• Tidak ada hasil yang ditemukan

Determinan Partisipasi Suami dalam Program Keluarga Berencana di Desa Dolat Rayat Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Determinan Partisipasi Suami dalam Program Keluarga Berencana di Desa Dolat Rayat Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo Tahun 2015"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1.1 Latar Belakang

Masalah kependudukan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara termasuk Indonesia. Saat ini penduduk Indonesia kurang lebih berjumlah 248,8 juta jiwa dengan pertambahan penduduk 1,49%. Lajunya tingkat pertumbuhan penduduk tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas penduduk sehingga mempengaruhi tingkat kehidupan dan kesejahteraan penduduk. Dalam rangka menanggulangi hal itu, pemerintah telah mencanangkan program kependudukan dan Keluarga Berencana sebagai program nasional (Handayani, 2010).

Selama kurun waktu 2000-2013 jumlah penduduk Indonesia cenderung berfluktuasi. Pada tahun 2000 sebanyak 205,1 juta jiwa, tahun 2005 meningkat menjadi 219,8 juta jiwa, tahun 2010 meningkat lagi menjadi 238,5 juta jiwa dan data terakhir pada tahun 2013 sebanyak 248,8 juta jiwa dengan kepadatan penduduk 130,2 jiwa per km2 (BPS, 2014). Persebaran penduduk di tahun 2013 tidak merata baik antar pulau maupun antar provinsi, dan data menunjukkan 57,06% penduduk berada di pulau Jawa (Depkes RI, 2014). Walaupun memiliki jumlah penduduk yang besar akan tetapi kualitas penduduk Indonesia masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari Human Development Index (HDI) di mana Indonesia hanya berada pada rangking 108 dari 177 negara (UNDP, 2014).

(2)

Program Keluarga Berencana atau KB yang merupakan program pengendalian pertumbuhan penduduk dengan jargon “Dua Anak Cukup”. Berdasarkan Undang -Undang No. 10 Tahun 1992, Program Keluarga Berencana merupakan upaya pemerintah dalam meningkatkan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, serta peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera.

Visi Program Keluarga Berencana yang semula adalah Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) dengan slogan dua anak cukup, laki-laki perempuan sama saja dikembangkan menjadi Keluarga Berkualitas tahun 2015. Visi ini menekankan pentingnya upaya menghormati hak-hak reproduksi sebagai upaya integral dalam meningkatkan kualitas keluarga (BKKBN dan UNFPA, 2005). Keluarga berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, memiliki jumlah anak yang ideal, harmonis dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (Pinem, 2009).

(3)

berencana merupakan upaya pelayanan kesehatan preventif yang paling dasar dan utama (Pinem, 2009).

Progam keluarga berencana dibentuk sejak tahun 1951 dan terus berkembang. Pada tahun 1970 terbentuk badan koordinasi keluarga berencana nasional atau BKKBN, yang mempunyai tujuan yaitu menjarangkan kehamilan dengan menggunakan alat kontrasepsi dan menciptakan kesejahteraan ekonomi dan sosial bagi seluruh masyarakat melalui usaha-usaha perencanaan dan pengendalian penduduk (Prawirohardjo, 2000).

Sampai saat ini alat kontrasepsi yang sudah dikenal oleh masyarakat belum tercapai satu metode kontrasepsi yang benar-benar 100% ideal. Kotrasepsi ideal itu harus memenuhi syarat-syarat yaitu dapat dipercaya, tidak menimbulkan efek yang mengganggu kesehatan, daya kerjanya dapat diatur menurut kebutuhan, tidak menimbulkan gangguan sewaktu melakukan koitus, tidak memerlukan motivasi terus-menerus, mudah pelaksanaannya, murah harganya sehingga dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, dapat diterima penggunaannya oleh pasangan yang bersangkutan (Prawirohardjo, 2008).

(4)

menggunakan KB saat ini, 59,3% menggunakan cara modern: 51,9% penggunaan KB hormonal, dan 7,5% non-hormonal. Menurut metodenya 10,2% penggunaan kontrasepsi jangka panjang (MKJP), dan 49,1% non-MKJP (RISKESDAS 2013).

Peserta KB baru secara nasional sampai dengan bulan Agustus 2013 sebanyak 5.547.543 peserta. Apabila dilihat per mix kontrasepsi maka persentasenya adalah sebagai berikut : 348.134 peserta IUD (7,85%), 85.137 peserta MOW (1,53%), 475.463 peserta Implant (8,57%), 2.748.777 peserta Suntikan (49,55%), 1.458.464 peserta Pil (26,29%), 9.375 peserta MOP (0,25%) dan 330.303 peserta Kondom (5,95 %) (BKKBN, 2013).

