TANGGAP 10 GENOTIPE UBIKAYU
(Manihot esculenta
Crank)
TERHADAP TlGA TARAF PENGAPURAN
PADA TANAH ULTISOL GAJRUK
(Typic Haplohumult)
OLEH
:
KARTIKA NOERWiJATl
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
KARTIKA NOERWIJATI. Tanggap 10 Genotype Ubikayu (Manihot esculenta Crantz) terhadap Tiga Taraf Pengapuran pada Tanah Ultisol Gajruk (Typic Haplohumulf). Dibimbing oleh FRED RUMAWAS, KOES HARTOJO dan RYKSON SITUMORANG.
Tanggap 10 genotipe ubikayu telah dilakukan dalam penelitian dimana tanaman ubikayu ditanam dalam polibag selama 3 bulan pada tanah masam Ultisol. Penelitian ini dilakukan untuk mengevalusai 10 genotipe ubikayu pada tanah Ultisol dan mengidentifikasi genotipe ubikayu yang dapat digunakan sebagai sumber gen
pengendali karakter adaptif pada tanah tersebut. Penelitian ini dilakukan pada kebun percobaan lnstitut Pertanian Bogor, pada bulan Mei sampai September 2001. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dengan dua faktor. Faktor pertama adalah 10 genotipe ubikayu sebagai berikut : MLG 10073 (GI), MLG 10054 (GZ), MLG 101 14 (G3), MLG 10188 (G4), MLG 10128 (G5), MLG 10157 (G6), CMM 96025-25 (G7), CMM 95014-13a (G8), CMM 9603-190 (G9) and Sri Gading (G10). Faktor kedua adalah tiga taraf pengapuran (0, 10, dan 20 tonlha). Pupuk yang digunakan dalam percobaan ini adalah NPK (5 glpolibag) dan
urea (2,5 glpolibag).
ABSTRACT
KARTIKA NOERWIJATI. The Response of 10 Cassava Genotypes (Manihot esculenta Crantz) to Three Level of Liming in an Ultisol Soil Gajruk (Typic Haplohumult). Under the direction of FRED RUMAWAS, KOES HARTOJO and RYKSON SITUMORANG
The response of 10 cassava genotypes was studied in an experiment in which they were grown in polybag for 3 months in an acid Ultisol soil. This research was undertaken to evaluate of 10 cassava genotypes in an Ultisol soil and to i d e n t i cassava genotype that can used as source of gene that control adaptive character in this soil. This research was performed in field experiment of Bogor Agriculture Institute, on Mei until September 2001. The experimental designed used was Randomized Complete Block Designed with two factors. The first factor was 10 cassava genotypes as follows : MLG 10073(G1), MLG 10054 (G2). MLG 10114 (G3), MLG 10188 (G4), MLG 10128 (G5), MLG 10157 (G6), CMM 96025-25 (G7), CMM 95014-13a (G8). CMM 9603-190 (G9) and Sri Gading (GlO). The second factor was three level of liming (0, 10 and 20 tonlha). The fertilizer in this study were NPK (5 glpolibag) and urea (2,5 glpolibag)
SURAT PERNYATRAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul
TANGGAP 10 GENOTIPE UBIKAYU (Manihot esculenta Crantz) TERHADAP TlGA TARAF PENGAPURAN PADA TANAH ULTISOL GAJRUK (Typic Haplohumult)
adalah benar-benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Sumber data dan inforrnasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Desember 2002
TANGGAP
1 0 GENOTIPE UBIKAYU
(Manihot esculenta Crantz)
TERHADAP TlGA TARAF PENGAPURAN
PADA TANAH ULTISOL GAJRUK
(Typic Haplohumult)
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Agronorni
PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Tanggap 10 Genotipe Ubikayu (Manihot esculenta Crantz) terhadap Tiga Taraf Pengapuran pada Tanah Ultisol Gajruk ( Typic Haplohumult)
Nama : Kartika Noerwijati
NRP : 99066
Program Studi : Agronomi
Menyetujui,
Dr. Ir. Fred Rumawas. M.Sc Ketua
Dr. Ir. Koes
X
Ha oio, MS Anggota/
Prof. Dr. Ir. Rykson Situmorana, MSAnggota
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi Agronomi r Program Pascasa rjana
EL,
Dr. Ir. Hairial Aswidinnoor, M.Sc
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Banjarnegara, Jawa Tengah, pada tanggal 10 Mei 1972
sebagai anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Nadim dan Ibu
Maryati. Tanggal 17 Agustus 2000 Penulis menikah dengan Ir. R. Budiono dan pada
tanggal 1 Desember 2001 dikaruniai seorang putri yaitu Putri Fauzatun Nadhira.
Penulis menyelesaikan pendidikan SD Negeri 1 Klampok Banjarnegara pada
tahun 1985, SMP Negeri 1 Purwareja-Klampok Banjarnegara pada tahun 1988, dan
SMA Negeri 1 Purwokerto pada tahun 1991. Tahun 1991 Penulis diterima di
Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman Punrvokerto dan gelar Sarjana
Pertanian diperoleh pada tahun 1997.
Tahun 1998 Penulis diangkat menjadi pegawai negeri sipil pada instansi
Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Malang, Jawa Timur,
sebagai staf peneliti pada kelompok peneliti Pemuliaan Tanaman. Selanjutnya pada
tahun 1999 Penulis diterima sebagai mahasiswa Pascasarjana lnstitut Pertanian
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SVVT atas segala karunia dan pertolongan-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul Tanggap 10 Genotipe Ubikayu (Manihot esculenta Crantz) terhadap Tiga Taraf Pengapuran pada Tanah Ultisol Gajruk (Typic Haplohumult) berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2001.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Fred Rumawas, MSc, Bapak Dr. Ir. Koes Hartojo, MS dan Bapak Prof. Dr. Ir. Rykson Situmorang, MS selaku komisi pembimbing yang telah mengarahkan penulis dalam penyusunan karya ilmiah ini. Penulis sampaikan pula penghargaan kepada Bapak Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian serta Bapak Kepala Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Malang yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan program pascasarjana di lnstitut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih tidak lupa pula penulis sampaikan kepada rekan-rekan yang telah membantu selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Dan kepada suami tercinta (R. Budiono) terima kasih yang tak terhingga atas doa, dorongan dan dukungan baik moril maupun material. Putriku tercinta (Putri Fauzatun Nadhira), Bapak dan ibu di Banjarnegara, Mba Menik dan Sari di Semarang, Mas Gogo di Bandung, Bapak dan ibu mertua
serta
kakak dan adik ipar di Malang, terima kasih atas dukungan, kasih sayang serta doanya. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada pihak- pihak yang tidak mungkin disebutkan satu per satu.Semoga karya ilmiah ini dapat memberi manfaat bagi yang
membutuhkannya.
Bogor, Desember 2002
DAFTAR
IS1
Halaman
DAFTAR TABEL
...
ix DAFTAR GAMBAR ...DAFTAR LAMPIRAN ... ... xii
PENDAHULUAN ... 1
TINJAUAN PUSTAKA ... 6 Biologi Tanaman Ubikayu ... 6 Karakteristik Tanah Uttisol ... 9
Pertumbuhan Tanaman Ubikayu Pada Tanah Ultisol ... 11 Usaha Pemuliaan Tanaman di Lahan Marginal ... 14
BAHAN DAN METODE ... 17 Tempat dan Waktu Percobaan ... 17 Metode Percobaan ... 17 Pelaksanaan Percobaan ... 19 Pengamatan ...
20
HASlL DAN PEMBAHASAN ... 24 Gambaran Umum
...
24 Potensi Genotipe Ubikayu...
31Pengaruh Pengapuran ... 44
KESIMPULAN DAN SARAN ...
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Hasil analisis tanah Ultisol Gajruk (Typic Haplohumulf) lapisan permu-
kaan (Top soil) ... 2 5
2. Hasil analisis ragam (nilai F) pengaruh perlakuan terhadap parameter
pertumbuhan dan hasil umbi tanaman ubikayu umur 3 bulan ... 28
3. Hasil analisis ragam (nilai F) pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi
unsur N, P, K, Ca, Mg, Fe dan Zn pada daun ubikayu umur 3 bulan ... 29
4. Hasil analisis ragam (nilai F) pengaruh perlakuan terhadap rasio
efisiensi unsur N, P, K, Ca, Mg, Fe dan Zn ... 29
5. Hasil anaiisis ragam (nilai F) rasio efisiensi unsur hara pada masing-
masing taraf pengapuran ... 30
6. Hasil analisis ragam (nilai F) nilai indeks toleransi pertumbuhan dan hasil umbi tanaman ubikayu umur 3 bulan pada KO (tanpa pengapuran)
...
dan K1 (pengapuran 10 tonlha). 30
7. Pertumbuhan dan hasil umbi 10 genotipe ubikayu umur 3 bulan pada
tanah Ultisol Gajruk ... 32
8. Konsentrasi unsur N, P, K, Ca, Mg, Fe dan Zn pada daun 10 genotipe ...
ubikayu umur 3 bulan 36
9. Klasifikasi unsur N, P, K, Ca, Mg, Fe dan Zn pada daun 10 genotipe ...
ubikayu umur 3 bulan menurut Howeler (1996) 37
10. Rasio efisiensi unsur N, P, K, Ca, Mg, Fe dan Zn dari 10 genotipe ...
ubikayu umur 3 bulan 39
11. Rasio Efisiensi (RE) unsur
N,
P, K, Ca, Mg, Fe dan Zn dari genotipe ubikayu yang paling efisien (E) dan tidak efisien (I) pada masing-...
masing taraf pengapuran.. 40
12. lndeks toleransi (IT) berat kering tajuk, akar dan umbi pada taraf KO ...
dan K1 43
13. Pengaruh pengapuran terhadap pertumbuhan dan hasil umbi tanaman ...
ubikayu umur 3 bulan. 45
14. Pengaruh pengapuran terhadap konsentrasi unsur N, P, K, Ca, Mg, Fe
15. Klasifikasi konsentrasi unsur N, P, K, Ca, Mg, Fe dan Zn pada daun tanaman ubikayu umur 3 bulan di 3 taraf pengapuran ... ...
...
....
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Penampilan di lapang dari genotipe-genotipe ubikayu yang diuji pada umur 3 bulan ...
2. Penampilan genotipe GI, G2 dan G4, merupakan genotipe yang mempunyai akumulasi berat kering tajuk paling tinggi ...
3. Penampilan Sri Gading
(GI
O), genotipe dengan berat kering akar ... tertinggi..4. Penampilan genotipe G8, G7 dan G3, merupakan genotipe yang mempunyai berat kering umbi paling tinggi
...
5. Penampilan G9, genotipe dengan panjang umbi terpanjang.. ...6. Berat kering tajuk (A) dan tinggi tanaman ubikayu (B) umur 3 bulan ... pada beberapa taraf pengapuran
7. Jumlah buku batangl20
cm
tanaman ubikayu umur 3 bulan pada...
beberapa taraf pengapuran.DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Hasii analisis sidik ragam parameter-parameter yang diamati
... ... . .
.
. .. ... .
61 2. Klasifikasi konsentrasi unsur hara dalam daun ubikayu paling muda yangtelah mengembang penuh pada umur 3-4 bulan setelah tanam,
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Menurut Cock (1985), ubikayu merupakan salah satu tanaman penghasil
kalori penting di daerah tropik. Tanaman ubikayu ini dapat membentuk karbohidrat
dengan efisien. Dalam Widodo et a/. (1993) disebutkan bahwa tanaman ubikayu
merupakan penghasil bahan pangan ketiga terbesar setelah padi dan jagung di
Indonesia. Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Lampung
merupakan penghasil utama ubikayu di Indonesia.
Rata-rata hasil ubikayu di lndonesia masih sangat rendah yaitu 12,3 ton per
hektar pada tahun 1999 (BPS 1999), walaupun telah banyak hasil penelitian yang
menyatakan bahwa produktivitas ubikayu dapat mencapai 40 ton per hektar (Cock
1985). Produksi ubikayu di lndonesia berfluktuasi antar waktu. Badan Pusat
Statistik (1997a) menyatakan bahwa produksi ubikayu di lndonesia sebesar
17.285.235 ton (tahun 1993), 15.134.232 ton (tahun 1994), 15.441.481 ton (tahun
1995), 17.002.455 tan (tahun 1996) dan 15.134.021 ton (1997). Badan Pusat
Statistik (1999) mencatat produksi ubikayu pada tahun 1998 sebesar 14.696.200 ton
dan pada tahun 1999 sebesar 16.346.700 ton. Badan Pusat Statistik (1997b)
menyatakan bahwa ragarn produksi ubikayu tersebut disebabkan oleh
berfluktuasinya luas panen di Jawa maupun luar Jawa dan sebagian besar ubikayu
dibudidayakan di lahan marginal sehingga produktivitasnya rendah.
Meskipun ubikayu merupakan penghasil kalori penting di daerah tropik, nilai
ekonorni ubikayu masih sangat rendah. Di lndonesia pemanfaatan ubikayu belum
optimal. Dalam rangka meningkatkan nilai ekonomi ubikayu, sekarang ini ada
industri makanan dan juga untuk industri lainnya (Bokanga 1998). Ubikayu
sekarang juga telah dimasukkan dalam pemasaran modern dan permintaan ubikayu
semakin meningkat untuk keperluan industri. Berbagai industri makanan yang
memanfaatkan ubikayu sebagai bahan baku diantaranya adalah industri kue, kecap,
krupuk, penyedap rasa dan mie. Sedangkan industri non-makanan yang
memanfaatkan ubikayu sebagai bahan baku diantaranya adalah industri pakan
ternak, tekstil, farmasi, kertas, dan kimia (Anonim 1994). Pati dari umbi ubikayu dan
turunannya seperti dekstrin, glukosa dan fruktosa telah menjadi produk andalan dari
agro-industri ubikayu (Bokanga 1998).
Karena sebagian besar ubikayu di tanam di lahan marginal terutama tanah
Ultisol (Poespodarsono dan Widodo 1993, Poespodarsono 1996, BPS 1997b),
sehingga produktivitasnya rendah (BPS 1997b), adanya peningkatan fungsi ubikayu
(Anonim 1994, Munyikwa 1997, Bokanga 1998), dan terjadinya pergeseran pola
penanaman ubikayu dari skala kecil untuk konsumsi segar ke skala besar untuk
keperluan industri (Kawano et a/. 1998), maka perlu dirakit kultivar ubikayu yang
toleran pada kondisi lahan marginal terutama tanah Ultisol. Menurut Poespodarsono
dan Widodo (1993) hingga saat ini belum tersedia varietas unggul ubikayu yang
khusus dikembangkan untuk tanah Ultisol.
Lahan ultisol yang bersifat masam mendominasi lahan kering yang ada di
Indonesia (Jagau 2000). Menurut Sanchez dan Salinaz (1981), luas areal tanah
Ultisol di wilayah Asia tropik menduduki peringkat pertama yaitu 286.10~ hektar. Di
Indonesia, seperti dikemukakan oleh Rochayati et a/. (1986), program perluasan
pertanaman untuk meningkatkan produksi sebagian besar dilakukan pada lahan
Tanah Ultisol banyak mempunyai kendala fisik maupun kimia yang
menghambat pertumbuhan tanaman. Namun demikian jika dilakukan penanganan
dengan baik, tanah Ultisol dapat menjadi tanah yang paling produktif di dunia
(Sanchez dan Salinas 1981, Fanning dan Fanning 1989, Miller dan Donahue 1990).
Kendala tanah Ultisol yang menonjol adalah kandungan aluminium dapat ditukar
tinggi yang dapat menghambat pertumbuhan akar sehingga akar tidak efisien dalam
menyerap air dan unsur hara. Kendala tanah Ultisol dapat diatasi dengan
pemupukan dan pengapuran (Sanchez dan Salinas 1981, Rochayati et a/. 1986, Didi
et a/. 1986). Namun pendekatan ini memerlukan biaya yang relatif mahal (high
input). Sehingga dipilih alternatif lain yaitu penanganan tanah dengan masukan
rendah (low-input soil managemenf). Dalam ha1 ini ada tiga prinsip yang dapat
dimasukkan yaitu ( 1 ) mengadaptasikan tanaman pada kendala tanah yang ada, (2)
memaksimalkan hasil per unit jika dilakukan penambahan input dan (3)
memanfaatkan keuntungan dari sifat tanah masam yang ada (Sanchez dan Salinas
1981).
