• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Response of 10 Cassava Genotypes (Manihot esculenta Crantz) to Three Level of Liming in an Ultisol Soil Gajruk ( Typic Haplohumult)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The Response of 10 Cassava Genotypes (Manihot esculenta Crantz) to Three Level of Liming in an Ultisol Soil Gajruk ( Typic Haplohumult)"

Copied!
182
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)

TANGGAP 10 GENOTIPE UBIKAYU

(Manihot esculenta

Crank)

TERHADAP TlGA TARAF PENGAPURAN

PADA TANAH ULTISOL GAJRUK

(Typic Haplohumult)

OLEH

:

KARTIKA NOERWiJATl

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(98)

ABSTRAK

KARTIKA NOERWIJATI. Tanggap 10 Genotype Ubikayu (Manihot esculenta Crantz) terhadap Tiga Taraf Pengapuran pada Tanah Ultisol Gajruk (Typic Haplohumulf). Dibimbing oleh FRED RUMAWAS, KOES HARTOJO dan RYKSON SITUMORANG.

Tanggap 10 genotipe ubikayu telah dilakukan dalam penelitian dimana tanaman ubikayu ditanam dalam polibag selama 3 bulan pada tanah masam Ultisol. Penelitian ini dilakukan untuk mengevalusai 10 genotipe ubikayu pada tanah Ultisol dan mengidentifikasi genotipe ubikayu yang dapat digunakan sebagai sumber gen

pengendali karakter adaptif pada tanah tersebut. Penelitian ini dilakukan pada kebun percobaan lnstitut Pertanian Bogor, pada bulan Mei sampai September 2001. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dengan dua faktor. Faktor pertama adalah 10 genotipe ubikayu sebagai berikut : MLG 10073 (GI), MLG 10054 (GZ), MLG 101 14 (G3), MLG 10188 (G4), MLG 10128 (G5), MLG 10157 (G6), CMM 96025-25 (G7), CMM 95014-13a (G8), CMM 9603-190 (G9) and Sri Gading (G10). Faktor kedua adalah tiga taraf pengapuran (0, 10, dan 20 tonlha). Pupuk yang digunakan dalam percobaan ini adalah NPK (5 glpolibag) dan

urea (2,5 glpolibag).

(99)

ABSTRACT

KARTIKA NOERWIJATI. The Response of 10 Cassava Genotypes (Manihot esculenta Crantz) to Three Level of Liming in an Ultisol Soil Gajruk (Typic Haplohumult). Under the direction of FRED RUMAWAS, KOES HARTOJO and RYKSON SITUMORANG

The response of 10 cassava genotypes was studied in an experiment in which they were grown in polybag for 3 months in an acid Ultisol soil. This research was undertaken to evaluate of 10 cassava genotypes in an Ultisol soil and to i d e n t i cassava genotype that can used as source of gene that control adaptive character in this soil. This research was performed in field experiment of Bogor Agriculture Institute, on Mei until September 2001. The experimental designed used was Randomized Complete Block Designed with two factors. The first factor was 10 cassava genotypes as follows : MLG 10073(G1), MLG 10054 (G2). MLG 10114 (G3), MLG 10188 (G4), MLG 10128 (G5), MLG 10157 (G6), CMM 96025-25 (G7), CMM 95014-13a (G8). CMM 9603-190 (G9) and Sri Gading (GlO). The second factor was three level of liming (0, 10 and 20 tonlha). The fertilizer in this study were NPK (5 glpolibag) and urea (2,5 glpolibag)

(100)

SURAT PERNYATRAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul

TANGGAP 10 GENOTIPE UBIKAYU (Manihot esculenta Crantz) TERHADAP TlGA TARAF PENGAPURAN PADA TANAH ULTISOL GAJRUK (Typic Haplohumult)

adalah benar-benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Sumber data dan inforrnasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Desember 2002

(101)

TANGGAP

1 0 GENOTIPE UBIKAYU

(Manihot esculenta Crantz)

TERHADAP TlGA TARAF PENGAPURAN

PADA TANAH ULTISOL GAJRUK

(Typic Haplohumult)

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Agronorni

PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(102)

Judul Tesis : Tanggap 10 Genotipe Ubikayu (Manihot esculenta Crantz) terhadap Tiga Taraf Pengapuran pada Tanah Ultisol Gajruk ( Typic Haplohumult)

Nama : Kartika Noerwijati

NRP : 99066

Program Studi : Agronomi

Menyetujui,

Dr. Ir. Fred Rumawas. M.Sc Ketua

Dr. Ir. Koes

X

Ha oio, MS Anggota

/

Prof. Dr. Ir. Rykson Situmorana, MS

Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi Agronomi r Program Pascasa rjana

EL,

Dr. Ir. Hairial Aswidinnoor, M.Sc

(103)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banjarnegara, Jawa Tengah, pada tanggal 10 Mei 1972

sebagai anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Nadim dan Ibu

Maryati. Tanggal 17 Agustus 2000 Penulis menikah dengan Ir. R. Budiono dan pada

tanggal 1 Desember 2001 dikaruniai seorang putri yaitu Putri Fauzatun Nadhira.

Penulis menyelesaikan pendidikan SD Negeri 1 Klampok Banjarnegara pada

tahun 1985, SMP Negeri 1 Purwareja-Klampok Banjarnegara pada tahun 1988, dan

SMA Negeri 1 Purwokerto pada tahun 1991. Tahun 1991 Penulis diterima di

Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman Punrvokerto dan gelar Sarjana

Pertanian diperoleh pada tahun 1997.

Tahun 1998 Penulis diangkat menjadi pegawai negeri sipil pada instansi

Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Malang, Jawa Timur,

sebagai staf peneliti pada kelompok peneliti Pemuliaan Tanaman. Selanjutnya pada

tahun 1999 Penulis diterima sebagai mahasiswa Pascasarjana lnstitut Pertanian

(104)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SVVT atas segala karunia dan pertolongan-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul Tanggap 10 Genotipe Ubikayu (Manihot esculenta Crantz) terhadap Tiga Taraf Pengapuran pada Tanah Ultisol Gajruk (Typic Haplohumult) berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2001.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Fred Rumawas, MSc, Bapak Dr. Ir. Koes Hartojo, MS dan Bapak Prof. Dr. Ir. Rykson Situmorang, MS selaku komisi pembimbing yang telah mengarahkan penulis dalam penyusunan karya ilmiah ini. Penulis sampaikan pula penghargaan kepada Bapak Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian serta Bapak Kepala Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Malang yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan program pascasarjana di lnstitut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih tidak lupa pula penulis sampaikan kepada rekan-rekan yang telah membantu selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Dan kepada suami tercinta (R. Budiono) terima kasih yang tak terhingga atas doa, dorongan dan dukungan baik moril maupun material. Putriku tercinta (Putri Fauzatun Nadhira), Bapak dan ibu di Banjarnegara, Mba Menik dan Sari di Semarang, Mas Gogo di Bandung, Bapak dan ibu mertua

serta

kakak dan adik ipar di Malang, terima kasih atas dukungan, kasih sayang serta doanya. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada pihak- pihak yang tidak mungkin disebutkan satu per satu.

Semoga karya ilmiah ini dapat memberi manfaat bagi yang

membutuhkannya.

Bogor, Desember 2002

(105)

DAFTAR

IS1

Halaman

DAFTAR TABEL

...

ix DAFTAR GAMBAR ...

DAFTAR LAMPIRAN ... ... xii

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA ... 6 Biologi Tanaman Ubikayu ... 6 Karakteristik Tanah Uttisol ... 9

Pertumbuhan Tanaman Ubikayu Pada Tanah Ultisol ... 11 Usaha Pemuliaan Tanaman di Lahan Marginal ... 14

BAHAN DAN METODE ... 17 Tempat dan Waktu Percobaan ... 17 Metode Percobaan ... 17 Pelaksanaan Percobaan ... 19 Pengamatan ...

20

HASlL DAN PEMBAHASAN ... 24 Gambaran Umum

...

24 Potensi Genotipe Ubikayu

...

31

Pengaruh Pengapuran ... 44

KESIMPULAN DAN SARAN ...

