STUDI KASUS: JALAN KOLONEL YOS SUDARSO KELURAHAN
PEMATANG PASIR KECAMATAN TELUK NIBUNG
KOTA TANJUNGBALAI
T E S I S
OLEH
MUHAMMAD IKHWAN LUBIS
057020005/AR
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
STUDI KASUS: JALAN KOLONEL YOS SUDARSO KELURAHAN
PEMATANG PASIR KECAMATAN TELUK NIBUNG KOTA
TANJUNGBALAI
T E S I S
Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik Dalam Program Studi Teknik Arsitektur
Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
MUHAMMAD IKHWAN LUBIS
057020005/AR
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
TELUK NIBUNG KOTA TANJUNGBALAI
Nama Mahasiswa : MUHAMMAD IKHWAN LUBIS
Nomor Pokok : 057020005
Program Studi : ARSITEKTUR
Menyetujui Komisi Pembimbing
(A/Prof. Abdul Majid Ismail, B.Sc, B.Arch, PhD) Ketua
(Ir. Rahmad Dian, MT) Anggota
Ketua Program Studi Magister Teknik Arsitektur USU,
(Ir. Nurlisa Ginting, M.Sc)
Direktur
Sekolah Pascasarjana USU,
(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa. B, M.Sc)
Panitia Penguji Tesis
Ketua Komisi Penguji : A/Prof. Abdul Majid Ismail, B.Sc, B.Arch, PhD
Anggota Komisi Penguji : Ir. Rahmad Dian, MT
Achmad Delianur Nasution, ST, MT
Ir. Dwira N. Aulia, M.Sc
THE SUPPORTING FACTORS FOR PLANNING AND DEVELOPING LAND USE, CASE STUDY ON JALAN KOLONEL YOS SUDARSO SUB DISTRICT PEMATANG PASIR DISTRICT TELUK NIBUNG MUNICIPALITY OF TANJUNGBALAI, under supervision by Prof. Abdul Majid Ismail, BA, B.Arch, PhD, as the head of examiners and Ir. Rahmad Dian, MT. as the member of examiners.
As the rapid development of Tanjungbalai municipality and the high growth of population on urban resulting in high urban activities and well planned infrastructure is needed. One of the mine factors of infrastructure is transportation sector and road service rate is one part of it. For that reason well planned and organized planning of inter sector in needed including transportation sector planning..
In developing urban area, land management is needed to be understood first by understanding the pattern of population distribution and its infrastructure. Hence land management is in connection to the usage of land and spatial organization through interaction of or media which urban transportation is one of them.
As aforementioned introduction, the objective of this study is to seek the dominant factors influencing road service rate as one of the supporting factors in planning and developing land use in urban area.
SEBAGAI PENUNJANG PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN PEMANFAATAN LAHAN STUDI KASUS JALAN KOLONEL YOS SUDARSO KELURAHAN PEMATANG PASIR KECAMATAN TELUK NIBUNG KOTA TANJUNGBALAI, dibawah bimbingan Prof. Abdul Majid Ismail, BA, B.Arch, PhD sebagai ketua dan Ir. Rahmad Dian, MT. sebagai anggota.
Sejalan dengan pesatnya perkembangan Kota Tanjungbalai dan tingginya laju pertumbuhan penduduk di wilayah perkotaan, akan mengakibatkan bertambah tingginya aktifitas perkotaan tersebut dimana dibutuhkan sarana dan prasarananya. Sala satu prasarana utama adalah sektor transportasi salah satu bahagiannya adalah tingkat pelayanan jalan itu sendiri. Untuk itu tentunya dibutuhkan perencanaan yang tepat dan terpadu antar sektor termasuk perencanaan sektor transportasi.
Untuk mengetahui perkembangan suatu ruang kota pemahaman akan organisasi ruang itu sendiri diperlukan terlebih dahulu. Dimana organisasi ruang itu merupakan pola penyebaran penduduk dan fisik (infrastruktur) ruang itu sendiri. Sehingga pengaturan ruang berhubungan erat dengan penggunaan lahan dan organisasi spasial melalu interaksi atau pun media yang salah satunya adalah transportasi kawasan perkotaan (tingkat pelayanan jalan).
Melihat latar belakang di atas, permasalahan yang menjadi pada kajian ini adalah untuk mengetahui beberapa faktor-faktor apa saja yang dominan dapat mempengaruhi tingkat pelayanan jalan seabagai salah satu penunjang perencanaan dan pengembangan pemanfaatan lahan di perkotaan.
Puji syukur ke hadirat Allah SWT. Tuhan Yang Maha Esa penulis sampaikan
atas segala Ridho dan RahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir
dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk mengikuti Ujian Magister
Teknik Arsitektur dalam Bidang Manajemen Pembangunan Kota pada Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara di Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada
Bapak Prof. Abdul Majid Ismail, BA., B.Arch., PhD. sebagai ketua komisi
pembimbing dan Bapak Ir. Rahmad Dian, MT. sebagai anggota komisi pembimbing
yang telah mencurahkan perhatian dan meluangkan waktu dalam memberikan
bimbingan dan literatur yang sangat membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini.
Selain itu penulis juga menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
memberikan bantuan dorongan dan arahan selama ini kepada :
1. Prof. Dr. dr. H. Chairuddin P. Lubis, D.Sp.AK, sebagai rektor Universitas
Sumatera Utara Medan yang telah memberikan kesempatan penulis untuk
mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana USU Medan
2. Prof. DR. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc., sebagai Direktur Sekolah Pascasarjana
Kota yang telah menyetujui judul dan membimbing selama mengikuti pendidikan
4. Para Kedua Orang Tua Tercinta H. Nurdin Latif Lubis, BA dan Hj. Rohani
Hutasuhut yang telah banyak mendorong dan membantu selama perkuliahan
5. Walikota Tanjungbalai Dr. H. Sutrisno Hadi SpOG dan Ir. Darwin Zulad, M.Si.
selaku Kepala Bappeda Kota Tanjungbalai beserta jajarannya yang telah
memberikan izin belajar dan semangat untuk melanjutkan pendidikan yang lebih
tinggi
6. Rekan-rekan sesama mahasiswa Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara, khususnya Bidang Manajemen Pembangunan Kota.
Akhirnya ucapan terima kasih ini disampaikan kepada Istri tercinta
Dahmilawaty Marpaung, S.Psi, ananda Putra dan Putri serta kedua orang tua di
Rantauprapat yang telah banyak memberikan dorongan dan membantu selama
mengikuti sampai menyelesaikan studi ini.
Semoga tulisan ini ada manfaatnya sebagai bahan pembanding bagi penelitian
lain yang saling terkait, walaupun penulis menyadari bahwa apa yang ditulis pada
penelitian ini jauh dari sempurna.
Tanjungbalai, Nopember 2007 Terima Kasih
Penulis dilahirkan pada tanggal 27 Mei 1972 di Aek Kota Batu. Anak dari H.
Nurdin Latief Lubis, BA. dan Hj. Rohani Hutasuhut, merupakan anak ketiga dari lima
bersaudara.
Menjalani masa pendidikan sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan
sekolah menengah atas di Rantauperapat pada tahun 1991, penulis lulus dari SMA
Negeri 1 Rantauprapat, dan melanjutkan pendidikan ke Fakultas Teknik Universitas
Islam Bandung Jurusan Planologi dan lulus serjana pada tahun 1997.
Menikah pada tahun 1999 dengan Dahmilawaty Marpaung S.Psi. dan telah
dikaruniai dua orang putra/i : Muhammad Akbar Halomoan Lubis dan Nur Davina
Mahya Izni Lubis. Saat ini bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Tanjungbalai.
