• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Kitosan Nanopartikel Sebagai Adsorben Pada Limbah Cair Industri Benang Karet Untuk Menurunkan Kadar Logam Zn dan Na, Nilai COD, BOD5, TSS, dan TDS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penggunaan Kitosan Nanopartikel Sebagai Adsorben Pada Limbah Cair Industri Benang Karet Untuk Menurunkan Kadar Logam Zn dan Na, Nilai COD, BOD5, TSS, dan TDS"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN KITOSAN NANOPARTIKEL SEBAGAI

ADSORBEN PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI BENANG KARET

UNTUK MENURUNKAN KADAR ION LOGAM Zn DAN Na,

NILAI COD, BOD5, TSS, DAN TDS

TESIS

Oleh

CUT WIRA EMILIA 097006004/KIM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENGGUNAAN KITOSAN NANOPARTIKEL SEBAGAI

ADSORBEN PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI BENANG KARET

UNTUK MENURUNKAN KADAR ION LOGAM Zn DAN Na,

NILAI COD, BOD5, TSS, DAN TDS

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Kimia pada Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Oleh

CUT WIRA EMILIA 097006004/KIM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul : PENGGUNAAN KITOSAN NANOPARTIKEL

SEBAGAI ADSORBEN PADA LIMBAH CAIR

INDUSTRI BENANG KARET UNTUK MENURUNKAN KADAR ION LOGAM Zn DAN Na, NILAI COD, BOD5,

TSS, DAN TDS

Nama Mahasiswa : CUT WIRA EMILIA Nomor Pokok : 097006004

Program Studi : Magister Ilmu Kimia

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc, M.Phil Prof. Dr, Zul Alfian, M.Sc

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

(4)

Telah diuji pada Tanggal : 29 Juli 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc, M.Phil Anggota : 1. Prof. Dr, Zul Alfian, M.Sc

2. Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D 3. Prof. Dr, Harlem Marpaung

(5)

PERNYATAAN

PENGGUNAAN KITOSAN NANOPARTIKEL SEBAGAI ADSORBEN PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI BENANG KARET UNTUK MENURUNKAN

KADAR ION LOGAM Zn DAN Na, NILAI COD, BOD5, TSS, DAN TDS

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil karya saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah dijelaskan sumbernya dengan benar

Medan, 29 Juli 2011

(6)

PENGGUNAAN KITOSAN NANOPARTIKEL SEBAGAI ADSORBEN PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI BENANG KARET UNTUK MENURUNKAN

KADAR ION LOGAM Zn DAN Na, NILAI COD, BOD5, TSS, DAN TDS

ABSTRAK

Penelitian ini adalah tentang penggunaan kitosan nanopartikel sebagai adsorben pada limbah cair industri benang karet untuk menurunkan kadar ion logam Zn dan Na, nilai COD, BOD5, TSS, dan TDS dengan variasi berat kitosan nanopartikel. Kitosan nanopartikel dibuat dengan dilarutkan dalam 100 ml asam asetat 1% dengan menggunakan pengaduk jartes yang dilakukan selama 30 menit, yang kemudian dicampurkan dengan 200 ml sampel limbah cair industri benang karet. Sampel hasil preparasi dianalisis dengan SAA untuk ion Zn2+ dan Na+, juga dianalisis kadar COD, BOD5, TSS, dan TDS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi paling optimum dihasilkan pada berat kitosan nanopartikel 0,8 g dengan persentase penyerapan ion Zn2+ sebesar 95,37%, ion Na+ 95,27%, dan persentase penurunan kadar COD sebesar 43,68%; BOD5 73,77%; TSS 78,98%; dan TDS 81,82%.

(7)

THE USE OF CHITOSAN NANOPARTICLES AS ADSORBEN IN LIQUID WASTE OF INDUSTRIAL RUBBER THREAD TO REDUCE CONTENT ION

Zn AND Na, VALUE OF COD, BOD5, TSS, AND TDS

ABSTRACT

This study is about the use of chitosan nanoparticles as adsorben in liquid waste of industrial rubber thread to reduce content ion Zn and Na, value of COD, BOD5, TSS, and TDS, with the variation of weight chitosan nanopartikel. Chitosan nanoparticles were prepared by dissolved in 100 ml of 1% acetic acid by using a jartes stirrer for 30 minutes, which is then mixed with 200 ml samples in liquid waste of industrial rubber thread. Sample resulted in preparation were analyzed AAS for Zn2+ and Na+ ions, were also analyzed contents of COD, BOD5, TSS, and TDS. The results showed that the optimum composition of weight chitosan nanoparticles produced at 0.8 g with adsorption percentage of 95,37% Zn2+ ions, 95.27% Na+ ions, and the percentage reduction in 43,68% COD; 73,77% BOD5; 78,98% TSS; and 81,82% TDS.

(8)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas

segala limpahan rahmad dan karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul “ Penggunaan

Kitosan Nanopartikel Sebagai Adsorben Pada Limbah Cair Industri Benang Karet

Untuk Menurunkan Kadar Logam Zn dan Na, Nilai COD, BOD5, TSS, dan TDS” ini

dapat diselesaikan.

Dengan diselesaikannya tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. dr. Syahril

Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp. A(K) atas kesempatan yang diberikan kepada

penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister. Dekan

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Dr.

Sutarman, M.Sc, Ketua Program Studi Magister Ilmu Kimia Prof. Basuki

Wirjosentono, MS, Ph.D, dan Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Kimia Dr.

Hamonangan, M.Sc atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister pada

Program Pascasarjana Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Sumatera Utara.

Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan setinggi-tingginya

ditujukan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc, M.Phil selaku Pembimbing Utama dan

Bapak Prof. Dr. Zul Alfian, M.Sc selaku Anggota Komisi Pembimbing yang

telah memberikan perhatian, dorongan, bimbingan dan arahan dengan penuh

kesabaran menuntun dan membimbing penulis hingga selesainya penelitian ini.

2. Bapak Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D, Prof. Dr. Harlem Marpaung, Dr.

Hamongan, M.Sc selaku penguji yang telah banyak memberikan masukan dan

saran untuk menyelesaikan tesis ini.

3. Kepala Laboratoium Analitik FMIPA USU dan Kepala Laboratorium Penelitian

FMIPA USU beserta staf atas fasilitas dan sarana yang diberikan selama

(9)

4. Ayahanda Drs. Abdurrahman Yusuf dan Ibunda Dra. Dewi Farida Hanum yang telah memberikan do’a restu serta dorongan moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan.

5. Suami Ir. Darmansyah Kayana dan anak-anak Abdurrahman Arfansya, Farah

Fatimah Wirda, Tari Uswatun Nisa, Rahmat Irfansyah yang tercinta yang telah

memberikan dorongan moril kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

6. Rekan-rekan seangkatan 2009 atas kekompakan dan kerjasamanya yang baik

selama perkuliahan maupun selama penelitian.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih kurang sempurna, oleh karena itu

penulis mengharapkan kritik dan saran dari pihak pembaca demi kesempurnaan tesis

ini. Akhirnya semoga tesis ini bermanfaat bagi penelitian dan kemajuan ilmu

pengetahuan untuk masa yang akan datang.

Hormat Penulis,

(10)

RIWAYAT HIDUP DATA PRIBADI

Nama Lengkap berikut gelar : Cut Wira Emilia, S.Si

Tempat dan Tanggal Lahir : Langsa, 31 Maret 1971

Alamat Rumah : Jl. Villa 5C Tanjung Permai

Telepon/HP : 081271792614

Email : cut_wira@yahoo.com

DATA PENDIDIKAN

SD : SD Negeri 11 Langsa Tamat : 1983

SMP : SMP Negeri 1 Langsa Tamat : 1986

SMU : SMA Negeri 1 Langsa Tamat : 1989

Strata-1 : Universitas Syah Kuala Tamat : 1995

(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK i

ABSTRACT ii

KATA PENGANTAR iii

RIWAYAT HIDUP v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 2

1.3 Pembatasan Masalah 3

1.4 Tujuan Penelitian 3

1.5 Manfaat Penelitian 3

1.6 Metodologi Penelitian 4

1.7 Lokasi Penelitian 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1 Kitosan 5

2.1.1 Sifat - Sifat Kitosan 5

2.1.2 Penggunaan Kitosan 6

2.1.3 Interaksi Kitosan Dengan Ion Logam 7

2.1.4 Proses Pengikatan Ion Logam Oleh Kitosan 8

2.2 Nanopartikel 10

2.2.1 Kitosan Nanopartikel 11

(12)

2.4 Limbah Industri 12

2.4.1 Limbah Cair Industri 13

2.4.2 Kandungan Logam Berat (Zinkum dan Natrium)

Dalam Limbah Cair Industri 14

2.5 Parameter Untuk Menentukan Kualitas Air 16

2.5.1 Paramater Fisika 16

2.5.2 Parameter Kimia 19

2.6 Spektrofotometri Serapan Atom 21

BAB 3 METODE PENELITIAN 23

3.1 Bahan-Bahan 23

3.2 Alat-Alat 23

3.3 Prosedur Penelitian 24

3.3.1 Pembuatan Pereaksi 24

3.3.1.1 Pembuatan Larutan CH3COOH 1% 24

3.3.1.2 Pembuatan Larutan Baku K2Cr2O7 0,025 N 24

3.3.1.3 Pembuatan Larutan Baku Na2S2O3 0,025 N 24

3.3.1.4 Pembuatan Larutan Baku MnSO4 24

3.3.1.5 Pembuatan Larutan Amilum 25

3.3.1.6 Pembuatan Larutan KOH-KI 25

3.3.1.7 Pembuatan Larutan Baku Zn 10 ppm 25

3.3.1.8 Pembuatan Larutan Standar Na 10 ppm 25

3.3.2 Penentuan Kurva Kalibrasi 26

3.3.2.1 Penentuan Kurva Kalibrasi Larutan Seri

Standar Zn 26

3.3.2.2 Penentuan Kurva Kalibrasi Larutan Seri

Standar Na 26

3.3.3 Pembuatan Kitosan Nanopartikel 26

3.3.4 Preparasi Sampel Limbah Cair Industri Benang

(13)

