasi sinyal musik yang lebih baik dari DFT adalah short

time Fourier Transform (STFT). Hal ini menerapkan window h[n], panjang

N << M pada data :

 

  

N j k N

N

h k n h xn e

X      2 1 2 2 ,     

(5)

2.4Frame Blocking dan Windowing

Sinyal suara umumnya dipilah-pilah menjadi sejumlah segmen sinyal.

Segmen sinyal suara ini disebut frame. Tujuan sinyal suara dipilah-pilah ke

dalam sejumlah frame agar karakteristiknya dapat ditangkap, di mana

karakteristiknya tidak berubah dalam rentang waktu yang pendek.

Lebar setiap frame yang ditentukan di dalam suatu aplikasi

pengolahan suara adalah sama misalnya 30 milidetik, sehingga setiap

framenya akan memiliki jumlah sampel yang sama pula, misalnya N sampel

(Lai 2003). Frame kedua adalah frame yang juga memiliki N sampel yang

posisi awal framenya bergeser sebanyak M sampel dari posisi awal frame

pertama.

Begitu juga frame ketiga, dengan N sampel yang posisi awal framenya

bergeser sebanyak M sampel dari posisi awal frame kedua atau sebanyak

2M sampel dari posisi awal frame pertama. Demikian pula seterusnya

hingga frame terakhir.

M dapat diperoleh dari M(1/3)N atau M = (a/b)N di mana a dan b adalah bilangan asli, a b dan M N. Overlap antara suatu frame dengan

frame sebelahnya adalah N – M sampel (Rabiner dan Juang 1993). Adanya

overlap dimaksudkan agar pengambilan sampel-sampel dari frame

berikutnya dapat bergerak secara halus (smooth) sehingga karakteristik

sinyal suara dalam setiap framenya tidak banyak berkurang. Ilustrasi tentang

(26)

8

Gambar 2. Pembentukan frame pada sinyal suara (Rabiner dan Juang 1993)

Tahap selanjutnya dari pemrosesan sinyal adalah membuat window

terhadap tiap-tiap frame dengan tujuan untuk meminimalkan

ketidak-kontinuan pada awal dan akhir setiap frame. Umumnya, window yang

digunakan adalah window Hamming. Pembentukan window Hamming

menggunakan formula :

1 , , 0 ; 1 2 cos 46 , 0 54 ,

0   

      

n N

N n

n

 (6)

dengan N adalah banyaknya sampel.

Keuntungan menggunakan window Hamming adalah memiliki

kebocoran spektral yang lebih sedikit dari pada tanpa menggunakan window

Hamming (Ahrendt 2006).

Kebocoran spektral (spectral leakage) adalah efek pada analisis

frekuensi sinyal di mana munculnya sejumlah energi sinyal kecil yang

diamati pada komponen frekuensi yang tidak terdapat pada bentuk

gelombang aslinya. Istilah kebocoran di sini dimaksudkan bahwa

seolah-olah terdapat sebagian energi yang bocor keluar dari spektrum sinyal aslinya

ke frekuensi yang lain (http://en.wikipedia.org/wiki/Spectral_leakage).

Setelah sinyal suara dibagi-bagi ke dalam frame, setiap frame sinyal

suara tersebut dikenakan operasi window Hamming. Selanjutnya proses

ekstraksi ciri akan dilakukan terhadap setiap frame tersebut.

Sinyal suara N N N M M Frame3 Frame1 Frame2

(27)

2.5 Penyiapan Data untuk Klasifikasi

Menurut Han dan Kamber (2001) terdapat beberapa langkah praproses

terhadap data untuk meningkatkan akurasi, efisiensi, dan skalabilitas dari

klasifikasi atau prediksi, antara lain :

1) Pembersihan Data

Tujuan dari praproses ini adalah untuk menghilangkan atau

mengurangi noise (misalnya dengan melakukan proses smoothing) dan

mengadakan perlakuan khusus pada data yang hilang (misalnya

menggantinya dengan nilai modus data tersebut).

2) Analisa Relevansi atau Pemilihan Ciri

Sejumlah atribut di dalam data mungkin saja tidak relevan untuk

diklasifikasi atau diprediksi atau juga atribut yang lain mungkin redundant.

Praproses ini dilakukan untuk menghilangkan atribut yang redundant atau

tidak relevan.

3) Transformasi atau Normalisasi Data

Data dapat digeneralisasi ke konsep yang lebih tinggi. Konsep hirarki

dapat digunakan di sini. Misalnya nilai untuk atribut frekuensi dapat diganti

dengan rendah, sedang, atau tinggi. Beberapa metode yang umum

digunakan yaitu :

a. Min-Max

Min-Max merupakan metode normalisasi dengan melakukan

transformasi linier terhadap data asli. Salah satu metodenya adalah

distribusi normal kumulatif dengan rumus sebagai berikut :

(7)

Di mana x adalah nilai yang akan didistribusi dan erf adalah error

function. Error function didapatkan dengan rumus sebagai berikut :

(8)

Metode ini akan menormalisasi input dan target sedemikian rupa

sehingga hasil normalisasi akan berada pada interval 0 dan 1.

b. Unary Encoding

Unary Encoding merupakan metode transformasi data yaitu

(28)

10

(variabel bilangan biner). Metode ini digunakan untuk mentransformasi

data bersifat kategori. Sebagai contoh ‘10’ untuk data ‘musik’ dan ‘01’

untuk data ‘bukan musik’.

c. Data Numerik dan Kategorik

Menurur Kantardzic (2003) tipe data yang umum adalah numerik

dan kategorik. Nilai numerik termasuk nilai real maupun integer seperti

waktu dan frekuensi. Nilai numerik memiliki 2 properti yang penting

yaitu relasi urut (2 < 5 dan 5 < 7) dan jarak (jarak (2,1, 3,2) = 1, 1).