Mulai Februari 2005 penulis mengikuti pendidikan Sekolah Pascasarjana
Program Studi Magister Teknik Arsitektur dalam Bidang Manajemen Pembangunan
ABSTRACT... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP... v
DAFTAR ISI... vi
DAFTAR TABEL... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 5
1.3. Tujuan Penelitian ... 6
1.4. Hipotesa ... 6
1.5. Manfaat Penelitian ... 6
1.6. Kerangka Berfikir ... 7
1.7. Sistematika Penulisan ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1. Pengertian dan Struktur Pemanfaatan Lahan dengan Transportasi... 10
3.1. Jenis Penelitian... 30
3.2. Variabel Penelitian ... 31
3.3. Populasi/Sampel... 31
3.4. Metoda Pengumpulan Data ... 32
3.5. Kawasan Penelitian ... 32
3.6. Metoda Analisa Data... 33
BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN ... 35
4.1 Gambaran Umum Wilayah Kota Tanjungbalai... 35
4.2 Letak Geografis... 37
4.3 Topografi... 42
4.4 Kepadatan Penduduk ... 44
4.5 Pola Penggunaan Lahan ... 46
4.6 Tinjauan Sarana Pelayanan Dasar Umum... 48
4.6.1 Fasilitas Pendidikan ... 48
4.6.2 Fasilitas Peribadatan... 49
4.6.3 Fasilitas Kesehatan... 50
4.6.4 Fasilitas Jalan ... 51
4.6.5 Jenis Kenderaan ... 52
BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN ... 78
5.1 Jenis Kelamin ... 78
5.2 Agama ... 79
5.3 Pekerjaan ... 79
5.4 Pendidikan... 81
5.5 Luas dan Bentuk Bangunan ... 82
5.6 Pendapatan ... 83
BAB VI HASIL EVALUASI TINGKAT PELAYANAN JALAN SEBAGAI PENUNJANG PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN PEMANFAATAN LAHAN ... 85
6.1 Evaluasi Karakteristik Jalan Kolonel Yos Sudarso... 86
6.2 Evaluasi Perbandingan Penggunaan Lahan dengan Karakteristik Jalan Kolonel Yos Sudarso ... 94
6.3 Evaluasi Perubahan Lahan Jalan Kolonel Yos Sudarso... 100
6.4 Evaluasi Peruntukan Lahan Jalan Kolonel Yos Sudarso ... 106
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 110
7.1 Kesimpulan ... 110
7.2 Saran... 111
DAFTAR PUSTAKA ... 112
Tabel 2.1 Tingkat Pelayanan Jalan (Level of Service) ... 28
Tabel 4.1 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kecamatan Teluk Nibung
Tahun 2006 ... 45
Halaman
Gambar 1.1 Bagan Alir Pemikiran Penelitian... 7
Gambar 2.1 Hubungan Transportasi, Guna Lahan dan Demografi ... 17
Gambar 4.1 Peta Kota Tanjungbalai Dalam Konteks Regional... 36
Gambar 4.2 Peta Administrasi Kota Tanjungbalai ... 38
Gambar 4.3 Peta Administrasi Kecamatan Teluk Nibung... 40
Gambar 4.4 Lokasi Penelitian Kelurahan Pematang Pasir ... 41
Gambar 4.5 Luas Kelurahan Kecamatan Teluk Nibung Tahun 2006... 43
Gambar 4.6 Kepadatan Penduduk di Kecamatan Teluk Nibung 2006 ... 46
Gambar 4.7 Penggunaan Lahan di Kelurahan Pematang Pasir Tahun 2006 ... 47
Gambar 4.8 Jumlah Fasilitas Pendidikan di Kelurahan Pematang Pasir Tahun 2006 ... 49
Gambar 4.9 Jumlah Panjang Jalan di Kelurahan Pematang Pasir Tahun 2006 ... 51
Gambar 4.10 Jumlah Kenderaan di Kelurahan Pematang Pasir Tahun 2006 ... 52
Gambar 4.11 Jalur Kereta Api di Lokasi Penelitian Jalan Kolonel Yos Sudarso... 54
Gambar 4.12 Kondisi Eksisting Jalur Kereta Api... 54
Gambar 4.13 Peruntukkan Lahan Jalan Kolonel Yos Sudarso ... 56
Gambar 4.14 Karakteristik Pembagian Segmen Jalan Kolonel Yos Sudarso... 60
Jalan Kolonel Yos Sudarso ... 64
Gambar 4.19 Karakteristik Segmen 2 Jalan Kolonel Yos Sudarso... 65
Gambar 4.20 Tampak Sisi Kanan Segmen 2 Jalan Kolonel Yos Sudarso... 68
Gambar 4.21 Tampak Sisi Kiri Segmen 2 Jalan Kolonel Yos Sudarso... 68
Gambar 4.22 Penampang Eksisting dan Rencana Segmen 2 Jalan Kolonel Yos Sudarso ... 69
Gambar 4.23 Karakteristik Segmen 3 Jalan Kolonel Yos Sudarso... 71
Gambar 4.24 Tampak Sisi Kanan Segmen 3 Jalan Kolonel Yos Sudarso... 72
Gambar 4.25 Tampak Sisi Kiri Segmen 3 Jalan Kolonel Yos Sudarso... 72
Gambar 4.26 Penampang Eksisting dan Rencana Segmen 1 Jalan Kolonel Yos Sudarso ... 73
Gambar 5.1 Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin ... 78
Gambar 5.2 Karakteristik Responden Menurut Agama... 79
Gambar 5.3 Karakteristik Responden Menurut Pekerjaan... 80
Gambar 5.4 Karakteristik Responden Menurut Pendidikan ... 81
Gambar 5.5 Karakteristik Responden Menurut Luas dan Bentuk Bangunan ... 82
Gambar 5.6 Karakteristik Responden Menurut Pendapatan... 84
Gambar 6.1 Evaluasi Karakteristik Segmen 1 di Jalan Kolonel Yos Sudarso... 88
Gambar 6.2 Evaluasi Karakteristik Segmen 2 di Jalan Kolonel Yos Sudarso... 90
Gambar 6.3 Evaluasi Karakteristik Segmen 3 di Jalan Kolonel Yos Sudarso... 92
Gambar 6.7 Evaluasi Perbandingan Penggunaan Lahan dengan Karakteristik
Jalan Pada Segmen 3... 100
Gambar 6.8 Evaluasi Perubahan Lahan Pada Segmen 1 ... 102
Gambar 6.9 Evaluasi Perubahan Lahan Pada Segmen 2 ... 103
Gambar 6.10 Evaluasi Perubahan Lahan Pada Segmen 3 ... 104
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengaturan dan pemanfaatan ruang pada dasarnya merupakan tanggungjawab
kita bersama, mulai dari tingkat pusat sampai dengan tingkat daerah. Dengan
demikian jelas bahwa proses perencanaan dan pengaturan ruang ini dilaksanakan
secara bersama-sama, terpadu dan menyeluruh, tidak terpilah-pilah, dalam rangka
mencapai tujuan pembangunan yang dikehendaki sebagaimana telah digariskan
dalam kebijaksanaan pemerintah (UU No. 25, Simrenas : 2004).
Penataan ruang merupakan salah satu aspek yang semakin banyak mendapat
perhatian baik itu dari pemerintah maupun dunia usaha serta masyarakat luas sejak
beberapa tahun belakangan ini. Hal ini, dilakukan mengingat banyaknya
permasalahan yang timbul di daerah yang menuntut penyelesaian dari segi
pengorganisasian ruang yang juga mengaitkan seluruh sektor. Selain itu, semakin
disadari bahwa pembangunan yang terarah dan sinergi akan memberikan hasil yang
lebih besar secara keseluruhan.
Untuk mengetahui kesenjangan struktur perkembangan ruang suatu kota kita
harus memahami organisasi struktur keruangan kota itu sendiri. Dalam mengetahui
pembangunan merupakan dampak akibat yang timbul oleh kebutuhan ruang kota.
Selain dari itu dinamika pembangunan kota dapat juga diilustrasikan dalam sebaran
prasarana kota yang dikaitkan dengan distribusi penduduk dan pemukiman. Oleh
karena itu, pola penyebaran pemukiman merupakan salah satu indikasi penyebaran
konsentrasi penduduk, sedangkan manusia sebagai pemegang peran penting dalam
perubahan dimensi ruang kota (fisik). Dimana pola penyebaran secara langsung
maupun tidak langsung berakibat juga kepada pembangunan ekonomi kota.
Pola penyebaran tersebut juga mempengaruhi perkembangan kota yang selalu
ditandai oleh perkembangan perubahan fungsi guna lahannya yang sesuai dengan
sifatnya yang dinamis, sehingga menggambarkan kondisi sosial ekonomi penduduk
kota itu sendiri. Contoh dari kenyataan ini adalah perubahan guna lahan
non-komersial menjadi guna lahan non-komersial. Berkembangnya guna lahan merupakan hal
yang wajar bagi suatu kota tapi harus disertai dengan manajemen guna lahan yang
mempertimbangkan berbagai macam aspek kehidupan agar terwujud keserasian guna
lahan dengan penduduknya. Artinya guna lahan yang diwujudkan memberikan
pengaruh positif terhadap penduduk dan lingkungannya.
Manajemen guna lahan yang penting diwujudkan bagi kota-kota, terutama
kota besar adalah manajemen guna lahan berkelanjutan. Manajemen guna lahan ini
mempertimbangkan berbagai macam aspek kehidupan, yaitu nilai-nilai guna lahan
dan aspek transportasi. Prinsip utama manajemen guna lahan ini adalah memberikan
Perkembangan kota yang pesat dan peningkatan status administrasi Kota
Tanjungbalai menjadi kota otonom yang mandiri telah memacu perkembangan
ekonomi kota. Seiring dengan munculnya kegiatan-kegiatan ekonomi baru terutama
di sektor perdagangan dan jasa akan memerlukan ruang yang memadai serta dapat
menjamin berlangsungnya kegiatan tersebut dengan baik. Dampak langsung yang
dapat dilihat adalah tumbuhnya ruang-ruang ekonomi baru di perkotaan. Namun
pertumbuhan tersebut nampaknya kurang memperhatikan aspek-aspek lingkungan
sehingga menimbulkan permasalahan-permasalahan baru yang berkaitan dengan
penurunan kualitas ruang-ruang kota yang tidak menguntungkan bagi penataan ruang
kota secara keseluruhan. Serta terjadi degradasi fungsi, peranan, fisik dan kualitas
visual, khususnya di Kota Tanjungbalai.
Gambaran permasalahan ruang-ruang ekonomi kota nampak jelas di beberapa
kawasan Kota Tanjungbalai. Di dalam kawasan ini berkembang kegiatan
perdagangan, transportasi dan permukiman yang kurang tertata akibat tidak
seimbangnya penyediaan sarana dan prasarana. Dampak yang mulai terlihat adalah
adanya masalah transportasi seperti kemacetan lalu lintas, kurangnya ruang parkir,
serta peningkatan kebutuhan sarana dan prasarana dan utilitas lingkungan.
Kota Tanjungbalai salah satu kota yang berada di kawasan pinggir pantai
Provinsi Sumatera Utara dengan luas wilayah lebih kurang 6.052 Ha, dengan populasi
penduduk yang relatif tinggi sehingga menimbulkan suatu kegiatan pembangunan
yang sangat pesat juga. Konsekwensi dari perkembangan tersebut tentunya akan
meningkat dan secara langsung tentunya akan memerlukan cara penanganan yang
tepat khususnya di dalam perencanaannya.
