• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKIRINING KEJADIAN DEHIDRASI PADA BALITA DENGAN DIARE DI RS PKU MUHAMMADIYAH I YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "SKIRINING KEJADIAN DEHIDRASI PADA BALITA DENGAN DIARE DI RS PKU MUHAMMADIYAH I YOGYAKARTA"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

SKIRINING KEJADIAN DEHIDRASI PADA BALITA DENGAN DIARE DI RS PKU MUHAMMADIYAH I YOGYAKARTA

Karya Tulis Ilmiah

Diajukan untuk memenuhi syarat memperoleh derajat Sarjana Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

RISKAWATI ABD. KADIR 20120320033

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

(2)

SKIRINING KEJADIAN DEHIDRASI PADA BALITA DENGAN DIARE DI RS PKU MUHAMMADIYAH I YOGYAKARTA

Karya Tulis Ilmiah

Diajukan untuk memenuhi syarat memperoleh derajat Sarjana Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

RISKAWATI ABD. KADIR 20120320033

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

(3)

HALAMAN MOTTO

“Inna ma’al ‘usri yusroo: Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan”

“Tanpa ilmu dan pengetahuan, kita seperti dilorong gelap yang dipaksa untuk berjalan” –Mahatma Gandhi

“Kita perlu melupakan siapa kita menurut pandangan kita sendiri, agar bisa menjadi diri kita apa adanya”– Paulo Coelho

“Impian besar menjadi nyata bila bermusuhan dengan rasa malas”

(4)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Ku persembahkan Karya Tulis Ilmiah ini kepada orang-orang-orang yang sangat kusayangi

Papa Abd. Kadir Karim dan Mama Adema Azis sebagai rasa terima kasih yang tak terhingga kupersembahkan karya tulis ini kepada kalian yang selalu mendukung, memberikan doa dan kasih

sayang yang tak terhingga serta nasihatnya yang menjadi jembatan perjalanan hidupku yang tak mungkin dapat kubalas

hanya dengan selembar kertas yang bertuliskan persembahan yang berada di Karya Tulis ini.

Saudara Sedarah Apriyani Abd.Kadir sebagai rasa terima kasih untuk do’a dan dukungannya dan segala yang membahagiakan.

Bunda Maria Ahmad sebagai rasa terima kasih yang senantiasa memberikan kasih sayang, dukungan, do’a, dan nasihat untuk

keberhasilan Karya Tulis ini.

Teman Sebimbingan Nurhikmatul Maula dan Sita Tiari ini bukti keringat yang nyata, perjuangan yang bermakna dan semangat

yang luar biasa.

Sahabat-Sahabatku Sri Fajriani, Husnul Khomsiah, Ariffah Apriana, Arum Anggaraeni, Suci Aprilia, dan Adik Siska Pratiwi

yang tak pernah lelah memberikan semangat, motivasi, dan warna-warni bahagia.

(5)

PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Riskawati Abd. Kadir

NIM : 20120320033

Prodi : Ilmu Keperawatan

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UMY

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang

penulis tulis benar-benar merupakan hasil karya tulis sendiri dan belum diajukan

dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks yang dicantumkan dalam daftar pustaka

di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah

ini hasil jiplakan, maka penulis bersedia menerima sanski atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, Agustus 2016

Yang membuat pernyataan,

(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN MOTTO ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN ... iv

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

INTISARI ... xiv

ABSTRACT ...xv

BAB I PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang ...1

B. Rumusan Masalah...4

C. Tujuan Penelitian ...5

D. Manfaat Penelitian ...5

E. Penelitian Terkait ...6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...7

A. Landasan Teori ...7

1. Diare ...7

2. Balita ...10

3. Dehidrasi ...12

4. Skirining ...16

B. Kerangka Teori ...19

C. Kerangka Konsep...20

BAB III METODELOGI PENELITIAN ...21

A. Rancangan Penelitian...21

B. Tempat dan Waktu Penelitian ...21

C. Subyek Penelitian ...21

(7)

E. Instrumen Penelitian ...25

F. Tahap Penelitian dan Cara Pengumpulan Data ...26

G. Analisa Data...29

H. Etika Penelitian ...31

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...34

A. Hasil Penelitian ...34

B. Pembahasan ...38

C. Kekuatan dan Kelemahan ...43

BAB V KESIMPUAN DAN SARAN ...44

A. Kesimpulan ...44

B. Saran ...44 DAFTAR PUSTAKA

(8)

DAFTAR TABEL

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori ...19

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Permohonan Menjadi Responden ...49

Lampiran 2. Persetujuan Menjadi Responden ...50

Lampiran 3. Lembar Observasi Dehidrasi ...51

(11)
(12)

Riskawati Abd. Kadir. (2016). Skrining Kejadian Dehidrasi pada Balita dengan Diare di RS PKU Muhammadiyah I Yogyakarta.

Dosen Pembimbing : Nur Chayati, S.Kep., Ns., M.Kep.

INTISARI

Latar Belakang: Penyakit diare masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting dan penyumbang utama ketiga angka kesakitan. Penyakit diare di kota Yogyakarta masih merupakan masalah kesehatan utama. Diare menjadi penyebab kematian terbanyak nomor dua pada anak berusia dibawah lima tahun. Dehidrasi yang disebabkan diare merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan balita. Kasus dehidrasi pada balita lebih tinggi daripada anak-anak. Dehidrasi akan memicu gangguan kesehatan, dimulai dari gangguan ringan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kejadian dehidrasi pada balita dengan diare di RS PKU Muhammadiyah I Yogyakarta. Metode Penelitian: Penelitian ini bersifat observasional deskriptif kuantitatif. Teknik sampling yang digunakan adalah consecutive sampling. Jumlah populasi pada penelitian ini sebanyak 460 populasi, dari 460 populasi tersebut diambil 10% atau 46 responden sebagai sampel penelitian.

Hasil Penelitian: Karakteristik umur responden yang paling banyak antara umur 1 – 3 tahun sebanyak 32 responden (69,5%), jenis kelamin perempuan sebanyak 25 responden (54,3%), dan laki-laki sebanyak 21 responden (45,7%), suhu responden yang normal (36,5 – 37,50C) sebanyak 23 responden (50%) dan yang hipertermi (>37,50C) sebanyak 23 responden (50%). Jumlah kejadian dehidrasi pada balita dengan diare di RS PKU Muhammadiyah I Yogyakarta paling banyak dehidrasi ringan/sedang sebanyak 31 responden (67,4%), dehidrasi berat sebanyak 5 responden (10,9%), dan tanpa dehidrasi sebanyak 10 responden (21,7%).

Kesimpulan: Jumlah kejadian dehidrasi pada balita dengan diare di RS PKU Muhammadiyah I Yogyakarta yang paling banyak adalah dehidrasi ringan/sedang sebanyak 31 responden (67,4%), mayoritas berusia 1 – 3 tahun sebanyak 22 responden (47,7%), jenis kelamin perempuan sebanyak 16 responden (34,8%), dan suhu hipertermi 18 responden (39,1%).

Saran: Perlu diadakan penelitian lebih lanjut terkait hubungan antara berat badan dengan derajat dehidrasi.

(13)

Riskawati Abd. Kadir. (2016). Screening incidence diarrhea dehydration in children under five years at the RS PKU Muhammadiyah I Yogyakarta.

Adviser : Nur Chayati, S.Kep., Ns., M.Kep.

ABSTRACT

Background : Diarrhea disease is still one important public health problem and a major contributor to morbidity third. Diarrhea diseases in the city of Yogyakarta is still a major health problem. Diarrhea become the number two cuse of death in children under five years. Dehydration caused by diarrhea is the leading cause of death in infants and children under five years. Cases of dehydration in children under five years is higher than infants. Dehydration will lead to health problem, starting from mild annoyances.The purpose of this study was to knowing the incidence diarrheal dehydration in children under five years at the RS PKU Muhammadiyah I Yogyakarta.

Research Method :This study was an observational descriptive quantitative. The sampling technique used was consecutive sampling. Total population in this study were 460 population, a population of 460 were taken 10% or 46 respondents as sample.

Result :Characteristics of the respondent’s age at most between the ages of 1 – 3 years as many 32 respondents (69,5%), female gender as much 25 respondents (54,3%), and male as much 21 respondents (45,7%), temperature respondents were normal (36,5 – 37,50C) of 23 respondents (50%) and hyperthermia (>37,50C) of 23 respondents (50%). Total incidence of dehydration in children under five years with diarrhea in the RS PKU Muhammadiyah I Yogyakarta most mild/moderate dehydration as much 31 respondents (67,4%), severe dehydration as much 5 respondents (10,9%), and without dehydration as much 10 respondents (21,7%).

