PENGARUH LAMANYA INOKULASI Sturmiopsis inferens Town (Diptera: Tachinidae) TERHADAP JUMLAH INANG Phragmatoecia castaneae Hubner
(Lepidoptera: Cossidae) DI LABORATORIUM
SKRIPSI
OLEH :
TETRA FEBRYANDI SAGALA 090301079
AGROEKOTEKNOLOGI
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
PENGARUH LAMANYA INOKULASI Sturmiopsis inferens Town (Diptera : Tachinidae) TERHADAP JUMLAH INANG Phragmatoecia castaneae Hubner
(Lepidoptera : Cossidae) DI LABORATORIUM
SKRIPSI
OLEH :
TETRA FEBRYANDI SAGALA 090301079
AGROEKOTEKNOLOGI
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
Judul : Pengaruh Lamanya Inokulasi Sturmiopsis inferens Town (Diptera: Tachinidae) terhadap Jumlah Inang Phragmatoecia castaneae Hubner (Lepidoptera: Cossidae) di Laboratorium
Nama : TETRA FEBRYANDI SAGALA
NIM : 090301079
Program Studi : Agroekoteknologi
Minat : Hama dan Penyakit Tumbuhan
Disetujui oleh : Dosen Pembimbing
(Prof. Dr. Dra. Maryani Cyccu Tobing, MS) (Dr. Lisnawita, SP, MSi
Ketua Anggota
)
Mengetahui,
(Prof. Dr. Ir. T. Sabrina, MSc Ketua Program Studi Agroekoteknologi
ABSTRAK
Tetra Febryandi Sagala. 2014. Pengaruh Lamanya Inokulasi
Sturmiopsis inferens Town. (Diptera : Tachinidae) terhadap Jumlah Inang
Phragmatoecia castaneae Hubner (Lepidoptera : Cossidae) di Laboratorium, di bawah bimbingan Maryani Cyccu Tobing dan Lisnawita. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan S. inferens (Diptera : Tachinidae) menjadi imago setelah diinokulasi larva P. castaneae (Lepidoptera : Cossidae) dengan jumlah inang dan lama inokulasi yang berbeda di laboratorium. Penelitian dilakukan di Laboratorium Balai Riset dan Pengembangan Tebu Sei Semayang, Binjai, Medan, Sumatera Utara pada bulan November 2013 sampai Januari 2014. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah jumlah inang (30, 40, 50 larva), faktor kedua adalah lama inokulasi (25, 35, 45 menit). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lama inokulasi dan jumlah larva serta interaksi keduanya tidak mempengaruhi keberhasilan pupa menjadi imago. Nisbah kelamin S. inferens berpengaruh terhadap keturunan yang dihasilkan dengan rerata nisbah kelamin jantan dan betina adalah 1,1 : 1.
ABSTRACT
Tetra Febryandi Sagala. 2014. The effect of Inoculation Period Sturmiopsis inferens Town (Diptera : Tachinidae) on Larvae Number of
Phragmatoecia castaneae Hubner (Lepidoptera : Cossidae) in Laboratory, supervised by Maryani Cyccu Tobing and Lisnawita. The objective of the research was to study the successful level of S. inferens adult (Diptera : Tachinidae) after inoculated the larvae of P. castaneae (Lepidoptera : Cossidae) with different types of the inoculation periode and larvae numbers in Laboratory. The research was conducted in Laboratory of Sugarcane Research and Development Sei Semayang, Binjai, Medan, North Sumatera from November 2013 until January 2014. The method used Randomized Complete Design with two factors and three replications. The first factor was larvae numbers (30, 40, 50 larvae) and the second factor was inoculation period (25, 35, 45 minutes). The results showed that inoculation period, larvae numbers and interaction of both did not effected the successful pupa become imago. Sex ratio of S. inferens effected on the sex ratio of progeny producted with average male and female of sex ratio is 1,1 : 1.
RIWAYAT HIDUP
Tetra Febryandi Sagala, dilahirkan di Medan, Sumatera Utara pada tanggal 10 Februari 1992 dari pasangan Ayahanda Alm. Drs. B. B. Sagala, MM
dan Ibunda M. Hutagalung. Penulis merupakan anak ke-4 dari 4 bersaudara.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis, yaitu:
- Lulus dari Sekolah Dasar YPS. Teladan Sumatera Utara pada tahun 2003.
- Lulus dari Sekolah Menengah Pertama Free Methodist Medan, pada tahun
2006.
- Lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 15 Medan pada tahun 2009.
- Pada tahun 2009 diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
Medan, Program Studi Agroekoteknologi melalui jalur SPMB.
Pendidikan informal yang pernah ditempuh diantaranya :
- Tahun 2011 mengikuti Seminar Pertanian “Meningkatkan Ketahanan pangan
Nasional”.
- Tahun 2011 mengikuti Seminar “Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit
Berkelanjutan”.
- Tahun 2012 mengikuti Seminar “Optimalisasi Sistem Pertanian Untuk
Menekan Dampak perubahan iklim Guna Terwujudnya Pertanian
Berkelanjutan”.
- Tahun 2012 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Kebun
Rambutan, PTPN III, Kab. Serdang Bedagai, Sumatera Utara.
- Tahun 2013 melaksanakan penelitian di Balai Riset dan Pengembangan Tebu
Penulis pernah aktif dalam organisasi kemahasiswaan :
- Tahun 2009-2014 aktif sebagai anggota organisasi Kegiatan Mahasiswa
Kristen (KMK) unit pelayanan Fakultas Pertanian USU, Medan.
- Tahun 2009-2014 aktif sebagai anggota organisasi Himpunan Mahasiswa
Agroekoteknologi (Himagrotek) di Fakultas Pertanian USU, Medan.
- Tahun 2009-2014 aktif sebagai anggota organisasi Himpunan Mahasiswa
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas anugerah dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
baik.
Adapun judul penelitian ini adalah “Pengaruh Lamanya Inokulasi Sturmiopsis inferens Town. (Diptera: Tachinidae) terhadap Jumlah Inang Phragmatoecia castaneae Hubner (Lepidoptera: Cossidae) di Laboratorium” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana pada
Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Komisi
Pembimbing Prof. Dr. Dra. Maryani Cyccu Tobing, MS selaku Ketua dan
Dr. Lisnawita, SP, MSi selaku Anggota yang telah memberi saran dan bimbingan
dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan
mempunyai kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi penyempurnaan skripsi ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Juni 2014
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 4
Hipotesis Penelitian ... 4
Kegunaan Penelitian ... 4
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) 5 Gejala serangan ... 7
Pengendalian ... 8
Biologi Sturmiopsis inferens Town. (Diptera : Tachinidae) ... 10
Parasititasi Sturmiopsis inferens ... 12
Nisbah Kelamin ... 13
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 15
Bahan dan Alat ... 15
Metode Penelitian ... 15
Pelaksanaan Penelitian ... 17
Penyediaan inang ... 17
Persiapan parasitoid ... 17
Inokulasi larva S. inferens ... 17
Peubah Amatan ... 17
Persentaseparasititasi ... 17
Tingkat keberhasilan parasitoid S. inferens menjadi imago... 18
HASIL DAN PEMBAHASAN
Persentase Parasititasi ... 19 Tingkat Keberhasilan Parasitoid S. inferens menjadi Imago ... 21 Nisbah Kelamin Jantan dan Betina S. inferens ... 22
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 24 Saran ... 24
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Hlm
Tabel 1. Pengaruh lama inokulasi S. inferens terhadap persentase parasititasi pada P. castaneae ... 19
Tabel 2. Pengaruh jumlah larva P. castaneae terhadap persentase parasititasi ... 20
Tabel 3. Pengaruh interaksi lama inokulasi dan jumlah inang terhadap tingkat keberhasilan pupa S. inferens menjadi imago ... 21
Tabel 4. Pengaruh jumlah larva P. castaneae terhadap nisbah kelamin jantan dan betina S. inferens ... 22
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Hlm
1. Telur P. castaneae ... 5
2. Larva P. castaneae ... 6
3. Pupa P. castaneae ... 6
4. Imago P. castaneae ... 7
5. Gejala Serangan P. castaneae ... 7
6. Larva S. inferens ... 10
7. Pupa S. inferens ... 11
DAFTAR LAMPIRAN
No. Keterangan Hlm
1. Lampiran 1. Bagan Penelitian ... 28
2. Lampiran 2. Data Persentase Parasititasi S. inferens terhadap P. castaneae ... 29
3. Lampiran 3. Tingkat Keberhasilan Pupa S.inferens menjadi Imago ... 32
4. Lampiran 4. Data Nisbah Kelamin Jantan dan Betina (ekor) ... 33
ABSTRAK
Tetra Febryandi Sagala. 2014. Pengaruh Lamanya Inokulasi
Sturmiopsis inferens Town. (Diptera : Tachinidae) terhadap Jumlah Inang
Phragmatoecia castaneae Hubner (Lepidoptera : Cossidae) di Laboratorium, di bawah bimbingan Maryani Cyccu Tobing dan Lisnawita. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan S. inferens (Diptera : Tachinidae) menjadi imago setelah diinokulasi larva P. castaneae (Lepidoptera : Cossidae) dengan jumlah inang dan lama inokulasi yang berbeda di laboratorium. Penelitian dilakukan di Laboratorium Balai Riset dan Pengembangan Tebu Sei Semayang, Binjai, Medan, Sumatera Utara pada bulan November 2013 sampai Januari 2014. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah jumlah inang (30, 40, 50 larva), faktor kedua adalah lama inokulasi (25, 35, 45 menit). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lama inokulasi dan jumlah larva serta interaksi keduanya tidak mempengaruhi keberhasilan pupa menjadi imago. Nisbah kelamin S. inferens berpengaruh terhadap keturunan yang dihasilkan dengan rerata nisbah kelamin jantan dan betina adalah 1,1 : 1.
