MEDAN
OLEH :
WAN MUHAMMAD ADIB BIN WAN ABD MALIK
120100517
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
MEDAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran
Oleh :
WAN MUHAMMAD ADIB BIN WAN ABD MALIK
120100517
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
LEMBAR PENGESAHAN
Pembimbing
Penguji I
(dr. Rr. Sinta Irina, Sp.An)
(dr. Muhammad Ali, Sp.A(K))
NIP. 19760927 201012 2 002
NIP. 19690524 199903 1 001
Penguji II
(Dr. dr. Juliandi Harahap, MA)
NIP. 19700702 199802 1 001
Medan, Desember 2015
Dekan
Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH)
NIP. 19540220 198011 1 001
Judul
: Tingkat Pengetahuan Pengawas Kolam Renang TentangBantuan
Hidup Dasar Pada Korban Hampir Tenggelam Di Kolam Renang Di
Kota Medan
Nama
: Wan Muhammad Adib Bin Wan Abd Malik
ABSTRAK
Kegawatdaruratan pada korban hampir tenggelam memerlukan bantuan
hidup dasar segera. Bantuan Hidup Dasar (BHD) adalah usaha sederhana yang
dilakukan untuk mengatasi keadaan yang mengancam nyawa seseorang sehingga
dapat mempertahankan kehidupannya untuk sementara sebelum pertolongan lanjutan
dari petugas kesehatan datang ke lokasi kejadian.
Penelitian ini akan melihat
bagaimana tingkat pengetahuan pengawas kolam renang yang berada di Kota Medan
terhadap bantuan hidup dasar pada korban hampir tenggelam.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan
pengawas kolam renang di Kota Medan terhadap bantuan hidup dasar pada korban
hampir tenggelam.
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan deskriptif dan desain studi
cross-sectional. Populasi penelitian adalah seluruh pengawas kolam renang yang bekerja di
kolam renang di Kota Medan. Jumlah sampel diambil dengan metode total sampling
dan dihasilkan sampel sebanyak 66 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan
metode wawancara terpimpin menggunakan kuesioner. Data yang didapatkan lalu
dianalisis dengan program SPSS versi 21.
Berdasarkan analisis dari 66 responden, didapatkan hasil penelitian yaitu
karakteristik usia terbanyak adalah 23 tahun, tingkat pendidikan terakhir terbanyak
adalah Sekolah Menengah Atas (89,4%), dan lama masa bekerja terbanyak adalah <5
tahun (60,6%). Tingkat pengetahuan responden terbanyak untuk definisi bantuan
hidup dasar (43,9%),
airway
(43,9%), breathing
(63,6%), circulation
(36,4%),
disability (56,1%) dan exposure (60,6%).
Kesimpulan dari penelitian ini, tingkat pengetahuan pengawas kolam renang
di Kota Medan terhadap bantuan hidup dasar pada korban hampir tenggelam secara
keseluruhan adalah pada kategori cukup.
ABSTRACT
Emergency in near drowning victims requires an immediate basic life support.
Basic life support (BLS) is a simple effort made to overcome life-threatening
circumstances in order for someone to sustain their life for a while before the health
officials came to the scene for further relief. This study will look at how the
knowledge level of swimming pool lifeguard located in the city of Medan on basic
life support to safe the victims of near drowning.
The purpose of this study is to determine the level of knowledge for the
swimming pool lifeguard in Medan on basic life support to victims of near-drowning.
This research was conducted with descriptive approach and cross-sectional
study design. The study population is the swimming pool lifeguard who works in the
swimming pool in the city of Medan. The number of samples was taken by total
sampling method and the result of the sample is 66 lifeguards. The data was collected
by using a questionnaire guided interview method. The data were obtained and
analyzed with SPSS version 21.
Based on the analysis of 66 lifeguards, the study shows that most of them are
at the age of 23 years old, the majority education level is high school (89.4%), and the
majority time of working is <5 years (60.6%). The majority level of knowledge for
the definition of basic life support (43.9%), airway (43.9%), breathing (63.6%),
circulation (36.4%), disability (56.1%) and exposure ( 60.6%).
The conclusion of this study, the level of knowledge for the swimming pool
lifeguard in Medan on basic life support for the victims of drowning is categorized
good enough as a whole.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah
melimpahkan rahmat dan kurnia-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan proposal penelitian ini. Sebagai salah satu area
kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang dokter umum, proposal penelitian
ini disusun sebagai rangkaian tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan di
program studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya
kepada dosen pembimbing penulisan karya tulis ilmiah ini, dr. Rr. Sinta Irina, Sp.An
yang dengan sepenuh hati telah meluangkan waktu untuk mendukung, membimbing,
dan mengarahkan penulis mulai dari awal penyusunan proposal penelitian ini hingga
memberikan rekomendasi yang sangat berguna saat pelaksanaan penelitian ini di
lapangan.
Konsep cakupan belajar sepanjang hayat dan pengembangan pengetahuan
baru telah memotivasi penulis untuk melaksanakan penelitian yang berjudul “
Tingkat
Pengetahuan Pengawas Kolam Renang Tentang Bantuan Hidup Dasar Pada Penderita
Korban Hampir Tenggelam Di Kolam Renang Di Kota Medan
”. Semoga penelitian
ini dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya
di bidang ilmu kedokteran.
Medan, yang sanggup meluangkan masa dalam pengumpulan data yang dibutuhkan
untuk KTI ini.
Terima kasih kepada keluarga penulis yang tercinta, ayahanda Dr Wan Abd
Malik Wan Mohamed dan ibunda Prof Dr Salwani Abdullah yang senantiasa
menyayangi serta memberikan dukungan moril dan materil, dan memberikan segala
yang terbaik untuk penulis. Tidak terlupa juga kepada Khairatul Ummah dan Sari
Meuthia Dewi selaku teman satu Dosen Pembimbing yang banyak membantu dalam
penyelesaian proposal penelitian ini.
Semoga Allah S.W.T. senantiasa mencurahkan rahmat dan hidayah-Nya
kepada semua pihak yang telah banyak membantu. Harapan penulis agar KTI ini
dapat memberi manfaat dan masukan baru di dunia kedokteran demi kemajuan ilmu
pengetahuan. Dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun demi perbaikan proposal penelitian ini.
Medan, Desember 2015
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN
…..………..
i
ASBTRAK
... ii
ABSTRACT
...
iii
KATA PENGANTAR
………...
iv
DAFTAR ISI
……….
vi
DAFTAR TABEL
………
..
ix
DAFTAR GAMBAR
………..………
x
DAFTAR LAMPIRAN
………...………
xi
BAB 1 PENDAHULUAN
………
1
1.1.
Latar
Belakang………
1
1.2. Rumusan
Masalah………...
4
1.3.
Tujuan Penelitian
……….
4
1.3.1.
Tujuan Umum
………...
4
1.3.2.
Tujuan Khusus
………..
4
1.4.
Manfaat Penelitian
………...
4
1.4.1.
Bagi Pengawas Kolam Renang
……….
4
1.4.2.
Bagi Penulis
………...
4
1.4.3.
Bagi Manejmen Kolam Renang
……….
5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
..
………..
6
2.1. Pengawas Kolam
Renang………....
6
2.1
.1. Definisi Pengawas Kolam Renang …...………
6
2.1.2
. Metode Pelatihan Bagi Pengawas Kolam Renang...…..……..
6
2.1
.2.1 Penyelamatan Korban Tenggelam Tanpa Alat………
6
2.2
. Pengetahuan….……….………....
9
2.2.1. Defin
isi Pengetahuan….………...
9
2.2.2. Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Pengetahuan……….….
9
2.2.3. Rumus Penilaian
Tingkat Pengetahuan….………..
10
2.3
. Bantuan Hidup Dasar.………...
