• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Aktivitas Antibakteri Isolat Kapang Endofit dari Daun Tanaman Paku Daun Kepala Tupai [Drynaria quercifolia (L.) J. Sm.] terhadap Escherichia coli, Salmonella typhi, Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Aktivitas Antibakteri Isolat Kapang Endofit dari Daun Tanaman Paku Daun Kepala Tupai [Drynaria quercifolia (L.) J. Sm.] terhadap Escherichia coli, Salmonella typhi, Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI ISOLAT KAPANG

ENDOFIT DARI DAUN TANAMAN PAKU DAUN

KEPALA TUPAI (Drynaria quercifolia (L.)J. Smith)

TERHADAP Escherichia coli, Salmonella typhi,

Staphylococcus aureus, DAN Bacillus subtilis

SKRIPSI

LILIS HERMAWATI

NIM: 1112102000027

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

(2)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI ISOLAT KAPANG

ENDOFIT DARI DAUN TANAMAN PAKU DAUN

KEPALA TUPAI (Drynaria quercifolia (L.)J. Smith)

TERHADAP Escherichia coli, Salmonella typhi,

Staphylococcus aureus, DAN Bacillus subtilis

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

LILIS HERMAWATI NIM: 1112102000027

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

(3)
(4)
(5)
(6)

vi Sm.] terhadap Escherichia coli, Salmonella typhi, Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis.

Tanaman paku daun kepala tupai [Drynaria quercifolia (L.) J. Sm.] merupakan tanaman obat yang sering digunakan secara tradisional untuk mengobati penyakit tuberkulosis, demam, dispepsia, batuk dan demam tifoid. Kapang endofit hidup pada jaringan tanaman dan dapat menghasilkan senyawa yang memiliki khasiat sama dengan tumbuhan inangnya. Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas antibakteri isolat kapang endofit dari daun tanaman paku daun kepala tupai terhadap Escherichia coli ATCC 25922, Salmonella typhi ATCC 25241,

Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Bacillus subtilis ATCC 19659. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolasi kapang endofit, pemurnian kapang endofit, karakterisasi isolat kapang endofit, seleksi kapang endofit, fermentasi kapang endofit, ekstraksi hasil fermentasi dan uji aktivitas antibakteri. Metabolit sekunder diekstraksi dari media fermentasi menggunakan etil asetat dan n-heksana, serta diekstraksi dari biomasa dengan metanol. Hasil isolasi kapang endofit diperoleh 10 isolat dan 4 diantaranya berpotensi sebagai antibakteri. Hasil uji aktivitas antibakteri kapang endofit menunjukkan bahwa isolat kapang endofit DA3A1, DT3B, DB3A dan DT1A1 yang diisolasi dari daun tanaman paku daun kepala tupai mampu menghambat bakteri uji. Ekstrak metanol dan etil asetat dari isolat DT1A1 dan DT3B berpotensi menghambat bakteri Salmonella typhi.

Penelitian ini memperlihatkan bahwa daun Drynaria quercifolia (L.) J. Sm mengandung metabolit sekunder dari kapang endofit yang berpotensi sebagai antibakteri.

(7)

vii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ABSTRACT

Name : Lilis Hermawati

NIM : 11121020000027

Study Program : Farmasi

Title : Antibacterial Activity of Endophytic Fungi from Drynaria quercifolia (L.) J. Sm. Leaves Against Escherichia coli, Salmonella typhi, Staphylococcus aureus and Bacillus subtilis.

Oak leak fern [Drynaria quercifolia (L.) J. Sm.] is a medicinal plant that is often used traditionally to treat tuberculosis, fever, dyspepsia, cough and typhoid fever. Endophytic fungi living on plant tissue and can produce a compound that has properties similar to their host plants. The aim of this experiments was to determine the antibacterial activity of endophytic fungi isolated from leaf

Drynaria quercifolia (L.) J. Sm against Escherichia coli ATCC 25922,

Salmonella typhi ATCC 25241, Staphylococcus aureus ATCC 25923 and Bacillus subtilis ATCC 19659. The method used in this study was the isolation of endophytic fungi, purification endophytic fungi, characterization of endophytic fungi, selection of endophytic fungi, fermentation, extraction fermented, and antibacterial activity test. The secondary metabolites were extracted from fermentation medium with ethyl acetate and n-hexane, also was extraction with methanol from mycelium. The result showed that 4 of the 10 isolates potential as an antibacterial. Antibacterial activity was showed that endophytic fungi DA3A1, DT3B, DT1A1 and DB3A isolated from leaf oak leak fern can inhibit pathogenic bacteria. The methanolic and ethyl acetate extract of isolates DT1A1 and DT3B have a potential to inhibit Salmonella typhi. This study showed that the leaves of

Drynaria quercifolia (L.) J. Sm. contains secondary metabolite from endophytic fungi that have a potential as an antibacterial.

(8)

viii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala rahmat, hidayah dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan dan suri tauladan, Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam beserta keluarga dan para sahabatnya. Skripsi ini berjudul “Uji Aktivitas Antibakteri Isolat Kapang Endofit dari Daun Tanaman Paku Daun Kepala Tupai [Drynaria

quercifolia (L.) J. Smith] terhadap Escherichia coli, Salmonella typhi,

Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis” diajukan sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana farmasi dari Program Studi Farmasi, Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak mendapat

doa, bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,

penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Kedua orangtua tercinta, Bapak H. Herman Syah dan Ibu Hj. Siti Sunarsih,

yang tiada hentinya memberikan dukungan, doa, nasihat, semangat, dan

bantuan selama penulis melaksanakan penelitian dan penyusunan skripsi

ini, serta kakakku Eka Novita Sari dan Adi Kurniawan dan adikku Fachri

Zakky Achmad yang selalu memberikan semangat dan nasihat.

2. Prof. Dr. Atiek Soemiati, M.S., Apt selaku pembimbing pertama dan Eka

Putri, M.Si., Apt selaku pembimbing kedua yang selalu memberikan

dukungan, saran, semangat, dan solusi selama melaksanakan penelitian

dan penyelesaian skripsi ini.

3. Dr. H. Arif Sumantri, S.KM., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

(9)
(10)
(11)

xi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... x

DAFTAR ISI ... xi

2.1.Mikroorganisme Endofit ... 4

2.2.Kapang Endofit ... 4

2.2.1.Kapang Endofit Penghasil Antimikroorganisme ... 6

2.2.2.Isolasi Kapang Endofit ... 6

2.2.3.Karakterisasi Berdasarkan Karakter Morfologi Kapang ... 7

2.3.Fermentasi ... 9

2.3.1.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Fermentasi ... 10

2.4.Antimikroorganisme ... 11

2.4.1.Mekanisme Kerja Antimikroorganisme ... 11

2.4.2.Pengujian Aktivitas Antimikroorganisme ... 13

2.4.2.1.Metode Difusi ... 13

2.4.2.2.Metode Dilusi ... 14

2.5.Mikroorganisme Uji ... 15

2.5.1.Escherichia coli ... 15

2.5.2.Salmonella typhi. ... 16

2.5.3.Staphylococcus aureus ... 16

2.5.4.Bacillus subtilis. ... 17

2.6.Tanaman Paku Kepala Tupai (Drynaria quercifolia (L.)J. Smith) ... 18

2.6.1.Klasifikasi ... 19

2.6.2.Penggunaan Tradisional Tanaman Drynaria quercifolia (L.)... 19

(12)

xii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB III METODE PENELITIAN ... 21

3.1.Waktu dan Tempat Penelitian ... 21

3.2.Alat dan Bahan ... 21

3.2.1.Alat ... 21

3.2.2.Bahan ... 21

3.2.3.Bakteri Uji ... 22

3.3.Prosedur Penelitian... 22

3.3.1.Sterilisasi Alat ... 22

3.3.2.Pembuatan Media ... 22

3.3.2.1.Pembuatan Media Potato Dextrose Agar (PDA) ... 22

3.3.2.2.Pembuatan Media Mueller Hinton Agar (MHA) ... 22

3.3.2.3.Pembuatan Media Agar Miring PDA ... 23

3.3.2.4.Pembuatan Media Agar Miring NA ... 23

3.3.2.5.Pembuatan Media Potato Dextrose Yeast (PDY) ... 23

3.3.3.Isolasi Kapang Endofit ... 23

3.3.4.Pemurnian Kapang Endofit ... 24

3.3.5.Karakterisasi Isolat Kapang Endofit ... 25

3.3.6.Peremajaan Bakteri Uji ... 25

3.3.7.Identifikasi Kemurnian Bakteri Uji ... 25

3.3.8.Pembuatan Inokulum Bakteri Uji... 26

3.3.9.Seleksi Kapang Endofit yang Berpotensi sebagai Antibakteri ... 26

3.3.10.Fermentasi Kapang Endofit... 27

3.3.11.Ekstraksi Hasil Fermentasi ... 27

3.3.12.Uji Aktivitas Antibakteri ... 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

