• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi perubahan penutupan lahan di DAS Babalan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Evaluasi perubahan penutupan lahan di DAS Babalan"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN

DI DAS BABALAN

SKRIPSI

Oleh: Inda Restiana

081201024/Manajemen Hutan

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Evaluasi perubahan penutupan lahan di DAS Babalan

Nama : Inda Restiana

NIM : 081201024

Program Studi : Kehutanan/ Manajemen Hutan

Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing

Rahmawaty, S.Hut, M.Si, Ph.D Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP

Ketua Anggota

Mengetahui,

(3)

ABSTRAK

INDA RESTIANA : Evaluasi perubahan penutupan lahan di DAS Babalan ,

dibimbing oleh RAHMAWATY dan ABBDUL RAUF

Evaluasi perubahan penutupan lahan di lakukan di DAS Babalan. Penelitian ini dilakukan dari bulan juli 2012 sampai dengan bulan desember 2012. Tujuannya adalah untuk mengetahui perubahan luas lahan hutan menjadi lahan kelapa sawit , memetakan kelas kesesuaian lahan untuk kelapa sawit serta mengetahui kualitas tanah hutan dan tanah kelapa sawit. Metode untuk mengetahui perubahan luas lahan dilakukan dengan memanfaatkan pengindraan jauh dan sistem informasi geografis (SIG). untuk mengetahui perubahan luas lahan dilakukan dengan mengoverlaykan peta penutupan lahan tahun 2000 dan tahun 2011. Untuk memetakan kelas kesesuaian lahan dilakukan dengan memperbandingkan (matching) antara karakteristik lahan/iklim dengan persyaratan tumbuh tanaman. Karakteristik lahan yang digunakan yaitu temperatur, curah hujan, tekstur tanah, KTK tanah, kejenuhan basa, pHH2O,

C-organik, kelerengan tempat dan bahaya erosi tanah. Hasil matching kemudian dimasukkan kedalam atribut peta landsystem. Untuk mengetahui kualitas tanah hutan dan tanah kelapa sawit dilakukan dengan mengevaluasi penurunan kejenuhan basa, P tersedia dan C-organik pada lahan hutan kemudian dibandingkan dengan lahan kelapa sawit.

Hasil penelitian menunjukkkan bahwa kawasan hutan di DAS Babalan tidak mengalami perubahan menjadi perkebunan kelapa sawit, kelas kesesuaian lahan aktual untuk kelapa sawit di DAS Babalan adalah S2wa,nr dan kesesuaian

lahan potensial adalah S2wa. Terjadi penurunan kejenuhan basa, P-tersedia dan

C-organik.

(4)

ABSTRACT

INDA RESTIANA: Evaluation of land use changes at DAS Babalan, guided by

RAHMAWATY and ABDUL RAUF

Evaluation of land use changes was conducted at DAS Babalan. The research was conducted since July 2012 until December 2012. The purpose of this research are to assess changes in forest land into oil palm land, mapping land suitability classes for palm oil and to know the quality of forest land and land oil palm. Method to assess changes in the land area is done by utilizing remote sensing and geographic information systems (GIS). assessing the changes was conducted by overlayed land use maps of 2000 and 2011. mapping land suitability classification was done by comparing (matching) between characteristics of the land / climate with plant growth requirements. Land use characteristics, namely temperature, precipitation, soil texture, soil cation exchangeable capacity (CEC), soil base saturation, pHH2O, C-organic, slope and level of erotion hazard. the

results of matching and then inserted into the attribute map landsystem. To determine the quality of forest land and oil palm land done by evaluating the decrease in base saturation, available P and C-organic in forest lands then compared with oil palm land.

The results indicating that the forest area in the DAS Babalan unchanged into palm oil plantations, the actual land suitability classes for palm oil in the DAS Babalan is S2wa, nr and potential land suitability is S2wa. There was a decrease base saturation, available P and C-organic.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penukis ucapkan kehadirat Allah swt karena atas berkat

rahmat dan karunia-Nyalah penulis dapat mengerjakan hasil penelitian ini dengan

judul “Evaluasi perubahan penutupan lahan di DAS Babalan” yang merupakan

salah satu syarat untuk dapat melaksanakan seminar hasil di Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Rahmawaty,S.Hut,M.Si,Ph.D

sebagai ketua komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan

kepada penulis, juga kepada Prof.Dr.Ir.Abdul Rauf,MP sebagai anggota komisi

pembimbing yang telah memberikan masukan dan arahan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna oleh karena

itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi

kesempurnaan usulan penelitian ini.

Akhir kata penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak

(6)

DAFTAR ISI

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penutupan Lahan ... 3

B. Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk Evaluasi Kesesuaian Lahan………... 4

C. Evaluasi Lahan ... 5

D. Land system ... 12

E. Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa sawit ... 13

F. Persyaratan Penggunaan Lahan/Persyaratan Tumbuh Tanaman ... 13

G. Karakteristik Lahan ... 14

H. Kualitas Tanah ... 20

III. METODOLOGI A. Waktu dan tempat penelitian ... 21

B. Bahan dan Alat ... 23

C. Pengumpulan Data ... 23

D. Prosedur penelitian ... 25

D.1. Pemetaan perubahan tutupan lahan (2000 dan 2011) ... 26

D.2. Evaluasi lahan ... 27

D.2.1. Penentuan kelas kesesuaian lahan ... 34

D.2.2. Pemetaan kelas kesesuaian lahan ... 36

(7)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penutupan lahan ... 40

A.1. Penutupan lahan tahun 2000 dan tahun 2011 ... 40

A.2. Perubahan lahan tahun 2000-2011 ... 44

B. Klasifikasi kesesuaian lahan ... 50

B.1. Penilaian kesesuaian lahan daerah hulu DAS Babalan ... 50

B.2. Penilaian kesesuaian lahan daerah tengah DAS Babalan ... 52

B.3. Penilaian kesesuaian lahan daerah hilir DAS Babalan ... 55

C. Perubahan kualitas tanah ... 60

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64

(8)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Kriteria untuk penentuan kelas kesesuaian lahan ... 11

2. Kelas kandungan C-organik ... 18

3. Kelas kemiringan lereng ... 19

4. Tingkat bahaya erosi ... 19

5. Data yang digunakan dalam penelitian ... 24

6. Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa sawit ... 36

7. Kriteria Penilaian sifat pH H2O tanah ... 37

8. Kriteria Penilaian sifat kimia tanah ... 38

9. Perubahan lahan periode tahun 2000-2011 ... 40

10.Matriks perubahan tutupan lahan periode 2000 dan 2011 ... 46

11.Penilaian kesesuaian lahan hutan untuk kelapa sawit di hulu ... 51

12.Penilaian kesesuaian lahan kelapa sawit untuk kelapa sawit di hulu ... 51

13.Penilaian kesesuaian lahan hutan untuk kelapa sawit di tengah ... 53

14.Penilaian kesesuaian lahan kelapa sawit untuk kelapa sawit di tengah ... 54

15.Penilaian kesesuaian lahan hutan untuk kelapa sawit di hilir ... 56

16.Penilaian kesesuaian lahan kelapa sawit untuk kelapa sawit di hilir ... 56

17.Kesesuaian lahan aktual dan potensial kawasan DAS Babalan ... 57

18.Rata-rata KB, P tersedia dan C-organik pada tanah hutan dan tanah kelapa sawit ... 60

(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Peta Lokasi penelitian ... 22

2. Tahapan kerja penelitian ... 25

3. Peta Tutupan lahan tahun 2000 kawasan DAS Babalan ... 42

4. Peta Tutupan lahan tahun 2011 kawasan DAS Babalan. ... 43

5. Perubahan tutupan lahan kawasan DAS Babalan periode tahun 2000-2011 44 6. Peta Perubahan tutupan lahan tahun 2000-2011 kawasan DAS Babalan .... 49

7. Lahan hutan dan lahan kelapa sawit bagian hulu ... 50

8. Lahan hutan dan kelapa sawit bagian tengah ... 52

9. Lahan hutan dan kelapa sawit bagian hilir ... 55

10.Peta kelas kesesuaian lahan aktual dan potensial dalam Land system untuk kelapa sawit kawasan DAS Babalan ... 59

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Data tanah dan karakteristik data primer dan data sekunder bagian hulu DAS

Babalan ... 67

2. Data tanah dan karakteristik data primer dan data sekunder bagian tengah DAS Babalan ... 67

3. Data tanah dan karakteristik data primer dan data sekunder bagian hilir DAS Babalan ... 68

4. Peta Landsystem kawasan DAS Babalan... 69

5. Peta solum tanah kawasan DAS Babalan ... 70

6. Peta kelerengan kawasan DAS Babalan ... 71

7. Peta curah hujan kawasan DAS Babalan ... 72

8. Peta ketinggian tempat kawasan DAS Babalan ... 73

9. Peta titik sampel tanah dalam desa DAS Babalan ... 74

(11)

ABSTRAK

INDA RESTIANA : Evaluasi perubahan penutupan lahan di DAS Babalan ,

dibimbing oleh RAHMAWATY dan ABBDUL RAUF

Evaluasi perubahan penutupan lahan di lakukan di DAS Babalan. Penelitian ini dilakukan dari bulan juli 2012 sampai dengan bulan desember 2012. Tujuannya adalah untuk mengetahui perubahan luas lahan hutan menjadi lahan kelapa sawit , memetakan kelas kesesuaian lahan untuk kelapa sawit serta mengetahui kualitas tanah hutan dan tanah kelapa sawit. Metode untuk mengetahui perubahan luas lahan dilakukan dengan memanfaatkan pengindraan jauh dan sistem informasi geografis (SIG). untuk mengetahui perubahan luas lahan dilakukan dengan mengoverlaykan peta penutupan lahan tahun 2000 dan tahun 2011. Untuk memetakan kelas kesesuaian lahan dilakukan dengan memperbandingkan (matching) antara karakteristik lahan/iklim dengan persyaratan tumbuh tanaman. Karakteristik lahan yang digunakan yaitu temperatur, curah hujan, tekstur tanah, KTK tanah, kejenuhan basa, pHH2O,

C-organik, kelerengan tempat dan bahaya erosi tanah. Hasil matching kemudian dimasukkan kedalam atribut peta landsystem. Untuk mengetahui kualitas tanah hutan dan tanah kelapa sawit dilakukan dengan mengevaluasi penurunan kejenuhan basa, P tersedia dan C-organik pada lahan hutan kemudian dibandingkan dengan lahan kelapa sawit.

