• Tidak ada hasil yang ditemukan

Supply Chain Systems and Tuna Loin Handlings in the Maluku Waters’s.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Supply Chain Systems and Tuna Loin Handlings in the Maluku Waters’s."

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

ARINTO KUNCORO JATI

C452100081

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Sistem Rantai Pasok dan Penanganan Tuna Loin di Perairan Maluku adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

(4)

Perairan Maluku. Dibimbing oleh TRI WIJI NURANI dan BUDHI HASCARYO ISKANDAR.

Ikan tuna (Thunnus sp.) merupakan salah satu komoditi perikanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan merupakan komoditi ekspor. Permintaan terhadap komoditi tuna loin cukup tinggi, bahkan pasokan saat ini belum dapat memenuhi permintaan negara-negara importir. Negara-negara importir tuna loin diantaranya adalah Jepang, USA, Australia dan beberapa negara Eropa lainnya.

Maluku merupakan salah satu daerah penghasil tuna loin. Nelayan-nelayan pancing pada perikanan tuna di perairan Maluku secara umum masih bersifat tradisional. Salah satu hal yang menarik dari perikanan tuna di Maluku adalah nelayan di atas kapal langsung memproses hasil tangkapannya menjadi potongan bentuk loin, hal ini dilakukan untuk menghemat ruang penyimpanan ikan.

Sistem rantai pasok yang ideal tentunya akan memperbesar kemungkinan kualitas ataupun mutu tuna loin akan tetap terjaga dengan baik, sehingga diharapkan akan menghasilkan tuna loin yang berkualitas . Kecepatan alur rantai pasok mulai dari pemindahan produk loin, penyortiran, rantai dingin dan sanitasi dari atas kapal hingga sampai pada konsumen menjadi faktor yang menentukan kualitas produk tuna loin yang dihasilkan.

Pengelolaan tuna oleh nelayan secara langsung dalam bentuk tuna loin memiliki nilai tambah ekonomi jika dibandingkan dengan bentuk gelondongan. Permasalahan yang ada pada penelitian ini adalah apakah perbandingan jumlah tuna loin dengan jumlah rendemen yang dihasilkan akan berpengaruh pada nilai ekonomi yang didapatkan oleh nelayan. Kemudian permaslahan selanjutnya adalaha kualitas tuna loin yang dihasilkan apakah memenuhi standar yang dibutuhkan perusahaan sehingga diharapkan dapat menaikkan penghasilan nelayan. Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah : 1) Memformulasikan sistem rantai pasok produk tuna loin di Maluku; 2) Menentukan nilai mutu tuna loin yang dihasilkan oleh nelayan serta nilai tambah yang dihasilkan dari produk tuna loin; 3) Menentukan strategi pengembangan usaha perikanan tuna loin berbasis nelayan.

Pengumpulan data dibagi menjadi dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara melakukan observasi, wawancara dan diskusi pada bulan September - Oktober 2012 dan studi literatur. Data sekunder merupakan data penunjang berasal dari instansi yang terkait, Pemda, kantor statistik (BPS), lembaga lain dan literatur yang berkaitan dengan penelitian ini. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskripsi perikanan pancing tuna di Maluku, sistem rantai pasok menggunakan analisis integrasi, analisis mutu dengan menggunakan diagram tulang ikan dan perumusan strategi menggunakan metode SWOT.

(5)

umumnya, penyortiran mutu ditingkat pengumpul tidak terlalu ketat. Setelah proses pembersihan tuna loin di tingkat pengumpul, maka ikan telah siap dibawa ke perusahaan. Di dalam pabrik, loin tuna diproses kembali untuk menjadi produk produk tertentu sesuai dengan kebutuhan perusahaan.

Secara umum ada 2 jenis produk tuna loin yang biasa menjadi produk yang siap dipasarkan ke negara tujuan yaitu tuna loin sashimi (fresh/segar) dan tuna loin CO (frozen/beku). Dikarenakan sifat dari kedua produk tersebut berbeda, maka dibutuhkan penanganan yang berbeda pula dalam seluruh proses pembuatan produk loin didalam perusahaan. Untuk produk tuna beku CO sendiri masih memiliki beberapa beberapa turunan produk yaitu adalah saku, chunk, steak, cube, groundmeat dan beberapa produk lainnya, namun semua itu adalah tergantung permintaan dari pasar. Artinya bahwa setiap perusahaan secara umum memproduksi suatu produk dengan berdasarkan kepada permintaan dari masing-masing buyer.

Produk sashimi merupakan salah satu produk tuna yang diekspor dalam kondisi segar sehingga ketepatan dari fasilitas transportasi yang digunakan akan sangat berpengaruh. Hal ini juga terkait dengan kuota pengiriman loin sahsimi yang lebih terbatas jika dibandingkan dengan produk loin tuna beku sehingga produk loin sashimi harus dikirim dengan pesawat sedangkan pengiriman produk loin tuna beku dapat menggunakan kapal laut karena kondisi penyimpanan loin tuna beku wajib menggunakan ruang berpendingin dengan suhu ruang mencapai -20oC.

Produk tuna loin fresh sashimi paling banyak diserap oleh pasar Jepang. Sedangkan untuk produk frozen tuna mayoritas diekspor ke negara Amerika Serikat, walaupun ada sejumlah kecil yang di ekspor ke beberapa negara Eropa seperti Inggris, Belgia dan Rusia. Secara administrasi, birokrasi pengiriman produk loin jauh lebih mudah ke negara-negara Asia atau Jepang pada khususnya jika dibandingkan ke negara Amerika atau Eropa pada umumnya. Misalnya untuk negara Jepang, birokrasi surat menyurat yang terjadi adalah hanya antara perusahaan dengan perusahaan saja tidak melibatkan komponen instansi dari negara untuk mengecek kualitas dari produk yang mereka terima. Hal ini jauh berbeda dengan kondisi jika perusahaan harus mengirim produk ke negara Amerika atau Eropa. Setelah produk sampai di negara tujuan, maka akan dilakukan pengecekan keamanan mutu produk oleh lembaga otoritas pangan yang berwenang. Untuk negara Amerika Serikat pengecekan keamanan mutu produk dilakukan oleh FDA (Food and Drug Administation) sedangkan untuk negara-negara Eropa dilakukan oleh EUC (European Union Commission). Perbedaan lainnya adalah jika di Jepang, pada produk yang dikirim bermasalah maka biasanya tidak ada pengembalian produk ke negara asal melainkan hanya dikenakan biaya pemotongan pembayaran produk yang bermasalah saja dari harga yang sudah ditetapkan berdasarkan kesepakatan. Namun untuk Amerika dan Eropa produk dikirim kembali sehingga biaya menjadi dua kali lipat tanpa danya hasil.

(6)

nilai IMC antara pasar Amerika dengan Maluku yang menunjukkan mendekati 0 menunjukkan bahwa terjadi integrasi jangka panjang diantara keduanya. Kurangnya informasi harga dan tidak terjadinya transparansi harga yang baik menyebabkan kondisi integrasi produk loin beku CO antara pasar Amerika dan Maluku terjadi intergrasi dalam jangka panjang yang sangat kuat. Fluktuasi harga yang tinggi di pasar Amerika disinyalir menjadi penyebab hal ini.

Berdasarkan analisis SWOT yang dilakukan, kondisi perikanan tuna loin di Maluku memiliki nilai IFAS 2,61 dan EFAS 2,74 atau dengan kata lain berada dalam kondisi yang memiliki kekuaan lebih besar dari kelemahan dan peluang lebih besar dari ancaman (kuadran I). Kuadran 1 menyarankan untuk membuat rumusan strategi yang mendukung strategi agresif. Sistem harus lebih aktif dalam mengambil tindakan-tindakan untuk perkembangan rantai pasok tuna loin. Strategi SO merumuskan dua hal yaitu : 1) Pengoptimalan pemanfaatan tuna di perairan Maluku, hal ini disebabkan potensi tuna yang masih banyak (lebih dari 50%) di perairan Maluku seharusnya dapat memenuhi kebutuhan pasar tuna loin yang semakin meningkat dan 2) Memperluas pasar, adanya peluang bisnis dan investasi pada bisnis tuna loin merupakan peluang yang besar bagi para pelaku rantai pasok tuna loin di Maluku. Kekuatan potensi sumberdaya tuna yang masih tersedia serta jaringan pemasaran yang baik merupakan modal awal yang dapat digunakan untuk memanfaatkan peluang bisnis dan investasi pada bisnis tuna loin. Berdasarkan peluang dan kekuatan yang dimiliki tersebut, maka para pelaku rantai pasok tuna loin di Maluku dapat memperluas pasar dengan cara menambah negara tujuan ekspor dan atau melakukan diversifikasi jenis olahan tuna yang diproduksi. Strategi ini juga dipadukan dengan strategi WO, ST dan WT untuk memperkuat tindak lanjut dalam memperbaiki sistem rantai pasok tuna loin di Maluku.

(7)

the Maluku Waters’s. Under Supervision of TRI WIJI NURANI and BUDHI HASCARYO ISKANDAR.