11
2.3
.1. Definisi Bantuan Hidup Dasar ………...
11
2.3
.2. Tujuan Bantuan Hidup Dasar …………...…………....
... 11
2.3.2. Langkah Bantuan Hid
up Dasar Di Kolam Renang………….
12
2.4. Tenggelam ..
………..………....
.. 21
2.4
.1. Definisi Tenggelam………….…….………...
. 21
2.4.2. Klasifikasi
Tenggelam……...………
... 21
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
…………
23
3.1. K
erangka Konsep………
23
3.2. Definisi Ope
rasional……….……….
23
BAB 4 METODE PENELITIAN
………....
. 24
4.1. Jenis Penelitian………..
24
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian………..
... 24
4.2.1. Lokasi Penelitian……….
24
4.2.2. Waktu Penelitian……….
24
4.3. Populasi dan S
ampel………...
.. 24
4.3.1. Populasi……….…
. 24
4.3.2. Sampel………...
. 25
4.4. Teknik Pen
gumpulan Data………...
25
4.4.1. Alur
Penelitian………....
26
4.4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas
………...
.. 26
4.5.2. Anal
isa Data………...
28
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
………...
29
5.1. Hasil
Penelitian………..
29
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian………...
.
29
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden………
29
5.1.2.1. Karakteristik Usia………
..
29
5.1.2.2. Kara
kteristik Pendidikan………
31
5.1.2.3. Kara
kteristik Masa Kerja………..
32
5.1.3. Hasil A
nalisis Data………...…………..
33
5.1.3.1.
Jawaban Responden Menurut Pertanyaan…………
33
5.1.3.2. Tingkat Pengetahuan
Responden………..
36
5.2. Pembahasan………
..
37
5.2.1. Karakte
ristik Responden……….
37
5.2.2. Penge
tahuan Responden………..
38
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
………...
41
6.1. Kes
impulan………
41
6.2.
Saran………..
41
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
………….…..………...
.. 27
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Usia
………..
29
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Responden Menurut
Pendidikan………
31
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Responden Menurut
Masa Kerja………...
32
Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi dan Persentasi Jawaban Responden Tiap
Pertanyaan Mengenai
Bantuan Hidup Dasar………
33
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1.
Periksa kesadaran korban………....………....
12
Gambar 2
.2. Panggil bantuan………...…………..……….…....
13
Gambar 2.3. Look, Listen and Feel
……….…………...….
14
Gambar 2.4. Head tilt – Chin lift
………....
15
Gambar 2.5. Jaw thrust
.………...
16
Gambar 2.6. Bantuan napas dari mulut ke mulut………...……....
.
16
Gambar 2.7. Mouth-to-mask ventilation
………...
.
17
Gambar 2.8. Meraba arteri karot
is ……….………...…...
.
17
Gambar 2.9. Titik Kompresi dan Posisi Kompresi………..……....
18
Gambar 2.10. Push hard
–
push fast
………..…....
18
Gambar 2.11. Recovery Position
………..…….
20
Gambar 3.1. Kerangka konsep
………
....
23
Gambar 5.1.
Frekuensi Responden Berdasarkan Usia
………...…..
30
Gambar 5.2.
Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan...
31
Gambar 5.3.
Frekuensi Responden Berdasarkan
Lama Masa Kerja………
32
Gambar 5.4.
Frekuensi Jaw
aban Responden Menurut Pertanyaan…....………
35
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 2. Lembar Penjelasan kepada Responden
Lampiran 3. Lembar Persetujuan Responden (Informed Consent)
Lampiran 4. Kuesioner Penelitian
Lampiran 5. Kunci Jawaban Kuesioner
Lampiran 6. Ethical Clearence
Lampiran 7. Surat Izin Penelitian
Lampiran 8. Surat Keterangan Telah Selesai Melakukan Penelitian
Lampiran 9. Data Induk Uji Validitas dan Reabilitas
Lampiran 10. Output Hasil Uji Validitas dan Reabilitas
Lampiran 11. Data Induk Hasil Penelitian
ABSTRAK
Kegawatdaruratan pada korban hampir tenggelam memerlukan bantuan
hidup dasar segera. Bantuan Hidup Dasar (BHD) adalah usaha sederhana yang
dilakukan untuk mengatasi keadaan yang mengancam nyawa seseorang sehingga
dapat mempertahankan kehidupannya untuk sementara sebelum pertolongan lanjutan
dari petugas kesehatan datang ke lokasi kejadian.
Penelitian ini akan melihat
bagaimana tingkat pengetahuan pengawas kolam renang yang berada di Kota Medan
terhadap bantuan hidup dasar pada korban hampir tenggelam.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan
pengawas kolam renang di Kota Medan terhadap bantuan hidup dasar pada korban
hampir tenggelam.
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan deskriptif dan desain studi
cross-sectional. Populasi penelitian adalah seluruh pengawas kolam renang yang bekerja di
kolam renang di Kota Medan. Jumlah sampel diambil dengan metode total sampling
dan dihasilkan sampel sebanyak 66 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan
metode wawancara terpimpin menggunakan kuesioner. Data yang didapatkan lalu
dianalisis dengan program SPSS versi 21.
Berdasarkan analisis dari 66 responden, didapatkan hasil penelitian yaitu
karakteristik usia terbanyak adalah 23 tahun, tingkat pendidikan terakhir terbanyak
adalah Sekolah Menengah Atas (89,4%), dan lama masa bekerja terbanyak adalah <5
tahun (60,6%). Tingkat pengetahuan responden terbanyak untuk definisi bantuan
hidup dasar (43,9%),
airway
(43,9%), breathing
(63,6%), circulation
(36,4%),
disability (56,1%) dan exposure (60,6%).
Kesimpulan dari penelitian ini, tingkat pengetahuan pengawas kolam renang
di Kota Medan terhadap bantuan hidup dasar pada korban hampir tenggelam secara
keseluruhan adalah pada kategori cukup.
ABSTRACT
Emergency in near drowning victims requires an immediate basic life support.
Basic life support (BLS) is a simple effort made to overcome life-threatening
circumstances in order for someone to sustain their life for a while before the health
officials came to the scene for further relief. This study will look at how the
knowledge level of swimming pool lifeguard located in the city of Medan on basic
life support to safe the victims of near drowning.
The purpose of this study is to determine the level of knowledge for the
swimming pool lifeguard in Medan on basic life support to victims of near-drowning.
This research was conducted with descriptive approach and cross-sectional
study design. The study population is the swimming pool lifeguard who works in the
swimming pool in the city of Medan. The number of samples was taken by total
sampling method and the result of the sample is 66 lifeguards. The data was collected
by using a questionnaire guided interview method. The data were obtained and
analyzed with SPSS version 21.
Based on the analysis of 66 lifeguards, the study shows that most of them are
at the age of 23 years old, the majority education level is high school (89.4%), and the
majority time of working is <5 years (60.6%). The majority level of knowledge for
the definition of basic life support (43.9%), airway (43.9%), breathing (63.6%),
circulation (36.4%), disability (56.1%) and exposure ( 60.6%).
The conclusion of this study, the level of knowledge for the swimming pool
lifeguard in Medan on basic life support for the victims of drowning is categorized
good enough as a whole.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Renang merupakan salah satu cabang olahraga yang cukup populer di
Indonesia. Pada kenyataannya aktivitas berenang ini diikuti oleh banyak orang
mulai anak-anak, dewasa, bahkan orang tua laki maupun perempuan. Sebagai
tambahan, kolam renang dapat menjadi sangat terkenal sebagai pusat fitness dan
rehabilitasi (Clement, 1997).
Kecelakaan di kolam renang dapat terjadi pada semua orang, baik yang
sudah biasa berenang apalagi yang belum bisa berenang. Salah satu jenis
kecelakaan yang sering terjadi di kolam renang adalah tenggelam dan merupakan
salah satu risiko terbesar dalam aktivitas renang sehingga terjadinya kematian.
