ANALISA DAYA DUKUNG PONDASI BORED PILE
DENGAN METODE ELEMEN HINGGA PADA PROYEK
FLY OVER JAMIN GINTING MEDAN
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas – Tugas dan Memenuhi Syarat Untuk Menempuh Ujian
Sarjana Teknik Sipil
Disusun Oleh Essy Santaria Ginting
100404063
BIDANG STUDI GEOTEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
LEMBAR PENGESAHAN
ANALISA DAYA DUKUNG PONDASI BORED PILE DENGAN
METODE ELEMEN HINGGA PADA PROYEK FLY OVER JAMIN
GINTING MEDAN
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat dalam menempuh Colloqium Doctum/ Ujian Sarjana Teknik Sipil
Disusun Oleh :
ESSY SANTARIA GINTING
100404063
Pembimbing : Ir. Rudi Iskandar, MT NIP. 19650325 199103 1 006
Mengesahkan :
Ketua Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara
Prof. Dr.Ing. Johannes Tarigan NIP : 19561224 198103 1 002
BIDANG STUDI GEOTEKNIK
Ika Puji Hastuty S.T,M.T NIP. 19770807 200812 2 002
Penguji II
ANALISA DAYA DUKUNG PONDASI BORED PILE
DENGAN METODE ELEMEN HINGGA PADA PROYEK
FLY OVER JAMIN GINTING MEDAN
ABSTRAK
Pondasi, merupakan bagian dari struktur bawah (sub structure), mempunyai peranan penting dalam memikul beban struktur atas sebagai akibat dari adanya
gaya-gaya yang terjadi pada struktur atas (upper structure) seperti gaya angin, gaya gempa maupun berat struktur itu sendiri. Berdasarkan The British Standart Code of Practice for Foundation, tiang dibagi menjadi 3 (tiga kategori) yaitu tiang perpindahan besar
(large displacement piles), Tiang perpindahan kecil (small displacement piles) dan tiang tanpa perpindahan (nondisplacement piles). Untuk pondasi non displacement, konstruksi tiang bor langsung dilakukan di lokasi proyek dan pada umumnya disebut
dengan pondasi bored pile.
Perhitungan daya dukung aksial Bored Pile dengan Metode Elemen Hingga
pada titik Bore Hole 4 adalah 509,495 ton dan pada titik Bore Hole 5 adalah 689,15 ton masing masing pada kedalaman 15 m. Nilai ini tidak berbeda jauh dari hasil Pile Driving Analyzer (PDA) yaitu sebesar 696,7 ton pada P4.7 dan 679,9 ton pada titik P5.2. Tahanan lateral ultimit berdasarkan Metode Broms pada Bore Hole P4 adalah sebesar 90,403 ton dan untuk Bore HoleP5 sebesar 86,064 sedangkan penurunan elastis yang dihasilkan berdasarkan metode elemen hingga dengan bantuan program
Plaxis V8.2 adalah sebesar 1,479 cm pada Bore Hole P4 dan 1,742 cm pada Bore Hole P5, akibat beban rencana sebesar 350 ton.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas anugerah Tuhan Yang Maha Esa sehingga penulis dapat
menyelesaikan Tugas Akhir ini sebagai syarat utama dalam memperoleh gelar sarjana
Teknik dari Universitas Sumatera Utara dengan judul “Analisa Daya Dukung Pondasi Bore pile dengan Metode Elemen Hinggapada Proyek Fly Over Jamin Ginting Medan”.
Dengan menyadari sepenuhnya bahwa penyelesaian Tugas Akhir ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan dan dukungan dari banyak pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Ir. Rudi Iskandar,MT. sebagai Dosen Pembimbing yang telah dengan sabar memberi bimbingan dan saran kepada penulis untuk menyelesaikan
Tugas Akhir ini.
2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, sebagai Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Ir. Syahrizal, MT, sebagai Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Roesyanto,M.Sc selaku koordinator Sub Jurusan Geoteknik Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak dan Ibu staf pengajar dan seluruh pegawai Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Secara khusus, penulis juga ingin menyampaikan terima kasih yang tulus dan
sedalam-dalamnya kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, R.Ginting dan J. Tarigan, atas kasih sayang,
dukungan dan doa yang selalu menyertai penulis.
2. Kepada kakak-kakak saya Sri Ulina, Nurdiana, Sari, Seri riawaty, Lista, Etty,
dan kedua adik saya yang sangat saya sayangi Prihatin dan Sri Rezekina.
3. Kepada abang saya Wasriel Tarigan yang telah memberikan dukungan dan
perhatian.
4. Para sahabat saya, Prisquilla, Jernih, Elfridani, Zefanya, Rebeka, Fany, Yanti, Mardi, Alfian, Leo, Elwis, Sintong, Hopnagel, Badia, Bobby, Edin, Taslim, Hardi, Welman, Fredy, Yahya, Darwin dan seluruh teman seperjuangan angkatan 2010 yang tidak dapat disebutkan seluruhnya.
5. Kakak dan abang stambuk 2009, kak Elisa, bang Agriva, terkhusus kak Manna Grace Sihotang yang telah memberikan data-data yang saya butuhkan dalam mengerjakan Tugas Akhir ini
6. Rekan-rekan mahasiswi dan adik-adik stambuk 2013 yang telah memberikan motivasi dan segala kekerabatan serta kerja sama selama pendidikan di Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini jauh dari sempurna, karena
keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penulis, untuk itu penulis akan terbuka
terhadap semua saran dan kritik mengenai Tugas Akhir ini, dengan ini penulis
berharap Tugas Akhir ini juga memberi manfaat bagi kita semua.
Medan, Oktober 2014
DAFTAR ISI
Abstrak……… i
Kata Pengantar... ii
Daftar Isi ... iii
1.2 Identifikasi Masalah... 1
1.3 Tujuan Dan Manfaat... 2
1.4 Pembatasan Masalah... 3
1.5 Sistematika Penulisan... 3
BAB II TinjauanPustaka……….... 5
2.1 Umum………... 5
2.2 Tanah………... 5
2.2.1 Definisi Tanah……… 6
2.2.2 Karakteristik Tanah…………... 7
2.3 PenyelidikandanPemeriksaan Tanah di Lapangan……….... 7
2.3.1 Pemboran………... 8
2.3.2 SumurPercobaan………... 9
2.3.3 PengambilanContoh Tanah……….... 9
2.3.4 PercobaanPenetrasi………. 10
2.3.4.2 Penetrometer Dinamis (Dynamic Penetrometer)/SPT………. 14
2.4 Pondasi………. 17
2.4.1 PondasiTiang……… 19
2.4.1.1 PenggolonganPondasiTiang………... 20
2.5 PondasiTiangBor (Bored Pile)……… 22
2.6 Metode Pelaksanaan Bored Pile……….... 26
2.7 Pengeboran dengan metode RCD………... 27
2.8 KapasitasDayaDukungAksialBored Pile……….………. 36
2.8.1 KapasitasdayadukungdarihasilSondir……….. 36
2.8.2 Kapasitas daya dukung dari hasil N-SPT……….. 38
2.8.3 Uji Beban Dinamis (PDA)………. 42
2.9 Kapasitas Daya Dukung Lateral Bored Pile……….. 44
2.9.1 Hitungan Tahanan Beban Lateral Ultimit……….. 45
2.9.1.1 Tahanan Lateral Ultimit Tiang Dalam Tanah Granular………. 47
2.10 Penurunan Elastis Tiang Tunggal……….. 50
2.11 Metode Elemen Hingga………. 55
2.12 Plaxis………. 63
2.12.1 Model Tanah Mohr Coloumb………… 64
2.12.2 Pemodelan Pada Plaxis……….. 65
2.13 Parameter Tanah... 65
2.14 Parameter Tiang Bor... 71
BAB III Metodologi Penelitian... 73
3.1 Data Umum Proyek... 73
3.2 Data Teknis Bored Pile... 74
BAB IV Analisa Dan Perhitungan... 80
4.1 Pendahuluan ... 80
4.2 Input Parameter Pada Program Plaxis………... 80
4.3 Proses Masukan Data pada Program Plaxis………... 85
4.4 HasilPerhitunganDayaDukungAksial………... 91
4.5 Hasil Perhitungan Daya Dukung Lateral……… 96
4.5.1 Metode Analitis……….. 96
4.5.2 Metode Grafis………. 99
4.6 Perhitungan Penurunan……….. 101
4.6.1 Penurunan Berdasarkan Program Plaxis……… 101
4.6.2 Penurunan Elastis Tiang Tunggal……… 105
Bab V Kesimpulan Dan Saran……… 112
5.1 Kesimpulan………. 112
5.2 Saran……….. 113
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Hal
2.1 Elemen-Elemen Tanah (Braja M.Das, 1995) 6
2.2 Jenis-Jenis Bor Tangan(Djatmiko & Edy, 1997) 8
2.3 Alat Sondir Dengan Pipa Ganda Penetrasi 12
2.4 Konus Sondir Dalam Keadaan Tertekan Dan Terbentang 12
