(Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas X SMK Pembangunan Global) Tahun Ajaran 2015-2016
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan IPS (S. Pd)
Oleh :
KIKI PUJI ASTUTI NIM : 109015000011
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Menggunakan Media Dongeng
(Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas X SMK Pembangunan Global Jln. Sukatani Barat No.99, Kota Pangulah Utara, Kec.Kota Baru, Cikampek)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan IPS (S. Pd)
Oleh :
KIKI PUJI ASTUTI NIM : 109015000011
Mengetahui
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
Dalam Pembelajaran (IPS) Sejarah Dengan Menggunakan Media Dongeng”.(Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas X Smk Pembangunan Global di Jln. Sukatani Barat No. 99 Kota Pangulah Utara Kec. Kota Baru Cikampek). Skripsi Jurusan Pendidikan IPS, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Juni 2016.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah dengan media pembelajaran dongeng atau cerita pada mata pelajaran IPS (Sejarah) tentang pedagang penguasa dan pujangga pada masa klasik (Hindu-Buddha) dapat terlaksana dengan baik atau tidak serta dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dan pada hasil penelitian ini membuktikan bahwa hasil belajar siswa dapat meningkat meski dengan media yang sederhana.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian Tindakan Kelas merupakan suatu pendekatan untuk meningkatkan pendidikan dengan melakukan perubahan kearah perbaikan terhadap hasil pendidikan dan pembelajaran, digunakanlah media dongeng pada pembelajaran IPS (Sejarah) di kelas X SMK Pembangunan Global di Jln. Sukatani Barat No. 99 Kota Pangulah Utara Kec. Kota Baru Cikampek.
Penulis memilih satu model pembelajaran media dongeng untuk mengatasi pembelajaran dalam peningkatan pemahaman serta menumbuhkan rasa kreativitas pada diri siswa. Media dongeng adalah cara mudah untuk menempatkan informasi ke dalam otak dan mengambil informasi keluar otak dari otak.Siswa yang dijadikan objek penelitian ini adalah siswa kelas X SMK Pembangunan Global yang berjumlah 38 siswa kelas X. Instrument yang digunakan berupa RPP, lembar observasi, lembar angket, dan tes hasil belajar IPS pada materi Sejarah yakni pedagang, penguasa, dan pujangga pada masa klasik (Hindu dan Budha) berbentuk pilihan ganda 35 soal. pada penelitian ini dilakukan 2 siklus, setiap siklus terdiri dari 5 kali pertemuan.
Berdasarkan analisis penelitian yang telah di lakukan bahwa penerapan media dongeng terlaksana dengan baik. Hal ini terlihat dengan meningkatnya hasil rata-rata hasil belajar
siswa siklus 1 dengan nilai pretest : 69,43 dan posttest : 78,14 dengan nilai N-Gain : 0, 28 dan
siklus 2 dengan nilai pretest : 77,51 dan posttest : 85, 94 dengan nilai N-Gain : 0, 37. Pada
siswa kelas X SMK Pembangunan Global pada materi materi Sejarah yakni pedagang, penguasa, dan pujangga pada masa klasik (Hindu dan Budha).
Learning (IPS) History of Using Media Tale". (Class Action Research In Class X Smk Global Development at Jln. Sukatani West No. 99 North Pangulah City district. New Town Cikampek). Thesis Department of Social Education, Faculty of Science and Teaching Tarbiyah UIN SyarifHidayatullah Jakarta, June 2016.
This study aims to determine whether the learning media fairy tales or stories in social studies (history) about traders ruler and poet in the classical period (Hindu-Buddhist) can be done well or not, and can improve student learning outcomes. And the results of this study prove that student learning outcomes can be improved even with simple media.
The method used in this research is the Classroom Action Research (PTK). Class Action Research is an approach to improve education by making changes towards improving the outcomes of education and learning, is used media IPS fairytale learning (History) in class X SMK Global Development at Jln. Sukatani West No. 99 City North Pangulah district. New Town Cikampek.
The author chose a fairytale media learning model to address the learning in improving the understanding and foster a sense of creativity in students. Media fairytale is an easy way to put the information into the brain and take information out of the brain of the brain. Students who made the object of this study are students of class X SMK Global Development totaling 38 students of class X. The instrument is used in the form of lesson plans, observation sheets, sheet questionnaires, and tests results of social studies on the material history of the traders, rulers, and poet in the classical period (Hinduism and Buddhism) 35 multiple choice questions. in this study conducted two cycles, each cycle consisting of five meetings.
Based on the analysis of the research that has been done that the media application fairytale performing well. This can be seen with increasing average results of student learning outcomes with the value pretest cycle 1: 69.43 and posttest: 78.14 with a value of N-Gain: 0, 28, and cycle to the value pretest 2: 77.51 and posttest: 85 , 94 with a value of N-Gain: 0, 37. in class X SMK Global Development in the material history of the material merchants, rulers, and poet in the classical period (Hinduism and Buddhism).
i
Bismillahirrahmaannirrahiim
Puji serta syukur ke Hadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat kepada
makhluk-Nya. Atas segala izin dan pertolongan-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul : Upaya Peningkatan Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran (IPS) Sejarah
Dengan Menggunakan Media Dongeng. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan S1 Juruan Pendidikan IPS (Sosiologi) Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak akan
terealisasikan dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada yang terhormat :
1. Saya sangat bersyukur dan berterima kasih pada Allah SWT. Berkat ridho dan
karunia-Nya saya dapat menyelesaikan tugas terakhir saya walau dengan perlahan tapi
pasti. Tak lupa pula kepada Junjungan kita Nabi Muhammad SAW karena beliaulah
silaturahmi yang ada dalam ajaran agama Islam dapat mempertemukan kita dalam
ruang lingkup pendidikan, yakni sebagai cahaya dalam hidup kita.
2. Bapak Prof. Dede Rosyada, MA selaku Rektor (UIN) Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Prof. Dr. Thib Raya, MA, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
4. Bapak Dr. Iwan Purwanto, M. Pd, selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPS dan sekaligus
Pembimbing Akademik yang telah banyak meluangkan waktunya untuk
membimbing, memberikan nasihat, arahan, dan memotivasi kepada penulis agar
segera dapat terealisasikan skripsi ini.
5. Bapak Syaripulloh, selaku Wakil Ketua/Sekretaris Jurusan Pendidikan IPS serta
sebagai Dosen Penguji I yang telah memberikan banyak ilmu dan nasihatnya.
6. Bapak Sodikin, M. Si, selaku Dosen Penguji II.
7. Bapak Ahmad Royani, selaku Ketua Lab
8. Bapak Muhammad Noviacdi, selaku Wakil Lab
9. Ibu Ulfah Fajarini, M. Si, Dr, selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak
meluangkan waktunya untuk membimbing dan memotivasi kepada penulis sehingga
dapat menyelesaikan skripsi ini.
10.Bapak/ Ibu Dosen UIN Syarif Hiadayatullah Jakarta yang telah memberikan banyak
ii
terselesaikannya skripsi ini
12.Bapak Abdul Rojak, S. Pd, selaku Kepala Sekolah SMK Pembangunan Global.
13.Seluruh siswa/siswi SMK Pembangunan Global yang telah banyak membantu saat
penelitian di lapangan.
14.Seluruh sahabat-sahabatku dan teman-teman dari semua pihak yang tidak dapat
penulis sebutkan satu-satu namanya disini, yang telah memberikan motivasi,
semangat, dan informasi sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Tapi besar
harapan penulis mudah-mudahan skripsi ini dapat memberikan kontribusi yang berarti
bagi perkembangan dunia pendidikan khususnya SMK atau SMA sederajat serta
bermanfaat bagi yang membacanya.