Mengurangi kemungkinan tenggelam atau jenis cedera air lainnya
merupakan tanggung jawab bersama antara guru pendidikan jasmani, instruktur
renang, orang tua, orang dewasa, dan
lifeguard. Pada umumnya tenggelam
merupakan kecelakaan, baik kecelakaan secara langsung maupun tenggelam yang
terjadi secara tidak langsung. Namun demikian membekali diri dengan kemampuan
pengetahuan keamanan dan penyelamatan merupakan sebuah tindakan bijak bagi
mengatasi kecelakaan tenggelam di kolam renang (Sismadiyanto, 2009).
ditemukan siswa tersebut sudah dalam keadaan kaku dan sekujur tubuh berwarna
lebam.
Tiga bulan kemudian setelah kejadian pertama, terjadi lagi korban
tenggelam. Kali ini seorang siswa kelas 6 sekolah dasar yang menjadi korban. Tidak
seperti biasanya, hari Sabtu waktu itu bertepatan dengan libur nasional. Tidak ada
pendamping yang mengikuti. Korban ini tenggelam setelah melakukan loncat yang
terlambat diketahui oleh orang terdekat maupun pengawas kolam renang. Kasus
kedua ini lebih komplek penyebabnya, yaitu anak yang bersangkutan memiliki
keterampilan renang yang kurang, panik, tidak ada pengawasan dari orang
dewasa/orang tua/pengawas kolam renang, mengabaikan risiko tenggelam dengan
berani berenang di kolam loncat pada kedalaman tujuh meter.
Pada tahun 2014 pula, berlakunya insiden tenggelam pada seorang anak
laki-laki yang berusia enam tahun di Hairos Water Park Jln.Jamin Ginting Medan.
Korban yang tenggelam di dalam kolam renang itu tidak bisa berenang dan tidak
diketahui oleh pengawas kolam renang. Setelah pengawas kolam renang
mengeluarkan korban dari kolam renang, korban didapati sudah lagi tidak bergerak.
Korban kemudian dibawa ke RSUP H Adam Malik. Kasus tenggelam lainnya yang
mengakibatkan kematian terutama karena terlambat diketahui oleh pengawas
kolam renang (lifeguard) dan karena pertolongan pertama yang terlambat pula.
Berdasarkan pengertian yang diadopsi World Health Organization (WHO)
pada tahun 2002, menyatakan bahwa tenggelam merupakan suatu proses kejadian
gangguan pernapasan akibat perendaman (submersion) atau pencelupan
(immersion) dalam cairan. Proses kejadian tenggelam diawali dengan
submersion
yaitu gangguan pernapasan baik karena jalan nafas seseorang berada di bawah
permukaan cairan ataupun
immersion
yaitu air hanya menutupi bagian wajahnya
saja (Szpilman D, 2012).
Tenggelam dalam waktu lebih dari 5 menit memiliki tingkat risiko kematian
yang tinggi. Demikian pula dengan waktu pertolongan pertama yang cepat dan tepat
akan sangat membantu proses pengeluaran air di dalam paru-paru dan dengan tepat
diberi tindakan untuk merangsang kesadaran. Misalnya dengan memiringkan tubuh
korban dan menepuk bagian punggung (Sismadiyanto, 2009).
Inisiansi pemberian pertolongan pertama sangat penting untuk segera
dilakukan agar korban dapat terhindar dari kematian atau kecacatan yang lebih
parah. Pengetahuan mengenai teknik pemberian bantuan hidup dasar dan
penanganan korban tenggelam sangat diperlukan dalam menghadapi situasi
kegawatdaruratan.
Bantuan hidup dasar (BHD) adalah usaha sederhana yang dilakukan untuk
mengatasi keadaan yang mengancam nyawa seseorang sehingga dapat
mempertahankan kehidupannya untuk sementara. BHD dilakukan sampai bantuan
atau pertolongan lanjutan datang. Bantuan hidup dasar merupakan bagian dari
pengelolaan gawat darurat medik yang bertujuan untuk mencegah berhentinya
sirkulasi atau berhentinya respirasi. Sebagian tindakan bantuan sederhana ini tidak
memerlukan peralatan (AHA, 2010).
Pada kondisi napas dan denyut jantung berhenti maka sirkulasi darah dan
transportasi oksigen berhenti, sehingga dalam waktu singkat organorgan tubuh
terutama organ fital akan mengalami kekurangan oksigen yang berakibat fatal bagi
korban dan mengalami kerusakan. Resusitasi Jantung Paruh (RJP) atau
Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) adalah suatu tindakan darurat sebagai suatu
usaha untuk mengembalikan keadaan henti nafas atau henti jantung (kematian
klinis) ke fungsi optimal, guna mencegah kematian biologis (Dede Kharisma Yanti
Bala, 2004).
Tujuan bantuan hidup dasar adalah mencegah berhentinya sirkulasi atau
berhentinya respirasi, memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan
ventilasi dari korban yang mengalami henti jantung atau henti nafas melalui
Resusitasi Jantung Paru (RJP) (Dede Kharisma Yanti Bala, 2004).
diharapkan mampu mengakomodir dan mengatasi berbagai permasalahan dan
fenomena tenggelam seperti pemberian pertolongan pertama atau bantuan hidup
dasar pada masyarakat. Selanjutnya memberikan pembekalan kepada pengawas
kolam renang baik di kolam renang umum dan kolam renang di tempat rekreasi
agar menguasai teknik-teknik penyelamatan di kolam renang.
1.2.
Rumusan Masalah
Bagaimanakah gambaran tingkat pengetahuan pengawas kolam renang
tentang bantuan hidup dasar di Kota Medan?
1.3.
Tujuan Penelitian
1.3.1.
Tujuan Umum
Mengetahui gambaran pengetahuan pengawas kolam renang tentang
bantuan hidup dasar.
1.3.2.
Tujuan Khusus
Mengetahui gambaran pengetahuan pengawas kolam renang tentang
definisi dan tujuan bantuan hidup dasar, tahapan
airway, tahapan
breathing,
tahapan circulation, tahapan disability dan juga tahapan exposure.
1.4.
Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi Pengawas Kolam Renang
Sebagai bahan referensi untuk melakukan bantuan hidup dasar dan
meningkatnya kualitasnya dalam melakukan tugas untuk menyelamatkan
masyarakat di kolam renang.
1.4.2. Bagi Penulis
1.4.3. Bagi Manejmen Kolam Renang
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pengawas Kolam Renang
2.1.1. Definisi Pengawas Kolam Renang
Lifeguard
adalah suatu profesi dalam bentuk keterampilan khusus sebagai
pertolongan terhadap kecelakan yang terjadi selama di air (kolam renang). Di
Amerika melalui lembaga
Swimming Teaching Association
(STA) yang berdiri
sejak 1932, telah diberikan perhatian khusus kepada profesi
lifeguard
karena
mampu menampilkan keterampilannya secara baik yang memungkinkan menjadi
sebuah profesi (http://www.sta.co.uk/acatalog/).
Menurut
American Academic of Pediatric Commite on Injury and Poison
Prevention Drowning
, sebuah lembaga independen yang bergerak di bidang
penanganan keamanan dan keselamatan di air menyebutkan bahwa tenggelam
adalah penyebab kematian keempat akibat kecelakaan.
Peranan
lifeguard
atau pengawas kolam renang yang merupakan salah satu
komponen penting dalam keberadaan sebuah kolam renang sangat mutlak
dibutuhkan dalam rangka memberi pelayanan dan rasa aman terhadap pengunjung
di kolam renang (Sismadiyanto, 2009).