Adanya perubahan-perubahan sebagai akibat perkembangan kegiatan sosial
ekonomi Kota Tanjungbalai yang pesat dapat menimbulkan deviasi atau
penyimpangan dari kondisi yang direncanakan. Hal ini terutama yang menyangkut
perkembangan penduduk, pemanfatan ruang, struktur pelayanan kegiatan kota serta
sistem transportasi kota baik itu pelayanan maupun jaringannya yang dapat diamati
secara fisik. Di lihat dari struktur perekonomian Kota Tanjungbalai ditunjukkan dari
distribusi perkembangan lapangan usaha yang dominan terhadap PDRB (Atas Dasar
Harga Konstan) Kota Tanjungbalai dengan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 6,03
%. Dari kontek tersebut bahwa penataan struktur ruang kota perlu penataan yang
seimbangan sejauh mana deviasi yang telah terjadi, diperlukan suatu evaluasi yang
ditimbulkan oleh adanya ketimpangan tidak sesuai dengan rencana ruang yang telah
ada.
Seiring dengan peningkatan pergerakan orang dan barang, di Kota
Tanjungbalai sebagai akibat dari perkembangan kota yang sangat pesat tersebut,
maka tuntutan dalam penyediaan jaringan jalan semakin meningkat pula, baik dari
segi kualitas maupun kuantitas. Peningkatan jaringan jalan tersebut tentunya harus
mampu mengimbangi peningkatan jumlah kenderaan bermotor yang relatif lebih
cepat. Sehingga masalah lalu lintas kota seperti di Kota Tanjungbalai pada umumnya
terjadi akibat ketimpangan antara kepesatan peningkatan kebutuhan transportasi dan
masalah transportasi seperti kemacetan lalu lintas, perubahan fungsi jalan di atasnya,
penundaan (delay) dan polusi lingkungan akan menimbulkan kerugian besar bagi
penggunaan jalan raya, seperti pemborosan bahan bakar, pemborosan waktu,
pemborosan tenaga maupun rendahnya tingkat kenyamanan berlalu lintas dalam
situasi kemacetan yang semakin rutin.
Dalam rangka peningkatan aksesibilitas pelayanan transportasi baik itu
regional maupun lokal di ruas jalan Kolonel Yos Sudarso Kelurahan Pematang Pasir
Kecamatan Teluk Nibung perlu di evaluasi tingkat pelayanan jalan dalam skala
pelayanan sehingga nantinya dapat memberikan pengaruh ganda terhadap
perkembangan kawasan perkotaan, mengingat posisi jalur jalan tersebut telah
mengalami perubahan fungsi di atasnya dari sarana transportasi menjadi aktifitas
kegiatan perdagangan. Dari latar belakang ini maka perlu dilakukan suatu penelitian
tentang evaluasi tingkat pelayanan jalan sebagai penunjang perencanaan dan
pengembangan pemanfaatan lahan di sekitar kawasan Jalan Kolonel Yos Sudarso
Kelurahan Pematang Pasir Kecamatan Teluk Nibung Kota Tanjungbalai.
1.2 Perumusan Masalah
Melihat latar belakang tersebut di atas, maka yang menjadi permasalahan
dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang dominan
dapat mempengaruhi tingkat pelayanan jalan pada satu ruas jalan sebagai salah satu
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini adalah untuk :
a. Mengevaluasi faktor-faktor apa saja mempengaruhi tingkat pelayanan jalan
terhadap pemanfaatan lahan.
b. Memberikan gambaran kondisi pemanfaatan lahan yang mempengaruhi
tingkat pelayanan jalan secara langsung terhadap perencanaan dan
pengembangannya.
1.4 Hipotesa
Secara garis besar hipotesa yang dikemukakan terhadap tingkat pelayanan
jalan adalah:
a. Tingkat Pelayanan Jalan pada saat ini berada dibawah kecepatan jalan
rencana, khususnya pada saat jam-jam tertentu.
b. Tingkat pelayanan jalan belum mewujudkan suatu jalan yang efisiensi dan
ideal sebagai penunjang perencanaan dan pengembangan pemanfaatan lahan.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang akan kita peroleh khususnya untuk penulis sebagai
bahan masukan dari studi pemanfaatan ruang di masa sekarang serta dimasa yang
akan datang, juga lebih difokuskan kepada beberapa alternatif pemanfaatan kawasan
1. Untuk mengetahui interaksi dari peningkatan intensitas pemanfaatan lahan pada
masing-masing segmen Jalan Kolonel Yos Sudarso.
2. Memberikan masukan kepada instansi terkait dalam perencanaan dan
pengembangan wilayah perkotaan terhadap peningkatan pelayanan suatu jalan
sesuai dengan fungsinya.
1.6 Kerangka Berfikir
Identifikasi Analisis Evaluasi o Karakteristik responden
o Evaluasi Karakteristik Jalan Kolonel Yos Sudarso
o Evaluasi Perubahan Lahan di Jalan Kolonel Yos Sudarso melalui perbandingan Karakteristik dengan pemanfaatan lahan untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi dari masing-masing segmen.
Kesimpulan dan Saran
Hasil evaluasi yang diharapkan dalam penelitian
Latar Belakang
o Adanya kebutuhan ruang atau perubahan fungsi ruang yang meningkat.
o Pola penyebaran penduduk yang tidak merata
o Rendahnya pengelolaan transportasi
Perumusan Masalah
Faktor-faktor apa saja yang dominan dapat mempengaruhi tingkat pelayanan jalan sebagai penunjang perencanaan dan pengembangan pemanfaatan lahan di perkotaan.
Maksud dan Tujuan
Untuk mengetahui faktor selanjutnya menguji ada tidaknya hubungan faktor tersebut terhadap perencanaan dan pengembangan pemanfaatan lahan di perkotaan.
Gambar. 1.1 Bagan Alir Pemikiran Penelitian
1.7 Sistematika Pembahasan
Dalam penulisan dan proses penyusunan tugas akhir ini, disajikan dengan
sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Berisi latar belakang mengapa perlunya perencanaan pemanfaatan lahan
dengan melihat peranan transportasi, permasalahan, tujuan yang hendak
dicapai, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Menggambarkan secara umum teori yang berkaitan dengan judul tesis ini
seperti Pengertian dan Struktur Pemanfaatan Lahan dengan Transportasi,
Organisasi Peningkatan Pelayanan Jalan terhadap Pemanfaatan Lahan,
Pengembangan Jalan Perkotaan dan Pola Tingkat Pelayanan Jalan itu
sendiri.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Merupakan penjelasan mengenai jenis penelitian, variabel penelitian,
populasi atau sampel yang di teliti, metode pengumpulan data dan
kawasan penelitian serta metode analisis penelitian yang dilakukan.
BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN
Menguraikan beberapa gambaran umum wilayah studi yang diperoleh dari
melihat kepadatan penduduk, ketersediaan sarana pelayanan dasar umum,
pola penggunaan lahan, peruntukan lahan dan karaktersitik Jalan Kolonel
Yos Sudarso per segmen.
BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN
Merupakan uraian karakteristik respondan yang menjawab dari hasil
sebaran kuesioner kepada beberapa penduduk lokasi penelitian.
BAB VI HASIL EVALUASI TINGKAT PELAYANAN JALAN SEBAGAI PENUNJANG PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN PEMANFAATAN LAHAN
Dalam bab ini merupakan hasil evaluasi tabulasi silang yang dilakukan
dari hasil tabulasi uji ketergantungan hubungan keterkaitan tingkat
pelayanan jalan dengan beberapa faktor variabel karakteristik jalan
Kolonel Yos Sudarso secara per segmen.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan dan saran ini menguraikan dari hasil pembahasan evaluasi
tingkat pelayanan jalan sebagai penunjang perencanaan dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian dan Struktur Pemanfaatan Lahan dengan Transportasi
Perencanaan dalam pengertian umum dapat diartikan sebagai suatu usaha
untuk memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia dengan memperhatikan segala
keterbatasan dan pembatasan yang ada untuk mencapai suatu tujuan secara efisien
dan efektif. Tujuan perencanaan akan dirumuskan pada suatu keinginan dan sasaran
yang akan dicapai sesuai dengan kebutuhan. Sedangkan dimensi waktu akan
mencakup penentuan waktu untuk mencapai keinginan dan sasaran tersebut agar
dapat memenuhi kebutuhan masa mendatang.
Penataan ruang ialah usaha untuk merencanakan jumlah penggunaan lahan
pada keperluan tertentu dan tempat yang tepat, termasuk di dalamnya mengatur
hubungan antara permukiman dengan tempat bekerja, tempat sekolah, tempat
berbelanja, tempat hiburan dan lain-lain yang semuanya juga sangat tergantung pada
rencana jaringan jalan di kota dan pemilihan rencana penggunaan lahan (Budi D.
Sinulingga, 2005). Oleh karena itu, penataan ruang kota merupakan suatu upaya
untuk mempertahankan konsistensi dari tujuan-tujuan yang diharapkan berkaitan
Dengan demikian segala usaha pembangunan yang dilakukan mengikuti acuan pada
pola dan struktur ruang fisik yang telah tertuang dalam suatu dokumen perencanaan.