Conclusion : Total incidence of dehydration in children under five years with diarrhea in the RS PKU Muhammadiyah I Yogyakarta most are mild/moderate dehydration as much 31 respondents (67,4%), the majority aged 1 – 3 years as many 22 respondents (47,7%), female gender as much 16 respondents (34,8%), and hyperthermia temperature of 18 respondents (39,1%).

Suggestion : There should be more research regarding the relationship between weight gain in children under five with the degree of dehydration.

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit diare masih menjadi salah satu masalah kesehatan

masyarakat yang penting karena merupakan penyumbang utama ketiga

angka kesakitan dan kematian anak di berbagai negara termasuk

Indonesia. Diperkirakan 1,3 miliar serangan diare dan 3,2 juta kematian

per tahun pada balita disebabkan oleh diare. Setiap anak mengalami

episode serangan diare rata-rata 3,3 kali setiap tahun. Lebih kurang 80%

kematian terjadi pada anak berusia kurang dari dua tahun (Widoyono,

2011). Diare menjadi penyebab kematian terbanyak nomor dua pada anak

berusia dibawah lima tahun dengan 1,5 juta anak meninggal tiap tahunnya

(WHO, 2009).

Menurut data United Nation Children’s (UNICEF) tahun 2013

diare merupakan penyebab kematian nomor 2 pada balita. Sebanyak 1,7

miliar kasus diare terjadi setiap tahunnya dan menyebabkan sekitar

760.000 anak meninggal dunia setiap tahunnya. Menurut WHO (2013),

diare bukan hanya menjadi masalah di negara berkembang, diare juga

masih merupakan masalah utama di negara maju. Di Eropa, lebih dari

160.000 anak-anak meninggal sebelum berusia 5 tahun dan lebih dari 4%

kasus kematian disebabkan oleh diare.

Penyakit diare di kota Yogyakarta juga masih merupakan masalah

kesehatan utama. Pasien diare yang datang berobat ke puskesmas pada

(15)

atas (ISPA) dengan jumlah kasus sejumlah 7769 kasus, sedangkan tahun

2008 meningkat menjadi 9.640 kasus dan tahun 2009 bertambah kembali

menjadi 10.995 kasus. Kasus diare yang berobat ke rumah sakit di kota

Yogyakarta pada tahun 2009 adalah 8.835 kasus meningkat dari tahun

2008 dan 2007 yang masing-masing 8.819 kasus dan 2.993 kasus (Dinkes

Yogyakarta, 2010). Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa

terjadi peningkatan kejadian diare dari tahun 2007 – 2009 di kota

Yogyakarta.

Diare adalah suatu keadaan yang ditandai dengan bertambahnya

frekuensi defekasi lebih dari tiga kali sehari yang disertai dengan

perubahan konsistensi tinja menjadi lebih cair (Suraatmaja, 2010). Saat

anak mengalami diare anak menjadi cengeng dan gelisah, gangguan gizi

akibat asupan makanan berkurang, muntah-muntah, hipoglikemi, dehidrasi

menyebabkan gangguan keseimbangan metabolisme karena asupan cairan

tidak seimbang dengan pengeluaran melalui muntah dan diare (Widjaja,

2010). Menurut Prasetyo (2010), manifestasi terbanyak pada diare adalah

72,7% dehidrasi dan 50% muntah.

Menurut Gustam (2011) prevalensi kasus dehidrasi pada balita

lebih tinggi daripada anak-anak (≥5 tahun). Rentang usia balita adalah 0-5

tahun (Depkes RI, 2009). Rentang usia balita menurut Manajemen

Terpadu Balita Balita Sakit (MTBS) tahun 2008 adalah 2 bulan sampai 5

tahun. Dehidrasi pada balita sebesar 48% dan pada anak-anak sebesar

44,5%. Prevalensi dehidrasi juga tinggi pada balita, yaitu 70,1%

(16)

Dehidrasi adalah suatu gangguan dalam keseimbangan air yang

disebabkan pengeluaran melebihi pemasukan sehingga jumlah air pada

tubuh berkurang. Meskipun yang hilang adalah cairan tubuh, tetapi

dehidrasi juga akan disertai dengan gangguan keseimbangan elektrolit

yang dapat terjadi karena kekurangan air, kekurangan natrium, dan juga

kekurangan air dan natrium secara bersama-sama (Prescilla, 2009).

Dehidrasi yang disebabkan diare merupakan penyebab kematian utama

pada bayi dan balita (Huang et al, 2009). Selama episode diare, air dan

elektrolit (natrium, klorida, kalium, dan bikarbonat) hilang melalui tinja

cair, keringat, urin, dan pernapasan (Huang et al, 2009)

Dehidrasi terjadi jika kehilangan air dan elektrolit tidak diganti

melalui larutan Oral Rehydration Salts (ORS) atau melalui infus (WHO,

2009). Dehidrasi akan memicu gangguan kesehatan. Gangguan kesehatan

tersebut dimulai dari gangguan ringan seperti mudah mengantuk, hingga

penyakit berat seperti penurunan fungsi ginjal (Noorastuti, Nugraheni,

2010).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada

tanggal 12 Desember 2015 di ruang IGD RS PKU Muhammadiyah I

didapatkan bahwa tiga orang perawat di ruang IGD dapat membedakan

tanda dan gejala tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dan

dehidrasi berat. Dari hasil wawancara dengan salah satu perawat di ruang

IGD bahwa untuk pelatihan terkait dehidrasi masih jarang dilakukan

(17)

Penelitian yang dilakukan Poerwati (2012) di Rumah Sakit Umum

Daerah Pasar Rebo Jakarta ditemukan bahwa 30,5% pasien dengan diare

mengalami dehidrasi ringan, 87,3% pasien dengan diare mengalami

dehidrasi sedang, dan 11,7% pasien dengan diare mengalami dehidrasi

berat. Berdasarkan hasil penelitian Poerwantoro (1999) tentang pola tata

laksana diare dibeberapa Rumah Sakit di Jakarta, didapatkan 47,3% pasien

yang mengalami dehidrasi ringan, 78% pasien yang mengalami dehidrasi

sedang dan 13% pasien mengalami dehidrasi berat. Hasil penelitian yang

dilakukan Kartika (2012) di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah,

didapatkan 16,7% pasien yang mengalami dehidrasi ringan, 52,1% pasien

mengalami dehidrasi sedang dan 31,3% pasien mengalami dehidrasi berat.

Dehidrasi juga dijelaskan dalam Al-quran surah Al-baqarah ayat

168 yang artinya “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik

dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti

langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang

bagimu” (QS. Al-baqarah : 168).

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka peneliti akan melakukan

penelitian tentang skrining kejadian dehidrasi pada balita dengan diare.

B. Rumusan Masalah

“Berapa kejadian dehidrasi pada balita dengan diare di RS PKU

(18)

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui kejadian dehidrasi pada balita dengan diare di RS PKU

Muhammadiyah I Yogyakarta.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi jumlah dan karakteristik balita diare yang tanpa

dehidrasi di RS PKU Muhammadiyah I Yogyakarta.

b. Mengidentifikasi jumlah dan karakteristik balita diare yang

mengalami dehidrasi ringan/sedang di RS PKU Muhammadiyah I

Yogyakarta.

c. Mengidentifikasi jumlah dan karakteristik balita diare yang

mengalami dehidrasi berat di RS PKU Muhammadiyah I

Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi pengembangan ilmu keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menambah informasi

tentang kejadian dehidrasi pada balita diare dan mensosialisasikan

cara screening kejadian dehidrasi pada balita diare.

2. Bagi pengembangan pelayanan keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar mengenai

insiden dan prevalensi kejadian dehidrasi pada balita diare.

3. Bagi peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan

(19)

dehidrasi berat pada balita diare dan berlatih melakukan pengkajian

dehidrasi pada balita diare.