Hasil penelitian menunjukkkan bahwa kawasan hutan di DAS Babalan tidak mengalami perubahan menjadi perkebunan kelapa sawit, kelas kesesuaian lahan aktual untuk kelapa sawit di DAS Babalan adalah S2wa,nr dan kesesuaian

lahan potensial adalah S2wa. Terjadi penurunan kejenuhan basa, P-tersedia dan

C-organik.

(12)

ABSTRACT

INDA RESTIANA: Evaluation of land use changes at DAS Babalan, guided by

RAHMAWATY and ABDUL RAUF

Evaluation of land use changes was conducted at DAS Babalan. The research was conducted since July 2012 until December 2012. The purpose of this research are to assess changes in forest land into oil palm land, mapping land suitability classes for palm oil and to know the quality of forest land and land oil palm. Method to assess changes in the land area is done by utilizing remote sensing and geographic information systems (GIS). assessing the changes was conducted by overlayed land use maps of 2000 and 2011. mapping land suitability classification was done by comparing (matching) between characteristics of the land / climate with plant growth requirements. Land use characteristics, namely temperature, precipitation, soil texture, soil cation exchangeable capacity (CEC), soil base saturation, pHH2O, C-organic, slope and level of erotion hazard. the

results of matching and then inserted into the attribute map landsystem. To determine the quality of forest land and oil palm land done by evaluating the decrease in base saturation, available P and C-organic in forest lands then compared with oil palm land.

The results indicating that the forest area in the DAS Babalan unchanged into palm oil plantations, the actual land suitability classes for palm oil in the DAS Babalan is S2wa, nr and potential land suitability is S2wa. There was a decrease base saturation, available P and C-organic.

(13)

I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Daerah aliran sungai (DAS) di Indonesia sebagian besar dalam kondisi

kritis seperti dicerminkan sering terjadinya bencana banjir dan kekeringan, serta

tanah longsor dan meluasnya lahan kritis. Dalam Keputusan Menteri Kehutanan

No. SK.328/Menhut-II/2009 disebutkan bahwa sebesar 108 DAS dalam kondisi

kritis yang memerlukan prioritas penanganan. Di Indonesia lahan kritis masih

terus berkembang dan telah mencapai 77,8 juta hektar yang tersebar di dalam

kawasan hutan sekitar 51 juta ha dan di luar kawasan hutan kurang lebih seluas

26,8 juta ha (Departemen Kehutanan, 2007).

Pertumbuhan pesat tanaman sawit disebabkan oleh nilai ekonomi tanaman

ini. Pengembangan tanaman sawit merupakan sumber devisa, pendapatan dan

menyediakan lapangan kerja. Selain itu perkebunan sawit juga menampung lebih

dari 4 juta tenaga kerja, di luar 2 juta kepala keluarga yang menjadi petani plasma

(Saragih, 2010).

Salah satu penyebab DAS kritis di Indonesia adalah konversi lahan hutan

menjadi lahan kelapa sawit. Wibowo (2012) menyatakan dalam penelitiannya

bahwa berdasarkan data Sawit Watch (Saragih, 2010), setiap tahun terjadi

konversi hutan menjadi perkebunan sawit sebesar 200-300 ribu ha per tahun.

Berdasarkan peta penutupan lahan tahun 2011 (BPKH Wilayah 1), DAS Babalan

merupakan salah satu DAS di Sumatera utara yang banyak mengalami konversi

(14)

Konversi lahan hutan menjadi kelapa sawit menimbulkan dampak yang

sangat tidak baik terhadap kualitas tanah sehingga menyebabkan lahan kritis

(Sukarman 1997). Semakin luasnya lahan kritis menarik perhatian peneliti untuk

mengetahui berapa luas lahan hutan yang telah berubah menjadi lahan kelapa

sawit agar dapat diketahui seberapa besar luas hutan yang harus dipertahankan

sebagai fungsinya dalam ekosistem. Perlu dilakukan analisis kualitas tanah dan

kesesuaian lahan hutan untuk kelapa sawit agar dapat dilakukan perbaikan tanah

untuk pengoptimalan pertumbuhan kelapa sawit serta dilakukan analisis

penurunan kualitas tanah agar dapat dilakukan pencegahan dan perbaikan tanah

kedepannya.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui perubahan luas lahan hutan menjadi lahan kelapa sawit di

DAS Babalan

2. Memetakan kelas kesesuaian lahan untuk kelapa sawit di DAS Babalan

3. Mengetahui kualitas tanah hutan dan tanah kelapa sawit di DAS Babalan

C. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak-pihak

yang membutuhkan dan menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan

(15)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penutupan lahan

Kenampakan tutupan lahan berubah berdasarkan waktu, yakni keadaan

kenampakan tutupan lahan atau posisinya berubah pada kurun waktu tertentu.

Perubahan tutupan lahan dapat terjadi secara sistematik dan non-sistematik.

Perubahan sistematik terjadi dengan ditandai oleh fenomena yang berulang, yakni

tipe perubahan tutupan lahan pada lokasi yang sama. Kecendrungan perubahan ini

dapat ditunjukkan dengan peta multi waktu. Fenomena yang ada dapat dipetakan

berdasarkan seri waktu, sehingga perubahan tutupan lahan dapat diketahui.

Perubahan non-sistematik terjadi karena kenampakan luasan lahan yang mungkin

bertambah, berkurang, ataupun tetap. Perubahan ini pada umumnya tidak linear

karena kenampakannya berubah-ubah, baik penutupan lahan maupun lokasinya

(Murcharke, 1990).

Penutupan lahan pada kawasan hutan terutama yang terkait dengan

tutupan lahan berubah dengan cepat dan sangat dinamis. Kondisi hutan yang

semakin menurun dan berkurang luasnya telah menyebabkan laju pengurangan

hutan pada kawasan hutan mencapai angka kurang lebih 2,84 juta ha/tahun pada

periode 1997-2000 atau kurang lebih 8,5 juta ha selama 3 tahun. Tingginya

tekanan terhadap keberadaan hutan telah mendorong dilakukannya monitoring

sumber daya hutan secara periodik dengan interval waktu 3 tahunan (Purnama,

(16)

B. Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk Evaluasi Kesesuaian Lahan

Aplikasi GIS telah digunakan di banyak bidang, seperti: pertanian,

militer, pemasaran minyak tanah, transportasi, lingkungan, dan ilmu kehutanan.

Cruz (1990) dalam Rahmawaty (2009) sebagai contoh, menggunakan GIS untuk

penggolongan kemampuan lahan dan penilaian kesesuaian penggunaan lahan di

Ibulao di bagian Pilipina. Pada sisi lain, Oszaer (1994) dalam Rahmawaty (2009)

menggunakan GIS untuk menggolongkan penggunaan lahan yang ada, yaitu

mengevaluasi kemampuan lahan, dan menilai kesesuain penggunaan lahan di

Waeriupa, Kairatu, Seram, Maluku, Indonesia.

Harjadi (2007) menggunakan aplikasi penginderan jauh dan SIG untuk

penetapan tingkat kemampuan penggunaan lahan (KPL) di DAS Nawagaon

Maskara, Saharanpur-India. Rahmawaty (2009) menggunakan aplikasi GIS

sebagai informasi sistem lahan (land system) yang digunakan sebagai dasar

penyusunan peta kesesuaian lahan di DAS Besitang. Fauzi, dkk (2009)

menggunakan aplikasi GIS untuk menganalisis kesesuaian lahan wilayah pesisir

Kota Bengkulu.

Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis (SIG) menjanjikan pengelolaan

sumber daya dan pembuatan model terutama model kuantitatif menjadi lebih

mudah dan sederhana. SIG merupakan suatu cara yang efisien dan efektif untuk

mengetahui karakteristik lahan suatu wilayah dan potensi pengembangannya.

Salah satu kemampuan penting dari SIG adalah kemampuannya dalam melakukan

analisis dan pemodelan spasial untuk menghasilkan informasi baru (Fauzi, dkk.

(17)

Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan sistem pengelolaan

informasi yang juga menyediakan fasilitas analisis data. Sistem ini sangat

bermanfaat dalam perencanaan dan pengelolaan SDA, antara lain untuk aplikasi

inventarisasi dan monitoring hutan, kebakaran hutan, perencanaan penebangan

hutan, rehabilitasi hutan, Konservasi Daerah Aliran Sungai (DAS), dan konservasi

keragaman hayati. Untuk SIG bisa dipakai secara efektif untuk membantu

perencanaan dan pengelolaan SDA diperlukan Sumber Daya Manusia (SDM)

dengan keterampilan yang memadai (Puntodewo, dkk., 2010).

