• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Pengetahuan Pengawas Kolam Renang Tentang Bantuan Hidup Dasar Pada Korban Hampir Tenggelam di Kolam Renang di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tingkat Pengetahuan Pengawas Kolam Renang Tentang Bantuan Hidup Dasar Pada Korban Hampir Tenggelam di Kolam Renang di Kota Medan"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

MEDAN

OLEH :

WAN MUHAMMAD ADIB BIN WAN ABD MALIK

120100517

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

MEDAN

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh :

WAN MUHAMMAD ADIB BIN WAN ABD MALIK

120100517

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Pembimbing

Penguji I

(dr. Rr. Sinta Irina, Sp.An)

(dr. Muhammad Ali, Sp.A(K))

NIP. 19760927 201012 2 002

NIP. 19690524 199903 1 001

Penguji II

(Dr. dr. Juliandi Harahap, MA)

NIP. 19700702 199802 1 001

Medan, Desember 2015

Dekan

Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH)

NIP. 19540220 198011 1 001

Judul

: Tingkat Pengetahuan Pengawas Kolam Renang TentangBantuan

Hidup Dasar Pada Korban Hampir Tenggelam Di Kolam Renang Di

Kota Medan

Nama

: Wan Muhammad Adib Bin Wan Abd Malik

(4)

ABSTRAK

Kegawatdaruratan pada korban hampir tenggelam memerlukan bantuan

hidup dasar segera. Bantuan Hidup Dasar (BHD) adalah usaha sederhana yang

dilakukan untuk mengatasi keadaan yang mengancam nyawa seseorang sehingga

dapat mempertahankan kehidupannya untuk sementara sebelum pertolongan lanjutan

dari petugas kesehatan datang ke lokasi kejadian.

Penelitian ini akan melihat

bagaimana tingkat pengetahuan pengawas kolam renang yang berada di Kota Medan

terhadap bantuan hidup dasar pada korban hampir tenggelam.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan

pengawas kolam renang di Kota Medan terhadap bantuan hidup dasar pada korban

hampir tenggelam.

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan deskriptif dan desain studi

cross-sectional. Populasi penelitian adalah seluruh pengawas kolam renang yang bekerja di

kolam renang di Kota Medan. Jumlah sampel diambil dengan metode total sampling

dan dihasilkan sampel sebanyak 66 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan

metode wawancara terpimpin menggunakan kuesioner. Data yang didapatkan lalu

dianalisis dengan program SPSS versi 21.

Berdasarkan analisis dari 66 responden, didapatkan hasil penelitian yaitu

karakteristik usia terbanyak adalah 23 tahun, tingkat pendidikan terakhir terbanyak

adalah Sekolah Menengah Atas (89,4%), dan lama masa bekerja terbanyak adalah <5

tahun (60,6%). Tingkat pengetahuan responden terbanyak untuk definisi bantuan

hidup dasar (43,9%),

airway

(43,9%), breathing

(63,6%), circulation

(36,4%),

disability (56,1%) dan exposure (60,6%).

Kesimpulan dari penelitian ini, tingkat pengetahuan pengawas kolam renang

di Kota Medan terhadap bantuan hidup dasar pada korban hampir tenggelam secara

keseluruhan adalah pada kategori cukup.

(5)

ABSTRACT

Emergency in near drowning victims requires an immediate basic life support.

Basic life support (BLS) is a simple effort made to overcome life-threatening

circumstances in order for someone to sustain their life for a while before the health

officials came to the scene for further relief. This study will look at how the

knowledge level of swimming pool lifeguard located in the city of Medan on basic

life support to safe the victims of near drowning.

The purpose of this study is to determine the level of knowledge for the

swimming pool lifeguard in Medan on basic life support to victims of near-drowning.

This research was conducted with descriptive approach and cross-sectional

study design. The study population is the swimming pool lifeguard who works in the

swimming pool in the city of Medan. The number of samples was taken by total

sampling method and the result of the sample is 66 lifeguards. The data was collected

by using a questionnaire guided interview method. The data were obtained and

analyzed with SPSS version 21.

Based on the analysis of 66 lifeguards, the study shows that most of them are

at the age of 23 years old, the majority education level is high school (89.4%), and the

majority time of working is <5 years (60.6%). The majority level of knowledge for

the definition of basic life support (43.9%), airway (43.9%), breathing (63.6%),

circulation (36.4%), disability (56.1%) and exposure ( 60.6%).

The conclusion of this study, the level of knowledge for the swimming pool

lifeguard in Medan on basic life support for the victims of drowning is categorized

good enough as a whole.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah

melimpahkan rahmat dan kurnia-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan proposal penelitian ini. Sebagai salah satu area

kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang dokter umum, proposal penelitian

ini disusun sebagai rangkaian tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan di

program studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya

kepada dosen pembimbing penulisan karya tulis ilmiah ini, dr. Rr. Sinta Irina, Sp.An

yang dengan sepenuh hati telah meluangkan waktu untuk mendukung, membimbing,

dan mengarahkan penulis mulai dari awal penyusunan proposal penelitian ini hingga

memberikan rekomendasi yang sangat berguna saat pelaksanaan penelitian ini di

lapangan.

Konsep cakupan belajar sepanjang hayat dan pengembangan pengetahuan

baru telah memotivasi penulis untuk melaksanakan penelitian yang berjudul “

Tingkat

Pengetahuan Pengawas Kolam Renang Tentang Bantuan Hidup Dasar Pada Penderita

Korban Hampir Tenggelam Di Kolam Renang Di Kota Medan

”. Semoga penelitian

ini dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya

di bidang ilmu kedokteran.

(7)

Medan, yang sanggup meluangkan masa dalam pengumpulan data yang dibutuhkan

untuk KTI ini.

Terima kasih kepada keluarga penulis yang tercinta, ayahanda Dr Wan Abd

Malik Wan Mohamed dan ibunda Prof Dr Salwani Abdullah yang senantiasa

menyayangi serta memberikan dukungan moril dan materil, dan memberikan segala

yang terbaik untuk penulis. Tidak terlupa juga kepada Khairatul Ummah dan Sari

Meuthia Dewi selaku teman satu Dosen Pembimbing yang banyak membantu dalam

penyelesaian proposal penelitian ini.

Semoga Allah S.W.T. senantiasa mencurahkan rahmat dan hidayah-Nya

kepada semua pihak yang telah banyak membantu. Harapan penulis agar KTI ini

dapat memberi manfaat dan masukan baru di dunia kedokteran demi kemajuan ilmu

pengetahuan. Dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran

yang membangun demi perbaikan proposal penelitian ini.

Medan, Desember 2015

Penulis

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN

…..………..

i

ASBTRAK

... ii

ABSTRACT

...

iii

KATA PENGANTAR

………...

iv

DAFTAR ISI

……….

vi

DAFTAR TABEL

………

..

ix

DAFTAR GAMBAR

………..………

x

DAFTAR LAMPIRAN

………...………

xi

BAB 1 PENDAHULUAN

………

1

1.1.

Latar

Belakang………

1

1.2. Rumusan

Masalah………...

4

1.3.

Tujuan Penelitian

……….

4

1.3.1.

Tujuan Umum

………...

4

1.3.2.

Tujuan Khusus

………..

4

1.4.

Manfaat Penelitian

………...

4

1.4.1.

Bagi Pengawas Kolam Renang

……….

4

1.4.2.

Bagi Penulis

………...

4

1.4.3.

Bagi Manejmen Kolam Renang

……….

5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

..

………..

6

2.1. Pengawas Kolam

Renang………....

6

2.1

.1. Definisi Pengawas Kolam Renang …...………

6

2.1.2

. Metode Pelatihan Bagi Pengawas Kolam Renang...…..……..

6

2.1

.2.1 Penyelamatan Korban Tenggelam Tanpa Alat………

6

(9)

2.2

. Pengetahuan….……….………....

9

2.2.1. Defin

isi Pengetahuan….………...

9

2.2.2. Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Pengetahuan……….….

9

2.2.3. Rumus Penilaian

Tingkat Pengetahuan….………..

10

2.3

. Bantuan Hidup Dasar.………...

