• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Lamanya Inokulasi Sturmiopsis inferens Town (Diptera: Tachinidae) terhadap Jumlah Inang Phragmatoecia Castaneae Hubner (Lepidoptera: Cossidae) di Laboratorium

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Lamanya Inokulasi Sturmiopsis inferens Town (Diptera: Tachinidae) terhadap Jumlah Inang Phragmatoecia Castaneae Hubner (Lepidoptera: Cossidae) di Laboratorium"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH LAMANYA INOKULASI Sturmiopsis inferens Town (Diptera: Tachinidae) TERHADAP JUMLAH INANG Phragmatoecia castaneae Hubner

(Lepidoptera: Cossidae) DI LABORATORIUM

SKRIPSI

OLEH :

TETRA FEBRYANDI SAGALA 090301079

AGROEKOTEKNOLOGI

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(2)

PENGARUH LAMANYA INOKULASI Sturmiopsis inferens Town (Diptera : Tachinidae) TERHADAP JUMLAH INANG Phragmatoecia castaneae Hubner

(Lepidoptera : Cossidae) DI LABORATORIUM

SKRIPSI

OLEH :

TETRA FEBRYANDI SAGALA 090301079

AGROEKOTEKNOLOGI

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(3)

Judul : Pengaruh Lamanya Inokulasi Sturmiopsis inferens Town (Diptera: Tachinidae) terhadap Jumlah Inang Phragmatoecia castaneae Hubner (Lepidoptera: Cossidae) di Laboratorium

Nama : TETRA FEBRYANDI SAGALA

NIM : 090301079

Program Studi : Agroekoteknologi

Minat : Hama dan Penyakit Tumbuhan

Disetujui oleh : Dosen Pembimbing

(Prof. Dr. Dra. Maryani Cyccu Tobing, MS) (Dr. Lisnawita, SP, MSi

Ketua Anggota

)

Mengetahui,

(Prof. Dr. Ir. T. Sabrina, MSc Ketua Program Studi Agroekoteknologi

(4)

ABSTRAK

Tetra Febryandi Sagala. 2014. Pengaruh Lamanya Inokulasi

Sturmiopsis inferens Town. (Diptera : Tachinidae) terhadap Jumlah Inang

Phragmatoecia castaneae Hubner (Lepidoptera : Cossidae) di Laboratorium, di bawah bimbingan Maryani Cyccu Tobing dan Lisnawita. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan S. inferens (Diptera : Tachinidae) menjadi imago setelah diinokulasi larva P. castaneae (Lepidoptera : Cossidae) dengan jumlah inang dan lama inokulasi yang berbeda di laboratorium. Penelitian dilakukan di Laboratorium Balai Riset dan Pengembangan Tebu Sei Semayang, Binjai, Medan, Sumatera Utara pada bulan November 2013 sampai Januari 2014. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah jumlah inang (30, 40, 50 larva), faktor kedua adalah lama inokulasi (25, 35, 45 menit). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lama inokulasi dan jumlah larva serta interaksi keduanya tidak mempengaruhi keberhasilan pupa menjadi imago. Nisbah kelamin S. inferens berpengaruh terhadap keturunan yang dihasilkan dengan rerata nisbah kelamin jantan dan betina adalah 1,1 : 1.

(5)

ABSTRACT

Tetra Febryandi Sagala. 2014. The effect of Inoculation Period Sturmiopsis inferens Town (Diptera : Tachinidae) on Larvae Number of

Phragmatoecia castaneae Hubner (Lepidoptera : Cossidae) in Laboratory, supervised by Maryani Cyccu Tobing and Lisnawita. The objective of the research was to study the successful level of S. inferens adult (Diptera : Tachinidae) after inoculated the larvae of P. castaneae (Lepidoptera : Cossidae) with different types of the inoculation periode and larvae numbers in Laboratory. The research was conducted in Laboratory of Sugarcane Research and Development Sei Semayang, Binjai, Medan, North Sumatera from November 2013 until January 2014. The method used Randomized Complete Design with two factors and three replications. The first factor was larvae numbers (30, 40, 50 larvae) and the second factor was inoculation period (25, 35, 45 minutes). The results showed that inoculation period, larvae numbers and interaction of both did not effected the successful pupa become imago. Sex ratio of S. inferens effected on the sex ratio of progeny producted with average male and female of sex ratio is 1,1 : 1.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Tetra Febryandi Sagala, dilahirkan di Medan, Sumatera Utara pada tanggal 10 Februari 1992 dari pasangan Ayahanda Alm. Drs. B. B. Sagala, MM

dan Ibunda M. Hutagalung. Penulis merupakan anak ke-4 dari 4 bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis, yaitu:

- Lulus dari Sekolah Dasar YPS. Teladan Sumatera Utara pada tahun 2003.

- Lulus dari Sekolah Menengah Pertama Free Methodist Medan, pada tahun

2006.

- Lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 15 Medan pada tahun 2009.

- Pada tahun 2009 diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Medan, Program Studi Agroekoteknologi melalui jalur SPMB.

Pendidikan informal yang pernah ditempuh diantaranya :

- Tahun 2011 mengikuti Seminar Pertanian “Meningkatkan Ketahanan pangan

Nasional”.

- Tahun 2011 mengikuti Seminar “Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit

Berkelanjutan”.

- Tahun 2012 mengikuti Seminar “Optimalisasi Sistem Pertanian Untuk

Menekan Dampak perubahan iklim Guna Terwujudnya Pertanian

Berkelanjutan”.

- Tahun 2012 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Kebun

Rambutan, PTPN III, Kab. Serdang Bedagai, Sumatera Utara.

- Tahun 2013 melaksanakan penelitian di Balai Riset dan Pengembangan Tebu

(7)

Penulis pernah aktif dalam organisasi kemahasiswaan :

- Tahun 2009-2014 aktif sebagai anggota organisasi Kegiatan Mahasiswa

Kristen (KMK) unit pelayanan Fakultas Pertanian USU, Medan.

- Tahun 2009-2014 aktif sebagai anggota organisasi Himpunan Mahasiswa

Agroekoteknologi (Himagrotek) di Fakultas Pertanian USU, Medan.

- Tahun 2009-2014 aktif sebagai anggota organisasi Himpunan Mahasiswa

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

atas anugerah dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

baik.

Adapun judul penelitian ini adalah “Pengaruh Lamanya Inokulasi Sturmiopsis inferens Town. (Diptera: Tachinidae) terhadap Jumlah Inang Phragmatoecia castaneae Hubner (Lepidoptera: Cossidae) di Laboratorium” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana pada

Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Komisi

Pembimbing Prof. Dr. Dra. Maryani Cyccu Tobing, MS selaku Ketua dan

Dr. Lisnawita, SP, MSi selaku Anggota yang telah memberi saran dan bimbingan

dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan

mempunyai kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran

yang bersifat membangun demi penyempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih. Semoga skripsi ini

bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2014

(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Hipotesis Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) 5 Gejala serangan ... 7

Pengendalian ... 8

Biologi Sturmiopsis inferens Town. (Diptera : Tachinidae) ... 10

Parasititasi Sturmiopsis inferens ... 12

Nisbah Kelamin ... 13

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 15

Bahan dan Alat ... 15

Metode Penelitian ... 15

Pelaksanaan Penelitian ... 17

Penyediaan inang ... 17

Persiapan parasitoid ... 17

Inokulasi larva S. inferens ... 17

Peubah Amatan ... 17

Persentaseparasititasi ... 17

Tingkat keberhasilan parasitoid S. inferens menjadi imago... 18

(10)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Persentase Parasititasi ... 19 Tingkat Keberhasilan Parasitoid S. inferens menjadi Imago ... 21 Nisbah Kelamin Jantan dan Betina S. inferens ... 22

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 24 Saran ... 24

(11)

DAFTAR TABEL

No. Keterangan Hlm

Tabel 1. Pengaruh lama inokulasi S. inferens terhadap persentase parasititasi pada P. castaneae ... 19

Tabel 2. Pengaruh jumlah larva P. castaneae terhadap persentase parasititasi ... 20

Tabel 3. Pengaruh interaksi lama inokulasi dan jumlah inang terhadap tingkat keberhasilan pupa S. inferens menjadi imago ... 21

Tabel 4. Pengaruh jumlah larva P. castaneae terhadap nisbah kelamin jantan dan betina S. inferens ... 22

