• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teknik Pengemasan Untuk Mempertahankan Mutu Simpan Kedelai (Glycine max (L) Merrill).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Teknik Pengemasan Untuk Mempertahankan Mutu Simpan Kedelai (Glycine max (L) Merrill)."

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

TEKNIK PENGEMASAN UNTUK MEMPERTAHANKAN

MUTU SIMPAN KEDELAI (

Glycine max

(L)

Merrill

)

ANNA OCTAVIANI CANDRA

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Teknik Pengemasan untuk Mempertahankan Mutu Simpan Kedelai (Glycine max (L) Merrill) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Anna Octaviani Candra

(4)

ABSTRAK

ANNA OCTAVIANI CANDRA. Teknik Pengemasan Untuk Mempertahankan Mutu Simpan Kedelai (Glycine max (L) Merrill). Dibimbing oleh EMMY DARMAWATI.

Penurunan mutu kedelai terus terjadi selama proses penyimpanan. Kemasan berpengaruh penting selama penyimpanan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji pengaruh teknik kemasan menggunakan plastik terhadap perubahan mutu kedelai selama penyimpanan. Penyimpanan kedelai di lakukan pada tiga jenis plastik yaitu hermetik, HDPE yang dikombinasikan dengan karung berbahan nylon dan vakum pack. Sampel disimpan selama 5 bulan pada suhu ruang 27-30oC dengan RH 60-70% ditumpuk pada gudang dengan tumpukan kunci lima. Parameter yang diukur adalah: kadar air, perubahan bobot, mutu kedelai (butir rusak, belah, berubah warna, keriput), dan protein. Kedelai dengan kemasan hermetik lebih baik dalam mempertahankan kadar air (8.51%), butir belah (3.17%) dan keriput (4.11%) sedangkan kedelai dengan kemasan vakum lebih baik dalam mempertahankan bobot (0.96%) dan butir rusak (45.36%) sampai bulan kelima penyimpanan. Kedelai dengan kemasan HDPE memperlihatkan perubahan warna pada kedelai yang paling sedikit (5.01%) dan lebih baik dalam mempertahankan kandungan protein kedelai pada akhir penyimpanan (41.28%). Kata kunci : kedelai, pengemasan, penyimpanan, plastik,

ABSTRACT

ANNA OCTAVIANI CANDRA. Packaging Technique To Maintain Quality of Soybean Storage (Glycine max (L) Merrill). Supervised by EMMY DARMAWATI.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

pada

Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

TEKNIK PENGEMASAN UNTUK MEMPERTAHANKAN

MUTU SIMPAN KEDELAI (

Glycine max

(L)

Merrill

)

ANNA OCTAVIANI CANDRA

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 ini ialah Teknik Pengemasan, dengan judul Teknik Pengemasan untuk Mempertahankan Mutu Simpan Kedelai (Glycine max (L) Merrill).

Dengan telah diselesaikannya karya ilmiah ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Dosen pembimbing akademik, Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si atas bimbingannya dan arahannya selama penelitian dan penulisan karya ilmiah ini.

2. Dosen penguji skripsi, Dr. Ir. Lilik Pujantoro, M.Agr dan Ir. Mad Yamin, MT atas kritik dan saran yang sangat bermanfaat.

3. Laboran Lab TPPHP, Pak Sulyaden dan Mas Abas atas bantuan selama penelitian berlangsung.

4. Laboran Lab Analisis Kimia dan Pangan , Pak Taufik dan Bu Endang atas bantuan selama penelitian berlangsung.

5. Keluarga Penulis, Bapak Juhara, Ibu Mien Aminah, Nur Candra Irawan, ST , dan Alda Rahayu Candra atas doa, dukungan, serta semangat positif yang telah diberikan untuk penulis.

6. Teman-teman satu bimbingan (Irna Dwi Destiana, Rusnaldi, Maulita, Rosari) dan Regenboog 48 atas kebersamaan, bantuan, serta semangat bagi penulis.

Akhir kata penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Agustus 2015

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Protein dan Mutu Kedelai (Glycine max (L) Merrill) 2

Penyimpanan Kedelai 3

Pengemasan 4

METODE 4 Waktu dan Tempat Penelitian 5

Alat dan Bahan 5 Prosedur Penelitian 5 Prosedur Analisis Data 7

Kadar Air 7

Perubahan Bobot 7

Penentuan Mutu 8

Uji Kadar Protein 8

Rancangan Percobaan 9

HASIL DAN PEMBAHASAN 9 Kadar Air 9 Perubahan Bobot 11

Mutu Kedelai Selama Penyimpanan 11

Kandungan Protein 16

SIMPULAN DAN SARAN 18

Simpulan 18

Saran 18

(10)

LAMPIRAN 21

RIWAYAT HIDUP 24

DAFTAR TABEL

1 Komposis kimia kedelai 3

2 Spesifikasi persyaratan mutu kedelai 3

DAFTAR GAMBAR

1 Kemasan penyimpanan 5

2 Kondisi tumpukan kunci lima 5

3 Diagram alir penelitian 6

4 Penimbangan bobot dengan mengunakan timbangan digital 8 5 Persentase kadar air kedelai selama penyimpanan 10

6 Penambahan bobot kedelai selama penyimpanan 11

7 Contoh butir berlubang dan pecah karena mekanis/biologis 12

8 Persentase butir rusak selama penyimpanan 12

9 Contoh butir belah pada kedelai 13

10 Persentase butir belah selama penyimpanan 14

11 Contoh butir berubah warna pada kedelai 14

12 Persentase butir berubah warna pada kedelai selama penyimpanan 15

13 Contoh butir keriput pada kedelai 15

14 Persentase butir keriput selama penyimpanan 16

15 Persentase kandungan protein pada kedelai 17

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kadar air selama penyimpanan 21

2 Penambahan bobot selama penyimpanan 21

3 Persentase butir rusak selama penyimpanan 21

4 Persentase butir belah selama penyipanan 22

5 Persentase butir berubah warna selama penyimpanan 22

6 Persentase butir keriput selama penyimpanan 22

(11)

1

PENDAHULUAN

Sebagai salah satu komoditas pangan utama setelah padi dan jagung, kedelai merupakan bahan pangan yang mendapat perhatian besar bagi Indonesia. Perkembangan secara historis dan kultural menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia mengkonsumsi bahan kedelai dalam berbagai produk makanan seperti tahu, tempe, kecap, tauco, dan susu. Selain itu kedelai merupakan bahan baku industri makanan yang kaya protein nabati dan sebagai bahan baku industri pakan ternak. Namun perkembangan produksi kedelai di Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara produsen utama kedelai di dunia (Sari 2014). Kebutuhan akan kedelai yang semakin meningkat mendorong berkembangnya teknologi yang menangani masalah produksi, pengolahan, dan penyimpanan. Sasaran utama dalam pengembangan teknologi ini adalah untuk menghasilkan kedelai yang bermutu baik mencakup mutu fisik, fisiologis, dan mutu genetik (Tatipata et al 2008).

