Tribolium castaneum (Herbst) PADA TEPUNG TERIGU
RINDY PANCA TANHINDARTO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Aplikasi Iradiasi Mesin Berkas Elektron untuk Disinfestasi Serangga Tribolium castaneum (Herbst) pada Tepung Terigu adalah karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2006
Rindy Panca Tanhindarto
RINDY PANCA TANHINDARTO. Aplikasi Iradiasi Mesin Berkas Elektron untuk Disinfestasi Serangga Tribolium castaneum (Herbst) pada Tepung Terigu. Dibimbing oleh PURWIYATNO HARIYADI, NURI ANDARWULAN dan ZUBAIDAH IRAWATI.
Tribolium castaneum (Herbst) (T. castaneum) adalah hama gudang yang dapat menimbulkan masalah pada penyimpanan tepung terigu. Teknik pengawet-an secara konvensional untuk disinfestasi ypengawet-ang ada masih belum sepenuhnya mampu membasmi sisa-sisa stadium telur, larva, pupa dan serangga dewasa T. castaneum. Radiasi ionisasi mesin berkas elektron (MBE) adalah proses fisika dapat diterapkan untuk tujuan disinfestasi serangga. Beberapa keunggulan dari MBE adalah aman, efektif dan tidak meninggalkan residu pada bahan yang disinari. Sampel dikelompokkan menjadi 2 bagian yaitu serangga uji tanpa tepung terigu dan serangga uji diinfestasikan ke dalam tepung terigu dengan tebal masing-masing 800 µm dan 1600 µm, lalu dikemas dengan plastik polietilen. MBE diatur pada energi 300 keV dan sampel diiradiasi satu sisi dan dua sisi dengan arus berkas 100-500 µA, kecepatan konveyor 4 cm/detik dan jarak pemayar ke target 20 cm. Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan populasi serangga yang hidup terhadap fungsi waktu. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari efektivitas mesin berkas elektron untuk disinfestasi serangga dewasa
T. castaneum. Sebagai acuan menggunakan sumber radionuklida [60Co] sinar gamma juga dilakukan. Perlakuan radiasi dengan arus berkas 300 µA dua sisi pada infestasi sampel tanpa tepung terigu dapat membasmi semua serangga dewasa T. castaneum segera setelah perlakuan iradiasi baik menggunakan berkas elektron maupun sinar gamma dengan dosis 3 kGy. Berdasarkan efektivitas iradiasi dua sisi dengan arus berkas 200 µA dapat menurunkan semua serangga dewasa T. castaneum yang diinfestasikan kedalam tepung terigu dengan tebal 800 µm.
RINDY PANCA TANHINDARTO. The Application of Irradiated Electron Beam Machine to Disinfestation Tribolium castaneum (Herbst) on Wheat Flour. Under the direction of PURWIYATNO HARIYADI, NURI ANDARWULAN, ZUBAIDAH IRAWATI.
Tribolium castaneum (Herbst) (T. castaneum) is a storage pest can create problem of wheat flour. The existing conventional preservation techniques for insect disinfestation are mostly insufficient to eliminate stadium of eggs, larva, pupae or imago of T. castaneum. Ionizing radiation using source electron beam machine (EBM) is the physical processing could be applied for insect disinfestation purposes. Some benefit using EBM are safe, effective and no residues on foodstuffs after process. The samples were divided into two groups, i.e. insect without wheat flour and insect infested in wheat flour thickness of 800 µm and thickness of 1600 µm, packed individually in polyethylene pouch, respectively. The EBM was set up to the energy 300 keV, and the samples were irradiated one and both sides at the beam currents of 100-500 ȝA, while conveyor velocity was 4 cm/second and gap of windows-target surface was 20 cm. The population of living insect at all stages by the strorage time was observed. The objective of the study was to conduct the effectiveness of electron beam machine in order to disinfested imago stage of T. castaneum. A comparative study using radionuclide [60Co] of gamma rays source was also conducted. Radiation treatment at the beam current of 300 ȝA on both sides of the infested samples without wheat flour, could eliminate all imago stage of T. castaneum immediately after the treatment as well as for gamma rays at 3 kGy. Base on the effectiveness irradiation on both sides with the beam currents of 200 ȝA could decline T. castaneum in all stages was infested into wheat flour at 800 µm thickness.
© Hak cipta milik Rindy Panca Tanhindarto, tahun 2006 Hak Cipta dilindungi
Tribolium castaneum (Herbst) PADA TEPUNG TERIGU
RINDY PANCA TANHINDARTO
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Program Studi : Ilmu Pangan Nomor Pokok : F 25 1024 011
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, M.Sc Ketua
Ir. Zubaidah Irawati, Ph.D Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si Anggota Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, MS Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober sampai November 2004 dan Juli 2005 sampai Maret 2006 ini ialah iradiasi pangan, dengan judul Aplikasi Iradiasi Mesin Berkas Elektron untuk Disinfestasi Serangga Tribolium castaneum
(Herbst) pada Tepung Terigu.
Terima kasih dan penghargaan setingginya penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing, Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si dan Ir. Zubaidah Irawati, Ph.D selaku anggota pembimbing yang telah banyak memberikan ide, saran dan masukannya. Demikian pula kepada Pimpinan berserta staf Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi BATAN Jakarta, Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan BATAN Yogyakarta yang telah membantu selama pengumpulan data.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada istri Nining Murtiningsih, ke-2 anak yaitu Rafi Eko Hindarto dan Riany Dwi Delphia serta orang tua atas segala doa, kasih sayang serta dorongan baik moril maupun materiil sampai selesainya karya ilmiah ini.
Penulis menyadari dan berharap semoga karya ilmiah ini dapat dijadikan landasan untuk pelaksanaan penelitian lanjutan yang memberi hasil yang bermanfaat, khususnya di bidang ilmu pangan serta pengembangan ilmu dan teknologi pada umumnya.
Bogor, Agustus 2006
Penulis dilahirkan di Bojonegoro pada tanggal 6 Juli 1964 dari ayah D. Muryono (Alm) dan ibu S. Tatty Haryati. Penulis merupakan putra ke lima dari lima bersaudara.
Tahun 1983 Penulis lulus dari SMA Negeri 7 Surabaya, pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (Program Perintis II). Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Teknologi Pertanian, Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, lulus pada tahun 1989.
Pada tahun 1989 Penulis diterima bekerja di PT. Brataco cabang Surabaya, kemudian bulan April tahun 1990 Penulis bekerja sebagai staf peneliti di Kelompok Bahan Pangan, Bidang Proses Radiasi, Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR) Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Bidang penelitian yang menjadi tanggung jawab peneliti ialah iradiasi pangan. Selama bekerja Penulis telah dipercaya mengelola proyek penelitian pada Tahun Anggaran 1998/1999 sebagai Sekretaris Proyek Pemanfaatan Teknologi Nuklir dalam Industri. Kemudian secara berturut-turut Tahun Anggaran 1999/2000 - 2000 mendapat tugas sebagai Pemimpin Proyek Pemanfaatan Teknologi Nuklir dalam Industri. Dilanjutkan tahun 2001 dipercaya sebagai Pemimpin Proyek Pengembangan Teknologi Proses Radiasi untuk Industri dan Lingkungan. Beasiswa training dari International Atomic Energy Agency (IAEA) TA No. INS/5/025 di Negara Bagian Philadelphia Amerika (USA), 2 Desember 1995 - 2 Agustus 1996, bertempat di USDA, ARS, ERRC tentang Food Safety Laboratorium dengan program radiation safety, vitamine analysis, hydrocarbon analysis and radiation dosimetry. Pada tahun 1999 Penulis mendapat kesempatan workshop di Negara China atas biaya IAEA kode RAS/5/034 dengan tema FAO/IAEA (RCA) Project Coordinator on Irradiation As a Sanitary and Phytosanitary Treatment of Foods, 1-3 September 1999.
Tahun 2003 semester genap Tahun Akademik 2002/2003 Penulis melanjutkan studi atas biaya sendiri dan diterima di Program Studi Ilmu Pangan pada Sekolah Pascasarjana IPB.
Selama mengikuti program S2, karya ilmiah berjudul Proses Iradiasi Tepung Terigu Dengan Menggunakan MBE (350 keV, 10 mA) telah disajikan pada Seminar Nasional Teknologi dan Aplikasi Akselerator VIII, Yogyakarta 22 Nopember 2005. Makalah lain berjudul Aplikasi Iradiasi Mesin Berkas Elektron Untuk Disinfestasi Serangga Tribolium castaneum (Herbst) Pada Tepung Terigu telah disajikan pada Seminar Nasional PATPI, Yogyakarta 2-3 Agustus 2006. Karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S2 Penulis.
