• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asuhan Keperawatan pada Ny.M dengan Gangguan Mobilitas Fisik di RSUP Haji Adam Malik Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Asuhan Keperawatan pada Ny.M dengan Gangguan Mobilitas Fisik di RSUP Haji Adam Malik Kota Medan"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

Asuhan Keperawatan pada Ny. M dengan

Prioritas Masalah Gangguan Mobilitas

di RSUP H. Adam Malik Medan

Disusun dalam Rangka Menyelesaikan Program Studi DIII Keperawatan

Oleh

Anggia Jhon Clinton Tarigan 102500103

Program Studi DIII Keperawatan

Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat yang Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Ny.M dengan Gangguan Mobilitas Fisik di RSUP Haji Adam Malik Kota Medan.”. karya tulis ilmiah ini disusun sebagai syarat dalam menyelesaikan program pendidikan Ahlimadya Keperawatan di program Studi DIII Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak dr. Dedi Ardinata M. Kes, selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.

2. Ibu Erniyati, S.Kep,Ns,MNS, selaku Pembantu Dekan I Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.

3. Ibu Diah Aruum,S.Kep,Ns,M.Kep, selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan meluangkan waktu, tenaga serta pikiran dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.

4. Ibu Nur Afi Darti,S.Kep,Ns,M.Kep, selaku Ketua Program Studi DIII

Keperawatan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.

5. Yang terhormat kepada kedua orangtua Bapak Adil Tarigan dan Ibu Merry Saragih dan saudara tercinta yang tidak pernah lelah memberi dukungan baik secara materi maupun doa sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

(4)

7. Rekan-rekan seperjuangan di RSUP H Adam Malik Medan Ali Imran Harahap dan Sri N Sihotang yang telah memberikan dukungan berupa moril dalam membantu penulisan karya ilmiah ini.

Penulis berusaha untuk dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan sebaik-baiknya. Namun demikian, penulis menyadari masih banyak kekurangan baik dari segi isi maupun susunannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini.

Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan pembaca yang budiman.

Medan, Juni 2013

Penulis , Anggia Jhon Clinton Tarigan

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... iv

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 2

C. Manfaat ... 3

BAB II Pengelolaan Kasus A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengann Masalah kebutuhan Dasar 1. Pengkajian ... 4

2. Analisa Data ... 11

3. Rumusan Masalah ... 12

4. Perencanaan ... 13

5. Implementasi ……….. 26

6. Evaluasi ……….. 26

Pengkajian Pasien ... 28

Analisa Data ... 38

Masalah Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan ... 40

Perencanaan Keperawatan dan Rasional ... 41

BAB III Kesimpulan dan Saran Kesimpulan ... 48

Saran ... 49 Daftar Pustaka

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gangguan mobilisasi fisik didefenisikan oleh sebagai suatu keadaan ketika individu mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan fisik (Kim et al, 1995).

Apabila ada perubahan mobilisasi, maka setiap sistem tubuh beresiko terjadi gangguan. Tingkat keparahan dari gangguan tersebut tergantung pada umur klien dan kondisi kesehatan secara keseluruhan, serta tingkat imobilisasi yang dialami. Misalnya, perkembangan pengaruh imobilisasi lansia berpenyakit kronik lebih cepat dibandingkan klien yang lebih muda (Perry dan Potter, 1994).

Imobilitas atau lebih dikenal dengan keterbatasan gerak dan juga didefinisikan oleh North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu keadaan ketika individu mengalami atau berisiko mengalami keter

batasan gerak fisik baik aktif dan pasif memiliki dampak pada sistem tubuh (Kim et al, 1995). Imobilitas dapat mempengaruhi fisiologis sistem tubuh yang

abnormal dan patologi seperti perubahan sistem muskuluskeletal, sistem kardiovaskuler, sistem repirasi, sistem unrinari dan endokrin, sistem integument, sistem neourosensori, perubahan metabolism dan nutrisi, perubahan eliminasi bowel, perubahan sosial, emosi dan intelektual (Kozier & Erb, 1987).

Salah satu bentuk rehabilitasi awal pada penderita stroke adalah dengan memberikan mobilisasi. Mobilisasi yang awal juga mungkin mengurangi semua komplikasi yang berhubungan dengan tempat tidur seperti pneumonia, Deep Vena Trombosis (DVT), emboli pulmoner, dekubitus, dan masalah tekanan darah orthostatik. Mobilisasi awal kemungkinan juga memiliki efek psikologis yang penting. Penelitian yang ada menunjukkan bahwa mobilisasi yang sangat awal adalah salah satu faktor kunci dalam perawatan pasien stroke (Gofir, 2009).

(7)

B. Tujuan

Tujuan Umum

Karya Tulis Ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan dasar mobilitas fisik pada Ny.M dengan diagnosa medis Stroke Hemoragik di ruang RA4, kamar III2 di RSUP H. Adam Malik dengan menggunakan asuhan keperawatan.

Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan dasar mobilisasi pada Ny. M di ruang RA4, kamar III2 RSUP H. Adam Malik Medan.

(8)

C. Manfaat

1. Institusi

Sebagai bahan bacaan ilmiah, kerangka perbandingan untuk mengembangkan ilmu keperawatan, serta menjadi sumber informasi bagi mereka yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut.

2. Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan bagi perawat yang ada di rumah sakit untuk mengambil langkah-langkah kebijakan dalam rangka upaya meningkatkan mutu pelayanan keperawatan khususnya asuhan keperawatan pasien dengan stroke hemoragik.

3. Pasien dan keluarga

Memperolah pengetahuan tentang stroke hemoragik serta meningkatkan kemandirian dan pengalaman dalam menolong diri sendiri serta sebagai acuan bagi keluarga untuk melakukan perawatan kepada keluarga yang mengalami stroke hemoragik.

4. Dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam melaksanakan

(9)

BAB II

PENGELOLAAN KASUS

A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengann Masalah kebutuhan Dasar

Gangguan mobilisasi fisik didefenisikan olehsebagai suatu keadaan ketika individu mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan fisik (Kim et al, 1995).

Perubahan dalam tingkat mobilisasi fisik dapat mengakibatkan instruksi pembatasan gerak dalam bentuk tirah baring, pembatasan gerak fisik selama pengguanaan alat bantu eksternal (mis, gips atau traksi rangka), pembatasan gerakan volunteer atau kehilangan fungsi motorik.

Apabila ada perubahan mobilisasi, maka setiap sistem tubuh beresiko terjadi gangguan. Tingkat keparahan dari gangguan tersebut tergantung pada umur klien dan kondisi kesehatan secara keseluruhan, serta tingkat imobilisasi yang dialami. Misalnya, perkembangan pengaruh imobilisasi lansia berpenyakit kronik lebih cepat dibandingkan klien yang lebih muda (Perry dan Potter, 1994).

Imobilitas atau lebih dikenal dengan keterbatasan gerak dan juga

didefinisikan oleh North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu keadaan ketika individu mengalami atau berisiko mengalami keter

batasan gerak fisik baik aktif dan pasif memiliki dampak pada sistem tubuh (Kim et al, 1995).

Imobilitas dapat mempengaruhi fisiologis sistem tubuh yang abnormal dan patologis seperti perubahan sistem muskuluskeletal, sistem kardiovaskuler, sistem repirasi, sistem urinari dan endokrin, sistem integument, sistem neourosensori, perubahan metabolism dan nutrisi, perubahan eliminasi bowel, perubahan sosial, emosi dan intelektual (Kozier & Erb, 1987).

(10)

emosi dan situasi, perasaan tidak berharga dan tidak berdaya, serta kesepian yang diekspresikan dengan perilaku menarik diri dan apatis (Murbarak & Chayatin, 2008).

Immobilisasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas dan sebagainya (Aziz, 2009).