Penataan struktur kota pada hakekatnya merupakan wadah/ruang untuk
mengakomodasikan kegiatan perkotaan yang selalu berkembang. Kegiatan-kegiatan
ini mencakup permukiman, perdagangan, pemerintahan, jasa, industri, pendidikan,
pelabuhan dan lain sebagainya. Seluruh kegiatan perkotaan yang berkembang secara
terus menerus itu bersifat kompetitif dalam penggunaan ruang yang ada, sehingga
sering terjadi konversi tata guna lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya.
Oleh dari kegiatan ini timbul suatu permasalahan dimana kondisi lingkungan
permukiman yang mengalami perubahan dan tingkat kualitas penurunan.
Jadi persoalannya adalah perubahan kebijakan secara langsung dapat
menguntungkan masyarakat atau menguntungkan segelintir pengusaha saja dengan
perubahan kebijakan tata ruang yang terjadi. Oleh karena itu, perubahan itu
difokuskan kepada empat tujuan mendasar, yaitu berupa :
a. Menjelaskan terjadinya perubahan kebijakan tata ruang di wilayah.
b. Mengidentifikasi lokasi-lokasi yang mengalami perubahan sekaligus
menggambarkan peruntukkan lahan yang baru.
c. Mengidentifikasi pihak-pihak yang diuntungkan dan dirugikan ketika terjadi
perubahan kebijakan tata ruang kota.
d. Menggambarkan pihak-pihak yang terlibat dan menentukan dalam proses
Ditinjau terhadap organisasi spasial perkotaan di kota yang terencana dengan
baik akan sesuai dengan fungsi kota. Fungsi kota meliputi kebutuhan untuk
pemerintahan, pendidikan, perdagangan dan industri sentra jasa. Ini dikaitkan dengan
tinjauan struktur/organisasi perkotaan, pada umumnya dimungkinkan untuk
membedakan kelompok-kelompok bangunan dalam kota berdasarkan fungsi tata guna
tanahnya.
Jadi bila kita tinjau dari struktur dalam kota itu sendiri yang dipengaruhi oleh
fungsi kota dan dinamika penduduknya, maka percepatan pertumbuhan akan
menampakan perubahan pada fisik kekotaan yang tidak sama di tinjau dari bagian
terluar kota sedangkan bentuk morfologi kota sangat bervariasi adanya. Dari waktu
ke waktu bentuk fisik kota selalu mengalami perubahan, sementara itu batas
administrasi kota relatif sama.
Adanya organisasi spasial dapat dibedakan dengan penggunaan lahan pada
suatu kota itu sendiri walaupun keduanya sangat berperan dalam perencanaan dan
pengembangan wilayah. Tata guna tanah salah satunya, dimana pengaturan
penggunaan lahan sangat berperan dalam pembentukan struktur ruang kota itu sendiri
yang membentu suatu organisasi spasial atau organisasi keruangan sehingga
menyusun ruang-ruang atau sektor-sektor menjadi suatu kesatuan ruang yang teratur.
Sehingga Guna lahan (land use) merupakan istilah yang berasal dari ekonomi
pertanian, yang arti aslinya adalah sebidang tanah dan penggunaan ekonomisnya
(seperti untuk tanaman basah, tanaman kering). Istilah guna lahan kemudian diadopsi
umum, ”guna lahan perkotaan’ diartikan sebagai distribusi keruangan (spatial
distribution) atau pola geografis dari fungsi-fungso perkotaan, seperti perumahan,
perdagangan, perkantoran, rekreasi, industri dan lain-lain (Djunaedi, 2003)
Perbedaan dalam konsep tata guna tanah dan organisasi keruangan adalah
terletak pada unsur fungsinya. Pada tata guna tanah lebih menekankan pada
pengaturan dan pengendalian penggunaan fungsi tanah berdasarkan kelas; sedangkan
dalam organisasi keruangan tidak terkandung unsur pengaturan. Selain itu, dalam
organisasi spasial tampak adanya hierarki ruang, dalam arti terdapat urutan tinggi
rendah nilai atau status ruang. Dalam organisasi spasial perkotaan yang menjadi
objek adalah ruang-ruang di perkotaan (Yunus, 2002).
Guna lahan berkaitan erat dengan kegiatan (aktivitas) manusia. Jadi,
sebenarnya guna lahan dibentuk oleh tiga unsur, yaitu manusia, aktivitas dan lokasi
yang saling berinteraksi satu sama lain. Manusia sebagai makhluk hidup memiliki
sifat yang dinamis yang diperlihatkan dari berbagai macam aktivitas yang
dilakukannya. Manusia membutuhkan wadah atau ruang atau tempat untuk
melakukan aktivitasnya. Tempat inilah disebut lokasi. Lokasi tempat aktivitas
manusia inilah kemudian disebut juga guna lahan. Sebagai contoh, aktivitas
pengolahan menimbulkan guna lahan industri, aktivitas transportasi menimbulkan
guna lahan jaringan jalan, dan aktivitas jasa menimbulkan guna lahan penginapan.
Tiap-tiap aktivitas memiliki karakteristik yang berbeda-beda termasuk dalam hal
penduduk dari satu lokasi aktivitas menuju lokasi aktivitas lainnya. Pergerakan
merupakan bagian dari transportasi.
Berdasarkan kondisi di atas, manajemen guna lahan dapat diibaratkan sebagai
bangku berkaki empat yang tiap-tiap kaki menggambarkan masing-masing aspek,
yaitu nilai sosial, nilai ekologi, nilai pasar dan transportasi. Agar bangku dapat berdiri
kokoh, tiap-tiap kaki harus berada pada tempatnya dengan proporsi dan posisi yang
tepat. Tiap-tiap kaki sama pentingnya, jika struktur keempat kaki tidak terintegrasi,
bangku tersebut tidak dapat berdiri kokoh.
Berkaitan dengan penjelasan di atas, dalam manajemen guna lahan, jika nilai
sosial diabaikan akan menimbulkan masalah sosial, seperti kejahatan. Jika nilai
ekologi diabaikan akan menimbulkan masalah ketidakseimbangan lingkungan alami,
seperti banjir dan longsor. Jika nilai pasar diabaikan akan menimbulkan kemacetan
pembangunan karena pihak pembangun tidak memperoleh keuntungan finansial. Jika
aspek transportasi diabaikan akan menimbulkan berbagai macam masalah, seperti
kemacetan lalu lintas, polusi udara, dan polusi suara. Karena itu, keempat aspek ini
harus sama-sama dipertimbangkan, dengan prioritas yang sama, dalam manajemen
perubahan guna lahan.
Aspek transportasi tidak dapat dipisahkan dari guna lahan karena guna lahan
memiliki hubungan saling mempengaruhi dengan aspek transportasi. Guna lahan
tidak bisa dilepaskan dari lalu lintas karena lalu lintas merupakan fungsi dari guna
generation). Besarnya bangkitan pergerakan suatu kegiatan dan orientasi pergerakan
tersebut akan menentukan kebutuhan akan fasilitas transportasi (Johara T. : 1999).
Analisa lain mengatakan bahwa ada faktor pengaruh yang membagi kawasan
perdagangan pusat kota atas faktor aksesibilitas dan keterkaitan spasial. Aksesibilitas
berkaitan dengan faktor kemudahan terjadinya kegiatan pada suatu lokasi sedangkan
keterkaitan spasial berkaitan dengan pengaruh suatu kegiatan terhadap kegiatan lain.
Aksesibilitas yang dimaksudkan adalah berasal dari kata acces yang berarti
jalan masuk, memberikan jalan yang mudah, M. Echols John dan Shadily Hasan
(1993), bahwa aksesibilitas atau daya dukung adalah tingkat kemudahan berhubungan
dari satu tempat ke tempat yang lain. Apabila dari satu tempat ”A” orang dapat
dengan mudah berhubungan dengan mendatangi tempat ”B” atau sebaliknya, apabila
hubungan dapat dilakukan dengan berbagai cara atau alat penghubung dengan baik
dan lancar, maka dapat dikatakan akses ”A”-”B” adalah tinggi.
Dalam kaitan dengan perkembangan kawasan perdagangan kota, faktor
aksesibilitas tidak terlepas dari ketersediaan infrastruktur jaringan jalan dan
ketersediaan fasilitas pendukung lainnya akan memberikan kemudahan (akses) bagi
setiap pembeli atau pedagang untuk menentukan karakter dalam memilih suatu lokasi
dan sekaligus dapat menyebabkan kawasan tersebut terus tumbuh dan berkembang
menjadi lebih maju.
Faktor infrastruktur jaringan jalan sangat berpengaruh terhadap penguatan dan
peningkatan ekonomi suatu wilayah, dimana ekonomi suatu wilayah akan menjadi
wilayah tersebut. Ini menggambarkan bahwa pembangunan ekonomi suatu wilayah
tergantung pada penyediaan sarana dan prasarana transportasi khususnya dalam
menghubungi daerah hinterland sebagai kantong produksi dengan daerah sebagai
pusat pembangunan wilayah maupun kota yang memiliki potensi dalam jangkauan
daerah sekitarnya, dan salah satu aspek yang mendukung pembangunan sistem
transportasi adalah pembangunan prasarana jalan raya (Johara T. : 1999).
Oleh karenanya, Morlok (1998), mengatakan; pembangunan prasarana dan
sarana transportasi dalam hal ini transportasi darat adalah suatu bagian integral dari
fungsi yang menunjukkan hubungan sangat erat dengan gaya hidup, jangkauan lokasi
dari aktivitas produksi, hiburan, barang-barang yang tersedia untuk konsumsi.
Jelaslah bahwa dengan sarana transportasi yang lancar dan memudahkan orang untuk
melakukan gerak atau mobilitas geografis dan sosial sesuai dengan kemampuannya
guna memperluas wawasan maupun usaha untuk mencapai peningkatan taraf hidup
dalam berbagai interaksi aktivitasnya.
Sistem transportasi secara menyeluruh merupakan suatu sistem (makro) yang
terdiri dari beberapa sistem yang lebih kecil (mikro). Sistem transportasi mikro ini
adalah sistem kegiatan, sistem jaringan prasarana transportasi, sistem pergerakan lalu
lintas, dan sistem kelembagaan (Tamin : 2000).
Pergerakan sendiri merupakan sistem mikro yang kedua dalam sistem
transportasi. Pergerakan ini dapat berupa pergerakan manusia maupun barang.
Pergerakan membutuhkan wadah tempat bergerak berupa prasarana transportasi.
yang disebut dengan sistem jaringan, meliputi jaringan pergerakan darat, air, dan
udara.
Bila dalam suatu sistem kota, seperti gambar di bawah ini diperlihatkan
adanya hubungan antara guna lahan, demografi dan transportasi. Transportasi sendiri
dapat dilihat sebagai fungsi dari beberapa sub sistem, seperti transportasi pribadi,
transportasi umum (public) dan transportasi barang (Orn, dalam Heriansyah: 2002).
Keseluruhan elemen tersebut merupakan hal penting yang harus dipertimbangkan
dalam proses pembangunan kota. Penambahan arus lalulintas tidak dapat dimengerti
dengan baik tanpa mempelajari guna lahan dan demografi. Pada sisi lain, sistem
transportasi dan pengembangan prasarana jalan dapat mempengaruhi dan memegang
peranan dalam menentukan nilai jual tanah.
Transportasi
Pub Prib
Demografi
Barg
[image:33.612.144.466.387.667.2]Guna Lahan
Gambar 2.1 Hubungan Transportasi, Guna Lahan dan Demografi
Untuk memenuhi berbagai macam kebutuhannya, manusia melakukan
berbagai macam kegiatan. Kegiatan-kegiatan ini sangat beraneka ragam jenisnya,
seperti kegiatan sosial, kegiatan ekonomi, dan kegiatan kesenian. Karena itu, kegiatan
manusia membentuk sutu sistem sendiri di dalam sistem transportasi. Mengapa
kegiatan merupakan bagian dari sistem transportasi ? Karena kegiatan mampu
membangkitkan pergerakan (generate). Kegiatan-kegiatan tersebut tidak dapat
dilakukan pada lokasi yang sama, atau dengan kata lain harus dilakukan pada lokasi
yang berbeda. Konsekuensinya, kegiatan-kegiatan tersebut membutuhkan pergerakan
dari satu lokasi ke lokasi yang lain. Jadi, kegiatan manusia memiliki sifat
membangkitkan pergerakan, baik berupa tarikan (attraction) maupun produksi
(production). Besarnya pergerakan ini tergantung pada jenis dan intensitas kegiatan
yang dilakukan.
2.2 Organisasi Peningkatan Pelayanan Jalan terhadap Pemanfaatan Lahan
Timbulnya problem transportasi di perkotaan merupakan konsekuensi logis
dari pesatnya pertumbuhan ekonomi kota, urbanisasi yang tak terkendali, perluasan
kota dan fenomena-fenomena pembangunan lainnya di era pra-krisis. Sebagai
dampaknya, di kota-kota tersebut terjadi pembengkakan permintaan perjalanan, yang
ada kenyataanya sampai saat ini belum dapat diimbangi oleh penyediaan sistem
Tidak optimalnya pengelolaan sistem transportasi kota di Indonesia
merupakan resultan dari mis-manajemen dan mis-koordinasi dari aktor-aktor yang
terlibat dalam penanganan pengelolaan prasarana dan sarana transportasi kota yang
ada. Terlepas dari buruknya kondisi perekonomian kita, langkah optimalisasi dan
efisiensi kinerja sistem transportasi kota merupakan suatu keharusan dan tetap
up-to-date di masa pasca reformasi.
Jadi transportasi perlu meningkatkan interaksi antar aktifitas atau guna lahan.
Interaksi tersebut diukur melalui aksesibilitas, yang meliputi daya tarik suatu tempat
sebagai asal dan tujuan. Pola guna lahan adalah hal yang penting karena akan
menentukan peluang ataupun aktifitas yang andal dalam jangkauan suatu tempat.
Potensi antara dua tempat untuk berinteraksi akan bergantung pada biaya dari
pergerakan antara keduanya, baik dalam terminologi uang ataupun waktu. Sebagai
konsekuensinya, struktur dan kapasitas dari jaringan transportasi akan mempengaruhi
tingkat aksesibilitas.
Sementara itu Creighton (1970), berpendapat jaringan jalan merupakan
gambaran dari fasilitas transportasi yang memiliki kedudukan penting, terutama jika
dihubungkan dengan penggunaan lahan akan dapat membentuk suatu pola tata guna
lahan yang pada gilirannya dapat mempengaruhi rencana fisik ruang kota, serta
peranannya sebagai suatu sistem transportasi yaitu untuk menampung pergerakan
manusia dan kenderaan.
Dari uraian di atas, jelas memberi petunjuk bahwa kegiatan transportasi
penduduk dan kegiatan sosial ekonomi kota ikut andil di dalam terbentuknya kegiatan
transportasi kota.
Dalam merencanakan transportasi kota, penduduk merupakan pelaku utama
yang melakukan gerak dan membangkitkan lalu lintas sesuai dengan kebutuhan
penduduk itu masing-masing, dengan kata lain kualitas penduduk akan turut
menentukan kebutuhan gerak yang pada gilirannya dapat tercermin dalam volum
lalu-lintas. Selain itu, volume lalu-lintas juga dipengaruhi oleh jumlah penduduk
yang melakukan gerak/perjalanan (Warpani : 1990).
Di dalam melakukan berbagai kegiatan sosial ekonomi, penduduk
memerlukan sarana dan prasarana transportasi untuk mencapai tempat tujuan yang
dikehendaki. Untuk itu dituntut adanya pelayanan jasa transportasi yang sesuai
dengan kebutuhan kegiatan tersebut, dan disain sistem transportasi perkotaan
haruslah dapat memberikan kemudahan untuk melakukan perjalanan. Suatu sistem
transportasi perkotaan di sini merupakan suatu hubungan-hubungan (links) antara
pusat-pusat pengembangan dan pelayanan wilayah (kota-kota berstruktur dan
berjenjang) baik keluar maupun ke dalam wilayah yang merupakan komponen dasar
dari struktur fisik, sosial ekonomi dalam suatu wilayah (Mayer dan Miller : 1984).
Adapun kemudahan dalam melakukan perjalanan dari kegiatan sosial ekonomi
tersebut tergantung dari kualitas pelayanan sistem transportasi yang tersedia pada
suatu kota (Thomson : 1977).
Secara ideal perkembangan kegiatan-kegiatan perkotaan yang membutuhkan
elemen-elemen pengisi ruang kota. Lebih dari itu pembangunan perkotaan perlu
diarahkan untuk mencapai sinkronisasi dan integrasi antar program-program dan
sektor-sektor pembangunan sehingga dapat dicegah adanya benturan-benturan dan
overlapping dalam pembangunan maupun hasil-hasilnya yang berimplikasi pada
dalamnya efisiensi alokasi sumber daya. Sinkronisasi dan integrasi antar program
pembangunan fisik kota diperlukan, antara lain agar tercapainya :
• Efisiensi pembangunan perkotaan;
• Peningkatan produktivitas ekonomi kota yang optimal;
• Pemerataan dan perluasan manfaat pembangunan kota bagi seluruh golongan
dan lapisan masyarakat;
• Peningkatan kondisi sosial ekonomi masyarakat/penduduk kota;
• Pelestarian budaya dan sejarah perkotaan;
• Perbaikan kondisi lingkungan hidup di perkotaan; dan
• Tetap menjaga kelestarian dan keseimbangan lingkungan alam perkotaan.
Selain dari itu, perencanaan tata guna lahan juga mengalami krisis dengan
menunjukkan bahwa percepatan perubahan tata guna lahan terjadi lebih cepat
ketimbang (modifikasi) rencana. Dimana rencana tata ruang yang telah dipersiapkan
hampir semua kota besar, tidak bisa mengantisipasi bahwa kotanya sebenarnya telah
berkembang menjadi kota metropolitan.
Kebutuhan akan transportasi merupakan resultan dari tersebarnya pola tata
di satu lokasi saja. Perubahan pola tata ruang akan mempengaruhi sistem transportasi,
demikian juga sebaliknya. Jadi dalam perencanaan sistem transportasi makro di
perkotaan, strategi penyediaan jasa transportasi harus mempertimbangkan hubungan
timbal-balik sistem transportasi tata guna lahan juga.
Dalam institusi penangan sektor transportasi diketahui sangat lambat, dimana
keterlambatan penanganan problem transportasi kota boleh jadi disebabkan karena
institusi yang menangani tidak memiliki otoritas/independensi yang cukup untuk
menangani besarnya persoalan yang dihadapi. Selain adanya juga tumpang tindih
wewenang dalam mengelola sistem transportasi kota juga menghambat gerak menuju
efisiensi.
Sejauh ini, pihak pemerintah telah melancarkan berbagai upaya dalam
menanggulangi masalah lalu lintas di perkotaan. Peningkatan kapasitas jaringan jalan
salah satu penyebab permasalahan lalu lintas sehingga menimbulkan pembangunan
jaringan jalan baru, juga ditempuh rekayasa dan pengelolaan lalu lintas (traffic
engineering and management), khususnya menyangkut pelayanan angkutan umum.