Fishing operation pattern in Maluku waters are highly dependent on natural conditions and others supporting technical factors such as fuel supply and other operational capital which generally unstructured and unmeasureable fishing operation management pattern. One important factor in determining quality control process is supplying-chain factor, i.e. loin tuna distribution which ranging from fish hooked on the ship until the receiving product by the consumer. The objectives of this study is to describe loin tuna supply chain system in Maluku. The supply chain was analyzed by using black box diagram system approach and market integration model used to identify a valuate the relationship of each supply chain component with destined market. The results showed that there is no market integration between Japanese markets and Maluku, but there is long term cooperation between American market and Maluku..

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

SISTEM RANTAI PASOK DAN PENANGANAN

TUNA

LOIN

DI PERAIRAN MALUKU

ARINTO KUNCORO JATI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)

Judul Tesis : Sistem Rantai Pasok dan Penanganan Tuna Loin di Perairan Maluku

Nama : Arinto Kuncoro Jati

NIM : C452100081

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si

Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian: 31 Desember 2013

(12)
(13)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan Tesis “Sistem Rantai Pasok dan Penanganan Tuna Loin di Perairan Maluku” dapat terselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si sebagai komisi pembimbing, atas curahan waktu, perhatian dan pikiran dalam penyusunan tesis ini dan juga Bapak Dr. Ir. Sugeng Hariwisudo, M.Si yang mewakili Ketua Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap serta Ibu Dr. Ir. Yopi Novita, M.Si selaku penguji luar komisi pada ujian tesis yang telah banyak memberikan saran-saran dan masukan demi kesempurnaan tesis ini.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada pimpinan PT. Kristalin Bapak Arfan Fabanyo dan kru yang telah memberikan kesempatan dan tempat untuk melakukan penelitian, Ayahanda Drs. Suryadi SA dan Ibunda Yuyun Yudianingsih yang telah memberikan doa dan kasih sayang yang tak terhingga. Serta Istri tercinta “Femin Puspitasari” yang telah memberikan dorongan semangat, motivasi, dan perhatian yang besar dalam penyelesaian Tesis ini. Tak lupa juga ucapan terima kasih untuk rekan-rekan mahasiswa SPT dan TPT angkatan 2010 (Imanuel Musa Thenu, Suri Purnama Febri, Didin Komarudin, Iwan Dirwana, Tasrif Kartawiijaya, Eddy Hamka, Ardani, Soraya Gigentika, Stylia Johannes, Kaharuddin Sholeh) atas bantuan, kebersamaan dan kerjasamanya selama iniserta rekan-rekan dan Alumnus Pascasarjana IPB (Agustin Ross, Eko Sulchani, Siti Suci Nurhandini, Hamba “Boby” Ainul Mubarok, Furqan La Golo atas bantuan dan masukan-masukan serta koreksi terhadap pembuatan tesis ini.

(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR LAMPIRAN xiv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan 3

Manfaat Penelitian 3

Kerangka pikir penelitian 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 5

Deskripsi Ikan Tuna 5

Alat Tangkap Pancing (line) 7

Tuna Loin 8

Manajemen Rantai Pasok 10

Mutu 11

Perumusan Strategi Strengths Weaknesses Opportunities

Threats (SWOT) 15

3 METODOLOGI 15

Waktu dan Tempat Penelitian 15

Metode Pengumpulan Data 16

Analisis Data 17

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 24

Kondisi Geografi Provinsi Maluku 24

Kondisi Perikanan Tangkap 25

Kondisi Perikanan Tuna 29

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 31

Hasil 31

Deskripsi Perikanan Tuna Loin di Maluku 31

Penanganan Tuna Loin 32

Rantai Pasok Perikanan Tuna Loin di Maluku 39

Analisis Integrasi Pasar Produk Tuna Loin

Fresh dan Frozen CO 41

Manajemen Mutu 42

Perumusan Strategi Pengembangan dan Pengelolaan

Tuna Loin di Maluku dengan SWOT 46

(15)

Rantai Pasok Perikanan Tuna Loin di Maluku 52

Penanganan Tuna Loin 53

Manajemen Mutu Tuna Loin di Maluku 54

Integrasi Pasar Produk Tuna Loin Fresh dan Frozen CO 57 Perumusan Strategi Pengembangan dan Pengelolaan

Tuna Loin di Maluku 59

SIMPULAN DAN SARAN 63

Simpulan 63

Saran 63

DAFTAR PUSTAKA 64

LAMPIRAN 66

(16)

DAFTAR TABEL

1 Syarat mutu dan keamanan pangan tuna sashimi 9

2 Jenis dan data yang akan dikumpulkan 16

3 Penilaian bobot faktor strategis internal/eksternal) 21

4 Matriks Internal Factor Evaluation 22

5 Matriks External Factor Evaluation 23

6 Matriks Strength Weakness Opportunities Threats 23 7 Jumlah Produksi Perikanan Tangkap per Kabupaten

di Provinsi Maluku pada tahun 2010 25

8 Nilai outcome dari Indikator Produksi TTC di PPN Ambon (ton) 26 9 Outcome dari Indikator Kelas Mutu TTC di PPN Ambon (%) 26 10 Outcome dari Indikator Nilai Tambah TTC di PPN Ambon (Rp) 27 11 Outcome dari Indikator Pendapatan Nelayan di PPN Ambon (Rp.) 27

12 Fasilitas di PPN Ambon 28

13 Outcome dari Indikator Pendapatan Nelayan di PPN Ambon (orang) 28 14 IMC tuna loin ke pasar ekspor (Jepang dan Amerika) 42

15 Internal Factor Analysis Summary 46

16 External Factors Analysis Summary 48

(17)

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir kerangka penelitian 4

2 Yellowfin Tuna (Thunnus albacares). 6

3 Lokasi penelitian, Perairan Maluku. 15

4 Diagram sebab akibat rantai pasok tuna loin. 19

5 Diagram analisis SWOT. 20

6 Model perumusan strategi. 23

7 Wilayah Provinsi Maluku. 24

8 Jumlah Produksi Perikanan di Provinsi Maluku 2006-2010. 25 9 Kontribusi Produksi Perikanan Tangkap dari Perairan Laut untuk Setiap

Kabupaten/Kota Pesisir di Provinsi Maluku pada Tahun 2010. 26

10 Kapal penangkap ikan tuna di perairan Maluku 29

11 Alat bantu penangkapan ikan 30

12 Penghancuran es untuk perbekalan melaut 30

13 Loin tuna dari nelayan 32

14 Tenda para pengumpul tuna 33

15 Penanganan tuna loin di tingkat pengumpul 34

16 Mesin vakum yang digunakan di pabrik untuk proses pemvakuman 37

17 Rantai pasok tuna loin 40

18 Diagram sebab akibat produk tuna loin yang tidak sesuai dengan

pasar ekspor 45

19 Diagram analisis SWOT 50

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Perhitungan integrasi pasar produk tuna loin fresh 67

2 Integrasi pasar produk tuna frozen 71

3 Produk turunan loin tuna frozen CO 75

(18)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan tuna (Thunnus sp.) merupakan salah satu komoditi perikanan Indonesia yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan mampu menembus pasar internasional. Potensi ikan tuna di perairan Indonesia masih cukup besar. Tuna merupakan komoditi ekspor perikanan Indonesia terbesar ke-2 setelah udang. Hal ini ditunjukkan dengan volume produksi ikan tuna pada tahun 2010 yaitu sebesar 213.030 ton (Statistik Perikanan 2010).

Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan Ambon, ikan tuna yang termasuk jenis ikan pelagis besar tersebar di wilayah ekologis pantai selatan Ambon. Potensinya diperkirakan 620,6 ton per bulan dengan maksimum tangkap lestari 310,3 ton per bulan. Menurut pejabat setempat saat ini pemanfaatan ikan tuna baru mencapai 127,1 ton per bulan (sekitar 41 %) dari maksimum tangkap lestari (KKP 2011).

Permintaan terhadap komoditi tuna loin cukup tinggi, bahkan pasokan saat ini belum dapat memenuhi permintaan negara-negara importir. Tuna loin di pasar lokal dijual ke Unit Pengolahan Ikan (UPI) yang telah memiliki lisensi ekspor, restoran dan hotel. Negara-negara importir tuna loin diantaranya adalah Jepang, USA, Australia dan beberapa negara Eropa lainnya. Masing-masing negara importir tersebut memiliki kualifikasi dan standar mutu sendiri. Kualifikasi tuna loin yang diminta negara Jepang hanya grade A atau grade sashimi, sedangkan negara tujuan Amerika dan Eropa masih bisa menerima tuna loin grade B atau C (BI 2009).

Nelayan-nelayan pancing pada perikanan tuna di perairan Maluku secara umum masih bersifat tradisional. Hal ini dapat dengan mudah terlihat dari ukuran kapal yang digunakan, yaitu armada penangkapan berukuran kurang dari 5 GT. Nelayan yang beroperasi pada armada umumnya berjumlah antara 1-2 orang dan mereka belum menggunakan alat bantu penangkapan yang memiliki teknologi modern seperti GPS (Global Positioning System), radar ataupun echosounder. Beberapa armada memang dilengkapi dengan kompas namun hanya sedikit dari mereka yang membawa perlengkapan tersebut.

