• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi kinerja enzim pada bungkil kacang kedelai india dan argentina pada ayam pedaging

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi kinerja enzim pada bungkil kacang kedelai india dan argentina pada ayam pedaging"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

KEDELAI INDIA DAN ARGENTINA

PADA AYAM PEDAGING

HANY WIDJAJA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Evaluasi Kinerja Enzim pada Bungkil Kacang Kedelai India dan Argentina pada Ayam Pedaging adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2013

Hany Widjaja

D152090051

___________________________________

(4)
(5)

dan Argentina pada Ayam Pedaging. Dibimbing oleh NAHROWI dan DESIANTO BUDI UTOMO.

Penelitian telah dilakukan dengan menggunakan ayam pedaging jantan dari strain komersial untuk mengevaluasi efek dari enzim pada penampilan produksi ayam, kecernaan asam amino, kecernaan serat kasar, kandungan air ekskreta dan nilai ekonomis pada ransum yang menggunakan bungkil kacang kedelai (BKK) India dan Argentina.

Penelitian menggunakan 8 perlakuan dengan 10 ulangan dan berjumlah 5 ekor setiap ulangan. Penlitian menggunakan dua ransum dasar yang berdasarkan pada jagung dan kacang kedelai diformulasikan dengan BKK India atau Argentina dengan level metabolisme energi dan asam amino yang sama, yakni 1% lisina tercerna, 0.38% metionina tercerna dan 0.75% metionina dan sisteina tercerna. Ransum dalam penelitian ini tidak menggunakan bahan baku hewani untuk memaksimalkan penggunaan BKK. Bahan baku utama lainnya yang diikutsertakan dalam formulasi pakan adalah jagung, minyak kelapa sawit, garam, vitamin dan mineral. Masing-masing ransum dasar (basal diet) dibagi menjadi 4 bagian, bagian pertama diberikan kepada ayam sebagai kontrol, kedua ditambahkan enzim proteinase, ketiga ditambahkan enzim karbohidrasedan bagian terakhir ditambahkan kombinasi enzim proteinase dan karbohidrase. Enzim karbohidrase yang dipergunakan pada penelitian ini adalah - galaktosidase dengan aktifitas enzim 2500 Ga IAU/g dan  mannanase dengan aktifitas enzim 5000 MIAU/g. Enzim proteinase mempunyai aktifitas enzim sebesar 75,000 PROT units/g. Dosis untuk enzim proteinase dan karbohidrase masing-masing sebesar 500 g/ T and 200 g/T. Ayam diberi ransum tunggal dari umur 1 hingga 32 hari. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap faktorial (RAL Faktorial). Hasil dianalisis dengan ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Duncan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecernaan asam amino esensial dan bukan esensial ileum tidak dipengaruhi oleh BKK dan tidak berbeda nyata (P > 0.05) diantara perlakuan enzim yang diberikan.

Kecernaan serat kasar tidak dipengaruhi oleh BKK dan tidak berbeda nyata (P > 0.05) diantara perlakuan yang diberikan. Secara numerik, kecernaan serat kasar pada BKK India lebih tinggi dari pada BKK Argentina dan pemberian enzim khususnya kombinasi enzim proteinase dan karbohidrase memberikan peningkatan kecernaan serat kasar tertinggi.

Kandungan air ekskreta dan konsumsi air minum diantara ayam yang diberi ransum dengan BKK India tidak berbeda nyata (P > 0.05) dengan BKK Argentina. Penambahan enzim juga tidak memberikan perbedaan nyata diantara perlakuan yang diberikan.

(6)

Penambahan enzim proteinase dan karbohidrase tunggal tidak dapat menunjukkan perbedaan yang nyata pada penampilan produksi ayam. Hal ini dapat disebabkan karena fungsi dari masing-masing enzim yang tidak optimal. Kombinasi kedua enzim memberikan perbedaan nyata, karena keduanya mempunyai mekanisme kerja sinergis. Enzim karbohidrase akan mendegradasi polisakarida bukan pati dan menurunkan tegangan permukaan sehingga dapat membuka akses bagi enzim proteinase dan enzim dalam tubuh ayam (endogenous) untuk menyempurnakan proses pencernaan.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah bungkil kacang kedelai India menunjukkan penampilan produksi yang lebih rendah dari bungkil kacang kedelai Argentina. Kombinasi enzim proteinase dan karbohidrase menunjukkan efek sinergis. Keduanya dapat memperbaiki penampilan produksi dan meningkatkan nilai ekonomis pakan khususnya pada bungkil kacang kedelai India.

(7)

and India with and without enzyme supplementation in broiler. Supervised by NAHROWI and DESIANTO BUDI UTOMO.

A study was conducted with male chicks of a commercial broiler strain to evaluate the effects of commercial enzyme preparation on chick performance and digestibilities of amino acid and fiber in diets containing India and Argentina soybean meal.

Two corn-soy based diets were formulated to contain either soybean meal (SBM) India or SBM Argentina with same levels of metablizable energy (ME) and digestibile amino acids. Digestible lysine 1.0%, digestible methionine 0.38% and digestible methionine and cysteine 0.75% . No animal protein was used so as to allow for maximum usage SBM. Other major raw materials included in formulation were corn, crude palm oil (CPO), salt, vitamins and minerals. Each basal diet was split into 4 equal portions, one portion was fed as control and the other portions were supplemented with commercial single enzyme protease, carbohydrase or combination enzymes protease + carbohydrase. The carbohydrase enzyme used in these studies were  galactosidase with 2500 Ga IAU/g enzyme activity and  mannanase of 5000 MIAU/g enzyme activity. The protease enzyme activity was 75,000 PROT units/g. Dosages for single carbohydrase and protease enzyme were 500 g/ T and 200 g/T, respectively and dosage for combination enzyme was 700 g/T.

Birds were fed this single test feed from day 1 to day 32. Data collections were done for 32 days with 8 treatments, 10 replicates and 5 birds per replicate. Research using factorial completely randomized design. Results were analyzed by ANOVA followed by Duncan test

The result showed that performance on 32 days, body weight and FCR of birds fed India SBM diets were significantly different (P < 0.05) from birds fed Arg SBM diets. Supplementation of enzymes produced a significantly different (P < 0.05) results between single enzyme (carbohydrase or protease) and combination enzymes (carbohydrase and protease) for both body weight and feed conversion ratio (FCR); consequently combination enzymes improved the performance.

Ileal amino acid digestibility was not significantly affected by dietary treatment. Body weight and FCR showed positive correlation with amino acid digestibility, body weight positively correlated with Methionine (R2=0.406), FCR positively correlated with Methionine (R2=0.625) and Glycine (R2=0.412).

Fiber digestibility was not significantly affected by dietary treatment. Fiber digestibility of India SBM diets was numerically higher than Argentine SBM diets. Supplementation of combination carbohydrase and protease showed the best improvement in dietary fiber digestibility.

(8)

failed to show significant improvement in bird performance, this is possibly due to improper function of the enzymes. Since single protease may not easily access to some of the soybean proteins that are entrapped in the cell wall matrix without prior breakdown of the cell wall structure by carbohydrase. Results from this study indicated supplementation of single protease or carbohydrase to SBM based diets is hardly proven effective or beneficial. However, results from this study showed positive response of broiler performance, especially body weight gain and FCR, and fiber digestibility for birds fed SBM diets supplemented with combination enzymes in comparison with single enzyme. Combination of protease and carbohydrase possiblly have synergistic mode of action in terms of degrading NSP and entrapped protein in the cell wall metrix, which resulted in improvement in bird performance and numerically higher digestibility of fiber.

(9)

© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(10)
(11)

PADA AYAM PEDAGING

HANY WIDJAJA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

(13)

Judul Tesis : Evaluasi Kinerja Enzim pada Bungkil Kacang Kedelai India dan Argentina pada Ayam Pedaging

Nama : Hany Widjaja

NIM : D152090051

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Nahrowi, MSc Dr Desianto B. Utomo, PhD Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan

Dr Ir Dwierra Evvyernie A, MS, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(14)
(15)

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria karena dengan kasih karuniaNya penulis dapat menyelesaikan tesis yang merupakan salah satu tugas akhir untuk memperoleh gelar Magíster Sains dalam program Pascasarjana Ilmu Nutrisi dan Pakan Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Nahrowi, MSc selaku ketua komisi pembimbing yang selalu memberikan semangat, pengarahan dan kesempatan untuk mengembangkan penelitian dengan penuh pengertian dan bijaksana.

Ucapan terima kasih kepada Dr Desianto B. Utomo, PhD selaku anggota komisi pembimbing yang selalu mengingatkan penulis untuk menyelesaikan sekolah, dan membuka pintu untuk penulis saat membutuhkan bimbingan hingga memperjuangkan fasilitas pengujian.

Ucapan terima kasih kepada Dr Ir Sumiati, MSc sebagai penguji luar komisi dan Dr Ir Dwierra Evvyernie A, MS, MSc sebagai ketua program studi Ilmu Nutrisi dan Pakan, yang berkenan memberikan evaluasi dan masukkan untuk isi tesis ini pada ujian akhir.