Mobilisasi adalah kondisi dimana dapat melakukan kegiatan dengan bebas (Kozier, 1989). Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sehat menuju kemandirian dan mobilisasi yang mengacu pada ketidakmampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas (Potter & Perry, 2006).

Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur yang bertujuan unutuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Setiap orang butuh untuk bergerak. Kehilangan kemampuan untuk bergerak menyebabkan ketergantungan dan ini membutuhkan tindakan keperawatan.

Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan kemandirian diri, meningkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degenerative, dan untuk aktualisasi diri (Murbarak & Chayatin, 2008).

Mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara bebas mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas, guna mempertahankan kesehatannya (Aziz, 2009).

Berdasarkan jenisnya, menurut (Aziz, 2009) mobilisasi terbagi atas dua jenis, yaitu:

1. Mobilisasi penuh

(11)

2. Mobilisasi sebahagian

Mobilisasi sebahagian adalah ketidakmampuan seseorang untuk bergerak secara bebas dan aktif karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya.

Mobilisasi sebahagian terbagi atas dua jenis, yaitu:

a. Mobilisasi sebahagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang tidak menetap. Hal tersebut dinamakan sebagai batasan yang bersifat reversible pada sistem musculoskeletal, contohnya: adanya dislokasi pada sendi atau tulang.

b. Mobilisasi sebahagian permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap, Contohnya: terjadinya kelumpuhan karena stroke, lumpuh karena cedera tulang belakang, poliomyelitis karena terganggunya sistem saraf motorik dan sensorik.

1. Pengkajian

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan focus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien (Harsono, 2008).

B1 (Breathing)

Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas dan peningkatan frekuensi pernafasan. Auskultasi bunyi nafas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peingkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klienstroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma (Harsono, 2008).

(12)

B2 (Blood)

Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi massif (tekanan darah >200 mmHg) (Harsono, 2008).

B3 (Brain)

Stroke menyebabkan berbagai deficit neurologis, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area perfusinya tidak adekuat dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian sistem lainnya (Harsono, 2008).

Pengkajian Tingkat Kesadaran. Kualitas kesadaran klien meruakan parameter yang paling mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien respons terhadap lingkungan adalah indicator paling sensiitf untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan

dan keterjagaan.

Pengkajian Fungsi Serebral. Dalam Harsono, 2008 pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa, lobus frontal dan hemisfer.

a. Status mental. Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, eksresi wajah dan aktifitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.

b. Fungsi intelektual. Didaptkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemamuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaaan yang tidak begitu nyata.

(13)

bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancer. Disatria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab menghasilkan bicara. Apraksia (Ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha menyisir rambutnya.

d. Lobus frontal. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika kerusakan telah terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mugkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa dan kurang motivasi, yang menyebabkan klien ini menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka.

e. Hemisfer. Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparase sebelah kiri

tubuh, penilaian buruk dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut. Pada stroke hemifer kiri, mengalami hemiparese kanan, perilaku lambat dan sangat berhati-hati, kelainan bidang pandang sebelah kanan, disfagia global, afasia dan mudah frustasi.

Pengkajian Saraf Kranial. Dalam Harsono, 2008 pemeriksaan ini meliputi pmeriksaan saraf cranial I-XII.

a. Saraf I. biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.

(14)

c. Saraf III, IV dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.

d. Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigeminus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoiderus internus dan eksternus.

e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris dan otot wajah tertarik pada bagian sisi yang sehat.

f. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi. g. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan

membuka mulut.

h. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. i. Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi,

serta indra pengecapan normal.

Pengkajian Sistem Motorik. Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan kehilangan control volunteer terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN berhilangan, gangguan control motor volunteer pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi yang berlawanan dari otak (Harsono, 2008).

a. Inspeksi umum. Didaptkan hemiplegia (paralisis pada salah sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.

b. Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas. c. Tonus Otot. Didapatkan meningkatkan.

d. Kekuatan Otot. Pada penilaian dengan menggunakan tingkat kekuatan otot pada sisi sakit didapatkan tingkat 0.

e. Keseimbangan dan Koordinasi. Didapatkan mengalami gangguan karena hemiparase dan hemiplegia.

(15)

Pemeriksaan Refleks Profunda. Pengekutukan pada tendon, ligamentum atau periusteum derajat reflex pada respons normal

Pemeriksaan Refleks Patologis. Pada fase akut refleks fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahului dengan refleks patologis (Judith, 2011).

Gerakan involunter. Tidak ditemukan adanya tremor, tic dan distonia. Pada keadaan tertentu, klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak dengan stroke disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang berhubungan sekunder akibat area fokal kortikal yang peka (Wahid, 2005).

Pengkajian Sistem Sensorik. Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara mata dan korteks visual (Judith, 2011).

Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam

menginterpretasikan stimuli visual, taktil dan auditorius (Judith, 2011). B4 (Bladder)

Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementera karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena control motorik dam postural. Kadang control sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateteritasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas (Harsono, 2008).

B5 (Bowel)

(16)

B6 (Bone)

Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan control volunteer terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang, gangguan control motor volunteer pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain (Harsono, 2008).

2. Analisa Data

Data subjektif :

Data subjektif yang sering dijumpai pada pasien stroke adalah pada pasien stroke yang masih memiliki kemampuan komunikasi biasanya mengeluh nyeri di bagian kepala, di daerah tubuh yang menonjol akibat decubitus serta di bagian tertentu lainnya, pasien juga sering mengeluh sulit mengunyah dan menelan

karena disebabkan kerusakan neuromuskuler, akibat kesulitan mengunyah dan menelan nafsu makan pasien jadi berkurang. Pada pasien yang kehilangan kemampuan berkomunikasi, keluarga pasien sering mengeluh tentang kebersihan pasien (Wahid, 2005).

Data objektif :

(17)

3. Rumusan Masalah

Diagnosa keperawatan mengidentifikasi perubahan kesejajaran tubuh dan mobilisasi yang aktual dan potensial berdasarkan pengumpulan data yang selama

pengkajian. Analisan menampilkan kelompok data yang mengindentifikasikan ada atau risiko terjadi masalah . Saat mengindentifikasi diagnosan keperawatan, perawat menyusun strategi keperawatan untuk mengurangi atau mencegah bahaya berhubungan dengan kesejajaran tubuh buruk atau gangguan mobilisasi (Potter & Perry, 2006)

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada gangguan mobilisasi dan ketidaktepatan mekanika tubuh (NANDA dalam Potter & Perry, 2006) yaitu: 1. Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan penurunan rentang gerak. 2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan kekuatan otot. 3. Gangguan rasa nyaman, nyeri berhubungan denga

4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia, kerusakan neuromuskular pada ekstremitas yang ditandai dengan ketidak mampuan bergerak , keterbatasan rentang gerak, penurunan kekuatan/kontrol otot.

5. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia sekunder akibat cedera serebrovaskuler

6. Gangguan eliminasi bowel (konstipasi) berhubungan dengan defek stimulasi saraf, otot dasar pelviks lemah dan imobilitas sekunder.

7. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan mobilitas sekunder akibat stroke.

8. Gangguan persepsi sensori yang berhubungan dengan penekanan pada saraf sensori yang ditandai dengan disorientasi terhadap waktu tempat orang, perubahan dalam respon terhadap rangsangan.

(18)

10. Gangguan eliminasi urine (inkontinensia urine) berhubungan dengan lesi pada neuron motor atas.

11. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi yang diterima pasien tentang penyakit dialami oleh pasien. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi yang diterima pasien tentang penyakit dialami oleh pasien yanf dtandai dengan keterbatasan kognitif, kesalahan interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber-sumber informasi.

