DETERMINAN PARTISIPASI SUAMI DALAM PROGRAM KELUARGA BERENCANA DI DESA DOLAT RAYAT KECAMATAN DOLAT RAYAT
KABUPATEN KARO TAHUN 2015
SKRIPSI
OLEH
VINA RAHAYU PURBA NIM. 081000141
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DETERMINAN PARTISIPASI SUAMI DALAM PROGRAM KELUARGA BERENCANA DI DESA DOLAT RAYAT KECAMATAN DOLAT RAYAT
KABUPATEN KARO TAHUN 2015
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat
OLEH
VINA RAHAYU PURBA NIM. 081000141
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi dengan Judul
DETERMINAN PARTISIPASI SUAMI DALAM PROGRAM KELUARGA BERENCANA DI DESA DOLAT RAYAT KECAMATAN DOLAT RAYAT
KABUPATEN KARO TAHUN 2015
Yang disiapkan dan dipertahankan oleh
penduduk adalah program Keluarga Berencana atau KB. Perkembangan teknologi kontrasepsi berlangsung begitu cepat namun tidak diimbangi dengan peran serta suami untuk berpartisipasi dalam menggunakan kontrasepsi. Untuk mencapai Keluarga Berkualitas 2015, pemerintah berupaya untuk meningkatkan kesetaraan suami dalam ber-KB sehingga terwujudnya peran serta suami dalam ber-KB.
Tujuan Penelitian ini Untuk mengetahui Determinan partisipasi suami dalam program keluarga berencana di desa Dolat rayat Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo Tahun 2015. Determinan partisipasi suami antara lain budaya, dukungan istri, dukungan sosial, aksesibilitas pelayanan KB, pendapatan, umur istri, pendidikan, pengetahuan dan sikap. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang bersifat analitik. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh PUS di desa Dolat Rayat dan sampel yang diambil sebanyak 78 suami dari PUS di desa Dolat Rayat. Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu Simple Random Sampling. Data diperoleh melalui wawancara dengan kuesioner dan dianalisis menggunakan uji Chi-Square.
Berdasarkan hasil penelitian yang didapat bahwa tidak ada hubungan ( p > 0,05) antara umur istri, jumlah anak, dukungan sosial dan tingkat pendapatan dengan partisipasi suami dalam program KB dan ada hubungan (p < 0,05) antara pengetahuan, sikap, pendidikan, budaya, aksesibilitas pelayanan dan dukungan istri dengan partisipasi suami dalam program KB.
Sebagai rekomendasi dalam penelitian ini maka diharapkan pemerintah setempat dan petugas pelayanan KB agar meningkatkan pelayanan kontrasepsi dan sosialisasi tentang KB pria kepada PUS sehingga dapat meningkatkan partisipasi suami dalam program KB.
development takes place so quickly but it does not match with the role of the husband to participate in the use of contraception. To achieve Qualified Family in 2015, the government seeks to improve husbands equality in family planning so the role of the husband in family planning can be realized.
The purpose of this research is to know Determinants of husband's participation in family planning programs in Dolat Rayat village, Dolat Rayat sub-district, Karo District in 2015. Determinants of participation is husband’s culture, wife support, social support, accessibility of family planning services,
income, wife’s age, education, knowledge and attitude. This research is a
quantitative analytical research. The population in this study are all fertile aged couples in the village Dolat Rayat and samples is 78 husbands of fertile aged couples in the village Dolat Rayat. The sampling technique is simple random sampling. Data were obtained through interviews with the questionnaire and analyzed by Chi-Square test.
Based on the research results obtained that there is no correlation (p> 0.05) between the ages of wives, number of children, social support and income level with the husband's participation in the program and there is a relation (p <0.05) between knowledge, attitudes, education , culture, accessibility of services
and wife’s support with husband's participation in family planning programs.
Recommendation in this research is that local authorities and family
planning services can improve contraceptive services and socialization of men’s
birth control to fertile aged couples to make improvement of husband's participation in family planning programs.
”Determinan Partisipasi Suami dalam Program Keluarga Berencana di Desa
Dolat Rayat Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo Tahun 2015.”. Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan
bimbingan, doa, bantuan dan saran dari berbagai pihak baik secara moril maupun
materil. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak dr. Surya Dharma, MPH selaku Dosen Pembimbing Akademik
yang telah banyak memberikan bimbingan, saran, maupun pengarahan
selama menjalani proses perkuliahan.
3. Bapak Drs. Tukiman, MKM selaku Ketua Departemen Pendidikan
Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara sekaligus Dosen Penguji I yang telah banyak memberikan
5. Bapak Drs. Eddy Syahrial, MS selaku Dosen Pembimbing II yang telah
banyak memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan penulisan
skripsi ini.
6. Bapak Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM selaku Dosen Penguji II yang
banyak memberikan saran dan masukan dalam penulisan skripsi ini.
7. Seluruh staf pengajar dan Pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara, khususnya Pak Warsito selaku pegawai
Departemen PKIP.
8. Seluruh masyarakat dan jajaran perangkat Desa dan Kecamatan Dolat
Rayat yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan.
9. Teristimewa kepada Ibunda yang tersayang Senang br Ginting, abang saya
Tuah Haga Purba, adik-adik tersayang Sema Camelia Purba dan Mentari
Purba, yang tidak pernah lelah memberikan doa, motivasi, semangat serta
dukungan dengan penuh kasih sayang sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dan meraih gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.
10.Terkhusus kepada yang terkasih Manda Pinobu yang selalu memberikan
doa, motivasi, semangat serta dukungan dengan penuh kasih sayang dan
Octorina Sitorus, Vonny Yolanda Sinuraya, Vitry Afriyanti Pardede,
Jeffry Rio H Manurung dan Shinta Dewi Putri Sinaga yang telah banyak
memberikan semangat kepada penulis serta berbagi suka dan duka.
12.Teman sekaligus keluarga baru saya di kelompok II Praktek Belajar
Lapangan (Wiki, Lindra, Awil, Icy, Lulu dan Bayu). Teman- teman PKIP
(Domi, Nia, Kak Nella, Time dkk) yang telah banyak membantu dan
berbagi cerita bersama.
Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan
serta masih diperlukan penyempurnaan, hal ini tidak terlepas dari keterbatasan
kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki. Semoga skripsi
ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya.
