• Tidak ada hasil yang ditemukan

Determinan Partisipasi Suami dalam Program Keluarga Berencana di Desa Dolat Rayat Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Determinan Partisipasi Suami dalam Program Keluarga Berencana di Desa Dolat Rayat Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo Tahun 2015"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

DETERMINAN PARTISIPASI SUAMI DALAM PROGRAM KELUARGA BERENCANA DI DESA DOLAT RAYAT KECAMATAN DOLAT RAYAT

KABUPATEN KARO TAHUN 2015

SKRIPSI

OLEH

VINA RAHAYU PURBA NIM. 081000141

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

DETERMINAN PARTISIPASI SUAMI DALAM PROGRAM KELUARGA BERENCANA DI DESA DOLAT RAYAT KECAMATAN DOLAT RAYAT

KABUPATEN KARO TAHUN 2015

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH

VINA RAHAYU PURBA NIM. 081000141

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi dengan Judul

DETERMINAN PARTISIPASI SUAMI DALAM PROGRAM KELUARGA BERENCANA DI DESA DOLAT RAYAT KECAMATAN DOLAT RAYAT

KABUPATEN KARO TAHUN 2015

Yang disiapkan dan dipertahankan oleh

(4)

penduduk adalah program Keluarga Berencana atau KB. Perkembangan teknologi kontrasepsi berlangsung begitu cepat namun tidak diimbangi dengan peran serta suami untuk berpartisipasi dalam menggunakan kontrasepsi. Untuk mencapai Keluarga Berkualitas 2015, pemerintah berupaya untuk meningkatkan kesetaraan suami dalam ber-KB sehingga terwujudnya peran serta suami dalam ber-KB.

Tujuan Penelitian ini Untuk mengetahui Determinan partisipasi suami dalam program keluarga berencana di desa Dolat rayat Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo Tahun 2015. Determinan partisipasi suami antara lain budaya, dukungan istri, dukungan sosial, aksesibilitas pelayanan KB, pendapatan, umur istri, pendidikan, pengetahuan dan sikap. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang bersifat analitik. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh PUS di desa Dolat Rayat dan sampel yang diambil sebanyak 78 suami dari PUS di desa Dolat Rayat. Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu Simple Random Sampling. Data diperoleh melalui wawancara dengan kuesioner dan dianalisis menggunakan uji Chi-Square.

Berdasarkan hasil penelitian yang didapat bahwa tidak ada hubungan ( p > 0,05) antara umur istri, jumlah anak, dukungan sosial dan tingkat pendapatan dengan partisipasi suami dalam program KB dan ada hubungan (p < 0,05) antara pengetahuan, sikap, pendidikan, budaya, aksesibilitas pelayanan dan dukungan istri dengan partisipasi suami dalam program KB.

Sebagai rekomendasi dalam penelitian ini maka diharapkan pemerintah setempat dan petugas pelayanan KB agar meningkatkan pelayanan kontrasepsi dan sosialisasi tentang KB pria kepada PUS sehingga dapat meningkatkan partisipasi suami dalam program KB.

(5)

development takes place so quickly but it does not match with the role of the husband to participate in the use of contraception. To achieve Qualified Family in 2015, the government seeks to improve husbands equality in family planning so the role of the husband in family planning can be realized.

The purpose of this research is to know Determinants of husband's participation in family planning programs in Dolat Rayat village, Dolat Rayat sub-district, Karo District in 2015. Determinants of participation is husband’s culture, wife support, social support, accessibility of family planning services,

income, wife’s age, education, knowledge and attitude. This research is a

quantitative analytical research. The population in this study are all fertile aged couples in the village Dolat Rayat and samples is 78 husbands of fertile aged couples in the village Dolat Rayat. The sampling technique is simple random sampling. Data were obtained through interviews with the questionnaire and analyzed by Chi-Square test.

Based on the research results obtained that there is no correlation (p> 0.05) between the ages of wives, number of children, social support and income level with the husband's participation in the program and there is a relation (p <0.05) between knowledge, attitudes, education , culture, accessibility of services

and wife’s support with husband's participation in family planning programs.

Recommendation in this research is that local authorities and family

planning services can improve contraceptive services and socialization of men’s

birth control to fertile aged couples to make improvement of husband's participation in family planning programs.

(6)

”Determinan Partisipasi Suami dalam Program Keluarga Berencana di Desa

Dolat Rayat Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo Tahun 2015.”. Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana

Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan

bimbingan, doa, bantuan dan saran dari berbagai pihak baik secara moril maupun

materil. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak dr. Surya Dharma, MPH selaku Dosen Pembimbing Akademik

yang telah banyak memberikan bimbingan, saran, maupun pengarahan

selama menjalani proses perkuliahan.

3. Bapak Drs. Tukiman, MKM selaku Ketua Departemen Pendidikan

Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara sekaligus Dosen Penguji I yang telah banyak memberikan

(7)

5. Bapak Drs. Eddy Syahrial, MS selaku Dosen Pembimbing II yang telah

banyak memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan penulisan

skripsi ini.

6. Bapak Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM selaku Dosen Penguji II yang

banyak memberikan saran dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

7. Seluruh staf pengajar dan Pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara, khususnya Pak Warsito selaku pegawai

Departemen PKIP.

8. Seluruh masyarakat dan jajaran perangkat Desa dan Kecamatan Dolat

Rayat yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian sehingga

skripsi ini dapat diselesaikan.

9. Teristimewa kepada Ibunda yang tersayang Senang br Ginting, abang saya

Tuah Haga Purba, adik-adik tersayang Sema Camelia Purba dan Mentari

Purba, yang tidak pernah lelah memberikan doa, motivasi, semangat serta

dukungan dengan penuh kasih sayang sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dan meraih gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.

10.Terkhusus kepada yang terkasih Manda Pinobu yang selalu memberikan

doa, motivasi, semangat serta dukungan dengan penuh kasih sayang dan

(8)

Octorina Sitorus, Vonny Yolanda Sinuraya, Vitry Afriyanti Pardede,

Jeffry Rio H Manurung dan Shinta Dewi Putri Sinaga yang telah banyak

memberikan semangat kepada penulis serta berbagi suka dan duka.

12.Teman sekaligus keluarga baru saya di kelompok II Praktek Belajar

Lapangan (Wiki, Lindra, Awil, Icy, Lulu dan Bayu). Teman- teman PKIP

(Domi, Nia, Kak Nella, Time dkk) yang telah banyak membantu dan

berbagi cerita bersama.

Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan

serta masih diperlukan penyempurnaan, hal ini tidak terlepas dari keterbatasan

kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki. Semoga skripsi

ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya.

Medan, Agustus 2015 Penulis

(9)

ABSTRACT... ii

2.2 Program Keluarga Berencana ... 16

2.3 Metode Kontrasepsi ... 17

2.4 Metode Kontrasepsi Pria ... 24

2.5 Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana...27

2.6 Determinan Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana...30

(10)

3.2.1 Lokasi penelitian ... 45

3.2.2 Waktu penelitian ... 45

3.3 Populasi dan Sampel ... 45

3.3.1 Populasi ... 45

3.3.2 Sampel ... 45

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 46

3.4.1 Data Primer ... 46

3.6.8 Aksesibilitas Pelayanan KB Pria ... 51

3.6.9 Dukungan Sosial...51

3.6.10 Tingkat Pendapatan...51

3.6.11 Partisipasi Suami...52

3.7 Instrumen Penelitian... 52

3.8 Teknik Analisa Data ... 52

3.8.1 Pengolahan Data ... 52

3.8.2 Analisa Data ... 53

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 54

4.1.Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 54

4.2.Demografi ... 54

4.3.Analisis Univariat... 54

4.3.1. Karakteristik Responden Penelitian... 54

4.4.Analisis Bivariat ... 56

(11)

Dengan Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana. ... 60

BAB V PEMBAHASAN ... 61

5.1.Analisis Univariat... 61

5.1.1. Karakteristik Responden berdasarkan Umur ... 61

5.1.2. Karakteristik Responden berdasarkan Pendidikan ... 62

5.1.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 63

5.2.Analisis Bivariat ... 64

5.2.1. Hubungan Faktor Predisposisi (Pengetahuan, Sikap, Pendidikan, Umur Istri, Jumlah Anak dan Budaya) Dengan Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana ... 64