Ucapan terima kasih disampaikan pula kepada Dr Vinai Rakphongpairoj yang memberikan kesempatan untuk menimba ilmu kembali, dan meluangkan waktu untuk membimbing dalam menyelesaikan tugas akhir.

Kata-kata terima kasih ini tidak akan pernah cukup untuk Dr Kenny R. Hazen yang membimbing penulis dari persiapan penelitian hingga akhirnya, dengan penuh ketulusan dan kesabaran, mengajar, mengarahkan, membimbing, memberikan inspirasi dan semangat baru.

Terima kasih kepada Dr Shaoyan Li yang memberikan kesempatan kepada penulis untuk bersekolah meskipun menyita waktu kerja, memberikan bimbingan dengan detail pada penulisan tugas akhir ini.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada team Feed Technology CPI yakni Ibu Sri, Bapak Bagus, Mbak Ina, Mas Andi, Bapak Maryanto, Maureen, Wenny, Akbari, Bapak Ratiman, Mbak Noni, Mbak Elis dan Rizqi. Team dari Laboratorium yakni Ibu Binarti, Ibu Nursiah, Bapak Irwan dan Ibu Lela. Team dari RnD yakni Bapak Johnny Wang dan Bapak Faisal. Teman-teman seangkatan Sahera, Eva, Franky dan staff Pascasarjana Bapak Supriyadi dan Ibu Ade, serta teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang berkenan membantu dengan tulus hati. memberikan kekuatan baru saat penulis jatuh. Untuk pengorbanan yang tidak pernah dapat terbalas.

Ucapan terima kasih untuk Ie Giem dan sahabat penulis Ingrid - Tay yang selalu berkenan untuk tunduk berdoa untuk penulis. Senantiasa ikut “ujian” saat penulis ujian.

(16)

(17)
(18)

DAFTAR PUSTAKA 60

(19)

1 Anti nutrisi pada bungkil kacang kedelai 3 2 Karbohidrat pada bungkil kacang kedelai 6 3 Komposisi dan kandungan nutrien ransum 22 4 Analisa bungkil kacang kedelai India dan Argentina 28 5 Berat badan pada periode starter 0-21 hari 30 6 FCR pada periode starter 0-21 hari 31 7 Konsumsi pakan pada periode starter 0-21 hari 31 8 Berat badan pada periode finisher 22-32 hari 32 9 FCR pada periode finisher 22-32 hari 32 10 Konsumsi pakan pada periode finisher 22-32 hari 33 11 Berat badan pada saat panen umur 32 hari 33

12 FCR pada saat panen umur 32 hari 34

13 Konsumsi pakan saat panen umur 32 hari 34

14 Kandungan air ekskreta 37

15 Konsumsi air minum 38

16 R2 dari korelasi kecernaan asam amino ileum dengan berat

badan dan FCR 39

17 Kecernaan asam amino esensial ileum (1) 40 18 Kecernaan asam amino esensial ileum (2) 41 19 Kecernaan asam amino buksn esensial ileum 42 20 R2 dari korelasi kecernaan serat kasar dengan berat badan dan

FCR 43

21 Kecernaan serat kasar 44

(20)

1 Ruang lingkup penelitian 19 2 Bungkil kacang kedelai India dan Argentina 29

3 Berat badan pada umur 32 hari 35

4 FCR pada umur 32 hari 35

5 Perubahan bedah bangkai pada pankreas ayam yang menggunakan

bungkil kacang kedelai India 46

6 Perubahan bedah bangkai pada pankreas ayam yang menggunakan

bungkil kacang kedelai Argentina 46 7 Perubahan bedah bangkai pada usus halus ayam yang menggunakan

bungkil kacang kedelai India 47

8 Perubahan bedah bangkai pada usus halus ayam yang menggunakan bungkil kacang kedelai Argentina 47 9 Protein yang terperangkap dalam matriks serat kasar dinding sel 53

10 Proses pencernaan serat kasar 54

11 Strukur polisakarida pada bungkil kacang kedelai 56

12 Mekanisme kerja sinergis 58

(21)

1 Penampilan produksi pada umur 7 hari hingga 32 hari 64

2. Kurva penampilan produksi 1-32 hari 69

(22)
(23)

1

Latar Belakang

Kualitas Bungkil Kacang Kedelai dari Berbagai Negara

Bungkil kacang kedelai adalah salah satu bahan baku sumber protein berkualitas yang dipergunakan pada pakan unggas. Bungkil kacang kedelai umumnya berasal dari 5 negara pengekspor yakni Argentina yang merupakan pengekspor terbesar sebanyak 48 % diikuti oleh Brazil 24 %, Amerika Serikat 15 %, Paraguay 2% dan India 7% (Swick 2012).

Tiap negara mempunyai perioda panen yang berbeda beda. Musim panen kedelai di India umumnya terjadi pada bulan November hingga April. Sepanjang perioda ini, bungkil kacang kedelai India mempunyai harga yang lebih rendah dari bungkil kedelai yang lainnya. Selisih harga bungkil kedelai India dengan Argentina berkisar 10 hingga 45 U$/MT. Kondisi ini menyebabkan ahli nutrisi mempuyai peluang untuk menggunakan bungkil kacang kedelai India untuk membuat pakan unggas dengan harga yang kompetitip di lapangan.

Akan tetapi, menggantikan bungkil kacang kedelai asal Argentina, Amerika atau Brazil dengan bungkil kacang kedelai India dalam ransum unggas membutuhkan perhitungan yang masak. Hal ini disebabkan oleh kualitas nutrisi dari bungkil kacang kedelai tidak selalu seragam. Variasi ini dapat disebabkan oleh varietas, genotip, anti nutrisi dan metoda pembuatan (Douglas & Parson 2000).

(24)

Liu dan Zhu (2011) mengumpulkan bungkil kacang kedelai dari Argentina, Amerika Serikat dan India dan menentukan kandungan nutrisi ketiganya. Bungkil kacang kedelai India menunjukan kualitas yang paling rendah. Kandungan serat kasar, abu dan urease dari bungkil kacang kedelai India lebih tinggi, sedangkan tingkat asam aminonya lebih rendah dari bungkil kacang kedelai Amerika Serikat dan Argentina.

Ketersediaan dan pemanfaatan nutrisi dari bungkil kacang kedelai dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor anti nutrisi. Anti nutrisi ini dapat mempengaruhi tingkat asupan pakan dan metabolisme nutrisi (Sinova et al. 2008). Kandungan anti nutrisi seperti proteinase inhibitor, khususnya tripsin inhibitor akan menekan tingkat kecernaan dari protein dan ketersediaan asam amino. Di sisi lain, anti nutrisi karbohidrat seperti oligosakarida dan polisakarida bukan pati juga tidak dapat dicerna oleh unggas. Kehadiran dari fraksi serat kasar ini dapat memberikan dampak negatip pada tingkat ketersediaan asam amino dan energi (Swick 2007).

Di dunia saat ini, terdapat tiga metoda yang dipergunakan untuk meningkatkan ketersediaan nutrisi dari bungkil kacang kedelai. Ketiga metoda tersebut adalah manipulasi genetik, modifikasi proses pembuatan dan modifikasi komposisi ransum dengan menambahkan enzim (Graham dan Partridge 2003). Penggunaan enzim pada ransum yang menggunakan bungkil kacang kedelai pada unggas memberikan perbaikan ketersediaan nutrisi dan penampilan produksi unggas dengan tingkatan yang berbeda-beda.

Komposisi Kimia dari Bungkil Kacang Kedelai

(25)

Faktor Anti Nutrisi

Sebagaimana telah disebutkan diatas, faktor anti nutrisi diduga sebagai salah satu pemicu perbedaan kualitas dari bungkil kacang kedelai karena mempengaruhi ketersediaan nutrisi dan proses metabolisme (Swick 2007; Choct

et al 2010). Faktor-faktor anti nutrisi yang terdapat pada bungkil kacang kedelai adalah proteinase inhibitor, allergins, lektin, phytoesterogens, lipoxygenase,

saponin, phytin, oligosakarida dan polisakarida bukan pati (Tabel 1). Tabel 1 Anti nutrisi pada bungkil kacang kedelai

Faktor Anti Nutrisi Efek fisiologis Catatan

Proteinase Inhibitors

Lektin Aglutinasi sel darah merah Labil panas

Phytoesterogens Efek esterogenik (jumlah kecil) Tahan panas Lipoxygenase Catalyzes oxidation asam lemak Labil panas Saponin Pahit, iritasi mukosa (jumlah kecil) Tahan panas Phytin Interferensi dengan kecernaan mineral Tahan panas Oligosakarida dan

polisakarida bukan pati

Penampilan produksi, ekskreta lengket

dan diare Tahan panas

Sumber: Swick (2007)

Proteinase inhibitor yang terdapat dalam bungkil kacang kedelai berupa tripsin inhibitor. Anti nutrisi ini akan menyebabkan pembengkakan kelenjar pembentuk enzim pada pankreas, mengikat dan menginaktifkan enzim pankreas yakni tripsin dan kimotripsin. Selanjutnya kerusakan ini akan menurunkan tingkat kecernaan protein. Proteinase inhibitor ini dapat diinaktifkan dengan proses pemanasan dalam pembuatan bungkil kacang kedelai.