Salah satu cara untuk mengurangi risiko kecelakaan dalam berenang atau
bermain di kolam renang adalah membekali pengawas kolam renang atau
lifeguard
dengan pelatihan dan keterampilan penyelamatan dan pertolongan pertama pada
kecelakaan (P3K).
2.1.2.
Metode Penyelamatan Korban Hampir Tenggelam di Kolam Renang
2.1.2.1.Penyelamatan Korban Hampir Tenggelam Tanpa Alat
a.
Pegangan Pada Rambut
Pegangan pada rambut, dilakukan dengan satu tangan, apabila pegangan
dilakukan dengan tangan kiri, maka si penolong berada di sebelah kiri korban.
Dan membawanya ke tepi kolam dengan menggunakan gaya dada atau gaya
bebas menyamping. Usahakan posisi korban tubuhnya terlentang, sehingga
mulut dan hidungnya tetap berada di ataspermukaan air, pegangan pada rambut
sangat sulit dilakukan kecuali keadaan korban pingsan. Alat keadaan korban
sangat sulit untuk dibawa ke pinggir.
b.
Pegangan Pada Pelipis
Pegangan pada pelipis, dilakukan dengan pegangan dua tangan, apabila sudah
berada di belakang korban, segera pegang pelipisnya dengan dua tangan,
kemudian membawanya ke tepi kolam dengan menggunakan gaya dada dalam
posisi terlentang. Usahakan mulut dan hidung korban selalu berada di atas
permukaan air. Cara menolong dengan pegangan pada pelipis korban lebih
efisien dan efektif dari pada pegangan pada rambut.
c.
Pegangan Pada Dagu
Pegangan pada dagu, dilakukan dengan dua tangan apabila posisi badan sudah
berada di belakang korban, maka usahakan tubunya menjadi terlentang,
kemudian tangan memegang dagu korban dan segera dibawa ke tepi kolam
dengan gerakan gaya dada terlentang. Cara menolong korban dengan pegangan
pada dagu keuntungannya sama dengan seperti pada pegangan pelipis.
d.
Pegangan Pada Dada
2.1.2.2.Penyelamatan Korban Hampir Tenggelam dengan Alat
Menurut Subagyo (2007) juga, cara menolong yang akan lebih efisien dan
efektif adalah dengan mempergunakan alat bantu. Alat bantu yang dipergunakan
ada 4 macam, yaitu :
a.
Tongkat
Alat bantu yang pertama yang harus selalu ada di samping penyelamat saat
mengajar renang adalah sebuah tongkat yang panjangnya 1 meter dan garis
tengahnya 2 cm. Cara penggunannya apabila ada peristiwa mendadak dan siswa
membutuhkan pertolongan, dimana posisinya dekat. Maka penyelamat tinggal
menyodorkan tongkat tersebut supaya dipegang, penyelamat tidak usah
cape-cape terjun dan membawa korban di dalam kolam.
b.
Tambang Plastik
Alat bantu yang kedua adalah tambang plastik, yang panjangnya 5 meter dan
besarnya sedang, digulung dan diikat dengan karet gelang, dikaitkan pada
celana renang. Cara penggunaannya apabila saat mengajar ada siswa yang
membutuhkan pertolongan, segera tambang tersebut dibuka dan dilemparkan
kepada korban, ujung tambang dipegang oleh penyelamat, apabila korban sudah
memegangnya, tarik ke tepi kolam. Alat bantu tambang dipergunakan apabila
jarak dengan korban sekitar 3-4 meter. Cara ini juga sangat efisien dan efektif.
c.
Ban
Alat bantu yang ketiga adalah ban yang diikatkan pada tambang yang
panjangnya 15 meter. Pada waktu melaksanakan pembelajaran renang, alat ini
selalu berada di samping penyelamat. Cara penggunaannya apabila ada siswa
yang membutuhkan pertolongan segera penyelamat melemparkan ban tersebut
ke arah korban, beri petunjuk supaya masuk ke dalam ban, kemudian tarik ke
tepi kolam. Alat bantu ini sangat efektif karena dapat sekaligus menolong siswa
2-3 orang di tempat dalam, apabila lemparan penyelamat kurang tepat,
penyelamat harus segera terjun ke dekat korban.
d.
Pelampung
akan dibawa untuk menolong korban. Cara penggunaannya sangat populer
dalam film bay watch oleh para
lifeguard untuk menolong para pengunjung
pantai yang mengalami musibah akan tenggelam saat berenang. Apabila pada
waktu mengajar renang, tiba-tiba ada siswa yang perlu ditolong, segera
megaitkan tali pelampung ke belakang celana renang, kemudian segera
melompat ke arah korban. Pelampung diberikan supaya dipegang/dipeluk.
Apabila korban sudah pingsan maka pelampung disimpan di bawah leher
korban.
2.2.
Pengetahuan
2.2.1. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu setelah orang melakukan
penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera
manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo, 2003). Selain itu, secara konvensional, pengetahuan telah
didefinisikan sebagai suatu kepercayaan yang benar dan dibenarkan. Hal ini amat
sesuai dengan segala bentuk benda dan kejadian yang terjadi di seluruh dunia ini
(Darwin, 2003).
2.2.2.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Dalam buku yang sama, menurut Notoatmodjo (2003), ada beberapa faktor
yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu :
a.
Pendidikan
seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas
pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan bukan berarti seorang
pendidikan rendah, mutlak berpengetahuan rendah pula. Karena peningkatan
pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi di
pendidikan non formal juga dapat diperoleh. Pengetahuan seseorang tentang
sesuatu obyek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua
aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek
tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui, akan
menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut.
b.
Pengalaman
Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan
pengetahuan dan keterampilan professional serta pengalaman belajar selama
bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan dalam mengambil sebarang
mengambil keputusan.
c.
Usia
Dua sikap tradisional mengenai jalanya perkembangan selama hidup :
1.
Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang
dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah
pengetahuannya.
2.
Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada orang yang sudah tua
karena mengalami kemunduran baik fisik maupun mental. Dapat
diperkirakan bahwa IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia,
khususnya pada beberapa kemampuan yang lain seperti misalnya kosa kata
dan pengetahuan umum. Beberapa teori berpendapat ternyata IQ seseorang
akan menurun cukup cepat sejalan dengan bertambahnya usia.
2.2.3. Rumus Penilaian Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003) lagi, penilaian dilakukan dengan cara
membandingkan jumlah skor jawaban dengan skor yang diharapkan (tertinggi)
Sp
N =
×
100%
Sm
Keterangan :
N = Nilai yang didapat
Sp = Skor yang didapat
Sm = Skor tertinggi maksimum
Selanjutnya presentase jawaban ditafsirkan dalam kalimat kualitatif.
Kemudian hasil presentase diinterpretasikan dengan menggunakan skala kualitatif
yaitu :
Baik
: 76% - 100%
Cukup
: 56% - 75%
Kurang
: 41% - 55%
Tidak Baik
: < 40%
2.3.
Bantuan Hidup Dasar
2.3.1. Definisi Bantuan Hidup Dasar
Menurut
American Heart Association
(AHA) 2010, bantuan hidup dasar
(Basic Life Support) adalah usaha sederhana yang dilakukan untuk
mempertahankan kehidupan pada saat seseorang mengalami keadaan yang
mengancam nyawa (cardiac arrest). bantuan hidup dasar (BHD) merupakan
pertolongan pertama yang dapat diberikan oleh setiap lapisan masyarakat yang
berada dekat dengan korban sebelum pertolongan lanjutan dari para petugas
kesehatan datang ke lokasi kejadian (Sudiharto & Sartono, 2011).