Penurunan mutu cepat dialami kedelai selama proses penyimpanan yang disebabkan oleh kandungan lemak dan protein yang tinggi sehingga perlu ditangani secara serius sebelum disimpan karena kadar air akan meningkat jika suhu dan kelembaban ruang simpan cukup tinggi. Untuk mencegah peningkatan kadar air selama penyimpanan, diperlukan kemasan yang kedap udara dan air (Tatipata et al 2008). Menurut Sukarman dan Rahardjo (2000) kemasan dari kantong plastik lebih baik untuk mempertahankan daya simpan kedelai dibandingkan dengan kemasan dari kantong lain. Plastik merupakan kemasan yang penting didalam industri pengemasan. Kelebihan plastik dari kemasan lain diantaranya adalah harga yang relatif rendah, dapat dibentuk berbagai rupa dan mengurangi biaya transportasi.

Memilih beberapa jenis plastik untuk diuji coba dalam penyimpanan kedelai menjadi latar belakang penelitian. Bahan kemasan seperti plastik hermetik, HDPE, dan plastik PP (vacuum pack) memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Akan tetapi ketiganya memiliki ketahanan terhadap uap air dan oksigen. Berdasarkan latar belakang di atas, untuk mengetahui pengaruh kemasan terhadap perubahan mutu kedelai selama penyimpanan, maka perlu dilakukannya penelitian tentang teknik pengemasan untuk mempertahankan mutu simpan kedelai (Glycine max (L) Merrill).

Perumusan Masalah

(12)

2

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji pengaruh teknik kemasan menggunakan kemasan plastik terhadap perubahan mutu kedelai dalam penyimpanan. Parameter yang dihitung adalah : perubahan bobot, kadar air, mutu kedelai yang terdiri dari perubahan fisik (butir belah, butir rusak, dan butir keriput), fisiologis, perubahan warna, dan kandungan protein pada kedelai.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui pengaruh teknik kemasan menggunakan kemasan plastik terhadap perubahan mutu kedelai selama penyimpanan serta mengetahui perubahan bobot, kadar air, protein pada kemasan selama penyimpanan. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumbangan pikiran bagi petani kedelai untuk mempertahankan kualitas kedelai selama beberapa waktu penyimpanan setelah pemanenan.

TINJAUAN PUSTAKA

Protein dan Mutu Kedelai (Glycine max (L) Merrill)

Kedelai merupakan jenis kacang-kacangan penting yang telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Biji kedelai memiliki kandungan protein tinggi (34%) dan juga kaya akan lemak (18%), vitamin dan mineral. Sebagai sumber protein nabati yang penting dalam masyarakat, kedelai banyak dikonsumsi sebagai tempe, tahu, kecap, susu kedelai, tepung kedelai dan minyak kedelai. Berdasarkan data dan perhitungan, penggunaan langsung dari kedelai diperkirakan 70 % untuk produksi tempe, tahu, kecap dan makanan lainnya (Sari 2014).

Kandugan gizi kedelai cukup tinggi, terutama proteinnya mencapai 34% sehingga sangat diminati sebagai sumber protein nabati yang relatif murah dibandingkan dengan protein hewani. Adapun komposisi kimia kedelai basah dan kering dalam 100 gram bahan dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini

(13)

3 Penurunan kadar protein kedelai selama penyimpanan dapat disebabkan oleh degradasi protein oleh mikroba yang bersifat proteolitik, dimana mikroba ini akan menguraikan protein menjadi senyawa-senyawa lain seperti senyawa asam penghasil bau busuk (Sari 2014). Untuk menyeragamkan kualitas dari produksi yang dihasilkan, maka ketentuan persyaratan mutu harus diatur. Spesifikasi persyaratan mutu kedelai telah di atur oleh SNI, adapun persyaratan tersebut dapat di lihat pada Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2 Spesifikasi persyaratan mutu kedelai (SNI 01-3922-1995)

Sumber : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Kerusakan atau umur simpan dari bahan pangan dipengaruhi oleh faktor interinsik yang merupakan sifat dari produk itu sendiri dan faktor ekstrinsik (lingkungan). Faktor ekstrinsik diantaranya adalah profil suhu dan waktu selama

processing, kontrol suhu, RH, paparan terhadap cahaya selama penyimpanan dan distribusi, komposisi gas di dalam kemasan dan penanganan oleh konsumen.

Serangga dan mikroba mudah berkembang bila penyimpanan kedelai mempunyai kadar air lebih besar dari 12 % dan RH ruang penyimpanan lebih besar dari 80%. Ruang penyimpanan yang kotor dan berlubang mempermudah infeksi serangga. Serangga yang sering menyerang biji kedelai di tempat penyimpanan adalah dari kelompok Coleoptera (serangga bersayap keras) dan

Lepidoptera (ngengat). Serangga Lepidoptera yang sering menyerang biji kedelai di gudang antara lain Ephestia cautella. Larva serangga ini menggerek biji atau membuat lubang, menjalin benang untuk melindungi diri (Kartono 2010).