E. Penelitian Terkait

Kartika pada tahun 2012 yaitu Hubungan Antara Status Gizi dengan Derajat Dehidrasi pada Balita Diare di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui antara status gizi dengan derajat dehidrasi pada balita diare di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Metode penelitian observasional analitik dengan menggunakan metode cross sectional. Hasil

penelitian menunjukkan 96 pasien yang termasuk derajat dehidrasi berat 30 pasien (31,3%), dehidrasi sedang 50 pasien (52,1%), dan dehidrasi ringan 16 pasien (16,7%). Perbedaan penelitian dengan Kartika pada tahun 2012 terletak pada metode penelitian, tujuan, dan waktu. Metode penelitian yang digunakan peneliti adalah deskriptif kuantitatif. Tujuan penelitian yang dilakukan peneliti adalah mengetahui kejadian dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dehidrasi berat pada balita diare. Perbedaan metode cross sectional danmetode deskriptif kuantitatif,

pada metode cross sectional yaitupenelitian yang menekankan waktu

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Diare

a. Definisi

Diare adalah peningkatan tinja dengan konsistensi lebih lunak

atau lebih cair dari biasanya dan terjadi paling sedikit 3 kali atau

lebih dalam 24 jam. Sementara untuk balita, diare didefinisikan

sebagai pengeluaran tinja > 10 g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata

pengeluaran tinja normal pada balita sebesar 5-10 g/kg/24 jam

(Juffrie, 2010). Menurut Suraatmaja (2010) diare merupakan suatu

keadaan yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi

lebih dari tiga kali sehari yang disertai dengan perubahan

konsistensi tinja menjadi lebih cair, dengan/tanpa darah dan

dengan/tanpa lendir.

b. Etiologi diare

Menurut Hasan dan Alatas (2010), diare disebabkan oleh

beberapa faktor, yaitu :

1) Faktor Infeksi

a) Bakteri : Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella,

Campylobacter, Yersinia, Aeromonas.

b) Virus : Enteroovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus.

c) Parasit : Cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris,

(21)

lamblia, Trichomonas hominis), jamur (Candida

albicans).

2) Faktor Malabsopsi

a) Malabsorpsi karbohidrat, yaitu pada bayi kepekaan

terhadap lactoglobulis dalam susu formula menyebabkan

diare. Gejalanya berupa diare berat, tinja berbau sangat

asam, sakit di daerah perut. Jika sering terkena diare ini,

pertumbuhan anak akan terganggu.

b) Malabsorpsi lemak, yaitu terdapat lemak dalam makanan

yang disebut triglyserida. Triglyserida dengan bantuan

kelenjar lipase, mengubah lemak menjadi micelles yang

siap diabsorpsi usus. Jika tidak ada lipase dan terjadi

kerusakan mukosa usus, diare dapat terjadi karena lemak

tidak terserap dengan baik. Gejalanya adalah tinja

mengandung lemak.

c) Malabsorpsi protein, yaitu kesulitan penyerapan nutrisi

dari makanan yang mengandung protein.

3) Faktor makanan seperti makanan yang sudah basi, makanan

yang tercemar, terlalu banyak lemak, beracun, kurang matang,

dan alergi terhadap makanan

c. Tanda dan gejala diare

Menurut Suraatmaja (2010), tanda dan gejala diare yaitu bab

lebih dari 3 kali, dengan konsistensi lembek, ada/tanpa darah.

(22)

tubuh meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada. Gejala

muntah dapat terjadi sebelum dan sesudah diare. Hal tersebut dapat

menyebabkan dehidrasi, karena banyak kehilangan air dan

elektrolit (Kemenkes RI, 2011).

d. Patofisiologi diare

Menurut Simadibrata (2009) patofisiologi diare adalah

sebagai berikut :

1) Ditinjau dari patofisiologi diare pada balita dapat dibagi

menjadi diare sekresi dan diare osmotik. Diare sekresi

disebabkan karena infeksi virus baik yang patogen maupun

apatogen, hiperperistaltik usus yang dapat disebabkan oleh

bahan-bahan kimia misalnya keracunan makanan atau

minuman yang terlalu pedas, selain itu dapat juga disebabkan

defisiensi imun atau penurunan daya tahan tubuh. Diare

osmotik disebabkan karena malabsorpsi makanan, Kekurangan

Energi Protein (KEP) dan berat badan lahir rendah (BBLR)

pada bayi baru lahir.

2) Gangguan sirkulasi sebagai akibat diare dapat menyebabkan

renjatan syok hipovolemik, akibatnya perfusi jaringan

berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat

mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila

tidak segera diatasi pasien akan meninggal (Hasan, Alatas,

(23)

1. Balita

a. Definisi

Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas

satu tahun atau biasanya disebut dengan pengertian usia anak

dibawah lima tahun (Muaris, 2010). Rentang usia balita menurut

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) tahun 2008 adalah 2

bulan sampai 5 tahun tetapi menurut Depkes RI tahun 2009,

rentang usia balita adalah 0 – 5 tahun. Menurut Sutomo dan

Anggraeni (2010), balita adalah istilah umum bagi anak usia 1 – 3

tahun (batita), dan anak prasekolah (4 – 5 tahun). Usia batita, anak

masih tergantung penuh kepada orang tua untuk melakukan

kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan.

Perkembangan berbicara dan berjalan sudah bertambah baik,

namun kemampuan lain masih terbatas. Umur balita adalah usia

individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang

tahun dari rentang 1 – 5 tahun (Notoatmodjo, 2010).

b. Tumbuh kembang balita

Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh

kembang manusia. Perkembangan dan pertumbuhan dimasa itu

menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan

anak diperiode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini

merupakan masa yang berlangsung cepat dan tidak akan pernah

(24)

Pada masa balita ini daya tahan tubuh belum terbentuk sempurna

sehingga beresiko terkena penyakit, salah satu penyakit yang sering

menyerang yaitu diare dengan dehidrasi (Kurniadi, 2012). Menurut

Evelin dan Djamaludin (2010) dalam proses tumbuh kembang,

anak memiliki kebutuhan yang harus terpenuhi yaitu kebutuhan

akan gizi (asuh), kebutuhan emosi dan kasih sayang (asih), serta

kebutuhan stimulasi dini (asah).

c. Faktor-faktor yang menyebabkan balita beresiko terjadi dehidrasi

saat diare.

Salah satu faktor yang menyebabkan balita beresiko terjadi

dehidrasi saat diare yaitu demam. Demam menjadi penyebab utama

dehidrasi pada balita. Ketika balita mengalami demam akan

berkeringat dan air menguap keluar melalui kulitnya. Pada saat

demam, balita juga biasanya bernapas lebih cepat, sedangkan

proses bernapas akan mengurangi cairan di dalam tubuh. Dehidrasi

sering terjadi pada balita, karena diusianya yang muda sehingga

sangat sensitif untuk kehilangan cairan (Leksana, 2015). Menurut

Suraatmaja (2014), menyatakan bahwa semakin muda usia balita

semakin besar kecenderungan terkena penyakit dehidrasi saat diare,

kecuali pada kelompok usia kurang dari enam bulan, yang

disebabkan makanan bayi masih tergantung pada ASI. Menurut

Wagiyo (2012) menyatakan bahwa apabila hilangnya air meningkat

menjadi 3 – 4% dari berat badan, terjadi penurunan gangguan

(25)

lingkungan yang tinggi juga dapat berdampak pada kehilangan

cairan tubuh (Sherwood, 2010). Dehidrasi pada balita adalah

kondisi dimana balita kehilangan terlalu banyak cairan atau kurang

mendapatkan cairan.

2. Dehidrasi

a. Definisi

Dehidrasi merupakan ketidakseimbangan cairan tubuh

dikarenakan pengeluaran cairan yang lebih besar daripada

pemasukan cairan (Almatsier, 2009). Menurut Suraatmaja (2010)

dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak

daripada pemasukan air (input), keadaan ini dapat timbul pada

diare. Semua orang tidak tergantung usianya dapat mengalami

dehidrasi, tetapi dehidrasi terjadi lebih cepat dan berbahaya pada

balita. Diare sampai saat ini menjadi penyebab utama terjadinya

dehidrasi. Dehidrasi disebabkan kehilangan air dan elektrolit

melalui feses. Kehilangan cairan dan elektrolit bertambah bila ada

muntah dan demam. Dehidrasi merupakan keadaan yang berbahaya

karena dapat menyebabkan penurunan volume darah (hipovolemia)

sampai kematian bila tidak ditangani dengan tepat.

b. Derajat dehidrasi

Menurut Suraatmaja (2010) kategori dehidrasi dibagi menjadi

3 berdasarkan keadaan umum, denyut nadi, kemampuan minum,

kondisi mata dan turgor kulit. Kategori dehidrasi berat adalah

(26)

cepat dan kadang tak teraba, mata sangat cekung, anak tidak bisa

minum atau malas minum serta cubitan kulit perut kembalinya

sangat lambat. Dehidrasi sedang terjadi apabila terdapat dua atau

lebih dari tanda-tanda berikut yaitu anak menjadi gelisah dan

rewel/marah, denyut nadi cepat dan lemah (120 – 140/menit), mata

cekung, haus, minum dengan lahap, cubitan kulit perut kembalinya

lambat. Dehidrasi ringan terjadi apabila terdapat dua dari

tanda-tanda berikut yaitu mata cekung, anak menjadi cengeng dan

gelisah, denyut nadi normal (≤120/menit), merasa haus dan selalu

ingin minum, cubitan kulit perut kembalinya lambat.