12. Nyeri kepala berhubungan dengan penurunan darah ke jaringan otak dan peningkatan tekanan intrakranial

4. Perencanaan

Perawat membuat perencanaan intervensi terapeutik terhadap pasien yang bermasalah kesejajaran tubuh dan mobilisasi yang alktual maupun beresiko. Perawat merencanakan terapi sesuai dengan derajat risiko pasien, dan perencanaan bersifat individu disesuaikan perkembangannya pasien, tingkat kesehatan, dan gaya hidup. Perencanaan perawatan juga termasuk pemahaman

kebutuhan pasien untuk mempertahankan fungsi motoric dan kemandirian. Perawat dan pasien bekerja sama membuat cara-cara untuk mempertahankan keterliabatan pasien dalam asuhan keperawatan dan mencapai kesejajaran tubuh dana mobilisasi yang optimal dimana pasien berada di rumah sakit ataupun di rumah (Potter & Perry, 2006).

Pasien berisiko bahaya dikaitkan ketidaktepatan kesejajaran tubuh dan gangguan mobilisasi, membutuhkan cara keperawatan langsung melalui pemberian posisi secara actual atau potensial serta kebutuhan mobilisasi. Potter & Perry (2006) Rencana asuhan keperawatan didasari oleh satu atau lebih tujuan berikut ini:

(19)

peralatan, Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau berpartisipasi dalam perawatan

2. Meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi

3. Mempertahankan kesejajaran tubuh yang tepat

4. Mencapai kembali kesejajaran tubuh yang tepat ataupun pada tingkat optimal

5. Mengurangi cedera pada sistem kulit dan musculoskeletal dan keridaktepatan mekanika atau kesejajaran

6. Mencapai ROM penuh atau optimal

7. Mencegah kontraktur

8. Mempertahankan kepatenan jalan napas

9. Mencapai ekspansi paru dan pertukaran gas optimal

10. Memobilisasi sekresi jalam napas

11. Mempertahankan fungsi kardiovaskuler, respirasi, gastrointestinal, sistem perkemihan

12. Meningkatkan toleransi aktivitas

13. Mencapai pola eliminasi normal

14. Mempertahankan pola tidur normal

15. Mencapai sosialisasi

16. Mencapai kemandirian penuh dalam aktivitas perawatan diri

17. Mencapai stimulasi fisik dan mental

(20)

Sebagai intervensi dari diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada gangguan mobilisasi dan ketidaktepatan mekanika tubuh diatas (NANDA dalam Potter & Perry, 2006) yaitu:

Dx . 1 Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan penurunan rentang

gerak.

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan pasien mampu melakukan mobilitas fisik, baik ditempat tidur, dan nilai GCS = 15 sesuai dengan kemampuannya secara mandiri setiap hari

Kriteria Hasil : - Pasien dapat melakukan latihan rentang gerak pada sendi/ ektremitas yang lumpuh secara mandiri

- Bergerak sendiri di tempat tidur atau memerlukan bantuan minimal pada tingkat yang realistis

- Menunjukkan peningkatan mobilitas fisik dan kekuatan otot

Intervensi :

1. Kaji tingkat mobilisasi pasien dengan (tingkatan 0-4) secara berkala

2. Kaji kekuatan otot/kemampuan fungsional mobilitas sendi dengan

menggunakan (skala kekuatan otot 0-5)secara teratur

3. Monitor tanda-tanda vital

4. Ubah posisi menimal setiap 2 jam (telentang, miring), dan sebagainya jika bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi bagian yang terganggu

5. Instruksi/bantu pasien melakukan latihan ROM pasif/aktif secara konsisten

6. Instruksikan pasien pada aktivitas sesuai dengan kemampuannya

7. Melibatkan pasien dalam perawatan untuk mengurangi depresi dan kebosanan yang berkaitan dengan terapi mobilisasi ROM

(21)

9. Ajarkan keluarga dalam melakukan latihan rentang gerak mobilisasi (ROM) sesuai dengan jadwal pengobatan dan perawatan pada pasien

Rasional:

1. Menunjukkan perubahan tingkatan mobilitas pasien setiap hari

2. Menentukan perkembangan peningkatan kekuatan otot/mobilitas sendi pasien sebelum dan sesudah dilakukan latihan rentang gerak (ROM)

3. Kelumpuhan otot mempengaruhi sirkulasi pada ekstremitas

4. Menurunkan resiko terjadinya trauma/iskemia jaringan

5. Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur dan meningkatkan pemulihan fungsi kekuatan otot dan sendi

6. Meningkatkan kemampuan aktivitas mandiri pasien, harga diri, dan peran diri pasien sehari-hari

7. Peran pasien mendukung motivasi diri untuk menikmati pengobatan dan perawatan diberikan

8. Mendukung peningkatan kekuatan otot dan fungsi ekstremitas fungsional dan mencegah kontraktur

9. Peran keluarga sangat menbantu peningkatan kesehatan pasien dalam mobilsasi fisik di rumah sakit dan atau dirumah

Dx. 2 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.

Kriteria Hasil : - Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya/pembatasan kontraktur.

- Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan/ atau konpensasi bagian tubuh.

(22)

Intervensi:

1. Pertahankan istirahat tirah baring/duduk jika diperlukan jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang tidak terganggu.

2. Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif

3. Dorong pasien mempertahankan postur tegak dan duduk tinggi, berdiri, dan berjalan.

4. Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi, menggunakan pegangan tangga pada toilet, penggunaan kursi roda.

5. Kolaborasi: konsul dengan fisoterapi.

Rasional :

1. Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan mempertahankan kekuatan. 2. Mempertahankan/ meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina

umum.

3. Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas. 4. Menghindari cidera akibat kecelakaan/jatuh.

5. Berguna dalam memformulasikan program latihan/aktivitas yang berdasarkan pada kebutuhan individual dan dalam mengidentifikasikan alat.

Dx. 3 Gangguan rasa nyaman, nyeri berhubungan denga

Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman nyeri terpenuhi.

Kriteria hasil : Pasien dapat mengekspresikan rasa nyeri yang minimal, ekspresi wajah pasien rilek.

Intervensi :

1. Pertahankan imobilisasi pada bagian yang patah dengan cara bed rest, gips, spalek, traksi

(23)

3. Evaluasi rasa nyeri, catat tempat nyeri, sifat, intensitas, dan tanda-tanda nyeri non verbal

4. Kolaborasi dalam pemberian analgetik

Rasional :

1. Mengurangi rasa nyeri dan mencegah dis lokasi tulang dan perluasan luka pada jaringan.

2. Meningkatkan aliran darah, mengurangi edema dan mengurangi rasa nyeri. 3. Mempengaruhi penilaian intervensi, tingkat kegelisahan mungkin akibat dari

presepsi/reaksi terhadap nyeri.

4. Diberikan obat analgetik untuk mengurangi rasa nyeri.

Dx. 4 Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan

hemiparese/hemiplagia, kerusakan neuromuskular pada ekstremitas yang

ditandai dengan ketidak mampuan bergerak , keterbatasan rentang gerak,

penurunan kekuatan/kontrol otot.

Tujuan: klien mampu meningkatkan aktivitas fisik yang sakit atau lemah, dengan Kriteria hasil: - Ekstremitas tidak tampak lemah

- Ekstremitas yang lemah dapat diangkat dan digerakkan secara mandiri

- Ekstremitas yang lemah dapat menahan posisi tubuh saat miring kanan atau kiri

Intervensi:

1. Jelaskan pada pasien akibat dari terjadinya imobilitas fisik 2. Ubah posisi pasien tiap 2 jam

3. Ajarkan pasien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang sakit

4. Anjurkan pasien melakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang tidak sakit 5. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien

(24)

Rasional :

1. Imobilitas fisik akan menyebabkan otot-otot menjadi kaku sehingga penting diberikan latihan gerak.

2. Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan

3. Gerakan aktif memberikan dan memperbaiki massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan.

4. Mencegah otot volunter kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan

5. Peningkatan kemampuan daam mobilisasi ekstremitas dapat ditingkatkan dengan latihan fisik dari tim fisioterapi

6. Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan gerak pasien setelah di lakukan latihan dan untuk menentukan intervensi selanjutnya.