Medan, Agustus 2015 Penulis
ABSTRACT... ii
2.2 Program Keluarga Berencana ... 16
2.3 Metode Kontrasepsi ... 17
2.4 Metode Kontrasepsi Pria ... 24
2.5 Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana...27
2.6 Determinan Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana...30
3.2.1 Lokasi penelitian ... 45
3.2.2 Waktu penelitian ... 45
3.3 Populasi dan Sampel ... 45
3.3.1 Populasi ... 45
3.3.2 Sampel ... 45
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 46
3.4.1 Data Primer ... 46
3.6.8 Aksesibilitas Pelayanan KB Pria ... 51
3.6.9 Dukungan Sosial...51
3.6.10 Tingkat Pendapatan...51
3.6.11 Partisipasi Suami...52
3.7 Instrumen Penelitian... 52
3.8 Teknik Analisa Data ... 52
3.8.1 Pengolahan Data ... 52
3.8.2 Analisa Data ... 53
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 54
4.1.Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 54
4.2.Demografi ... 54
4.3.Analisis Univariat... 54
4.3.1. Karakteristik Responden Penelitian... 54
4.4.Analisis Bivariat ... 56
Dengan Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana. ... 60
BAB V PEMBAHASAN ... 61
5.1.Analisis Univariat... 61
5.1.1. Karakteristik Responden berdasarkan Umur ... 61
5.1.2. Karakteristik Responden berdasarkan Pendidikan ... 62
5.1.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 63
5.2.Analisis Bivariat ... 64
5.2.1. Hubungan Faktor Predisposisi (Pengetahuan, Sikap, Pendidikan, Umur Istri, Jumlah Anak dan Budaya) Dengan Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana ... 64
5.2.1.1.Hubungan Pengetahuan Dengan Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana...64
5.2.1.2.Hubungan Sikap Dengan Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana...65
5.2.1.3.Hubungan Pendidikan Dengan Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana...66
5.2.1.4.Hubungan Umur Istri Dengan Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana...67
5.2.1.5.Hubungan Jumlah Anak Dengan Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana...68
5.2.1.6.Hubungan Budaya Dengan Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana... ...69
5.2.2. Hubungan Faktor Pendukung (Aksesibilitas Pelayanan dan Tingkat Pendapatan) Dengan Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana ... 70
5.2.2.1. Hubungan Aksesibilitas Pelayanan Dengan Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana...70
5.2.2.2. Hubungan Tingkat Pendapatan Dengan Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana...71
5.2.3. Hubungan Faktor Pendorong (Dukungan Istri dan Dukungan Sosial) Dengan Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana ... 72
6.1.Kesimpulan ... 76 6.2.Saran... 78
DAFTAR PUSTAKA ... 80
Tabel 4.2. Distribusi Responden berdasarkan hubungan faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, pendidikan, umur istri, jumlah anak dan budaya) dengan partisipasi suami dalam program Keluarga Berencana di Desa Dolat Rayat Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo Tahun 2015 ... 56
Tabel 4.3. Distribusi Responden berdasarkan hubungan faktor pendukung (aksesibilitas pelayanan dan tingkat pendapatan) dengan partisipasi suami dalam program Keluarga Berencana di Desa Dolat Rayat Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo Tahun 2015...59
Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana di Desa Dolat Rayat Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo Tahun 2015. ...61
Gambar 5.2. Distribusi Pie Karakteristik Pendidikan Responden Terhadap Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana di Desa Dolat Rayat Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo Tahun 2015. ... 62
Lampiran 2 Master Data Penelitian
Lampiran 3 Output SPSS
Lampiran 4 Surat Izin Penelitian dari FKM USU
Nama : Vina Rahayu Purba
Tempat/Tanggal Lahir : Kabanjahe/3 Juni 1989
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Menikah
Alamat : Jalan Jamin Ginting No.72 - Berastagi
Nama Orangtua : Ayah : Alm. Utama Purba
Ibu : Senang br Ginting
Riwayat Pendidikan
Tahun 1995 – 2001 : SD Letjend Jamin Ginting Berastagi
Tahun 2001 – 2004 : SMP Negeri 1 Berastagi
penduduk adalah program Keluarga Berencana atau KB. Perkembangan teknologi kontrasepsi berlangsung begitu cepat namun tidak diimbangi dengan peran serta suami untuk berpartisipasi dalam menggunakan kontrasepsi. Untuk mencapai Keluarga Berkualitas 2015, pemerintah berupaya untuk meningkatkan kesetaraan suami dalam ber-KB sehingga terwujudnya peran serta suami dalam ber-KB.
Tujuan Penelitian ini Untuk mengetahui Determinan partisipasi suami dalam program keluarga berencana di desa Dolat rayat Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo Tahun 2015. Determinan partisipasi suami antara lain budaya, dukungan istri, dukungan sosial, aksesibilitas pelayanan KB, pendapatan, umur istri, pendidikan, pengetahuan dan sikap. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang bersifat analitik. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh PUS di desa Dolat Rayat dan sampel yang diambil sebanyak 78 suami dari PUS di desa Dolat Rayat. Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu Simple Random Sampling. Data diperoleh melalui wawancara dengan kuesioner dan dianalisis menggunakan uji Chi-Square.
Berdasarkan hasil penelitian yang didapat bahwa tidak ada hubungan ( p > 0,05) antara umur istri, jumlah anak, dukungan sosial dan tingkat pendapatan dengan partisipasi suami dalam program KB dan ada hubungan (p < 0,05) antara pengetahuan, sikap, pendidikan, budaya, aksesibilitas pelayanan dan dukungan istri dengan partisipasi suami dalam program KB.
Sebagai rekomendasi dalam penelitian ini maka diharapkan pemerintah setempat dan petugas pelayanan KB agar meningkatkan pelayanan kontrasepsi dan sosialisasi tentang KB pria kepada PUS sehingga dapat meningkatkan partisipasi suami dalam program KB.
development takes place so quickly but it does not match with the role of the husband to participate in the use of contraception. To achieve Qualified Family in 2015, the government seeks to improve husbands equality in family planning so the role of the husband in family planning can be realized.
The purpose of this research is to know Determinants of husband's participation in family planning programs in Dolat Rayat village, Dolat Rayat sub-district, Karo District in 2015. Determinants of participation is husband’s culture, wife support, social support, accessibility of family planning services,
income, wife’s age, education, knowledge and attitude. This research is a
quantitative analytical research. The population in this study are all fertile aged couples in the village Dolat Rayat and samples is 78 husbands of fertile aged couples in the village Dolat Rayat. The sampling technique is simple random sampling. Data were obtained through interviews with the questionnaire and analyzed by Chi-Square test.
Based on the research results obtained that there is no correlation (p> 0.05) between the ages of wives, number of children, social support and income level with the husband's participation in the program and there is a relation (p <0.05) between knowledge, attitudes, education , culture, accessibility of services
and wife’s support with husband's participation in family planning programs.
Recommendation in this research is that local authorities and family
planning services can improve contraceptive services and socialization of men’s
birth control to fertile aged couples to make improvement of husband's participation in family planning programs.
1.1 Latar Belakang
Masalah kependudukan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua
negara termasuk Indonesia. Saat ini penduduk Indonesia kurang lebih berjumlah
248,8 juta jiwa dengan pertambahan penduduk 1,49%. Lajunya tingkat
pertumbuhan penduduk tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas penduduk
sehingga mempengaruhi tingkat kehidupan dan kesejahteraan penduduk. Dalam
rangka menanggulangi hal itu, pemerintah telah mencanangkan program
kependudukan dan Keluarga Berencana sebagai program nasional (Handayani,
2010).
Selama kurun waktu 2000-2013 jumlah penduduk Indonesia cenderung
berfluktuasi. Pada tahun 2000 sebanyak 205,1 juta jiwa, tahun 2005 meningkat
menjadi 219,8 juta jiwa, tahun 2010 meningkat lagi menjadi 238,5 juta jiwa dan
data terakhir pada tahun 2013 sebanyak 248,8 juta jiwa dengan kepadatan
penduduk 130,2 jiwa per km2 (BPS, 2014). Persebaran penduduk di tahun 2013
tidak merata baik antar pulau maupun antar provinsi, dan data menunjukkan
57,06% penduduk berada di pulau Jawa (Depkes RI, 2014). Walaupun memiliki
jumlah penduduk yang besar akan tetapi kualitas penduduk Indonesia masih
rendah. Hal ini dapat dilihat dari Human Development Index (HDI) di mana
Indonesia hanya berada pada rangking 108 dari 177 negara (UNDP, 2014).
Bentuk program yang digunakan oleh pemerintah Indonesia untuk
Program Keluarga Berencana atau KB yang merupakan program pengendalian
pertumbuhan penduduk dengan jargon “Dua Anak Cukup”. Berdasarkan Undang
-Undang No. 10 Tahun 1992, Program Keluarga Berencana merupakan upaya
pemerintah dalam meningkatkan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui
pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan
keluarga, serta peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga
kecil, bahagia, dan sejahtera.
Visi Program Keluarga Berencana yang semula adalah Norma Keluarga
Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) dengan slogan dua anak cukup, laki-laki
perempuan sama saja dikembangkan menjadi Keluarga Berkualitas tahun 2015.
Visi ini menekankan pentingnya upaya menghormati hak-hak reproduksi sebagai
upaya integral dalam meningkatkan kualitas keluarga (BKKBN dan UNFPA,
2005). Keluarga berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri,
berwawasan ke depan, bertanggung jawab, memiliki jumlah anak yang ideal,
harmonis dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (Pinem, 2009).