ABSTRACT
Tetra Febryandi Sagala. 2014. The effect of Inoculation Period Sturmiopsis inferens Town (Diptera : Tachinidae) on Larvae Number of
Phragmatoecia castaneae Hubner (Lepidoptera : Cossidae) in Laboratory, supervised by Maryani Cyccu Tobing and Lisnawita. The objective of the research was to study the successful level of S. inferens adult (Diptera : Tachinidae) after inoculated the larvae of P. castaneae (Lepidoptera : Cossidae) with different types of the inoculation periode and larvae numbers in Laboratory. The research was conducted in Laboratory of Sugarcane Research and Development Sei Semayang, Binjai, Medan, North Sumatera from November 2013 until January 2014. The method used Randomized Complete Design with two factors and three replications. The first factor was larvae numbers (30, 40, 50 larvae) and the second factor was inoculation period (25, 35, 45 minutes). The results showed that inoculation period, larvae numbers and interaction of both did not effected the successful pupa become imago. Sex ratio of S. inferens effected on the sex ratio of progeny producted with average male and female of sex ratio is 1,1 : 1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tebu merupakan bahan baku gula yang mengandung 20% cairan gula.
Olahan tebu akan menghasilkan gula 5%, ampas tebu 90% dan sisanya berupa
tetes (molasse) dan air. Pada tahun 2000 produksi gula Indonesia hanya sebesar
1,69 juta ton, tahun 2002 produksi gula mencapai 1,76 juta ton, sedangkan
konsumsi gula nasional mencapai 3,3 juta ton, sehingga mencapai defisit sebesar
1,54 juta ton. Sementara pada tahun 2011 meningkat menjadi 2,23 juta ton atau
meningkat sebesar 3,16%. Produksi tebu tertinggi selama periode tahun
2000-2011 terjadi pada tahun 2008 yang mencapai 2,69 juta ton. Namun sejak
tahun 2008 hingga tahun 2011, produksi tebu mengalami penurunan hingga
17,30% atau berkurang 155.362 ton/tahun (P3GI, 2011).
Kebutuhan gula di Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun dan
belum mampu dipenuhi hingga saat ini, salah satu kendala dalam budidaya tebu
adalah adanya serangan berbagai jenis hama di sepanjang pertumbuhan tanaman.
Kerugian gula yang disebabkan oleh hama tebu di Indonesia ditaksir dapat
mencapai 75%. Lebih dari 100 jenis hewan dapat mengganggu dan merusak
tanaman tebu di lapangan. Namun hanya beberapa diantaranya yang sering
merusak dan menimbulkan kerugian yang cukup besar seperti serangga hama
penggerek batang tebu bergaris (Chilo sacchariphagus), penggerek batang tebu
berkilat (Chilo auricilius), penggerek batang jambon (Sesamia inferens) dan oleh
serangan penggerek batang tebu raksasa (Phragmatoecia castaneae)
Phragmatoecia castaneae (Lepidoptera : Cossidae) telah ada di Sumatera
Utara sejak tahun 1977 yang ditemukan di perkebunan tebu khususnya di
PTPN II. Serangan hama ini menjadi kendala dalam peningkatan produktivitas
tebu karena menyebabkan kerugian dan kehilangan hasil gula yang cukup tinggi
yaitu sekitar 15%. Tingginya intensitas serangan hama ini pula yang menjadi
salah satu faktor penyebab turunnya produktivitas rata-rata tebu giling PTPN II
dari 70 ton/ha menjadi hanya 40 ton/hektar. Kerugian gula akibat serangan hama
ini ditentukan oleh jarak waktu antara saat penyerangan dan saat tebang.
Kehilangan rendemen dapat mencapai 50 % jika menyerang tanaman tebu umur
4-5 bulan dan 4-15 % pada tebu yang berumur 10 bulan (Suryana, 2007).
Phragmatoecia castaneae masuk ke dalam batang dengan membuat lorong
gerekan pada pelepah daun. Pada serangan berat, bagian dalam batang akan
hancur. Hama ini juga dapat merusak tebu-tebu liar (Chinwada et al., 2004). Pada
serangan awal akan tampak adanya titik putih di bawah pelepah daun ke-3 atau
ke-4 disertai dengan adanya gerekan larva yang baru menetas, selanjutnya
terdapat lorong gerekan pada ruas muda maupun tua. Pada serangan berat
tanaman tebu akan mati pucuk (PTPN II, 2001). Sampai saat ini penggerek batang
tebu raksasa hanya ditemukan di Perkebunan Tebu Sumatera Utara.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Industri Gula tahun
1977 diperoleh bahwa kerugian hasil akibat serangan penggerek ini mencapai
60%. Pada tahun 1968 di Johor Baru, penggerek ini memusnahkan tanaman tebu
seluas + 8.222 Ha, dan merupakan hama penting pada pertanaman tebu di PTP
Nusantara II, Sumatera Utara (Purnama, 2007).
Pengendalian secara kimia umumnya tidak efektif, mahal dan pada saat ini
tebu. Pengendalian hayati merupakan pilihan yang baik yang menggabungkan
pelestarian lingkungan dan konservasi keanekaragaman hayati
(Davis et al., 2013).
Pengendalian secara hayati dapat dilakukan dengan melepas musuh alami
hama penggerek batang raksasa (PBR) yaitu parasitoid telur Tumidiclava sp. dan
parasitoid larva S. inferens dan Xanthocampoplex sp. Selain itu, penggunaan
cendawan entomopatogen Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae juga
cukup efektif dalam mengendalikan hama PBR (Mahrub, 2000).
Berbagai pengendalian hayati yang telah dilakukan oleh Risbang PTPN II
dengan menggunakan parasitoid seperti: Tumidiclava sp., S. inferens,
Xantocampoplex sp, Trichogramma spp. Salah satu parasitoid larva yang dapat
memarasit P. castaneae dan menjadi inang utama yaitu S. inferens, namun belum
memberi hasil yang memuaskan. Khususnya dalam usaha perbanyakan parasitoid
S. inferens di laboratorium dijumpai berbagai hambatan seperti waktu inokulasi
dan penyediaan inang. Informasi mengenai lama inokulasi dan jumlah inang
sangat diperlukan dalam upaya mengendalikan hama penggerek batang raksasa di
laboratorium. Dari uraian di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian tentang
pengaruh lama inokulasi S. inferens dan jumlah larva P. castaneae yang berbeda
di laboratorium.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan S. inferens (Diptera : Tachinidae)
menjadi imago setelah diinokulasikan larva P. castaneae (Lepidoptera : Cossidae)
Hipotesis Penelitian
Terdapat perbedaan tingkat keberhasilan S. inferens menjadi imago
terhadap jumlah larva dan lama inokulasi P. castaneae di laboratorium.