2.5 Alat percobaan Penetrasi Standard 14
2.6 Bagan alir uji penetrasi lapangan dengan NSPT. 16
2.7 Pegelompokan Pondasi 17
2.8 Panjang Dan Beban Maksimum Untuk berbagai Macam Tiang
yang umum dipakai menurut Carzon
21
2.9 Jenis-Jenis Tiang Bor (Braja M Das, 1941) 22
2.10 Pengoprasian Dasar Metode RCD 29
2.11 Pelaksanaan Pondasi Bor pile dengan Metode RCD 35 2.12 Daya Dukug Ujung Batas Bore Pile pada Tanah Pasiran
(Reese & Wright, 1977)
39
2.13 Tahanan Geser Selimut Bored pile pada tanah pasiran
(Reese & Wright, 1977)
40
2.14 PDA instrumen dan aksesoris pendukung 43
2.15 Tiang Ujung Bebas pada Tanah Granuler menurut Broms
(a) Tiang Pendek (b) Tiang Panjang
49
2.16 Tiang Ujung Jepit dalam Tanah Granular menurut Broms (a)
Tiang pendek (b) Tiang panjang
50
2.18 Faktor penurunan I0 (Poulus dan Davis, 1980) 53
2.19 Faktor penurunan Rµ (Poulus dan Davis, 1980) 54
2.20 Faktor Penurunan Rk (Poulus dan Davis, 1980) 54
2.21 Faktor Penurunan Rh (Poulus dan Davis, 1980) 54
2.22 Faktor Penurunan Rb (Poulus dan Davis, 1980) 55
2.23 Jenis Jenis Elemen 56
2.24 Titik Nodal Dan Titik Integrasi 57
2.25 Model Pondasi Tiang Bore 66
3.1 Denah Lokasi Proyek Fly Over Simpang Pos Medan 74
3.2 Detail Bored Pile 75
3.3 Layout SPT dan PDA 79
4.1 Tampilan Soil Properties Pada software Allpile 81
4.2 Lembar Tab Proyek Dari Jendela Pengaturan Global 85
4.3 Pemodelan Plaxis Pada Titik Bore Hole 4 86
4.4 Pemodelan Bored hole 4 pada blaxis setelah pendefinisian
material
87
4.5 Generated Mesh pada bore hole 4 88
4.6 kondisi active pore pressure pada bore hole 4 88 4.7 Kondisi effective stresses pada bore hole 4
4.8 Pemilihan titik nodal pada bore hole 4
89
4.9 Proses pendefinisian beban rencana Point loadpada bore hole 90 44.10 Proses perhitungan (calculation) pada bore hole 4 91
4.13 Nilai phi Reduction Titik Bore Hole 5 fase 2 (sebelum konsolidasi)
4.14 Nilai phi Reduction Titik Bore Hole 5 fase 4 (setelah konsolidasi)
94
4.15 perhitungan tahanan lateral ultimit secara grafis Bore hole 4 99 4.16 Titik nodal yang di tinjau pada proses penurunan. 101
4.17 Deformed Mesh pada Bore Hole 4 102
4.18 Deformed mesh pada bore hole 4 ketika Qu bekerja 102 4.19 Cross Section A-A*total displacement pada bore hole 4 103
4.20 Deformed mesh pada Bore hole 5 ketika beban ijin bekerja 103
DAFTAR TABEL
No. Judul hal
2.1 Jarak Pemboran (Djatmiko & Edy, 1997) 9
2.2 Faktor Empiric Fs 38
2.3 Nilai-nilai nh untuk Tanah Granuler 47
2.4 Pemilihan Fungsi Perpindahan 60
2.5 Korelasi NSPT dengan Modulus Elastisitas Pada Tanah
lempung (Randolph,1978)
67
2.6 Korelasi NSPT dengan modulus Elastisitas pada Tanah
Pasir (Schmertman, 1970)
68
2.7 Hubungan Jenis Tanah, Konsistensi dan poison Ratio
(Hardiyatmo, 1994)
69
2.8 Nilai Koefisien Permeabilitas Tanah (Braja, 1995) 72
4.1 Input Parameter tanah pada program Plaxis pada titik BH-P4 82
4.2 Input Parameter tanah pada program Plaxis pada titik BH-P5 83
4.3 Input Parameter Bored Pile 85
4.4 Perbandingan Qu Dari SPT dengan Qu dari Program Plaxis V8.2 95
4.5 Hasil Penurunan yang Dihasilkan Program Plaxis V8.2 105
DAFTAR NOTASI
A = Interval pembacaan (setiap kedalaman 20 cm)
A = Total luas efektif penampang piston (cm2)
Cp = koefisien empiris
c = Kohesi tanah (kg/cm2)
c
u = Kohesi Undrained (kN/m 2
)
D = Diameter tiang
Eg = Efisiensi kelompok tiang
Ep = modulus elastisitas tiang (ton/m2)
Es = modulus young tanah
FK = Faktor Keamanan
fs = Tahanan gesek dinding tiang (Kg/cm2)
h = Tinggi jatuh
H = Gaya Horizontal yang bekerja (ton)
Hu = Gaya lateral ultimit
I = Momen Inersia
Ip = Momen inersia tiang (m4)
Iwp = faktor pengaruh
Iws = faktor pengaruh
i = Kedalaman lapisan tanah yang ditinjau (m)
i
min = Jari-jari inersia batang/tiang
JHL = Tahanan geser total sepanjang tiang (Kg/m)
JP = Jumlah perlawanan, perlawanan ujung konus + selimut (kg/cm2)
K = Keliling tiang (cm)
ks = modulus subgrade tanah dalam arah horizontal (ton/m3)
L = Panjang batang/tiang
Li = Panjang lapisan tanah (m)
l
k = Panjang tekuk (panjang batang/tiang yang mengalami perlengkungan)
M = Momen yang bekerja di kepala tiang
m = Jumlah baris tiang
Mu = Momen ultimit dari penampang tiang
P1 = Beban yang diterima satu tiang pancang (ton)
PK = Perlawanan penetrari konus, qc (Kg/cm2)
P = Keliling tiang (m)
Q = Daya dukung tiang pada saat pemancangan ( ton)
Qa = Beban maksimum tiang tunggal
Qb = Tahanan ujung ultimit tiang (kg)
Qg = Beban maksimum kelompok tiang yang mengakibatkan keruntuhan
Qijin = Kapasitas daya dukung ijin tiang (kg)
Q
p = Tahanan Ujung Ultimate (kN)
Qs = Tahanan gesek ultimit dinding tiang (kg/cm 2)
Q
ult = Kapasitas daya dukung maksimal/akhir (kg)
qwp = beban titik persatuan luas ujung tiang
R = Faktor kekakuan
S = Penurunan total
s1 = Penurunan batang tiang
s2 = Penurunan tiang akibat beban titik ujung tiang
s3 = Penurunan tiang akibat beban yang tersalur sepanjang batang s = Jarak masing- masing antar tiang
se = penurunan elastik tiang tunggal
Su = kuat geser tak terdrainase dari tanah kohesif
T = Faktor kekakuan
x = Kedalaman yang ditinjau (m)
Xi = Jarak tiang pancang terhadap titik berat kelompok arah x (m)
yi = Jarak tiang pancang terhadap titik berat kelompok arah y (m)
z = kedalaman titik yang ditinjau
ΣV = Jumlah beban vertikal (ton)
Σx2 = Jumlah kuadrat tiang pancang arah x (m2)
Σy2 = Jumlah kuadrat tiang pancang arah y (m2)
qc = Tahanan konus pada ujung tiang (kg/cm 2)
α = Koefisien Adhesi antara Tanah dan Tiang
Ø = Sudut geser tanah (kg/cm2)
μs = nisbah Poisson tanah
ξ = Koefisien dari skin friction
τ = Kekuatan geser tanah (kg/cm2)
σ = Tegangan normal yang terjadi pada tanah (kg/cm2)
σ = Tegangan dasar
ω = Faktor tekuk (tergantung pada kelangsingan (λ))
λ = Angka kelangsingan
ANALISA DAYA DUKUNG PONDASI BORED PILE
DENGAN METODE ELEMEN HINGGA PADA PROYEK
FLY OVER JAMIN GINTING MEDAN
ABSTRAK
Pondasi, merupakan bagian dari struktur bawah (sub structure), mempunyai peranan penting dalam memikul beban struktur atas sebagai akibat dari adanya
gaya-gaya yang terjadi pada struktur atas (upper structure) seperti gaya angin, gaya gempa maupun berat struktur itu sendiri. Berdasarkan The British Standart Code of Practice for Foundation, tiang dibagi menjadi 3 (tiga kategori) yaitu tiang perpindahan besar
(large displacement piles), Tiang perpindahan kecil (small displacement piles) dan tiang tanpa perpindahan (nondisplacement piles). Untuk pondasi non displacement, konstruksi tiang bor langsung dilakukan di lokasi proyek dan pada umumnya disebut
dengan pondasi bored pile.
Perhitungan daya dukung aksial Bored Pile dengan Metode Elemen Hingga
pada titik Bore Hole 4 adalah 509,495 ton dan pada titik Bore Hole 5 adalah 689,15 ton masing masing pada kedalaman 15 m. Nilai ini tidak berbeda jauh dari hasil Pile Driving Analyzer (PDA) yaitu sebesar 696,7 ton pada P4.7 dan 679,9 ton pada titik P5.2. Tahanan lateral ultimit berdasarkan Metode Broms pada Bore Hole P4 adalah sebesar 90,403 ton dan untuk Bore HoleP5 sebesar 86,064 sedangkan penurunan elastis yang dihasilkan berdasarkan metode elemen hingga dengan bantuan program
Plaxis V8.2 adalah sebesar 1,479 cm pada Bore Hole P4 dan 1,742 cm pada Bore Hole P5, akibat beban rencana sebesar 350 ton.