Pola penangkapan nelayan di perairan Maluku juga sangat bergantung pada faktor kondisi alam dan faktor teknis pendukung operasi penangkapan seperti ketersediaan bahan bakar serta modal operasional lainnya yang artinya secara umum mereka masih belum memiliki pola manajemen operasi penangkapan yang terstruktur dan terukur. Di sisi lain jumlah perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan ikan tuna di Maluku khususnya di pulau Ambon semakin meningkat pesat akhir-akhir ini. Artinya permintaan ikan tuna di Maluku juga meningkat, seharusnya kondisi ini bisa dimanfaatkan sebagai peluang yang baik oleh pihak-pihak terkait khususnya para nelayan itu sendiri untuk meningkatkan jumlah ikan hasil tangkapan tuna secara umum.

(19)

atas kapal dan di darat, proses distribusi ikan menuju lokasi penjualan hasil tangkapan serta faktor-faktor lainnya.

Dewasa ini hampir semua perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan tuna di Maluku membeli ikan tuna sudah dalam bentuk loin bukan dalam bentuk gelondongan ataupun utuh. Kondisi ini tentunya membutuhkan tingkat kehati-hatian yang tinggi dalam semua alur proses penanganan ikan hasil tangkapan karena saat nelayan mendapatkan ikan, mereka langsung memotong ikan dalam bentuk loin di atas kapal. Ikan yang sudah berada dalam kondisi terpotong dalam bentuk potongan loin tentunya akan lebih cepat mengalami proses punurunan mutu apabila tidak ditangani dengan sangat baik. Faktor rantai dingin (cold chain) merupakan titik paling kritis dalam proses penanganan ikan hasil tangkapan.

Pembusukan oleh bakteri pembentuk histamin dapat terjadi pada beberapa tahapan yaitu pada proses pendaratan ikan, proses pengolahan atau pada sistem distribusi hingga ke konsumen. Kontrol temperatur yang memadai merupakan kunci untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan pembentukan histamin (McLauchlin et al. 2005). Peningkatan kadar histamin pada ikan juga berhubungan dengan sanitasi dan higenitas dalam proses penanganan ataupun pengolahan.

Salah satu bentuk pengendalian histamin adalah pengolahan daging tuna gelondongan menjadi produk setengah jadi yaitu membagi dalam bentuk yang lebih kecil-kecil sehingga lebih mudah dalam penyimpanan. Salah satu bentuk olahan tuna yaitu tuna loin. Tuna loin merupakan produk setengah jadi yang banyak digunakan oleh perusahaan untuk diolah lebih lanjut menjadi produk akhir, salah satunya adalah sashimi. Kualitas produk tuna loin yang dihasilkan merupakan hal penting bagi perusahaan agar memiliki daya saing.

Secara umum salah satu faktor yang berperan besar dan menentukan dalam proses pengendalian mutu adalah faktor rantai pasok (supply chain) yang merupakan proses distribusi barang mulai dari ikan ditangkap di atas kapal sampai dengan produk diterima oleh perusahaan. Penangan produk pada masing-masing tahap ini merupakan titik kritis yang akan menentukan mutu dan kualitas dari produk tuna loin ketika produk tersebut sampai di perusahaan dan dilakukan proses sortasi mutu (grading).

Sistem rantai pasok yang ideal tentunya akan memperbesar kemungkinan kualitas ataupun mutu tuna loin akan tetap terjaga dengan baik sehingga diharapkan akan menghasilkan tuna loin dengan kualitas yang sangat baik. Kecepatan alur rantai pasok mulai dari pemindahan produk loin dari atas kapal sampai ke tempat penyortiran milik pengumpul lalu kemudian pendistribusian produk tersebut ke perusahaan akan menentukan kualitas tuna loin yang dihasilkan. Selain itu, selama proses pendistribusian tuna loin faktor penanganan produk seperti rantai dingin, kebersihan di atas kapal, tempat penampungan dan tempat sortasi di tingkat pengumpul juga akan menjadi faktor yang menentukan kualitas dan mutu tuna loin yang dihasilkan.

(20)

memenuhi standar yang dibutuhkan perusahaan sehingga diharapkan dapat menaikkan penghasilan nelayan. Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian tersebut.

Pengumpul tuna loin lokal di Ambon memiliki salah satu karakter yang sedikit berbeda dengan pengumpul ikan tuna di wilayah lain. Pada saat tidak ada/jarang ikan, para pengumpul beserta nelayannya mengadakan mobilisasi untuk melakukan kegiatan penangkapan tuna di wilayah-wilayah perairan lain seperti perairan Pulau Seram dan Pulau Buru yang diperkirakan menjadi tempat munculnya ikan tuna. Artinya bahwa mereka harus selalu bergerak mencari ikan tuna bukan hanya di wilayah fishing ground mereka yang biasanya.

Konsekuensi logis dari hal di atas tersebut adalah harus diimbangi dengan sistem rantai pasok dan penanganan produk yang tepat. Hal ini dilakukan untuk memenuhi permintaan pasar akan ikan loin yang jumlahnya cukup tinggi. Banyak hal yang harus dipertimbangkan karena mobilisasi penangkapan seperti yang dilakukan oleh nelayan tuna loin Ambon akan memerlukan tambahan waktu, biaya dan perlakuan. Sehingga kelayakan dan optimalisasi kegiatan penangkapan tuna loin perlu untuk dianalisis.

Perumusan Masalah

Permasalahan-permasalahan yang ada dalam penelitian ini adalah :

1) Apakah pengolahan tuna loin yang dilakukan oleh nelayan setempat sudah merupakan langkah yang tepat dalam usaha menjaga mutu ikan tuna yang ditangkap serta menghasilkan nilai tambah yang lebih besar.

2) Bagaimana proses rantai pasok (supply chain) yang merupakan teknis distribusi dan rantai pemasaran produk tuna loin menjadi faktor yang bisa meningkatkan nilai tambah bagi para nelayan

Tujuan

Tujuan dari penelitian “Sistem Rantai Pasok dan Penanganan Tuna Loin di Perairan Maluku“ adalah:

1) Memformulasikan sistem rantai pasok produk tuna loin di Maluku

2) Menentukan nilai mutu tuna loin yang dihasilkan oleh nelayan serta nilai tambah yang dihasilkan dari produk tuna loin

3) Merumuskan strategi pengembangan usaha perikanan tuna loin berbasis nelayan

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang diharapkan dari hasil penetilitian ini adalah sebagai berikut :

(21)

2) Sebagai dasar penelitian selanjutnya khsususnya pada bidang sistem rantai pasok dan penanganan tuna loin bagi para akademisi dan peneliti

3) Sebagai sumber informasi bagi stakeholder yang terkait untuk menciptakan kebijakan perikanan yang tepat khususnya bagi perikanan tuna di Maluku

Kerangka pikir penelitian

Masalah-masalah yang dihadapi dan telah disebutkan pada permasalahan dalam penelitian ini kemudian disusun menjadi satu kerangka berpikir. Kerangka pikir merupakan rencana penelitian dari mulai usulan penelitian, penelitian di lapangan, pengolahan data hingga menjadi tesis. Kerangka pemikiran dari penelitian ini disampaikan pada Gambar 1.

(22)

Ada dua hal yang sangat berpengaruh besar dalam perikanan tuna loin di Maluku yaitu rantai pasok (supply chain) terhadap produk tuna loin dan sistem pengelolaan perikanan tuna loin itu sendiri. Dua hal tersebut merupakan komponen yang akan menentukan baik atau buruknya poduk tuna loin yang dihasilkan pada perikanan tuna loin di Maluku.

Oleh karena itu sebagai langkah awal adalah harus menentukan permasalahan-permasalahan yang ada pada perikanan tuna loin di Maluku yang berhubungan dengan rantai pasok (supply chain), kualitas tuna loin yang dihasilkan serta seberapa besar nilai tambah yang didapatkan nelayan dari perikanan tuna loin. Tahap selanjutnya adalah mengidentifikasi sistem rantai pasok perikanan tuna loin di Maluku dan sistem pengelolaan perikanan tuna loin serta identifikasi terhadap nilai tambah yang didapat nelayan.

Menggunakan metode analisis deskiptif komparatif pada analisis rantai pasok, analisis mutu dan analisis SWOT maka penelitian ini diharapkan akan mengarah pada strategi pengembangan perikanan tuna loin di Maluku yang berbasis pada nelayan. Pada akhirnya melalui strategi pengembangan yang berbasiskan nelayan, maka diharapkan perikanan tuna loin dapat menguntungkan nelayan-nelayan perikanan tuna loin di Maluku.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Ikan Tuna

Tuna adalah ikan laut yang terdiri dari beberapa famili Scombridae, terutama genus Thunnus. Tuna merupakan ikan perenang cepat (pernah diukur mencapai 77 km/jam). Daging yang dimiliki berwarna merah muda sampai merah tua. Hal ini karena otot tuna lebih banyak mengandung myoglobin dari pada ikan lainnya (Mc Afee et al. 2009).