C. Evaluasi lahan

Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan atau keragaan lahan

jika digunakan untuk tujuan tertentu, yang meliputi pelaksanaan dan interpretasi

survey dan studi bentuk lahan, tanah, vegetasi, iklim dan aspek lahan lainnya, agar

dapat mengidentifikasi dan membuat perbandingan berbagai penggunaan lahan

yang dikembangkan. Evaluasi lahan merupakan penghubung antara berbagai

aspek dan kualitas fisik, biologi dan teknologi penggunaan lahan dengan tujuan

sosial ekonominya. Klasifikasi lahan dapat berupa klasifikasi kemampuan lahan

atau klasifikasi kesesuaian lahan (Arsyad, 2000).

Salah satu cara evaluasi lahan adalah melakukan klasifikasi lahan untuk

penggunaan tertentu. Penggolongan kemampuan lahan didasari tingkat produksi

pertanian tanpa menimbulkan kerusakan dalam jangka waktu yang sangat panjang

(Sitorus, 1985).

Untuk memperoleh lahan yang benar-benar sesuai diperlukan suatu

kriteria lahan yang dapat dinilai secara objektif. Acuan penilaian kesesuaian lahan

(18)

bersifat umum maupun yang khusus. Tetapi pada umumnya disusun berdasarkan

pada sifat-sifat yang dikandung lahan, artinya hanya pada sampai pembentukan

kelas kesesuaian lahan, sedangkan menyangkut produksi hanya berupa dugaan

berdasarkan potensi kelas kesesuaian lahan yang terbentuk (Karim, dkk,1996).

Evaluasi lahan melibatkan pelaksanaan survey/penelitian bentuk bentang

alam, sifat dan distribusi tanah, macam dan distribusi vegetasi, aspek-aspek lahan.

Keseluruhan evaluasi ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan membuat

perbandingan dari macam-macam penggunaan lahan yang memberikan harapan

positif (Abdullah,1993).

Suatu daerah yang akan dievaluasi harus dibagi ke dalam beberapa satuan

peta lahan (SPL) yang didasarkan atas satuan peta tanah (SPT) hasil survey tanah

karena ia menentukan tingkat pengamatan (survey) dan kerincian data yang akan

disajikan (Arsyad, 1989). Seperti halnya satuan peta tanah, maka satuan peta

(SPL) jarang yang benar-bemar homogen (Rayes, 2007), oleh karena itu

dibedakan menjadi :

1. Macam Satuan Peta Lahan (SPL)

SPL tunggal : mengandung hanya satu jenis lahan

SPL majemuk : mengandung lebih dari satuan jenis lahan.

2. Mengidentifikasi Sifat dan karakteristik lahan

Setiap lahan memiliki karakteristik masing-masing, yaitu keadaan

unsur-unsur lahan yang dapay diukur atau diperkirakan seperti tekstur tanah, stuktur

tanah, kedalaman tanah, jumlah curah hujan, sistribusi hujan, temperature,

drainase tanah, jenis vegetasi dan sebagainya (Arsyad, 1989). Karakteristik lahan

(19)

pencemaran udara, perkembangan akar, kepekaan terhadap erosi, ketersediaan

unsur hara dan lain-lain. Untuk itu, diperlukan identifikasi sifat dan karakteristik

lahan untuk bahan evaluasi yang akan dilakuakan dan pengambilan

alternatif-alternatif yang akan diterapkan. Namun, karakteristik lahan ini belum bisa

menunjukkan bagaimana kemungkinan penampilan lahan jika dipergunakan untuk

penggunaan, atau dengan kata lain ia belum dapat menentukan kelas kemampuan

lahan.

3. Menentukan faktor taksiran

Tahapan ini dilakuakan ketika survey sumberdaya lahan seperti pemetaan

dan mengidentifikasi karakteristik lahan telah dilaksanakan dan data telah

dianalisa. Dalam menentukan faktor taksiran harus memperhatikan faktor

pembatas, faktor yang mempengaruhi lahan dan keperluan penggunaan lahan.

Penentuan faktor taksiran dapat dilakukan dengan :

a. Metode Parametrik : yaitu dengan memberi nilai 1-100 atau 1-10 pada setiap

sifat lahan, faktor iklim dan faktor lainnya yang mempengaruhi kualitas lahan.

Kemudian setipa nilai digabungkan dengan penambahan atau perkalian dan

ditetapkan selanf nilai untuk setiap kelas dengan nilai tertinggi untuk kelas terbaik

dan nilai terendah untuk kelas terburuk.

b. Metode Faktor penghambat : yaitu dengan mengurutkan kualitas lahan atau

sifat-sifat lahan dari yang terbaik hingga yang terburuk atau dari yang paling kecil

hambatan atau ancamannya sampai ke yang paling besar. Kemudian disusun tabel

kriteria untuk setiap kelas penghambat yang terkecil untuk kelas yang terbaik dan

berurutan semakin besar hambatan semakin rendah kelasnya.

(20)

Kesesuaian lahan pada hakekatnya merupakan penggambaran tingkat

kecocokan sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu (Sitorus, 1985). Dari

berbagai tahapan diatas, maka evaluasi kesesuaian dan kemampuan lahan dapat

dilakukan berdasarkan faktor taksiran yang telah dilakukan. Pada tahap ini, akan

diketahui apakah suatu lahan telah memenuhi kesesuaian dan kemampuan lahan

untuk suatu tujuan tertentu atau tidak. Apabiila tidak, maka evaluasi ini akan

menghasilkan pilihan-pilihan alternalif untuk pengambilan keputusan dalam

sebuah perencanaan penggunaan lahan.

Survey tanah merupakan pekerjaan pengumpulan data kimia, fisik dan

biologi di lapangan maupun di laboratorium dengan tujuan pendugaan

penggunaan lahan umum maupun khusus. Suatu survey tanah baru memiliki

kegunaan yang tinggi jika teliti dalam memetakannya. Hal itu berarti (a). tepat

mencari tempat yang representif, tepat meletakkan tempat pada peta yang harus

didukung oleh peta dasar yang baik, (b) tepat dalam mendeskripsi profilnya atau

benar dalam menetapkan sifat-sifat morfologinya, (c) teliti dalam mengambil

contoh tanah, dan (d) benar menganalisisnya di laboratorium. Relevansi sifat-sifat

yang ditetapkan dengan penggunaannya atau tujuan penggunaannya harus tinggi.

Untuk mencapai kegunaan tersebut perlu untuk menetapkan pola penyebaran

tanah yang dibagi-bagi berdasarkan kesamaan sifat-sifatnya sehingga terbentuk

soil mapping unit atau satuan peta tanah (SPT). Dengan adanya pola penyebaran

tanah ini maka dimungkinkan untuk menduga sifat-sifat tanah yang dihubungkan

dengan potensi penggunaan lahan dan responsnya terhadap perubahan

(21)

Kelas kesesuaian lahan pada prinsipnya ditetapkan dengan mencocokkan

(matching) antara data kualitas / karakteristik lahan dari setiap satuan peta dengan

kriteria kelas kesesuaian lahan untuk masing-masing komoditas yang dievaluasi.

Kelas kesesuaian lahan ditentukan oleh kualitas dan atau karakteristik lahan yang

merupakan faktor pembatas yang paling sulit dan atau secara ekonomis tidak

dapat diatasi atau diperbaiki (Djaenuddin, 1995).

Berdasarkan kedalaman analisis antara data biofisika lahan dan sosial

ekonomis dapat dibedakan dua tipe klasifikasi kesesuaian lahan, yaitu kesesuaian

lahan kualitatif dan kesesuaian lahan kuantitaif (FAO, 1990). Klasifikasi lahan

kualitatif adalah kesesuaian lahan yang didasarkan atas data biofisika lahan dan

dianalisis tanpa mempertimbangkan masukan biaya dan perkiraan produksi atau

keuntungan yang akan diperoleh dari tipe penggunaan lahan yang sedang

dipertimbangkan. Sedangkan kesesuaian lahan kuantitatif adalah kesesuaian lahan

yang didasarkan atas analisis data biofisika lahan dan social ekonomi dengan

mempertimbangkan masukan biaya dan keuntungan yang mungkin dapat

diperoleh.

Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk

penggunaan tertentu. FAO (1976) mengusulkan untuk negara–negara berkembang

sangat bermanfaat dan disarankan adanya pemisahan antara kesesuaian lahan

sekarang (Current Suitability) dan kesesuaian lahan potensial (Potensial

Suitability). Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan berdasarkan data

sifat biofisik tanah atau sumber daya lahan sebelum lahan tersebut diberikan

masukanmasukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala. Data biofisik

(22)

persyaratan tumbuh tanaman yang dievaluasi. Kesesuaian lahan potensial

menggambarkan kesesuaian lahan yang akan dicapai apabila dilakukan

usaha-usaha perbaikan. Lahan yang dievaluasi dapat berupa hutan konversi, lahan

terlantar atau tidak produktif, atau lahan pertanian yang produktivitasnya kurang

memuaskan tetapi masih memungkinkan untuk dapat ditingkatkan bila

komoditasnya diganti dengan tanaman yang lebih sesuai.

Kesesuaian lahan potensial menunjukan kesesuaian penggunaan lahan

pada satuan lahan setelah adanya perbaikan kualitas lahan. Dalam hal ini perlu

dilakukan analisis secara rinci dari aspek sosial ekonomis untuk menduga biaya

dan hasil yang akan diperoleh (FAO, 1976)

Klasifikasi Kesesuaian Lahan

Berbeda dengan klasifikasi ‘Kemampuan Lahan’ yang merupakan

klasifikasi tentang potensi lahan untuk penggunaan secara umum, Kesesuaian

Lahan’ lebih menekankan pada kesesuaian lahan untuk jenis tanaman tertentu.

Dengan demikian klasifikasi kemampuan dan kesesuaian lahan akan saling

melengkapi dan memberikan informasi yang menyeluruh tentang potensi lahan.