(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan Hlm

1. Telur P. castaneae ... 5

2. Larva P. castaneae ... 6

3. Pupa P. castaneae ... 6

4. Imago P. castaneae ... 7

5. Gejala Serangan P. castaneae ... 7

6. Larva S. inferens ... 10

7. Pupa S. inferens ... 11

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Keterangan Hlm

1. Lampiran 1. Bagan Penelitian ... 28

2. Lampiran 2. Data Persentase Parasititasi S. inferens terhadap P. castaneae ... 29

3. Lampiran 3. Tingkat Keberhasilan Pupa S.inferens menjadi Imago ... 32

4. Lampiran 4. Data Nisbah Kelamin Jantan dan Betina (ekor) ... 33

(14)

ABSTRAK

Tetra Febryandi Sagala. 2014. Pengaruh Lamanya Inokulasi

Sturmiopsis inferens Town. (Diptera : Tachinidae) terhadap Jumlah Inang

Phragmatoecia castaneae Hubner (Lepidoptera : Cossidae) di Laboratorium, di bawah bimbingan Maryani Cyccu Tobing dan Lisnawita. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan S. inferens (Diptera : Tachinidae) menjadi imago setelah diinokulasi larva P. castaneae (Lepidoptera : Cossidae) dengan jumlah inang dan lama inokulasi yang berbeda di laboratorium. Penelitian dilakukan di Laboratorium Balai Riset dan Pengembangan Tebu Sei Semayang, Binjai, Medan, Sumatera Utara pada bulan November 2013 sampai Januari 2014. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah jumlah inang (30, 40, 50 larva), faktor kedua adalah lama inokulasi (25, 35, 45 menit). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lama inokulasi dan jumlah larva serta interaksi keduanya tidak mempengaruhi keberhasilan pupa menjadi imago. Nisbah kelamin S. inferens berpengaruh terhadap keturunan yang dihasilkan dengan rerata nisbah kelamin jantan dan betina adalah 1,1 : 1.

(15)

ABSTRACT

Tetra Febryandi Sagala. 2014. The effect of Inoculation Period Sturmiopsis inferens Town (Diptera : Tachinidae) on Larvae Number of

Phragmatoecia castaneae Hubner (Lepidoptera : Cossidae) in Laboratory, supervised by Maryani Cyccu Tobing and Lisnawita. The objective of the research was to study the successful level of S. inferens adult (Diptera : Tachinidae) after inoculated the larvae of P. castaneae (Lepidoptera : Cossidae) with different types of the inoculation periode and larvae numbers in Laboratory. The research was conducted in Laboratory of Sugarcane Research and Development Sei Semayang, Binjai, Medan, North Sumatera from November 2013 until January 2014. The method used Randomized Complete Design with two factors and three replications. The first factor was larvae numbers (30, 40, 50 larvae) and the second factor was inoculation period (25, 35, 45 minutes). The results showed that inoculation period, larvae numbers and interaction of both did not effected the successful pupa become imago. Sex ratio of S. inferens effected on the sex ratio of progeny producted with average male and female of sex ratio is 1,1 : 1.

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tebu merupakan bahan baku gula yang mengandung 20% cairan gula.

Olahan tebu akan menghasilkan gula 5%, ampas tebu 90% dan sisanya berupa

tetes (molasse) dan air. Pada tahun 2000 produksi gula Indonesia hanya sebesar

1,69 juta ton, tahun 2002 produksi gula mencapai 1,76 juta ton, sedangkan

konsumsi gula nasional mencapai 3,3 juta ton, sehingga mencapai defisit sebesar

1,54 juta ton. Sementara pada tahun 2011 meningkat menjadi 2,23 juta ton atau

meningkat sebesar 3,16%. Produksi tebu tertinggi selama periode tahun

2000-2011 terjadi pada tahun 2008 yang mencapai 2,69 juta ton. Namun sejak

tahun 2008 hingga tahun 2011, produksi tebu mengalami penurunan hingga

17,30% atau berkurang 155.362 ton/tahun (P3GI, 2011).

Kebutuhan gula di Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun dan

belum mampu dipenuhi hingga saat ini, salah satu kendala dalam budidaya tebu

adalah adanya serangan berbagai jenis hama di sepanjang pertumbuhan tanaman.

Kerugian gula yang disebabkan oleh hama tebu di Indonesia ditaksir dapat

mencapai 75%. Lebih dari 100 jenis hewan dapat mengganggu dan merusak

tanaman tebu di lapangan. Namun hanya beberapa diantaranya yang sering

merusak dan menimbulkan kerugian yang cukup besar seperti serangga hama

penggerek batang tebu bergaris (Chilo sacchariphagus), penggerek batang tebu

berkilat (Chilo auricilius), penggerek batang jambon (Sesamia inferens) dan oleh

serangan penggerek batang tebu raksasa (Phragmatoecia castaneae)

(17)

Phragmatoecia castaneae (Lepidoptera : Cossidae) telah ada di Sumatera

Utara sejak tahun 1977 yang ditemukan di perkebunan tebu khususnya di

PTPN II. Serangan hama ini menjadi kendala dalam peningkatan produktivitas

tebu karena menyebabkan kerugian dan kehilangan hasil gula yang cukup tinggi

yaitu sekitar 15%. Tingginya intensitas serangan hama ini pula yang menjadi

salah satu faktor penyebab turunnya produktivitas rata-rata tebu giling PTPN II

dari 70 ton/ha menjadi hanya 40 ton/hektar. Kerugian gula akibat serangan hama

ini ditentukan oleh jarak waktu antara saat penyerangan dan saat tebang.

Kehilangan rendemen dapat mencapai 50 % jika menyerang tanaman tebu umur

4-5 bulan dan 4-15 % pada tebu yang berumur 10 bulan (Suryana, 2007).

Phragmatoecia castaneae masuk ke dalam batang dengan membuat lorong

gerekan pada pelepah daun. Pada serangan berat, bagian dalam batang akan

hancur. Hama ini juga dapat merusak tebu-tebu liar (Chinwada et al., 2004). Pada

serangan awal akan tampak adanya titik putih di bawah pelepah daun ke-3 atau

ke-4 disertai dengan adanya gerekan larva yang baru menetas, selanjutnya

terdapat lorong gerekan pada ruas muda maupun tua. Pada serangan berat

tanaman tebu akan mati pucuk (PTPN II, 2001). Sampai saat ini penggerek batang

tebu raksasa hanya ditemukan di Perkebunan Tebu Sumatera Utara.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Industri Gula tahun

1977 diperoleh bahwa kerugian hasil akibat serangan penggerek ini mencapai

60%. Pada tahun 1968 di Johor Baru, penggerek ini memusnahkan tanaman tebu

seluas + 8.222 Ha, dan merupakan hama penting pada pertanaman tebu di PTP

Nusantara II, Sumatera Utara (Purnama, 2007).

Pengendalian secara kimia umumnya tidak efektif, mahal dan pada saat ini

(18)

tebu. Pengendalian hayati merupakan pilihan yang baik yang menggabungkan

pelestarian lingkungan dan konservasi keanekaragaman hayati

(Davis et al., 2013).

Pengendalian secara hayati dapat dilakukan dengan melepas musuh alami

hama penggerek batang raksasa (PBR) yaitu parasitoid telur Tumidiclava sp. dan

parasitoid larva S. inferens dan Xanthocampoplex sp. Selain itu, penggunaan

cendawan entomopatogen Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae juga

cukup efektif dalam mengendalikan hama PBR (Mahrub, 2000).

Berbagai pengendalian hayati yang telah dilakukan oleh Risbang PTPN II

dengan menggunakan parasitoid seperti: Tumidiclava sp., S. inferens,

Xantocampoplex sp, Trichogramma spp. Salah satu parasitoid larva yang dapat

memarasit P. castaneae dan menjadi inang utama yaitu S. inferens, namun belum

memberi hasil yang memuaskan. Khususnya dalam usaha perbanyakan parasitoid

S. inferens di laboratorium dijumpai berbagai hambatan seperti waktu inokulasi

dan penyediaan inang. Informasi mengenai lama inokulasi dan jumlah inang

sangat diperlukan dalam upaya mengendalikan hama penggerek batang raksasa di

laboratorium. Dari uraian di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian tentang

pengaruh lama inokulasi S. inferens dan jumlah larva P. castaneae yang berbeda

di laboratorium.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui tingkat keberhasilan S. inferens (Diptera : Tachinidae)

menjadi imago setelah diinokulasikan larva P. castaneae (Lepidoptera : Cossidae)

(19)

Hipotesis Penelitian

Terdapat perbedaan tingkat keberhasilan S. inferens menjadi imago

terhadap jumlah larva dan lama inokulasi P. castaneae di laboratorium.