Ikan tuna memiliki tubuh berbentuk tegak, memanjang dan fusiform (streamline) dengan dua buah sirip dorsal terpisah yang memiliki satu jari-jari keras pada jari-jari pertamanya dan sirip kaudal berbentuk bulan sabit. Sirip 5 ventral berukuran lebih kecil atau sama dengan sirip pektoral, serta terletak menjorok ke belakang dari dasar sirip pektoral.

Ikan tuna terdiri dari beberapa jenis dan dapat digolongkan menjadi 2 kelompok yaitu kelompok tuna kecil dan tuna besar. Kelompok tuna kecil seperti tongkol (Euthynus affinis), longtail dan cakalang atau skipjack (Katsuwonus pelamis) serta kelompok tuna besar seperti madidihang (Tuna albacores) atau yellowfin tuna, mata besar (Thunnus obesus), albakora (Thunnus alalunga) atau albacore, tuna sirip biru (Thunnus thymus maccoyii) atau southern bluefin dan tuna abu-abu (Thunnus thymus orientalis) atau bluefin (Soepanto 1990 dalam Nurani 1996).

(23)

besar mempunyai sirip tambahan yang berwarna kuning cerah dengan pinggiran berwarna gelap (Burhanuddin et al. 1984).

Klasifikasi ikan tuna (Saanin 1984) adalah sebagai berikut: Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata Kelas : Teleostei Subkelas : Actinopterygi Ordo : Perciformes Subordo : Scombridei Famili : Scombridae Genus : Thunnus

Spesies : Thunnus obesus (bigeye, tuna mata besar) Thunnus alalunga (albacore, tuna albacore) Thunnus tonggol (longtail, tuna ekor panjang) Thunnus albacore (yellowfin, madidihang)

Thunnus macoyii (southern bluefin, tuna sirip biru selatan) Thunnus thynnus (northern bluefin, tuna sirip biru utara) Thunnus atlanticus (blackfin, tuna sirip hitam)

Ikan tuna yang terdapat di perairan Indonesia terdiri dari beberapa jenis, untuk memudahkannya dibagi menjadi dua kelompok, yaitu tuna kecil yang diwakili oleh skipjack dan tuna besar yang meliputi madidihang, tuna mata besar, tuna albakora, tuna sirip biru dan tuna abu-abu. Beberapa jenis tuna yang merupakan komoditi ekspor adalah madidihang, tuna mata besar, albakora, tuna sirip biru, dan cakalang. Ikan tuna terdapat pada hampir seluruh perairan laut, terutama yang mempunyai kadar garam tinggi. Pada perairan Samudra Hindia penyebarannya meluas dari 30° lintang selatan ke utara dan dari timur Australia hingga benua Afrika dan di nusantara selain di kedua lautan yang mengelilingi negara kepulauan juga terdapat di laut yang dalam diantaranya Laut Bali, Laut Flores, Laut Arafuru serta Laut Banda (Stansby 1963).

Sumber: Archambault, C. (Fishbase.com)

(24)

Alat Tangkap Pancing (line)

Alat penangkapan yang paling banyak digunakan untuk menangkap ikan tuna adalah pancing (line). Alat tangkap pancing terdiri dari mata pancing, tali pancing, umpan dan berbagai perlengkapan lainnya seperti joran, pelampung, pemberat dan lain-lain. Dibandingkan dengan alat penangkapan ikan lainnya, menurut Ayodhyoa (1981) alat penangkapan ini mempunyai segi-segi positif, yaitu antara lain:

1) Alat-alat pancing tidak susah dalam strukturnya dan operasinya dapat dilakukan dengan mudah.

2) Organisasi usahanya kecil, sehingga dengan modal sedikit usaha sudah dapat berjalan (bergantung jenis usaha pancingnya), manusia sedikit usaha sudah dapat dijalankan.

3) Syarat-syarat daerah penangkapan ikannya relatif sedikit dan dapat dengan bebas memilih.

4) Pengaruh cuaca, suasana laut dan sebagainya relatif kecil.

5) Ikan-ikan yang tertangkap seekor demi seekor sehingga kesegarannya dapat dijamin.

Selain keunggulan-keunggulan yang telah dijelaskan, pancing juga memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan dari alat tangkap pancing, antara lain yaitu : 1) Dibandingkan dengan perikanan jaring, maka untuk mendapatkan hasil

tangkapan yang banyak jumlahnya dalam waktu yang singkat tidak mungkin dilakukan.

2) Memerlukan umpan, sehingga ada tidaknya umpan akan berpengaruh terhadap jumlah banyaknya operasi yang dapat dilakukan.

3) Keahlian perseorangan sangat menonjol, pada tempat, waktu dan syarat-syarat lainnya sama, hasil tangkapan yang diperoleh belum tentu sama dengan orang lain.

4) Pancing terhadap ikan adalah pasif, dengan demikian tertangkapnya ikan tersebut sangat ditentukan oleh tertariknya ikan untuk memakan umpan.

Pancing adalah salah satu alat tangkap yang umum dikenal oleh masyarakat, terlebih di kalangan nelayan. Pada prinsipnya pancing ini terdiri dari dua komponen utama, yaitu tali (line) dan mata pancing (hook). Tali pancing biasa dibuat dari bahan benang katun, nilon, polyethilene, plastik (senar) dan lain-lain. Sedangkan mata pancingnya (mata kailnya) dibuat dari kawat baja, kuningan atau bahan lain yang tahan karat.

Mata pancing tersebut umumnya memiliki ujung berkait balik, namun ada juga yang tanpa kait balik. Jumlah mata pancing yang terdapat pada tiap perangkat (satuan) pancing itu bisa tunggal maupun ganda (2 – 3 buah) bahkan banyak sekali (ratusan sampai ribuan) tergantung dari jenis pancingnya. Sedangkan ukuran mata pancing bervariasi, disesuaikan dengan besar kecilnya ikan yang akan ditangkap (dipancing) (Subani dan Barus 1989).

(25)

Pada garis besarnya line fishing banyak jenisnya, tetapi dapat dikelompokan dalam beberapa kelompok (Von Brandt, 1984) yaitu :

1) Hand lines, yaitu pancing yang paling sederhana. Biasanya hanya terdiri dari pancing, tali pancing dan pemberat serta dioperasikan oleh satu orang dan tali pancing langsung ke tangan.

2) Pole and line, yaitu pancing yang digunakan khusus menangkap ikan-ikan cakalang, tuna dan tongkol, pancing ini terdiri dari joran, tali pancing dan umpan. Dioperasikan secara bersama di atas kapal.

3) Set lines, yaitu pancing yang dipasang secara menetap dalam jangka tertentu. Pancing ini terdiri dari tali pancing, pancing dan umpan kemudian dipasang secara tetap di suatu perairan.

4) Bottom long lines, yaitu pancing yang dipasang di dasar perairan, biasanya khusus menangkap ikan-ikan demersal.

5) Drift lines, yaitu pancing yang dipasang di permukaan atau pertengahan air dan dihanyutkan sampai jangka waktu tertentu.

6) Troll lines, yaitu pancing yang dalam operasinya ditarik dengan perahu.

Dilihat dari cara pengoperasiannya pancing-pancing tersebut bisa dilabuh (pancing ladung, rawai biasa, rawai cucut), ditarik di belakang perahu/kapal yang sedang dalam keadaan berjalan (trolling) baik menelusuri lapisan permukaan air, lapisan tengah (pancing cumi-cumi) maupun di dasar perairan (pancing garit/dragged line), maupun dihanyutkan (rawai tuna, tuna long line). Penangkapan dengan pancing dapat dilakukan baik pada siang maupun malam hari dan dapat digunakan sepanjang tahun tanpa mengenal musim (Subani dan Barus 1989).

Tuna Loin

Ikan tuna untuk tujuan ekspor terdiri dari tuna segar, beku segar, beku olahan dan tuna kaleng. Tuna beku diolah dari tuna segar yang menghasilkan berbagai jenis produk tuna beku yaitu loin, block loin, chunk, saku, steak, cube, sushineta dan negitoro (Nurani dan Wisudo 2007). Tuna loin mentah beku adalah produk yang dibuat dari tuna segar atau beku. Produk loin berasal dari tuna segar atau beku yang mengalami perlakuan penyiangan, pembelahan membujur menjadi 4 bagian (loin), pembuangan daging gelap (dark meat), pembuangan lemak, pembuangan kulit, perapihan dan pembekuan cepat dengan suhu pusatnya maksimum -18oC (BSN 2006).

Menurut KKP (2010), tuna segar untuk sashimi berdasarkan SNI 01-2693.1-2006 meliputi 3 tahap bagian, yaitu: spesifikasi, persyaratan bahan baku, serta penanganan dan pengolahan. tuna segar untuk sashimi yaitu produk hasil perikanan dengan bahan baku tuna segar yang mengalami perlakuan sebagai berikut: penerimaan, pencucian 1, pemotongan sirip, pencucian 2, sortasi mutu (grading), penimbangan, penyimpangan dingin atau tanpa penyimpanan dingin, pengusapan (swabbing), pengepakan dan pelabelan.

(26)

Standar ini berlaku untuk tuna segar sashimi dan tidak berlaku untuk produk yang mengalami pengolahan lebih lanjut. Syarat mutu dan keamanan panagan tuna sashimi tersaji pada Tabel 1.