3.3.5 Penyerapan Ion Zn2+ dan Na+ Dalam Limbah Cair Industri Benang Karet Dengan Adanya Penambahan

Larutan Kitosan Nanopartikel 27

3.3.6 Penentuan Nilai COD Dalam Sampel Hasil Preparasi 28

3.3.7 Penentuan Nilai BOD5 Dalam Sampel Hasil Preparasi 28

3.3.8 Penentuan Nilai TSS Dalam Sampel Hasil Preparasi 29

3.3.9 Penentuan Nilai TDS Dalam Sampel Hasil Preparasi 29

3.4. Bagan Penelitian 30

3.4.1 Pembuatan Kitosan Nanopartikel 30

3.4.2 Preparasi Sampel Limbah Cair Industri Benang

Karet Dengan Kitosan Nanopartikel 30

3.4.3 Penyerapan Ion Zn2+ dan Na+ Dalam Limbah Cair Industri Karet Dengan Adanya Penambahan Larutan

Kitosan Nanopartikel 31

3.4.4 Penentuan Nilai COD Dalam Sampel Hasil Preparasi 31

3.4.5 Penentuan Nilai BOD5 Dalam Sampel Hasil Preparasi 32

3.4.6 Penentuan Nilai TSS Dalam Sampel Hasil Preparasi 32

3.4.7 Penentuan Nilai TDS Dalam Sampel Hasil Preparasi 33

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 34

4.1 Hasil 34

4.1.1 Perhitungan Persamaan Garis Regresi Dengan

Metode Kurva Kalibrasi Untuk Standar Zn 34

4.1.2 Perhitungan Persamaan Garis Regresi Dengan

Metode Kurva Kalibrasi Untuk Standar Na 35

4.1.3 Perhitungan Penyerapan Ion Zn2+ Dalam Limbah Cair Industri Benang Karet Dengan Adanya

Penambahan Larutan Kitosan Nanopartikel 36

4.1.4 Perhitungan Penyerapan Ion Na+ Dalam Limbah Cair Industri Benang Karet Dengan Adanya

Penambahan Larutan Kitosan Nanopartikel 37

4.1.5 Perhitungan Penurunan Nilai COD dan BOD5 Dalam Limbah Cair Industri Benang Karet Dengan

(14)

4.1.6 Perhitungan Penurunan Nilai TSS dan TDS Dalam Limbah Cair Industri Benang Karet Dengan Adanya

Penambahan Larutan Kitosan Nanopartikel 40

4.2 Pembahasan 41

4.2.1 Penyerapan Ion Zn2+ dan Na+ Dalam Limbah Cair Industri Benang Karet Dengan Adanya Penambahan

Larutan Kitosan Nanopartikel 41

4.2.2 Penurunan Nilai COD, BOD5, Dalam Limbah Cair Industri Benang Karet Dengan Adanya Penambahan

Larutan Kitosan Nanopartikel 43

4.2.3 Penurunan Nilai TSS dan TDS Dalam Limbah Cair Industri Benang Karet Dengan Adanya Penambahan

Larutan Kitosan Nanopartikel 44

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 46

5.1. Kesimpulan 46

5.2. Saran 46

DAFTAR PUSTAKA 47

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Pemanfaatan Kitosan Pada Beberapa Industri 7

4.1 Perhitungan Persamaan Garis Regresi Dengan Metode Kurva

Kalibrasi Untuk Standar Zn 34

4.2 Perhitungan Persamaan Garis Regresi Dengan Metode Kurva

Kalibrasi Untuk Standar Na 35

4.3 Data Perhitungan Daya Serap Ion Zn2+ Dengan Kitosan

Nanopartikel 37

4.4 Data Perhitungan Daya Serap Ion Na2+ Dengan Kitosan

Nanopartikel 38

4.5 Data Perhitungan Penurunan Nilai COD Dan BOD5 Dengan

Kitosan Nanopartikel 39

4.6 Data Perhitungan Penurunan Nilai TSS dan TDS Dengan

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Struktur Kitosan 5

2.2 Mekanisme pengikatan Logam Berat Oleh Kitosan 8

2.3 Tahap-Tahap Koagulasi Polielektrolit Kitosan 9

2.4 Mekanisme Koagulasi Perbedaan Muatan 9

2.5 Skematis Instrumentasi SSA 21

3.1 Bagan Penelitian Pembuatan Kitosan Nanopartikel 30

3.2 Bagan Penelitian Preparasi Sampel Limbah Cair Industri

Benang Karet dengan Kitosan Nanopartikel 30

3.3 Bagan Penelitian Penyerapan Ion Zn2+ dan Na+ Dalam Limbah Cair Industri Karet Dengan Adanya Penambahan Larutan

Kitosan Nanopartikel 31

3.4 Bagan Penelitian Penentuan Nilai COD Dalam Sampel Hasil

Preparasi 31

3.5 Bagan Penelitian Penentuan Nilai BOD5 Dalam Sampel Hasil

Preparasi 32

3.6 Penentuan Nilai TSS Dalam Sampel Hasil Preparasi 32

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Gambar 1. Kurva Kalibrasi Larutan Standar Zn 50 Tabel 1. Hasil Pengukuran Konsentrasi dan Absorbansi Dari

Larutan Standar Zn Dengan Menggunakan

Spektrofotometer Serapan Atom 50

2 Gambar 2. Kurva Kalibrasi Larutan Standar Na 51 Tabel 2. Hasil Pengukuran Konsentrasi dan Absorbansi Dari

Larutan Standar Na Dengan Menggunakan

Spektrofotometer Serapan Atom 51

3 Gambar 3. Grafik Hubungan Persentase Penyerapan Ion Zn2+

Dengan Berat Kitosan Nanopartikel 52

4 Gambar 4. Grafik Hubungan Persentase Penyerapan Ion Na+

Dengan Berat Kitosan Nanopartikel 53

5 Gambar 5. Grafik Hubungan Persentase Penurunan Nilai COD dan BOD5Dengan Berat Kitosan Nanopartikel 54

6 Gambar 6. Grafik Hubungan Persentase Penurunan Nilai TSS dan TDSDengan Berat Kitosan Nanopartikel 55

(18)

PENGGUNAAN KITOSAN NANOPARTIKEL SEBAGAI ADSORBEN PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI BENANG KARET UNTUK MENURUNKAN

KADAR ION LOGAM Zn DAN Na, NILAI COD, BOD5, TSS, DAN TDS

ABSTRAK

Penelitian ini adalah tentang penggunaan kitosan nanopartikel sebagai adsorben pada limbah cair industri benang karet untuk menurunkan kadar ion logam Zn dan Na, nilai COD, BOD5, TSS, dan TDS dengan variasi berat kitosan nanopartikel. Kitosan nanopartikel dibuat dengan dilarutkan dalam 100 ml asam asetat 1% dengan menggunakan pengaduk jartes yang dilakukan selama 30 menit, yang kemudian dicampurkan dengan 200 ml sampel limbah cair industri benang karet. Sampel hasil preparasi dianalisis dengan SAA untuk ion Zn2+ dan Na+, juga dianalisis kadar COD, BOD5, TSS, dan TDS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi paling optimum dihasilkan pada berat kitosan nanopartikel 0,8 g dengan persentase penyerapan ion Zn2+ sebesar 95,37%, ion Na+ 95,27%, dan persentase penurunan kadar COD sebesar 43,68%; BOD5 73,77%; TSS 78,98%; dan TDS 81,82%.

(19)

THE USE OF CHITOSAN NANOPARTICLES AS ADSORBEN IN LIQUID WASTE OF INDUSTRIAL RUBBER THREAD TO REDUCE CONTENT ION

Zn AND Na, VALUE OF COD, BOD5, TSS, AND TDS

ABSTRACT

This study is about the use of chitosan nanoparticles as adsorben in liquid waste of industrial rubber thread to reduce content ion Zn and Na, value of COD, BOD5, TSS, and TDS, with the variation of weight chitosan nanopartikel. Chitosan nanoparticles were prepared by dissolved in 100 ml of 1% acetic acid by using a jartes stirrer for 30 minutes, which is then mixed with 200 ml samples in liquid waste of industrial rubber thread. Sample resulted in preparation were analyzed AAS for Zn2+ and Na+ ions, were also analyzed contents of COD, BOD5, TSS, and TDS. The results showed that the optimum composition of weight chitosan nanoparticles produced at 0.8 g with adsorption percentage of 95,37% Zn2+ ions, 95.27% Na+ ions, and the percentage reduction in 43,68% COD; 73,77% BOD5; 78,98% TSS; and 81,82% TDS.

(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Meningkatnya sektor industri merupakan sarana untuk memperbaiki taraf

hidup masyarakat namun di pihak lain muncul masalah yang diakibatkan dari limbah

cair industri yang dibuang kesaluran air yang dapat merusak kelestarian lingkungan,

keseimbangan sumber alam dan berkembangbiaknya bibit penyakit sehingga air

tersebut tidak dapat dikonsumsi.