Pembentukan atau perbaikan suatu varietas untuk adaptasi terhadap tanah
masam memerlukan adanya keragaman genetik karakter adaptasi pada tanah
masam (Jagau 2000). Karena saat ini belum tersedia kultivar unggul ubikayu yang
adaptif pada tanah Ultisol maka tahap awal yang hams dilakukan adalah menyeleksi
koleksi plasma nutfah ubikayu yang ada untuk sifat toleransi terhadap lingkungan
berkendala terutama pada lahan Ultisol yang banyak mendominasi pertanaman
ubikayu di Indonesia. Kultivar ubikayu yang terseleksi selanjutnya dapat digunakan
sebagai tetua persilangan dalam perbaikan kultivar ubikayu melalui metode
Program pemuliaan ubikayu di Indonesia secara umum bertujuan untuk
merakii varietas berumbi manis dan pahit dengan karakter : hasil tinggi, indeks
panen tinggi, kadar pati tinggi, toleran terhadap hama dan penyakii utama, tidak
bercabang intensif, bentuk umbi bagus, toleran pada kondisi tanah dan iklim
tertentu, dan berumur genjah
Cukup banyak karakter harapan yang harus dimiliki oleh varietas yang
diinginkan. Hal ini memberi isyarat bahwa pencapaian tujuan tersebut memerlukan
waktu dan usaha yang banyak, sekaligus memberikan gambaran keberhasilannya.
Hershey (1987) menyatakan bahwa prospek kegiatan pemuliaan tanaman
berbanding terbalik dengan banyaknya karakter yang harus dirakit. Oleh karena itu
pencapaian tujuan secara bertahap perlu dilakukan. Perakian varietas unggul yang
spesifik lingkungan atau lokasi tertentu harus lebih diprioritaskan dan sekaligus
merupakan mata rantai yang lebih hulu dalam upaya perakiian varietas unggul
beradaptasi luas. Seperti yang dikemukakan oleh Tigerstedt (1994) bahwa pada
spesies margin, adaptasi merupakan kepentingan utama sedangkan hasil
merupakan prioritas kedua. Mengingat ubikayu merupakan tanaman yang banyak
dibudidayakan di lahan Ultisol maka perakiian varietas unggul ubikayu yang
beradaptasi terhadap karakteristik tanah Ultisol merupakan salah satu wntoh
pencapaian tujuan tersebut.
Perakitan varietas yang adaptif hanya mungkin dilakukan apabila tersedia
sumber karakter adaptif yang diperiukan dan karakter adaptif tersebut dapat
Tujuan Percobaan
Percobaan ini bertujuan untuk :
1. Mengkaji tanggap 10 genotipe ubikayu pada tanah Ultisol.
2. Mengidentifikasi genotipe ubikayu yang dapat digunakan sebagai sumber
karakter yang diperlukan dalam upaya merakit varietas unggul yang adaptif
pada tanah Ultisol.
Hipotesis Percobaan
1. Terdapat banyak perbedaan dan jenis karakter yang mencirikan adaptasi
terhadap tanah Ultisol diantara genotipe ubikayu yang berbeda.
2.
Ekspresi karakter yang mencirikan adaptasi lebih mudah dideteksi pada kondisiTINJAUAN PUSTAKA
Biologi Tanarnan Ubikayu
Ubikayu (Manihot esculenfa Crantz) merupakan anggota kelas
Dikotiledoneae dan terrnasuk anggota famili Euphorbiaceae. Seperti kebanyakan
anggota famili Euphorbiaceae yang lain, ubikayu mempunyai laticifer dan
menghasilkan lateks. Tanaman ubikayu normal mempunyai jumlah kromosom 2n
=
36. Tanaman ini berasal dari Brasil dan kemudian tersebar luas ke berbagai bagiandunia. Sekarang ini ubikayu banyak dibudidayakan di daerah tropik (Onwueme
1 978).
Karakter morfologi (bentuk dan ukuran) daun, tinggi tanaman, warna petiole,
bentuk dan wama kulit atau daging umbi, umur masak umbi, hasil dan kandungan
cyanogenic glucoside pada umbi dapat digunakan untuk membedakan antar klon
ubikayu (Norman et a/. 1995). Tanaman ubikayu terdiri dari sekiar 100 kultivar yang
bervariasi karaktemya.
Tinggi batang tanaman ubikayu dapat mencapai 4 meter. Warna permukaan batang bervariasi, antara lain hijau, kemerahan, keabu-abuan dan kecoklatan. Jarak
antar buku dan bentuk percabangan juga bervariasi diantara kultivar. Daun ubikayu
tersusun spiral pada bagian nodal batang. Panjang petiole daun antara 5
-
30 cm,umumnya petiole lebih panjang daripada lamina. Jumlah lobus lamina antara 5
-
7atau 3 - 9. Jumlah lobus lamina ini dapat bervariasi antara daun berbeda pada
tanaman yang sama. Lamina mempunyai panjang antara 4
-
20 cm dan lebar antara 1-
6 cm. Biasanya di permukaan lamina tidak terdapat bulu daun. Pada daun yangsangat rnuda, warna lamina bisa ungu atau hijau, tetapi pada daun dewasa, hijau
daun dari setiap lamina dan petiole adalah merah tetapi ada pula yang hijau
(Onwuerne 1978).
Ubikayu merupakan tanaman monoecious, bunganya uniseksual dimana
bunga jantan dan bunga betina terletak pada tanaman yang sama. Bunga ubikayu
rnuncul di ujung panikel dan setiap panikel terdiri dari bunga jantan dan betina.
Bunga betina mempunyai ukuran lebih besar daripada bunga jantan. Setiap bunga
baik jantan maupun betina mempunyai sepal dan tidak rnernpunyai petal. Bunga
jantan mempunyai 10 stamen yang tersusun dalam 2 lingkaran dimana setiap
lingkaran terdiri dari 5 stamen. Bunga betina mernpunyai sebuah ovari dengan 10
lobe glandular. Ovari mempunyai 3 lokus, 6 ridge dan panjangnya 3
-
4 cm. Bungabetina membuka terlebih dulu, sedangkan bunga jantan membuka sampai satu
minggu kemudian, sehingga yang te rjadi adalah penyerbukan silang. Setelah terjadi
penyerbukan, ovari akan membentuk buah rnuda dan membutuhkan waktu 3
-
5bulan untuk masak (Onwueme 1978).
Tanarnan ubikayu mernpunyai sistern akar serabut dan beberapa akar
membentuk umbi melalui proses penebalan sekunder. Akar dapat menembus
sampai kedalarnan 50 - 100 crn. Panjang umbi yang terbentuk sekitar 15
-
100 crn.Berat urnbi dapat mencapai 0,5
-
2 kg tergantung varietas dan kondisi lingkungan.Sudut dan kedalarnan penetrasi urnbi, sepetti juga warna perrnukaan kulit urnbi,
merupakan karakterstik kultivar, meskipun coklat adalah warna perrnukaan kulit
urnbi yang umurn. Distribusi akar dan umbi pada tanaman juga rnerupakan
karakteristik kultivar (Onwueme 1978). Jumlah umbi yang terbentuk berkisar antara
5 - 9 umbi. Daun dan jaringan parenkim urnbi serta feloderrn urnbi mengandung
HCN dengan kisaran antara 10
-
370 mg HCN per kg umbi. Berdasarkantanaman ubikayu dapat dibagi menjadi dua yaitu ubikayu berumbi manis
(mempunyai kandungan HCN yang rendah terutama pada jaringan felodenn umbi)
dan ubikayu berumbi pahit (mernpunyai kandungan HCN tinggi yang tersebar
diseluruh umbi). Lebih lanjut dikernukakan ubikayu juga dapat dibagi menjadi dua
macam berdasarkan umur rnasak umbi yaitu tipe berumur pendek (rnasak dalam 6
-
11 bulan dan biasanya rnerupakan ubikayu berumbi manis) dan tipe berumur
panjang (rnasak dalam waktu >11 bulan dan biasanya rnerupakan ubikayu berumbi
pahit) (Norman et a/. 1995).
Secara umum ubikayu berumbi rnanis cenderung mempunyai waktu
pertumbuhan yang pendek, umbinya masak dalam waktu 6
-
9 bulan, dan rusakdengan cepat jika tidak dipanen dengan segera setelah masak. Di lain pihak,
ubikayu pahit membutuhkan waktu 12
-
18 bulan untuk rnasak, dan tidak akanmengalami kerusakan secara serius jika tidak dipanen selama beberapa bulan
setelah masak (Onwueme 1978).