Kegunaan Penelitian

- Sebagai hasil untuk perbanyakan S. inferens di laboratorium

- Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di

Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Utara, Medan

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

Seekor imago betina dapat meletakkan telur sebanyak 282-376 butir dan

diletakkan secara kelompok. Banyaknya telur dalam satu kelompok sangat

bervariasi dari 3-143 telur. Telur P. castaneae berbentuk oval, berwarna putih

kelabu kemudian berubah menjadi hitam kelabu. (Gambar 1). Peletakan telur

dalam gulungan daun kering, terutama pada pucuk tanaman yang mati puser.

Masa hidup stadia telur antara 9-10 hari (Pramono, 2007).

Gambar 1. Telur P. castaneae

Larva yang baru menetas panjangnya + 2,5 mm, dan berwarna kelabu.

Semakin tua umur larva, warna badan berubah menjadi kuning coklat dan

kemudian kuning putih, disamping itu warna garis-garis hitam membujur pada

permukaan abdomen sebelah atas juga semakin jelas (Thomson et al., 2012).

Larva masuk dari lidah daun ke dalam jaringan pelepah dan hidup menetap

di dalam pelepah daun selama 3-7 hari kemudian larva menggerek sampai ke

dalam ruas tebu (Gambar 2). Stadia larva terdiri dari 10 instar. Lama stadia larva

sekitar 78-82 hari. Pelepah yang sering diserang yaitu daun ke-2, 3, 4, 5, 6. Stadia

(21)

Gambar 2. Larva P. castaneae

Pupa berwarna coklat cerah pada saat pertama kali terbentuk. Sehari

setelah pembentukan pupa berubah warna menjadi coklat gelap. Panjangnya

sekitar 6,2 – 8,1 mm dengan ukuran diameter sekitar 2,9 – 3,4 mm. Pupa

berbentuk silindris dan memiliki permukaan yang halus (Gambar 3). Pada awal

pembentukkan pupa segmen masih terlihat jelas, tetapi setelah satu atau dua hari

kemudian perubahan warna menyebabkan segmen – segmen pada pupa menjadi

tidak terlihat dengan jelas (Pramono, 2005).

Gambar 3. Pupa P. castaneae Hubner.

Stadia imago ditandai dengan warna sayap depan coklat kelabu dan ujung

sayap terdapat noktah berwarna ungu kehitaman. Bagian atas kepala terdapat

rambut-rambut semacam jambul yang berwarna putih kuning (Gambar 4). Pada

siang hari imago ini bersembunyi di antara pelepah daun kering. Imago tertarik

pada cahaya lampu (James & Wood, 2006).

Larva

(22)

Sayap depan lebih memanjang, paling tidak dua kali sama panjangnya

dengan lebar. Sayap bersisik lebih tipis (Borror et al., 1992).

Gambar 4. Imago P. castaneae

Gejala serangan

Gejala kerusakan pada ruas ditandai oleh lubang-lubang gerekan yang

mudah dilihat dari luar. Tingkat kerusakan biasanya ditentukan berdasarkan

persen ruas rusak (dengan tanda kerusakan dari luar) terhadap jumlah ruas.

Karena hama ini dapat menggerek lebih dari satu ruas dengan jalan menembus

buku-buku ruas tanpa keluar terlebih dahulu, maka banyakya ruas rusak dengan

tanda-tanda kerusakan di dalam lebih besar dari pada kerusakan dari luar

(Gambar 5) (P3GI, 2011).

Gambar 5. Gejala serangan P. castaneae Hubner.

Hama penggerek batang raksasa menyerang tanaman tua maupun muda.

Serangan pada tanaman muda yang belum beruas menyebabkan kerusakan tunas, Imago

(23)

pertumbuhan terhambat, batang mudah patah dan menyebabkan tanaman mati

pucuk. Pada serangan berat, bagian dalam batang tebu hancur dimakan oleh larva

PBR. Pada batang tebu terdapat bekas gorokan. Semakin besar ukuran larva maka

ukuran diameter gerekan juga akan semakin besar. Pada pangkal batang terdapat

serat hasil gerekan larva. Bekas lubang gerekan akan berwarna merah. Bila

populasi hama tinggi, juga dapat menyebabkan kematian pada tanaman tua. Larva

masuk ke dalam batang dengan membuat lorong gerekan dari pelepah daun.

Kerugian yang ditimbulkan mengakibatkan penurunan bobot batang, serta

penurunan kualitas dan kuantitas nira (Diyasti, 2010).

Kerusakan yang ditimbulkan larva ini dapat berakibat total bagi

pertanaman tebu, mengingat larva ini menetap di bagian dalam, merusak pelepah

dan terus mengerek ke dalam batang membentuk terowongan sampai jauh ke

dalam batang tebu sehingga sulit untuk pengendaliannya (Khairiyah, 2008).

Pengendalian

Secara umum pengendalian hama penggerek batang tebu raksasa

yaitu:

1. Sanitasi kebun dengan memusnahkan sumber inokulum berupa serasah

daun kering, sisa batang, pucuk tebu pasca tebangan dan memusnahkan

gelagah yang merupakan inang hama PBR.

2. Eradikasi tanaman dengan memanen tebu lebih awal yaitu sekitar umur

7-8 bulan.

3. Secara hayati dengan melepas musuh alami yaitu Tumidiclava sp. dan

S. inferens serta penggunaan cendawan entomopatogen Beauveria

bassiana dan Metarrhizium anisopliae.

(24)

Salah satu pengendalian P. castaneae di Indonesia yaitu dengan

penanaman varietas resisten yang merupakan suatu faktor penting dalam

pengendalian hama. Varietas tersebut disamping menderita serangan lebih rendah

dibanding varietas-varietas standar, perlu memiliki potensi produksi di atas

rata-rata standar. Dalam perakitan varietas unggul terutama diarahkan pada

potensi produksinya. Disamping itu perlu dipertimbangkan pula faktor

ketahanannya terhadap hama-hama penting (Deptan, 1994).

Beberapa usaha yang dilakukan dalam pengendalian P. castaneae

di PTPN II yaitu:

1. Kultur teknis dengan membongkar tanaman tebu yang terserang hama di dekat

areal pertanaman tebu dan sisa batang tebu harus dibakar. Perbedaan masa

tanam antara blok yang berdekatan jangan lebih dari satu bulan agar hama

penggerek tidak pindah dari tebu tua ke tebu muda

2. Mekanis dengan pengambilan larva secara langsung dari tanaman tebu dan

mengurangi tempat bertelur P. castaneae dengan cara membersihkan kebun

dari daun yang menggulung dan daun yang kering

3. Hayati dengan menggunakan musuh alami parasitoid telur

(Tumidiclava sp.) dan parasitoid larva (S. inferens dan Xanthocampoplex sp.)

(BPTTD, 1979).

Biologi Sturmiopsis inferens Town. (Diptera : Tachinidae)

Telur S. inferens berukuran kecil dan terdapat di dalam tubuh betina,

bentuknya hampir bulat dengan diameter sekitar 0,15-0,17 mm dan berwarna

putih. Sering kali larva dikeluarkan masih dalam keadaan diselubungi oleh lapisan

(25)

Larva instar pertama berwarna putih transparan mempunyai panjang tubuh

sekitar 0,46 mm dan lebar 0,11 mm (Gambar 6). Instar pertama dan kedua dari

larva S. inferens, tertutup oleh lapisan tipis seperti membran telur, mempunyai 13

segmen, termasuk di bagian kepala. Larva instar kedua dan ketiga tidak jauh

berbeda kecuali pada warna larva dan ukurannya. Larva instar kedua mempunyai

panjang tubuh 4-4,5 mm sedangkan instar ketiga panjangnya sekitar 7-7,8 mm.

Larva instar ketiga berwarna krem cerah dan segmen-segmen pada tubuhnya

terlihat jelas. (Saragih et al., 1986).

Larva yang menemukan inangnya akan langsung melekat pada tubuh

inang dan melubangi tubuh inangnya. Semakin bertambah umurnya semakin besar

dan gemuk. Stadia larva 15-24 hari (Sunaryo et al., 1988).