(26)

Lektin adalah glikoprotein yang dapat mengikat permukaan sel melalui oligosakarida spesifik atau glycipeptida dan mempunyai daya ikat yang tinggi pada epitel usus halus. Lektin dapat merubah struktur dari epitel usus dan tahan pada proteolisis usus. Perubahan ini dapat mempengaruhi aktifitas vili usus dan bahkan menyebabkan luka tukak pada usus sehingga meningkatkan kehilangan nitrogen endogenus akibat dari kerusakan enterosit usus. Lektin dapat dihancurkan oleh proses pemanasan pada pembuatan bungkil kacang kedelai (Douglas et al. 1999). Lektin atau hemagglutinins adalah protein yang dapat menggumpalkan sel darah merah bila disuntikan dalam dosis tinggi (Swick 2007).

Phytoesterogens adalah senyawa isoflavone yang mempunyai efek esterogen. Senyawa ini tidak rusak dalam pemanasan tetapi terdapat dalam konsentrasi yang jauh dibawah ambang untuk dapat memberikan efek negatif pada unggas.

Lypoxygenase adalah enzim yang dapat melakukan proses oksidasi katalisa pada asam lemak. Enzim ini terpisah dari lubang minyak pada kedelai tetapi dilepaskan dengan penggerusan kedelai. Lypoxygenase dapat dirusak oleh pemanasan pada saat pembuatan bungkil kacang kedelai.

Saponins adalah glycocides dengan deterjen kuat yang dapat memberikan rasa pahit dan mengiritasi membran mukosa. Saponins dapat menyebabkan ekskresi kolesterol dan menekan pertumbuhan. Senyawa ini tidak dirusak oleh panas tetapi konsentrasinya dalam kacang kedelai jauh lebih rendah dari tingkat yang dapat memberikan dampak negatip pada unggas.

Phytin adalah kompleks mineral dari ester hexaphosphate inositol. Senyawa ini dapat menggangu kecernaan mineral dan selanjutnya mengganggu proses metabolisme pada unggas. Ikatan fosfor dengan phytin tidak banyak ditemukan pada kedelai.

Oligosakarida termasuk dalam kelompok gula-gula pada karbohidrat yang mempunyai tingkat kecernaan terbatas. Berdasarkan bahan kering, bungkil kacang kedelai dapat mengandung 6,2% sukrosa, 1,4 % raffinose dan 5,2% stachyose. Sukrosa dapat dicerna menjadi fruktosa dan glukosa, akan tetapi raffinose dan

stachyose sulit dicerna karena mempunyai ikatan -galaktosidase. Bila raffinose

(27)

halnya dengan nilai metabolisme energi bungkil kacang kedelai. Gula-gula

raffinose dan stachyose ini tidak dirusak oleh pemanasan dan dapat dikurangi dengan proses ekstraksi (Swick 2007). Anti nutrisi tersebut diatas dapat dilihat pada Tabel 1.

Polisakarida bukan pati merupakan bagian dari karbohidrat pada kacang kedelai yang bersifat anti nutrisi pada unggas. Dari 35-45 % karbohidrat yang dapat dijumpai pada bungkil kacang kedelai 1% diantaranya adalah pati, 10% berikutnya adalah gula bebas dan 20-30% sisanya adalah polisakarida bukan pati. Komposisi dari karbohidrat bungkil kacang kedelai ini bervariasi, dipengaruhi oleh lokasi penanaman, genotip dan proses pembuatan bungkil kacang kedelai (Chot et al. 2010). Polisakarida bukan pati ini terutama terdiri dari kelompok Selulosa, hemiselulosa danpektin(Tabel 2).

Empat belas persen dari polisakarida bukan pati merupakan polisakarida bukan pati yang dapat larut dan 16% sisanya yang tidak dapat larut. Polisakarida bukan pati yang tidak dapat larut, tidak dapat dicerna sama sekali, sedangkan yang larut masih dapat dicerna sebagian. Hal ini disebabkan karena unggas tidak mempunyai endogenus enzim yang mampu mencerna polisakarida bukan pati dan beberapa oligosakarida. Kecernaan dari senyawa-senyawa ini juga dipengaruhi oleh species hewan, umur, struktur kimia, jumlahnya dalam ransum, bahan kimia seperti asam yang terdapat pada tembolok unggas atau degradasi mikroba di usus buntu (Chot et al. 2010).

Polisakarida bukan pati terutama terdapat di dalam dinding sel dari kacang kedelai. Dinding sel ini dibentuk dari struktur selulosa-xyloglucan, structur pektin dan struktur protein. Benang-benang selulosa berikatan dengan polimer dari

xyloglycan. Struktur selulosa–xyloglucan lalu berikatan dengan sturtur pektin (Fischer 2006). Substansi pektin bersifat mengikat polisakarida lain pada matriks dinding sel, bahkan mengikat 10 % dari protein bahan kering yang berada diantara matriks dinding sel (Tahir et al. 2008).

Struktur selulosa-xyloglucan mempunyai selulosa (1,4)--D-glucan)

(28)

Tabel 2 Karbohidrat pada bungkil kacang kedelai dalam g/kg bahan kering.

Polisakarida bukan pati 2.0-3.0 2.75 2.27

Selulosa 0.8 0.62 1.68 1.03 2.00

Sumber : *Choct 2011; **Graham dan Bedford 2007; ***Swick 2007

Struktur berikutnya adalah struktur pektin yang pada bungkil kacang kedelai terdiri dari polisakarida pektik. Struktur pektin ini tersusun oleh

xylogalacturonan dengan rangka dasar yang mengandung (1,4)-a-D-galakturonik.

Xylose berikatan dengan asam galakturonat. Xylogalacturonan diduga berikatan dengan rhamnogalakturonan.

Rhamnogalakturonan (RG) adalah struktur lain yang terdapat pada pektik

(29)

I dan II. RG I mengandung rantai panjang dari (1,4)- galakturonosil dan (1,2)- rhamnose. Disamping itu RG I juga mengandung arabinofuranosil-,

galactopyranosil-, dan residu fucopyranosil. RGII hanya terdiri dari rantai galakturonan.

Pada bungkil kacang kedelai juga dijumpai rantai arabinan, galaktan dan arabinogalaktan yang berikatan pada rantai dasar rhamnose. Struktur-struktur ini nampak seperti rambut-rambut. Arabinogalaktan dibagi kedalam 2 type yaitu type I dan type II. Pektin umumnya mengandung type I. Type I mempunyai rantai dasar (1,4)- galactans dengan percabangan (1,5)- arabinose atau rantai galaktosa yang berikatan dengan (1,6) pada struktur galaktan. Perbandingan arabinose dan galaktosa dalam arabinogalaktan dan jumlah rantai percabangan dalam arabinose bervariasi tergantung pada species dari kedelai (Fischer 2006)

Tahir et al. (2008) menyatakan bahwa asam galakturonat adalah komponen utama dari pektin dan muncul sebagai polimer asam rhamno galakturonat atau poli- asam galakturonat. Bungkil kacang kedelai mengandung

rhamnogalakturonan dengan struktur dasar 1,4- asam galakturonat dan 1,2- rhamnose, dengan sejumlah rantai samping yang terutama terdiri arabinose

dan galaktosa.

Dinding sel kacang kedelai juga mengandung Beta-mannan yang disebut sebagai β-galactomannan yang merupakan polisakarida dengan pengulangan unit mannose dengan galaktosa atau glukosa atau keduanya, yang ditemukan berlekatan dengan rantai dasar β-mannan. Kelarutan dari β-mannan meningkat dengan bertambahnya molekul galaktosa pada rantai dasar mannan. β-mannan ini akan mempengaruhi penampilan dari unggas, karena mempengaruhi penyerapan glukosa dan air. β-mannan juga mempengaruhi produksi insulin, glukagon dan

insulin-like growth factor (Hsiao et al. 2006).

Metoda untuk Mengurangi dan Mengeliminasi Faktor Anti Nutrisi

(30)

sehingga bungkil kacang kedelai yang baru mempunyai tingkat stachyose yang rendah, kandungan lemak dan methionin yang lebih tinggi dari sebelumnya (Nab & Boorman 2002).

Metoda berikutnya adalah modifikasi proses produksi. Dalam proses pembuatan bungkil kacang kedelai, kacang kedelai mentah akan melalui proses ekstraksi minyak dengan metoda steam conditioned, flaked dan pencucian dengan menggunakan hexane untuk melepaskan minyak. Hasil dari proses ini berupa

deffated flakes yang kemudian dimasukkan ke dalam desolventizer-toaster untuk melalui proses pemanasan agar dapat melepaskan residu hexane dan merusak anti nutrisi peka terhadap panas seperti tripsin inhibitor. Proses eliminasi senyawa anti nutrisi dapat dilanjutkan dengan menggunakan vacuum loop, low heat flash desolventizer. Pada alat ini, bungkil kacang kedelai akan melewati cairan acid aqueous ethanol extractor untuk kemudian mengeluarkan sukrosa, raffinose, stachyose, phytoesterogens, mendenaturasi antigenik protein, tripsin inhibitor dan

conglisinina. Produk yang dihasilkan diberi nama konsentrat protein kedelai atau

soy protein concentrate (Swick 2007).

Metoda terakhir adalah dengan menambahkan enzim pada formula pakan. Metoda ini akan dibahas lebih lengkap pada sub bab berikut.

Enzim

Enzim adalah katalis organik. Dalam kimia klasik, katalis adalah substansi yang mempengaruhi kecepatan reaksi kimia yang karakternya tidak berubah pada akhir reaksi. Mayoritas enzim adalah kompleks dari protein dengan berat molekul yang besar. Sebagian dari enzim membutuhkan kofaktor organik (koenzim) untuk bekerja efisien dan kofaktor metalik untuk berikatan dengan enzim dengan ikatan kovalen atau berikatan dengan substrat utama (Mc Donald et al. 2002).

Di dalam aktifitasnya, enzim akan membentuk kompleks enzim-substrate.

Kompleks ini kemudian akan dipecah dan menghasilkan produk baru beserta enzimnya, sebagaimana rumus berikut:

E + S  ES  E + P

Kompleks yang dibentuk oleh substrate dan sisi aktif pada permukaan enzim terjadi dengan ikatan ionik, ikatan hidrogen, kovalen kelompok sulphydryl atau

(31)

antara sisi aktif dari kelompok substrat dengan sisi aktif enzim. Model sepesifisitas ini dikenal dengan nama model lock and key. Spesifisitas enzim dikatakan absolut bila aktifitasnya hanya terbatas pada satu substrat saja. Akan tetapi enzim yang dapat mengkatalisa lebih dari satu kelompok substrat sehingga dapat disebut spesifisitas relatif. Tripsin dan pepsin mengkatalisa ikatan peptida yang hancur. Sedangkan kimotripsin mengkatalisa hydrolytic cleavage pada ikatan peptida di bagian residu karboxyl yang dibentuk dari asam amino aromatic

(Mc Donald et al. 2002).

Efektifitas dari kerja enzim dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti misalnya konsentrasi substrat, konsentrasi enzim, inhibitors dan faktor lingkungan seperti suhu dan pH. Dalam suatu reaksi apa bila enzim berlebih dan konsentrasinya tetap, maka peningkatan konsentrasi substrat akan meningkatkan kecepatan reaksi. Hal ini disebabkan oleh peningkatan penggunaan pusat keaktifan (active centres) oleh enzim. Jika konsentrasi substrat terus ditingkatkan, penggunaan pusat keaktifan menjadi maksimal dan kecepatan reaksi akan menurun. Dampak negatif yang mungkin terjadi adalah ikatan yang tidak sempurna antara enzim dan substrat akibat dari kompetisi pusat keaktifan. Efek dari konsentrasi substrat pada kecepatan reaksi katalisa enzim dapat dianalisa dengan Michaelis-Menten constant, Km (Mc Donald et al. 2002).

Di sisi lain, apa bila dalam suatu reaksi, substrat ada dalam jumlah yang berlebih, peningkatan konsentrasi enzim akan memberikan respon linier dengan kecepatan reaksi yang meningkatkan pusat keaktifan untuk pembentukan kompleks enzim-substrate. Bila konsentrasi enzim terus ditingkatkan akan menyebabkan faktor pembatas seperti ketersediaan koenzim menurun. Substansi inhibitors pada aktifitas enzym dapat digolongkan pada 2 kelompok yakni reversible inhibition dan non-reversible inhibition. Reversible inhibition

meliputi non-covalent bonding pada inhibitor enzim seperti misalnya pada sintesa pembentukan asam folat dari PABA dengan sulfanilamid.. Irreversible inhibition

(32)

Faktor lingkungan pertama yang mempengaruhi aktifitas enzim adalah pH. Konsentrasi ion hidrogen mempunyai pengaruh yang penting pada efisiensi kerja enzim. Banyak enzim yang aktif pada pH 6-7. Enzim ekstraselular dapat menunjukkan aktifitas maksimum di dalam asam atau basa, tetapi selang aktual dari setiap individual enzim hanya bekerja pada 2.5-3.0 unit. Diluar dari kisaran ini aktifitas akan menurun dengan cepat. Penurunan efisiensi ini diakibatkan karena derajat ionisasi dari substrat dan enzim, dimana ikatan diantara pusat keaktidan bersifat elektrostatik. Selanjutnya pada kondisi yang terlalu asam atau terlalu basa, akan terjadi proses denaturasi dan potensi enzim akan hilang (Mc Donald et al. 2002).

Reaksi enzim sangat sensitif terhadap perubahan temperatur. Efisiensi dari reaksi katalisa enzim meningkat dengan peningkatan suhu. Secara garis besar,

kecepatan reaksi akan meningat mengikuti van t’Hoff rule dengan faktor 2-3 untuk setiap peningkatan 10 derajat Celcius (Bisswanger 2008). Bila

temperatur meningkat terus, proses denaturasi protein akan terjadi. Hal ini disebabkan karena pada saat panas meningkat, terjadi pergerakan molekul yang akan menyebabkan hilangnya pusat keaktifan pada sisi aktif permukaan enzim. Diatas 50 derajat Celcius, proses kerusakan ini akan meningkat dengan cepat. Banyak enzim yang akan rusak pada pemanasan 100 derajat Celcius. Aktifitas enzim terhadap perubahan temperatur dapat digambarkan dengan kurva lonceng. Akan tetapi peningkatan dan penurunan aktifitas berbeda dengan pH, hal ini disebabkan karena pada titik tertinggi bukanlah merupakan temperatur optimum, akan tetapi merupakan temperatur maksimum, titik dimana mulai terjadi denaturasi protein. Di lain pihak, denaturasi protein tidak hanya dipengaruhi oleh temperatur pemanasan, akan tetapi oleh jangka waktu pemanasan. Enzim dari mikroorganisma yang dapat beradaptasi pada kondisi dingin akan dapat tetap efektif pada suhu dingin mendekati nol, dan sebaliknya, enzim dari mikroorganisma yang hidup pada suhu tinggi dapat tetap optimal pada suhu 100 derajat Celcius (Mc Donald et al. 2002).

Di lapangan, enzim banyak dipergunakan untuk membuat least cost feed

(33)

meningkatkan nilai nutrisi terhadap enzim berdasarkan pada nilai matriks bahan baku atau meningkatkan nilai metabolisme energi dari bahan baku tertentu (Francesh M, Geraert PA. 2009). Pendekatan ini memerlukan akurasi pengetahuan efektifitas enzim terhadap bahan baku, karena masing masing enzim mempunyai target substrat, mekanis kerja dan interaksi yang berbeda-beda. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi efektifitas enzim termasuk spesifisitas enzim, konsentrasi substrat, dosis enzim, interaksi enzim-enzim, kualitas dan type bahan baku, level nutrisi dalam pakan, dan umur dari unggas (Francesh & Geraert 2009) .

Kecernaan Asam Amino

Selain dipengaruhi oleh negara asal bungkil kacang kedelai, kecernaan asam amino dapat dipengaruhi oleh proses pembuatan, penyimpanan, penanganan dan penambahan enzim (Swick 2012).

Proses pembuatan yang terlalu masak atau over toasting, akan menyebabkan nilai bioavailability lisina yang rendah akibat dari pembentukan

Amadori dan produk reaksi Maillard. Senyawa ini debentuk saat kelompok free epsilon amino dalam lisina bereaksi dengan reducing sugars selama proses pemanasan sehingga membentuk polymers yang tidak dapat dicerna. Pengujian

unbound lysine atau lisina yang tidak terikat menggunakan o-methul isourea dapat dipergunakan untuk menguji protein tidak tercerna ini (Swick 2012).

Penyimpanan pada suhu lebih dari 30 derajat Celcius dan kelembaban 84 %RH selama lebih dari 7 bulan akan merubah struktur dan ekstraksi glisinina ,

sebagai major globulin storage proteins pada kedelai. Perubahan karakter glisinina akan menurunkan kelompok free sulfhydryl dan meningkatkan kandungan glikoprotein, dan menurunkan daya cerna protein (Swick 2012).

(34)

Anti nutrisi pada bungkil kacang kedelai dapat mengganggu kecernaan protein dan meningkatkan ekskresi dari endogenous protein (Feng et al. 2007). Tripsin inhibitor dan lektin adalah anti nutrisi yang dapat mengurangi kecernaan protein dan menyebabkan hypertrophy pankreas. Tripsin inhibitor yang dapat dijumpai pada kedelai mentah ini dapat berinterferensi dengan fungsi tripsin dan kimotripsin sehingga mengurangi total aktifitas dari enzim proteolitik. Di sisi lain, tripsin inhibitor dapat merubah morfologi dari usus yang nomal. Perubahan pada usus yang pernah terjadi adalah atropi villi usus, peningkatan mitosis sel kripta usus, hiperplasia kripta bahkan mendukung terjadinya kasus kegagalan penyerapan atau malabsorption syndrome.