4.1. Determinasi Tanaman ... 29

4.2. Isolasi dan Pemurnian Kapang Endofit... 30

4.3. Karakterisasi Isolat Kapang Endofit ... 33

4.4. Peremajaan Bakteri Uji ... 44

4.5. Identifikasi Kemurnian Bakteri Uji ... 44

4.6. Pembuatan Inokulum Bakteri Uji ... 45

4.7. Seleksi Kapang Endofit yang Berpotensi sebagai Antibakteri ... 45

4.8. Fermentasi Kapang Endofit ... 46

4.9. Ekstraksi Hasil Fermentasi ... 47

4.10. Uji Aktivitas Antibakteri ... 48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

5.1. Kesimpulan ... 54

5.2. Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55

(13)

xiii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Hasil Pemurnian Kapang Endofit ... 30

Tabel 4.2 Hasil Seleksi Kapang Endofit terhadap Bakteri Uji... 46

Tabel 4.3 Organoleptis Ekstrak ... 48

(14)

xiv

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1: Berbagai bentuk konidia ... 9

Gambar 2.2: Hifa bersekat dan tidak bersekat ... 9

Gambar 2.3: Metode Difusi Agar Cakram ... 14

Gambar 2.4: Tanaman Drynaria quercifolia ... 18

Gambar 4.1: Posisi Penanaman Daun Drynaria quercifolia pada media PDA ... 32

Gambar 4.2: Karakterisasi Makroskopis dan Mikroskopis Isolat DA2A... 34

Gambar 4.3: Karakterisasi Makroskopis dan Mikroskopis Isolat DA2B ... 35

Gambar 4.4: Karakterisasi Makroskopis dan Mikroskopis Isolat DA3A1... 36

Gambar 4.5: Karakterisasi Makroskopis dan Mikroskopis Isolat DA3A2... 37

Gambar 4.6: Karakterisasi Makroskopis dan Mikroskopis Isolat DT1A1 ... 38

Gambar 4.7: Karakterisasi Makroskopis dan Mikroskopis Isolat DT1A2 ... 39

Gambar 4.8: Karakterisasi Makroskopis dan Mikroskopis Isolat DT1B ... 40

Gambar 4.9: Karakterisasi Makroskopis dan Mikroskopis Isolat DT3B ... 41

Gambar 4.10: Karakterisasi Makroskopis dan Mikroskopis Isolat DB2B ... 42

Gambar 4.11: Karakterisasi Makroskopis dan Mikroskopis Isolat DB3A ... 43

Gambar 4.12: Sampel Daun Tanaman Paku Daun Kepala Tupai ... 73

Gambar 4.13: Hasil Isolasi Kapang Endofit Daun bagian Atas Tanaman Drynaria quercifolia ... 74

Gambar 4.14: Hasil Isolasi Kapang Endofit Daun bagian Tengah Tanaman Drynaria quercifolia ... 75

Gambar 4.15: Hasil Isolasi Kapang Endofit Daun bagian Bawah Tanaman Drynaria quercifolia ... 76

Gambar 4.16: Hasil Seleksi Kapang Endofit terhadap Escherichia coli ... 77

Gambar 4.17: Hasil Seleksi Kapang Endofit terhadap Staphylococcus aureus . 78 Gambar 4.18: Hasil Seleksi Kapang Endofit terhadap Bacillus subtilis ... 78

Gambar 4.19: Hasil Seleksi Kapang Endofit terhadap Salmonella typhi ... 79

Gambar 4.20: Hasil Fermentasi Isolat Kapang Endofit Hari Ke-21 ... 80

Gambar 4.21: Pengamatan mikroskopis Bacillus subtilis ... 81

Gambar 4.22: Pengamatan mikroskopis Staphylococcus aures ... 81

Gambar 4.23: Pengamatan mikroskopis Salmonella typhi ... 81

Gambar 4.24: Pengamatan mikroskopis Escherichia coli ... 81

Gambar 4.25: Hasil Ekstrak Metanol, Etil Asetat, dan N-Heksana dari 4 Isolat Kapang Endofit ... 82

Gambar 4.26: Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etil Asetat terhadap bakteri Bacillus subtilis ... 83

Gambar 4.27: Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak N-Heksana (A) dan Metanol (B) terhadap bakteri Escherichia coli ... 83

Gambar 4.28: Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etil Asetat (A) dan Metanol (B) terhadap bakteri Salmonella typhi ... 84

(15)

xv

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1: Hasil Determinasi Tanaman ... 61

Lampiran 2: Alur Penelitian ... 62

Lampiran 3: Sterilisasi Permukaan ... 63

Lampiran 4: Pemurnian Kapang Endofit ... 64

Lampiran 5: Karakterisasi Isolat Kapang Endofit ... 65

Lampiran 6: Peremajaan Bakteri Uji... 66

Lampiran 7: Identifikasi Kemurnian Bakteri Uji ... 67

Lampiran 8: Pembuatan Inokulum Bakteri Uji ... 68

Lampiran 9: Seleksi Kapang Endofit yang berpotensi sebagai Antibakteri .... 69

Lampiran 10: Fermentasi Kapang Endofit ... 70

Lampiran 11: Ekstraksi Hasil Fermentasi ... 71

Lampiran 12: Uji Aktivitas Antibakteri ... 72

Lampiran 13: Sampel Daun Tanaman Paku Daun Kepala Tupai ... 73

Lampiran 14: Hasil Isolasi Daun Tanaman Paku Daun Kepala Tupai ... 74

Lampiran 15: Hasil Seleksi Kapang Endofit yang berpotensi sebagai Antibakteri ... 77

Lampiran 16 : Hasil Fermentasi ... 80

Lampiran 17 : Pengamatan Mikroskopis Bakteri Uji ... 81

Lampiran 18 : Hasil Berat Ekstrak ... 82

(16)

1

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen

merupakan salah satu penyakit terbesar di seluruh dunia (Mardiastuti et al., 2007).

Dalam upaya mengobati infeksi tersebut digunakan antibiotik sebagai agen terapi.

Namun dalam beberapa dekade adanya resistensi antibiotik telah menjadi

ancaman terhadap pengobatan efektif dari berbagai infeksi yang disebabkan oleh

bakteri, virus, parasit maupun jamur (WHO, 2014). Adanya resitensi antibakteri

mengakibatkan biaya perawatan penderita semakin tinggi dan meningkatnya

angka kematian. Oleh karena itu, dibutuhkan penemuan antibiotik baru untuk

menangani hal tersebut (Mardiastuti et al., 2007)

Tanaman obat dapat menjadi bahan baku yang digunakan untuk

memproduksi antibakteri. Indonesia memiliki potensi yang cukup bagus untuk

mengembangkan obat dengan bahan baku tanaman karena Indonesia menempati

peringkat kedua terbesar setelah Brazil yang memiliki keanekaragaman hayati

terbesar (Radji, 2005). Pembuatan obat dalam jumlah yang cukup membutuhkan

tanaman yang banyak dan diperlukan waktu yang lama jika tanaman tersebut

termasuk tanaman tahunan, serta penyediaan bahan baku dari tanaman secara

berlebihan dikhawatirkan dapat mengurangi keanekaragaman hayati (Kumala,

2014; Radji, 2005).

Salah satu peluang besar untuk dikembangkan sebagai sumber penghasil

senyawa antibakteri adalah mikroorganisme endofit. Mikroorganisme endofit

merupakan mikroorganisme yang berada dalam jaringan tanaman hidup (Kumala,

2014). Setiap spesies tanaman yang berjumlah hampir 300.000 di bumi,

merupakan host bagi satu atau lebih mikroorganisme endofit (Strobel & Daisy,

2006). Masing-masing bagian tanaman mengandung satu atau lebih

mikroorganisme endofit yang terdiri dari bakteri dan fungi dan salah satunya yang

(17)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kapang endofit dapat hidup di dalam jaringan tanaman tanpa

membahayakan inangnya (Radji, 2005). Kapang endofit dapat tumbuh lebih cepat

dan tidak memerlukan lahan yang luas daripada tanaman obat (Kumala, 2014;

Strobel & Daisy, 2003). Pemanfaatan kapang yang diisolasi dari daun, akar,

batang atau bagian lain dari tanaman sebagai sumber bahan baku obat

memungkinkan untuk tidak diperlukannya penebangan tanaman tersebut sehingga

penggunaan bahan alam yang berlebih dan segala akibat buruknya dapat dihindari

(Kumala, 2014).