Peran keluarga berencana dalam Kesehatan Reproduksi adalah untuk
menunjang tercapainya kesehatan ibu dan bayi, karena kehamilan yang diinginkan
yang berlangsung dalam keadaan yang tepat akan lebih menjamin keselamatan ibu
dan bayi yang dikandungnya. Keluarga berencana memiliki peranan dalam
menurunkan resiko kematian ibu melalui pencegahan kehamilan, menunda
kehamilan melalui pendewasaan usia hamil, menjarangkan kehamilan atau
berencana merupakan upaya pelayanan kesehatan preventif yang paling dasar dan
utama (Pinem, 2009).
Progam keluarga berencana dibentuk sejak tahun 1951 dan terus
berkembang. Pada tahun 1970 terbentuk badan koordinasi keluarga berencana
nasional atau BKKBN, yang mempunyai tujuan yaitu menjarangkan kehamilan
dengan menggunakan alat kontrasepsi dan menciptakan kesejahteraan ekonomi
dan sosial bagi seluruh masyarakat melalui usaha-usaha perencanaan dan
pengendalian penduduk (Prawirohardjo, 2000).
Sampai saat ini alat kontrasepsi yang sudah dikenal oleh masyarakat
belum tercapai satu metode kontrasepsi yang benar-benar 100% ideal. Kotrasepsi
ideal itu harus memenuhi syarat-syarat yaitu dapat dipercaya, tidak menimbulkan
efek yang mengganggu kesehatan, daya kerjanya dapat diatur menurut kebutuhan,
tidak menimbulkan gangguan sewaktu melakukan koitus, tidak memerlukan
motivasi terus-menerus, mudah pelaksanaannya, murah harganya sehingga dapat
dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, dapat diterima penggunaannya oleh
pasangan yang bersangkutan (Prawirohardjo, 2008).
Pelayanan kontrasepsi adalah salah satu jenis pelayanan KB yang tersedia
selain komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE); konseling; pelayanan infertilitas;
pendidikan sex; kosultasi pra perkawinan dan perkawinan; konsultasi genetik; tes
12 keganasan; serta adopsi. Penggunaan KB saat ini (cara modern maupun cara
tradisional), dimana untuk angka nasional meningkat dari 55,8% (2010) menjadi
59,7% (2013), dengan variasi antar provinsi mulai dari yang terendah di Papua
menggunakan KB saat ini, 59,3% menggunakan cara modern: 51,9% penggunaan
KB hormonal, dan 7,5% non-hormonal. Menurut metodenya 10,2% penggunaan
kontrasepsi jangka panjang (MKJP), dan 49,1% non-MKJP (RISKESDAS 2013).
Peserta KB baru secara nasional sampai dengan bulan Agustus 2013
sebanyak 5.547.543 peserta. Apabila dilihat per mix kontrasepsi maka
persentasenya adalah sebagai berikut : 348.134 peserta IUD (7,85%), 85.137
peserta MOW (1,53%), 475.463 peserta Implant (8,57%), 2.748.777 peserta
Suntikan (49,55%), 1.458.464 peserta Pil (26,29%), 9.375 peserta MOP (0,25%)
dan 330.303 peserta Kondom (5,95 %) (BKKBN, 2013).
Meskipun program KB dinyatakan cukup berhasil di Indonesia, namun
dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan-hambatan
yang dirasakan antara lain adalah masih banyak Pasangan Usia Subur yang masih
belum menjadi peserta KB. Dari hasil penelitian yang diketahui banyak alasan
dikemukakan oleh wanita yang tidak menggunakan kontrasepsi, antara lain karena
mereka menginginkan anak. Alasan yang cukup menonjol adalah karena masalah
kesehatan yang ditimbulkan dari efek samping ber-KB, karena masalah agama
dan sosial budaya, juga karena alasan yang berkaitan dengan kondisi sosial
ekonomi yaitu biaya yang mahal (BKKBN, 2010).
Perkembangan teknologi kontrasepsi berlangsung begitu cepat namun
tidak diimbangi dengan peran serta pria untuk berpartisipasi dalam menggunakan
kontrasepsi. Dalam program jangka panjang KB untuk mencapai Keluarga
Berkualitas 2015, pemerintah berupaya untuk meningkatkan kesetaraan pria
suami menjadi salah satu faktor dalam menyukseskan program kesehatan
reproduksi. Penggunaan alat kontrasepsi terlebih bagi pasutri (pasangan suami
istri) adalah tanggung jawab bersama antara pria dan wanita, sehingga metode
yang dipilih mencerminkan kebutuhan serta keinginan suami istri tanpa
mengesampingkan hak reproduksi masing-masing (Mikkelsen, 1999).
Permasalah utama dalam penyelenggaraan program KB terjadi pada
partisipasi masyarakat khususnya partisipasi dari pria. Partisipasi pria diperlukan
dalam penerapan program KB khususnya dalam penggunaan alat kontrasepsi, hal
ini dikarenakan pria sebagai anggota dalam keluarga juga merupakan actor KB.
Dengan kata lain orang yang ikut berperan dalam KB, sehingga keberhasilan
program KB tidak hanya ditentukan oleh wanita tetapi juga oleh pria sebagai
anggota dalam sebuah keluarga yang berkewajiban untuk mewujudkan keluarga
kecil sejahterah, rendahnya partisipasi pria dalam ber-KB ini disebabkan oleh
alasan-alasan tertentu, Oleh karena itu penelitian ini menitikberatkan pada
mendeskripsikan mengapa partisipasi pria dalam ber-KB rendah dengan kata lain
faktor yang mempengaruhi rendahnya partisipasi pria dalam implementasi
program KB (Kartika, 2010).
Hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukan
kenaikan angka partisipasi pria dalam mengikuti program KB hanya naik 0,2%
per tahunnya. Dilihat dari angka pencapaian peningkatan partisipasi pria pada
tahun 1991 sebesar 0,8% (SDKI 1991). Pada tahun 2003 sebesar 1,3 % (SDKI
2002-2003), sedangkan pada tahun 2007 sebesar 1,5 % (SDKI 2007). Sedangkan
tahun 2010 sebesar 3,6%, tahun 2011 sebesar 4%, tahun 2012 sebesar 4,3 %,
tahun 2013 sebesar 4,6%, dan 2014 sebesar 5%).
Berdasarkan data dari BKKBN tahun 2014, peserta KB baru pria di
Indonesia adalah sebesar 5,51%, sedangkan di Sumatera Utara sebesar 17,96%.
Jika dibandingkan dengan pencapaian angka partisipasi pria ber-KB di Negara –
Negara berkembang seperti di Pakistan sebanyak 5,2%; Bangladesh sebanyak
13,9%, Nepal sebanyak 24%, Malaysia sebanyak 16,8% dan jepang sebanyak
80% maka Indonesia masih menjadi Negara yang paling rendah tingkat partisipasi
prianya dalam ber-KB (BAPPENAS, 2013).
BKKBN menyatakan bahwa yang menyebabkan rendahnya partisipasi
suami dalam ber-KB adalah karena rendahnya pengetahuan dan pemahaman para
pria tentang kesehatan reproduksi, sikap dan perilaku suami, keterbatasan alat
kontrasepsi pria, faktor sosial budaya masyarakat dan adanya rumor tentang
vasektomi serta penggunaan kondom untuk hal bersifat negative. Masyarakat
masih menganggap bahwa pengguna kontrasepsi adalah urusan perempuan, masih
rendahnya partisipasi atau kepedulian suami dalam pelaksanaan program keluarga
berencana baik praktiknya, mendukung istri dalam penggunaan kontrasepsi, serta
sebagai motivator atau promotor dan merencanakan jumlah anak (BKKBN, 2005).
Kebanyakan masyarakat di Indonesia cenderung masih sangat
mempercayai mitos-mitos terdahulu. Misalnya, banyak anak akan banyak rezeki.