11

2.3

.1. Definisi Bantuan Hidup Dasar ………...

11

2.3

.2. Tujuan Bantuan Hidup Dasar …………...…………....

... 11

2.3.2. Langkah Bantuan Hid

up Dasar Di Kolam Renang………….

12

2.4. Tenggelam ..

………..………....

.. 21

2.4

.1. Definisi Tenggelam………….…….………...

. 21

2.4.2. Klasifikasi

Tenggelam……...………

... 21

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

…………

23

3.1. K

erangka Konsep………

23

3.2. Definisi Ope

rasional……….……….

23

BAB 4 METODE PENELITIAN

………....

. 24

4.1. Jenis Penelitian………..

24

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian………..

... 24

4.2.1. Lokasi Penelitian……….

24

4.2.2. Waktu Penelitian……….

24

4.3. Populasi dan S

ampel………...

.. 24

4.3.1. Populasi……….…

. 24

4.3.2. Sampel………...

. 25

4.4. Teknik Pen

gumpulan Data………...

25

4.4.1. Alur

Penelitian………....

26

4.4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas

………...

.. 26

(10)

4.5.2. Anal

isa Data………...

28

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

………...

29

5.1. Hasil

Penelitian………..

29

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian………...

.

29

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden………

29

5.1.2.1. Karakteristik Usia………

..

29

5.1.2.2. Kara

kteristik Pendidikan………

31

5.1.2.3. Kara

kteristik Masa Kerja………..

32

5.1.3. Hasil A

nalisis Data………...…………..

33

5.1.3.1.

Jawaban Responden Menurut Pertanyaan…………

33

5.1.3.2. Tingkat Pengetahuan

Responden………..

36

5.2. Pembahasan………

..

37

5.2.1. Karakte

ristik Responden……….

37

5.2.2. Penge

tahuan Responden………..

38

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

………...

41

6.1. Kes

impulan………

41

6.2.

Saran………..

41

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

………….…..………...

.. 27

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Usia

………..

29

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Responden Menurut

Pendidikan………

31

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Responden Menurut

Masa Kerja………...

32

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi dan Persentasi Jawaban Responden Tiap

Pertanyaan Mengenai

Bantuan Hidup Dasar………

33

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1.

Periksa kesadaran korban………....………....

12

Gambar 2

.2. Panggil bantuan………...…………..……….…....

13

Gambar 2.3. Look, Listen and Feel

……….…………...….

14

Gambar 2.4. Head tilt – Chin lift

………....

15

Gambar 2.5. Jaw thrust

.………...

16

Gambar 2.6. Bantuan napas dari mulut ke mulut………...……....

.

16

Gambar 2.7. Mouth-to-mask ventilation

………...

.

17

Gambar 2.8. Meraba arteri karot

is ……….………...…...

.

17

Gambar 2.9. Titik Kompresi dan Posisi Kompresi………..……....

18

Gambar 2.10. Push hard

push fast

………..…....

18

Gambar 2.11. Recovery Position

………..…….

20

Gambar 3.1. Kerangka konsep

………

....

23

Gambar 5.1.

Frekuensi Responden Berdasarkan Usia

………...…..

30

Gambar 5.2.

Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan...

31

Gambar 5.3.

Frekuensi Responden Berdasarkan

Lama Masa Kerja………

32

Gambar 5.4.

Frekuensi Jaw

aban Responden Menurut Pertanyaan…....………

35

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2. Lembar Penjelasan kepada Responden

Lampiran 3. Lembar Persetujuan Responden (Informed Consent)

Lampiran 4. Kuesioner Penelitian

Lampiran 5. Kunci Jawaban Kuesioner

Lampiran 6. Ethical Clearence

Lampiran 7. Surat Izin Penelitian

Lampiran 8. Surat Keterangan Telah Selesai Melakukan Penelitian

Lampiran 9. Data Induk Uji Validitas dan Reabilitas

Lampiran 10. Output Hasil Uji Validitas dan Reabilitas

Lampiran 11. Data Induk Hasil Penelitian

(14)

ABSTRAK

Kegawatdaruratan pada korban hampir tenggelam memerlukan bantuan

hidup dasar segera. Bantuan Hidup Dasar (BHD) adalah usaha sederhana yang

dilakukan untuk mengatasi keadaan yang mengancam nyawa seseorang sehingga

dapat mempertahankan kehidupannya untuk sementara sebelum pertolongan lanjutan

dari petugas kesehatan datang ke lokasi kejadian.

Penelitian ini akan melihat

bagaimana tingkat pengetahuan pengawas kolam renang yang berada di Kota Medan

terhadap bantuan hidup dasar pada korban hampir tenggelam.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan

pengawas kolam renang di Kota Medan terhadap bantuan hidup dasar pada korban

hampir tenggelam.

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan deskriptif dan desain studi

cross-sectional. Populasi penelitian adalah seluruh pengawas kolam renang yang bekerja di

kolam renang di Kota Medan. Jumlah sampel diambil dengan metode total sampling

dan dihasilkan sampel sebanyak 66 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan

metode wawancara terpimpin menggunakan kuesioner. Data yang didapatkan lalu

dianalisis dengan program SPSS versi 21.

Berdasarkan analisis dari 66 responden, didapatkan hasil penelitian yaitu

karakteristik usia terbanyak adalah 23 tahun, tingkat pendidikan terakhir terbanyak

adalah Sekolah Menengah Atas (89,4%), dan lama masa bekerja terbanyak adalah <5

tahun (60,6%). Tingkat pengetahuan responden terbanyak untuk definisi bantuan

hidup dasar (43,9%),

airway

(43,9%), breathing

(63,6%), circulation

(36,4%),

disability (56,1%) dan exposure (60,6%).

Kesimpulan dari penelitian ini, tingkat pengetahuan pengawas kolam renang

di Kota Medan terhadap bantuan hidup dasar pada korban hampir tenggelam secara

keseluruhan adalah pada kategori cukup.

(15)

ABSTRACT

Emergency in near drowning victims requires an immediate basic life support.

Basic life support (BLS) is a simple effort made to overcome life-threatening

circumstances in order for someone to sustain their life for a while before the health

officials came to the scene for further relief. This study will look at how the

knowledge level of swimming pool lifeguard located in the city of Medan on basic

life support to safe the victims of near drowning.

The purpose of this study is to determine the level of knowledge for the

swimming pool lifeguard in Medan on basic life support to victims of near-drowning.

This research was conducted with descriptive approach and cross-sectional

study design. The study population is the swimming pool lifeguard who works in the

swimming pool in the city of Medan. The number of samples was taken by total

sampling method and the result of the sample is 66 lifeguards. The data was collected

by using a questionnaire guided interview method. The data were obtained and

analyzed with SPSS version 21.

Based on the analysis of 66 lifeguards, the study shows that most of them are

at the age of 23 years old, the majority education level is high school (89.4%), and the

majority time of working is <5 years (60.6%). The majority level of knowledge for

the definition of basic life support (43.9%), airway (43.9%), breathing (63.6%),

circulation (36.4%), disability (56.1%) and exposure ( 60.6%).

The conclusion of this study, the level of knowledge for the swimming pool

lifeguard in Medan on basic life support for the victims of drowning is categorized

good enough as a whole.

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

Renang merupakan salah satu cabang olahraga yang cukup populer di

Indonesia. Pada kenyataannya aktivitas berenang ini diikuti oleh banyak orang

mulai anak-anak, dewasa, bahkan orang tua laki maupun perempuan. Sebagai

tambahan, kolam renang dapat menjadi sangat terkenal sebagai pusat fitness dan

rehabilitasi (Clement, 1997).

Kecelakaan di kolam renang dapat terjadi pada semua orang, baik yang

sudah biasa berenang apalagi yang belum bisa berenang. Salah satu jenis

kecelakaan yang sering terjadi di kolam renang adalah tenggelam dan merupakan

salah satu risiko terbesar dalam aktivitas renang sehingga terjadinya kematian.