Salah satu kekayaan alam di Indonesia adalah tanaman paku daun kepala

tupai [Drynaria quercifolia (L.) J. Sm]. Tanaman ini dapat ditemukan di pohon

ataupun di batu (Prasanna et al., 2014). Menurut Strobel & Daisy (2003), salah

satu kriteria tanaman yang dapat dipilih untuk menghasilkan kapang endofit

adalah tanaman yang memiliki sejarah etnobotani seperti digunakan dalam

pengobatan tradisional. Secara empiris, Drynaria quercifolia telah digunakan

untuk mengobati penyakit tuberkulosis, demam, dispepsia dan batuk (Beknal et

al., 2010). Secara spesifik, daunnya digunakan untuk pengobatan demam tifoid

(Kamboj & Kalia, 2014). Di Malaysia, daunnya digunakan untuk pengobatan

demam, dispepsia dan batuk. Di India daunnya digunakan dalam pengobatan

rematik, penyakit kulit, ekspektoran dan obat cacing (Mazumder PB et al., 2011).

Skrining fitokimia dari ekstrak daun Drynaria quercifolia menunjukkan

adanya alkaloid, karbohidrat, fenol, saponin, flavonoid, dan karbohidrat (Runa et

al., 2013). Pada penelitian lainnya telah dilakukan uji aktivitas antibakteri pada

bagian rhizoma Drynaria quercifolia. Potensi antibakteri ekstrak etil asetat dari

rhizoma Drynaria quercifolia telah dilakukan terhadap bakteri Bacillus subtilis,

Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Salmonella typhi dan Pseudomonas

aeruginosa (Khan et al., 2012). Telah dilakukan isolasi senyawa asam 3,4

dihidroksibenzoat dari rhizoma D. quercifolia yang memiliki aktivitas antibakteri

terhadap 4 bakteri Gram positif yaitu Bacillus subtilis, Bacillus megaterium,

Staphylococcus aureus, Streptococcus β-haemolyticus dan 6 bakteri Gram negatif yaitu Escherichia coli, Shigella dysenteriae, Shigella sonnei, Shigella flexneri,

(18)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Berdasarkan studi literatur, belum ditemukan adanya laporan penelitian

tentang isolasi kapang endofit pada daun tanaman Drynaria quercifolia. Oleh

karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melakukan isolasi dan uji aktivitas isolat

kapang endofit dari daun tanaman paku daun kepala tupai [Drynaria quercifolia

(L.) J. Sm.] terhadap Escherichia coli, Salmonella typhi, Staphylococcus aureus

dan Bacillus subtilis.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah isolat kapang endofit dari daun tanaman paku daun kepala tupai

[Drynaria quercifolia (L.) J. Sm.] memiliki aktivitas antibakteri terhadap

Escherichia coli, Salmonella typhi, Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis?

1.3 Hipotesis

Daun tanaman paku daun kepala tupai [Drynaria quercifolia (L.) J. Sm.]

memiliki isolat kapang endofit yang mempunyai aktivitas antibakteri terhadap

bakteri Escherichia coli, Salmonella typhi, Staphylococcus aureus dan Bacillus

subtilis.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas antibakteri isolat kapang

endofit dari daun tanaman paku daun kepala tupai [Drynaria quercifolia (L.) J.

Sm.] terhadap Escherichia coli, Salmonella typhi, Staphylococcus aureus dan

Bacillus subtilis.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah

mengenai aktivitas antibakteri kapang endofit yang terdapat dalam daun pada

tanaman paku daun kepala tupai [Drynaria quercifolia (L.) J. Sm.]. sebagai

(19)

4

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Mikroorganisme Endofit

Mikroorganisme endofit merupakan mikroorganisme yang hidup di dalam

jaringan tanaman pada periode tertentu dan mampu hidup dengan membentuk

koloni dalam jaringan tanaman tanpa membahayakan inangnya (Radji, 2005).

Mikroorganisme endofit dapat hidup bersimbiosis dengan tanaman inangnya dan

dapat menghasilkan metabolit sekunder, termasuk metabolit sekunder yang

memiliki bioaktivitas seperti zat antimikroorganisme, antifungi dan antikanker.

Mikroorganisme endofit termasuk bakteri, kapang atau khamir dapat ditemukan

pada semua jenis tanaman, mulai dari pohon berkayu dan herba sampai

rumput-rumputan (Kumala, 2014).

Mikroorganisme endofit dapat diisolasi dari semua jaringan tanaman.

Bagian organ atau jaringan tanaman tertentu mengandung mikroorganisme endofit

tertentu pula yang berbeda satu dengan yang lainnya. Dalam satu jaringan

tanaman kemungkinan dapat ditemukan beberapa jenis mikroorganisme endofit.

Jumlah isolat yang diperoleh dari satu bagian tanaman inang biasanya amat

banyak, tetapi hanya beberapa mikroorganisme saja yang dominan pada satu

inang (Kumala, 2014).

2.2. Kapang endofit

Dari sekitar 300.000 jenis tanaman yang tersebar di muka bumi,

masing-masing tanaman mengandung satu atau lebih mikroorganisme endofit yang terdiri

dari bakteri atau kapang dan yang paling umum ditemukan adalah dari jenis

kapang (Strobel & Daisy, 2003). Kapang merupakan kelompok mikroorganisme

eukariotik yang tergolong fungi berfilamen dan multiseluler (Kumala, 2014).

Kolonisasi kapang endofit pada jaringan tanaman inang terjadi melalui

penetrasinya ke dalam lapisan tanaman dengan cara pemecahan mekanis jaringan

(20)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta epidermis tanaman inang (Kumala et al., 2007). Kapang endofit yang diperoleh

dari daun lebih banyak dibandingkan kapang endofit yang diperoleh dari bunga,

hal ini dikarenakan daun memiliki lapisan kutikula yang tipis dan permukaan daun

yang luas, sehingga kemungkinan mikroorganisme endfit yang dapat berpenetrasi

lebih banyak. Bunga merupakan bagian tanaman yang tumbuh pada waktu

tertentu dan cepat layu, sehingga hanya sedikit mikroorganisme endofit yang

berpenetrasi (Kumala, 2014).

Telah dilaporkan bahwa kapang endofit yang berada pada bagian tanaman

dapat menghasilkan senyawa fungsional yang diduga sebagai akibat koevolusi

atau transfer genetik dari tanaman inangnya ke dalam mikroorganisme endofit

(Radji, 2005). Senyawa yang dihasilkan kapang endofit tersebut dapat berupa

senyawa antikanker, antibakteri, antifungi, antivirus dan lain-lain (Noverita et al.,

2009).

Kapang endofit mampu menghasilkan metabolit sekunder yang sama

dengan inangnya (Strobel & Daisy, 2003), seperti Taxomyces andreanae yang

merupakan kapang endofit yang diisolasi dari tanaman Taxus brevifolia terbukti

dapat menghasilkan taxol yang bersifat antikanker (Kumala, 2014). Kemampuan

kapang endofit tersebut merupakan peluang yang sangat besar dan dapat

diandalkan untuk memproduksi senyawa metabolit sekunder dari kapang endofit.

Kapang endofit dapat menghasilkan berbagai senyawa yang memiliki aktivitas

biologi, diantaranya terpenoid, steroid, xanton, fenol, isokumarin dan sebagainya

(Suryanarayanan et al., 2009).

Hubungan antara kapang endofit dengan tanaman inangnya berupa

simbiosis mutualisme. Pada umumnya, baik kapang maupun tanaman inangnya

saling menunjang satu sama lain. Di satu sisi, kapang endofit akan mendapatkan

nutrisi dari tanaman inangnya, tempat tinggal serta perlindungan dari lingkungan.

Di sisi lain, kapang endofit secara tidak langsung menguntungkan pertumbuhan

tanaman dengan menghasilkan zat metabolit sekunder dan enzim yang berguna

untuk adaptasi tanaman terhadap cahaya, melindungi dari kekeringan, herbivora,

(21)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.2.1. Kapang Endofit Penghasil Antimikroorganisme

Menurut Suryanarayanan et al. (2009) banyak metabolit sekunder dari

kapang dengan berbagai struktur kimia dan aktivitas biologi. Metabolit sekunder

dapat didefinisikan sebagai senyawa organik dengan berat molekul rendah yang

dibuat oleh mikroorganisme yang tidak diperlukan untuk pertumbuhan, diproduksi

sebagai adaptasi untuk fungsi tertentu di alam (Strobel & Daisy, 2003). Sekitar

1500 metabolit kapang telah dilaporkan menunjukkan aktivitas anti kapang, anti

tumor dan antibakteri (Pelaez, 2005). Endofit dipercaya dapat mengatasi masalah

resistensi beberapa mikroorganisme patogen dengan memproduksi metabolit

sekunder dengan aktivitas antimikroorganisme.