Pencemaran yang diakibatkan oleh limbah cair yang mengandung logam

terhadap lingkungan merupakan suatu proses yang erat hubungannya dengan

penggunaan logam tersebut oleh manusia. Pada awalnya logam digunakan sebagai

alat namun belum diketahui pengaruh pencemarannya pada lingkungan. Tetapi

ternyata limbah cair yang mengandung logam dapat menyebabkan timbulnya bahaya

pada makhluk hidup, dimana logam tersebut memiliki sifat yang merusak jarigan

tubuh makhluk hidup. Pencemaran dapat terjadi jika manusia atau pabrik yang

menggunakan logam tersebut untuk proses produksi tidak memperhatikan

keselamatan lingkungan. Limbah cair dari pengolahan karet memiliki logam berat

yang cukup tinggi, antara lain seperti Zn, TiO2, Na dan lain-lain yang menimbulkan

pencemaran lingkungan (Juli, 2003).

Beberapa metode dalam mengolah limbah cair yang mengandung cemaran

logam adalah perlakuan dengan pengendapan, adsorpsi, koagulasi atau flokulasi,

filtrasi, proses membrane, pertukaran ion, proses biologi dan reaksi-reaksi kimia.

Dalam penerapannya setiap metode memiliki keunggulan dan keterbatasan

masing-masing dari aspek teknis, ekonomis dan dampak ikutannya.

Metoda adsorpsi logam berat dilingkungan telah banyak dilakukan oleh para

ahli karena cukup aman, ekonomis, dan mudah diilakukan dengan menggunakan

(21)

adsorben organik yang mempunyai gugus spesifik seperti asam humat yang sedang

banyak dikembangkan, alga, kitin serta kitosan. (Muzzarelli, 1985)

Kitosan merupakan biopolimer alam bersifat polielektrolit kationik, ramah

lingkungan, mudah terbiodegradasi serta tidak beracun yang berpotensi tinggi sebagai

bahan pengikat logam berat. Hal ini dibuktikan dari penelitian yang telah dilakukan

sebelumnya oleh Muzzarelli (1985) membuktikan serbuk atau larutan kitosan dapat

menghilangkan atau mengurangi logam atau ion logam yang terdapat dalam air

sungai, air laut, dan air limbah.

Seiring dengan perkembangan nano teknologi para ahli mengubah partikel

kitosan dengan ukuran nano. Dimana ukuran partikel nya semakin kecil (nano) berarti

akan memperluas permukaan kitosan sehingga daya serap terhadap logam tinggi.

Penelitian di cina yang dilakukan oleh Szeto Yau-shan, (2007) menggunakan kitosan

nanopartikel dalam pengolahan industri tekstil. Mengatasi polusi pada ekosistem

sungai dan laut solusinya dengan adsorpsi kitosan nanopartikel yang diyakini dapat

mengurangi terkontaminasinya biota sungai dan laut. Kitosan nanopartikel diyakini

mempunyai daya absoprsi yang lebih besar dibandingkan dengan kitosan dalam

ukuran biasa yang sering dipakai untuk mengadsorpsi, hal ini logis jika dikaji

faktor-faktor yang mempengaruhi kinetika reaksi yaitu semakin luas permukaan maka akan

semakin cepat reaksi berlangsung. Dengan kata lain semakin kecil ukuran partikel

kitosannya akan semakin cepat reaksi berlangsung.

Berdasarkan uraian diatas peniliti ingin melakukan penelitian menggunakan

kitosan nanopartikel sebagai adsorben untuk menurunkan kadar logam Zn, logam Na,

COD, BOD, TSS, dan TDS pada limbah cair industri benang karet.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka perumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana kemampuan kitosan nopartikel sebagai adsorben menurunkan

kadar logam Zn, logam Na, COD, BOD5, TSS, dan TDS pada limbah cair

(22)

2. Apakah variasi berat kitosan nanopartikel berpengaruh terhadap

penurunan kadar logam Zn, logam Na, COD, BOD5, TSS, dan TDS pada

limbah cair pabrik benang karet.

1.3 Pembatasan Masalah

1. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu limbah cair dari

penampungan yang berasal dari industri “PT. Benang Karet Nusantara”.

2. Adsorben yang digunakan yaitu kitosan yang dipreparasi dalam bentuk

ukuran nanopartikel.

3. Metode analisis yang dilakukan yaitu untuk penentuan kadar logam Zn

dan Na menggunakan SSA, penentuan kadar COD dan BOD5

menggunakan metode titrimetri, dan penentuan kadar TSS dan TDS

menggunakan metode gravimetri.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui kemampuan kitosan nanopartikel sebagai adsorben menurunkan kadar

logam Zn, logam Na, COD, BOD5, TSS, dan TDS nya pada limbah industri benang

karet.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat yaitu :

1. Memberi informasi tentang kemampuan kitosan nanopartikel sebagai

adsorben untuk menurunkan kadar logam Zn dan Na, serta kadar COD,

BOD5, TSS, dan TDS dalam limbah cair industri benang karet.

2. Sebagai informasi tambahan bagi pengembangan penelitian kitosan

(23)

1.6 Metodologi Penelitian

Penelitian ini eksperimen laboratorium, dengan tahapan sebagai berikut :

1. Tahapan pembuatan kitosan nanopartikel.

Kitosan dilarutkan dalam asam asetat 1% sebanyak 1 L dimasukkan ke

dalam jartest diaduk dengan kecepatan 200 rpm selama 30 menit,

ditambahkan NH3(p), dan dimasukkan ke dalam ultrabatch selama + 1 jam.

Hasilnya dikarakterisasi dengan FESEM.

2. Tahapan preparasi limbah cair dengan kitosan nanopartikel.

100 mL kitosan naopartikel yang sudah dilarutkan dengan air,

ditambahkan dengan 200 mL sampel limbah cair, diaduk, dan didiamkan

selama 30 menit, kemudian disaring.

3. Tahapan analisis sampel limbah cair dengan kitosan nanopartikel.

Sampel yang telah dipreparasi dianalisis untuk kandungan logam Zn dan

Na nya dengan menggunakan SSA, untuk kandungan COD dan BOD5

dengan titrimetri, dan untuk kandungan TSS dan TDS dengan gravimetri.

Variabel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel Tetap : Sampel limbah cair (200 mL), Asam asetat 1% (1L).

2. Variabel Bebas : Kitosan Nanopartikel (0,2 g; 0,4 g; 0,6 g; 0,8 g; 1 g).

3. Varibel Terikat : Kadar Zn, Na, COD, BOD5, TSS dan TDS.

1.7 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika

Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara dan analisis dilakukan di

Laboratorium Penelitian Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

(24)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kitosan

Kitosan adalah jenis polimer alam yang mempunyai rantai tidak linear dan mempunyai rumus umum (C6H11NO4)n atau disebut sebagai (β(1-4)-2-amino-2- Deoksi-D-glukopiranosa. Kitosan merupakan suatu turunan utama dari kitin, dimana

untuk mendapatkan kitosan yang baik tergantung dari kitin yang diperoleh dan

kekuatan suatu alkali serta waktu yang digunakan dalam reaksi deasetilasi (Zakaria,

1995).

Gambar 2.1 Struktur Kitosan

Kitosan mengandung unsur nitrogen yang tinggi (sekitar 70 %) dapat

mengambil ion logam yang tinggi. Elektron terpencil pada atom nitrogen dan oksigen

pada gugus amina dapat membentuk ikatan kovalen dengan ion logam berat dan ion

logam peralihan. Gugusan amina pada kitosan juga merupakan tempat pengkhelat ion

logam perlaihan dan gugus ini bersifat stabil dalam NaOH 50 % walaupun mencapai

temperatur 160oC (Muzzarelli, 1977).

2.1.1 Sifat - Sifat Kitosan

Kitosan mudah mengalami degrdasai secara biologis dan tidak beracun,

kationik kuat, flokulan dan koagulan yang baik, mudah membentuk membran atau

film serta membentuk gel dengan anion bervalensi ganda. Kitosan tidak larut dalam

(25)

Kitosan larut dengan cepat dalam asam organik seperti asam formiat, asam sitrat dan

asam asetat (Zakaria, 1995).

Kitosan adalah biopolimer dengan berat molekul yang tinggi. Ini dipengaruhi

oleh sumber polisakarida dan metode pembuatannya. Viskometri adalah cara yang

paling sederhana dan cepat untuk menentukan berat molekul kitosan. Yang umum

digunakan untuk melarutkan kitosan adalah asam asetat 1 % dengan pH sekitar 4,0.

Pada pH diatas 7,0 stabilitas kelarutan kitosan sangat terbatas. Pada pH tinggi,

cendrung terjadi pengendapan dan larutan kitosan membentuk kompleks polielektrolit

dengan hidrokoloid anionik menghasilkan gel (Asteria, 2003).

Kitosan bersifat polielektrolit kation yang dapat mengikat logam berat,

sehingga dapat berfungsi sebagai adsorben terhadap logam berat dalam air limbah.

Prinsip dasar dalam mekanisme pengikatan antara kitosan dan logam berat yang

terkandung dalam limbah cair adalah prinsip penukar ion. Gugus amina khususnya N

dalam kitosan akan beraksi dan mengikat logam dari persenyawaan limbah cair.

Kitosan yang tidak dapat larut dalam air akan menggumpalkan logam menjadi

flok-flok yang akan bersatu dan dapat dipisahkan dari air limbah. Kitosan dapat bekerja

sempurna jika dilarutkan dalam larutan asam (Marganof, 2003; Widodo, 2005).

Kitosan juga bersifat hidrofilik, menahan air dalam strukturnya dan

membentuk gel secara spontan. Pembentukan gel berlangsung pada harga pH asam

dan sedikit asam, disebabkan sifat kationik kitosan. Viskositas juga meningkat dengan

meningkatnya derajat deasetilasi. Gel kitosan terdegradasi secara berangsur – angsur,

sebagaimana halnya kitosan melarut (Muzzarelli, 1985).

2.1.2 Penggunaan Kitosan

Kitosan juga telah digunakan secara luas dalam bidang pengobatan,

bioteknologi, menjadi bahan yang penting dalam aplikasi farmasi, karena mempunyai

kemampuan biodegrada si dan biocompatibility dan rendah toksisitasnya (Berger,

2004). Kitosan juga memperlihatkan aktivitas biologi seperti hypocholesterolemic,

(26)

Tabel 2.1 Pemanfaatan Kitosan Pada Beberapa Industri

Industri Manfaat

Industri pengolahan Penyerapan ion logam, koagulan, protein, asam amino, dan Limbah bahan pencelup.

Industri makanan Pengawet, penstabil makanan, penstabil warna, bahan pengental, dan lain – lain.

Industri kesehatan Penyembuh luka dan tulang, pengontrol kolesterol

darah, kontak lensa, penghambat plat gigi, dan lain – lain .

Industri pertanian Pupuk, pelindung biji dan lain – lain.

Kosmetik Pelembab ( moisturizer ), krem wajah, tangan dan badan, dan lain – lain.

Bioteknologi Dapat immobolisasi enzim, chromatography, penyembuh sel dan lain – lain.

Sumber : Fernandez-Kim, 2004

2.1.3 Interaksi Kitosan Dengan Ion Logam

Interaksi kitosan dengan ion logam terjadi karena proses pengkompleksan

dimana pertukaran ion, penyerapan, dan pengkhelatan terjadi selama proses

berlangsung. Ketiga proses tersebut tergantung dari ion logam masing-masing.

Kitosan menunjukkan afinitas yang tinggi pada logam transisi golongan 3, begitu

pula pada logam yang bukan golongan alkali dengan konsentrasi rendah (Muzzarelli,

1973,1977).

Kitosan mempunyai kemampuan untuk mengikat logam dan membentuk

kompleks logam-kitosan. Sifat penyerapan ion logam yang sangat baik oleh kitosan

dengan selektif dan kapasitas penyerapan yang tinggi yang disebabkan 3 (tiga) sifat

yaitu :

1. Sifat hidrofilik kitosan dengan jumlah yang besar pada gugusan hidroksil.

2. Gugus amina primer dengan aktivitas yang tinggi.

3. Struktur rantai polimer kitosan yang fleksibel yang dapat membentuk konfigurasi

(27)

2.1.4 Proses Pengikatan Logam Oleh Kitosan

Kitosan bersifat polielektrolit kation yang dapat mengikat logam berat,

sehingga dapat berfungsi sebagai adsorben terhadap logam dalam air limbah. Prinsip

dasar dalam mekanisme pengikatan antara kitosan dan logam berat yang terkandung

dalam limbah cair adalah prinsip penukar ion.Gugus amina khususnya nitrogen dalam

kitosan akan bereaksi dan mengikat logam dari persenyawaan limbah cair. Kitosan

yang tidak larut dalam air akan menggumpalkan logam menjadi flok – flok yang akan

bersatu dan dapat dipisahkan dari air limbah. Kitosan dapat bekerja sempurna jika

dilarutkan dalam larutan asam.(Marganof, 2003; Widodo, 2005). Proses koagulasi

logam berat oleh kitosan seperti gambar berikut

Gambar 2.2 Mekanisme Pengikatan Logam Berat Oleh Kitosan

Contoh di atas menggunakan logam Cu atau tembaga. Terjadi pengikatan Cu

oleh gugus N (nitrogen ) dan O (oksigen). Logam Cu tersebut akan terikat atau

terserap, terkumpul dan terjadi flok – flok logam. Kitosan dengan kemampuan daya

ikat atau daya serapnya mampu menjadikannya jadi tidak berbahaya.

Polielektrolit merupakan bagian dari polimer khusus yang dapat terionisasi

dan mempunyai kemampuan untuk membuat terjadinya suatu flokulasi dalam

medium cair. Kitosan merupakan salah satu contoh dari polielektrolit. Koagulasi yang

disebabkan oleh polielektrolit meliputi empat tahap, yaitu:

1. Dispersi dari polielektrolit dalam suspensi.

2. Adsorpsi antara permukaan solid- liquid.

(28)

4. Penyatuan dari masing –masing polielektrik yang telah terlingkupi oleh partikel

untuk membentuk flok-flok kecil dan berkembang menjadi flok yang lebih besar.

Keempat proses tersebut digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.3 Tahap-Tahap Koagulasi Polielektrolit Kitosan

Logam berat dan logam lain secara keseluruhan dalam larutan elektrolit

merupakan partikel bermuatan positif, sedangkan kitosan adalah polielektrolit

bermuatan negatif, reaksi antara kedua partikel akan menuju ke arah penghilangan

gradien muatan dan terbentuk senyawa produk yang tidak bermuatan ditunjukkan

oleh Gambar 2.4 berikut.

Gambar 2.4 Mekanisme Koagulasi Perbedaan Muatan

Kitosan juga bersifat hidrofilik, menahan air dalam strukturnya dan

membentuk gel secara spontan. Pembentukan gel berlangsung pada pH asam dan

sedikit asam, disebabkan sifat kationik kitosan.viskositas gel kitosan akan meningkat

dengan meningkatnya berat molekul atau jumlah polimer. Viskositas juga meningkat

dengan meningkatnya derajat deasetilasi. Gel kitosan terdegradasi secara

(29)

2.2 Nanopartikel

Dalam nanoteknologi, suatu partikel digambarkan sebagai satu obyek kecil

yang bertindak secara unit keseluruhan dalam hal transport dan sifat-sifatnya. Dengan

nanoteknologi, material dapat didesain sedemikian rupa dalam orde nano, sehingga

dapat memperoleh sifat dan material yang kita inginkan tanpa melakukan

pemborosan atom-atom yang tidak diperlukan. Aplikasi nanoteknologi akan membuat

revolusi baru dalam dunia industri dan diyakini pemenang persaingan global di masa

yang akan datang adalah negara-negara yang dapat menguasai nanoteknologi.

Ruang lingkup nanoteknologi meliputi usaha dan konsep untuk menghasilkan

material/bahan berskala nanometer, mengeksplorasi dan merekayasa karakteristik

material/bahan tersebut, serta mendisain ulang material/bahan tersebut ke dalam

bentuk, ukuran dan fungsi yang diinginkan.

Nanopartikel sebagai partikulat material dengan paling sedikit satu dimensi

lebih kecil dari 100 nanometer. Satu nanometer adalah 10-9 m. Nanopartikel

merupakan hal ilmiah besar sebagaimana adanya secara efektif satu jembatan antara

bahan-bahan curah dan struktur-struktur molekul atau atom. Satu material curah

mempunyai sifat fisika tetap dengan mengabaikan ukuran nya, tetapi pada skala nano

bergantung ukuran sifat-sifat diamati seperti pembatasan kuantum di dalam

partikel-partikel semi penghantar, permukaan resonansi plasmon dalam beberapa partikel-partikel

logam dan superparamagnetik di dalam bahan magnet.

Nanopartikel mempunyai luas permukaan yang besar terhadap perbandingan

volume. Karakteristik nanopartikel umumnya dilakukan dengan teknik mikroskop

elektron [TEM,SEM], mikroskop atomik [AFM], penghamburan cahaya dinamik

[DLS], x-ray mikroskop fotoelektron [XPS], bubuk x-ray difraktometri [XRD], FTIR,

(30)

2.2.1 Kitosan Nanopartikel

Untuk meningkatkan daya adsorpsinya, kitosan dimodifikasi dalam bentuk

magnetik nanokitosan. Penggunaan kitosan dan magnetik nanokitosan telah

digunakan untuk mengadsorpsi ion Fe(II) dan Fe(III), Cu(II), Co(II), zat warna dan

furosemida (Wan-Ngah, 1998). Hasil penelitian mengenai adsoprsi ion Ni(II) oleh

kitosan dan magnetik nanokitosan telah membahas kondisi optimal untuk

mengadsorpsi ion Ni(II) oleh kitosan dan magnetik nanokitosan.

Kitosan nanopartikel adalah kitosan yang mana partikelnya berukuran

100-400 nm. Sekarang ini, banyak ahli-ahli menggunakan kitosan dengan nano teknologi,

Yau Shan Szeto dan Zhigang Hu untuk menyiapkan kitosan nano-partikel dimana

kitosan dilarutkan dalam larutan asam lemah kemudian ditambahkan larutan yang

bersifat basa seperti larutan amoniak, natrium hidroksida atau kalium hidroksida

distirer dengan kecepatan 300 rpm sehingga diperoleh gel kitosan putih dan dibilas

dengan aquadest sampai netral kemudian ditempatkan dalam ultrasonik bath untuk

memecah partikel-partikel gel kitosan menjadi lebih kecil (Szeto, 2007). Sebagian

ahli juga mencoba metode lain untuk menyiapkan kitosan nano menambahkan larutan

tripoliposfat kedalam larutan kitosan sehingga diperoleh emulsi kitosan sambil

distirer dengan kecepatan 1200 rpm kemudian emulsi dibuat pH 3,5 dengan

menambahkan asam asetat hasilnya akan berupa suspensi kitosan (Cheung, 2008).