Menurut Suraatmaja (2010) derajat dehidrasi berdasarkan

kehilangan berat badan ada 3 macam, yaitu :

1) Dehidrasi ringan yaitu apabila terjadi penurunan berat badan

2,5 – 5% dengan tanda dan gejala seperti gelisah, menjadi

cengeng, mata cekung, merasa haus dan selalu ingin minum,

turgor kulit tidak elastis, dan suara serak.

2) Dehidrasi sedang yaitu apabila terjadi penurunan berat badan 5

– 10% dengan tanda dan gejala yang sama seperti dehidrasi

ringan.

3) Dehidrasi berat, yaitu apabila terjadi penurunan berat badan >

10% dengan tanda dan gejala tidak sadar, mata cekung, tidak

meras haus, cubitan pada kulit akan kembali sangat lambat.

(27)

akan menyebabkan penurunan volume darah sehingga tekanan

darah dan oksigen menurun yang menyebabkan sianosis.

Menurut Leksana (2015) derajat dehidrasi berdasarkan

persentase kehilangan air dari berat badan, yaitu :

1) Dehidrasi ringan yaitu apabila terjadi kehilangan air 5% dari

berat badan.

2) Dehidrasi sedang yaitu apabila terjadi kehilangan air 10% dari

berat badan.

3) Dehidrasi berat yaitu apabila terjadi kehilangan air 15% dari

berat badan.

Menurut Depkes (2008) dalam buku Manajemen Terpadu

Balita Sakit (MTBS) derajat dehidrasi dibagi menjadi 3, yaitu :

1) Tanpa dehidrasi, apabila tidak cukup tanda-tanda untuk

diklasifikasikan sebagai diare dengan dehidrasi berat atau

ringan/sedang.

2) Dehidrasi ringan/sedang, terdapat dua atau lebih tanda-tanda

berikut gelisah, rewel/mudah marah, mata cekung, mata

cekung, merasa haus dan minum dengan lahap, cubitan kulit

perut kembali lambat.

3) Dehidrasi berat, terdapat dua atau lebih tanda-tanda berikut

yaitu letargis atau tidak sadar, mata cekung, tidak bisa minum

atau malas minum, dan cubitan kulit perut kembali sangat

(28)

c. Patogenesis dehidrasi

Air dalam tubuh mengikuti keseimbangan dinamis

berdasarkan tekanan osmotik. Normalnya terjadi keseimbangan

cairan antara yang masuk dan dikeluarkan tubuh. Asupan air yang

tinggi akan menurunkan osmolitas plasma dan peningkatan volume

arteri efektif sehingga menyebabkan regulasi osmotik dan regulasi

volume teraktivitasi (Sodikin, 2011).

Kekurangan cairan atau air minum dapat meningkatkan

konsentrasi ionik pada kompartemen ekstrakuler dan terjadi

pengerutan sel sehingga menyebabkan sensor otak untuk

mengontrol minum dan mengontrol ekskresi urin. Pada stadium

permulaan water depletion, ion natrium dan chlor ikut menghilang

dengan cairan tubuh, tetapi kemudian terjadi reabsorpsi ion melalui

tubulus ginjal yang berlebihan, sehingga ekstraseluler mengandung

natrium dan chlor yang berlebihan dan terjadi hipertoni. Hal ini

menyebabkan air akan keluar dari sel sehingga terjadi dehidrasi

intraseluler dan inilah yang menimbulkan rasa haus. Selain itu

timbul perangsangan terhadap hipofisis yang kemudian melepaskan

hormon antidiuretik sehingga terjadinya oliguria. Hal ini

menimbulkan rasa haus, air liur kering, dan badan terasa lemas

(Suraatmaja, 2010).

d. Faktor yang memperberat terjadinya dehidrasi

Menurut Leksana (2015), faktor yang memperberat terjadinya

(29)

1) Stomatitis dan Faringitis

Rasa nyeri mulut dan tenggorokan dapat membatasi asupan

makanan dan minuman lewat mulut.

2) Ketoasidosis diabetes (KAD)

KAD disebabkan karena adanya diuresis osmotik. Berat badan

turun akibat kehilangan cairan dan katabolisme jaringan.

3) Demam

Demam dapat meningkatkan insensible water loss (IWL) dan

menurunkan nafsu makan sehingga terjadi penurunan berat

badan.

Menurut Leksana (2015), faktor yang memperberat

terjadinya dehidrasi juga dapat dicetuskan oleh kondisi heat

stroke, tirotoksitosis, obstruksi saluran cerna, diabetes

insipidus, dan luka bakar. Berdasarkan faktor saluran tersebut

Leksana (2015) menyimpulkan bahwa faktor yang biasanya

memperberat terjadinya dehidrasi pada balita yaitu demam,

stomatitis, dan faringitis.

3. Skrining

a. Definisi

Menurut Rajab (2010) skrining merupakan suatu

pemeriksaan asimptomatik pada satu atau sekelompok orang untuk

mengklarifikasi mereka dalam kategori yang diperkirakan

mengidap atau tidak mengidap penyakit. Sementara Noor (2011),

(30)

menemukan penderita penyakit tertentu yang tanpa gejala atau

tidak nampak dalam suatu masyarakat atau kelompok penduduk

tertentu melalui suatu tes atau pemeriksaan secara singkat dan

sederhana untuk dapat memisahkan mereka yang sehat terhadap

yang kemungkinan besar menderita.

b. Cara skrining dan penanganan dehidrasi dengan panduan MTBS

Skrining dehidrasi dilakukan dengan mengobservasi kondisi

umum, kondisi mata, mengkaji kemampuan balita dalam

mengkonsumsi air, dan memeriksa turgor kulit balita kembali

lambat atau sangat lambat. Untuk dehidrasi berat terdapat dua atau

lebih dari tanda-tanda berikut seperti letargis atau tidak sadar, mata

sangat cekung, tidak bisa minum atau malas minum dan cubitan

kulit perut kembali sangat lambat. Penanganan untuk dehidrasi

berat saat diare adalah jika tidak ada klasifikasi berat lain maka

berikan cairan untuk dehidrasi berat (Rencana Terapi C) dan tablet

Zinc, jika balita juga mempunyai klasifikasi berat lain maka rujuk

segera, jika masih bisa minum berikan ASI dan larutan oralit

selama perjalanan dan jika ada kolera di daerah tersebut, beri

antibiotik untuk kolera.

Diare dengan dehidrasi ringan/sedang terdapat dua atau lebih

tanda-tanda berikut yaitu gelisah, rewel/mudah marah, mata

cekung, haus dan minum dengan lahap, serta cubitan kulit perut

kembali lambat. Penanganan untuk dehidrasi ringan dan sedang

(31)

balita juga mempunyai klasifikasi berat lain maka rujuk segera, jika

masih bisa minum, berikan ASI dan larutan oralit selama

perjalanan, nasihati kapan kembali segera, dan kunjungan ulang 5

hari jika tidak ada perbaikan.

Diare tanpa dehidrasi yaitu tidak cukup tanda-tanda untuk

diklasifikasikan sebagai diare dehidrasi berat atau ringan/sedang.

Penanganan diare tanpa dehidrasi dengan beri cairan dan makanan

sesuai rencana terapi A dan tablet Zinc, nasihati kapan kembali

(32)

B. Kerangka Teori

Diare

Pengeluaran berlebihan

Peningkatan konsentrasi ionik

Pengerutan sel

Penurunan ion natrium dan chlor

Reabsorpsi ion melalui tubulus ginjal

Hipertoni

Pengeluaran air dari sel

[image:32.595.101.564.106.686.2]

Dehidrasi

Gambar 2.1. Kerangka Teori Dehidrasi

Sumber : Suraatmaja (2010) ; Polanco, Isabel, dkk. (2009), MTBS (2008).