Beberapa kapang endofit yang mampu menghasilkan produk potensial yaitu

Taxomyces andreanae yang diisolasi dari tanaman Taxus brevifolia telah terbukti

menghasilkan taxol yang bersifat antikanker. Kapang endofit lain, Lastodiplodia

theobromae, yang diisolasi dari tanaman Morinda citrifolia, diketahui

menghasilkan metabolit sekunder yang memiliki aktivitas antikanker menyerupai

taxol. Kapang endofit Cladosporium sp, Aspergillus flavus, Aspergillus sp dan

Curvularia lunata yang diisolasi dari tanaman obat Kigelia Africana (Lam) Beth.

diketahui memiliki aktivitass antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus

subtilis dan Escherichia coli. Dari kapang Fusarium sp tumbuh di dalam tanaman

Mirabilis jalapa L. dapat diisolasi metabolit sekunder yang memiliki aktivitas

terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif (Kumala, 2014).

2.2.2. Isolasi Kapang endofit

Endofit dapat diisolasi dari berbagai bagian tanaman seperti biji, daun, akar,

buah dan batang (Izza, 2011). Isolasi merupakan cara untuk memisahkan suatu

mikroorganisme dari lingkungannya, sehingga diperoleh biakan yang sudah tidak

tercampur dengan biakan lain atau disebut biakan murni (Listiandiani, 2011).

Pemilihan tanaman yang dipakai untuk isolasi endofit harus terlihat sehat dan

bebas dari penyakit tanaman, hal ini untuk meminimalkan keberadaan patogen

tanaman dan untuk mencegah isolasi mikroorganisme patogen. Sampel tanaman

(22)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sesegara mungkin dilakukan isolasi untuk menghindari kontaminasi oleh

mikrospora melalui udara (Selim et al., 2012).

Langkah yang paling penting untuk isolasi kapang adalah sterilisasi

permukaan dan bagian tanaman yang dipilih harus dipotong kecil untuk

memudahkan sterilisasi dan proses isolasi (Selim et al., 2012). Metode tersebut

bertujuan menghilangkan mikroorganisme yang berada di permukaan tumbuhan,

sehingga koloni yang diperoleh merupakan koloni endofit yang berasal dari dalam

jaringan tumbuhan (Strobel & Daisy, 2003).

Metode sterilisasi permukaan menggunakan etanol 70% dan natrium

hipoklorit 5,25% sebagai disinfektan (Listiandini, 2011). Disinfektan adalah

senyawa kimia yang digunakan dalam proses disinfeksi, yaitu proses mengurangi

mikroorganisme patogen termasuk spora bakteri pada permukaan suatu objek

(Rao, 2008). Alkohol dan hipoklorit yang digunakan memiliki spektrum aktivitas

yang berbeda. Alkohol mendenaturasikan protein dengan cara dehidrasi dan

menginaktifkan enzim (Rutala et al., 2008). Efek dari etanol 70% lebih baik

dibandingkan alkohol murni, karena protein didenaturasi lebih cepat dengan

adanya air (Rutala et al., 2008). Natrium hipoklorit merupakan senyawa yang

mengandung klorin yang bekerja dengan mengoksidasi secara irreversible gugus

sulfihidril pada enzim dan menganggu fungsi metabolik dari sel bakteri (Valera,

2008; Rutala et al., 2008).

Isolasi kapang endofit dapat dilakukan dengan teknik penanaman langsung

dari bagian tanaman yang sudah disterilisasi terlebih dahulu permukannya. Media

isolasi yang biasa digunakan adalah media PDA (Potato Dextrose Agar). Media

ini bersifat selektif terhadap kapang dan mengandung kentang sebagai sumber

karbohidrat yang merupakan sumber nutrisi bagi kapang (Ariyono et al., 2014).

2.2.3. Karakterisasi Berdasarkan Karakter Morfologi Kapang

Karakterisasi kapang secara konvensional dapat dilakukan dengan

pengamatan karakter morfologi. Tujuan dari pengamatan morfologi adalah

(23)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut. Pengamatan karakter morfologi dilakukan secara mikroskopik dan

makroskopik (Gandjar et al., 1999).

Pengamatan secara makroskopik dapat dilihat dari warna koloni, warna

sebalik koloni, permukaan koloni (granular, seperti tepung, menggunung, licin,

ada atau tidak tetes-tetes eksudat), diameter koloni dan lingkaran-lingkaran

konsentris (Kumala, 2014). Sedangkan pengamatan mikroskopik dilakukan

menggunakan mikroskop. Pengamatan yang dilakukan meliputi ada atau tidaknya

sekat pada hifa, pertumbuhan hifa (bercabang atau tidak bercabang), ada tidaknya

konidia, dan bentuk konidia (Ariyono et al., 2014).

Kapang merupakan fungi yang berfilamen dan multiseluler (Pratiwi, 2008).

Kapang memiliki dua spora aseksual yaitu sporangisopora dan konidia (Benson,

2001). Sporangiospora terbentuk di dalam kantung yang disebut sporangium pada

ujung hifa, sedangkan konidia berupa spora satu sel atau multisel, tidak terdapat

dalam kantung dan terbentuk di ujung hifa (konidiofor) (Pratiwi, 2008). Bentuk

dari konidia bervariasi, dapat berbentuk bulat, semibulat, oval, silindris, elips,

seperti benang (scolecospora), seperti bulan sabit (lunata), seperti ginjal

(reniform), seperti bintang (staurospora), atau berbentuk menggulung

(helicospora) (Gandjar et al., 2006).

Kapang tersusun atas filamen-filamen yang disebut hifa. Kumpulan hifa

yang bercabang-cabang membentuk suatu jala yang disebut miselium. Hifa-hifa

yang telah menjalin suatu jaringan miselium makin lama makin tebal dan akan

membentuk suatu koloni yang dapat dilihat dengan kasat mata (Gandjar et al.,

2006). Hifa dapat dibedakan dengan ada atau tidaknya septum atau sekat. Hifa

yang memiliki sekat disebut juga hifa septat. Sekat membagi hifa menjadi

kompartemen-kompartemen (Benson, 2001), dan di dalam setiap kompartemen

terdapat satu inti sel (Gandjar et al., 2006). Hifa yang tidak bersekat disebut hifa

aseptat, memiliki sejumlah inti sel yang tersebar di dalam sitoplasma sehingga

(24)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 2.1 Berbagai bentuk konidia

(Gandjar et al., 2006)

Gambar 2.2 Hifa bersekat dan tidak bersekat

(Hogg, 2005)

2.3. Fermentasi

Produk metabolit sekunder kapang endofit dapat diperoleh dari hasil

fermentasi. Terhadap produk tersebut dapat dilakukan pengujian berbagai

aktivitas biologis. Istilah fermentasi digunakan sebagai proses untuk penguraian

metabolik senyawa organik oleh mikroorganisme yang menghasilkan energi

(Kumala, 2014). Fermentasi dapat menghasilkan biomassa, enzim, metabolit baik

(25)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekunder (Sulistyaningrum, 2008). Berdasarkan jenis media, fermentasi dapat

dibedakan menjadi dua (Kumala, 2014), yaitu:

a. Fermentasi media padat adalah proses fermentasi dengan substrat tidak larut

dan tidak mengandung air bebas, tetapi cukup mengandung air untuk

keperluan mikroorganisme. Mikroorganisme ditumbuhkan pada permukaan

media padat, sehingga fermentasi jenis ini disebut fermentasi permukaan.

Fermentasi media padat digunakan untuk produksi enzim dan asam organik

yang menggunakan kapang.

b. Fermentasi media cair adalah proses fermentasi dengan substrat yang larut

atau tersuspensi dalam fasa cair. Fermentasi media cair disebut fermentasi

kultur terendam. Sebagai inokulum pada fermentasi ini digunakan bakteri,

kapang dan khamir.

Berdasarkan metodenya, fermentasi dibagi menjadi dua yaitu fermentasi

metode goyang dan fermentasi metode diam. Fermentasi metode goyang

menggunakan alat pengocok rotary. Pada mesin pengocok rotary, kultur akan

berputar perlahan di dalam labu. Sebagai wadah fermentasi digunakan labu

erlenmeyer atau tabung reaksi besar. Fermentasi metode diam menggunakan labu

erlenmeyer sebagai wadah yang didiamkan selama masa inkubasi tanpa ada

goncangan (Kumala, 2014).

2.3.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Fermentasi (Kumala, 2014) a) Substrat dan nutrisi

Medium fermentasi harus menyediakan semua nutrisi yang dibutuhkan

untuk pertumbuhan dan memperoleh energi. Dalam fermentasi, dibutuhkan

substrat yang murah, mudah didapat dan efisien penggunaannya. Beberapa

substart yang dapat digunakan sebagai sumber karbon adalah kentang dan

dekstrosa, sedangkan sebagai sumber nitrogen dapat digunakan ekstrak

(26)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta b) Keasaman (pH)

Pengukuran pH dilakukan agar medium dapat dipertahankan berada pada

pH optimum selama fermentasi. Bakteri memiliki pH optimum 6,7-7,5; pada

pH di bawah 5,5 dan di atas 8,5, bakteri tidak dapat tumbuh dengan baik.