Ada beberapa metoda yang dapat digunakan untuk pelaksanaan klasifikasi

kesesuaian lahan, misalnya metode FAO (1976) yang dikembangkan di Indonesia

oleh Puslittanak (1993), metode Plantgro yang digunakan dalam penyusunan

Rencana Induk Nasional HTI (Hacket,1991 dan National Masterplan Forest

Plantation/NMFP, 1994) dan metode Webb (1984). Masing-masing mempunyai

penekanan sendiri dan kriteria yang dipakai juga berlainan. Metoda FAO lebih

menekankan pada pemilihan jenis tanaman semusim, sedangkan Plantgro dan

(23)

Pada prinsipnya klasifikasi kesesuaian lahan dilaksanakan dengan cara

memadukan antara kebutuhan tanaman atau persyaratan tumbuh tanaman dengan

karakteristik lahan. Oleh karena itu klasifikasi ini sering juga disebut species

matching. Klas kesesuaian lahan terbagi menjadi empat tingkat, yaitu : sangat

sesuai (S1), sesuai (S2), sesuai marjinal (S3) dan tidak sesuai (N). Sub Klas pada

klasifikasi kesesuaian lahan ini juga mencerminkan jenis penghambat. Ada tujuh

jenis penghambat yang dikenal, yaitu e (erosi), w (drainase), s (tanah), a

(keasaman), g (kelerengan) sd (kedalaman tanah) dan c (iklim). Pada klasifikasi

kesesuaian lahan tidak dikenal prioritas penghambat. Dengan demikian seluruh

hambatan yang ada pada suatu unit lahan akan disebutkan semuanya. Akan tetapi

dapat dimengerti bahwa dari hambatan yang disebutkan ada jenis hambatan yang

mudah (seperti a, w, e, g dan sd) atau sebaliknya hambatan yang sulit untuk

ditangani (c dan s). Dengan demikian maka hasil akhir dari klasifikasi ditetapkan

berdasarkan Klas terjelek dengan memberikan seluruh hambatan yang ada.

Perubahan klasifikasi menjadi setingkat lebih baik dimungkinkan terjadi apabila

seluruh hambatan yang ada pada unit lahan tersebut dapat diperbaiki. Untuk itu

maka unit lahan yang mempunyai faktor penghambat c atau s sulit untuk

diperbaiki keadaannya (Azis dkk , 2005)

Kelas kesesuaian lahan ditentukan berdasarkan kriteria yang diberikan

(24)

Tabel 1. Kriteria untuk penentuan kelas kesesuaian lahan

Kelas Kesesuaian Lahan Kriteria

S1: sangat sesuai Unit lahan tidak memiliki pembatas atau

hanya memiliki empat pembatas ringan.

S2: cukup sesuai

Unit lahan memiliki lebih dari empat pembatas ringan, dan atau memiliki tidak lebih dari tiga pembatas sedang.

S3:sesuai marginal Unit lahan memiliki lebih dari tiga pembatas

sedang, dan atau satu pembatas berat.

N: tidak sesuai Unit lahan memiliki lebih dari satu pembatas

berat atau sangat berat

Sumber : Azis, dkk (2005)

D. Land System

Land system menurut Christian and Stewart (1968) dalam Reppprot (1988)

menganggap ada hubungan yang erat antara tipe batuan, hidroklimat, landform,

tanah. Oleh karena itu, sistem lahan yang sama akan mencerminkan kesamaan

potensi serta faktor-faktor pembatasnya di mana pun sistem lahan tersebut

dijumpai. Sistem lahan yang sama diakui di mana pun kombinasi yang sama,

faktor ekologi atau lingkungan tersebut terjadi. Sebuah sistem lahan karena itu

tidak unik hanya untuk satu wilayah, tapi di semua bidang memiliki sifat

lingkungan yang sama.

Land system atau sistem lahan menurut Reinberger (1999) adalah

pengelompokkan tanah dalam mengenali pola tanah yang dapat dibedakan secara

nyata dalam susunan tanah di suatu daerah yaitu kandungan mineral batuan

induknya. Diantaranya adalah batuan kapur, marmer, kuarsa, batuan basalt, granit,

batuan sedimen dan metamorf. Perbedaan kandungan mineral dalam batuan

mempengaruhi karakteristik fisik dan kimia tanah diantaranya tekstur, struktur,

drainase, dan ketersediaan unsur hara. Penyebab utama perbedaan susunan tanah

pada daerah hingga pada ketinggian 3.400 m di atas permukaan laut adalah faktor

(25)

produksi bahan organik, susunan lempung, pencucian unsur hara dan tingkat

erosi. Keadaan kemiringan lahan dan tingkat erosi mempengaruhi kedalaman dan

kompleksitas profil tanah. Dengan demikian tingkat erosi rata-rata sebanding

dengan ketinggian suatu daerah.

E. Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit

Persyaratan tanah untuk pertumbuhan kelapa sawit secara optimal sangat

ditentukan oleh kedalaman efektif tanah (solum tanah > 75 cm) dan berdrainase

baik. Kelapa sawit dapat tumbuh pada lahan dengan tingkat kesuburan tanah yang

bervariasi mulai dari lahan yang subur sampai lahan-lahan marginal. Hal ini

dicirikan bahwa kelapa sawit dapat tumbuh pada lahan dengan Ph masam sampai

netral (>4,2-7,0) dan yang optimum pada pH 5,0-6,5. Kapasitas tukar kation,

kejenuhan basa, lereng dan bentuk wilayah berombak dan bergelombang tidak

menjadi pembatas utama. Media perakaran yang optimal adalah lahan yang

mempunyai tekstur halus (liat berpasir, liat, liat berdebu), agak halus (lempung

berliat, lempung liat berpasir, lempung liat berdebu), dan sedang (lempung

berpasir sangat halus, lempung, lempung berdebu, debu), serta mempunyai

kandungan bahan kasar tidak lebih dari 55% (Djaenudin et al., 2000).

F. Persyaratan Penggunaan Lahan/Persyaratan Tumbuh Tanaman

Persyaratan tumbuh atau persyaratan penggunaan lahan diperlukan oleh

masing-masing komoditas (pertanian, peternakan, perikanan, dan kehutanan)

mempunyai batas kisaran minimum, optimum, dan maksimum. Untuk

menentukan kelas kesesuaian lahan, persyaratan tersebut dijadikan dasar dalam

menyusun kriteria kelas kesesuaian lahan, yang dikaitkan dengan kualitas dan

(26)

penggunaan lahan tersebut merupakan batasan bagi kelas kesesuaian lahan yang

paling sesuai (S1), sedangkan kualitas lahan di bawah optimum merupakan

batasan kelas kesesuaian lahan antara kelas yang cukup sesuai (S2), dan atau

sesuai marginal (S3). Di luar batasan tersebut merupakan lahan-lahan yang secara

fisik tergolong tidak sesuai (N). Semua jenis komoditas, termasuk tanaman

pertanian, dan perikanan berbasis lahan untuk dapat tumbuh atau hidup dan

berproduksi memerlukan persyaratan-persyaratan tertentu, terdiri atas energi

radiasi, temperatur (suhu), kelembaban, oksigen, hara, dan kualitas media

perakaran yang ditentukan oleh drainase, tekstur, struktur dan konsistensi tanah,

serta kedalaman efektif tanah (Rayes, 2007).

G. Karakteristik Lahan

Karakteristik lahan merupakan sifat lahan yang dapat diukur atau

diestimasi. Setiap satuan peta lahan/tanah yang dihasilkan dari kegiatan survei

atau pemetaan sumber daya lahan, karakteristik lahan dapat dirinci dan diuraikan

yang mencakup keadaan fisik lingkungan dan tanahnya. Data tersebut dapat

digunakan untuk keperluan interpretasi dan evaluasi lahan bagi komoditas

tertentu. Karakteristik lahan yang digunakan adalah: temperatur udara, curah

hujan, lamanya masa kering, kelembaban udara, drainase, tekstur, bahan kasar,

kedalaman tanah, ketebalan gambut, kematangan gambut, kapasitas tukar kation

liat, kejenuhan basa, pH H2O, C-organik, salinitas, alkalinitas, kedalaman bahan

sulfidik, lereng, bahaya erosi, genangan, bahaya di permukaan, dan singkapan

batuan (Djaenudin, dkk., 2003).

Karakteristik lahan yang digunakan untuk evaluasi lahan dalam penelitian

(27)

udara, drainase, tekstur, bahan kasar, kedalaman tanah, ketebalan gambut,

kematangan gambut, KTK liat, kejenuhan basa, reaksi tanah (pH), C-organik,

salinitas, alkalinitas, kedalaman bahan sulfidik, lereng, bahaya erosi, genangan,

batuan dipermukaan, singkapan batuan, sumber air tawar, amplitude pasang surut

dan oksigen (Badan Penelitian Tanah, 2003).

Temperature udara

Temperatur udara merupakan temperatur udara tahunan dan dinyatakan

dalam 0C (Badan Penelitian Tanah, 2003).

Curah hujan

Curah hujan merupakan curah hujan rerata tahunan dan dinyatakan dalam

mm (Badan Penelitian Tanah, 2003).

Tekstur tanah

Tekstur tanah menunjukkan perbandingan butir-butir pasir (2mm-50µ),

debu (50-2µ) dan liat (<2µ) didalam tanah. Di dalam segitiga tekstur terdapat 12

kelas tekstur di dalamnya yaitu pasir, pasir berlempung, lempung berpasir,

lempung, lempung berdebu, debu, lempung liat, lempung liat berpasir, lempung

liat berdebu, liat berpasir, liat berdebu dan liat. Apabila disamping kelas tekstur

tersebut tanah mengandung krikil (>2mm) sebanyak 20-50% maka tanah disebut

sangat berkrikil ( Hardjowigeno, 1993).