Penyimpanan Kedelai

Cara penyimpanan biji kedelai untuk konsumsi dilakukan dengan dua cara yaitu penyimanan ditempat terbuka dan ditempat kedap udara. Penyimpanan di tempat terbuka kondisi lingkungan harus bersih agar biji kedelai tidak terkontaminasi kotoran, debu serta gangguan hama dan penyakit. Ruang penyimpanan sebaiknya memiliki ventilasi udara dan alat penghalang tikus dan kadar air biji diatur tidak lebih dari 14%. Upaya untuk meningkatkan biji kedelai dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :

1) Menurunkan kadar air sesuai standar 2) Menggunakan kemasan

3) Menurunkan kelembaban

4) Memberantas hama secara periodik

(14)

4

Kualitas biji kedelai masih dapat dipertahankan 4,5 bulan bila kadar air awal berkisar dibawah 10% serta dikemas dalam kantong plastik dan di lapis dengan karung goni (Mulianti 2015).

Pengemasan

Kemasan membatasi bahan pangan dengan lingkungan sekitarnya sehingga dapat mencegah atau menghambat kerusakan. Perubahan kadar air, pengaruh gas, dan cahaya merupakan gangguan paling umum terjadi pada bahan pangan. Produk dengan kadar air rendah harus dilindungi terhadap masuknya uap air, maka pengemas harus mempuyai nilai permeabiltas air yang rendah untuk mencegah bahan pangan menjadi basah. Jenis kemasan yang dipilih pada penelitian ini adalah plastik hermetik, HDPE, dan PP (Vacuum pack).

Plastik Hermetik

Plastik hermetik adalah kantong plastik yang dibuat dari bahan dan teknik khusus untuk menciptakan lingkungan hermetik (kedap dari pengaruh udara luar). Plastik hermetik terbuat dari campuran plastik jenis LDPE dengan bahan alam dan dibuat memiliki lapisan yang banyak, mampu menahan uap air dan gas masuk dalam jumlah besar ke dalam bahan pangan yang dikemas (Lestari 2015). Jenis plastik ini memiliki ketebalan 0.078 mm dengan lapisan pelindung di bagian luar dan barrier gas di tengah. Plastik ini memiliki permeabilitas yang rendah pada uap air dan gas (8 g m-2 /24 jam untuk uap air dan 0.3 cm-3.m-2 24 jam oksigen). Plastik hermetik ini dipilih karena merupakan salah satu penemuan terbaru dalam teknologi pengemasan, dimana penggunaannya sudah berhasil digunakan untuk penyimpanan beras dan jagung (Robertson 2010).

High Density Poli Etilen (HDPE)

Pemilihan jenis plastik ini karena laju transmisinya yang kecil, yaitu (WVTR) 5-10 g m-2/24 jam untuk uap air dan laju transmisi oksigen 3.585 cm-3 m-2/24. Plastik ini juga dikombinasikan dengan bahan pengemas karung yang biasa digunakan oleh petani kedelai (Robertson 2010).

PP (Polipropilen)

Polipropilen sangat mirip dengan polietilen dan sifat-sifatnya juga serupa. Polipropilen lebih kuat dan ringan dengan daya tembus uap yang rendah yaitu 8-10 g m-2/ 24 jam dan laju transmisi oksigen 8.964 cm-3 m-2 /24 jam (Robertson 2010).

(15)

5

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2014 – April 2015 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, dan Laboratorium Kimia Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah oven, cawan, timbangan digital, desikator, termometer, destruktor, buret, labu kjeldahl, gelas ukur, dan vacuum sealer machine.

Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah kedelai varietas Argomulyo yang diperoleh dari Kelompok Tani Mekar di Kabupaten Majalengka masa tanam Juli – September tahun 2014 dan dipanen pada 80-82 HST (Hari Setelah Tanam). Bahan kemasan yang digunakan adalah plastik hermetik, HDPE (High Density Poli Etilen), plastik PP (untuk vacuum pack), dan karung berbahan nylon.

Prosedur Penelitian

Penelitian dimulai dengan sortasi kedelai kemudian pengemasan kedelai ke dalam tiga jenis plastik, yaitu hermetik, HDPE, dan plastik vakum. Kedelai masing-masing ditimbang seberat 1000 gram kemudian dimasukan ke dalam kemasan plastik tersebut. Kemasan penyimpanan (Gambar 1) berdimensi panjang x lebar x tebal adalah 25 x 18 x 3 cm. Kemasan plastik kemudian di sealer dan dimasukan ke dalam karung dan dijahit. Khusus kemasan vakum tidak menggunakan karung, melainkan langsung di vakum menggunakan vacuum sealer machine. Penyimpanan dilakukan pada suhu ruang 27-30oC dengan RH 60-70% dengan kondisi tumpukan kunci lima (Gambar 2).

(16)

6

Penelitian bertujuan untuk mengkaji pengaruh teknik kemasan menggunakan kemasan plastik terhadap perubahan mutu kedelai dengan parameter yang diukur : kadar air, perubahan bobot, menentukan mutu kedelai berdasarkan perubahan fisik (butir belah, butir rusak, butir keriput) dan perubahan warna dan protein pada masing-masing sampel kedelai yang sudah disimpan sesuai dengan jenis bulan perlakuannya. Kondisi penyimpanan kedelai saat ini yaitu dengan menggunakan plastik HDPE dan karung berbahan nylon. Kedelai memiliki berat 20 kg/karung ditumpuk pada gudang dengan tumpukan kunci lima sebanyak 10 tumpukan dengan kondisi alas menggunakan alas kayu bernama palet.

Pengamatan dilakukan satu bulan sekali selama lima bulan (5 kali pengamatan). Jumlah kombinasi perlakuannya adalah 3 kombinasi pada satu kelompok jenis kedelai. Jumlah sampel yang dibutuhkan 6 sampel/pengamatan pada tiap bulannya dan 6 sampel untuk parameter perubahan bobot. Jumlah total sampel yang dibutuhkan adalah 36 sampel dengan berat masing-masing sampel sebesar 1000 gram. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

(17)

7

Prosedur Analisis Data

1. Kadar Air

Kadar air merupakan persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan basis basah (wet basis) atau berdasarkan basis kering (dry basis). Pengukuran kadar air basis kering dengan menggunakan metode oven adalah sebagai berikut :