Namun kenyataan menunjukkan, bahwa masalah lalu lintas berkembang
semakin kompleks, akibat ketimpangan antara kepesatan peningkatan kebutuhan
transportasi dan rendahnya kemampuan penyediaan fasilitas transportasi. Pada
gilirannya, persoalan lalu lintas seperti kemacetan, delay serta polusi lingkungan
menimbulkan kerugian besar bagi pengguna jalan raya. Betapa besar kerugian besar
maupun rendahnya tingkat kenyamanan barlalu lintas dalam situasi kemacetan yang
semakin rutin dan kian meluas di kota-kota besar.
Perencanaan sistem transportasi di atas sudah barang tentu berdampak
terhadap penataan ruang perkotaan, terutama terhadap prasarana perkotaan. Untuk
menghindarkan dampak yang bersifat negatif, maka perlu diterapkan sistem
perencanaan yang memadai serta sistem koordinasi interaktif dengan melibatkan
berbagai pihak terkait.
Beberapa hal yang menjadi penghambat dalam meningkatkan prasarana
transportasi serta berdampak terhadap penataan ruang perkotaan, terutama prasarana
perkotaan, adalah sebagai berikut :
• Pembuatan jalan baru berupa jalan tol maupun jalan lingkar.
• Pelebaran jalan guna meningkatkan kapasitas jalan maupun perbaikan
persimpangan dihadapkan pada persoalan berkenaan dengan jaringan utilitas.
Telah dibahas pula, bahwa pada dasarnya masalah kemacetan timbul akibat
tingkat pertumbuhan kebutuhan transportasi jauh lebih tinggi dibandingkan
kemampuan penyediaan prasarana transportasi. Disamping itu, kenyataan
menunjukkan pula adanya sejumlah prasarana yang tidak berfungsi semestinya.
Kemudian kegiatan sosial ekonomi secara fisik dapat dikenali melalui struktur
pemanfaatan lahan. Setiap kawasan yang dicirikan oleh kegiatan sosial ekonomi
inilah yang akan memegang peranan penting sebagai faktor penentu keberhasilan
penataan sistem transportasi perkotaan (Borden dan Bennet : 1984)
Dengan demikian, guna menjaga kelangsungan tumbuh dan berkembangnya
suatu kota antara lain ditentukan oleh keseimbangan antara unsur permintaan layanan
yang dibentuk oleh sistem aktivitas kota dan unsur penyediaan layanan yang dibentuk
oleh sistem transportasi perkotaan. Secara jelas ditunjukkan oleh keterkaitan antara
sistem transportasi dan sistem aktivitas serta pengaruhnya terhadap pola pergerakan
lalu-lintas. Di lain pihak pola pergerakan ini juga dipengaruhi oleh sistem
kelembagaan kota, misalnya pengaturan pergerakan lalu-lintas regional, dan
pengaturan pemanfaatan tata guna lahan perkotaan. Pengaturan ini akan
mempengaruhi pola pergerakan penduduk dan pola pergerakan lalu-lintas. Sehingga
hubungan antara sistem aktivitas, sistem transportasi dan pola pergerakan seperti di
gambarkan di atas menunjukkan satu kesatuan yang tak bisa di pisahkan.
2.3 Pengembangan Jalan Perkotaan
Jalan sebagai salah satu prasarana transportasi yang merupakan urat nadi
kehidupan masyarakat mempunyai peranan penting dalam usaha pengembangan
kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam kerangka tersebut, jalan mempunyai
peranan untuk mewujudkan sasaran pembangunan seperti pemerataan pembangunan
dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi, dan perwujudan keadilan sosial bagi
Dalam rangka mendukung perencanaan kota pengembangan jalan merupakan
salah satu prioritas utama disamping perencanaan yang lain yaitu arahan
penggunaan/peruntukan lahan, arah perkembangan kota dan rencana kawasan tertentu
seperti industri (UU No. 26. Tata Ruang : 2007), oleh karena itu pengembangan jalan
perkotaan tersebut perlu diselaraskan dengan rencana tata ruang kota.Untuk maksud
tersebut upaya yang dapat dilakukan antara lain adalah :
Penataan sistem jaringan jalan
Penataan fungsi dan pelayanan jalan
Penetapan persyaratan teknis masing-masing jalan
Ruang lingkup pengembangan dan perencanaan jalan kota meliputi seluruh
prasarana jalan dan jembatan umum yang dapat dilalui oleh kenderaan yang terdapat
diseluruh wilayah administratif tetapi dalam dokumen rencana tata ruang yang
tercantum hanyalah jalan-jalan utama seperti jalan arteri.
Penanganan jalan kota diarahkan agar tercipta kondisi pelayanan lalu lintas
yang tertib, teratur, aman dan memberi kenyamanan bagi pengguna jasa prasarana
dan sarana jalan tersebut.
Evaluasi tingkat pelayanan jalan dalam menunjang pengembangan jalan kota
dilakukan dengan membuat kajian kondisi saat ini (eksisiting) dan menganalisis
permasalahan yang menyebabkan beberapa faktor-faktor dominan penurunan tingkat
pelayanan.
Evaluasi yang baik dan tepat dan dapat berfungsi secara efektif, harus
dapat membantu pengembangan transportasi kota, dimana dari nilai tingkat pelayanan
suatu jalan maka didapatlah diketahui gambaran kondisi pelayanan jalan tersebut
dalam melayani lalu lintasnya, sehingga dapat dibuat usulan penanganan yang lebih
cepat dan lebih terpadu.
2.4 Pola Tingkat Pelayanan Jalan
Tingkat pelayanan (level of service) merupakan ukuran kwalitatif pada suatu
jalan, yang telah merangkum banyak faktor-faktor antara lain keamanan, kenyamanan
dan geometirk jalan dan umumnya digunakan sebagai ukuran dari pengaruh untuk
membatasi volume lalu lintas pada suatu jalan (Oglesby : 1988 dalam Irman : 1995).
Pelayanan yang handal adalah pelayanan jalan yang memenuhi standar
pelayanan minimal, yang meliputi aspek aksesibilitas (kemudahan pencapaian),
mobilitas, kondisi jalan, keselamatan dan kecepatan tempuh rata-rata sedangkan yang
dimaksud prima adalah selalu memberikan pelayanan yang optimal (UU No. 38,
Jalan : 2004).
Mengingat tingkat pelayanan dapat di interprestasikan secara meluas, karena
banyaknya faktor-faktor yang harus dirangkum, kadang-kadang ada yang bersifat
objektif, contohnya dalam penilaian terhadap keamanan dan kenyamanan. Maka
faktor objektif yang biasanya dijadikan sebagai pegangan adalah perbandingan antara
volume lalu lintas dengan kapasitas (Q/C).
Beberapa alternatif pemecahan dimungkinkan dari sisi kebutuhan transportasi,
mengingat transportasi merupakan tanggung jawab bersama, maka keterlibatan
pemerintah, swasta serta masyarakat mutlak diperlukan guna menanggulangi berbagai
persoalan transportasi.
Menurut Robert J. Kodoatie (2005) dalam Pengantar Manajemen Infrastruktur
menyatakan bahwa karakteristik moda transportasi yang dikelompokkan menurut
media atau tempat. Dari sisi ini mengindikasikan bahwa pergerakan untuk sampai
tujuan lebih sering melibatkan satu dan dua atau bahkan lebih pemilihan moda
transportasi yang digunakan sehingga tingkat pelayanan yang ditimbulkan di
pengaruhi oleh beberapa aspek yaitu : aksesibilitas (ubiquity). Mobilitas (mobility),
efisiensi (efficiency), jenis kenderaan (transport modes), dan pelayanan (service).
Mobilitas manusia dan barang secara efisien dan efektif, membutuhkan
peranan transportasi adalah sangat penting. Peranan ini mencakup semua segi
kegiatan manusia yang meliputi bidang ekonomi, sosial dan budaya. Pola aktifitas
penduduk yang dicerminkan oleh adanya pola penggunaan lahan serta transportasi
merupakan faktor yang mempengaruhi tata ruang kota, dengan kata lain tingkat
perkembangan kota akan dipengaruhi oleh bangkitan lalu lintas dan perkembangan
penggunaan lahan. Kelancaran pola pergerakan manusia dan barang sangat
tergantung pada kuantitas dan kualitas prasarana dan sarana yang ada.
Dalam Indonesian Highway Capacity Manual (IHCM) untuk menghitung
dengan mudah Tingkat Pelayanan (Level of Service) dengan membandingkan volume
Untuk melihat hasil tingkat pelayanan jalan diberikan suatu jalan di bagi
dalam beberapa tingkatatan yaitu dari tingkat pelayanan tertinggi disebut tingkat
pelayanan A dan berangsur-angsur turun dengan nama yang sesuai dengan alfabetik
sampai dengan F yang merupakan tingkat pelayanan terendah. Ini dapat dilihat pada
tabel dibawah ini.
Tabel 2.1 Tingkat Pelayanan Jalan (Level of Service)
No. Tingkat Pelayanan
(LOS) Keadaan Arus Lalu Lintas V/C
1. A Arus bebas bergerak < 0,6
2. B Arus stabil, tidak bebas 0,6 – 0,7
3. C Arus stabil kecepatan terbatas 0,7 – 0,8
4. D Arus Mulai tidak stabil 0,8 – 0,9
5. E Arus tidak stabil 0,9 – 1
6. F Macet > 1
Sumber : Highway Traffic Analysis
Penjelasan mengenai tingkat pelayanan jalan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Tingkat palayanan A (v/c < 0,6)
Tingkat pelayanan ini memberikan suatu gambaran kondisi volume lalu lintas
yang rendah dan kecepatan kenderaan dapat dilakukan sekehendak pengemudi.
b. Tingkat palayanan B (0,6 < v/c < 0,7)
Tingkat pelayanan ini memberikan gambaran arus yang stabil, kecepatan
perjalanan mulai dipengaruhi oleh keadaan lalu lintas, dalam batas pengemudi
c. Tingkat palayanan C (0,7 < v/c < 0,8)
Tingkat pelayanan ini memberikan gambaran arus lalu lintas masih dalam
keadaan stabil, tetapi kecepatan dan pergerakan lebih ditentukan oleh volume
yang tinggi, sehingga kecepatan sudah terbatas dalam batas-batas kecepatan yang
cukup memuaskan.
d. Tingkat palayanan D (0,8 < v/c < 0,9)
Tingkat pelayanan ini memberikan gambaran arus yang tidak stabil, kecepatan
yang dikehendaki secara terbatas masih dapat dipertahankan oleh
perubahan-perubahan dalam keadaan yang dapat menurunkan kecepatan perjalanan yang
cukup besar.
e. Tingkat palayanan E (0,9 < v/c < 1)
Tingkat pelayanan ini memberikan gambaran arus yang tidak stabil, tidak dapat
ditentukan hanya dari kecepatan perjalanan saja, sering terjadi macet (berhenti)
untuk beberapa saat, volume lalu lintas dapat hampir sama dengan kapasitas jalan.
f. Tingkat palayanan F (v/c > 1)
Tingkat pelayanan ini dapat memberikan gambaran arus tertahan, kecepatan
rendah, sering terjadi kemacetan pada waktu cukup lama dalam keadaan ekstrim
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Evaluasi tingkat pelayanan jalan sebagai penunjang perencanaan dan
pengembangan pemanfaatan lahan studi kasus kawasan Jalan Kolonel Yos. Sudarso
Kelurahan Pematang Pasir Kecamatan Teluk Nibung Kota Tanjungbalai tidak dapat
dilihat secara parsial, akan tetapi juga harus dilihat dalam lingkup regionalnya.
Dengan demikian maka pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
dengan mengkaji konstelasi makro regional secara internal.
Jenis penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian terapan, dalam arti
penelitian ini mengaplikasikan teori dengan terapan yang ada di masyarakat secara
sistematis (Moh. Nazir :1983). Jadi penelitian yang dilakukan dengan berbagai
tahapan antara lain : penyusunan proposal, persiapan, pelaksanaan survei lapangan
dan instansional, pengumpulan data, kompilasi data (Primer dan Sekunder), analisa
data, serta diakhiri dengan perumusan dan penyusunan tesis. Sebelum sampai kepada
hal di atas perlu dijelaskan bahwa jenis-jenis data yang dibutuhkan dalam studi
penelitian ini adalah data kualitatif maupun kuantitatif, yang didapat langsung dari
3.2 Variabel Penelitian
Dalam ilmu-ilmu natura, variabel-variabel yang digunakan umumnya nyata
dapat dimengerti, diraba dan dapat dilihat, sehingga kurang menimbulkan
keragu-raguan akan maknanya. Di lain pihak, variabel atau konstrak yang dibangun dalam
ilmu sosial memerlukan definisi yang terang, supaya tidak terdapat keragu-raguan,
dan dapat memperterang arti ataupun untuk membuat variabel atau konstrak tersebut
dapat digunakan secara operasional (Moh. Nazir: 1983).
Identifikasi kondisi tingkat pelayanan jalan pada kawasan penelitian dan
pemanfaatan lahan yang dijadikan beberapa variabel penelitian. Dari variabel ini
sebagai bahan masukan dalam pengelolaan analisis lanjutan yang dijadikan sebagai
variabel bebas adalah tingkat pelayanan jalan yang ada sedangkan variabel terikatnya
berupa kondisi dan karakteristik Jalan Kolonel Yos Sudarso yang dilihat per
masing-masing segmen.
3.3 Populasi/Sampel
Populasi adalah sekumpulan obyek yang menjadi sasaran dari suatu
penelitian. Sedangkan sampel penelitian adalah contoh yang diambil dari populasi.
Oleh karena itu, populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat/penduduk dan
pengguna jasa pergudangan sebagai pengguna lahan yang ada di sekitar Jalan Kolonel
Yos Sudarso Kelurahan Pematang Pasir dan Kelurahan Perjuangan Kecamatan Teluk
3.4 Metoda Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data seperti yang disebutkan di atas tergantung pada
sumbernya masing-masing. Terhadap data yang merupakan data primer,
pengumpulannya dapat dilakukan melalui kegiatan antara lain :
1. Observasi lapangan, merupakan pengamatan langsung di wilayah penelitian
sehingga dapat menggambarkan keadaan saat ini.
2. Wawancara atau interview, dilakukan terutama kepada mereka sebagai
responden dengan berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah disiapkan.
Selain itu dilakukan juga wawancara terhadap informan yang terdiri dari
aparat pemerintah serta tokoh-tokoh masyarakat, guna mendapatkan
gambaran secara mendalam tentang permasalahan lokasi penelitian tersebut.
Sedangkan terhadap data-data yang sifatnya sekunder, teknik pengumpulan
data yang dilakukan melalui studi pustaka melalui membaca dan menggali data-data
dari berbagai literatur yang berkaitan dengan materi penelitian.
3.5 Kawasan Penelitian
Dalam tahapan penyusunan ini, kawasan penelitian yang diambil sebagai
ruang lingkup penelitian adalah kawasan sebagian Jalan Kolonel Yos Sudarso pada
Kelurahan Pematang Pasir yang terletak dalam Kecamatan Teluk Nibung Kota
Tanjungbalai. Untuk lebih sepesifiknya pembatasan ruang penelitian dilihat dari
lokasi jalan dengan radius penelitian 50 meter sisi kiri dan kanan sepanjang jalan
3.6 Metoda Analisa Data
Data yang diperoleh, baik data sekunder maupun primer dianalisis dengan
menggunakan metode evaluasi deskriptif statistis untuk memperoleh penelaahan yang
dikehendaki atas berbagai fenomena yang ditemukan di lapangan. Deskriptif
dimaksudkan untuk memberikan penjelasan dan uraian-uraian berdasarkan
karakteristik data dan informasi yang diperoleh di lapangan. Analisis senantiasa diacu
dan dilandasi pada tinjauan pustaka (landasan teori), dengan demikian kesimpulan
yang diambil diharapkan dapat menjawab permasalahan yang ditetapkan sebelumnya.
Selanjutnya akan diterangkan beberapa tahapan analisis data yang di lakukan
dalam penelitian ini. Tahapan-tahapan yang dilakukan antara laian :
a. Menginventarisasi atau pengumpulan data tentang objek penelitian dengan
mencoba mengkaji kelayakan ruang dalam suatu keseimbangan tingkat pelayanan
jalan yang ditimbulkan terhadap aktivitas pergerakan masyarakat sekitarnya
melalui penyebaran kuesioner dan obeservasi lapangan.
b. Hasil kuesioner dilakukan tabulasi (indek value) yang melihat rata-rata variabel
random yang dihasilkan dari peristiwa yang berulang (Sri Mulyono: 2004). Hasil
tabulasi ini dilanjutkan melalui metode tabulasi silang dengan metode kuantitatif
non parametrik yang perhitungannya untuk menguji ketergantungan hubungan
tingkat pelayanan jalan dengan beberapa parameter antara lain karakteristik jalan,
peruntukan jalan dan kondisi sosial lingkungan dari masing-masing segmen pada
silang adalah untuk melihat ada atau tidak adanya hubungan antar beberapa
faktor. Dalam kata lain untuk menguji dua atau lebih populasi mempunyai yang
distribusi sama, sehingga dapat dicari kecocokan ataupun menguji ketidakadaan
hubungan antara beberapa populasi.
c. Dalam pemeriksaan keakurasian data, dilakukan dengan membandingkan antara
satu data dengan data yang lainnya serta membandingkan dengan sumber data
lainnya, atau dikenal dengan teknik trianggulasi. Dalam arti lain membandingkan
antara observasi lapangan dengan data sekunder, data sekunder dengan hasil
BAB IV
GAMBARAN LOKASI PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Wilayah Kota Tanjungbalai
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kota Tanjungbalai
berfungsi sebagai Pusat Kegiatan Wilayah dengan sektor unggulan yang meliputi :
sektor pertanian, perkebunan, industri pengolahan hasil pertanian dan perikanan.
Sehubungan dengan hal tersebut, kedudukan Kota Tanjungbalai mempunyai
hubungan yang erat dengan struktur tata ruang, arah pengembangan, fungsi kawasan
serta pusat-pusat pertumbuhan wilayah sekitarnya sesuai kedudukannya yang
strategis.
Pertumbuhan Kota Tanjungbalai sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan
wilayah-wilayah sekitarnya, sehingga sangat besar pengaruhnya pada peran dan
fungsi Kota Tanjungbalai sebagai bagian dari Provinsi Sumatera Utara. Disamping itu
dengan kedudukan kota yang memiliki jaringan jalan Lintas Sumatera serta jaringan
kereta api, maka Kota Tanjungbalai merupakan kota tempat berlabuhnya kegiatan
bongkar muat hasil pertanian dan tempat jasa pengiriman (eksport) hasil perikanan
dan perkebunan. Daerah belakangnya (hinterland) seperti Kabupaten Asahan,
Kabupaten Labuhanbatu, Kabupaten Simalungun, Kota Karo dan daerah lainnya yang
sehingga Kota Tanjungbalai merupakan kota sebagai pusat akumulasi dan distribusi
produksi komoditas perkebunan dan hasil pertanian.