Pengelompokan kelas tekstur yang digunakan pada penelitian ini adalah :

Halus : Liat berpasir, liat, liat berdebu

Agak halus : Lempung berdebu, lempung liat berpasir, lempung liat berdebu

Sedang : Lempung berpasir sangat halus, lempung, berdebu, debu

(28)

Kasar : Pasir, pasir berlempung

Sangat halus : Liat (tipe mineral liat 2:1)

(Badan Penelitian Tanah, 2003)

Bahan kasar

Bahan kasar adalah merupakan modifier tekstur yang ditentukan oleh

jumlah persentasi kerikil, kerakal, atau batuan pada setiap lapisan tanah.Bahan

kasar menyatakan volume dalam % dan adanya bahan kasar dengan ukuran <2

mm. Bahan kasar dibedakan menjadi :

Sedikit : < 15 %

Sedang : 15-35 %

Banyak : 35-60 %

Sangat banyak : > 75 %

(Badan Penelitian Tanah, 2003).

Kedalaman tanah

Kedalaman tanah menyatakan dalamnya lapisan tanah dalam cm yang

dapat dipakai untuk perkembangan perakaran dari tanaman yang dievaluasi

(Badan Penelitian Tanah, 2003). Kedalaman tanah atau Solum tanah adalah tanah

yang berkembang secara genetis oleh gaya genesa tanah artinya lapisan tanah

mineral dari atas sampai sedikit dibawah batas horizon C (Dharmawidjaja, 1997).

Ketebalan tanah lapisan atas dan tanah bawah ini berkepentingan untuk

usaha pertanian jangka panjang yang berkesinambungan (sustainable agriculture).

Lapisan olah yakni pada ketebalan 0-20 cm mempunyai arti yang sanngat penting,

karena mengandung berbagai bahan bagi pertumbuhan dan perkembangan

(29)

Selain itu, pada lapisan tanah tersebut hidup mikroflora dan mikrofauna atau jasad

renik biologis (seperti bakteri, cacing tanah berbagai serangga tanah) yang

masing-masing dapat menguntungkan tanah (kartasapoetra,1990).

Kedalaman tanah dibedakan menjadi:

Sangat dangkal : < 20 cm

Dangkal : 20-50 cm

Sedang : 50-75 cm

Dalam : > 75 cm

(Badan Penelitian Tanah, 2003).

Kapasitas tukar kation tanah

Kapasitas tukar kation tanah didefenisikan sebagai kapasitas tanah untuk

menjerap dan mempertukarkan kation. KTK biasanya dinyatakan dalam

miliekivalen per 100 gram. Kation-kation yang berbeda dapat mempunyai

kemampuan yang berbeda untuk menukar kation yang dijerap. Jumlah yang

dijerap sering tidak setara dengan yang ditukarkan. Ion-ion divalent biasanya

diikat lebih kuat daripada ion-ion monovalen, sehingga sulit untuk dipertukarkan

(Tan, 1998).

Kejenuhan basa

Kejenuhan basa menunjukkan perbandingan antara jumlah kation-kation

basa dengan jumlah semua kation (kation basa dan kation asam) yang terdapat

dalam kompleks jerapan tanah. Jumlah maksimum kation yang dapat dijerap

tanah menunjukkan besarnya nilai kapasitas tukar kation tanah tersebut.

Kejenuhan basa (KB) = jumlah kation-kation basa

(30)

Kation-kation basa umumnya merupakan hara yang diperlukan tanaman. Di

samping itu basa-basa umumnya mudah tercuci, sehingga dengan kejenuhan basa

tinggi menunjukkan bahwa tanah tersebut belum banyak mengalami pencucian

dan merupakan tanah yang subur ( Hardjowigeno, 1993).

pH Tanah

Kemasaman tanah berakibat langsung terhadap tanaman karena

meningkatnya kadar ion-ion hydrogen bebas. Tanaman akan tumbuh dan

berkembang dengan baik pada pH optimum yang dikehendakinya. Apabila pH

jenis tanaman itu tidak sesuai dengan persyaratan fisiologisnya, pertumbuhan

tanaman akan terhambat. Kemasaman tanah berakibat pula terhadap baik atau

buruknya atau cukup kurangnya unsure hara yang tersedia, dalam hal ini pada pH

sekitar 6,5 tersedianya unsure hara dinyatakan paling baik. Pada pH dibawah 6,0

unsur P, Ca, Mg, Mo dinyatakan buruk sekali, pada pH rendah ketersediaan Al,

Fe, Mn, Bo akan meningkat, yang dapat menyebabkan keracuan bagi tanaman

(Sutedjo dan Kartasapoetra, 1991).

C-organik

Kelas kandungan C-organik dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kelas Kandungan C-organik

Kelas C-organik Nilai

Sangat randah <1 0

Rendah 1-2 1

Sedang 2,1-3 2

Tinggi 3,1-5 3

Sangat Tinggi >5 (gambut) 4

Sumber: Departemen Ilmu Tanah (2009)

Kemiringan Lereng

Kemiringan lereng adalah sudut yang dibentuk oleh permukaan lereng

(31)

Tabel 3. Kelas Kemiringan Lereng

Bahaya erosi diprediksi dengan memperhatikan adanya erosi lembar

permukaan,erosi alur, dan erosi parit atau dengan memperhatikan permukaan

tanah yang hilang (rata-rata) per tahun, dibandingkan tanah yang tidak tererosi

yang dicirikan masih adanya horizon A. horizon A biasanya dicirikan dengan

warna gelap karena relative mengandung bahan organic yang cukup banyak.

Tingkat bahaya erosi tersebut disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Tingkat bahaya erosi

Tingkat bahaya erosi Jumlah tanah permukaan yang hilang (cm/tahun)

Sangat ringan < 0,15

Ringan 0,15-0,9

Sedang 0,9-1,8

Berat 1,8-4,8

Sangat berat > 4,8

(Badan penelitian tanah, 2003).

H. Kualitas Tanah

Perkebunan kelapa sawit di Indonesia 60% tanahnya merupakan tanah

Podsolik (Ultisol). Tanah ini mempunyai status kesuburan rendah, karena

(32)

(Koedadiri dan Adiwiganda,1998).Kondisi fisik, kimia dan biologi tanah

dijadikan indikator untuk menentukan kualitas tanah (Sitompul dan Setijono,

1990).

Untuk mengetahui kondisi suatu tanah apakah sudah terdegradasi atau

belum dapat dilihat dari keadaan sifat-sifat tanah yang menjadi parameter tanah

sudah terdegradasi. Hasil penelitian Sudirman dan Vadari (2000) menyimpulkan

bahwa kandungan bahan organik, phosphor, ketebalan tanah lapisan atas, dan

penampang tanah (solum) merupakan parameter-parameter degradasi tanah.

Selain itu menurut Soil Horizons (2000), pH, P-tersedia, C-organik, N, kapasitas

tukar kation, ketebalan topsoil, berat isi dan pori aerasi merupakan parameter

(33)

III. METODOLOGI

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Pengambilan sampel tanah dan ground check dilaksanakan pada bulan juli

2012 di DAS Babalan. Analisis data SIG dilakukan di Laboratorium Manajemen

Hutan Terpadu dan analisis tanah dilakukan di laboratorium sentral, Fakultas

Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan pada bulan juli 2012 sampai

dengan November 2012. Penelitian ini dilakukan di DAS Babalan Kabupaten

Langkat provinsi Sumatera utara. Daerah Aliran Sungai (DAS) Babalan

merupakan Daerah Aliran Sungai di Provinsi Sumatera Utara dengan luas

15.295,03 Ha. Daerah Aliran Sungai Ular terbentang antara 3° 32′ 48,27” s/d

4° 04′ 12,30” garis Lintang Utara dan meridian 97° 48′ 05,38″ s/d 98° 30′

48,67” Bujur Timur.

Secara administrasi DAS Babalan berada pada 1 (satu) kabupaten yaitu

Kabupaten Langkat seluas 15.295,03 Ha (100 %). Adapun Batas DAS Babalan

Adalah :

Sebelah Utara : Daerah Aliran Sungai Besitang

Sebelah Selatan : Daerah Aliran Sungai Lepan

Sebelah Barat : Daerah Aliran Sungai Besitang

Sebelah Timur : Daerah Aliran Sungai Lepan

Peta wilayah DAS Babalan dapat dilihat secara rinci pada Gambar 1.

(34)

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

Indonesia

sumut

(35)

B. Bahan dan Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, perangkat lunak

(software) Arcview, perangkat keras (hardware) berupa seperangkat komputer

(PC), Global Positioning System (GPS), kamera digital, bor tanah, ring sampel,

pisau, kantong plastik, label nama, ember, alat tulis menulis.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta penutupan lahan

tahun 2000 dan 2011, peta kelerengan, peta landsystem, peta kontur, peta curah

hujan, peta solum tanah, peta DAS Babalan dan peta administrasi Langkat.

C. Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan pada penelitian berupa data primer dan sekunder.

Data primer merupakan data yang dikumpulkan dengan cara pengecekan langsung

dilokasi penelitian. Data ini diperoleh dengan mengambil koordinat titik dengan

menggunakan GPS serta pengambilan sampel tanah yang akan dianalisis di

laboratorium untuk mengukur tekstur tanah, KTK (kapasitas tukar kation), pH

H2O, C-organik, P tersedia dan kejenuhan basa.