5.2.1.1.Hubungan Pengetahuan Dengan Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana...64

5.2.1.2.Hubungan Sikap Dengan Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana...65

5.2.1.3.Hubungan Pendidikan Dengan Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana...66

5.2.1.4.Hubungan Umur Istri Dengan Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana...67

5.2.1.5.Hubungan Jumlah Anak Dengan Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana...68

5.2.1.6.Hubungan Budaya Dengan Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana... ...69

5.2.2. Hubungan Faktor Pendukung (Aksesibilitas Pelayanan dan Tingkat Pendapatan) Dengan Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana ... 70

5.2.2.1. Hubungan Aksesibilitas Pelayanan Dengan Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana...70

5.2.2.2. Hubungan Tingkat Pendapatan Dengan Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana...71

5.2.3. Hubungan Faktor Pendorong (Dukungan Istri dan Dukungan Sosial) Dengan Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana ... 72

(12)

6.1.Kesimpulan ... 76 6.2.Saran... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 80

(13)

Tabel 4.2. Distribusi Responden berdasarkan hubungan faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, pendidikan, umur istri, jumlah anak dan budaya) dengan partisipasi suami dalam program Keluarga Berencana di Desa Dolat Rayat Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo Tahun 2015 ... 56

Tabel 4.3. Distribusi Responden berdasarkan hubungan faktor pendukung (aksesibilitas pelayanan dan tingkat pendapatan) dengan partisipasi suami dalam program Keluarga Berencana di Desa Dolat Rayat Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo Tahun 2015...59

(14)

Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana di Desa Dolat Rayat Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo Tahun 2015. ...61

Gambar 5.2. Distribusi Pie Karakteristik Pendidikan Responden Terhadap Partisipasi Suami Dalam Program Keluarga Berencana di Desa Dolat Rayat Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo Tahun 2015. ... 62

(15)

Lampiran 2 Master Data Penelitian

Lampiran 3 Output SPSS

Lampiran 4 Surat Izin Penelitian dari FKM USU

(16)

Nama : Vina Rahayu Purba

Tempat/Tanggal Lahir : Kabanjahe/3 Juni 1989

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah

Alamat : Jalan Jamin Ginting No.72 - Berastagi

Nama Orangtua : Ayah : Alm. Utama Purba

Ibu : Senang br Ginting

Riwayat Pendidikan

Tahun 1995 – 2001 : SD Letjend Jamin Ginting Berastagi

Tahun 2001 – 2004 : SMP Negeri 1 Berastagi

(17)

penduduk adalah program Keluarga Berencana atau KB. Perkembangan teknologi kontrasepsi berlangsung begitu cepat namun tidak diimbangi dengan peran serta suami untuk berpartisipasi dalam menggunakan kontrasepsi. Untuk mencapai Keluarga Berkualitas 2015, pemerintah berupaya untuk meningkatkan kesetaraan suami dalam ber-KB sehingga terwujudnya peran serta suami dalam ber-KB.

Tujuan Penelitian ini Untuk mengetahui Determinan partisipasi suami dalam program keluarga berencana di desa Dolat rayat Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo Tahun 2015. Determinan partisipasi suami antara lain budaya, dukungan istri, dukungan sosial, aksesibilitas pelayanan KB, pendapatan, umur istri, pendidikan, pengetahuan dan sikap. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang bersifat analitik. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh PUS di desa Dolat Rayat dan sampel yang diambil sebanyak 78 suami dari PUS di desa Dolat Rayat. Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu Simple Random Sampling. Data diperoleh melalui wawancara dengan kuesioner dan dianalisis menggunakan uji Chi-Square.

Berdasarkan hasil penelitian yang didapat bahwa tidak ada hubungan ( p > 0,05) antara umur istri, jumlah anak, dukungan sosial dan tingkat pendapatan dengan partisipasi suami dalam program KB dan ada hubungan (p < 0,05) antara pengetahuan, sikap, pendidikan, budaya, aksesibilitas pelayanan dan dukungan istri dengan partisipasi suami dalam program KB.

Sebagai rekomendasi dalam penelitian ini maka diharapkan pemerintah setempat dan petugas pelayanan KB agar meningkatkan pelayanan kontrasepsi dan sosialisasi tentang KB pria kepada PUS sehingga dapat meningkatkan partisipasi suami dalam program KB.

(18)

development takes place so quickly but it does not match with the role of the husband to participate in the use of contraception. To achieve Qualified Family in 2015, the government seeks to improve husbands equality in family planning so the role of the husband in family planning can be realized.

The purpose of this research is to know Determinants of husband's participation in family planning programs in Dolat Rayat village, Dolat Rayat sub-district, Karo District in 2015. Determinants of participation is husband’s culture, wife support, social support, accessibility of family planning services,

income, wife’s age, education, knowledge and attitude. This research is a

quantitative analytical research. The population in this study are all fertile aged couples in the village Dolat Rayat and samples is 78 husbands of fertile aged couples in the village Dolat Rayat. The sampling technique is simple random sampling. Data were obtained through interviews with the questionnaire and analyzed by Chi-Square test.

Based on the research results obtained that there is no correlation (p> 0.05) between the ages of wives, number of children, social support and income level with the husband's participation in the program and there is a relation (p <0.05) between knowledge, attitudes, education , culture, accessibility of services

and wife’s support with husband's participation in family planning programs.

Recommendation in this research is that local authorities and family

planning services can improve contraceptive services and socialization of men’s

birth control to fertile aged couples to make improvement of husband's participation in family planning programs.

(19)

1.1 Latar Belakang

Masalah kependudukan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua

negara termasuk Indonesia. Saat ini penduduk Indonesia kurang lebih berjumlah

248,8 juta jiwa dengan pertambahan penduduk 1,49%. Lajunya tingkat

pertumbuhan penduduk tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas penduduk

sehingga mempengaruhi tingkat kehidupan dan kesejahteraan penduduk. Dalam

rangka menanggulangi hal itu, pemerintah telah mencanangkan program

kependudukan dan Keluarga Berencana sebagai program nasional (Handayani,

2010).

Selama kurun waktu 2000-2013 jumlah penduduk Indonesia cenderung

berfluktuasi. Pada tahun 2000 sebanyak 205,1 juta jiwa, tahun 2005 meningkat

menjadi 219,8 juta jiwa, tahun 2010 meningkat lagi menjadi 238,5 juta jiwa dan

data terakhir pada tahun 2013 sebanyak 248,8 juta jiwa dengan kepadatan

penduduk 130,2 jiwa per km2 (BPS, 2014). Persebaran penduduk di tahun 2013

tidak merata baik antar pulau maupun antar provinsi, dan data menunjukkan

57,06% penduduk berada di pulau Jawa (Depkes RI, 2014). Walaupun memiliki

jumlah penduduk yang besar akan tetapi kualitas penduduk Indonesia masih

rendah. Hal ini dapat dilihat dari Human Development Index (HDI) di mana

Indonesia hanya berada pada rangking 108 dari 177 negara (UNDP, 2014).

Bentuk program yang digunakan oleh pemerintah Indonesia untuk

(20)

Program Keluarga Berencana atau KB yang merupakan program pengendalian

pertumbuhan penduduk dengan jargon “Dua Anak Cukup”. Berdasarkan Undang

-Undang No. 10 Tahun 1992, Program Keluarga Berencana merupakan upaya

pemerintah dalam meningkatkan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui

pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan

keluarga, serta peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga

kecil, bahagia, dan sejahtera.

Visi Program Keluarga Berencana yang semula adalah Norma Keluarga

Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) dengan slogan dua anak cukup, laki-laki

perempuan sama saja dikembangkan menjadi Keluarga Berkualitas tahun 2015.

Visi ini menekankan pentingnya upaya menghormati hak-hak reproduksi sebagai

upaya integral dalam meningkatkan kualitas keluarga (BKKBN dan UNFPA,

2005). Keluarga berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri,

berwawasan ke depan, bertanggung jawab, memiliki jumlah anak yang ideal,

harmonis dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (Pinem, 2009).

Peran keluarga berencana dalam Kesehatan Reproduksi adalah untuk

menunjang tercapainya kesehatan ibu dan bayi, karena kehamilan yang diinginkan

yang berlangsung dalam keadaan yang tepat akan lebih menjamin keselamatan ibu

dan bayi yang dikandungnya. Keluarga berencana memiliki peranan dalam

menurunkan resiko kematian ibu melalui pencegahan kehamilan, menunda

kehamilan melalui pendewasaan usia hamil, menjarangkan kehamilan atau

(21)

berencana merupakan upaya pelayanan kesehatan preventif yang paling dasar dan

utama (Pinem, 2009).