2.3.2. Tujuan Bantuan Hidup Dasar
Tindakan BHD bertujuan untuk menyelamatkan kehidupan, mencegah
keadaan menjadi lebih buruk, membatasi cacat, dan mempercepat kesembuhan
serta meringankan beban penderitaan dari korban (Purwadianto & Sampurna,
2.3.3. Langkah-langkah Pemberian Bantuan Hidup Dasar
Pada kejadian near drowning, pemberian pertolongan pertama (BHD) harus
segera dilakukan agar korban dapat terhindar dari kematian atau kecacatan yang
lebih parah. Hal pertama yang harus dilakukan adalah menyelamatkan korban dari
air sesegera mungkin (AHA, 2010). Untuk menyelamatkan korban dari air,
penolong dapat memanggil/meminta bantuan kepada orang terdekat/sekitar dan
menggunakan alat angkut seperti perahu, rakit, papan selancar atau alat bantu apung
lainnya jika tersedia. Untuk menghindari terjadinya
post-immersion collapse,
sebaiknya korban diangkat dari dalam air dengan posisi telungkup. Beberapa hal
yang harus dilakukan penolong pada korban sebelum pemberian bantuan hidup
dasar menurut Frame (2003), yaitu :
I.
Memastikan keamanan lingkungan. Inilah hal yang paling utama sebelum
melakukan bantuan. Pastikan keselamatan diri dan korban. Pastikan bahwa
tidak ada bahaya lain yang ada di sekitar korban yang dapat memperparah
kondisi korban.
II.
Memeriksa kesadaran korban. Penolong dapat mengetahuinya dengan cara
menyentuh atau menggoyang-goyangkan bahu/tubuh korban sambil memanggil
korban.
Gambar 2.1. Periksa kesadaran korban (ERC, 2010)
a)
Lokasi korban
b)
Nomor telepon yang penolong gunakan dan nama penolong
c)
Apa yang terjadi
d)
Jumlah orang yang memerlukan bantuan dan keadaan khusus
e)
Keadaan korban dan semua tindakan yang telah diberikan penolong
ditempat
Gambar 2.2. Panggil bantuan (ERC, 2010)
IV.
Memperbaiki posisi korban. Tidakan bantuan hidup dasar yang efektif
dilakukan dengan memposisikan korban dalam posisi terlentang (supin) dan
berada pada permukaan yang rata dan keras. Jika korban tidak bisa diposisikan
terlentang karena indikasi tertentu dan membutuhkan tekanan/kompresi dada,
maka bisa dilakukan dengan posisi tengkurap.
V.
Pengaturan posisi penolong. Posisi penolong diatur senyaman mungkin dengan
memposisikan dirinya di sebelah kanan korban, berlutut sejajar dengan bahu
korban ketika akan memberikan bantuan napas dan sirkulasi. Kombinasi
bantuan napas dan kompresi dada untuk sirkulasi disebut resusitasi jantung paru
(RJP).
Berdasarkan
Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and
Emergency Cardiovascular Care AHA
2010,
resusitasi jantung paru (RJP)
dilakukan dengan urutan C-A-B dimana penangan sirkulasi menjadi fokus utama.
Namun, pada penanganan korban near drowning siklus A-B-C tetap dipertahankan
oleh karena sifat hipoksia dari arrest yang terjadi. Apabila korban hanya mengalami
henti napas maka dapat segera merespon tindakan yang diberikan.
1.
Tahapan
Airway
Menurut
American College of Surgeon Committee on Trauma
(2008) gangguan
airway
(jalan napas) dapat timbul secara mendadak dan total, perlahan-lahan
dan sebagian, dan progresif dan/atau berulang. Khusus korban dengan
penurunan kesadaran mempunyai risiko terhadap gangguan
airway
dan
seringkali memerlukan pemasangan
airway definitive
. Oleh karena itu, pada
orang yang tidak sadar, tindakan pembukaan jalan napas harus dilakukan.
Tanda-tanda objektif sumbatan
airway
, yaitu :
a.
Lihat (
look
) apakah korban tampak linglung, terlihat sulit bernapas, lihat
pergerakan dada, dan perut.
b.
Dengarkan (
listen
) suara-suara dari saluran pernapasan korban, apakah ada
suara mendengkur (
snoring)
, berkumur (
gurgling
), dan bersiul (
crowing
sound
,
stridor
).
c.
Rasakan (
feel
) hembusan napas korban melalui pipi penolong.
Gambar 2.3.
Look, Listen and Feel
(ERC, 2010)
Teknik-teknik mempertahankan
airway
adalah sebagai berikut (
American
College of Surgeon Committee on Trauma
, 2008) :
x
Head Tilt
x
Chin Lift
Jari-jemari salah satu tangan diletakkan di bawah rahang, yang kemudian
secara hati-hati diangkat ke atas untuk membawa dagu ke arah depan. Ibu
jari tangan yang sama, dengan ringan menekan bibir bawah untuk membuka
mulut.
Maneuver
chin-lift tidak boleh menyebabkan leher terangkat.
Manuver ini berguna pada korban karena tidak membahayakan korban
dengan kemungkinan patah ruas tulang leher atau mengubah patah ruas
[image:30.595.237.433.301.413.2]tulang tanpa cedera spinal menjadi patah tulang dengan cedera spinal.
Gambar 2.4. Head tilt
–
Chin lift (ERC, 2010)
x
Jaw Thrust
Pertama, ambil posisi di atas kepala korban. Pertahankan dengan hati-hati
agar posisi kepala, leher dan spinal korban tetap pada satu garis. Manuver
mendorong rahang (jaw-thrust) dilakukan dengan cara memegang sudut
rahang bawah (angulus mandibulae) kiri dan kanan, dan mendorong rahang
bawah ke depan. Bila cara ini dilakukan sambil memegang masker dari alat
bag-valve, dapat dicapai kerapatan yang baik dan ventilasi yang adekuat.
Manuver ini lebih dianjurkan apabila dicurigai adanya trauma servikal.
Gambar 2.5. Jaw thrust (ERC, 2010)
2.
Tahapan Breathing (Bantuan napas)
x
Mulut Ke Mulut
Pada dewasa dan anak dilakukan dengan menutup hidung korban, kepala
tetap diekstensikan. Sedangkan pada neonatus, bantuan napas diberikan
pada mulut dan hidung bayi. Pemberian napas yang adekuat tergantung dari
kerapatan mulut penolong terhadap mulut korban ketika meniupkan udara.
Namun pemberian napas bantu mulut ke mulut ini jarang digunakan karena
khawatir terjadi penularan penyakit.
Gambar 2.6. Bantuan napas dari mulut ke mulut (ERC, 2010)
x
Mulut Ke Masker
Teknik ini lebih aman dari transmisi penyakit. Pemberian napas bantu
terlindung oleh masker yang memperantarai mulut penolong dan mulut
[image:31.595.253.390.457.553.2]Gambar 2.7. Mouth-to-mask ventilation (ERC, 2010)
x
Alat Bantu Napas Lainnya
Alat bantu napas lainnya dapat dilakukan di rumah sakit disesuaikan dengan
kebutuhan pasien, seperti
Flow-restricted oxygen-powered ventilating
device dan bag-mask device.
3.
Tahapan Circulation (sirkulasi) dan Bleeding (perdarahan)
Bantuan sirkulasi diberikan segera bila korban mengalami henti jantung. Henti
jantung adalah berhentinya sirkulasi yang disebabkan oleh fungsi jantung yang
tidak efektif. Keadaan ini mengakibatkan tidak terabanya denyut nadi, tekanan
darah tidak terukur, serta berhentinya fungsi pernapasan. Penolong harus
memastikan ada/tidaknya henti jantung dengan meraba denyut nadi karotis di
leher korban untuk orang dewasa dan anak, sedangkan arteri brakialis di lengan
atau femoralis di paha untuk bayi. Tindakan ini dilakukan maksimal dalam 10
detik. Jika denyut nadi dan pernapasan tidak ada, dilakukan resusitasi jantung
paru (RJP) segera.