Ruang lingkup: standar ini menetapkan jenis bahan baku, bentuk bahan baku, asal bahan baku, mutu bahan baku dan penyimpanan bahan baku untuk tuna segar untuk sashimi.

1) Bahan baku tuna segar untuk sashimi: tuna segar yang telah disiangi dengan membuang isi perut dan insang.

2) Jenis bahan baku: bahan baku yang digunakan adalah ikan tuna madidihang (yellowfin tuna/Thunnus Albacores), tuna mata besar (bigeye tuna/Thunnus Obesus), tuna sirip biru (bluefin tuna/Thunnus Thynnus dan Thunnus Maccoyii).

3) Bentuk bahan baku: tuna segar yang sudah disiangi.

4) Asal bahan baku: bahan baku berasal dari perairan yang tidak tercemar. 5) Mutu bahan baku: bahan baku bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan

pembusukan, bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari sifat-sifat alamiah lain yang dapat menurunkan mutu serta tidak membahayakan kesehatan. Secara organoleptik bahan baku mempunyai karakterisitik kesegaran sebagai berikut: kenampakan: bersih, warna daging spesifik jenis ikan tuna; tekstur: elastis, padat dan kompak; bau: segar; rasa: netral agak manis.

6) Penyimpanan bahan baku: bahan baku yang terpaksa menunggu proses lebih lanjut, disimpan dalam wadah yang baik dan tetap dipertahankan suhunya dengan menggunakan es curai sehingga suhu pusat bahan baku mencapai suhu maksimal 4,4C, saniter dan higenis.

Tabel 1 Syarat mutu dan keamanan pangan tuna sashimi

No. Jenis uji Satuan Persyaratan

1 Organoleptik Angka (1-9) Minimal 7

2 Cemaran mikroba*

1) ALT Koloni/g Maksimal 5,0 x 105

2) Escherichia coli APM/g Maksimal < 2

3) Salmonella APM/g Negatif

4) Vibriocholeraea APM/g Negatif

3 Cemaran kimia

1) Raksa (Hg)* mg/kg Maksimal 1

2) Timbal (Pb)* mg/kg Maksimal 0,4

3) Histamin mg/kg Maksimal 100

4) Cadmium (Cd)* mg/kg Maksimal 0,5

4 Fisika

Suhu pusat oC Maksimal 4,4

5 Parasit Ekor 0

(27)

Manajemen Rantai Pasok

Pengertian manajemen rantai pasok dari beberapa ahli adalah sebagai berikut:

1) Metode, alat, atau pendekatan pengelolaan rantai pasok (supply chain). Rantai pasok (supply chain) adalah jaringan fisik yaitu perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam memasok bahan baku, memproduksi barang, maupun mengirimkannya ke pemakai akhir (Oliver dan Weber 1982).

2) Fortune Magazine (Artikel Henkoff, 1994) merupakan proses perusahaan memindahkan material, komponen dan produk ke pelanggan. Proses pemindahan barang dilakukan tepat jumlah, tepat lokasi dan tepat waktu. 3) Filosofi manajemen secara terus menerus mencari sumber fungsi bisnis yang

kompeten untuk digabungkan baik dalam perusahaan maupun luar perusahaan seperti mitra bisnis yang berada dalam satu rantai pasok (supply chain) untuk memasuki sistem pasok (supply) yang kompetitif tinggi dan memperhatikan kebutuhan pelanggan, yang berfokus pada pengembangan solusi inovatif dan sinkronisasi aliran produk, jasa, dan informasi untuk menciptakan sumber nilai pelanggan yang bersifat unik (Ross 1998).

4) Jaringan organisasi yang melibatkan hubungan upstream dan downstream dalam proses dan aktivitas yang berbeda yang memberi nilai dalam bentuk produk dan jasa pada pelanggan. Contoh: Pabrik pembuat kemeja adalah 2 bagian rantai pasok (supply chain) yang menghubungkan upstream (melalui pengusaha kain kepada pengusaha serat/kapas) dan downstream (melalui distributor dan retail pada pelanggan akhir) (Martin 1998).

5) Manajemen rantai pasok berhubungan erat dengan aliran manajemen material, informasi dan finansial dalam suatu jaringan yang terdiri dari supplier, perusahaan, distributor, dan pelanggan (Stanford Supply chain Forum 1999, yang dicetuskan oleh Kepala Forum Hau Lee)

6) Merupakan serangkaian pendekatan yang diterapkan untuk mengintegrasikan supplier, pengusaha, gudang dan tempat penyimpanan lainnya secara efisien sehingga produk dihasilkan dan didistribusikan dengan kuantitas yang tepat, lokasi tepat dan waktu tepat untuk memperkecil biaya dan memuaskan kebutuhan pelanggan (Simchi-Levi et.al, 1999).

Manajemen rantai pasok tidak hanya berorientasi pada urusan internal sebuah perusahaan, melainkan juga urusan eksternal yang menyangkut hubungan dengan perusahaan-perusahaan partner. Koordinasi dan kolaborasi perlu dilakukan karena perusahaan yang berada pada satu rantai pasok (supply chain) pada intinya ingin memuaskan konsumen akhir yang sama, mereka harus bekerja sama untuk membuat produk yang murah, mengirimnya tepat waktu dan dengan kualitas yang bagus.

(28)

Manajemen rantai pasok yang baik bisa meningkatkan kemampuan bersaing bagi rantai pasok (supply chain) secara keseluruhan, namun tidak menyebabkan satu pihak berkorban dalam jangka panjang. Oleh karena itu diperlukan pengertian, kepercayaan, dan aturan main yang jelas. Idealnya, hubungan antar pihak pada rantai pasok (supply chain) berlangsung jangka panjang. Hubungan jangka panjang memungkinkan semua pihak untuk menciptakan kepercayaan yang lebih baik serta menciptakan efisiensi. Efisiensi bisa tercipta karena hubungan jangka panjang berarti mengurangi ongkos-ongkos untuk mendapatkan perusahaan partner baru.

Rantai pasok (supply chain) adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Perusahaan-perusahaan tersebut biasanya termasuk supplier, pabrik, distributor, took atau ritel, serta perusahaan-perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa logistik. Rantai pasok (supply chain) adalah jaringan fisiknya, yakni perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam memasok bahan baku, memproduksi barang, maupun mengirimkannya ke pemakai akhir.

Manajemen rantai pasok adalah metode, alat atau pendekatan pengelolaannya. Namun perlu ditekankan bahwa manajemen rantai pasok menghendaki pendekatan atau metode yang terintegrasi dengan dasar semangat kolaborasi. Prinsip dasar manajemen rantai pasok:

1) Prinsip integrasi semua elemen yang terlibat dalam rangkaian manajemen rantai pasok berada dalam satu kesatuan yang kompak dan menyadari adanya saling ketergantungan

2) Prinsip jejaring semua elemen berada dalam hubungan kerja yang selaras 3) Prinsip ujung ke ujung proses operasinya mencakup elemen pemasok yang

paling hulu sampai ke konsumen yang paling hilir

4) Prinsip saling tergantung setiap elemen dalam manajemen rantai pasok menyadari bahwa untuk mencapai manfaat bersaing diperlukan kerjasama yang saling menguntungkan

5) Prinsip komunikasi keakuratan data menjadi darah dalam jaringan untuk menjadi ketepatan informasi dan material.

Mutu

Mutu merupakan sesuatu yang diputuskan oleh pelanggan serta didasarkan oleh pengalaman aktual pelanggan terhadap produk atau jasa, dan diukur berdasarkan persyaratan pelanggan yang cenderung bersifat subyektif. Oleh karena itu, mutu produk dan jasa dapat didefinisikan sebagai keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembuatan, dan pemeliharaan yang membuat produk dan jasa digunakan untuk memenuhi harapan-harapan pelanggan (Feingenbaum 1989).

(29)

Kecocokan mutu dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk pemilihan proses pembuatan, latihan dan pengawasan angkatan kerja, jenis sistem jaminan mutu (pengendalian proses, uji, aktivitas pemeriksaan, dan lain-lain) yang digunakan untuk memantau seberapa jauh jaminan mutu diikuti beserta motivasi angkatan kerja untuk mencapai mutu. Tiap produk yang dihasilkan mempunyai sejumlah unsur yang secara bersama-sama menggambarkan kecocokan penggunaannya. Ciri-ciri mutu terdiri dari beberapa sifat berikut (Gasperz 1998): 1) Fisik: panjang, berat, dan diameter.

2) Sensori (berkaitan dengan panca indera): rasa, penampilan, warna, bentuk, model, dan lain-lain.

3) Orientasi waktu: keandalan, kemampuan pelayanan, kemudahan pemeliharaan, ketepatan waktu penyerahan produk.

4) Orientasi biaya: berkaitan dengan dimensi biaya yang menggambarkan harga dari suatu produk yang harus dibayarkan oleh konsumen.