Kota Tanjungbalai merupakan suatu kawasan jasa perdagangan yang
berkembang relatif cepat oleh karena memiliki jaringan jalan regional yang
menghubungkan beberapat pusat pertumbuhan ekonomi. Disamping itu adanya
jaringan jalan kereta api yang menghubungkan Medan – Tanjungbalai dan sebaliknya
serta transportasi sungai yang menghubungkan ke beberapa wilayah hingga
[image:52.612.139.497.307.659.2]internasional Negara Malaysia (Port Klang).
Gambar 4.1 Peta Kota Tanjungbalai Dalam Konteks Regional
Fasilitas penunjang Kota Tanjungbalai mengelompok membentuk pola liner,
terutama fasilitas komersial (perdagangan dan jasa) dan pelayanan umum dengan
orientasi pada simpul Jalan Asahan – Jalan Veteran – Jalan Kolonel Yos. Sudarso –
Jalan Letjen Suprapto – Jalan Imam Bonjol – Jalan Tengku Umar – Jalan
Sisingamangaraja. Pola linier ini berdampak pada inefisiensi penggunaan lahan dan
pelayanan prasarana perkotaan dan banyak menimbulkan kantong-kantong kosong
(enclave) yang mengakibatkan struktur ruang wilayah perencanaan tidak solid.
Dengan semakin tingginya intensitas perkembangan Kota Tanjungbalai, maka
semakin memacu berkembangnya kegiatan permukiman, kegiatan perdagangan dan
jasa, serta kegiatan lain. Keadaan ini apabila tidak diarahkan dapat menimbulkan
permasalahan kota, khususnya menyangkut penggunaan lahan, menurunnya kualitas
lingkungan (timbulnya kawasan permukiman kumuh) dan pada akhirnya berpengaruh
pada tidak optimalnya pemanfaatan ruang di Kota Tanjungbalai.
4.2 Letak Geografis
Kota Tanjungbalai merupakan salah satu daerah yang berada di Kawasan
Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara (Kota Medan) yang dapat ditempuh melalui
jalan darat (mobil atau kereta api) dan laut (perairan).
Secara geografis posisi Kota Tanjungbalai berada pada koordinat 990 48’ 00’’
BT dan berada pada posisi 20 58’ 00’’ LU. Dilihat dari struktur tata ruang provinsi,
Kota Tanjungbalai terletak di bagian Timur Provinsi Sumatera Utara. Dengan posisi
tersebut Kota Tanjungbalai merupakan kota yang strategis, karena dapat memberikan
maupun terhadap daerah sekitarnya. Dengan demikian Kota Tanjungbalai mempunyai
[image:54.612.131.507.172.648.2]arti penting dalam sistem pembangunan dan tata ruang wilayah provinsi dan nasional.
Gambar 4.2 Peta Administrasi Kota Tanjungbalai
Secara administrasi Kota Tanjungbalai mempunyai luas wilayah 6.052 Ha
yang terdiri dari 6 (enam) kecamatan dan 31 kelurahan. Sedangkan batas-batas
wilayah Kota Tanjungbalai berbatasan langsung dengan Kabupaten Asahan, yaitu :
Sebelah Utara : Kecamatan Tanjungbalai Kab. Asahan
Sebelah Selatan : Kecamatan Simpang Empat Kab. Asahan
Sebelah Barat : Kecamatan Simpang Empat Kab. Asahan
Sebelah Timur : Kecamatan Sei. Kepayang Kab. Asahan
Tinjauan lokasi penelitian secara administrasi terdapat pada Kecamatan Teluk
Nibung Kelurahan Pematang Pasir dengan memiliki kawasan-kawasan potensial yang
dapat dikembangkan menjadi beberapa kegiatan untuk mendukung dan menunjang
fungsi kotanya sesuai dengan arah kebijaksanaan yang telah ditetapkan. Beberapa
kawasan potensial tersebut adalah Kawasan Pelabuhan Teluk Nibung, merupakan
pelabuhan utama Kota Tanjungbalai yang memiliki sarana pendukungnya walaupun
masih minim. Pelabuhan ini merupakan tempat bongkar muat barang dan penumpang
sekaligus sebagai pusat pengumpul barang-barang, baik dari Kota Tanjungbalai
maupun dari wilayah sekitarnya bahkan dari negara Malaysia, seperti hasil industri
pengolahan perkebunan dan prikanan. Akan tetapi posisi kawasan tersebut hanya bisa
di lalui oleh satu jaringan jalan yaitu Jalan Kolonel Yos. Sudarso, oleh sebab itu kita
perlu melakukan beberapa penelitian yang lebih khusus untuk melihat dari beberapa
titik simpul yang dilalui jalan tersebut.
Distribusi atau penempatan pusat-pusat pelayanan kegiatan perkotaan
sehingga membentuk pola tata ruang kota yang multinuclei (banyak inti). Sehingga
secara fungsional, dapat dikatakan bahwa Kecamatan Teluk Nibung tidak terbentuk
dalam satu kawasan pusat kegiatan perkotaan, yang orientasinya cenderung lebih
terfokus pada upaya pelayanan masyarakat kota, hal itu dapat dijelaskan dengan
penempatan fasilitas-fasilitas pelayanan kegiatan utama berada atau berbaur dengan
[image:56.612.124.517.254.668.2]permukiman.
Gambar 4.3 Peta Administrasi Kecamatan Teluk Nibung
Dengan adanya kebijakan pengembangan struktur sistem perkotaan dan
prioritas pengembangan Wilayah Kota Tanjungbalai, maka Kecamatan Teluk Nibung
diarahkan sebagai BWK IV yaitu berfungsi sebagai pengembangan kegiatan
pelabuhan, industri, dan pergudangan, maka secara ruang, kebijakan regional perlu
ditindak lanjuti atau diimbangi dengan arahan strategi pengembangan fungsi
pemanfaatan ruang kawasan perkotaan, yang meliputi arahan pemanfaatan ruang
fungsi regional, dan arahan pemanfaatan ruang fungsi kota.
Salah satu lokasi penelitian tersebut terdapat di Kelurahan Pematang Pasir
dengan luas wilayah sebesar 420 Ha, terdapat di dalam Kecamatan Teluk Nibung
merupakan kecamatan yang ada di Kota Tanjungbalai, dimana pada tahun 2006
Kecamatan Teluk Nibung memiliki wilayah seluas 12,55 Km2 dan terdiri dari 5
[image:57.612.114.528.396.660.2](lima) kelurahan.
Gambar 4.4 Lokasi Penelitian Kelurahan Pematang Pasir
Berdasarkan letak geografisnya Kelurahan Pematang Pasir berada di bagian
Utara Kota Tanjungbalai dengan batas administrasi adalah sebagai berikut :
• Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Asahan
• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Asahan • Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Sei. Merbau
• Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Perjuangan
Dilihat dari gambar di atas, perbandingan luas Kelurahan di Kecamatan Teluk
Nibung sangat berpariasi dimana Kelurahan Pematang Pasir merupakan daerah
terluas sebesar 33 % (4,20 Km2). Sedangkan Kelurahan Perjuangan merupakan
kelurahan terkecil sebesar 10 % (1,28 Km2). Sehingga menunjukkan perbandingan
luas kelurahan tersebut sangat mempengaruhi dari pengaturan ruang dan pemanfaatan
lahan yang ada untuk memprioritaskan ketersediaan prasarana dan sarana perkotaan
di masing-masing kelurahan.
4.3 Topografi
Topografi Kelurahan Pematang Pasir di Kecamatan Teluk Nibung
dipengaruhi oleh letaknya yang berada di Sungai Asahan yang terdiri dari dataran
rendah dengan kemiringan 0 – 2 % dan dengan ketinggian 0 – 3 m di atas permukaan
laut. Kondisi tersebut menyebabkan adanya potensi pemandangan alam dan pola
aliran yang jelas. Adapun permasalahan yang dapat timbul dari sifat permukaan
tersebut antara lain potensi abrasi sungai, keterbatasan lahan potensial,
Keterangan
Jl. Kolonel Yos Sudarso
33 % Kel. Pematang Pasir
25 % Kel. Kapias Pulau Buaya
21 % Kel. Beting Kuala Kapias
11 % Kel. Sei. Merbau
[image:59.612.108.529.128.453.2]10 % Kel. Perjuangan
Gambar 4.5 Luas Kelurahan Kecamatan Teluk Nibung Tahun 2006
Sumber : Kecamatan Teluk Nibung Dalam Angka, 2006.
Geomorfologi kawasan Kelurahan Pematang Pasir relatif datar yang mengitari
kawasan perkotaan (Kecamatan Teluk Nibung). Dalam hal ini pengembangan
kawasan terbangun perkotaan, faktor kemiringan lahan juga perlu dijadikan dasar
pertimbangan, dalam menentukan arah pengembangan kawasan lahan terbangun
perkotaan dengan syarat sesuai arahan kesesuaian lahan yang berlaku.
Dengan memahami karakteristik geomorfologinya serta mengikuti pola
pengembangan kawasan perkotaan, dapat diarahkan pada daerah hingga ketinggian 3
(tiga) meter di atas permukaan laut.
Memahami karakteristik be