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
Pondasi adalah suatu bagian dari konstruksi bangunan yang bertugas
meletakkan bangunan dan meneruskan beban bangunan atas (upper structure/ super structure) ke dasar tanah yang cukup kuat mendukungnya.
Pondasi tiang dapat dibagi menjadi 3(tiga) kategori sebagai berikut: Tiang
Perpindahan Besar (large displacement pile) yaitu tiang pejal atau berlubang dengan ujung tertutup yang dipancang ke dalam tanah sehingga terjadi perpindahan volume
tanah yang relatif besar. Kedua yaitu tiang perpindahan kecil (small displacement pile) yaitu tiang dengan kategori pertama hanya volume tanah yang dipindahkan saat pemancangan relatif kecil, contohnya: tiang beton berlubang dengan ujung terbuka,
tiang baja bulat ujung terbuka, tiang ulirdan terakhir adalah Tiang Tanpa Perpindahan
(non displacement pile) merupakan tiang yang terdiri dari tiangyang dipasang di dalam tanah dengan cara menggali atau mengebor tanah. Termasuk dalam tiang tanpa
perpindahan adalah bored pile, yaitu tiang beton yang pengecorannya langsung di dalam lubang hasil pengeboran tanah (pipa baja diletakkan di dalam lubang dan dicor
beton) (Hardiyatmo, 2002).
Adapun pengujian langsung kapasitas daya dukung di lapangan yaitu Pile
Driving Analyzer (PDA) dan Loading Test. Selain itu kapasitas daya dukung juga
diantaranya adalah Plaxis. Plaxis adalah program pemodelan dan post processing
metode elemen hingga yang mampu melakukan analisa masalah geoteknik dalam
perencanaan bangunan sipil.
Pada umumnya nilai kapasitas daya dukung yang di hasilkan dari analisa
numerik dan empiris tidaklah sama, oleh sebab itu dalam tugas akhir ini penulis
memfokuskan menganalisa daya dukung pondasi bore pile pada Proyek Fly Over
Jamin Ginting Medan secara numerik dengan bantuan program plaxis dan
membandingkannya dengan analisa empiris.
I.2. Identifikasi Masalah
Dalam perencanaan suatu konstruksi khususnya pondasi bored pile penting diketahui kapasitas daya dukung pondasi tersebut, dalam hal ini perhitungan
dilakukan dengan metode elemen hingga dengan bantuan Perangkat Lunak Plaxis dan
membandingkannya dengan perhitungan yang dilakukan secara empiris.
I.3. Tujuan Dan Manfaat
Adapun tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah:
1. Menghitung kapasitas daya dukung bore pile dengan metode elemen hingga
dengan bantuan Program Plaxis menggunakan pemodelan tanah Mohr Coloumb
Driving Analyzer (PDA)
3. Menghitung penurunan elastic dengan Metode Elemen Hingga serta membandingkanya dengan metode analitis.
Manfaat Tugas Akhir ini diharapkan bermanfaat untuk:
1. Mahasiswa yang akan membahas hal yang sama;
2. Pihak-pihak yang membutuhkan informasi dan mempelajari hal yang dibahas
dalam laporan Tugas Akhir.
I.4. Pembatasan Masalah
Untuk menyelesaikan tulisan ini, penulis membatasi masalah dengan
asumsi-asumsi sebagai berikut :
a) Tiang yang ditinjau adalah pondasi bored pile yang tunggal dan tegak lurus dan tidak meninjau tiang kelompok
b) Hanya meninjau perhitungan penurunan bored pile pada tanah pasir
I.5. Sistematika Penulisan
Rancangan sistematika penulisan secara keseluruhan pada tugas akhir ini
terdiri dari 5 (lima) bab, uraian masing-masing bab adalah sebagai berikut:
BAB I: PENDAHULUAN
Terdiri dari latar belakang dilakukannya penelitian, perumusan masalah,
tujuan penelitian, pembatasan masalah, metode pengumpulan data dan sistematika
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini mencakup teori dasar, rumus dan segala sesuatu yang berhubungan
dengan topik yang dibahas.
BABIII: METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi analisis yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah
sebagai berikut :
1 . Pengumpulan data-data yang berhubungan dengan Proyek Fly Over Jamin
Ginting Medan.
2. Melakukan studi literatur sebagai dasar teori dan referensi dalam
3. Melakukan studi keperpustakaan.
BAB IV : ANALISIS DAN PERHITUNGAN
Bab ini menganalisis perhitungan kapasitas daya dukung pondasi bored pile dengan metode elemen hingga dengan bantuan Program Plaxis ver.8
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN
Bab penutup berisi kesimpulan dan saran mengenai studi kasus pada laporan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Setiap bangunan konstruksi baik berupa gedung, jembatan, bendungan,
atau jalan yang direkayasa untuk bertumpu pada tanah harus di dukung oleh suatu
pondasi. Pondasi adalah bagian dari suatu sistem rekayasa yang meneruskan beban
yang di topang oleh pondasi dan beratnya sendiri kepada dan kedalam tanah dan
batuan yang terletak dibawahnya (Joseph E. Bowles, 1997)
Dalam menentukan perencanaan pondasi suatu bangunan ada dua hal yang
harus diperhatikan pada tanah bagian bawah pondasi, yaitu:
1. Daya dukung pondasi harus lebih besar daripada beban yang bekerja pada
pondasi baik beban statik maupun beban dinamiknya.
2.Penurunan yang terjadi akibat pembebanan tidak boleh melebihi penurunan
yang diijinkan
2.2Tanah
Seperti sudah kita ketahui sebelumnya, tanah adalah material utama
dengan fungsi mendukung beban pondasi, dalam hal ini beban bangunan di atasnya
terletak pada tanah yang mampu mendukungnya, tanpa mengakibatkan kerusakan
tanah atau terjadinya penurunan bangunan di luar batas toleransinya.
2.2.1 Defenisi Tanah
Secara teknik tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat
(butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu
sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat)
disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara
partikel-partikel padat tersebut (Braja,1995).
Tanah terdiri dari tiga komponen, yaitu butiran tanah, air dan udara. Udara
dianggap tidak memiliki pengaruh teknis, sementara air sangat mempengaruhi
sifat-sifat teknis tanah. Ruang di antara butir-butir tanah dapat terisi oleh air dan/atau
udara.Bila rongga tersebut berisi air seluruhnya, maka tanah dikatakan dalam kondisi
jenuh air. Bila rongga tersebut terisi air dan udara maka tanah pada kondisi jenuh
sebagian (partially saturated). Secara sederhana, elemen tanah dapat diilustrasikan pada gambar berikut :
2.2.2 Karakteristik Tanah
Dimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa tanah terdiri dari butiran
tanah, air dan udara sehingga pada kenyataan tidak pernah dijumpai tanah berdiri
sendiri. Di dalam ilmu mekanika tanah, volume tanah dibagi dua bagian yaitu :
volume butir dan volume pori. Volume pori terdiri atas volume udara dan volume
air. Oleh sebab itu berbagai parameter tanah akan mempengaruhi karakteristik
tanah sebagai pendukung pondasi, yaitu: ukuran butiran tanah, berat jenis tanah,
kadar air tanah, kerapatan butiran, angka pori, sudut geser tanah, dan sebagainya.
Hal tersebut dapat diketahui dengan melakukan penelitian tanah di lapangan dan
di laboratorium.
Karakteristik tanah juga dipengaruhi oleh kekuatan geser tanah dan
kemampuan tanah dalam mengalirkan air. Karena kemampatan butiran tanah atau
air keluar secara teknis sangat kecil, maka proses deformasi tanah akibat beban
luar dapat ditinjau sebagai suatu gejala atau akibat dari penyusutan pori.
2.3 Penyelidikan dan Pemeriksaan Tanah di Lapangan (Soil Investigation)
Pada umumnya, maksud penyelidikan lapangan untuk memperoleh
keterangan yang diperlukan tentang tanah dan kondisi hidrologi di lapangan dan
mengetahui sifat-sifat teknis tanah misalnya karakteristik kekuatan, deformasi dan
hidrolik yang akan mempengaruhi konstruksi termasuk perencanaan pondasi.
Program penyelidikan ini harus direncanakan sedemikan rupa hingga jumlah
Beberapa metode-metode pemeriksaan lapangan dan penyelidikan di
lapangan diantaranya adalah : pemboran, sumur-sumur percobaan, penggambilan
contoh tanah, percobaan penetrasi dan percobaan geser setempat dengan bor
baling-baling.
2.3.1 Pemboran
ada dua macam cara pelaksanaannya, yaitu :
1. Bor tangan
Bor tangan yang umum digunakan yaitu: bor spiral, bor helical, bor tipe iwan kecil dan tipe iwan besar. Bor yang paling umum digunakan yaitu bor
tipe iwan kecil dan besar.
2 .Bor mesin
Bor mesin biasa dilaksanakan untuk pemboran yang mencapai
kedalaman yang lebih besar dan untuk mengumpulkan contoh tanah yang
tidak terganggu. Bor mesin digerakkan dengan motor penggerak alat bor.