Kondisi optimum untuk perturnbuhan ubikayu adalah ternperatur yang hangat
(25
-
29 "C). Pertumbuhan akan terhenti apabila temperatur kurang dari 10 "C danhasil akan berkurang jika temperatur di atas 29 "C. Curah hujan optimum adalah
sekitar 100
-
150 cm. Kondisi tanah lempung berpasir dengan kesuburan sedangmemberikan hasil terbaik, tetapi kultivar ubikayu dapat turnbuh pada tanah liat berat
dengan pH 8'9 sampai dengan tanah pasir atau laterite dengan pH 5
-
5,5. Ketikatumbuh pada tanah liat, tanaman ubikayu menghasilkan batang dan pertumbuhan
daun yang lebih banyak dibandingkan akar dan banyak kultivar memberikan hasil
yang rendah. Tanah salin dan rawa tidak cocok untuk pertumbuhan ubikayu.
Ubikayu dapat toleran pada tanah dengan kesuburan yang rendah, khususnya jika
Karakteristik Tanah Uttisol
Tanah Ultisol sebagian besar terdapat di daerah humid, pada temperatur
tropik sampai subtropik (temperatur rata-rata > 8 OC). Tingginya temperatur dan
kelembaban udara meningkatkan dekomposisi bahan organik dan pelepasan hara
berlangsung cepat. Energi matahari dan curah hujan yang tinggi di daerah tropik
menyebabkan tanah menjadi reaktif dan tingkat erosi tinggi sehingga tanah Ultisol
mudah tercuci. Karena proses pencucian dalam jangka panjang maka tanah Ultisol
mempunyai tingkat kesuburan alam yang rendah dan semakin tinggi tingkat
pencucian akan meningkatkan kemasaman tanah. Sehingga biasanya tanah Ultisol
mempunyai kandungan unsur N, P, K, Ca, Mg, Zn dan S yang rendah, keracunan
aluminium serta fiksasi unsur P yang tinggi. Horison tanah Uitisol seringkali
kelihatan gelap karena mengandung humus (Sanchez dan Salinas 1981, Kilmer dan
Hanson 1982, Miller dan Donahue 1990, Subowo eta/. 1990). Namun demikian sifat
fisik tanah Ultisol banyak yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman (Kilmer dan
Hanson 1982).
Di Indonesia terutama di Sitiung (Sumatera Barat) dan Gajruk
(Rangkasbitung), tanah Ultisol biasanya sangat masam dengan tingkat kejenuhan
aluminium yang tinggi, pH antara 4
-
5, kandungan bahan organik, nitrogen,phosphorus dan kation dasar adalah rendah (Kasim et a/. 1995, Harijatmiko 1996).
Kandungan aluminium yang tinggi pada tanah masam diketahui dapat meracuni
tanaman dengan pH tanah yang rendah. Pengaruh paling penting dari keracunan
aluminium adalah membatasi perlumbuhan akar. Akar menjadi tidak efisien dalam
Menurut Miller dan Donahue (1 990), tanah-tanah yang sangat masam tidak
produktif bagi kebanyakan tanaman. Pada tanah yang sangat masam, mayoritas
tanaman menjadi berkurang produksinya dibandingkan potensi hasil yang
sebenarnya. Hal ini disebabkan beberapa ha1 yaitu : keracunan aluminium,
keracunan mangan, keracunan besi (pada beberapa jenis tanah), defisiensi kalsium,
defisiensi magnesium, defisiensi molibdenum, serta defisiensi nitrogen, phosphor,
dan sulfur karena dekomposisi bahan organik yang sangat lambat.
Dengan tingkat managemen yang tinggi, tanah Ultisol dapat menjadi tanah
yang produktif di dunia. Tanah Ultisol terletak di daerah bebas serangan frost untuk
jangka waktu yang lama dan juga terletak di daerah basah dengan curah hujan yang
cukup bagi pertumbuhan tanaman serta mempunyai daya simpan atau cadangan air
yang cukup untuk irigasi. Namun demikian cadangan nutrisinya rendah sampai
sedang. Untuk itu pemupukan dan pengapuran diperlukan pada budidaya tanaman
untuk mendapatkan hasil sedang
-
tinggi. Hasil optimum di tanah Ultisolmembutuhkan magemen yang baik melalui pemupukan, pengapuran dan seleksi
tanaman (Miller dan Donahue 1990).
Penambahan atau pemberian kapur pada tanah-tanah masam akan
meningkatkan pH tanah, dan mengurangi masalah paling utama pada tanah masam
termasuk keracunan aluminium dan aktivitas mikrobial yang lambat. Keracunan
mangan dan besi terlarut juga berkurang dengan merubah mangan dan besi menjadi
bentuk hidroksi yang tidak larut. Kalsium dan magnesium akan bertambah jika
kapur yang ditambahkan adalah dolomit. Pengapuran juga menyebabkan phosphor
pada tanah masam menjadi lebih tersedia. Disamping itu pemberian kapur juga
menyebabkan kalium menjadi lebih efisien, dimana pengapuran dapat mengurangi
dengan merubah nitrogen menjadi bentuk yang cocok bagi mikroba pendekomposisi
bahan organik. Molibdenum dalam bentuk tersedia bagi tanaman juga meningkat
(Miller dan Donahue 1990).
Pertumbuhan Tanaman Ubikayu pada Tanah Ultisol
Ubikayu sering dianggap mampu beradaptasi dengan baik pada tanah yang
kurang subur dan mudah tercuci seperti Oxisol, Ultisol dan Alfisol, serta sebagian
kecil tanah lnceptisd dan Entisol, semata-mata karena pertumbuhannya lebih baik
dibandingkan dengan tanaman lain atau bahkan tanaman lain sulit untuk tumbuh
(Cock 1985, Thro et a/. 1996). Disamping itu juga karena tanaman ubikayu tetap
memberikan hasil, sehingga tanaman ubikayu dipersepsikan sebagai tanaman lahan
marginal (Cock 1985). Terdapat fakta bahwa tanaman ubikayu tahan pada tanah
masam dengan pH 4,4 tanpa terpengaruh hasilnya apabila konsentrasi aluminium
tidak berlebihan. Akan tetapi apabila konsentrasi aluminium sangat tinggi maka
hasil umbi akan turun dengan nyata (Cock 1985). Menurut Howeler (1996), ubikayu
beradaptasi dengan baik pada tanah masam karena toleransinya yang tinggi
terhadap level aluminium yang tinggi pada larutan tanah. Namun demikian, pada
tanah yang sangat rnasam dengan level kejenuhan aluminium yanng tinggi dan atau
level kalsium yang rendah, ubikayu dapat mengalami keracunan aluminium.
Kejenuhan aluminium yang dapat meracuni ubikayu adalah sekitar 85%.
Pengujian dua kultivar ubikayu yang dilakukan oleh Edward dan Kang (1 978)
pada tanah Ultisol menunjukkan bahwa kedua kultivar mempunyai kemampuan
adaptasi yang baik. Kawano et a/. (1978) melakukan evaluasi plasma nutfah
ubikayu (asesi dan hasil persilangan) pada tiga jenis tanah yaitu tanah dengan
terdapat perbedaan kemampuan daya hasil yang tinggi diantara kultivar ubikayu
yang diuji. Kemampuan daya hasil yang tinggi ternyata kompatibel dengan
adaptabilitas yang luas.
Gejala keracunan aluminium pada tanaman ubikayu tidak begitu jelas. Pada
beberapa varietas, daun-daun yang lebih rendah menunjukkan gejala penguningan
interveinal dan nekrosis, tetapi ada beberapa tanaman yang menampakkan gejala
yang jelas. Tanaman juga dapat kehilangan vigor normalnya. Dalam kultur larutan
hara dengan konsentrasi aluminium yang tinggi, tanaman ubikayu teramati menjadi
kerdil dengan sistem perakaran yang pendek. Gejala stres kemasaman
sebagaimana teramati pada tanah Peat di Malaysia adalah adanya gejala
penguningan dan interveinal putih pada daun lebih bawah, tanaman menjadi begitu
kecil dengan sedikit akar atau tidak ada akar yang tumbuh (Howeler 1996). Menurut
Kathiwada et a/. (1996). pada tanaman padi, pengurangan pertumbuhan akar akan
membatasi penyerapan air dan unsur hara kemudian diikuti dengan penurunan
pertumbuhan dan hasil.
Tanaman-tanaman lain selain ubikayu akan menunjukkan gejala kerusakan
yang berbeda akibat stres tanah masam. Hasil penelitian Kathiwada et a/. (1996)
menunjukkan bahwa dari 62 kultivar padi yang diuji, 17 kultivar menunjukkan
pertumbuhannya tidak dipengaruhi oleh konsentrasi aluminium yang tinggi (30 ppm).
Tujuh belas kultivar tersebut mempunyai perakaran yang tetap panjang, sedangkan
pada kultivar padi yang rentan (kontrol) pertumbuhan akarnya berkurang 50%.
Bianchi-Hall et a/. (1998) melaporkan bahwa dari dua galur kedelai yang diuji pada
kondisi stres aluminium ternyata pertumbuhan tap mot meningkat 3% pada galur PI
416937 dan menurunkan pertumbuhan galur Young. Secara keseluruhan nilai rata-
beberapa galur jagung pada lahan masam yang dilakukan oleh Kasim et a/. (1995)
menunjukkan bahwa stres aluminium berpengaruh terhadap waktu anthesis, waktu
silking, tinggi tanaman, tinggi tongkol, hasil dan interval anthesis
-
silking. Secaraumum peningkatan level aluminium akan mengurangi tinggi tanaman, tinggi tongkol
dan hasil serta menunda pembungaan. Zhang dan Jessop (1998) melaporkan
bahwa karakteristik root regrowth pada triticale, termasuk panjang root regrowth dan
persentase kecambah dengan root regrowth setelah mengalami stres aluminium
merupakan indikator yang bermanfaat untuk skrining plasma nutfah toleran
aluminium dan untuk mengevaluasi respon toleran terhadap aluminium. Diantara
kultivar white clover yang diteliti oleh Voight et a/. (1997) pada tanah masam
diperoleh hasil bahwa kultivar yang berdaun lebar kurang toleran pada tanah masam
dibandingkan dengan kultivar white clover berdaun lebih kecil. Sunarto (1993)
melaporkan bahwa diantara galur-galur kedelai yang diuji toleransinya terhadap
cekaman aluminium menunjukkan perbedaan yang nyata pada jumlah daun, berat
basah dan jumlah polong per tanaman. Dimana jumlah daun, berat basah dan
jumlah polong per tanaman pada tanah berkadar aluminium terlarut tinggi, lebih
rendah dibandingkan pada tanah dengan kadar aluminium terlarut lebih rendah.
Pertumbuhan spesies yang berbeda-beda pada tanah masam bergantung
pada ketenggangan nisbinya terhadap tingkat aluminium dan mangan serta
kebutuhan nisbinya akan kalsium dan magnesium. Terdapat perbedaan yang nyata
di antara spesies (Intempecific) dan di dalam spesies (Intraspecific) dalam
hubungannya dengan ketenggangan terhadap faktor kemasaman tanah. Perbedaan
menurut varietas terdapat pula pada tanaman ubikayu, merupakan spesies yang
diperkirakan dapat menyesuaikan diri dengan baik pada kondisi tanah masam
Usaha Pemuliaan Tanaman di Lahan Marginal
Untuk rnengatasi kondisi lingkungan marginal ada dua alternatif yang dapat
dilakukan yaitu memodifikasi lingkungan sehingga sesuai bagi pertumbuhan
tanaman dan rnengadaptasikan tanaman pada lingkungan tersebut (Epstein 1976).
Alternatif pertama dapat dilakukan melalui pemupukan dan pengapuran. Atternatif
kedua dilakukan dengan merakit varietas yang beradaptasi terhadap cekaman
rnelalui program pemuliaan tanaman. Strategi tanaman untuk beradaptasi terhadap
cekaman tanah mineral rnasarn dapat berupa toleran dan penghindaran terhadap
cekaman. Toleransi tersebut dapat berupa toleran terhadap kandungan mineral
beracun, kebutuhan hara internal yang rendah, dan retranslokasi serta kompartemen
mineral, sedangkan penghindaran antara lain eksklusi mineral beracun dari
perrnukaan akar dan efisiensi penyerapan hara (Marchner 1995). Ketika alternatif
pertama melalui perbaikan teknik budidaya tidak praktis, maka pembentukan kultivar
atau varietas yang toleran terhadap cekaman mineral masam menjadi lebih
ekonomis (Bianchi-Hall
et
a/.
1998).Ada tiga ha1 yang berkaitan dengan usaha pemuliaan untuk kondisi marginal
yaitu efek interaksi genotipe dengan lingkungan (G X E) pada pemilihan lingkungan
seleksi, adaptasi luas vs spesifik, dan keseragaman vs keragaman genetik
(Ceccarelli 1 994).
Kernarnpuan tanaman secara produktif memanfaatkan lingkungannya
tergantung pada banyak karakter adaptif yang dikontrol oleh banyak gen, interaksi
diantaranya dan interaksi dengan lingkungannya adalah kompleks dan seringkali
sedikit diketahui (Hawtin et al. 1996). Adaptasi mungkin merupakan hasil dari
respon genetik spesifik yang memberikan karakter khusus seperti toleran terhadap
Berdasarkan studi pewarisan tanaman pada level aluminium tinggi, ternyata sifat ini
dikontrol oleh satu atau lebih gen mayor dominan, dengan gen modifier dan komplek
ale1 yang berbeda. Toleran aluminium dapat diwariskan, baik melalui metode silang
balik maupun seleksi berulang (Gupta 1997).
Titik awal usaha pemuliaan untuk adaptasi adalah pencarian karakteristik
adaptif alarni dan identifikasi gen yang sesuai yang akan rnengendalikan karakter
yang diinginkan (Evans 1993). Dalam pencarian karakter adapti spesifik, maka
pendekatan fungsionalnya adalah mempertimbangkan empat grup tanaman, dimana
setiap grup dengan ciri adaptifnya yaitu taksa yang tidak berhubungan, tipe liar,
landrace dan kultivar modem. Kultivar modern biasanya merupakan pilihan pertama
bagi pemulia tanaman untuk mencari karakter adapti tertentu (Hawtin et a/. 1996).
Hal ini disebabkan kultivar modern mempunyai latar belakang genetik yang elite
sehingga menjadi pilihan pertama bagi pemulia tanaman untuk dijadikan sebagai
sumber keragaman genetik dalam usaha pemuliaan tanaman. Penggunaan varietas
beradaptasi lokal sebagai sumber keragaman utama terhadap karakter yang
diinginkan pada kultivar modern mungkin rnerupakan strategi yang efektif untuk
menghasilkan kultivar beradaptasi terhadap lingkungan yang sulit untuk berproduksi
bagi tanaman. Kultivar dengan rasio efisiensi nutrisi tinggi (mg berat kering pucuk
per mg elemen dalam pucuk) ketika ditumbuhkan pada kondisi stres tanah masarn,
mempunyai keuntungan dalam beradaptasi terhadap stres tanah mineral masam di
daerah tropik dan genotipe yang efisien dalam memanfaatkan nutrisi dapat berguna
dalam usaha pemuliaan yang efisien untuk ekosistem stres mineral (Baligar
et
a/.Ada beberapa kondisi yang harus diketahui sebelurn gen yang mengontrol
toleransi terhadap kernasaman tanah dirnanfaatkan. Pertama, untuk toleransi rnaka
harus tersedia jurnlah tanarnan yang besar untuk skrining secara sirnultan. Kedua,
harus ada keragaman genetik diantara kultivar dan sumber toleransi harus diketahui.
Ketiga, cara pewarisan toleransi harus diketahui (Gupta 1997).
Menurut Devine (1982), usaha pemuliaan untuk adaptasi terhadap
lingkungan spesifik memerlukan :
1. Teknik yang sesuai untuk menguji berbagai karakter tanarnan terhadap stres
lingkungan tertentu.
2. Penggunaan variabilitas genetik berbagai karakter tanarnan yang dibutuhkan
baik berasal dari sejurnlah kultivar rnaupun spesies.
3. Karakter dapat diwariskan
4. Penggunaan tingkat pendugaan kernajuan adaptasi (ditentukan dari range variabilitas dan heritabilitas).
Disamping itu, penentuan mekanisme genetik (monogenik vs poligenik, gen
mayor vs gen minor, sifat kualitatif vs sifat kuantitatif dan sifat dominan vs sifat
resesif) yang mengontrol respon tanarnan terhadap lingkungan, penting diketahui
untuk menentukan strategi pemuliaan. Apabila dikontrol oleh gen tunggal dengan
ciri sifat kualitatif, maka seringkali dapat ditransfer pada kultivar yang bersangkutan
rnelalui sistem silang balik. Untuk kasus pewarisan sifat kuantitatif, tingkat
heritabilitas penting diketahui dalam memperkirakan keberhasilan usaha pemuliaan
tanarnan dan penting dalam rnenentukan 'prosedur pemuliaan yang sesuai.
Pendugaan heritabilitas respon tanaman pada lingkungan suboptimal dibutuhkan
BAHAN DAN
METODE
Tempat dan WaMu Percobaan
Percobaan merupakan percobaan pot dengan menggunakan polibag warna
hitam berdiameter 40 cm dan dilaksanakan di kebun percobaan lnstitut Pertanian
Bogor, Darmaga. Percobaan dimulai pada bulan Mei sampai dengan September
2001.
Metode Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok
(RAK) faktorial dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah 10 genotipe ubikayu (9
genotipe berasal dari koleksi plasma nutfah Balai Penelitian Tanaman Kacang-
kacangan dan Umbi-umbian Malang serta 1 genotipe berasal dari daerah Gajruk
yang mempunyai jenis tanah Ultisol (Typic Haplohumult) berkadar aluminium dapat
ditukar tinggi sebagai kontrol adaptasi}. Faktor kedua adalah tiga taraf pengapuran
yaitu 0 (KO), 10
(Kl),
dan 20 (K2) ton per hektar. Pada semua perlakuandiaplikasikan pupuk dengan dosis yang sama yaitu 1 ton NPK per hektar formulasi
15:15:15 (5 g / polibag) dan urea 0,5 ton per hektar sebagai pupuk susulan (2,5 g /
polibag). Total jumlah tanaman
=
10 (faktor genotipe) x 3 (taraf pengapuran) x 3 (ulangan) x 5 tanaman=
450 tanaman.Penentuan materi percobaan dari koleksi plasma nutfah Balai Penelitian
Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Malang dilakukan berdasarkan dua
kali seleksi. Seleksi pertama dilakukan pada masing-masing kelompok lokal,
introduksi dan tanaman hasil persilangan yaitu dipilih klon-klon yang mempunyai
genotipe-genotipe terpilih tersebut kernudian dilakukan seleksi secara acak untuk
rnengarnbil3 genotipe dari masing-masing kelornpok yang akan digunakan sebagai
rnateri percobaan. Berdasarkan hasil seleksi rnaka genotipe koleksi yang digunakan
adalah sebagai berikut : MLG 10073 (GI), MLG 10054 (G2), MLG 10114 (G3)
sebagai wakil kelornpok introduksi, MLG 10188 (G4), MLG 10128 (G5), MLG 10157
(G6) sebagai wakil kelompok lokal dan CMM 96025-25
(G7),
CMM 95014-13a (G8), CMM 9603-190 (G9) sebagai wakil kelornpok hasil persilangan. Ditarnbah satugenotipe lokal berasal dari lokasi tanah jenis Ultisol Gajruk yang digunakan sebagai
media tanam yaitu Sri Gading (G10).
Model linier aditif dari rancangan percobaan yang digunakan dalam
penelitian adalah sebagai berikut :
Dirnana :
I = 1
-
10 (faktor pertarna)j
=
1, 2, 3 (faktor kedua) k=
1, 2, 3 (kelornpok)Yijk
=
nilai pengarnatan pada faktor pertarna taraf ke-i, faktor kedua tarafke-j dan kelompok ke-k
P = nilai rataan umum
a, = pengaruh aditif faktor pertarna taraf ke-i
p,
=
pengaruh aditif faktor kedua taraf ke-j(a;O)ij
=
pengaruh interaksi antara faktor pertama dengan faktor kedua=
pengaruh aditif kelompok ke-kAnalisis ragam dilakukan untuk melihat tanggap genotipe ubikayu terhadap
cekaman lingkungan yang terjadi. Apabila hasil analisis ragam menunjukkan
interaksi yang nyata antara genotipe ubikayu dengan taraf pengapuran yang diuji
maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan Duncan Multiple Range Test
(DMRT) 5%. Dilakukan analisis regresi untuk melihat pola tanggap masing-masing
genotipe pada ketiga lingkungan tumbuh.
Pelaksanaan Percobaan
Tanah yang digunakan dalam percobaan adalah tanah Ultisol daerah Gajruk
(Rangkasbitung) dengan tingkat kemasaman tinggi (pH 4,2) dan kandungan aluminium dapat ditukar tinggi (19,99 me1100 g). Tanah dibersihkan dari kotoran
dan dimasukkan dalam polibag berdiameter 40 cm (10 kilogram tanah per polibag).
Pemberian kapur disesuaikan dengan kandungan aluminium (1 9,99
me1100g) dan kadar air tanah (35%) yang ada pada tanah yang digunakan sebagai
media. Dimana menurut Kamprath (1970), 1 aluminium dapat ditukar (1 Al-dd) dapat dinetralisir dengan 1 ton kapur per hektar. Sehingga untuk taraf % Al-dd
dibutuhkan kapur sebanyak 10 ton per hektar dan untuk taraf 1 Al-dd dibutuhkan
kapur sebanyak 20 ton per hektar. Berdasarkan hasil analisis tanah, tanah yang
tidak dikapur (KO) mempunyai kandungan aluminium 19,99 me1100g dengan tingkat
kejenuhan aluminium 82,7%. Pemberian kapur 10 ton per hektar (K1) menurunkan
kandungan aluminium dalam tanah menjadi 10,06 mellOOg dengan tingkat
kejenuhan aluminium 42,4%. Sedangkan pengapuran 20 ton per hektar
menurunkan kandungan aluminium menjadi 1 3 3 me11 00g dengan tingkat kejenuhan
NPK dengan dosis yang sarna yaitu 1,O ton per hektar. Pupuk urea diberikan sebagai pupuk susulan.
Stek batang sepanjang 15 crn ditanarn secara vertikal dalarn setiap polibag
dengan kedalarnan penanarnan stek adalah 5 crn di bawah perrnukaan tanah.
Semua polibag disirarn setelah tanam dan kernudian penyiraman dilakukan sesuai
kebutuhan.
Pengamatan
Peubah yang diarnati rneliputi karakter kualitatif dan karakter kuantitatif.
Karakter kualitatif :
1. Pengamatan gejala defisiensi unsur hara tertentu yang mungkin muncul di daun. Pengarnatan dilakukan pada saat tanarnan berurnur 1-3 bulan.
2. Pengamatan gejala kelainan yang rnungkin rnuncul pada batang akibat defisiensi
unsur hara tertentu. Pengarnatan dilakukan pada saat tanaman berurnur 1-3
bulan.
3. Pengamatan gejala kelainan yang mungkin rnuncul pada akar. Pengarnatan
dilakukan pada urnur 3 bulan (panen).
Pengamatan karakter kualitatif dilakukan secara visual.
Karakter kuantitatif :
1. Berat kering tajuk (g)
Pada saat panen, tajuk dari masing-masing sampel yang sudah dipisahkan
menjadi bagian batang, petiole dan daun dirnasukkan dalam kantung terpisah
48 jam. Setelah kering ditimbang bobot masing-masing bagian kemudian
dihitung bobot totalnya.
2. Tinggi tanaman (cm)
Pengukuran tinggi tanaman ditakukan pada 5 tanaman sampel pada saat
tanaman berumur 1-3 bulan. Pengamatan dilakukan dalam interval 1 minggu.
3. Diameter batang (cm)
Diameter batang diukur pada umur 3 bulan dengan menggunakan jangka sorong
pada cabang utama dari 5 tanaman sampel. Diameter batang diukur 5 cm dari
awal munculnya batang.
4. Luas daun (cm2)
Pada saat umur 3 bulan, diambil 5 subsampel daun bagian atas, tengah dan
bawah dari masing-masing pelakuan untuk diukur luasnya menggunakan leaf
area meter.
5. Jumlah daun
Jumlah daun dihitung mulai dari umur 1 bulan. Daun terakhir yang telah dihitung
diberi label agar tidak terjadi salah perhitungan. Penghitungan jumlah daun
dilakukan dalam interval satu minggu.
6. Panjang tangkai daun (cm)
Pengukuran panjang tangkai daun dilakukan pada umur 3 bulan bersamaan
dengan pengukuran panjang dan lebar daun pada daun yang sama.
Pengukuran dilakukan pada tiga tempat yaitu atas, tengah dan bawah, masing-
masing pada tiga daun.