Kecernaan asam amino dapat meningkat setelah penambahan enzim karbohidrase dan proteinase, akibat dari protein yang berada diantara matriks dinding sel terlepas. Substansi pektik bersifat mengikat polisakarida pada matriks dinding sel, bahkan mengikat 10 % dari protein bahan kering yang berada diantara matriks dinding sel (Tahir et al. 2008).

Kelompok enzim hemiselulasedanenzimpektinase (rhamnogalakturonase dan poli-galakturonase) dapat membelah polisakarida pektik pada ikatan antara asam galakturonat dan rhamnose sehingga membuka peluang untuk nutrisi yang terperangkap seperti protein untuk mengalamai proses hidrolisa. Pemecahan matriks kompleks diding sel oleh multi-karbohidrase juga akan meningkatan peluang untuk kontak enzim proteinase pada protein yang terperangkap pada matriks dinding sel (Tahir et al. 2008).

Kecernaan Oligosakarida dan Polisakarida bukan Pati

Kecernaan oligosakarida dalam bungkil kacang kedelai dipengaruhi oleh variasi level raffinose dan stachyose. Level keduanya dipengaruhi oleh komposisi karbohidrat yang berbeda-beda menurut lokasi geografis, proses panen, dan proses produksi bungkil. Oleh karena itu tidak heran jika sukrosa mempunyai level 3-8%, raffinose 0.1-1.5% dan stachyose 1-6% (Choct 2010).

Kecernaan dari oligosakarida bungkil kacang kedelai juga sangat rendah.

(35)

Beberapa peneliti menyatakan prebiotik dari oligosakarida meningkatkan proses fermentasi dari mikroflora usus sedangkan peneliti lainnya menyatakan, kehadiran oligosakarida akan meningkatkan retensi cairan atau fluid retention, mengganggu tekanan osmotik, meningkatkan tegangan permukaan, produksi hidrogen dan diare. Kecernaan oligosakarida sangat tergantung pada populasi mikroflora usus, sumber, type dan konsentrasi (Choct 2010).

Kecernaan polisakarida bukan pati tergantung pada level polisakarida bukan pati dapat larut dan tidak dapat larut serta daya cerna dari ayam itu sendiri. Polisakarida bukan pati yang larut dapat meningkatkan tegangan permukaan isi usus dan merubah fisiologi dan ekosistem usus. Hal ini mungkin berhubungan dengan lambatnya gerakan pencernaan atau digesta passage rate. Digesta yang bergerak lambat dengan tekanan oksigen yang sangat rendah dapat menggangu proses pencernaan dan menjadi lingkungan yang baik bagi kehidupan Clostridium

yang menyebabkan necrotic enterisis. Polisakarida bukan pati khususnya metil selulosa dan pektin dapat membentuk larutan kental yang dapat menghambat pencernaan protein pada terminal ileum disamping itu dapat meningkatkan kehilangan endogenus asam amino akibat sekresi usus yang lebih tinggi dalam usaha untuk meningkatkan kecernaan (Choct 2010).

Kecernaan dari polisakarida bukan pati sangat tergantung pada spesies hewan, umur, kelarutan, struktur kimia dan jumlahnya dalam pakan, kapasitas mikroflora dalam usus dan jangka waktu (transit time) isi usus berada di dalam usus besar. Kecernaan polisakarida bukan pati pada unggas sangat kecil. Pada ayam jantan nilai kecernaan polisakarida bukan pati dari pakan yang mengandung 6.9% polisakarida bukan pati hanyalah berkisar 13% (Choct 2010).

(36)

menyatakan bahwa total kontribusi asam lemak terbang dapat mencapai 42 J per hari yang tidak dipengaruhi oleh sumber polisakarida bukan pati manapun dan dapat dimanfaatkan untuk metabolisme energy, kira-kira sebesar 2-3% dari energi metabolis yang dimakan. Bila polisakarida bukan pati dihidrolisa, maka anti nutrisi dapat dicerna, difermentasi dan diserap sehingga mengurangi dampak negatif.

Metoda Penambahan Enzim pada Bungkil Kacang Kedelai

Penelitian dengan menggunakan enzim untuk menekan anti nutrisi dan

meningkatkan nilai nutrisi bungkil kacang kedelai umumnya menggunakan dua kelompok enzim, yakni enzim proteinase dan enzim karbohidrase.

Enzim proteinase adalah enzim yang mengkonduksi proses proteolisis dengan menghidrolisa ikatan peptida pada rantai asam amino di dalam rangkaian polipeptida. Enzim proteinase dapat diklasifikasikan berdasarkan keaktifannya yakni pada kondisi asam, basa atau netral. Disamping itu dapat pula

dikelompokan berdasarkan karakter dari sisi aktif proses katalisa yakni serina proteinase, sisteina (thiol) preoteinase, aspartikproteinase dan

(37)

kacang kedelai bertujuan untuk meningkatkan hidrolisa protein dan mendegradasi residu faktor anti nutrisi yakni tripsin inhibitor (Yu et al. 2006). Berdasarkan publikasi yang ada, pemberian enzim proteinase pada ransum unggas yang menggunakan jagung dan bungkil kacang kedelai dapat memberikan peningkatan berat badan sebesar 3.6 % lebih baik dari kontrol (Beal et al. 1998; Graham dan Partridge 2003). Sedangkan penggabungan proteinase dengan enzim karbohidrase dapat meningkatkan berat badan sebesar 0.5 – 10.9 % lebih baik dari kontrol dan perbaikan konversi pakan sebesar 0.78 – 8.70% dibandingkan dengan kontrol (Cowieson dan Adeola 2005).

Enzim eksogenus proteinase dapat membantu melepaskan peptide dari protein pakan dan bekerja sama dengan enzim endogenus pankreas yang terdapat di dalam usus. Target utama dari eksogenus proteinase adalah faktor-faktor anti nutrisi seperti residu tripsin inhibitor, lektin dan antigenik protein (Waldroup et al. 2006; Coon 2010).

Enzim karbohidrase adalah kelompok enzim yang umumnya dipergunakan untuk ransum dengan bahan baku biji-bijian. Saat ini terdapat banyak jenis enzim diantaranya: (1) enzym -glukanase yang menghidrolisa -glukans menjadi oligosakarida dan glukosa, (2) amilase yang mendegradasi pati menjadi maltoligosakarida dan dekstrin untuk kemudian menjadi D-glukosa, (3) selulase yang menghidrolisa selulosa menjadi D-glukosa, (4) xylanase yang menghidrolisa

arabinoxylan menjadi D-xylose (5) -galaktosidase dan -mannanase yang menghidrolisa galaktomannan menjadi D-manosa dan D-galaktosa.

(38)

Fischer (2006) menyatakan bahwa untuk kesempurnaan proses degradasi dinding sel dari kedelai diperlukan gabungan aktifitas dari beberapa enzim. Pada dasarnya enzim-enzim tersebut dapat digolongkan menjadi tiga kelompok enzim yaitu pektinase, hemiselulase dan sellulase. Kelompok enzim cellulolytic yang diperlukan untuk mendegradasi selulosa adalah endo-(1,4)--D-glukanase (selulase), exo-(1,4)--D-glukanase (cellobiohydro-lase), -D-glukosidase (sellobiase).

Fischer (2006) menyatakan beberapa beberapa kelompok enzim hemiselulase diperlukan untuk mendegradasi stuktur hemiselulosa yang sesuai.

Kelompok hemiselulase yang utama adalah endo--(1,4)-D-xylanases,

endo-- (1,4)-D-mannanases, dan endo--(1,3)-(1,4)-glukanases. Kelompok hemiselulase yang berikutnya adalah enzim yang mendegradasi galaktan dan arabinan yakni endo--(1,5)-Larabinanases,endo--(1,4)- dan - -(1,3)/(1,6)-D-galaktanases, dimana keduanya disebut sebagai enzim pendegradasi hemiselulase dan pektin. Selanjutnya dinyatakan pula bahwa untuk menyempurnakan aktifitas

enzim ini diperlukan penggunaan enzim kelompok glikosidase yakni

-xylosidase, -galaktosidase, dan - arabinofuranosidases (Fischer, 2006). Enzim -galaktosidase akan menghidrolisa oligosakarida raffinose dan

stachyose menjadi asam lemak rantai pendek seperti asetat, propionat dan butirat yang selanjutnya dapat dipergunakan sebagai sumber energi (Choct 2010). Berdasarkan publikasi yang ada, pemberian enzim karbohidrase pada ransum yang menggunakan jagung dan bungkil kacang kedelai dapat memberikan peningkatan berat badan sebesar 2.22 - 9.30 % lebih baik dari kontrol.