Progam keluarga berencana dibentuk sejak tahun 1951 dan terus

berkembang. Pada tahun 1970 terbentuk badan koordinasi keluarga berencana

nasional atau BKKBN, yang mempunyai tujuan yaitu menjarangkan kehamilan

dengan menggunakan alat kontrasepsi dan menciptakan kesejahteraan ekonomi

dan sosial bagi seluruh masyarakat melalui usaha-usaha perencanaan dan

pengendalian penduduk (Prawirohardjo, 2000).

Sampai saat ini alat kontrasepsi yang sudah dikenal oleh masyarakat

belum tercapai satu metode kontrasepsi yang benar-benar 100% ideal. Kotrasepsi

ideal itu harus memenuhi syarat-syarat yaitu dapat dipercaya, tidak menimbulkan

efek yang mengganggu kesehatan, daya kerjanya dapat diatur menurut kebutuhan,

tidak menimbulkan gangguan sewaktu melakukan koitus, tidak memerlukan

motivasi terus-menerus, mudah pelaksanaannya, murah harganya sehingga dapat

dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, dapat diterima penggunaannya oleh

pasangan yang bersangkutan (Prawirohardjo, 2008).

Pelayanan kontrasepsi adalah salah satu jenis pelayanan KB yang tersedia

selain komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE); konseling; pelayanan infertilitas;

pendidikan sex; kosultasi pra perkawinan dan perkawinan; konsultasi genetik; tes

12 keganasan; serta adopsi. Penggunaan KB saat ini (cara modern maupun cara

tradisional), dimana untuk angka nasional meningkat dari 55,8% (2010) menjadi

59,7% (2013), dengan variasi antar provinsi mulai dari yang terendah di Papua

(22)

menggunakan KB saat ini, 59,3% menggunakan cara modern: 51,9% penggunaan

KB hormonal, dan 7,5% non-hormonal. Menurut metodenya 10,2% penggunaan

kontrasepsi jangka panjang (MKJP), dan 49,1% non-MKJP (RISKESDAS 2013).

Peserta KB baru secara nasional sampai dengan bulan Agustus 2013

sebanyak 5.547.543 peserta. Apabila dilihat per mix kontrasepsi maka

persentasenya adalah sebagai berikut : 348.134 peserta IUD (7,85%), 85.137

peserta MOW (1,53%), 475.463 peserta Implant (8,57%), 2.748.777 peserta

Suntikan (49,55%), 1.458.464 peserta Pil (26,29%), 9.375 peserta MOP (0,25%)

dan 330.303 peserta Kondom (5,95 %) (BKKBN, 2013).

Meskipun program KB dinyatakan cukup berhasil di Indonesia, namun

dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan-hambatan

yang dirasakan antara lain adalah masih banyak Pasangan Usia Subur yang masih

belum menjadi peserta KB. Dari hasil penelitian yang diketahui banyak alasan

dikemukakan oleh wanita yang tidak menggunakan kontrasepsi, antara lain karena

mereka menginginkan anak. Alasan yang cukup menonjol adalah karena masalah

kesehatan yang ditimbulkan dari efek samping ber-KB, karena masalah agama

dan sosial budaya, juga karena alasan yang berkaitan dengan kondisi sosial

ekonomi yaitu biaya yang mahal (BKKBN, 2010).

Perkembangan teknologi kontrasepsi berlangsung begitu cepat namun

tidak diimbangi dengan peran serta pria untuk berpartisipasi dalam menggunakan

kontrasepsi. Dalam program jangka panjang KB untuk mencapai Keluarga

Berkualitas 2015, pemerintah berupaya untuk meningkatkan kesetaraan pria

(23)

suami menjadi salah satu faktor dalam menyukseskan program kesehatan

reproduksi. Penggunaan alat kontrasepsi terlebih bagi pasutri (pasangan suami

istri) adalah tanggung jawab bersama antara pria dan wanita, sehingga metode

yang dipilih mencerminkan kebutuhan serta keinginan suami istri tanpa

mengesampingkan hak reproduksi masing-masing (Mikkelsen, 1999).

Permasalah utama dalam penyelenggaraan program KB terjadi pada

partisipasi masyarakat khususnya partisipasi dari pria. Partisipasi pria diperlukan

dalam penerapan program KB khususnya dalam penggunaan alat kontrasepsi, hal

ini dikarenakan pria sebagai anggota dalam keluarga juga merupakan actor KB.

Dengan kata lain orang yang ikut berperan dalam KB, sehingga keberhasilan

program KB tidak hanya ditentukan oleh wanita tetapi juga oleh pria sebagai

anggota dalam sebuah keluarga yang berkewajiban untuk mewujudkan keluarga

kecil sejahterah, rendahnya partisipasi pria dalam ber-KB ini disebabkan oleh

alasan-alasan tertentu, Oleh karena itu penelitian ini menitikberatkan pada

mendeskripsikan mengapa partisipasi pria dalam ber-KB rendah dengan kata lain

faktor yang mempengaruhi rendahnya partisipasi pria dalam implementasi

program KB (Kartika, 2010).

Hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukan

kenaikan angka partisipasi pria dalam mengikuti program KB hanya naik 0,2%

per tahunnya. Dilihat dari angka pencapaian peningkatan partisipasi pria pada

tahun 1991 sebesar 0,8% (SDKI 1991). Pada tahun 2003 sebesar 1,3 % (SDKI

2002-2003), sedangkan pada tahun 2007 sebesar 1,5 % (SDKI 2007). Sedangkan

(24)

tahun 2010 sebesar 3,6%, tahun 2011 sebesar 4%, tahun 2012 sebesar 4,3 %,

tahun 2013 sebesar 4,6%, dan 2014 sebesar 5%).

Berdasarkan data dari BKKBN tahun 2014, peserta KB baru pria di

Indonesia adalah sebesar 5,51%, sedangkan di Sumatera Utara sebesar 17,96%.

Jika dibandingkan dengan pencapaian angka partisipasi pria ber-KB di Negara –

Negara berkembang seperti di Pakistan sebanyak 5,2%; Bangladesh sebanyak

13,9%, Nepal sebanyak 24%, Malaysia sebanyak 16,8% dan jepang sebanyak

80% maka Indonesia masih menjadi Negara yang paling rendah tingkat partisipasi

prianya dalam ber-KB (BAPPENAS, 2013).

BKKBN menyatakan bahwa yang menyebabkan rendahnya partisipasi

suami dalam ber-KB adalah karena rendahnya pengetahuan dan pemahaman para

pria tentang kesehatan reproduksi, sikap dan perilaku suami, keterbatasan alat

kontrasepsi pria, faktor sosial budaya masyarakat dan adanya rumor tentang

vasektomi serta penggunaan kondom untuk hal bersifat negative. Masyarakat

masih menganggap bahwa pengguna kontrasepsi adalah urusan perempuan, masih

rendahnya partisipasi atau kepedulian suami dalam pelaksanaan program keluarga

berencana baik praktiknya, mendukung istri dalam penggunaan kontrasepsi, serta

sebagai motivator atau promotor dan merencanakan jumlah anak (BKKBN, 2005).

Kebanyakan masyarakat di Indonesia cenderung masih sangat

mempercayai mitos-mitos terdahulu. Misalnya, banyak anak akan banyak rezeki.