Dx. 5 Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

disfagia sekunder akibat cedera serebrovaskuler

Tujuan: Pasien tetap menunjukan pemenuhan nutrisi selama dilakukan tindakan

keperawatan.

Kriteria hasil : Tidak terjadi penurunan berat badan, HB dan albumin dalam batas normal HB: 13,4 – 17,6 dan Albumin: 3,2 - 5,5 g/dl.

Intervensi :

1. Jelaskan pentingnya nutrisi bagi klien

2. Kaji kemampuan klien dalam mengunyah dan menelan

3. Letakkan kepala lebih tinggi pada waktu selama & sesudah makan

4. Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan menekan ringan di atas bibir / bawah dagu jika dibutuhkan

5. Kolaborasi dalam pemberian cairan parenteral atau memberi makanan melalui NGT

(25)

Rasional :

1. Nutrisi yang adekuat membantu meningkatkan kekuatan otot

2. Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan kepada klien 3. Memudahkan klien untuk menelan

4. Membantu dalam melatih kembali sensoro dan meningkatkan kontrol muskuler

5. Membantu memberi cairan dan makanan pengganti jika klien tidak mampu memasukan secara peroral.

6. Mengetahui keberhasilan tindakan dan untuk menentukan intervensi selanjutnya

Dx. 6 Gangguan eliminasi bowel (konstipasi) berhubungan dengan defek

stimulasi saraf, otot dasar pelviks lemah dan imobilitas sekunder akibat

stroke ditandai pasien belum BAB selama 4 hari, teraba distensi abdomen.

Tujuan: Pasien mampu memenuhai eliminasi alvi dengan

Kriteria hasil: - Pasien dapat defekasi secara spontan dan lancar dengan menggunakan obat

- Konsistensi feses lembek - Tidak teraba distensi abdomen Intervensi:

1. Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga tentang penyebab konstipasi. 2. Anjurkan pada pasien untuk makan makanan yang mengandung serat.

3. Bila pasien mampu minum, berikan asupan cairan yang cukup (2 liter/hari) jika tidak ada kontraindikasi.

4. Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan pasien.

(26)

Rasional :

1. Konstipasi disebabkan oleh karena penurunan peristaltic usus.

2. Diet seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan eliminasi reguler

3. Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses yang sesuai pada usus dan membantu eliminasi reguler

4. Aktivitas fisik membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus otot abdomen dan merangsang nafsu makan dan peristaltic

5. Pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang melunakkan massa feses dan membantu eliminasi.

Dx. 7 Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan

mobilitas sekunder akibat stroke.

Tujuan: pasien mampu mempertahankan keutuhan kulit dengan Kriteria hasil: - Pasien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka

- Mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka - Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka.

Intervensi:

1. Anjurkan untuk melakukan latihan mobilisasi 2. Ubah posisi tiap 2 jam

3. Observasi terhadap eritema, kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap mengubah posisi

4. Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin, hindari trauma dan panas pada kulit.

Rasional :

1. Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah

2. Menghindari tekanan yang berlebihan pada daerah yang menonjol 3. Mempertahankan keutuhan kulit

(27)

Dx. 8 Gangguan persepsi sensori yang berhubungan dengan penekanan pada

saraf sensori yang ditandai dengan disorientasi terhadap waktu tempat

orang, perubahan dalam respon terhadap rangsangan.

Tujuan : Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan

Kriteria hasil: - Adanya perubahan kemampuan yang nyata

- Tidak terjadi disorientasi waktu, tempat dan orang Intervensi:

1. Tentukan kondisi patologis klien

2. Kaji gangguan penglihatan terhadap perubahan persepsi

3. Latih klien untuk melihat suatu objek dengan telaten dan seksama

4. Observasi respon prilaku klien seperti menanggis, bahagia, bermusuhan, halusinasi setiap saat

Rasional :

1. Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan

2. Untuk mempelajari kendala yang berhubungan dengan disorientasi klien

3. Agar klien tidak kebinggungan dan lebih konsentrasi 4. Untuk mengetahui keadaan emosi klien.

Dx . 9 Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari

kerusakan pada area bicara di hemisfer otak yang ditandai dengan dengan

kerusakan artikulasi, tidak dapat berbicara,tidak mampu memahami bahasa

tertulis/ucapan.

Tujuan : Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal dengan

Kriteria hasil: - Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat terpenuhi

- Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat.

Intervensi

(28)

3. Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang jawabannya “ya” atau “tidak”

4. Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien 5. Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi

6. Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan bicara

Rasional :

1. Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan kemampuan klien 2. Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang lain 3. Mengurangi kecemasan dan kebinggunan pada saat berkomunikasi

4. Mengurangi rasa isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi yang efektif 5. Member semangat pada klien agar lebih sering melakukan komunikasi 6. Melatih klien berbicara secara mandiri dengan baik dan benar.

Dx . 10 Gangguan eliminasi urine (inkontinensia urine) berhubungan dengan

lesi pada neuron motor atas.

Tujuan : klien mampu mengontrol urine setelah dilakukan tindakan keperawatan

dengan

Kriteria hasil: - Klien melaporkan penurunan atau hilangnya inkontinensia - Tidak ada distensi bladder

Intervensi:

1. Identifikasi pola berkemih dan kembangkan jadwal berkemih sering 2. Ajarkan membatasi masukan cairan selama malam

3. Ajarkan tehnik untuk mencetuskan refleks berkemih ( rangsangan kutaneus dengan penepukan suprapubik, manuver regangan anal)

4. Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih pada jadwal yang telah direncanakan

(29)

Rasional :

1. Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan dari distensi kandung kemih yang berlebih

2. Melatih dan membantu penggosongan kandung kemih

3. Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung volume urien sehingga memerlukan untuk lebih sering berkemih

4. Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi saluran kemih dan batu ginjal.

Dx. 11 Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi yang

diterima pasien tentang penyakit dialami oleh pasien. Kurang pengetahuan

berhubungan dengan kurangnya informasi yang diterima pasien tentang

penyakit dialami oleh pasien yanf dtandai dengan keterbatasan kognitif,

kesalahan interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber-sumber

informasi.

Tujuan: Pasien mengerti tentang penyakit yang diderita dengan

Kriteria hasil: - Pasien dan keluarga tahu tentang penyakit yang diderita.

- Pasien dan keluarga mau berperan serta dalam tindakan keperawatan.

Intervensi:

1. Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga.

2. Beri penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang penyakit yang diderita. 3. Jelaskan kepada pasien dan keluarga tentang setiap tindakan keperawatan

yang akan dilakukan.

Rasional :

1. Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiki pasien dan keluarga dan kebenaran informasi yang didapat.

(30)

3. Agar pasien dan keluarga mengetahui tujuan dari setiap tindakan keperawatan yang akan dilakukan.

Dx . 12 Nyeri kepala berhubungan dengan penurunan darah ke jaringan

otak dan peningkatan tekanan intrakranial

Tujuan: - Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan pasien menyatakan nyeri hilang dengan spasme terkontrol

- Pasein mampu melakukan aktivitas seperti biasanya Kriteria hasil: - Skala nyeri 5-0

- Wajah pasien tampak rileks dan maampu istirahat/tidur dengan tenang

Intervensi :

1. Kaji skala nyeri, catat intensitasnya (dengan skala 0-10), karakteristiknya (misal: berat, berdenyut, konstan), lokasinya, lamanya, faktor yang memperburuk atau meredakan kepala

2. Monitor tanda-tanda vital

3. Observasi adanya tanda-tanda nyeri nonverbal, seperti: ekpresi wajah, posisi tubuh, gelisah, menangis/meringis, menarik diri, diaforesis, perubahan frekuensi jantung/pernapasan, tekanan darah

4. Ajarkan teknik relaksasi nyeri tarik napas dalam dan imajinasi terbimbing

5. Modifikasi lingkungan yang tenang dan nyaman

6. Kolaborasi pemberian terapi farmakologi obat analgesik

7. Ajarkan keluarga pasien untuk melakukan teknik relaksasi pada pasienAjarkan keluarga pasien untuk melakukan teknik relaksasi pada pasien

Rasional:

1. Mengetahui skala nyeri merupakan pengalaman subjektif dan harus dijelaskan oleh pasien. Identifikasi karakter nyeri dan faktor yang berhubungan merupakan suatu hal yang amat penting untuk memilih intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasi keefektifan dri terapi yang diberikan.

(31)

3. Tanda nyeri merupakan indikator/derajat nyeri yang tidak langsung yang dialami. Sakit kepala mungkin bersifat akutatau kronis, jadi manifestasi fisiologis bisa muncul/tidak

4. Teknik relaksasi dapat menuimalisasi nyeri

5. Lingkungan yang tenang mempengaruhi persepsi nyeri yang dialami pasien lebih sedikit

6. Analgesik dapat memenurunkan nyeri

7. Peran keluraga pasien dapat mendukung menimalisasi nyeri

5. Implementasi

Dalam mempertahankan kesejajaran tubuh yang tepat, perawat mengangkat pasien dengan benar, menggunakan teknik posisi tepat, dan memindahkan pasien dengan aman dari tempat tidur ke kursi atau dari tempat tidur ke brankar. Prosedur –prosedur tersebut digambarkan dalam bagian ini sebagai prinsip mekanika tubuh yang diperlukan untuk menjaga atau memperbaiki kesejajaran tubuh. Terdapat beberapa teknik dalam implementasi mobilisasi pasien yaitu: mempertahankan kesejajaran tubuh terdapat teknik mengangkat, teknik mengubah posisi, teknik memindahkan, memobilisasi sendi terdapat latihan rentang gerak, berjalan (Potter & Perry, 2006).

Asuhan keperawatan harus meningkatkan kesehatan pasien dan mengurangi immoblisasi untuk melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri semampunya. Implementasi keperawatan harus diatur untuk mencegah dan menimalkan bahaya tersebut. Pasien sangat memerlukan perubahan posisi setiap 2 jam dan latihan ROM (Potter & Perry, 2006).

6. Evaluasi

(32)

kesejajaran tubuh dan mobilisasi sendi adalah pencegahan yang dimulai pada awal perencanaan keperawatan (Potter & Perry, 2006).

Untuk mengevaluasi hasil dan respons dari asuhan keperawatan, perawat mengukur efektivitas semua intervensinya. Tujuan dan kriteria hasil adalah kemampuan pasien mempertahankan atau meningkatkan kesejajaran tubuh dan mobilisasi sendi.

(33)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

FORMAT PENGKAJIAN PASIEN DI RUMAH SAKIT

I. BIODATA

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. M

Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 67 tahun Status Perkawinan : Menikah

Agama : Islam

Pendidikan : Tamat SD

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Jl. Turi Gg Salim no.14 Medan Tanggal Masuk RS : 15 Juni 2013

No. Register : 00.56.34.33 Ruangan/kamar : RA4 Neurologi Golongan darah : -

Tanggal pengkajian : 17 Juni 2013 Tanggal operasi : -

Diagonsa Medis : Stroke Hemoragik

I. KELUHAN UTAMA

(34)

II. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG

A. Provocative/palliative

1. Apa penyebabnya :

Pasien mengalami stroke sejak 2 hari yang lalu, disebabkan oleh saat pasien jatuh dari kamar mandi.

2. Hal – hal yang memperbaiki keadaan :

Tidak ada hal yang bisa memperbaiki keadaan pasien.

B. Quantity/Quality

1. Bagaimana dirasakan :

Pasien tidak dapat merasakan ekstremitas dextra inferior dan superior.

2. Bagaimana dilihat :

Pasien tampak terbaring lemas di temat tidur.

C. Region

1. Dimana lokasinya :

Pasien tidak bisa menggerakkan ektremitas dextra inferior dan superior

2. Apakah menyebar :

Tidak

D. Severity :

Iya. Akibatnya pasien tidak bisa melakukan aktifitas.

E. Time :

(35)

III. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU

A. Penyakit yang pernah dialami : Hipertensi

B. Pengobatan/tindakan yang dilakukan : Tidak ada

C. Pernah dirawat/operasi :

Tidak pernah

D. Lamanya dirawat :

Tidak pernah

E. Alergi :

Tidak ada riwayat alergi

F. Imunisasi :

Pasien hanya ingat mendapatkan imunisasi polio dan campak pada saat kecil

IV. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA

A. Orang tua :

Ayah pasien pernah menderita hipertensi.

B. Saudara Kandung :

Tidak ada riwayat penyakit

C. Penyakit keturunan yang ada :

Hipertensi

D. Anggota keluarga yang meninggal : Ayah dan ibu

E. Penyebab meninggal :

Tidak diketahui penyebab meninggalnya.

V. RIWAYAT KEADAAN PSIKOSOSIAL

A. Persepsi pasien tentang penyakitnya :

(36)

B. Konsep diri

- Gambaran diri :

Pasien merasakan bahwa ia adalah seorang ibu dari ketiga anaknya dan seorang istri dari suaminya.

- Ideal diri :

Pasien mengharakan menjadi istri dan ibu yang lebih baik.

- Harga diri :

Pasien tidak mengalami gangguan harga diri, terlihat dari kunjungan keluarga, pasien tidak tampak menyembunyikan diri.

- Peran diri :

Sewaktu belum sakit pasien berperan sebagai orang tua dan seorang istri, setelah sakit pasien tidak mampu berperan apa-apa.

- Identitas :

Pasien bereran sebagai seorang istri dan seorang ibu.

C. Keadaan emosi :

Menurut hasil wawancara dengan suaminya, semenjak sakit pasien sering merasa sedih akan keadaannya.

D. Hubungan sosial

- Orang yang berarti : Keluarga

- Hubungan dengan keluarga : Baik

- Hubungan dengan orang lain : Baik

- Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain :

Tidak ada hambatan dalam berhubungan dengan orang lain

E. Spiritual :

- Nilai dan keyakinan : Percaya dengan ajaran agama islam

- Keigatan ibadah :

(37)

VI. PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan umum

Pasien terlihat tidak bersih karena kurang perhatian dari keluarga pasien dan terlihat lemas.

B. Tanda-tanda vital

- Suhu tubuh : 37,6◦C

- Tekanan darah : 150/110 mmHg - Nadi : 86x/menit - Pernapasan : 20x/menit

- Tinggi badan : 162 cm - Berat : 54 kg

C. Pemeriksaan head to toe

Kepala

- Bentuk : simetris dan oval - Ubun- ubun : tepat ditengah - Kulit kepala : kecoklatan dan kotor Rambut

- Penyebaran dan keadaan rambut : merata, putih

- Bau : agak berbau karena jarang di bersihkan

- Warna kulit : kecoklatan Wajah

- Warna kulit : sawo matang - Struktur : oval, simetris Mata

- Kelengkapan dan kesimetrisan : lengkap , normal, simetris, - Palpebra : tidak ptosis

- Konjungtiva dan sklera : konjuntiva(tidak anems) dan sklera(tidak icterus)

(38)

Hidung

- Tulang hidung dan posisi septum nasi: normal dan simetris - Lubang hidung : normal, simetris dan terdapat rambut hidung

- Cuping hidung : tidak pterdapat pernafasan cuping idung Telinga

- Bentuk telinga : normal, simetris - Ukuran telinga : normal

- Lubang telinga : cukup bersih dan normal Mulut dan faring

- Keadaan bibir : mukosa kering dan pucat

- Keadaan gusi dan gigi : Gigi terlihat menguning, beberapa gigi sudah tanggal dikarenakan faktor usia, tidak ada pendarahan pada gusi.