Khamir dapat tumbuh padda pH 2,5-8,5. Sementara kapang memiliki pH

optimum antara 5-7.

c) Suhu

Fermentasi dilakukan pada suhu dimana pertumbuhan sel atau produksi

metabolit tertinggi. Sebagian besar mikroorganisme dapat tumbuh pada

suhu 20-30oC.

2.4. Antimikroorganisme

Salah satu jenis metabolit sekunder yang dihasilkan oleh kapang endofit

adalah senyawa antimikroorganisme (Radji, 2005). Senyawa antimikroorganisme

merupakan senyawa kimia yang memiliki kemampuan dalam membunuh atau

menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Berbagai golongan senyawa

antimikroorganisme dari kapang endofit yang berhasil diperoleh antara lain:

alkaloid, steroid, terpenoid, quinon, dan flavonoid (Yu et al., 2010).

2.4.1. Mekanisme Kerja Antimikroorganisme

Senyawa antimikroorganisme dapat diklasifikasikan berdasarkan spektrum

ataupun mekanisme kerjanya. Berdasarkan spektrum kerjanya, senyawa

antimikroorganisme dibedakan menjadi spektrum sempit (narrow spectrum) dan

spektrum luas (broad spectrum). Senyawa antibakteri berspektrum sempit hanya

mampu menghambat satu golongan bakteri saja, seperti hanya mampu

menghambat atau membunuh bakteri Gram positif saja. Sedangkan senyawa

antibakteri spektrum luas dapat menghambat atau membunuh bakteri dari

golongan Gram positif maupun Gram negatif (Pratiwi, 2008)

Berdasarkan mekanisme aksinya, senyawa ini dibedakan menjadi lima

(27)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta a. Senyawa yang dapat menghambat sintesis dinding sel

Senyawa ini merusak lapisan peptidoglikan yang menyusun dinding sel

bakteri Gram negatif maupun Gram positif. Contoh antibiotik yang memiliki

mekanisme penghambatan sintesis dinding sel adalah penisilin, sefalosporin,

vankomisin, isoniazid (INH) dan karbapenem.

b. Senyawa yang dapat merusak membran plasma

Membran plasma bersifat semipermeabel dan mengendalikan transpor

berbagai metabolit ke dalam dan ke luar sel. Adanya gangguan atau

kerusakan struktur pada membran plasma dapat menghambat atau merusak

kemampuan membran plasma sebagai penghalang (barrier) osmosis dan

mengganggu sejumlah proses biosintesis yang diperlukan dalam membran.

Antibiotik yang bersifat merusak membran plasma terdapat pada antibiotik

golongan polipeptida yang bekerja dengan mengubah permeabilitas

membran plasma sel. Contohnya adalah polimiksin B yang melekat pada

fosfolipid membran, amfoterisin B yang akan bergabung dengan ergosterol

yang terdapat pada membran sel kapang dan menimbulkan gangguan dan

kebocoran sel.

c. Senyawa yang dapat menghambat sintesis protein

Penghambatan sintesis protein pada bakteri terjadi karena beberapa senyawa

antibakteri bekerja dengan berikatan pada ribosom subunit 30S (beberapa

terikat juga pada subunit 50S ribosom) dan mengubah sintesis protein yang

pada akhirnya menyebabkan kematian sel. Contoh senyawa tersebut adalah

aminoglikosida.

d. Senyawa yang mengambat sintesis asam nukleat

Penghambatan pada sintesis asam nukleat berupa penghambatan terhadap

transkripsi dan replikasi mikroorganisme. Yang termasuk antibiotik

penghambat sintesis asam nukleat adalah golongan kuinolon dan rifampin.

Rifampin menghambat sintesis mRNA dengan cara mengikat subunit

(28)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta e. Senyawa yang menghambat sintesis metabolit esensial

Penghambatan terhadap sintesis metabolit esensial antara lain dengan

adanya kompetitor berupa antimetabolit, yaitu agen yang secara kompetitif

menghambat metabolit mikroorganisme, karena memiliki struktur yang

mirip dengan substrat normal bagi enzim metabolisme. Termasuk

didalamnya adalah sulfanilamid dan asam para amino benzoat.

2.4.2. Pengujian Aktivitas Antimikroorganisme

Penentuan aktivitas antimikroorganisme terdiri dari dua metode (Pratiwi,

2008) yaitu:

2.4.2.1.Metode difusi

Metode ini menggunakan cakram berisi agen antimikroorganisme yang

diletakkan pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme (Pratiwi, 2008).

Senyawa antimikroorganisme yang terkandung dalam kertas cakram akan

berdifusi ke segala arah (radial). Aktivitas antimikroorganisme dari metode difusi

agar cara cakram ditandai dengan terbentuknya zona hambat atau zona bening di

sekitar cakram yang mengindikasikan terhambatnya pertumbuhan

mikroorganisme oleh senyawa antimikroorganisme tersebut. Diameter zona

hambat yang terbentuk menunjukkan aktivitas suatu senyawa antimikroorganisme

(29)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 2.3 Metode Difusi Agar Cakram

(Benson, 2001)

2.4.2.2.Metode Dilusi

Metode dilusi dapat dibedakan menjadi dua yaitu dilusi cair (broth

dilution) dan dilusi padat (solid dilution). Metode dilusi cair (broth dilution test)

digunakan untuk mengukur Kadar Hambat Minimun (KHM) dan Kadar Bunuh

Minimum (KBM). Cara yang dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran

agen antimikroorganisme pada medium cair yang ditambahkan dengan

mikroorganisme uji. Larutan uji agen antimikroorganisme pada kadar terkecil

yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroorganisme uji ditetapkan

sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya

dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroorganisme uji ataupun

agen antimikroorganisme dan diinkubasi selama 18-24 jam. Media cair yang tetap

terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM.

Metode dilusi padat (solid dilution test), metode ini serupa dengan metode

dilusi cair namun menggunakan media padat (solid). Keuntungan metode ini Setelah 24-48 jam diinkubasi, diukur zona hambat

yang terbentuk Disk diletakkan di cawan

yang berisi media dan mikroorganisme

Disk steril dimasukkan dalam larutan uji Media NA dituang ke cawan

petri dan dibiarkan hingga memadat

(30)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalah satu konsentrasi agen antimikroorganisme yang diuji dapat digunakan

untuk menguji beberapa mikroorganisme uji.

2.5. Mikroorganisme Uji

Mikroorganisme yang digunakan dalam pengujian aktivitas senyawa

antimikroorganisme adalah bakteri Gram negatif Escherichia coli, bakteri Gram

positif Staphylococcus aureus, dan Bacillus subtilis. Berikut ini adalah penjelasan

tentang mikroorganisme uji.

2.5.1. Escherichia coli

Klasifikasi Escherichia coli adalah sebagai berikut:

Kingdom : Bacteria

Subkingdom : Negibacteria

Phylum : Proteobacteria

Class : Gammaproteobacteria

Order : Enterobacteriales

Family : Enterobacteriaceae

Genus : Escherichia

Species : Escherichia coli

Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang pendek

berukuran 0,5 μm x (1,0-3,0) μm, mampu memfermentasi berbagai macam gula (glukosa, galaktosa, fruktosa, laktosa, maltosa) menghasilkan asam dan gas.

Pertumbuhan bakteri yang baik yaitu pada suhu 37oC (Hidayahti, 2010). E. coli

merupakan mikroflora alami yang dapat ditemukan pada saluran pencernaan

manusia (Listiandiani, 2011). Keberadaan flora normal dalam saluran pencernaan

akan memberikan keuntungan berupa menghambat pertumbuhan bakteri patogen,

menghasilkan vitamin B kompleks dan vitamin K (Jauhari, 2010). Dalam kondisi

dimana kekebalan tubuh inang dari flora tersebut lemah, maka flora normal dapat

menjadi patogen. E.coli yang bersifat patogen dapat menyebabkan penyakit diare

(31)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ditularkan melalui air atau makanan yang terkontaminasi dengan feses hewan atau

manusia (Ryan & Ray, 2004).

2.5.2. Salmonella typhi

Klasifikasi Salmonella typhi sebagai berikut:

Kingdom : Bacteria

Subkingdom : Negibacteria

Phylum : Proteobacteria

Class : Gammaproteobacteria

Order : Enterobacteriales

Family : Enterobacteriaceae

Genus : Salmonella

Species : Salmonella typhi

S. typhi adalah bakteri yang selnya berbentuk batang, bersifat Gram negatif,

bergerak dengan flagel peritrik. Bakteri ini membutuhkan suhu 37oC untuk

pertumbuhannya. Bakteri Salmonella typhi termasuk anggota familia

Enterobacteriaceae yang merupakan strain bakteri penyebab terjadinya demam

tipoid. Bakteri akan masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan dan

minuman yang telah terkontaminasi oleh bakteri tersebut dan mengakibatkan

terjadinya demam tipoid. Selain itu Salmonella typhi dapat menyebabkan

gastroenteritis (keracunan makanan) dan septikemia (Darmawati, 2009).