Gambar 6. Larva S. inferens

Pupa berwarna coklat cerah pada saat terbentuk pertama kali. Sehari

kemudian pupa berwarna coklat gelap. Panjang pupa sekitar 6,2-8,1 mm dengan

diameter sekitar 2,9-3,4 mm. Pupa berbentuk silindris dan memiliki permukaan

yang halus (Gambar 7). Pada awal pembentukan pupa, segmen masih terlihat

jelas, tetapi setelah satu atau dua hari kemudian perubahan warna menyebabkan

segmen-segmen pada pupa menjadi tidak terlihat dengan jelas. Masa stadia pupa

(26)

Gambar 7. Pupa S. inferens

Imago S. inferens akan muncul dari pupa pada waktu pagi hari yaitu antara

jam 06.30-10.00. Imago yang baru muncul akan terbang setelah 3-5 menit

kemudian (Verly et al., 1973).

.Stadia imago sekitar 14-24 hari. Lalat betina mengalami masa pembuahan

1-2 minggu. Larva dikeluarkan masih diselubungi lapisan kulit telur yang tipis.

Telur segera menetas setelah diletakkan Daur hidup S. inferens berkisar antara

45-73 hari (Wirioatmodjo, 1977) (Gambar 8).

Gambar 8. Imago S. inferens

Parasititasi Sturmiopsis inferens

Sturmiopsis inferens tergolong ke dalam famili Tachinidae yang

merupakan lalat parasit yang sering digunakan sebagai pengendali hayati.

Parasitoid ini memiliki ciri–ciri pada tubuhnya terdapat rambut halus yang lebih

(27)

dengan lalat rumah hanya saja lalat ini meletakkan telur atau larva pada tubuh ulat

(serangga lain) dan memiliki rambut yang lebih banyak dari lalat rumah. Larva

akan hidup dalam tubuh inang, bila larva keluar akan menyebabkan kematian

pada inang (Susilo, 2007)

Imago S. inferens meletakkan larvanya pada umur 7 hari pada lubang

gerekan inangnya yaitu larva penggerek batang tebu. Pada umur 8-18 hari telah

banyak inang yang terparasit. Secara umum terdapat kecenderungan bahwa

semakin tua umur induk lalat S. inferens maka akan semakin turun kemampuan

memarasitnya (Rao & Baliga, 1968).

Larva S. inferens apabila telah menemukan inangnya akan bergerak

menuju sela-sela ruas tubuh larva inang dan kemudian masuk ke dalam tubuh

inang. Waktu yang diperlukan larva S. inferens untuk masuk ke dalam tubuh

inang adalah sekitar 15 menit, tergantung pada kondisi inang

(Sudheendrakumar, 1997).

Larva yang memperoleh cukup makanan (tubuh inang) akan dapat

menyelesaikan perkembangannya sedangkan yang tidak mendapatkan makanan

akan mati. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa persaingan antara larva-larva

dalam inangnya hanya didasarkan atas jumlah makanannya (Fergus et al., 2002).

Larva yang diletakkan dekat lubang gerek, akan memasuki lorong gerek.

Larva dapat merayap jauh ke dalam lorong gerek untuk mendapatkan inang

dengan menggunakan kait yang terdapat dalam mulut, larva masuk ke dalam

rongga badan inang melalui bagian kulit yang tipis (Wirioatmodjo, 1977).

Inang biasanya mati menjelang saat larva menjadi pupa. Larva yang keluar

(28)

dengan lubang keluar. Dalam satu inang dapat dijumpai lebih dari satu parasit

(Smith et al., 1993).

Nisbah Kelamin

Nisbah kelamin dan reproduksi parasitoid dipengaruhi oleh umur dan

kepadatan populasi inang. Telur inang tua menghasilkan jumlah parasitoid yang

lebih sedikit dan proporsi jantan yang lebih banyak dibandingkan dengan telur

inang muda. Demikian juga umur parasitoid mempengaruhi kemampuan

reproduksi dan penurunan proporsi betina. Persentase betina yang banyak akan

menguntungkan bagi perbanyakan massal. Jumlah betina yang keluar merupakan

faktor penting yang dapat menentukan keberhasilan parasitoid mengendalikan

populasi inangnya dan dapat menjadi indikator potensi parasitoid dalam

mempertahankan hidupnya di lapangan (Mangangantung, 2001).

Nisbah kelamin juga dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti karakteristik

spermatozoa, viabilitas, transformer gen, pautan dan resesif, segregation

distortion dan umur jantan. Hal ini membuktikan faktor yang berasal dari dalam

parasitoid juga sangat mempengaruhi perbandingan nisbah jantan maupun nisbah

betina parasitoid (Welch, 2006).

Keadaan inang seperti ukuran, kualitas inang atau kepadatan inang akan

mempengaruhi nisbah kelamin. Jika inang relatif besar, imago akan menghasilkan

parasitoid yang memiliki kelamin betina lebih banyak dibanding kelamin jantan

(Anggraeni &Jamili, 2012).

Semakin banyak betina yang dihasilkan, maka semakin banyak keturunan

yang dapat dihasilkan. Dalam suatu populasi, kecenderungan betina untuk

menghasilkan keturunan betina lebih banyak daripada keturunan jantan akan

(29)

suatu populasi dibandingkan jantan. Jadi, populasi yang memiliki

individu-individu yang cenderung untuk mempunyai keturunan betina akan lebih

bugar. Proporsi jumlah keturunan betina yang lebih banyak diduga karena

kecenderungan imago betina parasitoid meletakkan telur-telur jantan pada inang

yang kecil dan meletakkan telur-telur betina pada inang yang besar

(30)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Balai Riset dan Pengembangan

Tebu PTPN II Sei Semayang (+50 m di atas permukaan laut) dan dimulai

November 2013 sampai Januari 2014.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah imago S. inferens, larva

P. castaneae instar 4, madu, akuades, gelagah, kapas dan label.

Alat yang digunakan adalah kassa, kain sungkup, kuas, cepuk bertutup

dengan ukuran tinggi 2 cm dan diameter 2,5 cm, cawan petri, pinset, gabus,

gunting, kaca cembung, pisau, gelas ukur, stopwatch, kamera dan alat tulis.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial

dengan dua faktor dan tiga ulangan.

Faktor 1 = Jumlah larva P. castaneae instar ke - 4

A1 = 30 larva

A2 = 40 larva

A3 = 50 larva

Faktor 2 = Lama inokulasi larva S. inferens ke dalam tubuh larva P. castaneae

B1 = 25 menit

B2 = 35 menit

(31)

Kombinasi Penelitian

Jumlah ulangan diperoleh dari:

(t-1)(r-1) ≥ 15

(9-1) (r-1) ≥ 15

8r-8 ≥ 15

8r ≥ 23

r ≥ 2,875

Jumlah ulangan : 3

Jumlah perlakuan kombinasi : 9

Jumlah unit percobaan : 27

Model linear dari rancangan yang digunakan adalah:

Yijk= μ + αi+βj+ (αβ)ij + €ijk

Keterangan :

Yijk : Hasil pengamatan pada perlakuan ke-i, perlakuan ke-j, dan ulangan ke-k

μ : Efek dari nilai tengah.

αi : Efek perlakuan pada taraf ke-i.

βj : Efek perlakuan pada taraf ke-j.

(αβ)ij : Efek perlakuan pada taraf ke-i dengan pada taraf ke-j.

€ijk : Efek galat percobaan dari perlakuan pada taraf ke-i, perlakuan pada taraf

ke-j, dan ulangan ke-k

A3B1

A3B2

A3B3 A2B1

A2B2

A2B3 A1B1

A1B2

(32)

Terhadap sidik ragam yang nyata, dilanjutkan analisis lanjutan dengan Uji

Jarak Berganda Duncan (DMRT) dengan taraf 5% (Sastrosupadi, 2010).

Pelaksanaan Penelitian Penyediaan inang

Larva P. castaneae diambil dari lapangan kemudian disortir yaitu larva

instar 4 yang berumur ± 50-60 hari.

Persiapan parasitoid

Imago S. inferens jantan dan betina dikawinkan dalam tabung kaca.

Setelah kopulasi, imago jantan dipisahkan dari imago betina. Imago betina yang

telah berkopulasi dipelihara di dalam kotak kassa dengan ukuran panjang 30 cm,

lebar 30 cm dan tinggi 30 cm serta diberi makan 2% madu. Setelah 10 hari

dilakukan pembedahan terhadap imago betina dan diambil larvanya dengan cara

diletakkan pada kaca cembung.