Mengurangi kemungkinan tenggelam atau jenis cedera air lainnya

merupakan tanggung jawab bersama antara guru pendidikan jasmani, instruktur

renang, orang tua, orang dewasa, dan

lifeguard. Pada umumnya tenggelam

merupakan kecelakaan, baik kecelakaan secara langsung maupun tenggelam yang

terjadi secara tidak langsung. Namun demikian membekali diri dengan kemampuan

pengetahuan keamanan dan penyelamatan merupakan sebuah tindakan bijak bagi

mengatasi kecelakaan tenggelam di kolam renang (Sismadiyanto, 2009).

(17)

ditemukan siswa tersebut sudah dalam keadaan kaku dan sekujur tubuh berwarna

lebam.

Tiga bulan kemudian setelah kejadian pertama, terjadi lagi korban

tenggelam. Kali ini seorang siswa kelas 6 sekolah dasar yang menjadi korban. Tidak

seperti biasanya, hari Sabtu waktu itu bertepatan dengan libur nasional. Tidak ada

pendamping yang mengikuti. Korban ini tenggelam setelah melakukan loncat yang

terlambat diketahui oleh orang terdekat maupun pengawas kolam renang. Kasus

kedua ini lebih komplek penyebabnya, yaitu anak yang bersangkutan memiliki

keterampilan renang yang kurang, panik, tidak ada pengawasan dari orang

dewasa/orang tua/pengawas kolam renang, mengabaikan risiko tenggelam dengan

berani berenang di kolam loncat pada kedalaman tujuh meter.

Pada tahun 2014 pula, berlakunya insiden tenggelam pada seorang anak

laki-laki yang berusia enam tahun di Hairos Water Park Jln.Jamin Ginting Medan.

Korban yang tenggelam di dalam kolam renang itu tidak bisa berenang dan tidak

diketahui oleh pengawas kolam renang. Setelah pengawas kolam renang

mengeluarkan korban dari kolam renang, korban didapati sudah lagi tidak bergerak.

Korban kemudian dibawa ke RSUP H Adam Malik. Kasus tenggelam lainnya yang

mengakibatkan kematian terutama karena terlambat diketahui oleh pengawas

kolam renang (lifeguard) dan karena pertolongan pertama yang terlambat pula.

Berdasarkan pengertian yang diadopsi World Health Organization (WHO)

pada tahun 2002, menyatakan bahwa tenggelam merupakan suatu proses kejadian

gangguan pernapasan akibat perendaman (submersion) atau pencelupan

(immersion) dalam cairan. Proses kejadian tenggelam diawali dengan

submersion

yaitu gangguan pernapasan baik karena jalan nafas seseorang berada di bawah

permukaan cairan ataupun

immersion

yaitu air hanya menutupi bagian wajahnya

saja (Szpilman D, 2012).

(18)

Tenggelam dalam waktu lebih dari 5 menit memiliki tingkat risiko kematian

yang tinggi. Demikian pula dengan waktu pertolongan pertama yang cepat dan tepat

akan sangat membantu proses pengeluaran air di dalam paru-paru dan dengan tepat

diberi tindakan untuk merangsang kesadaran. Misalnya dengan memiringkan tubuh

korban dan menepuk bagian punggung (Sismadiyanto, 2009).

Inisiansi pemberian pertolongan pertama sangat penting untuk segera

dilakukan agar korban dapat terhindar dari kematian atau kecacatan yang lebih

parah. Pengetahuan mengenai teknik pemberian bantuan hidup dasar dan

penanganan korban tenggelam sangat diperlukan dalam menghadapi situasi

kegawatdaruratan.

Bantuan hidup dasar (BHD) adalah usaha sederhana yang dilakukan untuk

mengatasi keadaan yang mengancam nyawa seseorang sehingga dapat

mempertahankan kehidupannya untuk sementara. BHD dilakukan sampai bantuan

atau pertolongan lanjutan datang. Bantuan hidup dasar merupakan bagian dari

pengelolaan gawat darurat medik yang bertujuan untuk mencegah berhentinya

sirkulasi atau berhentinya respirasi. Sebagian tindakan bantuan sederhana ini tidak

memerlukan peralatan (AHA, 2010).

Pada kondisi napas dan denyut jantung berhenti maka sirkulasi darah dan

transportasi oksigen berhenti, sehingga dalam waktu singkat organorgan tubuh

terutama organ fital akan mengalami kekurangan oksigen yang berakibat fatal bagi

korban dan mengalami kerusakan. Resusitasi Jantung Paruh (RJP) atau

Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) adalah suatu tindakan darurat sebagai suatu

usaha untuk mengembalikan keadaan henti nafas atau henti jantung (kematian

klinis) ke fungsi optimal, guna mencegah kematian biologis (Dede Kharisma Yanti

Bala, 2004).

Tujuan bantuan hidup dasar adalah mencegah berhentinya sirkulasi atau

berhentinya respirasi, memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan

ventilasi dari korban yang mengalami henti jantung atau henti nafas melalui

Resusitasi Jantung Paru (RJP) (Dede Kharisma Yanti Bala, 2004).

(19)

diharapkan mampu mengakomodir dan mengatasi berbagai permasalahan dan

fenomena tenggelam seperti pemberian pertolongan pertama atau bantuan hidup

dasar pada masyarakat. Selanjutnya memberikan pembekalan kepada pengawas

kolam renang baik di kolam renang umum dan kolam renang di tempat rekreasi

agar menguasai teknik-teknik penyelamatan di kolam renang.

1.2.

Rumusan Masalah

Bagaimanakah gambaran tingkat pengetahuan pengawas kolam renang

tentang bantuan hidup dasar di Kota Medan?

1.3.

Tujuan Penelitian

1.3.1.

Tujuan Umum

Mengetahui gambaran pengetahuan pengawas kolam renang tentang

bantuan hidup dasar.

1.3.2.

Tujuan Khusus

Mengetahui gambaran pengetahuan pengawas kolam renang tentang

definisi dan tujuan bantuan hidup dasar, tahapan

airway, tahapan

breathing,

tahapan circulation, tahapan disability dan juga tahapan exposure.

1.4.

Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Pengawas Kolam Renang

Sebagai bahan referensi untuk melakukan bantuan hidup dasar dan

meningkatnya kualitasnya dalam melakukan tugas untuk menyelamatkan

masyarakat di kolam renang.

1.4.2. Bagi Penulis

(20)

1.4.3. Bagi Manejmen Kolam Renang

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Pengawas Kolam Renang

2.1.1. Definisi Pengawas Kolam Renang

Lifeguard

adalah suatu profesi dalam bentuk keterampilan khusus sebagai

pertolongan terhadap kecelakan yang terjadi selama di air (kolam renang). Di

Amerika melalui lembaga

Swimming Teaching Association

(STA) yang berdiri

sejak 1932, telah diberikan perhatian khusus kepada profesi

lifeguard

karena

mampu menampilkan keterampilannya secara baik yang memungkinkan menjadi

sebuah profesi (http://www.sta.co.uk/acatalog/).

Menurut

American Academic of Pediatric Commite on Injury and Poison

Prevention Drowning

, sebuah lembaga independen yang bergerak di bidang

penanganan keamanan dan keselamatan di air menyebutkan bahwa tenggelam

adalah penyebab kematian keempat akibat kecelakaan.

Peranan

lifeguard

atau pengawas kolam renang yang merupakan salah satu

komponen penting dalam keberadaan sebuah kolam renang sangat mutlak

dibutuhkan dalam rangka memberi pelayanan dan rasa aman terhadap pengunjung

di kolam renang (Sismadiyanto, 2009).

Salah satu cara untuk mengurangi risiko kecelakaan dalam berenang atau

bermain di kolam renang adalah membekali pengawas kolam renang atau

lifeguard

dengan pelatihan dan keterampilan penyelamatan dan pertolongan pertama pada

kecelakaan (P3K).

2.1.2.

Metode Penyelamatan Korban Hampir Tenggelam di Kolam Renang

2.1.2.1.Penyelamatan Korban Hampir Tenggelam Tanpa Alat

(22)

a.

Pegangan Pada Rambut

Pegangan pada rambut, dilakukan dengan satu tangan, apabila pegangan

dilakukan dengan tangan kiri, maka si penolong berada di sebelah kiri korban.