KA(%) = M2 – M3 x 100 %...(1) M3 – M1

Kadar air suatu bahan biasanya dinyatakan dalam persentase berat bahan basah, misalnya dalam gram air untuk setiap 100 gram bahan disebut kadar air basis basah. Pada penelitian kali ini perhitungan kadar air menggunakan basis basah dengan menggunakan metode oven dengan melakukan pengecilan ukuran terhadap kedelai. Hal yang pertama dilakukan adalah dengan mengecilkan ukuran kedelai dan mensterilisasikan cawan sebelum ditimbang Proses pengecilan ukuran juga dapat menurunkan kadar air yang terdapat pada jaringan dan serat bahan ikut terbuang pada saat penghancuran jaringan-jaringan tersebut (Rifai 2009). Pengecilan ukuran kedelai dilakukan dengan gaya mekanis, yaitu dengan ditumbuk. Cawan disterilisasi pada suhu 150oC selama satu jam kemudian didinginkan ke dalam desikator selama satu jam. Setelah cawan sudah dingin maka dilakukan penimbangan berat cawan beserta tutupnya sebagai M1 kemudian ditambahkan dengan kedelai ± 10 gram sebagai M2. Cawan beserta kedelai kemudian dioven pada suhu 105oC selama 12 jam dan dilakukan penimbangan kembali setelah didinginkan di dalam desikator selama 1 jam sebagai M3.

Perhitungan kadar air basis basah :

KA(%) = M2 – M3 x 100……….(2) M2 – M1

Keterangan :

M1 = Berat cawan beserta tutupnya

M2 = Berat cawan beserta tutup & isinya sebelum dipanaskan M3 = Berat cawan beserta tutup & isinya setelah dipanaskan

2. Perubahan Bobot

Perubahan bobot diukur dengan menggunakan timbangan digital (Gambar 4). Pengukuran dilakukan pada awal sebelum kedelai disimpan dan setelah kedelai disimpan. Adanya penambahan bobot menandakan bahwa kedelai merupakan produk pangan dengan tingkat kadar air rendah rentan terhadap lingkungan, memiliki kulit yang tipis dan bersifat higroskopis. Persamaan yang digunakan untuk mengukur penambahan bobot tersebut adalah sebagai berikut :

(18)

8

Dimana : a = berat bahan pada penyimpanan (g) b = berat bahan setelah disimpan (g)

Gambar 4 Penimbangan bobot dengan menggunakan timbangan digital

3. Menentukan Mutu Kedelai

Parameter pemutuan kedelai terdiri dari kerusakan secara fisik seperti butir rusak, butir belah, dan butir keriput dan perubahan warna. Butir rusak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah butir yang tidak sempurna, mengalami kerusakan baik secara fisik maupun fisiologis. Butir rusak adalah biji kedelai yang berlubang bekas serangan hama, pecah karena mekanis, biologis, fisik, dan enzimatis seperti berkecambah, busuk, timbul bau yang tidak disukai. Perubahan warna pada butir kedelai menunjukkan warna coklat yang tua pekat atau mengalami perubahan sampai warna kehijau-hijauan. Penentuan mutu dilakukan dengan cara pemisahan/pemilihan secara manual. Kedelai diambil seberat ± 100 gram secara acak, kemudian diamati secara visual berdasarkan parameter pemutuan kedelai. Setelah didapatkan kedelai butir rusak, belah, keriput dan butir berubah warna kemudian ditimbang dan dihitung persentasenya dan disesuaikan dengan standar mutu SNI. Perhitungan persentase pemutuan kedelai adalah sebagai berikut :

Mutu kedelai (%) = W1/2/3/4 parameter pemutuan kedelai (gram) X 100%...(4) Ws (± 100 gram)

Keterangan :

W1/2/3/4 = Berat butir rusak, butir belah, butir keriput, dan butir berubah warna (gram)

Ws = Berat sampel acak awal kedelai (±100 gram)

4. Uji Kadar Protein

(19)

9 kurang disukai karena munculnya bau langu. Parameter ini hanya dilakukan untuk jenis kedelai konsumsi. Pengujian kadar protein dipergunakan metode Kjeldahl dengan perhitungan:

……….(5)

Kadar Protein: N x F Keterangan :

A : HCl titrasi sampel B : HCl titrasi Blangko

F : Faktor konversi N menjdai protein 5.75

5. Rancangan Percobaan

Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktor kemasan 3 taraf. Jenis kemasan yang digunakan adalah plastik Hermetik , HDPE yang dikombinasikan dengan karung, dan plastik vakum. Model matematik dari rancangan acak lengkap adalah sebagai berikut.

Yi = μ + αi + εi

i=1,2,3 Keterangan :

Yi = Pengamatan pada kombinasi perlakuan taraf ke-i

μ = Rataan umum

αi = Pengaruh faktor jenis bahan kemasan εi = Pengaruh acak dari perlakuan ke i

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air

(20)

10

bahwa laju kenaikan kadar air pada suhu rendah berlangsung lebih lambat dari pada suhu tinggi yaitu rata-rata 0.3 % tiap bulannya.

Kadar air awal kedelai adalah 8.15 % , pada akhir penyimpanan kedelai dengan kemasan HDPE memiliki kadar air sebesar 9.27 %, kedelai dengan kemasan hermetik sebesar 8.51 %, dan kedelai dengan kemasan vakum sebesar 8.85 %. Berdasarkan uji statistik pengaruh jenis kemasan terhadap kadar air kedelai tidak berbeda nyata (Lampiran 1) namun berdasarkan tren parameter mutu kadar air yang diukur memperlihatkan perubahan tiap bulannya pada jenis kemasan yang berbeda. Kadar air kedelai pada masing-masing jenis kemasan yang diuji pada awal penyimpanan sampai dengan bulan kelima penyimpanan masuk kedalam mutu I berdasarkan standar mutu SNI. Peningkatan kadar air terjadi pada bulan kedua untuk kemasan HDPE dan bulan ke tiga untuk kemasan hermetik sedangkan untuk kemasan vakum cenderung mengalami peningkatan yang sedikit demi sedikit dari bulan pertama sampai dengan kelima. Peningkatan kadar air tersebut dapat dipegaruhi oleh faktor lingkungan selama penyimpanan seperti suhu, dan kelembaban. Peningkatan kadar air kedelai selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 5. Jika suhu dan kelembaban berubah-ubah maka sulit untuk mempertahankan kadar air bahan. Kelembaban yang tinggi selama penyimpanan menjadi pendorong perpindahan masa uap air dari lingkungan ke dalam bahan.