Sedangkan dari sisi konversi pakan, akan dijumpai peningkatan sebesar 0.88 – 11.04% lebih baik dari kontrol (West et al. 2007; Tahir et al. 2008)

(39)

Polisakarida bukan pati dengan ukuran besar juga sangat sulit masuk ke dalam usus belakang karena tegangan permukanan yang tinggi memperlambat aliran isi usus. Di lain pihak, mikroba pada usus buntu tidak dapat memfermentasi molekul polisakarida bukan pati dengan ukuran yang besar. Penambahan enzim akan mendegradasi molekul polisakarida dan oligosakarida menjadi lebih kecil sehingga tegangan permukaan isi usus menurun, kecepatan aliran usus normal. Karbohidrat dengan berat molekul yang lebih rendah dapat difermentasi oleh mikroba di dalam usus buntu sehingga lebih banyak VFA yang dapat dihasilkan.

Kelompok enzim hemiselulase dan pektinase (rhamnogalakturonase dan poli-galakturonase) akan membelah polisakarida pektik, ikatan antara asam galakturonat dan rhamnosa sehingga membuka peluang untuk nutrisi yang terperangkap agar dapat dihidrolisa (Tahir et al. 2008). Xylanase dan mannanase dari hemiselulase diharapkan memecah xylan dan mannan menjadi xylose dan mannosa. Pemecahan matriks kompleks diding sel oleh multi-karbohidrase juga akan meningkatan peluang untuk kontak enzim proteinase pada protein yang terperangkap pada matriks dinding sel.

Penambahan enzim proteinase dan karbohidrase secara individual dan kombinasi pada ransum yang menggunakan bungkil kacang kedelai akan meningkatkan kecernaan dari protein kasar dan meningkatkan kecernaan dari polisakarida bukan pati. Enzim karbohidrase yang menunjukan efek sinergisme dengan enzim proteinase. Pada penambahan enzim proteinase dan karbohidrase, total protein tercerna meningkat 2.9%, meskipun efek ini dinyatakan tidak sama untuk setiap individu asam amino. Perbedaan ini tergantung dari sumber asam amino dan asam amino yang merupakan substrat dari endogenus enzim. Penambahan enzim dalam pakan selanjutnya akan meningkatkan keseluruhan kecernaan dan mengurangi kehilangan asam amino endogenus. Di lain pihak peningkatan kecernaan ini akan meningkatkan efisiensi energi dari pencernaan dan menyediakan lebih banyak energi untuk pertumbuhan (Zanella et al. 1999) .

(40)

Penambahan enzim akan meningkatkan treonina sebesar 3% dan valinasebanyak 2.3 % dan dapat meningkatkan keseimbangan asam amino dalam ransum.

Tujuan

Kajian mengenai bungkil kacang kedelai India masih sangat terbatas dan kajian mengenai penambahan enzim dan dampaknya terhadap tingkat kecernaan nutrisi bungkil kacang kedelai India belum pernah dipublikasikan. Di lain pihak penggunaan ransum yang mengandung bungkil kacang kedelai pada ayam pedaging dilapangan menunjukkan gangguan penampilan produksi. Oleh sebab itu penelitian ini difokuskan pada BKK India.

Penelitian ini mempunyai 5 tujuan sebagaimana berikut :

1. Mengetahui efek dari penggunaan BKK India dan Argentina pada penampilan produksi ayam pedaging.

2. Mengetahui efek dari penambahan enzim pada tingkat kecernaan asam amino dan serat kasar.

3. Mekanisme kerja dari enzim di dalam fisiologi usus dan interaksi diantara enzim.

4. Menyeleksi enzim yang berpotensi untuk meningkatkan kecernaan asam amino dan serat kasar bungkil kacang kedelai.

5. Menentukan nilai ekonomis dari penggunaan bungkil kacang kedelai India dan Argentina dengan dan tanpa enzim

(41)
(42)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini berlangsung selama bulan September hingga bulan Nopember 2011. Penelitian dilaksanakan di kandang penelitian Cikupa dan Laboratorium pabrik pakan Balaraja PT Charoen Pokphand Indonesia.

Bahan dan Alat Ternak

Penelitian ini menggunakan anak ayam broiler strain Ross berumur satu hari dan berjenis kelamin jantan sebanyak 400 ekor. Anak ayam ini berasal dari penetasan komersial yang telah divaksinasi dengan vaksin NDIBD killed dan NDIB live di penetasan pada umur satu hari. Anak ayam kemudian dibagi ke dalam 8 perlakuan secara acak. Masing masing perlakuan menggunakan 10 ulangan dan masing masing terdiri dari 5 ekor ayam.

Kandang

Kandang yang dipergunakan adalah kandang batere sebanyak 80 buah dengan kapasitas 5 ekor ayam. Masing-masing batere dilengkapi dengan lampu pemanas 60 watt, 1 tempat pakan dan 1 tempat air minum. Kandang batere juga dilengkapi dengan tempat penampungan ekskreta.

Ransum

Jenis ransum yang dipergunakan adalah ransum ayam pedaging, yang dipergunakan dari umur 1 hari hingga panen di umur 32 hari. Pemberian pakan dan air minum dilakukan dengan terus menerus dan tidak dibatasi.

Bahan baku yang dipilih hanya 4 macam, yakni jagung, bungkil kacang kedelai India atau Argentina, minyak kelapa sawit dan premiks. Komposisi ransum dibuat dengan tingkat metabolisme energi yang sama yaitu 2900 kcal dan tingkat kecernaan asam amino yang sama 1% lisina tercerna, 0.38% metionina

tercerna dan 0.75% metionina dan sisteina tercerna yang dapat dilihat pada Tabel 3.

(43)

dipakai diproduksi dari Aspergillus niger dan mengandung 2500 - galaktosidase unit dan 5000 - mannanase 5000 unit. Dosis

penggunaannya adalah 500 g/ton pakan. Enzim proteinase yang dipergunakan diproduksi dari Bacillus licheniformi danmengandung min 75.000 PROT. Dosis penggunaannya adalah 200 g/ton pakan. Aktifitas enzim untuk protease diukur dengan PROT unit, dimana 1 unit didefeinisikan sebagai jumlah enzim yang dapat melepaskan 1 µmol p-nitroaniline dari 1 µM substrat Suc-Ala-Ala-Pro-Phe-p -nitroaniline setiap 1 menit pada pH 9.0 dan suhu 37°C.

Perlakuan

Dua jenis kacang kedelai India dan Argentina dipergunakan dalam penelitian ini dengan ditambahkan enzim-enzim berupa enzim proteinase dan karbohidrase.

Perlakuan jenis kacang kedelai, yaitu : A1 : Kacang kedelai India A2 : Kacang kedelai Argentina Perlakuan enzim, yaitu :

B1 : tanpa enzim

B2 : dengan enzim proteinase

B3: dengan enzim karbohidrase

(44)

Tabel 3 Komposisi dan kandungan nutrien ransum

Komponen Satuan Ransum BKK India Ransum BKK Argentina

Kontrol Proteinase Karbohidrase Proteinase+Karbohidrase Kontrol Proteinase Karbohidrase Proteinase+Kar

Energi metabolis Kcal/kg 2900 2900

(45)

Prosedur Penelitian

Aspek penelitian meliputi empat hal:

Kecernaan Asam Amino Ileum

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dampak penambahan enzim pada kecernaan asam amino di dalam bagian usus halus ileum. Total perlakuan yang dipergunakan ada 8, dengan 5 ulangan. Setiap ulangan terdiri dari 5 ekor ayam. Ayam dipelihara hingga 32 hari. Pada umur 32 hari, ayam dipotong, dan isi usus yang berada diantara Meckel’s diverticulum dengan perbatasan ileum-cecal-colon dikeluarkan dengan menggunakan air destilasi. Selanjutnya isi usus ditampung pada gelas specimen berukuran 50 ml. Setiap sampel merupakan gabungan dari 5 ekor ayam.

Sampel isi usus langsung dibekukan dengan suhu -15 derajat Celcius, lalu dilanjutkan dengan proses kering beku (freeze dried), kemudian dihaluskan untuk melewati ukuran saringan 0,5 mm dan disimpan untuk analisa laboratorium selanjutnya.

Peubah yang di amati berjumlah 6 buah: Pakan: bahan kering, asam amino, penanda (marker)

Ayam : isi usus halus bagian ileum meliputi bahan kering, asam amino, penanda Kecernaan asam amino ditentukan dengan rumus (Gracia et al 2007): Kecernaan AA ileum= (AA/AIA)p – (AA/AIA)i

(AA/AIA)p Keterangan:

(AA/AIA)p = rasio dari AA terhadap penanda AIA dalam pakan (AA/AIA)i = rasio dari AA terhadap penanda AIA dalam isi usus halus

bagian ileum

Peningkatan Kecernaan Serat Kasar

(46)

Total perlakuan yang dipergunakan ada 8, dengan 5 ulangan. Setiap ulangan terdiri dari 5 ekor ayam. Ayam akan dipelihara hingga 32 hari. Penampungan ekskreta dilakukan 3 hari berturut-turut sebelum ayam dimatikan. Pada umur 32 hari, ayam dipotong, dan isi usus yang berada diantara Meckel’s

diverticulum dengan perbatasan ileal-cecal-colon dikeluarkan dengan menggunakan air destilasi. Isi usus ditampung pada gelas specimen berukuran 50 ml. Setiap sampel merupakan gabungan dari 5 ekor ayam.

Sampel isi usus langsung dibekukan dengan suhu -15 derajat Celcius, lalu dilanjutkan dengan proses kering beku, kemudian dihaluskan untuk melewati ukuran saringan 0,5 mm dan disimpan untuk analisa laboratorium selanjutnya.

Peubah yang dianalisa sebanyak 9 buah: Pakan : bahan kering, serat kasar, penanda (marker)

Ayam : a. isi usus halus bagian ileum meliputi bahan kering, serat kasar, penanda b. ekskreta rataan 3 hari berturut-turut sebelum pembedahan meliputi

Perbedaan kecernaan serat kasar pada ileaum dan ekskreta = kecernaan serat kasar ekskreta – ileum

(47)

Ayam dipelihara hingga 32 hari. Pada umur 29, 30 dan 31 hari, ekskreta dikoleksi dan kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 105 derajat

Celcius hingga mencapai berat konstan.

Peubah yang dianalisa sebanyak 2 buah

Ayam: ekskreta 3 hari berturut turut meliputiberat basah dan berat kering oven dari ekskreta

Kadar air ditentukan dengan rumus: Kadar air = Ba-Bk x 100%

Ba

Keterangan:

Ba = berat awal sampel (g)

Bk = berat kering oven sampel (g)

Penampilan Produksi

Penelitian ini bertujuan untuk mengamati manfaat penggunaan enzim pada penampilan produksi ayam. Total perlakuan yang dipergunakan ada 8, dengan 10 ulangan. Setiap ulangan terdiri dari 5 ekor ayam. Ayam dipelihara hingga 32 hari. Setiap minggu hingga panen, berat badan ayam dan jumlah asupan pakan ditimbang pula. Jumlah ayam mati perhari dicatat.

Peubah yang diamati sebanyak 4 buah meliputi:

Pakan: jumlah pakan terkonsumsi mingguan dan saat panen.

Ayam: jumlah ayam mati dan berat badan mingguan dan saat panen. Untuk selanjutnya dihitung nilai FCR.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial 2x4 dengan 8 ulangan (Steel &Torrie 1991).

Faktor A adalah perlakuan jenis kacang kedelai, yaitu : A1 : Kacang kedelai India

(48)

Faktor B adalah perlakuan enzim, yaitu : B1 : tanpa enzim

B2 : dengan enzim proteinase

B3: dengan enzim karbohidrase

B4: dengan enzim proteinase dan karbohidrase

Adapun model matematik rancangan tersebut adalah:

Yijk= µ + αi +βj + (αβ)ij + εijk

Yijk adalah nilai pengamatan pada faktor A (jenis kacang kedelai) taraf ke

i, faktor B (perlakuan enzim) taraf ke-j dan ulangan ke k. (µ, αi, βj) adalah

komponen aditif dari rataan, pengaruh utama faktor A dan pengaruh utama faktor B. (αβ)ij merupakan komponen interaksi dari faktor A dan faktor B dan (εij) adalah

pengaruh acak yang menyebar normal (0,σε2). Data yang diperoleh dianalisis

(49)

HASIL PENELITIAN

Analisa Bungkil Kacang Kedelai

Hasil analisa kimiawi menunjukkan bahwa bungkil kacang kedelai (BKK) India mempunyai kandungan protein, serat kasar dan abu yang lebih tinggi akan tetapi mempunyai kandungan lemak yang lebih rendah bila dibandingkan dengan BKK Argentina. Persentasi asam amino terhadap protein kasar untuk mayoritas asam amino pada BKK India lebih rendah dari pada BKK Argentina, terutama untuk lisina, metionina, cystein, treonina, valina dan triptofan. BKK India mempunyai kandungan urease dan daya ikat air (water holding capacity) yang lebih tinggi daripadaBKK Argentina (Tabel 4 ).

BKK India mempunyai kandungan lemak yang lebih rendah dari BKK Argentina, sehingga kandungan energi metabolis (ME) dari BKK India lebih rendah dari pada BKK Argentina. Nilai ME dari BKK India adalah sebesar 2315 kcal/kg sedangkan BKK Argentina sebesar 2395 kcal/kg.

(50)

Tabel 4 Analisa bungkil kacang kedelai India dan Argentina

(51)
(52)

Penampilan Produksi Ayam

Penampilan produksi ayam pada perioda starter 1-21 hari

Pada perioda starter umur 0-21 hari, ayam yang diberi ransum dengan BKK India menunjukkan berat badan yang nyata lebih rendah ( P<0.05) bila dibandingkan dengan ayam yang diberikan ransum dengan BKK Argentina. FCR dari ayam yang diberi ransum BKK India nyata lebih tinggi (P<0.05) bila dibandingkan dengan ayam yang diberikan ransum dengan BKK Argentina. Konsumsi pakan dari ayam yang diberi ransum dengan BKK Argentina tidak berbeda nyata (P>0.05) bila dibandingkan dengan ayam yang diberikan ransum dengan BKK Argentina. Pemberian enzim tidak menunjukkan perbedaan yang nyata diantara ayam yang diberi ransum dengan BKK India dan Argentina dalam hal berat badan, konsumsi pakan dan FCR. Tidak dijumpai adanya interaksi antara BKK India dan enzim baik untuk berat badan, konsumsi pakan maupun FCR sebagaimana disajikan pada Tabel 5, 6 dan 7.

Tabel 5 Berat badan pada periode starter 0-21 hari

Berat Badan Periode Starter

Penambahan Bungkil Kacang Kedelai

Enzim India (g) Argentina (g) Rataan (g)

Kontrol 1042.6 ± 17.9 ab 1060.7 ± 14.1 ab 1051.7 ± 15.7 a Proteinase 1052.2 ± 9.7 ab 1064.2 ± 16.0 ab 1057.5 ± 12.1 a Karbohidrase 1030.5 ± 9.4 a 1078.0 ± 7.7 b 1057.2 ± 7.9 a Proteinase + karbohidrase 1046.2 ± 9.8 ab 1077.8 ± 13.02 b 1062.0 ± 10.8 a

Rataan 1043.9 ± 11.5 a 1070.6 ± 15.9 b

(53)

Tabel 6 FCR pada periode starter 0-21 hari

abc Superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05)

Tabel 7 Konsumsi pakan pada periode starter 0-21 hari

Konsumsi Pakan Periode Starter

Penambahan Bungkil Kacang Kedelai

Penampilan produksi ayam pada perioda finisher 22-32 hari

(54)

proteinase atau karbohidrase tunggal. Ayam yang diberi ransum dengan menggunakan enzim kombinasi proteinase dan karbohidrase mempunyai level konsumsi pakan yang nyata lebih rendah (P<0.05) bila dibandingkan dengan ayam yang diberikan ransum dengan penambahan enzim proteinase tunggal. Tidak dijumpai adanya interaksi antara BKK India dan enzim baik untuk berat badan, konsumsi pakan maupun FCR sebagaimana disajikan pada Tabel 8, 9, 10.

Tabel 8 Berat badan pada periode finisher 22-32 hari

Berat Badan 22-32 hari

Penambahan Bungkil Kacang Kedelai

Enzim India (g) Argentina (g) Rataan (g)

Kontrol 966.0 ± 19.9 1020.0 ± 21.5 991.6 ± 21.3 Proteinase 980.9 ± 19.2 952.7 ± 27.7 967.3 ± 23.6 Karbohidrase 958.2 ± 16.8 963.81 ± 22.7 961.37 ± 20.7 Proteinase + karbohidrase 1005.8 ± 15.0 1002.6 ± 22.6 1004.28 ± 17.8

Rataan 979.7 ± 17.2 985.3 ± 23.8

Tabel 9 FCR pada periode finisher 22-32 hari

FCR

Penambahan Bungkil Kacang Kedelai

Enzim India Argentina Rataan

Kontrol 1.690 ± 0.033 abc 1.574 ± 0.033 ab 1.635 ± 0.031 ab Proteinase 1.715 ± 0.039 c 1.716 ± 0.051 c 1.716 ± 0.047 b Karbohidrase 1.697 ± 0.040 abc 1.705 ± 0.057 bc 1.701± 0.056 b Proteinase + karbohidrase 1.570 ± 0.031 a 1.605 ± 0.043 abc 1.588 ± 0.037 a

Rataan 1.664 ± 0.035 b 1.649 ± 0.036 a

(55)

Tabel 10 Konsumsi pakan pada periode finisher 22-32 hari

ab Superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05)

Penampilan produksi ayam pada saat panen di umur 32 hari

Pada saat panen umur 32 hari, ayam yang diberi ransum dengan BKK India menunjukkan berat badan yang nyata lebih rendah ( P<0.05) bila dibandingkan dengan ayam yang diberikan ransum dengan BKK Argentina. FCR dari ayam yang diberi ransum BKK India nyata lebih tinggi (P<0.05) bila dibandingkan dengan ayam yang diberikan ransum dengan BKK Argentina. Konsumsi pakan dari ayam yang diberi ransum dengan BKK Argentina tidak berbeda nyata (P>0.05) bila dibandingkan dengan ayam yang diberikan ransum dengan BKK Argentina, sebagaimana disajikan pada Tabel 11, 12, 13.