- Keadaan lidah : kotor tidak terawat Leher

- Posisi trachea : normal, simetris, tegak lurus terhadap dada - Thyroid : tidak terdapat pembesaran kelenjar tyroid - Suara : normal

- Kelenjar limfe : -

- Vena jugularis : teraba, kuat dan teratur - Denyut nadi karotis : teraba, kuat, teratur Pemeriksaan integumen

- Kebersihan : kulit pasien tampak kotor. - Warna : Kecoklatan, sawo matang

- Turgor : < 3 detik - Kelembaban : kering

- Warna luka : memerah pada sekeliling peradangan

(39)

Pemeriksaan thoraks/dada

- Inspeksi thoraks : normal - Pernafasan

Frekuensi : 20x/menit Irama : teratur

- Tanda kesulitan bernafas : tidak ada

Pemeriksaan paru

- Palpasi getaran suara : merata, teraba keseluruh tangan

- Perkusi : Resonan

- Auskultasi (suara nafas,suara ucapan,suara tambahan) : Pemeriksaan jantung

- Inspeksi : tidak ada pembengkakan

- Palpasi : tidak ada kelainan - Perkusi : dullness

- Auskultasi : bunyi jantung ( lup-dup) dan frekuensi (86x/menit)

Pemeriksaan abdomen

- Inspeksi (bentuk, benjolan) : simetris, tidak ada benjolan

- Auskultasi : peristaltik usus 8x/menit, tidak ada suara tambahan

Pemeriksaan kelamin dan daerah sekitarnya

- Genitalia( rambut pubis, lubang uretra ) : terdapat rambut pubis, normal

- Anus dan perineum ( lubang anus , kelainan anus, perineum ) : normal

Pemeriksaan muskuloskeletal/ekstremitas

(40)

Pemeriksaan neurologi

- Nervus Olfaktoris/N I

Pasien mampu mengidentifikasi bau dengan baik

- Nervus Optikus/ N I

Pasien cukup mampu membaca hingga jarak 1 meter

- Nervus Okulomotoris/N III, Trochlearis/N IV, Abdusen/N VI

Mampu menggerakkan bola mata dengan baik

- Nervus Trigeminus/N V

Pasien mampu membedakan panas/dingin , tajam/tumpul, getaran

pada ekstremitas sinistra.

- Nervus Fasialis/N VII

Pasien tidak mampu menggerakkan otot wajah.

- Nervus Vestibulocochlearis/N VIII

Pasien cukup mampu mendengar dengan baik dari jarak 1m dengan menggunakan detik jam tangan.

- Nervus Glossopharingeus/N IX, Vagus/N X

Pasien kehilangan kemampuan menelan, mengunyah dan membuka mulut sebagian

- Nervus Aksesorius/N XI

Pasien hanya mampu menggerakkan bahu sebelah kiri

- Nervus Hipoglossus/N XII

Kekuatan otot lidah pasien lemah, hanya mampu menjulurkan lidah sebentar

Fungsi motorik

Pasien tidak bisa menggerakkan ekstremitas dextra superior dan inferior.

Refleks

- Reflek Bisep Ka -, ki +

- Relek Trisep Ka-, ki +

(41)

Ka-, ki +

- Reflek Patelar Ka-, ki +

- Reflek Tendon achiles Ka-, ki +

- Reflek Plantar -

VII. POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI

A. Pola makan dan minum

- Frekuensi makan/hari : 3x/hari

- Nafsu/ selera makan : Nafsu makan pasien berkurang. - Nyeri ulu hati : tidak ada nyeri ulu hati

- Alergi : tidak ada alergi pada makanan

- Mual dan muntah : mual muntah selama fase akut (peningkatan TIK)

- Waktu pemberian makan : pagi(07.00), siang(12.00), sore(18.00)

- Jumlah dan jenis makanan : Porsi normal, M2( bubur ) - Waktu pemberian cairan/minum : 4-6gelas/hari

- Masalah makan dan minum : pasien mengalami kesulitan dalam menelan

B. Perawatan diri / personal hygiene

- Kebersihan tubuh : baju pasien tampak lusuh dan badan pasien tampak kotor

- Kebersihan gigi dan mulut : gigi pasien tampak kuning, mukosa mulut tampak kering dan lidah tampak kotor.

(42)

C. Pola kegiatan/aktivitas

Kegiatan Mandiri Sebahagian Total

Mandi 

Makan 

BAB 

BAK 

Ganti pakaian 

- Pasien ibadah di tempat tidur, ny.M sering memainkan tasbih sambil berdzikir di tempat tidur, terkadang memakai mukenah dibantu oleh suaminya.

D. Pola eliminasi

1. BAB

- Pola BAB : 1-2x/hari

- Karakter feses : encer, kuning, berbau khas

- Riwayat pendarahan : - - BAB terakhir : -

- Diare : tidak ada riwayat diare

2. BAK

- Pola BAK : Ny.M memakai kateter 750 -1000cc/hari - Karakter urine : kuning, berbau khas

- Nyeri/rasa terbakar/kesulitan BAK : tidak

- Riwayat penyakit ginjal/kandung kemih : tidak ada riwayat penyakit

(43)

ANALISA DATA

mobilitas, GCS 8, pasien mengalami kotor, baju terlihat lusuh dan kotor, kuku pasien panjang dan kotor,

mukosa bibir kering, keadaan

gusi dan lidah kotor

Gangguan mobilitas fisik

(44)

DS : - DO :

GCS 8, pasien bedrest total di tempat tidur, segala aktifitas di bantu oleh suami yang menyebabkan terdapat

peradangan pada

paha sebelah kanan, warna luka

memerah di sekeliling luka peradangan

Penurunan kemampuan perawatan diri

Defisit perawatan diri

Peningkatan hemiparase

Peningkatan tekanan intra cranial

Kerusakan neuromuskuler

Kerusakan mobilitas fisik dan kekuatan otot

Resiko rusaknya integritas kulit,

decubitus

(45)

MASALAH KEPERAWATAN

1. Gangguan mobilitas fisik 2. Kurang perawatan diri

3. Gangguan integritas kulit, decubitus

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular ditandai dengan peningkatan hemiparase pada ekstremitas kanan,GCS 8 (E4M1V3), kekuatan otot ektremitas dextra 1. 2. Kurang perawatan diri berhungungan dengan kelemahan, gangguan

neuromuscular, kekuatan otot depresi ditandai dengan keadaan umum pasien yang kotor, mukosa mulut kering, keadaan gigi dan lidah tidak terawatt, pakaian serta laken tidak terawatt serta kuku pasien panjang dan kotor.

(46)

PERENCANAAN KEPERAWATAN DAN RASIONAL

Setelah dilakukan tindakan perawatan diharakan pasien menunjukan peningkatan gerakan yang

aktif.

Kriteria hasil :

- mempertahankan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena atau kompensasi

- mendemonstrasikan teknik/perilaku yang memungkinkan melakukan aktifitas

- mempertahankan integritas kulit

Intervensi Rasional

-Kaji kemampuan secara

fungsional/ luasnya kerusakan awaldan dengan

cara yang teratur.

-Ubah posisi minimal setiap 2 jam, dan jika memungkinkan bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi

bagian yang terganggu.

-Melakukan ROM aktif pada pasien

-Letakkan pada posisi telungkup satu kali atau dua kali sehari jika pasien dapat

mentoleransinya.