Jakarta, 24 Juni 2016
iii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ABSTRAK (INDONESIA)
ABSTRAC (INGGRIS)
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR BAGAN ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Fokus Penelitian ... 6
C.Pembatasan Penelitian ... 7
D.Rumusan Penelitian ... 7
E.Tujuan Penelitian ... 7
F. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II KAJIAN TEORI A.Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti ... 9
1. Media ... 9
a. Pengertian Media ... 9
b. Pemanfaatan Media ... 10
c. Fungsi Media ... 11
d. Klasifikasi Dan Karakteristik Media ... 12
2. Dongeng ... 13
a. Sejarah Singkat Cerita / Dongeng ... 13
b. Pengertian Dongeng ... 15
c. Ciri-Ciri Dongeng ... 19
d. Manfaat Dongeng ... 19
iv
h. Dongeng Sebagai Sumber Pembentuk Dan Pembinaan Watak .... 22
i. Langkah Dasar Bercerita bagi Guru Dongeng ... 23
j. Metode Penyampaian Cerita/ Dongeng ... 24
3. Pendidikan, Belajar dan Hasil Belajar Kognitif ... 28
4. Sejarah ... 37
5. Hasil Penelitian Yang Relevan ... 41
6. Kerangka Berfikir ... 50
7. Hipotesis Tindakan ... 51
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A.Waktu dan Tempat Penelitian ... 53
1. Tempat Penelitian ... 53
2. Waktu Penelitian ... 53
B.Metode dan Desain Intervensi Tindakan ... 54
1. Metode ... 54
2. Desain Intervensi Tindakan ... 55
C.Subjek Penelitian ... 55
D.Peran dan Posisi Peneliti Dalam Penelitian ... 55
E.Tahapan Intervensi Tindakan ... 55
F. Data dan Sumber Data ... 58
G.Instrument dan Teknik Pengumpulan Data ... 59
H.Teknik Keterpercayaan Study ... 62
1. Uji Validitas ... 62
2. Uji Reliabilitas. ... 66
I. Analisis Data ... 67
J. Tindak Lanjut Pengembangan Perencanaan Tindakan ... 69
K.Indikator Keberhasilan ... 71
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Profil Sekolah ... 72
B. Deskripsi Data ... 74
1. Hasil Belajar Pembelajaran IPS (Sejarah) Dengan Menggunakan Media Dongeng Pada Setiap Siklus ... 74
v
b. Tahap Pelaksanaan ... 77
c. Tahap Pengamatan ... 78
d. Tahap Refleksi ... 83
3) Deskripsi Siklus II ... 84
a. Tahap Perencanaan... 84
b. Tahap Pelaksanaan ... 85
c. Tahap Pengamatan ... 87
d. Tahap Refleksi ... 91
2. Hasil Belajar Pembelajaran IPS (Sejarah) Dengan Menggunakan Media Dongeng Pada Akhir Siklus ... 92
3. Pembahasan Hasil Penelitian ... 93
4. Analisis hasil belajar siklus I ... 94
5. Analisis Hasil Belajar Siklus II ... 98
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A.Kesimpulan ... 103
B.Implikasi ... 103
C.Saran ... 104
DAFTAR PUSTAKA ... 105
LAMPIRAN-LAMPIRAN
vi
Tabel
Halaman
1. Jadwal Penelitian ... 53
2. Hasil Interpretasi Validitas Uji Coba Instrument Hasil Belajar Siswa Pada Siklus I .. 63
3. Hasil Interpretasi Validitas Uji Coba Instrument Hasil Belajar Siswa Pada Siklus II .. 65
4. Hasil Interpretasi Realibilitas Uji Coba Instrument Pada Siklus I dan II ... 67
5. Interpretasi Keterlaksanaan ... 68
1. Interpretasi Hasil Belajar ... 69
2. Obsevasi Awal ... 75
3. Lembar Observasi Aktivitas Siswa Dalam Proses Pembelajaran Pada Siklus I ... 79
4. Lembar Observasi Aktivitas Guru Dalam Proses Pembelajaran Pada Siklus I ... 80
5. Nilai Rata-rata Hasil Belajar Siswa Siklus I ... 82
6. Lembar Observasi Aktivitas Siswa Dalam Proses Pembelajaran Pada Siklus II ... 87
7. Lembar Observasi Aktivitas Guru Dalam Proses Pembelajaran Pada Siklus II ... 89
8. Nilai Rata-Rata Hasil Belajar Siswa Siklus II ... 92
9. Nilai Hasil Belajar Siswa Pada Siklus I ... 94
10.Keterangan Nilai Presentase ... 96
11.Rekapitulasi Hasil Test Siklus I ... 97
12.Nilai Hasil Belajar Siswa Pada Siklus II ... 98
13.Rekapitulasi Hasil Test Siklus II ... 100
14.Perbandingan Hasil Belajar dan Peresentase hasil belajar pada siklus I & II ... 101
vii
Gambar
Halaman
1. Kerucut Pengalaman Dale ... 12
2. Skema Kerangka Pemikiran ... 51
3. Grafik Observasi Awal ... 76
4. Observasi Aktivitas Guru Siklus I ... 82
5. Observasi Aktivitasa Guru Siklus II ... 91
6. Observasi Siklus I dan II ... 94
7. Perhitungan Hasil Belajar Siklus I ... 97
8. Perhitungan Hasil Belajar Siklus II ... 100
9. Perbandingan hasil Belajar Pretest dan Postest Siklus I & II, Dan N-Gain ... 101
viii
Bagan
1.1 Penyampaian Cerita atau Dongeng ... 26
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.
Sekarang ini kita telah memasuki abad dimana IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan
Tekhnologi) berkembang pesat sesuai kemajuan zaman dan tekhnologi modern
banyak di ciptakan namun dalam hal ini seorang siswa tidak bisa belajar dengan
sungguh-sungguh hanya bisa mengandalkan teknologi tersebut tanpa bisa
menciptakan suatu kreativitas. Dengan demikian siswa perlu di bekali untuk
memiliki kemampuan memperoleh, memilih, dan mengelola informasi untuk
bertahan pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif seperti di
masa modern seperti ini.
Pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan seseorang atau kelompok
orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan
yanag lebih tinggi dalam arti mental. sebagaimana firman Allah SWT dalam surat
(Al-ankabut ayat : 43)
Artinya :
“ Dan perumpamaan-perumpamaan ini kami buat untuk manusia; dan tidak ada
yang akan memahaminya kecuali mereka yang berilmu.”1
Disini seorang guru dan siswa merupakan komponen yang sangat penting
dalam terbentuknya suatu proses belajar-mengajar/proses pembelajaran. Guru
disini dituntut untuk dapat membimbing siswanya dalam mengasah kemampuan
pengetahuannya sesuai bidang studi yang dipelajari. Oleh karena itu, seorang guru
harus mampu menguasai materi agar dapat mengetahui tingkat pengetahuan
1
dengan media yang guru bawakan dalam penerapan belajarnya diharapkan bisa
membantu siwa dalam mengembangkan pengetahuannya secara efektif.
Dalam hal ini contoh mata pelajarannya misalnya sejarah yang merupakan
bidang studi yang sudah ada dan merupakan salah satu bidang study IPS (ilmu
pengetahuan sosial) baik di tingkat SD, SMP maupun SMA atau SMK sederajat
sekolah-sekolah tersebut senantiasa memberikan pelajaran sejarah agar siswanya
mengetahui bagaimana bisa terbentuknya sejarah. Akan tetapi, dengan persepsi
kurang baik dan di anggap rendah. Bahkan, sejarah menyandang pelajaran yang
membosankan bagi siswa/siswinya. Kecenderungan yang muncul adalah, persepsi
bahwa sejarah itu tidak memiliki manfaat atau kegunaan dan sejarah merupakan
pelajaran yang membosankan. Umumnya pembelajaran di dalam kelas
berlangsung sangat kaku, dan bosan. Sedangkan, siswa diharapkan belajar yang
menyenangkan agar dapat menyeimbangkan antara otak kanan dan kiri.
Sebagaimana kecenderungan yang muncul adalah persepsi bahwa sejarah itu
tidak memiliki manfaat atau kegunaan dalam pelajaran serta membosankan.
Karena, di kelas pada umumnya materi sejarah disampaikan secara verbal dan
siswa memahami secara visual baik yang digambarkan oleh guru maupun buku.
Sebagai salah satu bahan ajar dalam materi sejarah sekolah, buku dengan berbagai
penyajiannya merupakan sumber belajar paling utama dalam mendapatkan materi
yang dipelajari oleh siswa. Kenyataannya buku mempunyai peranan penting
dalam proses pembelajaran di sekolah, di samping peran guru sebagai pengajar.
Akan tetapi, tidak hanya buku yang memegang peranan penting tetapi dengan
media lainnya juga bisa memegang peranan penting. Misalnya, dengan media
dongeng/cerita karena hampir bisa di pastikan bahwa setiap ahli pendidikan
sepakat bahwa dongeng/cerita (untuk anak-anak) memiliki peran penting dalam
proses tumbuh kembang anak. Sebagaimana yang tertulis dalam firman Allah
Artinya :
“ Dan sungguh, kamu telahmengetahui orang-orang yang melakukan
pelanggaran diantara kamu pada hari sabat, lalu kami katakan pada mereka, “
Jadilah kamu kera yang hina! ”2
Melalui media dongeng/cerita tidak hanya memperoleh kesenangan atau
hiburan, tetapi masukan dan pengalaman psikologis, sosial dan kultural yang
berharga bagi perkembangannya yang masih berada pada tahap awal umumnya.