Kegunaan Penelitian
- Sebagai hasil untuk perbanyakan S. inferens di laboratorium
- Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di
Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara, Medan
TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)
Seekor imago betina dapat meletakkan telur sebanyak 282-376 butir dan
diletakkan secara kelompok. Banyaknya telur dalam satu kelompok sangat
bervariasi dari 3-143 telur. Telur P. castaneae berbentuk oval, berwarna putih
kelabu kemudian berubah menjadi hitam kelabu. (Gambar 1). Peletakan telur
dalam gulungan daun kering, terutama pada pucuk tanaman yang mati puser.
Masa hidup stadia telur antara 9-10 hari (Pramono, 2007).
Gambar 1. Telur P. castaneae
Larva yang baru menetas panjangnya + 2,5 mm, dan berwarna kelabu.
Semakin tua umur larva, warna badan berubah menjadi kuning coklat dan
kemudian kuning putih, disamping itu warna garis-garis hitam membujur pada
permukaan abdomen sebelah atas juga semakin jelas (Thomson et al., 2012).
Larva masuk dari lidah daun ke dalam jaringan pelepah dan hidup menetap
di dalam pelepah daun selama 3-7 hari kemudian larva menggerek sampai ke
dalam ruas tebu (Gambar 2). Stadia larva terdiri dari 10 instar. Lama stadia larva
sekitar 78-82 hari. Pelepah yang sering diserang yaitu daun ke-2, 3, 4, 5, 6. Stadia
Gambar 2. Larva P. castaneae
Pupa berwarna coklat cerah pada saat pertama kali terbentuk. Sehari
setelah pembentukan pupa berubah warna menjadi coklat gelap. Panjangnya
sekitar 6,2 – 8,1 mm dengan ukuran diameter sekitar 2,9 – 3,4 mm. Pupa
berbentuk silindris dan memiliki permukaan yang halus (Gambar 3). Pada awal
pembentukkan pupa segmen masih terlihat jelas, tetapi setelah satu atau dua hari
kemudian perubahan warna menyebabkan segmen – segmen pada pupa menjadi
tidak terlihat dengan jelas (Pramono, 2005).
Gambar 3. Pupa P. castaneae Hubner.
Stadia imago ditandai dengan warna sayap depan coklat kelabu dan ujung
sayap terdapat noktah berwarna ungu kehitaman. Bagian atas kepala terdapat
rambut-rambut semacam jambul yang berwarna putih kuning (Gambar 4). Pada
siang hari imago ini bersembunyi di antara pelepah daun kering. Imago tertarik
pada cahaya lampu (James & Wood, 2006).
Larva
Sayap depan lebih memanjang, paling tidak dua kali sama panjangnya
dengan lebar. Sayap bersisik lebih tipis (Borror et al., 1992).
Gambar 4. Imago P. castaneae
Gejala serangan
Gejala kerusakan pada ruas ditandai oleh lubang-lubang gerekan yang
mudah dilihat dari luar. Tingkat kerusakan biasanya ditentukan berdasarkan
persen ruas rusak (dengan tanda kerusakan dari luar) terhadap jumlah ruas.
Karena hama ini dapat menggerek lebih dari satu ruas dengan jalan menembus
buku-buku ruas tanpa keluar terlebih dahulu, maka banyakya ruas rusak dengan
tanda-tanda kerusakan di dalam lebih besar dari pada kerusakan dari luar
(Gambar 5) (P3GI, 2011).
Gambar 5. Gejala serangan P. castaneae Hubner.
Hama penggerek batang raksasa menyerang tanaman tua maupun muda.
Serangan pada tanaman muda yang belum beruas menyebabkan kerusakan tunas, Imago
pertumbuhan terhambat, batang mudah patah dan menyebabkan tanaman mati
pucuk. Pada serangan berat, bagian dalam batang tebu hancur dimakan oleh larva
PBR. Pada batang tebu terdapat bekas gorokan. Semakin besar ukuran larva maka
ukuran diameter gerekan juga akan semakin besar. Pada pangkal batang terdapat
serat hasil gerekan larva. Bekas lubang gerekan akan berwarna merah. Bila
populasi hama tinggi, juga dapat menyebabkan kematian pada tanaman tua. Larva
masuk ke dalam batang dengan membuat lorong gerekan dari pelepah daun.
Kerugian yang ditimbulkan mengakibatkan penurunan bobot batang, serta
penurunan kualitas dan kuantitas nira (Diyasti, 2010).
Kerusakan yang ditimbulkan larva ini dapat berakibat total bagi
pertanaman tebu, mengingat larva ini menetap di bagian dalam, merusak pelepah
dan terus mengerek ke dalam batang membentuk terowongan sampai jauh ke
dalam batang tebu sehingga sulit untuk pengendaliannya (Khairiyah, 2008).
Pengendalian
Secara umum pengendalian hama penggerek batang tebu raksasa
yaitu:
1. Sanitasi kebun dengan memusnahkan sumber inokulum berupa serasah
daun kering, sisa batang, pucuk tebu pasca tebangan dan memusnahkan
gelagah yang merupakan inang hama PBR.
2. Eradikasi tanaman dengan memanen tebu lebih awal yaitu sekitar umur
7-8 bulan.
3. Secara hayati dengan melepas musuh alami yaitu Tumidiclava sp. dan
S. inferens serta penggunaan cendawan entomopatogen Beauveria
bassiana dan Metarrhizium anisopliae.
Salah satu pengendalian P. castaneae di Indonesia yaitu dengan
penanaman varietas resisten yang merupakan suatu faktor penting dalam
pengendalian hama. Varietas tersebut disamping menderita serangan lebih rendah
dibanding varietas-varietas standar, perlu memiliki potensi produksi di atas
rata-rata standar. Dalam perakitan varietas unggul terutama diarahkan pada
potensi produksinya. Disamping itu perlu dipertimbangkan pula faktor
ketahanannya terhadap hama-hama penting (Deptan, 1994).
Beberapa usaha yang dilakukan dalam pengendalian P. castaneae
di PTPN II yaitu:
1. Kultur teknis dengan membongkar tanaman tebu yang terserang hama di dekat
areal pertanaman tebu dan sisa batang tebu harus dibakar. Perbedaan masa
tanam antara blok yang berdekatan jangan lebih dari satu bulan agar hama
penggerek tidak pindah dari tebu tua ke tebu muda
2. Mekanis dengan pengambilan larva secara langsung dari tanaman tebu dan
mengurangi tempat bertelur P. castaneae dengan cara membersihkan kebun
dari daun yang menggulung dan daun yang kering
3. Hayati dengan menggunakan musuh alami parasitoid telur
(Tumidiclava sp.) dan parasitoid larva (S. inferens dan Xanthocampoplex sp.)
(BPTTD, 1979).
Biologi Sturmiopsis inferens Town. (Diptera : Tachinidae)
Telur S. inferens berukuran kecil dan terdapat di dalam tubuh betina,
bentuknya hampir bulat dengan diameter sekitar 0,15-0,17 mm dan berwarna
putih. Sering kali larva dikeluarkan masih dalam keadaan diselubungi oleh lapisan
Larva instar pertama berwarna putih transparan mempunyai panjang tubuh
sekitar 0,46 mm dan lebar 0,11 mm (Gambar 6). Instar pertama dan kedua dari
larva S. inferens, tertutup oleh lapisan tipis seperti membran telur, mempunyai 13
segmen, termasuk di bagian kepala. Larva instar kedua dan ketiga tidak jauh
berbeda kecuali pada warna larva dan ukurannya. Larva instar kedua mempunyai
panjang tubuh 4-4,5 mm sedangkan instar ketiga panjangnya sekitar 7-7,8 mm.
Larva instar ketiga berwarna krem cerah dan segmen-segmen pada tubuhnya
terlihat jelas. (Saragih et al., 1986).
Larva yang menemukan inangnya akan langsung melekat pada tubuh
inang dan melubangi tubuh inangnya. Semakin bertambah umurnya semakin besar
dan gemuk. Stadia larva 15-24 hari (Sunaryo et al., 1988).
Gambar 6. Larva S. inferens
Pupa berwarna coklat cerah pada saat terbentuk pertama kali. Sehari
kemudian pupa berwarna coklat gelap. Panjang pupa sekitar 6,2-8,1 mm dengan
diameter sekitar 2,9-3,4 mm. Pupa berbentuk silindris dan memiliki permukaan
yang halus (Gambar 7). Pada awal pembentukan pupa, segmen masih terlihat
jelas, tetapi setelah satu atau dua hari kemudian perubahan warna menyebabkan
segmen-segmen pada pupa menjadi tidak terlihat dengan jelas. Masa stadia pupa
Gambar 7. Pupa S. inferens
Imago S. inferens akan muncul dari pupa pada waktu pagi hari yaitu antara
jam 06.30-10.00. Imago yang baru muncul akan terbang setelah 3-5 menit
kemudian (Verly et al., 1973).
.Stadia imago sekitar 14-24 hari. Lalat betina mengalami masa pembuahan
1-2 minggu. Larva dikeluarkan masih diselubungi lapisan kulit telur yang tipis.
Telur segera menetas setelah diletakkan Daur hidup S. inferens berkisar antara
45-73 hari (Wirioatmodjo, 1977) (Gambar 8).
Gambar 8. Imago S. inferens
Parasititasi Sturmiopsis inferens
Sturmiopsis inferens tergolong ke dalam famili Tachinidae yang
merupakan lalat parasit yang sering digunakan sebagai pengendali hayati.
Parasitoid ini memiliki ciri–ciri pada tubuhnya terdapat rambut halus yang lebih
dengan lalat rumah hanya saja lalat ini meletakkan telur atau larva pada tubuh ulat
(serangga lain) dan memiliki rambut yang lebih banyak dari lalat rumah. Larva
akan hidup dalam tubuh inang, bila larva keluar akan menyebabkan kematian
pada inang (Susilo, 2007)
Imago S. inferens meletakkan larvanya pada umur 7 hari pada lubang
gerekan inangnya yaitu larva penggerek batang tebu. Pada umur 8-18 hari telah
banyak inang yang terparasit. Secara umum terdapat kecenderungan bahwa
semakin tua umur induk lalat S. inferens maka akan semakin turun kemampuan
memarasitnya (Rao & Baliga, 1968).
Larva S. inferens apabila telah menemukan inangnya akan bergerak
menuju sela-sela ruas tubuh larva inang dan kemudian masuk ke dalam tubuh
inang. Waktu yang diperlukan larva S. inferens untuk masuk ke dalam tubuh
inang adalah sekitar 15 menit, tergantung pada kondisi inang
(Sudheendrakumar, 1997).
Larva yang memperoleh cukup makanan (tubuh inang) akan dapat
menyelesaikan perkembangannya sedangkan yang tidak mendapatkan makanan
akan mati. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa persaingan antara larva-larva
dalam inangnya hanya didasarkan atas jumlah makanannya (Fergus et al., 2002).
Larva yang diletakkan dekat lubang gerek, akan memasuki lorong gerek.
Larva dapat merayap jauh ke dalam lorong gerek untuk mendapatkan inang
dengan menggunakan kait yang terdapat dalam mulut, larva masuk ke dalam
rongga badan inang melalui bagian kulit yang tipis (Wirioatmodjo, 1977).
Inang biasanya mati menjelang saat larva menjadi pupa. Larva yang keluar
dengan lubang keluar. Dalam satu inang dapat dijumpai lebih dari satu parasit
(Smith et al., 1993).
Nisbah Kelamin
Nisbah kelamin dan reproduksi parasitoid dipengaruhi oleh umur dan
kepadatan populasi inang. Telur inang tua menghasilkan jumlah parasitoid yang
lebih sedikit dan proporsi jantan yang lebih banyak dibandingkan dengan telur
inang muda. Demikian juga umur parasitoid mempengaruhi kemampuan
reproduksi dan penurunan proporsi betina. Persentase betina yang banyak akan
menguntungkan bagi perbanyakan massal. Jumlah betina yang keluar merupakan
faktor penting yang dapat menentukan keberhasilan parasitoid mengendalikan
populasi inangnya dan dapat menjadi indikator potensi parasitoid dalam
mempertahankan hidupnya di lapangan (Mangangantung, 2001).
Nisbah kelamin juga dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti karakteristik
spermatozoa, viabilitas, transformer gen, pautan dan resesif, segregation
distortion dan umur jantan. Hal ini membuktikan faktor yang berasal dari dalam
parasitoid juga sangat mempengaruhi perbandingan nisbah jantan maupun nisbah
betina parasitoid (Welch, 2006).
Keadaan inang seperti ukuran, kualitas inang atau kepadatan inang akan
mempengaruhi nisbah kelamin. Jika inang relatif besar, imago akan menghasilkan
parasitoid yang memiliki kelamin betina lebih banyak dibanding kelamin jantan
(Anggraeni &Jamili, 2012).
Semakin banyak betina yang dihasilkan, maka semakin banyak keturunan
yang dapat dihasilkan. Dalam suatu populasi, kecenderungan betina untuk
menghasilkan keturunan betina lebih banyak daripada keturunan jantan akan
suatu populasi dibandingkan jantan. Jadi, populasi yang memiliki
individu-individu yang cenderung untuk mempunyai keturunan betina akan lebih
bugar. Proporsi jumlah keturunan betina yang lebih banyak diduga karena
kecenderungan imago betina parasitoid meletakkan telur-telur jantan pada inang
yang kecil dan meletakkan telur-telur betina pada inang yang besar
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Balai Riset dan Pengembangan
Tebu PTPN II Sei Semayang (+50 m di atas permukaan laut) dan dimulai
November 2013 sampai Januari 2014.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah imago S. inferens, larva
P. castaneae instar 4, madu, akuades, gelagah, kapas dan label.
Alat yang digunakan adalah kassa, kain sungkup, kuas, cepuk bertutup
dengan ukuran tinggi 2 cm dan diameter 2,5 cm, cawan petri, pinset, gabus,
gunting, kaca cembung, pisau, gelas ukur, stopwatch, kamera dan alat tulis.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial
dengan dua faktor dan tiga ulangan.
Faktor 1 = Jumlah larva P. castaneae instar ke - 4
A1 = 30 larva
A2 = 40 larva
A3 = 50 larva
Faktor 2 = Lama inokulasi larva S. inferens ke dalam tubuh larva P. castaneae
B1 = 25 menit
B2 = 35 menit
Kombinasi Penelitian
Jumlah ulangan diperoleh dari:
(t-1)(r-1) ≥ 15
(9-1) (r-1) ≥ 15
8r-8 ≥ 15
8r ≥ 23
r ≥ 2,875
Jumlah ulangan : 3
Jumlah perlakuan kombinasi : 9
Jumlah unit percobaan : 27
Model linear dari rancangan yang digunakan adalah:
Yijk= μ + αi+βj+ (αβ)ij + €ijk
Keterangan :
Yijk : Hasil pengamatan pada perlakuan ke-i, perlakuan ke-j, dan ulangan ke-k
μ : Efek dari nilai tengah.
αi : Efek perlakuan pada taraf ke-i.
βj : Efek perlakuan pada taraf ke-j.
(αβ)ij : Efek perlakuan pada taraf ke-i dengan pada taraf ke-j.
€ijk : Efek galat percobaan dari perlakuan pada taraf ke-i, perlakuan pada taraf
ke-j, dan ulangan ke-k
A3B1
A3B2
A3B3 A2B1
A2B2
A2B3 A1B1
A1B2
Terhadap sidik ragam yang nyata, dilanjutkan analisis lanjutan dengan Uji
Jarak Berganda Duncan (DMRT) dengan taraf 5% (Sastrosupadi, 2010).
Pelaksanaan Penelitian Penyediaan inang
Larva P. castaneae diambil dari lapangan kemudian disortir yaitu larva
instar 4 yang berumur ± 50-60 hari.
Persiapan parasitoid
Imago S. inferens jantan dan betina dikawinkan dalam tabung kaca.
Setelah kopulasi, imago jantan dipisahkan dari imago betina. Imago betina yang
telah berkopulasi dipelihara di dalam kotak kassa dengan ukuran panjang 30 cm,
lebar 30 cm dan tinggi 30 cm serta diberi makan 2% madu. Setelah 10 hari
dilakukan pembedahan terhadap imago betina dan diambil larvanya dengan cara
diletakkan pada kaca cembung.
Inokulasi Larva S. inferens
Larva S.inferens diinokulasi 2 ekor pada tubuh bagian permukaan kepala
dan abdomen larva P. castaneae dengan jumlah dan lama inokulasi sesuai
masing-masing perlakuan. Larva yang telah diinokulasi dimasukkan ke dalam
tabung berukuran tinggi 2 cm dan diameter 2,5 cm dan didiamkan selama 1 jam
kemudian larva tersebut dimasukan ke dalam gelagah dengan panjang 15 cm dan
diameter ± 1 cm yang telah dilubangi bagian dalamnya lalu ditutup kembali.
Peubah amatan
1. Persentase Parasititasi
Pengamatan dilakukan 20 hari setelah inokulasi dengan cara membongkar
Persentase larva yang terparasit dapat dihitung dengan rumus:
Keterangan:
Ps = Persentase parasitisme
P = Jumlah larva inang yang terparasit
S = Total larva inang
(Khairiyah, 2008).
2. Tingkat Keberhasilan Parasitoid S. inferens menjadi Imago
Pengamatan dilakukan 20 hari setelah inokulasi kemudian dilakukan
pembongkaran gelagah dengan mengumpulkan larva yang telah terparasit dan
menjadi pupa S. inferens kemudian dihitung jumlah pupa pada masing-masing
perlakuan. Pupa dimasukkan ke dalam cawan petri, lalu dipelihara dalam kotak
kassa kemudian dihitung jumlah pupa S. inferens yang menjadi imago dengan
cara mengamati kotak kassa setiap hari sampai semua pupa menjadi imago.
3. Nisbah Kelamin Jantan dan Betina S. inferens
Untuk mengetahui nisbah kelamin jantan dan betina S. inferens dilakukan
dengan mengamati parasitoid yang muncul dari pupa yang dapat dilihat dengan
kasat mata dan ditunggu hingga parasitoid tersebut mati. Selanjutnya dihitung
imago jantan dan betina S. inferens dari masing–masing perlakuan, sehingga akan
diperoleh nisbah kelamin S. inferens. Ps =
P
S
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Persentase Parasititasi
Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam (Lampiran 2) lama inokulasi
S. inferens terhadap persentase parasititasi pada P. castaneae tidak berpengaruh
[image:34.595.113.512.289.349.2]nyata (Tabel 1).
Tabel 1. Pengaruh lama inokulasi S. inferens terhadap persentase parasititasi pada
P. castaneae.
Lama Inokulasi Jumlah Larva Terparasit (%)
B1 (25 menit) 67,76
B2 (35 menit) 64,07
B3 (45 menit) 63,46
Tabel 1 menunjukkan bahwa persentase parasitasi tertinggi (67,76 %) pada
perlakuan B1 (lama inokulasi 25 menit) dan terendah (63,46 %) pada perlakuan
B3 (lama inokulasi 45 menit). Hal ini disebabkan standar waktu yang optimal
untuk inokulasi adalah 12 detik per larva, sementara pada ketiga perlakuan telah
terjadi penambahan waktu inokulasi lebih dari 12 detik setiap larvanya. Sehingga
semakin lama waktu inokulasi akan mempengaruhi kegagalan parasititasi, yaitu
pada waktu inokulasi larva S. inferens tidak aktif lagi untuk memasit inangnya
akibat pengaruh lingkungan sehingga mengurangi daya parasitoidnya. Hal ini
sesuai dengan penelitian Wirioatmodjo (1977) mengenai parasitoid
Diatraeophaga striatalis Town (Diptera : Tachinidae) pada larva
Chilo auricilius Dugdeon (Lepidoptera : Pyralidae) yang menyatakan bahwa
keberhasilan parasititasi tergantung pada waktu proses peletakan larva ke tubuh
proses peletakan larva semakin tinggi kemampuan memarasitnya sedangkan
semakin lama menyebabkan turunnya kemampuan memarasitnya.
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa pengaruh
jumlah larva S. inferens terhadap persentase parasititasi pada P. castaneae
[image:35.595.110.514.251.312.2]menunjukkan hasil yang tidak berpengaruh nyata (Tabel 2)
Tabel 2. Pengaruh jumlah larva P. castaneae terhadappersentaseparasititasi
Jumlah Larva Jumlah Larva Terparasit (%)
A1 (30 larva) 62,96
A2 (40 larva) 63,89
A3 (50 larva) 68,44
Tabel 2 menunjukan bahwa persentase parasititasi tertinggi (68,44 %)
pada perlakuan A3 (50 larva) dan terendah (63,61 %) pada perlakuan A1
(30 larva). Hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa jumlah inang tidak
mempengaruhi persentase parasititasi dikarenakan larva S. inferens lebih banyak
untuk memarasit inang tersebut. Ditjenbud (2011) menyatakan jumlah larva S.
inferens yang dihasilkan pada satu induk betina sekitar 100-500 larva. Sehingga
semua inang dapat diparasit karena ketersediaan larva S. inferens.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa adanya
perbedaan jumlah larva yang diinokulasikan. Total pupa yang terbentuk
bergantung pada jumlah inang. Semakin besar ketersediaan inang maka keturunan
yang akan dihasilkan oleh parasitoid S. inferens semakin besar jumlahnya.
Saragih et al (1986)menyatakan faktor lingkungan, dalam hal ini kepadatan inang
dan kepadatan parasitoid dapat berpengaruh pada parasitasi parasitoid.
Selanjutnya penelitian ini tidak berbeda jauh dengan Thomson (2012) mengenai
Ormia ochracea (Diptera : Tachinidae) pada Gryllus texentis (Orthoptera :
mempengaruhi jumlah keturunan dari parasitoid, semakin banyak inang yang
diparasit maka jumlah keturunannya akan semakin banyak.
Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa pengaruh interaksi jumlah
inang dan lama inokulasi P. castaneae yang digunakan tidak berpengaruh nyata
terhadap persentase parasititasi (Lampiran 2). Persentase larva yang terparasit
tertinggi (57,47%) pada perlakuan A2B1 (40 larva 25 menit) dan terendah
(47,39 %) pada perlakuan A2B3 (40 larva 45 menit).
[image:36.595.119.512.346.508.2]2. Tingkat Keberhasilan Pupa S. inferens menjadi Imago
Tabel 3. Pengaruh interaksi lama inokulasi dan jumlah inang terhadap tingkat keberhasilan pupa S. inferens menjadi imago
Perlakuan Jumlah Pupa Menjadi Imago (%)
A1B1 (30 larva 25 menit) 100
A1B2 (30 larva 35 menit) 100
A1B3 (30 larva 45 menit) 100
A2B1 (40 larva 25 menit) 100
A2B2 (40 larva 35 menit) 100
A2B3 (40 larva 45 menit) 100
A3B1 (50 larva 25 menit) 100
A3B2 (50 larva 35 menit) 100
A3B3 (50 larva 45 menit) 100
Tabel 3 menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan pupa S. inferens
menjadi imago pada setiap perlakuan yaitu sebesar 100% (Lampiran 3) yang
berarti bahwa semua pupa S. inferens yang dipelihara dalam kelambu menjadi
imago. Hal ini dikarenakan nutrisi dari tubuh larva P.castaneae dapat memenuhi
kebutuhan larva S. inferens, sehingga larva tersebut dapat melanjutkan siklus
hidupnya. Hal ini sesuai dengan penelitian Foerster & Doetzer (2002) mengenai
parasitoid Peleteria robusta (Diptera : Tachinidae) dengan larva Mythmina sequax
(Lepidoptera : Noctuidae) yang menyatakan semakin tinggi daya parasitasinya
(berlanjut ke stadia berikutnya) seekor larva parasitoid harus dapat memarasit
inang untuk dapat hidup. Memarasit inang berarti larva mendapatkan makanan
untuk tumbuh dan berkembang, apabila nutrisi yang diperoleh larva tidak optimal
dapat menyebabkan gagalnya larva melanjutkan ke stadia berikutnya. Lebih lanjut
Verly et al., (1973) menyatakan bahwa larva yang memperoleh makanan yang
cukup dapat menyelesaikan perkembangannya, sedangkan yang tidak
mendapatkan makanan akan mati. Keberhasilan larva menjadi pupa umumnya
berlangsung 20 hari setelah inokulasi dan melanjutkan hidup ke stadia imago.