- Mengidentifikasi

kekuatan/kelemahandan dapat memberikan informasi pemulihan.

- Menurunkan resiko terjadinya trauma jaringan.

- Agar sendi-sendi ektremitas pasien tidak kaku.

- Membantu mempertahankan

ekstensi pinggul fungsional;tetapi kemungkinan akan meningkatkan

(47)

-Tempatkan bantal dibawah aksila untuk melakukan abduksi pada tangan.

-Berikan tempat tidurdengan matras bulat (seperti egg crate matress),tempat tidur air,flotasi atau tempat tidur

khusus sesuai indikasi.

- Mencegah abduksi bahu dan fleksi siku.

- Meningkatkan distribusi merata berat badan yang menurunkan tekanan pada tulang-tulang

tertentudan membantu

(48)

-Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas saat masuk. Anjurkan melakukan latihan seperti latihan quadrisep/gluteal, meremas bola karet, melebarkan jari-jari dan kaki/telapak.

-Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi.

-Pertahankan kaki dalam posisi netral dengan gulungan/bantalan trokanter.

-Bantu untuk

mengembangkan

keseimbangan duduk seperti meninggikan bagian kepala tempat tidur, bantu untuk duduk di sisi tempat tidur, biarkan pasien menggunaka kekuatan tangan untuk menyokong berat badan dan kaki yang kuat untuk memindahkan kaki yang sakit.

- Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur. Menurunkan resiko terjadinya hiperkalsiura dan osteoporosisjika masalah utamanya adalah pendarahan.

- Mempertahankan posisi fungsional

- Mencegah rotasi eksternal pada pinggul.

(49)

No. Diagnosa depresi ditandai dengan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien ataupun keluarga pasien mampu melakukan tindakan personal hygine.

Kriteria hasil :

- Mendemonstrasikan perubahan gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.

- Melakukan aktifitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri.

- Mengidentifikasi sumber pribadi memberikan bantuan sesuai kebtuhan.

Intervensi Rasional

- Kaji kemampuan dan tingkat

kekurangan (dengan meggunakan skala 0-4) untuk

melakukan kebutuhan sehari-hari.

- Sadari perilaku/aktifitas impulsive karena gangguan dalam mengambil keputusan.

- Lakukan oral hygine pada pasien jika mulut pasien kotor.

- Membantu dalam

mengantisipasi/merencanakan

pemenuhan kebutuhan secara individual.

- Dapat menunjukan kebutuhan intervensi dan pengawasan tambahan untuk meningkatkan keamanan pasien.

(50)

- Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan atau keberhasilannya.

- Kaji kemampuan pasien untuk berkomunikasi tentang kebutuhannya untuk menghindari dan kemampuan

untuk menggunakan urinal, bedpan. Bawa pasien ke kamar mandi dengan teratur/interval waktu tertentu untuk meningkatkan

berkemih jika memungkinkan.

- Identifikasi kebiasaan defekasi sebelumnya dan kembalikan pada kebiasaan pola normal tersebut.Kadar makanan yang berserat, anjurkan untuk minum banyak dan tingkatkan

aktifitas.

- Potong kuku pasien jika kotor dan panjang

- Meningkatkan perasaan makna diri. Meningkatkan kemandirian dan mendorong pasien untuk berusaha secara kontiniu.

- Mungkin mengalami gangguan saraf kandung kemih, tidak dapat mengatakan kebutuhannya pada fase pemulihan akut, tetapi

biasanya dapat mengontrol kembali fungsi ini sesuai

perkembangan proses penyembuhan.

- Mengkaji perkembangan program latihan(mandiri) dan membantu dalam pencegahan konstipasi dan sembelit (pengaruh jangka panjang).

(51)

No. Diagnosa

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan luka decubitus pada pinggul pasien dapat diobati.

Kriteria hasil :

- Luka decubitus hilang

- Kemampuan mobilitas pasien meningkat - Kerusakan integritas kulit pada pasien

berkurang.

Intervensi Rasional

- Observasi daerah yang terkena termasuk warna, edema, atau tanda lain dari gangguan sirkulasi

- Kaji tingkat kebersihan kulit

dan seminimal mungkin hindari

trauma, panas terhadap kulit\

- Kolaborasi dengan keluarga pasien tentang latihan ROM

- Mengubah posisi pasien setia 2 jam sekali

- Melakukan ROM pada pasien

- Inspeksi kulit terutama pada daerah-daerah yang menonjol

- Jaringan yang mengalami edema lebih mudah mengalami trauma atau kerusakan integritas kulit

- Mempertahankan keutuhan kulit

- Mengurangi resiko integritas kulit

- Mengurangi resiko kerusakan jaringan kulit

- Melatih sendi-sendi pasien agar tidak kaku

(52)

secara teratur. Lakukan massase secara hati-hati pada daerah kemerahan dan berikan alat bantu seperti bantalan lunak kulit sesuai kebutuhan.

(53)

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penulisan karya tulis ilmiah tentang asuhan keperawatan pada Ny.M dengan prioritas masalah kebutuhan dasar mobilitas fisik, penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan yang dilakukan pada Ny.M pada tanggal 17-21 Juni 2013 di ruangan RA4, kamar III2, RSUP H. Adam Malik Medan.

Keluhan utama yang diderita Ny.M sebelum tiba di rumah sakit adalah setelah jatuh dari kamar mandi pasien tidak dapat lagi menggerakkan ekstremitas dextra superior dan inferior. Setelah tiba di rumah sakit Ny.M di diagnosa terkena stroke hemoragik, yaitu kondisi medis yang ditandai dengan pecahnya satu atau lebih pembuluh darah di otak. Setelah dilakukan observasi, penulis mendapat 3 prioritas masalah diagnosa keperawatan yang dialami ny.M yaitu,

1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular ditandai dengan peningkatan hemiparase pada ekstremitas kanan,GCS 8

(E4M1V3), kekuatan otot ektremitas dextra 1.

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 hari, prioritas masalah gangguan mobilitas fisik belum teratasi ditandai dengan kekuatan otot pasien Ny.M masih 1.

2. Defisit perawatan diri berhungungan dengan kelemahan, gangguan neuromuscular, kekuatan otot depresi ditandai dengan keadaan umum pasien yang kotor, mukosa mulut kering, keadaan gigi dan lidah tidak terawatt, pakaian serta laken tidak terawatt serta kuku pasien panjang dan kotor.

3. Gangguan integritas kulit, decubitus berhubungan dengan

(54)

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 hari, gangguan integritas kulit Ny.M teratasi sebagian ditandai dengan luka peradangan pada ekstremitas dextra dan punggung pasien sudah dirawat, posisi ubah miring kiri kanan pasien dilakukan setiap 2 jam sekali, tidak terdapat lagi tanda-tanda edema dan peradangan pada kulit.

B. Saran

1. Untuk Rumah sakit

Kepada tim kesehatan khususnya perawat ruang RA4 RSUP H. Adam Malik Medan disarankan melakukan pemenuhan kebutuhan prioritas kepada pasien sroke hemoragik.

2. Untuk penulis

(55)

DAFTAR PUSTAKA

Alimul aziz .2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Apikasi konsep dan Proses keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Doenges, Marilynn E. 1999, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, Jakarta EGC.

Harsono. (2008). Buku ajar neurologi klinis. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Hidayat, A.A. (2007). Metode penelitian keperawtan dan teknik analisis data. Jakarta: Salemba Medika.

Iqbal wahid .2005. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia, Teori dan Aplikasi dalam Praktik. Jakarta: EGC

Potter, A.P. & Perry, A.G. (2005). Buku Ajar Fundamental keperawatan: Konsep,Proses dan Praktik. Edisi Keempat. Jakarta: EGC

Potter, A.P. & Perry, A.G. (2006). Buku Ajar Fundamental keperawatan; Konsep, Proses dan Praktik. Edisi Keempat. Jakarta: EGC.