Tidaklah berlebihan bahwa cerita/dongeng bisa mempengaruhi pembentukan
kepribadian anak terutama dalam peningkatan hasil belajar. Dengan begitu,
jelaslah bahwa cerita/dongeng bukanlah masalah yang remeh dan “ Sekedar Cerita
“! Cerita berpengaruh besar dan menjangkau waktu yang amat panjang, bahkan
seumur hidup siswa kelak.3
Namun, fakta dilapangan menunjukkan bahwa minat siswa untuk membaca
buku-buku sejarah sangatlah memprihatinkan, ditambah lagi dengan penyampaian
materi oleh guru yang kurang menarik pada pembelajaran sejarah tentu saja akan
berdampak pada peningkatan hasil belajar yang kurang baik. Hal ini bisa
dibuktikan, Setiap kali masuk kelas guru dihadapkan pada kenyataan yamg
kurang menyenangkan misalnya ; siswa tidak tertib dan tidak peduli pada topik
bahasan yang sedang guru jelaskan, pasti banyak siswa yang mengantuk dan
kurang memperhatikan pelajaran ini, dan sebagian dari mereka sibuk sendiri
dengan apa yang mereka pikirkan dan banyak juga yang asyik mengobrol dengan
teman sebangkunya, asyik mengerjakan tugas yang lain, bahkan tidak sedikit
2
Kementrian Agama Republik Indonesia, Qur’an Dan Terjemahnya, Q. S. Al-Ankabut ayat : 43, Bandung : Pt. Madina Raihan Makmur, 2017, Hal 10
3
fenomena yang terjadi di lingkungan sekolah.
Hal-hal tersebut di atas kemungkinan dikarenakan oleh berbagai macam
faktor, misal cara mengajar guru yang kurang menarik bahkan cenderung
monoton sehingga banyaknya argumentasi yang sulit dipahami. Namun tidak
selamanya dalam proses belajar mengajar memungkinkan untuk memberikan
siswa pengalaman langsung. Melihat pameran, atau karyawisata hanya dapat
dilakukan beberapa kali.
Maka untuk menyiasati agar proses pengalaman tidak berada pada tingkat
yang paling abstrak yakni dengan bercerita/berdongeng, maksudnya dalam
berdongeng siswa di haruskan untuk ikut turut serta dalam cerita tersebut agar
siswa dapat mengetahui makna dan kandungan yang tersimpan di dalam cerita
tersebut. Selain itu, dengan jiwa yang senang selama proses pembelajaran
berlangsung, maka belajar beriringan membentuk kreativitas yang tanpa tekanan,
secara operasional memenuhi standar penilaian KKM untuk pelajaran sejarah.
Itupun selama pembelajaran menarik dan menyenangkan, maka kondisi belajar
dan pengelolaan belajar sudah dipastikan berjalan baik. Akan tetapi, jika
cenderung tidak menarik atau membosankan tidak menutup kemungkinan bahwa
bahwa kondisi belajar dan pengelolaan dalam belajarnya dipastikan belum
berjalan dengan baik.
Suatu keberhasilan pelajaran tentunya tidak lepas dari faktor internal dan
eksternal. Dimana faktor internal yakni faktor yang berkaitan dengan diri siswa
dalam kemampuan, minat, motivasi, keaktivan belajar, kreativitas dan lain-lain.
Dan faktor eksternal yakni faktor dari luar diri siswa diantaranya seperti model
pembelajaran, strategi pembelajaran, sarana kelas, dan lain-lain. Akan tetapi
dalam fase awal belajar adalah masa yang dilalui sebelum melalui fase belajar
lanjutan, selepas mereka dari usia balita, anak-anak, remaja, hingga dewasa. Fase
ini mencakup masa pengasuhan, pendidikan di taman kanak-kanak, sekolah dasar,
sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, sampai memasuki sekolah
sama sesama siswa yaitu pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif
(cooperative learning) merupakan pendekatan dalam proses belajar mengajar
yang berbasis kelompok. Media pembelajaran ini sangat berguna untuk membantu
siswa menumbuhkan kemampuan kerja sama, berpikir kreatif dan inovatif.
Pembelajaran ini akan menciptakan siswa untuk berpartisipasi aktif/ikut serta
secara aktif dan bekerja sama sehingga antara siswa akan berfikir bersama,
berdiskusi bersama, melakukan pembelajaran bersama dan berbuat ke arah yang
sama. Oleh karena itu, siswa memerlukan latihan, daya khayal, dan sosiasi
pikiran, serta kemampuan untuk menggunakan semua hal apa yang telah diketahui
dan di alaminya.
Dengan demikian, para orang tua, guru dan para pendidik lain, serta siapa pun
yang menaruh perhatian pada masalah pendidikan siswa sesungguhnya amat perlu
untuk menyadari dan selalu memperluas wawasan akan hal ihwal cerita siswa
tersebut. Karena disini proses belajar yang dipakai adalah dengan media
dongeng/cerita yang merupakan seni dan seni adalah sumber dari rasa keindahan
dan bagian dari pendidikan. Salah satunya seni sastra, termasuk cerita juga
menjadi bagian dari keduanya. Maka, didalamnya terdapat kenikmatan dan
kesenangan bagi pengarang yang telah menyusun dan mengarangnya, pendongeng
yang menyampaikannya, dan penyimak yang menyimaknya.
Seni sastra ini seperti cerita atau dongeng memberi pengaruh, baik pada jiwa
orang dewasa maupun anak-anak karena ia dapat mengasah rasa, akal, daya
khayal, dan bersosialisasi pikiran. Dengan bercerita siswa diperkenalkan dengan
seni bercerita yang dapat menimbulkan kecintaannya. Kecintaannya ini tidak akan
terwujud tanpa latihan. Oleh karena itu, dengan peragaan para siswa terhadap
beberapa cerita/ dongeng merupakan bentuk lain dari cara pengungkapan yang
akan berkesan dengan ekspresi tubuh dan perasaan. Hal itu menjadi salah satu
tujuan pengajaran cerita di sekolah yang dapat membantu siswa dalam
mengungkapkan idenya secara hidup dan ekspresif. Guru yang cerdik dan ulet
kenikmatan tersendiri. Karena cerita adalah salah satu bentuk sastra yang bisa di
baca atau hanya didengar oleh orang yang tidak bisa membaca. Dalam cerita ada
beberapa hal pokok yang masing-masing tidak bisa dipisahkan. Yaitu karangan,
pengarang, penceritaan, pencerita atau pendongeng, dan penyimakan serta
penyimak. Karangan, pengarang, penceritaan, pencerita, atau pendongeng, dan
penyimakan serta penyimak adalah komponen pokok yang harus diperhatikan
sehingga sebuah cerita layak disebut bagian dari sastra yang hidup dan abadi.
Selain itu, mengarang cerita mencakup tiga unsur pokok. Pertama, ide yang
terkandung dalam cerita, sisi kejiwaan, kesesuaiannya dengan pembaca atau
pendengar, baik dalam cerita panjang maupun cerita pendek. Kedua, susunan ide
yang teratur. Ketiga, bahasa dan gaya bahasa yang dibentuk oleh ide.4
Kemampuan yang dimiliki siswa merupakan prasyarat yang harus dimiliki
siswa agar dapat mengikuti pelajaran dengan baik sehingga dimungkinkan siswa
yang mempunyai latar belakang kemampuan awal yang baik akan dapat
mengikuti pelajaran dengan mudah. Berdasarkan semua pernyataan diatas,
diperlukan suatu kajian yang cukup mendalam mengenai penggunaan dongeng
dan pengaruhnya terhadap peningkatan hasil belajar siswa. Dalam penelitian ini
peneliti mencoba mengkaji berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas
maka penulis ingin mengadakan penelitian tentang “Upaya Peningkatan Hasil
Belajar Siswa Dalam Pembelajaran (IPS) Sejarah Dengan Menggunakan Media Dongeng “
B. Fokus Penelitian.
Dari uraian di atas dapat di identifikasikan beberapa fokus penelitian dalam
penelitian ini, antara lain :
1. Kurangnya peran guru dalam memberikan materi pelajaran secara menarik
dan menyenangkan hingga konsentrasi/fokus pada suatu pelajaran kurang
terserap.
4
belajar-mengajar, hingga kurangnya minat ketertarikan serta interaksi antar
teman, siswa dan guru mengakibatkan proses belajar terhambat dan hasil
belajar pun menurun.
C. Pembatasan Penelitian.
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah di uraikan di atas, maka
penelitian ini dibatasi pada permasalahan sebagai berikut :
1. Kurangnya peran guru dalam memberikan materi pelajaran yang menarik
dan menyenangkan untuk menghilangkan rasa tidak menarik/cenderung
bosan dan meningkatkan hasil belajar dalam bidang studi tersebut.
2. Kurangnya efektivitas timbal balik atau interaksi antara guru dan siswa,
pada saat pembelajaran berlangsung berakibat pada hasil belajar jika
konsentrasi atau fokus siswa tidak tertuju pada bidang studi pada saat
pembelajaran berlangsung.
D. Rumusan Masalah Penelitian.
Dari uraian di atas sesuai latar belakang yang telah di kemukakan maka
rumusan masalah dalam penelitian ini, antara lain :
1. Bagaimana proses penerapan model pembelajaran media dongeng pada
pokok bahasan dalam pelajaran sejarah.
2. Bagaimana tingkat hasil belajar siswa dengan menerapkan pembelajaran
menggunakan media dongeng di kelas X SMK Pembangunan Global pada
setiap siklus ?
E. Tujuan Penelitian.
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka penelitian ini
bertujuan agar memperoleh gambaran tentang :
1. Untuk memperoleh peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran
(IPS) sejarah dengan menggunakan media dongeng di kelas X SMK
Pembangungan Global pada setiap siklus dan memperoleh hasil akhir pada
sederhana yang ternyata mungkin bisa jadi sarana pembelajaran yang
efektif terutama media dongeng.
F. Manfaat Penelitian.
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah media dongeng atau cerita yang
dapat dijadikan bahan pertimbangan melakukan inovasi pembelajaran di kelas
sehingga pembelajaran tidak monoton dan konvensional. Manfaat praktis yang
diharapkan dalam penelitian ini adalah :
1. Bagi guru dan siswa dapat memberikan atau menyampaikan materi dengan
menggunakan media dongeng atau cerita sebagai kontribusi positif agar dapar
meningkatkan kualitas pengajarannya dengan memanfaatkan dongeng sebagai
bahan ajar sehingga proses pembelajaran akan berjalan dengan efektif dan
efesien, serta dapat meningkatkan hasil belajar siswa dengan media yang
berbeda dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) khususnya
Sejarah.5
2. Bagi sekolah. Dari hasil penelitian dapat memberikan masukan kepada sekolah
atau yayasan di SMK Pembangunan Global sebagai bahan kajian dalam usaha
perbaikan proses pembelajaran di sekolah menjadi lebih baik, sehingga mutu
pendidikan dapat lebih meningkat.
5
9
BAB II
KAJIAN TEORI
A.
Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti. 1. Mediaa. Pengertian Media.
Kata “Media” berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak
dari kata “Medium” secara harfiah media memiliki arti “perantara“ atau
“pengantar“. Association For Education and Communication Technology
(AECT), mendefinisikan media sebagai segala bentuk yang di pergunakan
untuk suatu proses penyaluran informasi. Sedangkan, Education Association
(NEA), mendefinisikan media sebagai benda yang dapat dimanipulasikan,
dilihat, didengar, dibaca, atau dibicarakan, beserta instrument yang
dipergunakan dengan baik dalam kegiatan belajar mengajar, dapat
mempengaruhi efektifitas program instruksional. Bila media adalah sumber
belajar, maka secara luas media dapat diartikan dengan manusia, benda,
ataupun peristiwa yang memungkinkan anak didik memperoleh pengetahuan
dan keterampilan, maka media merupakan wahana penyalur informasi
belajar atau penyalur pesan.1
Dari definisi-definisi diatas disimpulkan bahwa media merupakan sesuatu yang bersifat menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran,
perasaan, dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses
belajar pada dirinya. Penggunaan media secara kreatif akan memungkinkan
siswa untuk belajar lebih baik dan dapat meningkatkan performan mereka
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.2
Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima
pesan. Menurut Gagne menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis
komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar.
1
Drs. Syaiful Bahri Djamarah dan Drs. Aswan Zain, “Strategi Belajar Mengajar” Cet. Ke 3,
Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2006, h. 120
2Asnawir dan Basyiruddin Usman, “
Media Pembelajaran“, cet. 1, Jakarta Selatan : Ciputat Pers,
Briggs berpendapat bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar.
Apapun batasan-batasan yang diberikan, ada persamaan-persamaan diantaranya yaitu bahwa media adalah segala sesuatu ang dapat digunakan
untuk menyalurkan pesan, dari pengirim ke penerima sehingga dapat
merangsang fikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa
sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi.3
Karena itu, tujuan pengajaran harus dijadikan sebagai pangkal acuan
untuk menggunakan media. Jika diabaikan maka media bukan lagi sebagai
alat bantu pengajaran, tetapi sebagai penghambat dalam pencapaian tujuan
secara efektif dan efesien.4 Namun, dapat dipahami bahwa media adalah alat
bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mecapai
tujuan pengajaran.
b. Pemanfaatan Media.
Media digunakan dalam rangka upaya peningkatan atau mempertinggi
mutu proses kegiatan belajar mengajar. Prinsip-prinsip dalam penggunaannya
yang antara lain harus di perhatikan ialah :
a. Penggunaan media pengajaran hendaknya dipandang sebagai bagian
yang integral dari suatu sistem pengajaran dan bukan sebagai alat bantu
yang berfungsi sebagai tambahan yang digunakan bila dianggap perlu
dan hanya dimanfaatkan sewaktu-waktu dibutuhkan.
b. Media pengajaran hendaknya dipandang sebagai sumber belajar yang
digunakan dalam usaha memecahkan masalah yang dihadapi dalam
proses belajar mengajar.
c. Guru hendaknya benar-benar menguasai teknik-teknik dari suatu media
pengajaran yang dipergunakan.
d. Guru seharusnya memperhitungkan untung ruginya pemanfaatan suatu
media pengajaran.
3
Arif, S. Sadiman, dkk, “ Media Pendidikan : Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya
“, cet. 4 Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1996. H. 6.
4Drs. Syaiful Bahri Djamarah dan Drs. Aswan Zain, “
e. Penggunaan media pengajaran harus diorganisir secara sitematis bukan
sembarang menggunakannya.
f. Jika sekiranya suatu pokok bahasan memerlukan lebih dari macam
media, maka guru dapat memanfaatkan multi media yang
menguntungkan dan memperlancar proses belajar mengajar dan juga
dapat merangsang siswa dalam belajar.5
Secara umum media memiliki kegunaan-kegunaan sebagai berikut :
1) Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalitis.
2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera.
3) Dengan menggunakan media secara tepat dan bervariasi dapat diatasi
sikap pasif anak didik.
4) Dengan sifat yang unik pada setiap siswa ditambah lagi dengan
lingkungan dan pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum materi
pendidikan ditentukan sama untuk setiap siswa, maka guru akan banyak
mengalami bilamana semuanya itu harus diatasi sendiri.6
Media disini sebagai alat bantu dalam proses belajar mengajar adalah
suatu kenyataaan yang tidak dapat dipungkiri. Karena memang gurulah yang
menghendaki untuk membantu tugas guru dalam menyampaikan pesan-pesan
dari bahan pelajaran yang diberikan oleh guru kepada anak didik.
c. Fungsi Media.
Pada awalnya media hanya berfungsi sebagai alat bantu dalam kegiatan
belajar mengajar yakni berupa sarana yang dapat memberikan pengalaman
visual kepada siswa dalam rangka mendorong motivasi belajar, memperjelas,
dan mempermudah konsep yang kompleks dan abstrak menjadi lebih
sederhana, konkrit, serta mudah dipahami. Dengan demikian, media dapat
berfungsi untuk mempertinggi daya serap dan daya simpan anak terhadap
materi pembelajaran.
5
Asnawir dan Basyiruddin Usman, Media Pembelajaran , h. 19
6
Edgar Dale mengklasifikasikan pengalaman belajar anak mulai dari hal-hal yang paling konkrit sampai pada hal-hal-hal-hal yang di anggap paling abstrak.
Klasifikasi pengalaman tersebut lebih di kenal dengan kerucut pengalaman
(Cone of Experience).
Gambar 1. Kerucut Pengalaman Dale
Berdasarkan klasifikasi di atas media dongeng termasuk audio visual
dan sangat mengandalkan indera penglihatan dan indera pendengaran dalam
penyampaiannya. Namun, dongeng merupakan media seni yang bisa di lihat,
di baca, di dengar oleh siapa saja. Sedangkan, klasifikasi media menurut Rudi
Bretz ada tiga unsur pokok yaitu suara, visual, dan gerak.
d. Klasifikasi Dan Karakteristik Media.
Dalam media tentunya memiliki beberapa klasifikasi diantaranya, menurut Oemar Hamalik dan 4 klasifikasi media pengajaran, yaitu :
a) Alat-alat visual yang dapat dilihat, misalnya ; filmstrip, transparansi,
papan tulis.
b) Alat-alat yang bersifat auditif atau hanya bisa di dengar, misalnya ;
radio, rekaman pada tape recorder.
c) Alat-alat yang bisa di dengar dan di lihat, misalnya ; film, dan televisi,
bak pasir, peta electris.
d) Dramatisasi, bermain peranan, sosiodrama, saandiwara boneka, dan
sebagainya.
Sedangkan gagne membuat 7 macam pengelompokan media, yaitu : (1) Benda untuk di demonstrasikan.
(6) Film bersuara.
(7) Mesin belajar.7
2. Dongeng.
a. Sejarah Singkat Cerita / Dongeng.
Mengkaji dongeng dari sudut pandang sejarah tidak lepas dari tradisi
lisan. Tradisi lisan merupakan pesan-pesan verbal yang berupa
pernyataan-pernyataan yang pernah dibuat di masa lampau oleh generasi yang hidup
sebelum generasi sekarang, sedikitnya satu generasi sebelumnya.
Pernyataan-pernyataan tersebut meliputi pesan-pesan yang diucapkan, dinyanyikan atau
disampaikan lewat musik (alat bunyi-bunyian).
Munculnya tradisi lisan tidak dapat diketahui secara pasti, ada yang
berpendapat, usianya tak ubahnya usia peradaban manusia karena
berkembang seiring dengan dinamika sosio kultural suatu komunitas atau
masyarakat. Sebagaimana kita ketahui, bahwa manusia sebagai individu tidak
mungkin hidup terisolasi dengan individu-individu lainnya. Mereka hidup
berkelompok-kelompok sebagai suatu masyarakat. Jadi individu-individu itu
mewujudkan masyarakat yang akan memberi wadah bagi interaksi antar
individu dan menjadi landasan bagi perkembangan pribadi dari
masing-masing individu dengan memanfaatkan berbagai kemungkinan perkembangan
yang di sediakan oleh kehidupan sosialnya.
Masyarakat juga melakukan hal yang sama seperti yang di lakukan oleh
individu sebagaimana terbagan pada struktur di bawah, maka yang menjadi
masalah sekarang ialah dari mana pengalaman masa lampau dari masyarakat
itu di hidupkan kembali. Di mana pengalaman masa lampau itu di simpan.
Masyarakat sebagai kumpulan individu tidak punya fasilitas yang berupa
memori seperti pada individu, yang bisa menyimpan pengalaman mereka dan
kemudian menghidupkannya kembali apabila diperlukan. Rupanya fungsi
memori pada masyarakat digantikan oleh suatu media yang dikembangkan
oleh masyarakat untuk menyimpan pengalamannya. Itu tidak lain daripada
berupa cerita-cerita yang hidup di masyarakat (tradisi lisan), yang pada
7
mulanya diabadikan dengan cara menceritakannya secara lisan turun
temurun.8
Maka mendongenglah sebab itu menyenangkan, sebelumnya ada yang perlu diperhatikan sebelum mendongeng, yaitu :
a. Keinginan yang kuat dan tulus untuk mendongeng.
b. Siap melakukan sehingga hasilnya tidak setengah-setengah.
c. Mau bersuara lantang dan jelas.
d. Mau melakukan dengan benar.
e. Dapat menciptakan suasana akrab, hangat, dan gembira9.
Selain itu, Menurut Kak Agus Ds, menyampaikan ada 13 hal yang harus
diperhatikan agar menjadi pendongeng yang baik, yaitu :
1. Pastikan kondisi fisik benar-benar dalam keadaan baik.
2. Berusaha untuk memfokuskan perhatian pada saat bercerita.
3. Menghayati cerita dengan sunguh-sunguh.
4. Membuat singkatan cerita.
5. Menyiapkan dan menyusun gambar-gambar peraga.
6. Membuat puisi dan lagu. (jika mampu)
7. Memilih adegan menarik.
8. Atur dan perhatikan artikulasi pengucapan kata-kata.
9. Komunikatif.
10. Menjaga kerahasiaan jalan cerita.
11. Terbuka terhadap kritik dan saran.
12. Tidak menyimpang dari etika.
13. Bersedia belajar dari orang lain.10
Dan ada pula hal-hal yang harus di perhatikan saaat mendongeng, yaitu :
1. Pola dan irama bicara.
2. Jarak dengan audien.
3. Gerak dan sikap tubuh.
4. Kontak mata.
5. Suara saat berbicara.
6. Penampilan.11
Mendongeng adalah hal yang sangat menyenangkan untuk dilakukan,
oleh siapapun, baik orang tua, guru bahkan anak-anak sekalipun. Serta
8
Muhammad Hanif, dalam Jurnal Ilmiah, “ Dongeng Dalam Perspektif Pendidikan” FPIPS IKIP
PGRIMadiun.
9
H. Muhammad Abdul Latif, Mendongeng Mudah dan Menyenangkan, (Jakarta:PT Luxima Metro Media, cet.1 , 2014) h. 30.
10
Ibid., h. 86
11
mendongeng merupakan suatu kegiatan yang sangat mudah bisa dikatakan
sebagai kegiatan yang sangat sederhana, mudah dan maknanya sangat luas.12
b. Pengertian Dongeng.
Dongeng atau cerita rakyat adalah bagian dari salah satu unsur
kebudayaan yang sangat penting artinya bagi pembentukan dan pembinaan
watak serta pengaturan ketertiban sosial. Hal ini dimungkinkan karena
berbagai pesan dan amanat yang ingin disampaikan pada masyarakat
dilakukan secara tidak langsung serta diselubungi oleh berbagai hal yang
mengasyikan, sehingga penerima pesan tanpa merasakan adanya kebosanan.
Oleh karena itu, tradisi mendonggeng pada waktu itu tumbuh subur.13
Cerita rakyat adalah cerita yang hidup di dalam lingkungan kolektif
tertentu. dalam kancah keilmuan cerita dalam bahasa inggris disebut
“folktale” namun lebih di kenal dengan “folklore” yang merujuk bahwa cerita rakyat merupakan milik suatu masyarakat tertentu yang berbeda dari
masyarakat lainnya. Dongeng disini bukan hanya sekedar cerita rakyat yang
disimpan dalam bentuk cerita melainkan sebagai isyarat, alat pembantu,
pengingat, nyanyian, permainan anak-anak, peribahasa, cerita, teka-teki, dan
sebagainya yang dilakukan secara verbal dan nonverbal. Selain itu, folklore
mencakup segala keyakinan, mitos, legenda, dan adat istiadat yang dipelihara
suatu puak atau suatu bangsa secara turun temurun.14
Namun, Danandjaja mengatakan bahwa dongeng adalah cerita prosa
rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi. Dongeng diceritakan terutama
untuk hiburan, walaupun banyak juga yang melukiskan kebenaran, berisikan
pelajaran (moral),atau bahkan sindiran. Selain itu, dongeng juga sering
disebut cerita pendek kolektif kesusastraan lisan. Dan ada juga yang
menyebutkan bahwa dongeng itu adalah mite yang telah rusak (broken-down
myths). Dalam kenyataannya pun hal ini memang terjadi, suatu cerita
12
Ibid., h. 3
13
Ahmad yunus, dkk. “Peranan cerita rakyat dalam pembentukan dan pembinaan anak”, 1993
14
mengalami gradasi misalnya, mite seiring perkembangan zaman dapat beralih
menjadi dongeng karena anggapan masyarakat pemilik sudah tidak
memandang mite sebagai sesuatu yang suci lagi. Dongeng memiliki begitu
banyak jenis, menurut Anti Aarne dan Stith Thompson dalam Danandjaja,
yang berjudul The Types of the Folktale, dongeng terbagi ke dalam empat
golongan besar, yaitu:
1. Dongeng Binatang (animal tales), dongeng dengan tokoh binatang peliharaan dan binatang liar. Serta binatang-binatang ini dapat berbicara dan berakal budi seperti manusia.
2. Dongeng Biasa (ordinary tales), tokohnya adalah manusia dan biasanya berkisah suka duka seseorang. Contohnya Cinderella, Ande-ande Lumut, dan lain-lainnya.
3. Lelucon dan Anekdot (jokes and anecdotes), adalah dongeng-dongeng yang dapat menimbulkan rasa menggelikan hati, sehingga menimbulkan tawa atau dongeng yang dapat menimbulkan tawa bagi yang mendengarkannya maupun yang menceritakannya. Meski demikian, bagi masyarakat atau orang yang menjadi sasaran, dongeng itu dapat
menimbulkan rasa sakit hati. Contohnya “Dongeng Modin Karok:”
(Sumenep Madura).
4. Dongeng Berumus (formula tales)15, adalah dongeng yang strukturnya terdiri dari perulangan, ada yang bertimbum banyak, untuk mempermainkan orang, dan dongeng yang yang tidak mempunyai akhir.
Contoh dongeng bersifat penghinaan suku bangsa lain.16
Dongeng pada umumnya tidak memiliki fakta riil. Fungsi dongeng lebih di tujukan sebagai hiburan. Di dalam dongeng biasanya terdapat unsur nasihat, pertentangan antara yang baik dan yang buruk. Dongeng salah satu bentuk sosialisasi nilai-nilai yang perlu di wariskan kepada generasi yang lebih muda.