(106)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Hasil analisis tanah Ultisol Gajruk (Typic Haplohumulf) lapisan permu-

kaan (Top soil) ... 2 5

2. Hasil analisis ragam (nilai F) pengaruh perlakuan terhadap parameter

pertumbuhan dan hasil umbi tanaman ubikayu umur 3 bulan ... 28

3. Hasil analisis ragam (nilai F) pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi

unsur N, P, K, Ca, Mg, Fe dan Zn pada daun ubikayu umur 3 bulan ... 29

4. Hasil analisis ragam (nilai F) pengaruh perlakuan terhadap rasio

efisiensi unsur N, P, K, Ca, Mg, Fe dan Zn ... 29

5. Hasil anaiisis ragam (nilai F) rasio efisiensi unsur hara pada masing-

masing taraf pengapuran ... 30

6. Hasil analisis ragam (nilai F) nilai indeks toleransi pertumbuhan dan hasil umbi tanaman ubikayu umur 3 bulan pada KO (tanpa pengapuran)

...

dan K1 (pengapuran 10 tonlha). 30

7. Pertumbuhan dan hasil umbi 10 genotipe ubikayu umur 3 bulan pada

tanah Ultisol Gajruk ... 32

8. Konsentrasi unsur N, P, K, Ca, Mg, Fe dan Zn pada daun 10 genotipe ...

ubikayu umur 3 bulan 36

9. Klasifikasi unsur N, P, K, Ca, Mg, Fe dan Zn pada daun 10 genotipe ...

ubikayu umur 3 bulan menurut Howeler (1996) 37

10. Rasio efisiensi unsur N, P, K, Ca, Mg, Fe dan Zn dari 10 genotipe ...

ubikayu umur 3 bulan 39

11. Rasio Efisiensi (RE) unsur

N,

P, K, Ca, Mg, Fe dan Zn dari genotipe ubikayu yang paling efisien (E) dan tidak efisien (I) pada masing-

...

masing taraf pengapuran.. 40

12. lndeks toleransi (IT) berat kering tajuk, akar dan umbi pada taraf KO ...

dan K1 43

13. Pengaruh pengapuran terhadap pertumbuhan dan hasil umbi tanaman ...

ubikayu umur 3 bulan. 45

14. Pengaruh pengapuran terhadap konsentrasi unsur N, P, K, Ca, Mg, Fe

(107)

15. Klasifikasi konsentrasi unsur N, P, K, Ca, Mg, Fe dan Zn pada daun tanaman ubikayu umur 3 bulan di 3 taraf pengapuran ... ...

...

...

.

(108)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Penampilan di lapang dari genotipe-genotipe ubikayu yang diuji pada umur 3 bulan ...

2. Penampilan genotipe GI, G2 dan G4, merupakan genotipe yang mempunyai akumulasi berat kering tajuk paling tinggi ...

3. Penampilan Sri Gading

(GI

O), genotipe dengan berat kering akar ... tertinggi..

4. Penampilan genotipe G8, G7 dan G3, merupakan genotipe yang mempunyai berat kering umbi paling tinggi

...

5. Penampilan G9, genotipe dengan panjang umbi terpanjang.. ...

6. Berat kering tajuk (A) dan tinggi tanaman ubikayu (B) umur 3 bulan ... pada beberapa taraf pengapuran

7. Jumlah buku batangl20

cm

tanaman ubikayu umur 3 bulan pada

...

beberapa taraf pengapuran.
(109)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Hasii analisis sidik ragam parameter-parameter yang diamati

... ... . .

.

. .. ... .

61 2. Klasifikasi konsentrasi unsur hara dalam daun ubikayu paling muda yang

telah mengembang penuh pada umur 3-4 bulan setelah tanam,

(110)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Menurut Cock (1985), ubikayu merupakan salah satu tanaman penghasil

kalori penting di daerah tropik. Tanaman ubikayu ini dapat membentuk karbohidrat

dengan efisien. Dalam Widodo et a/. (1993) disebutkan bahwa tanaman ubikayu

merupakan penghasil bahan pangan ketiga terbesar setelah padi dan jagung di

Indonesia. Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Lampung

merupakan penghasil utama ubikayu di Indonesia.

Rata-rata hasil ubikayu di lndonesia masih sangat rendah yaitu 12,3 ton per

hektar pada tahun 1999 (BPS 1999), walaupun telah banyak hasil penelitian yang

menyatakan bahwa produktivitas ubikayu dapat mencapai 40 ton per hektar (Cock

1985). Produksi ubikayu di lndonesia berfluktuasi antar waktu. Badan Pusat

Statistik (1997a) menyatakan bahwa produksi ubikayu di lndonesia sebesar

17.285.235 ton (tahun 1993), 15.134.232 ton (tahun 1994), 15.441.481 ton (tahun

1995), 17.002.455 tan (tahun 1996) dan 15.134.021 ton (1997). Badan Pusat

Statistik (1999) mencatat produksi ubikayu pada tahun 1998 sebesar 14.696.200 ton

dan pada tahun 1999 sebesar 16.346.700 ton. Badan Pusat Statistik (1997b)

menyatakan bahwa ragarn produksi ubikayu tersebut disebabkan oleh

berfluktuasinya luas panen di Jawa maupun luar Jawa dan sebagian besar ubikayu

dibudidayakan di lahan marginal sehingga produktivitasnya rendah.

Meskipun ubikayu merupakan penghasil kalori penting di daerah tropik, nilai

ekonorni ubikayu masih sangat rendah. Di lndonesia pemanfaatan ubikayu belum

optimal. Dalam rangka meningkatkan nilai ekonomi ubikayu, sekarang ini ada

(111)

industri makanan dan juga untuk industri lainnya (Bokanga 1998). Ubikayu

sekarang juga telah dimasukkan dalam pemasaran modern dan permintaan ubikayu

semakin meningkat untuk keperluan industri. Berbagai industri makanan yang

memanfaatkan ubikayu sebagai bahan baku diantaranya adalah industri kue, kecap,

krupuk, penyedap rasa dan mie. Sedangkan industri non-makanan yang

memanfaatkan ubikayu sebagai bahan baku diantaranya adalah industri pakan

ternak, tekstil, farmasi, kertas, dan kimia (Anonim 1994). Pati dari umbi ubikayu dan

turunannya seperti dekstrin, glukosa dan fruktosa telah menjadi produk andalan dari

agro-industri ubikayu (Bokanga 1998).

Karena sebagian besar ubikayu di tanam di lahan marginal terutama tanah

Ultisol (Poespodarsono dan Widodo 1993, Poespodarsono 1996, BPS 1997b),

sehingga produktivitasnya rendah (BPS 1997b), adanya peningkatan fungsi ubikayu

(Anonim 1994, Munyikwa 1997, Bokanga 1998), dan terjadinya pergeseran pola

penanaman ubikayu dari skala kecil untuk konsumsi segar ke skala besar untuk

keperluan industri (Kawano et a/. 1998), maka perlu dirakit kultivar ubikayu yang

toleran pada kondisi lahan marginal terutama tanah Ultisol. Menurut Poespodarsono

dan Widodo (1993) hingga saat ini belum tersedia varietas unggul ubikayu yang

khusus dikembangkan untuk tanah Ultisol.

Lahan ultisol yang bersifat masam mendominasi lahan kering yang ada di

Indonesia (Jagau 2000). Menurut Sanchez dan Salinaz (1981), luas areal tanah

Ultisol di wilayah Asia tropik menduduki peringkat pertama yaitu 286.10~ hektar. Di

Indonesia, seperti dikemukakan oleh Rochayati et a/. (1986), program perluasan

pertanaman untuk meningkatkan produksi sebagian besar dilakukan pada lahan

(112)

Tanah Ultisol banyak mempunyai kendala fisik maupun kimia yang

menghambat pertumbuhan tanaman. Namun demikian jika dilakukan penanganan

dengan baik, tanah Ultisol dapat menjadi tanah yang paling produktif di dunia

(Sanchez dan Salinas 1981, Fanning dan Fanning 1989, Miller dan Donahue 1990).

Kendala tanah Ultisol yang menonjol adalah kandungan aluminium dapat ditukar

tinggi yang dapat menghambat pertumbuhan akar sehingga akar tidak efisien dalam

menyerap air dan unsur hara. Kendala tanah Ultisol dapat diatasi dengan

pemupukan dan pengapuran (Sanchez dan Salinas 1981, Rochayati et a/. 1986, Didi

et a/. 1986). Namun pendekatan ini memerlukan biaya yang relatif mahal (high

input). Sehingga dipilih alternatif lain yaitu penanganan tanah dengan masukan

rendah (low-input soil managemenf). Dalam ha1 ini ada tiga prinsip yang dapat

dimasukkan yaitu ( 1 ) mengadaptasikan tanaman pada kendala tanah yang ada, (2)

memaksimalkan hasil per unit jika dilakukan penambahan input dan (3)

memanfaatkan keuntungan dari sifat tanah masam yang ada (Sanchez dan Salinas

1981).