Banyak anak akan banyak kegembiraan di hari tua (jika semua anaknya bisa
bergantian membahagiakannya). Bagi masyarakat kita, yang cenderung dinamis
jumlah anak sering dianggap bukan masalah yang memberatkan. Dalam hal ini,
target program KB dengan semboyan "dua anak lebih baik" sering dianggap
sebagai usang yang mungkin cuma cocok bagi masyarakat statis yang hidup
dalam garis kemiskinan (BKKBN, 2010).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mastiur tahun 2014 menunjukan
bahwa kesediaan suami sebagai akseptor KB jenis MOP di kecamatan Sitinjo
dipengaruhi oleh nilai budaya yang ada di dalam masyarakat, minimnya dukungan
istri, dukungan keluarga dan dukungan teman, sarana dan prasarana yang belum
memadai, jumlah anak yang sudah dimiliki oleh setiap pasangan serta sikap suami
sebagai akseptor KB. Sedangkan faktor umur, pendapatan, pengetahuan dan
tingkat pendidikan tidak memengaruhi suami untuk menjadi akseptor KB Medis
Operasi Pria (MOP).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sari tahun 2010 di Rumah
Sakit Umum Sundari Medan menunjukan bahwa mayoritas peran suami menurut
istri dalam pemakaian alat kontrasepsi sebagai motivator baik (75.5%), sebagai
fasilitator baik (67.3%), dan sebagai edukator baik (63.6%), program keluarga
berencana tidak hanya menuntut peran kaum perempuan tapi juga
mengikutsertakan kaum pria sebagai akseptor.
Desa Dolat Rayat merupakan salah satu desa yang termasuk wilayah kerja
Puskesmas Dolat Rayat yang memiliki pasutri sebanyak 359 orang. Desa Dolat
Rayat memiliki akseptor KB aktif dengan jumlah akseptor 187 orang (52%). Alat
kontrasepsi yang digunakan adalah: Pil 63 (33,7%), suntik 57 (30,3%), implant 29
Dari hasil survey pendahuluan diketahui bahwa hampir semua pengunaan
alat kontrasepsi dilakukan oleh perempuan. Di masyarakat masih ada wacana
bahwa masalah KB adalah masalah wanita, sehingga perlu adanya pemantauan
lebih lanjut untuk dapat mengetahui tingkat partisipasi suami dalam program
keluarga berencana khususnya dalam penggunaan alat kontrasepsi. Selain masalah
partisipasi suami, puskesmas Dolat rayat belum menjadikan layanan KB sebagai
prioritas. Puskesmas masih berfokus pada pengobatan masyarakat saja, sehingga
puskesmas tidak memiliki strategi khusus untuk pelayanan KB dan berpengaruh
terhadap partisipasi dalam ber-KB khususnya pada pria.
Dengan meningkatnya partisipasi pria diharapkan akan menumbuhkan
kesadaran baru bahwa pelaksana program KB bukan hanya wanita tetapi pria juga
memiliki tanggung jawab yang sama untuk menjaga jumlah kelahiran tidak
melebihi yang sudah dianjurkan oleh pemerintah. Selain itu diharapkan juga akan
meningkatkan kesadaran pria akan pentingnya menggunakan alat kontrasepsi
sebagai alat untuk mengontrol jumlah kelahiran sekaligus atau minimal untuk
menjaga agar pasangan mereka tidak hamil dalam waktu yang berdekatan dan
melahirkan anak lebih dari dua karena jika hal ini dilakukan selain mengontrol
jumlah kelahiran juga akan mengurangi angka kelahiran bayi mati dan ibu mati
saat melahirkan.
Dengan menimbang hal-hal di atas dapat diketahui bahwa determinan
partisipasi suami dalam program Keluarga Berencana yang tidak hanya
dipengaruhi oleh satu faktor saja, tetapi juga oleh faktor-faktor lain seperti umur
dan budaya(kepercayaan). Maka dari itu, penulis mengadakan pengkajian
terhadap determinan tersebut.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas permasalahan yang hendak dikaji
adalah bagaimana determinan tingkat partisipasi suami di Desa Dolat Rayat
Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo tahun 2015 dalam program Keluarga
Berencana.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui determinan
partisipasi suami dalam program keluarga berencana di Desa Dolat Rayat
Kecamatan Dolat Rayat kabupaten Karo Tahun 2015.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan partisipasi
suami dalam program Keluarga Berencana.
2. Untuk mengetahui hubungan sikap dengan partisipasi suami dalam
program Keluarga Berencana.
3. Untuk mengetahui hubungan pendidikan dengan partisipasi suami dalam
program Keluarga Berencana.
4. Untuk mengetahui hubungan umur istri dengan partisipasi suami dalam
program Keluarga Berencana.
5. Untuk mengetahui hubungan jumlah anak dengan partisipasi suami dalam
6. Untuk mengetahui hubungan budaya (kepercayaan) dengan partisipasi
suami dalam program Keluarga Berencana.
7. Untuk mengetahui hubungan aksesibilitas pelayanan KB dengan
partisipasi suami dalam program Keluarga Berencana.
8. Untuk mengetahui hubungan tingkat pendapatan dengan partisipasi suami
dalam program Keluarga Berencana.
9. Untuk mengetahui hubungan dukungan istri dengan partisipasi suami
dalam program Keluarga Berencana.
10.Untuk mengetahui hubungan dukungan sosial dengan partisipasi suami
dalam program Keluarga Berencana.
1.4. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat antara lain :
1. Menambah pengalaman bagi peneliti sehingga peneliti dapat
mengaplikasikan ilmu yang telah didapat.
2. Menjadi bahan masukan dan informasi bagi pelaksana pelayanan Keluarga
Berencana dalam merencanakan program peningkatan cakupan program
Keluarga Berencana pada suami
3. Diharapkan dapat memberi informasi yang jelas dan lengkap tentang
program Keluarga Berencana kepada suami yang ada di desa Dolat Rayat,
Kecamatan Dolat Rayat, Kabupaten Karo, sehingga dapat meningkatkan
partisipasi suami dalam program Keluarga Berencana di wilayah tersebut.
4. Memberi informasi dan menjadi bahan referensi bagi penelitian
Perilaku dari pandangan biologis merupakan suatu kegiatan atau aktivitas
organisme yang bersangkutan. Jadi, perilaku manusia pada hakikatnya adalah
suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku manusia itu
mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup: berjalan, berbicara, bereaksi,
berpakaian dan lain sebagainya. Bahkan kegiatan internal (internal activity)
seperti berpikir, persepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia. Untuk
kepentingan kerangka analisis dapat dikatakan bahwa perilaku adalah apa yang
dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung atau
secara tidak langsung (Notoatmodjo, 2007).
Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2007), seorang ahli psikologi
merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap
stimulus (rangsangan dari luar). Secara garis besar perilaku manusia dipengaruhi
oleh dua faktor utama, yaitu:
1. Faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan yang
bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat pengetahuan, sikap, jenis kelamin,
perhatian, persepsi, tingkat emosional, motivasi, dan sebagainya.
2. Faktor eksternal, yakni berupa faktor lingkungan baik lingkungan fisik,
Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2007), membagi perilaku
dalam 3 domain perilaku, yaitu kognitif (cognitive), afektive (affective), dan
psikomotor (psychomotor).
2.1.1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo, 2007). Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan yang dicakup
dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni:
1. Tahu (know)
2. Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya.
3. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar.
4. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
5. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur
organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
6. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menhubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
7. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
2.1.2. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Newcomb dalam Notoatmodjo (2007), sikap itu merupakan
kesiapan atau ketersediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan
motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, tetapi
merupakan predisposisi tindakan atau perilaku.
Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa sikap itu
mempunyai 3 komponen pokok, yakni:
b. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh
(total attitude). Menurut Notoatmodjo (2007), sikap juga memiliki beberapa
tingkatan seperti yang dimiliki oleh pengetahuan, yaitu :
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek).
b. Merespons (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan
tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha
untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas
pekerjaan itu benar atau salah, berarti orang menerima ide tersebut.
c. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang
lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
2.1.3. Tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt
behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbedaan nyata diperlukan
faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah
fasilitas. Disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support)
dari pihak lain (Notoatmodjo, 2007). Notoatmodjo (2007) membagi tingkatan
tindakan atau praktik menjadi 4, yaitu :
a. Persepsi (perception)
Mengenal atau memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang
akan diambil merupakan praktik tingkat pertama.
b. Respon terpimpin (guided response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan
contoh adalah indikator praktik tingkat dua
c. Mekanisme (mechanism)
Apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis,
atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktik
tingkat tiga.
Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang
dengan baik. Artinya, tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa
mengurangi kebenaran tinndakannya tersebut.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan
wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari,
atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung
yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo,
2007).
2.2. Program Keluarga Berencana
Program Keluarga Berencana (KB) dirumuskan sebagai upaya
peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui batas usia
perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan
kesejahteraan keluarga, untuk mewujudkan norma keluarga kecil bahagia dan
sejahtera (Sudayasa, 2010).
Keluarga berencana (KB) adalah gerakan untuk membentuk keluarga yang
sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran. Itu bermakna adalah
perencanaan jumlah keluarga dengan pembatasan yang bisa dilakukan dengan
penggunaan alat-alat kontrasepsi seperti kondom, spiral, IUD, dan sebagainya
(Wikipedia, 2014).
Menurut Sudayasa (2010), dengan mengikuti program KB sesuai anjuran
pemerintah, para akseptor akan mendapatkan tiga manfaat utama optimal, baik
untuk ibu, anak dan keluarga, antara lain:
1) Mencegah kehamilan yang tidak diinginkan
2) Mencegah setidaknya 1 dari 4 kematian ibu
3) Menjaga kesehatan ibu
4) Merencanakan kehamilan lebih terprogram
b) Manfaat untuk anak
1) Mengurangi resiko kematian bayi
2) Meningkatkan kesehatan bayi
3) Mencegah bayi kekurangan gizi
4) Tumbuh kembang bayi lebih terjamin
5) Kebutuhan ASI eksklusif selama 6 bulan relatif lebih dapat terpenuhi
6) Mendapatkan kualitas kasih sayang yang lebih maksimal
c) Manfaat untuk keluarga
1) Meningkatkan kesejahteraan keluarga
2) Harmonisasi keluarga lebih terjaga
2.3. Metode Kontrasepsi
Kontrasepsi yang baik harus memiliki syarat-syarat antara lain aman,
dapat diandalkan, sederhana (sebisa mungkin tidak perlu dikerjakan oleh dokter),
murah, dapat diterima oleh orang banyak, dan dapat dipakai dalam jangka
panjang. Sampai saat ini belum ada metode atau alat kontrasepsi yang benar-benar
100 % ideal.
Jenis-jenis kontrasepsi yang tersedia antara lain:
A. Metode sederhana
1. Pantang berkala
1. Spermisid antara lain : vaginal cresm, vaginal foam, vaginal jelly, vaginal suppositoria, vaginal tablet, dan vaginal soluble film.
B. Metode modern
a. Kontrasepsi hormonal
1. Pil KB
2. AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) / IUD (Intra Uterine Devices)
3. Suntikan KB 4. Susuk KB b. Kontrasepsi mantap
1. Medis Operatif Pria (MOP) 2. Medis Operatif Wanita (MOW)
Berdasarkan lama efektivitasnya, kontrasepsi dapat dibagi menjadi :
A. MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka Panjang), yang termasuk dalam kategori
ini adalah jenis susuk/implant, IUD, MOP, dan MOW.
B. Non MKJP (Non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang), yang termasuk dalam
kategori ini adalah kondom, pil, suntik, dan metode-metode lain selain metode
yang termasuk dalam MKJP.
Berikut pembahasan singkat mengenai jenis-jenis kontrasepsi tersebut.
1. Pil KB
Pil KB biasanya megandung Estrogen dan Progesteron. Cara kerja pil KB
adalah dengan cara menggantikan produksi normal Estrogen dan Progesteron dan
menekan hormon yang dihasilkan ovarium dan releasing factor yang dihasilkan
otak sehingga ovulasi dapat dicegah. Efektivitas metode ini secara teoritis
mencapai 99 % atau 0,1 – 5 kehamilan per 100 wanita pada pemakaian di tahun
pertama bila digunakan dengan tepat. Tetapi dalam praktek ternyata angka
kegagalan pil masih cukup tinggi yaitu mencapai 0,7 – 7 %. Keuntungan dan
kerugian pemakaian pil KB antara lain :
Keuntungan pil KB :
a. Efektivitasnya tinggi bila diminum secara rutin
b. Nyaman, mudah digunakan, dan tidak mengganggu senggama
c. Reversibilitas tinggi
d. Efek samping sedikit
e. Mudah didapatkan, tidak selalu perlu resep dokter karena pil KB dapat
diberikan oleh petugas non medis yang terlatih
f. Dapat menurunkan resiko penyakit-penyalit lain seperti kanker ovarium,
kehamilan ektokpik, dan lain-lain
g. Relatif murah
Kerugian pil KB :
a. Efektivitas tergantung motivasi akseptor untuk meminum secara rutin
tiap hari
c. Efektivitas dapat berkurang bila diminum bersama obat tertentu
d. Kemungkinan untuk gagal sangat besar karena lupa
e. Tidak dapat melindungi dari resiko tertularnya Penyakit Menular
Seksual
2. Kontrasepsi suntik
Kontrasepsi suntik yang biasa tersedia adalah Depo-provera yang hanya
mengandung Progestin dan diberikan tiap 3 bulan. Cara kerja kontrasepsi suntik
yaitu dengan mencegah ovulasi, mengentalkan lerndir serviks, dan menghambat
perkembangan siklis endometrium. Efektivitas dari kontrasepsi suntik sangat
tinggi mencapai 0,3 kehamilan per 100 wanita selama tahun pertama penggunaan.
Angka kegagalan metode ini <1 kehamilan per 100 wanita per tahun. Keuntungan
dan kerugian metode ini adalah :
Keuntungan kontrasepsi suntik :
a. Sangat efektif
b. Memberikan perlindungan jangka panjang selama 3 bulan
c. Bila digunakan bersama pil KB dapat mengurangi resiko yang
ditimbulkan karena lupa meminum pil KB
d. Tidak mengganggu senggama
e. Bisa diberikan oleh petugas non medis yang terlatih
f. Mengurangi efek samping yang ditimbulkan oleh Estrogen karena
metode ini tidak mengandung Estrogen
g. Relatif murah
a. Berat badan naik
b. Siklus menstruasi kadang terganggu
c. Pemulihan kesuburan kadang-kadang terlambat
3. Susuk / implant
Kontrasepsi susuk yang sering digunakan adalah Norplant. Susuk adalah
kontrasepsi sub dermal yang mengandung Levonorgestrel (LNG) sebagai bahan
aktifnya. Mekanisme kerja Norplant yang pasti belum dapat dipastikan tetapi
mungkin sama seperti metode lain yang hanya mengandung Progestin. Norplant
memiliki efek mencegah ovulasi, mengentalkan lender serviks, dan menghambat
perkembangan siklis endometrium. Efektivitas Norplant sangat tinggi mencapai
0,05 – 1 kehamilan per 100 wanita dalam tahun pertama pemakaian. Angka
kegagalan Norplant <1 kehamilan per 100 wanita per tahun dalam 5 tahun
pertama pemakaian. Angka kegagalan ini lebih rendah bila dibandingkan dengan
metode Barrier, pil KB, dan IUD. Keuntungan dan kerugian Norplant antara lain :
Keuntungan susuk :
a. Norplant merupakan metode kontrasepsi yang sangat efektif
b. Tidak merepotkan dan tidak mengganggu senggama
c. Resiko untuk lupa lebih kecil dibandingkan pil KB dan suntikan karena
Norplant dipasang tiap 5 tahun
d. Mudah diangkat dan segera setelah diangkat kesuburan akseptor akan
kembali
f. Dapat mengurangi efek samping yang ditimbulkan oleh Estrogen karena
Norplant tidak mengandung Estrogen
g. Lebih efektif secara biaya karena walaupun harganya mahal tetapi masa
pemakaiannya mencapai 5 tahun.