2.5.3. Staphylococcus aureus

Klasifikasi Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut:

Kingdom : Bacteria

Subkingdom : Posibacteria

Phylum : Firmicutes

Class : Bacilli

Order : Bacillales

(32)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Genus : Staphylococcus

Species : Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat

berdiameter 1 μm, tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur seperti

buah anggur (Plata et al., 2009). Bakteri ini sering ditemukan pada kulit, selaput

lendir terutama di hidung orang sehat (Plata et al., 2009). Koloni pada media

kaya nutrisi berwarna kuning (Stark, 2013). Bakteri ini tumbuh pada suhu

optimum 37ºC.

S. aureus merupakan salah satu dari berbagai spesies umum yang

menyebabkan infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial S. aureus mempengaruhi

aliran darah, kulit, jaringan lunak dan saluran pernapasan bagian bawah. S. aureus

juga dapat menyebabkan infeksi serius seperti endokarditis dan osteomielitis

(Schito, 2006). S. aureus juga menyebabkan keracunan makanan, sindrom toxic

shock (suatu keadaan yang ditandai dengan panas mendadak, diare dan syok)

melalui produksi racun (Plata et al., 2009).

2.5.4. Bacillus subtilis

Klasifikasi Bacillus subtilis adalah sebagai berikut:

Kingdom : Bacteria

Subkingdom : Posibacteria

Phylum : Firmicutes

Class : Bacilli

Order : Bacillales

Family : Bacillaceae

Genus : Bacillus

Species : Bacillus subtilis

Bacillus subtilis adalah bakteri aerobik Gram positif, mempunyai ciri-ciri

sel berbentuk batang pendek, jarang membentuk rantai, permukaan spora

(33)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bakteri pada medium agar berbentuk bundar, tepi tidak teratur, permukaan tidak

mengkilap, menjadi tebal dan keruh, kadang-kadang mengkerut dan berwarna

krem atau kecoklatan. Bentuk koloni agak bervariasi pada media yang berbeda

(Jauhari, 2010). Kisaran suhu pertumbuhan B. subtilis adalah 5-55ºC, dengan suhu

optimum 20-45ºC. Bakteri tersebut diketahui sebagai penyebab kontaminasi dan

kerusakan produk makanan (Listiandiani, 2011)

2.6. Tanaman Paku Kepala Tupai (Drynaria quercifolia L.)

Gambar 2.4 Tanaman Drynaria quercifolia (Sumber: Koleksi Pribadi)

Drynaria quercifolia (L.) J. Sm., umumnya dikenal sebagai tanaman paku

daun kepala tupai (Ahmed et al., 2015). Drynaria quercifolia (L.) J. Sm. dikenal

juga sebagai Gurar. Tanaman ini ditemukan di pohon atau di batu dan menyukai

tempat yang lembab (Hartini, 2006; Prasanna, Chitra, & Suvitha, 2014).

Drynaria quercifolia memiliki akar rhizoma setebal 2-3 cm atau lebih,

menjalar pendek, panjang ruas sampai 10 cm, sisik coklat kehitaman. Permukaan

daun berwarna hijau kusam. Jenis tumbuhan ini tidak memiliki batang, daun

memenuhi seluruh tulang daun utama. Daunnya terdiri dari dua tipe yaitu daun

steril dan daun fertil. Daun sterilnya berukuran pendek dan berubah menjadi

coklat ketika tua. Daun fertil berukuran panjang, bertangkai 15-35 cm, helaian

daun menjari, panjang 40-150 cm, tanpa atau dengan sorus. Sorus tersusun dalam

2 barisan yang teratur atau kadang tidak teratur, dekat dengan tulang daun,

(34)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta permukaan daun, dengan bentuk bulat. Pada saat masih muda, sorus memiliki

warna hijau sedangkan jika sudah matang berwarna coklat. Tanaman ini sering

digunakan sebagai tanaman hias (Arini & Kinho, 2012).

2.6.1. Klasifikasi (Ahmed et al., 2015)

Family : Polypodiaceae

Genus : Drynaria (Bory) J. Sm.

Species : Drynaria quercifolia (L.) J. Sm.

2.6.2. Penggunaan Tradisional Tanaman Drynaria quercifolia L

Secara tradisional, tanaman ini dapat digunakan untuk mengobati penyakit

tuberkulosis, demam, dispepsia dan batuk (Beknal et al., 2010). Daun tanaman ini

digunakan untuk pengobatan demam tifoid (Kamboj & Kalia, 2014). Di Malaysia

digunakan untuk pengobatan demam, dispepsia dan batuk. Di India daunnya

digunakan dalam pengobatan rematik, penyakit kulit, ekspektoran dan obat cacing

(Mazumder PB et al., 2011). Rhizomanya dapat digunakan untuk mengobati

tuberkulosis, kehilangan nafsu makan, batuk, kebotakan dan demam berdarah

(Khan et al., 2007). Di Asia Tenggara, rebusan rhizoma D. quercifolia digunakan

sebagai antipiretik dan juga digunakan secara topikal dalam pengobatan Cina

untuk menstimulasi pertumbuhan rambut dan mengobati kepala botak (Ahmed et

al., 2015).

2.6.3. Kandungan Kimia dan Aktivitas Biologi

Skrining fitokimia dari daun D. quercifolia menunjukkan adanya alkaloid,

(35)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ekstrak methanol dari rhizoma. Asam 3,4 dihidroksibenzoat dan acetyl lupeol

telah diisolasi dari rhizoma D. quercifolia (Ahmed et al., 2015).

Pada penelitian lainnya telah dilakukan uji aktivitas antibakteri pada

rhizoma D. quercifolia. Potensi antibakteri ekstrak etil asetat dari rhizoma D.

quercifolia telah dilakukan terhadap bakteri Bacillus subtilis, Staphylococcus

aureus, Escherichia coli, Salmonella typhi dan Pseudomonas aeruginosa (Khan et

al., 2012).

Asam 3,4 dihidroksibenzoat telah diisolasi dari rhizoma D. quercifolia

dengan aktivitas antibakteri yang signifikan terhadap 4 bakteri Gram positif yaitu

Bacillus subtilis, Bacillus megaterium, Staphylococcus aureus, Streptococcus β -haemolyticus dan 6 bakteri Gram negatif yaitu Escherichia coli, Shigella

dysenteriae, Shigella sonnei, Shigella flexneri, Pseudomonus aeruginosa,

(36)

21

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Waktu penelitian dimulai

pada bulan Februari hingga bulan Juli 2016.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

Laminar Air Flow (Minihelic), inkubator (France Etuves), autoklaf (ALP

Ogawa Seiki), timbangan analitik (AND GH-202), mikroskop cahaya (Shimadzu),

cover glass, kaca objek, bunsen dan pemantik api, cawan petri, jarum ose, mikro

pipet (Microscientific), paper disc 6mm (Oxoid), labu Erlenmeyer (Schott Duran),

beaker glass (Pyrex), tabung reaksi, gelas ukur (Pyrex), spatula, hot plate

(Cimarec), magnetik stirer, kertas saring, kaca arloji, pinset, pipet tetes, pisau, tisu

steril, kapas, kasa, alumunium foil, plastic wrap, perkamen, botol kaca dan

sedotan steril.

3.2.2 Bahan

Bahan dan media yang digunakan adalah etanol 70%, natrium hipoklorit

(NaOCl) 5,25%, akuades steril, Potato Dextrose Agar (Merck), Nutrient Agar

(Merck), Dextrose (Merck), Yeast Extract (Merck), Mueller Hinton Agar (Merck),

kalsium karbonat (CaCO3), etanol 96%, safranin, lugol, metanol, etil asetat,

n-heksana, NaCl 0,9%, standar McFarland 3, methylene blue, kentangdancakram

kloramfenikol.

Sampel tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun dari

tanaman paku daun kepala tupai [Drynaria quercifolia (L.) J. Sm.] yang diambil

pada hari Kamis, 11 Februari 2015 di Puri Bunga Seruni, Jalan Cemara Nomor 7,

Ciputat Tangerang Selatan. Tanaman ini telah dideterminasi di Lembaga Ilmu

(37)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3.2.3 Bakteri uji

Escherichia coli ATCC 25922, Salmonella typhi ATCC 25241,

Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Bacillus subtilis ATCC 19659 yang

diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi, IPB Bogor.

3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Sterilisasi Alat

Alat-alat yang tidak tahan terhadap suhu tinggi, sterilisasi dilakukan dengan

menggunakan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Alat-alat yang tahan

terhadap panas dapat disterilisasi dengan oven pada suhu 160oC selama 2 jam.

Alat-alat logam (jarum ose, pinset) disterilkan dengan cara dipijarkan atau

dilewatkan pada nyala Bunsen (Kumar, 2012).