3. Nisbah Kelamin Jantan dan Betina S. inferens
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa pengaruh
lama inokulasi larva S. inferens ke dalam tubuh larva P. castaneae berpengaruh
nyata terhadap nisbah kelamin (Tabel 4)
Tabel 4. Pengaruh jumlah larva P. castaneae terhadap nisbah kelamin jantan dan betina S. inferens
Jumlah Larva Jumlah Parasitoid S. inferens (ekor) Nisbah Kelamin
Jantan Betina Jantan Betina
A1 (30 larva) 9,33c 9,56c 1 0,9
A2 (40 larva) 13,67b 11,67b 1,1 0.8
A3 (50 larva) 17,22a 16,67a 1 0.9
Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5 %
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa jumlah S. inferens jantan tertinggi
(17,22 ekor) pada perlakuan A3 (50 larva) dan terendah (9,33 ekor) pada
perlakuan A1 (30 larva) sedangkan jumlah S. inferens betina tertinggi (16,67 ekor)
pada perlakuan A3 (50 larva) dan terendah (9,56 ekor) pada perlakuan A1 (30
larva). Imago parasitoid jantan yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan imago
parasitoid betina serta jumlah imago tertinggi terdapat pada perlakuan 50 larva.
dihasilkan. Sesuai dengan penelitian Davis et al., (2013) mengenai parasitoid
Zelia vertebrata (Diptera : Tachinidae) dengan larva Odontotaenius disjunctus
(Coleoptera: Passalidae) yang menyatakan jumlah inang berlimpah maka jumlah
keturunan dapat meningkat. Parasitoid umumnya bergantung pada kerapatan
inang, dengan demikian semakin banyak ketersediaan inang semakin banyak pula
inang yang terparasit, begitu pula sebaliknya.
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa jumlah parasitoid jantan yang muncul
lebih tinggi dibandingkan betina. Nisbah kelamin S.inferens yang diperoleh dari
hasil penelitian dapat dilihat pada lampiran 4 yaitu total parasitoid jantan 367 ekor
(51,84 %) dan total parasitoid betina 341 ekor (48,16 %) maka nisbah jantan
dengan betina 1,1:1. Hasil pengamatan terhadap nisbah kelamin S. inferens dalam
penelitian ini tidak berbeda dengan hasil penelitian Saragih et al., (2006)
mengenai parasitoid S.inferens pada larva P. castaneae yang menyatakan bahwa
perbandingan antara imago jantan dan imago betina S.inferens 1,13 : 1,
perbandingan tersebut menunjukkan jumlah imago jantan lebih besar dari imago
betina. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang mempengaruhi
S.inferens. Selanjutnya penelitian dari Welch (2006) mengenai Ormia deplete
(Diptera : Tachinidae) pada Scapteriscus spp (Orthoptera : Gryllotalpidae) yang
menyatakan bahwa nisbah kelamin dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti
karakteristik spermatozoa, viabilitas, transformer gen, pautan dan resesif, suhu,
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Persentase parasitasi tertinggi (67,76 %) terdapat pada perlakuan B1 (lama
inokulasi 25 menit) dan terendah (63,46 %) terdapat pada perlakuan B3 (lama
inokulasi 45 menit).
2. Persentase larva yang terparasit tertinggi (68,44 %) pada perlakuan A3
(jumlah inang 50 larva) dan terendah (63,61 %) pada perlakuan A1 (jumlah
inang 30 larva).
3. Hasil pengamatan tingkat keberhasilan pupa S. inferens menjadi imago yaitu
100%
4. Nisbah kelamin jantan dengan betina yang diperoleh dari hasil penelitian yaitu
dengan perbandingan 1,1:1.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang pengaruh lama inokulasi 20,
30, 40 menit dengan perbandingan jumlah 1, 2, 3 larva S. inferens untuk
mengetahui keberhasilan pupa S.inferens menjadi imago yang dihasilkan dari
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, T. & A. Jamili. 2012. Sex Ratio Parasitoid Telur
Hadronotus leptocorisae (Hymenoptera: Scelionidae) Pada Telur
Leptocorisa acuta (Hemiptera: Alydae) Muda dan Dewasa. J. Agroteksos
22(1):43-47
Borror, D. J., D. M. Delong & C. A. Triplehorn. 1992. An Introduction to The Study of Insects. Fifth Edition. Saunder College, New York.
BPTTD. 1979. Hama dan Penyakit Tanaman Tebu. Balai Penelitian Tanaman Tebu dan Tembakau Deli, Medan. Hlm 15-16.
Chinwada, P., W. A. Overholt, C. O. Omwega & J. M. Mueke. 2004. Biology of
Sturmiopsis parasitica (Diptera: Tachinidae) and Suitability of Three Cereal Stem Borers (Lepidoptera: Crambidae, Noctuidae) for Its Development. Entomol. Soc. Am. 97(1):153-160.
Davis, A. K., E. Cornelius & D. Cox. 2013. Tachinid (Diptera: Tachinidae) Parasitism in Adult Horned Passalus beetles (Coleoptera: Passalidae) at
the Wormsloe Historic Site, Savannah, Georgia.
J. Entomol. Sci. 48(3):1-3.
Deptan. 1994. Pengendalian Hama Terpadu. Direktorat Jendral Perkebunan. Direktorat Bina Perlindungan Tanaman, Medan.
Ditjenbun. 2011. Lalat Sturmiopsis Sahabat Petani Tebu.
Diyasti, F. 2010. Waspada Penggerek Batang Tebu Raksasa. PT. Bale, Bandung.
Fergus, K.A. Kidd, & C.A. Nalepa. 2002. Beneficial Insects Laboratory. North Carolina Department of Agriculture & Consumer Services, North Carolina.
Foerster, L. A. & A. K. Doetzer. 2002. Host Instar Preference of
Peleteria robusta (Wiedman) (Diptera: Tachinidae) and Development in Relation to Temperature. Neotrop. Entomol. 31(3):405-409.
Godfray, H. C. J. 1994. Parasitoids, Behavioral and Evolutionary Ecology. Princeton University Press, New Jersey.
James, E & D. M. Wood. 2006. Tachinidae. Ann. Rev. Entomol, Canada.
Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pest Of Crop In Indonesian. Revised and Translated
Khairiyah, U. 2008. Daya Parasitasi Lalat (Sturmiopsis inferens Town) (Diptera: Tachinidae) Turunan Dari Beberapa Hasil Perkawinan Pada Larva Penggerek Batang Tebu Raksasa (Phragmatoecia castaneae Hubner) (Lepidoptera: Cossidae) di Laboratorium. Skripsi. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Mahrub, E. 2000. Evaluasi Potensi Parasitoid Penggerek Pucuk Tebu di Kabupaten Bantul. J. Perlind. Tan. Indonesia 6(1):18-22.
Mangangantung, H. 2001. Kebugaran Enam Populasi Parasitoid Trichogrammatidae (Hymenoptera) dari Jawa Barat dan Jawa Tengah yang
Dibiakkan pada Serangga Inang Corcyra cephalonica S. (Lepidoptera: Pyralidae). Skripsi. Bogor. Institut Pertanian Bogor,
Fakultas Pertanian.