Kerugian Norplant :
a. Efektivitas dapat berkurang bila digunakan bersama obat-obatan tertentu
b. Merubah siklus haid dan meningkatkan berat badan
c. Tergantung pada petugas
d. Tidak melindungi dari resiko tertularnya PMS
4. AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) atau IUD (Intra Uterine Devices)
AKDR adalah kontrasepsi yang terbuat dari plastik halus berbentuk spiral
atau berbentuk lain yang dipasang di dalam rahim dengan memakai alat khusus
oleh dokter atau paramedis lain yang terlatih. Mekanisme kerja AKDR belum
diketahui tetapi kemungkinan AKDR menyebabkan perubahan-perubahan seperti
munculnya sel-sel radang yang menghancurkan blastokis atu spermatozoa,
meningkatkan produksi prostaglandin sehingga implantasi terhambat, serta
bertambah cepatnya pergerakan ovum di tuba falopii. Efektivitas IUD mencapai
0,6 – 0,8 kehamilan per 100 wanita selama tahun pertama penggunaannya. Angka
kegagalan IUD 1 – 3 kehamilan per 100 wanita per tahun. Keuntungan dan
kerugian pemakaian AKDR antara lain :
Keuntungan AKDR :
b. Dapat memberikan perlindungan jangka panjang sampai dengan 10
tahun
c. Tidak mengganggu hubungan seksual
d. Efek samping akibat Estrogen dapat dikurangi karena AKDR hanya
mengandung Progestin
e. Tidak ada kemungkinan gagal karena kesalahan akseptor KB
f. Reversibel
g. Dapat disediakan oleh petugan non medis terlatih
h. Akseptor hanya kembali ke klinik bila muncul keluhan
i. Murah
Kerugian AKDR :
a. Perlunya pemeriksaan pelvis dan penapisan PMS sebelum pemasangan
b. Butuh pemeriksaan benang setelah periode menstruasi jika terjadi kram,
bercak, atau nyeri.
c. Akseptor tidak dapat berhenti menggunakan kapanpun ia mau
5. Metode Operatif Wanita (MOW)
MOW adalah tindakan operasi minor untuk mengikat atau memotong
kedua tuba falopi sehingga ovum dari ovarium tidak akan mencapai uterus dan
tidak akan bertemu dengan spermatozoa. Efektivitas MOW sekitar 0,5 kehamilan
per 100 wanita selama tahun pertama pemakaian, sedikit lebih rendah
dibandingkan MOP. Keuntungan dan kerugian MOW antara lain :
Keuntungan MOW :
b. Segera efektif
c. Permanen
d. Tidak mengganggu senggama
e. Baik untuk klien yang bila mengalami kehamilan akan membahyakan
jiwanya
f. Pembedahan sederhana dan hanya perlu anestesi lokal
g. Tidak ada efek samping jangka panjang
h. Tidak ada gangguan seksual
Kerugian MOW :
a. Permanen
b. Nyeri setelah prosedur serta komplikasi lain akibat pembedahan dan
anestesi
c. Hanya dapat dilakukan oleh dokter yang terlatih
d. Tidak memberi perlindungan terhadap PMS
e. Meningkatkan resiko kehamilan ektokpik
2.4. Metode Kontrasepsi Pria
1. Kondom pria
Kondom adalah selubung tipis dari karet, vinil, atau produk alamiah dapat
berwarna maupun tidak berwarna, biasanya ditambahkan spermisida untuk
perlindungan tambahan, serta digunakan untuk menutupi penis sesaat sebelum
berhubungan.
Mekanisme kerja kondom adalah dengan cara menghalangi masuknya
tidak terlalu tinggi, hanya sekitar 3-4 kehamilan per 100 wanita selama tahun
pertama. Pemakaian kondom memiliki keuntungan dan kerugian seperti :
Keuntungan kondom :
a. Mencegah kehamilan
b. Memberi perlindungan terhadap Penyakit Menular Seksual (PMS)
c. Dapat diandalkan
d. Sederhana, ringan, disposable, dan mudah digunakan
e. Tidak memerlukan pemeriksaan medis, supervisi, atau follow-up
f. Reversibel
g. Pria ikut aktif dalam kegiatan KB
h. Efektif segera setelah dipasang
i. Tidak mempengaruhi kegiatan laktasi
j. Dapat digunakan sebagai pendukung metode kontrasepsi lain
k. Tidak mengganggu kesehatan
l. Tidak ada efek samping sistemik
m. Mudah didapatkan dan tidak perlu resep dokter
n. Murah karena digunakan dalam jangka pendek
Kerugian kondom :
a. Efektivitas dipengaruhi kesediaan akseptor mematuhi instruksi yang
diberikan dan motivasi akseptor
b. Efektivitas tidak terlalu tinggi
c. Perlu menghentikan aktivitas dan spontanitas hubungan seks guna
d. Dapat mengurangi sensitifitas penis sehingga ereksi sukar dipertahankan
2. Metode Operatif Pria (MOP)
MOP merupakan suatu metode kontrasepsi operatif minor yang aman,
sederhana, dan sangat efektif, memakan waktu operasi relatif singkat dan tidak
memerlukan anestesi umum. MOP dilakukan dengan cara memotong vas deferens
sehingga sperma tidak dapat mencapai air mani dan air mani yang dikeluarkan
tidak mengandung sperma. Efektivitas sangat tinggi mencapai 0,1 – 0,15
kehamilan per 100 wanita selama tahun pertama pemakaian. Angka kegagalan <1
kehamilan per 100 wanita. Keuntungan dan kerugian MOP antara lain :
Keuntungan MOP :
a. Sangat efektif
b. Tidak mengganggu senggama
c. Tidak ada perubahan fungsi seksual
d. Baik untuk klien yang bila mengalami kehamilan akan membahyakan
jiwanya
e. Murah
Kerugian MOP :
a. Permanen, kesuburan tidak dapat kembali normal
b. Efek tertunda sampai 3 bulan atau 20 kali ejakulasi
c. Nyeri setelah prosedur serta komplikasi lain akibat pembedahan dan
anestesi
d. Hanya dapat dilakukan oleh dokter yang terlatih
2.5. Partisipasi Suami dalam Program Keluarga Berencana
Keterlibatan suami didefinisikan sebagai partisipasi dalam proses
pengambilan keputusan KB, pengetahuan suami tentang KB dan penggunaan
kontrasepsi pria. Keterlibatan suami dalam KB diwujudkan melalui perannya
berupa dukungan terhadap KB dan penggunaan alat kontrasepsi serta
merencanakan jumlah keluarga. Untuk merealisasikan tujuan terciptanya Norma
Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera.
Bentuk partisipasi pria dalam keluarga berencana dibagi menjadi dua,
yaitu secara langsung mamupun tidak langsung.
a. Secara Langsung
Partisipasi pria secara langsung adalah sebagai peserta pria dengan
menggunakan salah satu cara atau metode kontrasepsi, seperti dengan
menggunakan alat kontrasepsi kondom, vasektomi, metode senggama terputus,
dan metode pantang berkala / sitem kalender.
b. Tidak Langsung
Partisipasi pria secara tidak langsung adalah dengan mendukung setiap
kegiatan KB dan juga sebagai motivator sesuai dengan pengetahuan tentang KB
yang dimilikinya.
Mendukung dalam ber-KB
Apabila disepakati istri yang akan ber-KB peran suami adalah mendukung
dan memberikan kebebasan kepada istri untuk menggunakan kontrasepsi atau
1. Memilih kontrasepsi yang cocok yaitu kontrasepsi yang sesuai dengan
keinginan dan kondisi istrinya,
2. Membantu istrinya dalam menggunakan kontrasepsi secara benar, seperti
mengingatkan saat minum pil KB, dan mengingatkan istri untuk control,
3. Membantu mencari pertolongan bila terjadi efek samping maupun
komplikasi dari pemakaian alat kontrasepsi,
4. Mengantarkan istri ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk kontrol atau
rujukan,
5. Mencari alternatif lain bila kontrasepsi yang digunakan tidak cocok,
6. Membantu menghitung waktu subur, apabila menggunakan metode
pantang berkala,
7. Menggantikan pemakaian kontrasepsi bila keadaan kesehatan istri tidak
memungkinkan.
Sebagai motivator
Selain sebagai peserta KB, suami juga dapat berperan sebagai motivator,
yang dapat berperan aktif memberikan motivasi kepada anggota keluarga atau
saudaranya yang sudah berkeluarga dan masyarakat disekitarnya untuk menjadi
peserta KB, dengan menggunakan salah satu kontrasepsi. Untuk memotivasi
orang lain, maka seyogyanya dia sendiri harus sudah menjadi peserta KB, karena
keteladanan sangat dibutuhkan untuk menjadi seorang motivator yang baik.
Suami adalah pemimpin dan pelindung bagi istrinya, maka kewajiban
kepada kebenaran, kemudian membarinya nafkah lahir batin, mempergauli serta
menyantuni dengan baik (Harymawan, 2007).
4. Peran suami dalam keluarga berencana
Menurut BKKBN (2007) peran atau partisipasi suami dalam Keluarga
Berencana (KB) antara lain menyangkut :
a) Pemakaian alat kontrasepsi
b) Tempat mendapatkan pelayanan
c) Lama pemakaian
d) Efek samping dari penggunaan kontrasepsi
e) Siapa yang harus menggunakan kontrasepsi
Partisipasi pria dalam kesehatan reproduksi adalah tanggung jawab pria
dalam kesehatan pria terutama dalam pemeliharaan kesehatan dan kelangsungan
hidup ibu dan anak, serta berprilaku seksual yang sehat dan aman bagi dirinya,
istri dan keluarganya.
Menurut BKKBN (2007), bentuk dukungan suami terhadap istri dalam
menggunakan alat kontrasepsi meliputi:
a) Memilih kontrasepsi yang cocok, yaitu kontrasepsi yang sesuai dengan
keinginan dan kondisi istrinya.
b) Membantu istrinya dalam menggunakan kontrasepsi secara benar
seperti mengingatkan saat minum pil KB dan mengingatkan istri untuk kontrol.
Membantu mencari pertolongan bila terjadi efek samping maupun komplikasi dari
c) Mengantar istri ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk kontrol atau
rujukan.
d) Mencari alternatif lain bila kontrasepsi yang digunakan saat ini terbukti
tidak memuaskan.
e) Membantu menghitung waktu subur, apabila menggunakan metode
pantang berkala.
f) Menggunakan kontrasepsi bila keadaan kesehatan istri tidak
memungkinkan.
2.6. Determinan Partisipasi Suami dalam Program Keluarga Berencana 2.6.1 Pengetahuan
Pengetahuan seseorang biasanya dipengaruhi dari pengalaman yang
berasal dari berbagai macam sumber, misalnya media massa, media elektronik,
buku petunjuk, petugas kesehatan, media poster, kerabat dekat dan sebagainya.
Pengetahuan ini dapat membentuk keyakinan tertentu sehingga seseorang
berperilaku sesuai keyakinan tersebut. Notoatmojo (1993) mengatakan bahwa
pengetahuan merupakan resultan akibat proses pengindraan terhadap suatu obyek.
Pengindraan tersebut sebagian besar berasal dari penglihatan dan pendengaran.
Pengukuran atau penilaian pengetahuan pada umumnya dilakukan melalui tes atau
wawancara dengan alat bantu kuesioner berisi materi yang diukur dari responden
(Notoatmojo, Soekijo, 1990).
2.6.2. Sikap
Sikap adalah reaksi yang masih tertutup, tidak dapat dilihat secara
(Notoatmojo, 1993). Pengertian lain sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi
terhadap suatu obyek dengan cara tertentu serta merupakan respon evaluatif
terhadap pengalaman kognitif, reaksi afeksi, kehendak dan perilaku masa lalu.
Sikap akan mempengaruhi proses berpikir, respon afeksi, kehendak dan perilaku
berikutnya. Jadi sikap merupakan respon evaluatif didasarkan proses evaluasi diri,
yang disimpulkan berupa penilaian positif atau negatif yang kemudian
mengkristal sebagai potensi reaktif terhadap objek .
Mar’at (1982) mengatakan manusia tidak dilahirkan dengan pandangan
ataupun perasaan tertentu, tetapi sikap tadi dibentuk sepanjang perkembangannya.
Adanya sikap akan menyebabkan manusia bertindak secara khas terhadap
objek-objeknya. Dengan kata lain sikap merupakan produk dari proses sosialisasi,
seseorang memberikan reaksi sesuai dengan rangsangan yang ditemuinya. Sikap
dapat diartikan suatu kontrak untuk memungkinkan terlihatnya suatu aktifitas.
Menurut Katono (1990) sikap seseorang adalah predisposisi untuk
memberikan tanggapan terhadap rangsangan lingkungan yang dapat memulai atau
membimbing tingkah laku orang tersebut. Secara definitif sikap berarti suatu
keadaan jiwa (mental) dan keadaan pikir yang dipersiapkan untuk memberikan
tanggapan terhadap suatu objek yang diorganisir melalui pengalaman serta
mempengaruhi secara langsung atau tidak langsung pada perilaku.
2.6.3. Tingkat Pendapatan
Tingkat pendapatan adalah ukuran kelayakan seseorang dalam
memperoleh penghargaan dari hasil kerjanya yang digunakan untuk memenuhi
bahwa derajat kesehatannya akan semakin baik, karena akses untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan akan semakin mudah. Tingkat penghasilan akan
mempengaruhi pemilihan jenis kontrasepsi.
Hal ini disebabkan karena untuk mendapatkan pelayanan kontrasepsi yang
diperlukan akseptor harus menyediakan dana yang diperlukan. Seseorang pasti
akan memilih kontrasepsi yang sesuai dengan kemampuan mereka mendapatkan
kontrasepsi tersebut. Sejak tahun 2008, pemerintah telah memantapkan
penjaminan kesehatan bagi masyarakat miskin dengan menyediakan alat
kontrasepsi gratis seperti suntik, susuk KB, kondom atau IUD termasuk
memberikan layanan gratis untuk akseptor yang ingin ber-KB secara permanen
lewat operasi medis operatif. Kontrasepsi gratis yang disediakan diharapkan
dimanfaatkan secara maksimal oleh pasangan usia subur (PUS) terutama dari
kelompok keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera I guna mengatur
kelahirannya secara lebih baik. Dengan diberlakukannya program tersebut, ada
peningkatan terhadap partisipasi pria dalam ber-KB walaupun hanya sedikit demi
sedikit.
Sampai saat ini masih diberlakukan kondom yang dijual murah bagi
masyarakat miskin khususnya di puskesmas dan ada pula fasilitas gratis bagi pria
yang bersedia melakukan vasektomi.Tingkat penghasilan masing-masing daerah
sangat bervariasi sejak diberlakukannya otonomi daerah. Indikator untuk
menentukan tingkat pendapatan seseorang adalah dipandang dari besarnya UMK
2.6.4. Umur Istri
Umur dalam hubungannya dengan pemakaian KB berperan sebagai faktor
intrinsik. Umur berhubungan dengan struktur organ, fungsi faaliah, komposisi
biokimiawi termasuk sistem hormonal seorang wanita. Perbedaan fungsi faaliah,
komposisi biokimiawi, dan sistem hormonal pada suatu periode umur
menyebabkan perbedaan pada kontrasepsi yang dibutuhkan.
Masa reproduksi (kesuburan) seorang wanita dibagi menjadi 3, yaitu:
a. Masa menunda kehamilan (kesuburan)
b. Masa mengatur kesuburan (menjarangkan)
c. Masa mengakhiri kesuburan (tidak hamil lagi).