Untuk jenis tanah yang berbeda-beda digunakan macam-macam alat bor dan
cara-cara tertentu pula, antara lain:
- Pemboran tumbuk, untuk kerikil dan pasir
- Pemboran dengan air, dilakukan untuk bahan yang lunak dan lepas
- Bor cepat dan pemotong inti, dilakukan untuk lempung, lanau pasir berlanau
- Tabung inti, dilakukan untuk pemboran dalam batuan
Tabel 2.1 Jarak Pemboran (Djatmiko & Edy,1997)
2.3.2 Sumur Percobaan (Test Pit)
Sumur-sumur percobaan dilakukan dengan cara menggali tanah dengan
maksud dan tujuannya. Tujuan pembuatan sumur adalah untuk mendapatkan
nilai kohesi (c) .pembuatan sumur percobaan sering dikerjakan dalam hubungan
dengan pekerjaan pembuatan jalan raya atau landasan pesawat udara.
2.3.3 Pengambilan Contoh Tanah
Penggambilan contoh tanah terdiri dari dua macam, yaitu
1. Contoh Tanah Terganggu (Disturb Soil)
Contoh tanah terganggu diambil dari lapanga tanpa adanya usaha untuk
melindungi struktur asli tanah tersebut. Contoh tanah biasanya dibawa ke
laboratorium dalam tempat tertutup untuk menjaga agar kadar airnya tidak
berubah. Contoh tanah terganggu dapat dipakai untuk percobaan-percoban,
seperti : analisa saringan, batas-batas Atterberg, pemadatan berat spesifik dan lain-lain.
2. Contoh Tanah Tidak Terganggu (Undisturb Soil)
Contoh tanah tidak terganggu adalah suatu contoh tanah yang dianggap
mendekati sifat-sifat asli tanahnya. Contoh tanah ini tidak mengalami atau
sedikit sekali mengalami perubahan struktur, kadar air atau susunan kimianya.
Contoh tanah yang benar-benar asli tidak mungkin diperoleh, akan tetapi
dengan teknik pelaksanaan yang penuh pengalaman, maka
kerusakan-kerusakan pada contoh tanah dapat dibatasi sekecil mungkin.
2.3.4 Percobaa Penetrasi
Dengan menekan atau memukul berbagai macam alat ke dalam tanah
dan mengukur besarnya gaya atau jumlah pukulan yang diperlukan, kita dapat
indikasi tentang kekuatannya. Percobaan semacam ini disebut penetrasi dan
alat yang digunakan disebut penetrometer.
Penetrometer terbagi atas dua macam, yaitu ;
A. Penetrometer Statis (Static Penetrometer) atau Sondir
Penetrometer statis di Indonesia dikenal dengan sebutan alat sondir Belanda
atau disebut juga percobaan penetrasi kerucut (Cone Penetration Test). Ada dua macam alat sondir yang umum digunakan, yaitu:
1. Sondir ringan dengan kapasitas 2,5 ton
2. Sondir berat dengan kapasitas 10,0 ton
Secara teoritis uji sondir bertujuan untuk mengetahui perlawanan penetrasi
konus (penetrasi terhadap ujung konus yang dinyatakan dalam gaya persatuan
luas) dan untuk mengetahui jumlah hambatan lekat tanah (perlawanan geser
atau friction tanah terhadap selubung bikonus yang dinyatakan dalam gaya persatuan panjang). Pengujian ini menggunakan alat sondir yang ujungnya
berbentuk kerucut dengan sudut 600+50 dan dengan luasan ujung 1,54 in2 (10
cm2). Alat ini digunakan dengan cara ditekan ke dalam tanah terus menerus
dengan kecepatan tetap 2 cm/detik, sementara itu besarnya perlawanan tanah
terhadap kerucut penetrasi.
Kriteria lapisan tanah keras pada pengujian dengan menggunakan sondir
ringan kapasitas mesin 2,5 ton merupakan suatu lapisan tanah yang memiliki nilai
yang mempunyai tahanan friksi yang besar, seringkali nilai tahanan konus sebesar
150 kg/cm2 tersebut belum tercapai sedangkan total tahanan friksi yangtimbul pada
sepanjang stang sondir yang tertanam telah melampaui kapasitas mesin yaitu lebih
besar dari 2,5 ton.
Gambar 2.3 Alat Sondir dengan Pipa Ganda Penetrasi (Sosrodarsono &
Nakazawa,2005)
Pembacaan tahanan ujung konus dan hambatan lekat dilakukan pada setiap
kedalaman 20 cm. Cara pembacaan pada sondir secara mekanis adalah secara manual
dan bertahap, yaitu dengan mengukur tahanan ujung sehingga hasil laporan adalah
pengurangan pengukuran (pembacaan) kedua terhadap pengukuran (pembacaan)
pertama.Pekerjaan sondir dihentikan apabila pembacaan pada manometer tiga kali
sedangkan alat manometer belum menunjukkan angka yang maksimum. Selanjutnya
dilakukan perhitungan berdasarkan rumus sebagai berikut:
» Hambatan Lekat (HL)
HL = (JP-PK) (�
� ) ………(2.1)
» Jumlah Hambatan Lekat (JHL)
����=∑ ���0 ………(2.2)
(Sumber :Djatmiko & Edy, 1997) Dimana :
PK = Perlawanan penetrasi konus (qc)
JP = Jumlah perlawanan (perlawanan ujung konus + selimut)
A = Interval pembacaan = 20 cm
B = Faktor alat = luas konus / luas torak = 10 cm
i = kedalaman lapisan yang ditinjau
B. Penetrometer Dinamis (Dynamic Penetrometer)/ Standard Penetration Test
(SPT)
Pengujian lapangan dengan metode SPT merupakan percobaan dinamis yang
dilakukan dalam satu lubang bor dengan memasukkan tabung sampel yang
berdiameter 35 mm sedalam 305 mm dan menggunakan massa pendorong seberat
63,5 kg, dimana ketinggian jatuh bebas dari pendorong tersebut adalah 750 mm.
Banyaknya pukulan palu tersebut dinyatakan sebagai nilai N.
Percobaan SPT relatif lebih sederhana bila dibandingkan dengan percobaan
tanah, sehingga interpretasi kuat geser dan deformasi tanah dapat diperkirakandengan
baik.
Gambar 2.4 Alat Percobaan Penetrasi Standard (Sosrodarsono & Nakazawa,2005)
Tujuan Percobaan SPT yaitu untuk menentukan kepadatan relatif lapisan
tanah tersebut dari pengambilan contoh tanah dengan tabung, dapat diketahui jenis
tanah dan ketebalan dari setiap lapisan tanah tersebut. Selain itu, tujuan percobaan
SPT adalah untuk memperoleh data yang kumulatif pada perlawanan penetrasi tanah
dan menetapkan kepadatan dari tanah yang tidak berkohesi yang biasanya sulit
diambil sampelnya
Uji SPT terdiri atas pemukulan tabung belah dinding tebal ke dalam tanah dan disertai pengukuran jumlah pukulan untuk memasukkan tabung belah sedalam 300
atas 3 tahap yaitu berturut-turut setebal 15 cm untuk masing-masing tahap. Tahap pertama dicatat sebagai dudukan, sementara jumlah pukulan untuk memasukkan
tahap kedua dan ketiga dijumlahkan untuk memperoleh nilai pukulan N atau perlawanan SPT dinyatakan dalam pukulan per 30 cm. Jika tabung contoh tidak dapat dipikul sampai 450 mm, jumlah pukulan per masing-masing tahap setebal 150 mm
dan masing-masing bagian tahap harus dicatat pada pencatatan log bor. Untuk sebagian tahap kedalaman penetrasi harus dicatat sebagai tambahan pada jumlah
Bagan alir uji penetrasi lapangan dengan SPT
Gambar 2.5 Bagan alir uji penetrasi lapangan dengan NSPT. Mulai
1. Pengeboran dan pemasangan alat uji SPT
a) Lakukan pengeboran tanah sampai kedalaman yang diinginkan yang dilengkapi pipa lindung (casing)
b) Pasang landasan penahan pada pipa bor
c) Beri tanda pada ketinggian sekitar 75 cm pada pipa bor yang berada di atas penahan d) Bersihkan pipa bor pada kedalaman pengujian dari bekas – bekas pengeboran
e) Pasang split barrel samplerpada pipa bor dan pada ujung lainnya disambungkan dengan pipa bor yang telah dipasangi blok penahan.
f) Masukkan peralatan uji SPT ke dalam dasar lubang bor atau sampai kedalaman yang diinginkan g) Beri tanda pada batang bor mulai dari muka tanah sampai ketinggian 15 cm, 30 cm dan 45 cm
2. Pengujian SPT
a) Tarik tali pengikat palu (hammer) sampai pada tanda yang telah dibuat sebelumnya (+ 75 cm).
b) Lepaskan tali sehingga palu jatuh bebas menimpa penahan. c) Ulangi a) dan b) berkali – kali sampai mencapai penetrasi 15 cm.
d) Hitung jumlah pukulan atau tumbukan N pada penetrasi 15 cm yang ke-dua dan ke-tiga. f) Catat jumlah pukulan N pada setiap penetrasi 15 cm.
15 cm pertama dicatat N1. 15 cm kedua dicatat N2 15 cm kedua dicatat N3
g) Jumlah pukulan yang dihitung adalah N2 + N3. N1 tidak dihitung karena masih kotor bekas pengeboran. h) Bila N lebih besar daripada 50 pukulan, hentikan pengujian dan tambahkan pengujian samapi minimum 6 meter.
i) Catat jumlah pukulan pada setiap penetrasi 5 cm untuk jenis tanah batuan.
Apakah pengujian memenuhi
persyaratan?
4. Koreksi dan plot hasil a) Koreksi hasil menjadi (Nf)60
b) Plot hubungan kedalaman dengan ( Nf)60
Selesai 3. Lanjutkan pengeboran dengan
interfal minimum 1,5 m s.d. 2 m
ya
2.4 Pondasi
Pondasi dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu:
a. Pondasi Dangkal (Shallow Foundation)
Terletak pada kedalaman yang dangkal, umumnya kedalaman pondasi dangkal
lebih kecil dari panjang atau lebar pondasi.
b. Pondasi Dalam (Deep Foundation)
Merupakan pondasi yang dipergunakan untuk meneruskan beban ke lapisan tanah
yang mampu memikulnya dan letaknya cukup dalam.
Untuk lebih jelas mengenai jenis-jenis pondasi, dapat dilihat pada gambar berikut :
Menurut Bowles (1997), sebuah pondasi harus mampu memenuhi beberapa persyaratan stabilitas dan deformasi, seperti :
a. Kedalaman harus memadai untuk menghindarkan pergerakan tanah lateral
dari bawah pondasi-khusus untuk pondasi tapak dan pondasi rakit.
b. Kedalaman harus berada di bawah daerah perubahan volume musiman yang
disebabkan oleh pembekuan, pencairan, dan pertumbuhan tanaman.
c. Sistem harus aman terhadap penggulingan, rotasi, penggelinciran atau
pergeseran tanah.
d. Sistem harus aman terhadap korosi atau kerusakan yang disebabkan oleh
bahan berbahaya yang terdapat di dalam tanah.
e. Sistem harus cukup mampu beradaptasi terhadap beberapa perubahan
geometri konstruksi atau lapangan selama proses pelaksanaan dan mudah
dimodifikasi seandainya perubahan perlu dilakukan.
f. Metode pemasangan pondasi harus seekonomis mungkin.
g. Pergerakan tanah keseluruhan (umumnya penurunan) dan pergerakan
diferensial harus dapat ditolerir oleh elemen pondasi dan elemen bangunan
h. Pondasi dan konstruksinya harus memenuhi syarat standar untuk
perlindungan lingkungan.
2.4.1 Pondasi tiang
Pondasi tiang adalah suatu konstruksi pondasi yang mampu menahan gaya
vertikal ke sumbu tiang dengan cara menyerap lenturan. Pondasi tiang dibuat menjadi
suatu kesatuan yang monolit dengan menyatukan pangkal tiang yang terdapat di
bawah konstruksi dengan tumpuan pondasi.Pondasi tiang digunakan untuk suatu
bangunan yang tanah dasar di bawah bangunan tersebut tidak mempunyai daya
dukung (bearing capacity) yang cukup untuk memikul beban berat bangunan dan beban yang diterimanya atau apabila tanah pendukung yang mempunyai daya dukung
yang cukup letaknya sangat dalam. Pondasi tiang ini berfungsi untuk menyalurkan
beban – beban yang diterimanya dari konstruksi di atasnya ke lapisan tanah dalam
yang mampu memikul berat bangun tersebut.
Teknik pemasangan pondasi tiang ini dapat dilakukan dengan pemancangan
tiang baja/beton pracetak atau dengan membuat tiang beton bertulang yang langsung
dicor di tempat (cast in place), yang sebelumnya telah dibuatkan lubang terlebih dahulu, pondasi ini disebut dengan pondasi bore pile. Pada umumnya pondasi tiang ditempatkan tegak lurus (vertikal) di dalam tanah, tetapi apabila diperlukan dapat
dibuat miring agar dapat menahan gaya – gaya horizontal. Sudut kemiringan yang
dicapai tergantung dari alat yang digunakan serta disesuaikan dengan perencanaan.
- Untuk meneruskan beban bangunan yang terletak di atas air atau tanah lunak ke
tanah pendukung yang kuat.
- Untuk meneruskan beban ke tanah yang relatif lunak sampai kedalaman tertentu
sehingga pondasi bangunan mampu memberikan dukungan yang cukup untuk
mendukung beban tersebut oleh gesekan dinding tiang dengan tanah disekitarnya.
- Untuk mengangker bangunan yang dipengaruhi oleh gaya angkat ke atas akibat
tekanan hidrostatis atau momen penggulingan.
- Untuk menahan gaya-gaya horizontal dan gaya yang arahnya miring
- Untuk memadatkan tanah pasir, sehingga kapasitas dukung tanah tersebut
bertambah.
- Untuk mendukung pondasi bangunan yang permukaan tanahnya mudah tergerus air.
2.4.2 Penggolongan Pondasi Tiang
Pondasi tiang dapat dibagi menjadi 3 kategori, sebagai berikut :
1. Tiang Perpindahan besar (Large Displacement Pile)
Tiang perpindahan besar, yaitu tiang pejal atau berlubang dengan ujung tertutup
yang dipancang ke dalam tanah sehingga terjadi perpindahan volume tanah
yang relative besar. Termasuk dlam tiang perpindahan besar adalah tiang kayu,
tiang beton pejal, tiang beton prategang (pejal atau berlubang), tiang baja bulat
(tertutup pada ujungnya)
Tiang perpindahan kecil, adalah sama seperti tiang kategori pertama hanya
volume tanah yang dipindahkan saat pemancangan relative kecil, contohnya :
tiang beton berlubang dengan ujung terbuka, tiang beton prategang berlubang
dengan ujung terbuka, tiang baja H, tiang baja bulat ujung terbuka, dan tiang
ulir.
3. Tiang Tanpa Perpindahan (Non Displacement Pile)
Tiang tanpa perpindahan, terdiri dari tiang yang dipasang di dalam tanah dengan
cara menggali atau mengebor tanah. Termasuk dalam tiang tanpa perpindahan
adalah bore pile, yaitu tiang beton yang pengecorannya langsung di dalam lubang hasil pengeboran tanah ( pipa baja diletakkan di dalam lubang dan dicor
beton) (Hardiyatmo, 2002).
Gambar 2.7 Panjang dan Beban Maksimum untuk Berbagai Macam Tipe Tiang yang
2.5. Pondasi Tiang Bor (Bored Pile)
Tiang bor dipasang ke dalam tanah dengan cara mengebor tanah terlebih
dahulu, baru kemudian diisi tulangan dan dicor beton. Tiang bor biasanya dipakai
pada tanah yang stabil dan kaku, sehingga memungkinkan untuk membentuk lubang
yang stabil dengan alat bor. Jika tanah mengandung air, pipa besi dibutuhkan untuk
menahan dinding lubang dan pipa ini ditarik ke atas pada waktu pengecoran.
Padatanah tyang keras atau batuan lunak, dasar tiang dapat dibesarkan untuk
menambah tahanan dukung ujung tiang.
Ada berbagai jenis pondasi tiang bor, yaitu :
1. Tiang bor lurus untuk tanah keras.
2. Tiang bor yang ujungnya diperbesar berbentuk bel.
3. Tiang bor yang ujungnya diperbesar berbentuk trapezium.
Gambar 2.8 Jenis - jenis tiang bor (Braja M.Das, 1941)
1. Tiang bor tunggal dapat digunakan pada tiang kelompok atau pile cap
2. Kedalaman tiang dapat divariasikan.
3. Tiang bor dapat dikerjakan sebelum penyelesaian tahapan selanjutnya dalam
konstruksi.
4. Proses pengerjaan tiang bor dapat menghidari kerusakan bangunan yang ada
disekitarnya.
5. Pada pondasi tiang pancang, proses pemancangan pada tanah lempung akan
membuat tanah bergelombang dan menyebabkan tiang pancang sebelumnya
bergerak ke sampaing dan menimbulkan sura serta getaran. Hal ini tidak terjadi
pada konstruksi tiang bor.
6. Karena dasar dari tiang bor dapat diperbesar, hal ini memberikan ketahanan
yang besar untuk daya dukung.
7. Pondasi tiang bor mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap beban lateral.
Beberapa kelemahan dari pondasi tiang bor :
1. Keadaan cuaca yang buruk dapat mempersulit pengeboran dan pembetonan.
2. Pengeboran dapat mengakibatkan gangguan kepadatan, bila tanah berupa pasir
atau tanah kerikil.
3. Pengecoran beton sulit apabila dipengaruhi air tanah karena mutu beton tidak
dapat dikontrol dengan baik.
4. Pembesaran ujung bawah tiang dapat dilakukan bila tanah berupa pasir.
5. Air yang menhgalir ke dalam lubang bor dapat mengakibatkan gangguan tanah,
6. Akan terjadi tanah runtuh (ground loss) jika tindakan pencegahan tidak dilakukan.
7. Karena diameter tiang relative besar dan memerlukan banyak beton, untuk
proyek pekerjaan kecil dapat mengakibatkan biaya yang melonjak.
8. Walaupun penetrasi sampai ke tanah pendukung pondasi dianggap telah
terpenuhi, terkadang terjadi tiang pendukung kurang sempurna karena adanya
lumpur yang tertimbun di dasar tiang.
Ditinjau dari segi pelaksanaanya pondasi tiang bor dapat dibedakan menjadi 3 jenis,
yaitu :
1. Sistem Augering
Pada sistem ini selain augernya sendiri, untuk kondisi lapangan pada tanah
yang mudah longsor diperlukan casing atau bentonite slurry sebagai penahan longsor. Penggunaan bentonite slurry untuk kondisi lapisan tanah yang permeabilitasnya besar tidak disarankan, karena akan membuat banyak
terjadinya perembesan melaui lapangan permeable tersebut.
2. Sitem Grabbing
Pada penggunaan system ini diperlukan casing (continuous semirotary motion casing) sebagai penahan kelongsoran. Casing tersebut dimasukkan ke dalam tanah dengan cara ditekan sambil diputar. Sistem ini sebenarnya cocok untuk
semua kondisi tanah, tetapi yang paling sesuai adalah kondisi tanah yang sulit
3. Sistem Wash Boring
Pada system ini diperlukan casing sebagai penahan kelongsoran dan juga
pompa air untuk sirkulasi air yang dipakai untuk pengeboran.Sistem ini cocok
untuk kondisi tanah pasir lepas. Untuk jenis tiang bor ini perlu diberikan
tambahan tulangan praktis untuk penahan gaya lateral yang terjadi. Penulangan
minimum 2% dari luas penampang tiang.
Ada beberapa pengaruh yang diakibatkan ketika pemasangan bored pile yaitu:
1. Bored pile dalam tanah kohesif
Penelitian pengaruh pekerjaan pemasangan bore pile pada adhesi antara
dinding tiang dan tanah sekitarnya, menunjukkan bahwa nilai adhesi lebih
kecil dari pada nilai kohesi tak terdrainase (undrained cohesion) tanah sebelum pemasangan tiang. Hal ini, adalah akibat dari pelunakan lempung disekitar
dinding lubang. Pelunakan tersebut adalah pengaruh dari bertambahnya kadar
air lempung oleh pengaruh – pengaruh air pada pengecoran beton, pengaliran
air tanah ke zona yang bertekanan yang lebih rendah disekitar lubang bor, dan
air yang dipakai untuk pelaksanaan pembuatan lubang bor. Pelunakan pada
tanh lempung dapat dikurangi jika pengeboran dan pengecoran dilaksanakan
dalam waktu 1 atau 2 jam (Palmer and Holland, 1966).
Pelaksanaan pengeboran juga mempengaruhi kondisi dasar lubang yang
di buat.Hal ini mengakibatkan pelunakan dan gangguan tanah lempung di
dasar lubang, yang berakibat menambah besarnya penurunan.Pengaruh
dimana tahanan ujungnya sebagian ditumpu oleh ujung tiang.Karena itu,
penting untk membersihkan dasar lubang. Gangguan yang lain dapat pula
terjadi akibat pemasangan tiang yang tidak baik, seperti : pengeboran yang
melengkung, pemisahan campuran beton saat pengecoran dan pelengkungan
tulangan beton saat pemasangan. Hal – hal tersebut perlu diperhatikan saat
pemasangan.
2. Bored pile pada tanah granuler
Pada waktu pengeboran, biasanya dibutuhkan tabung luar (casing)
sebagai pelindung terhadap longsoran dinding galian. Gangguan kepadatan
tanah terjadi pada saat tabung pelindung ditarik keatas saat pengecoran .
Karena itu dalam hitungan bored pile di dalam tanah pasir , tomlinson (1975)
menyarankan untuk menggunakan sudut geser dalam (ϕ) ultimit dari contoh
tanah terganggu , kecuali jika tiang diletakkan pada kerikil padat dimana
dinding lubang yang bergelombang tidak terjadi . jika pemadatan yang
seksama diberikan pada beton yang berada diatas tiang, maka gangguan
kepadatan tanah dieliminasi sehingga sudut geser dalam (ϕ) pada kondisi
padat dapat digunakan, akan tetapi pemadatan tersebut sulit di laksanakan
karena terhalang tulangan beton.
2.6 Metode Pelaksanaan Pondasi Bored Pile
Aspek teknologi sangat berperan dalam suatu proyek konstruksi.Umumnya,
konstruksi.Penggunaan metode yang tepat, praktis, cepat dan aman sangat membantu
dalam penyelesaian pekerjaan pada suatu proyek konstruksi. Sehingga target waktu,
biaya dan mutu sebagaimana ditetapkan dapat tercapai.
Secara umum tahapan pekerjaan pondasi tiang bor sebagai berikut :
1. Persiapan Lokasi Pekerjaan (Site Preparation)
Pelajari lay – out pondasi dan titik – titik bored pile, membersihkan lokasi pekerjaan dari gangguan yang ada seperti bangunan, tanaman, pepohonan,
tiang listrik/telepon, kabel dan lain sebagainya.
2. Rute / Alur Pengeboran (Route of Boring)
Merencanakan alur/urutan pengeboran sehingga setiap pergerakan mesin
RCD, Excavator, Crane dan Truck Mixer dapat termobilisasi tanpa halangan.
3. Suvey Lapangan dan Penentuan Titik Pondasi (Site Survey and Centering of Pile)
Mengukur dan menentukan posisi titik koordinat bored pile dengan bantuan alat Theodolit.
4. Pemasangan Stand Pipe
Stand pipe dipasang dengan ketentuan bahwa pusat dari stand pipe harus berada pada titik as pondasi yang telah disurvei terlebih dahulu.
5. Pembuatan Drainase dan Kolam Air
Kolam air berfungsi untuk penampungan air bersih yang akan digunakan
untuk pekerjaan pengeboran sekaligus untuk tempat penampungan air
bercampur lumpur hasil dari pengeboran. Ukuran kolam air berkisar 3m x
3m x 2,5m dan drainase penghubung dari kolam ke stand pipe berukuran 1,2m, dan kedalaman 0,7 m (tergantung kondisi lapangan). Jarak kolam air
tidak boleh terlalu dekat dengan lubang pengeboran, sehingga lumpur
dalam air hasil pengeboran mengendap dulu sebelum airnya mengalir
kembali ke lubang pengeboran.Lumpur hasil pengeboran yang mengendap
di dalam kolam diambil (dibersihkan) dengan bantuan excavator.
2.7 Prosedur Pengeboran dengan Metode RCD
Metode RCD merupakan metode dengan pengeboran sedikit berputar untuk
melepaskan tanah yang dibor dan air melalui borde pile. Dengan memperluas pengeboran pile membuat pengeboran terus menerus berjalan, hal ini
efektif dilakukan sehingga tidak perlu untuk mengangkat bucket seperti metode lain. Ketinggian air harus dijaga 2m lebih tinggi daripada tingkat air bawah tanah untuk
mencegah runtuhnya lubang dibor . Jika ketinggian muka air di dalam lubang yang
berisi material halus dari air tanah yang dibor sudah cukup penuh, salurkan hingga
habis ke kolam pengendapan dan endapkan , hal ini untuk mencegah runtuhnya
dari pipa dibor, aliran air dengan mudah mengalir, sehingga dinding berongga yang
lebih stabil, dan air yang mengalir di dalam pipa menalir dengan cepat, yang
membuat tanah dibor habis dengan mudah. Dalam metode RCD, casing, diperlukan untuk mencegah runtuhnya dinding berlubang dan untuk mengamankan tingkat air di
dalam lubang.
Ada beberapa tahapan yang harus dilaksanakan dalam metode RCD yaitu :
1. Setting Mesin RCD (RCD Machine Instalation)
Setelah stand pipe terpasang, mata bor sesuai dengan diameter yang
ditentukan dimasukkan terlebih dahulu ke dalam stand pipe, kemudian beberapa buah pelat dipasang untuk memperkuat tanah dasar dudukan mesin
RCD (dapat dilihat pada Gambar 2.5), kemudian mesin RCD diposisikan
dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Mata bor disambung dengan stang pemutar, dan harus tepat berada
pada pusat/as stand pipe (titik pondasi).
2. Pondasi mesin RCD harus tegak lurus terhadap lubang yang akan dibor
Gambar 2.10 Pengoperasian Dasar Metode RCD
Dalam metode RCD, pengeboran sedikit berputar untuk melepaskan
tanah yang dibor dan air melalui bore pile. Dengan memperluas pengeboran
pile membuat pengeboran terus menerus berjalan, hal ini efektif dilakukan sehingga tidak perlu untuk mengangkat bucket seperti metode lain. Ketinggian air harus dijaga 2m lebih tinggi daripada tingkat air bawah tanah untuk
mencegah runtuhnya lubang dibor . Jika ketinggian muka air di dalam lubang
yang berisi material halus dari air tanah yang dibor sudah cukup
penuh, salurkan hingga habis ke kolam pengendapan dan endapkan , hal ini
untuk mencegah runtuhnya dinding berongga pada bored pile. Proses sirkulasi air seperti mengirim air ke luar dari pipa dibor, aliran air dengan mudah
mengalir, sehingga dinding berongga yang lebih stabil, dan air yang mengalir di
mudah. Dalam metode RCD, casing, diperlukan untuk mencegah runtuhnya dinding berlubang dan untuk mengamankan tingkat air di dalam lubang.
2. Proses Pengeboran (Drilling Work)
Setelah letak/posisi mesin RCD sudah benar – benar tegak lurus, maka
proses pengeboran dapat dimulai dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Pengeboran dilakukan dengan memutar mata bor kea rah kanan, dan
sesekali diputar ke arah kiri untuk memastikan bahwa lubang
pengeboran benar – benar mulus, sekaligus untuk menghancurkan tanah
hasil pengeboran supaya larut dalam air agar lebih mudah dihisap.
2. Proses pengeboran dilakukan bersamaan dengan proses penghisapan
lumpur hasil pengeboran, sehingga air yang ditampung pada kolam air
harus dapat memenuhi sirkulasi air yang diperlukan untuk pengeboran.
3. Setiap kedalaman pengeboran + 3 meter, dilakukan peyambungan stang
bor sampai kedalaman yang diinginkan tercapai.
4. Jika kedalaman yang diinginkan hampir tercapai + 1 meter lagi, maka
proses penghisapan dihentikan (mesin pompa hisap tidak diaktifkan),
sementara pengeboran terus dilakukan sampai kedalaman yang
diinginkan (dapat diperkirakan dari stang bor yang sudah masuk),
penghisapan dilakukan terus sampai air yang keluar dari selang buang
kelihatan lebih bersih + 15 menit.
5. Kedalaman pengeboran diukur dengan meteran pengukur, jika
kedalaman yang diinginkan belum tercapai maka proses pada langkah
ke 4 dilakukan kembali, Jika kedalaman yang diinginkan sudah tercapai
maka stang bor boleh diangkat dan dibuka.
3. Instalasi Tulangan dan Pipa Tremic (Steel Cage and Tremic Pipe Instalation)
Tulangan yang digunakan sudah harus tersedia lebih dahulu sebelum
pengeboran dilakukan, sehingga proses pengeboran selesai, langsung
dilakukan instalasi tulangan, hal ini dilakukan untuk menghindari
terjadinya kelongsoran dinding lubang yang sudah selesai dibor. Tulangan
harus dirakit rapi dan ikatan tulangan spiral dengan tulangan utama harus
benar – benar kuat sehingga pada waktu pengangkatan tulangan oleh crane
tidak terjadi kerusakan pada tulangan.
Proses instalasi tulangan dilakukan sebagai berikut :
a. Posisi crane harus benar – benar diperhatikan, sehingga tulangan yang akan dimasukkan benar –benar tegak lurus terhadap lubang bor, dan
b. Pada tulangan diikatkan dua buah sling, satu buah pada ujung atas
tulangan dan satu buah lagi pada bagian sisi memanjang tulangan. Pada
bagian dimana sling diikat, ikatan tulangan spiral dengan tulangan
utama diperkuat (bila perlu dilas), sehingga pada waktu tulangan
diangkat, tulangan tidak rusak (ikatan spiral dengan tulangan utama
tidak lepas). Pada setiap sambungan (bagian overlap) sebaiknya dilas, karena pada proses pengecoran, sewaktu pipa tremie dinaikkan dan diturunkan kemungkinan dapat mengenai sisi tulangan yang dapat
menyebabkan sambungan tulangan terangkat ke atas.
c. Tulangan diangkat dengan menggunakan dua hook crane, satu pada sling
bagian ujung atas dan satu lagi pada bagian sisi memanjang,
pengangkatan dilakukan dengan menarik hook secara bergantian
sehingga tulangan tepat lurus, dan setelah tulangan terangkat dan sudah
tegak lurus dengan lubang bor, kemudian dimasukkan secara perlahan
ke dalam lubang, posisi tulangan terus dijaga supaya tidak menyentuh
dinding lubang bor dan posisinya harus benar – benar di tengah/di pusat
bor.
d. Jika level yang diinginkan berada di bawah permukaan tanah, maka
digunakan besi penggantung.
e. Setelah tulangan dimasukkan, kemudian pipa tremie dimasukkan. Pipa
juga untuk memudahkan pemotongan tremie pada waktu pengecoran. Ujung pipa tremie berjarak 25 – 50 cm dari dasar lubang pondasi. Jika jaraknya kurang dari 25 cm maka pada saat pengecoran beton lambat
keluar dari tremie, sedangkan jika jaraknya lebih dari 50 cm, maka saat pertama kali beton keluar dari tremieakan terjadi pengenceran karena bercampur dengan air pondasi (penting untuk diperhatikan). Pada bagian
ujung atas pipa tremie disambung dengan corong pengecoran.
4. Pengecoran dengan Ready Mix Concrete
Proses pengecoran harus segera dilakukan setelah instalasi tulangan dan
pipa tremie selesai, guna menghindari kemungkinan terjadinya kelongsoran pada dinding lubang bor. Oleh karena itu pemesanan ready mix concrete harus dapat diperkirakan waktunya dengan waktu pengecoran.
Proses pengecoran dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Pipa tremie dinaikkan setinggi 25 -50 cm diatas dasar lubang bor, air dalam pipa tremie dibiarkan dulu stabil, kemudian dimasukkan boloa karet atau mangkok karet yang diameternya sama dengan diameter dalm
pipa tremie, yang berfungsi untuk menekan air campur lumpur ke dasar lubang sewaktu beton dituang pertama sekali, sehingga beton tidak
2. Pada awal pengecoran, penuangan dilakukan lebih cepat, hali ini
dilakukan supaya bola karet dapat benar – benar menekan air campuran
lumpur di dalam pipa tremie, setelah itu penuangan distabilkan sehingga beton tidak tumpah dari corong.
3. Jika beton dalam corong penuh, pipa tremie dapat digerakkan naik turun dengan syarat pipa tremie yang tertanam dalam beton minimal 1 meter pada saat pipa tremie dinaikkan. Jika pipa tremie yang tertanam dalam beton terlalu panjang, hal ini dapat memperlambat proses
pengecoran, sehingga perlu dilakukan pemotongan pipa tremie dengan memperhatikan syarat bahwa pipa tremie yang masih tertanam dalam beton minimal 1 meter.
4. Pengecoran dilakukan dengan mengandalkan gaya gravitasi bumi
(gerak jatuh bebas), posisi pipa tremie harus berada pada pusat lubang bor, sehingga tidak merusak tulangan atau tidak menyebabkan tulangan
terangkat pada saat pipa tremie digerakkan naik turun. Pengecoran dihentikan 0,5 – 1 meter diatas batas beton bersih, sehingga kualitas
beton pada batas bersih benar – benar terjamin (bebas dari lumpur).
5. Penutupan Kembali/Back Filling
Lubang pondasi yang telah selesai di cor ditutup kembali dengan tanah
setelah beton mengeras dan stand pipe dicabut, kemudian tanah tersebut
dipadatkan, sehingga dapat dilewati truck dan alat – lat berat lainnya.
6. Drainase dan pagar sementara selama pelaksanaan pekerjaan
Bored pile
Untuk menampung air dan lumpur buangan dari lubang bored pile, dibuat proteksi sementara menggunakan karung yang diisi pasir Pagar
sementara dibuat dan dipasang untuk melindungi lokasi pekerjaan dari
masyarakat umum, gangguan lalulintas, dll.
Berikut ini Gambar II.6 Pelaksanaan Pondasi Bored pile secara keseluruhan.
2.8 Kapasitas Daya Dukung Aksial Bored Pile
2.8.1 Kapasitas Daya Dukung Bored Pile dari Hasil Sondir
Diantara perbedaan tes dilapangan, sondir atau cone penetration test (CPT) sering kali sangat dipertimbangkan perannya dalam perencanaan pondasi. CPT atau
sondir adalah test yang cepat, sederhana, ekonomis dan tes tersebut dapat dipercaya
dilapangan dengan pengukuran terus – menerus dari pernukaan tanah dasar. CPT atau
sondir juga dapat mengklasifikasikan lapisan tanah dan dapat memperkirakan
kekuatan dan karakteristik dari tanah. Didalam perencanaan pondasi tiang, data tanah
sangat diperlukan dalam merencanakan kapasitas daya dukung (bearing capacity) dari bored pile sebelum pembangunan dimulai, guna menentukan kapasitas ultimit dari pondasi tiang.
Utuk menghitung daya dukung tiang pancang berdasarkan data hasil pengujian
sondir dapat dilakukan dengan menggunakan metode Mayerhoff.
Daya dukung ultimate pondasi tiang dinyatakan dengan rumus :
Qult = (qc x Ap) + (JHL x K)………..………(2.3)
dimana :
Qult = Kapasitas daya dukung tiang pancang tunggal (kg)
qc = Tahanan ujung sondir (kg/cm2)
Ap = Luas penampang tiang (cm2)
JHL = Jumlah hambatan lekat (kg/cm)
Daya dukung ijin pondasi dinyatakan dengan rumus :
Qijin = ���3��+���5�� ……….…… (2.4)
dimana :
Qijin = Kapasitas daya dukung ijin pondasi (kg)
qc = Tahanan ujung sondir (kg/cm2)
Ap = Luas penampang tiang (cm2)
JHL = Jumlah hambatan lekat (kg/cm)
K = Keliling tiang (cm
Untuk menghitung daya dukung bore pile berdasarkan data hasil pengujian
sondir dapat dilakukan dengan menggunakan metode Aoki dan De Alencar.