Inokulasi Larva S. inferens

Larva S.inferens diinokulasi 2 ekor pada tubuh bagian permukaan kepala

dan abdomen larva P. castaneae dengan jumlah dan lama inokulasi sesuai

masing-masing perlakuan. Larva yang telah diinokulasi dimasukkan ke dalam

tabung berukuran tinggi 2 cm dan diameter 2,5 cm dan didiamkan selama 1 jam

kemudian larva tersebut dimasukan ke dalam gelagah dengan panjang 15 cm dan

diameter ± 1 cm yang telah dilubangi bagian dalamnya lalu ditutup kembali.

Peubah amatan

1. Persentase Parasititasi

Pengamatan dilakukan 20 hari setelah inokulasi dengan cara membongkar

(33)

Persentase larva yang terparasit dapat dihitung dengan rumus:

Keterangan:

Ps = Persentase parasitisme

P = Jumlah larva inang yang terparasit

S = Total larva inang

(Khairiyah, 2008).

2. Tingkat Keberhasilan Parasitoid S. inferens menjadi Imago

Pengamatan dilakukan 20 hari setelah inokulasi kemudian dilakukan

pembongkaran gelagah dengan mengumpulkan larva yang telah terparasit dan

menjadi pupa S. inferens kemudian dihitung jumlah pupa pada masing-masing

perlakuan. Pupa dimasukkan ke dalam cawan petri, lalu dipelihara dalam kotak

kassa kemudian dihitung jumlah pupa S. inferens yang menjadi imago dengan

cara mengamati kotak kassa setiap hari sampai semua pupa menjadi imago.

3. Nisbah Kelamin Jantan dan Betina S. inferens

Untuk mengetahui nisbah kelamin jantan dan betina S. inferens dilakukan

dengan mengamati parasitoid yang muncul dari pupa yang dapat dilihat dengan

kasat mata dan ditunggu hingga parasitoid tersebut mati. Selanjutnya dihitung

imago jantan dan betina S. inferens dari masing–masing perlakuan, sehingga akan

diperoleh nisbah kelamin S. inferens. Ps =

P

S

(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Persentase Parasititasi

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam (Lampiran 2) lama inokulasi

S. inferens terhadap persentase parasititasi pada P. castaneae tidak berpengaruh

[image:34.595.113.512.289.349.2]

nyata (Tabel 1).

Tabel 1. Pengaruh lama inokulasi S. inferens terhadap persentase parasititasi pada

P. castaneae.

Lama Inokulasi Jumlah Larva Terparasit (%)

B1 (25 menit) 67,76

B2 (35 menit) 64,07

B3 (45 menit) 63,46

Tabel 1 menunjukkan bahwa persentase parasitasi tertinggi (67,76 %) pada

perlakuan B1 (lama inokulasi 25 menit) dan terendah (63,46 %) pada perlakuan

B3 (lama inokulasi 45 menit). Hal ini disebabkan standar waktu yang optimal

untuk inokulasi adalah 12 detik per larva, sementara pada ketiga perlakuan telah

terjadi penambahan waktu inokulasi lebih dari 12 detik setiap larvanya. Sehingga

semakin lama waktu inokulasi akan mempengaruhi kegagalan parasititasi, yaitu

pada waktu inokulasi larva S. inferens tidak aktif lagi untuk memasit inangnya

akibat pengaruh lingkungan sehingga mengurangi daya parasitoidnya. Hal ini

sesuai dengan penelitian Wirioatmodjo (1977) mengenai parasitoid

Diatraeophaga striatalis Town (Diptera : Tachinidae) pada larva

Chilo auricilius Dugdeon (Lepidoptera : Pyralidae) yang menyatakan bahwa

keberhasilan parasititasi tergantung pada waktu proses peletakan larva ke tubuh

(35)

proses peletakan larva semakin tinggi kemampuan memarasitnya sedangkan

semakin lama menyebabkan turunnya kemampuan memarasitnya.

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa pengaruh

jumlah larva S. inferens terhadap persentase parasititasi pada P. castaneae

[image:35.595.110.514.251.312.2]

menunjukkan hasil yang tidak berpengaruh nyata (Tabel 2)

Tabel 2. Pengaruh jumlah larva P. castaneae terhadappersentaseparasititasi

Jumlah Larva Jumlah Larva Terparasit (%)

A1 (30 larva) 62,96

A2 (40 larva) 63,89

A3 (50 larva) 68,44

Tabel 2 menunjukan bahwa persentase parasititasi tertinggi (68,44 %)

pada perlakuan A3 (50 larva) dan terendah (63,61 %) pada perlakuan A1

(30 larva). Hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa jumlah inang tidak

mempengaruhi persentase parasititasi dikarenakan larva S. inferens lebih banyak

untuk memarasit inang tersebut. Ditjenbud (2011) menyatakan jumlah larva S.

inferens yang dihasilkan pada satu induk betina sekitar 100-500 larva. Sehingga

semua inang dapat diparasit karena ketersediaan larva S. inferens.

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa adanya

perbedaan jumlah larva yang diinokulasikan. Total pupa yang terbentuk

bergantung pada jumlah inang. Semakin besar ketersediaan inang maka keturunan

yang akan dihasilkan oleh parasitoid S. inferens semakin besar jumlahnya.

Saragih et al (1986)menyatakan faktor lingkungan, dalam hal ini kepadatan inang

dan kepadatan parasitoid dapat berpengaruh pada parasitasi parasitoid.

Selanjutnya penelitian ini tidak berbeda jauh dengan Thomson (2012) mengenai

Ormia ochracea (Diptera : Tachinidae) pada Gryllus texentis (Orthoptera :

(36)

mempengaruhi jumlah keturunan dari parasitoid, semakin banyak inang yang

diparasit maka jumlah keturunannya akan semakin banyak.

Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa pengaruh interaksi jumlah

inang dan lama inokulasi P. castaneae yang digunakan tidak berpengaruh nyata

terhadap persentase parasititasi (Lampiran 2). Persentase larva yang terparasit

tertinggi (57,47%) pada perlakuan A2B1 (40 larva 25 menit) dan terendah

(47,39 %) pada perlakuan A2B3 (40 larva 45 menit).

[image:36.595.119.512.346.508.2]

2. Tingkat Keberhasilan Pupa S. inferens menjadi Imago

Tabel 3. Pengaruh interaksi lama inokulasi dan jumlah inang terhadap tingkat keberhasilan pupa S. inferens menjadi imago

Perlakuan Jumlah Pupa Menjadi Imago (%)

A1B1 (30 larva 25 menit) 100

A1B2 (30 larva 35 menit) 100

A1B3 (30 larva 45 menit) 100

A2B1 (40 larva 25 menit) 100

A2B2 (40 larva 35 menit) 100

A2B3 (40 larva 45 menit) 100

A3B1 (50 larva 25 menit) 100

A3B2 (50 larva 35 menit) 100

A3B3 (50 larva 45 menit) 100

Tabel 3 menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan pupa S. inferens

menjadi imago pada setiap perlakuan yaitu sebesar 100% (Lampiran 3) yang

berarti bahwa semua pupa S. inferens yang dipelihara dalam kelambu menjadi

imago. Hal ini dikarenakan nutrisi dari tubuh larva P.castaneae dapat memenuhi

kebutuhan larva S. inferens, sehingga larva tersebut dapat melanjutkan siklus

hidupnya. Hal ini sesuai dengan penelitian Foerster & Doetzer (2002) mengenai

parasitoid Peleteria robusta (Diptera : Tachinidae) dengan larva Mythmina sequax

(Lepidoptera : Noctuidae) yang menyatakan semakin tinggi daya parasitasinya

(37)

(berlanjut ke stadia berikutnya) seekor larva parasitoid harus dapat memarasit

inang untuk dapat hidup. Memarasit inang berarti larva mendapatkan makanan

untuk tumbuh dan berkembang, apabila nutrisi yang diperoleh larva tidak optimal

dapat menyebabkan gagalnya larva melanjutkan ke stadia berikutnya. Lebih lanjut

Verly et al., (1973) menyatakan bahwa larva yang memperoleh makanan yang

cukup dapat menyelesaikan perkembangannya, sedangkan yang tidak

mendapatkan makanan akan mati. Keberhasilan larva menjadi pupa umumnya

berlangsung 20 hari setelah inokulasi dan melanjutkan hidup ke stadia imago.