Gambar 5 Persentase kadar air kedelai selama penyimpanan

Sifat permeabiltas plastik terhadap gas dan uap air mampu melindungi produk yang dikemas dengan menjaga agar oksigen dan uap air tetap berada di luar kemasan. Akan tetapi pada kenyataanya ternyata plastik pengemas tidak secara absolut mampu menahan gas dan uap air tersebut. Berdasarkan literatur, permeabilitas plastik hermetik, HDPE, dan PP (vakum) berkisar diantara 5 – 10 g m-2/24 jam. Hal tersebut memperlihatkan banyaknya uap air yang masuk ke dalam bahan polimer plastik persatuan luas permukaan plastik tersebut.

(21)

11 Pada hasil penelitian menujukkan bahwa kedelai dengan kemasan hermetik memiliki kadar air yang paling rendah dikarenakan plastik tersebut terdiri dari beberapa lapisan (Lestari 2015). Banyaknya lapisan tersebut melindungi bahan yang dikemas sehingga uap air yang masuk ke dalam kemasan dan berada disekitar kedelai sudah berkurang banyak dari jumlah uap air yang masuk pada awal dinding kemasan.

Kedelai dengan kemasan PP memiliki kadar air diakhir bulan penyimpanan terendah kedua. Kondisi vakum mempengaruhi pertukaran gas antara bahan dan lingkungan menjadi lebih kecil yang mengakibatkan kadar air kedelai dibulan akhir penyimpanan lebih kecil dibandingkan dengan kemasan HDPE.

Perubahan Bobot

Peningkatan bobot dipengaruhi oleh peningkatan kadar air selama penyimpanan. Berdasarkan hasil penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 6 kedelai dengan kemasan HDPE memiliki peningkatan bobot yang paling tinggi mulai dari bulan kedua sampai ke lima yaitu sebesar 2.56%, hal tersebut sesuai dengan hasil peningkatan kadar air yang menunjukkan kedelai pada kemasan HDPE memiliki kadar air tertinggi. Kedelai dengan kemasan hermetik memiliki peningkatan bobot sebesar 1.05% dan vakum memiliki peningkatan bobot sebesar 0.96% selama penyimpanan bulan kelima. Berdasarkan uji statistik pengaruh jenis kemasan terhadap perubahan bobot tidak berbeda nyata (Lampiran 2) namun berdasarkan tren parameter perubahan bobot yang diukur memperlihatkan perubahan tiap bulannya pada jenis kemasan yang berbeda.

Peningkatan bobot tersebut membuktikan bahwa biji-bijian memiliki kandungan kadar air yang rendah dan rentan terhadap lingkungan sehingga biji kedelai menyerap uap air lingkungan dan membuat bobotnya semakin meningkat. Selama penyimpanan kedelai berusaha menyeimbangkan kandungan airnya dengan udara sekitar, maka dari itu perubahan kadar air selama penyimpanan akan mempengaruhi perubahan berat (Indartono 2011).

Gambar 6 Penambahan bobot selama penyimpanan

Mutu Kedelai Selama Penyimpanan

Banyaknya kerusakan yang terjadi pada kedelai baik rusak fisik (butir belah, rusak, warna, keriput) maupun fisiologis pada awal penyimpanan sampai

(22)

12

dengan bulan kelima, kemungkinan karena kedelai sudah terserang hama dan penyakit selama di lahan. Mengingat bahwa pada masa tanam kedelai dibulan Juli-September 2014 memiliki curah hujan yang tinggi sehingga kedelai rentan akan hama dan penyakit. Mutu kedelai yang diamati adalah butir rusak, butir belah, butir keriput, dan perubahan warna. Pemisahan kedelai dilakukan secara manual, dan dihitung persentasenya perberat sampel (± 100 gram) yang diambil. Butir rusak yang dimaksud adalah butir yang berlubang bekas serangan hama, pecah karena mekanis, biologis, fisik, dan enzimatis seperti berkecambah, busuk, timbul bau yang tidak disukai. Pada Gambar 7 menunjukkan kondisi kedelai yang mengalami kerusakan : butir yang berlubang (a), pecah karena mekanis/biologis (b).

(a) (b)

Gambar 7 Contoh butir berlubang (a) dan pecah kulit karena mekanis/biologis(b)

Butir berlubang terjadi karena adanya hama/penyakit pada kedelai tesebut, sedangkan adanya perbedaan antara pecah kulit yang disebabkan dengan mekanis maupun biologis adalah dapat diamati dari pengamatan. Pecah kulit karena mekanis tidak meninggalkan bekas hitam pada kulit kedelai sedangkan pada pecah secara biologis terjadi kerusakan pada kulit kedelai yang ditandai dengan bercak hitam ataupun biru lebam akibat kerusakan dari dalam kedelai (Nguyen 2013). Persentase butir rusak pada kedelai selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Persentase butir rusak selama penyimpanan

Butir rusak yang banyak terjadi adalah pecah kulit pada biji kedelai, hal tersebut disebabkan oleh rendahnya kadar air pada saat pemanenan dan pada saat

(23)

13 awal penyimpanan yaitu 8.15 %. Peningkatan butir rusak cukup besar selama penyimpanan. Persentase butir rusak rata-rata pada setiap bulannya ditunjukkan pada tren yang terdapat pada Gambar 8. Pada bulan kedua persentase butir rusak mengalami kenaikan sebesar 7.7 %, 14.76 % pada bulan ketiga, 18.95 % pada bulan keempat dan 21.96 % pada bulan kelima. Berdasarkan uji statistik pengaruh jenis kemasan terhadap butir rusak tidak berbeda nyata (Lampiran 3) namun berdasarkan tren parameter mutu butir rusak yang diukur memperlihatkan perubahan tiap bulannya pada jenis kemasan yang berbeda.

Berdasarkan hasil penelitian kedelai dengan kemasan HDPE memiliki persentase butir rusak yang paling tinggi sedangkan kedelai dengan kemasan vakum memiliki persentase butir rusak yang paling rendah. Pada awal penyimpanan butir rusak masuk kedalam mutu IV berdasarkan mutu standar SNI untuk tiap jenis kemasan plastik sampai dengan bulan kelima penyimpanan.