Dan membawanya ke tepi kolam dengan menggunakan gaya dada atau gaya

bebas menyamping. Usahakan posisi korban tubuhnya terlentang, sehingga

mulut dan hidungnya tetap berada di ataspermukaan air, pegangan pada rambut

sangat sulit dilakukan kecuali keadaan korban pingsan. Alat keadaan korban

sangat sulit untuk dibawa ke pinggir.

b.

Pegangan Pada Pelipis

Pegangan pada pelipis, dilakukan dengan pegangan dua tangan, apabila sudah

berada di belakang korban, segera pegang pelipisnya dengan dua tangan,

kemudian membawanya ke tepi kolam dengan menggunakan gaya dada dalam

posisi terlentang. Usahakan mulut dan hidung korban selalu berada di atas

permukaan air. Cara menolong dengan pegangan pada pelipis korban lebih

efisien dan efektif dari pada pegangan pada rambut.

c.

Pegangan Pada Dagu

Pegangan pada dagu, dilakukan dengan dua tangan apabila posisi badan sudah

berada di belakang korban, maka usahakan tubunya menjadi terlentang,

kemudian tangan memegang dagu korban dan segera dibawa ke tepi kolam

dengan gerakan gaya dada terlentang. Cara menolong korban dengan pegangan

pada dagu keuntungannya sama dengan seperti pada pegangan pelipis.

d.

Pegangan Pada Dada

(23)

2.1.2.2.Penyelamatan Korban Hampir Tenggelam dengan Alat

Menurut Subagyo (2007) juga, cara menolong yang akan lebih efisien dan

efektif adalah dengan mempergunakan alat bantu. Alat bantu yang dipergunakan

ada 4 macam, yaitu :

a.

Tongkat

Alat bantu yang pertama yang harus selalu ada di samping penyelamat saat

mengajar renang adalah sebuah tongkat yang panjangnya 1 meter dan garis

tengahnya 2 cm. Cara penggunannya apabila ada peristiwa mendadak dan siswa

membutuhkan pertolongan, dimana posisinya dekat. Maka penyelamat tinggal

menyodorkan tongkat tersebut supaya dipegang, penyelamat tidak usah

cape-cape terjun dan membawa korban di dalam kolam.

b.

Tambang Plastik

Alat bantu yang kedua adalah tambang plastik, yang panjangnya 5 meter dan

besarnya sedang, digulung dan diikat dengan karet gelang, dikaitkan pada

celana renang. Cara penggunaannya apabila saat mengajar ada siswa yang

membutuhkan pertolongan, segera tambang tersebut dibuka dan dilemparkan

kepada korban, ujung tambang dipegang oleh penyelamat, apabila korban sudah

memegangnya, tarik ke tepi kolam. Alat bantu tambang dipergunakan apabila

jarak dengan korban sekitar 3-4 meter. Cara ini juga sangat efisien dan efektif.

c.

Ban

Alat bantu yang ketiga adalah ban yang diikatkan pada tambang yang

panjangnya 15 meter. Pada waktu melaksanakan pembelajaran renang, alat ini

selalu berada di samping penyelamat. Cara penggunaannya apabila ada siswa

yang membutuhkan pertolongan segera penyelamat melemparkan ban tersebut

ke arah korban, beri petunjuk supaya masuk ke dalam ban, kemudian tarik ke

tepi kolam. Alat bantu ini sangat efektif karena dapat sekaligus menolong siswa

2-3 orang di tempat dalam, apabila lemparan penyelamat kurang tepat,

penyelamat harus segera terjun ke dekat korban.

d.

Pelampung

(24)

akan dibawa untuk menolong korban. Cara penggunaannya sangat populer

dalam film bay watch oleh para

lifeguard untuk menolong para pengunjung

pantai yang mengalami musibah akan tenggelam saat berenang. Apabila pada

waktu mengajar renang, tiba-tiba ada siswa yang perlu ditolong, segera

megaitkan tali pelampung ke belakang celana renang, kemudian segera

melompat ke arah korban. Pelampung diberikan supaya dipegang/dipeluk.

Apabila korban sudah pingsan maka pelampung disimpan di bawah leher

korban.

2.2.

Pengetahuan

2.2.1. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu setelah orang melakukan

penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera

manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga

(Notoatmodjo, 2003). Selain itu, secara konvensional, pengetahuan telah

didefinisikan sebagai suatu kepercayaan yang benar dan dibenarkan. Hal ini amat

sesuai dengan segala bentuk benda dan kejadian yang terjadi di seluruh dunia ini

(Darwin, 2003).

2.2.2.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Dalam buku yang sama, menurut Notoatmodjo (2003), ada beberapa faktor

yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu :

a.

Pendidikan

(25)

seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas

pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan bukan berarti seorang

pendidikan rendah, mutlak berpengetahuan rendah pula. Karena peningkatan

pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi di

pendidikan non formal juga dapat diperoleh. Pengetahuan seseorang tentang

sesuatu obyek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua

aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek

tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui, akan

menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut.

b.

Pengalaman

Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan

pengetahuan dan keterampilan professional serta pengalaman belajar selama

bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan dalam mengambil sebarang

mengambil keputusan.

c.

Usia

Dua sikap tradisional mengenai jalanya perkembangan selama hidup :

1.

Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang

dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah

pengetahuannya.

2.

Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada orang yang sudah tua

karena mengalami kemunduran baik fisik maupun mental. Dapat

diperkirakan bahwa IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia,

khususnya pada beberapa kemampuan yang lain seperti misalnya kosa kata

dan pengetahuan umum. Beberapa teori berpendapat ternyata IQ seseorang

akan menurun cukup cepat sejalan dengan bertambahnya usia.

2.2.3. Rumus Penilaian Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003) lagi, penilaian dilakukan dengan cara

membandingkan jumlah skor jawaban dengan skor yang diharapkan (tertinggi)

(26)

Sp

N =

×

100%

Sm

Keterangan :

N = Nilai yang didapat

Sp = Skor yang didapat

Sm = Skor tertinggi maksimum

Selanjutnya presentase jawaban ditafsirkan dalam kalimat kualitatif.

Kemudian hasil presentase diinterpretasikan dengan menggunakan skala kualitatif

yaitu :

Baik

: 76% - 100%

Cukup

: 56% - 75%

Kurang

: 41% - 55%

Tidak Baik

: < 40%

2.3.

Bantuan Hidup Dasar

2.3.1. Definisi Bantuan Hidup Dasar

Menurut

American Heart Association

(AHA) 2010, bantuan hidup dasar

(Basic Life Support) adalah usaha sederhana yang dilakukan untuk

mempertahankan kehidupan pada saat seseorang mengalami keadaan yang

mengancam nyawa (cardiac arrest). bantuan hidup dasar (BHD) merupakan

pertolongan pertama yang dapat diberikan oleh setiap lapisan masyarakat yang

berada dekat dengan korban sebelum pertolongan lanjutan dari para petugas

kesehatan datang ke lokasi kejadian (Sudiharto & Sartono, 2011).

2.3.2. Tujuan Bantuan Hidup Dasar

Tindakan BHD bertujuan untuk menyelamatkan kehidupan, mencegah

keadaan menjadi lebih buruk, membatasi cacat, dan mempercepat kesembuhan

serta meringankan beban penderitaan dari korban (Purwadianto & Sampurna,

(27)

2.3.3. Langkah-langkah Pemberian Bantuan Hidup Dasar

Pada kejadian near drowning, pemberian pertolongan pertama (BHD) harus

segera dilakukan agar korban dapat terhindar dari kematian atau kecacatan yang

lebih parah. Hal pertama yang harus dilakukan adalah menyelamatkan korban dari

air sesegera mungkin (AHA, 2010). Untuk menyelamatkan korban dari air,

penolong dapat memanggil/meminta bantuan kepada orang terdekat/sekitar dan

menggunakan alat angkut seperti perahu, rakit, papan selancar atau alat bantu apung

lainnya jika tersedia. Untuk menghindari terjadinya

post-immersion collapse,

sebaiknya korban diangkat dari dalam air dengan posisi telungkup. Beberapa hal

yang harus dilakukan penolong pada korban sebelum pemberian bantuan hidup

dasar menurut Frame (2003), yaitu :

I.