Pembentukan atau perbaikan suatu varietas untuk adaptasi terhadap tanah

masam memerlukan adanya keragaman genetik karakter adaptasi pada tanah

masam (Jagau 2000). Karena saat ini belum tersedia kultivar unggul ubikayu yang

adaptif pada tanah Ultisol maka tahap awal yang hams dilakukan adalah menyeleksi

koleksi plasma nutfah ubikayu yang ada untuk sifat toleransi terhadap lingkungan

berkendala terutama pada lahan Ultisol yang banyak mendominasi pertanaman

ubikayu di Indonesia. Kultivar ubikayu yang terseleksi selanjutnya dapat digunakan

sebagai tetua persilangan dalam perbaikan kultivar ubikayu melalui metode

(113)

Program pemuliaan ubikayu di Indonesia secara umum bertujuan untuk

merakii varietas berumbi manis dan pahit dengan karakter : hasil tinggi, indeks

panen tinggi, kadar pati tinggi, toleran terhadap hama dan penyakii utama, tidak

bercabang intensif, bentuk umbi bagus, toleran pada kondisi tanah dan iklim

tertentu, dan berumur genjah

Cukup banyak karakter harapan yang harus dimiliki oleh varietas yang

diinginkan. Hal ini memberi isyarat bahwa pencapaian tujuan tersebut memerlukan

waktu dan usaha yang banyak, sekaligus memberikan gambaran keberhasilannya.

Hershey (1987) menyatakan bahwa prospek kegiatan pemuliaan tanaman

berbanding terbalik dengan banyaknya karakter yang harus dirakit. Oleh karena itu

pencapaian tujuan secara bertahap perlu dilakukan. Perakian varietas unggul yang

spesifik lingkungan atau lokasi tertentu harus lebih diprioritaskan dan sekaligus

merupakan mata rantai yang lebih hulu dalam upaya perakiian varietas unggul

beradaptasi luas. Seperti yang dikemukakan oleh Tigerstedt (1994) bahwa pada

spesies margin, adaptasi merupakan kepentingan utama sedangkan hasil

merupakan prioritas kedua. Mengingat ubikayu merupakan tanaman yang banyak

dibudidayakan di lahan Ultisol maka perakiian varietas unggul ubikayu yang

beradaptasi terhadap karakteristik tanah Ultisol merupakan salah satu wntoh

pencapaian tujuan tersebut.

Perakitan varietas yang adaptif hanya mungkin dilakukan apabila tersedia

sumber karakter adaptif yang diperiukan dan karakter adaptif tersebut dapat

(114)

Tujuan Percobaan

Percobaan ini bertujuan untuk :

1. Mengkaji tanggap 10 genotipe ubikayu pada tanah Ultisol.

2. Mengidentifikasi genotipe ubikayu yang dapat digunakan sebagai sumber

karakter yang diperlukan dalam upaya merakit varietas unggul yang adaptif

pada tanah Ultisol.

Hipotesis Percobaan

1. Terdapat banyak perbedaan dan jenis karakter yang mencirikan adaptasi

terhadap tanah Ultisol diantara genotipe ubikayu yang berbeda.

2.

Ekspresi karakter yang mencirikan adaptasi lebih mudah dideteksi pada kondisi
(115)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Tanarnan Ubikayu

Ubikayu (Manihot esculenfa Crantz) merupakan anggota kelas

Dikotiledoneae dan terrnasuk anggota famili Euphorbiaceae. Seperti kebanyakan

anggota famili Euphorbiaceae yang lain, ubikayu mempunyai laticifer dan

menghasilkan lateks. Tanaman ubikayu normal mempunyai jumlah kromosom 2n

=

36. Tanaman ini berasal dari Brasil dan kemudian tersebar luas ke berbagai bagian

dunia. Sekarang ini ubikayu banyak dibudidayakan di daerah tropik (Onwueme

1 978).

Karakter morfologi (bentuk dan ukuran) daun, tinggi tanaman, warna petiole,

bentuk dan wama kulit atau daging umbi, umur masak umbi, hasil dan kandungan

cyanogenic glucoside pada umbi dapat digunakan untuk membedakan antar klon

ubikayu (Norman et a/. 1995). Tanaman ubikayu terdiri dari sekiar 100 kultivar yang

bervariasi karaktemya.

Tinggi batang tanaman ubikayu dapat mencapai 4 meter. Warna permukaan batang bervariasi, antara lain hijau, kemerahan, keabu-abuan dan kecoklatan. Jarak

antar buku dan bentuk percabangan juga bervariasi diantara kultivar. Daun ubikayu

tersusun spiral pada bagian nodal batang. Panjang petiole daun antara 5

-

30 cm,

umumnya petiole lebih panjang daripada lamina. Jumlah lobus lamina antara 5

-

7

atau 3 - 9. Jumlah lobus lamina ini dapat bervariasi antara daun berbeda pada

tanaman yang sama. Lamina mempunyai panjang antara 4

-

20 cm dan lebar antara 1

-

6 cm. Biasanya di permukaan lamina tidak terdapat bulu daun. Pada daun yang

sangat rnuda, warna lamina bisa ungu atau hijau, tetapi pada daun dewasa, hijau

(116)

daun dari setiap lamina dan petiole adalah merah tetapi ada pula yang hijau

(Onwuerne 1978).

Ubikayu merupakan tanaman monoecious, bunganya uniseksual dimana

bunga jantan dan bunga betina terletak pada tanaman yang sama. Bunga ubikayu

rnuncul di ujung panikel dan setiap panikel terdiri dari bunga jantan dan betina.

Bunga betina mempunyai ukuran lebih besar daripada bunga jantan. Setiap bunga

baik jantan maupun betina mempunyai sepal dan tidak rnernpunyai petal. Bunga

jantan mempunyai 10 stamen yang tersusun dalam 2 lingkaran dimana setiap

lingkaran terdiri dari 5 stamen. Bunga betina mernpunyai sebuah ovari dengan 10

lobe glandular. Ovari mempunyai 3 lokus, 6 ridge dan panjangnya 3

-

4 cm. Bunga

betina membuka terlebih dulu, sedangkan bunga jantan membuka sampai satu

minggu kemudian, sehingga yang te rjadi adalah penyerbukan silang. Setelah terjadi

penyerbukan, ovari akan membentuk buah rnuda dan membutuhkan waktu 3

-

5

bulan untuk masak (Onwueme 1978).

Tanarnan ubikayu mernpunyai sistern akar serabut dan beberapa akar

membentuk umbi melalui proses penebalan sekunder. Akar dapat menembus

sampai kedalarnan 50 - 100 crn. Panjang umbi yang terbentuk sekitar 15

-

100 crn.

Berat urnbi dapat mencapai 0,5

-

2 kg tergantung varietas dan kondisi lingkungan.

Sudut dan kedalarnan penetrasi urnbi, sepetti juga warna perrnukaan kulit urnbi,

merupakan karakterstik kultivar, meskipun coklat adalah warna perrnukaan kulit

urnbi yang umurn. Distribusi akar dan umbi pada tanaman juga rnerupakan

karakteristik kultivar (Onwueme 1978). Jumlah umbi yang terbentuk berkisar antara

5 - 9 umbi. Daun dan jaringan parenkim urnbi serta feloderrn urnbi mengandung

HCN dengan kisaran antara 10

-

370 mg HCN per kg umbi. Berdasarkan
(117)

tanaman ubikayu dapat dibagi menjadi dua yaitu ubikayu berumbi manis

(mempunyai kandungan HCN yang rendah terutama pada jaringan felodenn umbi)

dan ubikayu berumbi pahit (mernpunyai kandungan HCN tinggi yang tersebar

diseluruh umbi). Lebih lanjut dikernukakan ubikayu juga dapat dibagi menjadi dua

macam berdasarkan umur rnasak umbi yaitu tipe berumur pendek (rnasak dalam 6

-

11 bulan dan biasanya rnerupakan ubikayu berumbi manis) dan tipe berumur

panjang (rnasak dalam waktu >11 bulan dan biasanya rnerupakan ubikayu berumbi

pahit) (Norman et a/. 1995).

Secara umum ubikayu berumbi rnanis cenderung mempunyai waktu

pertumbuhan yang pendek, umbinya masak dalam waktu 6

-

9 bulan, dan rusak

dengan cepat jika tidak dipanen dengan segera setelah masak. Di lain pihak,

ubikayu pahit membutuhkan waktu 12

-

18 bulan untuk rnasak, dan tidak akan

mengalami kerusakan secara serius jika tidak dipanen selama beberapa bulan

setelah masak (Onwueme 1978).

Kondisi optimum untuk perturnbuhan ubikayu adalah ternperatur yang hangat

(25

-

29 "C). Pertumbuhan akan terhenti apabila temperatur kurang dari 10 "C dan

hasil akan berkurang jika temperatur di atas 29 "C. Curah hujan optimum adalah

sekitar 100

-

150 cm. Kondisi tanah lempung berpasir dengan kesuburan sedang

memberikan hasil terbaik, tetapi kultivar ubikayu dapat turnbuh pada tanah liat berat

dengan pH 8'9 sampai dengan tanah pasir atau laterite dengan pH 5

-

5,5. Ketika

tumbuh pada tanah liat, tanaman ubikayu menghasilkan batang dan pertumbuhan

daun yang lebih banyak dibandingkan akar dan banyak kultivar memberikan hasil

yang rendah. Tanah salin dan rawa tidak cocok untuk pertumbuhan ubikayu.