Butir belah pada kedelai dapat dilihat pada Gambar 9. Belahan pada butir kedelai biasanya terletak pada tengah biji dan seolah-olah membelah biji. Butir belah dapat didefinisikan sebagai kerusakan pada biji yang kurang dari ¾ bijinya terpisah dari kotiledon (Nguyen 2013). Butir belah dapat disebabkan akibat perontokan kedelai dengan menggunakan mesin atau oleh hama dan penyakit pada kedelai tersebut selama penyimpanan yang disebabkan oleh kebersihan gudang penyimpanan.

Gambar 9 Contoh butir belah pada kedelai

(24)

14

Gambar 10 Persentase butir belah selama penyimpanan

Perubahan warna pada kedelai selama penyimpanan juga mempengaruhi pemutuan kedelai. Kedelai yang diteliti merupakan jenis kedelai kuning yang memiliki warna biji kuning terang keemasan, sehingga perbedaan warna dapat dilihat dari perbandingan biji kedelai yang masih berkualitas baik. Umumnya perubahan warna tidak selalu diikuti oleh kerusakan yang lainnya. Perubahan warna menunjukkan butir yang masih utuh tanpa adanya kerusakan fisik maupun biologis ,terbelah, dan keriput namun hanya menunjukkan perubahan warna coklat pekat dan kehijauan (Gambar 11).

(a) (b)

Gambar 11 Contoh butir berubah warna pada kedelai

(25)

15

Gambar 12 Persentase butir berubah warna pada kedelai selama penyimpanan Kedelai dengan kemasan HDPE menunjukkan persentase butir berubah warna yang paling kecil dibandingkan kedelai dengan kemasan vakum dan hermetik. Berdasarkan uji statistik pengaruh jenis kemasan terhadap butir berubah warna tidak berbeda nyata (Lampiran 5) namun berdasarkan tren parameter mutu butir berubah warna yang diukur memperlihatkan perubahan tiap bulannya pada jenis kemasan yang berbeda.

Butir kedelai keriput pada kedelai ditandai dengan adanya pengerutan biji. Contoh butir kedelai keriput dapat dilihat pada Gambar 13 di bawah ini, begitupun dengan dengan persentase butir keriput selama penyimpanan (Gambar 14).

Gambar 13 Contoh butir keriput pada kedelai

Butir keriput biasanya tidak diikuti dengan kerusakan secara fisik seperti belah maupun kulit yang robek, kedelai masih terlihat utuh secara keseluruhan bentuknya namun ¼ bagiannya mengalami pengkerutan. Berdasarkan hasil penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 14 kedelai dengan masing-masing kemasan menunjukkan mutu ke III pada awal penyimpanan dan mutu IV pada penyimpanan bulan kelima. Kedelai dengan kemasan vakum menunjukkan kerusakan butir keriput yang paling tinggi diantara kemasan yang lain namun tidak pada kerusakan butir lainnya hal tersebut memungkinkan bahwa butir keriput lebih mudah terjadi pada kemasan yang kedap udara. Berdasarkan uji statistik pengaruh jenis kemasan terhadap butir keriput tidak berbeda nyata

(26)

16

(Lampiran 6) namun berdasarkan tren parameter mutu butir keriput yang diukur memperlihatkan perubahan tiap bulannya pada jenis kemasan yang berbeda.

Gambar 14 Persentase butir keriput selama penyimpanan

Kandungan Protein

Biji kedelai tersusun atas tiga komponen utama yaitu kulit biji, daging/kotiledon, dan hipokotil. Sedangkan kompisisi kimia kedelai adalah 40.5% protein, 20.5% lemak, 22.2% karbohidrat, 4.3% abu dan 6.6% air. Kedelai merupakan sumber gizi yang penting, komposisi gizi kedelai bervariasi tergantung varietas yang dikembangkan dan juga warna kulit maupun kotiledonnya. Kandugan protein dalam kedelai kuning bervariasi antara 31-48 % (Dwinaningsih 2010).

(27)

17

Gambar 15 Kandungan protein pada kedelai selama penyimpanan

Menurut Nursiam (2009) persentase kandungan protein pada kedelai berkisar antara 30-45 %. Berdasarkan hasil penelitian maka penyimpanan kedelai selama lima bulan masih mampu mempertahankan kandungan protein dengan hanya memiliki kenaikan kurang dari 2% dan membuat kandungan protein pada kedelai masih dapat diterima. Kadar air awal, kemasan, dan lama simpan berpengaruh terhadap kadar protein membran dalam mitokondria serta pola pitanya (Tatipata et al 2008). Penurunan protein pada bulan pertama dan keempat penyimpanan dapat dipengaruhi oleh kadar air yang menurun, suhu, dan kelembaban pada saat penyimpanan mengingat penyimpanan pada daerah tropis akan sangat sulit untuk mempertahankan kadar air.

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00

0 1 2 3 4 5

Kan

d

u

n

g

an

P

ro

tein

(

%)

Bulan penyimpanan

HDPE

Hermetik

(28)

18

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pengaruh teknik kemasan terhadap mutu kedelai terlihat dari tren parameter yang diukur pada masing-masing kemasan walaupun tidak berbeda nyata pada uji statistik. Kedelai dengan kemasan hermetik mampu mempertahankan kadar air yang paling baik (8.51%), persentase butir belah (3.17%) dan keriput (4.11%) yang paling sedikit sampai bulan kelima penyimpanan sedangkan kedelai dengan kemasan vakum lebih baik dalam mempertahankan bobot (0.96%) dan menunjukkan persentase butir rusak yang paling kecil (45.36%) pada bulan kelima penyimpanan. Kedelai dengan kemasan HDPE menunjukkan peningkatan kadar air yang paling tinggi (9.26%) sehingga mengalami penambahan bobot yang tertinggi (2.56%) sampai bulan kelima penyimpanan, namun disamping itu kedelai dengan kemasan HDPE mampu memperlihatkan perubahan butir berubah warna pada kedelai yang paling kecil (5.01%) dan lebih baik dalam mempertahankan kandungan protein kedelai pada akhir penyimpanan sebesar 41.28%. Kadar air pada kedelai yang tidak kurang dari 10 % mampu menunjukkan kedelai dapat disimpan sampai dengan lima bulan penyimpanan. Maka dari itu untuk penyimpanan kedelai selama 5 bulan kriteria yang perlu diperhatikan adalah kadar air dari kedelai itu sendiri karena kadar air mempengaruhi jumlah kerusakan pada kedelai nantinya. Adapun hal lainnya yaitu jenis kemasan sekunder seperti karung berbahan nylon yang mampu mempengaruhi penambahan bobot selama penyimpanan dikarenankan nylon merupakan jenis plastik polamida yang memiliki sifat sedikit higrokopis sehingga perlu dikeringkan sebelum dipakai.