Data sekunder adalah data yang telah ada sebelumnya, baik data yang

dikeluarkan oleh instansi terkait, penelitian sebelumnya maupun literature

pendukung lainnya. Data sekunder pada penelitian ini yaitu peta kelerengan, peta

DAS Wampu, peta administrasi Langkat, peta tutupan lahan tahun 2011, peta

tutupan lahan tahun 2000, peta curah hujan, peta solum tanah dan peta kontur

(36)

Tabel 5. Data yang digunakan dalam penelitian

No Nama Data Jenis Data Sumber Tahun

1. Titik sampel Primer GPS 2012

2. Temperatur udara Sekunder BPKH 2012

3. Curah hujan Sekunder BPKH 2012

4. Kemiringan lereng Sekunder BPKH 2010

5. Kedalaman efektif (media perakaran)

Sekunder BPKH 2012

10. Sifat-sifat fisik dan kimia tanah

Primer Hasil analisis 2012

11. Peta tutupan lahan Sekunder BPKH 2000

12. Peta tutupan lahan Sekunder BPKH 2011

13. Peta Administrasi

Langkat

Sekunder BPKH 2010

14. Peta DAS Babalan Sekunder BPDAS Sei

Ular

(37)

D. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian dapat dirinci menjadi beberapa tahapan,

tahapan-tahapan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Tahapan kerja penelitian Peta penutupan

lahan tahun 2000

Peta penutupan lahan tahun 2011

Analisis GIS Overlay

Peta perubahan lahan hutan menjadi kelapa sawit

Pengambilan sampel tanah

Analisis parameter kesesuaian lahan Data primer

• Lapangan

• laboratorium

Data sekunder

Analisis klasifikasi kesesuaian lahan

Peta kelas kesesuaian lahan

Analisis perubahan kualitas tanah

(38)

D.1. Pemetaan Perubahan Tutupan Lahan (2000 dan 2011)

Kegiatan pemetaan perubahan penutupan lahan yaitu analisis peta yang

diperoleh dari BPKH Wilayah 1 tahun 2011 dan peta tahun 2000. Kedua peta

tersebut di analisis menggunakan perangkat lunak Archview 3.3. Analisis peta

dapat dilakukan dengan mengoverlay peta tahun 2011 dan 2000. Analisis peta

dilakukan pada perangkat lunak Archview 3.3 dengan cara mengaktifkan

extensions “Change Detection”. Extensions “Change Detection” akan

memproses perubahan kedua peta yaitu peta penutupan lahan tahun 2000 dan peta

penutupan lahan tahun 2011. Prosesnya yaitu dengan mendeteksi penutupan lahan

tahun 2000 dan penutupan lahan tahun 2011, penutupan lahan yang jenisnya sama

dilihat perubahannya yaitu perubahan luasnya. Hasil change detection yaitu

berupa matriks perubahan lahan yang diperoleh dari memindahkan atribut peta

perubahan lahan tahun 2000-2011 ke Microsoft excel untuk dilakukan

penghitungan total perubahan tutupan lahan, perubahan tutupan lahan dalam ha

dan perubahan tutupan lahan dalam persen. Perubahan luas lahan juga dibuat

dalam bentuk grafik sehingga dapat dilihat hasil perubahan lahan secara rinci dan

jelas. Hasil akhirnya yaitu berupa peta perubahan penutupan lahan tahun

2000-2011.

Kegiatan Ground check

Kegiatan ground check bertujuan untuk pengecekan kebenaran penutupan

lahan dan kebenaran perubahan fungsi lahan hutan menjadi lahan kelapa sawit di

DAS Lepan. Metode yang digunakan adalah dengan pengecekan ke lapangan

pada beberapa titik dan dilakukan dengan bantuan Global Position System (GPS).

(39)

dahulu maupun sebaliknya kemudian dicocokkan di lapangan dengan

menggunakan GPS.

D.2. Evaluasi lahan

Evaluasi lahan dilakukan dengan melalui tahapan-tahapan,

Tahapan-tahapan evaluasi lahan tersebut yaitu:

1. Pengambilan sampel tanah di lapangan

Sistem pengambilan contoh tanah adalah purposif sampling. Daerah

penelitian ditetapkan berdasarkan peta lokasi penelitian, kemudian ditentukan

titik pengambilan sampel yang mewakili tanah hutan dan tanah hutan yang

telah berubah menjadi kelapa sawit. Pengambilan contoh tanah dilakukan di

tiga titik pengambilan sempel yaitu di daerah hulu, tengah dan hilir DAS

Babalan. Tiap titik dilakukan tiga kali ulangan pengambilan sampel.

Pengambilan sampel tanah dilakukan pada lahan hutan dan lahan

kelapa sawit yang lokasinya berdekatan. Contoh tanah yang diambil adalah

contoh tanah terganggu (disturb soil samples) .

Pengambilan sampel tanah untuk Pengambilan contoh tanah terganggu

(disturb soil samples) adalah sebagai berikut:

a. Contoh tanah diambil dengan menggunakan bor tanah pada kedalaman

0-30 cm (lapisan olah tanah).

b. Memasukkan contoh tanah kedalam kantong plastik.

c. Memberikan label pada sampel tanah.

2. Analisis laboratorium

Sampel yang berasal dari lapangan kemudian diteliti di laboratorium

(40)

a. Sifat fisik tanah

• Tekstur tanah dengan metode hydrometer

Adapun prosedur kerja dengan menggunakan metode

hydrometer adalah sebagai berikut :

1. Menimbang 20 gram tanah kering udara, butir-butir tanah ini

berukuran kurang dari 2 mm.

2. Memasukkan tanah ke dalam erlenmeyer atau botol tekstur dan

ditambahkan 10 ml larutan Calgon 0,05 % dan aquadest

secukupnya.

3. Mengocok tanah dengan mesin pengocok selama kurang lebih

10 menit.

4. Menuangkan secara kualitatif semua isinya ke dalam silinder

sedimentasi 1000 ml yang di atasnya dipasang saringan dengan

diameter lubang 0,05 mm dan dibersihkan botol tekstur dengan

bantuan botol semprot.

5. Semprot dengan spayer sambil diaduk-aduk semua suspensi

yang masih tinggal pada saringan sehingga semua partikel debu

dan liat telah turun (air saringan telah jernih).

6. Pasir yang tertinggal dipindahkan ke dalam cawan dengan

pertolongan botol semprot kemudian masukkan ke dalam oven

bersuhu 105 0C selama 2 x 24 jam, selanjutnya masukkan dalam desikator dan timbang hingga berat pasir diketahui (catat

(41)

7. Mencukupkan larutan suspensi dalam tabung sedimentasi

dengan aquadest hingga 1000 ml.

8. angkat silinder sedimentasi, sumbat bolak-balik dengan karet

lalu kocok dengan membolak-balik tegak lurus 180 0 sebanyak 20 kali atau dapat juga dilakukan dengan memasukkan

pengocok ke dalam silinder sedimentasi lalu aduk naik turun

selama 1 menit.

9. Masukkan hidrometer kedalam suspensi dengan sangat

hati-hati agar suspensi tidak banyak terganggu.

10. Setelah beberapa detik, membaca dan mencatat (H1) pada

hidrometer beserta suhunya (t1), dengan hati-hati hidrometer

dikeluarkan dari suspensi.

11. Setelah menjelang 8 jam, hidrometer dimasukkan kembali

untuk pembacaan H2 dan t2.

13. Menghitung persentase pasir , debu dan liat dengan persamaan

% pasir = berat (debu + liat)/berat pasir x 100%

% debu = berat (pasir + liat)/berat debu x 100%

% liat = berat (pasir + debu)/berat liat x 100%

b. Sifat kimia tanah

• Kapasitas tukar kation (KTK) dengan metode ekstraksi NH4 OAc 1

NpH7

Adapun prosedur Analisis K-Tukar Tanah Metode NH4OAc

(42)

a. Dimasukkan sedikit serat fiber ke dasar tabung perkolasi dan

sedikit pasir kuarsa yang kering.

b. Ditimbang 2,5 gram contoh tanah dan ditempatkan ke tabung

perkolasi.

c. Ditambahkan 50 ml larutan CH3COONH4 1 N pH 7

d. Hasil perkolasi (perkolat) ditampung pada Erlenmeyer.

e. Diukur absorben perkolat pada Atomic Absorption

Spectrophotometer (AAS).

f. Diukur juga larutan standar K dengan konsentrasi 0-10-20-30 dan

40 ppm K pada Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS).

Perhitungan.

Kadar K-Larutan ditetapkan dengan menginterpolasikan nilai absorben

sampel ke kurva standar.

K-Tukar(me / 100gr) = K-larut x 20/390 x Faktor Pengencer.

• pH H2O dengan metode elektrometri (Ph meter)

Adapun prosedur kerja dengan menggunakan metode

elektrometri (Ph meter) adalah sebagai berikut :

1. Lakukan kalibrasi alat pH-meter dengan larutan penyangga

sesuai instruksi kerja alat setiap kali akan melakukan

pengukuran.

2. Untuk contoh uji yang mempunyai suhu tinggi, kondisikan

contoh uji sampai suhu kamar.

3. Keringkan dengan kertas tisu selanjutnya bilas elektroda dengan

(43)

4. Bilas elektroda dengan contoh uji.

5. Celupkan elektroda ke dalam contoh uji sampai pH meter

menunjukkan pembacaan yang tetap.

6. Catat hasil pembacaan skala atau angka pada tampilan dari pH

meter.

• C-organik dengan metode Walkley dan Black

Adapun Prosedur Analisis C-Organik Tanah Metode Walkley

& Black adalah sebagai berikut :

1. Ditimbang 0,1 gr tanah, dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500

cc.

2. Ditambahkan 5 ml K2Cr2O7 1 N lalu goncang dengan tangan.

3. Ditambahkan 10 ml H2SO4 pekat, kemudian goncang 3-4

menit, selanjutnya diamkan selama 30 menit.