Memastikan keamanan lingkungan. Inilah hal yang paling utama sebelum

melakukan bantuan. Pastikan keselamatan diri dan korban. Pastikan bahwa

tidak ada bahaya lain yang ada di sekitar korban yang dapat memperparah

kondisi korban.

II.

Memeriksa kesadaran korban. Penolong dapat mengetahuinya dengan cara

menyentuh atau menggoyang-goyangkan bahu/tubuh korban sambil memanggil

korban.

Gambar 2.1. Periksa kesadaran korban (ERC, 2010)

(28)

a)

Lokasi korban

b)

Nomor telepon yang penolong gunakan dan nama penolong

c)

Apa yang terjadi

d)

Jumlah orang yang memerlukan bantuan dan keadaan khusus

e)

Keadaan korban dan semua tindakan yang telah diberikan penolong

ditempat

Gambar 2.2. Panggil bantuan (ERC, 2010)

IV.

Memperbaiki posisi korban. Tidakan bantuan hidup dasar yang efektif

dilakukan dengan memposisikan korban dalam posisi terlentang (supin) dan

berada pada permukaan yang rata dan keras. Jika korban tidak bisa diposisikan

terlentang karena indikasi tertentu dan membutuhkan tekanan/kompresi dada,

maka bisa dilakukan dengan posisi tengkurap.

V.

Pengaturan posisi penolong. Posisi penolong diatur senyaman mungkin dengan

memposisikan dirinya di sebelah kanan korban, berlutut sejajar dengan bahu

korban ketika akan memberikan bantuan napas dan sirkulasi. Kombinasi

bantuan napas dan kompresi dada untuk sirkulasi disebut resusitasi jantung paru

(RJP).

Berdasarkan

Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and

Emergency Cardiovascular Care AHA

2010,

resusitasi jantung paru (RJP)

dilakukan dengan urutan C-A-B dimana penangan sirkulasi menjadi fokus utama.

Namun, pada penanganan korban near drowning siklus A-B-C tetap dipertahankan

oleh karena sifat hipoksia dari arrest yang terjadi. Apabila korban hanya mengalami

henti napas maka dapat segera merespon tindakan yang diberikan.

(29)

1.

Tahapan

Airway

Menurut

American College of Surgeon Committee on Trauma

(2008) gangguan

airway

(jalan napas) dapat timbul secara mendadak dan total, perlahan-lahan

dan sebagian, dan progresif dan/atau berulang. Khusus korban dengan

penurunan kesadaran mempunyai risiko terhadap gangguan

airway

dan

seringkali memerlukan pemasangan

airway definitive

. Oleh karena itu, pada

orang yang tidak sadar, tindakan pembukaan jalan napas harus dilakukan.

Tanda-tanda objektif sumbatan

airway

, yaitu :

a.

Lihat (

look

) apakah korban tampak linglung, terlihat sulit bernapas, lihat

pergerakan dada, dan perut.

b.

Dengarkan (

listen

) suara-suara dari saluran pernapasan korban, apakah ada

suara mendengkur (

snoring)

, berkumur (

gurgling

), dan bersiul (

crowing

sound

,

stridor

).

c.

Rasakan (

feel

) hembusan napas korban melalui pipi penolong.

Gambar 2.3.

Look, Listen and Feel

(ERC, 2010)

Teknik-teknik mempertahankan

airway

adalah sebagai berikut (

American

College of Surgeon Committee on Trauma

, 2008) :

x

Head Tilt

(30)

x

Chin Lift

Jari-jemari salah satu tangan diletakkan di bawah rahang, yang kemudian

secara hati-hati diangkat ke atas untuk membawa dagu ke arah depan. Ibu

jari tangan yang sama, dengan ringan menekan bibir bawah untuk membuka

mulut.

Maneuver

chin-lift tidak boleh menyebabkan leher terangkat.

Manuver ini berguna pada korban karena tidak membahayakan korban

dengan kemungkinan patah ruas tulang leher atau mengubah patah ruas

[image:30.595.237.433.301.413.2]

tulang tanpa cedera spinal menjadi patah tulang dengan cedera spinal.

Gambar 2.4. Head tilt

Chin lift (ERC, 2010)

x

Jaw Thrust

Pertama, ambil posisi di atas kepala korban. Pertahankan dengan hati-hati

agar posisi kepala, leher dan spinal korban tetap pada satu garis. Manuver

mendorong rahang (jaw-thrust) dilakukan dengan cara memegang sudut

rahang bawah (angulus mandibulae) kiri dan kanan, dan mendorong rahang

bawah ke depan. Bila cara ini dilakukan sambil memegang masker dari alat

bag-valve, dapat dicapai kerapatan yang baik dan ventilasi yang adekuat.

Manuver ini lebih dianjurkan apabila dicurigai adanya trauma servikal.

(31)
[image:31.595.242.404.113.218.2]

Gambar 2.5. Jaw thrust (ERC, 2010)

2.

Tahapan Breathing (Bantuan napas)

x

Mulut Ke Mulut

Pada dewasa dan anak dilakukan dengan menutup hidung korban, kepala

tetap diekstensikan. Sedangkan pada neonatus, bantuan napas diberikan

pada mulut dan hidung bayi. Pemberian napas yang adekuat tergantung dari

kerapatan mulut penolong terhadap mulut korban ketika meniupkan udara.

Namun pemberian napas bantu mulut ke mulut ini jarang digunakan karena

khawatir terjadi penularan penyakit.

Gambar 2.6. Bantuan napas dari mulut ke mulut (ERC, 2010)

x

Mulut Ke Masker

Teknik ini lebih aman dari transmisi penyakit. Pemberian napas bantu

terlindung oleh masker yang memperantarai mulut penolong dan mulut

[image:31.595.253.390.457.553.2]
(32)
[image:32.595.248.393.116.213.2]

Gambar 2.7. Mouth-to-mask ventilation (ERC, 2010)

x

Alat Bantu Napas Lainnya

Alat bantu napas lainnya dapat dilakukan di rumah sakit disesuaikan dengan

kebutuhan pasien, seperti

Flow-restricted oxygen-powered ventilating

device dan bag-mask device.

3.

Tahapan Circulation (sirkulasi) dan Bleeding (perdarahan)

Bantuan sirkulasi diberikan segera bila korban mengalami henti jantung. Henti

jantung adalah berhentinya sirkulasi yang disebabkan oleh fungsi jantung yang

tidak efektif. Keadaan ini mengakibatkan tidak terabanya denyut nadi, tekanan

darah tidak terukur, serta berhentinya fungsi pernapasan. Penolong harus

memastikan ada/tidaknya henti jantung dengan meraba denyut nadi karotis di

leher korban untuk orang dewasa dan anak, sedangkan arteri brakialis di lengan

atau femoralis di paha untuk bayi. Tindakan ini dilakukan maksimal dalam 10

detik. Jika denyut nadi dan pernapasan tidak ada, dilakukan resusitasi jantung

paru (RJP) segera.

[image:32.595.229.420.588.714.2]
(33)

Menurut AHA 2010, langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk memberikan

resusitasi jantung paru (RJP) adalah sebagai berikut :

I.

Penolong berada di posisi yang sedemikian rupa, menghadap ke arah korban

dan lutut sejajar dengan bahu kanan korban.

II.

Letakkan tumit telapak salah satu tangan pada tengah dada korban, dan

tangan yang lain letakkan di atas tangan tersebut. Kedua jari tangan saling

menggenggam, kemudian mulai tekan “kuat dan cepat”

. Pastikan tekanan

yang diberikan mencapai kedalaman sekitar 2 inchi/5 cm.

III.

Hitung tekanan yang diberikan, yaitu dengan perbandingan 30 kali tekanan

(kompresi dada) dalam 15-18 detik lalu berikan bantuan pernapasan 2 kali.

[image:33.595.186.455.347.476.2]

Kompresi dada minimal 100 kali per menit.

Gambar 2.9. (a) Titik kompresi dan (b) Posisi kompresi (ERC, 2010)

Gambar 2.10. Push hard-push fast

IV.