Tarwoto, Wartonah. 2004. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Salemba.

Smeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

(56)

CATATAN PERKEMBANGAN

Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

No.

DX

Hari/

Tanggal Pukul

Implementasi

- Melakukan ROM pasif pada pasien.

- Menempatkan

bantal di bawah aksila untuk melakukan abduksi

pada tangan.

- Mengkaji tanda-tanda vital pasien. (TD, HR, RR dan T)

- Bantu pasien untuk meninggikan tempat tidur dan duduk sendiri di atas bed.

(57)

2. 15.00

16.00

17.00

18.00

19.00

- Observasi keadaan umum pasien.

- Melakukan oral

hygine.

- Membantu pasien memenuhi

kebutuhan personal hygine (mengelap pasien)

- Mengukur tanda-tanda vital pasien (TD, HR, RR dan T).

- Melakukan pendidikan

kesehatan kepada keluarga tentang oral hygine.

S : O :

Gigi cukup bersih, mukosa bibir pasien masih kering, lidah cuku bersih, pakaian

(58)

3. 15.00 daerah yang terkena peradangan.

− Mengatur posisi miring kiri kanan pasien setiap 2 jam sekali.

- Melakukan

perawatan pada peradangan di bagian paha sebelah kanan. tirah baring ke keluarga. posisi pasien di ubah setiap 2 jam sekali, tidak ada tanda-kanan, TD: 160/100

mmHg, HR: kulit belum teratasi. P :

(59)

1.

- Melakukan ROM

pasif pada pasien.

- Menempatkan bantal di bawah aksila untuk melakukan abduksi pada tangan.

- Mengkaji tanda-tanda vital pasien. (TD, HR, RR dan T)

- Bantu pasien untuk meninggikan tempat tidur dan duduk bed.

- Observasi keadaan umum pasien.

- Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan dalam hal melakukan

S : miring kiri kanan sudah dilakukan, ROM pasif juga sudah dilakukan, TD: 150/90 mmHg, HR: 80x/menit, RR: 24x/menit, T:37oC pasif dan ubah posisi 2 jam dilanjutkan.

S : O :

(60)

3.

- Melakukan oral hygine pada pasien

- Memberikan umpan balik yang positif pada pasien di setiap tindakan agar rasa mandiri pasien

meningkat.

- Mengganti laken pasien

agar memenuhi kebutuhan kebersihan pasien.

- Mengkaji tanda-tanda vital pasien.

- Membantu pasien

dalam mengelap tubuh.

- Memotong kuku pasien untuk memenuhi kebutuhan personal hygine pasien.

− Mengatur posisi

miring kiri kanan pasien setiap 2 jam sekali.

- Melakukan

(61)

18.00

19.30

perawatan pada peradangan di bagian paha sebelah kanan.

- Mengkaji tanda-tanda vital (TD, HR,RR dan T ).

- Melakukan pendidikan

kesehatan tentang tirah baring ke keluarga.

mengalami kerusakan neuromuscular, posisi pasien di ubah setiap 2 jam sekali, tidak ada tanda-ektrmitas dan punggung pasien sudah dibersihkan TD: 150/90 mmHg, HR: 80x/menit, RR: 24x/menit, T:37oC kulit belum teratasi. P :

(62)

1.

- Melakukan ROM

pasif pada pasien.

- Menempatkan bantal di bawah aksila untuk melakukan abduksi pada tangan.

- Membantu pasien memenuhi tanda vital pasien. (TD, HR, RR dan T)

- Bantu pasien untuk meninggikan tempat tidur dan duduk sendiri di atas bed

- Mengubah posisi miring kiri kanan pasien setiap 2 jam

S : miring kiri kanan sudah dilakukan, ROM pasif juga sudah dilakukan, pasif dan ubah posisi 2 jam dilanjutkan.

S : O :

(63)

15.30

- Mengganti infuse set pasien.

- Mengganti laken agar memenuhi kebutuhan kebersihan pasien.

- Melakukan ROM

pasif pada pasien.

- Melakukan perawatan pada peradangan di bagian paha sebelah kanan.

- Membantu pasien memenuhi kebutuhan personal hygine (mengelap seluruh badan pasien).

- Mengkaji tanda-tanda vital pasien (TD, HR, RR dan T)

- Inspeksi kulit

terutama pada daerah- daerah yang menonjol secara teratur.

- Mengobservasi

daerah yang terkena peradangan. posisi pasien di ubah setiap 2 jam sekali, tidak ada tanda-HR: 80x/menit, RR: 28x/menit, T:37,1oC

(64)

1.

- Mengubah posisi pasien setiap 2 jam sekali.

- Mengkaji skala nyeri pasien.

- Mengobservasi

daerah yang terkena peradangan.

- Mengkaji tanda-tanda vital pasien

- Membantu pasien memenuhi kebutuhan personal hygine ( mengelap seluruh pasif pada pasien.

- Observasi keadaan umum pasien.

− Mengatur posisi

(65)

22.00

22.30

06.00

07.00

pasien setiap 2 jam sekali

- Mengkaji skala nyeri pasien..

- Melakukan perawatan pada peradangan di bagian paha sebelah kanan.

- Mengkaji tanda-tanda vital pasien (TD, HR, RR dan T)

- Mengobservasi

daerah yang terkena peradangan

mobilisasi, pasien mengalami

kerusakan neuromuscular, posisi pasien di ubah setiap 2 jam sekali, tidak ada

tanda-tanda edema, decubitus. Luka peradangan pada ekstremitas kanan dan puggung pasien sudah dibersihkan, skala nyeri 5 pada kepala, TD: 160/110

mmHg, HR:

(66)

1.

- Mengubah posisi pasien setiap 2 jam sekali.

- Mengkaji skala nyeri pasien.

- Mengkaji tanda-tanda vital pasien (TD, HR, RR dan T)

- Mengobservasi

(67)

22.00

23.00

- Mengubah posisi pasien miring kiri kanan setiap 2 jam sekali.

- Mengkaji tanda-tanda vital pasien (TD, HR, RR dan T)

penurunan

mobilisasi, GCS 8 (E4M1V3), pasien mengalami

kerusakan neuromuscular, posisi pasien miring kiri kanan di ubah setiap 2 jam sekali, tidak ada

Referensi

Dokumen terkait

[r]

mungkin memfasilitasi tingkah laku yang ditampilkan  meskipun pada saat yang sama faktor ini dan faktor lain yg mungkin menghambat muncul bersamaan..  Efek Halo

PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR BENGKULU NOMOR X.O3 TAHUN 2OO8 TENTANG PROSEDUR DAN TATA CARA PERMINTAAN SERTA PEMBAYARAN UANG MAKAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

Judul Penelitian : PENGARUH LArrIHAN BEBAN DENGAN meャセode seセイ sysセイem TERI1ADAP PENAMBAIIAN beraセイ BADAN DAN PERSENrrASE

Segala bentuk kontrak kerja terkait dengan pendapatan yang telah dilakukan oleh organisasi perangkat daerah lama, tetap berlaku sampai dengan habis

Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDI DI KAN NASI ONAL TENTANG PENCABUTAN KEPUTUSAN MENTERI PENDI DI KAN KEBUDAYAAN NOMOR 0689/ M/ 1990 TENTANG HAK PENERBI TAN BUKU PELAJARAN

Pemerintah Daerah dan/atau hak Pemerintah Daerah yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat dari suatu penetapan pajak yang tercantum besarannya dalam

bahwa dalam rangka memberi kesempatan kepada peserta didik yang belum lulus Ujian Nasional pertama tahun pelajaran 2004/ 2005, untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang