• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perbandingan Daya Dukung dan Penurunan Pondasi Bored Pile Diameter 600 mm dengan Metode Empiris, Uji Beban Statis dan Metode Elemen Hingga pada Proyek Medan Focal Point

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Perbandingan Daya Dukung dan Penurunan Pondasi Bored Pile Diameter 600 mm dengan Metode Empiris, Uji Beban Statis dan Metode Elemen Hingga pada Proyek Medan Focal Point"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

(2)

Fungsi pondasi adalah untuk mentransfer beban dari bangunan atas (upper

structure) kelapisan tanah dibawahnya. Pondasi tiang memiliki daya dukung akibat perlawanan ujung dan tahanan selimut yang diakibatkan gesekan tanah dengan pondasi tiang. Kapasitas daya dukung pondasi bored pile akibat perlawanan ujung kemungkinan besar akan sama dibandingkan dengan pondasi tiang pancang. Tahanan selimut yang diakibatkan gesekan tanah di sekitar dinding tiang pada pondasi tiang pancang langsung bekerja dibandingkan pada pondasi tiang bored pile. Fungsi pondasi tiang bored pile pada umumnya dipengarui oleh besar/bobot bangunan yang akan dipikul, fungsi bangunan, jenis lapisan tanah sebagai pendukung konstruksi, seperti:

a. Transfer beban kontruksi bangunan atas ke dalam tanah baik melalui selimut tiang maupun melalui ujung tiang.

b. Menahan gaya desak keatas dan gaya guling, misal pada telapak pada bangunan bawah tanah dan kaki bangunan menara untuk menahan guling. c. Untuk dapat memanfaatkan lapisan tanah pada tanah lepas (non cohesif). d. Mengontrol penurunan terhadap bangunan yang berada pada tanah yang

mempunyai penurunan yang besar. (Sinaga, 2009).

e. Menahan gaya lateral, misal pada telapak bangunan jembatan, dermaga untuk menahan gaya horizontal yang terjadi akibat beban horizontal.

2.2 Pondasi Dalam (deep foundations)

(3)

2.2.1 Tipe dan Jenis Pondasi Dalam

Pondasi dalam sering juga disebut dengan pondasi tiang, dari segi pelaksanaannya dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:

a. Pondasi tiang pancang beton bertulang pracetak (precast reinforced concrete pile).

b. Pondasi tiang cor di tempat (cast in place), sering disebut dengan tiang bored pile.

Pondasi tiang dapat dibagi menjadi tiga kategori antara lain:

a. Tiang perpindahan besar (large displacement)

Tiang perpindahan besar yaitu tiang pejal atau berlubang dengan ujung tertutup yang dipancang ke dalam tanah sehingga terjadi perubahan volume tanah yang relatif besar. Termasuk dalam tiang perpindahan besar adalah tiang kayu, tiang beton pejal, tiang beton prategang, tiang baja bulat, (tertutup pada ujungnya).

b. Tiang perpindahan kecil (small displacement)

Tiang perpindahan kecil adalah sama seperti tiang kategori pertama hanya volume tanah yang dipindahkan saat pemancangan relatif kecil, contohnya tiang beton berlubang dengan ujung terbuka, tiang beton prategang berlubang dengan ujung terbuka, tiang baja H, tiang baja bulat ujung terbuka, tiang ulir.

c. Tiang tanpa perpindahan (non displacement)

(4)

perpindahan adalah bored pile, yaitu tiang beton yang pengecorannya

langsung di dalam lubang hasil pengeboran tanah (pipa baja diletakkan di dalam lubang dan dicor beton) (Hardiyatmo, 2002).

2.2.2 Penggunaan Pondasi Bored Pile

Pondasi bored pile adalah merupakan salah satu jenis pondasi tiang yang biasa digunakan pada konstruksi bangunan tinggi. Pemakaian pondasi bored pile adalah merupakan alternatif lain, bilamana dalam pelaksanaan pembangunan berada pada suatu lokasi yang sangat sulit atau beresiko tinggi apabila mempergunakan pondasi tiang pancang. Dari sisi teknologi, pemakaian pondasi bored pile ini memiliki beberapa keunggulan, antara lain mobilisasi yang mudah, karena pondasi dicetak di tempat dan hanya membutuhkan alat boring serta perakitan tulangan, tidak mengganggu lingkungan atau bangunan di sekitarnya karena tidak menghasilkan getaran yang dapat merusak bangunan lain di sekitarnya. Hal ini merupakan salah satu pertimbangan penggunaan pondasi bored pile pada proyek Medan Focal Point yang dibangun di pinggir jalan dan di sekitar proyek telah terdapat bangunan-bangunan pertokoan maupun perumahan masyarakat, seperti terlihat pada Gambar 2.1.

(5)

di sekitar lokasi pekerjaan (proyek Medan Focal Point., 2011)

2.2.3 Jenis Pondasi Tiang Bor (Bored pile)

Pondasi tiang bor (bored pile) diklasifikasikan sesuai dengan rancangan untuk meneruskan beban struktur ke lapisan tanah keras. Jenis-jenis pondasi bored pile dilihat Gambar 2.2 ini.

a. Bored pile lurus untuk tanah keras.

b. Bored pile yang ujungnya diperbesar berbentuk bel. c. Bored pile yang ujungnya diperbesar berbentuk trapezium. d. Bored pile lurus untuk tanah berbatu-batuan.

Gambar 2.2 Jenis-jenis bored pile (Das, 1941)

Pada proyek Medan Focal Point yang menjadi lokasi penelitian mempergunakan pondasi bored pile dengan kondisi seperti terlihat pada Gambar 2.2. Beberapa pertimbangan dalam menggunakan pondasi bored pile memiliki keuntungan dan kerugian yaitu antara lain:

a. Keuntungan pemakaian pondasi bored pile adalah:

1. Pembuatan tiang bor langsung di lokasi pekerjan.

(6)

3. Panjang tiang bor dapat disesuaikan dengan keadaan di lapangan.

4. Pada saat pelaksanaan tidak menimbulkan getaran dan suara yang dapat mengganggu lingkungan sekitar.

5. Jika diinginkan dasar tiang bor dapat diperbesar.

6. Karena dasar teori pondasi bored pile dapat diperbesar, hal ini memberikan ketahanan yang besar untuk gaya keatas.

7. Permukaan diatas dimana dasar pondasi bored pile didirikan dapat diperiksa secara langsung.

8. Pondasi bored pile mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap beban lateral.

9. Kedalaman tiang dapat divariasikan.

10. Pada pondasi tiang pancang, proses pemancangan pada tanah lempung akan memuat tanah bergelombang dan menyebabkan tiang pancang sebelumnya bergerak ke samping, hal ini tidak terjadi pada konstruksi pondasi bored pile.

11. Bored pile tunggal dapat digunakan pada tiang kelompok atau pile cap. 12. Selama pelaksanaan pondasi bored pile tidak ada suara yang

ditimbulkan oleh alat pancang seperti yang terjadi pada pelaksanaan pondasi tiang pancang.

b. Kerugian pemakaian pondasi bored pile adalah:

(7)

3. Beton yang dikerjakan secara cast in place tidak dapat dikontrol pada

keadaan cuaca yang buruk dan akan mempersulit pengeboran dan pengecoran, dapat diatasi dengan cara menunda pengeboran sampai keadaan cuaca memungkinkan atau memasang tenda sebagai penutup. 4. Pengeboran dapat mengakibatkan gangguan kepadatan, bila tanah

berupa pasir atau tanah berkerikil maka menggunakan bentonite sebagai penahan longsor.

5. Pengecoran beton sulit bila dipengaruhi air tanah karena mutu beton

tidak dapat dikontrol dengan baik maka diatasi dengan cara ujung pipa tremie berjarak 25 - 50 cm dari dasar lubang pondasi.

6. Air yang mengalir ke dalam lubang bor dapat mengakibatkan gangguan tanah, sehingga mengurangi kapasitas dukung tanah terhadap tiang, maka air yang mengalir langsung dihisap dan dibuang kembali ke dalam kolam air.

7. Akan terjadi tanah runtuh (ground loss) jika tindakan pencegahan tidak dilakukan, maka dipasang casing untuk mencegah kelongsoran.

(8)

2.2.4 Pentransferan Beban

Berdasarkan cara penyaluran bebannya ke tanah, pondasi tiang dibedakan menjadi tiga jenis macam, yaitu:

a. Pondasi tiang dengan tahanan ujung (end bearing pile)

Tiang ini akan meneruskan beban melalui tahanan ujung tiang ke lapisan tanah pendukung. Umumnya tiang dukung ujung berada dalam zone tanah yang lunak yang berada diatas tanah keras. Tiang-tiang dipancang sampai mencapai batuan dasar atau lapisan keras lain yang dapat mendukung beban yang diperkirakan tidak mengakibatkan penurunan berlebihan. Kapasitas tiang sepenuhnya ditentukan dari tahanan dukung lapisan keras yang berada dibawah ujung tiang, seperti terlihat pada Gambar 2.3.a.

b. Pondasi tiang dengan tahanan gesek (friction pile)

Jenis tiang ini akan meneruskan beban ke tanah melalui gesekan antara tiang dengan tanah di sekelilingnya. Bila butiran tanah sangat halus tidak menyebabkan tanah di antara tiang-tiang menjadi padat, sedangkan bila butiran tanah kasar maka tanah di antara tiang akan semakin padat, seperti terlihat pada Gambar 2.3.b.

c. Pondasi tiang dengan tahanan lekatan (adhesive pile)

Bila tiang ini pada dasar tanah pondasi yang memiliki nilai kohesi tinggi, maka beban yang diterima oleh tiang akan ditahan oleh lekatan antara tanah disekitar dan permukaan tiang, seperti terlihat pada Gambar 2.3.c.

(9)

beban end bearing (tahanan ujung) dapat dilihat pada Gambar 2.3.

(a) (b)

(c)

Gambar 2.3 Tiang ditinjau dari cara mendukung bebannya (Hardiyatmo, 2010)

a. Pentransferan Beban Friksi

Suatu tiang yang dibebani oleh suatu beban maka akan tejadi adanya gaya gesekan (friction), gaya gesekan ini akan bekerja bila displacement yang terjadi masih dalam ambang batas 0,4 % dari diameter pile. Seperti yang terlihat pada skema Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Skema kurva transfer beban friction F

0.4 % diameter pile

(10)

b. Pentransferan Beban Tahanan Ujung

Suatu tiang yang dibebani oleh suatu beban maka akan terjadi adanya gaya tahanan ujung (end bearing), gaya tahanan ujung ini akan bekerja bila displacement yang terjadi masih diatas 0,4 % diameter pile dan dalam ambang batas 6 % dari diameter pile. Dan bila displacement yang terjadi pada suatu tiang masih berada dalam 0,4% dari diameter pile, maka end bearing belum terjadi atau belum tercapai. Seperti yang terlihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Skema kurva transfer beban end bearing

2.2.5 Jarak dan Susunan Tiang

Jarak antara tiang bor di dalam kelompok tiang akan mempengaruhi kapasitas daya dukung kelompok tiang. Bila beberapa tiang dikelompokkan dengan jarak yang saling berdekatan maka tegangan tanah akibat gesekan tiang dengan tanah mempengaruhi daya dukung tiang yang lain. Jarak minimum antara dua tiang adalah: S > 2 D, dimana S = jarak antara tiang dan D = diameter tiang, dilihat pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Susunan dan jarak tiang

En

d

Be

a

ri

n

g

6 %

(11)

2.2.6 Metode Pelaksanaan Bored Pile

Dalam pelaksanaan pekerjaan bored pile sangat diperlukan ketelitian dan pengawasan akan mutu pekerjaan. Dari beberapa metode kerja pelaksanaan bored pile, metode kerja dari bored piling work (wet hole method) ini lebih sering dipergunakan, berikut ini metode pelaksanaan bored pile yaitu:

a. Urutan Pelaksanaan:

Prosedur urutan pekerjaan bored pile adalah sebagai berikut: 1. Marking posisi pile oleh surveyor.

2. Instal casing sementara (temporary casing). 3. Mulai melakukan pengeboran (boring).

4. Jika Lubang bor tidak stabil, boring harus dilakukan dengan bentonite. 5. Setelah pengeboran sudah mencapai toe level, lakukan inspeksi lapangan

untuk konfirmasi toe level.

6. Lowering steel cage ke dalam lubang bor. 7. Casting bore pile dengan pipa tremi. 8. Cabut (extract) casing.

b. Metodologi

1. Setting Out

(12)

Gambar 2.7 Peg-pile point

2. Temporary Casing

Cara pemasangan casing sementara yaitu dengan menggunakan Vibrator (Vibro-hammer) yang di pukul ke dalam tanah. Verticality dicheck dengan menggunakan 2 plum yang diletakkan secara ortogonal atau spirit level jika casing kurang dari 4 m dapat dilihat Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Install casing sementara dengan vibro hammer

3. Boring

(13)

diijinkan dalam pengeboran jika tidak disetujui oleh pengawas lapangan.

Proses pengeboran dilihat pada Gambar 2.9.

Gambar 2.9 Proses pengeboran (boring)

(14)

jika dibutuhkan. Setelah mencapai design level alat bor akan diganti dengan

dasar yang flat cleaning bucket). Cleaning bucket berfungsi untuk membersikan dasar lubang bor. Pengukuran kedalaman lubang bor dilakukan dengan menurukan measuring tape sampai ke dasar lubang bor. Di ujung measuring tape di pasang plum dengan berat yang cukup agar memastikan measuring tape sampai ke dasar bore hole dilihat Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Mengukur bored length dengan measuring tape

4. Bentonite loss

Jika terjadi kehilangan bentonite secara tiba-tiba, langkah yang perlu diambil: a. Adukan bentonite ditambah ke lubang bor untuk menjaga bentonite tetap

di ketinggian level yang cukup. Jika hanya minor loss proses boring tetap dilanjutkan dengan memperhatikan bentonite level apakah masih mengalami penurunan atau tidak.

b. Lubang bor akan diurug (backfill) dengan tanah untuk mencegah kehilangan bentonite, kemudian dipadatkan (compact) dengan chisel.

(15)

dapat diatasi dengan usaha diatas maka bore hole dapat dibackfill kembali

dan masalah ini lebih baik didiskusikan dan direview dengan konsultan dan kontraktor.

5. Reinforcement (steel cage)

Steel cage akan dipabrikasi di tempat fabrication yard. Lokasi pabrikasi ini sudah ditentukan di dalam logistic plan kontraktor. Helical link akan dilas pada tulangan utama (main reinforcement), demikian juga laping akan dilas secukupnya jika steel lebih dari 12 m sehingga memungkinkan steel cage akan dibagi menjadi 2 section. Hal ini untuk menjaga agar main reinforcement tetap tersambung bila steel cage akan dipindahkan.

Gambar 2.11 Proses memasukkan steel cage ke bored hole

(16)

mencukupi atau tidak. Pengangkatan (lifting) harus diusahakan agar

tidak terjadi buckling pada steel cage.

6. Casting

Metode casting adalah dengan menggunakan pipa tremi. Ready mix dituang melalui bucket yang berbentuk pipa corong. Panjang pipa tremi 2m, 3m, dan 1m yang disambung. Sebelum ready mix dituang terlebih dahulu sterofom dituang ke dalam corong untuk melancarkan aliran ready mix dalam pipa tremi. Casting akan dihentikan jika concrete sudah mencapai minimum 300 mm diatas cut off level. Over cast dilakukan untuk menghindari concrete yang bercampur dengan tanah (unsound concrete) sewaktu pencabutan casing. Pipa tremi akan dibuka secara continu, tetapi tetap dijaga agar pipa tremi minimal 2 m tertanam di bawah concrete level. Selama casting, bored log dan concrete record harus dipersiapkan yang berisi data delivery time, volume

concrete, concrete level (diukur tiap satu lori concrete selesai dituang). Satu sampel kubus atau silinder diambil setiap 30 m3 atau sesuai dengan spesifikasi teknis dari konsultan.

Casting harus dicabut 2 jam setelah proses casting selesai. Jika ada plunge column (I-beam) yang akan dipasang ke dalam bored pile, setelah casting selesai dilakukan, casting terlebih dahulu dicabut sampai toe level

(17)

7. Bentonite

Bubuk bentonite dicampur dengan air dalam digestor dengan kapasitas 2 m per satu kali batching. Adukan bentonite (bentonite slurry) disimpan di dalam silo pada bentonite plant lihat Gambar 2.12 dengan total kapasitas 2,5 x volume total bored hole yang ukurannya terbesar. Adukan (slurry) didaur ulang dengan menggunkan mesin desanding.

Gambar 2.12 Bentonite plant

8. Properti Bentonite Slurry

Pada dasarnya, adukan tediri dari campuran yang seragam dalam air. Tempat pengujian bentonite slurry (laboratorium) harus disediakan di lapangan dan pengujian bentonite slurry dilakukan bila proses casting bored pile akan dimulai. Proses pencatatan laporan lab hasil pengujian bentonite slurry disimpan dan kemudian dilampirkan dengan bored log. Peralatan

Pengujian bentonite slurry seperti pada Gambar 2.13 yang terdiri dari: a. 1 mud balance (density test).

b. 1 march cone (viscocity test).

(18)

(a) (b)

(c) (d) Gambar 2.13 Peralatan pengujian bentonite slurry

Semua pengujian wajib dilakukan sesuai dengan spesifikasi dengan disaksikan oleh pengawas lapangan. Hasil pengujian harus ditanda tangani dan diapprove oleh pengawas lapangan.

2.3 Kapasitas Daya Dukung Pondasi Tiang

Kapasitas daya dukung tiang suatu pondasi dalam pada umumnya terdiri atas dua bagian yaitu daya dukung akibat gesekan sepanjang tiang dan daya dukung ujung (dasar) tiang sebagaimana diformulasikan dalam bentuk persamaan sebagai berikut:

Qult = Qp + Qs (2.1)

(19)

Dimana Qu = daya dukung ultimit (Ton).

Qall = daya dukung izin tiang (Ton). Qp = daya dukung ujung tiang (Ton).

Qs = daya dukung gesekan sepanjang tiang (Ton). SF = faktor keamanan.

Berdasarkan sumber data yang digunakan pada dasarnya terdapat dua cara untuk memperkirakan kapasitas daya dukung tiang. Cara pertama adalah dengan menggunakan data uji lapangan, antara lain dengan menggunakan uji SPT (standard penentration test) dan Sondir (cone penetration test atau CPT). Cara kedua yaitu

dengan menggunakan parameter-parameter kuat geser tanah, yaitu yang didapat dari hasil pengujian di laboratorium yaitu nilai kohesi (c) dan sudut geser dalam (φ).

2.3.1 Berdasarkan Hasil Uji Lapangan

O’Neil and Reese (1999), menurunkan persamaan untuk menghitung kapasitas

daya dukung tiang tunggal akibat beban aksial yang berdasarkan data hasil uji lapangan adalah sebagai berikut:

1. Perencanaan kapasitas daya dukung tiang pada tanah Kohesif

Qult = Qs + Qp (2.3)

Qs = fs . As (2.4)

Qp = qmax . Ab (2.5)

Dimana Qult = kapasitas ultimit daya dukung tiang.

Qs = hambatan lekat daya dukung tiang.

(20)

fs = hambatan lekat rata-rata selimut tiang.

As = luas selimut tiang yang bersentuhan tanah sepanjang tiang

yang ditinjau.

qmax = unit tahanan ujung tiang.

Ab = luas dasar tiang yang bersentuhan dengan tanah.

2. Tahanan Selimut

fs = α . Cu (2.6) dimana :

fs = beban ultimit selimut tiang bor pada kedalaman z.

Cu = kekuatan geser pada kedalaman z kondisi tak teraliri.

α = faktor empiris,yang bervariasi dengan kedalaman z.

(2.7a)

. (2.7b)

dimana :

Pu = tekanan atmosfir = 101,3 KPa = 2116 Psf.

3. Tahanan Ujung

(2.8)

(21)

4. Perencanaan kapasitas daya dukung tiang pada tanah Non Kohesif

fsz = Kσ’z tan øc (2.9)

(2.10)

dimana: fsz = Unit resistensi sisi paling dalam pasir pada kedalaman z. K = parameter yang menggabungkan koefisien tekanan lateral dan

faktor korelasi.

σ'z = Teganga efektif vertikal dalam tanah pada kedalaman z.

∅c = gesekan sudut di antarmuka dari beton dan tanah. L = kedalaman embedment dari poros dibor.

dA = diferensial area perimeter sepanjang sisi atas tiang sampai kedalaman penetrasi.

) (2.11)

(2.12)

(2.13a)

(22)

dimana z = kedalaman di bawah permukaan tanah, dalam satuan kaki atau

meter, seperti yang ditunjukkan.Jika perlawanan SPT tidak dikoreksi,N60 lebih kecil

atau sama dengan 15 pukulan/ft, makaβdapatdihitungdenganpersamaan:

(2.13c)

(2.13d)

2.3.2 Berdasarkan data Sondir

Dari hasil data Sondir dapat juga mengklasifikasi lapisan tanah dan dapat memperkirakan kekuatan dan karakteristik dari tanah, didalam perencanaan pondasi tiang, data tanah sangat diperlukan dalam merencanakan kapasitas daya dukung (bearing capacity) dari bored pile sebelum pembangunan dimulai, guna menentukan kapasitas daya dukung ultimit dari pondasi tiang. Dari hasil pengujian sondir dapat mempergunakan metode Meyerhoffs (1956) untuk menghitung daya dukung tiang bor yaitu tahanan selimut tiang dapat diambil langsung dari gesekan total (Jumlah Hambatan Lekat = JHL) yang dikalikan dengan keliling tiang sehingga dapat di skemakan pada Gambar 2.14.

Qult = (qc x Ap) + (JHL x K) (2.14)

(2.15)

Dimana:

Qult = Daya dukung ultimit (Ton).

qc = Tahanan ujung sondir (qc1 + qc2).

(23)

qc2 (rata-rata perlawanan penetrasi konus (qc di bawah titik 4D).

Ap = Luas penampang tiang = πD2/4 (m2).

D = diameter tiang (m). K = Keliling = πd (m).

JHL = Jumlah hambatan lekat.

3 = Faktor keamanan untuk tahanan ujung. 5 = Faktor keamanan untuk tahanan gesekan.

2.3.3 Berdasarkan data SPT

Kapasitas daya dukung tiang pada lapisan tanah dihitung dengan menggunakan data dari nilai N-SPT. Dimana Nilai N-SPT untuk perhitungan qp diambil 4D di bawah tiang dan 10D di atas tiang. Untuk perhitungan qs nilai N-SPT diambil di kedalaman segmen (L) tiang yang ditinjau. Perkiraan kapasitas daya dukung pondasi tiang pada tanah pasir dan silt didasarkan pada data uji lapangan SPT (standard penetration test) dihitung berdasarkan beberapa metode empirik, sebagai berikut:

1. Metode Meyerhoff (1976), Skema metode Meyerhoff lihat Gambar 2.14.

(24)

a. Daya dukung ujung pondasi tiang (end bearing)

Qp = qp x Ap (2.16)

qp = tekanan vertikal efektif di ujung tiang. Ap = luas penampang tiang.

b. Daya dukung selimut tiang (skin friction)

(25)

Qs = kapasitas daya dukung selimut pondasi tiang (kN).

fsi = unit tahanan selimut masing-masing lapisan (kN/m2).

A = luas permukaan ujung pondasi tiang.

a. Daya dukung ujung pondasi bored pile (end bearing)

Qp = qp x Ap (2.24)

(26)

qp = Tahanan ujung per satuan luas (Ton/m2).

Untuk tanah Kohesif:

qp = 9 Cu (2.25) Dimana Cu = Kohesi tanah, (Ton/m2).

Untuk tanah non Kohesif:

Reese and Wright (1977) mengusulkan korelasi antara qp dan N-SPT seperti terlihat pada Gambar 2.15.

Gambar 2.15Daya dukung ujung bored pile pasiran (Reese and Wright, 1977)

Dimana untuk N < 60 maka qp = 7 N (Ton/m2) < 400 (Ton/m2). untuk N > 60 maka qp = 400 (Ton/m2).

N = Nilai rata-rata SPT.

b. Daya dukung selimut bored pile (skin friction)

Qs = fs. L. P (2.26)

Dimana Qs = Daya dukung ultimit selimut tiang (Ton).

(27)

L = Panjang tiang (m).

P = Keliling penampang tiang (m).

Untuk tanah Kohesif:

fs = α x Cu (2.27) Dimana α = Faktor adhesi.

Berdasarkan penelitian Reese and Wright (1977) α = 0,55.

Untuk tanah non Kohesif:

Dimana untuk N < 53 maka f = 0,32 N (ton/m2)

untuk 53 < N < 100 maka f diperoleh dari korelasi langsung dengan NSPT (Resse and Wright).

Menurut Metode Kulhaway (1984) yaitu: Berdasarkan Grafik Undrained Shearing Resistance vs Adhesion Factor. Cu = Kohesi tanah, (Ton/m2).

Untuk Tanah non Kohesif:

Dimana untuk N < 53 maka f = 0,32 N-SPT (Ton/m2).

(28)

Gambar 2.16 Tahanan geser selimut bored pile pasiran (Reese dan Wright, 1977)

Nilai f juga dapat dihitung dengan formula:

f = K0 . σv .tan φ (2.28) Dimana K0 = koefisien tekanan tanah (K0 = 1 – sin φ ).

σv’ = tegangan vertikal efektif tanah (Ton/m2).

σv’ = γ . L’.

L’ = 15 D.

D = diameter (m). δ = 0,8 . φ.

2.3.4 Berdasarkan data hasil Uji Laboratorium

Berdasarkan hasil pemeriksaan tanah melaui hasil uji laboratorium melalui beberapa percobaan akan didapatkan nilai berat isi tanah (γ), nilai kohesif tanah (c)

serta nilai sudut geser tanah (φ). Perkiraan kapasitas daya dukung pondasi bored pile

pada tanah pasir dan silt didasarkan pada data parameter kuat geser tanah, ditentukan dengan perumusan sebagai berikut:

a. Daya dukung ujung pondasi bored pile (end bearing)

Untuk tanah Kohesif:

Qp = Ap x Cu x Nc* (2.29)

(29)

Ap = luas penampang pondasi tiang bor (m2).

Cu = kohesi tanah, (Ton/m2).

Nc* = faktor daya dukung tanah, untuk pondasi bore pile nilai Nc* = 9 (Whitaker and Cooke, 1966).

Untuk tanah non Kohesif:

Qp = Ap x q’ x (Nq* - 1) (2.30) Dimana Qp = tahanan ujung per satuan luas (Ton).

Ap = luas penampang bore pile (m2).

q' = tekanan vertikal efektif (Ton/m2).

Nq* = faktor daya dukung tanah. Vesic (1967) mengusulkan pada korelasi antara φ dan Nq* seperti pada Gambar 2.17 ini.

Gambar 2.17 Faktor Nq* (Vesic, 1967)

b. Daya dukung selimut bored pile (skin friction)

Qs = fi . Li. p (2.31) Dimana Qs = daya dukung ultimit selimut tiang (ton).

fi = tahanan suatu skin friction (Ton/m2). Li = panjang lapisan tanah (m).

(30)

Untuk tanah Kohesif:

fi = α x Cu (2.32) Dimana α = faktor adhesi 0,55 (Reese & Wright, 1977).

Cu = kohesi tanah (Ton/m2). Untuk tanah non Kohesif:

(2.33)

Dimana K0 = koefisien tekanan tanah (K0 = 1 – sin φ ).

σv’ = tegangan vertikal efektif tanah (Ton/m2).

σv’ = γ . L’. L’ = 15 D. D = diameter. δ = 0,8 . φ.

2.3.5 Berdasarkan Kekuatan Bahan

Selain berdasarkan hasil pengujian tanah (soil investigation) yang telah dibahas sebelumnya, maka kapasitas daya dukung dapat juga diketahui berdasarkan kekuatan dari bahan tiang yang dipergunakan. Adapun kapasitas daya dukung berdasarkan kekuatan bahan tiang dapat diperoleh dari persamaan berikut ini:

PTiang =

σ

b * ATiang (2.34)

Dimana:

PTiang = Daya dukung tiang yang diijinkan (kN).

σb = Tegangan tekan beton yang diijinkan

(kN/m2).

(31)

2.4 Uji Beban Statik (Loading Test)

2.5.1 Pengertian Loading Test

Loading test biasa disebut juga dengan uji pembebanan statik. Cara yang paling

dapat diandalkan untuk menguji daya dukung pondasi tiang adalah dengan uji pembebanan statik. Interpretasi dari hasil benda uji pembebanan statik merupakan bagian yang cukup penting untuk mengetahui respon tiang pada selimut dan ujungnya serta besarnya daya dukung ultimitnya. Berbagai metode interpretasi perlu mendapat perhatian dalam hal nilai daya dukung ultimit yang diperoleh karena setiap metode dapat memberikan hasil yang berbeda.

(32)

Sesudah tiang uji dipersiapkan (dipancang atau dicor), perlu ditunggu terlebih

dahulu selama 28 hari sebelum tiang dapat diuji. Hal ini penting untuk memungkinkan tanah yang telah terganggu kembali keadaan semula, dan tekanan air pori akses yang terjadi akibat pemancangan tiang telah terdisipasi. Pada proyek Medan Focal Point yang digunakan pada penelitian tesis ini, jumlah titik tiang bor yang digunakan di lapangan sejumlah 319 tiang namun tiang yang melakukan loading test hanya 2 tiang, yaitu 0,94% dari jumlah titik yang di loading test dari jumlah titik tiang bor yang dilakukan di lapangan. Kriteria umum lain yang harus dipenuhi dari hasil load test ini adalah struktur tidak boleh memperlihatkan tanda-tanda keruntuhan seperti terbentuknya retak-retak yang berlebihan atau menjadi lendutan yang melebihi persyaratan keamanan yang telah ditetapkan dalam peraturan-peraturan bangunan.

2.4.2 Jenis Loading Test

Ada dua jenis loading test, yaitu:

a. Static load test: compression, tension dan lateral. b. Dynamic load test: Pile Driving Analysis.

Pile load test biasanya dilakukan dengan dua alternatif yaitu:

a. Test/unused pile, failure test (dilakukan hingga mengalami keruntuhan). b. Test on a working pile (used pile), 200% design capacity.

Tiang yang telah diuji dipilih di lokasi yang terdekat dengan penyelidikan tanah, hasil dari pengujian beban ini berupa:

(33)

Pada proyek Medan Focal Point menggunakan static load test Compression.

2.4.3 Tujuan Compressive Loading Test

Tujuan dilakukan percobaan pembebanan vertikal (compressive loading test) terhadap pondasi tiang adalah sebagai berikut:

- Untuk mengetahui hubungan antara beban dan penurunan pondasi akibat beban rencana.

- Untuk menguji bawah pondasi bored pile yang dilaksanakan mampu

mendukung beban rencana dan membuktikan bahwa dalam pelaksanaan tidak terjadi kegagalan.

- Untuk menentukan daya dukung ultimate nyata (real ultimate bearing capacity) sebagai kontrol dari hasil perhitungan berdasarkan formula statis maupun dinamis.

- Untuk mengetahui kemampuan elastisitas dari tanah, mutu beton dan mutu besi beton (Hardyatmo,2010).

- Untuk meninjau tanah ada atau tidak kepipihan tanah di lapangan.

2.4.4 Hal yang harus diperhatikan dalam percobaan Pembebanan Vertikal

(Compressive Loading Test)

Beberapa hal yang harus diperhatikan pada waktu pelaksanaan percobaan pembebanan vertikal (compressive loading test) adalah sebagai berikut:

(34)

tiang sudah dapat dites.

b. Untuk tiang-tiang beton “cast in place” tentu saja percobaan dapat dilakukan setelah beton mengeras (28 hari) disamping mungkin ada persyaratan lainnya.

c. Untuk tiang-tiang yang dipancang (pre cast) ada beberapa pendapat mengenai kapan tiang dapat dites. Menurut Terzaghi, tiang-tiang yang diletakkan diatas lapisan yang permeable (misal: pasir), maka percobaan sudah dapat dilakukan 3 (tiga) hari adalah pemancangan, pada tiang-tiang yang dimasukkan dalam lapisan lempung, maka percobaan ini hendaknya dilakukan setelah pemancangan berumur 1 (satu) bulan.

d. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah berapa panjang tiang menonjol diatas tanah, pada prinsipnya penonjolan ini harus sependek mungkin untuk menghindari kemungkinan terjadinya tekuk, untuk loading test yang dilakukan didarat, maka sebanyak tinggi bagian yang menonjol ini tidak boleh lebih dari 1 m, sedangkan loading test yang dilakukan ditengah sungai, dimana air cukup dalam, maka tiang dapat saja menonjol beberapa meter diatas dasar sungai (muka tanah) tetapi dengan catatan harus ada kontrol terhadap kemudian terjadinya tekuk.

e. Untuk loading test yang dilakukan dengan menggunakan tiang-tiang anker tertentu, untuk menjaga kemungkinan tercabutnya tiang angker tersebut terutama tiang-tiang lekat.

(35)

matahari, karena jika jack ini diletakkan pada tempat yang panas, maka

plie jack tersebut memuai yang mana akan mengakibatkan tidak konstannya atau bertambah besar beban.

2.4.5 Metode Percobaan Pembebanan Vertikal (Compressive Loading Test)

dengan Pembebanan Langsung

Percobaan pembebanan pondasi tiang dilaksanakan berdasarkan standar pembebanan (loading) American Standard for Testing Material (ASTM D. 1143-81), metode pelaksanaan percobaan pembebanan vertikal yang akan dilaksanakan adalah metode pembebanan langsung (kentledge system) yaitu dengan menggunakan beban di atas pondasi tiang yang disusun sedemikian rupa dengan total berat yang lebih besar dari beban tes yang direncanakan. Dan pergerakan tiang dapat diukur dengan menggunakan satu set dial gauges yang terpasang pada kepala tiang dapat dilihat pada Gambar 2.18.

Volume balok beton = 0,4232 m3. Berat 1 bh balok beton = 1,036 Kg.

Total berat balok beton = 1,036 Kg x 850 bh = 880,60 Ton. 6

6

(36)

Gambar 2.18 Metode pembebanan langsung (Kentledge System)

Toleransi pembacaan antara satu dial gauge lainnya adalah 1 mm. Skematis metode pembebanan langsung (kentledge system). Beban yang digunakan sebagai beban adalah balok beton ukuran 60 cm x 60 cm x 120 cm sebanyak 850 buah dengan 880,6 ton. Bentuk susunan balok yang terdapat di proyek Medan Focal Point dapat dilihat pada Gambar 2.19.

(37)

Balok beton disusun diatas sebuah platform yang terbuat dari susunan profil

baja yang terdiri dari:

1. Main Beam: WF 800 x 300 x 18 x 50 panjang 6 m sebanyak 2 batang yang

disatukan dengan pengelasan.

Total berat main beam ini = 4 btg x 6 m’ x 0,2168 Ton/m’ = 5,2032 Ton. 2. Sub Beam: WF 700 x 300 x 18 x 34 panjang 8 m sebanyak 11 batang =

254 x 11 x 8 = 22,352 Ton.

Total berat beam = 5,2032 + 22,352 = 27,5552 Ton.

Beban test diberikan dari hydraulick jack, dimana besar beban ini dapat dikontrol pada manometer (pressure gauge) yang dipasang pada pompa (hydraulic pump). Pompa ini berfungsi memberikan tekanan (press) kepada hydraulic jack.

Gambar 2.20 Susunan main beam dan sub beam dari platform (Data Proyek Medan Focal Point, 2010)

Hydraulic Jack ditumpukan pada 2 buah pelat tebal-tebal 10 cm, yang diatas

(38)

tegangan yang akan terjadi akibat beban yang diberikan oleh hydraulic jack dapat

dilihat pada Gambar 2.20. Penurunan (settelement) pondasi tiang yang diuji dikur dengan 4 dial gauge yang dipasang secara diagonal dan jarum dial gauge dihubungkan dengan magnetic stand dimana magnetic stand diletakkan diatas plat 50 mm atau 100 mm dari kepala tiang. Jarum dial gaugae ditumpukan pada reference beam yang dibuat dari profil baja L 50 “x” 50 “x” 50 mm yang dipasang/disupport ke tanah secara kaku dan bebas getaran-getaran. (Data Proyek Medan Focal Point, 2010).

2.4.6 Prosedure dan Schedule Pembebanan Vertikal (Compressive Loading)

Para praktisi dan peneliti sudah menggunakan banyak metode pengujian beban tiang seperti dilaporkan dalam berbagai publikasi. Pengujian beban yang umum dilakukan ada 4 (empat) metode pengujian yang diidentifikasi sebagai metode pengujian beban yaitu:

a. Slow Maintened Test Load Method (SM Test)

Metode ini sebagaimana direkomendasikan oleh ASTM D1143-81 terdiri dari beberapa langkah sebagai berikut:

1. Beban tiang dalam delapan tahapan yang sama (yaitu: 25%, 50%, 75%, 100%, 125%, 150% 175% dan 200%).

2. Setiap penambahan beban harus mempertahankan laju penurunan harus lebih kecil 0,01 in/jam (0,25 mm/jam).

3. Mempertahankan 200% beban selama 24 jam.

(39)

pengurangan.

5. Setelah beban diberikan dan dilepas keatas, bebani tiang kembali untuk pengujian beban dengan penambahan 50% dari beban desain, menyediakan waktu 20 menit untuk penambahan beban.

6. Kemudian tambahkan beban dengan penambahan 10% beban desain, hingga tiang mengalami keruntuhan. Jarak pada pertambahan beban ini adalah sebesar 20 menit.

Beban runtuh (ultimate) suatu tiang didefenisikan sebagai beban pada saat tiang tersebut amblas atau penurunan terjadi dengan cepat dibawah tekanan beban. Defenisi keruntuhan lain menganggap bahwa batas penurunan dapat berubah-ubah, misalnya pada saat tiang dianggap sudah runtuh ketika bergerak 10 % dari diameter ujung atau penurunan kotor 1,5 inch (38 mm) dan penurunan bersih atau batasan penurunan yang diijinkan oleh ASTM dalam seluruh tahapan pembebanan yaitu sebesar 1 inch (25,4 mm) terjadi dibawah beban rencana.(American Standart Test Method, 2010).

b. Quick Maintened Load Test Method (QM Test)

Metode ini sebagaimana direkomendasikan oleh Departemen Perhubungan Amerika Serikat, Pengelola Jalan Raya dan ASTM D1143-81 terdiri dari beberapa langkah sebagai berikut:

1. Bebani tiang dalam penambahan 20 kali hingga 300 % dari beban desain (masing masing tambahan adalah 15 % dari beban desain).

2. Pertahankan setiap beban selama 5 menit dengan bacaan diambil setiap 2,5 menit.

(40)

mempertahankan beban uji atau uji telah dicapai.

4. Setelah interval 5 menit, lepaskan atau hilangkan beban penuh dari tiang dalam empat pengurangan dengan jarak diantara pengurangan 5 menit. Metode ini lebih cepat dan ekonomis. Waktu uji dengan metode ini adalah 3-5 jam. Metode ini lebih mendekati suatu kondisi, namun metode ini tidak dapat digunakan untuk estimasi penurunan karena metode cepat. (American Standart Test Method, 2010).

c. Constant Rate of Penetration Test Method (CRP Test)

Metode ini terdiri dari beberapa langkah utama yaitu:

1. Kepala tiang didorong unutuk penurunan 0,05 in/menit (1,25 mm/menit). 2. Gaya yang dibutuhkan untuk mencapai penetrasi akan dicatat.

3. Uji dilakukan dengan total penetrasi 2-3 in ( 50-75 mm).

Keuntungan utama dari metode ini adalah lebih cepat (2-3) jam dan ekonomis (American Standart Test Method, 2010).

d. Prosedur Pembebanan Standar ( SML ) Siklik

Prosedur pembebanan standar (SML) terdiri dari beberapa langkah sebagai berikut:

1. Beban tiang dalam delapan tahapan yang sama (yaitu (25%, 50%, 75%, 100%, 125%, 150% 175% dan 200%).

2. Pertambahan beban dilakukan jika kecepatan penurunan yang terjadi tidak lebih besar dari 0,01 in/hour atau 0,25 mm/jam tetapi tidak lebih lama dari 2 jam.

(41)

diangkat kembali (unloading) setelah 12 jam didiamkan jika penurunan

yang terjadi pada 1 jam terakhir tidak lebih besar daripada 0,01 inchi (0,25 mm). Jika penurunan yang terjadi masih lebih besar daripada 0,01 inchi (0,25 mm) maka biarkan beban selama 24 jam.

4. Jika waktu yang dimaksudkan di atas telah tercapai, maka kurangi beban dengan tahapan pengurangan sebesar 50% dari beban perencanaan atau 25% dari beban total pengujian untuk setiap 1 jam.

5. Jika tiang mengalami keruntuhan maka pemompaan hydraulic jack

dilanjutkan hingga penurunan yang terjadi adalah sama dengan 15% dari diameter.

6. Prosedur pembeban pondasi tiang dengan standar pembebanan (loading) di dasarkan pada American Standard for Testing Material, “Standard Method Of Testing piles Under Axial Compressive Load”.

Percobaan pembebanan vertikal (compressive loading test) dengan 4 cycle sebagai berikut:

Cycle I : 0% - 25% - 50% - 25% - 0%.

Cycle II : 0% - 50% - 75% - 100% - 75% - 50% - 0%.

Cycle III : 0% -50% - 75% - 100% - 125% - 150% -125% - 100% -50% - 0%. Cycle IV : 0% - 50% - 75% - 100% - 150% - 175% - 200% - 175% - 150% -

100% - 75% - 50% - 0%.

2.4.7 Prosedur Pengukuran Penurunan Tiang

(42)

pada posisi kepala tiang. Pembacaan dapat dilakukan pada lempeng pengujian berikut:

1. Lakukan pembacaan sesuai dengan interval waktu terhadap beban dan penurunan yang terjadi.

2. Selama pembacaan pastikan tiang tidak runtuh, lakukan pembacaan tambahan dan catat hasil pembacaan pada interval tidak lebih 10 menit selama setengah jam atau 20 menit sesudah tiap penambahan beban.

3. Sesudah beban penuh sesuai rencana, pastikan tiang belum runtuh lakukan pembacaan pada interval tidak lebih 20 menit pada 2 jam pertama, tidak lebih 1 jam untuk 10 jam berikutnya dan tidak lebih 2 jam untuk 12 jam berikutnya.

4. Jika tidak terjadi keruntuhan tiang, segera lakukan pembacaan sebelum beban pertama dikurangi. Selama pengurangan beban dilakukan, pembacaan dilaksanakan dan catat dengan interval tidak lebih 20 menit. 5. Lakukan pembacaan akhir 12 sesudah beban dipindahkan.

6. Besar beban (ton), lama pembebanan dan besar penurunan dimuat dalam tabel jadwal loading test. (American Standart Test Method, 2010).

2.4.8 Peralatan Pengujian

a. Dongkrak (hydraulic jack)

- Merek : Enerpac - Model : CLR - 2006 - Kapasitas : 200 Ton - Diameter Ram : 7 ¼ inchi - Berat : 201 Lb - Unit : 1 (satu)

(43)

Gambar 2.21 Hydraulic Jack (Data Proyek Medan Focal Point, 2010)

b. Pressure Gauge (Manometer) - Merek : Enerpac. - Type/No. Seri : GP – 105. - Kapasitas/div : 10000/100 Psi. - Unit : 1 (satu).

Pressure Gauge/Manometer berfungsi pengontrol besar beban yang dikontrol

pada manometer (pressure gauge) yang dipasang pada pompa (Hydraulic Pump). c. Hand Pump

1. Merek : Enerpac. 2. Type/No. Seri : P – 464. 3. Kapasitas /div : 10000 Psi. 4. Unit : 1 (satu).

Hand Pump berfungsi memberikan tekanan (press) kepada Hydraulic Jack.

d. Dial Gaug/Dial Indicator

(44)

3. Kapasitas/div : 0.01 mm-50 mm.

4. Unit : 1 (satu). 5. Ketelitian : 0.001 mm.

Dial Gauge/Dial Indicator berfungsi sebagai pembacaan hasil penurunan tiang bor, dipasang secara diagonal. Jarum Dial Gaugae ditumpukan pada Reference Beam yang dibuat dari profil baja L 50 “x” 50 “x” 50 mm yang dipasang/disupport ke tanah

secara kaku dan bebas getaran-getaran. Dial Gage harus memiliki graduasi minimum kurang dari atau sama dengan 1% dari beban maksimum yang diberikan dan harus sesuai dengan Standar, seperti pada Gambar 2.22.

Gambar 2.22 Dial Gauge (Proyek Medan Focal Point, 2010)

e. Magnetic Stand

(45)

Magnetic Stand berfungsi sebagai penghubung yang dihubungkan dengan

jarum dial gauge dimana magnetic stand diletakkan di atas plat 50 mm atau 100 mm dari kepala tiang.

2.4.9 Perbandingan Standart Operation Prosedure ASTM D-1143 (1981) dengan

ASTM D-1143 (2007)

Di dalam kedua ASTM ini terdapat perbedaan-perbedaan yang sangat mencolok, yang dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Perbandingan Standart Operation Prosedur ASTM D-1143 (1981) dengan ASTM D-1143 (2007)

ASTM D-1143 (1981) ASTM D-1143 (2007)

1. Prosedur Loading Test

a. Standart loading procedur

- Loading in excess of standart test load settlement equals 15% of the pile diameter

(46)

2.5 Interpretation Method

2.5.1 Dengan Metoda Davisson (1973)

Jika Kurva beban penurunan telah diperoleh dari uji beban tiang, dengan metode Davisson dapat diestimasi besarnya beban ultimit tiang. Pada jenis tanah lempung lunak, beban yang menyebabkan keruntuhan tiang terjadi pada beban yang konstan dengan penurunan yang berlebihan. Akan tetapi, bila tiang pada pasir tanah tanah campuran atau lempung kaku, penentuan titik keruntuhan tiang pada kurva beban–penurunan menjadi agak sulit (Hardiyatmo, 2010). Penentuan Qu dengan metode Davisson dapat dilihat pada Gambar 2.23.

Davisson (1973) mengusulkan cara yang telah banyak dipakai saat ini. Cara ini didefinisikan kapasitas dukung utimit tiang pada penurunan tiang sebesar:

Gambar 2.23 Penentuan Qu dengan metode Davisson, (Hardiyatmo, 2010)

(2.35)

Dimana, d = Diameter/lebar tiang (mm). dr = 1 ft = 300 mm.

(47)

Metoda Chin didasari anggapan bahwa bentuk grafik hubungan beban vs penurunan adalah hyperbola. Meskipun uji beban belum dilakukan sampai batas beban kegagalan, namum kegagalan dapat diperkirakan. Grafik hubungan pembebanan vs penurunan digambarkan dengan bentuk S/Qva sebagai sumbu tegak dan Δ sebagai sumbu datar. Beban ultimit yang diperoleh dari metode ini harus dibagi dengan faktor koreksi yang besarnya berkisar antara 1.0 - 1.4.

Adapun prosedur untuk menghitung metoda Davisson adalah sebagai berikut: 1. Gambar kurva S/Qva terhadap S, dimana S adalah besar penurunan dan Qva

adalah besar beban yang dipasang.

2. Langkah selanjutnya cari persamaan garis lurus yang merupakan regresi dari kurva tersebut.

3. Persamaan umum dari regresi kurva tersebut adalah:

(48)

2.5.3 Dengan Metode Mazurkiewicz (1972)

Metode ini diasumsikan bahwa dengan kapasitas tahanan terbesar (ultimate) akan didapatkan dari beban yang berpotongan, diantaranya beban yang searah sumbu tiang untuk dihubungkan beban dengan titik-titik dari posisi garis terhadap sudut 45° pada beban sumbu yang berbatasan dengan beban (Prakash and Sharma, 1990).

Prosedur untuk menentukan beban ultimate menggunakan metode ini adalah sebagai berikut:

1. Plot kurva beban–penurunan.

2. Pilih sejumlah penurunan dan gambarkan garis verikal yang memotong kurva. Kemudian gambar garis horizontal dari titik perpotongan ini pada kurva sampai memotong sumbu beban.

3. Dari perpotongan masing-masing kurva, gambar garis 45° sampai memotong garis beban selanjutnya.

4. Perpotongan ini jatuh kira-kira pada garis lurus. Titik yang didapat oleh perpotongan dari perpanjangan garis ini pada sumbu vertikal (beban) adalah beban ultimate.

(49)

Gambar 2.24 Grafik hubungan beban dengan penurunan metode Mazurkiewicz

(Prakash. and Sharma, 1990)

2.6 Kapasitas Daya Dukung dan Effisiensi Kelompok Tiang

2.6.1 Kelompok Tiang

Dalam kondisi sebenarnya pondasi tidak pernah didapatkan bahwa tiang pancang akan berdiri sendiri (single pile) pada suatu pondasi konstruksi, tetapi pondasi dalam berfungsi meneruskan beban konstruksi di atasnya akan tetapi selalu dalam bentuk beberapa tiang atau kelompok tiang (pile group), dan untuk mempersatukan beberapa tiang tersebut dalam kelompok tiang akan diberi poer (footing). Dimana dalam perhitungannya poer dianggap (dibuat) kaku sempurna, sehingga:

1. Beban-beban yang bekerja pada kelompok tiang tersebut menimbulkan penurunan maka penurunan yang terjadi akan merata dan setelah penurunan tersebut bidang poer akan tetap merupakan bidang datar.

(50)

3. Pada proyek Medan Focal Point, detail kelompok tiang bor (poer) P-3A

yang menjadi titik peninjauan tesis ini dapat dilihat sesuai Gambar 2.25.

Gambar 2.25 Detail pondasi kelompok tiang (pier) BP-108

2.6.2 Kapasitas Daya Dukung Kelompok Tiang

(51)

n = Jumlah tiang dalam kelompok

Qa = Beban maksimun tiang tunggal

2.6.3 Effisiensi Kelompok Tiang

Beberapa persamaan untuk memperoleh nilai effisiensi tiang telah diusulkan dalam menghitung besar kapasitas kelompok tiang, namun semuanya hanya bersifat pendekatan. Persamaan-persamaan yang diusulkan berdasarkan dari susunan tiang, dengan mengabaikan panjang tiang, variasi bentuk tiang, variasi sifat tanah pada kedalaman dan pengaruh muka air tanah.

Dalam penulisan penelitian ini, adapun persamaan untuk memperoleh nilai effisiensi tiang yang dipergunakan sesuai dengan yang disarankan oleh Converse-Labare, yaitu sebagai berikut :

Pada sub bab ini, akan dibahas tentang analisis perhitungan penurunan tiang, baik penurunan pada tiang tunggal serta pada kelompok tiang.

2.7.1 Penurunan pada Tiang Tunggal

(52)

relatif kecil. Hal ini disebabkan karena pondasi tiang direncanakan terhadap kuat

dukung ujung dan kuat dukung friksinya atau penjumlahan dari keduanya (Hardiyatmo, 2010).

Perkiraan penurunan tiang tunggal dapat dihitung berdasarkan: a. Untuk tiang apung atau tiang friksi :

... (2.40)

... (2.41)

b. Untuk tiang dukung ujung :

... (2.42)

... (2.43)

Dimana, S = Penurunan untuk tiang tunggal (mm) Q = Beban yang bekerja (ton)

Io = Faktor pengaruh penurunan untuk tiang yang tidak mudah mampat (Gambar 2.26)

Rk = Faktor koreksi kemudah mampatan tiang (Gambar 2.27) Rh = Faktor koreksi untuk ketebalan lapisan yang

terletak pada tanah keras (Gambar 2.28) Rμ = Faktor koreksi angka Poisson μ (Gambar 2.29)

Rb = Faktor koreksi untuk kekakuan lapisan pendukung (Gambar 2.30). h = Kedalaman total lapisan tanah ujung tiang ke muka tanah.

D = Diameter tiang (mm).

(53)

(2.44)

(2.45)

Dimana, K = Faktor kekakuan tiang.

Ep = Modulus elastisitas dari bahan tiang (Mpa). Es = Modulus elastisitas tanah disekitar tiang (Mpa).

Gambar 2.26 Faktor penurunan Io Gambar 2.27 Koreksi kompresi, Rk

(Poulus and Davis,1968) (Poulus and Davis,1968)

2.7.2 Penurunan pada Kelompok Tiang

(54)

Gambar 2.28 Koreksi kedalaman, Rh Gambar 2.29 Koreksi angka poison, Rµ

(Poulus and Davis, 1968) (Poulus and Davis, 1968)

Gambar 2.30 Koreksi kekakuan lapisan pendukung, Rb (Poulus and Davis, 1968)

Beberapa metode yang dapat dipergunakan untuk menghitung penurunan kelompok tiang adalah:

a. Metode Vesic (1977)

(55)

beragam. Sehingga untuk memberikan hasil hubungan yang paling sederhana

untuk memperoleh besar penurunan kelompok tiang, Vesic memberikan sebagai berikut:

b. Metode Berdasarkan hasil N-SPT

Selain metode di atas, Meyerhoff’s mengembangkan beberapa metode empiris untuk menentukan penurunan pada kelompok tiang yaitu dengan berdasarkan nilai SPT atau CPT. Menurut Meyerhoff’s adalah bahwa hasil yang diperoleh berdasarkan observasi yang dilakukan dari kedua metode dengan nilai masing-masing di atas besar penurunan yang didapat tidak lebih dari 0.3 in (8mm).

(56)

Dimana : Sg = penurunan kelompok tiang (m)

Br = lebar yang disyaratkan = 1 ft = 0.3 m

qe = tekanan pada dasar pondasi = P/Lg.Bg (kg/m2)

σr = tegangan tanah = 2000 lb/ft2 = 100 kPa = 10000 kg/m2 Bg = lebar kelompok tiang (m)

N = N-SPT pada kedalaman zi sampai zi + Bg Zi = kedalaman 2/3 L di bawah tiang

2.7.3 Penurunan Tiang yang Diizinkan (Sizin)

Dari hasil perhitungan besar penurunan total (Stotal) di atas, baik terhadap tiang

tunggal dan kelompok tiang yang diperoleh maka akan dibandingkan terhadap besar penurunan tiang yang diizinkan (Sizin). Dimana harus diperoleh bahwa penurunan total

tiang (Stotal) tidak boleh melebihi dari besar penurunan tiang yang diizinkan (Sizin).

(Stotal) ≤ (Sizin)

Dengan besar penurunan izin (Sizin) berdasarkan ASTM D1143/81adalah :

(Sizin) = 25.40 mm ………... (2.49)

2.8 Daya Dukung Pondasi Tiang akibat Beban Lateral

(57)

Tiang pendek (short pile) jika D/B < 20, dan tiang panjang (long pile) jika D/B

20, D = kedalaman, B = diameter tiang.

Keuntungan metoda Broms adalah:

a. Dapat digunakan pada tiang panjang maupun tiang pendek.

b. Dapat digunakan pada kondisi kepala tiang terjepit maupun bebas. Kerugian metoda Broms adalah:

a. Hanya berlaku untuk lapisan tanah yang homogen, yaitu tanah lempung

saja atau tanah pasir saja.

b. Tidak dapat digunakan pada tanah berlapis. Broms membedakan antara tiang pendek dan panjang serta membedakan posisi kepala tiang bebas dan terjepit.

2.8.1 Daya Dukung Tiang Pendek Kepala Tiang Bebas (Free Head)

Untuk tiang pendek, pola keruntuhan yang mungkin terjadi dan distribusi dari tahanan ultimit tanah ditunjukkan oleh Gambar 2.31.

(58)

Pada tanah butir kasar atau pasiran, titik rotasi diasumsikan berada di dekat

ujung tiang, sehingga tegangan yang cukup besar yang bekerja di dekat ujung (Gambar 2.32 dan 2.33) dapat diganti dengan sebuah gaya terpusat. Dengan mengambil momen terhadap kaki tiang diperoleh:

Momen maksimum diperoleh pada kedalaman xo, dimana:

Hubungan di atas dapat dinyatakan dengan gambar yang menggunakan suku tak berdimensi L/D terhadap seperti terlihat pada Gambar 2.33 dan 2.34.

(59)

Pada tanah lempung, momen maksimum diberikan untuk dua rentang kedalaman, yaitu:

Mmax = Hu (e + 1.5B + 0.5xo) untuk 1.5B + xo (2.52) Mmax = 2.25 . B . cu . (L – xo)2 untuk L – xo (2.53)

Harga xo dinyatakan sebagai berikut:

9 cu B 0

⋅ ⋅

= Hu

x

(2.54)

Solusi perhitungan diberikan pada Gambar. 2.34 dan Gambar 2.35 dimana dengan mengetahui rasio L/B dan e/B maka akan diperoleh nilai Hu/ (cu.B2), sehingga Hu dapat dihitung.

2.8.2 Daya Dukung Tiang Pendek Kepala Tiang Terjepit (Fixed Head)

Mekanisme keruntuhan yang mungkin terjadi dan distribusi dari tahanan tanah dapat dilihat pada Gambar 2.36 (a dan b).

Gambar. 2.35 Kapasitas lateral ultimit untuk tiang pendek pada tanah

lempung (Broms,1964) Gambar. 2.34 Kapasitas lateral ultimit

(60)

Pada tanah pasir maka kapasitas lateral dan momen maksimum dinyatakan

sebagai berikut:

Hu = 1.5x γ1 x L2 x B x Kp (2.55)

Mmax = γ1 x L3 x B x Kp

(2.56)

Gambar 2.37 Reaksi tanah dan momen lentur tiang pendek – kepala tiang terjepit pada tanah lempung (Broms, 1964)

Untuk tanah lempung, kapasitas lateral dan momen maksimum adalah sebagai berikut:

Gambar 2.36.a Pola keruntuhan tiang pendek – kepala tiang terjepit

(Broms, 1964)

Gambar 2.36.b Reaksi tanah dan momen lentur tiang pendek – kepala tiang terjepit pada

(61)

Hu = 9 “x” cu “x” B “x” (L-15D) (2.57)

Mmax = 4.5 “x” cu “x” B “x” (L2 – 2.25 D2) (2.58)

Seperti halnya pada kondisi kepala tiang bebas, maka untuk kondisi kepala tiang terjepit, solusi grafis juga diberikan berupa gambar dengan suku tak berdimensi. L/B sebagaimana terlihat pada Gambar 2.37.

2.8.3 Daya Dukung Tiang Panjang Kepala Tiang Bebas (Free Head)

Mekanisme keruntuhan yang mungkin terjadi dan distribusi dari tahanan tanah dapat dilihat pada Gambar 2.38.

Gambar. 2.38 Perlawanan tanah dan momen lentur tiang panjang – kepala tiang bebas

(Broms, 1964)

(62)

Dimana Mu adalah momen kapasitas ultimit dari penampang tiang. Nilai Hu

dapat dihitung dengan menggunakan chart hubungan antara nilai 1 3 p

Untuk tanah lempung maka digunakan persamaan seperti pada tiang pendek yaitu :

Gambar. 2.38.b maka harga Hu dapat diperoleh.

2.8.4 Daya Dukung Tiang Panjang Kepala Tiang Terjepit (Fixed Head)

Mekanisme keruntuhan yang mungkin terjadi dan distribusi dari tahanan tanah dapat dilihat pada Gambar 2.39.

Momen maksimum dan gaya ultimit lateral dapat dihitung menggunakan persamaan :

(63)

Gambar. 2.40Perlawanan tanah dan momen lenturtiang panjang – kepala tiang terjepit

(Broms, 1964)

Dimana untuk tanah pasir dapat digunakan persamaan :

(

)

Sedangkan untuk tanah lempung dapat digunakan persamaan :

(64)

Untuk perhitungan kapasitas lateral ultimit, maka untuk kondisi kepala tiang terjepit, Gambar 2.40.a dapat digunakan untuk tanah pasir, sedangkan untuk tanah lempung digunakan Gambar 2.40.b.

2.9 Metode Element Hingga (FEM)

Metode Elemen Hingga (FEM) berawal daripada kebutuhan untuk menyelesaikan permasalahan kompleks di bidang Teknik Sipil dan Teknik Aeronautika terutama pada permasalahan elastisitas dan analisa struktur. Perkembangan FEM diawali atas jerih payah Alexander Hrennikoff (1941) dan Richard Courant (1942). Pendekatan yang dilakukan oleh para pioner ini benar-benar berbeda, namun mereka mempopulerkan satu nilai yang esensial, yaitu: Diskritisasi Jaringan/ pembagian jaringan pada sebuah bidang pengaruh (domain) yang menerus menjadi kumpulan sub-domain yang berbeda.

Pada kelanjutannya FEM digunakan pula pada bidang aplikasi matematika untuk bidang modeling numerik pada sistem fisik (physical system) untuk berbagai bidang engineering, seperti pada elektro magnetik dan mekanika fluida.

(65)

lebih mudah peninjauannya dibandingkan dengan secara keseluruhan. Sifat distribusi

akibat yang ditimbulkan (deformasi) dalam suatu benda tergantung pada karakteristik sistem gaya yang bekerja dan benda itu sendiri.

FEM untuk geoteknik berbeda dengan yang lainnya pada program tertentu jenis elemennya dipisahkan antara elemen linier untuk respon tekanan air pori dan kwadratik untuk respon tegangan-regangan pada butiran tanah dan ada juga yang menyamakannya. Permasalahan geoteknik sering berhadapan dengan dua jenis material yang berbeda jauh kekakuannya, seperti pondasi tiang pancang, material yang dianalisa terdiri dari tiang yang terbuat dari beton dan tanah.

Pada tembok penahan tanah terdiri dari tembok (pasangan batu ataupun beton) dan tanah. Pada pondasi dangkal terdiri dari beton dan tanah. Pada kasus timbunan yang menggunakan geotextile terdiri dari geotextile dan tanah. Kasus penimbunan gorong-gorong, sheet pile juga terdiri dari dua material yang berbeda. Pada kondisi seperti ini dibutuhkan elemen interface (elemen antara). Kalau tidak menggunakan elemen antara maka akan terjadi slip antara struktur (elemen dengan kekakuan yang besar) dengan tanah (elemen dengan kekakuan yang kecil) yang menghasilkan bentuk deformasi yang tidak sama antara struktur dan tanah.

(66)

2.11 Program (software) Plaxis yang merupakan Metode Elemen Hingga

Plaxis adalah merupakan program metode elemen hingga (finite element program) untuk aplikasi Geoteknik dengan mempergunakan pemodelan tanah

digunakan untuk mensimulasikan prilaku tanah dari hasil interpretasi pengujian tanah. Sebelum melakukan perhitungan dengan program elemen hingga ini terlebih dahulu harus dipahami teori tentang pemodelan tanah yang akan dipilih, kesalahan dalam pemilihan model tanah dapat mengakibatkan kekeliruan terhadap hasil perhitungan yang diperoleh.

Program Plaxis memiliki 7 model tanah, yaitu : model linier elastic, mohr-coulomb, advanced mohr-mohr-coulomb, soft soil (Cap), jointed rock, soft soil creep use-difined soil, dan modified cam-clay.

perhitungan korelasi beban vertikal batas (ultimate) dengan displacement yang terjadi pada suatu tiang bor beton dengan metode elemen hingga model tanah yang digunakan adalah model Mohr Coulomb dengan analisis secara Axisymetric. Hasil permodelan elemen hingga dengan program Plaxis dibandingkan dengan pengujian lapangan (loading test).

2.9.2 Model Mohr Coulomb

Model Mohr Coulomb mengasumsikan prilaku tanah bersifat plastis sempurna dengan menetapkan suatu nilai tegangan batas dimana pada titik tersebut tegangan tidak lagi dipengarui oleh regangan. Untuk input parameter tanah pada model Mohr Coulomb meliputi 5 buah parameter yaitu : modulus young (Es), poison rasio (ν), kohesi (c), sudut geser dalam (Ø), dan sudut dilatansi (Ψ).

(67)

perhitungan dengan metode keseimbangan batas dan input pada program komputer

(program Plaxis) harus dipahami. Kesalahan dalam penentuan parameter tanah akan memberikan hasil yang keliru, sehingga hasil yang didapat tidak mencerminkan respon yang sesungguhnya. Parameter tanah yang diperlukan disesuaikan dengan model yang dipilih, model linier elastic, mohr-coulomb, advanced mohr-coulomb, soft soil (Cap), jointed rock, soft soil creep use-difined soil, dan modified cam-clay. Masing-masing

model memerlukan parameter tanah tersendiri, meskipun ada beberapa data tanah yang bersesuaian. Parameter tanah ini didapat dari hasil interpretasi pengujian di lapangan berupa data N-SPT dan sebagian parameter diasumsikan berdasarkan buku referensi. Pada penelitian ini pemodelan pada program Plaxis model tanah adalah.

Parameter yang digunakan dalam model Mohr Coulomb adalah : a. Modulus Elastisitas (Elastic Modulus)

Di laboratorium, modulus elastisitas (E) didapat dari hasil hubungan tegangan-regangan pengujian Triaxial Test. Sudut kemiringan awal E0 yang dibentuk didefinisikan sebagai modulus elastisitas yang juga disebut Young’s modulus, sedangkan E50 didefinisikan sebagai Secant Modulus pada kekuatan 50%. Untuk tanah lempung over konsolidasi dan beberapa jenis batuan dengan rentang linier elastis yang besar, digunakan E0. Sedangkan untuk material pasir dan lempung normal konsolidasi lebih tepat menggunakan E50. Untuk lebih jelasnya dapat

(68)

Gambar 2.41 Definisi Eo dan E50 (Plaxis versi 8.2)

b. Poison Ratio (v)

Poisson’s ratio adalah harga perbandingan regangan lateral dengan regangan aksial yang berguna untuk menghubungkan besar modulus elastisitas (E)

dengan modulus geser (G) dengan persamaan E = 2(l-υ)G. Nilai possion’s ratio

berkisar 0,3 sampai dengan 0,5 dan pada program Plaxis disarankan 0,35.

c. Sudut Geser Dalam (Ø) dan Nilai Kohesi (c)

(69)

d. Sudut Dilantancy (Ψ)

Sudut dilatancy (ψ) adalah sudut yang dibentuk bidang horizontal dengan arah pengembangan butiran pada saat butiran menerima tegangan deviatorik.

Gambar 2.42 Lingkaran tegangan Mohr pada saat leleh (yield) (Plaxis versi 8.2)

Tanah lempung normal konsodilasi tidak memiliki sudut dilantasi. Tetapi pada tanah pasir, besar sudut ini tergantung pada kepadatan relatif (Dr) dan

sudut geser dalamnya yang dinyatakan dengan persamaan ψ = φ - 30°.

e. Parameter Permeabilitas Kx Dan Ky

Parameter kx dan ky nilainya dianggap sama untuk setiap lapisan, terhadap arah x maupun terhadap arah y.

2.9.3 Studi Parameter

(70)

konsistensi tanah dengan angka poison, N-SPT dengan Modulus Elastisitas (Es) dan

sebagainya. Semua parameter- parameter tanah undrained harus dikonversi menjadi drained.

Jenis tanah adalah tanah-tanah tidak kohesif (cohesionless soil), tanah-tanah kohesif (cohesive soil) dan tanah-tanah yang mengandung kohesi dan tidak berkohesi (mengandung C dan Ø), misalnya pasir kelempungan yaitu bahan yang hampir seluruhnya terdiri dari pasir, tetapi ada mengandung sejumlah lempung. Pada penelitian ini jenis tanah dikelompokkan menjadi kohesif dan tidak kohesif, yaitu:

c. Gravelly sand dikelompokkan menjadi Sand (tidak kohesif). d. Sandy clay dikelompokkan menjadi Clay (kohesif).

e. Coarse sand dikelompokkan menjadi Sand (tidak kohesif).

f. Silty sand dikelompokkan menjadi Sand (tidak kohesif). g. Tuff sand dikelompokkan menjadi Sand (tidak kohesif).

Adapun Korelasi-korelasi parameter tanah ini sebagai berikut:

1. Hubungan Modulus Elastisitas ( Es) dengan N-SPT

Hubungan Modulus Elastisitas (Es) dengan N-SPT dikorelasikan dengan nilai Es = (1- 3)qc, kemudian Niali Es direduksikan sebesar 0.6 dari nilai Es yang diperoleh.

2. Hubungan Jenis, Konsistensi Tanah dengan Poison’s Ratio (v)

(71)

3. Koefisien Rembesan (K)

Untuk nilai rembesan (K) yaitu untuk Kx dan Ky yang digunakan pada program Elemen Hingga, penulis memperolehnya dari korelasi macam tanah dan koefisien rembesan, seperti dapat dilihat pada masukan Tabel 2.4. Koefisien rembesan ke arah x dan y diasumsikan sama.

2.10 Perkembangan Metode Pengujian Beban Tiang

2.10.1 Jenis-Jenis Pengujian Beban

Dalam perkembangan Pengujian Beban Tiang yang akan menghasilkan kapasitas beban secara langsung (beban bekerja) setelah tiang pancang selesai dilaksanakan, terdapat beberapa metode yang telah berkembang sepanjang 50 sampai 20 tahun terakhir ini. Antara lain pengujian beban tiang yang telah dilaksanakan pada masa saat ini adalah : pengujian beban statis (static loading test), pengujian beban dinamis (dynamic testing), pengujian beban statnamic (statnamic testing), dan pengujian beban secara integriti (integrity testing).

Tabel 2.3 Hubungan jenis, konsistensi dengan poison’s ratio (v) (Das, 2008)

(72)

Tabel 2.4 Korelasi macam tanah dan koefisien rembesan (K) (Wesley, 1977)

Macam Tanah Koefiesien Rembesan ( m/day ) Pasir yang mengandung

lempung atau lanau 10

-2

- 5 x 10-3 Pasir halus 5 x 10-2 – 5 x 10-3 Pasir kelanauan 2 x 10-3 – 2 x 10-4 Lanau 5 x 10-4 – 5 x 10-5

Lempung 10-6 – 10-9

Pada penelitian tesis ini selain pembahasan pengujian beban statis (static loading test) yang telah dibahas pada sub-sub bab di atas, maka selain itu peneliti juga menulis

tentang perkembangan metode pengujian beban statis yang sering dipergunakan pada masa-masa saat ini terutama pada konstruksi dengan beban-beban rencana yang besar serta kondisi tanah clay-shale serta soft clay yaitu dengan metode pengujian beban statis Osterberg Cell (O-cell). Serta pada lokasi kerja yang sangat tidak memungkinkan dilakukan pengujian beban statis konvensional yaitu terutama pada lokasi pembangunan lepas pantai (laut lepas) dan dermaga di tepi pantai.

2.10.2 Pelaksanaan Pengujian Osterberg Cell (O-cell)

Untuk pelaksanaan pengujian Osterberg Cell (O-cell) (Gambar 2.43), pertama disiapkan pada lokasi pekerjaan adalah peralatan utama pengujian O-cell tersebut yaitu terdiri dari : load cell, tell tale, displacement tranducers, dan strain gauge.

Load cell yang berfungsi untuk menghasilkan beban, kemudian tell tale dengan

(73)

utama di atas, pada pelaksanaan O-cell test ini dilengkapi juga dengan pipa untuk

keperluan sonic logging dan grouting pada dasar tiang.

Pada pelaksanaan Osterberg Cell Test (O-cell) ini penggunaan jumlah load cell dapat dengan jumlah satu buah yang letaknya pada posisi bawah tiang disebut load cell bawah dan dapat juga dengan jumlah dua buah yang letaknya pada posisi bawah (load cell bawah) serta pada sisi atas tiang disebut load cell atas. Dengan fungsi pemakaian

load cell bawah adalah untuk mengukur tahanan ujung tiang sedangkan fungsi pemakaian load cell atas adalah untuk mengukur tahanan selimut tiang.

(74)

(a)

(b)

(d) (c)

Gambar 2.43 (a), (b), (c) dan (d) Pelaksanaan Osterberg Cell Test

(Sumber

2.10.3 Hasil Pelaksanaan Pengujian Osterberg Cell Test (O-cell)

Gambar

Gambar 2.4 Skema kurva transfer beban friction
Gambar 2.6 Susunan dan jarak tiang
Gambar 2.8 Install casing sementara dengan vibro hammer
Gambar 2.11 Proses memasukkan steel cage ke bored hole
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut di atas, maka peneliti berkeinginan untuk melakukan penelitian mengenai metode pembelajaran yang dapat

HELMINTHES PARASITIC (PARAMPHISTOMUM SP) INFECTION ON THE SUMATRAN ELEPHANTS IN ELEPHANT TRAINING CENTER WAY KAMBAS NATIONAL PARK LAMPUNG ( Dedi Candra, Diah Esti, Elisabeth Devi,

Sinektik merupakan suatu pendekatan baru yang menarik guna mengembangkan kreativitas, model sinektik biasa digunakan untuk keperluan mengembangkan

Penelitian dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif ini menemukan bahwa (i) tindakan pilihan rasional merupakan tindakan ekonomi yang melandasi rumah tangga pedesaan

kegiatan aktivitas belajar mata pelajaran pkn siswa kelas II mengalami peningkatan dari siklus I hingga siklus II. Berdasarkan hasil perhitungan pada siklus II

Generally, the anther primordium that emerges from the floral meristem consists of three meristematic layers: the first layer forms the epidermis, the third layer forms the

bagian terbesar Karesidenan Banyumas bagian Timur hampir

Alkulturasi Batik Tradisional Jawa dengan Budaya Cina dan Tantangan