Ada beberapa tipenya adanya 3, yakni ; 1) Unpromising Heroin (
cinderella, dan bawang merah bawang putih), 2) Male Cinderella (jaka kendil), Mather Incest Prophecy (sangkuriang, dan prabu watu gunung). Karena, dongeng merupakan pewarisan tradisi lisan dan yang mewarisinya adalah keluarga dan masyarakat.17
Sebagaimana menurut kamus bahasa sunda:
15
Marwan Supriyadi, “ Sejarah SMA Jilid 1 Kelas X (Jakarta: PT. Perca; 2009) h. 39
16
Muhammad Hanif, dalam Jurnal Ilmiah, “ Dongeng Dalam Perspektif Pendidikan”
17
” Carita, lem, carios; omongan, dongeng, lalakon; nyarita, lem, nyarios;
ngomong”.
“ Dongeng, carita baheula, biasana loba pamohalanana”.18
Maksudnya, dalam bahasa sunda dongeng biasanya itu adalah sebuah cerita, cerita dahulu, kisah, pembicaraan, dan biasanya terdapat amanat yang terkadung di dalamnya. Karena dengan dongeng manusia tidak mengetahui bagaimana bisa mereka dapat menjalani hidupnya. Sebab, di dalam dongeng terdapat unsur-unsur yang dapat mendidik tanpa kita ketahui yang sekarang sudah mulai punah malah sudah tidak di hiraukan lagi oleh banyak manusia. Dengan dongeng ini di harapkan bisa membangun suasana pembelajaran yang baru yang tidak dominan dengan ceramah saja, dan tidak membuat jenuh suasana belajar jenuh atau cenderung membosankan.
Agus Trianto dalam buku bahasa indonesia dongeng adalah cerita
sederhana yang tidak benar-benar terjadi, misalnya kejadian-kejadian aneh zaman dahulu. Dongeng disini termasuk cerita tradisional. Cerita tradisional adalah cerita yang disampaikan secara turun-temurun. Suatu cerita tradisional dapat disebarkan secara luas ke berbagai tempat. Kemudian, cerita itu disesuaikan dengan kondisi daerah setempat. Kejadia-kejadian dalam dongeng menjadi impian semua orang.19
Rika Lestari dalam buku Bahasa Indonesia SMP dongeng adalah bagian
dari sastra lama yang ceritanya berkaitan dengan cerita-cerita zaman dahulu. Dongeng berisi petuah atau nasihat dengan tujuan untuk membina budi pekerti yang luhur bagi generasi muda. Ada beberapa jenis dongeng, yakni : a. Sage, adalah cerita yang berkaitan dengan nilai-nilai kejujuran dan
kepahlawanan. Contohnya, Babad Dipenogoro.
b. Mitos, adalah cerita tentang dewa atau pahlawan zaman dahulu yang mengandung roh atau mistis. Contohnya, Bandung Bondowoso, Nyai Roro Kidul.
c. Legenda, adalah cerita yang berkaitan dengan terjadinya suatu tempat atau peristiwa. Contohnya, Sangkuriang (Gunung Tangkuban Perahu), Nyai Endit (Situ Bagendit).
18
Surayi, Dkk, “Kamus Basa Sunda Pikeun Murid Sakola Dasar” cet.2 (Bandung : CV Yrama Widya, 2003) h. 24 & 28.
19
d. Fabel, adalah cerita yang diperankan oleh binatang. Contohnya, Sikancil, Kura-kura, dan Siput.20
Korrie layun rampan dalam buku teknik menulis cerita rakyat membagi jenis-jenis cerita rakyat, yaitu :
a. Mite,adalah cerita rakyat yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat pendukungnya.
b. Legenda, adalah folklore yang dianggap benar-benar pernah terjadi. c. Dongeng, yang besifat fiktif mengangkat cerita dari khazanah masa silam
tentang tokoh-tokoh manusia biasa atau benda dan makhluk lainnya yang dibuat sama dengan manusia yang beraktivitas seperti didalam kehidupan sehari-hari.
d. Fabel, adalah cerita rakyat yang berkisah tentang binatang.
e. Sage, adalah cerita rakyat yang memiliki latar tempat dan waktu tertentu. awalnya, sage merupakan cerita rakyat yang menekankan pada silsilah raja-raja dan keturunannya.
f. Saga, adalah salah satu bentuk cerita rakyat. Berawal dari islandia saga tersebut berupa cerita lisan.
g. Auktorial, adalah pembacaan cerita rakyat yang bersifat dongeng. Auktorial mirip teater rakyat yang menggunakan ruang pentas dan penonton menjadi satu kesatuan.
h. Epik, merupakan bentuk cerita kepahlawanan. Sering disebut epos atau wiracarita. Dengan ciri khas tokoh utamanya harum namanya.
i. Cerita Jenaka, adalah cerita rakyat yang mengacu kepada hal-hal yang lucu.
j. Cerita Berbingkai, adalah kisah yang ditandai oleh peristiwa, perbuatan, pengalaman, penderitaan, kebahagiaan seseorang yang terjadi pada masa lalu. Maksudnya, di dalam cerita terdapat cerita lain.
k. Cerita Pelipur Lara, memiliki dua pengertian yakni ; 1) cerita rakyat yang tujuan utamanya menghibur para pendengar atau pembaca, dan 2) orang yang mahir berkisah menggunakan cerita-cerita tertentu (maksudnya, tukang cerita, pendongeng, juru kisah). Tujuan utama cerita ini untuk memberi hiburan guna melipur hati yang lara.
l. Hikayat, berasal dari bahasa Arab yang artinya kisah, dongeng, cerita.
Kata tersebut diturunkan dari kata kerja “haka” yang artinya menceritakan atau mengisahkan sesuatu kepada orang lain
m. Biografi, adalah riwayat hidup seseorang yang ditulis orang lain. Tujuan penulisan biografi ini untuk memberi teladan.
n. Autobiografi, adalah bentuk riwayat hidup yang tulis sendiri oleh pengarangnya. Umumnya bersifat subjektif karena banyak peristiwa dan pengalaman pribadi yang bersifat rahasia tak mungkin ditulis seperti apa adanya.
20
o. Kisah perjalanan, adalah salah satu bentuk cerita yang melandaskan isi cerita pada pengalaman subjektif.21
c. Ciri-Ciri Dongeng.
Adapun ciri-ciri dongeng menurut Rusyana dkk seperti terlihat pada bagan di bawah ini:
a. Dongeng merupakan cerita tradisional yang terdapat di masyarakat sejak zaman dahulu.
b. Peristiwa yang diceritakan menggambarkan peristiwa dahulu kala. c. Pelakunya dibayangkan manusia biasa seperti dalam kehidupan
sehari-hari.
d. Perbuatan yang dilakukan oleh pelaku kebanyakan perbuatan biasa, akan tetapi ada juga yang melakukan hal-hal luar biasa atau keajaiban.
e. Latar cerita dapat berupa tempat biasa yang ada di bumi ini atau juga latar yang bukan merupakan tempat biasa seperti kayangan atau tempat tinggal makhluk halus.
f. Oleh masyarakatnya dongeng tidak diperlakukan sebagai sesuatu yang pernah terjadi dan sebagai sesuatu kepercayaan.22
d. Manfaat Dongeng.
Ada 5 manfaat dongeng bagi anak :
a. Merangsang kekuatan berfikir.
b. Sebagai media yang efektif dalam berkomunikasi.
c. Mengasah kepekaan anak terhadap bunyi-bunyian.
d. Menimbulkan minat baca.
e. Menumbuhkan rasa empati23.
Menurut Hollowel dalam kak Agus DS, mengatakan bahwa ada 6
manfaat yang positif dongeng untuk anak, yaitu :
a. Mengembangkan Imajinasi dan memberikan pengalaman emosional yang
mendalam.
b. Memuaskan kebutuhan ekspesi.
c. Menanamkan pendidikan moral tanpa harus menggurui.
d. Menumbuhkan rasa humor yang sehat.
e. Mempersiapkan apresiasi sastra.
f. Memperluas cakrawala khayalan anak24.
21
Korrie Layun Rampan, Teknik Menulis Cerita Rakyat, h. 16-99.
22Marwan Supriyadi, “
Sejarah SMA Jilid 1 Kelas X h. 41
23
H. Muhammad Abdul Latif, Mendongeng Mudah dan Menyenangkan, h. 17.
24
Selain itu manfaat dongeng bisa dirasakan oleh orang tua dan guru, di
antaranya sebagai berikut :
a. Menambah pengetahuan.
b. Lebih dekat dengan anak
c. Mudah dalam memberikan pelajaran25.
Adapun kendala bagi orang tua ketika akan mendongeng , yaitu :
a. Tidak bisa mendongeng.
b. Malas.
c. Sibuk.
d. Capek.
e. Tidak punya ide26.
e. Fungsi Dongeng.