7. Rasio panjang-lebar daun
Panjang dan lebar daun yang telah diukur pada no. 6 kemudian dihitung
8. Jumlah buku (ruas batang)
Jumlah buku dihitung pada umur 3 bulan. Penghitungan pada batang utama
dimulai dari 10 cm di atas pangkal munculnya tunas sampai sepanjang 20 cm.
9. Jumlah akar
Pengamatan jumlah akar dilakukan untuk akar primer dan penghitungan
dilakukan pada saat panen umur 3 bulan.
10. Panjang akar terpanjang (cm)
Pengamatan dilakukan pada saat panen umur 3 bulan.
1 1. Berat basah umbi (g)
Pengamatan dilakukan pada umur 3 bulan pada saat panen. Akar dan umbi
dibersihkan dari tanah dengan menggunakan air mengalir, kemudian dipisahkan
antara akar dengan umbi (jika ada). Bobot basah umbi ditimbang.
12. Berat kering akar dan umbi
Pada saat panen, akar dan umbi dimasukkan dalam kantung kertas dan diberi
label. Kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 105
"C
selama 48 jam.Setelah kering kemudian ditimbang bobot masing-masing.
13. Jumlah umbi per tanaman
Pengamatan dilakukan pada saat panen. Dari 5 tanaman sampel dihitung
jumlah umbi yang terbentuk.
14. Diameter umbi (cm)
Diameter umbi diukur pada saat panen dengan menggunakan jangka sorong
15. Panjang umbi (cm)
16. Analisis kandungan unsur N,
P,
K, Ca, Mg, Fe, dan Zn pada daunPada saat panen, diambil sampel 3 helai daun paling muda yang telah
mengembang penuh dari masing-masing perlakuan kemudian dimasukkan
dalam kantung kertas dan diberi label. Sampel daun kemudian dikeringkan
dalam oven dengan suhu 110
"C
selama 24 jam. Setelah kering daundihaluskan dan dianalisis kandungan unsur haranya di laboratorium.
17. Rasio efisiensi unsur N, P, K, Ca, Mg, Fe dan Zn.
Rasio efisiensi masing-masing unsur diperoleh dengan membagi mg berat kering
tajuk dengan mg kandungan masing-masing unsur hara (Balgar et a/. 1987,
1 997).
18. lndeks toleransi
Nilai indeks toleransi diperoleh dengan rumus (Y normal)(Y stres) 1 (YX)'
HASlL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum
Tanah Ultisol yang digunakan pada percobaan ini termasuk dalam famili
Typic Haplohumult. Sifat kimia tanah pada lapisan perrnukaan tanah (top soil)
dengan kedalaman 0
-
20 cm sebelum diberi perlakuan pengapuran menunjukkannilai pH 4,2 (rendah), kandungan C-organik rendah (1,52%), P tersedia sangat
rendah (1,6 pprn). Kandungan basa
-
basa dapat ditukar yaitu Ca-dd termasukrendah (3,2 me11 OOg), Mg-dd sedang (0,73 me11 Clog), K d d sedang (0,19 me11 OOg),
dan Na-dd rendah (0,52 meI100g). Kejenuhan aluminium tergolong tinggi (82,7%),
KTK termasuk sedang (24,16 me1100g) dan kejenuhan basa sedang (19,45%).
Kandungan unsur hara mikro seperti Fe tergolong rendah (2,96 ppm), dan Zn tinggi
(28,52 pprn). Sifat fisik tanah menunjukkan kandungan pasir 10,48%, debu 33,7%
dan liat 55,82%.
Sifat kimia tanah setelah diberi perlakuan pengapuran dosis K1 (10 ton per
hektar) menunjukkan nilai pH 4,6 (sedang), kandungan C-organik rendah (1,99%), P
tersedia sedang (5'5 pprn). Kandungan basa
-
basa dapat ditukar yaitu Ca-ddtermasuk tinggi (1 2,11 me11 OOg), Mg-dd sedang (1,36 me11 OOg), K-dd sedang (0,15
me11 OOg), dan Na-dd rendah (0,08 me11 00g). Kejenuhan aluminium tergolong
sedang (42,4%), KTK termasuk sangat tinggi (42,71 mel10Og) dan kejenuhan basa
sedang (32%). Kandungan unsur hara mikro seperti Fe tergolong rendah (5,78
ppm), dan Zn tinggi (17,26 pprn). Sifat fisik tanah menunjukkan kandungan pasir
Siat kimia tanah setelah diberi perlakuan pengapuran dosis
K2
(20 ton perhektar) menunjukkan nilai pH 4,7 (sedang), kandungan C-organik rendah (1,82%), P
tersedia sedang (9,6 ppm). Kandungan basa
-
basa
dapat ditukar yaitu Ca-ddtermasuk tinggi (22,74 me11 OOg), Mg-dd sedang (1,41 me11 OOg), K-dd sedang (0,18
meIlOOg), dan Na-dd rendah (0,14me/100g). Kejenuhan aluminium tergolong
rendah
(5,9%),
KTK termasuk tinggi (34,04 me1100g) dan kejenuhan basa tinggi(72%). Kandungan unsur hara mikro seperti Fe tergolong rendah (6,02 ppm), dan
Zn tinggi (9,21 ppm). Sifat fisik tanah menunjukkan kandungan pasir 7%, debu 24% dan liat 69%. Analisis tanah tersebut dilakukan sebelum pemupukan. Secara
ringkas hasil analisis tanah disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Hasil analisis tanah Ultisol G
[image:134.616.74.529.356.731.2]Penampilan sepuluh genotipe ubikayu yang terdiri dari ubikayu lokal,
introduksi dan hasil persilangan pada tanah Ultisol Gajruk (Typic
Haplohumult)
yang
diberi perlakuan pengapuran tiga taraf yaitu 0 (KO), 10
(KI)dan 20
(K2)ton per
hektar disajikan pada Gambar
1.Gambar
I.Penampilan di lapang genotipe- genotipe ubikayu yang diuji pada umur
3bulan
Menurut Howeler (1996), tanaman ubikayu dapat mengalami gejala
keracunan aluminium pada tingkat kejenuhan aluminium sekitar 85% dengan batas
kritis sekitar 80%. Tanaman ubikayu yang mengalami keracunan aluminium
menunjukkan gejala menguning interveinal daun bagian bawah dan nekrosis pada
beberapa varietas, namun pada banyak varietas terdapat beberapa gejala yang
dapat dikenali yaitu tanaman kerdil dan kehilangan pertumbuhan normal. Sistem
perakarannya pendek, dengan jumlah sediki atau tidak ada akar yang tumbuh.
Pada percobaan ini, wama daun dari semua genotipe yang diuji tidak menunjukkan
gejala nekrosis. Bagian batang juga tidak menunjukkan keabnorrnalan. Pengamatan
pada sistem perakaran menunjukkan akar normal, panjang, berjumlah banyak serta
tidak menunjukkan gejala kerusakan pada bagian ujung. Tidak adanya gejala
keracunan aluminium ini diduga karena tingkat kejenuhan aluminium 82,7 % pada
penelitian ini berada dalam batas toleransi bagi tanaman ubikayu yaitu berada
diantara 80
-
85 %.Hasil analisis ragam pada parameter pertumbuhan vegetatif menunjukkan
adanya perbedaan tanggap antar genotipe yang diuji kecuali pada parameter rasio
panjang-lebar daun dan panjang akar. Genotipe yang diuji juga menunjukkan
perbedaan yang nyata pada parameter hasil umbi. Perlakuan pengapuran tidak
berpengaruh nyata pada parameter diameter batang, rasio panjang-lebar daun,
jumlah akar, panjang akar, berat kering akar dan jumlah daun per tanaman.
Sedangkan pada hasil umbi, pengapuran tidak berpengaruh secara nyata pada
parameter berat basah umbi, berat kering umbi dan jumlah umbi. Tidak terdapat
interaksi yang nyata antara genotipe yang diuji dengan pengapuran pada semua
Hasil analisis ragam konsentrasi unsur N, P, K, Ca, Mg, Fe dan Zn pada
daun menunjukkan genotipe yang diuji mempunyai tanggap tidak berbeda nyata
pada unsur N, K, Ca dan Fe. Perlakuan pengapuran tidak berpengaruh nyata
tehadap konsentrasi unsur N, P dan Mg. Tidak ada interaksi yang nyata antara
genotipe dan pengapuran terhadap konsentrasi unsur N, P, K, Ca, Mg, Fe dan Zn
(Tabel 3).