Saran

(29)

19

DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto T. 2009. Kedelai penebar swadaya [Internet]. [diunduh pada 2014 Desember 25]. Tersedia dari : http : //www.litbang.deptan.co.id.

Danapriatna N. 2006. Pengaruh penyimpanan terhadap viabilitas benih kedelai [Internet]. [diunduh pada 2014 Agustus 12]. Tersedia dari : http : //www. pengaruh-penyimpanan-benih-kedelai.co.id.

Dwinaningsih E. 2010. Karakteristik kimia dan sensori tempe dengan variasi bahan baku kedelai/beras dan penambahan angkak serta variasi lama fermentasi. Semarang (ID) : Universitas Negeri Semarang Press.

Indartono. 2011. Pengkajian suhu ruang penyimpanan dan teknik pengemasan terhadap kualitas benih kedelai. Gema Teknologi. 16 (3) : 158-163.

Justice OL, Bass LN. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Roesli R, penerjemah. Jakarta (ID) : Grafindo Persada. Terjemahan dari : Principles and Practice of Seed Storage. 446 p.

Kamsiati. 2013. Sceerning varietas padi dan penggunaan kemasan plastik fleksibel untuk meningkatkan daya tahan simpan beras [tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Kartono. 2004. Teknik penyimpanan benih kedelai varietas wilis pada kadar air dan suhu penyimpanan yang berbeda [Internet]. [diunduh pada 2015 Mei 1]. Tersedia dari : http ://pustaka.litbang.pertanian.go.id/publikasi.

Lestari M. 2015. Sifat kimia plastik [Internet]. [diunduh pada 2015 Juni 4]. Tersedia dari : http://www.academia.edu//SIFAT_KIMIA_PLASTIK. Mulianti K. 2015. Pentingnya keamanan pengolahan susu kedelai [Internet].

[diunduh pada 2015 April 1]. Tersedia dari: http://jambi.litbang.pertanian.go.id.

Nguyen V. 2013. Technical specification for soybean [Internet]. [diunduh pada 2015 Mei 10]. Tersedia dari: http://documents.wfp.org/stellent/groups/public. Nursiam Intan. 2009. Kandungan nutrisi jagung dan kedelai [Internet]. [diunduh

pada 2015 April 16]. Tersedia dari : http://intannursiam.wordpress.com. Purwanti S. 2004. Kajian suhu ruang simpan terhadap kualitas kedelai hitam dan

kedelai kuning [Study of storage temperature on the quality of black and yellow sobean]. JIPI. 11(1) : 22-31.

Rifai Hakim. 2009. Pengecilan Ukuran Kedelai dan Jagung. Jakarta (ID) : PT. Erlangga.

Robertson LG. 2010. A Practical Guide of Food Packaging and Self Life. London (GB) : CRC Pr.

Sadaka S. 2014. Handbook On-farm drying and storage of soybean. Arkansas (USA) : Division of Agricultural Research and Extension University of Arkansas System.

Sinartani. 2008. Komposisi kimia kedelai [Internet]. [diunduh pada 2014 Desember 25]. Tersedia pada : http://www.komposisi kimia kedelai.sinartani.com.

Sukarman, Rahardjo M. 2000. Mutu fisiologis benih kedelai (Glycine max (L)

(30)

20

Tatipata A, Prapto Y, Aziz P, Woerjono M. 2004. Kajian aspek fisiologis dan biokomia deteriorasi benih kedelai dalam penyimpanan. JIPL. 11 (2): 76-87. USDA. 2006. U.S soybean inspection [Internet]. [diunduh pada 2015 Mei 10].

Tersedia pada : http://www.usda.gov/oce/commodity/wasde/latest.pdf. Zakiah. 2012. Preferensi dan permintaan kedelai pada industri dan implikasinya

terhadap manajemen usaha tani. JMA. 1(28) : 77-84.

(31)

21 Lampiran 1 Kadar air kedelai selama penyimpanan

Bulan Kadar Air (%)

HDPE Hermetik Vakum

1 7.76 ± 0.56 (a) 7.48 ± 0.47 (a) 8.37 ± 0.19 (a) 2 8.6876 ± 0.56 (a) 7.47 ± 0.47 (a) 8.43 ± 0.19 (a) 3 8.6876 ± 0.56 (a) 8.20 ± 0.47 (a) 8.70 ± 0.19 (a) 4 8.9676 ± 0.56 (a) 8.16 ± 0.47 (a) 8.60 ± 0.19 (a) 5 9.2676 ± 0.56 (a) 8.51 ± 0.47 (a) 8.85 ± 0.19 (a)

*

Angka-angka yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 % DMRT .

Lampiran 2 Penambahan bobot selama penyimpanan

Jenis kemasan Penambahan Bobot pada Bulan ke-

1 2 3 4 5

HDPE 0.94 ±0.47 (a) 1.47 ±0.46 (a) 1.83 ±0.62 (a) 2.25 ±0.77 (a) 2.56 ±0.9 (a) Hermetik 0.78 ±0.47 (a) 0.92 ±0.46 (a) 0.91 ±0.62 (a) 1.00 ±0.77 (a) 1.05 ±0.9 (a) Vakum 0.06 ±0.47 (a) 0.56 ±0.46 (a) 0.67 ±0.62 (a) 0.84 ±0.77 (a) 0.96 ±0.9 (a)

*

Angka-angka yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 % DMRT .