3.3.2 Pembuatan Media

3.3.2.1 Pembuatan Media Potato Dextrose Agar (PDA)

Berdasarkan prosedur yang tertera pada kemasan, media PDA dibuat

dengan cara serbuk PDA sebanyak 39 gram dilarutkan dalam 1000 mL akuades.

Media tersebut dicampur hingga merata dengan menggunakan hot plate dan

magnetic stirrer. Campuran media kemudian disterilisasi dalam autoklaf pada

suhu 121oC selama 15 menit. Media kemudian dituang ke dalam cawan petri dan

dibiarkan hingga memadat (Merck).

3.3.2.2 Pembuatan Media Mueller Hinton Agar (MHA)

Berdasarkan prosedur yang tertera dalam kemasan, media MHA dibuat

dengan cara sebanyak 38 gram bubuk Mueller Hinton Agar (MHA) dilarutkan

dalam 1000 mL akuades. Media tersebut dicampur hingga merata dengan

menggunakan hot plate dan magnetic stirrer. Campuran media kemudian

disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Media kemudian

(38)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3.3.2.3 Pembuatan Media Agar Miring Potato Dextrose Agar (PDA)

Berdasarkan prosedur yang tertera pada kemasan, media PDA dibuat

dengan cara PDA sebanyak 39 gram dilarutkan dalam 1000 mL akuades. Media

tersebut dicampur hingga merata dengan menggunakan hot plate dan magnetic

stirrer. Campuran media kemudian disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121oC

selama 15 menit. Media kemudian dituang ke dalam tabung yang telah diletakkan

dalam posisi miring ±45o dan dibiarkan hingga memadat (Jauhari, 2010).

3.3.2.4 Pembuatan Media Agar Miring Nutrient Agar (NA)

Berdasarkan prosedur yang tertera dalam kemasan, media NA dibuat

dengan cara NA sebanyak 20 gram dilarutkan dalam 1000 mL akuades. Media

tersebut dicampur hingga merata dengan menggunakan hot plate dan magnetic

stirrer. Campuran media kemudian disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121oC

selama 15 menit. Media kemudian dituang ke dalam tabung yang telah diletakkan

pada posisi miring ±45o dan dibiarkan hingga memadat (Jauhari, 2010).

3.3.2.5 Pembuatan Media Potato Dextrose Yeast (PDY)

Satuliter Potato Dextrose Broth dibuat dari 200 gram kentang yang telah

dikupas dan diiris halus, kemudian direbus dalam akuades hingga mendidih.

Ekstrak kentang disaring, kemudian ditambahkan Dextrose 20 gram (Ramesha et

al., 2013) dan Yeast Extract 2 gram lalu ditambahkan akuades hingga 1000 mL

(Ramadhan, 2011). Media tersebut dicampur sampai homogen dengan

menggunakan hot plate dan magnetic stirrer. Sambil diaduk, ditambahkan

kalsium karbonat (CaCO3) ke larutan media hingga mencapai pH 6. Media

kemudian disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit

(Ramadhan, 2011).

3.3.3 Isolasi Kapang Endofit

Isolasi kapang endofit dari daun tanaman Drynaria quercifolia (L.) J. Sm.

diawali dengan proses sterilisasi permukaan. Sampel tanaman yaitu bagian daun

(39)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Sampel daun lalu direndam ke dalam etanol 70% selama 1 menit, kemudian

direndam dalam larutan NaOCl 5,25% selama 5 menit, lalu direndam kembali ke

dalam etanol 70% selama 30 detik dan terakhir dibilas dengan akuades steril

selama 3-5 detik (Radji et al., 2011). Potongan daun yang telah disterilisasi

kemudian diletakkan di atas kertas saring (Goveas et al., 2011). Potongan daun

lalu dipotong menjadi bagian yang lebih kecil dengan ukuran ±1x1 cm2 dengan

pisau steril (Phongpaichit et al., 2006).

Potongan daun ditempatkan pada cawan petri yang berisi media PDA.

Penanaman sampel dilakukan triplo dan tiap cawan berisi dua potongan daun.

Media yang telah diinokulasi dengan potongan daun diinkubasi pada suhu ruang

selama 14 hari (Noverita et al., 2009). Akuades bilasan terakhir diambil dan

diisolasi ke PDA lainnya. Perlakuan ini berfungsi sebagai kontrol sterilisasi

permukaan daun (Bahgat et al., 2014). Semua proses sterilisasi hingga proses

isolasi dilakukan secara aseptis dalam Laminar Air Flow (Noverita et al., 2009).

3.3.4 Pemurnian Kapang Endofit

Kapang endofit yang telah tumbuh di media PDA kemudian dimurnikan ke

dalam media PDA baru dengan cara menginokulasi sedikit hifa dengan ose steril

dari setiap koloni endofit yag berbeda. Kultur kapang endofit diinkubasi selama

14 hari pada suhu ruang (Radji et al., 2011). Pemurnian dilakukan berdasarkan

perbedaan secara makroskopis yaitu warna dan bentuk koloni kapang (Ariyono et

al., 2014).

Pengamatan morfologi dilakukan selama 7-14 hari dan apabila masih

ditemukan pertumbuhan koloni yang berbeda secara makroskopis, maka

dilakukan pemurnian ulang hingga diperoleh isolat murni. Setiap isolat yang

didapat dibuat duplo sebagai working culture dan stock culture (Noverita et al.,

2009). Stock culture diinkubasi pada suhu ruang selama 7 hari, kemudian

(40)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3.3.5 Karakterisasi Isolat Kapang Endofit

Karakterisasi dari kapang endofit dilakukan dengan mengamati

morfologinya baik secara makroskopik maupun mikroskopik. Pengamatan

karakteristik makroskopik dilakukan dengan mengamati warna koloni, warna

sebalik, permukaan koloni (granular, seperti tepung, menggunung, licin, ada atau

tidak tetes-tetes eksudat), diameter pertumbuhan koloni kapang, dan

lingkaran-lingkaran konsentris (Kumala, 2014).

Pengamatan mikroskopik dilakukan menggunakan mikroskop. Pembuatan

preparat untuk pengamatan menggunakan mikroskop yaitu dengan cara pada kaca

objek yang telah disterilisasi dalam cawan, diteteskan media PDA steril dan

didiamkan hingga memadat. Diletakkan sedikit hifa dengan ose pada media. Kaca

objek lalu ditutup dengan cover glass. Cawan petri yang sebelumnya telah diberi

alas kertas tisu steril dibasahi dengan akuades steril. Preparat diinkubasi selama

5-7 hari pada suhu ruang lalu cover glass dilepaskan, ditetesi dengan 1 tetes etanol

70% dan 1 tetes methylen blue, kemudian ditutup dengan cover glass dan diamati

dengan mikroskop dari perbesaran terkecil hingga terbesar (Kumala, 2014;

Sundari, 2012). Pengamatan yang dilakukan meliputi ada atau tidaknya sekat pada

hifa, pertumbuhan hifa (bercabang atau tidak bercabang), ada tidaknya konidia,

dan bentuk konidia (Ariyono et al., 2014).

3.3.6 Peremajaan Bakteri Uji

Bakteri uji Escherichia coli, Salmonella typhi, Staphylococcus aureus dan

Bacillus subtilis diinokulasikan masing-masing sebanyak satu ose pada media

agar NA miring, kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC (Jauhari,

2010).

3.3.7 Identifikasi Kemurnian Bakteri Uji

Identifikasi kemurnian bakteri uji dilakukan secara mikroskopik pada

bakteri uji yang berusia 24 jam. Pengamatan mikroskopik dilakukan dengan

metode Pewarnaan Gram. Langkah metode pewarnaan Gram adalah kaca objek

(41)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan dibiarkan dingin sebelum digunakan. Preparat sampel disiapkan dalam bentuk

suspensi di atas kaca objek lalu difiksasi dengan melewatkan kaca objek pada api

bunsen.

Preparat kemudian diwarnai dengan larutan kristal violet 0,5% dan

dibiarkan selama 1 menit, lalu dicuci dengan air mengalir selama 5 detik,

diteteskan larutan lugol dan dibiarkan selama 1 menit, lalu dicuci kembali dengan

air mengalir. Preparat kemudian dibilas dengan etanol 96% selama 30 detik

sampai tidak ada lagi zat warna lugol, lalu dicuci dengan air mengalir. Preparat

selanjutnya diteteskan larutan safranin selama 45 menit. Dicuci kembali dengan

air mengalir. Preparat dikeringkan dengan cara diletakkan di atas tisu steril dan

diamati dengan mikroskop cahaya dari perbesaran terkecil hingga terbesar

(Kumala et al., 2006).