Sedangkan untuk kategorik data tidak memiliki keduanya tersebut. Nilai

dari 2 variabel ini bisa sama atau tidak sama yang artinya hanya

mempunyai relasi equality (rock = rock, rock <> klasik). Variabel

dengan tipe ini dapat dikonversi menjadi numeric binary variable atau

dalam statistik disebut dengan dummy variables.

Variabel kategorik dengan n nilai dapat dikonversi menjadi n

numerical binary variable. Jika terdapat 4 pilihan genre yaitu rock,

klasik, pop dan jazz. Maka 4 genre tersebut dapat dikonversi menjadi 4

bit numerical binary variable yaitu klasik bernilai 1000, disko bernilai

0100, metal bernilai 0010, dan reggae bernilai 0001.

2.6 Ekstraksi Ciri

Tahap pertama dalam sistem klasifikasi, seperti yang ditunjukkan

dalam Gambar 3, adalah penting bagi akurasi sistem klasifikasi. Vektor ciri

y, yang merupakan komposisi dari beberapa ciri harus sediskriminatif

mungkin dari kelas yang bersangkutan. Idealnya, vektor ciri harus dapat

memisahkan seluruh sampel dari kelas-kelas yang berbeda.

Gambar 3. Sistem dasar klasifikasi (Andersson 2004)

y

Pengklasifikasi Ekstraksi Ciri

Pengamatan Vektor Ciri

(29)

Bagaimana vektor ciri y dibentuk adalah penting bagi akurasi

klasifikasi. Vektor ciri yang dibentuk secara efektif memudahkan

pengklasifikasian dan juga memudahkan perancangan pengklasifikasi. Oleh

karena itu, ciri apa yang akan diekstrak tergantung dari konteks.

Adapun tujuan dari ekstraksi ciri (feature extraction) adalah untuk

mengurangi jumlah data yang sebenarnya dengan melakukan pengukuran

terhadap properti atau ciri tertentu yang membedakan pola masukan (input)

yang satu dengan yang lainnya (Duda et al. 2001).

Dalam sistem klasifikasi musik, ciri diekstrak oleh algoritma

pemproses sinyal untuk mendapatkan informasi diskriminatif sebanyak

mungkin dari tahap pengamatan. Ciri yang sering dipakai dalam penelitian

sitem klasifikasi musik seperti pada penelitian Costa et al. (2004),

Tzanetakis et al. (2002), dan Norowi et al. (2005) adalah Mel-Frequency

Cepstral Coefficents (MFCC).

Ciri MFCC menghitung koefisien cepstral dengan

mempertimbangkan persepsi sistem pendengaran manusia terhadap

frekuensi suara.

Gambar 4. Ilustrasi dari perhitungan MFCC

Diagram alir yang terlihat pada Gambar 4 mengilustrasikan

langkah-langkah dalam menghitung MFCC dari sinyal audio mentah menjadi ciri

MFCC. Sinyal audio dibaca frame demi frame, dan dilakukan windowing

untuk setiap frame untuk berikutnya dilakukan transformasi Fourier. Dari

nilai hasil transformasi Foruier ini selanjutnya dihitung spektrum mel

menggunakan sejumlah filter yang dibentuk sedemikian sehingga jarak

antar pusat filter adalah konstan pada ruang frekuensi mel. Dari literatur

yang ada, skala mel ini dibentuk untuk mengikuti persepsi sistem

Hamming Window

Dicsrete Fourier Transform

Mel-Frequency

Wrapping

Dicsrete Cosine Transform

(30)

12

pendengaran manusia yang bersifat linear untuk frekuensi rendah dan

logaritmik untuk frekuensi tinggi, dengan batas pada nilai frekuensi akustik

sebesar 1000 Hz. Proses ini dikenal dengan nama Mel-Frequency Wrapping.

Koefisien MFCC merupakan hasil transformasi kosinus dari spektrum mel

tersebut, dan dipilih K koefisien. Transformasi kosinus berfungsi untuk

mengembalikan domain, dari frekuensi ke domain waktu (Buono 2009).

Setelah menerapkan window Hamming pada frame, maka langkah

berikutnya untuk menghitung MFCC adalah sebagai berikut :

a. Discrete Fourier Transform (DFT)

DFT merupakan analisis sinyal suara yang berkaitan dengan sinyal

periodik-diskret, yaitu sinyal diskret yang dapat diperlebar tanpa batas ke

kiri dan ke kanan, dengan pola yang berulang.

Pada analisis sinyal digital, dilakukan sampling sinyal sebanyak N.

Anggap bahwa sampel ini sebagai satu periode dan dapat diduplikasi

terus-menerus ke kiri dan ke kanan, sehingga dapat dianalisis dengan

menggunakan DFT. DFT mentransformasikan N titik sinyal sebagai input

menjadi N/2+1 titik sinyal output, seperti yang diilustrasikan pada Gambar

[image:30.595.107.501.454.714.2]

5.

Gambar 5. Ilustrasi transformasi DFT (Buono 2009)

Time Domain Frequency Domain

0 N-1

N sampel Dari x[0] s.d. x[N-1]

Decomposition Analysis Forward DFT

DFT

Re X[ ] 0 N/2

N/2+1 sampel Cosine Wave amplitudes Dari Re X[0] s.d. Re X[N/2] x[ ]

Im X[ ] 0 N/2

N/2+1 sampel Sine Wave amplitudes Dari Im X[0] s.d. Im X[N/2]

Secara bersama dinotasikan X[ ] Synthesis

(31)