Prosedur untuk mencapai sasaran mutu diistilahkan dengan pengendalian mutu. Pengendalian mutu adalah aktivitas keteknikan dan manajemen sehingga ciri-ciri kualitas produk dapat diukur, dibandingkan dengan spesifikasi atau persyaratannya, dan pengambilan tindakan yang sesuai jika ada perbedaan antara penampilan sebenarnya dengan standarnya (Montgomery 1990). Menurut Feigenbaum (1989), ada empat langkah dalam penerapan pengendalian mutu, yaitu:

1) Menetapkan standar, yaitu menentukan standar mutu, standar mutu prestasi kerja, standar mutu keamanan, dan standar mutu keterandalan yang diperlukan produk.

2) Menilai kesesuaian, yaitu membandingkan kesesuaian dari produk dan jasa yang dihasikan terhadap suatu standar.

3) Mengambil tindakan korektif bila perlu, yaitu mengkoreksi masalah dan penyebabnya melalui faktor-faktor yang mencakup pemasaran, rekayasa, produksi, dan pemeliharaan yang mempengaruhi kepuasan pemakai.

4) Merencanakan perbaikan, yaitu mengembangkan suatu upaya yang kontinu tuntuk memperbaiki standar biaya, prestasi, keamanan, dan keterandalan.

Tujuan utama pengendalian mutu adalah menjaga kepuasan pelanggan. Identifikasi semua kebutuhan pelanggan merupakan suatu hal yang mendasar bagi kendali mutu efektif. Keuntungan yang didapat dari pengendalian mutu adalah sebagai berikut (Feigenbaum 1989):

1) Meningkatkan mutu dan desain produk. 2) Meningkatkan aliran produksi.

3) Meningkatkan moral tenaga kerja dan kesadaran mengenai mutu 4) Meningkatkan pelayanan produk.

5) Memperluas pangsa pasar.

Produk-produk perikanan tergolong “most perishable foods”, yang cepat sekali mundur mutunya secara autolysis, biochemis, dan microbiologis, terutama dipengaruhi oleh suhu. Ikan pada umumnya lebih cepat mengalami proses pembusukan daripada daging karena mengandung jenis-jenis bakteri

(30)

pada dua bagian yaitu penanganan di atas kapal hingga pada unit pengolahan ikan dan penanganan pada saat distribusi loin tuna.

Penanganan Tuna di Atas Kapal Hingga Unit Pengolahan Ikan

Menurut Ilyas (1980) penanganan ikan harus dilakukan sejak ikan tertangkap yaitu di atas kapal. Penanganan yang dilakukan dapat berupa pendinginan (chilling) dan pembekuan (freezing). Pendinginan adalah penurunan suhu ikan hingga 0oC dengan cara: pemberian es (icing), pemberian udara dingin (chilling in cooled air) dan pendinginan dalam air (chilling in cooled or refrigerated water). Menurut Nurani dan Sugeng (2007) penanganan terhadap tuna yang harus dilakukan di atas kapal berupa:

1) Membunuh ikan tuna secepat mungkin dengan cara memasukkan spike (batang besi tajam) pada otak ikan dan tetap menjaga suhunya dengan menyemprotkan air lewat selang (hose), penanganan harus dilakukan dengan hati-hati hingga tidak meninggalkan bekas luka pada ikan karena dapat menurunkan kualitas tuna tersebut.

2) Pengeluaran darah dari tubuh tuna antara lain: pemotongan ekor, pemotongan nadi darah pada kedua sirip dada, memotong nadi darah dari insang ke jantung. Hal ini bertujuan mengeluarkan semua darah yang ada pada tubuh tuna tanpa membuatnya menggelepar atau memberontak, yang dapat menyebabkan darah tertinggal dalam tubuh dan menimbulkan noda pada daging tuna.

3) Pembuangan insang dan isi perut yang dilakukan untuk menghindari akumulasi bakteri. Hal ini penting untuk dilakukan karena selaput lendir, insang, dan isi perut merupakan pusat konsentrasi bakteri.

4) Pencucian menggunakan air bersih, dimulai terutama dari tempat-tempat yang terpotong atau teriris. Darah dikeluarkan sampai bersih, darah yang tertahan atau terkumpul akan menyebabkan proses pembekuan tidak merata dan tidak berjalan dengan baik.

5) Penanganan selanjutnya adalah penyimpanan. Untuk produk tuna segar (fresh tuna) ikan disimpan di palkah menggunakan teknik chilling water. Teknik

ikan-ikan tersebut dikeluarkan dari kamar pembekuan, diberi lapisan es (glassing) dan dicelup dengan air es sebentar kemudian dipindahkan ke kamar pendingin (cold storage).

6) Selanjutnya perusahaan pengolahan tuna akan membeli ikan tuna dari pemasok dengan melakukan seleksi berdasarkan mutu kesegaran ikan (grading).

(31)

8) Ikan tuna yang telah disiangi dicuci dengan air yang telah diozonisasi karena memiliki daya desinfektan untuk membunuh bakteri dan disikat dengan sikat berbulu halus .

9) Terakhir pembuatan tuna menjadi bentuk loin, yaitu dilakukan dengan cara penyayatan daging tuna menjadi empat, kemudian dilakukan pembersihan dari duri-duri dan daging hitam.

Penanganan Selama Proses Distribusi

Ikan harus diangkut dengan suhu mendekati 0oC supaya kesegarannya dapat

bertahan hingga lebih dari sepuluh hari. Berhasil atau tidaknya usaha mempertahankan kerendahan suhu ini juga tergantung dari mutu ikan. Karenanya

untuk memperoleh “shelf life maximum”, hendaknya ikan sudah diberi es sebelum mengalami fase rigor (Moeljanto, 1982). Selain itu selama distribusi dan saat tiba di tempat tujuan, ikan tidak dicemari bakteri, kotoran, bau yang berasal dari luar, dan dari wadah pengangkut. Cara pendinginan selama distribusi dapat dilakukan dengan pemberian es atau penempatan ikan dalam wadah atau dalam tangki berisi air yang didinginkan dengan es atau yang direfrigerasi (Ilyas 1983).

Menurut Moeljanto (1982) pendistribusian ikan dapat dilakukan lewat jalur darat, air dan udara. Pengangkutan di darat dapat menggunakan truk, atau alat angkut lain dengan kondisi ikan harus selalu dikelilingi oleh hancuran es yang cukup halus. Kerendahan suhu ruangan juga harus terjaga, seperti penyimpanan ikan dalam kotak yang ditutupi terpal agar suhu dingin dapat dipertahankan secara efektif dan efisien. Pengangkutan laut harus menggunakan palkah yang konstruksinya lebih baik, karena goncangan di laut lebih banyak terjadi. Jalur udara merupakan sarana yang paling cepat tetapi biayanya mahal, sehingga cocok untuk mengangkut hasil laut yang harganya mahal dan memerlukan waktu singkat untuk sampai di tujuan (Moeljanto 1982).

Pesatnya perkembangan pasar-pasar jenis baru,terutama pasar perikanan baik yang belum pernah ada sebelumnya sampai yang sudah ada menambah ketatnya persaingan dalam dunia perdagangan. Persaingan tersebut terlihat dari volume, keragaman, serta mutu produk yang dihasilkan oleh tiap produsen. Oleh karena itu, banyak produsen yang berusaha meningkatkan serta mengendalikan mutu produk yang dihasilkan.

Diagram Sebab Akibat

Diagram sebab akibat disebut juga grafik tulang ikan, (fishbone) yaitu diagram yang menunjukkan sebab akibat yang berguna untuk mencari atau menganalisis sebab-sebab timbulnya masalah sehingga memudahkan cara mengatasinya. Penggunaan Analisis Sebab Akibat untuk :

1) mengenal penyebab yang penting 2) memahami semua akibat dan penyebab 3) membandingkan prosedur kerja

4) menemukan pemecahan yang tepat

5) memecahkan hal apa yang harus diilakukan 6) mengembangakan proses

(32)

seterusnya yang dapat menyebabkan penyebaran disebut sebagai faktor. Untuk mengetahui sebab akibat dalam bentuk yang nyata dapat diiliustrasikan dalam sebuah diagram sebab akibat, dimana sebab sama dengan faktor dan akibat sama dengan karakteristk kualitas. Dalam bentuk umum, faktor harus ditulis lebih rinci untuk membuat diagram menjadi bermanfaat (Ishikawa 1989).

Perumusan Strategi Strengths Weaknesses Opportunities Threats (SWOT)

Salah satu perumusan strategi yang dapat digunakan dalam pengembangan sektor perikanan adalah analisis SWOT. Analisis SWOT merupakan analisis berbagai faktor secara sistematis yang didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities) serta meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Proses pengambilan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan. Perencana strategis (strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini (Rangkuti 2001). Formulasi strategi disusun dengan cara menentukan faktor-faktor strategis eksternal, menentukan faktor-faktor strategis internal dan perumusan alternatif strategi.

.