Tabel 11 Berat badan pada saat panen umur 32 hari

Berat Badan 32 Hari

(56)

Tabel 12 FCR pada saat panen umur 32 hari

FCR 32 hari

Penambahan Bungkil Kacang Kedelai

Enzim India Argentina Rataan

Kontrol 1.470 ± 0.015 abc 1.412 ± 0.013 a 1.442± 0.014 ab Proteinase 1.494 ± 0.026 c 1.473 ± 0.019 abc 1.484 ± 0.022 c Karbohidrase 1492 ± 0.014 bc 1.461 ± 0.022 abc 1.475 ± 0.018 bc Proteinase + karbohidrase 1.434 ±0.013 ab 1.422 ± 0.018 a 1.428 ± 0.017 a

Rataan 1.470 ± 0.017 b 1.441± 0.015 a

abc Superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05)

Tabel 13 Konsumsi pakan pada saat panen umur 32 hari

Konsumsi Pakan 32 hari

Penambahan Bungkil Kacang Kedelai

Enzim India Argentina Rataan

Kontrol 2943 ± 31 2948 ± 19 2945 ±25

Proteinase 2989 ± 27 2966 ± 12 2979 ± 22

Karbohidrase 2955 ± 42 2975 ± 39 2966 ± 42

Proteinase + karbohidrase 2936 ± 12 2951 ± 18 2943± 15

Rataan 2955 ± 35 2960 ± 20

(57)

P= Proteinase, C= Karbohidrase, P+C= Proteinase+Karbohidrase

abc Superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05)

Gambar 3 Berat badan pada umur 32 hari

P= Proteinase, C= Karbohidrase, P+C= Proteinase+Karbohidrase

abc Superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05)

(58)

Kandungan air pada ekskreta

Kandungan air ekskreta pada umur 28, 29, 30 dan 31 hari serta rata-rata kandungan air ekskreta pada 4 hari berturut-turut tidak berbeda nyata antara ayam yang diberi ransum yang mengandung BKK India dan BKK Argentina. Penambahan enzim tidak memberikan perbedaan nyata diantara ayam yang diberi ransum yang mengandung BKK India dan BKK Argentina dalam hal kadungan air eksreta. Tidak dijumpai adanya interaksi antara BKK dan enzim (Tabel 14).

Konsumsi Air Minum

Konsumsi air minum pada hari ke 28, 29, 30 dan 31 serta rata-rata dari 4 hari berturut-turut menunjukan tidak ada perbedaan nyata antara ayam yang diberi ransum dengan BKK India dan BKK Argentina. Penambahan enzim tidak menunjukan adanya perbedaan nyata antara ayam yang diberi ransum dengan BKK India dan BKK Argentina. Tidak dijumpai interaksi antara BKK dan enzim (Tabel 15).

Konsumsi air minum dan kandungan air ekskreta menunjukan korelasi yang nyata (P<0.05). Analisa regresi menunjukan korelasi positif yang berbanding lurus (R2= 0.61) antara kedua parameter.

(59)

Tabel 14 Kandungan air ekskreta

(60)

Tabel 15 Konsumsi Air Minum

Kategori

Konsumsi air minum (cc/hari) Umur

28 hari 29 hari 30 hari 31 hari Rata-rata

India kontrol 309.3 ± 45.6 297.1 ± 27.3 351.4 ± 21.3 370.7 ± 34.6 332.1 ± 26.0

India + proteinase 367.5 ± 50.0 316.3 ± 27.5 360.6 ± 42.4 365.6 ± 41.3 352.5 ± 31.8

India + karbohidrase 335.0 ± 54.5 357.9 ± 37.2 375.0 ± 30.1 397.9 ± 31.5 366.4 ± 31.2

India + proteinase + karbohidrase 334.4 ± 43.4 303.8 ± 25.7 360.0 ± 29.3 386.9 ± 23.9 346.3 ± 11.3

Arg kontrol 327.1 ± 37.5 350.7 ± 47.2 384.3 ± 39.4 390.0 ± 38.0 363.0 ± 33.3

Arg + proteinase 318.1 ± 33.0 315.0 ± 18.4 346.9 ± 17.1 346.9 ± 32.4 331.7 ± 20.0

Arg + karbohidrase 295.7 ± 41.0 284.3 ± 53.8 340.0 ± 40.2 354.3 ± 23.4 318.6 ± 34.7

Arg + proteinase + karbohidrase 315.6 ± 28.7 335.6 ± 26.8 366.9 ± 32.0 385.0 ± 23.9 350.8 ± 24.0

Perlakuan

BKK

India 336.5 ± 17.3 318.8 ±16.3 361.7 ± 15.7 380.0 ± 16.6 349.3 ± 13.1

Arg 314.1 ± 24.2 321.4 ± 19.8 359.5 ± 16.6 369.0 ± 15.7 341.0 ±14.6

Enzim

Kontrol 318.2 ± 28.8 323.9 ± 30.1 367.9 ± 23.87 380.4 ± 25.3 347.6 ± 22.4

Proteinase 342.8 ± 31.6 315.6 ± 15.9 353.8 ± 22.4 356.3 ± 26.0 342.1 ± 18.7

Karbohidrase 315.4 ± 34.5 321.1 ± 37.3 357.5 ± 26.0 376.1 ± 22.3 342.5 ± 26.1

Proteinase + karbohidrase 325.0 ± 25.6 319.7 ± 19.7 363.4 ± 21.0 385.9 ± 16.3 348.5 ± 12.8

Sumber keragaman Probabilitas

BKK 0.141 0.825 0.846 0.325 0.391

Enzim 0.559 0.968 0.830 0.258 0.946

BKK*Enzim 0.419 0.003 0.227 0.282 0.042

a Superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05)

(61)

Kecernaan Asam Amino Ileum

Kecernaan asam amino esensial ileum dan bukan esensial ileum tidak berbeda nyata antara ayam yang diberi ransum BKK India dan BKK Argentina. Penambahan enzim tidak menunjukkan perbedaan yang nyata diantara kecernaan asam amino ileum pada ayam yang mendapatkan ransum BKK India maupun BKK Argentina.

Berat badan dan FCR menunjukkan korelasi positif dengan kecernaan asam amino (Tabel 16). Analisa regresi menunjukkan bahwa berat badan menunjukkan korealsi positif dengan kecernaan ileal dari metionina (R2=0.406), sedangkan FCR berkorelasi positf dengan kecernaan asam amino metionina (R2=0.625) dan glisina (R2=0.412). Kecernaan asam amino esensial ileum dapat dilihat pada Tabel 17 dan 18, sedangkan kecernaan asam amino esensial bukan ileum dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 16 R2 dari korelasi kecernaan asam amino dengan berat badan dan FCR

Kecernaan Asam Amino Ileum Berat Badan FCR

Gambar

Tabel 1 Anti nutrisi pada bungkil kacang kedelai
Tabel 2  Karbohidrat pada bungkil kacang kedelai dalam g/kg bahan kering.
Gambar 1 Diagram Ruang Lingkup Penelitian
Tabel 3 Komposisi dan kandungan nutrien ransum
+7

Referensi

Dokumen terkait

Surat Keterangan diberikan kepada peserta Pelatihan yang telah menyelesaikan seluruh atau sebagian mata Pelatihan namun tidak berhasil mencapai kompetensi yang

Penciptaan iklim pembelajaran pendidikan agama Hindu berbasis PAIKEM dengan menggu- nakan teknik-teknik tertentu selama proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru pen-

&lt; α maka Ho ditolak dan menerima Ha, dengan Ha adanya pengaruh yang signifikan dari penerapan model pembelajaran VCT tipe analisis nilai dalam meningkatkan nilai

TAPM yang berjudul Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kepuasan Masyarakat Dalam Pelayanan Pembuatan Izin Mendirikan Bangunan 1MB Di Kabupaten Lampung Utara adalah hasil karya

Peraturan perundang-undangan yang mengatur perlindungan hukum terhadap anak dari konten berbahaya dalam media cetak dan elektronik sifatnya masih secara umum, belum ada

Bagi az-Zamakhsyary, sesungguhnya al-Qur’an tidaklah berperan sebagai hidayah bagi orang-orang yang sudah mengetahui tentang sesuatu, akan tetapi yang dimaksud

Sifat wadah gelas yang nlenguntungkan adalah ti- dak bereaksi (inert). tetapi penggunaan wadah gelas terbatas, karena gelas mudah pecah dan berat, sehingga menyulitkan