[image:32.595.229.420.588.714.2]Menurut AHA 2010, langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk memberikan
resusitasi jantung paru (RJP) adalah sebagai berikut :
I.
Penolong berada di posisi yang sedemikian rupa, menghadap ke arah korban
dan lutut sejajar dengan bahu kanan korban.
II.
Letakkan tumit telapak salah satu tangan pada tengah dada korban, dan
tangan yang lain letakkan di atas tangan tersebut. Kedua jari tangan saling
menggenggam, kemudian mulai tekan “kuat dan cepat”
. Pastikan tekanan
yang diberikan mencapai kedalaman sekitar 2 inchi/5 cm.
III.
Hitung tekanan yang diberikan, yaitu dengan perbandingan 30 kali tekanan
(kompresi dada) dalam 15-18 detik lalu berikan bantuan pernapasan 2 kali.
[image:33.595.186.455.347.476.2]Kompresi dada minimal 100 kali per menit.
Gambar 2.9. (a) Titik kompresi dan (b) Posisi kompresi (ERC, 2010)
Gambar 2.10. Push hard-push fast
IV.
Untuk pemberian napas bantuan, pastikan jalan napas korban terbuka
b
a
a
[image:33.595.204.436.530.668.2]lubang hidung pasien dengan jari telunjuk dan jempol ketika memberikan
napas buatan.
V.
Penolong mengambil napas normal (bukan napas dalam), kemudian
memberikan bantuan napas pada korban, pastikan seluruh mulut korban
tertutup rapat dengan mulut penolong, periksa apakah dada pasien
mengembang saat diberikan bantuan napas.
VI.
Kembali berikan kompresi pada dada sebanyak 30 kali diikuti bantuan
napas 2 kali, terus lanjutkan sampai bantuan datang. Pengecekan
tanda-tanda kesadaran dilakukan tiap 5 kali periode resusitasi jantung paru.
Beberapa pertimbangan dihentikannya resusitasi jantung paru (RJP),
diantaranya :
a.
Penolong kelelahan.
b.
Ada penolong yang lebih kompeten.
c.
Korban telah menunjukkan tanda-tanda kematian.
d.
Sudah ada respon dari korban (napas dan nadi mulai ada).
4.
Tahapan
Disability
Melakukan penilaian kesadaran secara singkat untuk mengetahui keberhasilan
tindakan bantuan hidup dasar dan kemungkinan pemulihan. Penilaian yang
dapat dilakukan antara lain adalah AVPU, yaitu :
a.
Alert,
yaitu korban bangun dan sadar.
b.
Verbal response,
yaitu tidak sepenuhnya sadar, hanya merespon
ketikadipanggil (stimulus verbal).
c.
Pain,
yaitu kesulitan bangun/sadar, hanya merespon jika diberi rangsang
nyeri seperti tekanan pada kuku.
d.
Unrespond,
yaitu korban tidak sadar sepenuhnya.
5.
Tahapan
Exposure/Environment
tertentu, sedangkan bagian lain yang tidak diperiksa ditutupi dan korban
diselimuti dengan kain yang kering dan tebal untuk mencegah terjadinya
hipotermi. Untuk exposure lebih lanjut sebaiknya dilakukan oleh petugas medis.
Setelah melakukan tahapan A-B-C-D-E di atas sedangkan korban masih
belum sadar namun bernapas dan tidak ada perawatan bantuan hidup lainnya,
korban harus ditempatkan pada posisi aman (recovery position). Posisi korban
dengan
recovery position akan memastikan jalan napas terbuka dan bebas, serta
tidak membuat korban tersedak oleh cairan yang mungkin ada di tenggorokan
[image:35.595.175.447.345.541.2]korban. Cara melakukan recovery position adalah sebagai berikut :
Gambar 2.11. Recovery position (ERC, 2010)
I.
Penolong berlutut disalah satu sisi korban.
II.
Menempatkan lengan korban dengan penolong pada sisi kanan, dengan tangan
korban ke atas depan kepalanya.
III.
Memposisikan bagian punggung tangan satunya agar mengganjal kepala yang
sudah dimiringkan sehingga punggung tangan menyentuh pipi korban sendiri.
IV.
Memfleksikan lutut ke bagian kanan.
V.
Memutar pasien ke satu sisi dengan hati-hati dengan menarik lutut yang sudah
1
2
VI.
Membebaskan jalan napas dengan head tilt, chin lift, jaw thrust (triple airway
maneuver) dan memeriksa kembali kebebasan jalan napas.
VII.
Penolong tetap bersama korban dan mengawasi pernapasan dan nadi secara
terus menerus sampai bantuan datang. Jika memungkinkan, penolong dapat
memutar pasien pada posisi yang lain.
2.4.
Tenggelam
2.4.1. Definisi Tenggelam
Tenggelam (drowning) adalah kematian akibat asfiksia yang terjadi dalam
24 jam setelah peristiwa tenggelam di air, sedangkan hampir tenggelam (near
drowning)
adalah korban masih dalam keadaan hidup lebih dari 24 jam setelah
setelah peristiwa tenggelam di air. Jadi, tenggelam (drowning)
merupakan suatu
keadaan fatal, sedangkan hampir tenggelam (near drowning)
mungkin dapat
berakibat fatal (Kallas H, 2007).
Sedangkan WHO mendefinisikan sebagai proses gangguan pernapasan
akibat
tenggelam/hampir
tenggelam
dalam
cairan.
Luaran
tenggelam
diklasifikasikan sebagai meninggal, morbiditas dan tidak ada morbiditas
(www.who.int/violence_injury_prevention).
2.4.2.
Klasifikasi Tenggelam
I.
Berdasarkan temperatur air, klasifikasi tenggelam dibagi menjadi tiga
(Stevenson M) :
a.
Tenggelam di air hangat (warm water drowning), bila temperatur air
≥ 20°C
.
b.
Tenggelam di air dingin (cold water drowning), bila temperatur air
5-20°C.
c.
Tenggelam di air sangat dingin (very cold water drowning), bila
temperatur air < 5°C.
II.
Berdasarkan osmolaritas air, klasifikasi tenggelam dibagi menjadi dua
(Stevenson M) :
a.
Tenggelam di air tawar.
III.
Kejadian tenggelam atau
submersed accident
dapat memberikan dua
hasil (Zulkarnaen I) :
a.
Immersion syndrome, yang merupakan kematian mendadak setelah
kontak dengan air dingin.
b.
Submersed injury, yaitu dapat menyebabkan kematian 24 jam
setelah kejadian tenggelam, survival, atau pulihnya keadaan setelah
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1.
Kerangka Konsep
3.2.
Definisi Operasional
I.
Definisi :
a.
Pengetahuan
Segala pengetahuan yang diketahui responden tentang bantuan
hidup dasar pada korban hampir tenggelam.
b.
Bantuan Hidup Dasar
Pertolongan pertama secara sederhana yang dilakukan oleh
pengawas kolam renang untuk mengatasi keadaan korban hampir
tenggelam yang mengancam nyawa agar dapat mempertahankan
kehidupan si korban.
II.
Cara Ukur : Wawancara
III.
Alat Ukur : Kuesioner, pertanyaan diajukan sebanyak 20 pertanyaan
dengan 2 pilihan jawaban.
x
Jawaban yang benar diberi skor 1
x
Jawaban yang salah diberi skor 0
IV.
Hasil Ukur : Dinyatakan dalam kategori :
x
Baik
: 76% - 100%
x
Cukup
: 56% - 75%
x
Kurang
: 41% - 55%
x
Tidak baik
: < 40%
V.
Skala pengukuran : Skala ordinal
Gambar 3.1 Kerangka konsep tingkat pengetahuan pengawas kolam
renang tentang bantuan hidup dasar (BHD)
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1.