Notasi untuk domain frekuensi adalah Re X[k] dan Im X[k] untuk

k [0,N/2] atau Re X[f] dan Im X[f] untuk f=k/N atau f [0, 0,5]. Hal ini

dikarenakan sinyal diskret hanya mengandung frekuensi antara 0 dan 0,5

dari sampling rate. Atau bisa juga Re X[] dan Im X[] untuk

=2πk/N [0, π]. Oleh karena itu, gelombang kosinus pada domain

frekuensi tersebut bisa dituliskan sebagai berikut :

c[n] = cos(2πkn/N) = cos(2πfn) = cos(n) (9) Fungsi basis (basis function) dalam DFT adalah gelombang sinus dan

kosinus dengan amplitudo satu. Fungsi basis ini dituliskan dengan rumus

sebagai berikut :

ck[i] = cos(2πki/N) dan sk[i] = sin(2πki/N) (10)

untuk i = 0, 1, 2, ..., N-1, dan k = 0, 1, 2, ..., N/2 (dalam hal ini k adalah

banyaknya gelombnag pada N sampel). Sebagai contoh untuk 32 titik

sampel, DFT direpresentasikan dengan basis gelombang sinus dan kosinus

masing-masing sebanyak 17 buah, yaitu untuk k = 0, 1, 2, ..., 16. Dalam hal

ini sinyal dalam domain waktu dapat dirumuskan sebagai penjumlahan

terboboti dari fungsi basis dengan formula :

[ ] ∑ ⁄ ̅ [ ] ⁄ ∑ ⁄ ̅ [ ] ⁄ (11) dengan i = 0, 1, 2, ..., N-1 yang disebut persamaan sintesa. Sinyal sampel

sebanyak N titik dibentuk oleh N/2+1 gelombang kosinus dan N/2+1

gelombang sinus dengan amplitudo untuk kosinus dan sinus masing-masing

adalah array ̅[ ] dan ̅[ ], yang dalam hal ini :

̅[ ] [ ] dan ̅ [ ] [ ]

⁄ (12)

Sedangkan untuk k = 0 dan k = N/2, bagian real adalah :

̅[ ] [ ] dan ̅[ ⁄ ] [ ⁄ ] (13)

Nilai-nilai DFT untuk k = 0, 1, 2, ..., N/2 dihitung dari sinyal input dengan

rumus sebagai berikut :

[ ] ∑ [ ] ⁄

(14)

[ ] ∑ [ ] ⁄

(32)

14

Yang disebut sebagai persamaan analisis. Ada kalanya array dalam

domain frekuensi direpresentasikan dengan koordinat polar. Dalam

koordinat polar, pasangan [ ] dan [ ] digantikan oleh pasangan

magnitudo, Mag [ ], dan fase X[k].

Gambar 6. Ilustrasi fase X[k]

Berdasarkan ilustrasi pada Gambar 6, maka domain frekuensi dapat

dirumuskan sebagai berikut :

Mag X[k] = (Re X[k]2 + Im X[k]2)1/2 dalam amplitudo

Fase X[k] = arctan [ ]

[ ] dalam radian

Juga sebaliknya :

Re X[k] = Mag X[k] cos(Fase X[k])

Im X[k] = Mag X[k] sin(Fase X[k])

Oleh karena itu, sinyal input dalam domain waktu dapat

ditransformasikan menjadi domain frekuensi melalui analisis DFT, baik

dalam bentuk komponen real dan imajiner, maupun dalam bentuk koordinat

polar (magnitudo dan fase) tanpa mengubah informasi yang terkandung

dalam sinyal. Secara umum ada tiga cara untuk menghitung DFT, yaitu

mealui persamaan simultan, korelasi dan algoritma FFT. Dengan algoritma

FFT, kompleksitas menjadi rendah dari n2 menjadi n*log2(n).

b. Mel-Frequency Wrapping dan Transformasi Kosinus

Untuk proses wrapping, diperlukan beberapa filter yang saling overlap

dalam domain frekuensi. Filter yang digunakan adalah berbentuk segitiga

dengan tinggi satu dan rentang filter segitiga tersebut ditentukan

berdasarkan hasil studi psikologi mengenai persepsi manusia dalam

menerima frekuensi bunyi.

B

A M

θ

A cos (x) + B sin (x) = M cox (x+θ)

(33)

Dari studi psikologi, telinga manusia mempunyai persepsi terhadap

frekuensi suara secara tidak linear pada frekuensi di atas 1000 Hz. Ukuran

persepsi ini dinyatakan dalam skala mel (melody). Hubungan skala mel

dengan frekuensi yang dirumuskan oleh Nilsson dan Ejnarsson (2002)

adalah sebagai berikut :

{

(16)

Dan diilustrasikan seperti pada Gambar 7. Dari formula di atas, maka

nilai frekuensi (FHz) sebagai fungsi dari skala mel adalah :

(

[image:33.595.109.481.70.781.2]

) (17)

Gambar 7. Grafik hubungan frekuensi dengan skala mel

Terlihat bahwa untuk frekuensi rendah, filter yang digunakan

menggunakan skala linear, sehingga lebarnya konstan. Sedangkan untuk

frekuensi tinggi (>1000 Hz), filter dibentuk dengan skala logaritma.

Sesuai dengan perkembangannya, teknik MFCC mengalami beberapa

variasi terutama dalam bentuk filter dan jumlahnya. Bentuk filter

mengalami perubahan dalam hal tinggi, sedangkan bentuk yang digunakan

0 500 1000 1500 2000 2500

0 1000 2000 3000 4000 5000

S

k

al

a

M

e

l

Frekuensi Akustik (Hz)

linear

(34)

16

tetap segitiga dengan jumlah 20, 24 atau 40. Gambar 8 menyajikan contoh

filter yang diperkenalkan oleh Davis dan Mermelstein pada tahun 1980.

Berikut akan diuraikan tahapan pembentukan filter yang pertama kali

diperkenalkan oleh Davis dan Mermelstein. Pada penjelasan ini dimisalkan

frekuensi suara yang akan dicakup adalah pada rentang 0 hingga 5000 Hz.

Secara umum ada tiga tahapan yaitu :

1) Gambarkan fungsi Fmel mulai frekuensi terendah hingga FHz = 5000 Hz

dengan menggunakan persamaan 16, dan tentukan nilai mel untuk

frekuensi akustik 5000 Hz (misal M2) dan nilai mel untuk frekuensi

akustik 1000 Hz (misal M1).