Rad Satuan dosis radiasi
Gy Gray (satuan unit dosis radiasi menurut SI)
KGy Kilo Gray
eV Elektron Volt (satuan energi)
KeV Kilo elektron Volt
ESR Electron Spin Resonance
Ci Curie
Bq Becquerel
CTA Cellulose Triacetate
λ Lamda (panjang gelombang)
Laju dosis adalah jumlah dosis absorbsi per satuan waktu
Dosis absorbsi adalah jumlah radiasi yang diabsorbsi per unit massa. Unit dosis absorbsi : Gray (Gy) = Joule / kg = 100 rad Unit sumber radiasi Ci = Curie atau Bq = Becquerel (satuan unit sumber radiasi
menurut SI). Ci = 3,7 x 1010 Bq
Berkas elektron adalah arus elektron yang dipercepat oleh mesin
Mesin Berkas elektron [MBE] adalah mesin yang menghasilkan arus elektron yang dipercepat
Sinar gamma adalah gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh isotop radioaktif
Radiasi pengion adalah radiasi berenergi tinggi yang dapat penetrasi ke dalam atom dengan menghasilkan partikel bermuatan listrik yang disebut ion
Iradiasi adalah perlakuan pada suatu produk dengan memaparkan-nya pada sinar gamma, sinar X atau elektron
Radioaktif adalah sifat dari inti suatu atom yang tidak stabil, yang secara spontan mengeluarkan sinar yang berenergi tinggi seperti sinar gamma, beta dan alpha dalam menuju ke keadaan stabil
Radioisotop adalah unsur yang mengalami perubahan susunan intinya, sehingga dalam keadaan tidak stabil
Dosimeter adalah suatu sistem fisika atau kimia yang berubah secara terukur dan proporsional jika dipaparkan pada radiasi. Sistem ini dipakai untuk mengukur dosis absorbsi dari bahan yang dipaparkan
Keseragaman dosis adalah perbandingan / rasio dosis absorbsi maksimum terhadap dosis absorbsi minimum pada suatu unit produksi yang dipaparkan terhadap radiasi
Shielding (perisai) zat yang digunakan untuk mengurangi radiasi yang lewat
Halaman
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
PENDAHULUAN ... 1
Morfologi Serangga Tribolium castaneum (Herbst) ... 6
Faktor-faktor yang mempengaruhi Perkembangan Serangga Tribolium sp ... 7
Kerusakan yang ditimbulkan serangga Tribolium sp ... 8
Pertumbuhan Populasi Serangga ... 9
Model Kinetika Reaksi Orde Satu ... 9
Pengendalian serangga Tribolium sp dengan Iradiasi ... 10
Iradiasi Pangan ... 11
BAHAN DAN METODE PENELITIAN ... 24
Tempat dan Waktu Penelitian ... 24
Bahan dan Alat ... 24
Metode Penelitian ... 25
Proses Radiasi Mesin Berkas Elektron terhadap Tepung Terigu ... 25
Aplikasi Radiasi Pengion untuk Disinfestasi Serangga T. castaneum ... 29
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37
Aspek Dosimetri ... 37
Dosimeter Penanda ... 42
Efisiensi Daerah Iradiasi Berkas Elektron ... 43
Penetrasi Berkas Elektron pada Sampel Bubuk ... 44
Cara Iradiasi (Pass) dan Penetrasi Berkas Elektron ... 46
Pengaruh Dosis Radiasi Sinar Gamma terhadap Populasi Serangga T. castaneum ... 49
Efektivitas Dosis Radiasi Sinar Gamma untuk Disinfestasi Populasi Serangga Dewasa, Larva, Pupa T. cstaneum ... 54
Pengaruh Arus Berkas Mesin Berkas Elektron terhadap Populasi Serangga Dewasa T. castaneum ... 57
Efektivitas Arus Berkas Mesin Berkas Elektron untuk Disinfestasi Populasi Serangga Dewasa T. cstaneum ... 65
SIMPULAN DAN SARAN ... 75
DAFTAR PUSTAKA ... 76
Halaman
1. Syarat mutu terigu ...
6 2. Karakteristik radiasi berkas elektron dan sinar gamma [60Co] ... 14 3. Persyaratan dosis dalam berbagai penerapan iradiasi pangan ... 18
4. Hasil pengukuran iradiasi MBE pada arus berkas (100-500) ȝA
terhadap dosis serap dosimeter CTA film ... 42 5. Ukuran tebal tepung dan berat sampel dengan luas tetap ... 46 6. Pengaruh dosis radiasi sinar gamma terhadap waktu bertahan hidup
masing-masing populasi dari ketiga stadium dewasa, larva dan pupa
T. castaneum ... 52 7. Persamaan regresi Ln y = a + b x pengaruh dosis radiasi sinar gamma
terhadap waktu bertahan hidup untuk masing-masing stadium serangga
T. castaneum ... 56
8. Pengaruh arus berkas elektron dengan iradiasi satu sisi permukaan
terhadap waktu bertahan hidup serangga dewasa T. castaneum ... 60 9. Pengaruh arus berkas elektron dengan iradiasi dua sisi permukaan
yang berlawanan terhadap waktu bertahan hidup serangga dewasa
Halaman
1. Siklus hidup metamorfosis sempurna ordo Coleoptera (a) dan
morfologi larva, pupa dan dewasa serangga T. castaneum (b) ... 7
2. Ukuran skala telur, larva, pupa dan serangga dewasa Tribolium sp. ... 8
3. Grafik kenaikan pertumbuhan eksponensial populasi serangga ... 10
4. Logo makanan iradiasi ... 13
5. Kurva distribusi dosis-kedalaman penetrasi a) Berkas elektron dengan variasi energi; b) Radiasi gamma dari [60Co] dan [137Cs] ... . 15 6. Kurva distribusi dosis-kedalaman penetrasi pada iradiasi 2 sisi a) dengan radiasi gamma [60Co]; b) dengan 10 MeV elektron ... 15
7. Blok diagram mesin berkas elektron tipe BA 350 keV/10 mA ... 17
8. Interaksi radiasi dengan materi a) Radiasi elektron; b) Radiasi sinar gamma atau X ... 21
9. Skema prinsip pengawetan bahan pangan dengan iradiasi ... 23
10. Tahap penelitian dan luarannya ... 26
11. Diagram alir pelaksanaan penelitian tahap I ... 28 12. Diagram alir pelaksanaan penelitian tahap II ... 31 13. Ruang penyimpanan sampel serangga uji ... 32
14. Kurva kalibrasi dosimeter Fricke ... 38
15. Spektrum ESR dosimeter alanin iradiasi ……….. 39
16. Kurva kalibrasi dosimeter alanin yang diiradiasi dengan sinar gamma pada daerah dosis 1-8 kGy ... 39
17. Kurva kalibrasi CTA film yang diiradiasi dengan berkas elektron ... 40
20. Luasan penampang berkas iradiasi dari pemayar MBE ... 44
21. Kurva hubungan antara dosis relatif terhadap lintasan pemayar
sepanjang (a) 120 cm dan (b) 80 cm ... 44
22. Hubungan intensitas signal ESR alanin terhadap perlakuan pass ... 47 23. Hubungan intensitas signal ESR tepung terigu terhadap perlakuan
pass ... 48 24. Kurva pertumbuhan populasi serangga T. castaneum siklus radiasi
pada dosis radiasi 0,1-0,5 kGy …... 50 25. Kurva pertumbuhan populasi serangga T. castaneum siklus radiasi
pada dosis radiasi 1-5 kGy …...…………... 51 26. Hubungan antara waktu bertahan hidup serangga T. castaneum
terhadap dosis radiasi sinar gamma dari 0,1-5 kGy ... 55 27. Persamaan regresi Ln y = a + b x pengaruh dosis radiasi sinar gamma
terhadap waktu bertahan hidup serangga T. castaneum pada dosis
radiasi 0,1- 5 kGy ... 56 28. Kurva populasi serangga dewasa T. castaneum setelah perlakuan
iradiasi satu sisi permukaan MBE arus berkas (100 -500) ȝA ... ...…...
58 29. Kurva populasi serangga dewasa T. castaneum setelah perlakuan
iradiasi dua sisi permukaan yang berlawanan MBE arus berkas
(100-500) ȝA ... 62 30. Hubungan antara waktu bertahan hidup serangga dewasa T. castaneum
terhadap iradiasi MBE dari arus berkas (100-500) ȝA ... 65 31. Persamaan regresi Ln y = a + b x pengaruh iradiasi satu sisi
permukaan MBE arus berkas (200-500) ȝA pada sampel serangga
dewasa tanpa tepung terigu ... 67 32. Persamaan regresi Ln y = a + b x pengaruh iradiasi satu sisi
permukaan MBE arus berkas (100-500) ȝA pada sampel serangga uji diinfestasikan ke dalam tepung masing-masing tebal 800 dan
33. Hubungan antara individu hidup serangga dewasa T. castaneum
terhadap iradiasi satu sisi permukaan MBE arus berkas 100-500 ȝA ... 69
34. Persamaan regresi Ln y = a + b x pengaruh iradiasi satu sisi
permukaan MBE arus berkas (100-500) ȝA pada individu hidup ... 69
35. Hubungan antara waktu bertahan hidup serangga dewasa
T. castaneum terhadap iradiasi MBE dari arus berkas 100-500 ȝA ... 70
36. Persamaan regresi Ln y = a + b x pengaruh iradiasi dua sisi
permukaan MBE arus berkas (100-500) ȝA pada sampel serangga
dewasa tanpa tepung terigu ... 71
37. Persamaan regresi Ln y = a + b x pengaruh iradiasi dua sisi permukaan MBE arus berkas (100-500) ȝA pada sampel tebal
tepung terigu 800 dan 1600 ȝm ... 72 38. Hubungan antara individu hidup serangga dewasa T. castaneum
terhadap iradiasi dua sisi permukaan MBE arus berkas 100-500 ȝA ... 73 39 Persamaan regresi Ln y = a + b x pengaruh iradiasi dua sisi
permukaan MBE arus berkas (100-500) ȝA terhadap individu
Halaman 1. Alat Ukur Parameter Penelitian Utama ... 84
2. Data hasil pengukuran dosimeter larutan Fricke pada Ȝ = 305 nm ... 87 3. Data hasil pengukuran dosimeter alanin diiradiasi dengan sinar
gamma pada daerah 1-8 kGy ... 88 4. Data hasil pengukuran CTA film standar dengan alat ukur
CTA reader ... 89 5. Data hasil pengukuran dosimeter alanin diiradiasi dengan berkas
elektron pada daerah dosis serap 0-5 kGy ... 90 6. Perubahan warna dosimeter penanda yang diiradiasi dengan arus
berkas elektron 100-500 µA ... 91 7. Hasil pengukuran keseragaman dosis relatif sepanjang jendela
pemayar 120 cm ... 92
8. Hasil pengukuran amplitudo spektrum ESR dosimeter alanin
diiradiasi dengan MBE ... 93
9. Hasil pengukuran amplitudo spektrum ESR tepung terigu diiradiasi
dengan MBE ……….. 94
10. Pertumbuhan populasi masing-masing stadium serangga dewasa, larva, pupa T. castaneum yang diiradiasi dengan sinar gamma
pada dosis rendah (0,1-0,5) kGy dan dosis sedang (1-5) kGy ... 95
11. Pertumbuhan populasi serangga dewasa T. castaneum yang diiradiasi satu sisi permukaan dengan MBE arus berkas 100-500 µA pada perlakuan sampel: tanpa tepung terigu, tebal tepung terigu 800 dan
1600 ȝm ... 100 12. Pertumbuhan populasi serangga dewasa T. castaneum yang diiradiasi
dua sisi permukaan yang berlawanan dengan MBE arus berkas 100-500 µA pada perlakuan sampel: tanpa tepung terigu, tebal tepung
Latar Belakang
Tepung terigu merupakan bahan makanan pokok yang penting setelah beras.
Di lain pihak, sumber karbohidrat lainnya masih belum mencukupi maka
mendo-rong kebutuhan konsumsi tepung terigu meningkat dari tahun ke tahun. Konsumsi
tepung terigu di Indonesia per kapita mencapai ± 15 kg/kapita lebih rendah dari Singapura ( ± 71 kg/kapita ) dan Malaysia ( ± 40 kg/kapita ) pada tahun 2002
(Bogasari 2005). Secara umum, usaha-usaha untuk memenuhi kebutuhan
diversi-fikasi pangan sumber karbohidrat dapat mendukung Ketahanan Pangan Nasional.
Serangga merupakan permasalahan yang dihadapi oleh industri tepung
teri-gu khususnya pada kondisi penyimpanan. Salah satu jenis kumbang yang banyak
ditemukan pada tepung-tepungan adalah serangga Tribolium castaneum Herbst
(T. castaneum). Serangga ini dikenal sebagai ‘kumbang tepung merah’ (The Rust
Red Flour Beetle), termasuk ke dalam ordo Coleoptera famili Tenebrionidae.
Serangga T. castaneum ini adalah sebagai hama sekunder bersifat kosmopolitan
dan termasuk external feeder pada beras dan serealia lain, larva dan imago
mema-kan bahan yang sama (Haines 1991; Sokoloff 1974).
Ternyata pengendalian serangga yang dilakukan secara konvensional, masih
belum sepenuhnya mampu membasmi sisa-sisa telur, larva dan pupa serangga
pada produk tersebut. Salah satu perkembangan pengendalian hama pasca panen
pada serangga T. castaneum untuk tujuan disinfestasi serangga sudah banyak
dilakukan, seperti penggunaan bahan kimia sebagai fumigasi yaitu metil bromin
dan etilen dibromin. The United State Environmental Protection Agency (EPA)
telah mengatur penggunaan metil bromin untuk dikurangi 25% sejak tahun 2000.
sedang berdasarkan The Montreal Protocol and Clean Air Act penggunaan metil
bromin untuk negara berkembang akan dihapus pada tahun 2015 (Gupta 2001).
Untuk mengatasi permasalahan pasca panen tepung terigu maka diperlukan
teknologi tepat guna agar supaya tepung terigu lebih berkualitas dan tahan lama
sehingga dapat terdistribusikan ke tempat lain tepat waktu. Salah satu teknik fisika
untuk mengatasi masalah tersebut adalah penggunaan radiasi pengion baik yang
berasal dari radionuklida seperti [60Co] dan [137Cs] maupun sumber listrik.
Apli-kasi teknik nuklir dengan menggunakan sinar gamma [60Co] untuk tujuan sanitasi
bahan pangan di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1969 antara lain untuk
komo-ditas bebijian. Sedang peraturan aplikasi iradiasi pangan telah dimulai sejak tahun
1987 telah ditetapkan peraturan Menteri Kesehatan nomor 826 dan diperbaharui
pada tahun 1995 nomor 152 dengan penambahan komoditas serta khususnya
ko-moditas bebijian dosis maksimumnya dinaikkan dari 1 kGy menjadi 5 kGy.
Penggunaan mesin berkas elektron (MBE) khususnya bidang pangan di
Indonesia belum di aplikasikan secara luas (Tanhindarto 2002, 2003, 2005, 2006;
Tanhindarto & Irawati 2004; Irawati 2005a, 2005b), dibeberapa negara sudah
diterapkan untuk tujuan disinfestasi serangga hama gudang. Salimov et al. (2000)
mengemukakan bahwa mesin pemercepat elektron dengan energi 1,5 MeV sudah
dapat diaplikasikan untuk iradiasi disinfestasi bebijian. Hariyadi (2004)
menge-mukakan bahwa iradiasi mesin berkas elektron dapat berpotensi menjadi bagian
penting dalam pemecahan masalah keamanan pangan. Danu (2003) melaporkan
bahwa di Indonesia pemanfaatan MBE masih terbatas dalam aplikasi
penggu-naannya, seperti proses curing, prevulkanisasi karet ban. Cleghorn et al. (2002)
melaporkan bahwa berkas elektron energi 400 kV x 200 Gy dapat digunakan
mengontrol mortalitas 3 jenis serangga hama gudang (S oryzae, R dominica, T
castaneum). Menurut Hayashi et al. (2004) penggunaan elektron energi rendah
(soft electron) 60 keV telah digunakan untuk menginaktifkan telur, larva dan pupa
serangga hama gudang. Soft-electron 150 kV dapat digunakan untuk disinfestasi
bebijian yang terkontaminasi serangga external feeders (Imamura et al. 2004).
Iganatowicz (2004) menyatakan bahwa iradiasi sinar gamma dengan dosis 0,3
kGy sudah cukup untuk menghambat serangga hama gudang, serta dosis 0,6 kGy
disarankan untuk perlakuan karantina serangga dewasa lepidoptera. Gochangco et
al. (2004) melaporkan bahwa perlakuan iradiasi dapat digunakan sebagai
perlaku-an alternatif penggperlaku-anti penggunaperlaku-an metil bromin untuk disinfestasi serperlaku-angga T.
castaneum pada penyimpanan coklat.
Beberapa tahun terakhir ini, penerimaan masyarakat tentang manfaat iradiasi
sebagai perlakuan phytosanitary sudah mulai meningkat guna mengontrol
USA bahwa iradiasi digunakan untuk mengontrol lalat buah pada 10 jenis buah
dan 4 jenis sayuran serta mangga, sedang di Florida iradiasi untuk mengontrol
kentang manis sebelum pengapalan ke California (IAEA 2004).
Noemi (1987) mengemukakan bahwa penggunaan sumber radiasi mesin
berkas elektron dan sinar gamma [60Co] tidak memiliki perbedaan yang nyata
untuk tujuan mengontrol infestasi serangga hama gudang. Sumber radiasi pengion
dengan MBE pada dosis 0,2-0,5 kGy cukup untuk mengontrol perkembangbiakan
serangga, bahkan beberapa minggu setelah iradiasi, dosis 1 kGy cukup efektif
untuk membunuh seluruh stadium serangga beberapa hari setelah iradiasi. Sedang
Hayashi et al. (2003) melaporkan penggunaan soft-electron (energi rendah berkas
elektron) dengan tegangan 60 kV efektif membasmi telur, larva dan pupa red flour
beetle (T. castaneum) dosis 1 kGy, sedang untuk serangga dewasa dosis 5 kGy.
Berdasarkan kenyataan tersebut perlu segera penggalian potensi penelitian
dan pengembangan untuk memecahkan permasalahan yang ada. Upaya ini dapat
mendukung peningkatan sarana dan teknologi pengelolaan gandum, yang nantinya
dapat dimanfaatkan untuk perlakuan karantina pada produk tepung terigu.
Perumusahan Masalah
Pengendalian serangga hama gudang ternyata masih belum sepenuhnya
mampu mengatasi sisa-sisa telur, larva dan pupa serangga T. castaneum pada
produk tepung terigu. Proses iradiasi mesin berkas elektron adalah proses fisika
tanpa residu merupakan proses yang lebih efektif yang dapat diterapkan untuk
mengatasi permasalahan ini, bahkan dapat memperpanjang umur simpan bahan
yang diproses. Teknik ini juga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
karena pengendalian serangga yang dilakukan secara konvensional, masih belum
sepenuhnya mampu membasmi sisa-sisa telur, larva dan pupa serangga dan
pemakaian bahan kimia seperti metil bromin sudah dibatasi untuk perlakuan
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan Penelitian
Mempelajari proses radiasi mesin berkas elektron energi rendah terhadap
bahan pangan tepung terigu serta ada penguasaan teknologi mesin berkas elektron
untuk pengawetan makanan.