Ubikayu dapat toleran pada tanah dengan kesuburan yang rendah, khususnya jika

(118)

Karakteristik Tanah Uttisol

Tanah Ultisol sebagian besar terdapat di daerah humid, pada temperatur

tropik sampai subtropik (temperatur rata-rata > 8 OC). Tingginya temperatur dan

kelembaban udara meningkatkan dekomposisi bahan organik dan pelepasan hara

berlangsung cepat. Energi matahari dan curah hujan yang tinggi di daerah tropik

menyebabkan tanah menjadi reaktif dan tingkat erosi tinggi sehingga tanah Ultisol

mudah tercuci. Karena proses pencucian dalam jangka panjang maka tanah Ultisol

mempunyai tingkat kesuburan alam yang rendah dan semakin tinggi tingkat

pencucian akan meningkatkan kemasaman tanah. Sehingga biasanya tanah Ultisol

mempunyai kandungan unsur N, P, K, Ca, Mg, Zn dan S yang rendah, keracunan

aluminium serta fiksasi unsur P yang tinggi. Horison tanah Uitisol seringkali

kelihatan gelap karena mengandung humus (Sanchez dan Salinas 1981, Kilmer dan

Hanson 1982, Miller dan Donahue 1990, Subowo eta/. 1990). Namun demikian sifat

fisik tanah Ultisol banyak yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman (Kilmer dan

Hanson 1982).

Di Indonesia terutama di Sitiung (Sumatera Barat) dan Gajruk

(Rangkasbitung), tanah Ultisol biasanya sangat masam dengan tingkat kejenuhan

aluminium yang tinggi, pH antara 4

-

5, kandungan bahan organik, nitrogen,

phosphorus dan kation dasar adalah rendah (Kasim et a/. 1995, Harijatmiko 1996).

Kandungan aluminium yang tinggi pada tanah masam diketahui dapat meracuni

tanaman dengan pH tanah yang rendah. Pengaruh paling penting dari keracunan

aluminium adalah membatasi perlumbuhan akar. Akar menjadi tidak efisien dalam

(119)

Menurut Miller dan Donahue (1 990), tanah-tanah yang sangat masam tidak

produktif bagi kebanyakan tanaman. Pada tanah yang sangat masam, mayoritas

tanaman menjadi berkurang produksinya dibandingkan potensi hasil yang

sebenarnya. Hal ini disebabkan beberapa ha1 yaitu : keracunan aluminium,

keracunan mangan, keracunan besi (pada beberapa jenis tanah), defisiensi kalsium,

defisiensi magnesium, defisiensi molibdenum, serta defisiensi nitrogen, phosphor,

dan sulfur karena dekomposisi bahan organik yang sangat lambat.

Dengan tingkat managemen yang tinggi, tanah Ultisol dapat menjadi tanah

yang produktif di dunia. Tanah Ultisol terletak di daerah bebas serangan frost untuk

jangka waktu yang lama dan juga terletak di daerah basah dengan curah hujan yang

cukup bagi pertumbuhan tanaman serta mempunyai daya simpan atau cadangan air

yang cukup untuk irigasi. Namun demikian cadangan nutrisinya rendah sampai

sedang. Untuk itu pemupukan dan pengapuran diperlukan pada budidaya tanaman

untuk mendapatkan hasil sedang

-

tinggi. Hasil optimum di tanah Ultisol

membutuhkan magemen yang baik melalui pemupukan, pengapuran dan seleksi

tanaman (Miller dan Donahue 1990).

Penambahan atau pemberian kapur pada tanah-tanah masam akan

meningkatkan pH tanah, dan mengurangi masalah paling utama pada tanah masam

termasuk keracunan aluminium dan aktivitas mikrobial yang lambat. Keracunan

mangan dan besi terlarut juga berkurang dengan merubah mangan dan besi menjadi

bentuk hidroksi yang tidak larut. Kalsium dan magnesium akan bertambah jika

kapur yang ditambahkan adalah dolomit. Pengapuran juga menyebabkan phosphor

pada tanah masam menjadi lebih tersedia. Disamping itu pemberian kapur juga

menyebabkan kalium menjadi lebih efisien, dimana pengapuran dapat mengurangi

(120)

dengan merubah nitrogen menjadi bentuk yang cocok bagi mikroba pendekomposisi

bahan organik. Molibdenum dalam bentuk tersedia bagi tanaman juga meningkat

(Miller dan Donahue 1990).

Pertumbuhan Tanaman Ubikayu pada Tanah Ultisol

Ubikayu sering dianggap mampu beradaptasi dengan baik pada tanah yang

kurang subur dan mudah tercuci seperti Oxisol, Ultisol dan Alfisol, serta sebagian

kecil tanah lnceptisd dan Entisol, semata-mata karena pertumbuhannya lebih baik

dibandingkan dengan tanaman lain atau bahkan tanaman lain sulit untuk tumbuh

(Cock 1985, Thro et a/. 1996). Disamping itu juga karena tanaman ubikayu tetap

memberikan hasil, sehingga tanaman ubikayu dipersepsikan sebagai tanaman lahan

marginal (Cock 1985). Terdapat fakta bahwa tanaman ubikayu tahan pada tanah

masam dengan pH 4,4 tanpa terpengaruh hasilnya apabila konsentrasi aluminium

tidak berlebihan. Akan tetapi apabila konsentrasi aluminium sangat tinggi maka

hasil umbi akan turun dengan nyata (Cock 1985). Menurut Howeler (1996), ubikayu

beradaptasi dengan baik pada tanah masam karena toleransinya yang tinggi

terhadap level aluminium yang tinggi pada larutan tanah. Namun demikian, pada

tanah yang sangat rnasam dengan level kejenuhan aluminium yanng tinggi dan atau

level kalsium yang rendah, ubikayu dapat mengalami keracunan aluminium.

Kejenuhan aluminium yang dapat meracuni ubikayu adalah sekitar 85%.

Pengujian dua kultivar ubikayu yang dilakukan oleh Edward dan Kang (1 978)

pada tanah Ultisol menunjukkan bahwa kedua kultivar mempunyai kemampuan

adaptasi yang baik. Kawano et a/. (1978) melakukan evaluasi plasma nutfah

ubikayu (asesi dan hasil persilangan) pada tiga jenis tanah yaitu tanah dengan

(121)

terdapat perbedaan kemampuan daya hasil yang tinggi diantara kultivar ubikayu

yang diuji. Kemampuan daya hasil yang tinggi ternyata kompatibel dengan

adaptabilitas yang luas.

Gejala keracunan aluminium pada tanaman ubikayu tidak begitu jelas. Pada

beberapa varietas, daun-daun yang lebih rendah menunjukkan gejala penguningan

interveinal dan nekrosis, tetapi ada beberapa tanaman yang menampakkan gejala

yang jelas. Tanaman juga dapat kehilangan vigor normalnya. Dalam kultur larutan

hara dengan konsentrasi aluminium yang tinggi, tanaman ubikayu teramati menjadi

kerdil dengan sistem perakaran yang pendek. Gejala stres kemasaman

sebagaimana teramati pada tanah Peat di Malaysia adalah adanya gejala

penguningan dan interveinal putih pada daun lebih bawah, tanaman menjadi begitu

kecil dengan sedikit akar atau tidak ada akar yang tumbuh (Howeler 1996). Menurut

Kathiwada et a/. (1996). pada tanaman padi, pengurangan pertumbuhan akar akan

membatasi penyerapan air dan unsur hara kemudian diikuti dengan penurunan

pertumbuhan dan hasil.

Tanaman-tanaman lain selain ubikayu akan menunjukkan gejala kerusakan

yang berbeda akibat stres tanah masam. Hasil penelitian Kathiwada et a/. (1996)

menunjukkan bahwa dari 62 kultivar padi yang diuji, 17 kultivar menunjukkan

pertumbuhannya tidak dipengaruhi oleh konsentrasi aluminium yang tinggi (30 ppm).

Tujuh belas kultivar tersebut mempunyai perakaran yang tetap panjang, sedangkan

pada kultivar padi yang rentan (kontrol) pertumbuhan akarnya berkurang 50%.