3. Nisbah Kelamin Jantan dan Betina S. inferens

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa pengaruh

lama inokulasi larva S. inferens ke dalam tubuh larva P. castaneae berpengaruh

nyata terhadap nisbah kelamin (Tabel 4)

Tabel 4. Pengaruh jumlah larva P. castaneae terhadap nisbah kelamin jantan dan betina S. inferens

Jumlah Larva Jumlah Parasitoid S. inferens (ekor) Nisbah Kelamin

Jantan Betina Jantan Betina

A1 (30 larva) 9,33c 9,56c 1 0,9

A2 (40 larva) 13,67b 11,67b 1,1 0.8

A3 (50 larva) 17,22a 16,67a 1 0.9

Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5 %

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa jumlah S. inferens jantan tertinggi

(17,22 ekor) pada perlakuan A3 (50 larva) dan terendah (9,33 ekor) pada

perlakuan A1 (30 larva) sedangkan jumlah S. inferens betina tertinggi (16,67 ekor)

pada perlakuan A3 (50 larva) dan terendah (9,56 ekor) pada perlakuan A1 (30

larva). Imago parasitoid jantan yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan imago

parasitoid betina serta jumlah imago tertinggi terdapat pada perlakuan 50 larva.

(38)

dihasilkan. Sesuai dengan penelitian Davis et al., (2013) mengenai parasitoid

Zelia vertebrata (Diptera : Tachinidae) dengan larva Odontotaenius disjunctus

(Coleoptera: Passalidae) yang menyatakan jumlah inang berlimpah maka jumlah

keturunan dapat meningkat. Parasitoid umumnya bergantung pada kerapatan

inang, dengan demikian semakin banyak ketersediaan inang semakin banyak pula

inang yang terparasit, begitu pula sebaliknya.

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa jumlah parasitoid jantan yang muncul

lebih tinggi dibandingkan betina. Nisbah kelamin S.inferens yang diperoleh dari

hasil penelitian dapat dilihat pada lampiran 4 yaitu total parasitoid jantan 367 ekor

(51,84 %) dan total parasitoid betina 341 ekor (48,16 %) maka nisbah jantan

dengan betina 1,1:1. Hasil pengamatan terhadap nisbah kelamin S. inferens dalam

penelitian ini tidak berbeda dengan hasil penelitian Saragih et al., (2006)

mengenai parasitoid S.inferens pada larva P. castaneae yang menyatakan bahwa

perbandingan antara imago jantan dan imago betina S.inferens 1,13 : 1,

perbandingan tersebut menunjukkan jumlah imago jantan lebih besar dari imago

betina. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang mempengaruhi

S.inferens. Selanjutnya penelitian dari Welch (2006) mengenai Ormia deplete

(Diptera : Tachinidae) pada Scapteriscus spp (Orthoptera : Gryllotalpidae) yang

menyatakan bahwa nisbah kelamin dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti

karakteristik spermatozoa, viabilitas, transformer gen, pautan dan resesif, suhu,

(39)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Persentase parasitasi tertinggi (67,76 %) terdapat pada perlakuan B1 (lama

inokulasi 25 menit) dan terendah (63,46 %) terdapat pada perlakuan B3 (lama

inokulasi 45 menit).

2. Persentase larva yang terparasit tertinggi (68,44 %) pada perlakuan A3

(jumlah inang 50 larva) dan terendah (63,61 %) pada perlakuan A1 (jumlah

inang 30 larva).

3. Hasil pengamatan tingkat keberhasilan pupa S. inferens menjadi imago yaitu

100%

4. Nisbah kelamin jantan dengan betina yang diperoleh dari hasil penelitian yaitu

dengan perbandingan 1,1:1.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang pengaruh lama inokulasi 20,

30, 40 menit dengan perbandingan jumlah 1, 2, 3 larva S. inferens untuk

mengetahui keberhasilan pupa S.inferens menjadi imago yang dihasilkan dari

(40)

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, T. & A. Jamili. 2012. Sex Ratio Parasitoid Telur

Hadronotus leptocorisae (Hymenoptera: Scelionidae) Pada Telur

Leptocorisa acuta (Hemiptera: Alydae) Muda dan Dewasa. J. Agroteksos

22(1):43-47

Borror, D. J., D. M. Delong & C. A. Triplehorn. 1992. An Introduction to The Study of Insects. Fifth Edition. Saunder College, New York.

BPTTD. 1979. Hama dan Penyakit Tanaman Tebu. Balai Penelitian Tanaman Tebu dan Tembakau Deli, Medan. Hlm 15-16.

Chinwada, P., W. A. Overholt, C. O. Omwega & J. M. Mueke. 2004. Biology of

Sturmiopsis parasitica (Diptera: Tachinidae) and Suitability of Three Cereal Stem Borers (Lepidoptera: Crambidae, Noctuidae) for Its Development. Entomol. Soc. Am. 97(1):153-160.

Davis, A. K., E. Cornelius & D. Cox. 2013. Tachinid (Diptera: Tachinidae) Parasitism in Adult Horned Passalus beetles (Coleoptera: Passalidae) at

the Wormsloe Historic Site, Savannah, Georgia.

J. Entomol. Sci. 48(3):1-3.

Deptan. 1994. Pengendalian Hama Terpadu. Direktorat Jendral Perkebunan. Direktorat Bina Perlindungan Tanaman, Medan.

Ditjenbun. 2011. Lalat Sturmiopsis Sahabat Petani Tebu.

Diyasti, F. 2010. Waspada Penggerek Batang Tebu Raksasa. PT. Bale, Bandung.

Fergus, K.A. Kidd, & C.A. Nalepa. 2002. Beneficial Insects Laboratory. North Carolina Department of Agriculture & Consumer Services, North Carolina.

Foerster, L. A. & A. K. Doetzer. 2002. Host Instar Preference of

Peleteria robusta (Wiedman) (Diptera: Tachinidae) and Development in Relation to Temperature. Neotrop. Entomol. 31(3):405-409.

Godfray, H. C. J. 1994. Parasitoids, Behavioral and Evolutionary Ecology. Princeton University Press, New Jersey.

James, E & D. M. Wood. 2006. Tachinidae. Ann. Rev. Entomol, Canada.

Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pest Of Crop In Indonesian. Revised and Translated

(41)

Khairiyah, U. 2008. Daya Parasitasi Lalat (Sturmiopsis inferens Town) (Diptera: Tachinidae) Turunan Dari Beberapa Hasil Perkawinan Pada Larva Penggerek Batang Tebu Raksasa (Phragmatoecia castaneae Hubner) (Lepidoptera: Cossidae) di Laboratorium. Skripsi. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Mahrub, E. 2000. Evaluasi Potensi Parasitoid Penggerek Pucuk Tebu di Kabupaten Bantul. J. Perlind. Tan. Indonesia 6(1):18-22.

Mangangantung, H. 2001. Kebugaran Enam Populasi Parasitoid Trichogrammatidae (Hymenoptera) dari Jawa Barat dan Jawa Tengah yang

Dibiakkan pada Serangga Inang Corcyra cephalonica S. (Lepidoptera: Pyralidae). Skripsi. Bogor. Institut Pertanian Bogor,

Fakultas Pertanian.

Nugroho, B. A. 2009. Hama Penggerek Pucuk dan Teknik Pengendaliannya. www.ditjenbun.deptan.go.id. (5 Agustus 2013).

Pramono, D. 2005. Pengelolaan Hama Tebu Secara Terpadu-2. Dioma, Malang.

. 2007. Program EWS Sebagai Dasar Penentuan Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Hama Secara Terpadu (PHT) Pada Penggerek Batang Raksasa di Kawasan PTPN II Persero, Medan.

PTPN II (Persero). 2001. Pengendalian Secara Hayati Penggerek Batang Raksasa

(Phragmatoecia castaneae Hubner) Pada Tanaman Tebu. PTPN II Tg. Morawa, Medan.

Purnama, A. 2007. Pengendalian Hama Penggerek Tebu (Phragmatoecia castaneae). Penelitian Tembakau Deli PTPN II, Medan.

P3GI (Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia). 2011. Konsep Peningkatan Rendemen untuk Mendukung Program Akselerasi Industri Gula Nasional. www.isri@telkom.net. (5 Agustus 2013).