Pada dasarnya dongeng berfungsi untuk menyenangkan (menghibur) bagi yang mendengarkannya, meskipun sering di dalamnya terkandung unsur-unsur petuah. Petuah-petuah ” yang sebenarnya merupakan rumusan kalimat yang dianggap punya arti khusus bagi kelompok, yang biasanya dinyatakan berulang-ulang untuk menegaskan satu pandangan kelompok yang diharapkan jadi pegangan bagi generasi-generasi berikutnya. Rumusan kalimat atau kata-kata itu biasanya diusahakan untuk tidak dibah-ubah, meskipun dalam kenyataan perubahan itu biasa saja terjadi terutama sesudah melewati beberapa generasi, apalagi penerusannya bersifat lisan, jadi sukar dicek dengan rumusan aslinya. Namun, karena kedudukannya yang sangat istimewa dalam kehidupan kelompok, maka tetap diyakini bahwa rumusan itu tidak berubah.27
25
Ibid, h. 20.
26
Ibid, h. 26.
27Marwan Supriyadi, “
Selain itu, dongeng berfungsi untuk menyampaikan ajaran moral (mendidik) dan juga menghibur. Melalui dongeng, nilai, kepercayaan, dan adat masyarakat juga dapat tercermin.28
Secara sederhana, tujuan cerita rakyat berfungsi sebagai pelipur lara, sarana pendidikan, kritik sosial atau protes sosial, dan sebagai sarana untuk menyatakan suatu yang sukar dikatakan secara langsung. Kadang hal-hal tabu dan profan tak mungkin di eksplorasikan dan di nyatakan secara terbuka, sedangkan cerita rakyat atau dongeng berfungsi menjadi media penyampaian hal-hal yang demikian, sehingga sesuatu yang, mungkin akan menimbulkan kualat dapat dinyatakan dalam sintaksis-sintaksis cerita rakyat yang memikat.
f. Tujuan Dongeng.
Cerita dan dongeng memiliki tujuan yang sama yaitu menyampaikan
pesan-pesan moral tanpa berkesan menggurui atau memaksakan pendapat.
Karena bagi mereka mendongeng itu sangatlah penting dalam memberikan
contoh yang baik dan buruk adalah media yang sangat efektif.29 Namun,
tujuan utama dongeng adalah menghibur dan memberikan pelajaran kepada
pembacanya untuk meniru apa yang dilakukan tokoh-tokohnya.30
Tujuan dongeng atau cerita rakyat dalam nilai budaya mengandung
unsur pembentukan serta pembinaan watak ialah :
a. Untuk memahami dan mempelajari nilai dan citra anak di lingkungan
masyarakat pendukung cerita yang bersangkutan.
b. Untuk mengetahui nilai-nilai budaya yang umum berlaku pada
masyarakat pendukung cerita.
c. Untuk mengkaji dan memahami proses sosialisasi pada masyarakat
sunda yang menggunakan media cerita rakyat.
d. Untuk melengkapi dan memperkaya khasanah kepustakaan nusantara.
g. Peran Dongeng.
28Agus Trianto, “
Pasti Bisa Pembahasan Tuntas Kompetensi Bahasa Indonesia Untuk SMP Dan MTs Kelas VII ”.h. 46
29
H. Muhammad Abdul Latif, Mendongeng Mudah dan Menyenangkan, h.4
30
Mendidik anak adalah tugas yang paling mulia yang di amanatkan
Tuhan kepada orang tua. Maka, tanggung mendidik anak terletak di atas bahu
para orang tua. Anak membutuhkan perhatian yang lebih mendalam serta
pengelolaan yang lebih intensif, baik melalui pendidikan formal (sekolah)
maupun pendidikan nonformal (keluarga). Sarana pendidikan keluarga, orang
tua dapat memberikan pengaruh dalam pembentukan kepribadian anak dan
watak yang akan dibawanya sampai dewasa nanti.
Dengan demikian, bahwa mendidik anak adalah pekerjaan yang terpenting serta merupakan tnggung jawab orang tua demi masa depan
anaknya. Tugas utama dan mulia dalam pembentukan watak, sebagian besar
terletak di tangan orang tua.
Menurut, Dr. Benyamin Spock dalam melihat cinta antara orang tua dan anak-anaknya hendaknya dibedakan antara kasih sayang yang di dasarkan kepada devition dan cinta orang tua yang bertolak dari enjoyment. Orang tua mencintai ank-anaknya dalam arti devition di dorong oleh kasih sayang yang sebenarnya. Karena, dari pengorbananlah itu terjadi baik yang masuk akal maupun yang tak masuk akal pasti akan dilakukan. Misalnya: orang tua mampu menjadi narator atau tokoh dari dongeng yang diceritakan.
Yang paling penting adalah contoh-contoh yang diberikan yang di contoh oleh anak adalah dengan pola tingkah laku seperti ucapan-ucapan,
tingkah laku yang harmonis, tentram, damai, dan saling sayang menyayangi
diantara anggota keluarga.
h. Dongeng Sebagai Sumber Pembentuk Dan Pembinaan Watak.
Amanat dongeng yang memberi bayangan kepada pendukung budaya
yang bersangkutan bahwa dengan kuasa Tuhan hasil yang di peroleh adalah
perbuatannya sendiri. Kelangsungan nilai seperti itu dalam upaya
ketentraman hidup bermasyarakat. Namun, bukan berarti di balik itu tidak
boleh menerima nilai-nilai yang baru, yang datang dari luar. Selama nilai tu
bersifat positif dan meningkatkan kemartabatan sebagai manusia maka hal itu
di perbolehkan.
Oleh karena itu, ukuran-ukuran bagaimana manusia seharusnya
sebagai nilai budi pekerti dan nilai semangat kerja (etos kerja). Nilai budi
pekerti yang dimaksud adalah : kejujuran, lurus hati, punya kepribadian dan
pendirian, tidak terbawa arus dan situasi kondisi sosial, nilai suci bersih,
takwa, tidak takabur, tidak sombong, bijaksana, pemimpin yang bejiwa
kerakyatan, taat pada pepatah orang tua, taat pada guru dan ajaran leluhur,
mendapat didikan agama, dan suka tolong menolong.
Nilai yang di kategorikan bersemangat (etos kerja) antara lain: punya
idealisme, sabar, pasrah kepada Tuhan, rajin, tekun, dan lain-lain. Melalui
dongeng masyarakat memahami secara konkrit adanya nilai-nilai yang harus
di ajarkan. Dengan demikian, dongeng merupakan media yang
mensosialisasikan nilai itu, baik melalui jalur nonformal (pendidikan di dalam
rumah tangga), maupun jalur formal (sekolah). Karena, dengan
berkembangnya pendidikan masalah nilai ini pun agar dapat di lanjutkan di
berbagai pendidikan formal (sekolah). Jadi, akan tercipta kesinambungan
pendidikan yang tidak lain merupakan salah satu cara dalam usaha
pembudayaan.31
i. Langkah Dasar Bercerita bagi Guru Dongeng. a) Pemilihan Cerita.
Sebagian orang yang piawai harus mampu menceritakan satu bentuk
cerita bentuk cerita tertentu dengan baik dibandingkan dengan cerita
yang lain. Seperti penguasaan terhadap cerita-cerita humor, binatang,
misteri, dsb. Sebaiknnya pendongeng memilih jenis cerita yang ia kuasai.
Tetapi lain halnya bagi seorang guru, tampaknya ia akan agak sulit jika
membatasi diri pada satu bentuk cerita.
Ada faktor lain yang dapat membantu dalam pemilihan cerita, yaitu
situasi dan kondisi siswa. Misalnya, di awal tahun sangat baik memilih
cerita Sakinah dan Anaknya. Karena dalam cerita tersebut sangat dekat
dan dikenal dengan anak sebelum masuk sekolah. Kemudian di akhir
31
tahun cukup baik bila memilih kisah Cerita Tak Berujung. Karena pada cerita ini lebih dekat dengan memberi kesan pada dihati para siswa
menjelang kelulusannya di akhir tahun. Sebab dalam cerita ini,
digambarkan sebagai sesuatu yang terulang-ulang dan terus-menerus
berlangsung.
Oleh karena itu, guru harus menyiapkan dan membaca seluruh cerita
yang hendak diceritakan. Sebagai catatan bagi guru, bahwa dalam dalam
penyampaian cerita yang lucu dan sedih, ia harus bercerita dengan
menggunakan cara yang tepat agar murid tidak salah dalam
mengapresiasikan.
b)Persiapan sebelum Masuk Kelas.
Sebuah kekeliruan adalah mengira seorang guru tidak memerlukan
persiapan. tetapi harus ada persiapan terlebih dahulu karena setiap menit
dan waktu yang digunakan untuk berpikir dan mengolah cerita sekaligus
mempersiapkannya sebelum pelajaran di mulai, akan membantu
penyampaiannya dengan mudah.
c) Perhatikan Posisi Duduk Siswa.
Ketika bercerita, yang diharapkan adalah perhatian para siswa
dengan sepenuh hati dan pikiran mereka. Oleh karena itu, guru harus
dapat menguasai cerita yang disampaikan dengan baik. Untuk keperluan
ini, dalam penceritaana berlangsung para siswa hendaknya di posisikan
secara khusus, tidak sewaktu mereka belajar menulis dan membaca.
Yang terpenting siswa dapat menerima cerita yang di sampaikan secara
aktif, tidak duduk sesukanya. Dengan begitu suasananya jauh dari kesan
resmi tidak seperti umumnya pelajaran yang lain, dan hubungan guru dan
siswanya dalam bercerita hendaknya seperi tuan rumah dengan tamunya,
yakni harus terjalin keakraban yang wajar.32
32
Abdul Aziz Abdul Majid, “Mendidik Dengan Cerita”, cet. 4, Bandung : PT. Remaja
j. Metode Penyampaian Cerita/Dongeng. a) Tempat Bercerita/Dongeng.
Bercerita tidak harus selalu dilakukan di dalam kelas, tetapi boleh
juga di luar kelas yang dianggap baik oleh guru agar para siswa bisa
duduk dan mendengarkan cerita/dongeng. Karena anjuran untuk para
guru, akan lebih baik mengajar para siswa, atau bercerita kepada mereka
di udara bebas selagi mungkin daripada membatasi mereka di ruang
kelas.
b)Posisi Duduk.
Sebelum memulai bercerita atau berdongeng sebaiknya ia
memposisikan para siswa dengan posisi yang baik untuk mendengarkan
cerita/dongeng. Kemudian, guru duduk di tempat yang sesuai dan mulai
bercerita. Sebaiknya, dalam memulai bercerita/berdongeng hendaknya
memulai dengan berdiri dan tidak duduk terus tetapi juga selama proses
tersebut hendaknya mengubah posisi gerakan sesuai dengan jalan cerita
tersebut.
c) Bahasa Cerita.
Bahasa dalam buku ini adalah bahasa yang baik dan mudah,
memiliki bahasa yang sesuai dengan guru. Guru juga tidak harus selalu
terfokus dalam gaya bahasa cerita dalam buku akan tetapi bisa aja dengan
menambahkan atau mengurangi ungkapan yang dirasanya cukup baik
agar para siswa lebih mudah memahami jalannya cerita.
Bahasa dalam cerita hendaknya menggunakan gaya bahasa yang
lebih tinggi dari gaya bahasa siswa sehari-hari tetapi lebih ringan di
bandingkan gaya bahasa cerita dalam buku. Dengan catatan, tetap di
pahami oleh siswa. Dalam bercerita guru juga hendaknya menggunakan
kata-kata dan ungkapan yang pendek dan baru tapi mudah diingat dan
dekat dengan siswa. Yang terpenting adalah memilih kosa kata baru yang
sesuai dan mencari cara yang tepat untuk menjelaskannya ketika
d)Intonasi Guru.
Cerita itu mencakup pengantar, rangkaian peristiwa, konflik yang muncul dalam cerita, dan klimaks. Pada permulaan cerita guru
hendaknya memulai dengan suara tenang. Kemudian, mengeras sedikit
demi sedikit. Perubahan naik turunnya cerita harus sesuai dengan
peristiwa dalam cerita. Ketika sampai pada puncak konflik ia harus
menyampaikan dengan suara yang di tekan dengan maksud menarik
perhatian para siswa. Juga akan memberikan gambaran yang membuat
mereka berpikir untuk menemukan klimaksnya. Para ahli pendidikan
berpendapat bahwa besarnya perhatian para siswa akan bertambah ketika
konflik akan bertambah. Dan mereka akan merasa lega dari
ketegangannya, jika telah sampai pada klimaksnya. Maka hendaknya
dalam penyampaian klimaksnya dengan suara yang meyakinkan dan
membuat penasaran hingga tiba saat klimaks. Karena, harus menjiwai
setiap ungkapan dan intonasi suara sampai akhir cerita.
Puncak konflik
Rangkaian peristiwa Klimaks
Pengantar Akhir cerita
Bagan 1
Penyampaian Cerita/ Dongeng.
e) Pemunculan Tokoh-Tokoh.
Telah di sebutkan bahwa ketika mempersiapkan cerita, seorang guru
harus mempelajari dahulu tokoh-tokohnya, agar dapat memunculkannya
secara hidup di depan para siswa. Untuk itu, diharapkan guru dapat
menjelaskan peristiwanya dengan jelas tanpa gemetar atau ragu-ragu.
Dalam bercerita guru juga harus dapat menggambarkan setiap tokoh
dengan gambaran yang sesungguhnya, dan memperlihatkan karakternya
f) Penampakan Emosi.
Saat bercerita guru harus dapat menampakkan keadaan jiwa dan
emosi para tokohnya dengan memberi gambaran kepada pendengar
bahwa seolah-olah hal itu adalah emosi si guru sendiri. Jika situasinya
menunjukan rasa kasihan, protes, marah atau mengejek, maka intonasi
dan kerut wajah harus menunjukkan hal tersebut.
g) Peniruan Suara.
Seorang guru tidak perlu merasa rendah dengan peniruan suara ini,
karena pekerjaan mengajar adalah mulia. Dan bercerita dengan
penggambaran yang baik adalah bagian dari pekerjaan ini. Dengan
demikian, selama peniruan yang dimaksud dalam cerita untuk
menciptakan penjiwaan dalam cerita dan memberi kesan yang lebih
dalam di hati para siswa.
h)Penguasaan Terhadap Siswa Yang Tidak Serius.
Ketika proses bercerita berlangsung, guru mungkin menemukan
salah seorang murid yang mengabaikan cerita dan menyepelekannya.
Dalam hal ini guru tidak boleh memotong penyampaian ceritauntuk
memperingatkan anak tersebut, tetapi dapat dengan menghampirinya,
menarik tangannya dan mendudukan kembali si anak di tempat
duduknya, atau membiarkannya berdiri di samping sang guru. Bisa juga
dengan menyebutkan namanya, dengan penyebutan nama ini atau
memandangnya dengan tajam saat bercerita, cukup untuk
memperlihatkan kepada siswa ini bahwa guru memperhatikannya dan
mengetahui kenakalannya. Biasanya, tindakan ini bisa menghilangkan
kenakalan tersebut.
i) Menghindari Ucapan Spontan.
Guru acapkali mengucapkan ungkapan spontan setiap kali
menceritakan suatu peristiwa. Kebiasaan ini tidak baik karena bisa
sangat penting untuk diketahui dan diperhatikan oleh guru ketika
bercerita. Memang, kita menganggap bahwa bercerita dengan cara yang
baik, rata-rata, adalah sesuatu yang lebih bersifat alami dari pada yang
dibuat-buat. Namun, kita juga hendaknya tidak melupakan manfaat dari
latihan dan belajar dalam mengusahakan metode yang tepat. Untuk itu,
membaca petunjuk-petunjuk yang tertulis saja tidak cukup. Harus
ditambah pula dengan praktek dan melampaui pengalaman dalam waktu
yang tidak singkat. Jika guru telah selesai bercerita dengan
memperhatikan poin-poin terdahulu, maka guru dapat meminta para
siswa untuk mengungkap ulang cerita dengan salah satu cara dari banyak
cara pengungkapan cerita.33
3. Pendidikan, Belajar dan Hasil Belajar Kognitif. a. Pendidikan.
Apa itu pendidikan ? jawabannya pasti beragam. Dalam arti sederhana
diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai
dengan nilai-nilai didalam masyarakat dan kebudayaan. Selanjutnya,
pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan seseorang atau kelompok
orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau
penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental.
Terdapat dua istilah yang hampir sama bentuknya, yaitu paedagogie dan
paedagogiek. Paedagogie artinya pendidikan, sedangkan paedagogiek berarti
ilmu pendidikan. Pendidikan atau ilmu pendidikan ialah ilmu pengetahuan
yang menyelidiki, merenungkan tentang gejala-gejala perbuatan mendidik.
Pedagogia yang berarti “ pergaulan dengan anak-anak”.
Paedagogos ialah seorang pelayan atau bujang pada zaman yunani kuno
yang pekerjaannya mengantar dan menjemput anak-anak ke dan dari sekolah.
Paedagogos berasal dari kata paedos (anak) dan agoge (saya membimbing,
memimpin). Paedagogos mulanya berarti “rendah” (pelayan atau bujang),
sekarang dipakai untuk pekerjaan yang mulia. Paedagoog (pendidik/ ahli
33
didik) ialah seseorang yang tugasnya membimbing anak dalam
pertumbuhannya agar dapat berdiri sendiri.34 Kenyataanya, pengertian
pendidikan ini selalu mengalami perkembangan, berikut akan dibahas
beberapa pengertian pendidikan yang di berikan oleh para ahli pendidikan,
yaitu:
Langeveld, “ pendidikan ialah setiap usaha, pengaruh, perlindungan, dan
bantuan yang diberikan kepada anak tertuju pada pendewasaan anak itu,