2) Sumbu mel dari 0 hingga M1 dan M1 ke M2 disekat masing-masing

menjadi M/2 sekatan yang sama lebarnya.

3) Dari setiap batas sekatan ditarik garis ke kurva fungsi dan diproyeksikan

ke sumbu FHz sehingga diperoleh titik tengah filter pada sumbu FHz.

Gambar 8. Filter yang diperkenalkan oleh Davis dan Mermelstein

Algoritma detail untuk membentuk M filter pada teknik MFCC yang

disarankan oleh Davis dan Mermelstein adalah sebagai berikut :

a) Pilih jumlah filter yang akan dibuat (M)

b) Pilih frekuensi terbesar (fhigh). Dari nilai ini, maka nilai tertinggi dari

adalah :

A

mp

li

tu

d

o

(35)

c) Pusat filter ke i adalah fi :

c.1.

untuk i = 1, 2, 3, ..., M/2

c.2. untuk i = M/2, M/2+1, ..., M, maka fi dihitung dengan prosedur

berikut :

1. skala mel disekat dengan lebar yang sama, yaitu sebesar ,

dengan :

Dari point (b), maka nilai dapat ditulis sebagai :

2. nilai mel untuk pusat filter ke i adalah :

3. pusat dari filter ke i adalah :

( ⁄ )

Dari M filter yang sudah dibentuk, maka dilakukan wrapping terhadap

sinyal dalam domain frekuensi dan menghasilkan satu komponen untuk

setiap filter dengan formula sebagai berikut :

∑ | | (18)

Dalam hal ini i = 1, 2, 3, ..., M (M adalah jumlah filter segitiga) dan

adalah nilai filter segitga ke i untuk frekuensi akustik sebesar k. Nilai

koefisien MFCC ke j akhirnya diperoleh menggunakan transformasi kosinus

dengan formula sebagai berikut :

(19)

dengan j = 1, 2, 3, ..., K, K adalah jumlah koefisien MFCC yang diinginkan

dan M adalah jumlah filter. Gambar 9 memberikan ilustrasi ekstraksi ciri

(36)
(37)

dibangun pada setiap dimensi feature pada tahap pembelajaran dan

interval-interval berkoresponden pada setiap feature memberikan suara (vote) untuk

setiap kelas pada tahap klasifikasi algoritma VFI (Demiroz 1997).

Algoritma VFI telah dikembangkan menjadi lima versi, yaitu VFI1, VFI2,

VFI3, VFI4, dan VFI5. Pada penelitian ini akan digunakan algoritma yang

terakhir yaitu VFI5.

Algoritma VFI5 adalah versi terakhir dari algoritma VFI yang

menggeneralisasi pembentukan point intervals pada seluruh end points.

Algoritma VFI5 membentuk point interval dari setiap end point yang

berbeda dan range interval antara sepasang end point yang berbeda

mengecualikan end points. Algoritma pembelajaran dari VFI5 dapat dilihat

pada Gambar 10.

Gambar 10. Tahap pembelajaran pada algoritma VFI5 (Demiroz 1997)

Interval-interval beserta kelas yang diperoleh dari contoh dataset

pembelajaran pada Gambar 11 dapat dilihat pada Gambar 12. Batas bawah

dari semua interval adalah point intervals dan terdapat range intervals

antara batas bawah tersebut meniadakan batas bawah.

train(TrainingSet): begin

for each feature f for each class c

EndPoints[f] = EndPoints[f]  find_end_points(TrainingSet,f,c); sort(EndPoints[f]);

if f is linear

for each end point p in EndPoints[f] form a point interval from end point p

form a range interval between pand the next endpoint ≠ p else /* f is nominal */

each distinct point in EndPoints[f] forms a point interval

for each interval i on feature dimension f for each class c

interval_class_count[f,i,c] = 0 count_instances(f, TrainingSet); for each interval i on feature dimension f for each class c

interval_class_vote[f,i,c] = _� _� [ �]

� _� [�]

normalize interval_class_vote[f, i, c];

(38)
(39)

interval i26 dengan batas bawah 6 dan dimensi feature f2. Hal ini dapat

dilihat pada Gambar 13. Karena terdapat point intervals dimana t1 = 5 dan t2

= 6 keduanya terletak, vote feature individu diambil dari point intervals

yang berkoresponden.

Gambar 13. Contoh pengklsifikasian pada algoritma VFI5 dengan contoh

pengujian t=<5,6>

Vote point interval i16 dari feature f1 dimana t1 = 5 terletak sama

dengan interval_class_vote[f1, i16, A] = 0 dan interval_class_vote[f1, i16, B]

= 1 untuk kelas A dan juga kelas B. Sehingga, vektor vote individu f1 adalah

v1 = <0;1>. Jika f1 diberikan kesempatan untuk memprediksi sendirian,

maka ia akan memprediksi kelas B dengan pasti karena B menerima seluruh

vote feature f1 dan kelas A tidak mendapatkan vote. Pada dimensi feature f2,

point interval i26 dimana t2 = 6 terletak memiliki vote yang sama dengan

interval_class_vote[f1, i26, A] = 0,57 untuk kelas A dan vote yang sama

dengan interval_class_vote[f1, i26, B] = 0,43 untuk kelas B. Sehingga vektor

vote individu f2 adalah v2 = <0,57;0,43>. Jika f2 diberikan kesempatan untuk

memprediksi, maka ia akan memprediksi kelas A.

Pada tahap akhir, vote individu dari kedia feature dijumlahkan dan

jumlah vektor vote v = <0,57;1,43>. Algoritma VFI5 memberikan vote 0,57

untuk kelas A dan 1,43 untuk kelas B, sehingga kelas B dengan nilai vote

(40)

22

2.8 Jaringan Saraf Tiruan (JST)

Dalam sistem pengenalan musik (music recognition), pembentukan

model referensi musik dan pencocokan pola adalah dua tahapan yang sangat

berkaitan. Pembentukan model referensi musik akan membentuk suatu

model referensi yang akan digunakan untuk pencocokan pola (pattern

recognition).