Daya dukung ultimate pondasi bere pile dinyatakan dengan rumus :
Qult = (qb x Ap)………..…….. (2.5)
Qult = Kapasitas daya dukung bore pile (kg)
qb = Tahanan ujung sondir (kg/cm2)
Ap = Luas penampang tiang (cm2)
Aoki dan De Alencar mengusulkan untuk memperkirakan kapasitas dukung
ultimit dari data sondir. Kapasitas dukung ujung persatuan luas (qb) diperoleh sebagai
berikut :
qb = ���
(����)
�� ………. (2.6)
qca (base) = Perlawanan konus rata – rata 1,5 D di atas ujung tiang, dan 1,5 D
di bawah ujung tiang dan Fb adalah factor empiric tergantung pada
tipe tanah.
Fb = Faktor empirik yang tergantung pada tipe tanah.
Tabel 2.2 Faktor empiric Fb
Tipe Tiang Pancang Fb
Bore Pile 3,5
Baja 1,75
Beton Pratekan 1,75
(Titi & Farsakh, 1999)
Pada perhitungan kapasitas pondasi bore pile dengan sondir tidak diperhitungkan
daya dukung selimut bore pile. Hal ini dikarenakan perlawanan geser tanah yang
terjadi pada pondasi bore pile dianggap sangat kecil sehingga dianggap tidak ada.
2.8.2 Kapasitas Daya Dukung Bore Pile dari hasil SPT
Standard Penetration Test (SPT) adalah sejenis percobaan dinamis dengan memasukkan suatu alat yang dinamakan split spoon ke dalam tanah. Dengan
percobaan ini akan diperoleh kepadatan relative (relative density), sudut geser tanah (ϕ) berdasarkan nilai jumlah pukulan (N).
Perkiraan kapasitas daya dukung pondasi bore pile pada tanah pasir dan silt
didasarkan pada data uji lapangan SPT, ditentukan dengan perumusan sebagai berikut
Qp = Ap .qp ………. (2.7)
Dimana :
Ap = Luas penampang bore pile (m2)
qp = Tahanan ujung per satuan luas (ton/m2)
Qp = Daya dukung ujung tiang (ton)
Untuk tanah koesif :
qp = 9 Cu ………....(2.8)
Cu = N-SPT/2 . 2/3 . 10 ……….(2.9)
Untuk tanah non kohesif :
Reese & Wright (1987) mengusulkan korelasi antara qp dan NSPT seperti
terlihat pada Gambar 2.12 berikut ini.
Gambar 2.12 Daya dukung ujung batas bored pile pada tanah pasiran (Reese & Wright, 1977)
Dimana :
Untuk N < 60 maka qp= 7N (t/m2) < 400 (t/m2)
Untuk N > 60 maka qp = 400 (t/m2)
2. Daya dukung selimut bore pile (skin friction), (Resse & Wright, 1977). Qs = f .Li .p ………(2.10)
dimana :
f = Tahanan satuan skin friction (ton/m2)
Li = Panjang lapisan tanah (m)
P = keliling tiang (m)
Qs = daya dukung selimut tiang (ton)
Pada tanah kohesif :
F = α .cu ………...……. .(2.11)
dimana :
α = Faktor adhesi.
- Berdasarkan penelitian Resse & Wright (1977) α = 0,55
- Metode Kullway (1984), berdasarkan Grafik Undrained Shearing
Resistance VS Adhesion Factor.
cu = Kohesi tanah (ton/m2)
Nilai f juga dapat dihitung dengan rumus :
f = Ko .�v’ . tan ϕ ……….(2.12)
dimana :
Ko = 1 – sin ϕ
�v’ = Tegangan vertikal efektif tanah, (ton/m2)
Terdapat perbedaan perhitungan daya dukung ujung tiang pondasi bored pile
7 N sedangkan Skempton menggunakan rumus 12 N. Pada proses pengerjaan bore
pile, keseimbangan tekanan tanah akan lenyap ketika lubang digali dan selanjutnya
tanah sejumlah tanah akan berpindah tempat. Sebagai hasilnya, keadaan dari tanah
asli yang dipakai sebagai pedoman pada waktu merencanakan tiang akan sedikit
berbeda setelah pekerjaan pemasangan tiang selesai dilakukan. Oleh karena itu, daya
dukung tiang yang diperkirakan juga akan berbeda dengan tanah sebenarnya. Karena
itu Reese & Wright menggunakan rumus 7 N pada perhitungan daya dukung ujung
tiang agar di dapat hasil yang lebih sesuai di lapangan.
Perbedaan perhitungan daya dukung ujung tiang dan selimut antara tiang bore
pile dan tiang pancang. Dimana bore pile menggunakan nilai rumusan 7 N sedangkan
tiang pancang 400 N. Pada proses pengerjaan bored pile, keseimbangan tekanan tanah akan lenyap ketika terjadi penggalian dan sejumlah
tanah akan berpindah tempat. Sehingga nilai daya dukung ujung dan selimut akan
memiliki nilai yang kecil. Sedangkan proses pekerjaan tiang pancang dimana tiang
dipaksa masuk ke dalam tanah dengan menggunakan hammer atau ditekan, sehingga
memiliki nilai daya dukung ujung dan selimut yang besar karena kondisi tanah tidak
terganggu dan adanya perlawanan tanah dan tiang.
2.8.3. Uji Beban Dinamis (Dynamic Loading Test)
Uji pembebanan dinamis yang mulai berkembang digunakan adalah uji
Uji pembebanan dinamis awal dikembangkan hanya untuk pondasi tiang pancang, namun dengan cara analog uji pembebanan dinamis dapat diaplikasikan
pada bored pile.
Dengan pengertian lain pengujian daya dukung dengan menggunakan beban dinamikdengan sebuah sistem komputerisasi yang dilengkapi dengan strain
transducer dan accelerator untuk menentukan gaya dan kecepatan dalam bentuk grafik,pada saat pondasi tiang yang diuji dipikul dengan hammer. Untuk melakukan
tes ini diperlukan tumbukan (beban dinamik) pada tiang. Pada tiang pancang, biasanya tes PDA dilakukan dengan menggunakan hammer pancang yang ada. Sedangkan pada bored pile, perlu menggunakan hammer manual untuk memberikan
tumbukan pada tiang. Tumbukan yang terjadi akan menghasilkan gelombang, pembacaan gaya dan kecepatan gelombang itu lah yang menjadi dasar untuk
menghitung daya dukung pondasi.Hasil dari uji PDA kemudian dianalisa lebih jauh menggunakan Case Pile Wave Analysis Program (CAPWAP).
Secara umum, pengujian PDA dilakukan setelah tiang memilki kekuatan (kapasistas daya dukung) yang cukup untuk menahan pukulan hammer. Cara lain yang dapat
dilakukan dengan menggunakan bantalan (cushion) atau merendahkan tinggi jatuh hammer dan menggunakan hammer yang lebih berat .
Alat dan Perlengkapan pengujian Pile Driving Analyzer yang digunakan antara
lain :
1. PDA-Model PAX
3. Empat (4) accelerometer dengan kabel
4. Alat bantu, seperti bor beton, baut fischer, kabel gulung dan perlengkapan keamanan.
Gambar 2.14 PDA instrumen dan aksesoris pendukung
Persiapan Pengujian yang dilakukan sebelum pelaksanaan pengujian adalah sebagai
berikut :
a. Kepala tiang harus tegak, lurus dengan permukaan yang rata. b. Siapkan hammer dan cushion tiang pada kepala tiang.
c. Strain transducer dan accelerometer dipasang pada 2 sisi tiang yang saling berseberangan dengan jarak minimal 50 cm dari ujung kepala tiang. Keempat
f. Masukkan seluruh data tiang, hammer dan instrument lain sebagai data masukan (input) PDA model PAX.
g. Lakukan pemeriksaan kembali terhadap data masukan yang diperoleh sehingga pengujian dapat terlaksana dengan baik
Setelah tahap persiapan selesai dilakukan, pengujian dilakukan dengan
pemukulan hammer seberat 7,5 ton dengan tinggi jatuh 1,5 m untuk mendapatkan energi yang cukup dan tegangan yang terjadi pada kepala tiang tidak menyebabkan
kerusakan tiang. Selama pemukulan hammer, variabel-variabel yang diperoleh dari pengujian dimonitor dan dievaluasi.
2.9 Kapasitas Daya Dukung Lateral Bored Pile
Gaya tahanan maksimum dari beban lateral yang bekerja pada tiang tunggal
adalah suatu persoalan yang kompleks, karena merupakan permasalahan interaksi
antara elemen bangunan agak kaku dengan tanah, yang mana dapat diperlakukan
berdeformasi sebagai elastis ataupun plastis.
Tiang vertikal yang menanggung beban lateral akan menahan beban ini dengan
memobilisasi tahanan tanah pasif yang mengelilinginya. Pendistribusian tegangan
tanah pasif akibat beban lateral akan memmpengaruhi kekakuan tiang, kekauan tanah
da kondisi ujung tiang. Secara umum tiang yang menerima beban lateral dapat dibagi
dalam dua bagian besar, yaitu tiang pendek (rigid pile) dan tiang
panjang (elastic pile). Berdasarkan kondisi ujung atas dikenal istilah free head dan