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi deskriptif
dengan desain penelitian
cross sectional
yang mana penelitian ini akan meneliti
tentang tingkat pengetahuan pengawas kolam renang tentang bantuan hidup dasar
pada korban hampir tenggelam di kolam renang.
4.2.
Lokasi dan Waktu Penelitian
4.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di beberapa kolam renang di Medan yang
mempunyai pengawas kolam renang. Penelitian ini juga dilakukan kerana belum
ada lagi penelitian serupa ini di kota Medan.
4.2.2.
Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan September hingga bulan November
2015.
4.3.
Populasi dan Sampel
4.3.1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah pengawas kolam renang di Medan. Peneliti
menyusun kriteria inklusi dan ekskluasi sebagai subjek studi, yaitu :
a.
Kriteria inklusi :
1.
Pengawas kolam renang resmi di kolam renang tersebut.
2.
Mempunyai pendengaran yang baik dan mampu membaca.
b.
Kriteria eksklusi :
4.3.2. Sampel
Penentuan besar sampel pada penelitian ini menggunakan rumus besar
sampel deskriptif sebagai berikut (Sastroasmoro, 2013) :
(Zα)
2PQ
N =
d
2Keterangan :
N
= Jumlah sampel
Zα
= Deviat baku alfa = 1,96
P
= Proporsi kategori variabel yang diteliti = 0,5
Q
= 1
–
P = 1
–
0,5 = 0,5
d
= Presisi (ketepatan/ketelitian) = 10%
Maka, dirumuskan dalam angka perhitungan sebagai berikut :
(1,96)
2x 0,5 x (1-0,5)
N =
= 96,04
(0,1)
2Dengan demikian, ditemukan besar sampel yang diperlukan dalam
penelitian ini adalah 96,04 orang. Disebabkan jumlah sampel hanya 66 orang
pengawas kolam renang, maka peneliti memutuskan untuk menggunakan teknik
total sampling.
4.4.
Teknik Pengumpulan Data
Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti
secara langsung dari sumber data utama. Data primer disebut juga sebagai data asli
atau data terbaru. Untuk mendapatkan data primer, peneliti harus
mengumpulkannya secara langsung. Teknik yang dapat digunakan peneliti untuk
Data ini diperoleh langsung dari responden yaitu dari jawaban kuesioner
yang jawab oleh responden. Kemudian kuesioner yang telah dijawab dikumpulkan
dan dicek kelengkapannya oleh peneliti untuk diolah dan dianalisis. Data primer
meliputi karakteristik responden, yaitu nama, usia, tingkat pendidikan, tempat
bekerja dan lama pengalaman kerja.
4.4.1.
Alur Penelitian
Adapun alur pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut :
a.
Proposal penelitian telah disetujui oleh Dosen Pembimbing dan Penguji.
b.
Mendapat surat izin penelitian dari institusi pendidikan.
c.
Menyampaikan surat izin ke Badan Penelitian dan Pengembangan
Pemerintah Kota Medan.
d.
Menyebarkan instrumen penelitian kepada responden yang sebelumnya
telah dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas.
e.
Setelah data terkumpul dilakukan proses analisis data.
4.4.2.
Uji Validitas dan Reliabilitas
Pada bulan September, terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan
reliabilitas kuesioner. Selanjutnya, peneliti mengoreksi dan menyusun kembali
kuesioner untuk di uji kembali validitas dan reliabilitasnya. Hasil daripada koreksi
yang dilakukan validitas pada 15 org responden, kuesioner diberikan kepada
responden iaitu pengawas kolam renang di Kota Medan yang memiliki karakteristik
yang sama dengan sampel penelitian yaitu memenuhi kriteria inklusi dan tidak
memenuhi kriteria eksklusi. Dari hasil uji validitas dan reabilitas didapat semua
Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas
Nomor
Pertanyaan
Total
Pearson
Correlation
Status
Alpha
Status
1
0.543
Valid
0.766
Reliabel
2
0.579
Valid
3
0.654
Valid
4
0.588
Valid
5
0.652
Valid
6
0.543
Valid
7
-0.556
Valid
8
0.679
Valid
9
0.679
Valid
10
0.616
Valid
11
0.713
Valid
12
0.621
Valid
13
0.543
Valid
14
-0.761
Valid
15
0.612
Valid
16
0.612
Valid
17
0.579
Valid
18
0.612
Valid
19
0.565
Valid
20
0.612
Valid
4.5.
Pengolahan dan Analisa Data
4.5.1. Pengolahan Data
Dalam penelitian ini, data yang diperoleh dari hasil kuisioner yang dijawab
oleh responden diubah menjadi data kuantitatif berupa skor nilai, lalu data-data
tersebut diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a.
Editing
Editing
adalah langkah untuk meneliti kelengkapan isian kuesioner sehingga
b.
Coding
Coding
adalah suatu langkah memberikan kode/menandai jawaban-jawaban
responden atas pertanyaan yang ada pada kuesioner yang nantinya akan
memudahkan proses pengolahannya di komputer.
c.
Entrying data
Entrying data
merupakan langkah memasukkan data melalui pengolahan
komputer dengan menggunakan program SPSS (Statistical Package for Social
Science).
d.
Cleaning
Cleaning
adalah pembersihan data. Langkah ini dilakukan untuk meneliti
kembali data yang sudah ada, dan melihat ada tidaknya kesalahan pada data.
e.
Saving
Saving
adalah upaya penyimpanan data. Setelah data diolah kemudian data
tersebut dianalisa secara deskriptif untuk mengetahui tingkat pengetahuan
pengawas kolam renang tentang bantuan hidup dasar. Hasil dari analisa data
tersebut disajikan dalam bentuk narasi dan tabel distribusi frekuensi atau
proporsi.
4.5.2. Analisa Data
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1.
Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah di beberapa kolam renang Kota Medan. Antara
kolam renang yang telah dilakukan penelitian di Kota Medan adalah kolam renang
Bumi Asri, Bumi Seroja, Cemara Asri, Citra Garden, Deli, Graha Metropolitan,
Hairos, Karos, Mora Indah, Mutiara Residance, Paradiso, Primbana, Rocks,
Seksama (KRENSI), Selayang, Tasbi, Tirta Kartika dan Unimed.
5.1.2. Karakteristik Responden
Penelitian dilakukan pada 66 responden yang merupakan pengawas kolam
renang yang bertugas di kolam renang sekitar Kota Medan. Karakteristik yang
diamati pada responden adalah usia, tingkat pendidikan, dan lama masa kerja.
[image:44.595.119.512.450.599.2]5.1.2.1. Usia
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Usia (tahun)
Frekuensi
Persentase
<30
36
54,5%
30-40
19
28,8%
>
40
11
16,7%
Gambar 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Karakteristik usia responden terbagi atas tiga, yaitu <30, 30-40, dan >40
tahun. Berdasarkan karakteristik kelompok usia, hasil penelitian mendapatkan
kelompok responden paling banyak pada kelompok usia <30 tahun, yaitu sebanyak
36 orang (54,5%). Sedangkan kelompok responden yang paling sedikit adalah usia
>40 tahun yaitu sebanyak 11 orang (16,7%). Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.1 dan
gambar 5.1.
1 2 4 5 6 3 5 2 4 2 2 1 2 3 2 1 2 41 1 1 1 2
1 1 1 2 2 1 1 0 1 2 3 4 5 6 7
18 19 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 45 46 48 51 60
5.1.2.2.Tingkat Pendidikan
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan
Frekuensi
Persentase
SMP
6
9,1%
SMA
D3
59
1
89,4%
1,5%
[image:46.595.233.431.200.547.2]Total
66
100%
Gambar 5.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan responden terdistribusi menjadi tiga kelompok, yaitu
SMP, SMA dan D3. Berdasarkan karakteristik kelompok tingkat pendidikan, hasil
penelitian memperoleh kelompok responden terbanyak menurut tingkat pendidikan
adalah SMA yaitu sebanyak 59 orang (89,4%). Sedangkan kelompok responden
yang paling sedikit adalah D3 yaitu sebanyak 1 orang (1,5%). Hal ini dapat dilihat
pada tabel 5.2 dan 5.2.