Banyak anak akan banyak kegembiraan di hari tua (jika semua anaknya bisa

bergantian membahagiakannya). Bagi masyarakat kita, yang cenderung dinamis

(25)

jumlah anak sering dianggap bukan masalah yang memberatkan. Dalam hal ini,

target program KB dengan semboyan "dua anak lebih baik" sering dianggap

sebagai usang yang mungkin cuma cocok bagi masyarakat statis yang hidup

dalam garis kemiskinan (BKKBN, 2010).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mastiur tahun 2014 menunjukan

bahwa kesediaan suami sebagai akseptor KB jenis MOP di kecamatan Sitinjo

dipengaruhi oleh nilai budaya yang ada di dalam masyarakat, minimnya dukungan

istri, dukungan keluarga dan dukungan teman, sarana dan prasarana yang belum

memadai, jumlah anak yang sudah dimiliki oleh setiap pasangan serta sikap suami

sebagai akseptor KB. Sedangkan faktor umur, pendapatan, pengetahuan dan

tingkat pendidikan tidak memengaruhi suami untuk menjadi akseptor KB Medis

Operasi Pria (MOP).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sari tahun 2010 di Rumah

Sakit Umum Sundari Medan menunjukan bahwa mayoritas peran suami menurut

istri dalam pemakaian alat kontrasepsi sebagai motivator baik (75.5%), sebagai

fasilitator baik (67.3%), dan sebagai edukator baik (63.6%), program keluarga

berencana tidak hanya menuntut peran kaum perempuan tapi juga

mengikutsertakan kaum pria sebagai akseptor.

Desa Dolat Rayat merupakan salah satu desa yang termasuk wilayah kerja

Puskesmas Dolat Rayat yang memiliki pasutri sebanyak 359 orang. Desa Dolat

Rayat memiliki akseptor KB aktif dengan jumlah akseptor 187 orang (52%). Alat

kontrasepsi yang digunakan adalah: Pil 63 (33,7%), suntik 57 (30,3%), implant 29

(26)

Dari hasil survey pendahuluan diketahui bahwa hampir semua pengunaan

alat kontrasepsi dilakukan oleh perempuan. Di masyarakat masih ada wacana

bahwa masalah KB adalah masalah wanita, sehingga perlu adanya pemantauan

lebih lanjut untuk dapat mengetahui tingkat partisipasi suami dalam program

keluarga berencana khususnya dalam penggunaan alat kontrasepsi. Selain masalah

partisipasi suami, puskesmas Dolat rayat belum menjadikan layanan KB sebagai

prioritas. Puskesmas masih berfokus pada pengobatan masyarakat saja, sehingga

puskesmas tidak memiliki strategi khusus untuk pelayanan KB dan berpengaruh

terhadap partisipasi dalam ber-KB khususnya pada pria.

Dengan meningkatnya partisipasi pria diharapkan akan menumbuhkan

kesadaran baru bahwa pelaksana program KB bukan hanya wanita tetapi pria juga

memiliki tanggung jawab yang sama untuk menjaga jumlah kelahiran tidak

melebihi yang sudah dianjurkan oleh pemerintah. Selain itu diharapkan juga akan

meningkatkan kesadaran pria akan pentingnya menggunakan alat kontrasepsi

sebagai alat untuk mengontrol jumlah kelahiran sekaligus atau minimal untuk

menjaga agar pasangan mereka tidak hamil dalam waktu yang berdekatan dan

melahirkan anak lebih dari dua karena jika hal ini dilakukan selain mengontrol

jumlah kelahiran juga akan mengurangi angka kelahiran bayi mati dan ibu mati

saat melahirkan.

Dengan menimbang hal-hal di atas dapat diketahui bahwa determinan

partisipasi suami dalam program Keluarga Berencana yang tidak hanya

dipengaruhi oleh satu faktor saja, tetapi juga oleh faktor-faktor lain seperti umur

(27)

dan budaya(kepercayaan). Maka dari itu, penulis mengadakan pengkajian

terhadap determinan tersebut.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas permasalahan yang hendak dikaji

adalah bagaimana determinan tingkat partisipasi suami di Desa Dolat Rayat

Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo tahun 2015 dalam program Keluarga

Berencana.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui determinan

partisipasi suami dalam program keluarga berencana di Desa Dolat Rayat

Kecamatan Dolat Rayat kabupaten Karo Tahun 2015.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan partisipasi

suami dalam program Keluarga Berencana.

2. Untuk mengetahui hubungan sikap dengan partisipasi suami dalam

program Keluarga Berencana.

3. Untuk mengetahui hubungan pendidikan dengan partisipasi suami dalam

program Keluarga Berencana.

4. Untuk mengetahui hubungan umur istri dengan partisipasi suami dalam

program Keluarga Berencana.

5. Untuk mengetahui hubungan jumlah anak dengan partisipasi suami dalam

(28)

6. Untuk mengetahui hubungan budaya (kepercayaan) dengan partisipasi

suami dalam program Keluarga Berencana.

7. Untuk mengetahui hubungan aksesibilitas pelayanan KB dengan

partisipasi suami dalam program Keluarga Berencana.

8. Untuk mengetahui hubungan tingkat pendapatan dengan partisipasi suami

dalam program Keluarga Berencana.

9. Untuk mengetahui hubungan dukungan istri dengan partisipasi suami

dalam program Keluarga Berencana.

10.Untuk mengetahui hubungan dukungan sosial dengan partisipasi suami

dalam program Keluarga Berencana.

1.4. Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat antara lain :

1. Menambah pengalaman bagi peneliti sehingga peneliti dapat

mengaplikasikan ilmu yang telah didapat.

2. Menjadi bahan masukan dan informasi bagi pelaksana pelayanan Keluarga

Berencana dalam merencanakan program peningkatan cakupan program

Keluarga Berencana pada suami

3. Diharapkan dapat memberi informasi yang jelas dan lengkap tentang

program Keluarga Berencana kepada suami yang ada di desa Dolat Rayat,

Kecamatan Dolat Rayat, Kabupaten Karo, sehingga dapat meningkatkan

partisipasi suami dalam program Keluarga Berencana di wilayah tersebut.

4. Memberi informasi dan menjadi bahan referensi bagi penelitian

(29)

Perilaku dari pandangan biologis merupakan suatu kegiatan atau aktivitas

organisme yang bersangkutan. Jadi, perilaku manusia pada hakikatnya adalah

suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku manusia itu

mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup: berjalan, berbicara, bereaksi,

berpakaian dan lain sebagainya. Bahkan kegiatan internal (internal activity)

seperti berpikir, persepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia. Untuk

kepentingan kerangka analisis dapat dikatakan bahwa perilaku adalah apa yang

dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung atau

secara tidak langsung (Notoatmodjo, 2007).

Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2007), seorang ahli psikologi

merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap

stimulus (rangsangan dari luar). Secara garis besar perilaku manusia dipengaruhi

oleh dua faktor utama, yaitu:

1. Faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan yang

bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat pengetahuan, sikap, jenis kelamin,

perhatian, persepsi, tingkat emosional, motivasi, dan sebagainya.

2. Faktor eksternal, yakni berupa faktor lingkungan baik lingkungan fisik,

(30)

Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2007), membagi perilaku

dalam 3 domain perilaku, yaitu kognitif (cognitive), afektive (affective), dan

psikomotor (psychomotor).

2.1.1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui

pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan

raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga

(Notoatmodjo, 2007). Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan yang dicakup

dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni:

1. Tahu (know)

2. Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya.

3. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut

secara benar.

4. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

(31)

5. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur

organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

6. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menhubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

7. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

2.1.2. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek. (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Newcomb dalam Notoatmodjo (2007), sikap itu merupakan

kesiapan atau ketersediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan

motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, tetapi

merupakan predisposisi tindakan atau perilaku.

Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa sikap itu

mempunyai 3 komponen pokok, yakni:

(32)

b. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek

c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh

(total attitude). Menurut Notoatmodjo (2007), sikap juga memiliki beberapa

tingkatan seperti yang dimiliki oleh pengetahuan, yaitu :

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (objek).

b. Merespons (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan

tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha

untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas

pekerjaan itu benar atau salah, berarti orang menerima ide tersebut.

c. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang

lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan

(33)

2.1.3. Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt

behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbedaan nyata diperlukan

faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah

fasilitas. Disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support)

dari pihak lain (Notoatmodjo, 2007). Notoatmodjo (2007) membagi tingkatan

tindakan atau praktik menjadi 4, yaitu :

a. Persepsi (perception)

Mengenal atau memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang

akan diambil merupakan praktik tingkat pertama.

b. Respon terpimpin (guided response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan

contoh adalah indikator praktik tingkat dua

c. Mekanisme (mechanism)

Apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis,

atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktik

tingkat tiga.

(34)

Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang

dengan baik. Artinya, tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa

mengurangi kebenaran tinndakannya tersebut.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan

wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari,

atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung

yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo,

2007).