Tujuan khusus penelitian ini adalah :
1. Mengetahui proses iradiasi mesin berkas elektron terhadap tepung terigu,
2. Mengetahui teknik iradiasi berkas elektron untuk disinfestasi pada serangga
dewasa T. castaneum.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi awal bahwa sumber
radiasi dari mesin berkas elektron dapat digunakan untuk tindakan disinfestasi
terhadap serangga, sisa-sisa serangga seperti telur, larva, pupa dan imago T.
castaneum yang nantinya dapat dimanfaatkan untuk perlakuan karantina pada
produk berbasis tepung.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan landasan untuk pengembangan
makanan iradiasi menggunakan sumber radiasi mesin berkas elektron, dan dapat
memberikan kontribusi terhadap aspek keamanan pangan pada produk tepung
terigu yang bebas terhadap serangga, sisa-sisa serangga seperti telur, larva dan
pupa. Disamping itu, dapat sebagai teknologi alternatif sebagai substitusi
Mutu Tepung Terigu
Tanaman gandum dengan nama latin Triticum aestivum L. dari subspesies
vulgare memiliki sekitar 4000 jenis varietas yang tumbuh di seluruh dunia
(Posner 2000).
Tepung terigu adalah tepung yang diperoleh dengan jalan menggiling
biji-biji gandum yang sehat dan telah dibersihkan (SII 1975). Sedang tepung terigu
sebagai bahan makanan adalah tepung yang dibuat dari endosperma biji gandum
Triticum aestivum L. (Club wheat) dan / atau Triticum compactum Host. Adapun
persyaratan mutu terigu dapat dilihat pada Tabel 1 (SNI 2000). Dari Tabel terihat
bahwa syarat mutu terigu harus bebas dari serangga, sisa-sisa serangga seperti
telur, larva dan pupa. Tepung terigu di Indonesia dibedakan berdasarkan kadar
proteinnya yaitu tepung keras dengan kadar protein 12-13 %, medium dengan
kadar protein 9,5-10 % dan yang mengandung 7,5-8 % protein adalah tepung
lunak.
Dari hasil penelitian iradiasi sinar gamma [60Co] dosis sampai 0,4 kGy
untuk tujuan disinfestasi serangga terhadap 3 tepung terigu (cakra kembar, kunci
biru dan segitiga biru) ternyata perlakuan iradiasi tidak memberikan pengaruh
yang nyata terhadap warna, kadar protein dan sifat khas tepung (Chosdu & Maha
1980). Hayashi et al. (2003) mengemukakan dari hasil penelitian terdahulu
terha-dap biji-bijian dilaporkan bahwa penggunaan energi rendah berkas elektron (
soft-electron) dengan tegangan 60 keV untuk tujuan disinfestasi tidak memberikan
pengaruh yang nyata terhadap sifat fisiko-kimia biji-bijian.
Menurut Atnasov (1977) dalam Noemi (1987) mengemukakan dosis 225
Gy sudah dapat membunuh semua stadium red flour beetles pada penyimpanan
biji-bijian dalam 1 tahun setelah iradiasi.
Morfologi Serangga Tribolium castaneum (Herbst)
Serangga Tribolium castaneum H. termasuk ke dalam ordo Coleoptera
famili Tenebrionidae. Serangga ini tergolong serangga yang mengalami
larva, pupa dan imago (Haines 1991). Siklus hidup metamorfosis sempurna ordo
Coleoptera dan morfologi larva, pupa dan imago serangga T. castaneum disajikan
pada Gambar 1. Perbedaan morfologi antara jantan dan betina dapat dibedakan,
berdasarkan femur. Serangga jantan dibagian depan sebelah kiri terdapat bintik
hi-tam, sedangkan pada serangga betina tidak terdapat bintik hitam (Sokoloff 1974).
Tabel 1. Spesifikasi persyaratan mutu (SNI 01-3751-2000)
No. Jenis uji Satuan Persyaratan
1
normal (bebas dari bau asing) normal (bebas dari bau asing)
putih, khas terigu
2 Benda asing - tidak boleh ada
3 Serangga dalam semua bentuk stadia dan potongan-potongannya yang tampak*)
tidak boleh ada
4 Kehalusan, lolos ayakan 212 milimikron
- min. 95 %
5 Air %, b/b maks. 14,5 %
6 Abu %, b/b maks. 0,6 %
7 Protein (N x 5,7) %, b/b maks. 7,0 %
8 Keasaman mg KOH/100g maks. 50/100 g contoh
9 Falling number detik min. 300
*) Tepung terigu di tingkat produsen
Secara kasat mata telur berwarna putih dan berukuran kecil, diletakkan
oleh serangga betina diantara partikel yang diselubungi oleh cairan perekat
(a)
(b)
Gambar 1. Siklus hidup metamorfosis sempurna ordo Coleoptera (a) dan morfologi larva, pupa dan dewasa serangga T. castaneum (b) (Haines 1991).
Larva berwarna kuning keputih-putihan dengan ukuran 6 mm, segmen
abdomen terakhir berwarna coklat tua sedikit melengkung dan terpisah dengan
baik, umur stadium larva berkisar 7-8 hari. Larva T. castaneum mempunyai
ben-tuk khas yaitu adanya tonjolan runcing pada ruas terakhir dari abdomen yang
disebut Urogomphi (Syarief & Halid 1993).
Pupa serangga ini berwarna putih kekuning-kuningan dengan panjang 4 mm.
Stadium pupa 6 hari, sedangkan perkembangan telur hingga pupa 23 hari pada
suhu 29 °C.
Imago berbentuk pipih panjang tubuhnya 2,3-4,4 mm, berwarna coklat
ke-merahan, 3 segmen terakhir pada antena membentuk gada, mata terbagi oleh suatu
penjuluran dengan 3-4 mata faset. Ukuran skala telur, larva, pupa dan imago dapat
Gambar 2. Ukuran skala telur, larva, pupa dan serangga dewasa Tribolium sp. (Sokoloff 1974).
Faktor-faktor yang mempengaruhi Perkembangan Serangga Tribolium sp.
Pertumbuhan populasi Tribolium castaneum (Herbst) dipengaruhi oleh
banyak faktor seperti antara lain kondisi media dan kanibalisme. Menurut Syarief
& Halid (1993); Haines (1991) mengemukakan bahwa kondisi optimum untuk
perkembangan serangga Tribolium castaneum adalah suhu sekitar 35 °C dan
ke-lembaban relatif 75%.
Telur yang dihasilkan oleh serangga betina dipengaruhi oleh suhu tetapi
tidak dipengaruhi kelembaban, serangga dewasa dapat hidup sampai 6 bulan. Pada
suhu 25 °C serangga betina bertelur rata-rata 2-5 butir per hari, jumlah ini
meningkat menjadi 11 butir per hari pada suhu 35,5 °C. Serangga dewasa
melaku-kan kopulasi dan menghasilmelaku-kan telur sepanjang waktu hidupnya. Serangga dewasa
bersifat kanibalistik baik pada sesamanya termasuk memakan telurnya maupun
serangga lainnya. Abdelsamad et al. (1987) menyatakan periode total
perkem-bangan serangga dari telur sampai menjadi imago yang optimum adalah pada suhu
35 °C yaitu hanya berlangsung 19,1 hari, sedang Howe (1956) dalam Haines
Kerusakan yang Ditimbulkan Serangga Tribolium sp
Kerusakan yang ditimbulkan oleh Tribolium castaneum pada tepung terigu
antara lain mengakibatkan bau apek dan tengik yang berasal dari etil quinon yang
dihasilkan oleh kelenjar bau. Aroma etil quinon ini dapat menembus kantong
polietilen dengan tebal 0,075 mm (Grist & Lever 1969).
Terigu yang tiba di pelabuhan sering mengalami penurunan kualitas,
se-perti berkutu atau bau apek akibat distribusi dan transportasi yang relatif lama
sehingga kondisi dan kandungan gizi tepung terigu tersebut menjadi tidak optimal
(Bogasari 2005).
Serangan serangga dapat menimbulkan kerusakan secara langsung dan
tidak langsung. Kerusakan langsung terdiri dari konsumsi bahan yang disimpan,
kontaminasi serangga dewasa, pupa, larva, telur dan kulit serangga. Kerusakan
tidak langsung berupa kenaikan suhu akibat metabolisme serangga disebut hot
spot yaitu area sekitar serangga yang terinfeksi dalam jumlah yang sangat besar
dimana suhunya dapat mencapai 42,2 °C. Jika terjadi kenaikan kadar air maka
bahan akan lembab dan lengket, timbul storage fungi, bau apek tetapi apabila
kadar air bahan rendah karena terjadi perpindahan uap air, timbul mikroba lain,
berkurangnya nilai estetis produk (Cotton & Wilbur 1974).
Pertumbuhan Populasi Serangga
Pertumbuhan serangga antara lain ditentukan oleh nutrisi makanan dan
lingkungan. Haines (1991) mengemukakan bahwa pada umumnya, tahap awal
infestasi perkembangan serangga, akan mengikuti pertumbuhan populasi secara
eksponensial. Laju penambahan individu populasi adalah proporsional terhadap
jumlah individu yang ada serta laju kenaikan menjadi lebih besar terhadap waktu,
secara teoritis dapat diilustrasikan pada Gambar 3. Jumlah serangga dalam
pertumbuhan populasi eksponesial terhadap waktu adalah Nt = No.ert dimana Nt
= jumlah serangga setelah t (waktu), No = jumlah serangga awal dan nilai r laju
intrinsik kenaikan populasi. Menurut Hasibuan (1988) konstanta r, di dalam
ekologi, dikenal sebagai laju pertumbuhan populasi intrinsik, sedangkan di dalam
matematika r disebut sebagai parameter persamaan eksponensial. Satuan untuk
pertum-buhan eksponensial, sedangkan model dengan r < 0 disebut sebagai model
pelu-ruhan eksponensial.
Gambar 3. Grafik kenaikan pertumbuhan eksponensial populasi serangga (Haines 1991).
Model Kinetika Reaksi Orde Satu
Selama proses pengolahan misalnya secara pemanasan dan pengeringan
pada bahan pangan, akan terjadi perubahan-perubahan sifat fisiko-kimia dan
bio-kimia. Perubahan-perubahan tersebut akibat adanya reaksi dan interaksi di dalam
bahan tersebut. Perubahan tersebut dinyatakan dengan laju reaksi secara
matema-tis ditulis sebagai (dN/dt). Banyak reaksi di alam yang dapat dijelaskan dengan
menggunakan model reaksi orde satu. Model kinetika bentuk sederhana dapat
diaplikasikan dengan memperhatikan asumsi-asumsi tertentu untuk menjelaskan
tingkah laku berbagai perubahan selama pengolahan, misalnya laju inaktivasi
mikroba dan inaktivasi enzim (Hariyadi 2004).
Pertumbuhan populasi serangga secara teoritis akan mengikuti model
eksponensial (Haines 1991). Persamaan tersebut dapat dinyatakan Nt = No.ert
yang artinya bahwa laju pertumbuhan populasi pada waktu t berbanding lurus
dengan ukuran populasi pada waktu t, sedangkan r merupakan konstanta
keseban-dingan. Persamaan pertumbuhan eksponensial adalah persamaan diferensial ordo
Proses perubahan pengolahan laju reaksi merupakan fungsi dari berbagai
variabel reaksi, jika proses reaksi mengikuti reaksi ordo satu, dengan persamaan
reaksi sebagai berikut,
naik cekung keatas, r = 0 grafik konstan dan r < 0 grafik turun landai kebawah
(Causton 1993; Spain 1982). Jika dilakukan integrasi terhadap persamaan:
∫
dengan menggunakan persamaan logaritmik akan menghasilkan persamaan linear
yaitu ln Nt = ln No + kt. (3)
Pengendalian Serangga Tribolium sp dengan Iradiasi
Pengendalian hama pasca panen dapat dilakukan dengan cara fisika, kimia,
biologi dan sistem pengendalian hama terpadu yang mengkombinasikan berbagai
cara pengendalian.
Noemi (1987) melaporkan bahwa perlakuan iradiasi dengan mesin berkas
elektron terhadap serangga hama gudang adalah (1) ketahanan serangga terhadap
radiasi akan meningkat dari stadium telur menjadi dewasa, (2) iradiasi antara
dosis 3 dan 5 kGy dapat membunuh berkembangnya serangga segera setelah
iradiasi, sedang dosis 1 kGy cukup untuk membunuh serangga beberapa hari
sete-lah iradiasi, (3) iradiasi antara dosis 0,2 dan 0,5 kGy tesete-lah cukup untuk
mengon-trol sebagian besar kemungkinan berkembangnya serangga dan membu-nuh
serangga setelah beberapa minggu setelah iradiasi, (4) tidak ada perbedaan yang
nyata dosis iradiasi untuk mengontrol infestasi serangga antara berkas elektron
atau sinar gamma [60Co]. Iradiasi dosis 0,4 kGy secara praktis merupakan batas
minimal sterilitas untuk mengontrol setiap tingkat infestasi serangga T. castaneum
pada komoditas gandum, beras, jagung. Sedang Diehl (1990, 1995) menyatakan
bahwa dosis steril untuk serangga jantan dan betina T. castaneum yaitu 0,2 kGy.
Menurut Hayashi et al. (2003), soft-electron (energi rendah berkas
red flour beetle (T. castaneum) pada dosis 1 kGy dan 5 kGy untuk serangga
dewa-sa. Noemi (1987) melaporkan dosis radiasi yang digunakan untuk membunuh T.
confusum sebesar 99,9 % telur adalah 0,044 kGy, untuk larva 0,052 kGy, pupa
0,145 kGy dan untuk dewasa 0,120 kGy. Sedang Diehl (1995) mengemukakan
bahwa pada umumnya iradiasi stadium telur lebih sensitif terhadap radiasi dari
pada stadium dewasa sedangkan semua stadium serangga akan mati beberapa hari
setelah mendapat perlakuan iradiasi pada dosis 1-3 kGy
Iradiasi Pangan
Iradiasi adalah suatu istilah yang digunakan untuk pemakaian energi
radia-si secara terukur dan terarah. Jenis iradiaradia-si pangan yang dapat digunakan untuk
pengawetan bahan pangan yaitu radiasi elektromagnetik. Radiasi elektromagnetik
ialah radiasi yang menghasilkan foton yang berenergi tinggi sehingga sanggup
menyebabkan terjadinya ionisasi dan eksistasi pada materi yang dilaluinya. Jenis
iradiasi ini dinamakan iradiasi pengion, contoh iradiasi pengion adalah partikel
alpha (α), partikel beta (β), dan sinar gamma (γ). Ditinjau dari sifat radiasinya,
sinar pengion mempunyai beberapa manfaat diantaranya ialah dapat menunda
per-tunasan, memperpanjang umur simpan komoditas pertanian, membunuh serangga,
dekontaminasi kandungan mikroba dan membunuh mikroba patogen.
Sudah lebih dari 46 negara di dunia telah mengizinkan penggunaan
tekno-logi iradiasi, termasuk Indonesia (Diehl 2001). Legalisasi tentang peraturan
ma-kanan iradiasi di Indonesia sudah berlaku sejak tahun 1987, tetapi masih terbatas
pada komoditas tertentu. Adapun landasan peraturan iradiasi pangan saat ini yaitu
Peraturan Menteri Kesehatan RI yaitu Permenkes No: 826/MENKES/PER/XII/
1987 dan diperbaharui pada tahun 1995 yaitu Permenkes No: 152/MENKES/SK/
II/1995. Peraturan tersebut selanjutnya digunakan sebagai bahan acuan dalam
penyusunan Undang-undang Pangan No: 7 tahun 1996. Pengaturan tentang
Pela-belan pangan di Indonesia telah diatur dalam Peraturan Pemeritah RI No: 69 tahun
1999 dan khusus mengenai iradiasi pangan diatur pada pasal 34. Adapun logo
yang menunjukkan produk pangan telah diiradiasi dapat dilihat pada Gambar 4.
Pada tahun 2004 Badan POM telah mengeluarkan 10 pedoman iradiasi
Gambar 4. Logo makanan iradiasi.
Sumber Energi Radiasi
Proses yang menggunakan energi radiasi dapat dilakukan dalam fasilitas
radiasi gamma (iradiator) atau dalam radiasi elektron tinggi (akselerator
elek-tron). Radiasi pengion yang terbanyak digunakan adalah sinar γ (gamma). Sinar
gamma merupakan gelombang pendek yang disebut sinar piko dengan daya
penetrasi yang sangat kuat. Sumber radiasi sinar gamma berasal salah satunya dari
radionuklida kobalt-60 [60Co]. Kobalt-60 dibuat dalam reaktor atom dengan cara
menembak Kobalt-59 yang diperoleh dari alam dengan iradiasi sinar neutron yang
dilakukan di reaktor. Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut :
59
Co27 + 1N0 ⇒ 60Co27 + sinar γ
Sumber radiasi yang umum digunakan ada 2 macam yaitu radionuklida
dan mesin berkas elektron cepat. Radionuklida [60Co] dengan energi sinar gamma
1,17 MeV dan 1,33 MeV serta [137Cs] dengan energi 0,66 MeV merupakan 2 jenis
isotop radioaktif yang dapat dimanfaatkan secara komersial. Untuk sinar X
dibata-si energinya sampai dengan 5 MeV dan medibata-sin berkas elektron dibatadibata-si dengan
energi maksimal 10 MeV (Diehl 1995).
Berdasarkan jenis radiasi pengion yang umum digunakan untuk
pengawet-an makpengawet-anpengawet-an ada dua yaitu sinar gamma ypengawet-ang dippengawet-ancarkpengawet-an oleh radionuklida
[60Co] dan [137Cs]. Keduanya merupakan gelombang elektromagnetik dengan
panjang gelombang pendek sekitar 10-9 m. Berkas elektron: dihasilkan oleh mesin
berkas elektron yang terdiri dari partikel-partikel bermuatan listrik. Kedua jenis
radiasi pengion ini memiliki pengaruh yang sama terhadap makanan dan
perbeda-an keduperbeda-anya adalah pada daya tembusnya. Sinar gamma mengeluarkperbeda-an energi
berkas elektron mengeluarkan energi sebesar 10 MeV untuk menembus air
seda-lam 3,5 cm (Diehl 1990, 1995).
Aplikasi mesin berkas elektron di bidang pangan, dibatasi energinya yaitu
maksimum 10 MeV. Berdasarkan tingkat energinya yang dimiliki, MBE dapat
digolongkan ke dalam 3 kategori yaitu elektron energi rendah (low energy
eccelerators/soft-electrons: 150 keV–2 MeV), elektron energi sedang (medium
energy accelerators : 2,5–8 MeV) dan energi tinggi (high energy accelerator: > 9
MeV) (Irawati 2005)
Perbedaan karakteristik radiasi berkas elektron dan sinar gamma [60Co]
disajikan pada Tabel 2. Semakin tinggi energi berkas elektron, semakin tinggi
pula daya penetrasinya. Elektron dipercepat akan berkurang energinya setelah
menembus bahan pada kedalaman tertentu. Pada Gambar 5 disajikan hubungan
energi dan penetrasi atau disebut kurva distribusi dosis-kedalaman penetrasi
(depth dose distribution) dengan variasi energi untuk masing-masing sumber
listrik dan radionuklida (Danu 2004; Diehl 1995). Kurva ini dipakai untuk
menen-tukan hubungan kedalaman penetrasi dalam bahan dengan dosis relatif.
Tabel 2. Karakteristik radiasi berkas elektron dan sinar gamma [60Co]
Berkas elektron Sinar gamma [60Co]
- Jenis radiasi a)
- Energi a)
- Daya tembus a)
- Operasi a)
- Shielding a)
- Efek pada organismeb)
Kurva distribusi dosis kedalaman penetrasi pada suatu bahan dapat dibuat
dengan dosimetri menggunakan dosimeter film cellulose triacetate (CTA).
Pene-trasi radiasi dipengaruhi densitas bahan. Semakin tinggi densitas bahan, semakin
rendah penetrasi elektron dan demikian pula sebaliknya. Untuk meningkatkan
kedalaman penetrasi, iradiasi dapat dilakukan pada 2 sisi yaitu dengan membalik
bahan yang diiradiasi. Pada Gambar 6 disajikan kurva distribusi dosis-kedalaman
penetrasi di air jika suatu bahan diiradiasi pada 2 sisi (Danu 2004; Diehl 1990;
NHV 1983).
( a ) ( b )
Gambar 5. Kurva distribusi dosis-kedalaman penetrasi a) Berkas elektron dengan variasi energi; b) Radiasi gamma dari [60Co] dan [137Cs] (Diehl 1990).
( a ) ( b )
Sumber radiasi ionisasi sinar gamma, sinar X dan elektron dalam
apli-kasinya terhadap bahan pangan akan memberikan efek yang sama selama energi
yang diberikan sama, tetapi dari ketiga sumber tersebut akan berbeda terhadap
waktu proses selama iradiasi. Menurut NHV (1983) mengemukakan bahwa berkas
elektron mempunyai keunggulan dalam waktu, misalnya dosis 100 kGy waktu
iradiasi yang dibutuhkan sinar gamma dari [60Co] dapat membutuhkan waktu
sampai beberapa hari, sedang sinar X dapat dilakukan beberapa jam, tetapi dengan
elektron cepat hanya dengan beberapa detik saja. Menurut Don Park & Vestal
(2003) mesin berkas elektron dapat memproduksi elektron cepat sekitar (190.000
miles/detik) dan merupakan sumber energi yang dapat dengan mudah dimatikan
dan dihidupkan. Jika dibandingkan dengan sinar gamma dan sinar X, berkas
elek-tron dibatasi dengan perlakuan kemasan yang relatif tipis dikarenakan penetrasi
yang rendah.
Status sumber radiasi yang sudah diaplikasikan di Indonesia untuk
makan-an iradiasi ymakan-ang ada sampai saat ini, adalah sumber radiasi ymakan-ang berasal dari
radionuklida [60Co]. Akan tetapi mesin berkas elektron sebagai sumber radiasi
pengion memiliki peluang untuk dikembangkan di Indonesia sebagai saran
penga-wetan makanan (Tanhindarto 2003).
Mesin Berkas Elektron (MBE) 350 keV/10 mA
Mesin berkas elektron adalah seperangkat alat pemercepat elektron yang
dapat menghasilkan radiasi berkas elektron secara kontinyu dan dapat digunakan
sebagai sumber radiasi pengion. Sumber radiasi yang digunakan dalam penelitian
adalah mesin berkas elektron 350 keV-10 mA yang berlokasi di Pusat Teknologi
Akselerator dan Proses Bahan (PTAPB) BATAN di Yogyakarta. Rancang bangun
mesin berkas elektron berenergi rendah ini sudah mempunyai ijin operasional dari
lembaga yang berwenang yaitu BAPETEN. Alat MBE tersebut dirancang dengan
energi 350 keV / 10 mA dan telah diresmikan oleh Menteri Riset dan Teknologi
pada tanggal 16 Desember 2003.
Klasifikasi MBE dibedakan berdasarkan pada tingkat energi yang
power supply tipe Cockcroft-wolton. Blok diagram dari MBE 350 keV/10 mA
dapat dilihat pada Gambar 7.
Keterangan gambar:
1. Sumber tegangan tinggi 6. Jendela pemayar 2. Sumber elektron (Electron gun) 7. Pompa turbo
3. Tabung akselerator 8. Sumber tegangan terisoler 4. Magnet pemayar 9. Pompa rotari
5. Tabung pemayar 10. Konveyor
Gambar 7. Blok diagram mesin berkas elektron tipe BA 350 keV/10 mA (Suhartono 2004).
Prinsip kerja MBE 350 keV/10 mA secara umum adalah elektron yang
dipancarkan dari filamen (dari bahan tunsten) yang dipanaskan dalam ruang
vakum tinggi oleh catu daya listrik. Elektron diarahkan dan difokuskan oleh
medan listrik, dipercepat oleh tegangan tinggi pada tabung pemercepat, kemudian
dipayarkan kedalam tabung pemayar oleh medan magnet dan menembus jendela
tipis (window foil) ke atmosfir yang menghasilkan berkas elektron berenergi
Dosis Radiasi
Satuan dosis radiasi mulanya diberi nama rad tetapi selanjutnya digunakan
Satuan Internasional (SI) yang diberi nama Gray (Gy), 1 Gy = 100 rad atau
Joule/kg.
Sesuai dengan tujuan iradiasi dapat dikategorikan ke dalam 3 kelompok
ialah dosis rendah (< 1 kGy), sedang (1-10 kGy) dan tinggi (10-50 kGy). Tabel 3
menunjukkan persyaratan dosis iradiasi yang dibutuhkan untuk mengiradiasi jenis
pangan tertentu.
Tabel 3. Persyaratan dosis dalam berbagai penerapan iradiasi pangan a).
No. TUJUAN DOSIS
( kGy )
PRODUK
1 DOSIS RENDAH ( s/d. 1 kGy ):
- Pencegahan pertunasan
- Pembasmian serangga dan parasit
-Perlambatan proses fisiologis
0.05 - 0.15
0.15 - 0.50
0.50 - 1.00
Kentang, bawang putih, bawang bombay, jahe, dll
Serealia dan kacang-kacangan, buah segar dan kering, ikan, daging kering. Buah-buahan dan sayuran segar
2 DOSIS SEDANG (1-10 kGy ) :
- Perpanjangan masa simpan
- Pembasmian mikroorganisme perusak dan patogen
- Perbaikan sifat teknologi pangan
1.00 - 3.00
1.00 - 7.00
2.00 - 7.00
Ikan, arbei segar, dll
Hasil laut segar dan beku, daging, daging unggas segar/beku, dll
Anggur (meningkatkan sari), sayuran kering (mengurangi waktu pemasakan)
3 DOSIS TINGGI *) ( 10-50 ) kGy :
- Pensterilan - industri (kombinasi dengan panas sedang)
- Pensterilan bahan tambahan makanan tertentu dan komponennya
30 - 50
10 - 50
Daging, daging unggas, hasil laut, makanan siap saji, makanan steril
Rempah - rempah, sediaan enzim, gum alami, dll
Keterangan : *) Komisi Codex Alimentarius Gabungan FAO/WHO menyetujui penggunaan dosis ini, sejak bulan Maret 2003 (IAEA 2004), dengan catatan hanya digunakan berdasarkan legitimasi sesuai dengan kebutuhan teknologi yang ditujukan untuk higiene pangan.
Dosimetri
Dosimetri merupakan suatu metode pengukuran dosis serap (absorbsi)
radiasi terhadap produk dengan teknik pengukuran yang didasarkan pada
pengu-kuran ionisasi yang ditimbulkan akibat radiasi menggunakan dosimeter (IAEA
2002; McLaughlin et al. 1989). Menurut Tanaka (1977) dan McLaughlin et al.
(1989) mengemukakan dosimeter CTA film merupakan sistem dosimetri yang
direkomendasikan untuk sinar gamma dan elektron. Dosimeter ini merupakan
dosimeter rutin dan digunakan pada kisaran antara 10-150 kGy. Adapun prinsip
dari dosimeter CTA film adalah mengukur perubahan optical density (OD) per unit
dosis. Sundardi (1976) mengemukakan bahwa film selulosa triasetat (STA) dapat
dipergunakan sebagai dosimeter elektron dan gamma pada kecepatan dosis yang
tinggi tetapi pada kecepatan dosis yang rendah diperlukan beberapa koreksi.
Dosimeter film selulose tri-asetat menyerap sinar ultra violet (UV) pada daerah
panjang gelombang antara 253 dan 313 mμ. Sunaga (1994) telah mengembangkan
dosimetri menggunakan Grafchromic film dosimeter untuk proses sterilisasi dan
pengawetan makanan dengan sumber berkas elektron (0,12-3 MeV) dan
pengu-kuran energi elektron secara simultan.
Farrar (2000) mengemukakan bahwa sampai saat ini sudah tersedia 20
international standar organization (ISO) dosimetri untuk proses radiasi, dan
beberapa diantaranya telah memenuhi standar ISO yaitu ASTM E1204-93 untuk
dosimetri fasilitas sinar gamma untuk proses makanan, penggunaan dosimeter
alanin dengan alat ukur electron paramagnetic resonance (EPR) yaitu ASTM
E1607-94, dan untuk dosimetri fasilitas proses radiasi mesin berkas elektron
(MBE) energi 300 KeV-25 MeV dan 80-300 keV masing-masing adalah
ASTM1649-94 dan ASTM1818-96.
Fasilitas Radiasi
Fasilitas radiasi adalah sarana proses yang menggunakan energi radiasi,
biasanya dilakukan dalam fasilitas radiasi gamma (Iradiator) atau dalam fasilitas
radiasi energi tinggi (akselerator elektron). Tanhindarto & Sudrajat (2004) untuk
memproduksi makanan iradiasi yang diawetkan melalui proses radiasi yang
kegiatan proses produksi yaitu produsen bertanggung jawab atas kualitas produksi
termasuk keamanan pangan dan sterilitasnya, sedang fasilitas radiasi bertanggung
jawab akan ketepatan dosis radiasi yang harus diterima pada bahan yang
di-iradiasi.
Interaksi Radiasi Pengion dengan Bahan
Interaksi radiasi pengion dengan bahan adalah terjadinya pemindahan
energi partikel melalui tumbukan dengan muatan di dalam bahan dan penurunan
intensitas gelombang elektromagnetik ketika melewati bahan. Energi yang
dipin-dahkan kepada bahan menimbulkan ionisasi dan eksitasi. Secara skematik
inte-raksi radiasi berkas elektron dan sinar gamma dengan bahan, dapat digambarkan
seperti pada Gambar 8. Ionisasi adalah pelepasan elektron dari orbit atomnya
akibat adanya energi dari luar. Eksistasi adalah pemindahan elektron ke tingkat
orbit yang lebih tinggi jika diberi energi dari luar. Interaksi sinar gamma, sinar X
dan berkas elektron pada bahan akan tergantung pada energinya, ada tiga
kemung-kinan yang dapat terjadi yaitu interaksi photoelektrik, interaksi compton, dan
produksi pasangan ion. Menurut Diehl (1995) dari ketiga interaksi yang paling
dominan pada iradiasi makanan adalah interaksi compton. Pelepasan elektron
karena interaksi compton ini sudah cukup menyebabkan terjadinya ionisasi.
Noemi (1987) mengemukakan bahwa radiasi ionisasi akan menyebabkan
dua efek biologi pada serangga yaitu letalitas dan sterilitas. Efek letal
menyebab-kan kematian serangga dalam periode waktu yang bergantung pada besarnya dosis
radiasi. Sedang sterilitas akan menyebabkan hilangnya kemampuan bereproduksi
meskipun serangga masih hidup dalam beberapa minggu.
Menurut Sutrisno (2004) menyatakan bahwa ada dua teori interaksi
dengan materi biologi ada 2 yaitu hit theory dan indirect hit theory. Teori yang
pertama yaitu radiasi langsung menghantam materi yang dilaluinya dan yang
kedua yaitu terjadinya radikal bebas reaktif yang dapat merusak materi yang
dilalui. Dari interaksi antara radiasi dan materi hidup terjadilah efek biologi.
Brown (1973) menyatakan efek biologi dari interaksi radiasi dan materi dapat
dikelompok menjadi 4 yaitu :
1. Acute (efek yang cepat terjadi dalam kurun waktu jam, hari atau minggu),
2. Delayed (efek yang tampak dalam kurun waktu bulan atau tahun),
3. Genetic (efek yang tampak hanya pada keturunan),
4. Foetal (efek yang terjadi pada embrio yang diiradiasi).
Teknik pengendalian hama dengan iradiasi yang dikenal dengan teknik
serangga mandul (TSM) merupakan faktor yang dianggap menyebabkan
keman-dulan pada serangga iradiasi. Bila dosis iradiasi yang digunakan cukup tinggi akan
menyebabkan kematian serangga. Dosis radiasi ini yang selanjutnya digunakan
sebagai acuan dosis disinfestasi radiasi serangga hama gudang untuk tujuan
pengawetan bahan pangan pasca panen Sutrisno (2004).
Soegiarto (1970) mengemukakan ada dua mekanisma kerusakan akibat
radiasi pada serangga yaitu kerusakan intraseluler dimana radiasi mengion
meng-ganggu perjalanan normal proses mitosis dan besar kecilnya meng-gangguan pada
mitosis bergantung pada tingkat mana proses berlangsung ketika menerima
penyi-naran. Kedua, kerusakan besar (gross injury) pada tubuh serangga akan mengikuti
hukum Bergonie-Tribondeau (1906) yaitu bahwa kepekaan sel terhadap radiasi
berbanding lurus dengan keaktifan bereproduksinya dan berbanding terbalik
ter-hadap tingkat differensiasinya.
Radiasi pengion dapat memberikan efek nyata pada asam nukleat yang
glikosida. Efek radiasi pada asam deoksiribonukleat (DNA) dapat memberikan
kontribusi yang penting pada pengawetan makanan karena dapat mengakibatkan
inaktivasi mikroorganisme, disinfestasi serangga, penghambatan pertunasan dan
penundaaan kematangan pada buah (Sofyan 1994, 1985)
Prinsip Iradiasi Pangan
Jenis iradiasi pangan yang dapat digunakan untuk pengawetan bahan
pangan yaitu radiasi elektromagnetik. Radiasi elektromagnetik ialah radiasi yang
menghasilkan foton yang berenergi tinggi sehingga sanggup menyebabkan
terjadi-nya ionisasi dan eksistasi pada materi yang dilaluiterjadi-nya. Iradiasi ini dinamakan
iradiasi pengion, contoh iradiasi pengion adalah partikel alpha (α), partikel beta
(β), dan sinar gamma (γ). Di antara radiasi pengion tersebut yang terbanyak
digu-nakan adalah sinar gamma (γ). Adapun prinsip pengawetan bahan pangan dengan
iradiasi secara umum dapat dilihat pada Gambar 9.
Radiolisis Air
Air merupakan komponen yang paling utama pada bahan pangan, molekul
air akan terserap pertama kali terhadap energi ionisasi dan terbentuk radikal
dengan perubahan muatan positif, tanda titik (dot) ion positif air dinyatakan
sebagai radikal bebas dengan tanda tunggal pada bentuk formula tanpa
memperli-hatkan elektron. (CAST 1989).
H2O + energi ionisasi Æ H2O•+ + e
-Menurut Diehl (1995) air terdapat pada setiap bahan pangan terutama bahan
makanan segar. Oleh karena itu, radiolisis air perlu mendapat perhatian dalam
iradiasi makanan. Produk radiolitik air secara umum yaitu :
OH• radikal hidroksil
e-aq elektron aqueous terlarut (solvated atau hydrated)
H• radikal atom hidrogen
H2 hidrogen
H2O2 hidrogen peroksida
sedang menurut O’Donnell & Sangter (1970) mungkin juga terbentuk H2O* dan
H3O• dan reaksinya sangat cepat dengan waktu sekitar 10-8 detik, tetapi Swallow
dalam Elias & Cohen (1977) melaporkan bahwa pengaruh energi gamma, sinar X
dan elektron cepat terhadap air murni akan terjadi melalui persamaan sebagai
berikut:
H2O Æ 2,7 OH• + 2,7 e-aq + 0,55 H• + 0,45 H2• + 0,71H2O2• + H3O+
dimana angka disebelah kanan dari persamaan menunjukkan nilai G energi radiasi
tidak lebih dari 0,1 MeV.
Sumber Radiasi
[60Co], [137Cs], Mesin sinar X atau Akselerator elektron
Sinar gamma ( γ ), Sinar X
atau Elektron cepat
Sel hidup
- Ionisasi - Eksitasi
Reaksi kimia
Efek biologi
- Menghambat pertunasan - Disinfestasi serangga,
- Menunda proses pematangan - Membunuh parasit, Mikroorganisme, dan mikroba patogen
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bahan Pangan Bidang Proses
Radiasi Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR) BATAN Jakarta, Bidang Akselerator Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan (PTAPB)
BATAN Yogyakarta dan Southeast Asian Food and Agricultural Science and
Technology (SEAFAST) Center Institut Pertanian Bogor (IPB). Penelitian ini ter-diri dari dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan utama. Penelitian pendahulu-an dilakspendahulu-anakpendahulu-an dari bulpendahulu-an Oktober-November 2004 dpendahulu-an penelitipendahulu-an utama dari bulan Juli 2005 - Maret 2006.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung terigu dan serangga uji T. castaneum yang diperoleh dari Laboratorium Pest and Diseases
Management SEAMEO-BIOTROP Bogor. Bahan kimia yang diperlukan dalam
penelitian ini terdiri dari alanin, FeSO4, H2SO4, cellulose triacetate (CTA) film
merk fuji film buatan Jepang, dosimeter penanda merk Etigam b.v buatan
Belanda, alkohol, akuades dan bahan penunjang yang diperlukan meliputi kain jaring serangga, toples, botol serangga, saringan, kaca pembesar, plastik poli-etilen.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Iradiator Gamma
Chamber 4000A, Iradiator Panorama Serbaguna (IRPASENA) sebagai sumber radiasi sinar gamma dari radioisotop [60Co] dan mesin berkas elektron (MBE) 350 keV 10 mA sebagai sumber radiasi sinar berkas elektron. Kedua sumber radiasi
ini digunakan untuk mengiradiasi sampel. Alat ukur CTA reader dan
Spectro-photometer merk Spectronic digunakan untuk mengukur dosimetri. Analisis radikal dari dosimeter alanin dan tepung terigu setelah iradiasi dari radioisotop
[60Co] dan MBE menggunakan electron spin resonance (ESR) JEOL model
JES-RE1X merk Shimadzu buatan Jepang, timbangan neraca, alat gelas dan alat
Metode Penelitian
Metode yang diterapkan pada penelitian ini mengacu pada justifikasi dari tujuan yaitu teknik optimasi iradiasi mesin berkas elektron terhadap ketebalan tepung terigu dan dosis radiasi sinar gamma untuk disinfestasi pada larva, pupa, dan serangga dewasa (imago) T. castaneum. Sebelum dioperasikan untuk kegiatan penelitian sumber radiasi mesin berkas elektron terlebih dahulu dilakukan tahapan optimasi terhadap karakteristik iradiasi berkas elektron seperti tegangan, arus ber-kas, kecepatan konveyor, jarak target antara pemayar (windows) dengan sampel, sehubungan dengan penetrasinya kedalam sampel yang berbentuk bubuk.