Tanpa Dehidrasi

Dehidrasi Berat

- Kondisi

umum baik dan sadar

- Mata normal,

tidak cekung

- Tidak haus

dan minum biasa

- Turgor kulit

kembali cepat. Sumber: MTBS (2008) - Letargi/tidak sadar

- Mata sangat

cekung

- Tidak

merasa haus

- Turgor kulit

tidak elastis

- Kehilangan

air 15% dari berat badan

Sumber: Suraatmaja (2010) ; MTBS (2008)

Dehidrasi ringan/sedang

Ringan/sedang : Terdapat dua tanda atau lebih tanda-tanda seperti gelisah, rewel/mudah marah, mata cekung, haus, minum dengan lambat, cubitan kulit kembali lambat. Sumber:MTBS (2008)

Dehidrasi sedang : terjadi apabila terdapat dua atau lebih dari tanda-tanda berikut yaitu anak menjadi gelisah dan rewel/marah, denyut nadi cepat dan lemah (120 – 140/menit), mata cekung, haus, minum dengan lahap, cubitan kulit perut kembalinya lambat.

(33)

C. Kerangka Konsep

Keterangan :

: Teliti

[image:33.595.146.567.98.648.2]

: Tidak Teliti

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Sumber : Suraatmaja (2010) ; Polanco, Isabel, dkk. (2009) ; MTBS (2008).

Diare

Dehidrasi

Tanpa Dehidrasi

Dehidrasi Ringan/Sedang

Dehidrasi Berat

a. Kondisi Umum b. Melihat Mata

c. Memeriksa Rasa Haus d. Memeriksa Turgor Kulit

Fever

1. Stomatitis 2. Pharyngitis 3. Ketoasidosis

diabetes 4. Heat stroke 5. Tirotoksitosis 6. Obstruksi saluran

cerna Screening

(34)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian

Ditinjau dari penelitian yang akan dicapai, penelitian ini bersifat

observasional deskriptif kuantitatif. Deskriptif adalah yang disarankan

untuk mendeskripsikan atau menguraikan suatu keadaan di dalam suatu

komunitas atau masyarakat (Notoatmojo, 2012). Kuantitatif adalah data

yang dipaparkan dalam bentuk angka-angka (Riwidikdo, 2013). Penelitian

ini bertujuan untuk memperoleh distribusi dan frekuensi kejadian tanpa

dehidrasi, dehidrasi ringan/sedang, dehidrasi berat pada balita diare di RS

PKU Muhammadiyah I Yogyakarta.

B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RS PKU Muhammadiyah I Yogyakarta.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni – Agustus 2016

C. Subyek Penelitian a. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian atau objek yang akan

diteliti (Notoatmojo, 2012). Populasi yang akan diteliti adalah semua

pasien balita yang menderita diare di IGD RS PKU Muhammadiyah I

Yogyakarta. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 460 orang

(35)

sakit selama 4 bulan (Bulan Oktober, November, Desember 2015,

Januari 2016).

b. Sampel

Menurut Notoatmojo (2012), menyebutkan bahwa sampel adalah

objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Dikatakan

sampel penelitian jika dalam jumlah populasi yang besar (≥100) dapat

diambil 10 – 15% atau 20 -25% (Arikunto, 2006). Pendapat tersebut

sesuai menurut Roscoe dalam Sugiyono (2011), menyatakan bahwa

jumlah sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai

dengan 500. Penelitian ini menggunakan rumus 10% dari total

populasi sehingga jumlah sampel untuk penelitian ini adalah 46 orang.

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah consecutive

sampling. Menurut Nursalam (2008), pemilihan sampel dengan

consecutive adalah pemilihan sampel dengan menetapkan subjek yang

memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai

kurun waktu tertentu, sehingga jumlah klien yang diperlukan

terpenuhi. Sampel pada penelitian ini yaitu pasien balita yang

menderita diare di ruang IGD dan ruang Ibnu Sina RS PKU

Muhammadiyah I Yogyakarta yang memenuhi kriteria inklusi dan

kriteria ekslusi.

1) Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian

dari suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti

(36)

a. Anak yang berusia 1 – 5 tahun

b. Anak yang menderita diare

c. Mendapat izin dari orang tua/wali untuk mengikuti

penelitian

d. Anak yang masuk IGD

e. Anak yang dirawat di bangsal anak

2) Kriteria ekslusi

Kriteria eksklusi yaitu menghilangkan atau mengeluarkan

subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena

berbagai sebab (Nursalam, 2011). Kriteria ekslusi dalam

penelitian ini adalah :

a. Orang tua/wali yang ditengah pengambilan data

mengundurkan diri karena kondisi tertentu misalnya orang

tua mengembalikan lembar informed consent ditengah

pengambilan data dengan alasan anaknya sering rewel.

D. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh

informasi tentang hal tersebut (Sugiyono, 2011). Variabel dalam

penelitian ini merupakan variabel tunggal yaitu kejadian tanpa

dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dehidrasi berat pada

(37)

2. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara

operasional berdasarkan karakteristik yang diamati (Notoatmojo,

2012). Derajat dehidrasi ditentukan berdasarkan klasifikasi derajat

dehidrasi dan diukur menggunakan skala pengukuran dengan ordinal,

yaitu :

a. Dehidrasi ringan/sedang : Terdapat dua atau lebih tanda-tanda

seperti gelisah, rewel/mudah marah, mata cekung, haus, minum

dengan lahap, cubitan kulit perut kembali lambat.

b. Dehidrasi berat : Terdapat dua atau lebih tanda-tanda seperti

letargis atau tidak sadar, mata cekung, tidak bisa minum atau malas

minum, cubitan kulit perut kembali sangat lambat.

c. Tanpa dehidrasi : Tidak cukup tanda-tanda untuk diklasifikasikan

sebagai diare dengan dehidrasi berat, ringan/sedang.

d. Umur merupakan usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan

sampai berulang tahun antara 1 – 5 tahun. Umur dibagi menjadi 2

yaitu usia batita (1 – 3 tahun) dan usia prasekolah (4 – 5 tahun),

jika umur anak >3,7 tahun dan <5 tahun maka anak tersebut dalam

kategori 4 – 5 tahun. Umur balita dinyatakan dengan skala ordinal.

e. Suhu adalah suatu kondisi kulit yang diukur menggunakan

termometer raksa yang diletakkan diketiak anak. Suhu dibagi

(38)

37,50C), dan hipertermi (>37,50C). Suhu balita dinyatakan dengan

skala ordinal.

f. Skrining merupakan suatu pemeriksaan yang dilakukan untuk

mengkategorikan derajat dehidrasi. Dimana yang dilihat adalah

kondisi umum, kondisi mata, rasa haus dan cubitan kulit perut pada

balita.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan dalam

pengumpulan data. Instrumen dalam penelitian ini dapat berupa kuesioner

(daftar pertanyaan), formulir observasi dan formulir lain yang berkaitan

dengan pencacatan data dan sebagainya (Notoatmojo, 2012). Alat ukur

yang digunakan dalam penelitian ini adalah panduan MTBS (2008).

Menurut Noor (2011), observasi adalah suatu teknik atau cara

mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap

kegiatan yang sedang berlangsung. Tujuan dilakukan observasi adalah

untuk dapat mengamati dan mancatat kejadian yang muncul. Wawancara

adalah suatu proses memperoleh informasi dengan cara bertanya secara

langsung kepada responden. Tujuan wawancara adalah untuk

mendapatkan informasi yang akurat dan melengkapi data-data yang

kurang detail (Noor, 2011). Untuk instrumen observasi derajat dehidrasi

(39)
[image:39.595.110.538.148.405.2]

Tabel 1.1 Pembagian Kategori Derajat Dehidrasi

No Observasi Tanpa Dehidrasi Dehidrasi Ringan/Sedang Dehidrasi Berat

1. Keadaan

Umum

Baik dan sadar Gelisah, rewel/mudah

marah.

Letargis atau tidak

sadar.

2. Mata Normal Cekung Mata Cekung

3. Rasa haus Tidak haus,

minum biasa.

Haus, minum dengan

lahap

Tidak bisa minum

atau malas minum

4. Turgor kulit Cubitan kulit

perut kembali

cepat.

Cubitan kulit perut

kembali lambat.

Cubitan kulit perut

kembali sangat

lambat.

F. Tahapan Penelitian dan Cara Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan kegiatan penelitian untuk

melakukan pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian

(Hidayat, 2010). Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah data primer, yaitu data yang dikumpulkan oleh peneliti sendiri.

Untuk memastikan hasil skrining, peneliti perlu berkolaborasi dengan

dokter dan perawat dalam menentukan derajat dehidrasi pada balita diare.

Dalam penelitian ini ada beberapa tahapan yang dilakukan yaitu

(40)

1. Tahap Persiapan

a. Penelitian ini dimulai dengan studi pendahuluan di RS PKU

Muhammadiyah I Yogyakarta untuk mencari fenomena atau

masalah yang ada.

b. Peneliti mulai menyusun proposal penelitian.

c. Peneliti mengajukan surat layak etik penelitian pada tim etik

FKIK UMY dan sampai penelitian ini dinyatakan layak etik

dengan No 229/EP-FKIK-UMY/VI/2016.

d. Peneliti mengurus izin untuk penelitian ke PSIK FKIK UMY

dan kemudian mengajukan surat izin penelitian ke RS PKU

Muhammadiyah I Yogyakarta.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Pelaksanaan di ruang IGD RS PKU Muhammadiyah I

Yogyakarta.

Peneliti mulai melakukan penelitian setelah mendapatkan surat

izin dari RS PKU Muhammadiyah I Yogyakarta. Peneliti

menemui kepala ruang IGD RS PKU Muhammadiyah I

Yogyakarta untuk menjelaskan penelitian yang dilakukan.

Setalah itu, peneliti menemui pasien balita diare untuk

menjelaskan penelitian yang dilakukan, jika pasien sudah

menyetujui kemudian pasien diberikan lembar informed consent

oleh peneliti untuk menandatangani persetujuan menjadi

responden. Selesai responden menandatangani lembar informed

(41)

diare dengan dehidrasi dengan menggunakan panduan MTBS.

Setelah observasi peneliti melakukan kolaborasi dengan perawat

terkait data yang didapatkan dari hasil observasi dalam

menentukan derajat dehidrasi pada responden tersebut. Jika

terjadi perbedaan hasil dalam mengkategorikan derajat dehidrasi

peneliti mengklasifikasikan sesuai dengan saran dari perawat

karena pengalaman perawat yang lebih lama. Setelah

menentukan derajat dehidrasi peneliti mengumpulkan semua

hasil observasi untuk melakukan pengolahan dan analisa data.

Selesai pengolahan dan analisa data peneliti membuat bab IV

yang berisi hasil penelitian dan pembahasan serta bab V yang

berisi kesimpulan dan saran.

b. Pelaksanaan di ruang Ibnu Sina

Peneliti mulai melakukan penelitian setelah mendapatkan surat

izin dari RS PKU Muhammadiyah I Yogyakarta. Peneliti

menemui kepala ruang Ibnu Sina RS PKU Muhammadiyah I

Yogyakarta untuk menjelaskan penelitian yang dilakukan.

Selanjutnya, peneliti menemui pasien balita yang mengalami

diare untuk menjelaskan penelitian yang dilakukan, apabila

pasien sudah menyetujui dan bersedia kemudian peneliti

memberikan informed consent kepada pasien untuk

menandatangani persetujuan menjadi responden. Setelah pasien

menandatangani lembar informed consent, peneliti langsung

(42)

dengan menggunakan panduan MTBS. Setelah observasi

peneliti konsultasi dengan pembimbing di ruang Ibnu Sina dan

kolaborasi dengan perawat di ruang Ibnu Sina tentang data yang

didapatkan dari hasil observasi dalam menentukan derajat

dehidrasi pada responden tersebut. Selesai menentukan derajat

dehidrasi, peneliti mengumpulkan semua hasil observasi untuk

melakukan pengolahan dan analisa data. Selanjutnya, selesai

pengolahan dan analisa data peneliti membuat bab IV yang

berisi hasil penelitian dan pembahasan serta bab V yang

membahas kesimpulan dan saran.

G. Analisa Data 1. Pengolahan data

Menurut Notoatmojo (2010), pengolahan data merupakan salah

satu bagian dari rangkaian kegiatan penelitian setelah kegiatan

pengumpulan data agar analisis penelitian menghasikan informasi

yang benar. Ada empat proses pengolahan data yaitu :

a) Editing

Editing merupakan langkah memeriksa kembali data yang telah

diperoleh atau dikumpulkan. Editing bertujuan untuk

mengevaluasi kelengkapan jawaban dan kesesuaian antara kriteria

data. Editing dilakukan setelah data terkumpul. Peneliti

melakukan pengecekan kembali lembar observasi/kuesioner yang

sudah didapatkan, semua data lengkap dan sudah sesuai dengan

(43)

b) Coding

Coding merupakan langkah pemberian kode pada angka pada data

yang telah didapat agar lebih mudah dalam pengolahan data yaitu

mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka

atau bilangan. Peneliti memberikan kode 1 untuk jenis kelamin

untuk perempuan dan 2 untuk jenis kelamin laki-laki. Kode 1

untuk tanpa dehidrasi, 2 untuk dehidrasi ringan, 3 untuk dehidrasi

sedang, dan 4 untuk dehidrasi berat.

c) Entry

Entry data merupakan langkah memasukkan data yang ada ke

dalam database computer agar lebih muda untuk dibaca dan

diinterpretasikan. Pertama, peneliti memasukkan data dari lembar

observasi ke dalam program computer yaitu microsoft excel,

setelah itu peneliti memasukkan data dari excel ke SPSS.

d) Cleaning

Cleaning merupakan langkah memeriksa kembali data yang telah

dimasukkan sebelumnya apakah sudah benar atau belum, karena

kesalahan mungkin saja terjadi pada saat proses memasukkan data

ke komputer. Setelah dilakukan prosesing menggunakan SPSS

peneliti melakukan pengecekan kembali pada data, tidak ada data

yang hilang. Data yang ada sesuai dengan yang ada di lembar

(44)

e) Analizing

Analizing merupakan langkah mengelola data yang sudah

dimasukkan menggunakan software statistik.

2. Analisa Data

Analisa data yang digunakan dalam penelitian adalah

dengan menggunakan analisa univariat. Menurut Notoatmojo

(2012), analisa univariat adalah menganalisis terhadap tiap

variabel dari hasil tiap penelitian untuk menghasilkan distribusi

frekuensi dan prosentase dari tiap variabel. Data yang dianalisa

univariat yaitu umur, jenis kelamin, suhu, tanpa dehidrasi,

dehidrasi ringan/sedang, dan dehidrasi berat.

Menurut Riwidikdo (2013) untuk memperoleh skor

prosentase yaitu dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

P : Prosentase

F : Jumlah jawaban

N : Jumlah skor maksimal

H. Etik Penelitian

Etika dalam penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam

pelaksanaan sebuah penelitian. Uji etik pada penelitian ini melalui komite

etik yang dilakukan di FKIK UMY. Menurut Hidayat (2010), etika

(45)

1. Informed consent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti

dengan responden dengan memberikan lembar persetujuan. Informed

consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan

memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Peneliti

menjelaskan tujuan penelitian kepada responden, jika responden

menyetujui peneliti akan memberikan lembar informed consent untuk

menandatangani persetujuan menjadi responden. Ditengah

pengambilan data, ada responden yang mengundurkan diri karena

kondisi tertentu. Langkah yang dilakukan peneliti yaitu mencari

responden baru untuk melengkapi jumlah sampel.

2. Anonymity (tanpa nama)

Merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan

subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan

nama responden pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian

yang akan disajikan. Dalam pengambilan data peneliti tidak

menuliskan nama responden tetapi peneliti menggunakan inisial, jika

terdapat nama yang sama peneliti memberikan inisial tidak hanya

nama depan tetapi juga nama belakang.

3. Confidentaly (Kerahasiaan)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan

hasil kerahasiaan penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah

lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin

(46)

dilaporkan pada hasil riset. Dari hasil penelitian ini semua data

responden yang diperoleh hanya diketahui oleh peneliti dan tim

(47)
(48)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran umum lokasi penelitian

Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta terletak di jalan

K.H. Ahmad Dahlan No. 20, Gondomanan, Yogyakarta. Rumah sakit

PKU Muhammadiyah didirikan pada tanggal 15 Februari 1923 oleh

K.H. Ahmad Dahlan sebagai Ketua Persyarikatan Muhammadiyah

atas inisiatif muridnya K.H. Sudjak yang pada awalnya berupa klinik

dan poliklinik dengan nama PKO (Penolong Kesengsaraan Oemoem)

dengan maksud menyediakan pelayanan kesehatan bagi kaum dhuafa

yang seiring waktu kemudian berubah menjadi PKU (Pembina

Kesejahteraan Umat). Selain memberikan pelayanan kesehatan juga

digunakan sebagai tempat pendidikan bagi calon dokter dan perawat.

Rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta merupakan Rumah

Sakit yang melayani berbagai macam pelayanan pokok antara lain

Rawat Jalan, Rawat Inap (VIP, I, II, III, Ruang Isolasi, ICU/ICCU,

VK/Kamar Bersalin, Instalasi Gawat Laboratorium (24 jam),

Radiologi (24 jam), Gizi, Fisioterapi, EKG, EEG, USG, Laparoskopi,

Haemodialisa, Treadmil, TUR, Endoskopi, Bronkhoskopi CT. Scan,

Audiometri, Spirometri, Brain Mapping dan Ambulans. Kapasitas dan

pelayanan yang lainnnya yaitu Poliklinik (Umum, Spesialis, Gigi).

Ruang Ibnu Sina adalah ruang rawat inap khusus anak yang

(49)

kelas II terdiri dari 6 bed, kelas III terdiri dari 7 bed, Ruang Isolasi

terdiri dari 1 bed. Di ruang Ibnu Sina kompetensi perawat sudah baik

serta dalam pelayanan dan pelaksanaan komunikasi terapeutik di

ruang Ibnu Sina juga sudah optimal. Dalam penanganan diare di ruang

Ibnu Sina, perawat sudah cepat dan tepat untuk memberikan intervensi

pada balita diare dengan dehidrasi. Untuk ruangan balita diare dengan

derajat dehidrasi yang berbeda tidak dipisahkan.

Pelayanan Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah pelayanan 24

jam yang tersedia di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta yang

memberikan layanan lengkap dan terpadu mencakup pelayanan

laboratorium, radiologi dan farmasi. Instalasi Gawat Darurat RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta langsung dilayani langsung oleh Dokter

Spesialis Emergency Medicine, satu-satunya yang ada di

Yogayakarta. Instalasi Gawat Darurat dilengkapi dengan Spesialis

yang siap menolong pasien dengan berbagai masalah kesehatan dan

memerlukan pelayanan gawat darurat. Kondisi balita saat masuk IGD

ada beberapa balita yang tidak sadar, tetapi selama penelitian kondisi

umum balita banyak yang masih sadar walaupun dalam keadaan lemas

dan rewel. Pengananan di ruang IGD khususnya pada balita dehidrasi

saat diare sudah optimal, cepat dan tepat dalam memberikan intervensi

sesuai dengan kondisi balita yang dehidrasi saat diare.

1. Karakteristik Responden

Penelitian ini dilakukan pada pasien diare yang berumur 1 – 5

(50)

berada di RS PKU Muhammadiyah dengan jumlah responden sebanyak 46

orang. Uraian secara deskriptif mengenai karakteristik responden disajikan

dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Karakteristik penelitian dengan responden yang berdasarkan

umur, jenis kelamin, dan suhu badan sedangkan karakteristik dehidrasi

yaitu derajat dehidrasi serta karakteristik balita dengan derajat dehidrasi.

[image:50.595.167.518.346.523.2]

Adapun karakteristik responden sebagai berikut :

Tabel 3.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik

Responden di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Agustus 2016 (n=46)

Karakteristik Responden

Frekuensi (n) Persen (%) Umur

1 – 3 tahun 4 – 5 tahun

32 14 69,5 30,5 Jenis Kelamin Perempuan Laki-Laki 25 21 54,3 45,7 Suhu Normal Hipertermia 23 23 50 50

Total 46 100

Sumber : Data primer (2016)

Berdasarkan tabel 3.1 dapat dilihat bahwa dari 46 responden

yang diteliti, responden berdasarkan umur yang paling banyak antara

umur 1 – 3 tahun sebanyak 32 responden (69,5%). Responden

berdasarkan jenis kelamin, yang paling banyak yaitu perempuan

dengan 25 responden (54,3). Jumlah responden yang mengalami

hipertermi dan suhu badan normal adalah sama, masing-masing 23

(51)

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik

Derajat Dehidrasi Responden di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Agustus 2016 (n=46)

Derajat Dehidrasi Frekuensi (n) Persen (%)

Tanpa Dehidrasi 10 21,7

Dehidrasi Ringan/Sedang 31 67,4

Dehidrasi Berat 5 10,9

Total 46 100

Sumber : Data primer (2016)

Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa dari 46 responden

yang diteliti didapatkan sebagian besar responden mengalami

[image:51.595.195.507.439.608.2]

dehidrasi ringan/sedang yaitu sebanyak 31 responden (67,4%).

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik

Balita dengan Derajat Dehidrasi di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta (n=46)

Karakteristik Responden Derajat Dehidrasi Tanpa Dehidrasi Dehidrasi Ringan/Sedang Dehidrasi Berat Umur

1 – 3 4 – 5

7 (15,2%) 3 (6,5%) 22 (47,7%) 9 (19,5) 3 (6,5%) 2 (4,4%) Jenis Kelamin Perempuan Laki-Laki 7 (15,2%) 3 (6,5%) 16 (34,8%) 15 (32,6%) 2 (4,3%) 3 (6,5%) Suhu Normal Hipertermia 6 (13,0%) 4 (8,7%) 13 (28,2%) 18 (39,1%) 4 (8,7%) 1 (2,2%)

Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat bahwa dari 46 responden

yang diteliti didapatkan responden berdasarkan derajat dehidrasi yaitu

dehidrasi ringan/sedang dengan karakteristik responden yang berusia

(52)

sebanyak 16 responden 34,8% dan suhu hipertermi sebanyak 18

responden 39,1%.

B. Pembahasan

1. Karakteristik Responden (Umur, Jenis Kelamin, Suhu)

Peneliti mendapatkan 46 responden yang mengalami diare

dengan dehidrasi atau tanpa dehidrasi di RS PKU Muhammadiyah I

Yogyakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan karakteristik responden

berdasarkan umur, jenis kelamin, dan suhu.

Karakteristik responden berdasarkan umur pada penelitian ini

paling banyak adalah responden yang berusia 1 – 3 tahun dengan

jumlah responden sebanyak 32 responden (69,5 %). Menurut asumsi

peneliti, umur merupakan salah satu faktor resiko mengalami

dehidrasi saat diare, seperti halnya balita yang berusia 1 – 3 tahun

lebih rentan mengalami dehidrasi. Hal ini didukung oleh penelitian

Adriani (2013) yang menyatakan bahwa balita yang berusia 1 – 3

tahun itu lebih peka terhadap perubahan kadar air dan mineral.

Menurut Wulandari (2013) mengemukakan bahwa dehidrasi bukan

saja kondisi kekurangan cairan tubuh tetapi kehilangan mineral tubuh

juga.

Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin pada

penelitian ini responden yang paling banyak adalah perempuan

dengan jumlah responden 25 responden (54,3%), dan laki-laki dengan

jumlah 21 responden (45,7%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang

(53)

lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki

karena pada laki-laki komposisi otot lebih dominan sedangkan pada

perempuan adanya pengaruh hormonal sehingga rentan terhadap

dehidrasi dalam tubuh. Menurut Arisman (2014) mengemukakan

pengaruh hormon pada perempuan menyebabkan perempuan lebih

banyak mengalami dehidrasi. Hal ini disebabkan karena terjadi

ketidakseimbangan elektrolit dalam tubuh sehingga dapat menurunkan

asupan cairan dalam tubuh. Menurut Murniwaty dkk (2013) tidak ada

hubungan antara jenis kelamin dan dehidrasi. Menurut penelitian yang

dilakukan Cahyaningrum (2015), menyatakan bahwa tidak ada

hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian dehidrasi saat diare

karena pada usia balita telah mendapatkan perlakuan yang sama antara

laki-laki dan perempuan dari segala aktifitas, nutrisi serta

kebersihannya masih dalam kontrol orang tua.

Karakteristik berdasarkan suhu pada penelitian ini yaitu

responden yang mempunyai suhu normal sebanyak 23 responden

(50%) dan responden yang mempunyai suhu hipertermia sebanyak 23

responden (50%). Saat dehidrasi, tubuh tidak hanya kehilangan air

tetapi juga kehilangan elektrolit dan glukosa. Dimana tubuh akan

langsung merespon dehidrasi awal (kehilangan sekitar 2% cairan

tubuh) dengan gejala merasa sangat haus, mulut dan lidah kering, air

liur pun berkurang, dan produksi urin menurun (Retnowati, 2011).