3.3.8 Pembuatan Inokulum Bakteri Uji

Suspensi bakteri dibuat dengan cara, satu ose masing-masing bakteri uji

pada media agar NA miring yang telah diinkubasi selama 24 jam diinokulasikan

ke dalam larutan 9 mL NaCl 0,9%. Kekeruhannya diseragamkan dengan

menggunakan standar McFarland 3 (109 CFU/mL) (Noverita et al., 2009).

Suspensi bakteri 109 CFU/mL kemudian diencerkan sehingga diperoleh suspensi

bakteri 106 CFU/mL. Pengenceran dilakukan dengan cara dari suspensi bakteri

109 dipipet 1 mL dan dimasukkan ke dalam tabung yang berisi 9 mL NaCl 0,9%

sehingga diperoleh suspensi bakteri 108 CFU/mL. Suspensi bakteri 108 dipipet

1mL ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 mL NaCl 0,9%, sehingga diperoleh

suspensi bakteri 107 CFU/mL. Dari suspensi bakteri 107 diambil 1 mL ke dalam

tabung reaksi yang berisi 9 mL NaCl 0,9% sehingga diperoleh suspensi bakteri

106 CFU/mL (Andidha, 2015).

3.3.9 Seleksi Kapang Endofit yang Berpotensi sebagai Antibakteri

Seleksi kapang endofit penghasil antibakteri dilakukan dengan

menginokulasikan satu potongan agar isolat kapang murni yang berumur 7-14 hari

(42)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengandung 106 CFU/mL bakteri uji. Kultur diinkubasi pada suhu 37oC selama

24 jam. Aktivitas antibakteri kapang endofit dilihat dari zona hambat yang

terbentuk disekitar potongan isolat kapang (Elfina et al., 2014). Isolat yang

menunjukkan zona hambat dipilih untuk dilakukan fermentasi.

3.3.10 Fermentasi Kapang Endofit

Fermentasi dilakukan dengan fermentasi cair menggunakan media Potato

Dextrose Yeast (PDY) (Kumala & Pratiwi, 2014). Koloni kapang murni penghasil

zona hambat yang berumur 7-14 hari (Radji et al., 2011) diambil sebanyak 3

potongan biakan kapang menggunakan sedotan steril lalu diinokulasikan ke dalam

media fermentasi cair PDY. Volume media yang diisikan ke dalam botol

fermentasi adalah 300 mL (Radji et al., 2011). Setiap isolat dilakukan fermentasi

secara triplo. Selanjutnya diinkubasi secara statis selama 21 hari pada suhu ruang

(Phongpaichit et al., 2006).

3.3.11 Ekstraksi Hasil Fermentasi

Hasil fermentasi yang diperoleh disaring menggunakan kertas saring untuk

memisahkan biomassa dan media. Bagian media dilakukan partisi dengan pelarut

n-heksan. Hasilnya akan diperoleh dua bagian yaitu fraksi n-heksana dan fraksi

air. Fraksi n-heksana yang diperoleh dipekatkan dengan rotary evaporator dan

didapatkan ekstrak kental n-heksana (EH). Fraksi air yang didapat dipartisi

kembali menggunakan pelarut etil asetat. Hasilnya akan diperoleh fraksi etil asetat

dan fraksi air (FA). Fraksi etil asetat dipekatkan menggunakan rotary evaporator

hingga didapatkan ekstrak kental etil asetat (EE).

Bagian biomassa yang didapat dari hasil fermentasi dihaluskan

menggunakan lumpang dan alu, kemudian diekstraksi dengan pelarut metanol.

Maserat yang diperoleh dipekatkan menggunakan rotary evaporator dan

(43)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3.3.12 Uji Aktivitas Antibakteri

Inokulum bakteri uji yang setara dengan 106 CFU/mL diambil 1 mL

kemudian diteteskan ke dalam cawan petri steril dan selanjutnya ditambahkan

media MHA cair sebanyak ±10 mL lalu digoyangkan sampai suspensi bakteri

merata di seluruh media, didiamkan sampai membeku dan media siap digunakan

(Rachmayani, 2008). Pengujian aktivitas antimikroba dari hasil ekstraksi kapang

endofit dilakukan dengan metode difusi cakram (disc diffusionmethods).

Masing-masing ekstrak kental (EH, EE dan EM) dibuat dalam konsentrasi 1000 ppm. Dari

masing-masing ekstrak kental dan fraksi air, dipipet 20 µL dan diserapkan pada

kertas cakram steril berdiameter 6 mm (Radji et al., 2011). Cakram yang telah

berisi masing-masing esktrak uji kemudian didiamkan selama 15 menit sebelum

diletakkan pada media uji. Masing-masing cakram diletakkan pada permukaan

media MHA padat yang sebelumnya telah diinokulasi bakteri uji (Escherichia

coli, Salmonella typhi, Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis). Dalam satu

cawan petri dapat diletakkan 6-7 buah cakram kertas. Jarak antara cakram harus

diatur agar posisinya tidak terlalu berdekatan (Noverita et al., 2009)

Sebagai kontrol positif digunakan cakram kloramfenikol dengan konsentrasi

30 µg/cakram dan sebagai kontrol negatif digunakan etil asetat, n-heksana,

metanol dan akuades yang diserapkan pada cakram dan dikeringkan.

Media biakan uji dinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Setelah

inkubasi, dilakukan pengukuran diameter zona hambat yaitu zona bening yang

terbentuk di sekitar cakram, dengan menggunakan jangka sorong (Radji et al.,

(44)

29

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas antibakteri isolat

kapang endofit terhadap beberapa bakteri patogen. Sampel tanaman yang

digunakan adalah tanaman paku daun kepala tupai [Drynaria quercifolia (L.) J.

Sm.] yang diperoleh dari Puri Bunga Seruni, Ciputat, Tangerang Selatan.

Tanaman ini telah banyak digunakan secara tradisional untuk mengobati berbagai

penyakit. Menurut Strobel & Daisy (2003), salah satu kriteria tanaman yang dapat

dipilih untuk menghasilkan kapang endofit adalah tanaman yang memiliki sejarah

etnobotani seperti digunakan dalam pengobatan tradisional. Secara empiris,

tanaman paku daun kepala tupai digunakan untuk mengobati penyakit

tuberkulosis, demam, dispepsia dan batuk (Beknal et al., 2010). Daunnya

digunakan untuk pengobatan demam tifoid (Kamboj & Kalia, 2014).

Secara garis besar penelitian ini terbagi menjadi beberapa tahap, yaitu

tahap isolasi dan pemurnian kapang endofit dari sampel tanaman, tahap

karakterisasi isolat kapang endofit, tahap seleksi kapang endofit yang berpotensi

sebagai antibakteri, tahap fermentasi kapang endofit, tahap ekstraksi senyawa

metabolit sekunder kapang endofit, dan pengujian aktivitas antibakteri dari

ekstrak hasil fermentasi kapang endofit.

4.1. Determinasi Tanaman

Tanaman Drynaria quercifolia yang digunakan dalam penelitian ini telah

dilakukan determinasi di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat

Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor. Hasil determinasi menunjukkan

bahwa sampel tanaman yang digunakan adalah Drynaria quercifolia (L.) J. Sm.,

suku Polypodiaceae, paku daun kepala tupai. Hasil determinasi tanaman paku

Gambar

Tabel 4.1 Hasil Pemurnian Kapang Endofit ...................................................
Gambar 2.1 Berbagai bentuk konidia
Gambar 2.3 Metode Difusi Agar Cakram
Gambar 2.4 Tanaman Drynaria quercifolia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan : Pekerjaan Konstruksi Pembangunan 1 Ruang Kelas Belajar (RKB) MTs Negeri KaranganyarLampiran : Berita Acara Pembukaan Penawaran Pekerjaan : Pembangunan 1 Ruang Kelas

PERENCANAAN PROGRAM KEGIATAN FISIK TAHUN ANGGARAN 2012 MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TUMPANG

Nilai original sample estimate adalah positif yaitu sebesar 0,015 yang menunjukkan bahwa arah hubungan antara eksposure dengan academic fraud adalah positif.. Dengan

Tujuan umum dilaksanakannya penelitian ini untuk mengetahui perbedaan keefektifan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan TPS terhadap aktivitas dan hasil belajar

Keputusan Tim Pelaksanaan Pengadaan Calon Pegawai Negeri Sipil Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Tahun Anggaran2017 tidak dapat diganggu gugat..

Kepenarian tokoh Lesmana Mandrakumara dilihami oleh ceritera wayang purwa Mahabharata, Lesmana Mandrakumara yang memiliki karakter Alus Gecul Lanyap mempunyai permasalahan cintanya

Melaksanakan studi kasus dengan menggunakan pendekatan standar asuhan kebidanan yang meliputi pengkajian data, perumusan diagnosa dan atau masalah kebidanan, perencanaan,

Temuan ini sekaligus menjelaskan adanya permasalahan yang terjadi di perusahaan terkait dengan adanya indikasi rendahnya perilaku OCB dari karyawannya yang sejalan