• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya Peningkatkan Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran (IPS) Sejarah Dengan Menggunakan Media Dongeng

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Upaya Peningkatkan Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran (IPS) Sejarah Dengan Menggunakan Media Dongeng"

Copied!
217
0
0

Teks penuh

(1)

(Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas X SMK Pembangunan Global) Tahun Ajaran 2015-2016

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan IPS (S. Pd)

Oleh :

KIKI PUJI ASTUTI NIM : 109015000011

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)

Menggunakan Media Dongeng

(Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas X SMK Pembangunan Global Jln. Sukatani Barat No.99, Kota Pangulah Utara, Kec.Kota Baru, Cikampek)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan IPS (S. Pd)

Oleh :

KIKI PUJI ASTUTI NIM : 109015000011

Mengetahui

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(4)
(5)

Dalam Pembelajaran (IPS) Sejarah Dengan Menggunakan Media Dongeng”.(Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas X Smk Pembangunan Global di Jln. Sukatani Barat No. 99 Kota Pangulah Utara Kec. Kota Baru Cikampek). Skripsi Jurusan Pendidikan IPS, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Juni 2016.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah dengan media pembelajaran dongeng atau cerita pada mata pelajaran IPS (Sejarah) tentang pedagang penguasa dan pujangga pada masa klasik (Hindu-Buddha) dapat terlaksana dengan baik atau tidak serta dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dan pada hasil penelitian ini membuktikan bahwa hasil belajar siswa dapat meningkat meski dengan media yang sederhana.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian Tindakan Kelas merupakan suatu pendekatan untuk meningkatkan pendidikan dengan melakukan perubahan kearah perbaikan terhadap hasil pendidikan dan pembelajaran, digunakanlah media dongeng pada pembelajaran IPS (Sejarah) di kelas X SMK Pembangunan Global di Jln. Sukatani Barat No. 99 Kota Pangulah Utara Kec. Kota Baru Cikampek.

Penulis memilih satu model pembelajaran media dongeng untuk mengatasi pembelajaran dalam peningkatan pemahaman serta menumbuhkan rasa kreativitas pada diri siswa. Media dongeng adalah cara mudah untuk menempatkan informasi ke dalam otak dan mengambil informasi keluar otak dari otak.Siswa yang dijadikan objek penelitian ini adalah siswa kelas X SMK Pembangunan Global yang berjumlah 38 siswa kelas X. Instrument yang digunakan berupa RPP, lembar observasi, lembar angket, dan tes hasil belajar IPS pada materi Sejarah yakni pedagang, penguasa, dan pujangga pada masa klasik (Hindu dan Budha) berbentuk pilihan ganda 35 soal. pada penelitian ini dilakukan 2 siklus, setiap siklus terdiri dari 5 kali pertemuan.

Berdasarkan analisis penelitian yang telah di lakukan bahwa penerapan media dongeng terlaksana dengan baik. Hal ini terlihat dengan meningkatnya hasil rata-rata hasil belajar

siswa siklus 1 dengan nilai pretest : 69,43 dan posttest : 78,14 dengan nilai N-Gain : 0, 28 dan

siklus 2 dengan nilai pretest : 77,51 dan posttest : 85, 94 dengan nilai N-Gain : 0, 37. Pada

siswa kelas X SMK Pembangunan Global pada materi materi Sejarah yakni pedagang, penguasa, dan pujangga pada masa klasik (Hindu dan Budha).

(6)

Learning (IPS) History of Using Media Tale". (Class Action Research In Class X Smk Global Development at Jln. Sukatani West No. 99 North Pangulah City district. New Town Cikampek). Thesis Department of Social Education, Faculty of Science and Teaching Tarbiyah UIN SyarifHidayatullah Jakarta, June 2016.

This study aims to determine whether the learning media fairy tales or stories in social studies (history) about traders ruler and poet in the classical period (Hindu-Buddhist) can be done well or not, and can improve student learning outcomes. And the results of this study prove that student learning outcomes can be improved even with simple media.

The method used in this research is the Classroom Action Research (PTK). Class Action Research is an approach to improve education by making changes towards improving the outcomes of education and learning, is used media IPS fairytale learning (History) in class X SMK Global Development at Jln. Sukatani West No. 99 City North Pangulah district. New Town Cikampek.

The author chose a fairytale media learning model to address the learning in improving the understanding and foster a sense of creativity in students. Media fairytale is an easy way to put the information into the brain and take information out of the brain of the brain. Students who made the object of this study are students of class X SMK Global Development totaling 38 students of class X. The instrument is used in the form of lesson plans, observation sheets, sheet questionnaires, and tests results of social studies on the material history of the traders, rulers, and poet in the classical period (Hinduism and Buddhism) 35 multiple choice questions. in this study conducted two cycles, each cycle consisting of five meetings.

Based on the analysis of the research that has been done that the media application fairytale performing well. This can be seen with increasing average results of student learning outcomes with the value pretest cycle 1: 69.43 and posttest: 78.14 with a value of N-Gain: 0, 28, and cycle to the value pretest 2: 77.51 and posttest: 85 , 94 with a value of N-Gain: 0, 37. in class X SMK Global Development in the material history of the material merchants, rulers, and poet in the classical period (Hinduism and Buddhism).

(7)

i

Bismillahirrahmaannirrahiim

Puji serta syukur ke Hadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat kepada

makhluk-Nya. Atas segala izin dan pertolongan-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul : Upaya Peningkatan Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran (IPS) Sejarah

Dengan Menggunakan Media Dongeng. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Pendidikan S1 Juruan Pendidikan IPS (Sosiologi) Fakultas

Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak akan

terealisasikan dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada

kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada yang terhormat :

1. Saya sangat bersyukur dan berterima kasih pada Allah SWT. Berkat ridho dan

karunia-Nya saya dapat menyelesaikan tugas terakhir saya walau dengan perlahan tapi

pasti. Tak lupa pula kepada Junjungan kita Nabi Muhammad SAW karena beliaulah

silaturahmi yang ada dalam ajaran agama Islam dapat mempertemukan kita dalam

ruang lingkup pendidikan, yakni sebagai cahaya dalam hidup kita.

2. Bapak Prof. Dede Rosyada, MA selaku Rektor (UIN) Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Prof. Dr. Thib Raya, MA, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

4. Bapak Dr. Iwan Purwanto, M. Pd, selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPS dan sekaligus

Pembimbing Akademik yang telah banyak meluangkan waktunya untuk

membimbing, memberikan nasihat, arahan, dan memotivasi kepada penulis agar

segera dapat terealisasikan skripsi ini.

5. Bapak Syaripulloh, selaku Wakil Ketua/Sekretaris Jurusan Pendidikan IPS serta

sebagai Dosen Penguji I yang telah memberikan banyak ilmu dan nasihatnya.

6. Bapak Sodikin, M. Si, selaku Dosen Penguji II.

7. Bapak Ahmad Royani, selaku Ketua Lab

8. Bapak Muhammad Noviacdi, selaku Wakil Lab

9. Ibu Ulfah Fajarini, M. Si, Dr, selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak

meluangkan waktunya untuk membimbing dan memotivasi kepada penulis sehingga

dapat menyelesaikan skripsi ini.

10.Bapak/ Ibu Dosen UIN Syarif Hiadayatullah Jakarta yang telah memberikan banyak

(8)

ii

terselesaikannya skripsi ini

12.Bapak Abdul Rojak, S. Pd, selaku Kepala Sekolah SMK Pembangunan Global.

13.Seluruh siswa/siswi SMK Pembangunan Global yang telah banyak membantu saat

penelitian di lapangan.

14.Seluruh sahabat-sahabatku dan teman-teman dari semua pihak yang tidak dapat

penulis sebutkan satu-satu namanya disini, yang telah memberikan motivasi,

semangat, dan informasi sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Tapi besar

harapan penulis mudah-mudahan skripsi ini dapat memberikan kontribusi yang berarti

bagi perkembangan dunia pendidikan khususnya SMK atau SMA sederajat serta

bermanfaat bagi yang membacanya.

Jakarta, 24 Juni 2016

(9)

iii

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ABSTRAK (INDONESIA)

ABSTRAC (INGGRIS)

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR BAGAN ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Fokus Penelitian ... 6

C.Pembatasan Penelitian ... 7

D.Rumusan Penelitian ... 7

E.Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN TEORI A.Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti ... 9

1. Media ... 9

a. Pengertian Media ... 9

b. Pemanfaatan Media ... 10

c. Fungsi Media ... 11

d. Klasifikasi Dan Karakteristik Media ... 12

2. Dongeng ... 13

a. Sejarah Singkat Cerita / Dongeng ... 13

b. Pengertian Dongeng ... 15

c. Ciri-Ciri Dongeng ... 19

d. Manfaat Dongeng ... 19

(10)

iv

h. Dongeng Sebagai Sumber Pembentuk Dan Pembinaan Watak .... 22

i. Langkah Dasar Bercerita bagi Guru Dongeng ... 23

j. Metode Penyampaian Cerita/ Dongeng ... 24

3. Pendidikan, Belajar dan Hasil Belajar Kognitif ... 28

4. Sejarah ... 37

5. Hasil Penelitian Yang Relevan ... 41

6. Kerangka Berfikir ... 50

7. Hipotesis Tindakan ... 51

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A.Waktu dan Tempat Penelitian ... 53

1. Tempat Penelitian ... 53

2. Waktu Penelitian ... 53

B.Metode dan Desain Intervensi Tindakan ... 54

1. Metode ... 54

2. Desain Intervensi Tindakan ... 55

C.Subjek Penelitian ... 55

D.Peran dan Posisi Peneliti Dalam Penelitian ... 55

E.Tahapan Intervensi Tindakan ... 55

F. Data dan Sumber Data ... 58

G.Instrument dan Teknik Pengumpulan Data ... 59

H.Teknik Keterpercayaan Study ... 62

1. Uji Validitas ... 62

2. Uji Reliabilitas. ... 66

I. Analisis Data ... 67

J. Tindak Lanjut Pengembangan Perencanaan Tindakan ... 69

K.Indikator Keberhasilan ... 71

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Profil Sekolah ... 72

B. Deskripsi Data ... 74

1. Hasil Belajar Pembelajaran IPS (Sejarah) Dengan Menggunakan Media Dongeng Pada Setiap Siklus ... 74

(11)

v

b. Tahap Pelaksanaan ... 77

c. Tahap Pengamatan ... 78

d. Tahap Refleksi ... 83

3) Deskripsi Siklus II ... 84

a. Tahap Perencanaan... 84

b. Tahap Pelaksanaan ... 85

c. Tahap Pengamatan ... 87

d. Tahap Refleksi ... 91

2. Hasil Belajar Pembelajaran IPS (Sejarah) Dengan Menggunakan Media Dongeng Pada Akhir Siklus ... 92

3. Pembahasan Hasil Penelitian ... 93

4. Analisis hasil belajar siklus I ... 94

5. Analisis Hasil Belajar Siklus II ... 98

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A.Kesimpulan ... 103

B.Implikasi ... 103

C.Saran ... 104

DAFTAR PUSTAKA ... 105

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(12)

vi

Tabel

Halaman

1. Jadwal Penelitian ... 53

2. Hasil Interpretasi Validitas Uji Coba Instrument Hasil Belajar Siswa Pada Siklus I .. 63

3. Hasil Interpretasi Validitas Uji Coba Instrument Hasil Belajar Siswa Pada Siklus II .. 65

4. Hasil Interpretasi Realibilitas Uji Coba Instrument Pada Siklus I dan II ... 67

5. Interpretasi Keterlaksanaan ... 68

1. Interpretasi Hasil Belajar ... 69

2. Obsevasi Awal ... 75

3. Lembar Observasi Aktivitas Siswa Dalam Proses Pembelajaran Pada Siklus I ... 79

4. Lembar Observasi Aktivitas Guru Dalam Proses Pembelajaran Pada Siklus I ... 80

5. Nilai Rata-rata Hasil Belajar Siswa Siklus I ... 82

6. Lembar Observasi Aktivitas Siswa Dalam Proses Pembelajaran Pada Siklus II ... 87

7. Lembar Observasi Aktivitas Guru Dalam Proses Pembelajaran Pada Siklus II ... 89

8. Nilai Rata-Rata Hasil Belajar Siswa Siklus II ... 92

9. Nilai Hasil Belajar Siswa Pada Siklus I ... 94

10.Keterangan Nilai Presentase ... 96

11.Rekapitulasi Hasil Test Siklus I ... 97

12.Nilai Hasil Belajar Siswa Pada Siklus II ... 98

13.Rekapitulasi Hasil Test Siklus II ... 100

14.Perbandingan Hasil Belajar dan Peresentase hasil belajar pada siklus I & II ... 101

(13)

vii

Gambar

Halaman

1. Kerucut Pengalaman Dale ... 12

2. Skema Kerangka Pemikiran ... 51

3. Grafik Observasi Awal ... 76

4. Observasi Aktivitas Guru Siklus I ... 82

5. Observasi Aktivitasa Guru Siklus II ... 91

6. Observasi Siklus I dan II ... 94

7. Perhitungan Hasil Belajar Siklus I ... 97

8. Perhitungan Hasil Belajar Siklus II ... 100

9. Perbandingan hasil Belajar Pretest dan Postest Siklus I & II, Dan N-Gain ... 101

(14)

viii

Bagan

1.1 Penyampaian Cerita atau Dongeng ... 26

(15)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.

Sekarang ini kita telah memasuki abad dimana IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan

Tekhnologi) berkembang pesat sesuai kemajuan zaman dan tekhnologi modern

banyak di ciptakan namun dalam hal ini seorang siswa tidak bisa belajar dengan

sungguh-sungguh hanya bisa mengandalkan teknologi tersebut tanpa bisa

menciptakan suatu kreativitas. Dengan demikian siswa perlu di bekali untuk

memiliki kemampuan memperoleh, memilih, dan mengelola informasi untuk

bertahan pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif seperti di

masa modern seperti ini.

Pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan seseorang atau kelompok

orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan

yanag lebih tinggi dalam arti mental. sebagaimana firman Allah SWT dalam surat

(Al-ankabut ayat : 43)

Artinya :

“ Dan perumpamaan-perumpamaan ini kami buat untuk manusia; dan tidak ada

yang akan memahaminya kecuali mereka yang berilmu.”1

Disini seorang guru dan siswa merupakan komponen yang sangat penting

dalam terbentuknya suatu proses belajar-mengajar/proses pembelajaran. Guru

disini dituntut untuk dapat membimbing siswanya dalam mengasah kemampuan

pengetahuannya sesuai bidang studi yang dipelajari. Oleh karena itu, seorang guru

harus mampu menguasai materi agar dapat mengetahui tingkat pengetahuan

1

(16)

dengan media yang guru bawakan dalam penerapan belajarnya diharapkan bisa

membantu siwa dalam mengembangkan pengetahuannya secara efektif.

Dalam hal ini contoh mata pelajarannya misalnya sejarah yang merupakan

bidang studi yang sudah ada dan merupakan salah satu bidang study IPS (ilmu

pengetahuan sosial) baik di tingkat SD, SMP maupun SMA atau SMK sederajat

sekolah-sekolah tersebut senantiasa memberikan pelajaran sejarah agar siswanya

mengetahui bagaimana bisa terbentuknya sejarah. Akan tetapi, dengan persepsi

kurang baik dan di anggap rendah. Bahkan, sejarah menyandang pelajaran yang

membosankan bagi siswa/siswinya. Kecenderungan yang muncul adalah, persepsi

bahwa sejarah itu tidak memiliki manfaat atau kegunaan dan sejarah merupakan

pelajaran yang membosankan. Umumnya pembelajaran di dalam kelas

berlangsung sangat kaku, dan bosan. Sedangkan, siswa diharapkan belajar yang

menyenangkan agar dapat menyeimbangkan antara otak kanan dan kiri.

Sebagaimana kecenderungan yang muncul adalah persepsi bahwa sejarah itu

tidak memiliki manfaat atau kegunaan dalam pelajaran serta membosankan.

Karena, di kelas pada umumnya materi sejarah disampaikan secara verbal dan

siswa memahami secara visual baik yang digambarkan oleh guru maupun buku.

Sebagai salah satu bahan ajar dalam materi sejarah sekolah, buku dengan berbagai

penyajiannya merupakan sumber belajar paling utama dalam mendapatkan materi

yang dipelajari oleh siswa. Kenyataannya buku mempunyai peranan penting

dalam proses pembelajaran di sekolah, di samping peran guru sebagai pengajar.

Akan tetapi, tidak hanya buku yang memegang peranan penting tetapi dengan

media lainnya juga bisa memegang peranan penting. Misalnya, dengan media

dongeng/cerita karena hampir bisa di pastikan bahwa setiap ahli pendidikan

sepakat bahwa dongeng/cerita (untuk anak-anak) memiliki peran penting dalam

proses tumbuh kembang anak. Sebagaimana yang tertulis dalam firman Allah

(17)

Artinya :

“ Dan sungguh, kamu telahmengetahui orang-orang yang melakukan

pelanggaran diantara kamu pada hari sabat, lalu kami katakan pada mereka, “

Jadilah kamu kera yang hina! ”2

Melalui media dongeng/cerita tidak hanya memperoleh kesenangan atau

hiburan, tetapi masukan dan pengalaman psikologis, sosial dan kultural yang

berharga bagi perkembangannya yang masih berada pada tahap awal umumnya.

Tidaklah berlebihan bahwa cerita/dongeng bisa mempengaruhi pembentukan

kepribadian anak terutama dalam peningkatan hasil belajar. Dengan begitu,

jelaslah bahwa cerita/dongeng bukanlah masalah yang remeh dan “ Sekedar Cerita

“! Cerita berpengaruh besar dan menjangkau waktu yang amat panjang, bahkan

seumur hidup siswa kelak.3

Namun, fakta dilapangan menunjukkan bahwa minat siswa untuk membaca

buku-buku sejarah sangatlah memprihatinkan, ditambah lagi dengan penyampaian

materi oleh guru yang kurang menarik pada pembelajaran sejarah tentu saja akan

berdampak pada peningkatan hasil belajar yang kurang baik. Hal ini bisa

dibuktikan, Setiap kali masuk kelas guru dihadapkan pada kenyataan yamg

kurang menyenangkan misalnya ; siswa tidak tertib dan tidak peduli pada topik

bahasan yang sedang guru jelaskan, pasti banyak siswa yang mengantuk dan

kurang memperhatikan pelajaran ini, dan sebagian dari mereka sibuk sendiri

dengan apa yang mereka pikirkan dan banyak juga yang asyik mengobrol dengan

teman sebangkunya, asyik mengerjakan tugas yang lain, bahkan tidak sedikit

2

Kementrian Agama Republik Indonesia, Qur’an Dan Terjemahnya, Q. S. Al-Ankabut ayat : 43, Bandung : Pt. Madina Raihan Makmur, 2017, Hal 10

3

(18)

fenomena yang terjadi di lingkungan sekolah.

Hal-hal tersebut di atas kemungkinan dikarenakan oleh berbagai macam

faktor, misal cara mengajar guru yang kurang menarik bahkan cenderung

monoton sehingga banyaknya argumentasi yang sulit dipahami. Namun tidak

selamanya dalam proses belajar mengajar memungkinkan untuk memberikan

siswa pengalaman langsung. Melihat pameran, atau karyawisata hanya dapat

dilakukan beberapa kali.

Maka untuk menyiasati agar proses pengalaman tidak berada pada tingkat

yang paling abstrak yakni dengan bercerita/berdongeng, maksudnya dalam

berdongeng siswa di haruskan untuk ikut turut serta dalam cerita tersebut agar

siswa dapat mengetahui makna dan kandungan yang tersimpan di dalam cerita

tersebut. Selain itu, dengan jiwa yang senang selama proses pembelajaran

berlangsung, maka belajar beriringan membentuk kreativitas yang tanpa tekanan,

secara operasional memenuhi standar penilaian KKM untuk pelajaran sejarah.

Itupun selama pembelajaran menarik dan menyenangkan, maka kondisi belajar

dan pengelolaan belajar sudah dipastikan berjalan baik. Akan tetapi, jika

cenderung tidak menarik atau membosankan tidak menutup kemungkinan bahwa

bahwa kondisi belajar dan pengelolaan dalam belajarnya dipastikan belum

berjalan dengan baik.

Suatu keberhasilan pelajaran tentunya tidak lepas dari faktor internal dan

eksternal. Dimana faktor internal yakni faktor yang berkaitan dengan diri siswa

dalam kemampuan, minat, motivasi, keaktivan belajar, kreativitas dan lain-lain.

Dan faktor eksternal yakni faktor dari luar diri siswa diantaranya seperti model

pembelajaran, strategi pembelajaran, sarana kelas, dan lain-lain. Akan tetapi

dalam fase awal belajar adalah masa yang dilalui sebelum melalui fase belajar

lanjutan, selepas mereka dari usia balita, anak-anak, remaja, hingga dewasa. Fase

ini mencakup masa pengasuhan, pendidikan di taman kanak-kanak, sekolah dasar,

sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, sampai memasuki sekolah

(19)

sama sesama siswa yaitu pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif

(cooperative learning) merupakan pendekatan dalam proses belajar mengajar

yang berbasis kelompok. Media pembelajaran ini sangat berguna untuk membantu

siswa menumbuhkan kemampuan kerja sama, berpikir kreatif dan inovatif.

Pembelajaran ini akan menciptakan siswa untuk berpartisipasi aktif/ikut serta

secara aktif dan bekerja sama sehingga antara siswa akan berfikir bersama,

berdiskusi bersama, melakukan pembelajaran bersama dan berbuat ke arah yang

sama. Oleh karena itu, siswa memerlukan latihan, daya khayal, dan sosiasi

pikiran, serta kemampuan untuk menggunakan semua hal apa yang telah diketahui

dan di alaminya.

Dengan demikian, para orang tua, guru dan para pendidik lain, serta siapa pun

yang menaruh perhatian pada masalah pendidikan siswa sesungguhnya amat perlu

untuk menyadari dan selalu memperluas wawasan akan hal ihwal cerita siswa

tersebut. Karena disini proses belajar yang dipakai adalah dengan media

dongeng/cerita yang merupakan seni dan seni adalah sumber dari rasa keindahan

dan bagian dari pendidikan. Salah satunya seni sastra, termasuk cerita juga

menjadi bagian dari keduanya. Maka, didalamnya terdapat kenikmatan dan

kesenangan bagi pengarang yang telah menyusun dan mengarangnya, pendongeng

yang menyampaikannya, dan penyimak yang menyimaknya.

Seni sastra ini seperti cerita atau dongeng memberi pengaruh, baik pada jiwa

orang dewasa maupun anak-anak karena ia dapat mengasah rasa, akal, daya

khayal, dan bersosialisasi pikiran. Dengan bercerita siswa diperkenalkan dengan

seni bercerita yang dapat menimbulkan kecintaannya. Kecintaannya ini tidak akan

terwujud tanpa latihan. Oleh karena itu, dengan peragaan para siswa terhadap

beberapa cerita/ dongeng merupakan bentuk lain dari cara pengungkapan yang

akan berkesan dengan ekspresi tubuh dan perasaan. Hal itu menjadi salah satu

tujuan pengajaran cerita di sekolah yang dapat membantu siswa dalam

mengungkapkan idenya secara hidup dan ekspresif. Guru yang cerdik dan ulet

(20)

kenikmatan tersendiri. Karena cerita adalah salah satu bentuk sastra yang bisa di

baca atau hanya didengar oleh orang yang tidak bisa membaca. Dalam cerita ada

beberapa hal pokok yang masing-masing tidak bisa dipisahkan. Yaitu karangan,

pengarang, penceritaan, pencerita atau pendongeng, dan penyimakan serta

penyimak. Karangan, pengarang, penceritaan, pencerita, atau pendongeng, dan

penyimakan serta penyimak adalah komponen pokok yang harus diperhatikan

sehingga sebuah cerita layak disebut bagian dari sastra yang hidup dan abadi.

Selain itu, mengarang cerita mencakup tiga unsur pokok. Pertama, ide yang

terkandung dalam cerita, sisi kejiwaan, kesesuaiannya dengan pembaca atau

pendengar, baik dalam cerita panjang maupun cerita pendek. Kedua, susunan ide

yang teratur. Ketiga, bahasa dan gaya bahasa yang dibentuk oleh ide.4

Kemampuan yang dimiliki siswa merupakan prasyarat yang harus dimiliki

siswa agar dapat mengikuti pelajaran dengan baik sehingga dimungkinkan siswa

yang mempunyai latar belakang kemampuan awal yang baik akan dapat

mengikuti pelajaran dengan mudah. Berdasarkan semua pernyataan diatas,

diperlukan suatu kajian yang cukup mendalam mengenai penggunaan dongeng

dan pengaruhnya terhadap peningkatan hasil belajar siswa. Dalam penelitian ini

peneliti mencoba mengkaji berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas

maka penulis ingin mengadakan penelitian tentang “Upaya Peningkatan Hasil

Belajar Siswa Dalam Pembelajaran (IPS) Sejarah Dengan Menggunakan Media Dongeng “

B. Fokus Penelitian.

Dari uraian di atas dapat di identifikasikan beberapa fokus penelitian dalam

penelitian ini, antara lain :

1. Kurangnya peran guru dalam memberikan materi pelajaran secara menarik

dan menyenangkan hingga konsentrasi/fokus pada suatu pelajaran kurang

terserap.

4

(21)

belajar-mengajar, hingga kurangnya minat ketertarikan serta interaksi antar

teman, siswa dan guru mengakibatkan proses belajar terhambat dan hasil

belajar pun menurun.

C. Pembatasan Penelitian.

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah di uraikan di atas, maka

penelitian ini dibatasi pada permasalahan sebagai berikut :

1. Kurangnya peran guru dalam memberikan materi pelajaran yang menarik

dan menyenangkan untuk menghilangkan rasa tidak menarik/cenderung

bosan dan meningkatkan hasil belajar dalam bidang studi tersebut.

2. Kurangnya efektivitas timbal balik atau interaksi antara guru dan siswa,

pada saat pembelajaran berlangsung berakibat pada hasil belajar jika

konsentrasi atau fokus siswa tidak tertuju pada bidang studi pada saat

pembelajaran berlangsung.

D. Rumusan Masalah Penelitian.

Dari uraian di atas sesuai latar belakang yang telah di kemukakan maka

rumusan masalah dalam penelitian ini, antara lain :

1. Bagaimana proses penerapan model pembelajaran media dongeng pada

pokok bahasan dalam pelajaran sejarah.

2. Bagaimana tingkat hasil belajar siswa dengan menerapkan pembelajaran

menggunakan media dongeng di kelas X SMK Pembangunan Global pada

setiap siklus ?

E. Tujuan Penelitian.

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka penelitian ini

bertujuan agar memperoleh gambaran tentang :

1. Untuk memperoleh peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran

(IPS) sejarah dengan menggunakan media dongeng di kelas X SMK

Pembangungan Global pada setiap siklus dan memperoleh hasil akhir pada

(22)

sederhana yang ternyata mungkin bisa jadi sarana pembelajaran yang

efektif terutama media dongeng.

F. Manfaat Penelitian.

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah media dongeng atau cerita yang

dapat dijadikan bahan pertimbangan melakukan inovasi pembelajaran di kelas

sehingga pembelajaran tidak monoton dan konvensional. Manfaat praktis yang

diharapkan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagi guru dan siswa dapat memberikan atau menyampaikan materi dengan

menggunakan media dongeng atau cerita sebagai kontribusi positif agar dapar

meningkatkan kualitas pengajarannya dengan memanfaatkan dongeng sebagai

bahan ajar sehingga proses pembelajaran akan berjalan dengan efektif dan

efesien, serta dapat meningkatkan hasil belajar siswa dengan media yang

berbeda dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) khususnya

Sejarah.5

2. Bagi sekolah. Dari hasil penelitian dapat memberikan masukan kepada sekolah

atau yayasan di SMK Pembangunan Global sebagai bahan kajian dalam usaha

perbaikan proses pembelajaran di sekolah menjadi lebih baik, sehingga mutu

pendidikan dapat lebih meningkat.

5

(23)

9

BAB II

KAJIAN TEORI

A.

Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti. 1. Media

a. Pengertian Media.

Kata “Media” berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak

dari kata “Medium” secara harfiah media memiliki arti “perantara“ atau

pengantar“. Association For Education and Communication Technology

(AECT), mendefinisikan media sebagai segala bentuk yang di pergunakan

untuk suatu proses penyaluran informasi. Sedangkan, Education Association

(NEA), mendefinisikan media sebagai benda yang dapat dimanipulasikan,

dilihat, didengar, dibaca, atau dibicarakan, beserta instrument yang

dipergunakan dengan baik dalam kegiatan belajar mengajar, dapat

mempengaruhi efektifitas program instruksional. Bila media adalah sumber

belajar, maka secara luas media dapat diartikan dengan manusia, benda,

ataupun peristiwa yang memungkinkan anak didik memperoleh pengetahuan

dan keterampilan, maka media merupakan wahana penyalur informasi

belajar atau penyalur pesan.1

Dari definisi-definisi diatas disimpulkan bahwa media merupakan sesuatu yang bersifat menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran,

perasaan, dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses

belajar pada dirinya. Penggunaan media secara kreatif akan memungkinkan

siswa untuk belajar lebih baik dan dapat meningkatkan performan mereka

sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.2

Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima

pesan. Menurut Gagne menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis

komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar.

1

Drs. Syaiful Bahri Djamarah dan Drs. Aswan Zain, “Strategi Belajar Mengajar” Cet. Ke 3,

Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2006, h. 120

2Asnawir dan Basyiruddin Usman, “

Media Pembelajaran“, cet. 1, Jakarta Selatan : Ciputat Pers,

(24)

Briggs berpendapat bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar.

Apapun batasan-batasan yang diberikan, ada persamaan-persamaan diantaranya yaitu bahwa media adalah segala sesuatu ang dapat digunakan

untuk menyalurkan pesan, dari pengirim ke penerima sehingga dapat

merangsang fikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa

sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi.3

Karena itu, tujuan pengajaran harus dijadikan sebagai pangkal acuan

untuk menggunakan media. Jika diabaikan maka media bukan lagi sebagai

alat bantu pengajaran, tetapi sebagai penghambat dalam pencapaian tujuan

secara efektif dan efesien.4 Namun, dapat dipahami bahwa media adalah alat

bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mecapai

tujuan pengajaran.

b. Pemanfaatan Media.

Media digunakan dalam rangka upaya peningkatan atau mempertinggi

mutu proses kegiatan belajar mengajar. Prinsip-prinsip dalam penggunaannya

yang antara lain harus di perhatikan ialah :

a. Penggunaan media pengajaran hendaknya dipandang sebagai bagian

yang integral dari suatu sistem pengajaran dan bukan sebagai alat bantu

yang berfungsi sebagai tambahan yang digunakan bila dianggap perlu

dan hanya dimanfaatkan sewaktu-waktu dibutuhkan.

b. Media pengajaran hendaknya dipandang sebagai sumber belajar yang

digunakan dalam usaha memecahkan masalah yang dihadapi dalam

proses belajar mengajar.

c. Guru hendaknya benar-benar menguasai teknik-teknik dari suatu media

pengajaran yang dipergunakan.

d. Guru seharusnya memperhitungkan untung ruginya pemanfaatan suatu

media pengajaran.

3

Arif, S. Sadiman, dkk, “ Media Pendidikan : Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya

“, cet. 4 Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1996. H. 6.

4Drs. Syaiful Bahri Djamarah dan Drs. Aswan Zain, “

(25)

e. Penggunaan media pengajaran harus diorganisir secara sitematis bukan

sembarang menggunakannya.

f. Jika sekiranya suatu pokok bahasan memerlukan lebih dari macam

media, maka guru dapat memanfaatkan multi media yang

menguntungkan dan memperlancar proses belajar mengajar dan juga

dapat merangsang siswa dalam belajar.5

Secara umum media memiliki kegunaan-kegunaan sebagai berikut :

1) Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalitis.

2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera.

3) Dengan menggunakan media secara tepat dan bervariasi dapat diatasi

sikap pasif anak didik.

4) Dengan sifat yang unik pada setiap siswa ditambah lagi dengan

lingkungan dan pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum materi

pendidikan ditentukan sama untuk setiap siswa, maka guru akan banyak

mengalami bilamana semuanya itu harus diatasi sendiri.6

Media disini sebagai alat bantu dalam proses belajar mengajar adalah

suatu kenyataaan yang tidak dapat dipungkiri. Karena memang gurulah yang

menghendaki untuk membantu tugas guru dalam menyampaikan pesan-pesan

dari bahan pelajaran yang diberikan oleh guru kepada anak didik.

c. Fungsi Media.

Pada awalnya media hanya berfungsi sebagai alat bantu dalam kegiatan

belajar mengajar yakni berupa sarana yang dapat memberikan pengalaman

visual kepada siswa dalam rangka mendorong motivasi belajar, memperjelas,

dan mempermudah konsep yang kompleks dan abstrak menjadi lebih

sederhana, konkrit, serta mudah dipahami. Dengan demikian, media dapat

berfungsi untuk mempertinggi daya serap dan daya simpan anak terhadap

materi pembelajaran.

5

Asnawir dan Basyiruddin Usman, Media Pembelajaran , h. 19

6

(26)

Edgar Dale mengklasifikasikan pengalaman belajar anak mulai dari hal-hal yang paling konkrit sampai pada hal-hal-hal-hal yang di anggap paling abstrak.

Klasifikasi pengalaman tersebut lebih di kenal dengan kerucut pengalaman

(Cone of Experience).

Gambar 1. Kerucut Pengalaman Dale

Berdasarkan klasifikasi di atas media dongeng termasuk audio visual

dan sangat mengandalkan indera penglihatan dan indera pendengaran dalam

penyampaiannya. Namun, dongeng merupakan media seni yang bisa di lihat,

di baca, di dengar oleh siapa saja. Sedangkan, klasifikasi media menurut Rudi

Bretz ada tiga unsur pokok yaitu suara, visual, dan gerak.

d. Klasifikasi Dan Karakteristik Media.

Dalam media tentunya memiliki beberapa klasifikasi diantaranya, menurut Oemar Hamalik dan 4 klasifikasi media pengajaran, yaitu :

a) Alat-alat visual yang dapat dilihat, misalnya ; filmstrip, transparansi,

papan tulis.

b) Alat-alat yang bersifat auditif atau hanya bisa di dengar, misalnya ;

radio, rekaman pada tape recorder.

c) Alat-alat yang bisa di dengar dan di lihat, misalnya ; film, dan televisi,

bak pasir, peta electris.

d) Dramatisasi, bermain peranan, sosiodrama, saandiwara boneka, dan

sebagainya.

Sedangkan gagne membuat 7 macam pengelompokan media, yaitu : (1) Benda untuk di demonstrasikan.

(27)

(6) Film bersuara.

(7) Mesin belajar.7

2. Dongeng.

a. Sejarah Singkat Cerita / Dongeng.

Mengkaji dongeng dari sudut pandang sejarah tidak lepas dari tradisi

lisan. Tradisi lisan merupakan pesan-pesan verbal yang berupa

pernyataan-pernyataan yang pernah dibuat di masa lampau oleh generasi yang hidup

sebelum generasi sekarang, sedikitnya satu generasi sebelumnya.

Pernyataan-pernyataan tersebut meliputi pesan-pesan yang diucapkan, dinyanyikan atau

disampaikan lewat musik (alat bunyi-bunyian).

Munculnya tradisi lisan tidak dapat diketahui secara pasti, ada yang

berpendapat, usianya tak ubahnya usia peradaban manusia karena

berkembang seiring dengan dinamika sosio kultural suatu komunitas atau

masyarakat. Sebagaimana kita ketahui, bahwa manusia sebagai individu tidak

mungkin hidup terisolasi dengan individu-individu lainnya. Mereka hidup

berkelompok-kelompok sebagai suatu masyarakat. Jadi individu-individu itu

mewujudkan masyarakat yang akan memberi wadah bagi interaksi antar

individu dan menjadi landasan bagi perkembangan pribadi dari

masing-masing individu dengan memanfaatkan berbagai kemungkinan perkembangan

yang di sediakan oleh kehidupan sosialnya.

Masyarakat juga melakukan hal yang sama seperti yang di lakukan oleh

individu sebagaimana terbagan pada struktur di bawah, maka yang menjadi

masalah sekarang ialah dari mana pengalaman masa lampau dari masyarakat

itu di hidupkan kembali. Di mana pengalaman masa lampau itu di simpan.

Masyarakat sebagai kumpulan individu tidak punya fasilitas yang berupa

memori seperti pada individu, yang bisa menyimpan pengalaman mereka dan

kemudian menghidupkannya kembali apabila diperlukan. Rupanya fungsi

memori pada masyarakat digantikan oleh suatu media yang dikembangkan

oleh masyarakat untuk menyimpan pengalamannya. Itu tidak lain daripada

berupa cerita-cerita yang hidup di masyarakat (tradisi lisan), yang pada

7

(28)

mulanya diabadikan dengan cara menceritakannya secara lisan turun

temurun.8

Maka mendongenglah sebab itu menyenangkan, sebelumnya ada yang perlu diperhatikan sebelum mendongeng, yaitu :

a. Keinginan yang kuat dan tulus untuk mendongeng.

b. Siap melakukan sehingga hasilnya tidak setengah-setengah.

c. Mau bersuara lantang dan jelas.

d. Mau melakukan dengan benar.

e. Dapat menciptakan suasana akrab, hangat, dan gembira9.

Selain itu, Menurut Kak Agus Ds, menyampaikan ada 13 hal yang harus

diperhatikan agar menjadi pendongeng yang baik, yaitu :

1. Pastikan kondisi fisik benar-benar dalam keadaan baik.

2. Berusaha untuk memfokuskan perhatian pada saat bercerita.

3. Menghayati cerita dengan sunguh-sunguh.

4. Membuat singkatan cerita.

5. Menyiapkan dan menyusun gambar-gambar peraga.

6. Membuat puisi dan lagu. (jika mampu)

7. Memilih adegan menarik.

8. Atur dan perhatikan artikulasi pengucapan kata-kata.

9. Komunikatif.

10. Menjaga kerahasiaan jalan cerita.

11. Terbuka terhadap kritik dan saran.

12. Tidak menyimpang dari etika.

13. Bersedia belajar dari orang lain.10

Dan ada pula hal-hal yang harus di perhatikan saaat mendongeng, yaitu :

1. Pola dan irama bicara.

2. Jarak dengan audien.

3. Gerak dan sikap tubuh.

4. Kontak mata.

5. Suara saat berbicara.

6. Penampilan.11

Mendongeng adalah hal yang sangat menyenangkan untuk dilakukan,

oleh siapapun, baik orang tua, guru bahkan anak-anak sekalipun. Serta

8

Muhammad Hanif, dalam Jurnal Ilmiah, “ Dongeng Dalam Perspektif Pendidikan” FPIPS IKIP

PGRIMadiun.

9

H. Muhammad Abdul Latif, Mendongeng Mudah dan Menyenangkan, (Jakarta:PT Luxima Metro Media, cet.1 , 2014) h. 30.

10

Ibid., h. 86

11

(29)

mendongeng merupakan suatu kegiatan yang sangat mudah bisa dikatakan

sebagai kegiatan yang sangat sederhana, mudah dan maknanya sangat luas.12

b. Pengertian Dongeng.

Dongeng atau cerita rakyat adalah bagian dari salah satu unsur

kebudayaan yang sangat penting artinya bagi pembentukan dan pembinaan

watak serta pengaturan ketertiban sosial. Hal ini dimungkinkan karena

berbagai pesan dan amanat yang ingin disampaikan pada masyarakat

dilakukan secara tidak langsung serta diselubungi oleh berbagai hal yang

mengasyikan, sehingga penerima pesan tanpa merasakan adanya kebosanan.

Oleh karena itu, tradisi mendonggeng pada waktu itu tumbuh subur.13

Cerita rakyat adalah cerita yang hidup di dalam lingkungan kolektif

tertentu. dalam kancah keilmuan cerita dalam bahasa inggris disebut

“folktale” namun lebih di kenal dengan “folklore” yang merujuk bahwa cerita rakyat merupakan milik suatu masyarakat tertentu yang berbeda dari

masyarakat lainnya. Dongeng disini bukan hanya sekedar cerita rakyat yang

disimpan dalam bentuk cerita melainkan sebagai isyarat, alat pembantu,

pengingat, nyanyian, permainan anak-anak, peribahasa, cerita, teka-teki, dan

sebagainya yang dilakukan secara verbal dan nonverbal. Selain itu, folklore

mencakup segala keyakinan, mitos, legenda, dan adat istiadat yang dipelihara

suatu puak atau suatu bangsa secara turun temurun.14

Namun, Danandjaja mengatakan bahwa dongeng adalah cerita prosa

rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi. Dongeng diceritakan terutama

untuk hiburan, walaupun banyak juga yang melukiskan kebenaran, berisikan

pelajaran (moral),atau bahkan sindiran. Selain itu, dongeng juga sering

disebut cerita pendek kolektif kesusastraan lisan. Dan ada juga yang

menyebutkan bahwa dongeng itu adalah mite yang telah rusak (broken-down

myths). Dalam kenyataannya pun hal ini memang terjadi, suatu cerita

12

Ibid., h. 3

13

Ahmad yunus, dkk. “Peranan cerita rakyat dalam pembentukan dan pembinaan anak”, 1993

14

(30)

mengalami gradasi misalnya, mite seiring perkembangan zaman dapat beralih

menjadi dongeng karena anggapan masyarakat pemilik sudah tidak

memandang mite sebagai sesuatu yang suci lagi. Dongeng memiliki begitu

banyak jenis, menurut Anti Aarne dan Stith Thompson dalam Danandjaja,

yang berjudul The Types of the Folktale, dongeng terbagi ke dalam empat

golongan besar, yaitu:

1. Dongeng Binatang (animal tales), dongeng dengan tokoh binatang peliharaan dan binatang liar. Serta binatang-binatang ini dapat berbicara dan berakal budi seperti manusia.

2. Dongeng Biasa (ordinary tales), tokohnya adalah manusia dan biasanya berkisah suka duka seseorang. Contohnya Cinderella, Ande-ande Lumut, dan lain-lainnya.

3. Lelucon dan Anekdot (jokes and anecdotes), adalah dongeng-dongeng yang dapat menimbulkan rasa menggelikan hati, sehingga menimbulkan tawa atau dongeng yang dapat menimbulkan tawa bagi yang mendengarkannya maupun yang menceritakannya. Meski demikian, bagi masyarakat atau orang yang menjadi sasaran, dongeng itu dapat

menimbulkan rasa sakit hati. Contohnya “Dongeng Modin Karok:”

(Sumenep Madura).

4. Dongeng Berumus (formula tales)15, adalah dongeng yang strukturnya terdiri dari perulangan, ada yang bertimbum banyak, untuk mempermainkan orang, dan dongeng yang yang tidak mempunyai akhir.

Contoh dongeng bersifat penghinaan suku bangsa lain.16

Dongeng pada umumnya tidak memiliki fakta riil. Fungsi dongeng lebih di tujukan sebagai hiburan. Di dalam dongeng biasanya terdapat unsur nasihat, pertentangan antara yang baik dan yang buruk. Dongeng salah satu bentuk sosialisasi nilai-nilai yang perlu di wariskan kepada generasi yang lebih muda.

Ada beberapa tipenya adanya 3, yakni ; 1) Unpromising Heroin (

cinderella, dan bawang merah bawang putih), 2) Male Cinderella (jaka kendil), Mather Incest Prophecy (sangkuriang, dan prabu watu gunung). Karena, dongeng merupakan pewarisan tradisi lisan dan yang mewarisinya adalah keluarga dan masyarakat.17

Sebagaimana menurut kamus bahasa sunda:

15

Marwan Supriyadi, “ Sejarah SMA Jilid 1 Kelas X (Jakarta: PT. Perca; 2009) h. 39

16

Muhammad Hanif, dalam Jurnal Ilmiah, “ Dongeng Dalam Perspektif Pendidikan

17

(31)

Carita, lem, carios; omongan, dongeng, lalakon; nyarita, lem, nyarios;

ngomong”.

Dongeng, carita baheula, biasana loba pamohalanana”.18

Maksudnya, dalam bahasa sunda dongeng biasanya itu adalah sebuah cerita, cerita dahulu, kisah, pembicaraan, dan biasanya terdapat amanat yang terkadung di dalamnya. Karena dengan dongeng manusia tidak mengetahui bagaimana bisa mereka dapat menjalani hidupnya. Sebab, di dalam dongeng terdapat unsur-unsur yang dapat mendidik tanpa kita ketahui yang sekarang sudah mulai punah malah sudah tidak di hiraukan lagi oleh banyak manusia. Dengan dongeng ini di harapkan bisa membangun suasana pembelajaran yang baru yang tidak dominan dengan ceramah saja, dan tidak membuat jenuh suasana belajar jenuh atau cenderung membosankan.

Agus Trianto dalam buku bahasa indonesia dongeng adalah cerita

sederhana yang tidak benar-benar terjadi, misalnya kejadian-kejadian aneh zaman dahulu. Dongeng disini termasuk cerita tradisional. Cerita tradisional adalah cerita yang disampaikan secara turun-temurun. Suatu cerita tradisional dapat disebarkan secara luas ke berbagai tempat. Kemudian, cerita itu disesuaikan dengan kondisi daerah setempat. Kejadia-kejadian dalam dongeng menjadi impian semua orang.19

Rika Lestari dalam buku Bahasa Indonesia SMP dongeng adalah bagian

dari sastra lama yang ceritanya berkaitan dengan cerita-cerita zaman dahulu. Dongeng berisi petuah atau nasihat dengan tujuan untuk membina budi pekerti yang luhur bagi generasi muda. Ada beberapa jenis dongeng, yakni : a. Sage, adalah cerita yang berkaitan dengan nilai-nilai kejujuran dan

kepahlawanan. Contohnya, Babad Dipenogoro.

b. Mitos, adalah cerita tentang dewa atau pahlawan zaman dahulu yang mengandung roh atau mistis. Contohnya, Bandung Bondowoso, Nyai Roro Kidul.

c. Legenda, adalah cerita yang berkaitan dengan terjadinya suatu tempat atau peristiwa. Contohnya, Sangkuriang (Gunung Tangkuban Perahu), Nyai Endit (Situ Bagendit).

18

Surayi, Dkk, “Kamus Basa Sunda Pikeun Murid Sakola Dasar” cet.2 (Bandung : CV Yrama Widya, 2003) h. 24 & 28.

19

(32)

d. Fabel, adalah cerita yang diperankan oleh binatang. Contohnya, Sikancil, Kura-kura, dan Siput.20

Korrie layun rampan dalam buku teknik menulis cerita rakyat membagi jenis-jenis cerita rakyat, yaitu :

a. Mite,adalah cerita rakyat yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat pendukungnya.

b. Legenda, adalah folklore yang dianggap benar-benar pernah terjadi. c. Dongeng, yang besifat fiktif mengangkat cerita dari khazanah masa silam

tentang tokoh-tokoh manusia biasa atau benda dan makhluk lainnya yang dibuat sama dengan manusia yang beraktivitas seperti didalam kehidupan sehari-hari.

d. Fabel, adalah cerita rakyat yang berkisah tentang binatang.

e. Sage, adalah cerita rakyat yang memiliki latar tempat dan waktu tertentu. awalnya, sage merupakan cerita rakyat yang menekankan pada silsilah raja-raja dan keturunannya.

f. Saga, adalah salah satu bentuk cerita rakyat. Berawal dari islandia saga tersebut berupa cerita lisan.

g. Auktorial, adalah pembacaan cerita rakyat yang bersifat dongeng. Auktorial mirip teater rakyat yang menggunakan ruang pentas dan penonton menjadi satu kesatuan.

h. Epik, merupakan bentuk cerita kepahlawanan. Sering disebut epos atau wiracarita. Dengan ciri khas tokoh utamanya harum namanya.

i. Cerita Jenaka, adalah cerita rakyat yang mengacu kepada hal-hal yang lucu.

j. Cerita Berbingkai, adalah kisah yang ditandai oleh peristiwa, perbuatan, pengalaman, penderitaan, kebahagiaan seseorang yang terjadi pada masa lalu. Maksudnya, di dalam cerita terdapat cerita lain.

k. Cerita Pelipur Lara, memiliki dua pengertian yakni ; 1) cerita rakyat yang tujuan utamanya menghibur para pendengar atau pembaca, dan 2) orang yang mahir berkisah menggunakan cerita-cerita tertentu (maksudnya, tukang cerita, pendongeng, juru kisah). Tujuan utama cerita ini untuk memberi hiburan guna melipur hati yang lara.

l. Hikayat, berasal dari bahasa Arab yang artinya kisah, dongeng, cerita.

Kata tersebut diturunkan dari kata kerja “haka” yang artinya menceritakan atau mengisahkan sesuatu kepada orang lain

m. Biografi, adalah riwayat hidup seseorang yang ditulis orang lain. Tujuan penulisan biografi ini untuk memberi teladan.

n. Autobiografi, adalah bentuk riwayat hidup yang tulis sendiri oleh pengarangnya. Umumnya bersifat subjektif karena banyak peristiwa dan pengalaman pribadi yang bersifat rahasia tak mungkin ditulis seperti apa adanya.

20

(33)

o. Kisah perjalanan, adalah salah satu bentuk cerita yang melandaskan isi cerita pada pengalaman subjektif.21

c. Ciri-Ciri Dongeng.

Adapun ciri-ciri dongeng menurut Rusyana dkk seperti terlihat pada bagan di bawah ini:

a. Dongeng merupakan cerita tradisional yang terdapat di masyarakat sejak zaman dahulu.

b. Peristiwa yang diceritakan menggambarkan peristiwa dahulu kala. c. Pelakunya dibayangkan manusia biasa seperti dalam kehidupan

sehari-hari.

d. Perbuatan yang dilakukan oleh pelaku kebanyakan perbuatan biasa, akan tetapi ada juga yang melakukan hal-hal luar biasa atau keajaiban.

e. Latar cerita dapat berupa tempat biasa yang ada di bumi ini atau juga latar yang bukan merupakan tempat biasa seperti kayangan atau tempat tinggal makhluk halus.

f. Oleh masyarakatnya dongeng tidak diperlakukan sebagai sesuatu yang pernah terjadi dan sebagai sesuatu kepercayaan.22

d. Manfaat Dongeng.

Ada 5 manfaat dongeng bagi anak :

a. Merangsang kekuatan berfikir.

b. Sebagai media yang efektif dalam berkomunikasi.

c. Mengasah kepekaan anak terhadap bunyi-bunyian.

d. Menimbulkan minat baca.

e. Menumbuhkan rasa empati23.

Menurut Hollowel dalam kak Agus DS, mengatakan bahwa ada 6

manfaat yang positif dongeng untuk anak, yaitu :

a. Mengembangkan Imajinasi dan memberikan pengalaman emosional yang

mendalam.

b. Memuaskan kebutuhan ekspesi.

c. Menanamkan pendidikan moral tanpa harus menggurui.

d. Menumbuhkan rasa humor yang sehat.

e. Mempersiapkan apresiasi sastra.

f. Memperluas cakrawala khayalan anak24.

21

Korrie Layun Rampan, Teknik Menulis Cerita Rakyat, h. 16-99.

22Marwan Supriyadi, “

Sejarah SMA Jilid 1 Kelas X h. 41

23

H. Muhammad Abdul Latif, Mendongeng Mudah dan Menyenangkan, h. 17.

24

(34)

Selain itu manfaat dongeng bisa dirasakan oleh orang tua dan guru, di

antaranya sebagai berikut :

a. Menambah pengetahuan.

b. Lebih dekat dengan anak

c. Mudah dalam memberikan pelajaran25.

Adapun kendala bagi orang tua ketika akan mendongeng , yaitu :

a. Tidak bisa mendongeng.

b. Malas.

c. Sibuk.

d. Capek.

e. Tidak punya ide26.

e. Fungsi Dongeng.

Pada dasarnya dongeng berfungsi untuk menyenangkan (menghibur) bagi yang mendengarkannya, meskipun sering di dalamnya terkandung unsur-unsur petuah. Petuah-petuah ” yang sebenarnya merupakan rumusan kalimat yang dianggap punya arti khusus bagi kelompok, yang biasanya dinyatakan berulang-ulang untuk menegaskan satu pandangan kelompok yang diharapkan jadi pegangan bagi generasi-generasi berikutnya. Rumusan kalimat atau kata-kata itu biasanya diusahakan untuk tidak dibah-ubah, meskipun dalam kenyataan perubahan itu biasa saja terjadi terutama sesudah melewati beberapa generasi, apalagi penerusannya bersifat lisan, jadi sukar dicek dengan rumusan aslinya. Namun, karena kedudukannya yang sangat istimewa dalam kehidupan kelompok, maka tetap diyakini bahwa rumusan itu tidak berubah.27

25

Ibid, h. 20.

26

Ibid, h. 26.

27Marwan Supriyadi, “

(35)

Selain itu, dongeng berfungsi untuk menyampaikan ajaran moral (mendidik) dan juga menghibur. Melalui dongeng, nilai, kepercayaan, dan adat masyarakat juga dapat tercermin.28

Secara sederhana, tujuan cerita rakyat berfungsi sebagai pelipur lara, sarana pendidikan, kritik sosial atau protes sosial, dan sebagai sarana untuk menyatakan suatu yang sukar dikatakan secara langsung. Kadang hal-hal tabu dan profan tak mungkin di eksplorasikan dan di nyatakan secara terbuka, sedangkan cerita rakyat atau dongeng berfungsi menjadi media penyampaian hal-hal yang demikian, sehingga sesuatu yang, mungkin akan menimbulkan kualat dapat dinyatakan dalam sintaksis-sintaksis cerita rakyat yang memikat.

f. Tujuan Dongeng.

Cerita dan dongeng memiliki tujuan yang sama yaitu menyampaikan

pesan-pesan moral tanpa berkesan menggurui atau memaksakan pendapat.

Karena bagi mereka mendongeng itu sangatlah penting dalam memberikan

contoh yang baik dan buruk adalah media yang sangat efektif.29 Namun,

tujuan utama dongeng adalah menghibur dan memberikan pelajaran kepada

pembacanya untuk meniru apa yang dilakukan tokoh-tokohnya.30

Tujuan dongeng atau cerita rakyat dalam nilai budaya mengandung

unsur pembentukan serta pembinaan watak ialah :

a. Untuk memahami dan mempelajari nilai dan citra anak di lingkungan

masyarakat pendukung cerita yang bersangkutan.

b. Untuk mengetahui nilai-nilai budaya yang umum berlaku pada

masyarakat pendukung cerita.

c. Untuk mengkaji dan memahami proses sosialisasi pada masyarakat

sunda yang menggunakan media cerita rakyat.

d. Untuk melengkapi dan memperkaya khasanah kepustakaan nusantara.

g. Peran Dongeng.

28Agus Trianto, “

Pasti Bisa Pembahasan Tuntas Kompetensi Bahasa Indonesia Untuk SMP Dan MTs Kelas VII ”.h. 46

29

H. Muhammad Abdul Latif, Mendongeng Mudah dan Menyenangkan, h.4

30

(36)

Mendidik anak adalah tugas yang paling mulia yang di amanatkan

Tuhan kepada orang tua. Maka, tanggung mendidik anak terletak di atas bahu

para orang tua. Anak membutuhkan perhatian yang lebih mendalam serta

pengelolaan yang lebih intensif, baik melalui pendidikan formal (sekolah)

maupun pendidikan nonformal (keluarga). Sarana pendidikan keluarga, orang

tua dapat memberikan pengaruh dalam pembentukan kepribadian anak dan

watak yang akan dibawanya sampai dewasa nanti.

Dengan demikian, bahwa mendidik anak adalah pekerjaan yang terpenting serta merupakan tnggung jawab orang tua demi masa depan

anaknya. Tugas utama dan mulia dalam pembentukan watak, sebagian besar

terletak di tangan orang tua.

Menurut, Dr. Benyamin Spock dalam melihat cinta antara orang tua dan anak-anaknya hendaknya dibedakan antara kasih sayang yang di dasarkan kepada devition dan cinta orang tua yang bertolak dari enjoyment. Orang tua mencintai ank-anaknya dalam arti devition di dorong oleh kasih sayang yang sebenarnya. Karena, dari pengorbananlah itu terjadi baik yang masuk akal maupun yang tak masuk akal pasti akan dilakukan. Misalnya: orang tua mampu menjadi narator atau tokoh dari dongeng yang diceritakan.

Yang paling penting adalah contoh-contoh yang diberikan yang di contoh oleh anak adalah dengan pola tingkah laku seperti ucapan-ucapan,

tingkah laku yang harmonis, tentram, damai, dan saling sayang menyayangi

diantara anggota keluarga.

h. Dongeng Sebagai Sumber Pembentuk Dan Pembinaan Watak.

Amanat dongeng yang memberi bayangan kepada pendukung budaya

yang bersangkutan bahwa dengan kuasa Tuhan hasil yang di peroleh adalah

perbuatannya sendiri. Kelangsungan nilai seperti itu dalam upaya

ketentraman hidup bermasyarakat. Namun, bukan berarti di balik itu tidak

boleh menerima nilai-nilai yang baru, yang datang dari luar. Selama nilai tu

bersifat positif dan meningkatkan kemartabatan sebagai manusia maka hal itu

di perbolehkan.

Oleh karena itu, ukuran-ukuran bagaimana manusia seharusnya

(37)

sebagai nilai budi pekerti dan nilai semangat kerja (etos kerja). Nilai budi

pekerti yang dimaksud adalah : kejujuran, lurus hati, punya kepribadian dan

pendirian, tidak terbawa arus dan situasi kondisi sosial, nilai suci bersih,

takwa, tidak takabur, tidak sombong, bijaksana, pemimpin yang bejiwa

kerakyatan, taat pada pepatah orang tua, taat pada guru dan ajaran leluhur,

mendapat didikan agama, dan suka tolong menolong.

Nilai yang di kategorikan bersemangat (etos kerja) antara lain: punya

idealisme, sabar, pasrah kepada Tuhan, rajin, tekun, dan lain-lain. Melalui

dongeng masyarakat memahami secara konkrit adanya nilai-nilai yang harus

di ajarkan. Dengan demikian, dongeng merupakan media yang

mensosialisasikan nilai itu, baik melalui jalur nonformal (pendidikan di dalam

rumah tangga), maupun jalur formal (sekolah). Karena, dengan

berkembangnya pendidikan masalah nilai ini pun agar dapat di lanjutkan di

berbagai pendidikan formal (sekolah). Jadi, akan tercipta kesinambungan

pendidikan yang tidak lain merupakan salah satu cara dalam usaha

pembudayaan.31

i. Langkah Dasar Bercerita bagi Guru Dongeng. a) Pemilihan Cerita.

Sebagian orang yang piawai harus mampu menceritakan satu bentuk

cerita bentuk cerita tertentu dengan baik dibandingkan dengan cerita

yang lain. Seperti penguasaan terhadap cerita-cerita humor, binatang,

misteri, dsb. Sebaiknnya pendongeng memilih jenis cerita yang ia kuasai.

Tetapi lain halnya bagi seorang guru, tampaknya ia akan agak sulit jika

membatasi diri pada satu bentuk cerita.

Ada faktor lain yang dapat membantu dalam pemilihan cerita, yaitu

situasi dan kondisi siswa. Misalnya, di awal tahun sangat baik memilih

cerita Sakinah dan Anaknya. Karena dalam cerita tersebut sangat dekat

dan dikenal dengan anak sebelum masuk sekolah. Kemudian di akhir

31

(38)

tahun cukup baik bila memilih kisah Cerita Tak Berujung. Karena pada cerita ini lebih dekat dengan memberi kesan pada dihati para siswa

menjelang kelulusannya di akhir tahun. Sebab dalam cerita ini,

digambarkan sebagai sesuatu yang terulang-ulang dan terus-menerus

berlangsung.

Oleh karena itu, guru harus menyiapkan dan membaca seluruh cerita

yang hendak diceritakan. Sebagai catatan bagi guru, bahwa dalam dalam

penyampaian cerita yang lucu dan sedih, ia harus bercerita dengan

menggunakan cara yang tepat agar murid tidak salah dalam

mengapresiasikan.

b)Persiapan sebelum Masuk Kelas.

Sebuah kekeliruan adalah mengira seorang guru tidak memerlukan

persiapan. tetapi harus ada persiapan terlebih dahulu karena setiap menit

dan waktu yang digunakan untuk berpikir dan mengolah cerita sekaligus

mempersiapkannya sebelum pelajaran di mulai, akan membantu

penyampaiannya dengan mudah.

c) Perhatikan Posisi Duduk Siswa.

Ketika bercerita, yang diharapkan adalah perhatian para siswa

dengan sepenuh hati dan pikiran mereka. Oleh karena itu, guru harus

dapat menguasai cerita yang disampaikan dengan baik. Untuk keperluan

ini, dalam penceritaana berlangsung para siswa hendaknya di posisikan

secara khusus, tidak sewaktu mereka belajar menulis dan membaca.

Yang terpenting siswa dapat menerima cerita yang di sampaikan secara

aktif, tidak duduk sesukanya. Dengan begitu suasananya jauh dari kesan

resmi tidak seperti umumnya pelajaran yang lain, dan hubungan guru dan

siswanya dalam bercerita hendaknya seperi tuan rumah dengan tamunya,

yakni harus terjalin keakraban yang wajar.32

32

Abdul Aziz Abdul Majid, “Mendidik Dengan Cerita”, cet. 4, Bandung : PT. Remaja

(39)

j. Metode Penyampaian Cerita/Dongeng. a) Tempat Bercerita/Dongeng.

Bercerita tidak harus selalu dilakukan di dalam kelas, tetapi boleh

juga di luar kelas yang dianggap baik oleh guru agar para siswa bisa

duduk dan mendengarkan cerita/dongeng. Karena anjuran untuk para

guru, akan lebih baik mengajar para siswa, atau bercerita kepada mereka

di udara bebas selagi mungkin daripada membatasi mereka di ruang

kelas.

b)Posisi Duduk.

Sebelum memulai bercerita atau berdongeng sebaiknya ia

memposisikan para siswa dengan posisi yang baik untuk mendengarkan

cerita/dongeng. Kemudian, guru duduk di tempat yang sesuai dan mulai

bercerita. Sebaiknya, dalam memulai bercerita/berdongeng hendaknya

memulai dengan berdiri dan tidak duduk terus tetapi juga selama proses

tersebut hendaknya mengubah posisi gerakan sesuai dengan jalan cerita

tersebut.

c) Bahasa Cerita.

Bahasa dalam buku ini adalah bahasa yang baik dan mudah,

memiliki bahasa yang sesuai dengan guru. Guru juga tidak harus selalu

terfokus dalam gaya bahasa cerita dalam buku akan tetapi bisa aja dengan

menambahkan atau mengurangi ungkapan yang dirasanya cukup baik

agar para siswa lebih mudah memahami jalannya cerita.

Bahasa dalam cerita hendaknya menggunakan gaya bahasa yang

lebih tinggi dari gaya bahasa siswa sehari-hari tetapi lebih ringan di

bandingkan gaya bahasa cerita dalam buku. Dengan catatan, tetap di

pahami oleh siswa. Dalam bercerita guru juga hendaknya menggunakan

kata-kata dan ungkapan yang pendek dan baru tapi mudah diingat dan

dekat dengan siswa. Yang terpenting adalah memilih kosa kata baru yang

sesuai dan mencari cara yang tepat untuk menjelaskannya ketika

(40)

d)Intonasi Guru.

Cerita itu mencakup pengantar, rangkaian peristiwa, konflik yang muncul dalam cerita, dan klimaks. Pada permulaan cerita guru

hendaknya memulai dengan suara tenang. Kemudian, mengeras sedikit

demi sedikit. Perubahan naik turunnya cerita harus sesuai dengan

peristiwa dalam cerita. Ketika sampai pada puncak konflik ia harus

menyampaikan dengan suara yang di tekan dengan maksud menarik

perhatian para siswa. Juga akan memberikan gambaran yang membuat

mereka berpikir untuk menemukan klimaksnya. Para ahli pendidikan

berpendapat bahwa besarnya perhatian para siswa akan bertambah ketika

konflik akan bertambah. Dan mereka akan merasa lega dari

ketegangannya, jika telah sampai pada klimaksnya. Maka hendaknya

dalam penyampaian klimaksnya dengan suara yang meyakinkan dan

membuat penasaran hingga tiba saat klimaks. Karena, harus menjiwai

setiap ungkapan dan intonasi suara sampai akhir cerita.

Puncak konflik

Rangkaian peristiwa Klimaks

Pengantar Akhir cerita

Bagan 1

Penyampaian Cerita/ Dongeng.

e) Pemunculan Tokoh-Tokoh.

Telah di sebutkan bahwa ketika mempersiapkan cerita, seorang guru

harus mempelajari dahulu tokoh-tokohnya, agar dapat memunculkannya

secara hidup di depan para siswa. Untuk itu, diharapkan guru dapat

menjelaskan peristiwanya dengan jelas tanpa gemetar atau ragu-ragu.

Dalam bercerita guru juga harus dapat menggambarkan setiap tokoh

dengan gambaran yang sesungguhnya, dan memperlihatkan karakternya

(41)

f) Penampakan Emosi.

Saat bercerita guru harus dapat menampakkan keadaan jiwa dan

emosi para tokohnya dengan memberi gambaran kepada pendengar

bahwa seolah-olah hal itu adalah emosi si guru sendiri. Jika situasinya

menunjukan rasa kasihan, protes, marah atau mengejek, maka intonasi

dan kerut wajah harus menunjukkan hal tersebut.

g) Peniruan Suara.

Seorang guru tidak perlu merasa rendah dengan peniruan suara ini,

karena pekerjaan mengajar adalah mulia. Dan bercerita dengan

penggambaran yang baik adalah bagian dari pekerjaan ini. Dengan

demikian, selama peniruan yang dimaksud dalam cerita untuk

menciptakan penjiwaan dalam cerita dan memberi kesan yang lebih

dalam di hati para siswa.

h)Penguasaan Terhadap Siswa Yang Tidak Serius.

Ketika proses bercerita berlangsung, guru mungkin menemukan

salah seorang murid yang mengabaikan cerita dan menyepelekannya.

Dalam hal ini guru tidak boleh memotong penyampaian ceritauntuk

memperingatkan anak tersebut, tetapi dapat dengan menghampirinya,

menarik tangannya dan mendudukan kembali si anak di tempat

duduknya, atau membiarkannya berdiri di samping sang guru. Bisa juga

dengan menyebutkan namanya, dengan penyebutan nama ini atau

memandangnya dengan tajam saat bercerita, cukup untuk

memperlihatkan kepada siswa ini bahwa guru memperhatikannya dan

mengetahui kenakalannya. Biasanya, tindakan ini bisa menghilangkan

kenakalan tersebut.

i) Menghindari Ucapan Spontan.

Guru acapkali mengucapkan ungkapan spontan setiap kali

menceritakan suatu peristiwa. Kebiasaan ini tidak baik karena bisa

(42)

sangat penting untuk diketahui dan diperhatikan oleh guru ketika

bercerita. Memang, kita menganggap bahwa bercerita dengan cara yang

baik, rata-rata, adalah sesuatu yang lebih bersifat alami dari pada yang

dibuat-buat. Namun, kita juga hendaknya tidak melupakan manfaat dari

latihan dan belajar dalam mengusahakan metode yang tepat. Untuk itu,

membaca petunjuk-petunjuk yang tertulis saja tidak cukup. Harus

ditambah pula dengan praktek dan melampaui pengalaman dalam waktu

yang tidak singkat. Jika guru telah selesai bercerita dengan

memperhatikan poin-poin terdahulu, maka guru dapat meminta para

siswa untuk mengungkap ulang cerita dengan salah satu cara dari banyak

cara pengungkapan cerita.33

3. Pendidikan, Belajar dan Hasil Belajar Kognitif. a. Pendidikan.

Apa itu pendidikan ? jawabannya pasti beragam. Dalam arti sederhana

diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai

dengan nilai-nilai didalam masyarakat dan kebudayaan. Selanjutnya,

pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan seseorang atau kelompok

orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau

penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental.

Terdapat dua istilah yang hampir sama bentuknya, yaitu paedagogie dan

paedagogiek. Paedagogie artinya pendidikan, sedangkan paedagogiek berarti

ilmu pendidikan. Pendidikan atau ilmu pendidikan ialah ilmu pengetahuan

yang menyelidiki, merenungkan tentang gejala-gejala perbuatan mendidik.

Pedagogia yang berarti “ pergaulan dengan anak-anak”.

Paedagogos ialah seorang pelayan atau bujang pada zaman yunani kuno

yang pekerjaannya mengantar dan menjemput anak-anak ke dan dari sekolah.

Paedagogos berasal dari kata paedos (anak) dan agoge (saya membimbing,

memimpin). Paedagogos mulanya berarti “rendah” (pelayan atau bujang),

sekarang dipakai untuk pekerjaan yang mulia. Paedagoog (pendidik/ ahli

33

(43)

didik) ialah seseorang yang tugasnya membimbing anak dalam

pertumbuhannya agar dapat berdiri sendiri.34 Kenyataanya, pengertian

pendidikan ini selalu mengalami perkembangan, berikut akan dibahas

beberapa pengertian pendidikan yang di berikan oleh para ahli pendidikan,

yaitu:

Langeveld, “ pendidikan ialah setiap usaha, pengaruh, perlindungan, dan

bantuan yang diberikan kepada anak tertuju pada pendewasaan anak itu,

Gambar

Tabel
Gambar
Gambar 2 : Skema Kerangka Pemikiran
Jadwal Pelaksanaan PenelitianTabel 3.1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan, CV Pustaka Setia, Bandung, 2011, hlm.. data yang dibutuhkan. Dengan adanya dokumentasi data akan lebih. kredibel/dapat dipercaya.

Keputusan Presiden Republik lndonesia Nomor 1521M Tahun 2010 tentang. Pengangkatan Rektor Universitas Negeri

Interaksi model penalaran deduktif yang dipergunakan oleh penstudi hukum teoretis, dengan berbagai model penalaran lain yang dikenal dalam teori hukum dan filsafat hukum

Salah satu bentuk sastra yang banyak ditulis dan dibaca di Jepang adalah novel yang dalam bahasa Jepang disebut “sh ǀ setsu” 小説.. Sakka no kousouni motozuki, jidaishichou,

Untuk meningkatkan kualitas pro- ses dan peningkatan pemahaman konsep melalui penggunaan media pembelajaran yang lebih menarik dan memberikan porsi lebih besar terhadap

1) Sumber Daya Manusia, dalam hal ini yang dimaksudkan adalah polisi. Kurangnya pengetahuan, keahlian, kemauan, kemampuan dan kurang.. menguasai teknologi informasi

[r]