Salah satu teknik yang dapat digunakan dalam pencocokan pola

adalah JST. JST atau Neural Network adalah metode soft computing yang

merupakan salah satu representasi buatan dari otak manusia yang selalu

mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak manusia

tersebut. Istilah buatan (artificial) digunakan karena jaringan saraf ini

diimplementasikan dengan menggunakan program komputer yang mampu

menyelesaikan sejumlah proses perhitungan selama proses pembelajaran.

JST akan melakukan pembelajaran untuk membentuk suatu model

referensi, kemudian JST yang telah melakukan pembelajaran tersebut dapat

digunakan untuk pencocokan atau pengenalan pola. (Kusumadewi 2004).

JST merupakan kumpulan-kumpulan neuron yang telah dimodelkan

yang bereaksi terhadap input dan menghasilkan output. Biasanya terdiri dari

sebuah kumpulan neuron-neuron lapisan (layer) input yang menerima

vektor parameter yang datang, satu atau lebih lapisan tersembunyi (hidden

layer) yang melakukan pemprosesan, dan sebuah lapisan (layer) output

yang menghasilkan klasifikasi (Gerhard 2000).

Karakteristik dari JST menurut Fausett (1994) adalah :

1) Pemprosesan informasi terjadi pada banyak elemen sederhana yang

disebut neuron,

2) Sinyal dilewatkan antar neuron melalui jalur koneksi,

3) Setiap koneksi mempunyai bobot, dan

4) Setiap neuron mempunyai fungsi aktivasi dan biasanya non-linier.

Pernyataan matematis dari neuron adalah sebagai berikut :

n i i i

x

w

f

y

1
(41)

dimana xi = sinyal input, i = 1,2,..,n

n = banyaknya simpul input

wi = bobot hubungan atau synapsis

θ = threshold atau bias

(*) = fungsi aktivasi

y = sinyal output dari neuron

Model neuron sederhana dapat dilihat pada Gambar 14.

………..

………..

f(*)

y

1 x

2 x

n

x

1 w

2 w

n

w

Gambar 14. Sistem komputasi pemodelan neuron

Keunggulan dari JST adalah kemampuan pengklasifikasi terhadap

data yang belum diberikan pada saat pembelajaran sebelumnya (Han dan

Kamber 2001). Untuk menyelesaikan permasalahan, JST memerlukan

algoritma untuk belajar, yaitu bagaimana konfigurasi JST dapat dilatih

untuk mempelajari data histories yang ada. Dengan pelatihan ini,

pengetahuan yang terdapat pada data bisa diketahui dan direpresentasikan

dalam bobot sambungannya.

Jenis algoritma pembelajaran yang ada di antaranya adalah

Supervised Learning (pembelajaran terawasi). Algoritma ini diberikan target

yang akan dicapai. Contohnya adalah back propagation algorithm

(algoritma propagasi balik) dan Radial basis function (Jang et al. 1997).

2.9 Multi Layer Perceptron (MLP)

Dalam klasifikasi atau pengenalan pola, JST merupakan salah satu

teknik yang paling handal. Multi-layer Perceptron propagasi balik dengan

pembelajaran terawasi (supervised) merupakan salah satu jenis JST yang

(42)

24

Menurut Kantardzic (2003) MLP mempunyai tiga karakteristik, yaitu :

1) Model dari setiap neuron biasanya mengandung fungsi aktivasi

non-linier, misalnya sigmoid atau hiperbolik,

2) Jaringan mengandung satu atau lebih lapisan tersembunyi (hidden layer)

yang bukan merupakan bagian dari lapisan input ataupun lapisan output,

dan

3) Jaringan mempunyai koneksi dari satu lapisan ke lapisan lainnya.

2.10 Propagasi Balik

Propagasi balik merupakan algoritma pembelajaran terawasi dan

biasanya digunakan oleh perceptron dengan banyak lapisan untuk

mengubah bobot yang terhubung dengan neuron-neuron yang ada pada

lapisan tersembunyinya (Duda et al. 2000).

Walaupun JST propagasi balik membutuhkan waktu yang lama untuk

pembelajaran tetapi bila pembelajaran telah selesai dilakukan, JST akan

dapat mengenali suatu pola dengan cepat. Algoritma propagasi balik

menggunakan output error untuk mengubah nilai bobot-bobotnya dalam

perambatan mundur (backward). Untuk mendapatkan error ini, tahap

perambatan maju (forward) harus dikerjakan terlebih dahulu.

Karakteristik dari JST propagasi balik adalah sebagai berikut :

a. Multi-layer-network

JST propagasi balik (Gambar 15) mempunyai lapisan input, lapisan

tersembunyi dan lapisan output dan setiap neuron pada satu lapisan

menerima input dari semua neuron pada lapisan sebelumnya.

b. Fungsi aktivasi

Fungsi aktivasi (activation-function) akan menghitung input yang

diterima oleh suatu neuron, kemudian neuron tersebut meneruskan hasil

dari fungsi pengaktifan ke neuron berikutnya. Sehingga fungsi aktivasi

berfungsi sebagai penentu kuat lemahnya sinyal yang dikeluarkan oleh suatu

(43)

Gambar 15. Arsitektur jaringan propagasi balik (Kusumadewi 2004)

Beberapa fungsi pengaktifan yang sering digunakan dalam JST

propagasi balik adalah sebagai berikut :

1) Fungsi sigmoid biner (Gambar 16), yaitu fungsi biner yang

memiliki rentang 0 s/d 1 dengan fungsi sebagai berikut :

) exp( 1

1 )

(

x x

f

 

 (21)

f(x)

x

1

0

Gambar 16. Sigmoid biner pada selang [ 0,1]

2) Fungsi sigmoid bipolar (Gambar 17), yaitu fungsi yang memiliki

rentang -1 s/d 1 dengan fungsi sebagai berikut :

1 ) exp( 1

2 )

( 

  

x x

(44)

26

f(x)

x

1

-1

Gambar 17. Sigmoid bipolar pada selang [-1,1]

3) Fungsi linier, yaitu fungsi yang memiliki output yang sama

dengan nilai inputnya, dengan fungsi sebagai berikut :

y = f (x) = x (23)

dan turunan dari fungsinya adalah :

f’ (x) = 1 (24) Pada JST propagasi balik proses pembelajaran bersifat iterative

(berulang) dan dirancang untuk meminimalkan mean square error (MSE)

antara output yang dihasilkan dengan output yang diinginkan (target).

Langkah-langkah algoritma pembelajaran JST propagasi balik yang

diformulasikan oleh Rumelhart et al. (1986) secara singkat adalah sebagai

berikut :

a. Inisialisasi bobot, dapat dilakukan secara acak atau melalui metode

Nguyen Widrow

b. Perhitungan nilai aktivasi, tiap neuron menghitung nilai aktivasi dari

input yang diterimanya. Pada lapisan input nilai aktivasi adalah fungsi

identitas. Pada lapisan tersembunyi dan output nilai aktivasi dihitung

melalui fungsi aktivasi

c. Penyesuaian bobot, penyesuaian bobot dipengaruhi oleh besarnya nilai

kesalahan (error) antara target output dan nilai output jaringan saat ini.

d. Iterasi akan terus dilakukan sampai kriteria error tertentu dipenuhi.

Untuk mengimplementasikan algoritma di atas (pembelajaran), JST

harus memiliki suatu set data pembelajaran. Data pembelajaran harus

mencakup seluruh jenis pola yang ingin dikenal agar nantinya dapat

(45)

2.11 Pengukuran Kinerja Sistem

Kinerja sistem diukur dengan menggunakan parameter akurasi yaitu

presentase pengenalan sistem dalam memprediksi dataset pengujian yang

diberikan.

(25)

2.12 Review Riset Terdahulu

Penelitian pada bidang klasifikasi musik yang paling sering

direferensikan adalah Tzanetakis dan Cook (2000, 2002). Penelitian mereka

menghasilkan sebuah framework analisa audio MARSYAS, yang juga

sering dipakai oleh peneliti-peneliti lainnya sebagai aplikasi bantu untuk

pengekstraksi ciri.

Lampropoulos et al. (2005) pada penelitiannya melakukan pemisahan

(separasi) ciri sinyal dari sumber instrumen musik sebelum diklasifikasikan

menggunakan algoritma Convolutive Sparse Coding (CSC) dan

menggunakan JST sebagai pengklasifikasinya. Untuk ekstraksi ciri, mereka

menggunakan aplikasi bantu MARSYAS versi 0.1 dan menghasilkan vektor

ciri (feature vector) berdimensi 30.

Costa et al. (2004) menggunakan pendekatan kombinasi

pengklasifikasi. Ekstraksi ciri diperoleh dari tiga segmen pada musik klip

yaitu awal, tengah, dan akhir lagu. Dari setiap segmen tersebut, dihasilkan

vektor ciri (feature vector) berdimensi 15. Penelitian tersebut juga

menggunakan JST sebagai pengklasifikasinya. Adapun pengambilan

keputusan akhir dari klasifikasi menggunakan aturan majority voting.

Adapun pada penelitian Norowi et al. (2005) digunakan ciri yang

berhubungan dengan timbral, ritme, dan pitch dan pengklasifikasi J48 dan

OneR. J48 dan OneR adalah pengklasifikasi yang terdapat pada sistem

pembelajaran mesin WEKA (Waikato Environment for Knowledge

Analysis). Sedangkan klasifikasi genre musik pada penelitian mereka adalah

genre-genre musik barat dan musik tradisional Malaysia. Mereka juga

menggunakan MARSYAS versi 0.1 sebagai aplikasi bantu pengekstraksi

(46)

28

Pada Tabel 2 dapat dilihat beberapa contoh penelitian klasifikasi genre

musik dengan beragam ciri dan pengklasifikasinya.

Tabel 2. Beberapa contoh penelitian klasifikasi genre musik

Peneliti Ciri Pengklasifikasi

Lampropoulos et

al. (2005) Ritme, STFT, MFCC dan pitch

Nearest-Neighbor dan MLP

Costa et al. (2004)

Spectral centroid, spectral rolloff, spectral flux, time domain

zero-crossing, low energy dan beat

Nearest-Neighbor dan MLP

Norowi et al. (2005)

Spectral centroid, spectral rolloff, spectral flux, time domain zero-crossing, MFCC, beat dan pitch

OneR dan J48 (WEKA)

Ahrendt (2006) MFCC, LPC, DMFCC, DLPC, ZCR, STE, ASE, ASC, ASS dan SFM

Gaussian, GMM, Linear regression, dan GLM

Andersson (2004)

ZCR, STE, RMS, HFVR,LFVR, spectrum centroid, spectrum spread,

delta spectrum, spectral rolloff dan MPEG-7 audio descriptors

(47)

III METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran dalam membangun model sistem pada penelitian

[image:47.595.99.403.147.721.2]

ini dapat digambarkan dalam suatu diagram alir seperti pada Gambar 18.

Gambar 18. Diagram alir penelitian pengembangan model sistem

Identifikasi Masalah Mulai

Studi Pustaka

Pengumpulan Data

Ekstraksi Ciri

Data Model

Dokumentasi VFI dan JST

Identifikasi

Evaluasi

Selesai Data Training

(48)

30

Dengan demikian diharapkan dapat diperoleh gambaran yang lengkap

dan menyeluruh tentang tahap-tahap penelitian yang akan dilaksanakan

serta keterkaitan antara satu tahap dengan tahap berikutnya. Berikut ini akan

dijelaskan beberapa tahap yang ada di dalam diagram alir tersebut.