Rao, K. J., & H. Baliga, 1968. Sturmiopsis inferens a Tachinid Parasite of Sugarcane and Paddy Stem Borrers, in Techinical Bulletin of the CIBC. Commonwealth Agricultural Bureaux. India. P.33-47.

Saragih, R., Harahap, C. P. & Boedijono. 2006. Perkawinan

Sturmiopsis inferens Town, Lalat Parasit dari Phragmatoecia castaneae

Hubner. PTP IX, Medan.

Saragih, R., Zuraida, B. & Z. Abidin. 1986. Pembiakan Sturmiopsis inferens

(42)

Sastrosupadi, A. 2010. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Kanisius, Jakarta.

Smith Jr., J. W., R. N. Wiednmann & W. A. Overholt. 1993. Parasites of Lepidopteran Stemborers of Tropical Gramineous Plant. ICIPE Science Press, Nairobi.

Sudheendrakumar, V. V. 1997. Evaluation of Parasitoides for Hayatical Control of the Teak Defoliator. Kerala Forest Research Institute Peechi, Thrissur. P.26.

Sunaryo, Suroyo, & H. Ubandi. 1988. Hayati Sturmiopsis inferens. Pertemuan Tengah Tahun II Budidaya Tebu Lahan Kering P3GI, Pasuruan.

Susilo, F. X. 2007. Pengendalian Hayati dengan Memberdayakan Musuh Alami Hama Tanaman. Graha Ilmu, Yogyakarta. Hlm 106-107.

Suryana, A. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Tebu. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.

Thomson, I. R., C. M. Vincent & S. M. Bertram. 2012. Success of the Parasitoid Fly Ormia ochracea (Diptera:Tachinidae) on Natural and Unnatural Cricket Hosts. J.Florida Entomol. 95(1):43-48.

Welch, C. H. 2006. Intraspecific Competition for Resources by Ormia depleta (Diptera: Tachinidae) Larvae. J. Florida Entomol. 89(4):497-501.

Wirioatmodjo, B. 1977. Hayati Lalat Jatiroto,

Diatraeophaga striatalis Townsend dan Penerapannya dalam

Pengendalian Penggerek Berkilat, Chilo auricilius Dudgeon. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

(43)

Lampiran 1. Bagan Penelitian

II III I

A1B1 A3B3 A3B1

A2B2 A1B1 A2B2

A3B1 A2B3 A1B3

A3B3 A3B1 A3B2

A1B2 A2B2 A2B1

A2B3 A3B2 A2B3

A2B1 A1B3 A1B1

A3B2 A2B1 A1B2

A1B3 A1B2 A3B3

Keterangan :

A1B1 = Jumlah P. castaneae 30 larva dengan lama inokulasi 25 menit

A1B2 = Jumlah P. castaneae 30 larva dengan lama inokulasi 35 menit

A1B3 = Jumlah P. castaneae 30 larva dengan lama inokulasi 45 menit

A2B1 = Jumlah P. castaneae 40 larva dengan lama inokulasi 25 menit

A2B2 = Jumlah P. castaneae 40 larva dengan lama inokulasi 35 menit

A2B3 = Jumlah P. castaneae 40 larva dengan lama inokulasi 45 menit

A3B1 = Jumlah P. castaneae 50 larva dengan lama inokulasi 25 menit

A3B2 = Jumlah P. castaneae 50 larva dengan lama inokulasi 35 menit

(44)

Lampiran 2. Data Persentase Parasititasi S. inferens terhadap P. castaneae Persentase Parasititasi

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

A1B1 46.67 70.00 76.67 193.34 64.45 A1B2 56.67 66.67 53.33 176.67 58.89 A1B3 60.00 66.67 70.00 196.67 65.56 A2B1 80.00 67.50 65.00 212.50 70.83 A2B2 62.50 65.00 72.50 200.00 66.67 A2B3 52.50 55.00 55.00 162.50 54.17 A3B1 72.00 54.00 78.00 204.00 68.00 A3B2 60.00 84.00 56.00 200.00 66.67 A3B3 70.00 72.00 70.00 212.00 70.67

[image:44.595.152.473.139.350.2] [image:44.595.158.467.571.680.2]

Total 560.34 600.84 596.50 1757.68 Rataan 62.26 66.76 66.28 65.10

Tabel Dwi Kasta Total Lama Inokulasi

Jumlah Inang

Total Rataan

A1 A2 A3

B1 193.34 212.50 204.00 609.84 203.28 B2 176.67 200.00 200.00 576.67 192.22 B3 196.67 162.50 212.00 571.17 190.39 Total 566.68 575.00 616.00 1757.68 Rataan 188.89 191.67 205.33 195.30

Tabel Dwi Kasta Rataan Lama

Inokulasi

Jumlah Inang

Total Rataan

A1 A2 A3

(45)

Transformasi arcsin √X

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

A1B1 43.09 56.79 61.12 161.00 53.67 A1B2 48.83 54.74 46.91 150.48 50.16 A1B3 50.77 54.74 56.79 162.30 54.10 A2B1 63.43 55.24 53.73 172.41 57.47 A2B2 52.24 53.73 58.37 164.34 54.78 A2B3 46.43 47.87 47.87 142.17 47.39 A3B1 58.05 47.29 62.03 167.37 55.79 A3B2 50.77 66.42 48.45 165.64 55.21 A3B3 56.79 58.05 56.79 171.63 57.21

[image:45.595.137.486.112.323.2]

Total 470.41 494.87 492.05 1457.33 Rataan 52.27 54.99 54.67 53.98

Tabel Dwi Kasta Total Lama Inokulasi

Jumlah Inang

Total Rataan

A1 A2 A3

B1 161.00 172.41 167.37 500.78 166.93 B2 150.48 164.34 165.64 480.46 160.15 B3 162.30 142.17 171.63 476.10 158.70 Total 473.77 478.92 504.64 1457.33 Rataan 157.92 159.64 168.21 161.93

Tabel Dwi Kasta Rataan Lama

Inokulasi

Jumlah Inang

Total Rataan

A1 A2 A3

(46)

Daftar Sidik Ragam

SK Db JK KT Fhit F.05 F.01 Ket

A 2.00 60.77 30.39 0.89 3.55 6.01 tn B 2.00 38.56 19.28 0.57 3.55 6.01 tn AxB 4.00 159.17 39.79 1.17 2.93 4.58 tn

Galat 18.00 613.96 34.11

Total 26.00 872.47

FK= 78659.90 KK= 0.67 %

Ket: * = nyata

(47)

Lampiran 3. Tingkat Keberhasilan Pupa S.inferens menjadi Imago

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

A1B1 100.00 100.00 100.00 300.00 100.00 A1B2 100.00 100.00 100.00 300.00 100.00 A1B3 100.00 100.00 100.00 300.00 100.00 A2B1 100.00 100.00 100.00 300.00 100.00 A2B2 100.00 100.00 100.00 300.00 100.00 A2B3 100.00 100.00 100.00 300.00 100.00 A3B1 100.00 100.00 100.00 300.00 100.00 A3B2 100.00 100.00 100.00 300.00 100.00 A3B3 100.00 100.00 100.00 300.00 100.00

(48)

Lampiran 4. Data Nisbah Kelamin Jantan dan Betina S. inferens (ekor) 1. Nisbah Kelamin Jantan

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

A1B1 6.00 10.00 12.00 28.00 9.33

A1B2 8.00 9.00 10.00 27.00 9.00 A1B3 10.00 9.00 10.00 29.00 9.67 A2B1 15.00 15.00 16.00 46.00 15.33 A2B2 13.00 14.00 15.00 42.00 14.00 A2B3 12.00 12.00 13.00 37.00 12.33 A3B1 19.00 15.00 20.00 54.00 18.00 A3B2 16.00 20.00 16.00 52.00 17.33 A3B3 17.00 17.00 18.00 52.00 17.33

[image:48.595.156.469.136.352.2] [image:48.595.159.468.559.670.2]

Total 116.00 121.00 130.00 367.00 Rataan 12.89 13.44 14.44 13.59

Tabel Dwi Kasta Total Lama Inokulasi

Jumlah Inang

Total Rataan

A1 A2 A3

B1 28.00 46.00 54.00 128.00 42.67 B2 27.00 42.00 52.00 121.00 40.33 B3 29.00 37.00 52.00 118.00 39.33 Total 84.00 125.00 158.00 367.00

Rataan 28.00 41.67 52.67 40.78

Tabel Dwi Kasta Rataan Lama

Inokulasi

Jumlah Inang

Total Rataan

A1 A2 A3

B1 9.33 15.33 18.00 42.67 14.22 B2 9.00 14.00 17.33 40.33 13.44 B3 9.67 12.33 17.33 39.33 13.11 Total 28.00 41.67 52.67 122.33

(49)

Transformasi √X + 0,5

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

A1B1 2.55 3.24 3.54 9.33 3.11

A1B2 2.92 3.08 3.24 9.24 3.08 A1B3 3.24 3.08 3.24 9.56 3.19 A2B1 3.94 3.94 4.06 11.94 3.98 A2B2 3.67 3.81 3.94 11.42 3.81 A2B3 3.54 3.54 3.67 10.75 3.58 A3B1 4.42 3.94 4.53 12.88 4.29 A3B2 4.06 4.53 4.06 12.65 4.22 A3B3 4.18 4.18 4.30 12.67 4.22

Total 32.51 33.33 34.58 100.43

[image:49.595.154.469.112.325.2] [image:49.595.155.468.112.327.2]

Rataan 3.61 3.70 3.84 3.72

Tabel Dwi Kasta Total Lama Inokulasi

Jumlah Inang

Total Rataan

A1 A2 A3

B1 9.33 11.94 12.88 34.14 11.38 B2 9.24 11.42 12.65 33.31 11.10 B3 9.56 10.75 12.67 32.98 10.99 Total 28.13 34.10 38.20 100.43

Rataan 9.38 11.37 12.73 11.16

Tabel Dwi Kasta Rataan Lama

Inokulasi

Jumlah Inang

Total Rataan

A1 A2 A3

B1 3.11 3.98 4.29 11.38 3.79 B2 3.08 3.81 4.22 11.10 3.70 B3 3.19 3.58 4.22 10.99 3.66 Total 9.38 11.37 12.73 33.48

(50)

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT Fhit F.05 F.01 Ket

A 2.00 5.70 2.85 51.83 3.55 6.01 ** B 2.00 0.08 0.04 0.73 3.55 6.01 tn AxB 4.00 0.19 0.05 0.85 2.93 4.58 tn Galat 18.00 0.99 0.06

Total 26.00 6.96

FK= 373.54 Ket: *=nyata

KK= 9.68 **=sangat nyata

tn=tidak nyata

Uji Jarak Duncan Jumlah Inang

SY 0.08

9.10 13.42 16.97

P 2 3 4

SSR 0.05 2.97 3.12 3.21 LSR 0.05 0.23 0.24 0.25

Perlakuan A1 A2 A3

Rataan 9.33 13.67 17.22 a b

c

2. Nisbah Kelamin Betina (ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

A1B1 8.00 11.00 11.00 30.00 10.00 A1B2 9.00 11.00 6.00 26.00 8.67 A1B3 8.00 11.00 11.00 30.00 10.00 A2B1 17.00 12.00 10.00 39.00 13.00 A2B2 12.00 12.00 14.00 38.00 12.67 A2B3 9.00 10.00 9.00 28.00 9.33 A3B1 17.00 12.00 19.00 48.00 16.00 A3B2 14.00 22.00 12.00 48.00 16.00 A3B3 18.00 19.00 17.00 54.00 18.00

Total 112.00 120.00 109.00 341.00

(51)
[image:51.595.154.470.110.221.2]

Tabel Dwi Kasta Total Lama Inokulasi

Jumlah Inang

Total Rataan

A1 A2 A3

B1 30.00 39.00 48.00 117.00 39.00 B2 26.00 38.00 48.00 112.00 37.33 B3 30.00 28.00 54.00 112.00 37.33 Total 86.00 105.00 150.00 341.00

Rataan 28.67 35.00 50.00 37.89

Table Dwi Kasta Rataan Lama

Inokulasi

Jumlah Inang

Total Rataan

A1 A2 A3

B1 10.00 13.00 16.00 39.00 13.00 B2 8.67 12.67 16.00 37.33 12.44 B3 10.00 9.33 18.00 37.33 12.44 Total 28.67 35.00 50.00 113.67

Rataan 9.56 11.67 16.67 12.63

Transformasi √X + 0,5

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

A1B1 2.92 3.39 3.39 9.70 3.23

A1B2 3.08 3.39 2.55 9.02 3.01 A1B3 2.92 3.39 3.39 9.70 3.23 A2B1 4.18 3.54 3.24 10.96 3.65 A2B2 3.54 3.54 3.81 10.88 3.63 A2B3 3.08 3.24 3.08 9.40 3.13 A3B1 4.18 3.54 4.42 12.13 4.04 A3B2 3.81 4.74 3.54 12.09 4.03 A3B3 4.30 4.42 4.18 12.90 4.30

Total 32.01 33.18 31.60 96.78

[image:51.595.158.468.432.642.2]
(52)
[image:52.595.164.465.253.348.2] [image:52.595.115.509.388.776.2]

Tabel Dwi Kasta Total

Perlakuan A1 A2 A3 Total Rataan B1 9.70 10.96 12.13 32.79 10.93 B2 9.02 10.88 12.09 31.99 10.66 B3 9.70 9.40 12.90 32.00 10.67 Total 28.42 31.24 37.12 96.78

Rataan 9.47 10.41 12.37 10.75

Tabel Dwi Kasta Rataan

Perlakuan A1 A2 A3 Total Rataan B1 3.23 3.65 4.04 10.93 3.64 B2 3.01 3.63 4.03 10.66 3.55 B3 3.23 3.13 4.30 10.67 3.56 Total 9.47 10.41 12.37 32.26

Rataan 3.16 3.47 4.12 3.58

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT Fhit F.05 F.01 Ket

A 2.00 4.38 2.19 16.15 3.55 6.01 **

B 2.00 0.05 0.02 0.17 3.55 6.01 tn

AxB 4.00 0.70 0.18 1.30 2.93 4.58 tn Galat 18.00 2.44 0.14

Total 26.00 7.57

FK= 346.93 Ket: *=nyata

KK= 10.04 **=sangat nyata

tn=tidak nyata Uji Jarak Duncan

Jumlah Inang

SY 0.12

9.19 11.28 15.94

P 2 3 4

SSR 0.05 2.97 3.12 3.21 LSR 0.05 0.36 0.38 0.39

Perlakuan A1 A2 A3 Rataan 9.56 11.67 16.33

a b

(53)

Lampiran 5. Foto Penelitian

Tempat Pemeliharaan Pupa menjadi Imago S. inferens

Tempat Pemeliharaan Larva P. castaneae yang Gelagah yang dibongkar untuk telah diinokulasi Larva S.inferens mengumpulkan pupa S.inferens

Gambar

Gambar 1. Telur P. castaneae
Gambar 2. Larva P. castaneae
Gambar 4. Imago P. castaneae
Gambar 6. Larva S. inferens
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan lama inokulasi dan ukuran larva Chilo sacchariphagus yang sesuai untuk perbanyakan Sturmiopsis inferens Towns.. Penelitian

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah pupa Penggerek Batang Tebu Raksasa (Phragmatoecia castanae), pupa Penggerek Batang Tebu Bergaris (Chilo sacchariphagus), pupa

flavipes memiliki kemampuan mencari inang yang tinggi karena perilakunya memasuki lubang gerek batang dan menyerang larva penggerek batang.. Banyak parasitoid penggerek

Parasitasi dan Kapasitas Reproduksi Cotesia flavipes Cameron (Hymenoptera: Braconidae) pada Inang dan Instar yang Berbeda di Laboratorium.. Hama dan

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan lama inokulasi dan ukuran larva Chilo sacchariphagus yang sesuai untuk perbanyakan Sturmiopsis inferens Towns.. Penelitian dilakukan

Julian Simatupang, “ Pengaruh Beberapa Ukuran Pupa Penggerek Batang Tebu Terhadap Jumlah Populasi Tetrastichus spP. (Hymenoptera : Eulophidae) di Laboratorium ”, di bawah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama inokulasi dan ukuran larva inang berpengaruh nyata pada persentase parasititasi dan jumlah pupa.. Kata kunci : lama inokulasi,

Telur penggerek batang tebu raksasa Phragmatoecia castaneae (Lepidoptera: Cossidae) diletakkan secara berkelompok di permukaan bawah daun pucuk yang mati atau pada daun tua