3 METODOLOGI

Waktu dan Tempat Penelitian

Pengumpulan data di lapangan dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 di Pulau Ambon, Pulau Seram dan Pulau Buru, Maluku. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

(33)

Lokasi Penelitian berbatas pada area sebagai berikut :

A : 3°40'47.38"Lintang Selatan, 127°55'47.85" Bujur Timur (Pulau Ambon) B : 3°41'27.90" Lintang Selatan, 127° 5'34.76" Bujur Timur (Pulau Buru) C : 2°58'54.67"Lintang Selatan, 128° 7'14.70" Bujur Timur (Pulau Seram) D : 3° 9'28.14" Lintang Selatan, 127°44'8.29" Bujur Timur (Pulau Seram)

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dari data primer dan data sekunder yang diperoleh dengan cara melakukan observasi, wawancara dan diskusi, serta studi literatur. Penentuan jumlah sampel ditentukan dengan teknik purposive sampling. Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 19 sampel yaitu dengan perincian jumlah nelayan 15 orang, jumlah pengumpul 3 orang dan 1 perusahaan sebagai sampel. Data primer merupakan data yang diambil secara langsung dengan pengambilan contoh dari nelayan setempat, selama proses penangkapan dan penanganan pada bulan September-Oktober 2012. Data sekunder merupakan data penunjang berasal dari instansi yang terkait, Pemda, lembaga lain dan literatur yang berkaitan dengan penelitian ini. Jenis dan data yang dikumpulkan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Jenis dan data yang dikumpulkan

Sumber Data Jenis Data Data yang Dikumpulkan

Nelayan Data

primer

Berat ikan secara keseluruhan

Berat loin yang dihasilkan dari satu 1 ikan (ikan yang sama) Berat sisa hasil produk loin yang di dapat dari 1 ekor ikan (ikan yang sama)

Harga hasil produk loin per kg di tingkat pengumpul

Biaya operasional dan BBM yang dikeluarkan dalam sekali melaut

Pengumpul Data

primer

Berat loin yang dihasilkan setelah proses penerimaan (perapihan) Biaya operasional dan tenaga kerja tempat produksi perapihan loin Biaya operasional (es dan transportasi) proses distribusi produk loin

Perusahaan Data

primer

Tahapan penerimaan bahan baku (grading)

Tahapan ini dilakukan dengan mengidentifikasi kriteria cacat (defect) dan mengetahui rata-rata berat tuna segar yang diterima

untuk produksi loin. Berat tuna yang diterima memiliki

karakterisasi mutu tuna segar sesuai spesifikasi. Tahapan proses perapihan produksi loin

Tahapan proses produksi loin pembuatan loin, pembuangan daging gelap dan perapihan dilakukan untuk mengetahui rata-rata berat loin yang dihasilkan serta mengetahui karakteristik cacat dalam produksi loin.

Tahapan perhitungan rendemen

Perhitungan rendemen dilakukan untuk mengetahui banyaknya bagian yang dapat termanfaatkan. Hal ini dilakukan dengan perbandingan antara berat loin yang dihasilkan dengan berat tuna utuh atau gelondongan.

Dinas Perikanan

Data sekunder

(34)

Analisis Data

Pada penelitian ini menggunakan beberapa metode analisis data antara lain sebagai berikut :

Deskripsi Perikanan Pancing Tuna di Maluku

Deskripsi perikanan pancing tuna digunakan untuk menggambarkan secara terperinci keadaan atau kondisi perikanan pancing tuna di perairan Maluku, khususnya di pulau Ambon, Seram dan pulau Buru. Deskripsi secara rinci ini meliputi ukuran dan tipe kapal, desain alat tangkap dan alat bantu penangkapan, nelayan serta metode penangkapan perikanan pancing tuna.

Analisis Sistem Rantai Pasok

Secara konseptual, pendekatan yang digunakan dalam penelitian Sistem Rantai Pasok dan Penanganan Tuna Loin di Perairan Maluku yakni dengan Pendekatan Sistem. Kajian dimulai dengan melakukan identifikasi kebutuhan dari semua faktor-faktor yang terkait dengan distibusi dan penanganan tuna loin.

Analisis rantai pasok (supply chain) terhadap produk perikanan tuna loin yang didaratkan di pulau Ambon dilakukan melalui beberapa langkah analisis yaitu: dengan mengidentifikasi elemen-elemen rantai pasok (supply chain) produk tuna loin di Ambon melalui kajian terhadap aktivitas penangkapan ikan, penangan produk tuna loin di tingkat nelayan dan pengumpul serta distribusi produk hasil tangkapan.

Melakukan analisis integrasi antara komponen rantai pasok (supply chain). Integrasi rantai pasok sendiri mengacu pada model integrasi pasar yang memiliki persamaan menurut Ravalion (1986) sebagai berikut :

Pit = b1 Pit-1 + b2 (Pjt – pjt-1) + b3 Pjt-1 + et ... (1) Dimana:

Pit : Harga di tingkat pasar ke –i pada waktu t Pit-1 : Harga di tingkat pasar ke –i pada waktu t-1 Pjt : Harga di tingkat pasar acuan ke –j pada waktu t Pjt-1 : Harga di tingkat pasar acuan ke –j pada waktu t-1 Et : Random error

Berdasarkan persamaan dapat diketahui bahwa koefisien b2 mengukur bagaimana perubahan harga di tingkat pasar acuan diteruskan kepada harga di pasar ke-i. Keseimbangan jangka pendek dicapai jika koefisien b2=1, maka perubahan harga yang terjadi bersifat netral dalam proporsional persentase. Tentunya b2 tidak harus sama dengan 1, meskipun informasi perubahan harga di tingkat pasar acuan secara langsung diteruskan ke pasar-i. Jika pjt – pjt-i = 0, maka pasar acuan berada pada keseimbangan jangka panjang, yang berarti koefisien b2 dikeluarkan dari persamaan.

(35)

acuan pada masa lalu. Model tersebut secara matematis dapat disederhanakan menjadi persamaan berikut:

IMC = b1/b3 ... (2) Integrasi pasar jangka panjang adalah keterkaitan antara pasar ke-i dengan pasar acuan bagi pasar ke-i yang bersangkutan, diwakili oleh nilai indek keterpaduan pasar (IMC). Jika IMC < 1 maka terdapat derajat integrasi jangka pasar jangka panjang yang relatif tinggi antara harga di tingkat pasar akhir (pasar semakin terpadu/terintegrasi dalam jangka panjang). IMC = 0, artinya harga di tingkat pasar ke-i pada waktu sebelumnya tidak berpengaruh terhadap harga yang xi terima pedagang pada pasar ke-i sekarang. IMC > 1 dan nyata, maka antara pasar acuan dengan pasar ke-i tidak terintegrasi, hal ini berarti harga di pasar acuan dengan pasar ke-i tidak saling mempengaruhi.

Integrasi pasar jangka panjang disebut juga keterkaitan pasar dalam menjelaskan bagaimana para pelaku pemasaran berhasil menghubungkan pasar yang secara geografi terpisah melalui informasi dan komoditi. Sedangkan integrasi jangka pendek bisa dilihat dari nilai b2, semakin mendekati satu pada nilai b2, maka derajat asosiasinya semakin tinggi. Dua pasar dikatakan terintegrasi secara sempurna dalam jangka pendek apabila nilai koefisien korelasinya sama dengan satu. Korelasi harga yang tinggi berarti pembentukan harga lebih terintegrasi atau struktur pasar tersebut lebih bersaing. Korelasi yang semakin rendah menunjukan pasar tidak bersaing secara sempurna.

Analisis Mutu

Membandingkan jaringan rantai pasok (supply chain) ideal dengan jaringan rantai pasok (supply chain) yang ada di sekitar pulau Ambon melalui pendekatan yang terdapat pada sarana pengendalian mutu yaitu dengan analisa diagram sebab akibat atau diagram tulang ikan (fishbone)

Langkah-langkah membuat diagram sebab akibat adalah sebagai berikut: Langkah 1: Menggambar sebuah garis horizontal dengan suatu tanda panah pada

ujung sebelah kanan dan suatu kotak didepannya. Akibat atau masalah yang ingin Dianalisis ditempatkan dalam kotak

Langkah 2: Menulis penyebab utama (manusia, bahan, mesin dan metoda) dalam kotak yang ditempatkan sejajar dan agak jauh dari garis panah utama. Hubungan kotak tersebut dengan garis panah yang miring ke arah garis panah utama. Mungkin diperlukan untuk menambahkan lebih dari empat macam penyebab utama.

(36)

Identifikasi terhadap seluruh elemen rantai pasok pada produk perikanan tuna loin serta komparasi melalui diagram sebab akibat (fishbone) seperti tercantum pada Gambar 4, maka diharapkan penelitian ini dapat mengetahui pengaruh rantai pasok terhadap kualitas atau mutu dari produk tuna loin di Maluku.

Penelitian ini menyoroti sistem rantai pasok dan penanganan tuna loin di perairan Maluku. Tujuan dari sistem adalah mutu tuna loin yang dapat diterima oleh pasar. Rantai pasok tuna loin di perairan Maluku merupakan sistem yang sudah ada dan strukturnya diketahui, maka perilaku ditentukan pada basis dari struktur yang diketahui tersebut (persoalan analisis sistem). Sehingga analisis kebutuhan, analisis sistem, rekayasa model, rancang bangun implementasi dan operasi sistem dijabarkan dari persoalan analisis sistem yang telah ada di lapangan. Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah analisis terhadap kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) dari faktor internal serta peluang (opportunity) dan ancaman (threat) dari faktor eksternal dalam usaha pengolahan tuna loin yang dilakukan nelayan di Maluku. Setelah dilakukan analisis ini maka diharapkan dapat ditemukan strategi yang tepat bagi pengembangan usaha perikanan tuna loin yang berbasis nelayan. Rangkuti (2006) menjelaskan bahwa, SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan.

Proses yang harus dilakukan dalam pembuatan analisis SWOT agar keputusan yang diperoleh lebih tepat perlu melalui tahapan sebagai berikut : 1) Tahap pengumpulan data yaitu pengumpulan data, pengklasifikasian dan

pra-analisis faktor eksternal dan internal.

2) Tahap analisis yatu pembuatan matriks internal dan eksternal dan matriks SWOT.

3) Tahap pengambilan keputusan

(37)

Tahap pengambilan data internal dan eksternal dilakukan dengan berbagai cara misalnya wawancara, kuisioner maupun pengambilan data perusahaan/institusi (sistem) secara langsung. Cara yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan analisis kebutuhan untuk mengidentifikasi semua kebutuhan yang ada dari pelaku sistem penanganan tuna loin di perairan Maluku. Analisis kebutuhan merupakan permulaan dari pengkajian suatu sistem. Tahap analisis kebutuhan ditentukan komponen-komponen yang berpengaruh dan berperan dalam sistem, komponen-komponen tersebut mempunyai tujuan berbeda sesuai dengan tujuannya dan saling berinteraksi satu sama lain serta berpengaruh terhadap keseluruhan sistem yang ada. Analisis ini diperoleh elalui survei, pendapat ahli, diskusi, observasi lapangan dan sebagainya (Marimin, 2004). Keterangan:

Kuadran 1 : Ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat

memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (growth oriented strategy).

Kuadran 2 : Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara stratifikasi diversifikasi (produk/pasar).

Kuadran 3 : Perusahaaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di lain pihak, ia menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Fokus strategi perusahaan ini adalah meminimalkan masalah-masalah internal perusahaan sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik.

Kuadran 4 : Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.

(38)

Analisis SWOT didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang, namun secara bersamaan dapat pula meminimalkan kelemahan serta ancaman. Selanjutnya dalam analisis SWOT digunakan matriks SWOT yang merupakan tahapan lanjutan dalam memanfaatkan informasi mengenai faktor eksternal dan internal untuk mendapatkan strategi tertentu dengan memanfaatkan komponen-komponen kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Matriks ini dapat menggambarkan bagaimana peluang dan ancaman eksternal dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan internal. Proses pengambilan keputusan strategi berkaitan dengan tujuan penanganan tuna loin di perairan Maluku (Rangkuti 2006).

Menurut Rangkuti (2006), dalam pembuatan analisis SWOT dibutuhkan analisis terhadap faktor internal dan eksternal. Analisis internal dan eksternal ini dapat dilakukan dengan menggunakan matriks IFE dan EFE dilakukan dengan membuat matriks SWOT. Penyusunan matriks IFE dan EFE dilakukan dengan menyusun seluruh kekuatan dan kelemahan pada matriks IFE dan peluang dan ancaman pada matriks EFE.

Menurut Kinnear dan Taylor (1991), penentuan bobot dilakukan dengan

menggunakan metode “Paired Comparison” yang memberikan penilaian terhadap bobot di setiap faktor internal dan eksternal. Dalam penentuan bobot digunakan skala 1,2,3 yang dimanfaatkan untuk pengisian kolom, sebagai berikut:

1 = Apabila indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal 2 = Apabila indikator horizontal sama penting daripada indikator vertikal 3 = Apabila indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal

Bobot pada tiap variabel didapatkan dengan menetapkan nilai pada tiap variabel terhadap jumlah keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus, yaitu:

�� = �����

�=1 ... (3)

Keterangan:

ai = bobot variabel ke-i xi = nilai variabel ke-i i = 1,2,3,... n

n = jumlah variabel

Penilaian bobot faktor strategis internal dan eksternal dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Penilaian bobot faktor strategis internal/eksternal

Faktor strategis internal/eksternal A B C ... Total

Indikator A Indikator B Indikator C ....

Total

(39)

Pemberian rating untuk tiap-tiap faktor diberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi usaha perikanan tangkap di Kulon Progo (Rangkuti, 2006).

Skala peringkat yang digunakan untuk matriks IFE, antara lain:

1 = sangat lemah 3 = kuat

2 = lemah 4 = sangat kuat

Sedangkan skala peringkat yang digunakan untuk matriks EFE, antara lain:

1 = rendah 3 = tinggi

2 = sedang 4 = sangat tinggi

Nilai dari bobot dan rating dikalikan pada tiap-tiap faktor dan hasil dari perkalian tersebut dijumlahkan secara vertikal agar mendapatkan total skor pembobotan. Hasil dari pembobotan dan rating dapat ditampilkan dalam bentuk Tabel 4 dan Tabel 5.

Menurut David (2003), banyak faktor yang dimasukkan dalam matriks IFE dan EFE, jumlah nilai terbobot dapat berkisar 1,0 yang rendah sampai dengan 4,0 yang tertinggi, dan 2,5 sebagai rata-rata. Total nilai rata-rata terbobot yang jauh di bawah 2,5 merupakan ciri organisasi yang lemah secara internal. Sedangkan jumlah yang jauh di atas 2,5 menunjukkan posisi internal yang kuat. Alat yang digunakan untuk menyusun faktor-faktor strategis adalah matriks SWOT. Matriks ini menggambarkan bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Matriks ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis yaitu :

1) Strategi SO (strength-opportunity),strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran suatu perikanan tangkap, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.

2) Strategi ST (strength-threat), strategi ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman.

3) Strategi WO (weakness-opportunity), strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan.

4) Strategi WT (weakness-threat), strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. Matriks SWOT dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 4 Matriks Internal Factor Evaluation

Faktor strategis internal Bobot Rating Skor

(40)

Dari empat set kemungkinan strategi di atas, dapat dikaitkan tiap-tiap faktor internal dan eksternal, sehingga dapat dilihat peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi oleh suatu perusahaan yang dapat dikaitkan dengan kelemahan dan kekuatan internalnya. Model perumusan strategi dapat dilihat pada Gambar 6. Matriks IE didasarkan pada dua dimensi kunci, yaitu total nilai IFE yang diberi bobot pada sumbu-x dan total nilai EFE yang diberi bobot pada sumbu-y. Matriks IE dapat disusun berdasarkan total nilai yang dibobot tersebut. Pada sumbu-x matriks IE, total nilai IFE yang dibobot dari nilai 1,00 sampai 1,99 yang menunjukkan posisi internal yang lemah; nilai 2,0 sampai 2,99 dianggap sedang; sedangkan nilai 3,0 sampai dengan 4,0 dianggap kuat. Demikian pula pada sumbu-y, total nilai EFE yang diberi bobot dari 1,0 sampai 1,99 dianggap rendah; nilai 2,0 sampai 2,99 dianggap sedang; sedangkan nilai 3,0 sampai 4,0 dianggap tinggi.

Tabel 5 Matriks External Factor Evaluation

Faktor strategis eksternal Bobot Rating Skor

Peluang:

Tabel 6 Matriks Strength Weakness Opportunities Threats

Internal

Strategi SO: Ciptakan strategi yang

menggunakan kekuatan untuk

Strategi ST: Ciptakan strategi yang

Gambar

Gambar 1 Diagram alir kerangka penelitian
Gambar 2 Yellowfin Tuna (Thunnus albacares).
Tabel 1 Syarat mutu dan keamanan pangan tuna sashimi
Gambar 3 Lokasi penelitian, Perairan Maluku
+7

Referensi

Dokumen terkait

Inventarisasi merupakan suatu kegiatan untuk mencatat pustaka yang menjadi milik perpustakaan, data bibliografis perlu dicatat secukupnya sebagai bahan statistik, evaluasi,

Berdasarkan hasil pengamatan kegiatan pembelajaran membaca dan menulis permulaan, evaluasi yang digunakan oleh guru adalah evaluasi formatif, yang terdiri dari tes awal (

Perbuatan yang dilakukan oleh Tergugat sebagai suami melanggar ketentuan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pada Pasal 34 yaitu; Ayat (1) Suami wajib

Hasil dari kegiatan Webinar dengan tema “Peningkatan Ekonomi Kreatif di Era New Normal” yaitu para peserta memperoleh ilmu baru dari narasumber, memberikan ide kepada

Semakin lama fermentasi mikroorganisme yang berkembang semakin banyak, sehingga kemampuan mikroba (bakteri asam laktat) dalam menghasilkan metabolik primer (asam

Yahya Setiawan (UMS: 2006) dalam skripsinya yang berjudul “Penerapan Strategi Active Learning Dalam Pembelajaran Aqidah di Ponpes Darusy Syahadah” Tahun Ajaran

Kendala operasi yang terjadi pada PLTGU merupakan gabungan dari kendala yang terdapat Pada PLTG dan PLTU yaitu Karena daya yang dihasilkan turbin uap

Berdasarkan riset yang penulis lakukan di TK Al-Fauzi, Penulis menemukan bahwa buku cerita mengenai akhlak sopan santun terbilang sedikit di TK tersebut sedangkan