Untuk pemberian napas bantuan, pastikan jalan napas korban terbuka

b

a

a

[image:33.595.204.436.530.668.2]
(34)

lubang hidung pasien dengan jari telunjuk dan jempol ketika memberikan

napas buatan.

V.

Penolong mengambil napas normal (bukan napas dalam), kemudian

memberikan bantuan napas pada korban, pastikan seluruh mulut korban

tertutup rapat dengan mulut penolong, periksa apakah dada pasien

mengembang saat diberikan bantuan napas.

VI.

Kembali berikan kompresi pada dada sebanyak 30 kali diikuti bantuan

napas 2 kali, terus lanjutkan sampai bantuan datang. Pengecekan

tanda-tanda kesadaran dilakukan tiap 5 kali periode resusitasi jantung paru.

Beberapa pertimbangan dihentikannya resusitasi jantung paru (RJP),

diantaranya :

a.

Penolong kelelahan.

b.

Ada penolong yang lebih kompeten.

c.

Korban telah menunjukkan tanda-tanda kematian.

d.

Sudah ada respon dari korban (napas dan nadi mulai ada).

4.

Tahapan

Disability

Melakukan penilaian kesadaran secara singkat untuk mengetahui keberhasilan

tindakan bantuan hidup dasar dan kemungkinan pemulihan. Penilaian yang

dapat dilakukan antara lain adalah AVPU, yaitu :

a.

Alert,

yaitu korban bangun dan sadar.

b.

Verbal response,

yaitu tidak sepenuhnya sadar, hanya merespon

ketikadipanggil (stimulus verbal).

c.

Pain,

yaitu kesulitan bangun/sadar, hanya merespon jika diberi rangsang

nyeri seperti tekanan pada kuku.

d.

Unrespond,

yaitu korban tidak sadar sepenuhnya.

5.

Tahapan

Exposure/Environment

(35)

tertentu, sedangkan bagian lain yang tidak diperiksa ditutupi dan korban

diselimuti dengan kain yang kering dan tebal untuk mencegah terjadinya

hipotermi. Untuk exposure lebih lanjut sebaiknya dilakukan oleh petugas medis.

Setelah melakukan tahapan A-B-C-D-E di atas sedangkan korban masih

belum sadar namun bernapas dan tidak ada perawatan bantuan hidup lainnya,

korban harus ditempatkan pada posisi aman (recovery position). Posisi korban

dengan

recovery position akan memastikan jalan napas terbuka dan bebas, serta

tidak membuat korban tersedak oleh cairan yang mungkin ada di tenggorokan

[image:35.595.175.447.345.541.2]

korban. Cara melakukan recovery position adalah sebagai berikut :

Gambar 2.11. Recovery position (ERC, 2010)

I.

Penolong berlutut disalah satu sisi korban.

II.

Menempatkan lengan korban dengan penolong pada sisi kanan, dengan tangan

korban ke atas depan kepalanya.

III.

Memposisikan bagian punggung tangan satunya agar mengganjal kepala yang

sudah dimiringkan sehingga punggung tangan menyentuh pipi korban sendiri.

IV.

Memfleksikan lutut ke bagian kanan.

V.

Memutar pasien ke satu sisi dengan hati-hati dengan menarik lutut yang sudah

1

2

(36)

VI.

Membebaskan jalan napas dengan head tilt, chin lift, jaw thrust (triple airway

maneuver) dan memeriksa kembali kebebasan jalan napas.

VII.

Penolong tetap bersama korban dan mengawasi pernapasan dan nadi secara

terus menerus sampai bantuan datang. Jika memungkinkan, penolong dapat

memutar pasien pada posisi yang lain.

2.4.

Tenggelam

2.4.1. Definisi Tenggelam

Tenggelam (drowning) adalah kematian akibat asfiksia yang terjadi dalam

24 jam setelah peristiwa tenggelam di air, sedangkan hampir tenggelam (near

drowning)

adalah korban masih dalam keadaan hidup lebih dari 24 jam setelah

setelah peristiwa tenggelam di air. Jadi, tenggelam (drowning)

merupakan suatu

keadaan fatal, sedangkan hampir tenggelam (near drowning)

mungkin dapat

berakibat fatal (Kallas H, 2007).

Sedangkan WHO mendefinisikan sebagai proses gangguan pernapasan

akibat

tenggelam/hampir

tenggelam

dalam

cairan.

Luaran

tenggelam

diklasifikasikan sebagai meninggal, morbiditas dan tidak ada morbiditas

(www.who.int/violence_injury_prevention).

2.4.2.

Klasifikasi Tenggelam

I.

Berdasarkan temperatur air, klasifikasi tenggelam dibagi menjadi tiga

(Stevenson M) :

a.

Tenggelam di air hangat (warm water drowning), bila temperatur air

≥ 20°C

.

b.

Tenggelam di air dingin (cold water drowning), bila temperatur air

5-20°C.

c.

Tenggelam di air sangat dingin (very cold water drowning), bila

temperatur air < 5°C.

II.

Berdasarkan osmolaritas air, klasifikasi tenggelam dibagi menjadi dua

(Stevenson M) :

a.

Tenggelam di air tawar.

(37)

III.

Kejadian tenggelam atau

submersed accident

dapat memberikan dua

hasil (Zulkarnaen I) :

a.

Immersion syndrome, yang merupakan kematian mendadak setelah

kontak dengan air dingin.

b.

Submersed injury, yaitu dapat menyebabkan kematian 24 jam

setelah kejadian tenggelam, survival, atau pulihnya keadaan setelah

(38)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1.

Kerangka Konsep

3.2.

Definisi Operasional

I.

Definisi :

a.

Pengetahuan

Segala pengetahuan yang diketahui responden tentang bantuan

hidup dasar pada korban hampir tenggelam.

b.

Bantuan Hidup Dasar

Pertolongan pertama secara sederhana yang dilakukan oleh

pengawas kolam renang untuk mengatasi keadaan korban hampir

tenggelam yang mengancam nyawa agar dapat mempertahankan

kehidupan si korban.

II.

Cara Ukur : Wawancara

III.

Alat Ukur : Kuesioner, pertanyaan diajukan sebanyak 20 pertanyaan

dengan 2 pilihan jawaban.

x

Jawaban yang benar diberi skor 1

x

Jawaban yang salah diberi skor 0

IV.

Hasil Ukur : Dinyatakan dalam kategori :

x

Baik

: 76% - 100%

x

Cukup

: 56% - 75%

x

Kurang

: 41% - 55%

x

Tidak baik

: < 40%

V.

Skala pengukuran : Skala ordinal

Gambar 3.1 Kerangka konsep tingkat pengetahuan pengawas kolam

renang tentang bantuan hidup dasar (BHD)

(39)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1.

Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi deskriptif

dengan desain penelitian

cross sectional

yang mana penelitian ini akan meneliti

tentang tingkat pengetahuan pengawas kolam renang tentang bantuan hidup dasar

pada korban hampir tenggelam di kolam renang.

4.2.

Lokasi dan Waktu Penelitian

4.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di beberapa kolam renang di Medan yang

mempunyai pengawas kolam renang. Penelitian ini juga dilakukan kerana belum

ada lagi penelitian serupa ini di kota Medan.

4.2.2.

Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan September hingga bulan November

2015.

4.3.

Populasi dan Sampel

4.3.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah pengawas kolam renang di Medan. Peneliti

menyusun kriteria inklusi dan ekskluasi sebagai subjek studi, yaitu :

a.

Kriteria inklusi :

1.

Pengawas kolam renang resmi di kolam renang tersebut.

2.

Mempunyai pendengaran yang baik dan mampu membaca.

b.

Kriteria eksklusi :

(40)

4.3.2. Sampel

Penentuan besar sampel pada penelitian ini menggunakan rumus besar

sampel deskriptif sebagai berikut (Sastroasmoro, 2013) :

(Zα)

2

PQ

N =

d

2

Keterangan :

N

= Jumlah sampel

= Deviat baku alfa = 1,96

P

= Proporsi kategori variabel yang diteliti = 0,5

Q

= 1

P = 1

0,5 = 0,5

d

= Presisi (ketepatan/ketelitian) = 10%

Maka, dirumuskan dalam angka perhitungan sebagai berikut :

(1,96)

2

x 0,5 x (1-0,5)

N =

= 96,04

(0,1)

2

Dengan demikian, ditemukan besar sampel yang diperlukan dalam

penelitian ini adalah 96,04 orang. Disebabkan jumlah sampel hanya 66 orang

pengawas kolam renang, maka peneliti memutuskan untuk menggunakan teknik

total sampling.

4.4.

Teknik Pengumpulan Data

Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti

secara langsung dari sumber data utama. Data primer disebut juga sebagai data asli

atau data terbaru. Untuk mendapatkan data primer, peneliti harus

mengumpulkannya secara langsung. Teknik yang dapat digunakan peneliti untuk

(41)

Data ini diperoleh langsung dari responden yaitu dari jawaban kuesioner

yang jawab oleh responden. Kemudian kuesioner yang telah dijawab dikumpulkan

dan dicek kelengkapannya oleh peneliti untuk diolah dan dianalisis. Data primer

meliputi karakteristik responden, yaitu nama, usia, tingkat pendidikan, tempat

bekerja dan lama pengalaman kerja.

4.4.1.

Alur Penelitian

Adapun alur pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a.

Proposal penelitian telah disetujui oleh Dosen Pembimbing dan Penguji.

b.

Mendapat surat izin penelitian dari institusi pendidikan.

c.

Menyampaikan surat izin ke Badan Penelitian dan Pengembangan

Pemerintah Kota Medan.

d.

Menyebarkan instrumen penelitian kepada responden yang sebelumnya

telah dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas.

e.

Setelah data terkumpul dilakukan proses analisis data.

4.4.2.

Uji Validitas dan Reliabilitas

Pada bulan September, terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan

reliabilitas kuesioner. Selanjutnya, peneliti mengoreksi dan menyusun kembali

kuesioner untuk di uji kembali validitas dan reliabilitasnya. Hasil daripada koreksi

yang dilakukan validitas pada 15 org responden, kuesioner diberikan kepada

responden iaitu pengawas kolam renang di Kota Medan yang memiliki karakteristik

yang sama dengan sampel penelitian yaitu memenuhi kriteria inklusi dan tidak

memenuhi kriteria eksklusi. Dari hasil uji validitas dan reabilitas didapat semua

(42)
[image:42.595.117.511.130.506.2]

Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas

Nomor

Pertanyaan

Total

Pearson

Correlation

Status

Alpha

Status

1

0.543

Valid

0.766

Reliabel

2

0.579

Valid

3

0.654

Valid

4

0.588

Valid

5

0.652

Valid

6

0.543

Valid

7

-0.556

Valid

8

0.679

Valid

9

0.679

Valid

10

0.616

Valid

11

0.713

Valid

12

0.621

Valid

13

0.543

Valid

14

-0.761

Valid

15

0.612

Valid

16

0.612

Valid

17

0.579

Valid

18

0.612

Valid

19

0.565

Valid

20

0.612

Valid

4.5.

Pengolahan dan Analisa Data

4.5.1. Pengolahan Data

Dalam penelitian ini, data yang diperoleh dari hasil kuisioner yang dijawab

oleh responden diubah menjadi data kuantitatif berupa skor nilai, lalu data-data

tersebut diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a.

Editing

Editing

adalah langkah untuk meneliti kelengkapan isian kuesioner sehingga

(43)

b.

Coding

Coding

adalah suatu langkah memberikan kode/menandai jawaban-jawaban

responden atas pertanyaan yang ada pada kuesioner yang nantinya akan

memudahkan proses pengolahannya di komputer.

c.

Entrying data

Entrying data

merupakan langkah memasukkan data melalui pengolahan

komputer dengan menggunakan program SPSS (Statistical Package for Social

Science).

d.

Cleaning

Cleaning

adalah pembersihan data. Langkah ini dilakukan untuk meneliti

kembali data yang sudah ada, dan melihat ada tidaknya kesalahan pada data.

e.

Saving

Saving

adalah upaya penyimpanan data. Setelah data diolah kemudian data

tersebut dianalisa secara deskriptif untuk mengetahui tingkat pengetahuan

pengawas kolam renang tentang bantuan hidup dasar. Hasil dari analisa data

tersebut disajikan dalam bentuk narasi dan tabel distribusi frekuensi atau

proporsi.

4.5.2. Analisa Data

(44)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1.

Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di beberapa kolam renang Kota Medan. Antara

kolam renang yang telah dilakukan penelitian di Kota Medan adalah kolam renang

Bumi Asri, Bumi Seroja, Cemara Asri, Citra Garden, Deli, Graha Metropolitan,

Hairos, Karos, Mora Indah, Mutiara Residance, Paradiso, Primbana, Rocks,

Seksama (KRENSI), Selayang, Tasbi, Tirta Kartika dan Unimed.

5.1.2. Karakteristik Responden

Penelitian dilakukan pada 66 responden yang merupakan pengawas kolam

renang yang bertugas di kolam renang sekitar Kota Medan. Karakteristik yang

diamati pada responden adalah usia, tingkat pendidikan, dan lama masa kerja.

[image:44.595.119.512.450.599.2]

5.1.2.1. Usia

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Usia (tahun)

Frekuensi

Persentase

<30

36

54,5%

30-40

19

28,8%

>

40

11

16,7%

(45)
[image:45.595.120.503.110.417.2]

Gambar 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Karakteristik usia responden terbagi atas tiga, yaitu <30, 30-40, dan >40

tahun. Berdasarkan karakteristik kelompok usia, hasil penelitian mendapatkan

kelompok responden paling banyak pada kelompok usia <30 tahun, yaitu sebanyak

36 orang (54,5%). Sedangkan kelompok responden yang paling sedikit adalah usia

>40 tahun yaitu sebanyak 11 orang (16,7%). Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.1 dan

gambar 5.1.

1 2 4 5 6 3 5 2 4 2 2 1 2 3 2 1 2 4

1 1 1 1 2

1 1 1 2 2 1 1 0 1 2 3 4 5 6 7

18 19 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 45 46 48 51 60

(46)
[image:46.595.118.512.179.323.2]

5.1.2.2.Tingkat Pendidikan

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan

Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan

Frekuensi

Persentase

SMP

6

9,1%

SMA

D3

59

1

89,4%

1,5%

[image:46.595.233.431.200.547.2]

Total

66

100%

Gambar 5.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan

Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan responden terdistribusi menjadi tiga kelompok, yaitu

SMP, SMA dan D3. Berdasarkan karakteristik kelompok tingkat pendidikan, hasil

penelitian memperoleh kelompok responden terbanyak menurut tingkat pendidikan

adalah SMA yaitu sebanyak 59 orang (89,4%). Sedangkan kelompok responden

yang paling sedikit adalah D3 yaitu sebanyak 1 orang (1,5%). Hal ini dapat dilihat

pada tabel 5.2 dan 5.2.

SMP, 6

(47)

5.1.2.3.Lama Masa Kerja

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Lama

Masa Kerja

Lama Masa Kerja

Frekuensi

Persentase

<5 tahun

40

60,6%

5-10 tahun

22

33.3%

>10 tahun

4

6,1%

[image:47.595.113.512.172.553.2]

Total

66

100%

Gambar 5.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan

Lama Masa Kerja

Lama masa kerja responden terdistribusi menjadi tiga kelompok, yaitu <5

tahun, 5-10 tahun, dan >10 tahun. Berdasarkan karakteristik kelompok lama masa

kerja, hasil penelitian memperoleh kelompok responden terbanyak menurut lama

masa kerja adalah <5 tahun yaitu sebanyak 40 orang (60,6%). Sedangkan kelompok

responden yang paling sedikit adalah >10 tahun yaitu 4 orang (6,1%). Hal ini dapat

dilihat pada tabel 5.3 dan gambar 5.3.

6 10 11 13 12 3 2 2 1 2 1 1 1 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 12 16 28 30

0 2 4 6 8 10 12 14

(48)

5.1.3. Hasil Analisis Data

5.1.3.1.Distribusi Jawaban Responden Menurut Pertanyaan

Distribusi jawaban responden untuk setiap pertanyaan memgenai

pengetahuan pengawas kolam renang tentang bantuan hidup dasar (BHD) di Medan

[image:48.595.123.512.277.732.2]

dapat dilihat pada tabel 5.4 di bawah ini :

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi dan Persentase Pengetahuan Responden Tiap

Pertanyaan Pengetahuan Mengenai Bantuan Hidup Dasar

No.

Item Pertanyaan

Pengetahuan

Benar

Salah

n

%

n

%

1.

Pengertian bantuan hidup

dasar (BHD)

61

92,4%

5

7,6%

2.

Pihak

yang

bisa

melaksanakan bantuan hidup

dasar (BHD)

46

69,7%

20

30,3%

3.

Tujuan bantuan hidup dasar

(BHD)

44

66,7%

22

33,3%

4.

Hal

yang

pertama

kali

dilakukan saat menemukan

korban hampir tenggelam

40

60,6%

26

39,4%

5.

Cara

mengetahui

korban

mengalami henti jantung atau

tidak

27

40,9%

39

59,1%

6.

Cara mengeluarkan sumbatan

(49)

7.

Tindakan jika korban tidak

menunjukkan

tanda-tanda

pernafasan

61

92,4%

5

7,6%

8.

Cara bantuan pernafasan

61

92,4%

5

7,6%

9.

Cara

bantuan

pernafasan

alternatif

48

72,7%

18

27,3%

10. Cara

mengetahui

korban

mengalami henti jantung

56

84,8%

10

15,2%

11. Waktu

sesuai

melakukan

kompresi jantung

53

80,3%

13

19,7%

12. Tempat

letaknya

tangan

ketika melakukan kompresi

jantung

38

57,6%

28

42,4%

13. Jumlah pijat jantung dan

pemberian

napas

buatan

dalam satu periode resusitasi

29

43,9%

37

56,1%

14. Tindakan

yang

dilakukan

apabila penolong yg lebih

berkompeten sudah datang

51

77,3%

15

22,7%

15. Frekuensi

penegcekan

kesedaran selepas RJP

41

62,1%

25

37,9%

16. Tindakan yang dilakukan jika

adanya perdarahan

16

24,2%

50

75,8%

17. Hal yang dilakukan setelah

(50)

18. Menyelimuti korban hampir

tenggelam

47

71,2%

19

28,8%

19. Hal yang dilakukan setelah

bantuan hidup dasar selesai

33

50%

33

50%

20. Bawa korban yang telah sadar

[image:50.595.111.538.107.579.2]

ke rumah sakit.

50

75,8% 16

24,2%

Gambar 5.4. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Menurut Pertanyaan

61 46 44 40 27 36 61 61 48 56 53 38 29 51 41 16 58 47 33 50 5 20 22 26 39 30 5 5 18 10 13 28 37 15 25 50 8 19 33 16

P 1 P 2 P 3 P 4 P 5 P 6 P 7 P 8 P 9 P 1 0 P 1 1 P 1 2 P 1 3 P 1 4 P 1 5 P 1 6 P 1 7 P 1 8 P 1 9 P 2 0

JU M L A H R E S P O N D E N JUMLAH PERTANYAAN

(51)
[image:51.595.117.507.146.629.2]

5.1.3.2.Tingkat Pengetahuan Responden

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden

Tingkat Pengetahuan

Frekuensi

Persentase

Baik

12

18,2%

Cukup

43

65,2%

Kurang

Tidak Baik

10

1

15,2%

1,5%

[image:51.595.118.512.155.334.2]

Total

66

100%

Gambar 5.5. Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden

Berdasarkan hasil uji pengetahuan pada tabel 5.5, gambaran pengetahuan

diklasifikasikan menjadi empat kategori yaitu baik, cukup, kurang dan tidak baik.

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

12

43

10

1

Jum

la

h

R

es

ponde

n

Bantuan Hidup Dasar

(52)

pengetahuan cukup yaitu sebanyak 43 orang (65,2%), dan kelompok responden

terendah dengan kategori pengetahuan tidak baik sebanyak 1 orang (15%). Seperti

yang tertera pada tabel 5.5 dan gambar 5.5.

5.2.

Pembahasan

5.2.1.

Karakteristik Responden

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan adanya variasi karakteristik

responden berdasarkan usia, tingkat pendidikan dan masa pekerjaan. Berdasarkan

data pada hasil penelitian diatas, didapati bahwa usia termuda adalah 18 tahun dan

usia tertua adalah 60 tahun. Dilihat juga bahwa responden terbanyak berusia 23

tahun dengan rerata 30,70 tahun. Pada umumnya, seiring bertambahnya usia,

seseorang akan lebih matang dalam berpikir, bekerja dan menerima informasi.

Namun, perlu ditekankan bahwa seseorang yang berumur lebih tua tidak mutlak

memiliki pengetahuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan seseorang yang lebih

muda (Notoatmodjo, 2003).

Menurut seorang ahli psikologi perkembangan, Santrock (1999) dalam

Dariyo (2004), orang dewasa muda termasuk masa transisi, diantaranya transisi

secara intelektual maupun peran sosial. Kapasitas kognitif dewasa muda tergolong

masa operasional formal bahkan kadang-kadang mencapai masa post-operasi

formal. Taraf ini menyebabkan dewasa muda mampu memecahkan masalah yang

kompleks dengan kapasitas berfikir abstrak, logis dan rasional. Sedangkan

berdasarkan peran sosial, sebagai anggota masyarakat, mereka pun terlibat dalam

aktivitas-aktivitas sosial (Dariyo, 2004).

Pada karakteristik tingkat pendidikan terakhir dapat kita lihat bahwa

responden memiliki 3 variasi tingkat pendidikan yang dimulai dari SMP, SMA dan

D3. Responden terbanyak memiliki tingkat pendidikan SMA yaitu sebanyak 58

orang (89,4%) dan responden terendah adalah D3 yaitu sebanyak 1 orang (1,5%).

Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi pola pikir dan daya cerna seseorang

terhadap informasi yang diterima (Notoatmodjo, 2003).

Berdasarkan analisa tentang pendidikan responden, tercatat bahwa

(53)

Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa pendidikan mempengaruhi proses belajar,

makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima

informasi. Namun, perlu ditekankan bahwa seseorang yang berpendidikan rendah

tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula (Widayatun, 2004).

Sementara itu, untuk lama masa bekerja, dapat dili

Gambar

Gambar 2.1. Periksa kesadaran korban (ERC, 2010)
Gambar 2.2. Panggil bantuan (ERC, 2010)
Gambar 2.3. Look, Listen and Feel (ERC, 2010)
Gambar 2.4. Head tilt – Chin lift (ERC, 2010)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Cakupan belajar sepanjang hayat dan mengembangkan pengetahuan baru, dalam area kompetensi KIPDI-3, telah memotivasi penulis untuk melaksanakan penelitian yang

Cakupan belajar sepanjang hayat dan mengembangkan pengetahuan baru telah memotivasi penulis untuk melaksanakan penelitian yang berjudul “Karateristik Kanker

Konsep cakupan belajar sepanjang hayat dan pengembangan pengetahuan baru telah memotivasi penulis untuk melaksanakan penelitian yang berjudul “K arakteristik Penderita

Cakupan belajar sepanjang hayat dan mengembangkan pengetahuan baru telah memotivasi penulis untuk melaksanakan penelitian yang berjudul ”Faktor- faktor yang Berhubungan dengan

Cakupan belajar sepanjang hayat dan mengembangkan pengetahuan baru, dalam area kompetensi KIPDI-3, telah memotivasi penulis untuk melaksanakan penelitian yang berjudul

Cakupan belajar sepanjang hayat dan mengembangkan pengetahuan baru, dalam area kompetensi KIPDI-3, telah memotivasi penulis dalam melaksanakan penelitian yang

Cakupan belajar sepanjang hayat dan mengembangkan pengetahuan baru, dalam area kompetensi KIPDI-3, telah memotivasi penulis dalam melaksanakan penelitian yang berjudul

Cakupan belajar sepanjang hayat dan mengembangkan pengetahuan baru, dalam area kompetensi KIPDI-3, telah memotivasi penulis dalam melaksanakan penelitian yang berjudul