2.3 Adsorpsi

Adsorpsi adalah suatu proses penyerapan komponen-komponen dalam bentuk

fasa cair atau gas (adsorbat) oleh zat padat yang disebut adsorben. Berkat

selektivitasnya yang tinggi, proses adsorpsi sangat sesuai untuk memisahkan bahan

dengan konsentrasi yang kecil dari campuran yang mengandung bahan lain yang

berkonsentrasi tinggi. Adsorpsi digunakan dalam pengolahan air buangan industri,

terutama untuk mengurangi komponen-komponen organik misalnya warna, fenol,

detergen, zat-zat toksik dan zat-zat organik yang sukar diuraikan (nonbiodegradable).

(31)

adsorbennya, maka dibedakan antara adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia. Adsorpsi

fisika merupakan interaksi Van der Waals antara adsorben dengan adsorbat.

Sedangkan adsorpsi kimia adalah merupakan interaksi antara elektron-elektron pada

permukaan adsorben dengan molekul-molekul adsorbat membentuk ikatan yang lebih

kuat dibandingkan dengan adsorpsi fisika.

Proses adsorpsi meliputi tiga tahap mekanisme yaitu :

1. Pergerakan molekul-molekul adsorbat menuju permukaan adsorben.

2. Penyebaran molekul-molekul adsorbat kedalam rongga-rongga adsorben.

3. Penarikan molekul-molekul adsorbat oleh permukaan aktif membentuk ikatan,

yang berlangsung sangat cepat (Metcalf, 1979).

Adsorben (untuk adsorpsi fisik) adalah bahan padat dengan luas permukaan

yang besar. Permukaan yang luas ini termasuk karena banyaknya pori yang halus

pada padatan tersebut. Tergantung pada tujuan penggunaannya adsorben dapat berupa

granulat (dengan ukuran butir sebesar beberapa mm) atau serbuk (khusus untuk

adsorpsi campuran cair). Beberapa bahan yang dapat digunakan sebagai adsorben

diantaranya yaitu : karbon aktif, silika gel, tapis molekular (molekular sieves), dan

zeolit.

2.4 Limbah Industri

Pengertian limbah menurut peraturan pemerintah republik Indonesia Nomor

82 tahun 2001 adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan

berbahaya atau beracun yang karena sifat atau konsentrasinya dan jumlahnya baik

secara langsung atau tidak langsung akan dapat membahayakan lingkungan hidup,

kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk air.

Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri atas bahan kimia organik dan

anorganik. Buangan industri yang mengandung unsur atau senyawa logam berat

merupakan toksikan yang mempunyai daya racun tinggi. Buangan industri yang

mengandung persenyawaan logam berat tersebut bukan hanya bersifat racun bagi

(32)

Tingkat bahaya keracunan yang disebabkan oleh limbah tergantung pada jenis

dan karakteristik limbah, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Mungkin dalam jangka waktu singkat tidak akan memberi pengaruh yang berarti,

namun dalam jangka panjang mungkin berakibat fatal terhadap lingkungan.

Beberapa kemungkinan yang akan terjadi akibat masuknya limbah ke dalam

lingkungan adalah:

1. Lingkungan tidak mendapat pengaruh yang berarti. Hal ini disebabkan karena

volume limbah kecil, parameter pencemar yang terdapat dalam limbah sedikit

dengan konsentrasi yang kecil.

2. Ada pengaruh perubahan, tetapi tidak mengakibatkan pencemaran.

3. Memberikan perubahan dan menimbulkan pencemaran.

Berdasarkan nilai ekonomisnya, limbah dibedakan menjadi limbah yang

mempunyai nilai ekonomis dan limbah yang tidak memiliki nilai ekonomis.

Sedangkan berdasarkan karakteristiknya, limbah industri dapat digolongkan menjadi

tiga bagian (Chandra, 2007) :

1. Limbah cair;

2. Limbah gas dan partikel;

3. Limbah padat.

2.4.1 Limbah Cair Industri

Limbah cair adalah sisa dari suatu hasil usaha dan atau kegiatan yang

berwujud cair yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat menurunkan kualitas

lingkungan. Limbah cair secara umum dapat dibagi menjadi human excreate (fases

dan urine), sewage (air limbah), industrial waste (bahan buangan dan sisa proses

industri).

Limbah cair industri yang bersumber dari pabrik, biasanya banyak

menggunakan air dalam proses produksinya. Di industri, fungsi dari air antaranya

(33)

1. Untuk mentransportasikan produk atau bahan baku.

2. Sebagai air pendingin. Berfungsi untuk memindahkan panas yang terjadi dari

proses produksi.

3. Sebagai air proses, misalnya sebagai umpan boiler pada pabrik minuman.

4. Untuk mencuci dan membilas produk, gedung atau instalasi.

Limbah cair industri mengandung bahan pencemar yang bersifat racun dan

berbahaya yang dikenal dengan sebutan B3 (bahan beracun dan berbahaya). Air dari

pabrik membawa sejumlah padatan dan partikel, baik yang larut maupun yang

mengendap. Bahan ini ada yang kasar dan ada yang halus. Kerapkali air buangan

pabrik berwarna keruh dan bersuhu tinggi. Berdasarkan persenyawaan yang

ditemukan dalam air buangan industri, sifat limbah cair tersebut dapat dikatagorikan

berdasarkan karakteristik fisik, kimia, dan biologi. Pengamatan mengenai

karakteristik ini penting untuk menetapkan jenis parameter pencemar yang terdapat

didalamnya. Sifat kimia dan fisika masing-masing parameter dapat menunjukkan

akibat yang ditimbulkannya terhadap lingkungan. (Chandra, 2007)

2.4.2 Kandungan Logam Berat (Zinkum dan Natrium) Dalam Limbah Cair Industri

Logam menurut pengertian awam adalah barang yang padat dan berat yang

biasanya selalu digunakan oleh orang untuk alat-alat dapur atau untuk perhiasan,

yaitu besi, baja, emas, dan perak. Padahal masih banyak logam lain yang sangat kecil

dan penting serta berperan dalam proses biologis makhluk hidup, misalnya selenium,

kobalt, mangan, dan lain-lainnya.

Menurut Soemirat (2003), definisi logam adalah elemen yang dalam larutan

air dapat melepaskan satu atau lebih elektron dan menjadi kation. Sedangkan logam

berat adalah unsur logam yang mempunyai densitas > 5 g/cm3. Logam berat masih

termasuk golongan logam dengan kriteria-kriteria yang sama dengan logam-logam

lain. Perbedaannya terletak dari pengaruh yang dihasilkan bila logam berat ini

(34)

menimbulkan efek-efek khusus pada makhluk hidup. Semua logam berat dapat

menjadi bahan racun yang akan meracuni tubuh makhluk hidup. Hal ini terjadi jika

sejumlah logam mencemari lingkungan. Namun demikian, meski semua logam berat

dapat mengakibatkan keacunan atas makhluk hidup, sebagian dari logam-logam berat

tersebut tetap dibutuhkan oleh makhluk hidup. atau beracun, di mana keberadaannya

dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya atau bahkan dapat bersifat racun,

seperti Hg, Cd, Pb, Cr dan lain-lain. Logam berat ini dapat menimbulkan efek

kesehatan bagi manusia tergantung pada bagian mana logam berat tersebut terikat

dalam tubuh. Daya racun yang dimiliki akan bekerja sebagai penghalang kerja enzim,

sehingga proses metabolisme tubuh terputus. Lebih jauh lagi, logam berat ini akan

bertindak sebagai penyebab alergi, mutagen, teratogen atau karsinogen bagi manusia.

Jalur masuknya adalah melalui kulit, pernapasan dan pencernaan.

Logam berat berdasarkan sifat racunnya yang berdampak terhadap kesehatan

manusia dapat dikelompokkan menjadi empat golongan, yaitu:

1. Sangat beracun, yaitu dapat mengakibatkan kematian atau gangguan kesehatan

dalam waktu singkat. Logam-logam tersebut antara lain: Pb, Hg, Cd, As, Sb, Ti,

Be, dan Cu.

2. Moderat, yaitu mengakibatkan gangguan kesehatan baik yang dapat pulih

maupun yang tidak dapat pulih dalam waktu yang relatife lama. Logam-logam

tersebut antara lain: Ba, Be, Cu, Au, Li, Mn, Se, Te, Va, Co, dan Rb.

3. Kurang beracun, dalam jumlah besar dapat menimbulkan gangguan kesehatan.

Logam-logam tersebut antara lain: Bi, Co, Fe, Ca, Mg, Ni, K, Zn (Seng), dan Ag.

4. Tidak beracun, yaitu tidak menimbulkan gangguan kesehatan seperti: Al dan Na

(Natrium).

Dalam penelitian ini yang ingin di analisis yaitu kandungan logam Zn (Seng)

dan Na (Natrium), dimana Zn merupakan logam yang tingkat toksisitasnya rendah

(kurang beracun), sedangkan logam Na merupakan logam yang tingkat toksisitasnya

sangat kecil (tidak beracun). Tetapi kelebihan logam Zn dapat mempengaruhi

(35)

timbulnya aterosklerosi, juga dapat menyebabkan muntah, diare, demam, kelelahan,

anemia dan gangguan reproduksi. Sedangkan natrium sendiri bagi tubuh tidak

merupakan benda asing, tetapi toksisitasnya tergantung pada gugus senyawanya,

karena Natrium dalam air bisa sangat reaktif (Almatsier, 1987). Tentunya kandungan

logam Zn dan Na menjadi suatu hal yang penting dan perlu dilakukan proses

pemisahannya dalam limbah cair menggunakan adsorben seperti kitosan.

2.5 Parameter Untuk Menentukan Kualitas Air 2.5.1 Parameter Fisika

Ada beberapa parameter fisik yang menentukan kualitas air, antara lain:

1. Warna

Untuk air alami yang sama sekali belum mengalami pencemaran, berwarna

bening, atau sering dikatakan tak berwarna. Timbulnya warna disebabkan oleh

kehadiran bahan-bahan tersuspensi yang berwarna, ekstrak senyawa-senyawa organik

ataupun tumbuh-tumbuhan dan karena terdapatnya mikro organisme seperti plankton,

disamping itu juga akibat adanya ion-ion metal alami seperti besi dan mangan.

Komponen penyebab warna, khususnya yang berasal dari limbah industri

kemungkinan dapat membahayakan bagi manusia mau bagi biota air. Disamping itu

warna air juga memberi indikasi terdapatnya senyawa-senyawa organik, yang melalui

proses klorinasi dapat meningkatkan pertumbuhan mikro organisme air.

2. Bau dan Rasa

Air alami yang sama sekali belum tercemar dikatakan tidak berbau dan tidak

berasa. Air yang berbau sudah pasti menimbulkan rasa yang tidak menyenangkan.

Adanya bau dan rasa pada air, menunjukkan terdapatnya organisme penghasil bau

dan juga adanya bahan-bahan pencemar yang dapat mengganggu kesehatan.

3. Suhu

Dalam setiap penentuan kualitas air, pengukuran suhu merupakan hal yang

(36)

Suhu air yang normal berkisar ± 30 oC dari suhu udara. Peningkatan suhu air bisa

disebabkan oleh berbagai hal, antara lain, air (sungai) yang dekat dengan gunung

berapi, ataupun akibat adanya pembuangan limbah cair yang panas ke badan air.

Disamping itu adanya limbah bahan organik, yang lebih lanjut mengalami proses

degradasi baik secara biologis maupun kima, seringkali meningkatkan suhu air.

Kenaikan suhu air dapat mengakibatkan kelarutan oksigen dalam air menjadi

berkurang, sehingga konsumsi oksigen oleh biota air juga menjadi terganggu.

4. Total Padatan Tersuspensi (Total Suspended Solid,TSS)

Total padatan tersuspensi adalah total bahan-bahan yang tersuspensi (diameter >1μm) yang tertahan pada saringan millipore dengan diameter pori 0,45 μm. TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik terutama yang disebabkan

oleh kikisan tanah atau erosi yang terbawa ke dalam badan air. Materi yang

tersuspensi mempunyai dampak buruk terhadap kualitas air karena mengurangi

penetrasi matahari ke dalam badan air, kekeruhan air meningkat yang menyebabkan

gangguan pertumbuhan bagi organisme produser.

Total padatan tersuspensi merupakan padatan yang menyebabkan kekeruhan

air, tidak terlarut dan tidak dapat mengendap langsung. Padatan tersuspensi terdiri

dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil dari sedimen seperti

bahan-bahan organik tertentu, tanah liat dan lainlain. Misalnya air permukaan

mengandung tanah liat dalam bentuk tersuspensi.

Air buangan selain mengandung padatan tersuspensi dalam jumlah yang

bervariasi, juga sering mengandung bahan-bahan yang bersifat koloid, seperti protein.

Air buangan industri makanan mengandung padatan tarsuspensi yang relatif tinggi.

Padatan terendap dan padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi sinar matahari

ke dalam air, sehingga dapat mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosintesa.

Pengukuran langsung padatan tersuspensi (TSS) sering memakan waktu cukup lama.

TSS adalah jumlah bobot bahan yang tersuspensi dalam volume air tertentu, yang

(37)

cahaya yang datang, sehingga menurunkan intensitas cahaya yang disebarkan.

Padatan tersuspensi dalam air umumnya terdiri dari fitoplankton, zooplankton, sisa

tanaman dan limbah industri (Sunu, 2001).

5. Total Padatan Terlarut (Total Dissolved Solid,TDS)

Total padatan terlarut (sering disingkat TDS) adalah ukuran dari isi gabungan

semua bahan anorganik dan organik yang terkandung dalam cairan di molekul,

terionisasi atau mikro-butiran (sol koloid) bentuk tersuspensi. Total padatan terlarut

biasanya dibahas hanya untuk sistem air tawar, seperti salinitas terdiri beberapa ion

merupakan definisi TDS.

Aplikasi utama dari TDS adalah dalam studi kualitas air untuk sungai, sungai

dan danau, meskipun TDS umumnya tidak dianggap sebagai polutan primer

(misalnya tidak dianggap terkait dengan efek kesehatan) digunakan sebagai indikasi

karakteristik estetika air minum dan sebagai indikator agregat kehadiran array yang

luas dari kontaminan kimia.

Sumber utama untuk TDS dalam menerima perairan limpasan pertanian dan

perumahan, pencucian kontaminasi tanah dan titik sumber air pembuangan polusi dari

industri atau limbah tanaman pengobatan. Konstituen kimia yang paling umum

adalah kalsium, fosfat, nitrat, natrium, kalium dan klorida, yang ditemukan di

limpasan gizi, limpasan stormwater umum dan limpasan dari iklim bersalju di mana

jalan de-icing garam diterapkan. Bahan kimia dapat kation, anion, molekul, atau

aglomerasi pada urutan seribu atau lebih sedikit molekul, asalkan granula mikro-larut

terbentuk. Elemen lebih eksotik dan berbahaya dari TDS adalah pestisida yang timbul

dari limpasan permukaan. Tertentu yang terjadi secara alami total padatan terlarut

timbul dari pelapukan dan pembubaran batu dan tanah. Amerika Serikat telah

menetapkan standar kualitas air sekunder dari 500 mg/l untuk menyediakan

(38)

2.5.2 Parameter Kimia

Ada banyak parameter kimia yang menentukan kualitas air, namun yang

umum ada beberapa parameter, diantaranya:

1. BOD

Biological oxygen demand atau kebutuhan oksigen biologis adalah jumlah

oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam air untuk memecah atau

mendegradasi atau mengoksidasi limbah organik yang terdapat didalam air. Jika

konsumsi oksigen tinggi yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya sisa oksigen

terlarut, maka berarti kandungan bahan-bahan buangan yang membutuhkan oksigen

tinggi. Organisme hidup yang bersifat aerob membutuhkan oksigen untuk bereaksi

secara biokimia, yaitu untuk mengoksidasi bahan organik, sintesis sel, dan oksidasi

sel. Komponen organik yang mengandung senyawa nitrogen dapat pula dioksidasi

menjadi nitrat, sedangkan komponen organik yang mengandung komponen sulfur

dapat dioksidasi menjadi sulfat (Sunu, 2001).

Pengukuran BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air

buangan penduduk ataupun industri dan untuk mendesain sistim pengolahan biologis

bagi air yang tercemar tersebut. Penguraian zat organik adalah proses alamiah, yang

kalau suatu badan air dicemari oleh zat organik maka selama proses penguraiannya

mikroorganisme dapat menghabiskan oksigen terlarut dalam air tersebut. Hal ini

dapat mengakibatkan kematian ikan-ikan dalam air. Disamping itu kehabisan oksigen

dapat mengubah keadaan menjadi anaerobik sehingga dapat menimbulkan bau busuk.

Pengukuran BOD didasarkan atas reaksi oksidasi zat organik oleh oksigen

dalam air, dan proses tersebut berlangsung disebabkan adanya bakter aerobik.

Menurut penelitian, untuk supaya 100% bahan organik terurai, diperlukan waktu

kira-kira 20 hari. Namun dalam waktu 5 hari, pada temperatur inkubasi 20 0C, bahan

organik yang dapat diuraikan mencapai 75%, sehingga waktu ini sudah dianggap

cukup. Maka timbullah istilah BOD520 dapat ditentukan dengan mencari selisih

(39)

Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air

buangan penduduk atau industri, dan untuk mendesain sistem-sistem pengolahan

biologis bagi air yang tercemar tersebut. Pemeriksaan BOD didasarkan atas reaksi zat

organik dengan oksigen di dalam air dan proses tersebut berlangsung karena adanya

bakteri aerobik, sebagai hasil oksidasi akan terbentuk karbon dioksida, amoniak dan

air. Reaksi biologis pada uji BOD dilakukan pada temperatur inkubasi 20oC dan

dilakukan selama 5 hari (Alaerts, 1987).

Prinsip analisa BOD yaitu oksigen dalam sampel akan menoksidasi MnSO4

yang ditambahkan kedalam larutan pada keadaan alkalis, sehingga terjadi endapan

MnO2 . dengan penambahan asam sulfat dan kalium iodida maka akan dibebaskan

iodin yang ekuivalen dengan oksigen terlarut. Iodin yang dibebaskan tersebut

kemudian dianalisa dengan metode titrasi iodometris yaitu dengan larutan standar

tiosulfat dengan indikator kanji (Alaerts, 1987) :

2. COD

COD (Chemical Oxygen Demand) atau Kebutuhan Oksigen Kimiawi adalah

jumlah O2 (mg) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi total zat-zat organik yang

terdapat dalam 1 liter sampel air. Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran

air oleh total zat-zat organik baik yang dapat diuraikan secara biologis, maupun yang

hanya dapat diuraikan dengan proses kimia. Analisa COD berbeda dengan analisa

BOD, namun perbandingan antara angka COD dengan angka BOD dapat ditetapkan.