3.1.1 Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah merupakan tahap awal dari penyusunan

penelitian ini. Penelitian mengenai klasifikasi genre musik telah banyak

dilakukan menggunakan berbagai macam metode. Penggunaan metode VFI

merupakan metode yang belum pernah dilakukan dalam mengklasifikasi

genre musik. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk melihat

bagaimana akurasi metode VFI dalam mengklasifikasi genre musik dan

membandingkannya dengan metode yang sudah banyak dipakai oleh

penelitian-penelitian sebelumnya yaitu Jaringan Saraf Tiruan (JST).

3.1.2 Studi Pustaka

Studi pustaka yang dilakukan meliputi pengetahuan musik dan

genrenya, praproses data, ekstraksi ciri (feature extraction), Voting Feature

Intervals (VFI), Jaringan Saraf Tiruan (JST), pemprograman dengan

perangkat lunak MATLAB serta metode pendukung lainnya.

3.1.3 Pengumpulan Data

Setiap data berkas musik yang digunakan pada penelitian ini diperoleh

dari data-set pada penelitian Tzanetakis dan Cook (2000) yang diunduh

melalui http://opihi.cs.uvic.ca/sound/genres.tar.gz. Jumlah data yang akan

digunakan pada penelitian ini adalah 80 berkas musik berformat au mono

16-bit yang memiliki frekuensi sampling sebesar 22,05 kHz dengan durasi

30 detik setiap berkasnya.

Setiap genre akan memiliki 20 berkas musik yang dapat dijadikan

sebagai data training (15 berkas) dan testing (5 berkas). Genre musik yang

dipakai untuk penelitian ini adalah genre musik klasik, disko, metal dan

(49)

3.1.4 Ekstraksi Ciri

Prototipe sistem yang telah dikembangkan menggunakan ciri yang

diajukan oleh Tzanetakis dan Cook (2000, 2002) dan yang telah digunakan

oleh peneliti lainnya (Lampropus et al. 2005, Foote 1999, M. Welsh et al.

1999). Ciri yang digunakan adalah MFCC hingga 20 koefisien.

Dari setiap ciri tersebut, mean (rataan) dihitung untuk membentuk

vektor ciri. Hal ini adalah prinsip dasar dari pemprosesan window tekstur

yang diperkenalkan oleh Tzanetakis dan Cook (2002).

Mean dapat diformulasikan sebagai berikut :

  n

i i x n x

1 1

(26)

di mana n adalah jumlah sampel. Untuk metode JST, setelah ciri diekstrak

maka dilakukan normalisasi menggunakan metode distribusi normal

kumulatif.

3.1.5 Pengembangan Model VFI dan JST

Dalam penelitian ini metode VFI yang digunakan adalah metode

VFI5. Pengembangan model JST menggunakan perangkat lunak MATLAB

versi 7.8.0.

3.1.6 Pembuatan Keputusan

Setelah setiap berkas musik sudah diekstrak dan diklasifikasi, maka

prototipe sistem akan melakukan prediksi. Prediksi diperoleh berdasarkan

proses pembelajaran algoritma VFI dan JST dalam mengenali sejumlah pola

yang diberikan. Nilai prediksi yang terbesar dari seluruh genre merupakan

prediksi genre pada sistem.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat bantu yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Komputer desktop dengan spesifikasi dual processor 3,3 GHz, memori

(50)

32

2. Perangkat lunak MATLAB versi 7.8.0.

3. Perangkat lunak Microsoft Excel dan Word 2007.

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai Desember 2010 hingga Mei 2011

bertempat di Laboratorium Pascasarjana Departemen Ilmu Komputer

(51)

IV IMPLEMENTASI DAN PERANCANGAN SISTEM

4.1 Ekstraksi Ciri

Ekstraksi ciri pada penelitian ini dilakukan menggunakan perangkat

lunak Matlab 7.8.0. Tahap pertama dari proses ini adalah mengubah sinyal

suara menjadi nilai-nilai variabel untuk dijadikan input sistem. Ciri yang

digunakan pada penelitian ini adalah MFCC. Koefisien MFCC yang

digunakan terdapat 3 variasi yaitu 7 koefisien, 13 koefisien dan 20

koefisien. Hal ini dilakukan untuk mengetahui jumlah koefisien yang

optimum pada sistem dalam mengklasifikasi genre musik.

Pada tahap awal MFCC, sinyal suara akan diperlakukan Hamming

Window sehingga menghasilkan sejumlah frame. Ukuran setiap frame

adalah sebesar 30 milidetik dengan sampling rate sebesar 22050 Hz dan

mengalami overlap sebesar 75%.

Penelitian ini juga menggunakan 4 variasi waktu berkas musik, yaitu 1

detik, 5 detik, 10 detik dan 30 detik. Hal ini juga dilakukan untuk

mengetahui waktu berkas musik yang optimum pada sistem dalam

mengklasifikasi genre musik.

Dari proses ekstraksi ciri tersebut, maka didapatkan vektor ciri dengan

dimensi yang beragam, tergantung dengan jumlah koefisien MFCC dan

waktu berkas musik yang digunakan. Tabel 3 memperlihatkan ragam

dimensi vektor ciri yang dihasilkan pada penelitian ini.

Tabel 3. Dimensi vektor ciri untuk setiap variasi penelitian

No. Jumlah Koefisien MFCC Waktu Berkas Musik Dimensi Vektor Ciri

1. 7 koefisien 1 detik 7 x 134

2. 7 koefisien 5 detik 7 x 668

3. 7 koefisien 10 detik 7 x 1336

4. 7 koefisien 30 detik 7 x 4008

5. 13 koefisien 1 detik 13 x 134

6. 13 koefisien 5 detik 13 x 668

7. 13 koefisien 10 detik 13 x 1336

8. 13 koefisien 30 detik 13 x 4008

9. 20 koefisien 1 detik 20 x 134

10. 20 koefisien 5 detik 20 x 668

11. 20 koefisien 10 detik 20 x 1336

(52)

34

Setelah vektor ciri didapatkan, maka mean dari setiap vektor ciri akan

dihitung sehingga dimensinya akan berkurang menjadi sebesar n x 1

dimana n adalah jumlah koefisien MFCC yang digunakan. Untuk metode

JST, setelah mean didapatkan maka dilakukan normalisasi.