SMP, 6
5.1.2.3.Lama Masa Kerja
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Lama
Masa Kerja
Lama Masa Kerja
Frekuensi
Persentase
<5 tahun
40
60,6%
5-10 tahun
22
33.3%
>10 tahun
4
6,1%
[image:47.595.113.512.172.553.2]Total
66
100%
Gambar 5.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Lama Masa Kerja
Lama masa kerja responden terdistribusi menjadi tiga kelompok, yaitu <5
tahun, 5-10 tahun, dan >10 tahun. Berdasarkan karakteristik kelompok lama masa
kerja, hasil penelitian memperoleh kelompok responden terbanyak menurut lama
masa kerja adalah <5 tahun yaitu sebanyak 40 orang (60,6%). Sedangkan kelompok
responden yang paling sedikit adalah >10 tahun yaitu 4 orang (6,1%). Hal ini dapat
dilihat pada tabel 5.3 dan gambar 5.3.
6 10 11 13 12 3 2 2 1 2 1 1 1 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 12 16 28 30
0 2 4 6 8 10 12 14
5.1.3. Hasil Analisis Data
5.1.3.1.Distribusi Jawaban Responden Menurut Pertanyaan
Distribusi jawaban responden untuk setiap pertanyaan memgenai
pengetahuan pengawas kolam renang tentang bantuan hidup dasar (BHD) di Medan
[image:48.595.123.512.277.732.2]dapat dilihat pada tabel 5.4 di bawah ini :
Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi dan Persentase Pengetahuan Responden Tiap
Pertanyaan Pengetahuan Mengenai Bantuan Hidup Dasar
No.
Item Pertanyaan
Pengetahuan
Benar
Salah
n
%
n
%
1.
Pengertian bantuan hidup
dasar (BHD)
61
92,4%
5
7,6%
2.
Pihak
yang
bisa
melaksanakan bantuan hidup
dasar (BHD)
46
69,7%
20
30,3%
3.
Tujuan bantuan hidup dasar
(BHD)
44
66,7%
22
33,3%
4.
Hal
yang
pertama
kali
dilakukan saat menemukan
korban hampir tenggelam
40
60,6%
26
39,4%
5.
Cara
mengetahui
korban
mengalami henti jantung atau
tidak
27
40,9%
39
59,1%
6.
Cara mengeluarkan sumbatan
7.
Tindakan jika korban tidak
menunjukkan
tanda-tanda
pernafasan
61
92,4%
5
7,6%
8.
Cara bantuan pernafasan
61
92,4%
5
7,6%
9.
Cara
bantuan
pernafasan
alternatif
48
72,7%
18
27,3%
10. Cara
mengetahui
korban
mengalami henti jantung
56
84,8%
10
15,2%
11. Waktu
sesuai
melakukan
kompresi jantung
53
80,3%
13
19,7%
12. Tempat
letaknya
tangan
ketika melakukan kompresi
jantung
38
57,6%
28
42,4%
13. Jumlah pijat jantung dan
pemberian
napas
buatan
dalam satu periode resusitasi
29
43,9%
37
56,1%
14. Tindakan
yang
dilakukan
apabila penolong yg lebih
berkompeten sudah datang
51
77,3%
15
22,7%
15. Frekuensi
penegcekan
kesedaran selepas RJP
41
62,1%
25
37,9%
16. Tindakan yang dilakukan jika
adanya perdarahan
16
24,2%
50
75,8%
17. Hal yang dilakukan setelah
18. Menyelimuti korban hampir
tenggelam
47
71,2%
19
28,8%
19. Hal yang dilakukan setelah
bantuan hidup dasar selesai
33
50%
33
50%
20. Bawa korban yang telah sadar
[image:50.595.111.538.107.579.2]ke rumah sakit.
50
75,8% 16
24,2%
Gambar 5.4. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Menurut Pertanyaan
61 46 44 40 27 36 61 61 48 56 53 38 29 51 41 16 58 47 33 50 5 20 22 26 39 30 5 5 18 10 13 28 37 15 25 50 8 19 33 16
P 1 P 2 P 3 P 4 P 5 P 6 P 7 P 8 P 9 P 1 0 P 1 1 P 1 2 P 1 3 P 1 4 P 1 5 P 1 6 P 1 7 P 1 8 P 1 9 P 2 0
JU M L A H R E S P O N D E N JUMLAH PERTANYAAN
5.1.3.2.Tingkat Pengetahuan Responden
Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden
Tingkat Pengetahuan
Frekuensi
Persentase
Baik
12
18,2%
Cukup
43
65,2%
Kurang
Tidak Baik
10
1
15,2%
1,5%
[image:51.595.118.512.155.334.2]Total
66
100%
Gambar 5.5. Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden
Berdasarkan hasil uji pengetahuan pada tabel 5.5, gambaran pengetahuan
diklasifikasikan menjadi empat kategori yaitu baik, cukup, kurang dan tidak baik.
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
12
43
10
1
Jum
la
h
R
es
ponde
n
Bantuan Hidup Dasar
pengetahuan cukup yaitu sebanyak 43 orang (65,2%), dan kelompok responden
terendah dengan kategori pengetahuan tidak baik sebanyak 1 orang (15%). Seperti
yang tertera pada tabel 5.5 dan gambar 5.5.
5.2.
Pembahasan
5.2.1.
Karakteristik Responden
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan adanya variasi karakteristik
responden berdasarkan usia, tingkat pendidikan dan masa pekerjaan. Berdasarkan
data pada hasil penelitian diatas, didapati bahwa usia termuda adalah 18 tahun dan
usia tertua adalah 60 tahun. Dilihat juga bahwa responden terbanyak berusia 23
tahun dengan rerata 30,70 tahun. Pada umumnya, seiring bertambahnya usia,
seseorang akan lebih matang dalam berpikir, bekerja dan menerima informasi.
Namun, perlu ditekankan bahwa seseorang yang berumur lebih tua tidak mutlak
memiliki pengetahuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan seseorang yang lebih
muda (Notoatmodjo, 2003).
Menurut seorang ahli psikologi perkembangan, Santrock (1999) dalam
Dariyo (2004), orang dewasa muda termasuk masa transisi, diantaranya transisi
secara intelektual maupun peran sosial. Kapasitas kognitif dewasa muda tergolong
masa operasional formal bahkan kadang-kadang mencapai masa post-operasi
formal. Taraf ini menyebabkan dewasa muda mampu memecahkan masalah yang
kompleks dengan kapasitas berfikir abstrak, logis dan rasional. Sedangkan
berdasarkan peran sosial, sebagai anggota masyarakat, mereka pun terlibat dalam
aktivitas-aktivitas sosial (Dariyo, 2004).
Pada karakteristik tingkat pendidikan terakhir dapat kita lihat bahwa
responden memiliki 3 variasi tingkat pendidikan yang dimulai dari SMP, SMA dan
D3. Responden terbanyak memiliki tingkat pendidikan SMA yaitu sebanyak 58
orang (89,4%) dan responden terendah adalah D3 yaitu sebanyak 1 orang (1,5%).
Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi pola pikir dan daya cerna seseorang
terhadap informasi yang diterima (Notoatmodjo, 2003).
Berdasarkan analisa tentang pendidikan responden, tercatat bahwa
Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa pendidikan mempengaruhi proses belajar,
makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima
informasi. Namun, perlu ditekankan bahwa seseorang yang berpendidikan rendah
tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula (Widayatun, 2004).