Secara umum perbandingan BOD5/COD = 0,40 – 0,60. Pengukuran COD dilakukan

(40)

2.6 Spektrofotometri Serapan Atom

Spektrofotometri Serapan Atom didasarkan adanya adsorbsi gelombang

elektromagnetik oleh atom-atom. Atom mempunyai dua keadaaan tingkat energi,

yaitu energi keadaaan dasar (ground state) dan energi keadaan tereksitasi (excited

state). Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu,

tergantung pada sifat unsurnya. Cahaya dengan panjang gelombang ini mempunyai

cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom. Transisi elektronik suatu

unsur bersifat spesifik. Dengan adsorpsi energi berarti memperoleh lebih banyak

energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat

eksitasi. Tingkat eksitasinya pun bermacam-macam (Khopkhar, 2001).

Ada dua tipe instrument SSA, yaitu nyala berkas tunggal (singel beam) dan

nyala berkas ganda (double beam). Umumnya instrumen SSA terdiri dari :

Gambar 2.5 Skematis Instrumentasi SSA

Keterangan :

1. Lampu katoda berongga, dimana lampu katoda ini berfungsi sebagai sumber

radiasi yang memancarkan spektrum atom dari unsur yang ditentukan. Lampu

katoda berongga terdiri dari dua elektroda dalam sebuah tabung silinder gelas

yang mempunyai jendela yang transparan pada letak yang berlawanan dengan

katoda.

2. Chopper (pembagi cahaya), dimana cahaya dari lampu katoda dibagi oleh alat

pembagi untuk diteruskan ke ruangan contoh disebut sinar contoh dan bagian lain

(41)

3. Unit Pengatoman Analit (atomizer) berfungsi untuk mengubah larutan yang akan

diuji menjadi atom-atom dalam bentuk gas. Oleh karena itu sistem ini sering

disebut sebagai atomizer. Berdasarkan kerjanya atomizer mempunyai dua

komponen utama : pengembun (nebulizer) dan pembakar (burner).

4. Monokromator berfungsi untuk mengontrol pancaran cahaya yang datang dari

lampu katoda berongga dan memisahkan garis spektrum yang lain yang

menganggu pengamatan. Kemampuan untuk menyeleksi suatu panjang

gelombang yang berbeda merupakan suatu karakteristik monokromator yang

sangat penting.

5. Detektor berfungsi untuk menangkap dan mengatur sinar yang ditransmisikan

serta memberikan sinyal sebagai respon terhadap sinar diterima.

6. Rekorder berfungsi untuk menerima dan merekam sinyal yang disampaikan oleh

detektor dan menyampaikannya ke sistem read-out.

7. Sistem read-out berfungsi untuk mengubah sinyal yang diterima menjadi bentuk

digital yaitu dalam satuan absorbansi. Ini berarti mencegah dan mengurangi

kesalahan pembacaan skala secara paralaks, kesalahan interpolasi di antara

pembagian skala dan sebagainya serta menyeragamkan tampilan data. (Novianty,

(42)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Bahan – Bahan

Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

1. Kitosan fluka

2. Limbah cair industri benang karet

3. CH3COOH glasial p.a. E.Merck

4. NH3(p) p.a. E.Merck

5. H2SO4(p) p.a. E.Merck

6. K2Cr2O7 p.a. E.Merck

7. MnSO4.4H2O p.a. E.Merck

8. Na2S2O3.5H2O p.a. E.Merck

9. KOH p.a. E.Merck

10. KI p.a. E.Merck

11. Amilum p.a. E.Merck

12. Aquadest

3.2 Alat-Alat

Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

1. Labu takar 5 mL; 10m L; 100 mL; 1L pyrex

2. Gelas Ukur 10 mL; 100 mL pyrex

3. Pipet volumetri 10 mL pyrex

4. Gelas Erlenmeyer pyrex

5. Gelas Beaker pyrex

6. Corong pisah pyrex

7. Tabung Reaksi pyrex

8. Jartest fisher

(43)

10. Botol Sampel

11. Ultrasonic Batch

12. Stop watch

13. Neraca Analitis Mettler A.E 200

14. SSA Shimadzu

3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Pembuatan Pereaksi

3.3.1.1 Pembuatan Larutan CH3COOH 1%

Dipipet sebanyak 10 mL larutan CH3COOH glasial 99%, dimasukkan ke

dalam labu takar 1 L, ditambahkan dengan aquadest sampai garis batas dan

dihomogenkan.

3.3.1.2 Pembuatan Larutan Baku K2Cr2O7 0,025 N

Ditimbang 1,205 g K2Cr207 (yang telah dikeringkan pada suhu 150°C selama

2 jam) dengan air suling, dan dimasukkan ke dalam labu takar 1 L, kemudian

ditambahkan aquadest sampai garis batas, dan dihomogenkan.

3.3.1.3 Pembuatan Larutan Baku Na2S2O3 0,025 N

Ditimbang 6,205 g Na2S2O3.5H2O dan dilarutkan dengan aquadest yang telah

dididihkan (bebas oksigen), ditambahkan dengan 1,5 mL NaOH 6 N dan

diencerkan hingga 1000 mL.

3.3.1.4 Pembuatan Larutan Baku MnSO4

Ditimbang 480g MnSO4.4H2O, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 1

(44)

3.3.1.5 Pembuatan Larutan Amilum

Dilarutkan 2 g amilum dalam labu takar 100 mL, kemudian diencerkan

dengan aquadest yang telah dipanaskan sampai garis batas, dan

dihomogenkan.

3.3.1.6 Pembuatan Larutan KOH-KI

700 g KOH dan 150 g KI dimasukkan ke dalam labu takar 1 L, diencerkan

dengan aquadest sampai garis batas, dan dihomogenkan.

3.3.1.7 Pembuatan Larutan Baku Zn 10 ppm

1. Ditimbang kristal ZnSO4.7H20 sebanyak 4415,38 mg, dimasukkan ke

dalam gelas Beaker kemudian ditambahkan dengan sedikit aquadest,

diaduk hingga larut, dimasukkan ke dalam labu takar 1 L sampai garis

batas dan dihomogenkan yang selanjutnya disebut dengan larutan induk

Zn 1000 ppm.

2. Sebanyak 10 mL larutan induk Zn 1000 ppm dimasukkan ke dalam labu

takar 100 mL, diencerkan dengan aquadest hingga garis batas dan

dihomogenkan yang selanjutnya disebut dengan larutan standar Zn 100

ppm.

3. Sebanyak 1 mL larutan standar Zn 100 ppm dimasukkan ke dalam labu

takar 10 mL, diencerkan dengan aquadest hingga garis batas dan

dihomogenkan yang selanjutnya disebut dengan larutan standar Zn10

ppm.

3.3.1.8 Pembuatan Larutan Standar Na 10 ppm

1. Sebanyak 10 mL larutan induk Na 1000 ppm dimasukkan ke dalam labu

takar 100 mL, diencerkan dengan aquadest hingga garis batas dan

dihomogenkan yang selanjutnya dsebut dengan larutan standar Na 100

(45)

2. Sebanyak 1 mL larutan standar Na 100 ppm dimasukkan ke dalam labu

takar 10 mL, diencerkan dengan aquadest hingga garis batas dan

dihomogenkan yang selanjutnya disebut dengan larutan standar Na 10

ppm.

3.3.2 Penentuan Kurva Kalibrasi

3.3.2.1 Penentuan Kurva Kalibrasi Larutan Seri Standar Zn

1. Sebanyak 0,5 mL; 1 mL; 1,5 mL, dan 2 mL larutan standar Zn 10 ppm

dimasukkan ke dalam labu takar 10 mL, diencerkan dengan aquadest

hingga garis batas dan dihomogenkan sehingga diperoleh larutan seri

standar Zn 0,5 ppm; 1 ppm; 1,5 ppm; dan 2 ppm.

2. Diukur absorbansinya untuk masing-masing konsentasi larutan Zn dengan

Spektroskopi Serapan Atom.

3.3.2.2 Penentuan Kurva Kalibrasi Larutan Seri Standar Na

1. Sebanyak 0,1 mL; 0,25 mL; 0,5 mL, dan 1 mL larutan standar Na 10 ppm

dimasukkan ke dalam labu takar 10 mL, diencerkan dengan aquadest

hingga garis batas dan dihomogenkan sehingga diperoleh larutan seri

standar Na 0,1 ppm; 0,25 ppm; 0,5 ppm; dan 1 ppm.

2. Diukur absorbansinya untuk masing-masing konsentasi larutan Na dengan

Spektroskopi Serapan Atom.

3.3.3 Pembuatan Kitosan Nanopartikel

Pembuatan kitosan nanopartikel dengan Metode Z.G. Hu, 2006, dengan

prosedur sebagai berikut :

1. 0,2 g Kitosan dilarutkan dalam 1 L asam asetat 1%, kemudian diaduk

hingga homogen dengan pengaduk Jartest dengan kecepatan 200 rpm

(46)

sebanyak 10 tetes, sehingga terbentuk larutan berwarna putih yang

disebut larutan emulsi kitosan.

2. Larutan tersebut dimasukkan dalam erlemeyer lalu ditempatkan pada

ultrasonic batch untuk menghilangkan NH3 yang masih tersisa selama + 1

jam, sehingga terbentuk kitosan nanopartikel, hasil dikarakterisasi dengan

FESEM.

3. Perlakuan sama juga dilakukan untuk kitosan 0,4 g; 0,6 g; 0,8 g; dan 1 g.

3.3.4 Preparasi Sampel Limbah Cair Industri Benang Karet dengan Kitosan Nanopartikel

1. Kitosan nanopartikel dengan variasi berat kitosan 0,2 g ditambahkan 150

mL aquadest, kemudian diambil 100 mL ditambahkan dengan 200 mL

limbah cair industri benang karet, diaduk selama 15 menit, kemudian

didiamkan selama 30 menit.