Masa reproduksi (kesuburan) ini merupakan dasar pola penggunaan
kontrasepsi secara rasional.
A. Masa Menunda Kehamilan
Sebaiknya istri menunda kehamilan pertama sampai umur 20 tahun.
Ciri-ciri kontrasepsi yang sesuai:
a. Kembalinya kesuburan yang tinggi artinya kembalinya kesuburan
dijamin 100 %. Ini penting karena akseptor belum mempunyai anak.
b. Efektifitas yang tinggi. Hal ini penting karena kegagalan akan
menyebabkan tujuan KB tidak tercapai.
Prioritas kontrasepsi yang sesuai:
1. Pil
2. AKDR
B. Masa Mengatur Kesuburan
Umur melahirkan terbaik bagi istri adalah umur 20 - 30 tahun.
Ciri-ciri kontrasepsi yang sesuai:
a. Kembalinya kesuburan (reversibilitas) cukup.
b. Efektifitas cukup tinggi.
c. Dapat dipakai 2 - 4 tahun, sesuai dengan jarak kehamilan yang aman
untuk ibu dan anak.
d. Tidak menghambat produksi ASI (air susu ibu) . Ini penting karena ASI
adalah makanan terbaik bagi bayi sampai umur 2 tahun. Penggunaan ASI
mempengaruhi angka kesakitan bayi/anak.
Prioritas kontrasepsi yang sesuai:
1. AKDR
2. Suntikan
3. Mini pil
4. Pil
5. Cara sederhana
6. Norplant (AKBK)
7. Kontap ( jika umur sekitar 30 tahun)
C. Masa Mengakhiri Kesuburan
Pada umumnya setelah keluarga mempunyai 2 anak dan umur istri telah
melebihi 30 tahun, sebaiknya tidak hamil lagi.
a. Efektifitas sangat tinggi. Kegagalan menybabkan terjadi kehamilan
dengan resiko tinggi bagi ibu dan anak. Selain itu akseptor sudah tidak ingin
mempunyai anak lagi.
b. Dapat dipakai untuk jangka panjang.
c. Tidak menambah kelainan/penyakit yang sudah ada. Pada masa umur
tua kelainan seperti penyakit jantung, darah tinggi, dan metabolik meningkat.
Oleh karena itu, sebaiknya tidak memberikan obat/kontrasepsi yang menambah
kelainan/penyakit tersebut.
Prioritas kontrasepsi yang sesuai:
1. Kontap
2. AKDR
3. Norplant (AKBK)
4. Suntikan
5. Mini pil
6. Pil
7. Cara sederhana.
2.6.5. Jumlah Anak
Jumlah anak yang dimaksud di sini adalah jumlah anak yang masih hidup
yang dimiliki seorang wanita sampai saat wawancara dilakukan (BPS, 2009).
Setiap anak memiliki nilai, maksudnya setiap anak merupakan cerminan harapan
serta keinginan orang tua yang menjadi pedoman dari pola pikir, sikap maupun
pasangan suami istri akan memberi pertimbangan tentang apakah mereka ingin
memiliki anak dan jika ingin, berapa jumlah yang diinginkan.
Jumlah anak berkaitan erat dengan tingkat kesejahteraan keluarga. Pada
keluarga dengan tingkat kesejahteraan tinggi umumnya lebih mementingkan
kualitas anak daripada kuantitas anak. Sementara itu pada keluarga miskin, anak
dianggap memiliki nilai ekonomi. Umumnya keluarga miskin memiliki banyak
anak dengap harapan anak-anak tersebut dapat membantu orang tuanya bekerja.
Jumlah anak juga dapat dipengaruhi oleh faktor kebudayaan setempat yang
menganggap anak laki-laki lebih bernilai dari anak perempuan. Hal ini
mengkibatkan pasangan suami istri berusaha untuk menambah jumlah anak
mereka jika belum mendapatkan anak laki laki.
Jumlah anak berkaitan erat dengan program KB karena salah satu misi dari
program KB adalah terciptanya keluarga dengan jumlah anak yang ideal yakni
dua anak dalam satu keluarga, laki-laki maupun perempuan sama saja. Para
wanita umumnya lebih menyadari bahwa jenis kelamin anak tidak penting
sehingga bila jumlah anak sudah dianggap ideal maka para wanita cenderung
untuk mengikuti program KB. Dengan demikian, jenis kontrasepsi yang banyak
digunakan adalah jenis kontrasepsi untuk wanita.
2.6.6. Pendidikan
Faktor pendidikan seseorang sangat menentukan dalam pola pengambilan
keputusan dan penerimaan informasi dari pada seseorang yang berpendidikan
persepsi seseorang tentang pentingnya suatu hal, termasuk dalam perannya dalam
program KB.
Pada akseptor KB dengan tingkat pendidikan rendah, keikutsetaannya
dalam program KB hanya ditujukan untuk mengatur kelahiran. Sementara itu pada
akseptor KB dengan tingkat pendidikan tinggi, keikutsertaannya dalam program
KB selain untuk mengatur kelahiran juga untuk meningkatkan kesejahteraan
keluarga karena dengan cukup dua anak dalam satu keluarga dan laki-laki atau
perempuan sama saja, maka keluarga kecil bahagia dan sejahtera dapat tercapai
dengan mudah. Hal ini dikarenakan seseorang dengan tingkat pendidikan lebih
tinggi memiliki pandangan yang lebih luas tentang suatu hal dan lebih mudah
untuk menerima ide atau cara kehidupan baru. Dengan demikian, tingkat
pendidikan juga memiliki hubungan dengan pemilihan jenis kontrasepsi yang
akan digunakan.
2.6.7. Dukungan Istri
Pelaksanaan program KB di Indonesia harus memperhatikan hak-hak
reproduksi, pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender sesuai dengan
kesepakatan yang dibuat pada Konferensi Kependudukan dan Pembangunan di
Kairo tahun 1994. Sosialisasi mengenai hak-hak reproduksi dan kesetaraan gender
menjadi kegiatan yang selalu menjadi perhatian dalam pelaksanaan program,
demikian pula halnya dalam pelayanan keluarga berencana dan kesehatan
reproduksi.
Isu gender adalah suatu kondisi yang menunjukkan kesenjangan wanita
dilihat dari faktor akses, partisipasi, manfaat dan pengambilan keputusan
(kontrol). Dalam pelaksanaan program Keluarga Berencana selama ini, isu gender
yang sangat menyolok adalah :
1. Akses pria terhadap informasi dan pelayanan KB masih sangat terbatas
(hanya 39 % pria tahu tentang vasektomi dan lebih dari 88 % tahu tentang
berbagai metode KB bagi wanita, serta menganggap KB sebagai urusan wanita).
2. Peserta KB pria baru mencapai 1,3 % dari total 58,3 % peserta KB.
3. Sampai saat ini pria yang mengetahui manfaat KB bagi diri sendiri dan
keluarganya masih sangat sedikit.
4. Masih dominannya suami dalam pengambilan keputusan KB dan
kesehatan reproduksi.
Kesenjangan gender merupakan suatu kondisi ketidakseimbangan
hubungan antara pria dan wanita dalam pelaksanaan pelayanan KB dan kesehatan
reproduksi, sehingga salah satu pihak merasa dirugikan karena tidak dapat
berpartisipasi dan memperoleh menfaat dari pelayanan tersebut. Ada tidaknya
kesenjangan dalam KB dan kesehatan reproduksi dapat dilakukan melalui proses
analisis gender, antara lain dapat dilihat dari faktor akses (jangkauan), manfaat,
partisipasi (keikutsertaan) serta pengambilan keputusan (kontrol). Berdasarkan
uraian di atas, pria seolah terdiskriminasi dalam pelayanan KB dan kesehatan
reproduksi. Hal ini dapat dilihat dari :
Keikutsertaan pria dalam KB saat ini baru mencapai 1,3 % (SDKI 2002-2003)