Bianchi-Hall et a/. (1998) melaporkan bahwa dari dua galur kedelai yang diuji pada

kondisi stres aluminium ternyata pertumbuhan tap mot meningkat 3% pada galur PI

416937 dan menurunkan pertumbuhan galur Young. Secara keseluruhan nilai rata-

(122)

beberapa galur jagung pada lahan masam yang dilakukan oleh Kasim et a/. (1995)

menunjukkan bahwa stres aluminium berpengaruh terhadap waktu anthesis, waktu

silking, tinggi tanaman, tinggi tongkol, hasil dan interval anthesis

-

silking. Secara

umum peningkatan level aluminium akan mengurangi tinggi tanaman, tinggi tongkol

dan hasil serta menunda pembungaan. Zhang dan Jessop (1998) melaporkan

bahwa karakteristik root regrowth pada triticale, termasuk panjang root regrowth dan

persentase kecambah dengan root regrowth setelah mengalami stres aluminium

merupakan indikator yang bermanfaat untuk skrining plasma nutfah toleran

aluminium dan untuk mengevaluasi respon toleran terhadap aluminium. Diantara

kultivar white clover yang diteliti oleh Voight et a/. (1997) pada tanah masam

diperoleh hasil bahwa kultivar yang berdaun lebar kurang toleran pada tanah masam

dibandingkan dengan kultivar white clover berdaun lebih kecil. Sunarto (1993)

melaporkan bahwa diantara galur-galur kedelai yang diuji toleransinya terhadap

cekaman aluminium menunjukkan perbedaan yang nyata pada jumlah daun, berat

basah dan jumlah polong per tanaman. Dimana jumlah daun, berat basah dan

jumlah polong per tanaman pada tanah berkadar aluminium terlarut tinggi, lebih

rendah dibandingkan pada tanah dengan kadar aluminium terlarut lebih rendah.

Pertumbuhan spesies yang berbeda-beda pada tanah masam bergantung

pada ketenggangan nisbinya terhadap tingkat aluminium dan mangan serta

kebutuhan nisbinya akan kalsium dan magnesium. Terdapat perbedaan yang nyata

di antara spesies (Intempecific) dan di dalam spesies (Intraspecific) dalam

hubungannya dengan ketenggangan terhadap faktor kemasaman tanah. Perbedaan

menurut varietas terdapat pula pada tanaman ubikayu, merupakan spesies yang

diperkirakan dapat menyesuaikan diri dengan baik pada kondisi tanah masam

(123)

Usaha Pemuliaan Tanaman di Lahan Marginal

Untuk rnengatasi kondisi lingkungan marginal ada dua alternatif yang dapat

dilakukan yaitu memodifikasi lingkungan sehingga sesuai bagi pertumbuhan

tanaman dan rnengadaptasikan tanaman pada lingkungan tersebut (Epstein 1976).

Alternatif pertama dapat dilakukan melalui pemupukan dan pengapuran. Atternatif

kedua dilakukan dengan merakit varietas yang beradaptasi terhadap cekaman

rnelalui program pemuliaan tanaman. Strategi tanaman untuk beradaptasi terhadap

cekaman tanah mineral rnasarn dapat berupa toleran dan penghindaran terhadap

cekaman. Toleransi tersebut dapat berupa toleran terhadap kandungan mineral

beracun, kebutuhan hara internal yang rendah, dan retranslokasi serta kompartemen

mineral, sedangkan penghindaran antara lain eksklusi mineral beracun dari

perrnukaan akar dan efisiensi penyerapan hara (Marchner 1995). Ketika alternatif

pertama melalui perbaikan teknik budidaya tidak praktis, maka pembentukan kultivar

atau varietas yang toleran terhadap cekaman mineral masam menjadi lebih

ekonomis (Bianchi-Hall

et

a/.

1998).

Ada tiga ha1 yang berkaitan dengan usaha pemuliaan untuk kondisi marginal

yaitu efek interaksi genotipe dengan lingkungan (G X E) pada pemilihan lingkungan

seleksi, adaptasi luas vs spesifik, dan keseragaman vs keragaman genetik

(Ceccarelli 1 994).

Kernarnpuan tanaman secara produktif memanfaatkan lingkungannya

tergantung pada banyak karakter adaptif yang dikontrol oleh banyak gen, interaksi

diantaranya dan interaksi dengan lingkungannya adalah kompleks dan seringkali

sedikit diketahui (Hawtin et al. 1996). Adaptasi mungkin merupakan hasil dari

respon genetik spesifik yang memberikan karakter khusus seperti toleran terhadap

(124)

Berdasarkan studi pewarisan tanaman pada level aluminium tinggi, ternyata sifat ini

dikontrol oleh satu atau lebih gen mayor dominan, dengan gen modifier dan komplek

ale1 yang berbeda. Toleran aluminium dapat diwariskan, baik melalui metode silang

balik maupun seleksi berulang (Gupta 1997).

Titik awal usaha pemuliaan untuk adaptasi adalah pencarian karakteristik

adaptif alarni dan identifikasi gen yang sesuai yang akan rnengendalikan karakter

yang diinginkan (Evans 1993). Dalam pencarian karakter adapti spesifik, maka

pendekatan fungsionalnya adalah mempertimbangkan empat grup tanaman, dimana

setiap grup dengan ciri adaptifnya yaitu taksa yang tidak berhubungan, tipe liar,

landrace dan kultivar modem. Kultivar modern biasanya merupakan pilihan pertama

bagi pemulia tanaman untuk mencari karakter adapti tertentu (Hawtin et a/. 1996).

Hal ini disebabkan kultivar modern mempunyai latar belakang genetik yang elite

sehingga menjadi pilihan pertama bagi pemulia tanaman untuk dijadikan sebagai

sumber keragaman genetik dalam usaha pemuliaan tanaman. Penggunaan varietas

beradaptasi lokal sebagai sumber keragaman utama terhadap karakter yang

diinginkan pada kultivar modern mungkin rnerupakan strategi yang efektif untuk

menghasilkan kultivar beradaptasi terhadap lingkungan yang sulit untuk berproduksi

bagi tanaman. Kultivar dengan rasio efisiensi nutrisi tinggi (mg berat kering pucuk

per mg elemen dalam pucuk) ketika ditumbuhkan pada kondisi stres tanah masarn,

mempunyai keuntungan dalam beradaptasi terhadap stres tanah mineral masam di

daerah tropik dan genotipe yang efisien dalam memanfaatkan nutrisi dapat berguna

dalam usaha pemuliaan yang efisien untuk ekosistem stres mineral (Baligar

et

a/.
(125)

Ada beberapa kondisi yang harus diketahui sebelurn gen yang mengontrol

toleransi terhadap kernasaman tanah dirnanfaatkan. Pertama, untuk toleransi rnaka

harus tersedia jurnlah tanarnan yang besar untuk skrining secara sirnultan. Kedua,

harus ada keragaman genetik diantara kultivar dan sumber toleransi harus diketahui.

Ketiga, cara pewarisan toleransi harus diketahui (Gupta 1997).

Menurut Devine (1982), usaha pemuliaan untuk adaptasi terhadap

lingkungan spesifik memerlukan :

1. Teknik yang sesuai untuk menguji berbagai karakter tanarnan terhadap stres

lingkungan tertentu.

2. Penggunaan variabilitas genetik berbagai karakter tanarnan yang dibutuhkan

baik berasal dari sejurnlah kultivar rnaupun spesies.

3. Karakter dapat diwariskan

4. Penggunaan tingkat pendugaan kernajuan adaptasi (ditentukan dari range variabilitas dan heritabilitas).

Disamping itu, penentuan mekanisme genetik (monogenik vs poligenik, gen

mayor vs gen minor, sifat kualitatif vs sifat kuantitatif dan sifat dominan vs sifat

resesif) yang mengontrol respon tanarnan terhadap lingkungan, penting diketahui

untuk menentukan strategi pemuliaan. Apabila dikontrol oleh gen tunggal dengan

ciri sifat kualitatif, maka seringkali dapat ditransfer pada kultivar yang bersangkutan

rnelalui sistem silang balik. Untuk kasus pewarisan sifat kuantitatif, tingkat

heritabilitas penting diketahui dalam memperkirakan keberhasilan usaha pemuliaan

tanarnan dan penting dalam rnenentukan 'prosedur pemuliaan yang sesuai.

Pendugaan heritabilitas respon tanaman pada lingkungan suboptimal dibutuhkan

(126)

BAHAN DAN

METODE

Tempat dan WaMu Percobaan

Percobaan merupakan percobaan pot dengan menggunakan polibag warna

hitam berdiameter 40 cm dan dilaksanakan di kebun percobaan lnstitut Pertanian

Bogor, Darmaga. Percobaan dimulai pada bulan Mei sampai dengan September

2001.