2.2. Program Keluarga Berencana

Program Keluarga Berencana (KB) dirumuskan sebagai upaya

peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui batas usia

perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan

kesejahteraan keluarga, untuk mewujudkan norma keluarga kecil bahagia dan

sejahtera (Sudayasa, 2010).

Keluarga berencana (KB) adalah gerakan untuk membentuk keluarga yang

sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran. Itu bermakna adalah

perencanaan jumlah keluarga dengan pembatasan yang bisa dilakukan dengan

penggunaan alat-alat kontrasepsi seperti kondom, spiral, IUD, dan sebagainya

(Wikipedia, 2014).

Menurut Sudayasa (2010), dengan mengikuti program KB sesuai anjuran

pemerintah, para akseptor akan mendapatkan tiga manfaat utama optimal, baik

untuk ibu, anak dan keluarga, antara lain:

(35)

1) Mencegah kehamilan yang tidak diinginkan

2) Mencegah setidaknya 1 dari 4 kematian ibu

3) Menjaga kesehatan ibu

4) Merencanakan kehamilan lebih terprogram

b) Manfaat untuk anak

1) Mengurangi resiko kematian bayi

2) Meningkatkan kesehatan bayi

3) Mencegah bayi kekurangan gizi

4) Tumbuh kembang bayi lebih terjamin

5) Kebutuhan ASI eksklusif selama 6 bulan relatif lebih dapat terpenuhi

6) Mendapatkan kualitas kasih sayang yang lebih maksimal

c) Manfaat untuk keluarga

1) Meningkatkan kesejahteraan keluarga

2) Harmonisasi keluarga lebih terjaga

2.3. Metode Kontrasepsi

Kontrasepsi yang baik harus memiliki syarat-syarat antara lain aman,

dapat diandalkan, sederhana (sebisa mungkin tidak perlu dikerjakan oleh dokter),

murah, dapat diterima oleh orang banyak, dan dapat dipakai dalam jangka

panjang. Sampai saat ini belum ada metode atau alat kontrasepsi yang benar-benar

100 % ideal.

Jenis-jenis kontrasepsi yang tersedia antara lain:

A. Metode sederhana

(36)

1. Pantang berkala

1. Spermisid antara lain : vaginal cresm, vaginal foam, vaginal jelly, vaginal suppositoria, vaginal tablet, dan vaginal soluble film.

B. Metode modern

a. Kontrasepsi hormonal

1. Pil KB

2. AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) / IUD (Intra Uterine Devices)

3. Suntikan KB 4. Susuk KB b. Kontrasepsi mantap

1. Medis Operatif Pria (MOP) 2. Medis Operatif Wanita (MOW)

Berdasarkan lama efektivitasnya, kontrasepsi dapat dibagi menjadi :

A. MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka Panjang), yang termasuk dalam kategori

ini adalah jenis susuk/implant, IUD, MOP, dan MOW.

B. Non MKJP (Non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang), yang termasuk dalam

kategori ini adalah kondom, pil, suntik, dan metode-metode lain selain metode

yang termasuk dalam MKJP.

Berikut pembahasan singkat mengenai jenis-jenis kontrasepsi tersebut.

(37)

1. Pil KB

Pil KB biasanya megandung Estrogen dan Progesteron. Cara kerja pil KB

adalah dengan cara menggantikan produksi normal Estrogen dan Progesteron dan

menekan hormon yang dihasilkan ovarium dan releasing factor yang dihasilkan

otak sehingga ovulasi dapat dicegah. Efektivitas metode ini secara teoritis

mencapai 99 % atau 0,1 – 5 kehamilan per 100 wanita pada pemakaian di tahun

pertama bila digunakan dengan tepat. Tetapi dalam praktek ternyata angka

kegagalan pil masih cukup tinggi yaitu mencapai 0,7 – 7 %. Keuntungan dan

kerugian pemakaian pil KB antara lain :

Keuntungan pil KB :

a. Efektivitasnya tinggi bila diminum secara rutin

b. Nyaman, mudah digunakan, dan tidak mengganggu senggama

c. Reversibilitas tinggi

d. Efek samping sedikit

e. Mudah didapatkan, tidak selalu perlu resep dokter karena pil KB dapat

diberikan oleh petugas non medis yang terlatih

f. Dapat menurunkan resiko penyakit-penyalit lain seperti kanker ovarium,

kehamilan ektokpik, dan lain-lain

g. Relatif murah

Kerugian pil KB :

a. Efektivitas tergantung motivasi akseptor untuk meminum secara rutin

tiap hari

(38)

c. Efektivitas dapat berkurang bila diminum bersama obat tertentu

d. Kemungkinan untuk gagal sangat besar karena lupa

e. Tidak dapat melindungi dari resiko tertularnya Penyakit Menular

Seksual

2. Kontrasepsi suntik

Kontrasepsi suntik yang biasa tersedia adalah Depo-provera yang hanya

mengandung Progestin dan diberikan tiap 3 bulan. Cara kerja kontrasepsi suntik

yaitu dengan mencegah ovulasi, mengentalkan lerndir serviks, dan menghambat

perkembangan siklis endometrium. Efektivitas dari kontrasepsi suntik sangat

tinggi mencapai 0,3 kehamilan per 100 wanita selama tahun pertama penggunaan.

Angka kegagalan metode ini <1 kehamilan per 100 wanita per tahun. Keuntungan

dan kerugian metode ini adalah :

Keuntungan kontrasepsi suntik :

a. Sangat efektif

b. Memberikan perlindungan jangka panjang selama 3 bulan

c. Bila digunakan bersama pil KB dapat mengurangi resiko yang

ditimbulkan karena lupa meminum pil KB

d. Tidak mengganggu senggama

e. Bisa diberikan oleh petugas non medis yang terlatih

f. Mengurangi efek samping yang ditimbulkan oleh Estrogen karena

metode ini tidak mengandung Estrogen

g. Relatif murah

(39)

a. Berat badan naik

b. Siklus menstruasi kadang terganggu

c. Pemulihan kesuburan kadang-kadang terlambat

3. Susuk / implant

Kontrasepsi susuk yang sering digunakan adalah Norplant. Susuk adalah

kontrasepsi sub dermal yang mengandung Levonorgestrel (LNG) sebagai bahan

aktifnya. Mekanisme kerja Norplant yang pasti belum dapat dipastikan tetapi

mungkin sama seperti metode lain yang hanya mengandung Progestin. Norplant

memiliki efek mencegah ovulasi, mengentalkan lender serviks, dan menghambat

perkembangan siklis endometrium. Efektivitas Norplant sangat tinggi mencapai

0,05 – 1 kehamilan per 100 wanita dalam tahun pertama pemakaian. Angka

kegagalan Norplant <1 kehamilan per 100 wanita per tahun dalam 5 tahun

pertama pemakaian. Angka kegagalan ini lebih rendah bila dibandingkan dengan

metode Barrier, pil KB, dan IUD. Keuntungan dan kerugian Norplant antara lain :

Keuntungan susuk :

a. Norplant merupakan metode kontrasepsi yang sangat efektif

b. Tidak merepotkan dan tidak mengganggu senggama

c. Resiko untuk lupa lebih kecil dibandingkan pil KB dan suntikan karena

Norplant dipasang tiap 5 tahun

d. Mudah diangkat dan segera setelah diangkat kesuburan akseptor akan

kembali

(40)

f. Dapat mengurangi efek samping yang ditimbulkan oleh Estrogen karena

Norplant tidak mengandung Estrogen

g. Lebih efektif secara biaya karena walaupun harganya mahal tetapi masa

pemakaiannya mencapai 5 tahun.

Kerugian Norplant :

a. Efektivitas dapat berkurang bila digunakan bersama obat-obatan tertentu

b. Merubah siklus haid dan meningkatkan berat badan

c. Tergantung pada petugas

d. Tidak melindungi dari resiko tertularnya PMS

4. AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) atau IUD (Intra Uterine Devices)

AKDR adalah kontrasepsi yang terbuat dari plastik halus berbentuk spiral

atau berbentuk lain yang dipasang di dalam rahim dengan memakai alat khusus

oleh dokter atau paramedis lain yang terlatih. Mekanisme kerja AKDR belum

diketahui tetapi kemungkinan AKDR menyebabkan perubahan-perubahan seperti

munculnya sel-sel radang yang menghancurkan blastokis atu spermatozoa,

meningkatkan produksi prostaglandin sehingga implantasi terhambat, serta

bertambah cepatnya pergerakan ovum di tuba falopii. Efektivitas IUD mencapai

0,6 – 0,8 kehamilan per 100 wanita selama tahun pertama penggunaannya. Angka

kegagalan IUD 1 – 3 kehamilan per 100 wanita per tahun. Keuntungan dan

kerugian pemakaian AKDR antara lain :

Keuntungan AKDR :

(41)

b. Dapat memberikan perlindungan jangka panjang sampai dengan 10

tahun

c. Tidak mengganggu hubungan seksual

d. Efek samping akibat Estrogen dapat dikurangi karena AKDR hanya

mengandung Progestin

e. Tidak ada kemungkinan gagal karena kesalahan akseptor KB

f. Reversibel

g. Dapat disediakan oleh petugan non medis terlatih

h. Akseptor hanya kembali ke klinik bila muncul keluhan

i. Murah

Kerugian AKDR :

a. Perlunya pemeriksaan pelvis dan penapisan PMS sebelum pemasangan

b. Butuh pemeriksaan benang setelah periode menstruasi jika terjadi kram,

bercak, atau nyeri.

c. Akseptor tidak dapat berhenti menggunakan kapanpun ia mau

5. Metode Operatif Wanita (MOW)

MOW adalah tindakan operasi minor untuk mengikat atau memotong

kedua tuba falopi sehingga ovum dari ovarium tidak akan mencapai uterus dan

tidak akan bertemu dengan spermatozoa. Efektivitas MOW sekitar 0,5 kehamilan

per 100 wanita selama tahun pertama pemakaian, sedikit lebih rendah

dibandingkan MOP. Keuntungan dan kerugian MOW antara lain :

Keuntungan MOW :

(42)

b. Segera efektif

c. Permanen

d. Tidak mengganggu senggama

e. Baik untuk klien yang bila mengalami kehamilan akan membahyakan

jiwanya

f. Pembedahan sederhana dan hanya perlu anestesi lokal

g. Tidak ada efek samping jangka panjang

h. Tidak ada gangguan seksual

Kerugian MOW :

a. Permanen

b. Nyeri setelah prosedur serta komplikasi lain akibat pembedahan dan

anestesi

c. Hanya dapat dilakukan oleh dokter yang terlatih

d. Tidak memberi perlindungan terhadap PMS

e. Meningkatkan resiko kehamilan ektokpik

2.4. Metode Kontrasepsi Pria

1. Kondom pria

Kondom adalah selubung tipis dari karet, vinil, atau produk alamiah dapat

berwarna maupun tidak berwarna, biasanya ditambahkan spermisida untuk

perlindungan tambahan, serta digunakan untuk menutupi penis sesaat sebelum

berhubungan.

Mekanisme kerja kondom adalah dengan cara menghalangi masuknya

(43)

tidak terlalu tinggi, hanya sekitar 3-4 kehamilan per 100 wanita selama tahun

pertama. Pemakaian kondom memiliki keuntungan dan kerugian seperti :

Keuntungan kondom :

a. Mencegah kehamilan

b. Memberi perlindungan terhadap Penyakit Menular Seksual (PMS)

c. Dapat diandalkan

d. Sederhana, ringan, disposable, dan mudah digunakan

e. Tidak memerlukan pemeriksaan medis, supervisi, atau follow-up

f. Reversibel

g. Pria ikut aktif dalam kegiatan KB

h. Efektif segera setelah dipasang

i. Tidak mempengaruhi kegiatan laktasi

j. Dapat digunakan sebagai pendukung metode kontrasepsi lain

k. Tidak mengganggu kesehatan

l. Tidak ada efek samping sistemik

m. Mudah didapatkan dan tidak perlu resep dokter

n. Murah karena digunakan dalam jangka pendek

Kerugian kondom :

a. Efektivitas dipengaruhi kesediaan akseptor mematuhi instruksi yang

diberikan dan motivasi akseptor

b. Efektivitas tidak terlalu tinggi

c. Perlu menghentikan aktivitas dan spontanitas hubungan seks guna

(44)

d. Dapat mengurangi sensitifitas penis sehingga ereksi sukar dipertahankan

2. Metode Operatif Pria (MOP)

MOP merupakan suatu metode kontrasepsi operatif minor yang aman,

sederhana, dan sangat efektif, memakan waktu operasi relatif singkat dan tidak

memerlukan anestesi umum. MOP dilakukan dengan cara memotong vas deferens

sehingga sperma tidak dapat mencapai air mani dan air mani yang dikeluarkan

tidak mengandung sperma. Efektivitas sangat tinggi mencapai 0,1 – 0,15

kehamilan per 100 wanita selama tahun pertama pemakaian. Angka kegagalan <1

kehamilan per 100 wanita. Keuntungan dan kerugian MOP antara lain :

Keuntungan MOP :

a. Sangat efektif

b. Tidak mengganggu senggama

c. Tidak ada perubahan fungsi seksual

d. Baik untuk klien yang bila mengalami kehamilan akan membahyakan

jiwanya

e. Murah

Kerugian MOP :

a. Permanen, kesuburan tidak dapat kembali normal

b. Efek tertunda sampai 3 bulan atau 20 kali ejakulasi

c. Nyeri setelah prosedur serta komplikasi lain akibat pembedahan dan

anestesi

d. Hanya dapat dilakukan oleh dokter yang terlatih

(45)

2.5. Partisipasi Suami dalam Program Keluarga Berencana

Keterlibatan suami didefinisikan sebagai partisipasi dalam proses

pengambilan keputusan KB, pengetahuan suami tentang KB dan penggunaan

kontrasepsi pria. Keterlibatan suami dalam KB diwujudkan melalui perannya

berupa dukungan terhadap KB dan penggunaan alat kontrasepsi serta

merencanakan jumlah keluarga. Untuk merealisasikan tujuan terciptanya Norma

Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera.

Bentuk partisipasi pria dalam keluarga berencana dibagi menjadi dua,

yaitu secara langsung mamupun tidak langsung.

a. Secara Langsung

Partisipasi pria secara langsung adalah sebagai peserta pria dengan

menggunakan salah satu cara atau metode kontrasepsi, seperti dengan

menggunakan alat kontrasepsi kondom, vasektomi, metode senggama terputus,

dan metode pantang berkala / sitem kalender.

b. Tidak Langsung

Partisipasi pria secara tidak langsung adalah dengan mendukung setiap

kegiatan KB dan juga sebagai motivator sesuai dengan pengetahuan tentang KB

yang dimilikinya.

Mendukung dalam ber-KB

Apabila disepakati istri yang akan ber-KB peran suami adalah mendukung

dan memberikan kebebasan kepada istri untuk menggunakan kontrasepsi atau

(46)

1. Memilih kontrasepsi yang cocok yaitu kontrasepsi yang sesuai dengan

keinginan dan kondisi istrinya,

2. Membantu istrinya dalam menggunakan kontrasepsi secara benar, seperti

mengingatkan saat minum pil KB, dan mengingatkan istri untuk control,

3. Membantu mencari pertolongan bila terjadi efek samping maupun

komplikasi dari pemakaian alat kontrasepsi,

4. Mengantarkan istri ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk kontrol atau

rujukan,

5. Mencari alternatif lain bila kontrasepsi yang digunakan tidak cocok,

6. Membantu menghitung waktu subur, apabila menggunakan metode

pantang berkala,

7. Menggantikan pemakaian kontrasepsi bila keadaan kesehatan istri tidak

memungkinkan.

Sebagai motivator

Selain sebagai peserta KB, suami juga dapat berperan sebagai motivator,

yang dapat berperan aktif memberikan motivasi kepada anggota keluarga atau

saudaranya yang sudah berkeluarga dan masyarakat disekitarnya untuk menjadi

peserta KB, dengan menggunakan salah satu kontrasepsi. Untuk memotivasi

orang lain, maka seyogyanya dia sendiri harus sudah menjadi peserta KB, karena

keteladanan sangat dibutuhkan untuk menjadi seorang motivator yang baik.

Suami adalah pemimpin dan pelindung bagi istrinya, maka kewajiban

(47)

kepada kebenaran, kemudian membarinya nafkah lahir batin, mempergauli serta

menyantuni dengan baik (Harymawan, 2007).

4. Peran suami dalam keluarga berencana

Menurut BKKBN (2007) peran atau partisipasi suami dalam Keluarga

Berencana (KB) antara lain menyangkut :

a) Pemakaian alat kontrasepsi

b) Tempat mendapatkan pelayanan

c) Lama pemakaian

d) Efek samping dari penggunaan kontrasepsi

e) Siapa yang harus menggunakan kontrasepsi

Partisipasi pria dalam kesehatan reproduksi adalah tanggung jawab pria

dalam kesehatan pria terutama dalam pemeliharaan kesehatan dan kelangsungan

hidup ibu dan anak, serta berprilaku seksual yang sehat dan aman bagi dirinya,

istri dan keluarganya.

Menurut BKKBN (2007), bentuk dukungan suami terhadap istri dalam

menggunakan alat kontrasepsi meliputi:

a) Memilih kontrasepsi yang cocok, yaitu kontrasepsi yang sesuai dengan

keinginan dan kondisi istrinya.

b) Membantu istrinya dalam menggunakan kontrasepsi secara benar

seperti mengingatkan saat minum pil KB dan mengingatkan istri untuk kontrol.

Membantu mencari pertolongan bila terjadi efek samping maupun komplikasi dari

(48)

c) Mengantar istri ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk kontrol atau

rujukan.

d) Mencari alternatif lain bila kontrasepsi yang digunakan saat ini terbukti

tidak memuaskan.

e) Membantu menghitung waktu subur, apabila menggunakan metode

pantang berkala.

f) Menggunakan kontrasepsi bila keadaan kesehatan istri tidak

memungkinkan.

2.6. Determinan Partisipasi Suami dalam Program Keluarga Berencana 2.6.1 Pengetahuan

Pengetahuan seseorang biasanya dipengaruhi dari pengalaman yang

berasal dari berbagai macam sumber, misalnya media massa, media elektronik,

buku petunjuk, petugas kesehatan, media poster, kerabat dekat dan sebagainya.

Pengetahuan ini dapat membentuk keyakinan tertentu sehingga seseorang

berperilaku sesuai keyakinan tersebut. Notoatmojo (1993) mengatakan bahwa

pengetahuan merupakan resultan akibat proses pengindraan terhadap suatu obyek.

Pengindraan tersebut sebagian besar berasal dari penglihatan dan pendengaran.

Pengukuran atau penilaian pengetahuan pada umumnya dilakukan melalui tes atau

wawancara dengan alat bantu kuesioner berisi materi yang diukur dari responden

(Notoatmojo, Soekijo, 1990).

2.6.2. Sikap

Sikap adalah reaksi yang masih tertutup, tidak dapat dilihat secara

(49)

(Notoatmojo, 1993). Pengertian lain sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi

terhadap suatu obyek dengan cara tertentu serta merupakan respon evaluatif

terhadap pengalaman kognitif, reaksi afeksi, kehendak dan perilaku masa lalu.

Sikap akan mempengaruhi proses berpikir, respon afeksi, kehendak dan perilaku

berikutnya. Jadi sikap merupakan respon evaluatif didasarkan proses evaluasi diri,

yang disimpulkan berupa penilaian positif atau negatif yang kemudian

mengkristal sebagai potensi reaktif terhadap objek .

Mar’at (1982) mengatakan manusia tidak dilahirkan dengan pandangan

ataupun perasaan tertentu, tetapi sikap tadi dibentuk sepanjang perkembangannya.

Adanya sikap akan menyebabkan manusia bertindak secara khas terhadap

objek-objeknya. Dengan kata lain sikap merupakan produk dari proses sosialisasi,

seseorang memberikan reaksi sesuai dengan rangsangan yang ditemuinya. Sikap

dapat diartikan suatu kontrak untuk memungkinkan terlihatnya suatu aktifitas.

Menurut Katono (1990) sikap seseorang adalah predisposisi untuk

memberikan tanggapan terhadap rangsangan lingkungan yang dapat memulai atau

membimbing tingkah laku orang tersebut. Secara definitif sikap berarti suatu

keadaan jiwa (mental) dan keadaan pikir yang dipersiapkan untuk memberikan

tanggapan terhadap suatu objek yang diorganisir melalui pengalaman serta

mempengaruhi secara langsung atau tidak langsung pada perilaku.

2.6.3. Tingkat Pendapatan

Tingkat pendapatan adalah ukuran kelayakan seseorang dalam

memperoleh penghargaan dari hasil kerjanya yang digunakan untuk memenuhi

(50)

bahwa derajat kesehatannya akan semakin baik, karena akses untuk mendapatkan

pelayanan kesehatan akan semakin mudah. Tingkat penghasilan akan

mempengaruhi pemilihan jenis kontrasepsi.

Hal ini disebabkan karena untuk mendapatkan pelayanan kontrasepsi yang

diperlukan akseptor harus menyediakan dana yang diperlukan. Seseorang pasti

akan memilih kontrasepsi yang sesuai dengan kemampuan mereka mendapatkan

kontrasepsi tersebut. Sejak tahun 2008, pemerintah telah memantapkan

penjaminan kesehatan bagi masyarakat miskin dengan menyediakan alat

kontrasepsi gratis seperti suntik, susuk KB, kondom atau IUD termasuk

memberikan layanan gratis untuk akseptor yang ingin ber-KB secara permanen

lewat operasi medis operatif. Kontrasepsi gratis yang disediakan diharapkan

dimanfaatkan secara maksimal oleh pasangan usia subur (PUS) terutama dari

kelompok keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera I guna mengatur

kelahirannya secara lebih baik. Dengan diberlakukannya program tersebut, ada

peningkatan terhadap partisipasi pria dalam ber-KB walaupun hanya sedikit demi

sedikit.

Sampai saat ini masih diberlakukan kondom yang dijual murah bagi

masyarakat miskin khususnya di puskesmas dan ada pula fasilitas gratis bagi pria

yang bersedia melakukan vasektomi.Tingkat penghasilan masing-masing daerah

sangat bervariasi sejak diberlakukannya otonomi daerah. Indikator untuk

menentukan tingkat pendapatan seseorang adalah dipandang dari besarnya UMK

(51)

2.6.4. Umur Istri

Umur dalam hubungannya dengan pemakaian KB berperan sebagai faktor

intrinsik. Umur berhubungan dengan struktur organ, fungsi faaliah, komposisi

biokimiawi termasuk sistem hormonal seorang wanita. Perbedaan fungsi faaliah,

komposisi biokimiawi, dan sistem hormonal pada suatu periode umur

menyebabkan perbedaan pada kontrasepsi yang dibutuhkan.

Masa reproduksi (kesuburan) seorang wanita dibagi menjadi 3, yaitu:

a. Masa menunda kehamilan (kesuburan)

b. Masa mengatur kesuburan (menjarangkan)

c. Masa mengakhiri kesuburan (tidak hamil lagi).

Masa reproduksi (kesuburan) ini merupakan dasar pola penggunaan

kontrasepsi secara rasional.

A. Masa Menunda Kehamilan

Sebaiknya istri menunda kehamilan pertama sampai umur 20 tahun.

Ciri-ciri kontrasepsi yang sesuai:

a. Kembalinya kesuburan yang tinggi artinya kembalinya kesuburan

dijamin 100 %. Ini penting karena akseptor belum mempunyai anak.

b. Efektifitas yang tinggi. Hal ini penting karena kegagalan akan

menyebabkan tujuan KB tidak tercapai.

Prioritas kontrasepsi yang sesuai:

1. Pil

2. AKDR

(52)

B. Masa Mengatur Kesuburan

Umur melahirkan terbaik bagi istri adalah umur 20 - 30 tahun.

Ciri-ciri kontrasepsi yang sesuai:

a. Kembalinya kesuburan (reversibilitas) cukup.

b. Efektifitas cukup tinggi.

c. Dapat dipakai 2 - 4 tahun, sesuai dengan jarak kehamilan yang aman

untuk ibu dan anak.

d. Tidak menghambat produksi ASI (air susu ibu) . Ini penting karena ASI

adalah makanan terbaik bagi bayi sampai umur 2 tahun. Penggunaan ASI

mempengaruhi angka kesakitan bayi/anak.