Pene-rapan iradiasi MBE terhadap dosis disinfestasi serangga dewasa T. castaneum
akan mengacu pada iradiasi sinar gamma. Luarannya meliputi tebal sampel, cara iradiasi (pass), posisi iradiasi dan arus berkas dari mesin berkas elektron yang ditentukan dari dosimetri.
Tahap dan luaran dari kegiatan penelitian ini mencakup informasi teknis penguasaan teknologi aplikasi iradiasi mesin berkas elektron (MBE) untuk disinfestasi serangga dewasa T. castaneum, sedang tahap penelitian dan luaran yang diharapkan dari tahap-tahap penelitian tersebut, dapat digambarkan di dalam diagram yang tertera pada Gambar 10.
Penelitian Pendahuluan : Proses Radiasi Mesin Berkas Elektron terhadap Tepung Terigu
Persiapan sampel. Sampel dirancang dengan menghitung ketebalan dan densitasnya berdasarkan asumsi daya tembus energi yang dihasilkan mesin berkas elektron dengan luasan tetap.
Persiapan alat mesin berkas elektron 350 keV, 10 mA. Tahapan ini untuk mendapatkan informasi kinerja alat mesin berkas elektron berupa tegangan, arus berkas, kecepatan konveyor, jarak pemayar ke target termasuk peta dan efisiensi daerah isodosis iradiasi.
Dosimetri. Pengukuran dosis serap yang akan digunakan dalam penelitian dan dibuat kurva kalibrasi hubungan intensitas signal radikal dosimeter alanin dan
Penelitian Tahap I
Uji coba iradiasi mesin berkas elektron dan justifikasi dari hasil perhitungan teoritis (tebal sampel dan penetrasi berkas elektron), serta arus berkas dari mesin berkas elektron terhadap dosis serap dari kurva kalibrasi dosimeter.
Adapun rancangan percobaan yang digunakan ada 2 faktor perlakuan yaitu faktor tebal sampel tepung terigu dan cara iradiasi (pass). Untuk masing-masing faktor perlakuan meliputi :
1. Fakor tebal tepung terigu (A) ada 5 taraf (1000; 800; 600; 400; 200) µm 2. Faktor cara iradiasi (pass) ada 4 taraf masing-masing dari (0, 1, 2, 3) pass
Iradiasi MBE dengan kondisi tegangan (300 kV), arus berkas (550 µA), kecepatan konveyor (4 cm/detik), jarak pemayar ke target 20 cm. Skematik penelitian tahap I proses radiasi MBE terhadap tepung terigu dapat dilihat pada Gambar 11.
Pengamatan. Pengamatan yang dilakukan adalah untuk mendapatkan posisi iradiasi yang berkaitan dengan tebal sampel terhadap penetrasi sinar berkas elektron yang diterima :
1. Pengamatan dosimetri terhadap proses radiasi MBE dilakukan dengan dosimeter CTA film (Tanaka et al. 1977; IAEA 2002; McLaughlin et al. 1989) dengan alat ukur CTA Reader dan alanin dosimeter (Sudiro 1991; Sudradjat et al. 1998) dengan alat ukur electron spin resonance (ESR).
2. Interaksi berkas elektron pada tepung terigu akan tergantung pada energi yang diberikan dan diamati radikal bebas alanin dan tepung terigu dengan alat ukur
electron spin resonance (ESR).
Analisis Data. Dari hasil pengamatan dilakukan analisis data sebagai berikut:
1. Hasil pengukuran dosimetri yang dilakukan selama proses radiasi MBE akan diperoleh kurva kalibrasi dan kondisi MBE meliputi tegangan, arus berkas, kecepatan konveyor dan jarak pemayar ke target.
Tepung terigu dengan variasi tebal
(1000; 800; 600; 400; 200) µm
Proses radiasi
- Tegangan (300 kV) - Arus berkas (550 µA)
- Kecepatan konveyor (4 cm/detik) - Jarak pemayar ke target 20 cm
Pengamatan Interaksi iradiasi sampel
Analisis Data
Interpretasi Data
Gambar 11. an penelitian tahap I
8 0 0 4 0 0 6 0 0 2 0 0 1 0 0 0
Cara iradiasi - 0 pass - 1 pass - 2 pass - 3 pass
Penelitian Tahap II: Aplikasi Radiasi Pengion untuk Disinfestasi Serangga
T. castaneum
Penelitian tahap II i eberapa tahap yaitu dimulai
engan pembiakan serangga, kemudian diiradiasi menggunakan radiasi pengion inar gamma dengan berbagai stadium larva, pupa dan dewasa, serta berkas
elek-an Pembiakelek-an serelek-angga. Serelek-angga diperoleh dari Laboratorium
Pes an
kur dosis serap sesuai dengan dosis radiasi yang direncanakan. ni dilakukan dalam b
d s
tron dari MBE pada stadium dewasa untuk mendapatkan dosis letal. Persiap
t d Diseases Management SEAMEO-BIOTROP Bogor. Pembiakan serang-ga T. castaneum dilakukan dalam toples kaca ditutup dengan kain jaring serangga, dengan media biakan tepung terigu yang terlebih dulu disterilkan dengan pema-nasan pada suhu sekitar 70 °C selama 2 jam, kemudian disimpan pada
28 °C. Adapun kriteria serangga uji yang akan digunakan ialah stadium larva pada kondisi instar 2-3, stadium pupa masih berwarna putih dan serangga dewasa umur 7-14 hari dengan ukuran 3-4 mm, warna merah sampai coklat tua.
Aplikasi iradiasi dosis disinfestasi serangga T. castaneum. Dosis disin-festasi serangga didasarkan pada dosis sinar gamma, kemudian diterapkan pada berkas elektron. Ada 2 sumber radiasi yang digunakan yaitu sinar gamma dari radioisotop [60Co] dan berkas elektron dari alat MBE.
Iradiasi dengan sinar gamma dari radioisotop [60Co]
erlakuan iradiasi dengan sinar gamma dari radioisotop [60Co] terhadap se-rangga T. castaneum dilakukan pada kisaran dosis disinfestasi sampai mati (mor-talitas) 100%. Metoda penelitiannya yaitu masing-masing sebanyak 40 ekor se-rangga uji larva, pupa dan imago ditempatkan ke dalam
asi di iradiator gamma chamber 4000 A untuk dosis
mengu-Iradiasi dengan berkas elektron dari alat MBE 350 keV, 10 mA
Percobaan iradiasi dengan berkas elektron dari alat MBE ditujukan pada efektivitas arus berkas terhadap pertumbuhan populasi serangga T. castaneum. Metode penelitian yang digunakan ialah 40 ekor serangga dewasa, kemudian diinfestasikan ke dalam tepung terigu dengan berat 50 dan 100 g untuk masing-masing tebal 800 dan 1600 µm. Lalu ditempatkan ke dalam wadah plastik
an percobaan didasar
Ting
0, 500) µA.
asi serangga dewasa
n data penelitian adalah menghitung jumlah nit
percobaan-an iradiasi dapat dilihat pada Gambar 13.
Berdasarkan model pertum
aan regresi meng-gunaka
polietilen (PE) dan diiradiasi dengan mesin berkas elektron. Rancang
kan dari justifikasi analisis statistik hasil penelitian tahap I. Percobaan dilakukan dengan 3 kali ulangan dan dilakukan juga terhadap kontrol.
Adapun rancangan percobaan yang digunakan ada 3 faktor perlakuan meliputi :
1. Fakor tebal sampel (A) ada 3 taraf (0, 800 dan 1600) µm
2. Faktor posisi iradiasi (B) ada 2 taraf (satu sisi permukaan dan dua sisi permukaan yang berlawanan)
3. Faktor dosis radiasi (kGy) (C) dari hasil pengukuran dosimetri.
kat dosis radiasi dengan arus berkas ada 6 taraf yaitu (0, 100, 200, 300, 40
Skematik penelitian tahap II proses radiasi disinfest dengan MBE dapat dilihat pada bagan Gambar 12 berikut ini.
Pengamatan. Pengambila
serangga dewasa yang hidup setiap 1-2 hari untuk masing-masing u nya. Serangga uji diamati sampai 46 hari penyimpanan. Ruang penyimpan pel serangga uji setelah
Analisis Data. Data dianalisis dengan membuat grafik persamaan regresi pertumbuhan populasi serangga yang hidup terhadap waktu.
buhan populasi serangga akan diperoleh nilai konstanta laju dosis radiasi atau arus berkas akan menyebabkan perubahan waktu bertahan hidup siklus radia-si, maka akan diperoleh sensitivitas kehidupan serangga uji terhadap perlakuan dosis radiasi atau arus berkas elektron. Komputasi data persam