Nugroho, B. A. 2009. Hama Penggerek Pucuk dan Teknik Pengendaliannya. www.ditjenbun.deptan.go.id. (5 Agustus 2013).
Pramono, D. 2005. Pengelolaan Hama Tebu Secara Terpadu-2. Dioma, Malang.
. 2007. Program EWS Sebagai Dasar Penentuan Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Hama Secara Terpadu (PHT) Pada Penggerek Batang Raksasa di Kawasan PTPN II Persero, Medan.
PTPN II (Persero). 2001. Pengendalian Secara Hayati Penggerek Batang Raksasa
(Phragmatoecia castaneae Hubner) Pada Tanaman Tebu. PTPN II Tg. Morawa, Medan.
Purnama, A. 2007. Pengendalian Hama Penggerek Tebu (Phragmatoecia castaneae). Penelitian Tembakau Deli PTPN II, Medan.
P3GI (Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia). 2011. Konsep Peningkatan Rendemen untuk Mendukung Program Akselerasi Industri Gula Nasional. www.isri@telkom.net. (5 Agustus 2013).
Rao, K. J., & H. Baliga, 1968. Sturmiopsis inferens a Tachinid Parasite of Sugarcane and Paddy Stem Borrers, in Techinical Bulletin of the CIBC. Commonwealth Agricultural Bureaux. India. P.33-47.
Saragih, R., Harahap, C. P. & Boedijono. 2006. Perkawinan
Sturmiopsis inferens Town, Lalat Parasit dari Phragmatoecia castaneae
Hubner. PTP IX, Medan.
Saragih, R., Zuraida, B. & Z. Abidin. 1986. Pembiakan Sturmiopsis inferens
Sastrosupadi, A. 2010. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Kanisius, Jakarta.
Smith Jr., J. W., R. N. Wiednmann & W. A. Overholt. 1993. Parasites of Lepidopteran Stemborers of Tropical Gramineous Plant. ICIPE Science Press, Nairobi.
Sudheendrakumar, V. V. 1997. Evaluation of Parasitoides for Hayatical Control of the Teak Defoliator. Kerala Forest Research Institute Peechi, Thrissur. P.26.
Sunaryo, Suroyo, & H. Ubandi. 1988. Hayati Sturmiopsis inferens. Pertemuan Tengah Tahun II Budidaya Tebu Lahan Kering P3GI, Pasuruan.
Susilo, F. X. 2007. Pengendalian Hayati dengan Memberdayakan Musuh Alami Hama Tanaman. Graha Ilmu, Yogyakarta. Hlm 106-107.
Suryana, A. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Tebu. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.
Thomson, I. R., C. M. Vincent & S. M. Bertram. 2012. Success of the Parasitoid Fly Ormia ochracea (Diptera:Tachinidae) on Natural and Unnatural Cricket Hosts. J.Florida Entomol. 95(1):43-48.
Welch, C. H. 2006. Intraspecific Competition for Resources by Ormia depleta (Diptera: Tachinidae) Larvae. J. Florida Entomol. 89(4):497-501.
Wirioatmodjo, B. 1977. Hayati Lalat Jatiroto,
Diatraeophaga striatalis Townsend dan Penerapannya dalam
Pengendalian Penggerek Berkilat, Chilo auricilius Dudgeon. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Lampiran 1. Bagan Penelitian
II III I
A1B1 A3B3 A3B1
A2B2 A1B1 A2B2
A3B1 A2B3 A1B3
A3B3 A3B1 A3B2
A1B2 A2B2 A2B1
A2B3 A3B2 A2B3
A2B1 A1B3 A1B1
A3B2 A2B1 A1B2
A1B3 A1B2 A3B3
Keterangan :
A1B1 = Jumlah P. castaneae 30 larva dengan lama inokulasi 25 menit
A1B2 = Jumlah P. castaneae 30 larva dengan lama inokulasi 35 menit
A1B3 = Jumlah P. castaneae 30 larva dengan lama inokulasi 45 menit
A2B1 = Jumlah P. castaneae 40 larva dengan lama inokulasi 25 menit
A2B2 = Jumlah P. castaneae 40 larva dengan lama inokulasi 35 menit
A2B3 = Jumlah P. castaneae 40 larva dengan lama inokulasi 45 menit
A3B1 = Jumlah P. castaneae 50 larva dengan lama inokulasi 25 menit
A3B2 = Jumlah P. castaneae 50 larva dengan lama inokulasi 35 menit
Lampiran 2. Data Persentase Parasititasi S. inferens terhadap P. castaneae Persentase Parasititasi
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
A1B1 46.67 70.00 76.67 193.34 64.45 A1B2 56.67 66.67 53.33 176.67 58.89 A1B3 60.00 66.67 70.00 196.67 65.56 A2B1 80.00 67.50 65.00 212.50 70.83 A2B2 62.50 65.00 72.50 200.00 66.67 A2B3 52.50 55.00 55.00 162.50 54.17 A3B1 72.00 54.00 78.00 204.00 68.00 A3B2 60.00 84.00 56.00 200.00 66.67 A3B3 70.00 72.00 70.00 212.00 70.67
[image:44.595.152.473.139.350.2] [image:44.595.158.467.571.680.2]Total 560.34 600.84 596.50 1757.68 Rataan 62.26 66.76 66.28 65.10
Tabel Dwi Kasta Total Lama Inokulasi
Jumlah Inang
Total Rataan
A1 A2 A3
B1 193.34 212.50 204.00 609.84 203.28 B2 176.67 200.00 200.00 576.67 192.22 B3 196.67 162.50 212.00 571.17 190.39 Total 566.68 575.00 616.00 1757.68 Rataan 188.89 191.67 205.33 195.30
Tabel Dwi Kasta Rataan Lama
Inokulasi
Jumlah Inang
Total Rataan
A1 A2 A3
Transformasi arcsin √X
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
A1B1 43.09 56.79 61.12 161.00 53.67 A1B2 48.83 54.74 46.91 150.48 50.16 A1B3 50.77 54.74 56.79 162.30 54.10 A2B1 63.43 55.24 53.73 172.41 57.47 A2B2 52.24 53.73 58.37 164.34 54.78 A2B3 46.43 47.87 47.87 142.17 47.39 A3B1 58.05 47.29 62.03 167.37 55.79 A3B2 50.77 66.42 48.45 165.64 55.21 A3B3 56.79 58.05 56.79 171.63 57.21
[image:45.595.137.486.112.323.2]Total 470.41 494.87 492.05 1457.33 Rataan 52.27 54.99 54.67 53.98
Tabel Dwi Kasta Total Lama Inokulasi
Jumlah Inang
Total Rataan
A1 A2 A3
B1 161.00 172.41 167.37 500.78 166.93 B2 150.48 164.34 165.64 480.46 160.15 B3 162.30 142.17 171.63 476.10 158.70 Total 473.77 478.92 504.64 1457.33 Rataan 157.92 159.64 168.21 161.93
Tabel Dwi Kasta Rataan Lama
Inokulasi
Jumlah Inang
Total Rataan
A1 A2 A3
Daftar Sidik Ragam
SK Db JK KT Fhit F.05 F.01 Ket
A 2.00 60.77 30.39 0.89 3.55 6.01 tn B 2.00 38.56 19.28 0.57 3.55 6.01 tn AxB 4.00 159.17 39.79 1.17 2.93 4.58 tn
Galat 18.00 613.96 34.11
Total 26.00 872.47
FK= 78659.90 KK= 0.67 %
Ket: * = nyata
Lampiran 3. Tingkat Keberhasilan Pupa S.inferens menjadi Imago
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
A1B1 100.00 100.00 100.00 300.00 100.00 A1B2 100.00 100.00 100.00 300.00 100.00 A1B3 100.00 100.00 100.00 300.00 100.00 A2B1 100.00 100.00 100.00 300.00 100.00 A2B2 100.00 100.00 100.00 300.00 100.00 A2B3 100.00 100.00 100.00 300.00 100.00 A3B1 100.00 100.00 100.00 300.00 100.00 A3B2 100.00 100.00 100.00 300.00 100.00 A3B3 100.00 100.00 100.00 300.00 100.00
Lampiran 4. Data Nisbah Kelamin Jantan dan Betina S. inferens (ekor) 1. Nisbah Kelamin Jantan
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
A1B1 6.00 10.00 12.00 28.00 9.33
A1B2 8.00 9.00 10.00 27.00 9.00 A1B3 10.00 9.00 10.00 29.00 9.67 A2B1 15.00 15.00 16.00 46.00 15.33 A2B2 13.00 14.00 15.00 42.00 14.00 A2B3 12.00 12.00 13.00 37.00 12.33 A3B1 19.00 15.00 20.00 54.00 18.00 A3B2 16.00 20.00 16.00 52.00 17.33 A3B3 17.00 17.00 18.00 52.00 17.33
[image:48.595.156.469.136.352.2] [image:48.595.159.468.559.670.2]Total 116.00 121.00 130.00 367.00 Rataan 12.89 13.44 14.44 13.59
Tabel Dwi Kasta Total Lama Inokulasi
Jumlah Inang
Total Rataan
A1 A2 A3
B1 28.00 46.00 54.00 128.00 42.67 B2 27.00 42.00 52.00 121.00 40.33 B3 29.00 37.00 52.00 118.00 39.33 Total 84.00 125.00 158.00 367.00
Rataan 28.00 41.67 52.67 40.78
Tabel Dwi Kasta Rataan Lama
Inokulasi
Jumlah Inang
Total Rataan
A1 A2 A3
B1 9.33 15.33 18.00 42.67 14.22 B2 9.00 14.00 17.33 40.33 13.44 B3 9.67 12.33 17.33 39.33 13.11 Total 28.00 41.67 52.67 122.33
Transformasi √X + 0,5
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
A1B1 2.55 3.24 3.54 9.33 3.11
A1B2 2.92 3.08 3.24 9.24 3.08 A1B3 3.24 3.08 3.24 9.56 3.19 A2B1 3.94 3.94 4.06 11.94 3.98 A2B2 3.67 3.81 3.94 11.42 3.81 A2B3 3.54 3.54 3.67 10.75 3.58 A3B1 4.42 3.94 4.53 12.88 4.29 A3B2 4.06 4.53 4.06 12.65 4.22 A3B3 4.18 4.18 4.30 12.67 4.22
Total 32.51 33.33 34.58 100.43
[image:49.595.154.469.112.325.2] [image:49.595.155.468.112.327.2]Rataan 3.61 3.70 3.84 3.72
Tabel Dwi Kasta Total Lama Inokulasi
Jumlah Inang
Total Rataan
A1 A2 A3
B1 9.33 11.94 12.88 34.14 11.38 B2 9.24 11.42 12.65 33.31 11.10 B3 9.56 10.75 12.67 32.98 10.99 Total 28.13 34.10 38.20 100.43
Rataan 9.38 11.37 12.73 11.16
Tabel Dwi Kasta Rataan Lama
Inokulasi
Jumlah Inang
Total Rataan
A1 A2 A3
B1 3.11 3.98 4.29 11.38 3.79 B2 3.08 3.81 4.22 11.10 3.70 B3 3.19 3.58 4.22 10.99 3.66 Total 9.38 11.37 12.73 33.48
Daftar Sidik Ragam
SK db JK KT Fhit F.05 F.01 Ket
A 2.00 5.70 2.85 51.83 3.55 6.01 ** B 2.00 0.08 0.04 0.73 3.55 6.01 tn AxB 4.00 0.19 0.05 0.85 2.93 4.58 tn Galat 18.00 0.99 0.06
Total 26.00 6.96
FK= 373.54 Ket: *=nyata
KK= 9.68 **=sangat nyata
tn=tidak nyata
Uji Jarak Duncan Jumlah Inang
SY 0.08
9.10 13.42 16.97
P 2 3 4
SSR 0.05 2.97 3.12 3.21 LSR 0.05 0.23 0.24 0.25
Perlakuan A1 A2 A3
Rataan 9.33 13.67 17.22 a b
c
2. Nisbah Kelamin Betina (ekor)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
A1B1 8.00 11.00 11.00 30.00 10.00 A1B2 9.00 11.00 6.00 26.00 8.67 A1B3 8.00 11.00 11.00 30.00 10.00 A2B1 17.00 12.00 10.00 39.00 13.00 A2B2 12.00 12.00 14.00 38.00 12.67 A2B3 9.00 10.00 9.00 28.00 9.33 A3B1 17.00 12.00 19.00 48.00 16.00 A3B2 14.00 22.00 12.00 48.00 16.00 A3B3 18.00 19.00 17.00 54.00 18.00
Total 112.00 120.00 109.00 341.00
Tabel Dwi Kasta Total Lama Inokulasi
Jumlah Inang
Total Rataan
A1 A2 A3
B1 30.00 39.00 48.00 117.00 39.00 B2 26.00 38.00 48.00 112.00 37.33 B3 30.00 28.00 54.00 112.00 37.33 Total 86.00 105.00 150.00 341.00
Rataan 28.67 35.00 50.00 37.89
Table Dwi Kasta Rataan Lama
Inokulasi
Jumlah Inang
Total Rataan
A1 A2 A3
B1 10.00 13.00 16.00 39.00 13.00 B2 8.67 12.67 16.00 37.33 12.44 B3 10.00 9.33 18.00 37.33 12.44 Total 28.67 35.00 50.00 113.67
Rataan 9.56 11.67 16.67 12.63
Transformasi √X + 0,5
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
A1B1 2.92 3.39 3.39 9.70 3.23
A1B2 3.08 3.39 2.55 9.02 3.01 A1B3 2.92 3.39 3.39 9.70 3.23 A2B1 4.18 3.54 3.24 10.96 3.65 A2B2 3.54 3.54 3.81 10.88 3.63 A2B3 3.08 3.24 3.08 9.40 3.13 A3B1 4.18 3.54 4.42 12.13 4.04 A3B2 3.81 4.74 3.54 12.09 4.03 A3B3 4.30 4.42 4.18 12.90 4.30
Total 32.01 33.18 31.60 96.78
[image:51.595.158.468.432.642.2]Tabel Dwi Kasta Total
Perlakuan A1 A2 A3 Total Rataan B1 9.70 10.96 12.13 32.79 10.93 B2 9.02 10.88 12.09 31.99 10.66 B3 9.70 9.40 12.90 32.00 10.67 Total 28.42 31.24 37.12 96.78
Rataan 9.47 10.41 12.37 10.75
Tabel Dwi Kasta Rataan
Perlakuan A1 A2 A3 Total Rataan B1 3.23 3.65 4.04 10.93 3.64 B2 3.01 3.63 4.03 10.66 3.55 B3 3.23 3.13 4.30 10.67 3.56 Total 9.47 10.41 12.37 32.26
Rataan 3.16 3.47 4.12 3.58
Daftar Sidik Ragam
SK db JK KT Fhit F.05 F.01 Ket
A 2.00 4.38 2.19 16.15 3.55 6.01 **
B 2.00 0.05 0.02 0.17 3.55 6.01 tn
AxB 4.00 0.70 0.18 1.30 2.93 4.58 tn Galat 18.00 2.44 0.14
Total 26.00 7.57
FK= 346.93 Ket: *=nyata
KK= 10.04 **=sangat nyata
tn=tidak nyata Uji Jarak Duncan
Jumlah Inang
SY 0.12
9.19 11.28 15.94
P 2 3 4
SSR 0.05 2.97 3.12 3.21 LSR 0.05 0.36 0.38 0.39
Perlakuan A1 A2 A3 Rataan 9.56 11.67 16.33
a b
Lampiran 5. Foto Penelitian
Tempat Pemeliharaan Pupa menjadi Imago S. inferens
Tempat Pemeliharaan Larva P. castaneae yang Gelagah yang dibongkar untuk telah diinokulasi Larva S.inferens mengumpulkan pupa S.inferens