Prioritas kontrasepsi yang sesuai:

1. AKDR

2. Suntikan

3. Mini pil

4. Pil

5. Cara sederhana

6. Norplant (AKBK)

7. Kontap ( jika umur sekitar 30 tahun)

C. Masa Mengakhiri Kesuburan

Pada umumnya setelah keluarga mempunyai 2 anak dan umur istri telah

melebihi 30 tahun, sebaiknya tidak hamil lagi.

(53)

a. Efektifitas sangat tinggi. Kegagalan menybabkan terjadi kehamilan

dengan resiko tinggi bagi ibu dan anak. Selain itu akseptor sudah tidak ingin

mempunyai anak lagi.

b. Dapat dipakai untuk jangka panjang.

c. Tidak menambah kelainan/penyakit yang sudah ada. Pada masa umur

tua kelainan seperti penyakit jantung, darah tinggi, dan metabolik meningkat.

Oleh karena itu, sebaiknya tidak memberikan obat/kontrasepsi yang menambah

kelainan/penyakit tersebut.

Prioritas kontrasepsi yang sesuai:

1. Kontap

2. AKDR

3. Norplant (AKBK)

4. Suntikan

5. Mini pil

6. Pil

7. Cara sederhana.

2.6.5. Jumlah Anak

Jumlah anak yang dimaksud di sini adalah jumlah anak yang masih hidup

yang dimiliki seorang wanita sampai saat wawancara dilakukan (BPS, 2009).

Setiap anak memiliki nilai, maksudnya setiap anak merupakan cerminan harapan

serta keinginan orang tua yang menjadi pedoman dari pola pikir, sikap maupun

(54)

pasangan suami istri akan memberi pertimbangan tentang apakah mereka ingin

memiliki anak dan jika ingin, berapa jumlah yang diinginkan.

Jumlah anak berkaitan erat dengan tingkat kesejahteraan keluarga. Pada

keluarga dengan tingkat kesejahteraan tinggi umumnya lebih mementingkan

kualitas anak daripada kuantitas anak. Sementara itu pada keluarga miskin, anak

dianggap memiliki nilai ekonomi. Umumnya keluarga miskin memiliki banyak

anak dengap harapan anak-anak tersebut dapat membantu orang tuanya bekerja.

Jumlah anak juga dapat dipengaruhi oleh faktor kebudayaan setempat yang

menganggap anak laki-laki lebih bernilai dari anak perempuan. Hal ini

mengkibatkan pasangan suami istri berusaha untuk menambah jumlah anak

mereka jika belum mendapatkan anak laki laki.

Jumlah anak berkaitan erat dengan program KB karena salah satu misi dari

program KB adalah terciptanya keluarga dengan jumlah anak yang ideal yakni

dua anak dalam satu keluarga, laki-laki maupun perempuan sama saja. Para

wanita umumnya lebih menyadari bahwa jenis kelamin anak tidak penting

sehingga bila jumlah anak sudah dianggap ideal maka para wanita cenderung

untuk mengikuti program KB. Dengan demikian, jenis kontrasepsi yang banyak

digunakan adalah jenis kontrasepsi untuk wanita.

2.6.6. Pendidikan

Faktor pendidikan seseorang sangat menentukan dalam pola pengambilan

keputusan dan penerimaan informasi dari pada seseorang yang berpendidikan

(55)

persepsi seseorang tentang pentingnya suatu hal, termasuk dalam perannya dalam

program KB.

Pada akseptor KB dengan tingkat pendidikan rendah, keikutsetaannya

dalam program KB hanya ditujukan untuk mengatur kelahiran. Sementara itu pada

akseptor KB dengan tingkat pendidikan tinggi, keikutsertaannya dalam program

KB selain untuk mengatur kelahiran juga untuk meningkatkan kesejahteraan

keluarga karena dengan cukup dua anak dalam satu keluarga dan laki-laki atau

perempuan sama saja, maka keluarga kecil bahagia dan sejahtera dapat tercapai

dengan mudah. Hal ini dikarenakan seseorang dengan tingkat pendidikan lebih

tinggi memiliki pandangan yang lebih luas tentang suatu hal dan lebih mudah

untuk menerima ide atau cara kehidupan baru. Dengan demikian, tingkat

pendidikan juga memiliki hubungan dengan pemilihan jenis kontrasepsi yang

akan digunakan.

2.6.7. Dukungan Istri

Pelaksanaan program KB di Indonesia harus memperhatikan hak-hak

reproduksi, pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender sesuai dengan

kesepakatan yang dibuat pada Konferensi Kependudukan dan Pembangunan di

Kairo tahun 1994. Sosialisasi mengenai hak-hak reproduksi dan kesetaraan gender

menjadi kegiatan yang selalu menjadi perhatian dalam pelaksanaan program,

demikian pula halnya dalam pelayanan keluarga berencana dan kesehatan

reproduksi.

Isu gender adalah suatu kondisi yang menunjukkan kesenjangan wanita

(56)

dilihat dari faktor akses, partisipasi, manfaat dan pengambilan keputusan

(kontrol). Dalam pelaksanaan program Keluarga Berencana selama ini, isu gender

yang sangat menyolok adalah :

1. Akses pria terhadap informasi dan pelayanan KB masih sangat terbatas

(hanya 39 % pria tahu tentang vasektomi dan lebih dari 88 % tahu tentang

berbagai metode KB bagi wanita, serta menganggap KB sebagai urusan wanita).

2. Peserta KB pria baru mencapai 1,3 % dari total 58,3 % peserta KB.

3. Sampai saat ini pria yang mengetahui manfaat KB bagi diri sendiri dan

keluarganya masih sangat sedikit.

4. Masih dominannya suami dalam pengambilan keputusan KB dan

kesehatan reproduksi.

Kesenjangan gender merupakan suatu kondisi ketidakseimbangan

hubungan antara pria dan wanita dalam pelaksanaan pelayanan KB dan kesehatan

reproduksi, sehingga salah satu pihak merasa dirugikan karena tidak dapat

berpartisipasi dan memperoleh menfaat dari pelayanan tersebut. Ada tidaknya

kesenjangan dalam KB dan kesehatan reproduksi dapat dilakukan melalui proses

analisis gender, antara lain dapat dilihat dari faktor akses (jangkauan), manfaat,

partisipasi (keikutsertaan) serta pengambilan keputusan (kontrol). Berdasarkan

uraian di atas, pria seolah terdiskriminasi dalam pelayanan KB dan kesehatan

reproduksi. Hal ini dapat dilihat dari :

Keikutsertaan pria dalam KB saat ini baru mencapai 1,3 % (SDKI 2002-2003)

Gambar

Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Responden di Desa Dolat Rayat
Tabel 4.2. Distribusi Responden berdasarkan hubungan faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, pendidikan, umur istri, jumlah anak dan budaya) dengan partisipasi suami dalam program Keluarga Berencana di Desa Dolat Rayat Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo
Gambar 5.1. Distribusi Pie Karakteristik Umur Responden Terhadap
Gambar 5.2. Distribusi Pie Karakteristik Pendidikan Responden Terhadap
+2

Referensi

Dokumen terkait

Tujuannya yaitu untuk mengetahui pengaruh Pengetahuan, Akses Pelayanan, Dukungan Istri, Sosial budaya dengan keikutsertaan suami dalam program keluarga berencana di

Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi hubungan sosiodemografi (umur, pendapatan, pendidikan, jumlah anak, pekerjaan, pengetahuan tentang KB), sikap dan

Hubungan Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Pendapatan, Jumlah Anak, Dukungan Keluarga, Pengetahuan, dan Sikap dengan Perilaku KB Metode Operasi Pria (MOP) di Kecamatan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pendidikan pasangan usia subur, mengetahui pendapatan pasangan usia subur, mengetahui partisipasi pasangan usia

Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Partisipasi Sub Pembantu Petugas Keluarga Berencana Desa (Sub PPKBD) dalam Program KB (Studi pada Kecamatan Ajung Kabupaten

1 Istri memberi dukungan dalam memilih salah satu alat kontrasepsi yang digunakan. 2 Istri mau berhubungan bila

Teknik pengumpulan data, yang meliputi : umur, pendidikan, pendapatan, jumlah anak, pengetahuan, sikap, nilai budaya, sarana dan prasarana, dukungan istri, dukungan keluarga,

Pengetahuan yang kurang, sosial budaya yang tidak peka terhadap keadilan gender dan kurangnya kepedulian suami terhadap kesehatan dan hak – hak reproduksi baik istri maupun