Lampiran 3 Persentase butir rusak selama penyimpanan

Bulan Butir Rusak (%)

HDPE Hermetik Vakum

1 31.77 ±7.68 (a) 29.69 ±7.82 (a) 18.92 ±11.39 (a)

2 35.68 ±7.68 (a) 33.48 ±7.82 (a) 33.02 ±11.39 (a)

3 40.56 ±7.68 (a) 43.93 ±7.82 (a) 38.67 ±11.39 (a)

4 44.01 ±7.68 (a) 44.51 ±7.82 (a) 47.19 ±11.39 (a)

5 51.65 ±7.68 (a) 47.73 ±7.82 (a) 45.36 ±11.39 (a)

*

(32)

22

Lampiran 4 Persentase belah selama penyimpanan

Bulan

Butir Belah (%)

HDPE Hermetik Vakum

1 3.60 ±0.63 (a) 3.31 ±0.26 (a) 2.50 ±0.59 (a)

2 4.01 ±0.63 (a) 2.62 ±0.26 (a) 3.64 ±0.59 (a)

3 4.09 ±0.63 (a) 2.98 ±0.26 (a) 4.04 ±0.59 (a)

4 5.30 ±0.63 (a) 3.01 ±0.26 (a) 3.64 ±0.59 (a)

5 4.25 ±0.63 (a) 3.17 ±0.26 (a) 3.79 ±0.59 (a)

*

Angka-angka yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 % DMRT .

Lampiran 5 Persentase butir berubah warna selama penyimpanan

Bulan Butir Berubah Warna (%)

HDPE Hermetik Vakum

1 1.79 ±1.47 (a) 1.38 ±2.30 (a) 2.07 ±1.38 (a)

2 2.12 ±1.47 (a) 1.01 ±2.30 (a) 2.25 ±1.38 (a)

3 3.30 ±1.47 (a) 2.64 ±2.30 (a) 2.66 ±1.38 (a)

4 4.74 ±1.47 (a) 6.13 ±2.30 (a) 4.12 ±1.38 (a)

5 5.01 ±1.47 (a) 5.22 ±2.30 (a) 5.29 ±1.38 (a)

*

Angka-angka yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 % DMRT .

Lampiran 6 Persentase butir keriput selama penyimpanan

Bulan Butir Keriput (%)

HDPE Hermetik Vakum

1 2.04±1.18 (a) 2.16 ±0.87 (a) 2.98 ±0.77 (a) 2 2.59 ±1.18 (a) 2.82 ±0.87 (a) 3.13 ±0.77 (a) 3 3.68 ±1.18 (a) 3.97 ±0.87 (a) 4.05 ±0.77 (a) 4 4.85 ±1.18 (a) 3.95 ±0.87 (a) 4.68 ±0.77(a) 5 4.35 ±1.18 (a) 4.11 ±0.87 (a) 4.46 ±0.77 (a)

*

(33)

23

Lampiran 7 Kandungan protein selama penyimpanan (%)

Bulan Kandungan Protein (%)

HDPE Hermetik Vakum

1 37.21 ±1.85 (a) 34.34 ±2.73 (a) 33.99 ±2.87 (a)

2 41.0 ±1.85 (a) 38.52 ±2.73 (a) 38.38 ±2.87 (a)

3 40.87 ±1.85 (a) 39.86 ±2.73 (a) 40.34 ±2.87 (a)

4 38.40 ±1.85 (a) 38.14 ±2.73 (a) 38.57 ±2.87 (a)

5 41.28 ±1.85 (a) 41.76 ±2.73 (a) 41.55 ±2.87 (a)

*

(34)

24

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 14 Oktober 1992 dari ayah Juhara dan ibu Mien Aminah. Penulis adalah putri kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2006 penulis menamatkan sekolah dasar di SD Negeri Polisi IV Bogor, kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun 2009. Tahun 2011 penulis menamatkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Bogor dan pada tahun yang sama penulis diterima di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur undangan seleksi rapor.

Selama masa perkuliahan, penulis memperoleh juara 2 (Vocal Group) FAC (Fateta Art Contest), juara 1 (Vocal Group) IAC (IPB Art Contest) tahun 2013, dan juara II (Vocal Group) IAC 2014. Penulis juga aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Teknik Mesin dan Biosistem (HIMATETA) masa jabatan 2011-2014. Penulis juga menjadi asisten praktikum Teknologi Pengolahan Pangan (TPP) pada tahun 2015.

Pada bulan Juni-Agustus 2014 penulis melaksanakan Praktik Lapangan di PT Kebun Sayur Segar Parung (Parung Farm), Parung, Kabupaten Bogor dengan judul Penanganan Produksi dan Pascapanen Sayuran di PT Kebun Sayur Segar Parung (Parung Farm). Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) dan Laboratorium Kimia Pangan dengan judul “Teknik Pengemasan untuk Mempertahankan Mutu Simpan Kedelai (Glycine max (L) Merrill)” di bawah

Gambar

Tabel 1 Komposisi Kimia Kedelai
Gambar 3 Diagram alir penelitian
Gambar 4 Penimbangan bobot dengan menggunakan timbangan digital
Gambar 5 Persentase kadar air kedelai selama penyimpanan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Empirical results (e.g., Zeithaml, 1998; and Dodds et al., 1991) also support the view that perceived value lead to customers intention to continue purchasing from an organized

Berdasarkan hasil analisis data seperti yang telah disajikan pada Bab IV, penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut. 1) kebutuhan perangkat pembelajaran dengan

Hasibuan (2011: 94) menjalaskan kinerja guru merupakan hasil kerja dan kemajuan yang dicapai oleh guru dalam melaksanakan tugas dan kewajibanya. Kinerja yang baik

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS Materi Peninggalan Sejarah Kerajaan Hindu Buddha Dan Islam dengan

Sasaran program KB Nasional Provinsi Jawa Tengah (RPJM 2004–2009) adalah : 1) menurunnya laju pertumbuhan penduduk menjadi sekitar 0,80% per tahun, 2) menurunnya angka

Pemenuhan pelayanan kesehatan dasar kuratif termasuk layanan kesehatan rujukan bagi seluruh masyarakat yang didukung dengan kemudahan akses baik jarak maupun

Sementara itu, hasil normalisasi unsur kimia dengan NASc tersaji pada Tabel 4.Pada masing-masing lokasi diambil empat percontoh batuan yang berupa opal, batulempung

Stabilitas pertumbuhan dan perlekatan Candida dalam rongga mulut dipengaruhi oleh jumlah saliva yang dapat mempengaruhi kemampuan pengikatan Candida pada permukaan epitel..