Metode Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok

(RAK) faktorial dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah 10 genotipe ubikayu (9

genotipe berasal dari koleksi plasma nutfah Balai Penelitian Tanaman Kacang-

kacangan dan Umbi-umbian Malang serta 1 genotipe berasal dari daerah Gajruk

yang mempunyai jenis tanah Ultisol (Typic Haplohumult) berkadar aluminium dapat

ditukar tinggi sebagai kontrol adaptasi}. Faktor kedua adalah tiga taraf pengapuran

yaitu 0 (KO), 10

(Kl),

dan 20 (K2) ton per hektar. Pada semua perlakuan

diaplikasikan pupuk dengan dosis yang sama yaitu 1 ton NPK per hektar formulasi

15:15:15 (5 g / polibag) dan urea 0,5 ton per hektar sebagai pupuk susulan (2,5 g /

polibag). Total jumlah tanaman

=

10 (faktor genotipe) x 3 (taraf pengapuran) x 3 (ulangan) x 5 tanaman

=

450 tanaman.

Penentuan materi percobaan dari koleksi plasma nutfah Balai Penelitian

Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Malang dilakukan berdasarkan dua

kali seleksi. Seleksi pertama dilakukan pada masing-masing kelompok lokal,

introduksi dan tanaman hasil persilangan yaitu dipilih klon-klon yang mempunyai

(127)

genotipe-genotipe terpilih tersebut kernudian dilakukan seleksi secara acak untuk

rnengarnbil3 genotipe dari masing-masing kelornpok yang akan digunakan sebagai

rnateri percobaan. Berdasarkan hasil seleksi rnaka genotipe koleksi yang digunakan

adalah sebagai berikut : MLG 10073 (GI), MLG 10054 (G2), MLG 10114 (G3)

sebagai wakil kelornpok introduksi, MLG 10188 (G4), MLG 10128 (G5), MLG 10157

(G6) sebagai wakil kelompok lokal dan CMM 96025-25

(G7),

CMM 95014-13a (G8), CMM 9603-190 (G9) sebagai wakil kelornpok hasil persilangan. Ditarnbah satu

genotipe lokal berasal dari lokasi tanah jenis Ultisol Gajruk yang digunakan sebagai

media tanam yaitu Sri Gading (G10).

Model linier aditif dari rancangan percobaan yang digunakan dalam

penelitian adalah sebagai berikut :

Dirnana :

I = 1

-

10 (faktor pertarna)

j

=

1, 2, 3 (faktor kedua) k

=

1, 2, 3 (kelornpok)

Yijk

=

nilai pengarnatan pada faktor pertarna taraf ke-i, faktor kedua taraf

ke-j dan kelompok ke-k

P = nilai rataan umum

a, = pengaruh aditif faktor pertarna taraf ke-i

p,

=

pengaruh aditif faktor kedua taraf ke-j

(a;O)ij

=

pengaruh interaksi antara faktor pertama dengan faktor kedua

=

pengaruh aditif kelompok ke-k
(128)

Analisis ragam dilakukan untuk melihat tanggap genotipe ubikayu terhadap

cekaman lingkungan yang terjadi. Apabila hasil analisis ragam menunjukkan

interaksi yang nyata antara genotipe ubikayu dengan taraf pengapuran yang diuji

maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan Duncan Multiple Range Test

(DMRT) 5%. Dilakukan analisis regresi untuk melihat pola tanggap masing-masing

genotipe pada ketiga lingkungan tumbuh.

Pelaksanaan Percobaan

Tanah yang digunakan dalam percobaan adalah tanah Ultisol daerah Gajruk

(Rangkasbitung) dengan tingkat kemasaman tinggi (pH 4,2) dan kandungan aluminium dapat ditukar tinggi (19,99 me1100 g). Tanah dibersihkan dari kotoran

dan dimasukkan dalam polibag berdiameter 40 cm (10 kilogram tanah per polibag).

Pemberian kapur disesuaikan dengan kandungan aluminium (1 9,99

me1100g) dan kadar air tanah (35%) yang ada pada tanah yang digunakan sebagai

media. Dimana menurut Kamprath (1970), 1 aluminium dapat ditukar (1 Al-dd) dapat dinetralisir dengan 1 ton kapur per hektar. Sehingga untuk taraf % Al-dd

dibutuhkan kapur sebanyak 10 ton per hektar dan untuk taraf 1 Al-dd dibutuhkan

kapur sebanyak 20 ton per hektar. Berdasarkan hasil analisis tanah, tanah yang

tidak dikapur (KO) mempunyai kandungan aluminium 19,99 me1100g dengan tingkat

kejenuhan aluminium 82,7%. Pemberian kapur 10 ton per hektar (K1) menurunkan

kandungan aluminium dalam tanah menjadi 10,06 mellOOg dengan tingkat

kejenuhan aluminium 42,4%. Sedangkan pengapuran 20 ton per hektar

menurunkan kandungan aluminium menjadi 1 3 3 me11 00g dengan tingkat kejenuhan

(129)

NPK dengan dosis yang sarna yaitu 1,O ton per hektar. Pupuk urea diberikan sebagai pupuk susulan.

Stek batang sepanjang 15 crn ditanarn secara vertikal dalarn setiap polibag

dengan kedalarnan penanarnan stek adalah 5 crn di bawah perrnukaan tanah.

Semua polibag disirarn setelah tanam dan kernudian penyiraman dilakukan sesuai

kebutuhan.

Pengamatan

Peubah yang diarnati rneliputi karakter kualitatif dan karakter kuantitatif.

Karakter kualitatif :

1. Pengamatan gejala defisiensi unsur hara tertentu yang mungkin muncul di daun. Pengarnatan dilakukan pada saat tanarnan berurnur 1-3 bulan.

2. Pengamatan gejala kelainan yang rnungkin rnuncul pada batang akibat defisiensi

unsur hara tertentu. Pengarnatan dilakukan pada saat tanaman berurnur 1-3

bulan.

3. Pengamatan gejala kelainan yang mungkin rnuncul pada akar. Pengarnatan

dilakukan pada urnur 3 bulan (panen).

Pengamatan karakter kualitatif dilakukan secara visual.

Karakter kuantitatif :

1. Berat kering tajuk (g)

Pada saat panen, tajuk dari masing-masing sampel yang sudah dipisahkan

menjadi bagian batang, petiole dan daun dirnasukkan dalam kantung terpisah

(130)

48 jam. Setelah kering ditimbang bobot masing-masing bagian kemudian

dihitung bobot totalnya.

2. Tinggi tanaman (cm)

Pengukuran tinggi tanaman ditakukan pada 5 tanaman sampel pada saat

tanaman berumur 1-3 bulan. Pengamatan dilakukan dalam interval 1 minggu.

3. Diameter batang (cm)

Diameter batang diukur pada umur 3 bulan dengan menggunakan jangka sorong

pada cabang utama dari 5 tanaman sampel. Diameter batang diukur 5 cm dari

awal munculnya batang.

4. Luas daun (cm2)

Pada saat umur 3 bulan, diambil 5 subsampel daun bagian atas, tengah dan

bawah dari masing-masing pelakuan untuk diukur luasnya menggunakan leaf

area meter.

5. Jumlah daun

Jumlah daun dihitung mulai dari umur 1 bulan. Daun terakhir yang telah dihitung

diberi label agar tidak terjadi salah perhitungan. Penghitungan jumlah daun

dilakukan dalam interval satu minggu.

6. Panjang tangkai daun (cm)

Pengukuran panjang tangkai daun dilakukan pada umur 3 bulan bersamaan

dengan pengukuran panjang dan lebar daun pada daun yang sama.

Pengukuran dilakukan pada tiga tempat yaitu atas, tengah dan bawah, masing-

masing pada tiga daun.

7. Rasio panjang-lebar daun

Panjang dan lebar daun yang telah diukur pada no. 6 kemudian dihitung

(131)

8. Jumlah buku (ruas batang)

Jumlah buku dihitung pada umur 3 bulan. Penghitungan pada batang utama

dimulai dari 10 cm di atas pangkal munculnya tunas sampai sepanjang 20 cm.

9. Jumlah akar

Pengamatan jumlah akar dilakukan untuk akar primer dan penghitungan

dilakukan pada saat panen umur 3 bulan.

10. Panjang akar terpanjang (cm)

Pengamatan dilakukan pada saat panen umur 3 bulan.

1 1. Berat basah umbi (g)

Pengamatan dilakukan pada umur 3 bulan pada saat panen. Akar dan umbi

dibersihkan dari tanah dengan menggunakan air mengalir, kemudian dipisahkan

antara akar dengan umbi (jika ada). Bobot basah umbi ditimbang.

12. Berat kering akar dan umbi

Pada saat panen, akar dan umbi dimasukkan dalam kantung kertas dan diberi

label. Kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 105

"C

selama 48 jam.

Setelah kering kemudian ditimbang bobot masing-masing.

13. Jumlah umbi per tanaman

Pengamatan dilakukan pada saat panen. Dari 5 tanaman sampel dihitung

jumlah umbi yang terbentuk.

14. Diameter umbi (cm)

Diameter umbi diukur pada saat panen dengan menggunakan jangka sorong

15. Panjang umbi (cm)

(132)

16. Analisis kandungan unsur N,

P,

K, Ca, Mg, Fe, dan Zn pada daun

Pada saat panen, diambil sampel 3 helai daun paling muda yang telah

mengembang penuh dari masing-masing perlakuan kemudian dimasukkan

dalam kantung kertas dan diberi label. Sampel daun kemudian dikeringkan

dalam oven dengan suhu 110

"C

selama 24 jam. Setelah kering daun

dihaluskan dan dianalisis kandungan unsur haranya di laboratorium.

17. Rasio efisiensi unsur N, P, K, Ca, Mg, Fe dan Zn.

Rasio efisiensi masing-masing unsur diperoleh dengan membagi mg berat kering

tajuk dengan mg kandungan masing-masing unsur hara (Balgar et a/. 1987,

1 997).

18. lndeks toleransi

Nilai indeks toleransi diperoleh dengan rumus (Y normal)(Y stres) 1 (YX)'

(133)

HASlL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum

Tanah Ultisol yang digunakan pada percobaan ini termasuk dalam famili

Typic Haplohumult. Sifat kimia tanah pada lapisan perrnukaan tanah (top soil)

dengan kedalaman 0

-

20 cm sebelum diberi perlakuan pengapuran menunjukkan

nilai pH 4,2 (rendah), kandungan C-organik rendah (1,52%), P tersedia sangat

rendah (1,6 pprn). Kandungan basa

-

basa dapat ditukar yaitu Ca-dd termasuk

rendah (3,2 me11 OOg), Mg-dd sedang (0,73 me11 Clog), K d d sedang (0,19 me11 OOg),

dan Na-dd rendah (0,52 meI100g). Kejenuhan aluminium tergolong tinggi (82,7%),

KTK termasuk sedang (24,16 me1100g) dan kejenuhan basa sedang (19,45%).

Kandungan unsur hara mikro seperti Fe tergolong rendah (2,96 ppm), dan Zn tinggi

(28,52 pprn). Sifat fisik tanah menunjukkan kandungan pasir 10,48%, debu 33,7%

dan liat 55,82%.

Sifat kimia tanah setelah diberi perlakuan pengapuran dosis K1 (10 ton per

hektar) menunjukkan nilai pH 4,6 (sedang), kandungan C-organik rendah (1,99%), P

tersedia sedang (5'5 pprn). Kandungan basa

-

basa dapat ditukar yaitu Ca-dd

termasuk tinggi (1 2,11 me11 OOg), Mg-dd sedang (1,36 me11 OOg), K-dd sedang (0,15

me11 OOg), dan Na-dd rendah (0,08 me11 00g). Kejenuhan aluminium tergolong

sedang (42,4%), KTK termasuk sangat tinggi (42,71 mel10Og) dan kejenuhan basa

sedang (32%). Kandungan unsur hara mikro seperti Fe tergolong rendah (5,78

ppm), dan Zn tinggi (17,26 pprn). Sifat fisik tanah menunjukkan kandungan pasir

(134)

Siat kimia tanah setelah diberi perlakuan pengapuran dosis

K2

(20 ton per

hektar) menunjukkan nilai pH 4,7 (sedang), kandungan C-organik rendah (1,82%), P

tersedia sedang (9,6 ppm). Kandungan basa

-

basa

dapat ditukar yaitu Ca-dd

termasuk tinggi (22,74 me11 OOg), Mg-dd sedang (1,41 me11 OOg), K-dd sedang (0,18

meIlOOg), dan Na-dd rendah (0,14me/100g). Kejenuhan aluminium tergolong

rendah

(5,9%),

KTK termasuk tinggi (34,04 me1100g) dan kejenuhan basa tinggi

(72%). Kandungan unsur hara mikro seperti Fe tergolong rendah (6,02 ppm), dan

Zn tinggi (9,21 ppm). Sifat fisik tanah menunjukkan kandungan pasir 7%, debu 24% dan liat 69%. Analisis tanah tersebut dilakukan sebelum pemupukan. Secara

ringkas hasil analisis tanah disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Hasil analisis tanah Ultisol G

[image:134.616.74.529.356.731.2]
(135)
[image:135.611.103.503.243.547.2]

Penampilan sepuluh genotipe ubikayu yang terdiri dari ubikayu lokal,

introduksi dan hasil persilangan pada tanah Ultisol Gajruk (Typic

Haplohumult)

yang

diberi perlakuan pengapuran tiga taraf yaitu 0 (KO), 10

(KI)

dan 20

(K2)

ton per

hektar disajikan pada Gambar

1.

Gambar

I.

Penampilan di lapang genotipe- genotipe ubikayu yang diuji pada umur

3

bulan

(136)

Menurut Howeler (1996), tanaman ubikayu dapat mengalami gejala

keracunan aluminium pada tingkat kejenuhan aluminium sekitar 85% dengan batas

kritis sekitar 80%. Tanaman ubikayu yang mengalami keracunan aluminium

menunjukkan gejala menguning interveinal daun bagian bawah dan nekrosis pada

beberapa varietas, namun pada banyak varietas terdapat beberapa gejala yang

dapat dikenali yaitu tanaman kerdil dan kehilangan pertumbuhan normal. Sistem

perakarannya pendek, dengan jumlah sediki atau tidak ada akar yang tumbuh.

Pada percobaan ini, wama daun dari semua genotipe yang diuji tidak menunjukkan

gejala nekrosis. Bagian batang juga tidak menunjukkan keabnorrnalan. Pengamatan

pada sistem perakaran menunjukkan akar normal, panjang, berjumlah banyak serta

tidak menunjukkan gejala kerusakan pada bagian ujung. Tidak adanya gejala

keracunan aluminium ini diduga karena tingkat kejenuhan aluminium 82,7 % pada

penelitian ini berada dalam batas toleransi bagi tanaman ubikayu yaitu berada

diantara 80

-

85 %.

Hasil analisis ragam pada parameter pertumbuhan vegetatif menunjukkan

adanya perbedaan tanggap antar genotipe yang diuji kecuali pada parameter rasio

panjang-lebar daun dan panjang akar. Genotipe yang diuji juga menunjukkan

perbedaan yang nyata pada parameter hasil umbi. Perlakuan pengapuran tidak

berpengaruh nyata pada parameter diameter batang, rasio panjang-lebar daun,

jumlah akar, panjang akar, berat kering akar dan jumlah daun per tanaman.

Sedangkan pada hasil umbi, pengapuran tidak berpengaruh secara nyata pada

parameter berat basah umbi, berat kering umbi dan jumlah umbi. Tidak terdapat

interaksi yang nyata antara genotipe yang diuji dengan pengapuran pada semua

(137)

Hasil analisis ragam konsentrasi unsur N, P, K, Ca, Mg, Fe dan Zn pada

daun menunjukkan genotipe yang diuji mempunyai tanggap tidak berbeda nyata

pada unsur N, K, Ca dan Fe. Perlakuan pengapuran tidak berpengaruh nyata

tehadap konsentrasi unsur N, P dan Mg. Tidak ada interaksi yang nyata antara

genotipe dan pengapuran terhadap konsentrasi unsur N, P, K, Ca, Mg, Fe dan Zn

(Tabel 3).

Tabel 2. Hasil analisis ragam (nilai F) pengaruh perlakuan terhadap parameter pertumbuhan dan hasil umbi tanaman ubikayu umur 3 bulan

Parameter

Perturnbuhan vegetatif :

-

Berat kering tajuk

- Tinggi tanaman

-

Diameter batang

-

Luas daun

-

Jumlah daunltanaman

- Panjang tangkai daun

- Rasio panjang-lebar daun

- Jumlah buku120 cm

- Berat kering akar

-

Jumlah akar

- Panjang akar Hasil Umbi :

-

Berat basah umbi

-

Berat kering umbi

- Jumlah umbi

- Diameter umbi

-

Panjang umbi

Keterangan :

tn : tidak nyata

: nyata pada P = 0,05

" : nyata pada P = 0,01

Genotipe ( G )

9,791 8

"

9,7176 "

8,2723 "

1 8,38883 "

1 0,0992

"

4,4714 "

0,9280 tn

7,6213

"

6,081 7

"

8,0000

"

0,7178 tn

34,3287

"

18,1399"

7,3269

"

7,8037

"

4,1889 "

Pengapuran

(K)

13,4588 "

7,6062 "

2,8645 tn

3,9061 *

2,7990 tn

2,1297 tn

2,3368 tn

13,5563 "

0,8556 tn

0,3676 tn

2,9267 tn

0,0433 tn

0,2035 tn

0,0658 tn

3,1639 6,7079

"

G x K

0,8155 tn

0,8144 tn

1,0096 tn

1,5369 tn

0,3769 tn

1,0914 tn

0,8345 tn

0,5805 tn

0,5567 tn

0,8003 tn

0,491 9 tn

1,1067 tn

1,1418 tn

1,1534 tn

0,6319 tn

[image:137.612.85.519.143.439.2]
(138)

Tabel 3. Hasil analisis ragarn (nilai F) pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi unsur N, P, K, Ca, Mg, Fe dan Zn pada daun ubikayu urnur 3 bulan.

Keterangan :

tn : tidak nyata

: nyata pada P = 0,05

" : nyata pada P = 0,01

Unsur. N P K Ca Mg

Perhitungan rasio efisiensi unsur N, P, K, Ca, Mg, Fe dan Zn menunjukkan

bahwa genotipe-genotipe yang diuji mernpunyai rasio efisiensi unsur hara yang

Genotipe

(G)

0,7565 tn 2,4980 *

2,1446 tn 1,4388 tn 3,6362

"

berbeda nyata terhadap sernua unsur yang dianalisis. Perlakuan pengapuran tidak

berpengaruh nyata pada rasio efisiensi unsur Ca dan Fe. lnteraksi antara genotipe

Pengapuran

(K)

1,3885 tn 1,1274 tn 3,931 7 '

38,8720

"

2,0490 tn

dan pengapuran tidak nyata pada sernua rasio efisiensi unsur hara yang diamati

G x K

0,5333 tn 1,1529 tn 1,2365 tn 0,7786 tn 1,5625 tn

Tabel 4. Hasil analisis ragam (nilai F) pengaruh perlakuan terhadap rasio efisiensi unsur N, P, K, Ca, Mg, Fe dan Zn.

tn : tidak nyata

* : nyata pada P = 0,05

" : nyata pada P = 0,01

Unsur N P K Ca Mg Fe Zn Keterangan :

Genoptipe (G) 4,1379

"

7,6785 "

7,1172 * 5,1930 " 6,8501 **

7,8129 " 6,4139 **

Pengapuran (K) 8,5598

"

7,3799

"

4,9512 2,6447 tn 5,8495 "

1,8436 tn 31,361 6"

[image:138.616.74.510.45.789.2]
(139)

Hasil analisis ragarn nilai rasio efisiensi unsur hara pada masing-masing taraf

pengapuran disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil analisis ragarn (nilai F) rasio efisiensi unsur hara pada masing- masing taraf pengapuran.

Keterangan :

tn : tidak nyata

* : nyatapadap =0,05

"

: nyata pada P = 0,01 Unsur N P K Ca Mg Fe Zn

Hasil analisis ragam nilai indeks toleransi menunjukkan pada KO terdapat

perbedaan yang nyata untuk semua paramater yang diamati kecuali pada parameter

Pengapuran

panjang tangkai daun, rasio panjang-lebar daun dan panjang akar. Sedangkan

KO 2,1303 tn 2,6193 tn 2,1506 tn 3,1393 tn 2,2937 tn 8,3987

"

0,6232 tn

indeks toleransi pada K1 berbeda nyata untuk semua parameter kecuali pada

parameter rasio panjang-lebar daun dan panjang akar ( Tabel 6).

K1 4,6309 *

3,3140 *

4,3374 6,5899 *

5,6281

"

2,7862 tn

9,5140 "

Tabel 6. Hasil analisis ragam (nilai F) nilai indeks toleransi untuk parameter berat kering tajuk, berat kering akar dan berat kering umbi tanaman ubikayu umur 3 bulan pada KO (tanpa pengapuran) dan K1 (pengapuran 10 ton per hektar).

K2 1,3334 tn 2,4047 tn 2,9689 tn 2,1783 tn 2,6360 tn 2,8053 tn 3,7891 * Parameter

- Berat kering tajuk

- Berat kering akar

- Berat kering umbi Keterangan :

tn : tidak nyata

: nyata pada P = 0,051

" : nyata pada P = 0,01

Pengapuran KO

6,7401 "

5,0094 **

8,6565 "

K1 4,9493

"

4,5636 " [image:139.618.87.516.187.368.2]
(140)

Potensi

Genotipe Ubikayu

1.

Pertumbuhan Tanaman dan Hasil Umbi

Genotipe yang mempunyai pertumbuhan

vegetatif

terbaik berdasarkan

akumulasi berat kering pada tajuk adalah

GI.

Namun demikian genotipe ini

mempunyai akumulasi

berat

kering yang rendah pada umbi.

Hal ini juga te jadi pada

genotipe G2 dan

G4

yang mempunyai akumulasi

berat

kering tajuk dibawah

G1

[image:140.618.87.511.277.672.2]

(Tabel

7

dan Gambar 2).

Gambar

2.

Penampilan genotipe

G I ,

G2 dan G4,merupakan genotipe yang

(141)

Tabel 7. Pertumbuhan dan hasil umbi 10 genotipe ubikayu umur 3 bulan pada tanah Ultisoi Gajruk.

Berat kering umbi (g)

Jumlah umbi Diameter umbi (cm) Panjang umbi (cm)

Angka-angka dalam baris yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak beda nyata pada uji DMRT 5%. Keterangan tabel : G I = MLG 10073 G6 = MLG 10157

G2 = MLG 10054 G7 = CMM 96025-25 G3 = MLG 10114 G8 = CMM 95014-13a G4 = MLG 10188 G9 = CMM 96034-190

G5 = MLG 10128 G I 0 = Sri Gading (Lokal Gajruk) 24,97 d

9,133 ab 1,889

c

24,lO abc

23,97 d 6,811 cd 2,23 ab 20,53 ef

31,15 abc 6,100 d 2,411 a 22,81bcdef

28,86

c

7,93 abc 2,022 bc 20,83 def

30,16 bc

[image:141.808.72.721.106.485.2]
(142)
[image:142.611.210.427.120.307.2]

Gambar

3.

Penampilan Sri Gading (GlO), genotipe dengan

berat

kering akar

tertinggi

Perakaran terbaik berdasarkan berat kering akar dicapai oleh genotipe lokal

Gajruk yaitu Sri Gading (GlO), merupakan genotipe ubikayu yang berasal dari lokasi

tanah yang digunakan dalam penelitian namun tidak beda nyata dengan

G2 (Tabel

7

dan Gambar

2

serta

3). Berat kering akar yang tinggi pada

Sii

Gading tidak didukung

oleh jumlah akar primer yang banyak. Pengarnatan secara visual menunjukkan

bahwa Sri Gading mempunyai perakaran rambut yang

lebat.

Hal ini diduga karena

Sri Gading merupakan tanaman ubikayu yang telah

bisa

dibudidayakan pada tanah

Ultisol Gajruk sehinga mempunyai perakgran rambut yang lebat. Sedangkan pada

parameter panjang akar, semua genotipe yang diuji mempunyai potensi yang sama.

Dilihat dari hasil umbi berdasarkan berat kering umbi yang terakumulasi

pada umur

3

bulan, G8 mempunyai potensi tertinggi, diikuti oleh G7 dan G3 (Tabel

7 dan Gambar 4). Akumulasi

berat

kering umbi yang tinggi pada G8 dan G7

diduk

Gambar

Tabel 1. Hasil analisis tanah Ultisol G
Gambar I. Penampilan di lapang genotipe- genotipe ubikayu yang diuji pada umur
Tabel 2. Hasil analisis ragam (nilai F) pengaruh perlakuan terhadap parameter
Tabel 3. Hasil analisis ragarn (nilai F) pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

m.vijayakumar dpi Male MBC English 94 sakthivinayagam.A puthukovil,vellore district Male MBC English 102 pravin vriddhachalam&cuddalo. re Male MBC English 92

45 tentang Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba sebagai Penunjang Akuntabilitas Keuangan Perguruan Tinggi Swasta (Studi Kasus pada Universitas _____Malang), Fakutas

[r]

Melalui tahapan yang benar dalam menentukan perancangan desain yang nantinya bertujuan menentukan model desain yang mampu menahan tekanan sebesar 100 Kn, dengan hasil

Tujuan penelitian ini adalah hubungan pengetahuan ibu tentang sistem imun bayi dengan pemberian imunisasi dasar di wilayah kerja Puskesmas Selesai Saya akan memberikan

Pada makalah ini akan membahas bagaimana membangun sebuah sistem yang dapat mencegah terjadinya flooding data dengan cara pemblokiran IP dan Port dengan cara membuat

Berdasarkan pernyataan informan yang merupakan pengusaha madu mongso masalah yang dihadapi mereka adalah belum ditemukanya mesin pengaduk yang memiliki kemampuan

Undang-Undang No.42 tahun 2009 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barangdan Jasa atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah. PP No.143 tahun 2000 Tentang Tempat Terutang Pajak