Tabel 2. Hasil analisis ragam (nilai F) pengaruh perlakuan terhadap parameter pertumbuhan dan hasil umbi tanaman ubikayu umur 3 bulan
Parameter
Perturnbuhan vegetatif :
-
Berat kering tajuk- Tinggi tanaman
-
Diameter batang-
Luas daun-
Jumlah daunltanaman- Panjang tangkai daun
- Rasio panjang-lebar daun
- Jumlah buku120 cm
- Berat kering akar
-
Jumlah akar- Panjang akar Hasil Umbi :
-
Berat basah umbi-
Berat kering umbi- Jumlah umbi
- Diameter umbi
-
Panjang umbiKeterangan :
tn : tidak nyata
: nyata pada P = 0,05
" : nyata pada P = 0,01
Genotipe ( G )
9,791 8
"
9,7176 "8,2723 "
1 8,38883 "
1 0,0992
"
4,4714 "0,9280 tn
7,6213
"
6,081 7"
8,0000"
0,7178 tn34,3287
"
18,1399"7,3269
"
7,8037"
4,1889 "Pengapuran
(K)
13,4588 "
7,6062 "
2,8645 tn
3,9061 *
2,7990 tn
2,1297 tn
2,3368 tn
13,5563 "
0,8556 tn
0,3676 tn
2,9267 tn
0,0433 tn
0,2035 tn
0,0658 tn
3,1639 6,7079
"
G x K
0,8155 tn
0,8144 tn
1,0096 tn
1,5369 tn
0,3769 tn
1,0914 tn
0,8345 tn
0,5805 tn
0,5567 tn
0,8003 tn
0,491 9 tn
1,1067 tn
1,1418 tn
1,1534 tn
0,6319 tn
[image:137.612.85.519.143.439.2]Tabel 3. Hasil analisis ragarn (nilai F) pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi unsur N, P, K, Ca, Mg, Fe dan Zn pada daun ubikayu urnur 3 bulan.
Keterangan :
tn : tidak nyata
: nyata pada P = 0,05
" : nyata pada P = 0,01
Unsur. N P K Ca Mg
Perhitungan rasio efisiensi unsur N, P, K, Ca, Mg, Fe dan Zn menunjukkan
bahwa genotipe-genotipe yang diuji mernpunyai rasio efisiensi unsur hara yang
Genotipe
(G)
0,7565 tn 2,4980 *2,1446 tn 1,4388 tn 3,6362
"
berbeda nyata terhadap sernua unsur yang dianalisis. Perlakuan pengapuran tidak
berpengaruh nyata pada rasio efisiensi unsur Ca dan Fe. lnteraksi antara genotipe
Pengapuran
(K)
1,3885 tn 1,1274 tn 3,931 7 '
38,8720
"
2,0490 tndan pengapuran tidak nyata pada sernua rasio efisiensi unsur hara yang diamati
G x K
0,5333 tn 1,1529 tn 1,2365 tn 0,7786 tn 1,5625 tn
Tabel 4. Hasil analisis ragam (nilai F) pengaruh perlakuan terhadap rasio efisiensi unsur N, P, K, Ca, Mg, Fe dan Zn.
tn : tidak nyata
* : nyata pada P = 0,05
" : nyata pada P = 0,01
Unsur N P K Ca Mg Fe Zn Keterangan :
Genoptipe (G) 4,1379
"
7,6785 "7,1172 * 5,1930 " 6,8501 **
7,8129 " 6,4139 **
Pengapuran (K) 8,5598
"
7,3799"
4,9512 2,6447 tn 5,8495 "1,8436 tn 31,361 6"
[image:138.616.74.510.45.789.2]Hasil analisis ragarn nilai rasio efisiensi unsur hara pada masing-masing taraf
pengapuran disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil analisis ragarn (nilai F) rasio efisiensi unsur hara pada masing- masing taraf pengapuran.
Keterangan :
tn : tidak nyata
* : nyatapadap =0,05
"
: nyata pada P = 0,01 Unsur N P K Ca Mg Fe ZnHasil analisis ragam nilai indeks toleransi menunjukkan pada KO terdapat
perbedaan yang nyata untuk semua paramater yang diamati kecuali pada parameter
Pengapuran
panjang tangkai daun, rasio panjang-lebar daun dan panjang akar. Sedangkan
KO 2,1303 tn 2,6193 tn 2,1506 tn 3,1393 tn 2,2937 tn 8,3987
"
0,6232 tnindeks toleransi pada K1 berbeda nyata untuk semua parameter kecuali pada
parameter rasio panjang-lebar daun dan panjang akar ( Tabel 6).
K1 4,6309 *
3,3140 *
4,3374 6,5899 *
5,6281
"
2,7862 tn9,5140 "
Tabel 6. Hasil analisis ragam (nilai F) nilai indeks toleransi untuk parameter berat kering tajuk, berat kering akar dan berat kering umbi tanaman ubikayu umur 3 bulan pada KO (tanpa pengapuran) dan K1 (pengapuran 10 ton per hektar).
K2 1,3334 tn 2,4047 tn 2,9689 tn 2,1783 tn 2,6360 tn 2,8053 tn 3,7891 * Parameter
- Berat kering tajuk
- Berat kering akar
- Berat kering umbi Keterangan :
tn : tidak nyata
: nyata pada P = 0,051
" : nyata pada P = 0,01
Pengapuran KO
6,7401 "
5,0094 **
8,6565 "
K1 4,9493
"
4,5636 " [image:139.618.87.516.187.368.2]Potensi
Genotipe Ubikayu
1.
Pertumbuhan Tanaman dan Hasil Umbi
Genotipe yang mempunyai pertumbuhan
vegetatif
terbaik berdasarkan
akumulasi berat kering pada tajuk adalah
GI.
Namun demikian genotipe ini
mempunyai akumulasi
berat
kering yang rendah pada umbi.
Hal ini juga te jadi pada
genotipe G2 dan
G4
yang mempunyai akumulasi
berat
kering tajuk dibawah
G1
[image:140.618.87.511.277.672.2](Tabel
7dan Gambar 2).
Gambar
2.Penampilan genotipe
G I ,
G2 dan G4,merupakan genotipe yang
Tabel 7. Pertumbuhan dan hasil umbi 10 genotipe ubikayu umur 3 bulan pada tanah Ultisoi Gajruk.
Berat kering umbi (g)
Jumlah umbi Diameter umbi (cm) Panjang umbi (cm)
Angka-angka dalam baris yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak beda nyata pada uji DMRT 5%. Keterangan tabel : G I = MLG 10073 G6 = MLG 10157
G2 = MLG 10054 G7 = CMM 96025-25 G3 = MLG 10114 G8 = CMM 95014-13a G4 = MLG 10188 G9 = CMM 96034-190
G5 = MLG 10128 G I 0 = Sri Gading (Lokal Gajruk) 24,97 d
9,133 ab 1,889
c
24,lO abc23,97 d 6,811 cd 2,23 ab 20,53 ef
31,15 abc 6,100 d 2,411 a 22,81bcdef
28,86
c
7,93 abc 2,022 bc 20,83 def30,16 bc
[image:141.808.72.721.106.485.2]Gambar
3.Penampilan Sri Gading (GlO), genotipe dengan
beratkering akar
tertinggi
Perakaran terbaik berdasarkan berat kering akar dicapai oleh genotipe lokal
Gajruk yaitu Sri Gading (GlO), merupakan genotipe ubikayu yang berasal dari lokasi
tanah yang digunakan dalam penelitian namun tidak beda nyata dengan
G2 (Tabel
7
dan Gambar
2serta
3). Berat kering akar yang tinggi pada
Sii
Gading tidak didukung
oleh jumlah akar primer yang banyak. Pengarnatan secara visual menunjukkan
bahwa Sri Gading mempunyai perakaran rambut yang
lebat.Hal ini diduga karena
Sri Gading merupakan tanaman ubikayu yang telah
bisa
dibudidayakan pada tanah
Ultisol Gajruk sehinga mempunyai perakgran rambut yang lebat. Sedangkan pada
parameter panjang akar, semua genotipe yang diuji mempunyai potensi yang sama.
Dilihat dari hasil umbi berdasarkan berat kering umbi yang terakumulasi
pada umur
3bulan, G8 mempunyai potensi tertinggi, diikuti oleh G7 dan G3 (Tabel
7 dan Gambar 4). Akumulasi
beratkering umbi yang tinggi pada G8 dan G7
diduk