(54)

terjadi penurunan gangguan performa tubuh sehingga suhu tubuh

menjadi naik, panas dan biasanya diikuti meriang (Wagiyo, 2012).

2. Karakteristik Balita dengan Derajat Dehidrasi

Berdasarkan hasil penelitian ini yang paling banyak adalah

dehidrasi ringan/sedang dengan jumlah responden sebanyak 22

responden (47,7%). Menurut asumsi peneliti di Indonesia, diare

terdapat disepanjang tahun dan puncak tertinggi pada peralihan musim

penghujan dan kemarau sehingga komplikasi dari diare tersebut dapat

menyebabkan terjadinya dehidrasi. Dari beberapa referensi hasil

penelitiannya menyatakan bahwa balita dengan diare lebih sering

mengalami kejadian dehidrasi ringan/sedang. Hal ini didukung oleh

pendapat Palupi (2012) yang melaporkan bahwa kejadian dehidrasi

ringan lebih sering terjadi pada balita dibandingkan anak-anak,

dimana balita diare yang mengalami dehidrasi ringan akan terjadi

penurunan berat badan 2,5 – 5% dan kehilangan air 5% dari berat

badan. Selain itu balita juga menjadi gelisah dan rewel, matanya

menjadi cekung, dan turgor kulit balita kembali lambat. Ada beberapa

hal yang mempengaruhi derajat dehidrasi antara lain usia, jenis

kelamin, suhu. Hasil penelitian ini karakteristik responden yang paling

banyak adalah mengalami dehidrasi ringan yang paling banyak

berusia 1 – 3 tahun sebanyak 22 responden (47,7%), jenis kelamin

perempuan sebanyak 16 responden (34,8%), dan suhu hipertermi

(55)

Menurut Wulandari (2013) dehidrasi bukan saja kondisi

kekurangan cairan tubuh tetapi kehilangan mineral tubuh juga. Pada

balita yang berusia 1 – 3 tahun kekurangan cairan tubuh tidak bisa

hanya diberikan air putih untuk menggantikan cairan yang hilang

karena air bisa melarutkan mineral yang sudah rendah di dalam tubuh

mereka, sehingga bisa membuat kondisi dehidrasi memburuk.

Menurut Jannah (2013) menyatakan bahwa daya tahan tubuh

anak-anak jauh lebih kuat dari daya tahan tubuh balita sehingga balita

memiliki resiko yang lebih besar untuk menderita dehidrasi

dibandingkan anak-anak. Balita yang mengalami dehidrasi ringan

dapat diberikan secara oral dengan pemberian oralit sebanyak

75ml/kg berat badan diberikan dalam 3 jam pertama dilayanan

kesehatan, namun jika tidak tersedia dapat diganti dengan air tajin,

kuah sayur, sari buah, air teh atau air matang (Depkes RI, 2011).

Balita yang menderita diare dengan dehidrasi tetap diberikan makanan

untuk memberikan nutrisi dan mencegah terjadinya penurunan berat

badan (Kemenkes RI, 2011).

Selain itu jenis kelamin juga mempengaruhi derajat dehidrasi.

Berdasarkan hasil penelitian ini yang paling banyak mengalami

dehidrasi adalah perempuan. Menurut asumsi peneliti kemungkinan

beberapa balita yang mengalami dehidrasi sedang sampai dehidrasi

berat dikarenakan berat badan balita tersebut kurang. Selain itu

komposisi otot juga mempengaruhi derajat dehidrasi tetapi peneliti

(56)

(2014) menyatakan bahwa dehidrasi lebih sering terjadi pada

perempuan dibanding laki-laki karena pada laki-laki komposisi otot

lebih dominan sedangkan pada perempuan adanya pengaruh hormonal

sehingga rentan terhadap dehidrasi dalam tubuh, akan tetapi menurut

Andreoli (2011) pada kasus tertentu jenis kelamin mempengaruhi

terjadinya penyakit namun untuk kasus diare dengan dehidrasi jenis

kelamin tidak mempengaruhi.

Suhu tubuh responden dalam penelitian ini mayoritas adalah

hipertermi. Suhu tubuh juga mempengaruhi derajat dehidrasi pada

balita dengan diare. Hal ini didukung oleh penelitian Wagiyo (2012)

yang menyatakan apabila hilangnya air meningkat menjadi 3 – 4%

dari berat badan, terjadi penurunan gangguan performa tubuh

sehingga suhu tubuh menjadi naik, panas dan biasanya diikuti

meriang. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa suhu lingkungan

yang tinggi dapat mengakibatkan terjadinya dehidrasi yang progresif.

Hipertermia mengakibatkan penurunan cardiac output. Dengan

menurunnya cardiac output aliran darah ke kulit secara signifikan

juga menurun. Hal ini menunnjukkan bahwa aliran darah ke jaringan

dan organ juga menurun. Suhu lingkungan yang tinggi dapat

(57)

C. Kekuatan dan Kelemahan Penelitian 1. Kekuatan Penelitian

a. Kekuatan penelitian ini yaitu dalam pengumpulan data yang

dilakukan langsung oleh peneliti. Peneliti mengobservasi secara

langsung keadaan pasien selama penelitian.

b. Lembar observasi peneliti sudah baku yaitu dengan menggunakan

panduan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) yang sudah

mewakilkan dari apa yang peneliti harapkan.

2. Kelemahan Penelitian

(58)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan kepada 46 responden pasien

balita diare di ruang Ibnu Sina dan ruang IGD di RS PKU Muhammadiyah

Yogyakarta, dapat disimpulkan bahwa :

1. Karakteristik responden yang tanpa dehidrasi di RS PKU

Muhammadiyah I Yogyakarta mayoritas berusia 1 – 3 tahun, berjenis

kelamin perempuan, dan memiliki suhu normal.

2. Karakteristik responden yang mengalami dehidrasi ringan/sedang di

RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta mayoritas berusia 1 – 3 tahun,

berjenis kelamin perempuan, dan memiliki suhu hipertermi.

3. Karakteristik responden yang mengalami dehidrasi berat di RS PKU

Muhammadiyah I Yogyakarta berusia 1 - 3 tahun, berjenis kelamin

laki-laki dan memiliki suhu normal.

4. Secara keseluruhan didapatkan hasil bahwa kejadian dehidrasi pada

balita diare yang paling banyak di RS PKU Muhammadiyah I

Yogyakarta yaitu dehidrasi ringan/sedang.

B. Saran

1. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan menggunakan hasil penelitian ini untuk menggiatkan

program pendidikan kesehatan terkait karakteristik dehidrasi pada

(59)

2. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan petugas kesehatan memperhatikan dan meningkatkan

pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan terhadap

balita diare yang mengalami dehidrasi.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Perlu diadakan penelitian lebih lanjut terkait hubungan antara berat

(60)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. (2009). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama.

Adriani. (2013). Faktor-faktor yang berhubungan dengan derajat dehidrasi pada

balita diare di Ruang Rawat Inap RSU Kota Tangerang Selatan 2013.

Tangerang: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Prak

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Teori Dehidrasi
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 1.1 Pembagian Kategori Derajat Dehidrasi
Tabel 3.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Gambaran profil elektrolit pada anak yang mengalami diare dengan komplikasi dehidrasi baik ringan/sedang maupun berat pada penelitian ini adalah hiponatremia, hipokalemia,

diare dengan kejadian diare pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas.

Gambaran Kejadian Diare Berdasarkan Klasifikasi Diare pada Balita Hasil penelitian pada balita yang mengalami diare sebagian besar dengan klasifikasi diare yaitu diare

Dari hasil penelitian pengetahuan subjek penelitian tentang diare,dehidrasi dan pengangan awal diare pada balita masuk dalam kategori sedang karena hampir sebagian besar

Hasil analisis sesuai dengan hipotesis yang terdapat dalam penelitian yaitu ada hubungan perilaku pencegahan diare ibu dengan kejadian diare pada anak balita di Desa

Tingginya angka kejadian diare pada balita ini mendukung penelitian yang telah dilakukan oleh Novie (2008) yaitu meneliti tentang Hubungan Antara Faktor

Praktik Rehidrasi Oral Ibu pada Balita Diare yang Mengalami Dehidrasi Praktik rehidrasi oral ibu pada kelompok kasus sebagian besar tidak baik yaitu terdapat sebanyak 11

Praktik Rehidrasi Oral Ibu pada Balita Diare yang Mengalami Dehidrasi Praktik rehidrasi oral ibu pada kelompok kasus sebagian besar tidak baik yaitu terdapat sebanyak 11