Meskipun program KB dinyatakan cukup berhasil di Indonesia, namun dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan-hambatan yang dirasakan antara lain adalah masih banyak Pasangan Usia Subur yang masih belum menjadi peserta KB. Dari hasil penelitian yang diketahui banyak alasan dikemukakan oleh wanita yang tidak menggunakan kontrasepsi, antara lain karena mereka menginginkan anak. Alasan yang cukup menonjol adalah karena masalah kesehatan yang ditimbulkan dari efek samping ber-KB, karena masalah agama dan sosial budaya, juga karena alasan yang berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi yaitu biaya yang mahal (BKKBN, 2010).

(5)

suami menjadi salah satu faktor dalam menyukseskan program kesehatan reproduksi. Penggunaan alat kontrasepsi terlebih bagi pasutri (pasangan suami istri) adalah tanggung jawab bersama antara pria dan wanita, sehingga metode yang dipilih mencerminkan kebutuhan serta keinginan suami istri tanpa mengesampingkan hak reproduksi masing-masing (Mikkelsen, 1999).

Permasalah utama dalam penyelenggaraan program KB terjadi pada partisipasi masyarakat khususnya partisipasi dari pria. Partisipasi pria diperlukan dalam penerapan program KB khususnya dalam penggunaan alat kontrasepsi, hal ini dikarenakan pria sebagai anggota dalam keluarga juga merupakan actor KB. Dengan kata lain orang yang ikut berperan dalam KB, sehingga keberhasilan program KB tidak hanya ditentukan oleh wanita tetapi juga oleh pria sebagai anggota dalam sebuah keluarga yang berkewajiban untuk mewujudkan keluarga kecil sejahterah, rendahnya partisipasi pria dalam ber-KB ini disebabkan oleh alasan-alasan tertentu, Oleh karena itu penelitian ini menitikberatkan pada mendeskripsikan mengapa partisipasi pria dalam ber-KB rendah dengan kata lain faktor yang mempengaruhi rendahnya partisipasi pria dalam implementasi program KB (Kartika, 2010).

(6)

tahun 2010 sebesar 3,6%, tahun 2011 sebesar 4%, tahun 2012 sebesar 4,3 %, tahun 2013 sebesar 4,6%, dan 2014 sebesar 5%).

Berdasarkan data dari BKKBN tahun 2014, peserta KB baru pria di Indonesia adalah sebesar 5,51%, sedangkan di Sumatera Utara sebesar 17,96%. Jika dibandingkan dengan pencapaian angka partisipasi pria ber-KB di Negara – Negara berkembang seperti di Pakistan sebanyak 5,2%; Bangladesh sebanyak 13,9%, Nepal sebanyak 24%, Malaysia sebanyak 16,8% dan jepang sebanyak 80% maka Indonesia masih menjadi Negara yang paling rendah tingkat partisipasi prianya dalam ber-KB (BAPPENAS, 2013).

(7)

jumlah anak sering dianggap bukan masalah yang memberatkan. Dalam hal ini, target program KB dengan semboyan "dua anak lebih baik" sering dianggap sebagai usang yang mungkin cuma cocok bagi masyarakat statis yang hidup dalam garis kemiskinan (BKKBN, 2010).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mastiur tahun 2014 menunjukan bahwa kesediaan suami sebagai akseptor KB jenis MOP di kecamatan Sitinjo dipengaruhi oleh nilai budaya yang ada di dalam masyarakat, minimnya dukungan istri, dukungan keluarga dan dukungan teman, sarana dan prasarana yang belum memadai, jumlah anak yang sudah dimiliki oleh setiap pasangan serta sikap suami sebagai akseptor KB. Sedangkan faktor umur, pendapatan, pengetahuan dan tingkat pendidikan tidak memengaruhi suami untuk menjadi akseptor KB Medis Operasi Pria (MOP).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sari tahun 2010 di Rumah Sakit Umum Sundari Medan menunjukan bahwa mayoritas peran suami menurut istri dalam pemakaian alat kontrasepsi sebagai motivator baik (75.5%), sebagai fasilitator baik (67.3%), dan sebagai edukator baik (63.6%), program keluarga berencana tidak hanya menuntut peran kaum perempuan tapi juga mengikutsertakan kaum pria sebagai akseptor.

(8)

Dari hasil survey pendahuluan diketahui bahwa hampir semua pengunaan alat kontrasepsi dilakukan oleh perempuan. Di masyarakat masih ada wacana bahwa masalah KB adalah masalah wanita, sehingga perlu adanya pemantauan lebih lanjut untuk dapat mengetahui tingkat partisipasi suami dalam program keluarga berencana khususnya dalam penggunaan alat kontrasepsi. Selain masalah partisipasi suami, puskesmas Dolat rayat belum menjadikan layanan KB sebagai prioritas. Puskesmas masih berfokus pada pengobatan masyarakat saja, sehingga puskesmas tidak memiliki strategi khusus untuk pelayanan KB dan berpengaruh terhadap partisipasi dalam ber-KB khususnya pada pria.

Dengan meningkatnya partisipasi pria diharapkan akan menumbuhkan kesadaran baru bahwa pelaksana program KB bukan hanya wanita tetapi pria juga memiliki tanggung jawab yang sama untuk menjaga jumlah kelahiran tidak melebihi yang sudah dianjurkan oleh pemerintah. Selain itu diharapkan juga akan meningkatkan kesadaran pria akan pentingnya menggunakan alat kontrasepsi sebagai alat untuk mengontrol jumlah kelahiran sekaligus atau minimal untuk menjaga agar pasangan mereka tidak hamil dalam waktu yang berdekatan dan melahirkan anak lebih dari dua karena jika hal ini dilakukan selain mengontrol jumlah kelahiran juga akan mengurangi angka kelahiran bayi mati dan ibu mati saat melahirkan.

(9)

dan budaya(kepercayaan). Maka dari itu, penulis mengadakan pengkajian terhadap determinan tersebut.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas permasalahan yang hendak dikaji adalah bagaimana determinan tingkat partisipasi suami di Desa Dolat Rayat Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo tahun 2015 dalam program Keluarga Berencana.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui determinan partisipasi suami dalam program keluarga berencana di Desa Dolat Rayat Kecamatan Dolat Rayat kabupaten Karo Tahun 2015.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan partisipasi suami dalam program Keluarga Berencana.

2. Untuk mengetahui hubungan sikap dengan partisipasi suami dalam program Keluarga Berencana.

3. Untuk mengetahui hubungan pendidikan dengan partisipasi suami dalam program Keluarga Berencana.

4. Untuk mengetahui hubungan umur istri dengan partisipasi suami dalam program Keluarga Berencana.

(10)

6. Untuk mengetahui hubungan budaya (kepercayaan) dengan partisipasi suami dalam program Keluarga Berencana.

7. Untuk mengetahui hubungan aksesibilitas pelayanan KB dengan partisipasi suami dalam program Keluarga Berencana.

8. Untuk mengetahui hubungan tingkat pendapatan dengan partisipasi suami dalam program Keluarga Berencana.

9. Untuk mengetahui hubungan dukungan istri dengan partisipasi suami dalam program Keluarga Berencana.

10.Untuk mengetahui hubungan dukungan sosial dengan partisipasi suami dalam program Keluarga Berencana.

1.4. Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat antara lain :

1. Menambah pengalaman bagi peneliti sehingga peneliti dapat mengaplikasikan ilmu yang telah didapat.

2. Menjadi bahan masukan dan informasi bagi pelaksana pelayanan Keluarga Berencana dalam merencanakan program peningkatan cakupan program Keluarga Berencana pada suami

3. Diharapkan dapat memberi informasi yang jelas dan lengkap tentang program Keluarga Berencana kepada suami yang ada di desa Dolat Rayat, Kecamatan Dolat Rayat, Kabupaten Karo, sehingga dapat meningkatkan partisipasi suami dalam program Keluarga Berencana di wilayah tersebut. 4. Memberi informasi dan menjadi bahan referensi bagi penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Ho : Tidak terdapat peningkatan yang signifikan kontrol diri melalui bimbingan kelompok dengan teknik permainan simulai pada siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Suruh. Hi :

[r]

[r]

Kegiatan ini bertujuan untuk memanfaatkan limbah sagu hasil pengolahan pati sagu oleh masyarakat petani di Kecamatan Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar, Kalimantan

tahun terakhir ini memperlihatkan bahwa penelitian bahan alam tidak menghasilkan keanekaragaman molekul yang sejajar dengan usaha penemuan dan pengembangan obat baru termasuk

Seiring perkembangan jaman yang maju di tahun 1977-1978 terbentuk Radio Siaran Swasta Indonesia (RSSI), radio dipimpin oleh pusat dari situ radio berkembang pesat dengan metode

contoh hewan yang dapat melindungi diri dari musuh dengan benar.. Dengan melakukan tanya jawab dengan guru, siswa dapat

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE COURSE REVIEW HORAY UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |