• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Pakan Buah Naga Merah Dan Olahraga Terhadap Glukosa Dan Profil Lipid Pada Tikus Obes Dan Diabetes

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pemberian Pakan Buah Naga Merah Dan Olahraga Terhadap Glukosa Dan Profil Lipid Pada Tikus Obes Dan Diabetes"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2017

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN BUAH NAGA MERAH

DAN OLAHRAGA TERHADAP GLUKOSA DARAH DAN

PROFIL LIPID PADA TIKUS OBES DAN DIABETES

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Pemberian Pakan Buah Naga Merah dan Olahraga terhadap Glukosa Darah dan Profil Lipid pada Tikus Obes dan Diabetes adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2017

Wiwi Febriani

(4)

RINGKASAN

WIWI FEBRIANI. Pengaruh Pemberian Pakan Buah Naga Merah dan Olahraga terhadap Glukosa dan Profil Lipid pada Tikus Obes dan Diabetes. Dibimbing oleh AHMAD SULAEMAN dan BUDI SETIAWAN.

Remaja obes merupakan salah satu masalah penting bagi sistem pelayanan kesehatan yang dihubungkan dengan kualitas hidup. Di Indonesia, prevalensi gemuk meningkat dari 1.4 % menjadi 7.3% pada tahun 2013 (Kemenkes 2013). Efek obesitas pada anak-anak dan remaja yang perlu menjadi perhatian adalah munculnya penyakit kardiovaskular di masa depan (Reilly 2006). Buah naga merah telah diketahui memiliki manfaat kesehatan dan berpotensi sebagai sumber antioksidan alami (Adnan et al. 2011). Buah naga merah dapat mengurangi resistensi insulin, hipertrigliseridemia, dan menekan peningkatan serum total kolesterol (Omidizadeh et al. 2014; Gengatharan et al. 2015). Selain buah naga merah, olahraga aerobik memegang peranan penting dalam pencegahan dan kontrol resistensi insulin, prediabetes, dan diabetes mellitus tipe 2 (Colberg et al. 2010).

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian pakan buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) dan olahraga terhadap indeks massa tubuh (IMT), glukosa darah, dan profil lipid tikus obes. Tujuan khusus meliputi: 1) Membuat model tikus obes dan diabetes 2) Mengetahui berat badan (BB), panjang badan (PB), IMT, dan lingkar perut (LP) setelah masa pengemukan, 3) Mengetahui rata-rata konsumsi pakan tikus selama masa intervensi, 4) Menganalisis pengaruh perlakuan terhadap IMT tikus obes dan diabetes, 5) Menganalisis pengaruh perlakuan terhadap glukosa darah tikus obes dan diabetes, 6) Menganalisis pengaruh perlakuan terhadap profil lipid darahantara lain kolesterol total (Kol-T), high density lipoprotein cholesterol (HDL-K), trigliserida (TGA) dan low density lipoprotein cholesterol (LDL-K) tikus obes dan diabetes.

Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimental dengan rancangan acak lengkap (RAL). Sebanyak 20 tikus jantan Sprague-Dawley dibagi ke dalam 5 kelompok: pakan standar (PS), pakan tinggi lemak (PTL), pakan tinggi lemak + olahraga (PTL+OR), pakan tinggi lemak + tepung buah naga merah (PTLBNM), dan pakan tinggi lemak + tepung buah naga merah + olahraga (PTLBNM+OR). PTLBNM merupakan campuran antara tepung buah naga merah dan PTL dengan rasio 5:1. Jenis olahraga dalam penelitian ini adalah renang. Tikus harus berenang selama 8 menit, 3 kali per minggu. Intervensi dilakukan selama 4 minggu setelah 18 minggu masa penggemukan.

Indikator antropometri (BB, PB, LP, IMT) meningkat signifikan selama masa penggemukan. Berat badan tikus meningkat sebesar 292.83 ± 25.63 g, PB sebesar 5.06 ± 1.66 cm, LP sebesar 5.34 ±1.13 cm, dan IMT sebesar 0.42 ±0.07 g per cm2. Rata-rata IMT setelah masa penggemukan sebesar 0.74 ± 0.05 g per cm2. Hal ini berarti tikus berhasil digemukkan dan dikatakan obes menurut Novelli et al. (2007) yaitu IMT ≥ 0.68 gcm-2.

(5)

Perlakuan tidak berpengaruh signifikan terhadap BB dan IMT baik sebelum maupun setelah intervensi. Namun, terdapat kecenderungan penurunan BB dan IMT pada kelompok PTL+OR, PTLBNM, dan PTLBNM+OR dan sebaliknya terjadi peningkatan pada kelompok PS dan PTL.

Perlakuan berpengaruh signifikan terhadap penurunan kadar glukosa darah. Selama intervensi terjadi penurunan kadar glukosa yang signifikan pada kelompok yang diberi pakan berbasis tepung buah naga merah, olahraga, dan kombinasi keduanya dibandingkan dengan PS dan PTL. Kelompok PTLBNM+OR memiliki rata-rata penurunan glukosa terbesar (173.50 ± 7.14 mg/dl). Hal ini berarti baik intervensi olahraga maupun pakan buah naga merah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penurunan kadar glukosa darah. Kelompok yang diberi kombinasi antara pakan buah naga merah dan olahraga merah memiliki pengaruh yang lebih signifikan dibandingkan dengan kelompok yang diberi buah naga merah atau olahraga saja.

Perlakuan berpengaruh signifikan terhadap Kol-T, TGA, dan LDL-K setelah intervensi tetapi tidak signifikan terhadap HDL-K. Kelompok yang diberikan intervensi buah naga merah maupun olahraga secara signifikan dapat menurunkan Kol-T, TGA, dan LDL-K dibandingkan dengan PS dan PTL. Namun, kelompok yang diberikan kombinasi buah naga merah dan olahraga memiliki pengaruh lebih besar terhadap penurunan Kol-T dan TGA dibandingkan dengan pakan buah naga merah maupun olahraga saja.

Kesimpulannya, berat badan, panjang badan, lingkar perut, dan indeks massa tubuh meningkat setelah masa penggemukan. Olahraga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penurunan konsumsi makan. Buah naga merah dan olahraga memiliki kecenderungan menurunkan BB dan menekan terjadinya peningkatan lingkar perut. Baik buah naga merah maupun olahraga berperan penting terhadap kontrol glukosa dan profil lipid darah. Kombinasi antara buah naga merah dan olahraga memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap penurunan kadar glukosa, Kol-T, dan TGA.

(6)

SUMMARY

associated with quality of life. In Indonesia, prevalence of overweight increases from 1.4% to 7.3% in 2013 (Kemenkes 2013). Effect of obesity in children and adolescents that needs attention is the emergence of cardiovascular disease in the future (Reilly 2006). Red dragon fruit has been known to have health benefits and potential as a source of natural antioxidants (Adnan et al. 2011). Red dragon fruit may reduce insulin resistance, hypertriglyceridemia, and suppress increase of serum total cholesterol (Omidizadeh et al., 2014; Gengatharan et al. 2015). In addition to a red dragon fruit, aerobic exercise plays an important role in the prevention and control of insulin resistance, prediabetes, and diabetes mellitus type 2 (Colberg et al. 2010).

The general objective of this study was to determine the effect of feeding red dragon fruit (Hylocereus polyrhizus) and exercise on body mass index (BMI), blood glucose, and lipid profiles in obese rats. The specific objectives were: 1) to make obese and diabetic rat models, 2) to determine the difference in body weight (BW), body length (BL), BMI, and abdominal circumference (AC) before and after fattening periode, 3) to determine the average feed intake of rats during the intervention, 4) to analyze the effect of treatment on IMT in obese rats, 5) to analyze the effect of treatment on blood glucose in obese rats, 6) to analyze the effect of treatment on the lipid profile among others total cholesterol (TC), high-density lipoprotein cholesterol (HDL-C), triglyceride (TGA) and low density lipoprotein cholesterol (LDL-C) in obese rats.

This research uses experimental design with a completely randomized design (CRD). Total 20 males Sprague-Dawley were divided into 5 groups: standard diet (SD), high fat diet (HFD), high fat diet + exercise (HFD+E), high fat diet + red dragon fruit flour (HFDRD), and high fat diet + red dragon fruit flour + exercise (HFDRD+E). HFDRD was a mixture of red dragon fruit flour and HFD with ratio 5:1. Type exercise in this study was swimming. Rats had to swim during 8 minutes, 3 times per week. The intervention carried out for 4 weeks after 18 weeks fattening period.

Anthropometric indicators (BW, BL, AC, BMI) increased significantly during the fattening periode. Body weight of rats increased by 292.83 ± 25.63 g, PB increased by 5.06 ± 1.66 cm, LP increased by 5.34 ± 1.13 cm, and BMI increased by 0.42 ± 0.07 g per cm2. The average of BMI after the fattening period was 0.74 ± 0.05 g per cm2. This means that the rats successfully fattened and classified obese according to Novelli et al. (2007) ie BMI ≥ 0.68 gcm-2.

The groups given exercise intervention had lower consumption than the group that was not given exercise intervention. Total consumption of HFD+E and HFDRD+E groups were 17.63 g day-1 and 16.80 g day-1 respectively.

(7)

BMI in HFD+E, HDFRD, and HFDRD+E groups and conversely an increase in the SD and HDF groups.

Treatment significantly affect a reduction in blood glucose levels. During the intervention, there was a significant reduction of blood glucose levels in the group treated red dragon fruit flour, exercise, and the combination of them compared to SD and HFD. HFDRD+E group had the largest reduction in blood glucose (173.50 ± 7.14 mg / dl). It means, both exercise and red dragon fruit feed has a significant effect on the reduction in blood glucose levels. The groups given the combined of red dragon fruit feed and exercise has a more significant effect than the groups given red dragon fruit feed or exercise respectively

The treatments significantly affect the TC, TGA, and LDL-C after intervention but no significant effect on HDL-C. Groups given the red dragon fruit and exercise treatments can significantly reduce Kol-T, TGA, and LDL-C compared to PS and PTL. However, the groups given a combination of the red dragon fruit and exercise has a greater influence on the reduction of TC and TGA compared with red dragon fruit feed or exercise respectively.

In conclusion, weight, body length, abdominal circumference, and body mass index increases after the fattening period. Exercise has a significant effect on the reduction in food consumption. Red dragon fruit and exercise has a tendency to reduce body weight and suppress the increase in abdominal circumference. Both the red dragon fruit and exercise play an important role to control blood glucose and lipid profiles. The combination of the red dragon fruit and exercise have a greater influence on the decreased of glucose levels, TC, and TGA.

(8)
(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

(10)
(11)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Gizi

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN BUAH NAGA MERAH

DAN OLAHRAGA TERHADAP GLUKOSA DARAH DAN

PROFIL LIPID PADA TIKUS OBES DAN DIABETES

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2017

(12)
(13)
(14)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat, karunia, dan Hidayah-Nya yang senantiasa dilimpahkan sehingga penulisan dan penyusunan karya ilmiah dengan judul “Pengaruh Pemberian Pakan Buah Naga Merah dan Olahraga terhadap Glukosa Darah dan Profil Lipid pada Tikus Obes dan Diabetes” berhasil diselesaikan dengan baik.

Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua Bapak Supar dan Ibu Saridah, kakak Ruci Suhartono, kakak ipar Dwi Bayu Panglipuringtyas, kekasih Ramadhana Komala SGz, serta sahabat Winda Raisa Oktora Intansari, ST dan Ardiansyah, SPT, MSi yang senantiasa memberikan doa, dukungan, semangat, dan kasih sayangnya. Terima kasih kepada Bapak Prof Dr Ir Ahmad Sulaeman, MS dan Dr Ir Budi Setiawan, MS selaku komisi pembimbing, serta Ibu Dr Katrin Roosita, SP, MSi yang telah banyak memberikan saran. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pegawai veterinary stem cell laboratory yang telah membantu proses pengumpulan data pada penelitian ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2017

(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Hipotesis 3

Manfaat Penelitian 3

TINJAUAN PUSTAKA 4

Obesitas dan Dislipidemia 4

Obesitas dan Resistensi Insulin 5

Hewan Percobaan 6

Status Gizi Tikus 7

Ekstrapolasi Umur Tikus dan Umur Manusia 7

Buah Naga Merah 8

Buah Naga Merah sebagai Pangan Fungsional 9

Olahraga Renang pada Tikus 11

KERANGKA PEMIKIRAN 12

METODE 13

Desain Penelitian 13

Jumlah dan Cara Penarikan Sampel 13

Bahan Penelitian 13

Peralatan Penelitian 14

Tempat dan Waktu Penelitian 14

Prosedur Percobaan 14

Pengolahan dan Analisis Data 18

HASIL DAN PEMBAHASAN 18

Pembuatan Model Tikus Obes dan Diabetes 18

Konsumsi Pakan Tikus Selama Intervensi 19

Pengaruh Perlakuan terhadap Indikator Antropometri 22

Pengaruh Perlakuan terhadap Glukosa Darah 24

Pengaruh Perlakuan terhadap Profil Lipid Darah 26

SIMPULAN DAN SARAN 30

DAFTAR PUSTAKA 31

LAMPIRAN 36

(16)

DAFTAR TABEL

Estimasi umur tikus dengan umur manusia

Kandungan proksimat buah naga merah segar dan tepung buah naga merah

Perbandingan kandungan total polifenol dan total flavonoid pada buah naga merah dan buah naga putih

Kandungan komponen bioaktif tepung buah naga merah Komposisi proksimat tiga jenis formula pakan tikus Taraf perlakuan dalam penelitian

Komposisi formula pakan yang digunakan dalam penelitian Perkembangan antropometri tikus selama masa penggemukan

Perubahan indikator antropometri sebelum dan sesudah intervensi

Perubahan glukosa darah sebelum dan sesudah intervensi Perubahan profil lipid darah sebelum dan sesudah intervensi

Sekresi adipokin inflamasi dari jaringan adiposa pada kondisi obesitas

Konversi perhitungan dosis antara manusia dan hewan percobaan

Prosedur analisis kadar kolesterol total

Prosedur analisis kadar HDL-K dalam serum darah Pengukuran panjang badan menggunakan aplikasi Imagej

(17)
(18)
(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Remaja obes merupakan salah satu masalah penting bagi sistem pelayanan kesehatan yang dihubungkan dengan kualitas hidup. Prevalensi obesitas pada remaja usia 12 – 19 tahun meningkat dari 5% menjadi 21 % selama periode 1980 - 2012. Pada tahun 2012, lebih dari sepertiga anak-anak dan remaja di Amerika mengalami kelebihan berat badan dan obesitas (Ogden et al. 2014). Menurut Riskesdas tahun 2013, prevalensi gemuk pada remaja umur 16-18 tahun sebanyak 7.3% yang terdiri dari 5.7% gemuk dan 1.6% obesitas. Prevalensi gemuk meningkat dari tahun 2010 yaitu dari 1.4 % menjadi 7.3%. Efek obesitas pada anak-anak dan remaja yang perlu menjadi perhatian adalah munculnya penyakit kardiovaskular di masa depan (Reilly 2006).

Obesitas merupakan penyebab utama terjadinya diabetes mellitus tipe 2 yang secara klinis ditunjukkan dengan hiperglikemia (Martyn et al. 2008). Pada penderita obesitas, lemak dilepaskan dari jaringan dan terjadi peningkatan jumlah asam asam lemak, gliserol, hormon, sitokin pro-inflamasi, dan faktor lain yang terlibat dalam pengembangan resistensi insulin. Ketika resistensi insulin disertai dengan disfungsi sel β pankreas maka terjadi kegagalan untuk mengontrol kadar glukosa darah. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan kadar glukosa di dalam darah (hiperglikemia) (Kahn et al. 2006). Remaja obesitas lebih mungkin terjadi pradiabetes, yaitu suatu kondisi kadar glukosa darah menunjukkan risiko tinggi untuk pengembangan diabetes (Li et al. 2009).

Kebanyakan remaja saat ini secara rutin mengonsumsi makanan dan minuman tinggi kalori daripada melakukan aktivitas fisik (Nestle 2006). Remaja obesitas cenderung sedikit mengonsumsi sayur dan buah serta banyak mengonsumsi soda (Davis dan Carpenter 2009). Penelitian oleh Menezes et al.

(2009) pada remaja Brazil menunjukkan bahwa remaja cenderung memiliki kebiasaan mengonsumsi buah kurang dari satu kali per hari. Kurangnya aktivitas fisik juga memegang peranan penting dalam pengembangan obesitas (Hassan 2015). Hasil penelitian pada anak-anak dan remaja di Serbia menunjukkan bahwa semakin rendah kebugaran aerobik maka semakin tinggi lemak tubuh. Intervensi dini untuk meningkatkan aktivitas fisik pada anak-anak dan remaja penting dilakukan untuk mencegah peningkatan obesitas (Ostojic et al. 2011).

Flavonoid merupakan senyawa bioaktif yang diketahui memiliki efek yang menguntungkan pada metabolisme glukosa dan lipid. Flavonoid sebagai antidiabetes dapat berperan dalam memperbaiki kondisi hiperglikemia melalui metabolisme glukosa pada hepatosit, mengurangi resistensi insulin, serta meningkatkan penyerapan glukosa pada otot rangka dan jaringan adiposa (Lavle et al. 2016). Beberapa flavonoid makanan telah diketahui merupakan inhibitor potensial bagi LDL dan aterogenesis melalui penghambatan modifikasi oksidatif. Flavonoid secara alami terdapat dalam makanan seperti buah dan sayur (Tapas et al. 2008; Unnikrishnan et al. 2014).

(20)

2

9.56 mg RE/g dan 4.91 mg GAE/ g (Kim et al. 2011). Penelitian terbaru oleh Maigoda et al. (2016) menunjukkan bahwa buah naga mengandung banyak komponen bioaktif seperti flavonoid, asam fenolat, vitamin C, antosianin, dan alkaloid. Total flavonoid merupakan senyawa bioaktif dalam buah naga merah dengan kandungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan komponen yang lain yaitu sebesar 171.79 mg/100 gram.

Buah naga merah memiliki manfaat kesehatan dan berpotensi sebagai sumber antioksidan alami (Adnan et al. 2011). Penelitian oleh Omidizadeh et al. (2014) menunjukkan bahwa buah naga merah segar secara signifikan mengurangi resistensi insulin, hipertrigliseridemia, dan aterosklerosis pada tikus yang diinduksi suplemen fruktosa. Buah naga merah dengan perlakuan termal pada suhu 95oC

selama 30 menit (mengandung antioksidan yang rendah) juga secara signifikan dapat memperbaiki kondisi hiperinsulinemia. Mengonsumsi 300 mg kg-1 ekstrak buah naga merah yang mengandung betalains pada tikus dengan hiperkolesterolemia dapat menurunkan tingkat kolesterolnya sebesar 43.45%. Betalains juga menekan produksi asam lemak rantai pendek dan mencegah peningkatan serum total kolesterol pada model tikus dengan dislipidemia. (Gengatharan et al. 2015).

Olahraga memegang peranan penting dalam pencegahan dan kontrol resistensi insulin, prediabetes, dan diabetes mellitus tipe 2 (Colberg et al. 2010). Olahraga aerobik secara teratur dan berkelanjutan dapat memperbaiki aksi insulin setidaknya secara akut dapat mengatur tingkat glukosa darah. Hasil meta-analisis oleh Kelley et al. (2006) menunjukkan bahwa olahraga aerobik secara signifikan dapat meningkatkan High Density Lipoprotein Cholesterol (HDL-C) dan menurunkan trigliserida seiring dengan terjadinya penurunan berat badan. Olahraga aerobik secara teratur dapat mengurangi lemak di hati (Johnson et al.

2009) dan secara efektif dapat menurunkan lemak perut (Kwon et al. 2010). Tikus merupakan hewan yang sering digunakan sebagai model dalam mempelajari obesitas. Hal ini karena tikus memiliki kesamaan besar pada hemologi dan genom dengan manusia (Dieman et al. 2006). Penelitian terkait buah naga merah yang dihubungkan dengan potensi dan pengaruhnya terhadap kesehatan masih jarang dilakukan. Belum banyak penelitian yang menggunakan buah naga merah sebagai sumber flavonoid sebagai antidiabetes dan antihiperlipidemia. Penting untuk mengkaji apakah terdapat pengaruh pemberian buah naga merah dan latihan aerobik terhadap kadar gula dan profil lipid darah pada tikus.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang disebutkan di atas, maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut.

1. Apakah pakan buah naga merah berpengaruh terhadap glukosa darah dan profil lipid darah (Kol-T, HDL-K, TGA, dan LDL-K) tikus obes dan diabetes? 2. Apakah olahraga berpengaruh terhadap glukosa darah dan profil lipid darah

(Kol-T, HDL-K, TGA, dan LDL-K) tikus obes dan diabetes?

(21)

3 Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh pemberian pakan buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) dan olahraga terhadap glukosa darah dan profil lipid tikus obes dan diabetes.

Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini antara lain sebagai berikut. 1. Membuat model tikus obes dan diabetes

2. Mengetahui perbedaan berat badan (BB), panjang badan (PB), indeks massa tubuh (IMT), dan lingkar perut (LP) setelah masa penggemukan.

3. Mengetahui rata-rata konsumsi pakan tikus selama masa intervensi. 4. Menganalisis pengaruh perlakuan terhadap IMT tikus obes dan diabetes. 5. Menganalisis pengaruh perlakuan terhadap glukosa darah tikus obes dan

diabetes.

6. Menganalisis pengaruh perlakuan terhadap profil lipid darah antara lain kolesterol total (Kol-T), high density lipoprotein cholesterol (HDL-K), trigliserida (TGA) dan low density lipoprotein cholesterol (LDL-K) tikus obes dan diabetes.

Hipotesis

1. Pakan buah naga merah berpengaruh terhadap glukosa darah dan profil lipid darah (Kol-T, HDL-K, TGA, dan LDL-K) tikus obes dan diabetes?

2. Olahraga berpengaruh terhadap glukosa darah dan profil lipid darah (Kol-T, HDL-K, TGA, dan LDL-K) tikus obes dan diabetes?

3. Kombinasi pakan buah naga merah dan olahraga berpengaruh terhadap glukosa darah dan profil lipid darah (Kol-T, HDL-K, TGA, dan LDL-K) tikus obes dan diabetes?

Manfaat Penelitian

(22)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Obesitas dan Dislipidemia

Obesitas dikaitkan dengan peningkatan prevalensi dislipidemia. Dislipidemia merupakan jumlah lipid yang tidak normal seperti kolesterol dan trigliserida dalam darah dan merupakan faktor risiko terjadinya penyakit kardiovaskular. Dislipidemia terkait obesitas ditandai dengan meningkatnya kadar plasma asam lemak bebas dan trigliserida, penurunan HDL-K, dan abnormalitas komposisi LDL-K (Jung dan Choi 2014). Kelebihan lemak di jaringan dapat meningkatkan asam lemak plasma sehingga dapat menimbun lemak di otot rangka dan dalam jangka pendek meningkatkan trigliserida (TGA) hati (Savage et al. 2007).

Pada keadaan obesitas, terjadi peningkatan FFA yang dilepaskan dari jaringan adiposa melalui proses lipolisis. Hal ini dapat meningkatkan transfer FFA ke hati. Peningkatan FFA meningkatkan produksi TGA dan VLDL di hati serta penghambatan lipoprotein lipase di jaringan adiposa dan otot rangka yang berkontribusi pada terjadinya hipertrigliseidemia. Peningkatan VLDL di hati dapat menghambat lipolisis kilomikron yang juga berkontribusi terhadap terjadinya hipertrigliseridemia. TGA dari VLDL bertukar menjadi ester kolesterol dari LDL dan HDL melalui protein transport ester kolesterol, menghasilkan LDL dan HDL yang kaya TGA. Penurunan konsentrasi HDL dan pembentukan partikel kecil LDL dihubungkan dengan tingginya risiko penyakit kardiovaskular (Jung dan Choi 2014). Mekanisme dislipidemia pada obesitas disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Mekanisme dislipidemia pada obesitas.

Keterangan: CE, cholesteryl esters; CETP, cholesteryl ester transport protein; FFA,

(23)

5 Ukuran adiposit merupakan faktor penting yang menentukan derajat jaringan adiposa berkontribusi terhadap terjadinya dislipidemia. Pembesaran adiposit dihubungkan dengan peningkatan lipolisis yang menyebabkan peningkatan sirkulasi asam lemak bebas yang dikirimkan ke hati sehingga meningkatkan sintesis TGA. Selain peningkatan sintesis TGA di hati, peningkatan asam lemak bebas juga memperburuk terjadinya resistensi insulin yang menyebabkan dislipidemia. (Jung dan Choi 2014). Hubungan antara jaringan adiposa visceral dengan dislipidemia ditemukan pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2. Pembesaran jaringan adiposa juga dihubungkan dengan meningkatnya partikel VLDL dan menurunnya partikel LDL dan HDL yang memiliki kapasitas lebih rendah untuk mentransfer ester kolesterol dan merupakan prediktor aterosklerosis (Sam et al. 2008).

Obesitas dan Resistensi Insulin

Resistensi insulin merupakan prediktor utama dari pengembangan DM tipe 2. Obesitas berhubungan dengan DM tipe 2 dimana obesitas memiliki kemampuan untuk menginduksi resistensi insulin. Resistensi insulin adalah penurunan kemampuan jaringan untuk merespon aksi insulin. Insulin merangsang penyimpanan trigliserida dalam jaringan adiposa melalui beberapa mekanisme, antara lain memicu diferensiasi preadiposit ke adiposit, meningkatkan penyerapan glukosa dan asam lemak yang berasal dari sirkulasi lipoprotein dan lipogenesis, serta menghambat lipolisis (Jung dan Choi 2014).

Gambar 2 Sekresi adipokin inflamasi dari jaringan adiposa pada kondisi obesitas (Jung dan Choi 2014).

Keterangan: ANGPTL, angiopoietin-like protein; ASP, acylation-stimulating protein; IL, interleukin; MCP-1, monocyte chemotactic protein; NAFLD, nonalcoholic fatty liver disease; PAI-1, plasminogen activator inhibitor-1; RBP4, retinol binding protein 4; TGF-β, transforming growth factor-β; TNF-α, tumor necrosis factor-α.

(24)

6

termasuk otot rangka dan hati dan memodifikasi respon inflamasi serta metabolisme lipid dan glukosa sehingga berkontribusi pada sindrom metabolik. Selain itu, obesitas menyebabkan fenotipe beralih di jaringan adiposa dari makrofag anti-inflamasi (M2) menjadi pro-inflamasi (M1). Di sisi lain, produksi adipokines dengan sifat anti-inflamasi seperti adiponektin menurun pada keadaan obesitas (Jung dan Choi 2014). Sekresi adipokin inflamasi dari jaringan adiposa pada orang obesitas disajikan pada Gambar 2.

Hewan Percobaan

Tikus merupakan model yang biasanya digunakan dalam mempelajari obesitas. Hal ini karena tikus memiliki kesamaan yang besar pada hemologi dan genom dengan manusia. Model pada hewan percobaan (tikus) memungkinkan kita untuk memperoleh jawaban dalam waktu singkat, yaitu 10 hari dalam kehidupan tikus sama dengan sekitar 1 tahun pada manusia ketika membandingkan perubahan berat badan (Dieman et al. 2006).

Pada disiplin ilmu tertentu, seperti immunobiology, dan obat-obatan eksperimental berfokus pada transplantasi, autoimunitas dan disfungsi kekebalan tubuh lainnya, atau kanker, artritis, hipertensi, diabetes (tipe I dan II) dan gangguan neurologis secara luas menggunakan model tikus (Krinke 2000). Sprague-Dawley

merupakan salah satu jenis tikus yang sering digunakan sebagai model penelitian. tikus Sprague Dawley memiliki badan panjang dan mengecil di bagian kepala (Krinke 2000).

Tikus dapat tinggal sendirian dalam kandang, asal dapat melihat dan mendengar tikus lain. Tikus yang dipegang dengan cara yang benar, dapat ditangani dengan mudah di laboratorium. Ada dua sifat yang membedakan tikus dari hewan percobaan lain. Tikus tidak memiliki kandung empedu dan mempunyai struktur anatomi yang tidak lazim di tempat esofagus bermuara ke dalam lambung sehingga tikus tidak dapat muntah (Krinke 2000). Untuk tikus pada laboratorium, makanan dan air minum sebaiknya diberikan secara ad libitum, dan pencahayaan ruangan diatur sebagai 12 jam terang dan 12 jam gelap. Tikus, terutama tikus albino, sangat sensitif terhadap cahaya, maka intensitas cahaya laboratorium sebaiknya tidak melebihi 50 lux (Hubrecht dan Kirkwood 2010).

Kondisi optimal tikus di laboratorium (Krinke 2000), Hubrecht dan Kirkwood 2010) antara lain :

a. Kandang tikus harus cukup kuat tidak mudah rusak, mudah dibersihkan (satu kali seminggu), mudah dipasang lagi, hewan tidak mudah lepas, harus tahan gigitan dan hewan tampak jelas dari luar. Umumnya alas tidur tikus adalah serbuk gergaji atau sekam padi yang mudah menyerap air.

b. Menciptakan suasana lingkungan yang stabil dan sesuai dengan keperluan fisiologis tikus (suhu, kelembaban dan kecepatan pertukaran udara yang ekstrim harus dihindari). Suhu ruangan yang baik sekitar 20-22⁰C, sedangkan kelembaban udara sekitar 50%.

(25)

7 Status Gizi Tikus

Menurut Novelli et al. (2007), indeks antropometri dapat memprediksi obesitas, profil lipid, dan stress oksidatif pada hewan percobaan tikus. Indeks antropometri yang biasanya dipakai untuk tikus adalah IMT dan Lee Index. IMT tikus akan bertambah sesuai dengan pertambahan usia, kemudian akan stabil antara 0,45 – 0,68 g/cm2 setelah tikus berusia 90 hari. Lee index didefinisikan sebagai berat badan (gr) dipangkatkan 0,33 dibagi jarak nasoanal (mm). Pada tikus usia 90 hari,

Lee index normal adalah 0,03 ± 0,02. IMT dihitung dengan berat badan (gram) dibagi panjang badan kuadrat (cm2). IMT dianggap lebih baik dalam memperkirakan lemak tubuh dan obesitas pada tikus dibandingkan dengan Lee index. Obesitas pada tikus didefinisikan sebagai BMI > 0.68g/cm2.

Studi yang dilakukan oleh Novelli et al. (2007) menunjukkan bahwa lingkar perut tikus yang diberikan pakan tinggi karbohidrat secara signifikan meningkat seiring dengan peningkatan usia tikus hingga usia 90 hari dan konstan setelahnya. Konsumsi pakan, asupan energi, dan berat badan meningkat dengan bertambahnya usia, sementara pada tingkat tertentu peingkatan berat badan menurun secara signifikan.

Ekstrapolasi Umur Tikus dan Umur Manusia

Perbedaan anatomi, fisiologi, perkembangan dan fenomena biologi harus menjadi pertimbangan dalam menganalisis berbagai hasil penelitian dengan menggunakan tikus ketika umur menjadi salah satu faktor krusial. Penanganan khusus harus dilakukan dengan intens untuk menghasilkan hubungan dengan kehidupan manusia. Oleh karena itu perhatian khusus dibutuhkan untuk membuktikan fase dalam hari pada hewan dan hubungannya dengan usia dalam tahun pada manusia (Andreollo et al. 2012).

Tabel 1 Estimasi umur tikus dengan umur manusia

(26)

8

yaitu perkembangan terjadi lebih lambat dan belum mencapai masa pubertas hingga mencapai usia sekitar 12 hingga 13 tahun. Kematangan secara sosial diperoleh pada usia 5 hingga 6 bulan. Pada usia dewasa, satu bulan usia tikus setara dengan sekitar 2.5 tahun usia manusia (Andreollo et al. 2012). Tabel 1 menunjukkan estimasi umur relatif tikus dalam hubungannya dengan manusia.

Quinn (2005) menyatakan bahwa tidak mudah untuk membandingkan umur hewan dengan umur manusia. Pertibangan keseluruhan analisis dan penggunakan kelahiran sebagai permulaan penting untuk dilakukan. Hasil penelitian dari setiap fase kehidupan menunjukkan bahwa rata-rata 16.7 hari tikus setara dengan 1 tahun usia manusia.

Buah Naga Merah

Buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) termasuk dalam genus

Hylocereus yang tergolong dalam keluarga Cactacae (Stinzing et al. 2002). Banyak jenis buah naga yang berasal dari Amerika Latin (Mexico dan Columbia). Saat ini buah naga sudah menyebar keseluruh dunia (Bellec et al. 2006). Masa simpan buah naga tergantung pada hari setelah panen.

Menurut Bellec et al. (2006), terdapat lima jenis buah naga merah yaitu

Hylocereus purpusii, Hylocereus polyrhizus, Hylocereus costaricensis, Hylocereus undatus, dan Hylocereus trigonus. Karakteristik dari kelima jenis buah naga tersebut yaitu 1) Hylocereus purpusii: berduri pendek, berbentuk kerucut, buah lonjong, daging merah; 2) Hylocereus polyrhizus: cabang ramping, buah lonjong, daging merah; 3) Hylocereus costaricensis: buah bulat telur, berwarna ungu, daging merah; 4) Hylocereus undatus: kulit merah, buah lonjong, daging putih; 5)

Hylocereus trigonus: kulit dan buah tanpa sisik, daging halus dan putih.

Secara komersial, buah naga memiliki beberapa nilai jual antara lain buah memiliki bentuk dan warna yang menarik serta memiliki kandungan gizi yang sangat baik dan dapat menarik minat di bidang industri makanan. Buah naga merah merupakan salah satu jenis buah naga yang kaya akan betalains, yaitu set pigmen yang memberikan warna ungu pada buah. Kandungan betalains pada buah naga merah dapat meningkatkan kandungan antioksidan pada produk dan sekaligus sebagai zat warna alami (Bellec et al. 2006). Kandungan proksimat buah naga merah segar dan tepung buah naga merah disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Kandungan proksimat buah naga merah segar dan tepung buah naga merah Kandungan Gizi Satuan Buah Naga Merah

(27)

9 Masa simpan buah naga setelah dipanen 2-4 hari adalah 10 hari, sedangkan masa simpan buah naga setelah dipanen 6 hari adalah 8 hari (Siddiq dan Nasir 2012). Masa simpan buah naga merah cenderung singkat sehingga diperlukan suatu pengolahan untuk dapat memperpanjang masa simpan. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan membuat buah naga merah menjadi tepung. Kadar air dan lemak yang rendah dari tepung buah naga merah dapat memperpanjang masa simpan.

Buah Naga Merah sebagai Pangan Fungsional

Buah naga dilaporkan memiliki beberapa sifat obat dan khususnya untuk varietas dengan daging berwarna merah kaya akan antioksidan (Siddiq & Nasir 2012). Menurut Tenore et al. (2012), buah naga merah mengandung betacyanin, flavonoid, dan asam fenolat dalam jumlah yang tinggi baik pada daging buah maupun pada kulit. Daging buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) diketahui merupakan sumber zat bioaktif fitokimia (antioksidan) yang baik yang dapat memberikan efek kesehatan melalui konsumsi makanan. Perbandingan kandungan antioksidan antara buah naga merah dan buah naga putih disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Perbandingan kandungan total polifenol dan total flavonoid pada buah naga

merah dan buah naga putih komponen gizi yang baik sebagai komposisi pangan fungsional. Tepung buah naga merah mengandung beberapa senyawa bioaktif seperti total flavonoid, asam fenolat, vitamin C, antosianin, dan alkaloid. Kandungan total flavonoid lebih tinggi dibandingkan dengan komponen bioaktif lainnya, yaitu sebesar 171 ± 2.01 g 100 -1g-1 tepung buah naga merah (Maigoda et al. 2016). Kandungan komponen bioaktif

tepung buah naga merah disajikan pada Tabel 4.

(28)

10

Tabel 4 Kandungan komponen bioaktif tepung buah naga merah

Komponen Bioaktif Satuan Jumlah

Total flavonoid

Omidizadeh et al. (2014) melakukan penelitian untuk melihat aktivitas anti-diabetes dari buah naga merah (Hylocereus polyrhizus). Hasil menunjukkan bahwa buah naga segar secara signifikan mengurangi resistensi insulin, hipertrigliseridemia, dan perubahan aterosklerosis pada tikus yang diinduksi dengan suplemen fruktosa. Buah naga merah yang diberi perlakuan pemanasan pada 95 oC selama 30 menit (mengandung antioksidan yang rendah) secara signifikan memperbaiki kondisi hiperinsulinemia. Efek anti-resistensi insulin, perbaikian kondisi dislipidemia, dan perubahan aterogenesis dari buah naga merah dapat dikaitkan dengan adanya kandungan antioksidan dan serat pangan larut air. Serat larut air dari buah naga merah saja tidak dapat secara independen membalikkan efek samping kondisi hiperinsulinemia.

Betalain adalah pigmen alami pada tanaman yang sering digunakan sebagai zat warna alami pada industri makanan. Betalain terkandung dalam beberapa jenis buah salah satunya adalah buah naga merah. Mengonsumsi 300 mg kg-1 ekstrak buah naga merah yang mengandung betalains pada tikus dengan hiperkolesterolemia dapat menurunkan tingkat kolesterolnya sebesar 43.45%. Betalains juga menekan produksi asam lemak rantai pendek dan mencegah peningkatan serum total kolesterol pada model tikus dengan dislipidemia. (Gengatharan et al. 2015).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Choo et al. (2016) menunjukkan bahwa buah naga merah memiliki efek hipokolesterolemik. Buah naga merah dapat menurunkan kolesterol total, LDL, TGA, dan meningkatkan HDL. Buah naga merah mengandung asam lemak Polyunsaturated Fatty Acid (PUFA) yang baik dalam menghambat peningkatan kolesterol khususnya LDL.

Song et al. (2016) melakukan penelitian dengan menggunakan tikus yang dibagi menjadi tiga kelompok yaitu diet rendah lemak, diet tinggi lemak, dan diet tinggi lemak ditambah dengan betacyanin buah naga merah 200 mg kg-1 selama 14 minggu. Hasil menunjukkan bahwa betacyanin buah naga merah menurunkan berat badan dan obesitas sentral pada tikus serta memperbaiki steatosis hati, hipertropi jaringan adiposa, dan resistensi insulin pada tikus.

(29)

11 Tabel 5 Komposisi proksimat tiga jenis formula pakan tikus

Parameter Satuan PS PTL PTLBNM

Olahraga renang telah digunakan secara luas dalam berbagai studi olahraga. Olahraga renang dapat digunakan untuk mengidentifikasi kondisi fisiologis, biokimia, dan molekuler. Olahraga renang pada tikus membutuhkan peralatan yang lebih murah dan sederhana dibandingkan dengan berjalan di treadmill meskipun peneliti harus hati-hati dalam memilih wadah tikus untuk berenang, serta memperhatikan suhu dan kedalaman air. Berenang memiliki keuntungan dibandingkan dengan berjalan di treadmill dan berlari di roda putar karena tidak menyebabkan cedera kaki, sehingga tidak berdampak traumatis fisik pada hewan (Kregel et al. 2006).

Ukuran dan bentuk wadah yang digunakan untuk berenang dapat memengaruhi kinerja latihan pada tikus. Wadah yang diguakan harus cukup dalam untuk menghindari tikus bergerak naik turun (bobbing) dan jarak dari permukaan air ke ujung wadah harus cukup jauh untuk mencegah tikus keluar dari air yaitu sekitar 51 cm. Wadah yang berbentuk bulat lebih baik dibandingkan bentuk persegi karena tikus tidak bisa menggantung di sudut dan mengurangi kinerja renang. Wadah harus terisi cukup air yaitu 1 000 – 1 500 cm2 sebagai area tikus untuk berenang (Kregel et al. 2006).

Faktor yang memengaruhi kinerja tikus saat berenang adalah faktor lingkungan. Suhu air sebaiknya diatur sedikit lebih rendah dibandingkan dengan suhu tubuh hewan yaitu sekitar 33 – 36 oC. Pada suhu ini, tikus dapat memelihara suhu tubuh selama melakukan latihan. Tikus yang berenang pada suhu ini tidak akan mengalami gangguan dalam berbagai parameter kardiovaskular seperti denyut jantung dan curah jantung yang dapat menekan arteri dan memengaruhi kinerja latihan. Suhu air yang lebih panas dibandingkan suhu tubuh tikus (42 oC atau lebih tinggi) maupun lebih rendah daripada suhu tubuh tikus (20 oC atau lebih rendah) dapat menyebabkan penurunan kinerja latihan bahkan kematian (Kregel et al. 2006).

(30)

12

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dimodifikasi dari studi literatur menurut Pedersen et al. (2012) yang menunjukkan bahwa lingkungan merupakan salah satu faktor penyebab obesitas. Obesitas telah diidentifkasi sebagai faktor utama penyebab terjadinya resistensi insulin dan hiperglikemia yang dihubungkan dengan diabetes. Perubahan homeostatis glukosa disebabkan oleh kegagalan sinyal transduksi melalui protein sinyal insulin yang berakibat pada penurunan penyerapan glukosa di otot, perubahan lipogenesis, dan peningkaan pengeluaran glukosa oleh hati (Martyn et al. 2008). Hal ini selanjutnya akan menyebabkan terjadinya hiperglikemia dan dislipidemia.

Olahraga aerobik dan pakan dengan buah naga merah merupakan intervensi yang dilakukan dalam penelitian ini. Kedua intervensi ini merupakan bagian dari faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap obesitas pada anak remaja. Pakan dengan buah naga merah dan olahraga aerobik diharapkan dapat menurunkan risiko terjadinya hiperglikemia yang diukur dari glukosa darah dan menurunkan risiko dislipidemia yang diukur dari trigliserida (TGA), kolesterol total (Kol-T), High Density Lipoprotein – Kolesterol (HDL-K), dan Low Density Lipoprotein

Kolesterol (LDL-K). Kerangka pemikiran secara lengkap disajikan pada Gambar 3.

Keterangan:

: diteliti; : tidak diteliti

Gambar 3 Kerangka pemikiran Lingkungan

Diet Aktivitas Fisik

Obesitas

Pakan dengan

buah naga merah

Olahraga (Renang)

Hiperglikemia Glukosa darah

Antropomeri BB, PB, IMT, LP

Dislipidemia Kol-T, HDL-K,

(31)

13

METODE

Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimen di laboratorium. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Unit percobaan penelitian ini adalah tikus putih galur Sprague-Dawley

dengan 5 taraf perlakuan (Tabel 6) dan 4 kali ulangan, sehingga diperoleh 20 unit satuan coba. Taraf perlakuan yang diberikan adalah jenis pakan yang diberikan dan ulangan merupakan banyaknya tikus dalam setiap taraf perlakuan.

Tabel 6 Taraf perlakuan dalam penelitian Taraf

Perlakuan Perlakuan yang diberikan

P0 Pakan standar (PS) P1 Pakan tinggi lemak (PTL)

P2 Pakan tinggi lemak + olahraga aerobik (PTL + OR) P3 Pakan tinggi lemak + pakan tinggi buah naga merah

(PTLBNM)

P4 Pakan tinggi lemak + pakan tinggi buah naga merah + olahraga aerobik (renang) (PTLBNM + OR)

Jumlah dan cara pengambilan sampel

Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 20 ekor tikus yang dihitung berdasarkan rumus Frederer (1997) yaitu (n-1) (t-1) ≥15, dengan n adalah jumlah sampel yang dibutuhkan, dan t adalah jumlah perlakuan. Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan etik dari Komisi Etik Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan IPB No. 020/KEH/SKE/II/2015 (Lampiran 1).

Bahan Penelitian

Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus jantan putih strain Sprague-Dawley berusia 2 bulan dengan berat badan 80-120 gram yang berasal dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Jakarta. Bahan lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah naga merah lokal diperoleh dari “Sabisa Farm” yang berlokasi di Sindang Barang, Bogor sebagai bahan pembuatan tepung buah naga merah. Bahan lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah pakan untuk penggemukan tikus menjadi obesitas dengan formula pakan tinggi lemak/

(32)

14

Pereaksi atau bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pereaksi analisis kadar glukosa darah yaitu pereaksi kit glukosa, dan pereaksi untuk analisis profil lipid darah meliputi pereaksi kit trigliserida, kit standar trigliserida, kit kolesterol, kit standar kolesterol, kit high density lipoprotein (HDL) precipitant, dan kit standar HDL.

Peralatan Penelitian

Peralatan yang digunakan untuk perawatan tikus terdiri dari kandang dengan ukuran 46cm x 35cm x 19cm (pxlxt) berisi sekam yang dilengkapi dengan wadah makanan dan botol minum, penutup kandang berbahan besi, timbangan digital untuk menimbang berat tikus dan sisa pakan, kotak berukuran 37 cm x 30 cm, x 50 cm berbahan acrylic dengan kedalaman 50 cm yang dilengkapi dengan mesin pendorong arus air untuk latihan olahraga renang (aerobik) pada hewan coba, serta seperangkat alat pembersih kandang.

Peralatan yang digunakan untuk pembuatan pakan terdiri dari baskom, loyang, mixer, vacuum evaporator, diskmill, dan pencetak pellet. Peralatan yang digunakan untuk pengambilan darah terdiri dari kapas, alkohol 70%, jarum spuit 5 mL, microhaematocrit capillary tubes mengandung Na-Heparin 80 IU/mL, tabung EDTA, dan eppendorf. Peralatan yang digunakan untuk analisis laboratorium terdiri dari spektrofotometer, pipet mikro, pipet Mohr, alat sentrifugasi, alat vortex, talenan, pinset, saringan, tissue casset, mesin processor otomatis, mesin vaccum,

freezer (-20oC), water bath 46oC, dan satu set alat gelas-gelas kimia.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian di lakukan di beberapa laboratorium. Pembuatan tepung buah naga merah dilakukan di Laboratorium PAU IPB, pembuatan pakan dilakukan di Laboratorium Industri Pakan Ternak, Fakultas Peternakan IPB, pemeliharaan hewan coba dilakukan di Laboratorium percobaan hewan Departemen Gizi Masyarakat IPB, pengambilan darah tikus dilakukan di Feterenary Stem Cell Laboratory, analisis glukosa darah dan profil lipid darah dilakukan di Laboratorium Balai Pengobatan Muhammadiyah Kota Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan April 2015-Agustus 2016.

Prosedur Percobaan Pembuatan tepung buah naga merah

(33)

15 pengeringan dengan menggunakan vacuum evaporator. Hasil pengeringan selanjutnya dijadikan tepung dengan menggunakan disk mill dengan ukuran 80

mesh. Metode pembuatan tepung buah naga merah diacu dari penelitian yang dilakukan oleh Maigoda (2016).

Perhitungan dosis flavonoid

Perhitungan dosis flavonoid didasarkan pada kebutuhan flavonoid per hari pada manusia yaitu sebesar (Knab et al. 2013; Chun et al. 2009). Dosis flavonoid pada tikus diperoleh dengan melakukan konversi dosis flavonoid dari manusia dengan menggunakan tabel konversi perhitungan dosis antara manusia dan hewan percobaan (Lampiran 2). Berdasarkan estimasi dosis Flavonoid 210 mg/hari pada manusia, maka dosis yang diberikan pada tikus (berat badan 200 g) menggunakan tabel konversi 0.018 adalah 45 mg 200 g-1 BB hari-1.

Formulasi pakan intervensi

Formula pakan tikus yang digunakan dalam penelitian ini ada 3 jenis, antara lain: 1) pakan tinggi lemak Diet Induced Obesity (DIO) formula D12492, 2) pakan standar dengan formula D12450B, dan 3) pakan dengan formula buah naga merah lokal dengan substitusi dari pakan tinggi lemak DIO formula D12492. Formula ketiga jenis pakan tersebut disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Komposisi formula pakan yang digunakan dalam penelitian Komposisi Pakan Standar

*Modifikasi formula DIO (Diet Induced Obesity) menurut Ulman (2006)

(34)

16

Masa adaptasi

Masa adaptasi dimaksudkan untuk memastikan hewan coba berada dalam keadaan sehat sebelum dilakukan penggemukan, yaitu dilakukan selama 10 hari. Tikus dipelihara dengan kandang secara berkelompok, satu kandang terdiri atas 2-3 ekor tikus. Tikus dipelihara dengan suhu ruangan di atur 24-26 oC, kelembaban

30-40%, dan siklus gelap terang masing-masing 12 jam. Sekam di dalam kandang diganti 2 kali per minggu. Pada masa adaptasi, tikus diberikan pakan standar dengan kandungan gizi makro yang disesuaikan menurut Ulman (2006). Pemberian makanan dan minuman dilakukan secara ad libitum.

Induksi diabetes dan penggemukan hewan coba

Setelah masa adaptasi selesai, dilakukan induksi aloksan secara intraperitoneal sebanyak 60 mg kg-1 bb pada semua kelompok tikus utuk membuat model tikus diabetes. Tikus dinyatakan hiperglikemia dan diabetes apabila kadar glukosa darah tikus darah >126 mg/dL (Jung et al. 2011, ADA 2013).

Penggemukan hewan coba dilakukan selama 18 minggu hingga usia tikus remaja dan mencapai target obesitas. Proses penggemukan dilakukan dengan pemberian pakan tinggi lemak dengan sumbangan energi dari lemak sebesar 57%. Pemberian pakan pada masa adaptasi dan masa penggemukan dilakukan secara ad libitum. Tikus model Sprague-dawley akan menjadi obesitas setelah diberikan pakan tinggi lemak selama 19 minggu (Maigoda 2016). Tikus dinyatakan obes apabila IMT ≥ 0.68 g cm-2 (Novelli et al. 2007). Rumus yang digunakan untuk

menghitung IMT adalah sebagai berikut.

Keterangan: bb= berat badan tikus (g) pb= panjang badan tikus (cm) Intervensi

Setelah 18 minggu masa penggemukan dan diperoleh kriteria obesitas pada tikus, selanjutnya dilakukan intervensi selama 4 minggu. Sebanyak 20 ekor tikus dibagi menjadi lima kelompok secara acak berdasarkan berat badannya. Setiap tikus dimasukkan dalam satu kandang secara terpisah. Lima kelompok perlakuan dalam penelitian ini antara lain pakan standar (PS), pakan tinggi lemak (PTL), pakan tinggi lemak + olahraga (PTL+OR), pakan berbasis tepung buah naga merah (PTLBNM), dan pakan berbasis tepung buah naga merah+olahraga (PTLBNM+OR). Setiap kelompok perlakuan terdiri atas 4 ekor tikus yang masing-masing tikus diberikan makanan sebanyak 30 gram per hari.

Tikus yang diberikan intervensi olahraga, melakukan olahraga renang sebanyak 3 kali seminggu selama 4 minggu pada jam 10.00 di pagi hari. Olahraga renang dilakukan di dalam kolam acrylic transparan yang berisi air dengan suhu 28 ± 1 oC dan diberikan arus. Selama olahraga dilakukan, harus dipastikan ekor tikus tidak menyentuh dasar kolam dan berenang selama 8 menit (Kregel et al. 2006). Pengukuran berat badan

Perkembangan berat badan tikus diamati selama masa penelitian berlangsung. Pengukuran berat badan dilakukan selama 18 minggu masa

(35)

17 penggemukan dan 4 minggu masa intervensi. Berat badan tikus diukur menggunakan timbangan digital dan dilakukan sekali dalam seminggu.

Pengukuran panjang badan dan lingkar perut

Pengukuran panjang badan dan lingkar perut dilakukan dengan menggunakan aplikasi “imagej”. Aplikasi ini dapat mengukur panjang badan dan lingkar perut melalui foto. Tikus diletakkan dan dibentangkan sejajar dengan penggaris kemudian difoto. Foto tikus kemudian di drag ke aplikasi kemudian diukur. Panjang badan tikus diukur dari ujung hidung hingga anus (pangkal ekor) (Aguh et al. 2013). Lingkar perut tikus diukur pada bagian perut yang terbesar secara melingkar. Pengukuran panjang badan dan lingkar perut secara lengkap disajikan pada Lampiran 5.

Perhitungan konsumsi pakan

Konsumsi pakan tikus dihitung dan dicatat setiap hari. Berat pakan yang dikonsumsi oleh tikus merupakan selisih berat pakan yang diberikan (g) dengan berat pakan yang tersisa (g) pada hari berikutnya sebelum pakan baru diberikan. Pemberian dan perhitungan sisa pakan dilakukan setiap jam 10.00 pagi. Pengukuran pakan dilakukan dengan menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0.1 g. Pengambilan darah tikus

Pengambilan darah dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu pada minggu ke-0 (sebelum intervensi) dan minggu ke-4 (setelah intervensi). Pengambilan darah tikus dilakukan dengan anestesi tikus satu per satu dengan menggunakan ketamin dosis 10 mg Kg-1 bb tikus. Darah diambil langsung dari vena mata (arteri ocular) ± 5 mL dengan menggunakan microhaematocrit capillary tubes. Darah langsung dialirkan ke dalam tabung EDTA kemudian di bolak-balik dan didiamkan pada suhu ruang selama 2 jam. Sampel darah kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 400 rpm selama 10 menit pada suhu 4 oC. Serum yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam eppendorf dan disimpan dalam chiller untuk segera dilakukan analisis laboratorium.

Analisis kadar glukosa darah metode glucose test

Kit yang digunakan dalam analisis bermerk Rajawali Nursindo dengan No Reg: AKL 20101803460. Serum darah tikus diambil sebanyak 10 μl dan dicampurkan dengan 1000 μl pereaksi kit. Campuran kemudian dimasukkan dalam tabung reaksi dan dihomogenkan dengan cara divortex. Selanjutnya dilakukan inkubasi selama 10 menit pada suhu 37°C atau 20 menit pada suhu 30°C kemudian dibaca absorbansi pada panjang gelombang 500 nm.

Analisis profil lipid darah

Profil lipid darah yang dianalisis antara lain Kol-T, HDL-K, TGA, dan LDL-K. Analisis dilakukan menggunakan kit merk Rajawali Nursindo dengan No Reg: AKL 10101804027 untuk TGA, No Reg: AKL 10101803466 untuk Kol-T, dan No Reg: AKL 10101804019 untuk HDL. Metode yang digunakan untuk megukur kadar trigliserida (TGA) adalah colorimetric enzymatic test menggunakan glycerol-3-phosphate-oxidase (GPO). Metode yang digunakan untuk mengukur kadar kolesterol total (Kol-T) adalah enzymatic photometric test menggunakan

(36)

18

analisis kadar Kol-T serum hampir sama dengan prosedur analisis TGA serum. Perbedaan analisis hanya terdapat pada pereaksi kit yang digunakan. Prosedur analisis kadar Kol-T secara lengkap disajikan pada Lampiran 3.

Metode yang digunakan untuk mengukur HDL-K adalah enzymatic photometric test menggunakan cholesterol oxidase paminophenozone (CHOD-PAP). Sebelum dianalisis, serum darah harus dipresipitasi dengan cara mencampurkan 200 μL serum darah dengan 500 μL pereaksi kit HDL precipitant.

Kemudian dihomogenkan selama 10 menit pada suhu ruang dan dilakukan sentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 3 000 rpm. Selanjutnya dilakukan analisis kadar HDL-K dari serum darah yang sudah dipresipitasi. Prosedur lengkap analisis HDL-K secara lengkap disajikan pada Lampiran 4. Kadar LDL-K diukur secara tidak langsung (indirect) menggunakan rumus Friedewaldetal, yaitu dengan mengurangkan Kol-T dengan HDL-K dan seperlima dari TGA.

Pengolahan dan Analisis Data

Seluruh data hasil pengamatan ditabulasi dan dibuat dalam bentuk rata-rata ± standar deviasi. Data profil lipid, glukosa darah, dan IMT dianalisis dengan Analisis Ragam (Anova) pada tingkat kepercayaan 95%. Data awal dianalisis untuk melihat homogenisasi data. Karena data awal dalam penelitian ini homogen, maka hanya dilakukan analisis terhadap data akhir. Jika hasil analisis menunjukkan pengaruh signifikan terhadap peubah respon, maka dilakukan uji lanjut Duncan untuk melihat perbedaan pengaruh perlakuan antar kelompok percobaan. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excell dan SPSS for Windows versi 16.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Model Tikus Obes dan Diabetes

Penggemukan tikus dilakukan selama 18 minggu dengan menggunakan formula pakan tinggi lemak. Formula didasarkan pada formula menurut Ulman (2006) yaitu D12492. Analisis proksimat pakan tinggi lemak yang sebelumnya telah dilakukan oleh Maigoda (2016) menunjukkan bahwa kandungan lemak, protein, dan karbohidrat dari pakan tinggi lemak masing-masing sebesar 31.78%, 21.68%, dan 32.24%. Energi yang disumbangkan dari lemak sebesar 286 kkal atau setara dengan 57%. Suatu diet dikatakan tinggi lemak apabila kandungan energi yang berasal dari lemak berkisar antara 32-60% (Angela 2008). Hal ini berarti, formula pakan tinggi lemak yang digunakan dalam penelitian sesuai dengan sumber acuan.

(37)

19 memiliki kemampuan untuk menunjukkan suatu variabel respon pada pemberian pakan tinggi lemak (32-45 % kkal dari lemak) (Angela 2008). Perkembangan antropometri tikus selama masa penggemukan disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Perkembangan antropometri tikus selama masa penggemukan

Parameter Rata-rata ± SD Rata-rata

perubahan p-value Sebelum Sesudah

BB (g) 108.19 ± 18.20 401.02 ± 28.04 292.83 ± 25.63 0.001* PB (cm) 18.20 ± 1.12 23.26 ± 1.06 5.06 ± 1.66 0.001* LP (cm) 9.91 ± 0.75 15.25 ± 1.05 5.34 ±1.13 0.001* IMT (gcm-2) 0.33 ± 0.04 0.74 ±0.05 0.42 ±0.07 0.001* Keterangan: *berbeda signifikan (p<0.05); BB, berat badan; PB, panjang badan; LP, lingkar perut; IMT, indeks massa tubuh.

Hasil analisis menunjukkan bahwa parameter antropometri baik BB, PB, LP, maupun IMT pada tikus meningkat signifikan (p<0.05) selama masa penggemukan. BB tikus meningkat sebesar 292.83 ± 25.63 g, PB sebesar 5.06 ± 1.66 cm, LP sebesar 5.34 ±1.13 cm, dan IMT sebesar 0.42 ±0.07 gcm-2. Tikus yang akan digunakan selama masa intervensi harus memenuhi kriteria obes menurut Novelli

et al. (2007) yaitu memiliki IMT>0.68 gcm-2. Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa

rata-rata IMT tikus setelah masa penggemukan sebesar 0.74 ±0.05 gcm-2. Hal ini berarti tikus berhasil digemukkan dan dikatakan obes.

Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Maigoda (2016) menunjukkan bahwa tikus yang diberi pakan tinggi lemak selama 19 minggu memiliki lemak sentral yang lebih besar (10.5 g) dibandingkan dengan yang diberi pakan standar (5.6 g). Selain itu, pengujian secara histologi juga menunjukkan bahwa tikus yang diberi pakan tinggi lemak memiliki akumulasi lemak di hati yang lebih besar dibandingkan dengan tikus yang diberi pakan standar. Hal ini menunjukkan bahwa penggemukan hewan coba berhasil dilakukan baik ditinjau secara antropometri maupun secara histologi.

Selain obes, tikus yang digunakan di dalam penelitian ini juga berhasil dibuat menjadi model diabetes. Hal ini terbukti dengan hasil analisis awal glukosa darah sebelum dilakukan intervensi yaitu berkisar antara 252.50 – 290.00 mg dl-1. Tikus dinyatakan hiperglikemia dan diabetes apabila kadar glukosa darah tikus darah >126 mg/dL (Jung et al. 2011, ADA 2013).

Konsumsi Pakan Tikus Selama Intervensi

Tikus obes dibagi menjadi lima kelompok perlakuan berdasarkan berat badannya. Tikus diintervensi dengan menggunakan 3 jenis pakan, yaitu PS, PTL, dan PTLBNM. Pakan standar merupakan pakan yang mengandung 10% energi dari lemak dan pakan tinggi lemak merupakan pakan yang mengandung 32-60% energi yang berasal dari lemak (Ulman 2006).

(38)

20

et al. 2013). Kebutuhan pada manusia ini selanjutnya dikonversi dengan menggunakan tabel konversi antara manusia dan hewan coba untuk memperoleh kebutuhan flavonoid pada tikus (Suharjono 1995). Formula PTLBNM tidak dirancang 100% berasal dari tepung buah naga merah. Hal ini dianalogikan seperti kehidupan manusia sehari-hari yang tidak mungkin hanya mengonsumsi buah saja tanpa mengonsumsi makanan yang lain.

Buah naga merah dipilih sebagai bahan dalam penelitian ini karena buah naga merah merupakan buah lokal yang memiliki beberapa keunggulan. Secara komersial, buah naga memiliki beberapa nilai jual antara lain buah memiliki bentuk dan warna yang menarik serta memiliki kandungan gizi yang sangat baik. Kandungan betalains (pigmen ungu) pada buah naga merah dapat meningkatkan kandungan antioksidan pada produk dan sekaligus sebagai zat warna alami (Bellec

et al. 2006). Buah naga merah dilaporkan kaya akan antioksidan dan beberapa senyawa bioaktif yang potensial dalam mencegah terjadinya kanker colon, diabetes, penetralisir substansi racun (seperti logam berat), menurukkan kolesterol, dan tekanan darah (Siddiq dan Nasir 2012).

Tepung buah naga merah merupakan salah satu inovasi yang dilakukan pada penelitian Maigoda et al. (2016). Tepung buah naga merah memiliki kelebihan dibandingkan dengan buah naga merah segar dalam hal masa simpan. Hal ini karena buah naga merah memiliki kadar air dan kadar lemak yang relatif rendah. Tepung buah naga merah dapat dijadikan sebagai komponen pangan fungsional dalam pengembangan produk pangan inovasi. Selain itu, tepung buah naga merah juga kaya akan antioksidan dan memiliki aktivitas antioksidan yang baik. Kandungan bioaktif yang tinggi merupakan nilai tambah bagi tepung buah naga merah.

Tepung buah naga merah kaya akan komponen bioaktif dan merupakan komponen gizi yang baik sebagai komposisi pangan fungsional. Tepung buah naga merah mengandung beberapa senyawa bioaktif seperti total flavonoid, asam fenolat, vitamin C, antosianin, dan alkaloid. Kandungan total flavonoid lebih tinggi dibandingkan dengan komponen bioaktif lainnya, yaitu sebesar 171.79 ± 2.01 g 100-1g-1 tepung buah naga merah (Maigoda et al. 2016). Flavonoid merupakan senyawa bioaktif yang diketahui dapat berperan sebagai agen antihiperlipidemia (Kandasamy dan Ashokkumar 2012) dan antidiabetes (Srinivasan dan Pari 2013).

Selama masa intervensi dilakukan perhitungan terhadap jumlah konsumsi pakan tikus perhari. Hal ini dilakukan untuk mengetahui berapa besar jumlah flavonoid yang diasup tikus dalam sehari. Jumlah konsumsi pakan tikus pada masing-masing kelompok intervensi disajikan pada Gambar 4.

(39)

21

Gambar 4 Konsumsi pakan masing-masing kelompok perlakuan selama intervensi.

Keterangan: Rataan dengan huruf yang berbeda dengan perlakuan yang lain menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan; *berbeda signifikan (p<0.05); PS, pakan standar; PTL, pakan tinggi lemak; PTL+OR, pakan tinggi lemak+olahraga; PTLBNM, pakan berbasis tepung buah naga merah; PTLBNM, pakan berbasis tepung buah naga merah+ olahraga

Tikus yang diberikan intervensi olahraga dengan intensitas sedang secara signifikan mengalami penurunan nafsu makan dan asupan pakan (Bilski et al. 2009; Ebal et al. 2007). Tikus yang diberikan intervensi olahraga memiliki kadar hormon ghrelin yang lebih rendah dibadingkan dengan yang tidak diberi intervensi olahraga (Ebal et al. 2007). Penelitian serupa yang dilakukan oleh Ozen et al. (2011) pada subjek manusia juga menunjukkan bahwa olahraga aerobik secara signifikan menurunkan asupan energi relatif. Olahraga aerobik memiliki efek positif pada penurunan nafsu makan hormon ghrelin. Ghrelin merupakan hormon yang dapat meningkatkan konsumsi makanan melalui peningkatan nafsu makan (Cummings 2006). Penurunan kadar ghrelin menjadi indikasi penurunan nafsu makan yang berakibat pada penurunan konsumsi pakan.

Asupan flavonoid pada tikus yang diberikan PTLBNM dapat dihitung berdasarkan rata-rata konsumsi per hari. Jumlah flavonoid tepung buah naga merah sebesar 172 mg 100-1g-1. Perbandingan tepung buah naga merah dan PTL pada

formula PBNM sebesar 5:1, sehingga jumlah flavonoid per 30 gram pakan sebesar 43 mg. Rata-rata jumlah konsumsi kelompok PTL+PBNM sebesar 20.68 g, sehingga rata-rata asupan flavonoid per hari sebesar 29.6 mg hari-1. Rata-rata

jumlah konsumsi kelompok PTLBNM+OR sebesar 16.80 g, sehingga rata-rata asupan flavonoid per hari sebesar 24.0 mg hari-1. Hal ini menunjukkan bahwa, asupan flavonoid pada kelompok yang diberikan buah naga merah dan olahraga lebih kecil dibandingkan dengan kelompok yang hanya diberikan buah naga merah.

(40)

22

Pengaruh Perlakuan tehadap Indikator Antropometri

Obesitas dan dampaknya dapat ditinjau dari beberapa indikator antropometri seperti BB, IMT, dan LP. Pemeliharan indikator antropometri perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya sindrom metabolik. Perubahan indikator antropometri selama intervensi disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Perubahan indikator antropometri sebelum dan sesudah intervensi

Parameter Sebelum Sesudah Perubahan

BB (g)

PS 390.90 ± 35.91 a 400.33 ± 35.96 a 9.43 ± 0.78 a PTL 405.83 ± 28.22 a 411.97 ± 27.52 a 6.13 ± 0.95 a PTL+OR 390.52 ± 33.87 a 387.75 ± 33.75 a - 2.78 ± 3.96 a

PTL+PBNM 395.10 ± 21.60 a 403.08 ± 32.65 a - 7.98 ± 22.50 a PTL+OR+PBNM 421.42 ± 24.04 a 417.85 ± 24.72 a - 3.58 ± 0.79 a

p-value 0.550 0.714 0.382

IMT (gcm-2)

PS 0.73 ± 0.06 a 0.70 ± 0.02 a 0.03 ± 0.05 a

PTL 0.73 ± 0.04 a 0.71 ± 0.06 a 0.02 ± 0.03 a

PTL+OR 0.71 ± 0.02 a 0.60 ± 0.11 a -0.11 ± 0.09 a PTL+PBNM 0.78 ± 0.05 a 0.70 ± 0.05 a -0.08 ± 0.07 a PTL+OR+PBNM 0.75 ± 0.08 a 0.64 ± 0.07 a -0.11 ±0.05 a

p-value 0.512 0.210 0.307

LP (cm)

PS 15.18 ± 1.37 a 18.42 ± 1.35 a 3.24 ± 0.11 a PTL 14. 90 ± 0.99 a 18.62 ± 0.62 a 3.73 ± 0.59 a PTL+OR 15.42 ± 0.69 a 16.88 ± 0.64 ab 1.46 ± 0.30 b PTL+PBNM 14.93 ± 0.46 a 16.28 ± 0.21 b 1.36 ± 0.22 b PTL+OR+PBNM 15.73 ± 1.74 a 16.91 ± 1.56 ab 1.18 ± 0.19 b

p-value 0.839 0.035* 0.001* Keterangan: Rataan dengan huruf yang berbeda dengan perlakuan yang lain menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan; *berbeda signifikan (p<0.05); BB, berat badan; PB, panjang badan; LP, lingkar perut; IMT, indeks massa tubuh; PS, pakan standar; PTL, pakan tinggi lemak; PTL+OR, pakan tinggi lemak+olahraga; PTLBNM, pakan berbasis tepung buah naga merah; PTLBNM, pakan berbasis tepung buah naga merah+ olahraga.

Hasil Anova menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan (p>0.05) antara perlakuan terhadap BB dan IMT baik sebelum maupun sesudah intervensi. Jika ditinjau dari data selisih BB dan selisih IMT antara sebelum dan sesudah intervensi dapat dilihat bahwa terdapat kecenderungan penurunan BB dan penurunan IMT pada kelompok PTL+OR, PTLBNM, dan PTLBNM+OR sedangkan pada kelompok PS dan PTL terjadi peningkatan berat badan dan IMT.

(41)

23 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan berat badan yang signifikan pada tikus yang diberi jus buah naga merah ditambah dengan pakan tinggi lemak dengan tikus yang hanya diberikan pakan tinggi lemak saja. Penelitian oleh Omidizadeh et al. (2011) juga menunjukkan hal yang sama bahwa tidak terdapat perbedaan berat badan yang signifikan pada tikus yang diberikan pakan tinggi kolesterol dan buah naga merah.

Olahraga dan pakan buah naga merah dalam penelitian ini tidak secara signifikan mempengaruhi BB dan IMT diduga karena perlakuan tersebut juga diiringi dengan pemberian pakan tinggi lemak. Dua hal yang memengaruhi penurunan berat badan, yaitu pengeluaran energi (melalui olahraga) dan konsumsi makanan. Pengeluaran energi menjadi kurang efektif apabila kontrol terhadap konsumsi makanan masih kurang. Kelompok yang mengonsumsi buah naga merah memiliki rata-rata asupan 20.68 g dan 16.80 g per hari. Hal ini berarti, asupan serat yang bersumber dari buah naga merah diduga menjadi lebih rendah. Kelompok yang mengonsumsi buah naga merah juga mengonsumsi pakan tinggi lemak sehingga penurunan berat badannya menjadi kurang signifikan.

Meskipun tidak terdapat pengaruh yang signifikan, tetapi terdapat kecenderungan terjadinya penurunan berat badan pada kelompok yang diberikan intervensi olahraga dan buah naga merah. Olahraga diketahui dapat menurunkan hormon ghrelin dalam tubuh yang selanjutnya berpengaruh terhadap penurunan nafsu makan (Ebal et al. 2007; Ozen et al. 2011). Asupan yang lebih rendah seiring dengan terjadinya pengeluaran energi saat berolahraga menyebabkan terjadinya penurunan berat badan. Olahraga aerobik intensitas sedang diketahui dapat menurunkan berat badan. Hal ini karena terjadi pemecahan lemak yang diubah menjadi energi yang digunakan pada saat melakukan olahraga. Pemecahan lemak di jaringan adiposa secara teratur dapat berdampak pada terjadinya penurunan berat badan (MacLaren dan Morton 2012).

Kecenderungan peningkatan berat badan pada kelompok PS dan PTL dapat dihubungkan dengan asupan pakan yang telah dibahas sebelumnya. Asupan pakan pada kelompok PS dan PTL cenderung lebih tinggi yaitu masing-masing sebesar 22.63 g hari-1 dan 22.20 g hari-1 dibandingkan dengan 3 kelompok yang lain.

Asupan pakan yang lebih tinggi diduga terjadi karena peningkatan lemak tubuh (Maigoda 2016). Pakan tinggi lemak yang digunakan dalam penelitian ini memiliki persentase energi dari lemak yang cukup tinggi yaitu sebesar 57%. Selain itu, salah satu faktor yang berperan adalah hormon ghrelin. Hormon ghrelin akan meningkat seiring dengan peningkatan lemak tubuh dan berdampak pada terjadinya peningkatan nafsu makan (Cummings 2006).

Hasil Anova menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan (p<0.05) antara perlakuan terhadap LP setelah intervensi. Jika ditinjau dari data selisih LP antara sebelum dan sesudah intervensi dapat diketahui bahwa peningkatan LP lebih kecil pada kelompok PTL+OR (1.46 ± 0.30 cm), PTL+PBNM (1.36 ± 0.22 cm), dan PTL+OR+PBNM (1.18 ± 0.19cm) dibandingkan dengan kelompok PS (3.24 ± 0.11 cm) dan PTL (3.73 ± 0.59 cm). Hasil Anova terhadap data selisih LP menunjukkan bahwa peningkatan LP pada kelompok PTL+OR, PTL+PBNM, dan PTL+OR+PBNM berbeda signifikan dengan LP pada kelompok PS dan PTL. Namun, tidak terdapat perbedaan LP antar ketiga kelompok tersebut.

Gambar

Gambar 1  Mekanisme dislipidemia pada obesitas.
Tabel 1  Estimasi umur tikus dengan umur manusia
Tabel 2  Kandungan proksimat buah naga merah segar dan tepung buah naga merah
Tabel 5  Komposisi proksimat tiga jenis formula pakan tikus
+7

Referensi

Dokumen terkait

Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan

Factors that affect these conditions include: factors anatomically female genital, histological endocervical conditions (area transitional epithelial cells and cuboid),

Kesimpulan: Kepatuhan orang tua dalam pemberian antibiotik pada pasien anak penderita infeksi saluran pencernaan di ruang poli anak RSUD Majenang didapatkan hasil sebagian

Bila prosesus terbuka terus (karena.. tidak mengalami obliterasi) akan timbul hernia inguinalis lateralis kongenital. Pada orang tua kanalis tersebut telah

Penelitianbertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis pupuk Nitrogen terhadap kandunganNeutral Detergent Fiber (NDF) dan Acid Detergent Fiber (ADF) rumput Gajah (

Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh akupresur pada titik pericardium 6 terhadap penurunan mual dan muntah pada pasien dyspepsia di Ruang Rawat

dermatom, miotom dan osteotom yang dipengaruhinya pada anestesia epidural lumbal, kaudal, blok pleksus brakhialis, blok pleksus lumbosakral sehingga sesuai untuk kebutuhan

Apabila perusahaan yang memiliki intellectual capital lebih tinggi akan cenderung memiliki kinerja masa depan yang baik, maka logikanya rata-rata pertumbuhan