2. Campuran tersebut disaring dengan kertas saring Whatman No. 42,

sehingga terpisah antara endapan dan filtratnya.

3. Perlakuan yang sama juga dilakukan untuk larutan kitosan nanopartikel

dengan variasi berat kitosan 0,4 g; 0,6 g; 0,8 g; dan 1 g.

3.3.5 Penyerapan Ion Zn2+ dan Na+ Dalam Limbah Cair Industri Benang Karet Dengan Adanya Penambahan Larutan Kitosan Nanopartikel 1. Filtrat dianalisis dengan spektroskopi serapan atom untuk menentukan

konsentrasi Zn2+ dan Na+ dari masing-masing sampel baik sampel tanpa

penambahan larutan kitosan nanopartikel, maupun dengan sampel dengan

penambahan kitosan nanopartikel variasi berat 0,2 g; 0,4 g; 0,6 g; 0,8 g,

dan 1 g.

2. Ditentukan besarnya persentase ion Zn2+ dan Na+ yang terserap dalam

(47)

3.3.6 Penentuan Nilai COD Dalam Sampel Hasil Preparasi

1. Dipipet 120 mL sampel tanpa penambahan larutan kitosan nanopartikel

dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer.

2. Dimasukkan batu didih yang telah dibersihkan.

3. Ditambahkan 5 mL H2SO4(p) dan 10 mL K2Cr2O7 0,025 N.

4. Dirangkai alat refluks dan dihidupkan alat pemanas listrik, selanjutnya

ditambahkan 25 mL H2SO4(p) dari bagian atas pendingin bola sampai

H2SO4(p) jatuh kebawah.

5. Direfluks selama + 2 jam, kemudian ditambahkan 50 mL aquadest.

6. Kemudian rangkaian alat refluks dibuka dan didinginkan, selanjutnya

ditambahkan 100 mL aquadest.

7. Ditambahkan 7 tetes indikator feroin

8. Dititrasi dengan larutan standar Ferro Amonium Sulfat 0,1 N sampai

terjadi perubahan warna dari hijau biru sampai coklat kemerahan.

9. Dicatat volume Ferro Amonium Sulfat 0,1 N yang terpakai.

10. Perlakuan yang sama juga dilakukan terhadap sampel hasil preparasi

dengan penambahan larutan kitosan nanopartikel dengan variasi berat

kitosan 0,2 g; 0,4 g; 0,6 g; 0,8 g; dan 1 g.

3.3.7 Penentuan Nilai BOD5 Dalam Sampel Hasil Preparasi

1. Sampel tanpa penambahan larutan kitosan nanopartikel dimasukkan ke

dalam gelas winkler, ditutup sampai tidak ada gelombang udara dan

dimasukkan ke dalam termos selama 5 hari.

2. Ditambahkan 1 mL MnSO4 dan 1 mL KOH-KI.

3. Diendapkan + 10 menit.

4. Ditambahkan 1 mL H2SO4(p).

5. Dititrasi dengan Na2S2O3 0,025 N sampai kuning pucat.

6. Ditambahkan 3 tetes amilum.

(48)

8. Dicatat volume Na2S2O3 0,025 N yang terpakai.

9. Perlakuan yang sama juga dilakukan terhadap sampel hasil preparasi

dengan penambahan larutan kitosan nanopartikel dengan variasi berat

kitosan 0,2 g; 0,4 g; 0,6 g; 0,8 g; dan 1 g.

3.3.8 Penentuan Nilai TSS Dalam Sampel Hasil Preparasi

1. Kertas saring Whatman No. 42 ditimbang selanjutnya disebut sebagai

berat awal.

2. Sebanyak 50 mL sampel tanpa penambahan larutan kitosan nanopartikel

disaring dengan kertas saring yang sudah ditimbang.

3. Kertas saring dikeringkan, dimasukkan ke dalam oven + 15 menit,

didinginkan di dalam desikator, dan kemudian ditimbang selanjutnya

disebut sebagai berat akhir.

4. Perlakuan yang sama juga dilakukan terhadap sampel hasil preparasi

dengan penambahan larutan kitosan nanopartikel dengan variasi berat

kitosan 0,2 g; 0,4 g; 0,6 g; 0,8 g; dan 1 g.

3.3.9 Penentuan Nilai TDS Dalam Sampel Hasil Preparasi

1. Gelas beaker yang kosong ditimbang selanjutnya disebut sebagai berat

awal.

2. Hasil saringan (filtrat) dari TSS untuk sampel tanpa penambahan larutan

kitosan nanopartikel dimasukkan ke dalam gelas beaker yang telah

ditimbang.

3. Filtrat diuapkan.

4. Gelas beaker didinginkan dan ditimbang.

5. Perlakuan yang sama juga dilakukan terhadap sampel hasil preparasi

dengan penambahan larutan kitosan nanopartikel dengan variasi berat

(49)

3.4. Bagan Penelitian

3.4.1 Pembuatan Kitosan Nanopartikel

Kitosan (0,2 g; 0,4 g; 0,6 g, 0,8 g; dan 1,0 g)

Ditambahkan CH3COOH 1% (1 L)

Diaduk hingga homogen (v = 200 rpm, t = 30 menit) Ditambahkan NH3 (p) (10 tetes)

Dimasukkan ke dalam erlenmeyer

Ditempatkan ke dalam ultrasonic batch (t = 1 jam)

Kitosan nanopartikel Larutan Emulsi Kitosan

Dikarakterisasi dengan FESEM

Hasil

Gambar 3.1 Bagan Penelitian Pembuatan Kitosan Nanopartikel

3.4.2 Preparasi Sampel Limbah Cair Industri Benang Karet Dengan Kitosan Nanopartikel

Kitosan Nanopartikel

(Variasi 0,2 g; 0,4 g; 0,6 g; 0,8 g, dan 1 g)

100 mL Larutan Kitosan Nanopartikel

Ditambahkan aquadest (150 mL) Diambil 100 mL

Ditambahkan 200 mL sampel Diaduk (t = 15 menit)

Didiamkan (t = 30 menit) Disaring

Endapan Filtrat

(50)

3.4.3 Penyerapan Ion Zn2+ dan Na+ Dalam Limbah Cair Industri Karet Dengan Adanya Penambahan Larutan Kitosan Nanopartikel

Filtrat

Dianalisis dengan SSA

Dihitung penyerapan ion Zn2+ dan Na+

Hasil

Gambar 3.3 Bagan Penelitian Penyerapan Ion Zn2+ dan Na+ Dalam Limbah Cair Industri Karet Dengan Adanya Penambahan Larutan Kitosan Nanopartikel

3.4.4 Penentuan Nilai COD Dalam Sampel Hasil Preparasi

Filtrat (120 mL)

Dimasukkan ke dalam erlenmeyer Dimasukkan ke dalam batu didih

Hasil

Ditambahkan H2SO4(p) (5 mL)

Ditambahkan K2Cr2O7 0,025 N (10 mL) Dirangkai alat refluks

Ditambahkan H2SO4(p) (5 mL) dari bagian atas pendingin bola

Direfluks (t = 2 jam)

Ditambahkan aquadest (50 mL) Rangkaian alat refluks dibuka Ditambahkan aquadest (100 mL) Ditambahkan indikator feroin (7 tetes) Dititrasi dengan Amonim ferro sulfat 0,1 N Dicatat volume yang terpakai

Gambar

Tabel 1. Gambar 1.  Kurva Kalibrasi Larutan Standar Zn  Hasil Pengukuran Konsentrasi dan Absorbansi Dari
Gambar 2.1 Struktur Kitosan
Tabel 2.1  Pemanfaatan Kitosan Pada Beberapa Industri
Gambar 2.2 Mekanisme Pengikatan Logam Berat Oleh Kitosan
+7

Referensi

Dokumen terkait

efektivitas penyerapan logam besi (Fe) dan logam natrium (Na) oleh kitosan nano partikel pada limbah cair detergen dimana detergen adalah surfaktan anionik dengan gugus alkil

Penentuan konsentrasi logam Zinkum (Zn) dalam larutan standar dan air buangan limbah pabrik benang karet sebelum dan setelah penambahan arang aktif batubara komersil dan

Sukmawati : Penggunaan kitosan manik sebagai adsorben untuk menurunkan kadar Pb (II) Dan Cr (VI) dalam limbah cair..., 2006 USU e-Repository © 2008... Sukmawati : Penggunaan

Penelitian pembuatan kitosan yang dimodifikasi dengan larutan AgNO 3 menjadi kitosan perak sebagai adsorben untuk menurunkan kadar logam besi (Fe) dan zink (Zn) pada air

Pengujian aktivitas antibakteri kitosan nanopartikel dari cangkang belangkas ( tachypleus gigas ) dengan tripolifosfat yang bermuatan ion logam Zn 2+.. terhadap bakteri

Penggunaan Membran Kitosan Untuk Menurunkan Kadar LOgam Krom (Cr) dan Nikel (Ni) Dalam Limbah Cair Industri Pelapisan Logam.. Water Treatment Principles and Design , New

Judul : Pembuatan Kitosan CuO Sebagai Adsorben Untuk Menurunkan Kadar Logam Besi (Fe), Zink (Zn) Dan Kromium (Cr) Dengan Menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom.. Kategori

lama perendaman kitosan CuO sangat mempengaruhi penurunan kadar logam berat Fe, Zn dan Mn pada air sungai Belawan daya serap.. Kata kunci : Adsorben, kitosan, kitosan CuO,