4. Ditambahkan 100 ml air suling dan 5 ml H2PO4 85%, NaF 4%

2,5, kemudian tambahkan 5 tetes diphenilamine, goncang,

larutan berwarna biru kehijauan kotor.

g. Titrasikan dengan Fe (NH4)2 (SO4)2 0,5 N dari buret hingga

warna menjadi berubah menjadi hijau terang.

h. Lakukan kerja No. 2 s.d 5 (tanpa tanah) untuk mendapatkan

vol. titrasi Fe (NH4)2 (SO4)2 0,5 N untuk blanko.

Perhitungan:

Corganik = 5 {1 – T/S } x 0,003 x 1 / 0,77 x 100 / BCT

Dimana:

(44)

S : Vol. Titrasi Fe (NH4)2 (SO4)2 0,5 N blanko (tanpa tanah)

0.003 : 1 ml K2Cr2O7 1 N + H2SO4 mampu mengoksidasi 0,003

gram C-Organik

1/ 0,77 : Metode ini hanya 77% C-Organik yang dapat dioksidasi

BCT : Berat Contoh Tanah.

• P tersedia tanah dengan metode Bray II

Adapun Prosedur Analisis P-Tersedia Tanah Metode Bray II

adalah sebagai berikut :

1. Ditimbang 2 gram contoh tanah dan tempatkan pada gelas

Erlenmeyer 250 cc.

2. Ditambahkan larutan Bray II sebanyak 20 ml, dan digoncang

pada shaker selama 30 menit.

3. Disaring dengan kertas Whatman no.42.

4. Dipipet filtrate sebanyak 5 ml dan tempatkan pada tabung

reaksi.

5. Ditambahkan pereaksi fosfat B sebanyak 10 ml dan dibiarkan

selama 5 menit.

6. Ukur transmittan pada spectronic dengan panjang gelombang

660 nm.

7. Pada saat yang bersamaan pipet juga masing-masing 5 ml

larutan standar P 0-0,5-1,0-2,0-3,0-4,0 dan 5,0 ppm P ke

tabung reaksi, kemudian ditambahkan 10 mL pereaksi fosfat B.

8. Diukur transmitan standar pada spectronic dengan panjang

(45)

Perhitungan:

Nilai Absorben= -log transmitan / 100

Buat kurva standar P(0-5 ppm P) sebagai sumbu X dan nilai

Absorben sebagai sumbu Y. Konsentrasi P-larutan ditetapkan

dengan menginterpolasikan nilai absorben dari sampel ke kurva

standar.

(Kurva Standard an interpolasi dapat dilakukan secara mudah

dengan menggunakan Kalkulator pakai program LR).

Pavl (ppm) = P larut x 20/2 x Faktor Pengencer.

• K dapat dipertukarkan (K dd)

• Mg dapat dipertukarkan (Mg dd)

• Na dapat dipertukarkan (Na dd)

• C dapat dipertukarkan (C dd)

• Kejenuhan basa (KB)

Penetapan Ca dan Mg dengan metode Titrasi

Standarisasi Larutan EDTA 0,005

1. Memipet 2 ml larutan standar Ca ke dalam labu Erlenmeyer,

menambahkan air suling sampai volume kira-kira 75 ml

2. Menambahkan 7,5 ml larutan buffer dan 5 tetes masing-masing

KCN, NH2OH.HCL, K4Fe(CN)6, dan EBT indikator

3. Menitrasi larutan tersebut dengan menggunakan EDTA sehingga

timbul warna biru permanen

4. Mengulang langkah 1 dan 3 dengan menggunakan standar Mg

(46)

Penetapan Ca dan Mg

1. Menimbang 5 gram taanh dan menambahkan 25 ml NH4Oac

dalam labu gojok, melakukan penggojokan selama 30 menit ( atau

cairan bekas penetpan KPK metode NH4Oac)

2. Melakukan penyaringan dan filtratnya ditampung

3. Mengambil 2 ml ekstrak dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer

100 ml

4. Menambahkan 25 ml larutan buffer dan 10 tetes masing-masing

KCN, NH2OH.HCL, k4Fe(CN)6 dan TEA, mendiamkan beberapa

saat atau menghangatkan untuk mempercepat terjadinya reaksi,

menambahkan 50 ml

5. Menambahkan indicator EBT 10 tetes dan menitrasi dengan

menggunakan EDTA 0,005 M sampai timbul warna biru permanen

seperti pada standarisasi.

D.2.1 Penentuan kelas kesesuaian lahan

Kelas kesesuaian lahan disusun dengan memperbandingkan (matching)

antara karakteristik lahan/iklim pada masing-masing satuan peta dengan kriteria

kesesuaian lahan (persyaratan tumbuh tanaman). Metode matching merupakan

metode yang biasa dipakai dalam penentuan kelas kesesuaian lahan. Metode ini

lebih sederhana dibanding metode lainnya seperti metode scoring. Metode scoring

lebih banyak digunakan untuk mengevaluasi kemampuan lahan.

Kelas kesesuaian lahan terbagi menjadi empat tingkat, yaitu : sangat sesuai

(S1), sesuai (S2), sesuai marjinal (S3) dan tidak sesuai (N). Hasil akhir dari

(47)

pembatas/hambatan yang ada. Perubahan klasifikasi menjadi setingkat lebih baik

dimungkinkan terjadi apabila seluruh hambatan yang ada dapat diperbaiki. Sub

Klas pada klasifikasi kesesuaian lahan ini juga mencerminkan jenis penghambat.

Ada tujuh jenis penghambat yang dikenal, yaitu e (erosi), w (drainase), s (tekstur

tanah), a (keasaman), g (kelerengan), sd (kedalaman tanah) dan c (iklim). Pada

klasifikasi kesesuaian lahan tidak dikenal prioritas penghambat. Dengan demikian

seluruh hambatan yang ada pada suatu unit lahan akan disebutkan semuanya.

Akan tetapi dapat dimengerti bahwa dari hambatan yang disebutkan ada jenis

hambatan yang mudah (seperti a, w, e, g dan sd) atau sebaliknya hambatan yang

sulit untuk ditangani (c dan s). Dengan demikian maka hasil akhir dari klasifikasi

ditetapkan berdasarkan Kelas terjelek dengan memberikan seluruh hambatan yang

ada. Perubahan klasifikasi menjadi setingkat lebih baik dimungkinkan terjadi

apabila seluruh hambatan yang ada pada unit lahan tersebut dapat diperbaiki.

Untuk itu maka unit lahan yang mempunyai faktor penghambat c atau s sulit

untuk diperbaiki keadaannya. Klasifikasi kesesuaian lahan dilakukan dengan

melalui sortasi data karakteristik lahan berdasarkan kriteria kesesuaian lahan

untuk tanaman kelapa sawit. Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa

(48)

Tabel 6. Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa sawit

Persyaratan penggunaan/karakteristik

lahan

Kelas kesesuaian lahan

S1 S2 S3 N

Ketersediaan air (wa)

Curah hujan (mm) Lama bulan kering (bln)

1.700-2-500

Ketersediaan oksigen (oa)

Drainase Baik, sedang Agak

terhambat

Media perakaran (rc)

Tekstur

Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm)

Halus, agak

Ketebalan (cm), jika ada

Sisipan bahan

Retensi hara (nr)

KTK liat (cmol) Kejenuhan basa (%)

pH H2O

Bahaya sulfidik (xs)

Kedalaman sulfidik (cm) >125 100-125 60-100 <60

Bahaya erosi (eh)

Lereng (%)

Bahaya banjir (fh)

Genangan F0 F1 F2 >F2

Penyiapan lahan (lp)

Batuan dipermukaan (%) Singkapan batuan (%)

<5

(Balai Penelitian Tanah, 2003)

D.2.2 Pemetaan Kelas Kesesuaian Lahan

Pemetaan kelas kesesuaian lahan dilakukan dengan menggunakan

(49)

Data-data sekunder dan primer yang diperoleh dimasukkan ke dalam atribut peta

landsystem. Dilakukan pengeditan data pada atribut peta landsystem agar didapat

peta kelas kesesuaian lahan aktual dan potensial. Peta kesesuaian lahan aktual

merupakan kesesuaian lahan sebelum dilakukan tindakan perbaikan kondisi tanah,

sedangkan peta kesesuaian lahan potensial merupakan kesesuaian lahan setelah

dilakukan tindakan perbaikan kondisi tanah. Kelas kesesuaian lahan terbagi

menjadi empat tingkat, yaitu : sangat sesuai (S1), sesuai (S2), sesuai marjinal (S3)

dan tidak sesuai (N).

D.3. Analisis perubahan kualitas tanah

Analisis kualitas tanah dilakukan dengan cara mengevaluasi penurunan

kejenuhan basa (KB), P-tersedia, C-organik, pada lahan hutan, kemudian

dibandingkan dengan lahan hutan yang telah berubah menjadi lahan kelapa sawit.

Penurunan kejenuhan basa (KB), P-tersedia dan C-organik berdasarkan kriteria

penilaian sifat tanah (Hardjowigeno, 1995) yang dapat dilihat pada Tabel 7 dan

Tabel 8.