4.2 Arsitektur Sistem

Pada Gambar 19 dapat dilihat arsitektur sistem yang peneliti telah

kembangkan dari proses ekstraksi ciri hingga prediksi genre musik dengan

[image:52.595.78.553.42.660.2]

kedua metode.

Gambar 19. Arsitektur sistem klasifikasi genre musik yang telah

dikembangkan

4.3 Implementasi Metode VFI

Setelah proses ekstraksi ciri, maka proses pembelajaran pada model

VFI dapat dilakukan. Proses pembelajaran dilakukan menggunakan data

1 5 10 30

0 MFCC 7-M 1 dtk 20-M 5 dtk 13-M 1 dtk 7-M 10 dtk 20-M 1 dtk 7-M 5 dtk 13-M 5 dtk 13-M 10 dtk 20-M 10 dtk 7-M 30 dtk 13-M 30 dtk 20-M 30 dtk Mean

VFI JST

Normalisasi

Mean Mean Mean Mean Mean Mean Mean Mean Mean Mean Mean

Prediksi

Berkas musik

(53)

training sebanyak 60 berkas musik yang terdiri dari 15 berkas musik pada

setiap genre. Sedangkan untuk pengujian, digunakan 5 berkas musik untuk

setiap genre.

4.3.1 Model VFI

Pada proses pembelajaran didapatkan 8 (2 x 4) titik interval yang

diperoleh dari titik minimum dan maksimum dari sebuah interval ciri setiap

kelas yang dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Titik interval dan presentase frekuensi kemunculan pada ciri MFCC

koefisien ke-1 pada contoh sebuah 30 detik berkas musik

TITIK KLASIK DISKO METAL REGGAE

0 0 0 0

-20,51534 0,0666667 0 0 0

0,8 0 0 0

-15,85193 0 0 0 0,0666667

0,0666667 0 0 0,4

-15,19517 0,0666667 0 0 0

0 0 0 0,3333333

-14,72691 0 0 0,0666667 0

0 0 0,1333333 0,1333333

-14,13456 0 0 0 0,0666667

0 0 0,2 0

-13,1284 0 0,0666667 0 0

0 0,8666667 0,4666667 0

-10,96637 0 0,0666667 0 0

0 0 0,0666667 0

-9,943883 0 0 0,0666667 0

0 0 0 0

Kemudian sistem memberikan voting pada setiap titik atau interval

sebuah berkas musik yang diberikan. Pada Tabel 5 dapat dilihat contoh

voting sistem pada sebuah ciri MFCC koefisien ke-1 dengan waktu berkas

musik 30 detik.

Pada Tabel 6 dapat dilihat contoh prediksi sistem terhadap sebuah

berkas musik. Presentase voting dari setiap ciri akan dijumlahkan sehingga

menghasilkan presentase voting total. Dari hasil prediksi pada Tabel 6,

terlihat bahwa prediksi presentase voting terbesar adalah genre klasik

(35,16%) sehingga sistem memprediksi bahwa berkas musik tersebut

(54)

36

Tabel 5. Contoh voting sistem pada sebuah 30 detik berkas musik dengan

ciri MFCC koefisien ke-1

TITIK KLASIK DISKO METAL REGGAE

0 0 0 0

-20,51534 1 0 0 0

1 0 0 0

-15,85193 0 0 0 1

0,1428571 0 0 0,8571429

-15,19517 1 0 0 0

0 0 0 1

-14,72691 0 0 1 0

0 0 0,5 0,5

-14,13456 0 0 0 1

0 0 1 0

-13,1284 0 1 0 0

0 0,65 0,35 0

-10,96637 0 1 0 0

0 0 1 0

-9,943883 0 0 1 0

0 0 0 0

Tabel 6. Contoh prediksi sistem terhadap sebuah 30 detik berkas musik

dengan ciri MFCC 20 koefisien

FITUR INPUT KLASIK DI

Gambar

Gambar 5. Ilustrasi transformasi DFT (Buono 2009)
Gambar 7. Grafik hubungan frekuensi dengan skala mel
Gambar 18. Diagram alir penelitian pengembangan model sistem
Gambar 19. Arsitektur sistem klasifikasi genre musik yang telah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuannya untuk memperoleh informasi tentang sejumlah responden yang dianggap mewakili populasi tertentu dan juga pada penelitian ini peneliti melakukan survey dengan cara membagikan

bentuk/aspek lain peran serta masyarakat yaitu masyarakat mematuhi ketentuan pada Pasal 29 ayat 4 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 dengan membuang sampah pada

Danau adalah daratan yang cekung dan terisi oleh air. Pada umumnya genangan air danau relatif luas. Berdasarkan cara terbentuknya ada dua macam, yaitu danau buatan dan

(Lihat Bab 18 untuk diskusi lebih lanjut tentang masalah ini. Hukuman adalah prinsip dasar perilaku. Definisinya memiliki tiga komponen dasar: Terjadinya suatu

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Dari hasil analisis data diperoleh kesimpulan bahwa: 1) Aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran menunjukan

Pada bab ini telah dibahas mengenai penelitian yang akan dilaksanakan yaitu menghitung curah hujan menggunakan metode Fuzzy Inference System (FIS) dengan Ant Colony

Kami mempertahankan pandangan optimis terhadap industri otomotif global, seiring dengan industri otomotif global yang diperkirakan akan melakukan ekspansi secara

Jika disimpulkan dari apa yang telah diuraikan pada paragraf sebelumnya mengenai penyebaran agama Islam atau Islamisasi yang dilakukan Cheng Ho dalam pelayarannya di