Tabel 7. Kriteria Penilaian sifat pH H2O tanah

Sangat Masam Masam Agak Masam Netral Agak Alkalis Alkalis

(50)

Tabel 8. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah

Analisis kejenuhan basa (KB), P-tersedia dan C-organik dilakukan dengan

memasukkan nilai yang didapat kedalam kriteria penilaian sifat kimia tanah.

kemudian dilihat perubahan antara nilai di hutan dengan lahan yang telah berubah

menjadi kelapa sawit. Jika terjadi perubahan misalnya dari tinggi ke rendah maka

kesimpulannya adalah lahan tersebut mengalami degradasi dan apabila tidak

(51)

tetap masuk dalam kriteria rendah maka kesimpulannya adalah lahan tersebut

(52)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penutupan lahan

A.1 Penutupan Lahan tahun 2000 dan tahun 2011

Berdasarkan peta penutupan lahan tahun 2000 dan 2011 penutupan lahan

yang ada di DAS Babalan adalah tubuh air, hutan mangrove sekunder,

pemukiman, perkebunan, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur

semak, semak belukar rawa, sawah, semak belukar, tanah terbuka dan tambak.

Luas untuk masing-masing tipe tutupan lahan dan perubahan luasnya disajikan

pada Tabel 9.

Tabel 9. Perubahan lahan periode tahun 2000-2011

Tipe penutupan

Perkebunan 1787,84 11,70 2616,87 17,68

+818,016 +45,45

Semak belukar rawa 2278,46 14,91 1911,27 12,91

-367,58 -19,24

(53)

Klasifikasi penutupan lahan tahun 2000 menunjukkan bahwa penutupan

lahan didominasi oleh pertanian lahan kering campur yaitu seluas 4829,43 ha atau

31,61 % kemudian diikuti oleh semak belukar rawa seluas 2278,46 ha atau 14,91

%, luas perkebunan seluas 1787,84 ha atau 11,70 %, luas sawah seluas 1553,64 ha

atau 10,17 %, luas tambak seluas 1238,67 ha atau 8,10 %, semak belukar seluas

982,81 ha atau 6,43 %, luas hutan mangrove sekunder seluas 958,99 ha atau 6,27

%, luas tubuh air seluas 739,14 ha atau 4,83 %, luas pertanian lahan kering seluas

520,10 ha atau 3,40 %, luas pemukiman seluas 356,28 ha atau 2,33 % dan tanah

terbuka seluas 49,64 ha atau 0,32 %. Luas yang paling kecil adalah tanah terbuka.

Penampakan peta tutupan lahan tahun 2000 DAS Babalan dapat dilihat pada

Gambar 3.

Klasifikasi penutupan lahan tahun 2011 menunjukkan bahwa penutupan

lahan didominasi oleh pertanian lahan kering campur yaitu seluas 3972,88 ha atau

26,84 %, diikuti luas perkebunan seluas 2616,87 ha atau 17,68 %, luas rawa

semak belukar seluas 1911,27 ha atau 12,91 %, luas sawah seluas 1616,26 ha atau

10,92 %, luas hutan mangrove sekunder seluas 958,99 ha atau 6,48 %, luas semak

belukar seluas 925,52 ha atau 6,25 %, luas tambak seluas 1233,35 ha atau 8,06 %,

luas tubuh air seluas 739,14 atau 4,99 %, luas pertanian lahan kering seluas

520,10 ha atau 3,51 %, luas pemukiman seluas 420 ha atau 2,83 % dan luas tanah

terbuka seluas 397,51 ha atau 2,59 %. Penampakan peta tutupan lahan tahun 2011

(54)
(55)
(56)

A.2. Perubahan Lahan tahun 2000-2011

Perubahan tutupan lahan pada kawasan DAS Babalan diperoleh dengan

mengoverlaykan peta tutupan lahan tahun 2000 dan tahun 2011, guna untuk

mendapatkan peta perubahan tutupan lahan tahun 2000 dan tahun 2011 kemudian

tutupan lahan tersebut dianalisis dengan ekstension change detection pada

software Archview 3.3.

Hasil analisis peta perubahan lahan tahun 2000 dan 2011 memberikan

informasi mengenai bentuk-bentuk perubahan dan luasan yang terjadi selama

kurun waktu 11 tahun. Adapun grafik perubahan tersebut dapat dilihat pada

Gambar 5 dan perubahan luas lahan dapat dilihat pada Tabel 9 serta matriks

perubahan total dalam ha dan persen dapat dilihat pada Tabel 10.

Ket : (-) Wilayah mengalami pengurangan luasan

Gambar 5. Perubahan tutupan lahan kawasan DAS Babalan periode 2000-2011

Dari hasil perubahan lahan yang didapat dari hasil analisis menunjukkan

(57)

penelitian yang dikatakan Wibowo (2012) yang menyatakan bahwa berdasarkan

data Sawit Watch (Saragih, 2010), setiap tahun terjadi konversi hutan menjadi

perkebunan sawit sebesar 200-300 ribu ha per tahun.

(58)
(59)

Berdasarkan Tabel 9 dan Tabel 10 dapat dilihat bahwa penambahan

tutupan lahan yang banyak terjadi pada periode 2000-2011 terdapat pada tutupan

lahan perkebunan yaitu sebesar 818.016 ha atau 45,45 %, kemudian diikuti oleh

tanah terbuka seluas 347,87 ha atau 1162,05 %, tutupan lahan pemukiman seluas

63,72 ha atau 17,88 %, tutupan lahan sawah seluas 62,62 ha atau 4,03 %.

Sedangkan penurunan tutupan lahan yang paling banyak terjadi adalah pertanian

lahan kering campur semak yaitu seluas 856,55 ha atau 21,67 %, kemudian diikuti

oleh tutupan lahan semak belukar rawa seluas 367,58 ha atau 19,24 %, tutupan

lahan semak belukar seluas 57,30 ha atau 6,19 %, tutupan lahan tambak seluas

5,32 ha atau 0,43 %. Peta perubahan lahan dapat diperlihatkan pada Gambar 8.

Tutupan lahan yang tidak mengalami perubahan adalah tutupan lahan

hutan mangrove sekunder, pertanian lahan kering dan tubuh air. Penambahan

tutupan lahan yang banyak terjadi padaperiode tahun 2000-2011 terdapat pada

tutupan lahan perkebunan yaitu sebesar 812,23 ha atau 45,45 %, penambahan ini

berasal dari perubahan kawasan pertanian lahan kering campur semak, perubahan

pertanian lahan kering menjadi perkebunan disebabkan banyaknya masyarakat

setempat yang lebih menyukai menanam kelapa sawit, hal ini disebabkan

masyarakat menganggap dari segi ekonomi perkebunan lebih menjanjikan

dibandingkan pertanian. Hutan mangrove tidak mengalami perubahan

dikarenakan hutan mangrove dikawasan DAS Babalan merupakan hutan lindung

selain itu masyarakat mendapat banyak manfaat dari hutan mangrove.

Perubahan lahan menjadi lahan perkebunan yaitu salah satunya

perkebunan kelapa sawit yang sangat besar disebabkan oleh nilai ekonomi

(60)

merupakan sumber devisa, pendapatan dan menyediakan lapangan kerja. Selain

itu perkebunan sawit juga menampung lebih dari 4 juta tenaga kerja, di luar 2 juta

kepala keluarga yang menjadi petani plasma. Dari hasil change detection

diperoleh peta perubahan lahan seperti diperlihatkan pada Gambar 6.

Tanah terbuka yang ada di DAS Babalan bertambah sebesar 347,87 ha

atau 1162 %. Penambahan luas lahan terbuka ini disebabkan semakin banyaknya

lahan kritis di DAS Babalan hal ini sesuai dengan pernyataan (Sukarman 1997)

yang menyatakan bahwa pemanfaatan potensi DAS baik sumber daya lahan

maupun sumberdaya air yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah konservasi dan

berlebihan akan mengakibatkan degradasi terhadap kondisi DAS dan

menyebabkan terjadinya lahan kritis. Pemukiman mengalami penambahan luas

sekitar 63,72 ha atau 17,88 %, hal ini disebabkan semakin tingginya pertumbuhan

penduduk yang berbanding lurus dengan penambahan pemukiman.

Tutupan lahan sawah bertambah sebesar 62,62 ha atau 4,03 %.

Bertambahnya luas sawah disebabkan berkurangnya luas semak belukar dan

tambak. Semak belukar berubah menjadi lahan sawah disebabkan sawah lebih

memberikan manfaat. Kebutuhan pangan semakin bertambah seiring

(61)

Gambar

Tabel 1. Kriteria untuk penentuan kelas kesesuaian lahan
Tabel 2. Kelas Kandungan C-organik
Tabel 3. Kelas Kemiringan Lereng
Tabel 5. Data yang digunakan dalam penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

- Biaya ijin usaha, adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh ijin dalam pengusahaan angkutan umum, yang berlaku secara 5 tahun. - Biaya ijin trayek, adalah biaya

takwil atas berbagai ayat yang mengandung metafora itu sangat diperlukan. Tetapi, penggunaan takwil bukan berarti tanpa kaidah dan dasar-dasar keilmuan dan juga hanya

1) Penelitian yang dilakukan oleh Niken Diah Maharani Program Studi Pendidikan Sekolah Dasar dan Keguruan Universitas Muhammadiyah Malang. Dengan judul “Analisis

Peran guru dalam kegiatan berrnain dalarn tatanan sekolah atau kelas

Selain itu pengaruh kebijakan dan strategi organisasi adalah faktor – faktor lingkungan baik didalam maupun diluar organisasi mengakibatkan ketidakpastian lingkungan

Metode Certainty Factor (CF) dengan penelusuran maju dapat diterapkan pada sistem pakar untuk memberikan solusi yang sesuai dengan gejala penyakit yang diderita oleh

No.  Inflasi terjadi terutama disebabkan karena kenaikan harga yang ditunjukkan oleh kenaikan indeks pada kelompok bahan makanan sebesar 0,24 persen, kelompok makanan

Berdasarkan pengamatan peneliti melalui penyebaran angket dan hasil wawancara dengan Guru PNS di Gianyar sebanyak 41 orang yang terdiri atas 27 Laki-laki (66,0%) dan 14